23
PENDAHULUAN Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami pada kebanyakan perempuan hamil. Di dalam proses persalinan terdapat proses pengeluaran bayi, plasenta, cairan ketuban, dan selaputnya. Proses persalinan dapat berlangsung secara normal maupun resiko atau bahkan telah terjadi gangguan proses persalinan (dystocia). Gangguan persalinan ini erat kaitannya dengan factor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan yang dikenal dengan 5P yaitu power, passenger, passageway, posisi, psikologis. Salah satu cara mengatasi gangguan proses persalinan khususnya terkait dengan power dan passageway adalah dengan tindakan induksi persalinan. 1

Induksi Persalinan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Induksi Persalinan

PENDAHULUAN

Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami pada kebanyakan perempuan

hamil. Di dalam proses persalinan terdapat proses pengeluaran bayi, plasenta, cairan ketuban,

dan selaputnya. Proses persalinan dapat berlangsung secara normal maupun resiko atau bahkan

telah terjadi gangguan proses persalinan (dystocia). Gangguan persalinan ini erat kaitannya

dengan factor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan yang dikenal dengan 5P yaitu power,

passenger, passageway, posisi, psikologis. Salah satu cara mengatasi gangguan proses persalinan

khususnya terkait dengan power dan passageway adalah dengan tindakan induksi persalinan.

1

Page 2: Induksi Persalinan

PEMBAHASAN

A. Definisi Induksi Persalinan

Induksi persalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang

belum inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara

10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun

dari janinnya (Wing DA, 1999). Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah

KPD, kehamilan post term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa,

solusio plasenta), riwayat persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).

Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya persalinan, yaitu dari

tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan

mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi

dari rahim secara normal.

Indikasi-indikasi yang penting ialah postmaturitas dan hipertensi pada kehamilan

lebih dari 37 minggu. Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa

kondisi, diantaranya:

1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis

dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.

2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).

3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.

4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi, maka induksi persalinan mungkin

tidak memberi hasil yang diharapkan.

B. Penilaian Pasien Sebelum Induksi Persalinan

Sebelum melakukan induksi, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Konfirmasi indikasi untuk induksi

2. Tinjau kembali kontraindikasi untuk proses persalinan dan/ atau proses persalinan per

vaginam

2

Page 3: Induksi Persalinan

3. Konfirmasi usia gestasi

4. Taksiran berat janin

5. Tentukan presentasi janin

6. Lakukan penilaian bentuk dan kecukupan rongga panggul

7. Lakukan penilaian pemeriksaan serviks (skor Bishop)

Keberhasilan induksi persalinan bergantung pada skor pelvis.

Jika skor >6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin.

Jika skor <5, matangkan serviks terlebih dahulu dengan prostaglandin atau

kateter Foley

8. Lakukan penilaian kebutuhan dokumentasi kematangan paru janin

9. Tinjau kembali risiko dan keuntungan induksi persalinan

C. Indikasi Induksi Persalinan

Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu.

Indikasi yang berasal dari ibu adalah:

1. Kelainan hipertensi pada kehamilan.

Gangguan hipertensi pada awal kehamilan disebabkan oleh berbagai keadaan, dimana

terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko yang berhubungan dengan

kesehatan ibu dan janin.

2. Diabetes

Wanita diabetes yang hamil memiliki risiko mengalami komplikasi. Tingkat

komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan

selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetes. Diabetes yang

diikuti dengan komplikasi lain seperti makrosomia, preeclampsia, atau kematian

janin, pengakhiran kehamilan lebih baik dilakukan dengan induksi atau operasi

Caesar.

3. Perdarahan antepartum

Perdarahan yang bisa dilakukan induksi persalinan adalah solusio plasenta dan

plasenta previa lateralis. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang normal

pada korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya

plasenta dapat tersembunyi di belakang plasenta menembus selaput ketuban, masuk

3

Page 4: Induksi Persalinan

ke dalam kantong ketuban. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas.

Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan menyebabkan

kematian janin. Solusio plasenta juga dapat menyebabkan renjatan pada ibu. Untuk

solusio plasenta sedang atau berat.

Indikasi yang berasal dari anak antara lain:

1. Kehamilan lewat waktu

Penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di Kanada pada ibu yang

mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi dengan yang tidak

diinduksi, hasilnya menunjukkan angka seksio sesaria pada kelompok yang diinduksi

lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak diinduksi. Permasalahn

kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan

pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam

rahim.

2. Ketuban pecah dini

Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam

kantong amnion. Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi

antara lain bila suhu ibu > 38 C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin⁰

mengalami infeksi intrauterine. Yang ditakutkan jika terjadi KPD adalah terjadinya

infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas

perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan sudah memasuki

aterm maka perlu dilakukan induksi.

