109

Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis
Page 2: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis
Page 3: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis
Page 4: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis
Page 5: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

v

ABSTRAK

Rifda Afifah. NIM 1115048000157. HARMONISASI PRINSIP HUKUM

TANGGUNG JAWAB SOSIAL-LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Skripsi Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Tahun 2019 M/ 1441 H, 105 Halaman + IX Halaman

Skripsi ini merupakaan penelitian yang diupayakan untuk menemukan

bagaimana kongkritisasi dari prinsip hukum yang berlaku terhadap ketentuan

mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan pertambangan

mineral dan batubara dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia serta akibat hukum bagi setiap korporasi yang tidak menjalankan

ketentuan tersebut. secara khusus, skripsi ini berusaha untuk membahas muatan

aturan hingga harmonisasi regulasi yang mengatur perihal tanggung jawab sosial

dan lingkungan perusahaan tambang mineral dan batubara yang diketahui dalam

praktek eksplorasinya memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kondisi

lingkungan dan sosial sekitar perusahaan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berupa jenis penelitian

hukum normatif (normatif Legal Research) dilakukan dengan pengkajian sistem

perundang-undangan yang berlaku (statue aproach). Dalam pendekatan ini

peneliti berusaha menganalisa beberapa peraturan perundang-undanganan yang

terkait dengan prinsip hukum yang berlaku terhadap konsep tanggung jawab

lingkungan dan sosial perusahaan tambang Mineral dan Batubara di Indonesia.

Pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian

kepustakaan (Library Research) serta inventarisasi peraturan perundang-

undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis secara

mendalam serta dilakukan cross-check dengan peraturan perundang-undangan

yang lain untuk menemukan taraf harmonisasinya

Hasil penelitian ini menunjukan, berdasarkan harmonisasi peraturan perundang-

undangan ditemukan bahwa prinsip hukum tanggung jawab sosial dan lingkungan

ini bersifat wajib. Namun bagi setiap korporasi yang tidak menjalankan

kewajibannya tersebut hanya dikenakan sanksi adminstratif tidak dilengkapi

dengan instrumen penegakan hukum yang lain baik secara pidana maupun

perdata. Sanksi adminstratif tersebut berupa: Peringatan tertulis, Penghentian

sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha, dan/ atau Pencabutan izin.

Kata Kunci : Tanggung Jawab Sosial Lingkungan, Harmonisasi, Kepastian

Hukum

Pembimbing Skripsi : Dr. Sodikin, S.H., M.H., M.Si.

Daftar Pustaka : Tahun 1989 sampai Tahun 2019.

Page 6: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa

Ta‟ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti dalam

proses penyusunan skripsi yang berjudul “HARMONISASI PRINSIP HUKUM

TANGGUNG JAWAB SOSIAL-LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA”, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada

Nabi Muhammad Shollallahu „alaihi Wassallam, semoga kita semua

mendapatkan syafa’atnya di akhirat kelak. Amin.

Pencapaian ini tidak akan terwujud tanpa pertolongan Allah Subhanahu

wa Ta‟ala, berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya

kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat

saya mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

arahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Sodikin, S.H., M.H., M.Si, Pembimbing Skripsi dan Prof. Dr. Andi

Salman Maggalatung, S.H. M.H, Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan, bimbingan, dan kesabaran dalam membimbing peneliti

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

vii

5. Kepala dan Staff Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan mengizinkan

peneliti untuk mencari dan meminjam buku-buku referensi dan sumber-

sumber data lainnya yang diperlukan.

6. Kepala dan Staff Pusat Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan meminjam buku-buku

referensi dan sumber-sumber data lainnya yang diperlukan.

7. Kepada Orang Tua Penulis, H. Imam Mursyid dan Nurhidayati Mahmudah

yang telah membimbing dan mensuport dengan penuh kasih sayang dan

kesabaran, serta dengan tulus mendidik, membesarkan, dan menyekolahkan

peneliti hingga peneliti sukses menyelesaikan jenjang perkuliahan Sarjana

(S1) Ilmu Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Terimakasih juga kepada Adik peneliti: Muhammad Ad’ha Alfarobi dan

Hanifa Dina Kamila yang senantiasa mensuport dan mendoakan.

8. Kepada Om Tubagus Wahyudi dan Mbak Dwi Andiyani yang telah menjadi

orang tua kedua peneliti, terimakasih atas segala ilmu, kebaikan, suport dan

doa yang diberikan kepada peneliti serta Kahfi BBC Motivator School yang

telah menjadi wadah peneliti untuk belajar dan berproses dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan.

9. Kepada teman-teman Darunnajah Angkatan 38, yang senantiasa mensuport

dan mendoakan peneliti sejak 2009- hingga saat ini: Qori, Bintun, Novi, Nisa,

Farda, Ula, Uswah, Upe, Gita, Pipeh,Virbot serta teman seperjuangan 38

yang lain yang selalu setia menemani hari-hari peneliti.

10. Kepada teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum Angkatan 2015, terimakasih

atas kebersamaan, doa, suport, dan kenangan manisnya selama masa

perkuliahan, Semoga silaturahmi di antara kita senantiasa terjalin harmonis.

11. Kepada Organisasi-organisasi yang telah membantu peneliti berproses

mencari jatidiri selama masa-masa perkuliahan: HMPS Ilmu Hukum, HMI

Komfaksy, Kohati Komfaksy, Corps WikiDPR, dan KKN 129 Mercusuar.

Page 8: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

viii

12. Pihak-pihak lainnya yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam

penyelesaian skripsi ini.

Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Allah memberikan balasan yang

setara kepada para pihak yang telah berbaik hati terlibat dalam penyusunan skripsi

ini dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 05 November 2019

Rifda Afifah

Page 9: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

ix

DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................... 6

C. Tujuan dan Manfaat penelitian.................................................... 9

D. Tinjauan (Review) Kajian terdahulu ........................................... 10

E. Metode Penelitian........................................................................ 12

F. Sistematika Penelitian ................................................................. 16

BAB II TANGGUNG JAWAB SOSIAL-LINGKUNGAN

PERUSAHAAN TAMBANG MINERAL DAN BATUBARA

DI INDONESIA ................................................................................ 18

A. Kerangka Konsep ........................................................................ 18

1. Kedaulatan dan Penguasaan Negara atas Mineral dan

Batubara .............................................................................. 18

2. Sumber Daya Alam ............................................................. 20

3. Harmonisasi ........................................................................ 22

4. Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social

Responsibility) .................................................................... 23

5. Hukum Perusahaan ............................................................. 29

B. Kerangka Teori ........................................................................... 32

1. Good Corporate Governance (GCG) .................................. 32

2. Teori Kepastian Hukum ...................................................... 34

3. Teori Hukum Progresif ....................................................... 36

Page 10: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

x

BAB III HIERARKI REGULASI KONSEP TANGGUNG JAWAB

SOSIAL -LINGKUNGAN PERUSAHAAN TAMBANG

MINERAL DAN BATUBARA DI INDONESIA .......................... 38

A. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam UUD NRI

1945 ............................................................................................. 38

B. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batu Bara dalam Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia

1. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batu Bara dalam

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal

2. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dalam

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas (UUPT) ................................................. 40

3. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang

Pertambangan Mineral dan Batu Bara ................................. 42

4. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .............. 44

C. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batu Bara dalam Peraturan

Pemerintah................................................................................... 47

1. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 ........... 47

Page 11: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

xi

2. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang

Reklamasi Pasca Tambang .................................................. 50

3. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ............................ 51

4. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan

Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018 Tentang

Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang baik ..................... 53

D. Potrait Kasus Permasalahan Lingkungan dan Sosial Akibat

Eksplorasi Tambang Mineral dan Batubara di Indonesia ........... 55

BAB IV HARMONISASI PRINSIP HUKUM TANGGUNG JAWAB

SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI

INDONESIA ..................................................................................... 58

A. Tanggung Jawab Sosial-Lingkungan Perusahaan

Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia ............................................. 58

B. Akibat Hukum bagi Perusahaan Pertambangan Mineral dan

Batubara yang tidak melaksanakan ketentuan Prinsip Hukum

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia ............... 84

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 91

A. Kesimpulan ................................................................................. 91

B. Rekomendasi .............................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 94

Page 12: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 mengenai kekayaan alam

yang berada di Indonesia bahwasanya: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”. P.L Coutrier memberikan pengertian tentang

arti penting Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945. Ada dua bagian penting yang

menarik dari bunyi pasal tersebut yaitu mengenai kekayaan yang terkandung di

dalam bumi dan di dalam air dikuasai oleh negara dan dengan demikian

mengandung arti, bahwa kepemilikan sumber kekayaan alam (SKA) tersebut

bukanlah milik pribadi dan bukan juga milik daerah dimana SKA tersebut

ditemukan tetapi, “milik rakyat negara Indonesia yang lainnya”. Secara implisit

ini juga mengandung arti bahwa pemanfaatanya dilakukan oleh negara. Karena

itu, ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya; dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat mengandung pengertian

mendorong SKA tersebut perlu diproduksi agar pendapatanya dapat

dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.1 Kekayaan alam milik rakyat

Indonesia yang dikuasakan kepada negara diamanatkan untuk dikelola dengan

baik dalam mencapai tujuan negara Indonesia. Pun pemerintah sebagai

representatif dari negara diberikan hak untuk mengelola (hak pengelolaan)

kekayaan sumber daya alam agar dapat dinikmati oleh rakyat banyak secara

berkeadilan dan merata. Lebih lanjut kemakmuran rakyat merupakan semangat

dan cita-cita akhir negara kebangsaan (welfare state) yang harus diwujudkan

oleh negara melalui pemerintah Indonesia. Pengelolaan sumber daya alam

merupakan instrumen untuk mencapainya.2

1 P.L Coutrier, “Hak Penguasaan Negara atas Bahan Galian Pertambangan dalam

2 Adrian Sutedi, “Hukum Pertambangan Cet- 1”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 24-25

Page 13: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

2

Dalam pemanfaatan sumber daya mineral, turunan pasal 33 UUD NRI

1945 melahirkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara, di dalamnya disebutkan bahwa:

“Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan alam

yang tak terbarukan sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa yang

mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang

banyak”.3

Mengenai pengalihan hak penguasaan, negara tidak dapat mengalihkan

melebihi apa yang dikuasai. Sifat pengalihan hak penguasaan adalah hak

penyelenggaraan dalam bentuk pengusahaan pertambangan kepada pemegang

Kuasa Pertambangan. Kuasa pertambangan bukanlah memiliki bahan tambang

melainkan, izin untuk melakukan usaha pertambangan.4

Pada awalnya usaha pertambangan dilakukan semata-mata untuk

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana yang termaktub

dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945, akan tetapi yang terjadi justru

sebaliknya dari sekian banyak perusahaan yang bergerak di bidang usaha

pertambangan kebanyakan dari mereka meraup keuntungan pribadinya sendiri.

Tanpa memperdulikan dan memikirkan kondisi lingkungan sekitar yang jauh

dari ambang kesejahteraan ekonomi dan kemajuan pendidikan bahkan banyak

dari lingkungan sekitar daerah industri pertambangan yang sudah menjadi

tanah yang tandus dan kering serta indikasi lainnya banyak diantaranya juga

lubang bekas tambang yang tak kunjung direklamasi, kerusakan kawasan

hutan, ketentuan membayar jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang

yang tidak dipenuhi juga terkesan dibiarkan begitu saja.

Maraknya pembukaan lahan pertambangan nampaknya tidak diimbangi

dengan kesadaran akan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.

Lemahnya kesadaran mengenai aspek lingkungan acapkali menjadi ciri khas

dalam kegiatan pertambangan di negeri ini, khususnya di sektor penambangan

minerba (mineral dan batubara). Bagaimana tidak, kita sering disuguhkan fakta

3 W. Friedman, “Legal Theory”,(London: stevens & sons limited, 1960) , h.268

4 Adrian Sutedi, “Hukum Pertambangan Cet- 1”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 25

Page 14: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

3

mengenai ratusan ribu hektar bekas wilayah KP (kuasa pertambangan) di

penjuru nusantara terbengkalai (rusak) pasca produksi oleh perusahaan

tambang yang beroperasi. Dampaknya, jelas mengancam kelestarian

lingkungan. Penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya

erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya

flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat, serta perubahan iklim

mikro merupakan serangkaian kerugian yang akan diderita tidak hanya oleh

lingkungan dan masyarakat sekitar, namun bangsa Indonesia secara umum.5

Secara umum, masalah utama yang seringkali muncul selama operasi dan

pasca kegiatan pertambangan adalah masalah perubahan Lingkungan, dan

masalah perubahan bentang alam. Perubahan besar yang terlihat kasat mata

adalah perubahan morfologi dan topografi lahan, serta penurunan produktivitas

tanah. Secara lebih rinci, terdapat pula perubahan atau gangguan yang terjadi

pada flora dan fauna yang ada di lahan bekas tambang tersebut. Jaringan

Advokasi Tambang (JATAM) memperkirakan, sekitar 70 persen kerusakan

lingkungan Indonesia karena operasi pertambangan. Sekitar 3,97 juta hektare

kawasan lindung terancam kerusakan akibat kegiatan pertambangan, termasuk

keragaman hayati di sana. Tak hanya itu, daerah aliran sungai (DAS) rusak

parah meningkat dalam 10 tahun terakhir. Sekitar 4.000 DAS di Indonesia, 108

rusak parah.6 Isu sosial dan lingkungan kini menjadi isu yang menarik dan

marak diperbincangkan dalam kalangan pembisnis serta pemerhati hukum

lingkungan dan akademisi intelektual mengingat dampak yang sangat

signifikan dari akibat operasi kegiatan pertambangan mineral dan batubara di

Indonesia terhadap kerusakan lingkungan dan konflik sosial masyarakat. Untuk

mengatasi keresahan terhadap kerusakan lingkungan serta konflik sosial

masyarakat di daerah sekitar perusahaan dalam operasi kegiatan pertambangan,

5 Charisma Rahma Dinasih ,“inilah wajah pertambangan Indonesia”,

http://www.hijauku.com/2014/08/26/inilah-wajah-pertambangan-indonesia/, diakses pada tanggal

28 Mei 2019, pukul 23:30

6Charisma Rahma Dinasih ,“inilah wajah pertambangan Indonesia”,

http://www.hijauku.com/2014/08/26/inilah-wajah-pertambangan-indonesia/, diakses pada tanggal

28 Mei 2019, pukul 23:30

Page 15: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

4

diantaranya diterapkan ketentuan mengenai tanggung jawab sosial dan

lingkungan oleh setiap korporasi yang bergerak dalam pemanfaatan sumber

daya alam. Tanggung Jawab Sosial Lingkungan sendiri atau yang lebih akrab

dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan

Upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan

pembangunan berkelanjutan berdasarkan pada keseimbangan ekonomi, sosial,

dan lingkungan dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan

dampak posiitif tiap pilar.7 Dengan adanya konsep ini tentu akan sangat

membantu dalam proses pembangunan ekonomi yang merata untuk mencapai

kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya.

Ketentuan tanggung jawab sosial lingkungan yang berkaitan dengan

kegiatan operasi pertambangan mineral dan batubara terdapat dalam 4 undang-

undang, yakni: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman

Modal Asing, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara, serta Undang-Undang Nmor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan di

bawahnya.

Di dalam Pasal 74 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perusahaan tertulis bahwasanya: “perseroan yang menjalankan

kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam

wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Berdasarkan

pasal ini tentu memiliki makna yang kongkrit mengenai kewajiban perusahaan

yang bergerak di bidang yang berkaitan dengan pengeksplorasian sumber daya

alam, tidak terkecuali dengan pengeksplorasian usaha pertambangan. Namun

terkait dengan status, tata cara, bentuk-bentuk kewajiban mengenai tanggung

jawab tersebut diatur lewat peraturan pemerintah terkait. Secara eksplisit,

konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia memang diatur di

dalam UUPT, dan juga disebutkan di dalam Pasal 15 b Undang-Undang Nomor

7 Dedi Kurnia Syah Putra, Komunikasi CSR Politik, (Jakarta:Prenadamedia Grup, 2015), h.8

Page 16: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

5

25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing yang berbunyi bahwa, setiap

penanam modal berkewajiban untuk menerapkan prinsip tata kelola perusahaan

yang baik serta menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan. Kemudian di

dalam undang-undang Minerba, di dalam Pasal 95 ditentukan bahwa setiap

pemegang izin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus

bahwa wajib Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

setempat. Perusahaan mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi,

terutama dalam peningkatan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

dan penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan

ekonomi harus didukung oleh komitmen perusahaan maupun pemerintah.

Konsep ini pada hakikatnya memberikan implikasi positif bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan

pemerintah, memperkuat investasi perusahaan, serta memperkuat jaringan

kemitraan antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan.8 Peraturan

perundang-undangan tersebut terdapat berbagai perbedaan istilah dan konsep

tanggung jawab sosial perusahaan. Perbedaan ini menimbulkan simpang-siur

dan dapat menjadi celah bagi perusahaan untuk tidak melakukan tanggung

jawab sosial perusahaan. Ketidaksinkronan istilah, konsep, ruang lingkup,

prosedur, sistem, persyaratan serta pelaksanaan di dalam peraturan perundang-

undangan tersebut menjadi menarik untuk dibedah lebih kongkrit. Pasalnya

bila hal ini memang dikenakan kewajiban, mengapa dalam peraturan

perundang-undangan terkait terdapat perbedaan istilah serta konsep sebagai

payung hukum pelaksanannya. Kemudian berkaitan dengan efektifitas

pelaksanaan, tentu konsep ini akan dapat berjalan dengan baik bila sudah

tersistemasi secara kongkrit dalam aturan regulasi serta disertai sanksi yang

mengikat pihak tersebut sehingga adanya kepastian hukum yang mengikat.

Pada kenyataanya, hal tersebut belum tercipta sebab peraturan perundang-

undangan yang ada belum mengatur pelaksanaan tanggung jawab sosial dan

lingkungan suatu perusahaan pertambangan mineral dan batubara secara

8 Isa Wahyudi dan Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility, (Malang: In-Trans

Publishing, 2008), h. 15

Page 17: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

6

lengkap dan tersistematis sebagaimana yang dikemukakan oleh Bagir Manan,

bahwasannya suatu peraturan perundang-undang tertulis harus memenuhi.

Dapat diartikan betapa pentingnya komponen lingkungan hidup untuk

menunjang dan memenuhi hak hidup manusia. Untuk itupun pengelolaan serta

perlindungan lingkungan hidup dalam operasi kegiatan pertambangan mineral

dan batubara harus tercipta dengan baik demi kepentingan hak rakyat Indonesia

terlebih dalam hal ini pentingnya pengelolaan lingkungan eksplorasi tambang

terhadap lingkungan dan sosial yang notabenya jelas bila tidak dikelola degan

baik maka akan dapat menimbulkan banyak kerugian baik kerugian secara

meteril maupun kerugian secara immaterial yang dampaknya sendiri dapat

dirasakan oleh rakyat yang hidup di sekitar industri tambang maupun dampak

yang besar baik secara ekonomi, materil maupun imateril di dalam lingkungan

perekonomian nasional.

Pun atas dasar pemaparan tersebut telah jelas mengenai urgensitas

tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perushaan tambang secara

filosofis berdasarkan aturan yang berlaku, memiliki tanggung jawab dalam

ranah pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, namun hal ini perlu

diindahkan melalui harmonisasi regulasi terkait dengan judul penelitian ini.

Supaya Pembahasan atas berbagai kompleksitas yang telah peneliti paparkan

sebelumnya, akan peneliti kaji dan tuangkan dalam skripsi yang berjudul:

“HARMONISASI PRINSIP HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL-

LINGKUNGAN PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

BATUBARA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

INDONESIA”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Adapun masalah yang berhasil diidentifikasi oleh penulis adalah

sebagai berikut:

Page 18: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

7

a. Maraknya pembukaan lahan pertambangan nampaknya tidak

dibarengi dengan kesadaran akan dampak yang ditimbulkan terhadap

lingkungan.

b. Lemahnya kesadaran mengenai aspek lingkungan acapkali menjadi

ciri khas dalam kegiatan pertambangan di negeri ini, khususnya di

sektor penambangan minerba.

c. Masalah utama yang seringkali muncul pasca kegiatgan pertambangan

adalah masalah perubahan Lingkungan, masalah perubahan bentang

alam serta masalah sosial berupa konflik yang acapkali terjadi di

lingkungan masyarakat sekitar perusahaan tambang.

d. Terdapat klausula dalam setiap undang-undang yang berbeda

mengenai prinsip hukum tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan tambang di Indonesia.

e. Ketidaksinkronan istilah, konsep, ruang lingkup, prosedur, sistem,

persyaratan serta pelaksanaan di dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial lingkungan

perusahaan tambang mineral dan batubara.

f. Banyak perusahaan ataupun para pihak pemangku kepentingan dari

Kuasa Tambang yang tidak mengindahkan Regulasi hukum terkait

dengan perlindungan hukum Lingkungan dalam operasi industri

tambang.

g. Kerusakan lingkungan kian meradang dikarenakan berbagai

pengerukan dilakukan tanpa memedulikan aspek lingkungan maupun

lahan. Hampir seluruh proses penambangan terbuka melalui beberapa

tahapan pengeboran, peledakan, pemilahan, pengangkutan, dan

penggerusan batuan bijih.

h. Adanya kewajiban untuk melakukan tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan yang memberdayakan sumber daya alam di

dalam undang-undang perseroan terbatas yang tidak dibarengi dengan

aturan yang sifatnya represif berupa pemberian sanksi.

Page 19: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

8

i. Tidak ada sanksi yang tegas bagi pihak korporasi tambang mineral

dan batubara yang tidak memenuhi tanggung jawab sosial lingkungan.

instrumen penegakan hukum yang tidak dilengkapi dengan sanksi

pidana dan perdata.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang serta identifikasi permasalahan yang telah

peneliti paparkan sebelumnya, maka nampak begitu jelas kompleksitas

permasalahan terkait dengan prinsip hukum pelaksanaan tanggung jawab

sosial dan lingkungan suatu perusahaan tambang mineral dan batubara.

