Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
INTEGRASI GERAKAN SAEMAULDAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
IMPLEMENTASI PROGRAM SAEMAUL DI DESA PONJONGKABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TESISUntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Kepemerintahan Desa
oleh:SRI PURWANI
14610007
PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHANSEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTASEPTEMBER 2018
INTEGRASI GERAKAN SAEMAULDAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
IMPLEMENTASI PROGRAM SAEMAUL DI DESA PONJONGKABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TESISUntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Kepemerintahan Desa
oleh:SRI PURWANI
14610007
PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHANSEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTASEPTEMBER 2018
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Sri Purwani
Nomor Mahasiswa : 14610007
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul INTEGRASI
GERAKAN SAEMAUL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA,
Implementasi Program Saemaul di Desa Ponjong Kabupaten Gunungkidul
Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam tesis tersebut telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang
saya peroleh dari tesis tersebut.
Yogyakarta, 25 September 2018
Yang Membuat Pernyataan,
Sri Purwani
ii
PENGESAHAN
TESIS
INTEGRASI GERAKAN SAEMAULDAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
IMPLEMENTASI PROGRAM SAEMAUL DI DESA PONJONGKABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
oleh:
SRI PURWANI14610007
Disahkan oleh Tim Penguji
Pada tanggal 8 Oktober 2018
Susunan Tim Penguji
Pembimbing (Ketua Tim Penguji)
Dr. R. Widodo Triputro ....................................... .......................................
P e n g u j i I
Dr. Supardal, M.Si. ....................................... .......................................
P e n g u j i II
Fadjarini Sulistyowati, S.IP.,M.Si. ....................................... .......................................
Yogyakarta, 8Oktober 2018
Mengetahui
Direktur Program MagisterIlmu Pemerintahan
Dr. R. Widodo Triputro
ii
PENGESAHAN
TESIS
INTEGRASI GERAKAN SAEMAULDAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
IMPLEMENTASI PROGRAM SAEMAUL DI DESA PONJONGKABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
oleh:
SRI PURWANI14610007
Disahkan oleh Tim Penguji
Pada tanggal 8 Oktober 2018
Susunan Tim Penguji
Pembimbing (Ketua Tim Penguji)
Dr. R. Widodo Triputro ....................................... .......................................
P e n g u j i I
Dr. Supardal, M.Si. ....................................... .......................................
P e n g u j i II
Fadjarini Sulistyowati, S.IP.,M.Si. ....................................... .......................................
Yogyakarta, 8Oktober 2018
Mengetahui
Direktur Program MagisterIlmu Pemerintahan
Dr. R. Widodo Triputro
ii
PENGESAHAN
TESIS
INTEGRASI GERAKAN SAEMAULDAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
IMPLEMENTASI PROGRAM SAEMAUL DI DESA PONJONGKABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
oleh:
SRI PURWANI14610007
Disahkan oleh Tim Penguji
Pada tanggal 8 Oktober 2018
Susunan Tim Penguji
Pembimbing (Ketua Tim Penguji)
Dr. R. Widodo Triputro ....................................... .......................................
P e n g u j i I
Dr. Supardal, M.Si. ....................................... .......................................
P e n g u j i II
Fadjarini Sulistyowati, S.IP.,M.Si. ....................................... .......................................
Yogyakarta, 8Oktober 2018
Mengetahui
Direktur Program MagisterIlmu Pemerintahan
Dr. R. Widodo Triputro
vii
PERSEMBAHAN
Tesis ini Kupersembahkan untuk :
1. INDONESIAKU, semoga semakin kuat dan menjadi negara dan
bangsa yang bersatu, damai, punya daya saing dan daya juang
tanpa meninggalkan martabatnya sebagai bangsa yang berbudaya
dan bhinneka.
2. Keluarga tercinta, Bapak-Ibu Ngadiman Sastrodihardjo, mbak
Christiana Siti Alimah dan mbak Sunarrjati yang telah damai
bersamaNya dan menjadi pendoa kami di surga. Love You.
3. Semua kakak dan keponakan atas dorongan semangat dan
guyonan yang penuh cinta. Kalian memang luar biasa.
4. Rm. Antonius Wahadi, terima kasih karena selalu sabar dan tidak
pernah bosan mengingatkan serta memberi motivasi untuk
segera menyelesaikan tulisan ini. Sehat selalu dan Berkah Dalem.
iv
KATA PENGANTAR
Dipenuhi dengan rasa syukur kepada Tuhan yang Luar Biasa dan penuh
karunia, maka penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: INTEGRASI
GERAKAN SAEMAUL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT,
Implementasi Program Saemaul di Desa Ponjong Kecamatan Ponjong Kabupaten
Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk memenuhi sebagian
persyaratan mencapai derajat Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan,
Konsentrasi Kepemerintahan Desa di STPMD “APMD” Yogyakarta.
Undang-Undang Desa No 6/2014 telah mewujudkan desa menjadi sebuah
entitas yang berdaulat dan bermartabat, maka Gerakan Saemaul hadir di Desa
Ponjong untuk menghidupkan kembali modal sosial dan kerelawanan masyarakat
melalui tiga spirit utama: kerja keras, gotong royong dan mandiri yang melibatkan
berbagai sektor, aktor dan faktor.
Sebagai tanda ucapan syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Direktur dan seluruh jajaran kampus STPMD “APMD”, dosen pembimbing serta
semua pihak yang turut membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. R. Widodo Triputro, selaku dosen pembimbing yang dengan
kesabaran telah memberikan dorongan dan catatan kritis untuk perbaikan
dan penyelesaian penelitian.
2. Bapak Dr. Supardal, M.Si. selaku dosen penguji I dan Ibu Fajdarini
Sulistyowati, S.IP., M.Si. selaku dosen penguji II yang memberikan
v
tanggapan maupun masukan sehingga tesis ini menjadi sebuah kajian yang
semakin bisa dipertanggungjawabkan.
3. Bapak Dr. E.W. Tri Nugroho, dosen yang telah memberikan catatan kritis
untuk perbaikan akhir penelitian ini.
4. Bagian Administrasi Program Magister Ilmu Pemerintahan STPMD
“APMD” Yogyakarta.
5. Pemerintah Desa Ponjong, yang selalu terbuka memberikan berbagai
informasi tentang program Saemaul.
6. Yayasan Penabulu Alliance – Desa Lestari, tempat diskusi dan saling
mengembangkan ide dan metode.
7. Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia, yang telah menjadi mitra sampai
dengan program tahun ke-3 di Desa Ponjong.
8. Para informan, sumber semua penjelasan dan informasi yang sangat luar
biasa, sehingga penelitian ini sangat berwarna.
9. Teman-Teman Angkatan 13 yang selalu memberi dukungan, sejak proses
awal hingga terselesaikannya karya penelitian ini. Kalian hebat. Juga semua
pihak yang telah memberikan motivasi, saran maupun kritik membangun.
Pada akhirnya, karya penelitian akan selalu bersifat on going, melahirkan sebuah
fenomena baru dan ide-ide baru yang bermanfaat bagi generasi selanjutnya.