3. Kematian janin dalam rahim

4. Restriksi pertumbuhan intrauteri.’

Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan berisiko/membahayakan

hidup janin/kematian janin.

5. Isoimunisasi dan penyakit congenital janin yang mayor

Kelainan congenital mayor merupakan kelainan yang memberikan dampak besar

pada bidang medis, operatif, dan kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan

dan kematian tinggi, misalnya anensefalus, hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops

fetalis.

4

Page 5: Induksi Persalinan

D. Kontraindikasi induksi persalinan

Kontraindikasi dari induksi persalinan ada yang absolute dan yang relatif

Kontraindikasi absolut adalah:

1. Disproposi sefalopelvik absolut

2. Gawat janin

3. Plasenta previa totalos

4. Vasa previa

5. Presentasi abnormal

6. Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya

7. Presentasi bokong

Kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah:

1. Perdarahan antepartum

2. Riwayat seksio sesaria sebelumnya(SSTP)

3. Malposisi dan malpresentasi

Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin

tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai

skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi

mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi

persalinan kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan

serviks.

E. Metode Induksi Persalinan

Induksi persalinan adalah suatu usaha mempercepat persalinan dengan tindakan

rangsangan kontraksi uterus. Induksi persalinan dapat bersifat mekanis, atau secara

kimiawi (medikamentosa).

1. Secara Medis

A. Infus Oksitosin

Oksitosin adalah suatu hormone yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut

lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi

5

Page 6: Induksi Persalinan

yang tepat hormon ini akan dilepas ke dalam darah. Impuls neural yang terbentuk

dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan

oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder.

Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya

akan menghambat produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga

disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu

dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat

pada malam hari.

Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormone ini akan

menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis

farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses

persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin. Di

dalam uterus terdapat resptor oksitosin 100 kali lebih banyak pada kehamilan

aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat

pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin.

Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehingga memulai reflex

neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya.

Faktor mekanin seperti jumlah reganagan atau gaya yang terjadi pada otot,

mungkin merupakan hal penting.

Secara in vivo, oksitosin diproduksi pada nucleus paraventrikuler hipotalamus dan

disalurkan ke hipofisis posterior. Meskipun regimen dari oksitosin bermacam-

macam, diperlukan dosis yang adekuat untuk menghasilkan efek pada uterus.

Dosisnya antara 4 sampai 16 miliunit permenit. Dosis untuk tiap orang berbeda-

beda, namun biasanya dimulai dengan dosis rendah sambil melihat kontraksi

uterus dan kemajuan persalinan.

Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin:

Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak

memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat-syarat

sebagai berikut:

1. Kehamilan aterm

2. Ukuran panggul normal

6

Page 7: Induksi Persalinan

3. Tak ada CPD

4. Janin dalam presentasi belakang kepala

5. Serviks telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai

membuka)

Teknik infus oksitosin berencana:

1. Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas

2. Pagi harinya penderita diberi pencahar

3. Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik

4. Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU

5. Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena

melalui aliran infus dengan jarum abocath no 18G

6. Jarum abocath dipasang pada vena di bagian volar bawah

7. Tetesan dimulai dengan 6 IU (1 mU = 2 tetes) permenit dinaikkan 4 mU setiap

30 menit. Tetesan maksimal diperbolehkan sampai kadar oksitosis 30-40 mU.

Bila sudah mencapai kadar ini kontraksi rahim tidak muncul juga, maka

berapapun kadar oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan kekuatan

kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.

8. Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk

kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakat,

maupun tanda-tanda gawat janin.

9. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan

oksitosin dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat

kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau semata dihentikan.

10. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai

yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta.

B. Prostaglandin

Pemberian prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-

otot rahim. Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2

dan PGF2 alpha. Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam

7

Page 8: Induksi Persalinan

bentuk infus intravena (Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina

suppositoria).

Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin cukup efektif

untuk memperpendek proses persalinan, menurunkan angka seksio sesaria dan

menurunkan angka apgar skor yang kurang dari 4. Selain melunakkan serviks,

prostaglandin juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan curah jantung

30%. Juga merelaksasi otot polos gastrointestinal dan bronchial.

C. Cairan hipertonik intra uteri

Pemberian cairan hipertonik intramnion dipakai untuk merangsang kontraksi

rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat

berupa cairan garam hipertonik 20, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian

urea dicampur dengan prostaglandin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot

rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya

hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah.