Untuk itu peneliti mempertajam aspek permasalahan dalam penelitian ini

supaya tidak terjadi simpang-siur dalam penulisan skripsi. Pembatasan

masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah terkait dengan

analisis harmonisasi regulasi serta prinsip hukum tanggung jawab sosial

dan lingkungan perusahaan tambang Indonesia dalam pendekatan

peraturan perundang-undangan. sehingga dapat diketahui prinsip hukum

yang berlaku dari proses pengharmonisasian undang-undang tersebut.

supaya kelak didapatkan solusi dari permasalahan tersebut.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah yang telah dikaji dan dipaparkan sebelumnya, terkait dengan

harmonisasi regulasi tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia

yang notaben permasalahanya telah ditentukan bersifat wajib namun hal

ini masih diniscayakan berkaitan dengan ketidaksinkronan konsep, istilah,

dan aturan yang berlaku dalam undang-undang yang bersangkutan serta

tidak adanya peraturan pemerintah yang mengatur masalah ini secara

spesifik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bagir Manan bahwa suatu

peraturan tertulis harus mewadahi kepastian hukum sehingga pada

prakteknya akan memberikan kepastian hukum. Terdapat sejumlah kasus

berkaitan dengan akibat operasi pertambangan yang menimbulkan konflik

sosial dan lingkungan seperti di Halmahera, Kalimantan, dan Nusa

Page 20: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

9

Tenggara dan menimbulkan banyak keresahan dalam lingkungan

masyarakat. Mempertegas arah pembahasan dari permasalahan utama

yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah skripsi ini

adalah harmonisasi regulasi dan Prinsip Hukum tanggung jawab sosial

lingkungan Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara dan akibat

hukumnya. Untuk mempermudah peneliti maka perumusan masalah di

atas dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah harmonisasi regulasi dan Prinsip Hukum tanggung

jawab sosial lingkungan Perusahaan Tambang Mineral dan Batubara

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia?

b. Apa akibat hukum bagi setiap koorporasi tambang di Indonesia yang

tidak melaksankan ketentuan tanggung jawab terhadap sosial dan

lingkungan?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui harmonisasi regulasi tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan tambang mineral dan batubara di Indonesia

b. Untuk mengetahui akibat hukum bagi setiap perusahaan yang tidak

mengindahkan kewajibanya dalam tanggung jawab sosial dan

lingkungan

2. Manfaat Penelitian

Selain tujuan yang hendak dicapai, maka peneliti dalam penelitian

ini berharap besar agar hasil penelitian ini yang dituangkan dalam bentuk

skripsi akan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi khalayak umum

terkhusus di bidang perlindungan hukum Lingkungan akibat dari kegiatan

eksploitasi dan industri pertambangan di Indonesia serta konsep tanggung

jawab sosial dan lingkungan yang berlaku bagi perusahaan tersebut.

Page 21: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

10

Adapun manfaat penelitian yang ingin dihadirkan oleh penulis adalah

sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

1) Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan hukum terkhusus di

bidang praktek hukum dalam industri pertambangan di Indonesia

2) Diharapkan dapat memberikan serta menambah refrensi terkait

dengan perlindungan hukum lingkungan akibat kegiatan usaha

pertambangan

3) Dapat menerapkan ilmu-ilmu yang selama ini dipelajari dalam

masa perkuliahan baik dalam penerapan analisis hukum maupun

penerapanya secara langsung di lapangan

b. Secara praktek

1) Menjadi salah satu sarana dalam pengembangan serta penalaran

pola pikir ilmiah dalam penerapan ilmu hukum yang selama ini

telah didapatkan dalam dunia perkuliahan.

2) Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat menjadi informasi serta

sumber ilmu pengetahuan terkait dengan perlindungan hukum

lingkungn akibat dari kegiatan usaha pertambangan.

D. Tinjauan (Review) Kajian terdahulu

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, penelitian

tentang perlindungan hukum lingkungan akibat industri pertambangan serta

tanggung jawab sosial lingkungan sudah pernah dilakukan oleh beberapa

kalangan akademisi intelektual. Namun, penelitian-penelitian tersebut memiliki

sejumlah fokus yang berbeda dengan fokus penelitian skripsi ini. Adapun

kajian (review) studi terdahulu yang terkait dengan pembahasan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Skripsi ditulis oleh Wahyu Purnamasari dari Jurusan Ilmu Hukum,

Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2016. dalam skripsinya yang berjudul: “Regulasi

dan Implementasi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT Mutiara

Page 22: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

11

Agam dan PT. Tirta Investama”. Fokus pada pembahasan skripsi ini

adalah terkait implementasi CSR pada dua objek perusahaan tersebut. lain

halnya dengan pembahasan penelitian ini terkait dengan harmonisasi

hukum tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tambang

mineral dan batubara di Indonesia.

2. Skripsi yang ditulis oleh Tedi Sudarna dari Jurusan Perbandingan Mazhab

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,

Tahun 2015, dengan skripsinya yang berjudul: “Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi pada Kasus PT. Lapindo Brantas menurut perspektif

Hukum Islam”. Fokus pada pembahasan skripsi ini adalah terkait dengan

praktek Pertanggungjawaban Pidana Korporasi pada Kasus PT. Lapindo

Brantas menurut perspektif Hukum Islam sedangkan pokok penelitian

yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengeni persoalan harmonisasi

regulasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tambang di

Indonesia serta akibat hukum bagi setiap perusahaan yang tidak

mengindahkan kewajiban tersebut. Persamaan dalam pembahasan

penelitian ini adalah terletak pada penjabaran umum akibat hukum dari

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tambang di Indonesia.

3. Jurnal yang ditulis oleh Indah Dwi Qurbani dan Milda Istiqomah dari

Program studi Ilmu Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya,

Malang, Tahun 2018, dengan Jurnal yang berjudul: “Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan Perusahaan Tambang: Paradigma Baru

Pengelolaan CSR di Indonesia”. Fokus pada skripsi ini adalah terkait

paradigma atau konsep dasar pemikiran mengenai mengenai pengelolaan

CSR di Indonesia sedangkan fokus penelitian dalam skripsi ini adalah

mengenai harmonisasi regulasi tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan tambang di Indonesia. Persamaan pembahasan dalam

penelitian ini adalah terletak pada sejarah regulasi tanggung jawab sosial

dan lingkungan perusahaan tambang di Indonesia sehingga persamaan

penelitian tersebut dapat menjadi salah satu kajian peneliti dalam

pembahasan skripsi ini.

Page 23: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

12

4. Jurnal yang ditulis oleh Leli Sari dan Bismar Nasution Fakultas Hukum,

Universitas Sumatera Utara, Medan, 2017, dalam Jurnal yang berjudul:

“Corporate Social Responsibility Perusahaan Pertambangan Terhadap

Masyarakat dan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Fokus

pada skripsi ini terkait dengan urgensitas CSR Perusahaan Tambang untuk

Pembangunan berkelanjutan. Persamaan pembahasan dalam skripsi ini

adalah terkait dengan konsep CSR Perusahaan Tambang di Indonesia.

Namun soal perbedaan, dalam jurnal ini membahas fungsi CSR

perusahaan tambang untuk pembangunan berkelanjutan, sedangkan fokus

skripsi peneliti membahas terkait prinsip hukum yang berlaku bagi konsep

CSR perusahaan tambang mineral dan batubara di Indonesia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.9 Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif berupa jenis penelitian hukum normatif (normatif Legal

Research). Penelitian yang dilakukan dengan pengkajian sistem

perundang-undangan yang berlaku.10

dimana dalam penelitian ini

pengolahan data pada pokoknya merupakan kegiatan untuk mengadakan

sistemasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang mengacu kepada

norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang

ada.11

Penelitian ini pun menekankan kepada penelitian merupakan suatu

kegiatan ilmiah yaitu usaha untuk menganalisa serta mengadakan

konstruksi secara metodelogis, sistematis, konsisten.12

Metode penelitian

9 Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenata Media, 2005), h. 35

10Soerjono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003), h.

56

11 Sri Mamudji et. Al., “Metode Penelitian dan Penulisan Hukum”, (Depok: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Indonesia, 2005), h. 68

12 Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, (Jakarta: UI-Press, 1986), h.3

Page 24: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

13

merupakan persyaratan penting untuk menjawab permasalahan yang

timbul dari latar belakang masalah yang berfungsi untuk mengarahkan

penelitian.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam skripsi ini peneliti menggunakan dua pendekatan sebagai

berikut:

a. Pendekatan Perundang-undangan (statue aproach).

Pendekatan ini dirasa penting sebab peneliti berusaha

menganalisa beberapa peraturan perundang-undanganan yang terkait

dengan prinsip hukum yang berlaku untuk konsep tanggung jawab

lingkungan dan sosial perusahaan tambang di Indonesia. Dalam hal ini

peneliti berusaha melakukan pendekatan terhadap Undang-undang

Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba dan harmonisasinya dengan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

pengelolaan Lingkungan Hidup berkaitan dengan konsep Tanggung

Jawab sosial dan lingkungan terkhusus dalam operasi perusahaan

tambang di Indonesia mengingat maraknya kelalaian perusahaan

tambang di Indonesia terhadap kondisi lingkungan dan sosial sekitar

daerah tambang. Dalam pembahasan skirpsi ini dilakukan harmonisasi

yang selaras dengan UUD NRI 1945 dan Pancasila sebagai landasan

filosofis dalam mencapai tujuan dan cita-cita Negara Indonesia.

b. Metode Perbandingan (Comparative Aproach)

Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan

membandingkan berbagai peraturan perundang-undangan mengenai

tanggung jawab sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan operasi

perusahaan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

c. Pendekatan Konseptual

Pendekatan dalam penelitian ini sesuai dengan metode

penelitian Normatif yang pada prinsipnya menjunjung tinggi norma

hukum sebagai dasar penelitian didukung dengan pendekatan

kepustakaan dari berbagai literatur yang terkait dalam pembahasan

Page 25: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

14

skripsi ini. konsep yang dibangun dalam penelitian ini berupa

pembedahan konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan

3. Metode Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah

penelitian kepustakaan (Library Research) dan dokumen-dokumen yang

terkait dengan pembahasan skripsi ini. Objek penelitian dalam skripsi ini

terfokus pada literatur (kepustakaan) berupa buku-buku, peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen, baik dokumen cetak maupun

elektronik. Serta berbagai hasil penelitian terdahulu yang membahas

mengenai kajian harmonisasi prinsip hukum tanggung jawab Lingkungan

oleh perusahaan tambang mineral dan batubara.

4. Sumber Penelitian

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam suatu penelitian dapat

berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan dan/ atau

inventarisasi undang-undang yang berlaku selaras dengan pembahasan

skripsi ini. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat merupakan data

primer, sedangkan data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan dan

dokumentasi disebut data sekunder.13

Jenis penelitian ini menggunakan

data sekunder, bahan dan sumber penelitian dibagi menjadi tiga jenis,

yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Pada penulisan ini terdapat Bahan hukum yang sifatnya autoratif

yang artinya memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer tersebut

meliputi peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau

berbagai risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan,

atau putusan-putusan hukum.14

Bahan Hukum tersebut antara lain

adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba dan

harmonisasinya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

13

Ronny Hanitjo Soemitro, “Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri”, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1990), h.10

14 Petter Muhammad Marzuki, “Penulisan Hukum”, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 141

Page 26: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

15

Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup serta

peraturan lainnya yang berkaitan dengan konsep Tanggung Jawab

sosial dan lingkungan terkhusus dalam operasi perusahaan tambang di

Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang Peneliti gunakan dalam penelitian

ini terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan Hukum

Pertambangan, Hukum Tanggung jawab sosial dan lingkungan,

Hukum Pidana Korporasi, Hukum Perusahaan, Jurnal-jurnal ataupun

materi-materi yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan rujukan yang sekiranya dapat memberikan

petunjuk serta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

dalam penggarapan penelitian dan penulisan skripsi ini. Diantaranya

adalah Kamus, Ensiklopedia, Berita Hukum, dan lain-lain.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Praktek pengolahan serta penganalisisan data dalam penelitian ini

dimulai dengan mengkompilasi berbagai dokumen peraturan Perundang-

undangan yang berlaku serta dilengkapi dengan bahan hukum lainya yang

sekiranya selaras dengan judul penelitaian skripsi ini. Selanjutnya dari

hasil tersebut, dikaji isi (content), kata-kata (word), makna (meaning),

simbol, ide-ide, tema, dan berbagai pesan lainya yang terdapat pada isi

Undang-Undang serta Regulasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Data

atau bahan hukum yang telah terkumpul melalui proses inventarisasi

hukum, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis secara

mendalam dengan cara menggali asas, nilai, serta norma pokok yang

terkandung di dalamnya. Selanjutnya dilakukan cross-check dengan

peraturan perundang-undangan yang lain untuk menemukan taraf

harmonisasinya, adakah inkonsistensi di antara peraturan perundang-

undangan tersebut. Analisis data tersebut dilakukan secara kualitatif

Page 27: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

16

melalui penelaahan logika berfikir secara deduktif.15

Sehingga dari hasil

tersebut akan tampak lebih jelas data yang akan diolah kemudian diteliti

lebih lanjut untuk mendapatkan analisis yang diharapkan serta dapatnya

kesimpulan penelitian dan solusi yang baik.

6. Teknik penulisan

Teknik penulisan dalam pembahasan skripsi ini sesuai dengan

kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan buku : “pedoman penulisan

skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2017”.

F. Sistematika Penelitian

Agar dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai

penelitian ini, oleh karena itu dibuatlah sistematika penulisan skripsi yang

terangkum sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, perumusan

masalah, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penulisan,

tinjauan studi terdahulu, metodelogi penelitian, sistematika

penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

TANGGUNG JAWAB SOSIAL-LINGKUNGAN

PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

BATUBARA

Bab ini akan membahas tinjauan umum berkaitan dengan konsep

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan pertambangan

mineral dan batubara di Indonesia. Ulasan teori berupa teori

kepastian hukum dan teori hukum progresif yang dikaitkan dengan

konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan kegiatan eksplorasi

pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

BAB III: HIERARKI REGULASI KONSEP TANGGUNG JAWAB

SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

15

Suteki dan Galang Taufani, Metode Penelitian Hukum (filsafat, teori, dan praktis),(Depok:

PT Raja Grafindo Persada, 2018), h. 267

Page 28: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

17

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Mengupas mengenai harmonisasi regulasi tanggung jawab sosial

dan lingkungan perusahaan pertambangan mineral dan batubara

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Pembahasan dalam bab ini berisikan pemaparan dari Regulasi

tersebut beserta beberapa potrait kasus akibat eksplorasi

pertambangan mineral dan batubara terhadap aspek lingkungan dan

sosial dalam kehidupan masyarakat nusantara.

BAB IV: HARMONISASI PRINSIP HUKUM TANGGUNG JAWAB

SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Membahas mengenai analisis serta interpretasi Peneliti dalam

pembahasan penelitian skripsi ini mengenai harmonisasi tanggung

jawab sosial lingkungan perusahaan pertambangan mineral dan

batubara di Indonesia

BAB V: PENUTUP

Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan, saran, serta

rekomendasi atas temuan yang peneliti temukan dalam penelitian

ini.

Page 29: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

18

BAB II

TANGGUNG JAWAB SOSIAL-LINGKUNGAN PERUSAHAAN

TAMBANG MINERAL DAN BATUBARA DI INDONESIA

A. Kerangka Konsep

1. Kedaulatan dan Penguasaan Negara atas Mineral dan Batubara

Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia (UUD

1945) Pasal 33 ayat (3) menyebutkan: “Bumi, air, dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dikuasai oleh Negara

memaknai Hak penguasaan Negara atas aset kekayaan alam. Negara

berdaulat muklak atas kekayaan sumber daya alam. Digunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dimaknai hak kepemilikan yang sah

atas kekayaan alam adalah rakyat Indonesia. Kedua makna ini merupakan

kesatuan. Hak penguasaan negara merupakan instrumen sedangkan

“sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” adalah tujuan akhir pengelolaan

kekayaan alam.1

Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara

tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,

dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam

masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdek, berdaulat, adil,

dan makmur. Sementara itu, di dalam pertimbangan atau landasan filosofi

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 telah ditegaskan bahwa:

“Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah

hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam yang

tak terbarukan sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang

banyak, karena itu pengelolaannya, harus dikuasai ole Negara

untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian

nasional dalam usaha untuk mencapai kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.”

1 Elli Ruslina, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan Hukum

Ekonomi Indonesia”, (Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan, 2012), h. 1

Page 30: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

19

Landasan filosofi ini, ditegaskan kembali dalam Pasal 4 ayat (1)

dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang berbunyi:

“Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak

terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh

negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat”.2

Apabila dikaji landasan filosofis dan landasan yuridis di atas,

ternyata didapatkan bahwa: (1). Sumber daya mineral dan batubara

merupakan karunia dari Tuhan yang Maha Esa; dan (2). Sumber daya

mineral dan batubara itu digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

Supaya sumber daya mineral dan batubara dapat digunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran, maka negara telah memberikan

kewenangan kepada pemerintah dan/ atau pemerintah daerah untuk

menyelenggarakan penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber

daya mineral dan batubara. Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dapat

menyelenggarakan sendiri dan/ atau menunjuk pihak lainnya.

Makna penguasaan negara ialah negara mempunyai kebebasan atau

kewenangan penuh (volldige bevoegdheid) untuk menentukan

kebijaksanaan yang diperlukan dalam bentuk:

1. Mengatur (regelen);

2. Mengurus (besturen); dan

3. Mengawasi (toezichthouden).

Mengatur diartikan sebagai upaya untuk menyusun, membuat, dan

menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara, sehingga dengan

adanya peraturan itu, pelaksanaan kegiatan pertambangan dapat dilakukan

dengan baik. Mengurus diartikan sebagai upaya untuk mengusahakan dan

mengelola sumber daya alam mineral dan batu bara. Mengusahakan dan

mengelola diartikan sebagai upaya untuk mengerjakan dan melaksanakan

2 Salim HS, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.

57

Page 31: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

20

kegiatan pertambangan mineral dan batubara, baik yang dilakukannya

sendiri maupun dengan ditunjuk pihak lainnya. Mengawasi artinya suatu

upaya dari negara untuk melihat, menjaga, dan mengamati pelaksanaan

kegiatan pertambangan, sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan.3

Dalam hal pengalihan hak penguasaan, negara tidak dapat

mengalihkan melebihi apa yang dikuasai. Sifat pengalihan hak penguasaan

adalah hak penyelenggaraan dalam bentuk pengusahaan pertambangan

kepada pemegang KP. Kuasa Pertambangan bukanlah hak memiliki bahan

tambang melainkan izin untuk melakukan usaha pertambangan.

Penguasaan oleh negara ini adalah upaya mengatur pemanfaatan sumber

daya tambang mineral dan batubara agar dapat memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Kontrak Karya bukan suatu mekanisme pengalihan hak negara,

tetapi hanya sarana atau instrumen yang memungkinkan pihak swasta

dapat berpartisipasi dalam usaha pertambangan. Membiarkan pihak swasta

memiliki hak monopoli dalam menguasai, mengusahakan, dan

mendistribusi hasil produksi usaha pertambangan melanggar konstitusi

negara dan dapat merugikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.4

2. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang berasal dari alam

yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Yang

tergolong di dalamnya bukan hanya komponen biotik seperti hewan,

tumbuhan, dan mikroorganisme. Tetapi juga komponen abiotik seperti

minyak bumi, gas alam, serta berbagai jenis logam, air, dan tanah.

Terdapat beberapa pendapat mengenai pembagian sumber daya alam,

antara lain ditinjau dari sifat umum ekosistemnya dibagi menjadi dua

golongan besar yaitu, SDA terestris (daratan) dan SDA akuatik (perairan).

Meskipun demikian, dalam pengelolaan SDA umumnya dikenal tiga

macam sumber daya alam didasarkan pada sifatnya, yaitu:

3 Salim HS, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.

58

4 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, (Jakarta:Sinar Grafika, 2011), h.24-26

Page 32: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

21

a. Sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable resources),

dimana aliran sumber daya tergantung pada manajemennya, dengan

beberapa kemungkinan persediaannya dapat menurun, lestari atau

meningkat.

Contoh: tanah, hutan, dan margasatwa

b. Sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan (non renewable atau

deposit resources), dimana persediaannya tetap dan terdiri dari:

1) Secara fisik persediaan akan habis seluruhnya. Contoh: batu bara,

minyak bumi, dan gas alam;

2) Persediaan menurun, tetapi dapat digunakan kembali (daur ulang).

Contoh: kelompok logam dan karet.

c. Sumber daya alam yang tidak akan habis (continue atau flow

resources). Dimana tersedia secara berkelanjutan. Terdiri dari:

1) Persediaannya tidak terbatas dan tidak terpengaruh oleh tindakan

manusia. Contoh: energi matahari;

2) Persediaannya terbatas, tetapi terpengaruh oleh tindakan manusia.

Contoh: bentang alam dan keindahan alam.5

Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai

sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan

bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan

barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan

Berkes mendefinisikan sumber daya sebagai suatu aset untuk pemenuhan

kepuasan dan untilitas manusia. Rees lebih jauh, mengatakan bahwa

sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua

kriteria yaitu:

a) Harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk

memanfaatkannya;

b) Harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut.6

5 Muhammad Ilham Arisaputra, Reforma agraria di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2015),

h. 61

6 Akhmad Fauzi, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Mineral: Teori dan aplikasi, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2006)

Page 33: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

22

3. Harmonisasi

Harmonisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian berbagai

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-

undangan yang telah ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu

bidang tertentu. Proses sinkronisasi peraturan bertujuan untuk melihat

adanya keselarasan antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya.

harmonisasi dilakukan baik secara vertikal dengan peraturan yang ada di

atasnya maupun secara horizontal dengan peraturan yang setara.

Maksud dari kegiatan harmonisasi adalah agar substansi yang

diatur dalam produk perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling

melengkapi (suplementer), saling terkait, dan semakin rendah jenis

pengaturannya maka semakin detail dan operasional materi muatannya.

Adapun tujuan dari kegiatan harmonisasi adalah untuk mewujudkan

landasan pengaturan suatu bidang tertentu yang dapat memberikan

kepastian hukum yang memadai bagi penyelenggaraan bidang tersebut

secara efektif dan efisien. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bagir

Manan bahwa suatu peraturan tertulis hendaknya memuat 3 unsur: 1) jelas

dalam perumusan; 2) konsisten dalam perumusannya baik secara internal

peraturan perundang-undangan tersebut dan secara eksternal harmonis

dengan peraturan perundang-undangan terkait; 3) penggunaan bahasa yang

tepat dan mudah dimengerti.7

Sinkronisasi peraturan perundang-undangan dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu:

a. Harmonisasi Vertikal: Dilakukan dengan melihat apakah suatu

peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu bidang

tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

Disamping harus memerhatikan hierarki peraturan perundang-

undangan, sinkronisasi vertikal harus juga memperhatikan

kronologis tahun dan nomor peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan.