Yogyakarta, 25 September 2018
Hormat Kami
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
MOTTO .................................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
DAFTAR GRAFIK ................................................................................ xv
DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN .................................................... xvi
INTISARI ............................................................................................... xix
ABSTRACT ........................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................. 1
B. FOKUS PENELITIAN ................................................................. 17
C. PERUMUSAN MASALAH ......................................................... 17
D. TUJUAN PENELITIAN ............................................................... 17
E. MANFAAT PENELITIAN .......................................................... 18
ix
1. Pemerintah Desa Ponjong Kabupaten Gunungkidul ............ 18
2. Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia .............................. 18
3. Peneliti .................................................................................. 19
F. KERANGKA KONSEPTUAL .................................................... 19
1. Pemberdayaan Masyarakat ................................................... 19
2. Pemberdayaan Masyarakat Desa .......................................... 23
3. Gerakan Saemaul .................................................................. 26
G. METODE PENELITIAN ............................................................. 34
1. Jenis Penelitian ..................................................................... 34
2. Objek Penelitian ................................................................... 35
3. Lokasi Penelitian .................................................................. 35
4. Teknik Penentuan Informan ................................................. 36
5. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 36
6. Teknik Analisis Data ............................................................ 38
BAB II PROFIL DESA ....................................................................... 41
A. KONDISI DESA PONJONG ...................................................... 41
1. Letak Geografis dan Administratif ...................................... 41
2. Demografi ............................................................................. 43
B. PEMERINTAHAN DESA PONJONG ........................................ 61
1. Urusan Pemerintahan Desa .................................................. 62
2. Lembaga Kemasyarakatan Desa Lainnya ............................ 62
x
3. Pembagian Wilayah Desa ..................................................... 64
C. PROFIL SAEMAUL PROVINSI GYEONGSANGBUK-DO KOREA
SELATAN ..................................................................................... 65
1. Makna Gerakan Saemaul....................................................... 65
2. Konsep Tradisional Gerakan Saemaul .................................. 65
3. Signifikansi Gerakan Saemaul di Abad 21 ........................... 66
4. Pendekatan Gerakan Saemaul di Abad ke-21 ...................... 67
5. Globalisasi Saemaul Provinsi Gyeongsangbuk-Do ............... 69
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................. 74
A. DESKRIPSI INFORMAN ............................................................ 74
1. Komposisi Informan Berdasar Kelompok Umur .................. 74
2. Komposisi Informan Berdasar Jenis Pekerjaan .................... 75
3. Komposisi Informan Berdasar Jenis Pendidikan ................. 76
4. Komposisi Informan Berdasar Jenis Kelamin ...................... 77
B. PROSES MASUKNYA SAEMAUL DAN PEMILIHAN DESA
PONJONG MENJADI DESA PERCONTOHAN SAEMAUL .. . 79
C. TAHAPAN PEMBERDAYAAN GERAKAN SAEMAUL DI
DESA PONJONG ........................................................................ 89
1. Tahap penyadaran ................................................................. 92
2. Tahap Peningkatan Kapasitas ............................................... 100
3. Tahap Pemberdayaan Masyarakat Desa Ponjong ................. 108
xi
D. FAKTOR KENDALA DAN PENDUKUNG PROGRAM
SAEMAUL DI DESA PONJONG ............................................... 115
1. Kendala Pelaksanaan Program Saemaul .............................. 115
2. Faktor Pendukung Program Saemaul ................................... 125
E. CAPAIAN PERUBAHAN GERAKAN SAEMAUL
DI DESA PONJONG .................................................................... 132
F. KEBERLANJUTAN GERAKAN SAEMAUL MELALUI
INTEGRASI PROGRAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DESA ............................................................................................. 140
BAB IV PENUTUP .............................................................................. 146
A. KESIMPULAN ............................................................................. 146
B. SARAN ......................................................................................... . 148
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 150
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Perbedaan Makna Membangun Desa dan Desa Membangun 24
Tabel 2.1 Luas per Padukuhan .............................................................. 42
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Masing-Masing Padukuhan ..................... 43
Tabel 2.3 Kepadatan Penduduk Masing-Masing Padukuhan ............... 46
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............. 47
Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Berdasar Mata Pencaharian ...................... 49
Tabel 2.6 Penggunaan Lahan ................................................................. 51
Tabel 2.7 Komoditas Peternakan Tiap Padukuhan ................................ 56
Tabel 2.8 Komoditas Budidaya Ikan Air Tawar Tiap Padukuhan ........ 58
Tabel 2.9 Industri Rumah Tangga ......................................................... 59
Tabel 2.10 Fasilitas Perdagangan ............................................................ 61
Tabel 2.11 Daftar Padukuhan Desa Ponjong ........................................... 64
Tabel 2.12 Perubahan Pendekatan Geakan Saemaul ............................... 67
Tabel 2.13 Arah Program Yayasan Globalisasi Saemaul ........................ 71
Tabel 2.14 Pola Pelatihan Saemaul bagi Negara Penerima Manfaat
Dan Negara Lain ..................................................................... 73
Tabel 3.1 Peningkatan Pendapatan BUMDes Ponjong ......................... 81
Tabel 3.2 Fokus Jenis Pelatihan Program Saemaul di Desa Ponjong .... 101
xiii
Tabel 3.3 Prosentase dan Alokasi Penerima SHU BUMDes Ponjong 2017 109
Tabel 3.4 Kendala Program Saemaul di Desa Ponjong ......................... 122
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Peta Desa Ponjong ............................................................. 43
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Ponjong ................. 63
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Globalisasi Saemaul .......................... 70
Gambar 3.1 Awal Kerjasama Para Pihak .............................................. 86
Gambar 3.2 Mekanisme Proses Awal Program ..................................... 87
Gambar 3.3 Skema Pelaksanaan Program Saemaul .............................. 88
Gambar 3.4 Workshop Perencanaan Partisipatif ................................... 89
Gambar 3.5 Menentukan Fokus Kegiatan dalam Perencanaan
Partisipatif .......................................................................... 92
Gambar 3.6 Pemahaman Gerakan Saemaul dari Pemerintah
Gyeongsangbuk-Do Korea kepada Desa Lokasi Program.. 106
Gambar 3.7 Skema Pelibatan Stakeholders Strategis dalam Gerakan