D. Misoprostol

Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 sintetik yang tidak mahal yang dijual

dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tukak lambung atau duodenum akibat

pemakaian NSAIDs. Banyak penelitian mendukung pemakaian misoprostol

pervaginam cukup efektif sebagai obat untuk pematangan serviks dan  induksi

persalinan.

Misoprostol dapat diberikan secara oral, vaginal, atau sub lingual. Pemberian

pervaginal dengan menempatkan tablet pada forniks posterior vagina. Misoprostol

vaginal dengan dosis lebih dari 25 ug setiap 4 jam lebih efektif, tetapi lebih sering

menyebabkan hiperstimulasi uterus. Oleh karena itu lebih dianjurkan pemberian

dengan dosis 25 ug dengan interval pemberian 4 – 6 jam.

E. Antagonis reseptor progesteron

Antagonis reseptor progesterone antara lain RU 486(Mifepristone) dan

ZK98299(Onapristone) terlihat merangsang pematangan serviks dan menurunkan

kebutuhan oksitosin saat persalinan.

8

Page 9: Induksi Persalinan

2. Secara manipulatif

A. Amniotomi

Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian

bawah depan (fore water) maupun bagian belakang (hind wter) dengan suatu alat

khusus (drewsmith catheter) atau dengan omnihook yang sering dikombinasikan

dengan pemberian oksitosin. Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti

bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.

Beberapa teori mengemukakan bahwa:

Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga

kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.

Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah di dalam rahim kira-

kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya

oksigenasi otot-otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot

rahim.

Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding

serviks dimana di dalamnya terdapat banyak saraf-saraf yang merangsang

kontraksi rahim.

Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda

permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang

persalinan, misalnya dengan infus oksitosin.

Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulit sebagai berikut:

Infeksi intrauteri

Prolapsus funikuli

Gawat janin

Tanda-tanda solusio plasenta (bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan

secara tepat)

9

Page 10: Induksi Persalinan

Teknik amniotomi:

Jari telunjuk dan jari tengah kanan dimasukkan ke dalam jalan lahir sampai

sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis,

maka posisi jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap ke

arah atas. Tangan kiri kemudian memasukkan pengait khusus ke dalam jalan lahir

dengan tuntunan kedua jari yang telah ada di dakam. Ujung pengait diletakkan di

antara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang di dalam.

Tangan yang di luar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat

menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat

juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit di antara jari tengah dan

jari telunjuk tangan kanan, kemudian dimasukkan ke dalam jalan lahir sedalam

kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan

kepala janin ke dalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban mengalir ke luar,

pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan jari tangan kanan yang di dalam

melebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk

menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin,

gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolonh ditarik keluar

dari jalan lahir.

B. Melepas selaput ketuban dari bagian bawah rahim (stripping of the membrane)

Yang dimaksud dengan stripping of the membrane ialah melepaskan ketuban dari

dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari

tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam mereangsang timbulnya his.

Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini ialah serviks

yang belum dapat dilalui oleh jari, bila didapatkan persangkaan plasenta letak

rendah, tidak boleh dilakukan. Bila kepala belum cukup turun dalam rongga

panggul.

C. Pemakaian rangsanga listrik

Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedangkan yang lain

ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan member

rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini

10

Page 11: Induksi Persalinan

bermacam-macam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat

dibawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu

dijelaskan dan disetujui oleh pasien.

D. Rangsangan pada putting susu (breast stimulation)

Sebagaiman diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi hipofisis

posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan

pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan

merangsang putting susu. Pada salah satu putting susu, atau daerah areola

mammae dilakukan masase ringan dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet

pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah putting dan areola mammae di

beri minyak pelican. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapa 30 menit

sampai 1 jam, kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi,

sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk

melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan, karena ditakutkan

terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di luar negeri, cara induksi

ini member hasil yang baik. Cara-cara ini baik sekali untuk melakukan

pematangan serviks pada kasus-kasus kehamilan lewat waktu.

E. Dilator higroskopik

Dilator higroskopik bergantung pada penyerapan air untuk men yebabkan serviks

membengkak dan membesar secara paksa. Ada beberapa jenis dilator

higroskopik seperti laminaria (rumput laut kering), dilapan(poliakrilonitril), dan

lamisel (magnesium sulfat dalam alcohol).

F. Balon kateter Foley

Dengan balon kateter Foley yang dipasang di dalam segmen bawah uterus melalui

kanalis servikalis, diisi cairan (dapat sampai 100 cc pada Foley no.24), diharapkan

akan mendorong selaput ketuban di daerah segmen bawah uterus sampai terlepas

(bukan untuk dilatasi serviks).