7 Bagir Manan, “Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara”, (Bandung:

Mandar Maju, 1995), h. 6

Page 34: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

23

b. Harmonisasi Horizontal: Dilakukan dengan melihat pada berbagai

peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang

yang sama atau terkait. Sinkronisasi horizontal juga harus

dilakukan secara kronologis, sesuai dengan urutan waktu

ditetapkannya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Secara umum, prosedur sinkronisasi diawali dengan inventarisasi,

yaitu suatu kegiatan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi

tentang peraturan perundang-undangan terkait. Selanjutnya dilakukan

analisa terhadap substansi.8

Proses harmonisasi peraturan perundang-undangan dilakukan

sesuai dengan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di

Indonesia yang merujuk pada Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

berbunyi:

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3) Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;

4) Peraturan Pemerintah;

5) Peraturan Presiden;

6) Peraturan Daerah Provinsi; dan

7) Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.

4. Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)

a. Pengertian Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social

Responsibility)

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social

responsibility (CSR) pada dasarnya adalah sebuah kebutuhan bagi

korporat untuk dapat berinteraksi dengan komunitas lokal sebagai

bentuk masyarakat secara keseluruhan. Kebutuhan korporat untuk

8 Novianto M. Hantoro, “Bagian Pertama Hukum tata negara/ Hukum Konstitusi, (Jakarta:

Peneliti Madya bidang Hukum Tata Negara, 2015), h.8-9

Page 35: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

24

beradaptasi dan guna mendapatkan keuntungan sosial dari

hubungannya dengan komunitas lokal, sebuah keuntungan sosial

berupa kepercayaan (trust). CSR tentunya sangat berkaitan dengan

kebudayaan perusahaan dan etika bisnis yang harus dimiliki oleh

budaya perusahaan, karena untuk melaksanakan CSR diperlukan suatu

budaya yang didasari oleh etika yang bersifat adaptif.

Korporat dalam melaksanakan bisnisnya tentu tidak hanya

berusaha mendapatkan keuntungan secara finansial belaka, akan tetapi

keuntungan sosial tentunya menjadi sasaran juga untuk pada gilirannya

akan menguatkan pendapatan finansial. Keuntungan sosial diperlukan

oleh korporat berupa kepercayaan (trust) dari masyarakat terhadap

korporat dan pada gilirannya akan dapat mencegah konflik sosial

antara masyarakat dengan korporat. CSR dapat didefinisikan sebagai

tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para

stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar

wilayah kerja dan pengoperasian perusahaan.9

Tidak jarang terjadi hubungan yang tidak baik antara korporat

dengan masyarakat sekitarnya yang pada dasarnya adalah stakeholders

dari korporat yang bersangkutan, dan bisa saja merupakan konsumen

dari produk yang dihasilkan oleh korporat. Stakeholders disini

dimaknai sebagai individu dan atau kelompok yang dapat

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas suatu korporat. Begitu

juga adanya hubungan dengan korporat lainnya sebagai suatu unit

usaha yang sama atau berbeda, tentunya akan berhubungan satu

dengan yang lainnya, hubungan tersebut bisa berupa hubungan

perkongsian, atau juga hubungan kompetisi.10

Perusahaan sebagai bagian dari komunitas masyarakat dalam

menjalankan kegiatan usahanya mempunyai tiga jenis tanggung jawab

9 Sugeng Santoso, “Konsep Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Konvensional

dan Fiqh Sosial”, h. 3

10Bambang Rudito dan Melia Famiola, “CSR (Corporate Social Responsibility)”,

(Bandung:Penerbit Rekayasa Sains, 2013), h. 1-2

Page 36: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

25

yang berbeda-beda kepada pemangku kepentingan (stakeholders),

ketiga tanggung jawab tersebut ialah:

1. Economic Responsibility. Tanggung jawab kepada para pemegang

saham dalam bentuk pengelolaan perusahaan agar menghasilkan

laba yang optimal. Selain itu, terdapat tanggung jawab ekonomi

kepada para kreditur yang telah menyediakan pinjaman bagi

perusahaan, dalam bentuk menyisihkan sebagian kas perusahaan

untuk membayar angsuran pokok dan bunga pinjaman yang jatuh

tempo.

2. Legal Responsibility. Perusahaan harus mematuhi berbagai

peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk

tanggung jawab perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan

“arena permainan bisnis” yang relatif adil bagi semua pelaku

bisnis.

3. Social Responsibility. Tanggung jawab perusahaan dalam bentuk

komitmen secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan

komunitas dan lingkungan sekitar.11

Apabila dikaitkan dengan Corporate Social Responsibility

pertama kali dikemukakan oleh Howard Rothman pada tahun 1953

yang menerbitkan bukunya yang berjudul Social Responsibilty of the

Businessman yang membawanya dinobatkan sebagai bapak CSR.

Dalam perkembangannya pemikiran Bowen terus dikembangkan

secara terus menerus oleh beberapa ahli. Pada awalnya kegiatan CSR

hanya berorientasi pada Phylanthropy, tetapi saat ini telah dijadikan

sebagai salah satu strategi perusahaan untuk meningkatkan “citra

perusahaan”.

Apabila dikaitkan dengan konsep waves of changes (gelombang

perubahan) di perusahaan yang terdiri atas The First Wave, The Second

Wave, The Third Wave, The Fourth Wave, CSR sesuai dengan konsep

11

Bachrawi Sanusi, “Sistem Ekonomi: suatu pengantar”,(Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000), h.3

Page 37: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

26

The Fourth Wave yang memiliki ciri, perusahaan tidak hanya

berorientasi pada produksi tetapi ke arah mengabdi dan berperan dalam

mengatasi isu global seperti global warning, pengentasan kemiskinan,

penggundulan hutan demi kebaikan umat manusia.12

Terdapat beberapa definisi mengenai CSR yang telah dikenal

antara lain:

“Upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk

mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar

keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan

meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan

dampak posiitif tiap pilar”.

He commitment of businesses to contribute to sustainable economic

development by working with employees, their families, the local

community and society at large to improve their lives in ways that are

good for business and for development. (international finance

corporation).

Use it (corporate) resources and engage in activities designed to

increse its profits so long as it stays within the rules of the game, which

is to stay, engages in open and free competition without deception or

fraud. (Milton Friedman).

Berangkat dari beragam definisi di atas, sering kali jika berbicara

tentang CSR maka Mindset yang terbangun biasanya tentang perilaku

korporasi. Padahal jika ditelaah lebih jauh, persoalanya lebih dari

sekedar itu, yakni korporasi dituntut turut serta dalam pembangunan,

korelasinya dengan perbaikan ekonomi, terciptanya keseimbangan

sosial, sehingga akan muncul persepsi saling membangun.13

The world Business Council for sustainable Development

(WBCSD) dalam publikasinya making Good Business sense

12

Herlien Budiono, “Mengapa Perusahaan Wajib Melaksanakan Tanggung J awab Sosial

Terhadap Lingkungan (Dilema Perusahaan di antara Negara, Masyarakat, dan Pasar), Jurnal

Legislasi Vol. 6 No. 2 Juni 2009, h. 214-215

13 Dedi Kurnia Syah Putra, Komunikasi CSR Politik, (Jakarta:Prenadamedia Grup, 2015), h.8

Page 38: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

27

mendefinisikan CSR sebagai: “Continuing commitment by business to

behave ethically and contribute to economic development while

improving the quality of life of the workforce and their families as well

as of the local community and society large”. Artinya komitmen

berkelanjutan dari kalangan bisnis untuk berprilaku etis dan memberi

kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya mengingkatkan kualitas

kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal, dan

masyarakat luas pada umumnya.

Menurut The World Bussines Council for Sustainable

Development (WBCSD) dinyatakan bahwa Cosporate Social

Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam

pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan ksryawan para

perusahaan, keluarga karyawan tersebut berikut komunitas-komunitas

(lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam meningkatkan

kualitas kehidupan. Dari pernyataan ini, terlihat adanya usaha untuk

ikut terlibat dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan sehingga

dengan demikian kemandirian sebuah masyarakat menjadi tolak ukur

keberhasilan suatu perusahaan. 14

Selain itu juga terdapat juga konsep Corporate Social

Responsibility yang digambarkan sebagai proses penting dalam

pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari

stakeholders. Kegiatan yang dilakukan tersebut, baik bersifat internal

maupun eksternal. Pernyataan ini lebih mengarah pada bentuk

keuntungan sosial yang akan diperoleh sebuah perusahaan apabila

melakukan kegiatan CSR. Dengan mengeluarkan modal yang tidak

sedikit akan memperoleh keuntungan sosial yang besar yang pada

giliranya akan mendapatkan keuntungan finansial.

Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social

responsibility) pada dasarnya juga terkait dengan budaya perusahaan

14

Dedi Kurnia Syah Putra, Komunikasi CSR Politik, (Jakarta:Prenadamedia Grup, 2015), h.9

Page 39: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

28

yang ada yang dipengaruhi oleh etika perusahaan yang bersangkutan.

Budaya perusahaan terbentuk dari para individu sebagai anggota

perusahaan yang bersangkutan dan biasanya dibentuk oleh sistem dalam

perusahaan. Sistem perusahaan khususnya alur dominasi para pemimpin

memegang peranan penting dalam pembentukan budaya perusahaan,

pemimpin perusahaan dengan motivasi yang dalam etikanya yang

mengarah pada kemanusiaan akan dapat memberikan nuansa budaya

perusahaan secara keseluruhan.15

b. CSR dan Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional pada dasarnya tidak hanya tanggung

jawab pemerintah untuk melaksanakannya, tetapi juga anggota

masyarakat dan juga pihak swasta yang berwujud korporat untuk

terlibat langsung maupun tidak langsung dalam usaha pengembangan

masyarakat. Untuk memahami pelaksanaan CSR di Indonesia,

sebaiknya berangkat dari pemahaman CSR terlebih dahulu. CSR

berkembang pada akhir tahun 90’an dengan ditandai munculnya

definisi CSR oleh WBSD (World Business Council for Sustainable

Development) tahun 1995, sebuah lembaga forum bisnis yang digagas

oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk kalangan bisnis agar

dapat berkontribusi dalam pembangunan. Konteks saat itu adalah

pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development), suatu konsep

pembangunan demi masa depan tanpa merusak sumber daya alam, di

mana mencoba menyatukan 3 elemen pembangunan yaitu: ekonomi,

sosial, dan sosial.16

Gagasan CSR oleh WBSD sangat dipengaruhi oleh roh

pembangunan berkelanjutan ini. Pemahaman yang muncul adalah

bagaimana dunia bisnis dapat berkontribusi terhadap pembangunan

15

Dedi Kurnia Syah Putra, “Komunikasi CSR Politik”, (Jakarta:Prenadamedia Grup, 2015),

h.9

16 Dedi Kurnia Syah Putra, Komunikasi CSR Politik, (Jakarta:Prenadamedia Grup, 2015), h.9

Page 40: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

29

berkelanjutan secara luas, dan secara mikro terhadap masyarakat yang

ada di sekitarnya. Bisa disimak definisi CSR oleh WBSD, “Corporate

social responsibility is the continuing commitment by business to

contribute to economic development while improving the quality of life

of the workforce and their families as well as the community and

society at large”. (1995). Atau dalam konteks ini CSR dimaknai

sebagai komitmen bisnis untuk berprilaku etis, beroperasi secara legal

dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi sekaligus

meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, serta

masyarakat lokal dan masyarakat pada umumnya.

5. Hukum Perusahaan

a. Pengertian Perseroan terbatas

Istilah Perseroan Terbatas (PT) dahulunya dikenal dengan

istilah Naamloze Vennootschaap (NV). Istilah lainnya Corporate

Limited (Co.Ltd), Serikat Dagang Benhard (SDN BHD).

Pengertian Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni:

“Perseroan” dan “Terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal PT

yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas

merujuk pada pemegang yang luasnya hanya sebatas pada nilai

nominal semua saham yang dimilikinya.

Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut PT merupakan

badan usaha yang paling banyak dan lazim digunakan. Hal ini

dilatarbelakangi dengan pertimbangan status badan hukum yang

melekat pada PT. 17

Pada zaman Hindia-Belanda, bentuk semacam ini disebut

Naamloze Vennotschap yang disingkat N.V. (Persekutuan tanpa

nama).18

Menurut Achmad Ichsan dan Rachmadi Usman

17

Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaan, (Jakarta:

Kencana, 2016), h. 51

18 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk-Bentuk

Perusahaan, (Jakarta:Djambatan, 1999), h. 90

Page 41: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

30

mengemukakan bahwa Naamloze artinya tanpa nama, yang

maksudnya adalah hal pemberian nama perusahaan tidak memakai

nama salah satu anggota persero, melainkan menggunakan nama

berdasarkan pada tujuan dari usahanya.19

Berdasar pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

pengertian perseroan terbatas (perseroan) adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka untuk dapat disebut

sebagai perusahaan PT menurut UUPT harus memenuhi unsur-unsur:

1) Berbentuk badan hukum yang merupakan persekutuan modal.

2) Didirikan atas dasar perjanjian.

3) Melakukan kegiatan usaha.

4) Modalnya terbagi saham-saham.

5) Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta

peraturan pelaksanaannya.

Sebagai badan hukum, PT bukanlah makhluk hidup seperti

manusia, ia adalah makhluk artifical. Badan hukum tidak memiliki

daya pikir, kehendak, dan kesadaran sendiri sehingga PT tidak dapat

bertindak dan melakukan perbuatan hukum tanpa perantara manusia,

tetapi manusia tersebut tidak bertindak atas nama dirinya sendiri

melainkan atas nama dan tanggung jawab PT sebagai badan hukum.20

PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan

sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang

demikian itu, PT menjadi subjek hukum yang menjadi pendukung hak

19

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: PT.

Alumni, 2004), h. 47

20 Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Perseroan dan Perkumpulan Koperasi,

Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni, 1986), h. 17

Page 42: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

31

dan kewajiban, sebagai badan hukum, PT memiliki kedudukan

mandiri (persona standi in judicio) yang tidak tergantung kepada

pemegang sahamnya. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-

perbuatan hukum seperti manusia dan dapat pula mempunyai

kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).21

b. Jenis-jenis PT

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam UUPT dan

UUPM, maka PT dapat dibedakan ke dalam dua jenis:

1) PT Terbuka, yaitu perseroan yang modal dan jumlah pemegang

sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang

melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-

undangan di bidang pasar modal. (Pasal 1 Ayat (6) UUPT).

Menurut UUPM PT Terbuka atau Perusahaan Publik adalah

perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh

300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-

kurangnya Rp 3 miliar atau suatu jumlah pemegang saham atau

modal disetor yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.

2) PT Tertutup adalah perseroan yang tidak termasuk dalam kategori

PT terbuka.

c. Pendirian PT

Untuk mendirikan suatu perseroan harus memenuhi

persyaratan materiel, antara lain:

1) Perjanjian antara dua orang atau lebih.

2) Dibuat dengan akta autentik.

3) Modal dasar perseroan.

4) Pengambilan saham saat perseroan didirikan.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) UUPT, yang dimaksud dengan

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

21

Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaan, (Jakarta:

Kencana, 2016), h. 62-78

Page 43: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

32

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan definisi perseroan menurut UUPT, dapat dipahami

bahwa perseroan memiliki unsur-unsur sebagai berikut:22

1) Berbentuk badan hukum:

2) Didirikan berdasarkan perjanjian:

3) Melakukan kegiatan usaha:

4) Modal dasar:23

B. Kerangka Teori

1. Good Corporate Governance (GCG)

Konsep Good Corporate Governance mulai diperbincangkan di

Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Saat krisis ekonomi melanda Asia

Tenggara termasuk Indonesia. Dengan adanya krisis tersebut, banyak

perusahaan mengalami kegagalan karena tidak mampu bertahan. Salah

satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan ekonomi yang dicapai

selama ini tidak dibangun di atas landasan yang kokoh sesuai prinsip

pengelolaan perusahaan yang sehat. Good Corporate Governance sebagai

alternative solusi dalam menanggapi permasalahan gejolak perekonomian

pada masa itu.

Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan dan krisis ekonomi

pada saat itu diantaranya: sistem hukum yang buruk, tidak konsistennya

standar akuntansi dan audit, praktek-praktek perbankan yang lemah, dan

kurangnya perhatian Board of Directors (BOD) terhadap hak-hak

pemegang saham minoritas.24

22

Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaan, (Jakarta:

Kencana, 2016), h. 62-78

23 Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaan, (Jakarta:

Kencana, 2016), h. 62-78

24 Mas Achmad Daniri, “Good Corporate Governance: Konsep dan penerapannya dalam

konteks Indonesia, cet I”, (Jakarta:Ray Indonesia, 2006), h. 3

Page 44: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

33

Menurut Organization for Economic Corporation and

Development (OECD) yang dikutip oleh Ismail Solihin berpendapat bahwa

corporate governance adalah “corporate governance is the system by

which business corporations are directed ang controlled. The corporate

governance structure specifies the distribution of the right and

responsibilities among different participants in the corporation, such as

the board, managers, shareholders, and other stakeholders”. Artinya

bahwa corporate governance merupakan suatu sistem untuk mengarahkan

dan mengendalikan perusahaan. Struktur corporate governance

menetapkan distribusi hak dan kewajibn di antara berbagai pihak yang

terlibat dalam suatu korporasi seperti: dewan direksi, manager, pemegang

saham, dan pemangku kepentingan lainnya.25

Menurut komite Cadburry, Good Corporate Governance adalah

prinsip mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai

keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam

memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders

khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Sedangkan menurut Center

for Eropean Policy Studies (CEPS), Good Corporate Governance

merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses

serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen

perusahaan. Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri mengenai

GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak

mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju

(OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen

perusahaan bertanggungjawab pada shareholdersnya.26

Menurut Munir Fuady terdapat lima prinsip dasar GCG yakni:

a. Keterbukaan (transparency),

b. Akuntabilitas (accountability),

25

Ismail Solihin, “Corporate Social Responsibility: from Charity to Sustainability”, (Jakarta:

Salemba Empat, 2009), h.115

26 Mas Achmad Daniri, “Good Corporate Governance: Konsep dan penerapannya dalam

konteks Indonesia, cet I”, (Jakarta:Ray Indonesia, 2006), h. 7

Page 45: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

34

c. Tanggung jawab (responsibility),

d. Kemandirian (independency),

e. Keadilan (fairness).27

2. Teori Kepastian Hukum

Menurut Hans Kelsen, Hukum adalah sebuah sistem norma. Norma

adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau dass sollen

dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.

Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-

undang yang berisi aturan-aturan yang besifat umum menjadi pedoman

bagi individu bertingkah laku dalam masyarakat, baik dalam hubungannya

dengan sesama individu maupun hubungan dengan masyarakat. Aturan-

aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau

melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan

aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.28

Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai

identitas. Yaitu, sebagai berikut:

a. Asas Kepastian Hukum (rechmatigheid), Asas ini meninjau dari sudut

yuridis.

b. Asas Keadilan Hukum (gerectigheit), Asas ini meninjau dari sudut

filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di

depan pengadilan.

c. Asas Kemanfaatan Hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau

utility.

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian,

yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan

kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu

dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

27

Munir Fuady, “Bisnis Kotor:Anatomi Kejahatan Kerah Putih”, (Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 2004), h. 34

28 Petter Mahmud Marzuki, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 58

Page 46: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

35

negara terhadap individu. Kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-

Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivisme di dunia

hukum yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom yang

mandiri, karena bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain sekedar

menjamin terwujudnya oleh hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari

aturan-aturan hukum membuktikan bahwa tidak bertujuan untuk

mewujudkan keadilan atau kemanfaatan , melainkan semata-mata untuk

kepastian.29

Konsep kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling

terkait. Salah satu aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan yang

diberikan kepada individu terhadap kesewenang-wenangan individu

lainnya, hakim, dan adminstrasi (pemerintah). Kepercayaan dan kepastian

hukum yang seharusnya dapat dikaitkan individu berkenaan dengan apa

yang dapat diharapkan individu yang akan dilakukan penguasa, termasuk

juga kepercayaan akan konsistensi putusan-putusan hakim atau

adminstrasi (pemerintah).30

Herlien Budiono mengatakan bahwa kepastian hukum merupakan

ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama norma hukum

tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak

dapat dijadikan sebagai pedoman prilaku bagi semua orang. Apeldorn

mengatakan bahwa kepastian hukum memiliki dua segi yaitu dapat

ditentukannya hukum dalam hal yang kongkret dan keamanan hukum. Hal

ini berarti pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apa yang

menjadi hukum dalam suatu hal tertentu sebelum ia memulai perkara dan

perlindungan para pihak dalam kesewenangan hakim.31

29

Dosminikus Rato, “Filsafat Hukum mencari dan memahami hukum”, (Yogyakarta: PT.

Presindo, 2010), h. 59

30 I.H. Hijmans, “Dalam Het Recht der werrkelijkheid, dalam Herlien Budiono, Asas

Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia- Hukum perjanjian berdasarkan asas-asas Wigati

Indonesia”, (Bandung: Aditya Bakti, 2006), h. 208

31 A. Madjedi Hasan, “Kontrak Minyak dan Gas Bumi berazaz keadilan dan Kepastian

Hukum”, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2009), h. 36

Page 47: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

36

3. Teori Hukum Progresif

Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum progresif adalah

menjalankan hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam-putih dari

peraturan (according the letter), melainkan menurut semangat dan makna

lebih dalam (to very meaning) dari undang-undang atau hukum.