Saemaul .............................................................................. 107
Gambar 3.8 Salah Satu Aktivitas KKN Korea di PAUD Ponjong ....... 112
Gambar 3.9 Ruang Lingkup Bidang Pemberdayaan Program Saemaul.. 114
Gambar 3.10 Faktor yang Menjadi Kendala Program Saemaul ............. 124
Gambar 3.11 Faktor Pendukung Program Saemaul ................................ 131
Gambar 3.12 Salah Satu Capaian Hasil Program Terbangunnya
Gedung Serbaguna sebagai Unit Usaha BUMDes ............ 137
Gambar 3.13 Kandang Sapi Komunal Capaian Hasil Program Saemaul.. 138
Gambar 3.14 Capaian Perubahan dalam Program Saemaul .................... 139
xv
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 2.1 Jumlah Penduduk Desa Ponjong .......................................... 45
Grafik 2.2 Jumlah Penduduk Berdasar Tingkat Pendidikan ................. 48
Grafik 2.3 Jumlah Penduduk Berdasar Mata Pencaharian .................... 50
Grafik 2.4 Komoditas Pertanian (Ton/Tahun) ...................................... 55
Grafik 2.5 Komoditas Peternakan ......................................................... 57
Grafik 2.6 Komoditas Perikanan ........................................................... 58
Grafik 3.1 Data Informan Berdasar Kelompok Umur ........................... 75
Geafik 3.2 Data Informan Berdasar Jenis Pekerjaan ............................. 76
Grafik 3.3 Data Informan Berdasar Tingkat Pendidikan ....................... 77
Grafik 3.4 Data Informan Berdasar Jenis Kelamin ............................... 78
Grafik 3.5 Perbandingan Perencanaan dan Pelaksanaan Program ........ 102
Grafik 3.6 Perbandingan Jenis Kegiatan Saemaul di Desa Ponjong ..... 105
xvi
DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN
APBDes : Anggaran Pembangunan dan Belanja Desa
AD/ART : Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
ADD : Alokasi Dana Desa
BKM Mandiri : Badan Keswadayaan Masyarakat Mandiri
BPD : Badan Permusyawaratan Desa
BPD : Bank Pembangunan Daerah
BPMPKB : Badan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan & Keluarga
Berencana
BRI : Bank Rakyat Indonesia
BUKP : Badan Usaha Kredit Pedesaan
BUMDes : Badan Usaha Milik Desa
CSR : Coorporate Social Responsibility
CU : Credit Union
DD : Dana Desa
DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta
G to G : Government to Government
Gapoktan : Gabungan Kelompok Tani
HOK : Hari Orang Kerja
IDT : Inpres Desa Tertinggal
IKK : Ibu Kota Kecamatan
IT : Informasi dan Teknologi
JALUT : Jalan Usaha Tani
KAUR : Kepala Urusan
xvii
Kemendes PDT: Kementerian Desa Program Daerah Tertinggal
KK : Kepala Keluarga
KKN : Kuliah Kerja Nyata
KUA : Kantor Urusan Agama
KWT : Kelompok Wanita Tani
LPMD : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat desa
LPMP : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Padukuhan
MOU : Memorandum of Understanding
NGO : Non Government Organization
OPD : Organisasi Perangkat Daerah
ORSOS : Organisasi Sosial
PADes : Pendapatan Asli Desa
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PKK : Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PNPM-MP : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan
POKTAN : Kelompok Petani
POSKESDES : Pos Kesehatan Desa
P3A : Perkumpulan Petani Pemakai Air
RAPBDes : Rencana Anggaran Pembangunan dan Belanja Desa
RKPDes : Rencana Kerja Pembangunan Desa
RPJMDes : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
SD : Sekolah Dasar
xviii
SDM : Sumber Daya Manusia
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
S1 : Strata 1
S2 : Strata 2
TPK : Tim Pengelola Kegiatan
UKM : Usaha Kecil Menengah
UPT : Unit Pelayanan Teknis
UU : Undang-Undang
YGSI : Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia
xix
INTISARI
Penelitian berjudul: “INTEGRASI GERAKAN SAEMAUL DANPEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA” ini dilakukan di Desa Ponjong,Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, bertujuan untuk menggambarkantahapan dan strategi gerakan Saemaul dalam proses pemberdayaan masyarakatdihubungkan dengan perencanaan pembangunan di Desa Ponjong. Memetakanbentuk perubahan yang terjadi di kelompok-kelompok masyarakat, lembaga desadan pemerintah desa dalam tradisi berdesa sesuai UU No 6/2014. Menemukandampak gerakan Saemaul dalam proses menumbuhkan kembali spirit kerelawanandan modal sosial masyarakat Desa Ponjong serta mengetahui kendala-kendalayang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat, terutama terkait dengan 4masalah penelitian di Desa Ponjong yakni: 1) Terbatasnya kapasitas sumberdayamanusia, 2) Konflik kepentingan sistem manajemen pengelolaan desa. 3)Minimnya sinergitas mekanisme fasilitasi dan monitoring implementasi regulasidan 4) Menipisnya modal sosial masyarakat pedesaan.
Penelitian dilaksanakan di Desa Ponjong, karena desa tersebut menjadidesa percontohan Gerakan Saemaul. Jenis penelitian yang digunakan deskriptifkualitatif, melalui metode wawancara, observasi dan studi dokumen denganjumlah informan sebanyak 12 orang terdiri dari unsur camat, pemerintah desa,pengelola BUMDes, Gapoktan, KWT, pengurus PKK, tokoh masyarakat danpendamping program Saemaul. Jumlah dan unsur tersebut dipilih berdasarkankebutuhan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan. Teknik analisis datadilakukan dengan menyusun kajian data dalam bentuk konsep dan proposisimaupun interpretasi dan kesimpulan atas proses penelitian.
Pemberdayaan masyarakat di Desa Ponjong sudah banyak dilakukanmelalui berbagai program namun masih berjalan secara sektoral, bersifat proyekdan dorongan perubahan tidak dilakukan secara integratif. Oleh karena itu, darisisi pembangunan fisik berubah, namun masyarakat desa menjadi kehilanganmodal serta kerelawanan sosial. Strategi Gerakan Saemaul dalam prosespemberdayaan masyarakat ini menggabungkan 3 spirit perubahan utama yaitu:kerja keras, gotong royong dan kemandirian melalui 3 fokus kegiatan utama :Environment Improvement yaitu perbaikan lingkungan, Increasing Income melaluikegiatan ekonomi produktif, serta Mental Reform yaitu kegiatan terstruktur yangdilakukan secara intensif. Strategi pendekatan dilakukan melalui skema integrasivertikal dan horisontal terfokus pada 3 bidang dengan proses: penyadaran,penguatan kapasitas dan pemberdayaan dengan pendekatan pendampingan daripara volunteer Korea yang ditempatkan di Desa Ponjong serta pendamping desadari NGO lokal selaku mitra strategis. Kenyataannya, masih ada kendala programyakni terbatasnya sumber daya khususnya pemerintah desa serta degradasi modaldan kerelawanan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, perubahan intervensipendekatan horisontal dan vertikal melalui kerjasama lintas sektor, aktor danfaktor menjadi prioritas dan kunci utama tumbuhnya kembali modal sosial,kerelawanan masyarakat dan keberlanjutan program.
Kata kunci: Gerakan Saemaul, Pemberdayaan Masyarakat Desa
xx
ABSTRACT
The study entitled: INTEGRATION OF SAEMAUL MOVEMENT ANDEMPOWERMENT OF VILLAGE COMMUNITIES conducted in PonjongVillage, Ponjong District, Gunungkidul Regency, which aims to describe thestages and strategies of the Saemaul movement in the process of communityempowerment linked to development planning in Ponjong Village. Mappingforms of change that occur in community groups, village institutions and villagegovernments in village traditions according to Law Number 6/2014. Discoveringthe impact of the Saemaul movement in the process of growing the spirit ofvolunteerism and social capital of the Ponjong Village community and knowingthe obstacles faced in community empowerment, especially related to 4 researchproblems:: 1) The limited capacity of human resources 2) conflict of interests invillage management systems 3) The lack of synergy in the facilitation mechanismand monitoring the implementation of regulations and 4) The depletion of socialcapital in rural communities.