11

Page 12: Induksi Persalinan

F. Komplikasi induksi persalinan

Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah:

a) Terhadap Ibu

1. Kegagalan induksi

2. Kelelahan ibu dan krisis emosional

3. Inersia uteri partus lama

4. Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta, rupture

uteri dan laserasi jalan lahir lainnya.

5. Infeksi intra uterin

b) Terhadap janin

1. Trauma pada janin oleh tindakan

2. Prolapsus tali pusat

3. Infeksi intrapartal pada janin

Komplikasi induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena

dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat seperti disebut

di atas dipenuhi. Kematian perinatal lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan

tetapi hal ini mungkin dipengaruhi oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk

melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal, dan

perlu dilakukan seksio sesaria, harus selalu diperhitungkan.

Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:

1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan

Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter

yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan,

biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi Caesar. Kontraksi yang

dihasilkan oleh uterus dapat menurunkan denyut jantung janin.

2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat

janin (stress pada bayi)

Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus memantau gerak

janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi

harus dihentikan.

12

Page 13: Induksi Persalinan

3. Dapat merobek bekas jahitan operasi Caesar

Hali ini bias terjadi pada yang sebelumnya pernah dioperasi Caesar, lalu

menginginkan kelahiran normal.

4. Emboli

Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli

terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut

di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi dapat merenggut nyawa ibu seketika.

5. Janin bias mengalami ikterus neonatorium dan aspirasi air ketuban

6. Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi

persalinan walaupun jumlahnya sedikit.

G. Gagalnya Induksi

Induksi persalinan ini bisa gagal bila terjadi salah satu tanda komplikasi, baik dari

ibu maupun janin. Selain itu, kegagalan juga bisa terjadi karena selama induksi tidak

adanya respons atau kemajuan yang dinilai dengan menggunakan partograf (catatan

grafik kemajuan persalinan guna memantau keadaan ibu dan janin)

 

Pengamatan yang dicatat dalam patograf di antaranya:

Kemajuan persalinan seperti pembukaan serviks, turunnya kepala dan his

(kontraksi) dengan frekuensi per sepuluh menit.

Keadaan janin seperti frekuensi denyut jantung janin, warna, jumlah dan

lamanya ketuban pecah serta molase kepala janin.

Keadaan ibu seperti nadi, tekanan darah, dan suhu; volume, protein dan aseton

urine; obat-obatan dan cairan intravena serta pemberian oksitosin.

 Bila sudah diinduksi  dengan infus drip 3x tapi tetap tidak ada kemajuan,

dikatakan induksi gagal. Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan rahim yang tak mau

berkontraksi (power), penanganan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara Sectio

Caesarea.

Gagal induksi persalinan harus dibedakan dari kegagalan kemajuan persalinan

karena disproporsi sefalopelvik atau malposisi. Dalam guideline NICE, gagal induksi

13

Page 14: Induksi Persalinan

didefinisikan sebagai kegagalan untuk melakukan persalinan setelah satu siklus

pengobatan, yang terdiri dari pemberian dua PGE2 tablet vaginal (3 mg) atau gel (1-2

mg) pada interval 6 jam, atau satu PGE2 yang dikontrol sebagai alat pencegah kehamilan

(10 mg) selama 24 jam.

Jika induksi gagal, profesional kesehatan harus membicarakan hal ini dengan

pasien dan memberikan dukungan. Kondisi wanita dan kehamilan pada umumnya harus

sepenuhnya dinilai ulang, dan kesejahteraan janin harus dinilai menggunakan

pemantauan janin elektronik.

Jika induksi gagal, keputusan tentang pengelolaan selanjutnya harus dibuat sesuai

dengan keinginan pasien, dan harus memperhitungkan keadaan klinis. Jika induksi gagal,

pilihan pengelolaan selanjutnya meliputi:

• upaya lebih lanjut untuk menginduksi persalinan (waktu harus tergantung pada situasi

klinis dan keinginan wanita)

• operasi caesar

14

Page 15: Induksi Persalinan

DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002

2. Panay N, Dutta R. Obstetry and Gynaecology. First Edition. Edinburgh:

Mosby. 2004

3. Anonim. Inducing Labor. [online]. Cited on August 21st 2009. [3 sceens].

Available at http//www.marchofdimes.com

4. James K.D, McEwan A. Obstetrics Infocus. Edinburg: Elsevier Churchil

Libingstone.

5. Goh J, Flynn M. Examination Obstetrics & Ginaecology. Second Edition.

Sidney: Churchill Livingstone.

6. Driscoll K, Meagher D. Active Managemeny of Labour. The Dublin

Experience. Edinburgh: Mosby.

7. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice

Guideline

8. Andrew Welsh. Induction of labour. London: National Collaborating Centre

for Women’s and Children’s Health.

15