Penegakan hukum tidak hanya kecerdasan intelektual, melainkan dengan

kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan

dengan penuh determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap

penderitaan bangsa dan disertai keberanian untuk mencari jalan lain dari

pada yang bisa dilakukan.32

Hukum tidak ada untuk dirinya sendiri melainkan seluruhnya untuk

manusia dan masyarakat, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia. Dalam

hukum progresif, pemikiran hukum yang benar adalah yang bertolak dari

paradigma “Hukum untuk Manusia”. Ujian terhadap keberhasilan suatu

hukum adalah kemampuan untuk membuktikan bahwa produk hukum itu

berorientasi pada manusia, dengan cara melayani, mensejahterakan, dan

membahagiakan umat manusia. Dengan perkataan lain, hukum progresif

lebih berorientasi kepada substansi dari bentuk. Bentuk apapun seperti,

struktur, sistem, dan peraturan perundang-undangan serta regulasi tidak

boleh menghambat arus menuju substansi, dalam hal ini adalah terkait

kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.33

Ada 3 (tiga) metode hukum progresif, diantaranya ialah: terbuka,

dinamis, dan mengalir. Dikatakan bahwa hukum pada waktu yang lampau

lebih berurusan dengan upaya mencari keadilan seperti diwakili alam

pikiran hukum alam. Dalam konteks Trias Politica, hukum hanyalah

undang-undang yang dibentuk oleh lembaga legislatif, sementara badan

yudikatif hanya sebagai corong undang-undang (la bouche qui pronounce

de la loi ). Dengan demikian pengadilan bukan lagi menjadi rumah

32

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta

Publishing, 2009), h. Xii

33 Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif berhadapan dengan kemapanan, “dalam Jurnal

Hukum Profresif, Volume: 4/Nomor1/April 2008, (Semarang: Program Doktor Ilmu Hukum

Universitas Diponegoro, 2008), h.2

Page 48: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

37

keadilan, melainkan rumah undang-undang. Hukum ditutup rapat dengan

undang-undang secara total yang selalu top down, akan menghasilkan

hukum yang tidak tahan goncangan. Ibarat jembatan, Satjipto Rahardjo

melukiskan sebagai berikut:

“Sebuah jembatan dapat berdiri kokoh karena disatukan melalui

sekrup-sekrup yang menyatukan bagian-bagian dari jembatan itu.

Pengencangan sekrup yang total akan menyebabkan jembatan itu

tidak tahan goncangan. Sebaliknya, apabila sekrup-sekrup itu tidak

dipasang dengan kekencangan maksimal, melainkan memberi

ruang untuk menghadapi goncangan, maka jembatan itu akan lebih

kuat.”

Page 49: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

38

BAB III

HIERARKI REGULASI KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL -

LINGKUNGAN PERUSAHAAN TAMBANG MINERAL DAN BATUBARA

DI INDONESIA

A. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam UUD NRI 1945

Landasan filosofis kegiatan pertambangan mineral dan batubara di

Indonesia tidaklah terlepas dari Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 yang

berbunyi: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”. Mineral dan batubara merupakan kekayaan alam yang tidak

terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan

penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaanya

harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi

perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat secara berkeadilan. Pasal 33 UUD NRI 1945 merupakan pesan moral

filosofis dan budaya dalam konstitusi Republik Indonesia di bidang kehidupan

Ekonomi.1

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pesan moral dan

pesan budaya dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia di bidang

kehidupan ekonomi. Pasal ini bukan hanya sekedar memberi petunjuk tentang

susunan perekonomian dan wewenang negara mengatur kegiatan

perekonomian, melainkan mencerminkan cita-cita, suatu keyakinan yang

dipegang teguh, serta diperjuangkan secara konsisten oleh para pimpinan

bangsa.2 Pesan konstitusional tersebut tampak jelas, bahwa yang dituju adalah

suatu sistem ekonomi tertentu, yang bukan ekonomi kapitalistik (berdasar

paham invidualisme), namun suatu sistem ekonomi berdasar kebersamaan dan

berdasar pada asas kekeluargaan.3

1 Elli Ruslina, Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembangunan Hukum

Ekonomi Indonesia, (Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan, 2012), h.50

2 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi suatu Negara, (Bandung:

Mandar Maju, 1995), h. 413

3 Herman Soewardi, Koperasi: suatu kumpulan makalah, (Bandung: Ikopin, 1989), h. 413

Page 50: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

39

B. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batu Bara dalam Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia

1. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batu Bara dalam Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Terkait dengan ketentuan ataupun regulasi yang berkaitan dengan

konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia, berikut

beberapa ketentuan yang dapat dikategorikan sebagai peraturan tersebut,

di dalam Pasal 15, 16, 17, dan 34 Undang-Undang Penanaman Modal

disebutkan keterangan mengenai konsep tanggung jawab sosial dan

lingkungan bagi para penanam modal di Indonesia. Keterangan tersebut

berbunyi sebagai berikut:

Disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 Tentang Penanaman Modal huruf a dan b mengenai kewajiban

penanam modal yang berkewajiban untuk melakukan tanggung jawab

sosial.4 Berkaitan dengan konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan di

Indonesia, setiap penanam modal berkewajiban untuk menerapkan prinsip

tata kelola perusahaan yang baik serta menerapkan tanggung jawab sosial

perusahaan. Penjelasan Pasal 15 huruf b Undang-Undang Penanaman

Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial

perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan

penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,

seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya

masyarakat setempat. Konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan

tersebut merupakan upaya untuk menerapkan prinsip tata kelola

perusahaan yang baik sebagaimana yang telah termaktub dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

4 Letezia Tobing, “Aturan-Aturan Hukum Corporate Social Responsibility”,

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ ulasan/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-

corporate-social-responsibility/, Diakses pada Tanggal 30 November 2019, Pukul: 06:48 WIB

Page 51: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

40

Konsep tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga kelestarian

lingkungan hidup sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 16

huruf (d) bahwasannya: “Setiap penanam modal bertanggung jawab untuk

Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup”. Yang kemudian di dalam Pasal

17, diberikan penjelasan lebih lanjut terkait dana demi pemulihan lokasi

yang telah terjamah oleh kegiatan operasi serta eksplorasi sumber daya

alam. Bunyi dari Pasal 17 tersebut adalah:

“Penanam modal yang mengusahakan Sumber Daya Alam

yang tak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap

untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan

Lingkungan Hidup yang pelaksanaanya diatur sesuai ketentuan

Peraturan Perundang-Undangan”.

Penjelasan Pasal 17 Undang-Undang Penanaman Modal

menyebutkan bahwa ketentuan ini dimaksud untuk mengantisipasi

kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penanaman modal.

Konsekuensi dari perusahaan yang tidak melaksanakan amanah

dari pasal tersebut kemudian dijelaskan di dalam Pasal 34 Undang-Undang

Penanaman Modal, yang berbunyi sebagai berikut:

“Badan Usaha atau perseorangan Pasal 15 dapat dikenai

sanksi adminstratif berupa: Peringatan tertulis, Pembatasan

kegiatan usaha, Pembekuan kegiatan usaha dan/ atau fasilitas

penanaman modal, Pencabutan kegiatan usaha dan/ atau fasilitas

penanaman modal”.

2. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batubara dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)

Pengaturan mengenai konsep tanggung jawab sosial dan

lingkungan atau yang lebih akrab dikenal dengan istilah Corporate Social

Responsibility (CSR) dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas secara

khusus termaktub dalam Undang-Undang ini dikenal dengan istilah

“Tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Tanggung jawab sosial

lingkungan yang dimaksud dalam undang-undang ini mengalami sedikit

Page 52: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

41

penambahan. Tambahan konsep tanggung jawab sosial dalam undang-

undang ini, berupa frasa yang ditambahkan dengan “tanggung jawab sosial

dan lingkungan”.

Konseptor UUPT, A. Partomuan Pohan, alasan dicantumkannya

klausula tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk mengurangi praktik

bisnis yang tidak etis serta untuk meminimalisir dampak negatif dari

proses produksi bisnis terhadap publik dan lingkungan sekitar perusahaan.

Tanggung jawab sosial lingkungan dapat dipahami sebagai sebuah relasi

atau interkoneksi antara perusahaan dengan para pemangku kepentingan

perusahaan tersebut, termasuk misalnya dengan pelanggan, pemasok,

kreditur, karyawan, hingga masyarakat khususnya mereka yang

berdomisili di wilayah perusahaan tersebut menjalankan aktivitas

operasionalnya. Perusahaan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa

kegiatan operasionalnya mampu menghasilkan barang dan/atau jasa secara

ekonomis, efisien, dan bermutu untuk kepuasan pelanggan disamping

untuk memperoleh keuntungan.5 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas disebutkan di dalam Pasal 1

Ayat (3) Maknanya sendiri adalah

“komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam

pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas

kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan

sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.

Selanjutnya pengaturan CSR bagi Perseroan Terbatas menjadi

bersifat mandatory khususnya untuk perusahaan yang bergerak dalam

pengeksploitasian sumber daya alam.6 sebagaimana disebutkan di dalam

Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Yang bunyinya sebagai

berikut:

5 A.F. Elly Erawaty, Persoalan Hukum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan

Dalam Perundang-Undangan Ekonomi Di Indonesia, http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-

pedata/847-persoalan-hukum-seputar-tanggung-jawab-sosial-dan-lingkungan-perseroan-dalam

perundang-undangan-ekonomi-indonesia.html, Diakses pada Tanggal 30 November 2019, Pukul

06:58

6 Sefriani dan Sri Wartini, Model Kebijakan Hukum Tanggung Jawab Sosial Di Indonesia,

(Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2016), h. 4

Page 53: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

42

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau

berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan;

2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan

diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran;

3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Di dalam bagian penjelasan undang-undang ini disebutkan bahwa

Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang

serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya

masyarakat setempa kemudian yang dimaksud dengan Perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah Perseroan

yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.

Sedangkan yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan

usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah Perseroan yang

tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan

usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Yang

dimaksud dengan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan terkait.

3. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batubara dalam Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara

Menimbang atau konsiderans dalam suatu peraturan perundang-

undangan memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi

latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan di

Page 54: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

43

Indonesia.7 Disebutkan di dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 bahwa:

“Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah

hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan

alam yang tak terbarukan sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa

yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup

orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh

Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi

perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran, dan

kesejahteraan rakyat secara berkeadilan”.

Undang-undang ini tentunya membahas secara spesifikasi

mengenai kaidah eksplorasi pertambangan mineral dan batu bara di

Indonesia. Terdapat beberapa ketentuan yang dapat dikatakan sebagai

salah satu landasan riil mengenai prinsip hukum tanggung jawab sosial

dan lingkungan suatu perusahaan tambang mineral dan batu bara di

Indonesia. Ketentuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

Termaktub dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengenai asas ataupun

pedoman dari kegiatan eksplorasi pertambangan mineral dan batubara di

Indonesia. asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan.

2. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa.

3. Partisipasif, transparansi, dan akuntabilitas.

4. Berkelanjutan dab berwawasan lingkungan.

Selanjutnya di dalam Pasal 95 undang-undang ini disebutkan

beberapa ketentuan yang diwajibkan bagi pemegang izin usaha

pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus. kewajiban tersebut

diantaranya adalah: Menerapkan kaidah pertambangan yang baik,

Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/ atau batubara,

Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat.

7 Maria Farida, “Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya”,

(Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 108

Page 55: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

44

Dilanjutkan dengan beberapa ketentuan sebagai penjelas Pasal 95

terkait kewajiban dalam melaksankaan pengembangan dan pemberdayaan

masyarakat yang termaktub dalam Pasal 108 sebagai berikut:

1. Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan

dan pemberdayaan masyarakat;

2. Penyusunan program dan perencanaan sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) dikonsultasikan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan

masyarakat.

Terkait dengan penjelasan dari pasal-pasal tersebut mengenai

kaidah Corporate Social Responsibility (CSR) dalam undang-undang ini

tidak disebutkan sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan secara

tersurat. Undang-Undang ini menyebutkan CSR dengan frasa program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. program pengembangan

dan pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bagian dari aspek

tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai aplikasi untuk meredam

potensi konflik sosial dengan masyarakat sekitar yang ditujukan untuk

kepentingan masyarakat.8 Walau berbeda secara istilah dan bunyi pasal

terkait, namun berkaitan dengan konsep, dua hal tersebut tetap sejalan

adanya. prinsip yang dikemukakan juga bersifat wajib sebagaimana telah

disebutkan dalam aturan sebelumnya. Pemberdayaan Masyarakat sendiri

yang dimaksud disebutkan di dalam Pasal 1 Ayat (28) bahwa: “usaha

untuk meningkatkan kemampuan masyarakat baik secara individual

maupun kolektif agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya”.

4. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batubara dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) menjadi pengawal dalam

8 Dimas Hutomo, Kewajiban Perusahaan Tambang Melakukan CSR,

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5c468d7988077/kewajiban-perusahaan-

tambang-melaksanakan-csr/, Diakses pada Tanggal 30 November 2019, Pukul: 07:49.

Page 56: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

45

pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Sebab sumber

daya alam dan lingkungan hidup merupakan dua hal yang tidak dapat

terpisahkan. UUPPLH yang merupakan “ketentuan” bagi perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup, maka undang-undang sektoral yang

berkaitan dengan lingkungan hidup seperti: pertanian, kehutanan,

pertambangan harus tunduk dan patuh terhadap UUPPLH, pelaksanaan

undang-undang sektoral tersebut tidak boleh bertentangan dengan

UUPPLH, segala penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup harus berpedoman dengan UUPPLH

yang berfungsi sebagai umbrella act atau umbrella provission. UUPPLH

ini menjadi ketentuan pokok bagi peraturan-peraturan lingkungan hidup

yang sudah ada (Lex Lata) maupun peraturan lebih lanjut (Lex Ferandai

atau ketentuan organik) atas lingkungan hidup.9

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup disebutkan dalam

Pasal 2 bahwa dalam implementasinya berasaskan tangung jawab negara,

kelestarian dan berkelanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan,

manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati,

pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintah

yang baik, dan otonomi daerah. Tujuan dari adanya undang-undang ini

pun berkaitan dengan prinsip Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

dalam lingkup khusus kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh Perusahaan

Pertambangan di Indonesia. Beberapa ketentuan yang berkaitan adalah

sebagai berikut:

Kegiatan pertambangan mineral dan batubara merupakan kegiatan

yang berdampak terhadap lingkungan dan sosial. mineral dan batubara

merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan sehingga di dalam

pelaksanannya diperlukan analisis mengenai dampak lingkungan supaya

dapat diperkirakan terkait kerusakan lingkungan yang akan terjadi sebagai

9 Dahlia Kusuma Dewi, dkk, Izin Lingkungan dalam Kaitannya Dengan Penegakan

Adminstrasi Lingkungan Dan Pidana Lingkungan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), (Medan: Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, 2014), h. 124

Page 57: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

46

tindakan preventif dari kemungkinan kerusakan yang lebih parah. di dalam

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan mengenai

kriteria dampak usaha yang berkaitan dengan lingkungan. berikut

bunyinya:

1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap

lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL;

2. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:

a. Besar jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha

dan/atau kegiatan;

b. Luas wilayah penyebaran dampak;

c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

d. Banyaknya komponen Lingkungan Hidup lain yang terkena

dampak;

e. Sifat kumulatif dampak;

f. Berbaik atau tidak berbaliknya dampak, dan/atau;

g. Kriteria lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan, maka

AMDAL yang perlu dipersiapkan bukan hanya AMDAL mengenai kondisi

lingkungan sekitar perusahaan namun juga mencakup AMDAL sosial.

Suatu AMDAL yang didekati dengan studi sosial disebut sebagai social

impact assessment (SIA). Kajian yang dapat dianalisis dalam AMDAL

sosial dapat diuji melalui pola-pola kehidupan sosial: sistem nilai, sistem

norma, aspirasi, dan kebiasaan. Armour sebagaimana dikutip oleh Sudarto,

mencoba mencoba menginventarisasikan perubahan itu melalui aspek-

aspek: (1) Cara hidup; (2) Budaya termasuk di dalamnya nilai, norma, dan

kepercayaan; (3) Komunitas meliputi struktur penduduk, kohesi sosial,

stabilitas masyarakat, sarana, dan prasarana yang diakui sebagai sarana

umum masyarakat.10

10

N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan,(Jakarta: Penerbit

Erlangga, 2004), h. 265

Page 58: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

47

Terdapat ketentuan mengenai ganti kerugian dan pemulihan

terhadap lingkungan hidup yang termaktub di dalam Pasal 87 Undang-

Undang ini yang berbunyi sebagai berikut:

“Setiap pertanggungjawaban usaha dan/ atau kegiatan yang

melakukan perbuatan melanggar hukum baerupa pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian

pada orang lain atau Lingkungan Hidup wajib membayar ganti

rugi dan/ atau melakukan tindakan tertentu”.

Karena setiap usaha harus disertai pertanggungjawaban. maka

hadirnya klausula tersebut sebagai salah satu aspek pertanggungjawaban

korporasi terhadap lingkungan. Penjelasan mengenai Pasal 87 tersebut

adalah sebagai berikut: Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas

yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar

membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/ atau

perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk

melakukan tindakan tertentu, misalnya perintah untuk: Memasang atau

memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku

mutu lingkungan hidup yang ditentukan, Memulihkan fungsi lingkungan

hidup; dan/ atau, Menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya

pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup.

C. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batu Bara dalam Peraturan Pemerintah

1. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah Nomor

23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009.

Sejalan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maka perlu dilakukan

penataan kembali pengaturan yang berkaitan dengan kegiatan usaha

pertambangan dan batubara agar dalam pengelolaannya dapat dilakukan

seoptimal mungkin, efisisen, transparan, berkelanjutan, dan berwawasan

Page 59: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

48

lingkungan serta berkeadilan sehingga didapatkan manfaat sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat. Berikut ketentuan yang terkait dengan

pembahasan penelitian ini.

Berkaitan dengan program pemberdayaan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara bahwasannya dipaparkan dalam Pasal 106 BAB XII

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 bunyinya adalah sebagai

berikut:

Tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di sekitar

WIUP dan WIUPK bahwasannya berbunyi sebagai berikut:

“(1) Pemegang IUP dan IUK wajib menyusun program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP

dan WIUPK; (2) Program sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

harus dikonsultasikan kepada Pemerintah, Pemerintah Provinsi,

Pemerintah Kabupaten/ Kota, dan Masyarakat setempat; (3)

Masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dapat

mengajukan usulan program kegiatan pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat kepada Bupati/ walikota setempat

untuk diteruskan kepada pemegang IUP atau IUPK; (4)

Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar

WIUP dan WIUPK yang terkena dampak langsung akibat aktifitas

pertambangan; (5) Prioritas masyarakat sebagaimana dimaksud

pada Ayat (4) merupakan masyarakat yang berada dekat kegiatan

operasional penambangan dengan tidak melihat batas adminstrasi

wilayah kecamatan/ kabupaten; (6) program pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibiayai dari alokasi biaya program pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat pada anggaran dan biaya pemegang

IUP atau IUPK setiap tahun; (7) Alokasi biaya program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana

dimaksud pada Ayat (6) dikelola oleh pemegang IUP atau IUPK”.

Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai program

pemberdayaan dan pengembangan masyarakat adalah salah satu upaya

yang diberikan oleh perusahaan pertambangan mineral dan batubara untuk

memberikan kontribusi nyata bagi pola kehidupan masyarakat sekitar

dengan prioritas masyarakat yang berada dekat kegiatan operasional

Page 60: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

49

penambangan dengan tidak melihat batas adminstrasi wilayah kecamatan/

kabupaten. program ini dapat dikonsultasikan dengan pemerintah terkait

dan masyarakat setepat. Terkait alokasi biaya, dianggarkan oleh anggaran

perusahaan tiap tahunnya.

Termaktub di dalam Pasal 107, bahwa:

“Pemegang IUP dan IUPK setiap tahun wajib

menyampaikan rencana dan biaya pelaksanaan program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari

rencana kerja dan anggaran biaya tahunan kepada Menteri,

Gubernur, atau Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya

untuk mendapat persetujuan”.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa rencana dan biaya anggaran

program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat daerah wajib

dilaporkan kepada pihak terkait tak ubahnya sebagai salah satu kontrol

yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk menjamin pelaksanaan

program ini11

yang kemudian di dalam Pasal 108, disebutkan bahwa:

“Setiap pemegang IUP Operasional Produksi dan IUPK

Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan realisasi program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6 (enam)

bulan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/ Walikota sesuai

dengan Kewenanganya”.

Salah satu bentuk kontrol pemerintah dalam upaya ini adalah

mewajibkan setiap pemangku produksi pertambangan mineral dan

batubara untuk melaporkan realisasi dari program pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat tersebut untuk menjamin agar program tersebut

dapat terealisasi dengan baik. Ketentuan lebih lanjut mengenai program

ini akan dijelaskan di dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 109: “Ketentuan Lebih lanjut mengenai

Pengembangan dan Pemberdayaan masyarakat diatur dengan Peraturan

Menteri”.

11

Naskah Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Page 61: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

50

2. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah Nomor

78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang.

Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah

perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi terutama berdampak terhadap

air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik perubahan morfologi

dan topografi lahan.12

Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang

disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa

flora dan fauna, serta penurunan produktifitas tanah dengan akibat menjadi

tandus atau gundul Dilakukan upaya reklamasi. selain bertujuan untuk

mencegah erosi atau mengurangi kecepatan aliran air limpasan, reklamasi

dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih produktif. Yang

pada akhirnya dengan reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah

bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik

dibandingkan keadaan sebelumnya.13

Reklamasi pasca tambang merupakan salah satu aspek tanggung

jawab sosial dan lingkungan sebagaimana hal ini merupakan salah satu

bagian pertanggungjawaban korporasi terhadap operasi perusahaan di

bidang sumber daya alam dan mineral dalam kegiatan pertambangan

mineral dan batubara.Disebutkan di dalam BAB II tentang Prinsip

Reklamasi dan Pasca Tambang yang secara spesifik disebutkan di dalam

Pasal 2 bahwasanya berbunyi sebagai berikut:

“Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib

melaksanakan reklamasi, Pemegang IUP Operasi Produksi dan

IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi dan

pascatambang, Reklamasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan eksplorasi,

12

Sabtanto Joko Suprapto, Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek

Konservasi Bahan Galian, http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&

view=article&id=609&It, Diakses pada Tanggal 30 Oktober 2019, Pukul 11:26 WIB

13 Naskah Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca

Tambang.

Page 62: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

51

Reklamasi dan pasca tambang sebagaimana dimaksud pada Ayat

(2) dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan

pertambangan dengan sistem dan metode: Penambangan terbuka;

dan Penambangan bawah tanah”.

Terkait dengan pelaksanaan rencana pasca tambang dalam kegiatan

eksplorasi bisnis pertambangan mineral dan batubara, disebutkan di dalam

Pasal 10 pada poin (d) bahwa: “Rencana pascatambang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6, yang salah satunya disebut sebagai Program

Pasca Tambang, meliputi: Reklamasi pada lahan bekas tambang dan lahan

di luar bekas tambang, Pemeliharaan hasil reklamasi, Pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat, dan Pemantauan.

3. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah Nomor

47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

Tanggung jawab sosial dan lingkungan yang biasa dikenal dengan

CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan komitmen perusahaan

atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang

berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara

perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan hidup.14

CSR

merupakan praktek komitmen dari kepedulian komunitas bisnis terhadap

lingkungannya, baik itu lingkungan di luar perusahaan yakni masyarakat

berdampak maupun pihak yang terlibat dalam perusahaan tersebut, yakni

berkaitan dengan pekerja dan berhubungan dengan hal itu.15

Peraturan Pemerintah ini menjelaskan mengenai prinsip

pelaksanaan CSR di Indonesia, terdapat keterkaitan dengan prinsip

tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam lingkup khusus mengenai

14

Naskah Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan.

15 Sugeng Santoso, Konsep Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Konvensional

dan Fiqh Sosial, h. 3

Page 63: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

52

status CSR Perusahaan Tambang mineral dan batubara di Indonesia yang

notabennya diketahui memiliki dampak yang sangat signifikan baik secara

lingkungan dan sosial di sekitar perusahaan. Ketentuan tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut:

Ketentuan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan

disebutkan di dalam Pasal 3 sebagaimana berikut:

“Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 menjadi kewajiban bagi perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan

dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang”.

Kemudian ketentuan tersebut dilanjutkan dengan klausula yang

berbunyi sebagai berikut: “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat

(1) dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan perseroan”. dari

bunyi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tanggung jawab sosial dan

lingkungan terhadap perusahaan tambang mineral dan batubara sifatnya

adalah wajib yang dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan

perseroan.

Disebutkan di dalam Pasal 4, bahwasannya:

“Tanggung Jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh

Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan Perseroan setelah

mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan

anggaran dasar perseroan, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan

Perundang-Undangan”.

Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh direksi

sesuai dengan rencana kerja perseroan sesuai denga persetujuan dewan

komisaris dalam RUPS yang dilakukan sesuai dengan anggaran

perusahaan. yang kemudian disebutkan di dalam ayat selanjutnya:

“Rencana kerja tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Kemudian di dalam

pelaksanaanya tersebut perseroan harus memperhatikan kepatutat dan

Page 64: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

53

kewajaran yang kemudian realisasi nya tersebut diperhitungkan sebagai

biaya perseroan. ketentuan ini disebutkan di dalam Pasal 5.

Ditemukan adanya sanksi ataupun Punishment di dalam Pasal 7,

bahwa: “Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang tidak

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. yang dilanjutkan

reward ataupun penghargaan bagi setiap korporasi yang melaksanakan

tanggung jawab sosial dan lingkungan ini. ketentuan tersebut ditentukan di

dalam Pasal 8 Ayat (2), yang berbunyi sebagai berikut: “Perseroan yang

telah berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan

sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat diberikan penghargaan oleh

instansi yang berwenang”.16

4. Regulasi mengenai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

Tambang Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah Nomor

26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang

baik.

Tak dapat dipungkiri setiap kerusakan lingkungan akibat usaha

atau kegiatan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia masih

menjadi masalah yang tak kunjung usai karena perilaku pengelola tambang

yang meninggalkan lahan begitu saja setelah lahan tersebut tidak produktif

lagi. padahal semestinya pengelola tambang harus mengusahakan

pembangunan berkelanjutan bagi warga sekitar lokasi tambang. oleh

karena itu, penting bagi pengelola tambang untuk mempraktikan good

mining practice.17

Penerapan prinsip ini akan dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya untuk perusahaan, masyarakat, pemerintah, dan

lingkungan. Perusahaan akan dapat keuntungan yang maksimal secara

16

Naskah Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan.

17 Sarti Wanda Soamole, Pengelolaan Good Minning Practice pada Pengelolaan Limbah

Tambang,https://www.kompasiana.com/sartiwandas6347/5db04019097f361cee62df22/penerapan-

good-mining-practice-pada-pengelolaan-limbah-tambang?page=all, Diakses pada Tanggal 30

November 2019, Pukul 12:22 WIB

Page 65: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

54

aman, masyarakat akan dapat peningkatan kesejahteraan, serta pemerintah

akan lebih efektif dalam kontrol pengawasan operasi usaha. Atas dasar

tersebut maka hadirlah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018

Tentang Kaidah Pertambangan yang Baik. beberapa ketentuan berkaitan

dengan prinsip tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tambang

mineral dan batubara disebutkan sebagai berikut:

Termaktub di dalam Pasal 4 Ayat (1), bahwa: “Pemegang IUP

Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/ atau pemurnian dalam

kegiatan pengolahan dan/ atau pemurnian wajib melaksanakan kaidah

pertambangan yang baik”. kemudian disebutkan di dalam Ayat (2) bahwa:

“Kaidah pertambangan yang baik untuk kegiatan pengolahan dan/ atau

pemurnian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi: Kaidah teknik

pengolahan dan/ atau pemurnian dan Tata kelola pengusahaan pengolahan

dan/ atau pemurnian. Ketentuan mengenai kaidah pertambangan yang baik

meliputi dasar ketentuan tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan sebagaimana disebutkan dalam Ayat (4) bahwa: “Tata kelola

pengusahaan pengolahan dan/ atau pemurnian sebagaimana dimaksud

pada Ayat (2) Huruf b meliputi pelaksanaan aspek salah satunya mengenai

Tanggung jawab sosial dan lingkungan”.

Kemudian terkait sanksi, di dalam Pasal 50 Ayat (5) disebutkan

sanksi adminstratid yang dapat dikenakan kepada korporasi yang

bersangkutan. di dalam klausula tersebut disebutkan bahwasanya:

“Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/ atau

pemurnian yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 8 Ayat (1),Pasal 10 Ayat (2), Pasal 12 Ayat

(2), Pasal 16, Pasal 18 Ayat (1) dan Ayat (3), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 22

Ayat (3), Pasal 25, Pasal 29 Ayat (2), Pasal 31, Pasal 33. Pasal 35, Pasal

36 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (4), Pasal 37, Pasal 38 Ayat (2), dan Pasal

42 dikenakan sanksi adminstratif”. keterangan mengenai Sanksi

admindtratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan Ayat (7)

Page 66: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

55

disebutkan di dalam Ayat (8). Sanksi tersebut berupa: Peringatan tertulis,

Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha, dan/ atau

Pencabutan izin.

Dijelaskan kembali di dalam Pasal 53 bahwa: “Sanksi adminstratif

berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 Ayat (8)

huruf c dikenakan kepada pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi,

IUP Operasi produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan

dan/ atau pemurnian, IUJP, atau IPR yang tidak melaksanakan kewajiban

sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi berupa

penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 52”.

D. Potrait Kasus Permasalahan Lingkungan dan Sosial Akibat Eksplorasi

Tambang Mineral dan Batubara di Indonesia

Isu lingkungan hidup menjadi isu yang sangat penting mengingat

keberadaan lingkungan sangat krusial dalam kehidupan lingkungan dan sosial

masyarakat. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) memperkirakan, sekitar

70 (tujuh puluh) persen kerusakan lingkungan Indonesia karena operasi

pertambangan. Sekitar 3,97 juta hektare kawasan lindung terancam kerusakan

akibat kegiatan pertambangan, termasuk keragaman hayati di sana. Tak hanya

itu, daerah aliran sungai (DAS) rusak parah meningkat dalam 10 tahun

terakhir. Sekitar 4.000 DAS di Indonesia, 108 rusak parah.18

Sebagai contoh kasus pencemaran lingkungan akibat dari kegiatan

pertambangan, PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont), telah beroperasi

selama 12 tahun tetapi warga desa dekat tambang, seperti Desa Tongo

Sejorong, Kabupaten Sumbawa Barat, sampai saat ini hidup dalam

kemiskinan. Mereka telah kehilangan sumber kehidupan, dari hutan sampai

air bersih. Kehidupan warga pun jauh dari sejahtera. Jarak tambang dari Desa

18

Charisma Rahma Dinasih, inilah wajah pertambangan Indonesia,

http://www.hijauku.com/2014/08/26/inilah-wajah-pertambangan-indonesia/, diakses pada tanggal

28 Mei 2019, pukul 23:30 WIB

Page 67: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

56

Tongo-Sejorong, sekitar empat kilometer. Ini desa yang dilintasi pipa saluran

limbah ke Teluk Senunu. Desa ini terdekat tambang, terdiri dari Dusun

Tongo, Dusun Sejorong dan Dusun Temelang, ada sekitar 700 keluarga. Hutan

rusak, dan sungai-sungai tercemar. Sumber-sumber air warga pun habis,

otomatis mereka kesulitan air bersih. Untuk mendapatkan air bersih dari

Newmont, warga harus memiliki kartu khusus. “Jadi seakan masyarakat

tergantung dari Newmont. Padahal, karena tambanglah sumber air rusak,” kata

Ki Bagus dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Jatam juga akan

menginvestigasi limbah yang mengalir ke sungai itu.”19

Kemudian berkaitan dengan konflik sosial serta pencideraan hak-hak

masyarakat terdapat sejumlah kasus. diantaranya, Penguasaan lahan di

Kalimantan Barat (Kalbar) yang didominasi oleh perusahaan. Dengan total

penduduk 4,3 juta jiwa, lahan yang bisa diakses masyarakat hanya 700 ribu

hektar. Selebihnya, sudah dikapling untuk kepentingan perkebunan sawit, izin

usaha pertambangan, dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam

serta hutan tanaman. Seluas 1,5 juta hektar Izin Usaha Pertambangan (IUP) di

Kalimantan Barat diberikan kepada 651 perusahaan. Tinggal 30 persen atau

4,4 juta hektar luas daratan dapat diakses oleh 4,3 juta jiwa penduduk

Kalimantan Barat. Wilayah yang dapat diakses oleh masyarakat ini juga masih

harus dikurangi kawasan konservasi dan lindung seluas 3,7 juta hektar. Jadi,

sisa lahan 700 ribu hektar itu dibagi 4,3 juta penduduk. kondisi lahan yang

sangat sempit, bisa menimbulkan banyak persoalan bagi masyarakat. Apalagi,

bagi mereka yang menggantungkan hidup kepada lahan seperti pertanian,

karet, kelapa, holtikultura, dan jenis tanaman lokal lain. Konflik pemanfaatan

lahan akibat kegiatan investasi pertambangan, HTI-HPH dan perkebunan,

tidak hanya memposisikan masyarakat lokal berhadapan dengan perusahaan,

juga dengan pemerintah daerah. Bahkan konflik antarmasyarakat secara

horizontal. Tidak jarang, masyarakat berhadapan dengan aparat keamanan.

sejak 2004, konflik meningkat dari 26 menjadi 104 kasus. Bahkan 70 orang

19

Sapariah Saturi, Warga Sekitar Newmont yang Kehilangan Hutan Dan Hidup Dalam

Kemiskinan, https://www.mongabay.co.id/2013/08/26/warga-sekitar-newmont-yang-kehilangan-

hutan-dan-hidup-dalam-kemiskinan/, Diakses pada Tanggal 21 Oktober 2019, Pukul: 23:01 WIB

Page 68: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

57

masyarakat desa dan aktivis telah ditahan dengan tuduhan menolak ekspansi

kegiatan eksplorasi pertambangan. 20

Di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara

(Malut), PT Weda Bay Nickel (WBN) memiliki konsesi tambang seluas

54.874 hektar, terbesar di Indonesia. Sekitar 35.155 hektar berada di hutan

lindung. Tak hanya konflik agraria, kerusakan lingkungan pun menjadi

permasalahan yang kerap terjadi sebagai akibat operasi perusahaan. Sejak

awal masuk pada 1999, perusahaan sudah berkonflik dengan masyarakat adat

Sawai dan Tobelo Dalam. Eksploitasi pertambangan oleh perusahaan ini

menyebabkan masyarakat adat terancam dan tersingkir dari tanah leluhur

mereka. konflik lahan antara perusahaan dengan masyarakat adat terjadi di

beberapa desa, seperti Desa Gemaf, Kobe, Sagea, Lelilef, dan Tobelo

Dalam. Perusahaan tambang masuk, hak-hak masyarakat adatpun terampas.

Perampasan tanah adat Suku Sawai, desa-desa mereka masuk konsesi. Juga

dengan Suku Tobelo Dalam. Wilayah adat mereka dikuasai perusahaan. Tak

hanya perampasan lahan, beberapa desa terancam di relokasi karena kampung

masuk dalam konsesi perusahaan. Di desa-desa masyarakat adat itu ada sekitar

140 keluarga. 21

20

Andi Fachrizal, Tersedot ke Perusahaan, Lahan Buat Warga Kalbar Tersisa 700 Ribu

Hektar, https://www.mongabay.co.id/2013/05/24/tersedot-ke-perusahaan-lahan-buat-warga-

kalbar-tersisa-700-ribu-hektar/, Diakses pada Tanggal 21 Oktober 2019, Pukul; 18:01 WIB

21 Sapariah Saturi, Weda Bay Nickel, Berkonflik dengan Masyarakat Adat, Hutan Lindung

pun Terancam,https://www.mongabay.co.id/2013/06/07/weda-bay-nickel-berkonflik-dengan-

masyarakat-adat-hutan-lindung-pun-terancam/, Diakses pada Tanggal 21 Oktober 2019, Pukul;

18:01 WIB

Page 69: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

58

BAB IV

HARMONISASI PRINSIP HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN

LINGKUNGAN PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

BATUBARA DI INDONESIA

A. Tanggung Jawab Sosial-Lingkungan Perusahaan Pertambangan Mineral

dan Batubara dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan

Republik Indonesia menyebutkan: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 33 UUD NRI 1945 merupakan

pesan moral filosofis dan budaya dalam konstitusi Republik Indonesia di

bidang kehidupan Ekonomi.1 Makna penguasaan negara ialah negara

mempunyai kebebasan atau kewenangan penuh (volldige bevoegdheid) untuk

menentukan kebijaksanaan yang diperlukan dalam bentuk: Mengatur

(regelen), Mengurus (besturen), dan, Mengawasi (toezichthouden).

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 merupakan pesan moral dan pesan

budaya dalam konstitusi Republik Indonesia di bidang kehidupan ekonomi.2

Kekayaan alam milik rakyat Indonesia yang dikuasakan kepada Negara

diamanatkan untuk dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan bernegara

Indonesia. Pemerintah sebagai representasi negara diberi hak untuk

mengelola (hak pengelolaan) kekayaan sumber daya alam agar dapat

dinikmati oleh rakyat banyak secara berkeadilan dan merata. Lebih lanjut,

kemakmuran rakyat merupakan semangat dan cita-cita negara kesejahteraan

(welfare state ) yang harus diwujudkan oleh negara dan pemerintah

Indonesia. Pengelolaan sumber daya alam merupakan salah satu instrumen

untuk mencapainya. Supaya sumber daya mineral dan batubara dapat

1 Elli Ruslina, Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembangunan Hukum

Ekonomi Indonesia, (Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan, 2012), h.50

2 Elli Ruslina, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan Hukum

Ekonomi Indonesia”, (Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan, 2012), h. 1

Page 70: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

59

digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran, maka negara telah

memberikan kewenangan kepada pemerintah dan/ atau pemerintah daerah

untuk menyelenggarakan penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber

daya mineral dan batubara. Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dapat

menyelenggarakan sendiri dan/ atau menunjuk pihak lainnya.

Namun yang terjadi saat ini ialah paradigma mengenai pemanfaatan

sumber daya alam lebih berorientasi pada sumber pendapatan demi meraih

keuntungan perusahaan sebesar-besarnya. Dalam UUD 1945, keberadaan

sumber daya mineral dan energi sebagai salah satu bagian dari sumber daya

alam di dalam perut bumi hanya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan

hidup manusia melalui kegiatan pertambangan. Saat ini Eksploitasi sumber

daya alam hanya diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa

memperhatikan secara proporsional kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Mayoritas perusahaan pertambangan mineral dan batubara lebih

mementingkan keuntungan perusahaan dan mengabaikan sumber daya alam

yang dapat diperbaharui yang tumbuh di atasnya.

Landasan filosofis religius berkaitan dengan pengelolaan sumber daya

alam mineral telah dijelaskan di dalam Alquran. khususnya mengenai emas,

tembaga, perak dan batubara. Disebutkan di dalam AlQur’an Surat Fathir

Ayat (27), Allah SWT berfirman:

Artinya: “Tidaklah kamu melihat Bahwasannya Allah menurunkan

hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan

yang beraneka macam jenisnya. Dan diantara gunung-gunung itu

ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya

dan ada pula yang hitam pekat”. (Q.S. Fathir: 27).

Dalam Realitasnya, bahwa sumber daya alam yang banyak

dieksploitasi oleh perusahaan berada di gunung. Sumber daya alam yang

berada di gunung itu meliputi: emas, tembaga, perak, dan batubara. kata garis

Page 71: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

60

putih dan merah di dalam Alquran ditafsirkan sebagai emas, tembaga, dan

perak. sedangkan yang berwarna hitam pekat ditafsirkan sebagai batubara.

dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber daya alam merupakan

ciptaan Allah SWT yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi maka

pemanfaatanya juga harus diorientasikan untuk kesejahteraan rakyat sebagai

salah satu upaya menciptakan Negara yang makmur (welfare state).3

Karena itu, konsep dan pola usaha pertambangan batubara harus

sesuai pada prinsip keadilan (equality), keseimbangan (balances), demokrasi

(democracy), dan keberlanjutan (sustainable) yang melibatkan antar generasi.

Konsep dan pola ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika melibatkan

semua pihak yang terkait secara optimal.

Dampak yang dapat muncul dari adanya perusahaan tambang yang

beroperasi di daerah pemukiman antara lain pencemaran lingkungan.

Pencemaran kelestarian lingkungan tersebut menyangkut dimensi waktu tidak

hanya saat ini, tetapi juga masa yang akan datang, disamping itu juga

menyangkut dimensi ruang tidak hanya lokal, melainkan juga nasional

bahkan global. Keluasan intensitas perubahan lingkungan selalu lebih besar

dari pada yang telah direncanakan. Pada kenyataannya, perubahan lingkungan

tersebut, dikenal adanya efek samping dari proses pembangunan yang dapat

bersifat positif maupun negatif.

Sebagai contoh, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) sebagai salah

satu peneliti dan jaringan advokasi yang bergerak di bidang pertambangan

memperkirakan, sekitar 70 persen kerusakan lingkungan Indonesia

karena operasi pertambangan. Sekitar 3,97 juta hektare kawasan lindung

terancam kerusakan akibat kegiatan pertambangan, termasuk keragaman

hayati di sana. Tak hanya itu, daerah aliran sungai (DAS) rusak parah

3 Afzalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan. Diterjemahkan oleh DRS. H. M

Arifin., M.E.d, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2000), h. 162

Page 72: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

61

meningkat dalam 10 tahun terakhir. Sekitar 4.000 DAS di Indonesia, 108

rusak parah.4

Studi yang dilakukan oleh suhaela et al 1995 misalnya, menjelaskan

bahwa penambangan batubara di Bukit Asam (Sumatera Selatan) dan

Ombilin (Sumatera Barat) selain berdampak positif terhadap pemenuhan

sumber energi, juga berdampak negatif terhadap lingkungan, yaitu terjadinya

perubahan topografi, karena terbentuknya lubang-lubang bekas galian

tambang, gangguan biologi, perubahan aliran permukaan, penurunan mutu

udara dengan meningkatnya debu di udara, penurunan kesuburan tanah,

berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna, serta timbulnya masalah

sosial pada masyarakat di sekitar lokasi pertambangan. Terdapat dampak

negatif selain lubang tambang dan air asam tambang yang langsung timbul

dari kegiatan pertambangan seperti: berkurangnya debit air sungai dan tanah,

pencemaran air, kerusakan hutan, hingga erosi, dan sedimentasi tanah,

dimana dampak ini masih eksplorasi sumber daya alam, maka diciptakan

suatu ketentuan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu

perusahaan terhadap operasi perusahaan yang menggunakan atau

mengeksploitasi sumber daya alam di Indonesia. Ketentuan yang berlaku

tersebut tak ubahnya menjadi masalah yang belum terpecahkan secara tuntas

dalam kegiatan pertambangan di Indonesia.5

Bahkan tak hanya kasus lingkungan, konflik sosial pun acapkali

menjadi permasalahan yang menyorot kegiatan eksplorasi pertambangan.

Beberapa kasus tersebut dapat diuraikan sebagai berikut; Penguasaan lahan di

Kalimantan Barat (Kalbar) yang didominasi oleh perusahaan. Dengan total

penduduk 4,3 juta jiwa, lahan yang bisa diakses masyarakat hanya 700 ribu

hektar. Selebihnya, sudah dikapling untuk kepentingan perkebunan sawit, izin

usaha pertambangan, dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan

4Charisma Rahma Dinasih ,“inilah wajah pertambangan Indonesia”,

http://www.hijauku.com/2014/08/26/inilah-wajah-pertambangan-indonesia/, Diakses pada Tanggal

28 Mei 2019, Pukul 23:30 WIB

5 Soemarwoto O, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2005), h. 3

Page 73: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

62

alam serta hutan tanaman. Seluas 1,5 juta hektar Izin Usaha Pertambangan

(IUP) di Kalimantan Barat diberikan kepada 651 perusahaan. Tinggal 30

persen atau 4,4 juta hektar luas daratan dapat diakses oleh 4,3 juta jiwa

penduduk Kalimantan Barat. Wilayah yang dapat diakses oleh masyarakat ini

juga masih harus dikurangi kawasan konservasi dan lindung seluas 3,7 juta

hektar. Jadi, sisa lahan 700 ribu hektar itu dibagi 4,3 juta penduduk. kondisi

lahan yang sangat sempit, bisa menimbulkan banyak persoalan bagi

masyarakat. Apalagi, bagi mereka yang menggantungkan hidup kepada lahan

seperti pertanian, karet, kelapa, holtikultura, dan jenis tanaman lokal lain.

Konflik pemanfaatan lahan akibat kegiatan investasi pertambangan, HTI-

HPH dan perkebunan, tidak hanya memposisikan masyarakat lokal

berhadapan dengan perusahaan, juga dengan pemerintah daerah. Bahkan

konflik antarmasyarakat secara horizontal. Tidak jarang, masyarakat

berhadapan dengan aparat keamanan. sejak 2004, konflik meningkat dari 26

menjadi 104 kasus. Bahkan 70 orang masyarakat desa dan aktivis telah

ditahan dengan tuduhan menolak ekspansi kegiatan eksplorasi

pertambangan.6 Akibat operasi kegiatan pertambangan di daerah tersebut

menyebabkan konflik yang berkepanjangan. bahkan kebijakan yang hadir

naisnya tidak berpihak kepada kepentingan rakyat dan hanya mengutamakan

kepentingan operasi usaha pertambangan.