The study was carried out in Ponjong Village, because the village becamethe pilot village of the Saemaul Movement. The type of research used isdescriptive qualitative, through interviews, observation and document studymethods with a total of 12 informants consisting of sub-district heads, villagegovernment, BUMDes managers, Gapoktan and KWT, PKK administrators,community leaders and companions of the Saemaul program. The number andelements are chosen based on the need to answer the problems that have beenformulated. Data analysis techniques are carried out by compiling data studies inthe form of concepts and propositions and interpretations and conclusions of theresearch process.
Community empowerment in Ponjong Village has been carried out throughvarious programs but is still running in a sectoral, project-based manner and thedrive for change is not done integratively. Therefore, in terms of physicaldevelopment was changed, but the village community becomes capital loss andsocial volunteerism. The strategy of the Saemaul Movement in the process ofcommunity empowerment combines 3 main spirits of change: hard work, gotongroyong and independence through 3 main focus activities: EnvironmentImprovement, Increasing Income through productive economic activities, andMental Reform it is structured activities carried out intensively. The approachstrategy is carried out through vertical and horizontal integration schemes focusedon 3 areas with processes: awareness raising, capacity building and empowermentwith mentoring approaches from Korean volunteers placed in Ponjong village andvillage assistants from local NGOs as strategic partners. In fact, there are stillobstacles in the program, they are the limited resources, especially the villagegovernment and the degradation of social capital and social volunteerism at thecommunity. Therefore, changes in horizontal and vertical approach interventionsthrough cross-sector cooperation, actors and factors are a priority and key to thegrowth of social capital, community volunteerism and program sustainability.
Key words: Saemaul movement, empowerment of village communities.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang mempunyai tujuan meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya, ternyata mengalami tantangan yang luar biasa dalam
upaya pemenuhannya, tantangan tersebut bernama ‘kemiskinan.’ Masalah
kemiskinan menjadi agenda pertama dari 8 agenda Millenium Development Goals
(MDG’s) 1990 – 2015 yang dilanjutkan dalam 17 fokus SDG’s 2016 – 2030.
Upaya penanggulangan kemiskinan dalam bentuk program nasional dilakukan
oleh pemerintah Indonesia periode 2008 – 2015 melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Prioritas program ini berbasis pada
penilaian Bank Dunia bahwa Indonesia mempunyai penduduk yang miskin
absolut (extreme poverty). Disebut miskin absolut karena lebih dari tiga per lima
atau 60% penduduk Indonesia saat itu hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh
karena itu, mengacu pada paradigma baru pembangunan yang bersifat “people-
centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995), maka
pemberdayaan masyarakat semakin menjadi kebutuhan dalam setiap upaya
pembangunan. Istilah “pemberdayaan masyarakat” sebagai terjemahan dari kata
“empowerment” inilah yang selalu digunakan di Indonesia, apabila dikaitkan
dengan program “pengentasan kemiskinan” (poverty alleviation) maupun tujuan
pembangunan Indonesia sejak digulirkannya Program Inpres No 5/1993 yang
kemudian lebih dikenal sebagai Inpres Desa Tertinggal /IDT (Mardikanto, et all,
2013: 25).
2
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merupakan pemihakan, penyiapan
dan perlindungan untuk menjadikan rakyat berdaya (Sumodiningrat, et all, 2016:
96). Sejalan dengan itu, maka peningkatan kemampuan masyarakat khususnya
masyarakat miskin, marginal dan terpinggirkan juga diberikan melalui upaya
untuk meningkatkan kemampuan dalam hal penyampaian pendapat, partisipasi,
negosiasi mempengaruhi dan mengelola kelembagaan masyarakatnya secara
bertanggung-gugat (accountable) demi perbaikan hidupnya (Mardikanto, et all,
2013: 28). Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat mengandung nilai
peningkatan kesejahteraan masyarakat ataupun individu dalam hal:
1. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan
2. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan)
3. Kemerdekaan dari berbagai bentuk penindasan
4. Terjaminnya keamanan terutama dari rasa takut dan kekhawatiran
Ke-empat poin di atas dipertegas oleh Gunawan Sumodingrat, bahwa
pemberdayaan adalah upaya memberi daya, memberi kekuatan atau suatu power
agar rakyat dapat hidup dengan benar. Maksud hidup dengan benar disini adalah
menggunakan prinsip dasar kerja – untung dan menabung, yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan dan pemenuhan hidupnya.
Penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan,
merupakan kekuatan bagi pemerintah, tetapi juga merupakan tantangan dalam
melakukan program pemberdayaan. “ Membangun Indonesia dari Desa” sebuah
kalimat yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia yang terdiri
dari 74 ribu desa dan tersebar di 34 propinsi ini. Membangun desa tersebut telah
3
dirintis pasca reformasi dengan kelahiran UU No 22/1999, diperbaharui UU No
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan kini secara khusus dipertegas dengan
diberlakkannya UU No. 6/2014 tentang Desa. Undang-Undang tentang Desa No
6/2014 telah memberi angin segar untuk desa terutama dalam mewujudkan
kemandirian desa melalui spirit pemberdayaan. Mengapa UU Desa No 6/2014
merupakan dambaan kemajuan bagi setiap desa? Karena regulasi-regulasi
sebelumnya seperti UU No 5/1979 tentang Pemerintahan Desa dan UU No
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menyajikan sistem pengaturan desa yang
setengah hati (Eko, 2014: vii).
Momentum “Desa Bangkit” ini menjadi satu pertanda bahwa desa-desa akan
menjadi pusat pembangunan Indonesia, oleh karena itu pemberdayaan desa: tata
kelola pemerintahan desa, penguatan lembaga desa (BPD) dan kelembagaan
masyarakat (LPMD, PKK, Karang taruna dan Gapoktan), kelompok-kelompok
perempuan maupun kelompok-kelompok swadaya masyarakat maupun poktan,
KWT, dasawisma, UKM termasuk juga BUMDes saat ini sedang berbenah. Selain
menjawab peningkatan kesejahteraan masyarakat, ternyata lahirnya UU Desa ini
masih mempunyai banyak pekerjaan rumah dari beberapa aspek kehidupan
diantaranya: 1) aspek sosial, 2) aspek budaya, 3) aspek ekonomi, 4) aspek
memulihkan basis penghidupan masyarakat desa dan 5) aspek memperkuat desa
sebagai entitas masyarakat yang kuat dan mandiri (Eko, 2014: xvi).