Potrait-potrait kerusakan lingkungan dan konflik sosial menjadi

masalah yang utama terkait dengan keberlangsungan operasi usaha kegiatan

eksplorasi pertambangan mineral dan batubara. Kekhawatiran akan

kecenderungan dampak negatif yang timbul dari kegiatan usaha tersebut

menjadi kegelisahan rakyat setempat. Isu-isu sosial dan lingkungan

merupakan salah satu dari sederet tantangan yang sulit dihadapi oleh

perusahaan pertambangan mineral dan batubara. Isu tersebut mengakibatkan

dampak negatif pada lapangan kerja, manajemen resiko, permintaan

6 Andi Fachrizal, “Tersedot ke Perusahaan, Lahan Buat Warga Kalbar Tersisa 700 Ribu

Hektar”, https://www.mongabay.co.id/2013/05/24/tersedot-ke-perusahaan-lahan-buat-warga-

kalbar-tersisa-700-ribu-hektar/, Diakses pada Tanggal 21 Oktober 2019, Pukul; 18:01 WIB

Page 74: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

63

konsumen, reputasi, dan biaya operasi. Untuk mengatasi permasalahan

tersebut, maka salah satu inovasi yang ada adalah terkait dengan ketentuan

tanggung jawab sosial lingkungan yang berlaku bagi perusahaan tersebut.

Seiring berkembangnya dunia usaha, maka pemerintah bersama

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melakukan

penyempurnaan terhadap Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama

yakni; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang diganti dengan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2009. Undang-undang tersebut dinilai dapat

mengakomodir kegiatan bisnis perusahaan di Indonesia. Salah satunya

mengenai permasalahan yang acapkali terjadi dalam perkembangan dunia

bisnis yang mengeksploitasi sumber daya alam yakni dalam mengatasi

problematika lingkungan dan sosial pada permasalahan terkait sosial dan

lingkungan yang diakibatkan dari operasi dan eksploitasi perusahaan tersebut.

Terdapat beberapa ketentuan dalam UUPT mengenai tanggung jawab sosial

dan lingkungan. Tak ubahnya ketentuan tersebut sebagai salah satu solusi

yang efektif menanggapi permasalahan sosial dan lingkungan bagi

perusahaan pengeksploitasi sumber daya alam. Tanggung jawab sosial

lingkungan dalam pasal ini cenderung dianggap sebagai sebuah kewajiban

bagi perseroan yang berkegiatan usaha mengolah atau berkaitan dengan

sumber daya alam saja.7 Ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan di dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas yang mengandung kaidah terkait kewajiban

tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan yang memanfaatkan

sumber daya alam di Indonesia tak terkecuali berkaitan dengan kegiatan

eksplorasi pertambangan mineral dan batubara adalah sebagai berikut:

7 Marthin, Marthen B. Salinding, Inggit Akim, Implementasi Prinsip Corporate Social

Responsibility (CSR) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas, (Tarakan: Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, 2017), h. 115

Page 75: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

64

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau

berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan;

2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan

diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran;

3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Di dalam pasal tersebut tertuliskan mengenai kewajiban bagi setiap

perusahaan dalam bidang usaha yang berkaitan dengan eksploitasi sumber

daya alam terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan demi terciptanya

hubungan perseroan dan kegiatan usaha yang serasi, seimbang, dan sesuai

dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat sekitar. hal ini

sejalan sesuai dengan landasan filosofis UUD NRI dalam upaya pemanfaatan

sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. Tanggung jawab sosial dan

lingkungan atau yang akrab disebut sebagai corporate social responsibility

merupakan sebuah kebutuhan bagi korporat untuk dapat berinteraksi dengan

komunitas lokal sebagai bentuk pendekatan masyarakat secara keseluruhan.

Kebutuhan korporat untuk beradaptasi dan guna mendapatkan keuntungan

sosial dari hubungannya dengan komunitas lokal, sebuah keuntungan sosial

berupa kepercayaan (trust). CSR tentunya sangat berkaitan dengan

kebudayaan perusahaan dan etika bisnis yang harus dimiliki oleh budaya

perusahaan, karena untuk melaksanakan CSR diperlukan suatu budaya yang

didasari oleh etika yang bersifat adaptif.8 Sumber daya alam sendiri yang

8 Bambang Rudito dan Melia Famiola, CSR (Corporate Social Responsibility), (Bandung:

Penerbit Rekayasa Sains, 2013), h. 1-2

Page 76: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

65

dimaksudkan merupakan sumber daya alam yang terbarukan maupun tidak

terbarukan. Karena pemanfaatannya telah diamanahkan dalam UUD 1945

agar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta

memaksimalkan kesejahteraan rakyat.

Masyarakat pada umumnya sangat menyambut dengan antusias pola

CSR terkait operasi bisnis pertambangan mineral dan batubara. terlebih

dengan kondisi bahwa industri pertambangan merupakan industri yang

memiliki dampak sosial dan lingkungan yang relatif tinggi jika dibandingkan

dengan industri lainnya. Industri ini mengambil dan memanfaatkan sumber

daya alam yang berada di bawah permukaan bumi untuk kemudian

diekstraksi dan diproses lebih lanjut menjadi produk-produk akhir yang

dibutuhkan pasar. Dampak dari kegiatan eksplorasi sering sekali bersentuhan

dengan daya dukung lingkungan hidup.9

Penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan salah

satu cara ataupun aplikasi perusahaan dalam mewujudkan tata kelola

perusahaan yang baik atau yang biasa disebut sebagai Good Corporate

Governance. Good Corporate Governance sendiri merupakan suatu sistem

dan proses yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan usaha

disamping bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka

panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholders serta berlandaskan

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip Responsibility

yang terdapat dalam kesatuan prinsip GCG merupakan prinsip yang selaras

dengan kaidah CSR. Berdasarkan prinsip Responsibility, setiap perusahaan

bertanggung jawab terhadap segala hal yang berhubungan dengan kegiatan

operasi perusahaan. Salah satunya, berkenaan dengan tanggung jawab sosial

dan lingkungan perusahaan

9 Dede Abdul Hasyir, Perencanaan CSR pada Perusahaan Pertambangan Kebutuhan untuk

terlaksananya Tanggung Jawab Sosial yang Terintegrasi dan Komprehensif, (Bandung: Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Departemen Akuntansi, Universitas Padjajaran, 2016), h. 106

Page 77: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

66

Tentunya dalam implementasinya, Tanggung Jawab sosial dan

lingkungan atau CSR dalam mewujudkan Good Corporate Governance

diperlukan prinsip hukum yang jelas serta adanya kepastian hukum yang

mengatur secara spesifik mengenai kaidah tersebut. Selama ini masih sedikit

perusahaan yang sadar dan serius dalam melakukaan program CSR ini.

Mungkin salah satunya dikarenakan masih minimnya pengetahuan mengenai

prinsip yang berlaku bagi setiap korporat yang menjalankan kegiatan

usahanya dalam bidang yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam

di Indonesia. Bahkan permasalahan yang acapkali terjadi menimbulkan

banyak sikap kontra dari masyarakat dalam kegiatan usaha pertambangan

sebab dirasa merugikan dan menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap

masyarakat sekitar usaha pertambangan seperti kasus di Halmahera.

Di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara

(Malut), PT Weda Bay Nickel (WBN) memiliki konsesi tambang seluas

54.874 hektar, terbesar di Indonesia. Sekitar 35.155 hektar berada di hutan

lindung. Tak hanya konflik agraria, kerusakan lingkungan pun menjadi

permasalahan yang kerap terjadi sebagai akibat operasi perusahaan. Sejak

awal masuk pada 1999, perusahaan sudah berkonflik dengan masyarakat adat

Sawai dan Tobelo Dalam. Eksploitasi pertambangan oleh perusahaan ini

menyebabkan masyarakat adat terancam dan tersingkir dari tanah leluhur

mereka. konflik lahan antara perusahaan dengan masyarakat adat terjadi di

beberapa desa, seperti Desa Gemaf, Kobe, Sagea, Lelilef, dan Tobelo

Dalam. Perusahaan tambang masuk, hak-hak masyarakat adatpun terampas.

Perampasan tanah adat Suku Sawai, desa-desa mereka masuk konsesi. Juga

dengan Suku Tobelo Dalam. Wilayah adat mereka dikuasai perusahaan. Tak

hanya perampasan lahan, beberapa desa terancam di relokasi karena kampung

masuk dalam konsesi perusahaan. Di desa-desa masyarakat adat itu ada

sekitar 140 keluarga. 10

Kasus kerusakan lingkungan dan konflik sosial

10

Sapariah Saturi, Weda Bay Nickel, Berkonflik dengan Masyarakat Adat, Hutan Lindung

pun Terancam,https://www.mongabay.co.id/2013/06/07/weda-bay-nickel-berkonflik-dengan-

Page 78: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

67

masyarakat adat menjadi hal yang sengit diperbincangkan oleh kalangan

pebisnis, pemerhati sosial dan lingkungan serta para tetuah adat. Pasalnya hal

ini sangat berdampak bagi kegiatan masyarakat adat di Halmahera bahkan

banyak aktifitas sosial dan perekonomian masyarakat adat tersebut terhalang

karena adanya aktifitas pertambangan di daerah mereka. Patutnya hal seperti

ini menjadi kegelisahan dan catatan urgensi bisnis yang dilakukan oleh para

perusahaan yang bergerak di bidang pengeksploitasian pertambangan mineral

dan batubara di Indonesia yang pada hasilnya akan tercipta Good Corporate

Governance yang akan membawa dampak positif baik secara sosial dan

keseimbangan fungsi lingkungan sebab pada prakteknya perusahaan

menjalankan bisnis dengan memperhatikan kondisi sosial dan lingkungan

masyarakat daerah.

Prinsip yang terkandung dalam kaidah tanggung jawab sosial dan

lingkuungan menjadi salah satu instrumen hukum yang strategis untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menciptakan kelestarian

lingkungan hidup.11

Pelaksanaan GCG pada program CSR menunjukan

dengan diterapkannya Good Corporate Governance melalui program CSR

maka image perusahaan juga akan meningkat. Karena laporan perusahaan

telah menggunakan triple bottom line yang artinya perusahaan tidak hanya

berpijak pada single bottom line yaitu nilai perusahaan atau mengejar profit

semata melainkan tanggung jawab perusahaan diorientasikan kepada 3 aspek

yaitu, profit, people, planet. Seperti halnya konsep yang digagas oleh John

Elkington dan terkenal dengan istilah Triple Bottom Line, dari sini dapat

dititikberatkan bahwa idealnya perusahaan tambang tidak hanya

mempertimbangkan aspek keuntungan sebesar-besarnya dalam

masyarakat-adat-hutan-lindung-pun-terancam/, Diakses pada Tanggal 21 Oktober 2019, Pukul;

18:01 WIB

11 Naskah Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan

Page 79: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

68

mengeksploitasi sumber daya alam dan pemasarannya, melainkan harus

memperhatikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat juga.12

Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai GCG dalam implementasi

CSR juga dapat dilihat dari sustainability Report Ricoh Group yang

menggunakan Good Corporate Governance dalam implementasi CSR

sehingga membuat program tersebut lebih terarah, fokus, terstruktur, dan

mengalami progresivitas terhadap program CSR terkhusus dalam bisnis

pertambangan mineral dan batubara. Dengan adanya CSR terkhusus dalam

bidang pertambangan Mineral dan batubara, maka akan terminimalisir

berbagai kekhawatiran tersebut sebab pada konsepnya CSR dalam konsep

hukum bisnis di Indonesia dipersiapkan sebagai salah satu aplikasi berbisnis

yang menyelamatkan lingkungan serta menghormati kebudayaan sosial yang

berlaku di dalam lingkungan masyarakat.

Pengharmonisasian prinsip tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan tambang mineral dan batubara dilakukan agar dapat teridentifikasi

dengan jelas bagaimana prinsip yang berlaku mengenai konsep tanggung

jawab sosial dan lingkungan yang berlaku di Indonesia, Peneliti telah

memaparkan beberapa regulasi yang terkait dan berhubungan dengan

ketentuan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan

tambang mineral dan batubara di Indonesia pada bab sebelumnya. Agar dapat

ditemukan kesatuan prinsip hukum yang berlaku mengenai kaidah tanggung

jawab sosial dan lingkungan perusahaan pertambangan mineral dan batubara

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga pada hasilnya

akan dapat diimplementasikan dengan baik. Adapun hierarki dari ketentuan

tersebut, peneliti gambarkan dalam kesatuan segitiga hierarki sebagai berikut:

12

Aisya Morina Haque, Penerapan Aspek 3P (Profit, People, Planet) Usaha Menjaga

Suistainability Perusahaan Pertambangan, http://morinahaque.blogspot.com/2016/01/penerapan-

aspek-3p-profit-planet-people.html, Diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019, Pukul; 10:48 WIB

Page 80: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

69

Pengharmonisasian atau Sinkronisasi peraturan perundang-undangan

sendiri adalah penyelarasan dan penyelerasian berbagai peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada

dan yang sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu. Adapun tujuan

dari kegiatan sinkronisasi adalah untuk mewujudkan landasan pengaturan

suatu bidang tertentu yang dapat memberikan kepastian hukum yang

memadai bagi penyelenggaraan bidang tersebut secara efektif dan efisien.

Dalam penelitian ini, sinkronisasi peraturan perundang-undangan dilakukan

dengan dua cara, yakni yang pertama dengan cara sinkronisasi vertikal yang

lewat media ini peneliti berusaha untuk melihat, menelaah, memperhatikan

serta mengkaji peraturan perundang-undangan yang bersifat vertikal dari

hierarki teratas sampai kemudian anak perundang-undangan yang berlaku

sesuai dengan permasalahan penelitian ini. Kemudian cara yang kedua,

Page 81: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

70

Sinkronisasi Horizontal, dilakukan dengan melihat pada berbagai peraturan

perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama atau

terkait.13

Proses sinkronisasi ini dilakukan dengan melakukan inventarisasi

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ketentuan mengenai

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tambang mineral dan

batubara di Indonesia serta diurutkan berdasarkan hierarki peraturan

perundang-undangan yang berkiblat pada Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

Dari gambar tersebut nampak jelas mengenai beberapa peraturan

terkait dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam lingkup

perusahaan tambang mineral dan batubara di Indonesia. Sejak disahkannya

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang

dalam Bab V tertera mengenai aturan hukum yang pertama terkait konsep

CSR di Indonesia yang dikenakan kewajiban bagi setiap korporasi yang

bergerak dalam operasi bisnis sumber daya alam. Sumber daya alam yang

dimaksud termasuk Sumber daya alam yang terbarukan serta sumber daya

alam yang tidak dapat dipulihkan (non renewable atau deposit resources).14

Hal ini selaras dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 tentang

pengeksploitasian kekayaan alam di bumi Indonesia yang penggunaannya

diarahkan untuk kesejahteraan rakyat serta kemakmuran bangsa Indonesia.

Sehingga dapat dikatakan aplikasi tanggung jawab sosial dan lingkungan

dalam kegiatan eksplorasi tambang mineral dan batu bara merupakan

pengejewantahan dari Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945.

Konsepsi ini peneliti kaitkan dengan beberapa undang-undang segaris

atau pun sederajat dan beberapa peraturan terkait di bawahnya. Ditelaah lebih

lanjut mengenai Ketentuan dalam UUPT tersebut, terkait kewajiban tanggung

13

Novianto M. Hantoro, “Bagian Pertama Hukum tata negara/ Hukum Konstitusi, (Jakarta:

Peneliti Madya bidang Hukum Tata Negara, 2015), h.8-9

14 Akhmad Fauzi, “Ekonomi Sumber Daya Alam dan Mineral: Teori dan aplikasi”, (Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h.11

Page 82: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

71

jawab sosial dan lingkungan di bidang sumber daya alam secara horizontal

memiliki hubungan yang saling melengkapi. Namun ada beberapa klausula

dalam undang-undang tersebut yang tidak selaras satu sama lain. Beberapa

undang-undang tersebut penulis gambarkan keterkaitannya sebagai berikut:

Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal disebutkan bahwa: setiap penanam modal berkewajiban

untuk Menerapkan Prinsip tata kelola Perusahaan yang baik dan

melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengertian tanggung jawab

sosial tersebut lebih menekankan perlunya perusahaan mencapai hubungan

yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan

budaya masyarakat setempat. Sekilas juga bermakna tidak hanya sekedar

mengganggu kedamaian lingkungan sekitar saja, tanpa disertai

pertanggungjawaban terhadap akibat-akibat yang terjadi dari operasi kegiatan

bisnis pertambangan seperti dalam kasus-kasus yang tersebar di sumatera,

halmahera, kalimantan barat, sumatera serta kasus lainnya di pelosok

nusantara. Frasa pun ini sejalan dengan apa yang termaktub dalam Pasal 74

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang

bunyinya sebagai berikut: “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di

bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Dari undang-undang Penanaman

UU PMA

UU PT

UU

MINERBA

UU

PPLH

Page 83: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

72

modal, ditemukan benang merah mengenai kewajiban tanggung jawab sosial

suatu perusahaan yang kemudian dilanjutkan dengan klausula khusus dalam

undang-undang perseroan terbatas bahwa kewajiban tanggung jawab sosial

lingkungan tersebut berlaku bagi setiap korporasi yang menjalankan kegiatan

usahanya di bidang eksplorasi sumber daya alam. Jika membedah kegiatan

yang termasuk di dalamnya eksplorasi sumber daya alam, dapat

diklasifikasikan menjadi dua bidang. Yakni: sumber daya alam yang

terbarukan dan sumber daya alam yang tidak terbarukan.15

Salah satu bagian

dari sumber daya alam yang tak terbarukan tersebut adalah kegiatan

eksplorasi pertambangan mineral dan batubara. Yang notabenya menjadi

objek penelitian dalam penelitian ini. Namun terkait dengan kelanjutan dari

klausula tersebut mengenai ketentuan lebih lanjut akan dijelaskan dalam

peraturan pemerintah sebagai bahan yuridis implementasinya.

Dari diagram cycle horizontal mengenai kaidah tanggung jawab sosial

dan lingkungan perusahaan tambang mineral dan batu bara dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, peneliti telah menemukan

hubungan yang selaras antara Undang-Undang Penanaman Modal Asing

dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Namun dalam Undang-Undang

Pertambangan Mineral dan Batubara, tidak ditemukan terkait dengan klausula

yang berbunyi mengenai kaidah prinsip hukum yang berlaku tentang

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan yang beroperasi dalam

kegiatan eksplorasi tambang mineral dan batubara. Peneliti hanya

menemukan bagian yang sedikit menyinggung ketentuan CSR dan tetap

berkaitan dengan prinsip yang disebutkan dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas dan Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Ketentuan dalam

Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut disebutkan

dalam Pasal 108 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pertambangan Mineral dan

Batubara yang berbunyi bahwasannya: “Pemegang IUP dan IUPK wajib

menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat”,

15

Muhammad Ilham Arisaputra, Reforma agraria di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika,

2015), h. 61

Page 84: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

73

dilanjutkan dengan klausula yang berbunyi, “Penyusunan program dan

perencanaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dikonsultasikan kepada

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat”. Pola pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat tersebut, merupakan salah satu bagian dari pola

CSR di bagian sosial yang sangat berkaitan dengan kebudayaan perusahaan

dan etika bisnis yang harus dimiliki oleh budaya perusahaan, karena untuk

melaksanakan CSR diperlukan suatu budaya yang didasari oleh etika yang

bersifat adaptif. Keuntungan sosial diperlukan oleh korporat berupa

kepercayaan (trust) dari masyarakat terhadap korporat dan pada gilirannya

akan dapat mencegah konflik sosial antara masyarakat dengan korporat.16

Dari ke tiga undang-undang tersebut berkaitan dengan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang menjadi pengawal dalam pelaksanaan pengelolaan

sumber daya alam di Indonesia. Sebab sumber daya alam dan lingkungan

hidup merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Prinsip berbisnis

dalam perekonomian nasional didasarkan untuk mencapai pertumbuhan

ekonomi yang maju demi mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam

Pasal 3 Huruf h Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, disebutkan dengan jelas bahwa salah satu tujuan dari perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup adalah “mengendalikan sumber daya alam

secara bijaksana”. Hal tersebut sebagai salah satu landasan yuridis mengenai

konsep tanggung jawab sosial lingkungan dalam operasi pertambangan

mineral dan batu bara. Tentunya hal ini sebagai amanah terkhusus bagi setiap

korporasi pertambangan mineral dan batubara untuk menjalankan bisnis

tersebut dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara bijaksana.

Undang-Undang ini pun sebagai salah satu undang-undang preventif

dalam menangani pencegahan kerusakan lingkungan maupun konflik sosial

yang akan terjadi dalam kegiatan operasi perusahaan. Pasal 22 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 memberikan peringatan bahwa: “Setiap usaha

16

Sugeng Santoso, Konsep Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Konvensional

dan Fiqh Sosial, h. 3

Page 85: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

74

dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib

memiliki AMDAL”. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: (1)

Besar jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau

kegiatan; (2) Luas wilayah penyebaran dampak; (3) Intensitas dan lamanya

dampak berlangsung; (4) Banyaknya komponen Lingkungan Hidup lain yang

terkena dampak; (5) Sifat kumulatif dampak; (6) Berbaik atau tidak

berbaliknya dampak, dan/atau; (7) Kriteria lain sesuai perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Pasal 23 Ayat (1b) disebutkan kriteria usaha dan/

atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib

dilengkapi AMDAL yang terdiri atas beberapa komponen, salah satunya

adalah: Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbarukan maupun yang

tidakterbarukan. Tentu hal ini menjadi salah satu langkah preventif bagi

setiap korporasi pertambangan mineral dan batubara untuk mempersiapkan

AMDAL sebelum melakukan operasi pertambangan.

Secara horizontal, keselarasan dalam harmonisasi peraturan

perundang-undangan terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan mineral dan batubara di Indonesia memiliki hubungan yang jelas

berkaitan, dalam hal ini peneliti memperhatikan hubungan yang berkaitan

secara horizontal dalam ke empat undang-undang tersebut. Namun peneliti

mengkritisi berdasarkan analisis kajian isi (content), kata-kata (word), makna

(meaning), simbol, ide-ide, tema, dan berbagai pesan lainya yang terdapat

pada isi Undang-Undang17

serta Regulasi yang berkaitan dengan penelitian

skripsi ini, terdapat ketidaksesuaian atau disharmonisasi konsep dan

mekanisme tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam

peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.