Kelima aspek tersebut di atas bukan merupakan hal yang bisa diperbaiki
dalam waktu singkat, mengapa? Karena bila kita bicara tentang desa saat ini,
terutama desa-desa di Pulau Jawa, merupakan desa yang sudah terkontaminasi
4
dengan berbagai dampak pembangunan, diantarnya adalah program PNPM
Mandiri Perdesaan. Program ini hasil gagasan Bank Dunia dengan tujuan untuk
percepatan pembangunan desa di Indonesia, tetapi sedikit demi sedikit justru
menggerus modal sosial pedesaan. Hal tersebut dikarenakan selama proses PNPM
berlangsung sejak tahun 2004 – 2014 banyak sistem pranata sosial yang terkikis
misalnya gotong royong berubah menjadi pola kerja dengan menggunakan sistem
penghargaan HOK (Hari Orang Kerja). Hal ini pula yang membuat salah satu
tahapan “Desa Membangun” menjadi agak tersendat. Salah satu permasalahan
sosial yang terjadi karena dampak model pembangunan masyarakat tersebut
dijawab melalui Visi Presiden Joko Widodo yang disebut pogram Nawacita atau
sembilan agenda prioritas pembangunan di Indonesia sebagai berikut:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara melalui politik luar
negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan
pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional
dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya dengan
memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada
institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi
melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
5
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program ‘Indonesia Pintar”, serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja”
dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program
kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah Kampung Deret atau
rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di
tahun 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa
Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali
kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan
kewarganegaraan yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan,
seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan
cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum
pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia
melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan
6
ruang-ruang dialog antar warga (www.kpu.go.id:, diunduh tanggal 6
September 2017).
Kesembilan fokus prioritas program pembangunan yang disebut Nawacita
bersumber pada konsepsi Presiden pertama Republik Indonesia yakni Ir. Soekarno
yang disebut Tri Sakti. Konsep Tri Sakti merupakan salah satu cita-cita Soekarno
untuk membangun tatanan baru yang lebih baik. Cita-cita sebuah kemerdekaan
untuk mewujudkan tiga hal: kedaulatan dalam politik, kemandirian dalam
ekonomi dan berkepribadian dalam budaya (Paharizal, 2014: 48).
Masih menurut Soekarno, bahwa yang paling utama dan terutama adalah
mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itulah, maka Indonesia yang merdeka
adalah Indonesia yang harus meniadakan kemiskinan ekonomi dan kemiskinan
sosial rakyatnya (Paharizal, 2014: 61). Prinsip inilah yang kemudian diistilahkan
dengan kesejahteraan sosial.
Undang-Undang Desa No 6/2014 menjadi jembatan terwujudnya Nawacita
menuju Indonesia yang 1) Berdaulat secara Politik, 2) Mandiri di bidang Ekonomi
dan 3) Berkepribadian dalam Budaya dikembangkan melalui sinergi prioritas
pembangunan dalam 4 bidang yang termuat dalam pasal 18 yakni, bidang
pembangunan, bidang pemerintahan, bidang pembinaan kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat. Hal inilah yang dikembangkan oleh masing-masing
desa dengan mekanisme Musyawarah Desa (Musdes) untuk menentukan prioritas
per bidang dan per tahun. Secara konkret masing-masing desa kemudian
merumuskan perencanaan pembangunan secara partisipatif, melalui mekanisme
musyawarah dusun maupun desa dengan tujuan untuk membuat skala prioritas
7
pembangunan desa yang berpuncak pada tersusunnya Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJMDes), teraktualisasikan melalui Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKPDes) per tahun dengan Rencana Anggaran Belanja dan
Pembangunan Desa (RAPBDes) sebagai bentuk anggaran programnya.
Meskipun demikian, program yang terumuskan dengan sangat baik atas
dasar konsepsi kebangsaan yang begitu luar biasa masih mengalami banyak
kendala dalam pelaksanaannya. Disatu sisi desa menjadi lebih tertata, tetapi desa
masih tersendat dalam kemandirian pembangunan. Ada empat hal yang menjadi
amatan kemandegan gerak yakni:
1. Terbatasnya kapasitas Sumberdaya Manusianya.
2. Konflik kepentingan sistem manajemen pengelolaan desa.
3. Minimnya sinergitas mekanisme fasilitasi dan monitoring implementasi
regulasi.
4. Menipisnya modal sosial masyarakat pedesaan.
Keempat hal itulah yang akan dicermati dan disinergikan melalui spirit Gerakan
Saemaul dari Korea Selatan dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa.
Gerakan ini telah diimplementasikan di Korea Selatan dan direplikasi di 2 desa
wilayah Kabupaten Gunungkidul dan 1 desa di Kabupaten Bantul Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dari 3 lokasi replikasi Gerakan Saemaul ini, Desa Ponjong
merupakan desa yang mempunyai implementasi kegiatan paling dekat dengan
Saemaul karena masyarakat Desa Ponjong mempunyai semangat untuk berubah
menuju ke arah yang lebih baik sesuai konsep Gerakan Saemaul dalam
8
menghidupkan desa selaras dengan semangat UU No 6/2014 tentang Desa di
Indonesia.
Sejak Tahun 1970-an Korea Selatan mendeklrasikan Gerakan Saemaul
menjadi semboyan tata kelola desa dengan spirit “Memulai Dunia Baru, dalam
Semangat Ketekunan, Kemandirian dan Kerjasama” (Kyungwoon, 2008: 7).
Tujuan pertamanya adalah pengentasan kemiskinan yang absolut dan membangun
era baru kemakmuran dengan slogan “kehidupan yang baik” pasca perang Korea
1950-1953. Saemaul adalah gabungan dari kata “Sae” dan “Maul”. “Sae” berarti
baru atau terbarukan dan “Maul” bermakna desa atau unit dasar dari kehidupan
masyarakat. “Sae” juga bermakna sebuah perubahan yaitu perubahan keadaan
menuju kemakmuran material dan spiritual. Selain itu “Maul” berarti masyarakat
yang hidup atau suatu tempat yang terdiri dari berbagai masyarakat lokal,
masyarakat kultural dan masyarakat ekonomi. Dengan demikian, ‘Saemaul” dapat
diartikan sebagai pengembangan suatu komunitas lokal ke arah yang lebih baik
dalam aspek material maupun spiritual (Kyungwoon, 2008: 9).
Selain makna tersebut di atas, dijelaskan pula bahwa Gerakan Saemaul
mempunyai lima (5) arti penting sebagai berikut:
1. Gerakan Saemaul merupakan gerakan bagi pembangunan nasional untuk
keluar dari jerat kemiskinan.
2. Gerakan Saemaul merupakan gerakan reformasi spiritual yang berkontribusi
terhadap modernisasi masyarakat Korea.
3. Gerakan Saemaul merupakan gerakan bagi pengembangan masyarakat lokal
dimulai dan berpusat di sekitar masyarakat pedesaan.
9
4. Gerakan Saemaul merupakan gerakan untuk persatuan rakyat dengan
memberikan kontribusi untuk mengatasi perpecahan dan konflik diantara
kelas-kelas sosial yang telah dibawa sejak berdirinya negara.
5. Gerakan Saemaul merupakan gerakan bagi masyarakat untuk mewarisi dan
mewariskan tradisi masyarakat.
Lima arti penting gerakan Saemaul itulah yang menjadi spirit dasar pembangunan
(https://desakodasari.wordpress.com/2014/02/15/mengenal-saemaul-undong-
gerakan-pembangunan-pedesaan-di-korea-selatan/, diunduh tanggal 19
Oktober 2016). Hal itu juga pernah ditegaskan oleh Marwan Djafar selaku
Menteri Desa seperti dikutip oleh (http://villagerspost.com/todays-feature/bangun-
desa-indonesia-bisa-adopsi-gerakan-saemaul-undong/, diunduh tanggal 19 Agustus
2018), yang mengatakan bahwa “ Indonesia sudah mengadopsi konsep Saemaul
(Gerakan Desa Baru) sejak tahun 2006, yakni di Yogyakarta, terutama
pembangunan desa di kabupaten Gunungkidul. Konsep ini mempunyai spirit yang
sama dengan Undang-Undang desa yang memberikan ruang besar kepada desa
untuk melakukan perubahan.”
Suskes Gerakan Saemaul di Korea memang menarik untuk dikaji dan
diteliti. Penelitian terkait dengan Saemaul juga pernah dilakukan dan dimuat
dalam sebuah jurnal dengan judul “ Park Chung-Hee Dan Keajaiban Korea
Selatan” sebuah penelitian yang dimuat dalam
http://www.asianinfo.org/asianinfo/korea/economy.htm diunduh tanggal 3
Oktober 2018. Penelitian tersebut membahas secara detil peran seorang
pemimpin Korea yakni Presiden Park Chung Hee yang berkontribusi terhadap
10
kemajuan perekonomian Korea. Penelitian ini fokus pada pendekatan seorang
presiden pada waktu negara krisis dengan mengeluarkan sebuah kebijakan
pembangunan dengan 4 strategi di bidang perekonomian dan pembangunan: 1)
Economic Planning Board (EPB) yakni Peran negara dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi di Korea dengan mengarahkan dan menciptakan kondisi-
kondisi yang memungkinkan untuk investasi modal, produksi, dan juga ekspor.
Salah satunya adalah dengan membentuk Badan Perencanaan Ekonomi (EPB)
pada bulan Juni 1961. 2) Kebijakan Export-Oriented Industrialization (EOI) yakni
sebuah kebijakan Presiden Park tentang peran aktif pemerintah dalam
mengarahkan sektor swasta khususnya chaebol / konglomerat untuk mewujudkan
agenda pembangunan yang disusun oleh pemerintah berupa pengembangan
industri manufaktur seperti elektronik, otomobil, dan semikonduktor. 3)
Kebijakan Heavy Chemical Industry (HCI) merupakan kebijakan pemerintah
memberikan prioritas pada perkembangan industri berat dan kimia, misalnya
pembuatan kapal, industri permesinan, baja, mobil, dan petro kimia, meskipun
kebijakan ini terhambat dengan adanya krisis minyak Korea. 4) Gerakan Saemaul
yakni sebuah gerakan yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan
memodernisasikan daerah pedesaan. Tujuannya adalah untuk membangkitkan
semangat kemerdekaan (independence), kemandirian (self-help) untuk
mewujudkan gerakan desa baru (New Village Movement) dan kerja sama atau sifat
gotong royong (Mutual Cooperation) dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat setempat. Gerakan Saemaul dioperasikan melalui tiga tahapan. Pada
tahap awal dilakukan berbagai perbaikan lingkungan hidup pedesaan terutama
11
yang menyangkut fasilitas fisik. Tahap selanjutnya adalah memperbaiki
infrastruktur dasar, dan tahap terakhir adalah memperluas kesempatan kerja
pertanian dan non-pertanian di samping menggarap aktivitas lain yang dapat
meningkatan pendapatan dan kesejahteraan warga setempat (Darini, Ririn: 2010).
Gerakan Saemaul telah berhasil meningkatkan pendapatan rakyat,
perbaikan lingkungan hidup yang diimbangi dengan pembangunan infrastruktur
dan yang paling utama adalah peningkatan kapasitas serta solidaritas di Korea.
Berbagai perubahan tersebut meningkatkan pendapatan petani dan investasi
masuk sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan tahun 1978 telah berdiri
706 pabrik di wilayah pedesaan, (https://www.selasar.com/jurnal/6548/Belajar-
dari-Korea-Park-Chung-Hee-Sang-Arsitek-Bagian-2 diunduh tanggal 4 Oktober
2018).
Dalam penelitian di atas dapat diketahui bahwa pergerakan perekonomian
bangsa dilakukan dalam kondisi untuk mengatasi sebuah krisis pasca perang
Korea. Gerakan Saemaul dalam penelitian itu juga dijelaskan melalui 3 fokus
namun tidak dijelaskan bagaimana masyarakat mengelola proses, karena berfokus
pada peran negara dalam menggerakkan ekonomi masyarakat pedesaan.
Penelitian kedua tentang Gerakan Saemaul berjudul “ Kerjasama
Pembangunan Korea Selatan di Vietnam dalam Pengembangan Area Pedesaan
Melalui Model Saemaul Undong,” yang disusun oleh Indah Lestari dan dimuat
dalam Global: Jurnal Politik Internasional Vol. 18 No. 2 Hlm. 177-201 melalui:
http://www.global.ir.fisip.ui.ac.id/index.php/global/search?subject=Korea%20Sel
atan, diunduh tanggal 3 Oktober 2018.
12
Penelitian ini mencoba menjelaskan alasan yang melandasi kerjasama
“Saemaul Undong” (SU) dibentuk. Dengan menggunakan kerangka konsep
kerjasama neoliberal, penelitian ini mencoba mengamati adanya tujuan dan
manfaat kerjasama antara Korea Selatan dan Vietnam.
Dalam tulisan ini, konsep kerjasama digunakan untuk menganalisis tujuan
dan keuntungan Korea dan Vietnam dalam kerjasama pembangunan pedesaan
model Saemaul Undong. Tujuan dan keuntungan yang bersifat mutual antara
kedua negara menjadikan kerjasama ini bisa terbentuk. Gerakan Saemaul
menggunakan pendekatan yang berbeda yakni menggabungkan pelatihan /
capacity-building dan institution-building dengan aktivitas pembangunan fisik
berdasarkan kebutuhan penduduk desa secara efisien. Gerakan Saemaul
menangani persoalan penduduk desa yang bersifat beragam namun berkaitan satu
dengan lainnya. Di bawah bimbingan pemerintah, prioritas ditetapkan oleh
penduduk desa dengan praktik pelaksanaan secara bertahap. Konsep koordinasi
secara horizontal dan integrasi vertikal turut dijalankan dalam program ini.
Komite, dipimpin oleh Ministry of Home Affairs, berasosiasi dengan kementerian
dan organisasi terkait, dibentuk di pusat pemerintahan, (Lestari Indah: 2016).