Peraturan Perundang-undangan tersebut seperti berusaha untuk saling-

melengkapi namun ada perbedaan konsep yang ada serta pengaturan ini

tersebar dalam berbagai undang-undang sehingga muncul beragam konsep

yang simpang-siur. klausula dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

17

Suteki dan Galang Taufani, Metode Penelitian Hukum (filsafat, teori, dan praktis), (Depok:

PT Raja Grafindo Persada, 2018), h. 267

Page 86: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

75

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sendiri sebagai undang-undang

khusus terkait pertambangan mineral dan batu bara, yang terlihat berbeda

dengan konten CSR sebagaimana berbunyi, “Pemegang IUP dan IUPK wajib

menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat”. Hal ini

menunjukan klausula tersebut masih tidak selaras dengan yang disebutkan di

dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, walaupun sebenarnya program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari

tanggung jawab sosial perusahaan.

Setelah peneliti menelaah harmonisasi prinsip hukum tanggung jawab

sosial dan lingkungan kegiatan pertambangan mineral dan batubara dalam

peraturan perundang-undangan secara horizontal, maka selanjutnya peneliti

melakukan kajian khusus harmonisasi peraturan perundang-undangan yang

dilakukan secara vertikal, dengan memperhatikan hierarki peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan konsep tanggung jawab

sosial dan lingkungan perusahaan tambang mineral dan batubara di Indonesia.

Secara vertikal terdapat beberapa ketentuan terkait yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Dalam BAB XII Pasal 106 Tentang Pengembangan dan

Pemberdayaan Masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2009, terdapat klausula yang berbunyi terkait dengan

“Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat diprioritaskan untuk

masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK yang terkena dampak langsung

akibat aktifitas pertambangan”. Ketentuan ini sebagai salah satu perlindungan

hukum bagi masyarakat sekitar yang bermukim di lokasi pertambangan.

Didukung juga mengenai regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun

2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang Program Pasca Tambang, dalam

Pasal 10 tentang rencana pasca tambang yang meliputi: Reklamasi pada lahan

bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang, Pemeliharaan hasil

reklamasi, Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat; dan Pemantauan.

Page 87: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

76

Kesatuan prinsip hukum tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan pertambangan mineral dan batubara secara vertikal didukung

dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010

Tentang Reklamasi Pasca Tambang. di dalam peraturan tersebut, termaktub

bahwasannya BAB II tentang Prinsip Reklamasi dan Pasca Tambang yang

secara spesifik disebutkan di dalam Pasal 2 bahwasanya berbunyi sebagai

berikut: Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan

reklamasi, Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi

wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang, Reklamasi sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan

eksplorasi, Reklamasi dan pasca tambang sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan pertambangan dengan

sistem dan metode: Penambangan terbuka; dan Penambangan bawah tanah.

Di dalam ketentuan PP ini tidak disebutkan secara jelas mengenai

tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan tambang, frasa yang ditemukan

di dalam Pasal 10 terkait dengan Pengembangan dan pemberdayaan

masyarakat sebagai salah satu program pasca tambang. Reklamasi pasca

tambang merupakan salah satu aspek tanggung jawab sosial dan lingkungan

sebagaimana hal ini merupakan salah satu bagian pertanggungjawaban

korporasi terhadap lingkungan dari operasi perusahaan di dalam kegiatan

pertambangan mineral dan batubara.

Prinsip hukum mengenai tanggung jawab sosial lingkungan

perusahaan tambang mineral dan batubara di Indonesia bersifat wajib

didukung dengan pengharmonisasian undang-undang secara vertikal dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan. Yang disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (1) yang berbunyi

sebagai berikut:

“Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan

sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang”.

Page 88: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

77

Dalam pasal selanjutnya, diberikan arahan bahwa Tanggung Jawab

sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja

tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau

RUPS sesuai dengan anggaran dasar perseroan, kecuali ditentukan lain dalam

Peraturan Perundang-Undangan. Rencana kerja tahunan harus memuat

rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung

jawab sosial dan lingkungan. Artinya setiap perusahaan adalah berkewajiban

mencantumkan rencana dan anggaran tanggung jawab sosial dan lingkungan

untuk masyarakat sekitar sebagai bentuk pengabdian korporat terhadap

masyarakat sekitar baik secara sosial maupun lingkungan. Perencanaan

penyelengaraan tersebut bertujuan untuk menentukan alokasi anggaran serta

mengetahui permasalahan dan kebutuhan penerima manfaat. Perencanaan

merupakan satu kesatuan bagian dengan rencana kerja dan anggaran

perusahaan. Untuk mengetahui permasalahan dan kebutuhan penerima

manfaat, perusahaan melakukan 3 kegiatan diantaranya: kegiatan identifikasi

permasalahan penerima manfaat, pemetaan penerima manfaat, dan

penyusunan program.18

PP tersebut menandakan bahwa pelaksanaan CSR di Indonesia

bukanlah lagi bersifat kedermawanan atau sukarela yang bergantung pada

moral individu setiap perusahaan, melainkan bersifat mandatory atau

kewajiban. Secara garis besar PP ini terkesan memberikan dukungan terhadap

kegelisahan para pelaku usaha pertambangan mineral dan batubara dalam

menerapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Secara garis besar, konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan

lebih banyak memiliki dampak yang positif dari pada yang negatif karena

pada dasarnya konsep ini membawa perbaikan kehidupan di bidang ekonomi,

sosial, dan lingkungan masyarakat sekitar perusahaan. Dengan berubahnya

kewajiban konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan dari kewajiban

18

Naskah Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan, h. 73

Page 89: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

78

moral menjadi kewajiban hukum bagi setiap perusahaan terutama yang

bergerak di bidang pengeksploitasian sumber daya alam sebagai pemenuhan

rasa keadilan untuk menjamin kesejahteraan. Prioritas politik perekonomian

yang demokratis adalah diletakannya kemakmuran masyarakat di atas

kemakmuran seseorang. Pengusaha tentu harus mengubah paradigma berfikir

bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan

tidaklah merugikan perusahaan. Sebaliknya, antara perusahaan dan

masyarakat terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.

Namun ditelaah lebih lanjut, Peneliti menemukan terdapat sejumlah

kelemahan dalam PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan. Di antara kelemahan dari PP ini sebagai berikut: PP Nomor

47 Tahun 2012 aturan pelaksana yang hadir sebagai kiblat CSR di Indonesia

tidak merinci bagaimana proses penerapan prinsip kewajiban yang berlaku

untuk konsep tanggung jawab sosial dan bahwa lingkungan di Indonesia. Di

dalam penjelasannya, PP ini hanya menjelaskan pengaturan tanggung jawab

sosial dan lingkungan dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan

kewajaran yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan perseroan dan

potensi resiko yang harus ditanggung oleh perseroan sesuai dengan kegiatan

usahanya yang tidak mengurangi kewajiban sebagaimana yang telah

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.19

Sedangkan nilai kepatutan

dan kewajaran satu perusahaan tentu tidak lah sama dengan perusahaan lain,

batasan nilai kepatutan dan kewajaran pun belum bisa dijadikan acuan

kongkrit perusahaan dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

Kepatutan dan kewajaran sebagaimana disebutkan dalam ketentuan

tersebut bersifat sangat general serta dapat menimbulkan kesimpang-siuran

interpretasi hukum sehingga dapat menyebabkan kerancuan praktek CSR di

Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak juga disebutkan standar

19 Letezia Tobing, “Aturan-aturan Hukum Corporate Social Responsibility”,

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-

corporate-social-responsibility/, Diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019, Pukul 14:45 WIB

Page 90: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

79

alokasi dana CSR yang dapat dijalankan oleh perusahaan bersangkutan. Tidak

terdapatnya acuan dana CSR tersebut menimbulkan dilematika praktek CSR

di Indonesia. Sehingga tak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan yang

meniscayakan program CSR dalam daftar program kerja tahunan perusahaan.

Usulan terkait dengan alokasi dana CSR masih berupa wacana dan menjadi

perdebatan yang hangat dalam proses persidangan di Komisi VIII DPR-RI

sejak tahun 2017 bahkan hingga saat ini. Wakil Ketua Komisi VIII DPR

Abdul Malik Haramain mengatakan, dari usulan yang masuk, besaran dana

CSR yang harus diberikan perusahaan harusnya mencapai 2 persen, 2,5

persen, atau 3 persen dari keuntungan. Komisi VIII DPR RI juga

mengusulkan agar segera dibentuk RUU Tanggung Jawab Sosial Lingkungn.

Malik selaku perwakilan Komisi VIII DPR RI mengatakan, RUU Tanggung

Jawab Sosial diinisiasi dengan beberapa tujuan. Pertama, memperkuat

kewajiban bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial

mereka ke masyarakat. Selama ini pelaksanaan program CSR walau sudah

ada, namun masih lemah regulasi. Dari sisi akuntabilitas, pelaksanaan

program CSR juga dilihat oleh DPR rendah dan tidak transparan. sehingga

melalui rancangan undang- undang ini, pelaksanaan program CSR yang

selama ini tidak terkoordinasi dengan baik, akan ditata.20

Sebagai payung hukum khusus (Lex Specialis Derogat Lex Generalis)

pelaksanaan tanggung jawab sosial lingkungan suatu perusahaan di Indonesia,

PP ini terlihat belum sempurna sebab PP ini tidak memperhatikan proses

pelaksanaan, pengawasan, bentuk-bentuk CSR yang dapat diterapkan,

klasifikasi perusahaan yang melakukan CSR, serta prinsip

pertanggungjawaban perusahaan secara lebih kongkrit. Sejatinya hukum yang

tertulis harus memuat peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi

payung hukum serta meneduhkan segala permasalahan terkait dengan gejala

sosial lingkungan yang berlaku dalam undang-undang tersebut. Namun

20

Agus Triyono dan Dikky Setiawan, "DPR Siapkan UU soal CSR, Perusahaan Akan

Dibebankan 2 Persen hingga 3 Persen", https://nasional.kompas.com/read/2016/04/25/09114111/

DPR.Siapkan.UU.soal.CSR.Perusahaan.Akan.Dibebankan.2.Persen.hingga.3.Persen?page=all.,

Diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019, Pukul: 17 :10

Page 91: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

80

mengingat terdapat sejumlah kelemahan dalam PP ini sehingga menjadi

kegelisahan bagi para korporasi yang bergerak di bidang eksploitasi sumber

daya alam terkhusus pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Maka

dalam hal ini

Daya dukung secara yuridis terkait tanggung jawab sosial dan

lingkungan untuk perusahaan tambang mineral dan batubara dijewantahkan

juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018 Tentang

Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang baik. Di dalam Pasal 4 termaktub

bahwasanya “Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/

atau pemurnian dalam kegiatan pengolahan dan/ atau pemurnian wajib

melaksanakan kaidah pertambangan yang baik”. Salah satu pelaksanaan tata

kelola perusahaan tersebut, meliputi aspek dalam Ayat (4 f) yakni, mengenai

aspek tanggung jawab sosial dan lingkungan. Bila perusahaan tidak

memenuhi aturan yang berlaku tersebut, maka sanksi yang dikenakan adalah

Sanksi admindtratif berupa: Peringatan tertulis; Penghentian sementara

sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan/ atau Pencabutan izin.

Berdasarkan harmonisasi peraturan tersebut baik secara vertikal dan

horizontal, tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban bagi

perusahaan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, sebab

perusahaan tambang mineral dan batubara merupakan salah satu perusahaan

yang bergerak dalam pemanfaatan sumber daya alam. Sejalan dengan

landasan filosofis kitab konstitusional bangsa Indonesia yakni UUD 1945

telah diketahui bahwa pada hakikatnya pertambangan merupakan salah satu

aspek yang fundamental terkait dengan pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan. Dengan adanya kewajiban ini dalam kegiatan bisnis yang

berlangsung dapat mencegah kemungkinan kerusakan lingkungan serta

berbagai konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat.

Namun, peneliti mengkritisi inkosisten yang terjadi pada ketentuan-

ketentuan tanggung jawab sosial-lingkungan yang dalam hal ini berobjek

pada perusahaan tambang mineral dan batubara yang mana ketentuan tersebut

Page 92: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

81

tersebar dalam 4 undang-undang beserta turunan undang-undang tersebut.

Tersebarnya Inkosisten yang terjadi tersebut menimbulkan simpang- siur

atapun dilema dalam penerapan konsep tanggung jawab sosial dan

lingkungan di Indonesia. Sejatinya peraturan perundang-undangan tertulis

haruslah memuat unsur yang harmonis baik secara vertikal dan horizontal

dengan peraturan perundang-undangan lainya. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh pakar hukum adminstrasi indonesia, Menurut Bagir

Manan, suatu peraturan tertulis harus memuat 3 unsur: 1) jelas dalam

perumusan; 2) konsisten dalam perumusannya baik secara internal peraturan

perundang-undangan tersebut dan secara eksternal harmonis dengan peraturan

perundang-undangan terkait; yang terakhir 3) penggunaan bahasa yang tepat

dan mudah dimengerti.21

dapat disimpulkan bahwa inkonsistensi yang ada

dalam peraturan perundang-undangan dapat menimbulkan kedilemaan

aplikasi hukum baik dari pemerintah, masyarakat, dan perusahaan yang

bersangkutan. sebagai negara yang berdaulat bebas, diharapkan kepada alat

pelengkap negara baik Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

untuk segera membentuk kepastian hukum yang harmonis baik secara vertikal

dan horizontal dalam kesatuan peraturan perundang-undangan yang mengatur

terkait kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan

yang bergerak dalam bidang pengeksploitasian sumber daya alam. Herlien

Budiono mengatakan bahwa kepastian hukum merupakan ciri yang tidak

dapat dipisahkan dari hukum, terutama norma hukum tertulis. Hukum tanpa

nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat dijadikan sebagai

pedoman prilaku bagi semua orang. Apeldorn pun juga mengatakan bahwa

kepastian hukum memiliki dua segi yaitu dapat ditentukannya hukum dalam

hal yang kongkret dan keamanan hukum. Hal ini berarti pihak yang mencari

keadilan ingin mengetahui apa yang menjadi hukum dalam suatu hal tertentu

sebelum ia memulai perkara dan perlindungan para pihak dalam

21

Bagir Manan, “Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi suatu Negara”, (Bandung:

Mandar Maju. 1995), h. 6

Page 93: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

82

kesewenangan hakim.22

Pun dengan adanya kepastian hukum yang mengatur

terkait hal ini nantinya akan tercipta hubungan yang harmonis baik dari

masyarakat daerah operasi pertambangan, pemerintah selaku pihak pengawas,

perusahaan beserta stakeholders dan shareholders.

Konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan

pertambangan mineral dan batubara di Indonesia yang terkenal memiliki

dampak yang sangat berpengaruh baik secara sosial dan lingkungan

membutuhkan landasan yang kuat untuk implementasinya, karena tanpa

landasan yang kuat akan sulit diharapkan membawa dampak yang positif bagi

masyarakat. Tanggung jawab sosial dan lingkungan atau dikenal dengan

Corporate Social Responsibility (CSR) sendiri memiliki pilar-pilar yang

mendasari pelaksanaannya. menurut Prince of Wales International Business

Forum, ada lima pilar aktivitas CSR, yaitu: 1)Building Human Capital, ini

berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan sumber daya

manusia yang handal, sedangkan secara eksternal perusahaan dituntut

melakukan pemberdayaan masyarakat; 2) Strengthening Economies,

perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di

lingkungannya miskin. Perusahaan harus memberdayakan ekonomi

sekitarnya; 3) Assesing Social Chesion, upaya untuk menjaga keharmonisan

dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik; 4)

Encouraging Good Governance, perusahaan dalam menjalankan bisnisnya

harus mengacu kepada good corporate governance; 5) protecting the

environment, perusahaan harus berupaya menjaga kelestarian lingkungan.

Sebagaimana yang terkonsep dalam teori hukum progresif bahwa

hukum tidak ada untuk dirinya sendiri melainkan seluruhnya untuk manusia

dan masyarakat, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia. Dalam hukum

progresif, pemikiran hukum yang benar adalah yang bertolak dari paradigma

“Hukum untuk Manusia”. Ujian terhadap keberhasilan suatu hukum adalah

kemampuan untuk membuktikan bahwa produk hukum itu berorientasi pada

22

A. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi berazaz keadilan dan Kepastian

Hukum, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2009), h. 8

Page 94: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

83

manusia, dengan cara melayani, mensejahterakan, dan membahagiakan umat

manusia. Dengan perkataan lain, hukum progresif lebih berorientasi kepada

substansi dari bentuk. Bentuk apapun seperti, struktur, sistem, dan peraturan

perundang-undangan serta regulasi tidak boleh menghambat arus menuju

substansi, dalam hal ini adalah terkait kesejahteraan dan kebahagiaan umat

manusia.23

Pada tujuannya hukum yang tercipta adalah untuk kebahagiaan

manusia. Undang-undang terbaru mengenai pengelolaan tanggung jawab

sosial dan lingkungan perusahaan pertambangan mineral dan batubara di

Indonesia diharapkan menjadi progresifitas berbisnis yang memberikan

manfaat tidak hanya bagi perusahaan yang mendapatkan profit, melainkan

masyarakat dan pemerintah baik pusat dan daerah dalam mencapai

pembangunan perekonomian yang progresif.

Rancangan mengenai Undang-Undang yang mengatur perihal

tanggung jawab sosial dan lingkungan pun kerap dibahas sejak tahun 2009,

hingga pada Juli 2016 dibentuk naskah akademik mengenai Rancangan

Undang-Undang Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan Perusahaan. Namun

hingga saat ini undang-undang yang dicita-citakan tersebut belumlah

terealisasi. Rancangan Undang-Undang tersebut diharapkan dapat menjawab

segala kegelisahan yang ada terkait dengan ketentuan tanggung jawab sosial

dan lingkungan di Indonesia yang masih simpang-siur dan terdapat

disharmonisasi istilah dan konsep dalam peraturan perundang-undangan yang

ada selama ini. Di dalam Naskah akademik tersebut terkonsep mengenai

jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup pengaturan undang-undang.

Berkaitan dengan kategori program yang dapat dikenakan bagi setiap

perusahaan atau penanam modal disebutkan diantaranya, (1) Pengembangan

masyarakat; (2) Pelestarian Lingkungan Hidup; (3) Pembinaan

kewirausahaan. Ketiga komponen tersebut menjadi wacana terkait aspek

23

Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif berhadapan dengan kemapanan, “dalam Jurnal

Hukum Profresif, Volume: 4/Nomor1/April 2008, (Semarang: Program Doktor Ilmu Hukum

Universitas Diponegoro, 2008), h.2

Page 95: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

84

program tanggung jawab sosial dan lingkungan yang akna dicantumkan

dalam rancangan undang-undang tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Agar program tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahan

tambang mineral dan batubara dapat berjalan efektif, berkelanjutan, serta

memberi dampak yang bermanfaat bagi pembangunan perekonomian negara

serta kesejahteraan masyarakat, maka pelaksanaannya harus didukung dengan

kolaborasi yang baik dari pemerintah, masyarakat, serta korporasi yang

bersangkutan. Yang terpenting agar implementasinya dapat berjalan dengan

baik serta memberikan manfaat sesuai dengan konsep Triple Bottom Line

(profit, people, planet), maka diharapkan kepada pemerintah beserta DPR

agar dapat menciptakan aturan yang lebih kongkrit, spesifik, serta dapat

menyempurnakan aturan-aturan sebelumnya yang notabenya masih simpang

siur serta menyebabkan kegalauan bagi pihak-pihak terkait dan cenderung

diabaikan oleh korporasi yang bersangkutan untuk dapat memberikan

kepastian hukum yang dapat menjamin keadilan bagi semua elemen baik itu

pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Peraturan hukum yang progresif

tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan pertambangan

mineral dan batubara dalam suatu undang-undang khusus yang memuat

prinsip hukum, prosedur implementasi, pengawasan, sistem

pertanggungjawaban secara paripurna diharapkan agar segera terealisasi

dalam tujuannya dapat memberikan kepastian hukum yang kongkrit.

B. Akibat Hukum bagi Perusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara

yang tidak melaksanakan ketentuan Prinsip Hukum Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan di Indonesia

Hukum yang baik adalah hukum yang bersifat represif serta preventif

bagi maslahah umat manusia. Sifat preventif hukum diupayakan agarnya

mencegah kemungkinan hal buruk yang akan terjadi atau mencegah

terjadinya sengketa, mengarahkan tindakan pemerintah agar lebih hati-hati

dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi. Kemudian perlindungan

hukum represif diupayakan agar bila pelanggaran atau suatu kejahatan yang

Page 96: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

85

menyebabkan kerugian terjadi, hukum dapat hadir dan cakap bertindak

sebagai tiang keadilan bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.24

Dalam aspek hukum ini, sesuai dengan harmonisasi peraturan

perundang-undangan, peneliti tidak menemukan sanksi yang tegas terkait

dengan pelanggaran kewajiban CSR bagi setiap korporasi yang bergerak

dalam bidang eksplorasi sumber daya alam yang notabennya diketahui

bersifat wajib. Sesuatu tersebut diwajibkan sebab dalam kegiatan bisnis

eksplorasi tambang mineral dan batubara memberikan dampak yang sangat

berbahaya baik secara lingkungan dan sosial. namun yang dikhawatirkan bila

tidak adanya sanksi yang bersifat represif serta preventif untuk

menanggulangi hal ini, maka akan lalainya korporasi-korporasi yang bergerak

di bidang pertambangan mineral dan batubara dengan kepeduliannya serta

kewajibannya terhadap sosial dan lingkungan.

Upaya penegakan hukum yang tercipta dengan baik memungkinkan

hukum tersebut akan berlaku secara progresif membina masyarakat hukum

agar terciptanya keadilan dan kesejahteraan rakyat. Agar hukum dapat

berlaku secara progresif maka diperlukan kepastian hukum yang kongkrit

dalam mengatur permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Herlien

Budiono mengatakan bahwa kepastian hukum merupakan ciri yang tidak

dapat dipisahkan dari hukum, terutama norma hukum tertulis. Hukum tanpa

nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat dijadikan sebagai

pedoman prilaku bagi semua orang.25

Dalam proses penelitian, peneliti

berusaha membedah beberapa undang-undang serta peraturan yang ada di

bawahnya terkait prinsip tanggung jawab sosial-lingkungan yang berlaku bagi

perusahan tambang mineral dan batubara, hasil penelitian menemukan bahwa

akibat hukum bagi setiap korporasi yang tidak menjalankan kewajibannya di

bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam operasi pertambangan

24

Luthfi Febryka Nola, Upaya Perlindungan Hukum secara Terpadu bagi Tenaga Kerja

Indonesia (TKI), (Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2016), h.40

25

25 A. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi berazaz keadilan dan Kepastian

Hukum, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2009), h. 36

Page 97: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

86

mineral dan batubara berupa sanksi adminstratif yang ditemukan di dalam

beberapa ketentuan yang berlaku di Indonesia. Beberapa ketentuan tersebut

adalah sebagai berikut:

Konsekuensi dari perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban

CSR tersebut kemudian dijelaskan di dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yang berbunyi sebagai berikut:

“Badan Usaha atau perseorangan sebagaimana disebutkan ketentuannya

dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi adminstratif berupa”: Peringatan tertulis,

Pembatasan kegiatan usaha, Pembekuan kegiatan usaha dan/ atau fasilitas

penanaman modal, Pencabutan kegiatan usaha dan/ atau fasilitas penanaman

modal.