Penelitian kedua ini sangat sejalan dengan tahapan proses program
Saemaul di Desa Ponjong, namun yang membedakan adalah bahwa penelitian ini
tidak mengupas tentang implementasi Saemaul di sebuah wilayah replikasi
program, namun menganalisis bahwa Gerakan Saemaul ini bisa menjadi alternatif
sebuah model pembangunan global.
13
Mencermati 3 penelitian tentang Gerakan Saemaul (Saemaul Undong) di
atas dan konsep dalam pengembangan perdesaan di Korea ternyata tidak jauh
berbeda dengan tradisi berdesa dalam Undang-Undang Desa. Tradisi berdesa
dalam UU Desa No 6/2014 merupakan manifesto dari konsep yang ada dalam Tri
Sakti yakni Desa Berdaulat atau disebut oleh Budiman Soejatmiko sebagai Desa
Berdikari (Eko, 2014: 42). Konsep Tri Sakti itulah yang menjadi irisan sinergis
antara UU Desa dengan Nawa Cita yakni sama-sama menjadikan potensi modal
sosial bangsa sebagai landasan filosofis arah kebijakan pembangunan. Desa
bertenaga sosial, secara empirik, desa-desa di Indonesia memiliki modal sosial
yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai beragam ikatan sosial dan
solidaritas sosial yang kuat, sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan. Swadaya dan gotong royong telah terbukti
sebagai penyangga utama “otonomi asli” desa. Ketika kapasitas negara tidak
sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan gotong royong merupakan
sebuah alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek pembangunan
prasarana desa tercukupi (Eko, et., al. 2014).
Oleh karena itu, tradisi berdesa bukan sekedar mengandung tradisi
bernegara secara koporatif (tunduk pada kebijakan dan regulasi negara) atau
bermasyarakat secara parokhial (hidup bersama atau tolong menolong
berdasarkan garis kekerabatan, agama, etnis, dll). Tradisi berdesa mengandung
unsur bermasyarakat dan bernegara di ranah desa, (Eko, 2014: 43). Dan hal inilah
yang saat ini perlu mendapat pengawalan, karena desa kemudian menjadi objek
14
politis negara tanpa memperhitungkan aspek dampak yang bergejolak di
dalamnya.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang
mempunyai tata nilai dan tata budaya Jawa yang cukup kuat. Nilai yang sampai
saat ini masih banyak dipertahankan adalah gotong royong atau kerja bakti. Nilai
inilah yang menjadi salah satu kesamaan dengan nilai-nilai di desa, khususnya
Desa Ponjong di Kabupaten Gunungkidul. Mengapa memilih Desa Ponjong
sebagai lokasi implementasi Gerakan Saemaul di Daerah Istimewa Yogyakarta?
Desa Ponjong merupakan desa yang terbilang dinamis, mempunyai sumberdaya
alam melimpah dan sumberdaya manusia yang maju. Tetapi saat ini desa tersebut
mengalami beberapa dinamika perubahan baik dalam tata kelola pemerintahan
desa, tata kelola pengembangan sumberdaya manusia, tata kelola pengelolaan
lingkungan, maupun tata kelola modal sosial. Hal tersebut banyak dipengaruhi
oleh berbagai faktor diantaranya:
1. Kesenjangan sosial
2. Kesenjangan ekonomi
3. Kesenjangan kapasitas sumberdaya
4. Kesenjangan akses dan informasi
Keempat hal tersebut sangat berpengaruh dalam proses pembangunan
perdesaan yang saat ini sedang mengalami euforia. Agar lebih memahami
bagaimana kondisi lokasi program desa percontohan gerakan Saemaul ini, secara
15
singkat gambaran kondisi sosial, ekonomi, sumberdaya dan akses informasi di
Desa Ponjong berdasarkan RPJMDesa 2016 – 2021 adalah sebagai berikut:
Desa Ponjong merupakan Ibu Kota Kecamatan Ponjong dan salah satu desa
yang menjadi kawasan perencanaan ibu kota kecamatan (IKK) Ponjong. Potensi
yang dimiliki adalah sumber daya air, lokasi wisata, pusat aktivitas komersiil dan
akses transportasi yang cukup bagus terutama menuju ke arah Semanu dan
Karangmojo. Dilihat dari tataguna lahan, secara umum dapat digambarkan bahwa
fungsi wilayah perencanaan masih didominasi ruang terbuka berupa lahan kering
dan lahan pertanian yang didukung oleh sumber air yang berasal dari sumber air
Ponjong. Seara geografis dan administratif Desa Ponjong terletak di sebelah
Timur Laut Kota Wonosari dengan jarak 14 km dan secara administratif batas
desa adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Genjahan dan Desa Sumbergiri
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Sumbergiri dan Desa Karang
Asem
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Sidorejo dan Desa Bedoyo
Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Sidorejo
Desa Ponjong mempunyai 11 Pedukuhan dengan total luas wilayah
628,0420 ha dengan jumlah penduduk berdasarkan pemutakhiran kependudukan
2015 sebanyak 5.403 jiwa (L: 2.639; P: 2.764). Jumlah penduduk Desa Ponjong
mengalami perkembangan dari data tahun 2007 – 2014 dengan rerata
pertumbuhan adalah 0.0138 atau 1,38%. Berdasarkan tingkat pendidikannya,
16
penduduk Desa Ponjong terbanyak berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan
jumlah 1.202 jiwa dan yang paling sedikit adalah akademi dengan jumlah 3 jiwa.
Mata pencaharian penduduk Desa Ponjong 80% adalah petani, dan untuk angka
pengangguran mencapai 543 jiwa, namun jumlah tersebut merupakan
pengangguran tidak mutlak, karena juga termasuk mereka yang berkategori usia
tidak produktif. Berdasarkan data tersebut di atas, maka implementasi Gerakan
Saemaul di Desa Ponjong diharapkan mampu menjembatani proses kesejahteraan
materiil maupun spirituil melalui proses kemandirian di bidang ekonomi dan
kerjasama menuju masyarakat yang semakin berdaya.
Penelitian terkait dengan pemberdayaan masyarakat desa sudah banyak
dilakukan, tetapi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lainnya
adalah: 1) integrasi program Gerakan Saemaul dan desa, tidak berawal dari desa,
tetapi atas inisiatif program kerjasama Government to Government (G to G) antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea Selatan. 2)
Komitmen tinggi Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia dalam proses
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat desa secara komprehensif
dilakukan melalui tahapan studi peningkatan kapasitas baik pemerintah, lembaga
desa maupun kelompok-kelompok masyarakat (petani dan perempuan),
pendampingan, studi banding dan penelitian. 3) Implementasi 5 pilar
pembangunan dalam pelaksanaan program (Pemerintah, Perguruan Tinggi,
Masyarakat Sipil, Bisnis dan NGO).
17
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka fokus penelitian ini
meliputi:
1. Proses pemberdayaan masyarakat ponjong berdasarkan konsep gerakan
Saemaul
2. Perubahan dan dampak signifikant atas program Saemaul di Desa Ponjong
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana arah proses pemberdayaan masyarakat melalui integrasi gerakan
Saemaul dalam program pembangunan Desa Ponjong ?