Kemudian di dalam Pasal 74 Ayat (3) Undang-Undang Perseroan

Terbatas disebutkan bahwa, “Perseroan yang tidak melaksanakan

kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni mengenai tanggung

jawab sosial dan lingkungan, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan”. Sanksi tersebut kemudian akan dijelaskan

dalam peraturan pemerintah sebagai turunan dari undang-undang ini.

Pasal 87 Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai payung hukum

dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia berbunyi sebagai berikut:

“Setiap pertanggungjawaban usaha dan/ atau kegiatan yang

melakukan perbuatan melanggar hukum baerupa pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang

lain atau Lingkungan Hidup wajib membayar ganti rugi dan/ atau

melakukan tindakan tertentu”.

Sanksi tersebut diberikan pada kegiatan yang secara potensial dapat

menimbulkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup serta

pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatanya.

Dalam ketentuan ini dapat ditarik pernyataan bila suatu korporasi tambang

melalaikan tanggung jawab terhadap lingkungan terlebih menyebabkan

kerusakan lingkungan dalam kegiatan operasinya serta bertindak boros dalam

pengeksplorasian tambang mineral dan batubara, maka korporat yang

bersangkutan dikenakan sanksi berupa ganti rugi sebagai akibat hukumnya.

Page 98: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

87

Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum

lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan

membayar ganti rugi, pencemar dan/ atau perusak lingkungan hidup dapat

pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan tertentu, misalnya

perintah untuk: Memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah

sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan,

Memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/ atau, Menghilangkan atau

memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/ atau perusakan

lingkungan hidup

Ditemukan adanya ketentuan sanksi ataupun Punishment di dalam

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan. bahwa: “Perseroan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 3 yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”. Dalam peraturan tersebut tidak dijelaskan sanksi seperti apa yang

dapat dikenakan bagi setiap korporasi yang tidak menjalankan kewajibannya

terkait dengan tanggung jawab sosial lingkungan. Pasalnya peraturan

pemerintah ini adalah payung hukum dari pelaksanaan tanggung jawab sosial

dan lingkungan di Indonesia. Namun soal prosedur pelaksanaan, PP tersebut

tidak merinci secara khusus akibat hukum perusahaan yang melalaikan

kewajibannya dalam CSR. Pasal tersebut dilanjutkan reward ataupun

penghargaan bagi setiap korporasi yang melaksanakan tanggung jawab sosial

dan lingkungan ini. ketentuan tersebut ditentukan di dalam Pasal 8 Ayat (2),

yang berbunyi sebagai berikut: “Perseroan yang telah berperan serta

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat diberikan penghargaan oleh instansi yang berwenang”.

Kemudian terkait sanksi, di dalam Pasal 50 Ayat (5) Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah

Pertambangan yang baik. Disebutkan sanksi adminstratif yang dapat

dikenakan kepada korporasi yang bersangkutan. di dalam klausula tersebut

disebutkan bahwasanya: “Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk

Page 99: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

88

pengolahan dan/ atau pemurnian yang tidak mematuhi atau melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf (f) dikenakan sanksi

adminstratif”. keterangan mengenai Sanksi adminstratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) disebutkan di dalam ayat 8.

Sanksi tersebut berupa: Peringatan tertulis, Penghentian sementara sebagian

atau seluruh kegiatan usaha, dan/ atau Pencabutan izin.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sanksi yang berlaku bagi

ketentuan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tambang mineral

dan batubara di Indonesia hanya berupa sanksi adminstratif. Diketahui

bahwasannya dalam instrumen penegakan hukum ada 3 (tiga) unsur yaitu

adanya sanksi adminstratif, pidana, dan perdata. dengan memenuhi 3 unsur

tersebut maka akan hadirnya kepastian hukum yang kemudian dapat disertai

penegakan hukum (Law Enforcement) yang baik sesuai dengan kaidah

peraturan perundang-undangan. Agar suatu norma perundang-undangan dapat

dipatuhi oleh setiap elemen, maka di dalam suatu norma biasanya diadakan

sanksi atau penguat. Sanksi tersebut bersifat negatif bagi setiap pelanggarnya

dan bersifat positif bagi pihak yang mematuhinya. Menurut Peneliti, akibat

hukum terkait kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan terkhusus

bagi perusahaan tambang mineral dan batubara belum memenuhi instrumen

penegakan hukum yang baik. Sanksi bagi ketentuan ini agar dilengkapi baik

secara perdata maupun pidana. Dalam hal perdata perlu diberlakukan sanksi

sebab acapkali terjadi peristiwa yang merugikan masyarakat akibat kegiatan

eksplorasi tambang dan mineral. sehingga lewat ketentuan perdata, pihak

yang dirugikan dapat melakukan gugatan sesuai dengan prosedur hukum yang

berlaku. kemudian terkait ketentuan pidana, maka dalam hal ini peneliti

mengharapkan agar dimasukannya sanksi yang bersifat pidana dalam klausula

undang-undang terkait, sebab seringkali operasi ini menimbulkan

pelanggaran dan kejahatan baik secara sosial dan lingkungan. Dengan adanya

pengenaan sanksi pidana dalam konteks ini, maka dapat memberikan daya

paksa yang kuat agar norma ini dapat ditaati dengan baik serta memberikan

efek jera bagi perusahaan yang melanggar ketentuan ini.

Page 100: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

89

Efek atau akibat dari kegiatan eksplorasi pertambangan dan mineral

cenderung berdampak negatif seperti meningkatnya ancaman tanah longsor,

kerusakan lingkungan, sengketa agraria masyarakat adat, serta gangguan

kesehatan masyarakat setempat maka perlunya dipersiapkan sanksi perdata

atau penegakan hukum melalui instrumen hukum perdata. Instrumen sanksi

hukum perdata tersebut berlaku untuk setiap perbuatan atau tindakan perdata

yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan terhadap pihak lain, maka

pihak yang bersangkutan dapat mengganti kerugian sebagai akibat dari

perbuatannya itu. Jadi fokus pada sanksi perdata dalam hal ini adalah tuntutan

pembayaran ganti kerugian.26

Kemudian berkenaan dengan sanksi pidana, agar ketentuan hukum

dalam konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahan tambang

mineral dan batubara di Indonesia bersifat represif dalam hakikatnya dapat

menjadi perlindungan hukum dari pelanggaran ataupun kemungkinan

kejahatan yang dapat terjadi dalam kegiatan eksplorasi tambang, seperti

pencemaran limbah maka diperlukan sanksi pidana. Dalam penegakan hukum

lingkungan, menurut Loebby Loqman, apabila suatu korporasi melakukan

tindak pidana berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup maka ada

tiga kemungkinan yang dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya,

kemungkinan pertama manusianya, kemungkinan kedua korporasi (badan

hukum), kemungkinan ketiga kedua-duanya27

. Adapun hukuman pidananya

dijatuhkan secara kumulatif, yaitu pidana penjara bagi pengurusnya yang

bertanggung jawab, dan pidana denda dijatuhkan kepada perusahaan.

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi yang luar

biasa untuk menjadi negara yang paling maju dan makmur di dunia. potensi

itupun dapat kita lihat dari kekayaan alam yang berlimpah yang tersebar pada

puluhan ribu pulau di seluruh nusantara. Tentunya pembangunan

26

Sodikin, “Diktat Hukum Lingkungan”, (Jakarta: Fakultas Hukum Muhammadiyah Jakarta,

2014), h. 85-86

27 Loebby Loqman, “Pertanggungjawaban Pidana bagi Korporasi dalam Tindak Pidana

Hukum Lingkungan, Makalah”, (Jakarta: Univ. Pancasila, 1991), h. 19

Page 101: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

90

perekonomian yang adil dan makmur dapat terealisasi dengan maksimal

ketika pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia tersistemasi dalam

prosedural hukum yang memiliki kepastian hukum yang dapat mewadahi para

pelaku bisnis, pemerintah, dan masyarakat. Dalam hal ini diharapkan kepada

produser legislasi yakni Pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat untuk

menciptakan produk hukum khusus yang dapat memberikan kepastian hukum

dalam berbisnis pertambangan di Indonesia terkhusus mengenai spesifikasi

konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sebab masuknya konsep

Corporate Social Responsibility dalam bisnis pertambangan mineral dan

batubara akan membawa berkah perubahan tidak hanya bagi perusahaan,

tetapi juga bagi stakeholders (pemangku kepentingan), lingkungan, dan

masyarakat bila disertai dengan undang-undang yang dinamis dan progresif.

Page 102: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah dan analisis yang telah dipaparkan

pada bab sebelumnya, maka ditemukan kesimpulan dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Berdasarkan harmonisasi peraturan tersebut baik secara vertikal dan

horizontal, tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban

bagi perusahaan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, sebab

perusahaan tambang mineral dan batubara merupakan salah satu

perusahaan yang bergerak dalam pemanfaatan sumber daya alam. Peneliti

mengkritisi inkosisten yang terjadi pada ketentuan-ketentuan tanggung

jawab sosial-lingkungan yang dalam hal ini berobjek pada perusahaan

tambang mineral dan batubara yang mana ketentuan tersebut tersebar

dalam 4 undang-undang yakni: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal, Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara beserta turunan undang-undang tersebut yakni: Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010

Tentang Reklamasi Pasca Tambang, Peraturan Pemerintah Nomor 47

Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah

Pertambangan yang baik. Tersebarnya Inkosisten yang terjadi tersebut

menimbulkan simpang- siur atapun dilema dalam penerapan konsep

tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia.

2. Akibat hukum bagi setiap korporasi yang tidak menjalankan

kewajibannya di bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam

Page 103: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

92

operasi pertambangan mineral dan batubara berupa sanksi adminstratif

yang ditemukan di dalam beberapa ketentuan yang berlaku di Indonesia.

Beberapa ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 34 Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Pasal 74 Ayat

(3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,

Pasal 87 undang-undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 47

Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, Pasal 50

Ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018 Tentang

Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang baik. Sanksi adminstratif tersebut

berupa: Peringatan tertulis, Penghentian sementara sebagian atau seluruh

kegiatan usaha, dan/ atau Pencabutan izin. Dapat diketahui bahwasannya

dalam instrumen penegakan hukum diketahui 3 (tiga) unsur yaitu adanya

sanksi adminstratif, pidana, dan perdata. dengan memenuhinya 3 unsur

tersebut maka akan hadirnya kepastian hukum yang kemudian dapat

disertai penegakan hukum yang baik sesuai dengan kaidah peraturan

perundang-undangan. Menurut Peneliti, akibat hukum terkait kewajiban

tanggung jawab sosial dan lingkungan terkhusus bagi perusahaan tambang

mineral dan batubara belum memenuhi instrumen penegakan hukum

sempurna. Sanksi bagi ketentuan ini agar dilengkapi baik secara perdata

maupun pidana. Dalam hal perdata perlu diberlakukan sanksi sebab

acapkali terjadi peristiwa yang merugikan masyarakat akibat kegiatan

eksplorasi tambang dan mineral. sehingga lewat ketentuan perdata, pihak

yang dirugikan dapat melakukan gugatan sesuai dengan prosedur hukum

yang berlaku. Kemudian dengan adanya pengenaan sanksi pidana dalam

konteks ini, maka dapat memberikan daya paksa yang kuat agar norma ini

dapat ditaati dengan baik serta memberikan efek jera bagi perusahaan yang

melanggar ketentuan ini.

Page 104: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

93

B. Rekomendasi

Rekomendasi dan saran yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengingat pentingnya tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk

kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan hidup, maka

diperlukan suatu undang-undang yang mengatur secara komprehensif

perihal tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam sebuah

undang-undang sehingga akan memberikan kepastian hukum baik untuk

pemerintah, perusahaan selaku pelaku bisnis, dan masyarakat sekitar

perusahaan

2. Kampanye atau Sosialisasi secara berkelanjutan perlu dilakukan oleh

Kementerian Sosial tentang kewajiban tanggung jawab sosial dan

lingkungan terkait perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam di

Indonesia terkhusus operasi tambang mineral dan batubara di Indonesia

secara spesifik dan masiv sebab masih banyaknya korporasi yang

mengabaikan kewajiban ini

3. Dalam aturan hukum yang terbaru nantinya, agar dibentuk secara progresif

memenuhi sanksi yang tegas sesuai 3 (tiga) instrumen penegakan hukum

baik secara adminstratif, perdata, maupun pidana. lewat ketentuan perdata,

pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan sesuai dengan prosedur

hukum yang berlaku. Kemudian, dimasukannya sanksi yang bersifat

pidana dalam klausula undang-undang terkait, sebab seringkali operasi ini

menimbulkan pelanggaran dan kejahatan baik secara sosial dan

lingkungan.

4. Agar program tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahan tambang

mineral dan batubara dapat berjalan efektif, berkelanjutan, serta memberi

dampak yang bermanfaat bagi pembangunan perekonomian negara serta

kesejahteraan masyarakat, maka pelaksanaannya harus didukung dengan

kolaborasi yang baik dari pemerintah, masyarakat, serta korporasi yang

bersangkutan.

Page 105: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

94

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arisaputra, Muhammad ilham. Reforma agraria di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika. 2015

Azheri, Busyra dan Isa Wahyudi. Corporate Social Responsibility. Malang: In-

Trans Publishing, 2008

Coutrier,. P.L. Hak Penguasaan Negara atas Bahan Galian Pertambangan

dalam perspektif Otonomi Daerah. Makasar. 2001

Daniri, M. A. Good Corporate Governance: Konsep dan penerapannya dalam

konteks Indonesia, cet I,. Jakarta:Ray Indonesia. 2006

Maria Farida. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya”.

Yogyakarta: Kanisius. 2007.

Fauzi, Akhmad. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Mineral: Teori dan aplikasi.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2006

Friedman, W. legal theory. London: stevens & sons limited. 1960

Fuady, Munir.Bisnis Kotor:Anatomi Kejahatan Kerah Putih. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti. 2004

Hantoro, Noviant. M. Bagian Pertama Hukum tata negara/ Hukum Konstitusi.

Jakarta: Peneliti Madya bidang Hukum Tata Negara. 2015

Hasan, A. Madjedi. Kontrak Minyak dan Gas Bumi berazaz keadilan dan

Kepastian Hukum. Jakarta: Fikahati Aneska. 2009

HS, Salim. Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara.Jakarta: Sinar Grafika.

2014

Hijmans, I.H. dalam Het Recht der werrkelijkheid, dalam Herlien Budiono, Asas

Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia- Hukum perjanjian

berdasarkan asas-asas Wigati Indonesia. Bandung: Aditya Bakti. 2006

Loqman, Loebby. Pertanggungjawaban Pidana bagi Korporasi dalam Tindak

Pidana Hukum Lingkungan, Makalah. Jakarta. Univ. Pancasila. 1991

Mamudji, Sri. et. Al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Indonesia. 2005

Manan, Bagir. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi suatu Negara.

Bandung: Mandar Maju. 1995

Marzuki, P.M. Penulisan Hukum. Jakarta: Kencana. 2010

Page 106: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

95

Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk-

Bentuk Perusahaan. Jakarta:Djambatan.1999

Putra, Dedi K. S. Komunikasi CSR Politik. Jakarta:Prenadamedia Grup. 2015

Rahardjo,Satjipto. Hukum Progresif berhadapan dengan kemapanan, “dalam

Jurnal Hukum Profresif, Volume: 4/Nomor1/April 2008. Semarang:

Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro. 2008

Rahardjo, Satjipto. Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta:

Genta Publishing. 2009

Rato, Dosminikus. Filsafat Hukum mencari dan memahami hukum.Yogyakarta:

PT. Presindo.2010

Ridho, Ali. Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Perseroan dan Perkumpulan

Koperasi, Yayasan, Wakaf.Bandung: Alumni.1986

Rudito, B, Melia Famiola. CSR (Corporate Social Responsibility).

Bandung:Penerbit Rekayasa Sains. 2013

Sanusi, Bachrawi. Sistem Ekonomi: suatu pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2000

Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press

Soerjono, Abdurrahman, H. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:Rineka Cipta.

2003

Soemitro, Ronny Hanitjo. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia. 1990

Soewardi, Herman. Koperasi: suatu kumpulan makalah.Bandung: Ikopin. 1989

Solihin, Ismail. Corporate Social Responsibility: from Charity to Sustainability.

Jakarta:Salemba Empat. 2009

Suhartana. L. W. P, Zainal Asikin. Pengantar Hukum Perusahaan. Jakarta:

Kencana. 2016

Sutedi, Adrian. Hukum Pertambangan Cet- 1.Jakarta: Sinar Grafika. 2011

Taufani, G, Suteki. Metode Penelitian Hukum (filsafat, teori, dan praktis). Depok:

PT Raja Grafindo Persada. 2018

Usman,Rachmadi. Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas.Bandung:

PT. Alumni. 2004

Page 107: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

96

JURNAL

Dewi, Dahlia Kusuma dkk. “Izin Lingkungan dalam Kaitannya Dengan

Penegakan Adminstrasi Lingkungan Dan Pidana Lingkungan Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Medan: Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. 2014.

Hasyir, Dede Abdul. Perencanaan CSR pada Perusahaan Pertambangan

Kebutuhan untuk terlaksananya Tanggung Jawab Sosial yang Terintegrasi

dan Komprehensif. Bandung: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen

Akuntansi, Universitas Padjajaran. 2016

Salinding, Marthen B, Marthin, dkk. “Implementasi Prinsip Corporate Social

Responsibility (CSR) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas”. Tarakan: Fakultas Hukum Universitas

Borneo Tarakan. 2017.

Nola, Luthfi Febryka. Upaya Perlindungan Hukum secara Terpadu bagi Tenaga

Kerja Indonesia (TKI). Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.

2016

Ruslina, Elli. Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembangunan

Hukum Ekonomi Indonesia. Bandung: Fakultas Hukum Universitas

Pasundan. 2012

Sodikin. “Diktat Hukum Lingkungan”. Jakarta: Fakultas Hukum Muhammadiyah

Jakarta 2014

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang pokok-pokok pertambangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu

Bara

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009

Page 108: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

97

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah

Pertambangan yang baik.

INTERNET

A.F. Elly Erawaty. “Persoalan Hukum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Perseroan Dalam Perundang-Undangan Ekonomi Di Indonesia”.

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-pedata/847-persoalan-hukum-

seputar-tanggung-jawab-sosial-dan-lingkungan-perseroan-dalam-

perundang-undangan-ekonomi-indonesia.html, Diakses pada Tanggal 30

November 2019. Pukul 06:58.

Dinasih, Charisma Rahma. “inilah wajah pertambangan Indonesia”.

http://www.hijauku.com/2014/08/26/inilah-wajah-pertambangan-indonesia/,

diakses pada tanggal 28 Mei 2019. pukul 23:30.

Fachrizal, Andi. “Tersedot ke Perusahaan, Lahan Buat Warga Kalbar Tersisa 700

Ribu Hektar”. https://www.mongabay.co.id/2013/05/24/tersedot-ke-

perusahaan-lahan-buat-warga-kalbar-tersisa-700-ribu-hektar/. diakses pada

tanggal 21 Oktober 2019. pukul: 18:01

Haque, Aisya Morina. “Penerapan Aspek 3P (Profit, People, Planet) Usaha

Menjaga Suistainability Perusahaan Pertambangan”.

\http://morinahaque.blogspot.com/2016/01/penerapan-aspek-3p-profit-

planet-people.html, Diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019. Pukul: 10:48

WIB

Hutomo, Dimas. “Kewajiban Perusahaan Tambang Melakukan CSR”.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5c468d7988077/kewaji

ban-perusahaan-tambang-melaksanakan-csr/. Diakses pada Tanggal 30

November 2019. Pukul: 07:49.

Page 109: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · undangan, kemudian diklasifikasikan untuk selanjutnya dianalisis

98

Saturi, Sapariah. “Warga Sekitar Newmont yang Kehilangan Hutan Dan Hidup

Dalam Kemiskinan. https://www.mongabay.co.id/2013/08/26/warga-

sekitar-newmont-yang-kehilangan-hutan-dan-hidup-dalam-kemiskinan/.

Diakses pada Tanggal 21 Oktober 2019. Pukul: 23:01 WIB

Saturi, Sapariah. “Weda Bay Nickel, Berkonflik dengan Masyarakat Adat, Hutan

Lindung pun Terancam”. https://www.mongabay.co.id/2013/06/07/weda-

bay-nickel-berkonflik-dengan-masyarakat-adat-hutan-lindung-pun-

terancam/. Diakses pada Tanggal 21 Oktober 2019. Pukul: 18:01 WIB.

Setiawan, Dicky dan Agus Triyono."DPR Siapkan UU soal CSR, Perusahaan

Akan Dibebankan 2 Persen hingga 3 Persen".

https://nasional.kompas.com/read/2016/04/25/09114111/DPR.Siapkan.UU.s

oal.CSR.Perusahaan.Akan.Dibebankan.2.Persen.hingga.3.Persen?page=all.,

Diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019. Pukul: 17 :10

Soamole, Sarti Wanda. “Pengelolaan Good Minning Practice pada Pengelolaan

Limbah Tambang”.

https://www.kompasiana.com/sartiwandas6347/5db04019097f361cee62df2

2/penerapan-good-mining-practice-pada-pengelolaan-limbah-

tambang?page=all. Diakses pada Tanggal 30 November 2019. Pukul 12:22

WIB.

Suprapto, Sabtanto Joko. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek

Konservasi Bahan Galian.

http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i

d=609&It. Diakses pada Tanggal 30 Oktober 2019. Pukul 11:26 WIB

Tobing, Letezia. “Aturan-aturan Hukum Corporate Social Responsibility”.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52716870e6a0f/aturan-

aturan-hukum-corporate-social-responsibility/. Diakses pada Tanggal 23

Oktober 2019. Pukul 14:45 WIB