2. Perubahan apa yang paling mendasar dalam tradisi berdesa yang terjadi di
Desa Ponjong setelah 3 tahun Gerakan Saemaul diimplementasikan ?
3. Apakah dampak signifikant dari gerakan Saemaul ini bagi penguatan spirit
kerelawanan sosial di Desa Ponjong
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan mekanisme program pemberdayaan masyarakat dalam
Gerakan Saemaul
2. Menganalisis proses implementasi Gerakan Saemaul dalam Dinamika
Pembangunan Perdesaan sesuai UU No 6/2014 tentang Desa
18
3. Menganalisis Implementasi Gerakan Saemaul dalam mewujudkan tradisi
berdesa terutama dalam mewujudkan jiwa kerelawanan sosial di Desa
Ponjong
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Pemerintah Desa Ponjong Kabupaten Gunungkidul
Penelitian tentang Integrasi Gerakan Saemaul dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa ini mempunyai manfaat bagi pemerintah desa Ponjong
yaitu:
a. Pemerintah desa memperoleh dokumentasi atas capaian perubahan
program yang terjadi di setiap tahapan program.
b. Pemerintah desa dan lembaga desa dapat menindaklanjuti
hambatan/kendala pelaksanaan program Saemaul melalui perencanaan
program dan penganggaran desa sebagai upaya perbaikan
2. Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia
Manfaat penelitian bagi Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia terdiri atas
beberapa hal yakni:
a. Penelitian ini memberikan informasi atas kendala dan poin-poin yang
masih perlu diperbaiki dari sisi pelaksanaan program, manajemen dan
mekanisme tim kerja maupun model pendampingan.
19
b. Penelitian ini memberikan alternatif ssolusi atas kendala sehingga
mempermudah proses capaian perubahan untuk antisipasi
permasalahan yang sama di 2 tahun program ke depan.
c. Penelitian ini memberikan langkah konkret untuk mewujudkan desa
percontohan Saemaul yang sesuai dengan Spirit UU Desa No 6/2014.
3. Peneliti
Penelitian ini memberikan beberapa manfaat konkret bagi peneliti
diantaranya:
a. Peneliti mampu menganalisis tahapan program Gerakan Saemaul
secara integratif dan sistematis
b. Peneliti dapat memberikan informasi capaian keberhasilan kepada
pemerintah Desa Ponjong maupun Yayasan Globalisasi Saemaul
Indonesia secara transparan atas dasar informasi penerima manfaat.
c. Peneliti mampu memberikan alternatif saran, baik untuk pemerintah
desa maupun YGSI untuk perbaikan implementasi program di tahun-
tahun berikutnya.
F. Kerangka Konseptual
1. Pemberdayaan Masyarakat
Seiring dengan pergeseran paradigama pembangunan dari
developmentalism menjadi empowerment, maka dimulailah babak baru dalam
proses pembangunan masyarakat di Indonesia. Masyarakat kita sebenarnya
mempunyai kekuatan untuk bangkit dan berdaya, namun banyak kendala yang
20
membuat mereka tidak secara serta merta mampu berdiri atau berdaya.
Pemberdayaan merupakan upaya dari manusia yang terbatas untuk beralih
menjadi manusia yang berdaya melalui proses pendampingan sehingga mereka
mampu merealisir cita-cita dan harapannya. Tahapan pemberdayaan biasanya
dilakukan melalui beberapa tahapan yakni: 1) Tahap Penyadaran, titik
berangkatnya adalah kesadaran orang untuk mau berubah atau menumbuhkan
keadaan baru. 2) Tahap Pengkapasitasan, tahapan ini bertujuan agar orang
menemukan kepercayaan dan harga diri. 3) Tahap Pendayaan, terkait dengan
pemberian kekuatan kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahannya,
biasanya melalui kebijakan publik, (Nugroho Tri, 2014).
Mengapa konsep pemberdayaan masyarakat menjadi penting? Konsep ini
menjadi penting ketika kita melihat pemaknaannya secara lebih cermat,
dihubungkan dengan asal-usul kata maupun implementasi kata. Jika kita merunut
dari asal-usul kata, pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris ‘empowerment.’
Konsep empowerment digunakan sebagai alternatif terhadap konsep-konsep
pembangunan yang selama ini tidak berhasil memberikan jawaban memuaskan
terhadap masalah-masalah besar pembangunan. Khususnya masalah kekuasaan
(power) dan ketimpangan (unequity). Kata power dalam empowerment diartikan
‘daya’, sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya dalam arti
kekuatan berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan
yang diserap dari luar. Pemberdayaan merupakan sebuah konsep untuk memotong
lingkaran yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan.
Keadaan keterbelakangan yang terjadi disebabkan karena ketidakseimbangan
21
dalam pemilikan atau akses pada sumber-sumber daya yang ada di sekitarnya.
(Nugroho Tri, 2014).
Hal tersebut di atas sejalan dengan tujuan pemberdayaan masyarakat yang
intinya merupakan implikasi dari strategi pembangunan yang berbasis pada
masyarakat - people centered development (Mardikanto, 2013: 109). Hal inilah
yang memperjelas konsep pemberdayaan. Bahwa pemberdayaan merupakan
sebuah proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat
posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan
penekan di segala bidang dan sektor kehidupan (Sutoro Eko, 2002). Lebih lanjut
Sutoro menjelaskan bahwa konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat
dipahami juga dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam
konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah
objek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari
pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subjek (agen atau
partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Selain hal tersebut,
ditambahkan oleh Sutoro bahwa berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari
tanggung jawab negara. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti
terbukanya ruang dan kapasitas untuk mengembangkan potensi-kreasi,
mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah
secara mandiri dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Sehingga
dengan proses pemberdayaan, masyarakat semakin berpartisipasi dalam
pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002). Masih menurut Sutoro Eko,
bahwa inti dari sebuah proses pemberdayaan akan mengarah pada sebuah
22
perubahan yang bersumber dari 3 hal yakni: pembelajaran, pengorganisasian dan
pendampingan. Pendampingan desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan
fasilitasi desa. Sedangkan tujuan pendampingan desa meliputi: (a) Meningkatkan
kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan
Desa; (b) Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa
dalam pembangunan desa yang partisipatif; (c) Meningkatkan sinergi program
pembangunan Desa antar sektor; dan (d) Mengoptimalkan aset lokal desa secara
emansipatoris (Sutoro Eko, 2015: 198 - 199).
Sejalan dengan konsep pemberdayaan yang disampaikan oleh Sutoro Eko,
untuk memperjelas tujuan dan arah UU No 6/2014 tentang Desa menurut
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT),
pemberdayaan masyarakat desa dijelaskan dengan lengkap dan termuat dalam
(https://newsdesa.wordpress.com/2015/04/06/pemberdayaan-masyarakat-desa/
diunduh tanggal 25 Februari 2017). Penjelasan Kemendes PDT adalah sebagai
berikut, bahwa pemberdayaan masyarakat (empowerment) diartikan sebagai upaya
membantu masyarakat memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk
mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini
dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang mereka miliki, (Payne, 1979). Intinya, mendorong
masyarakat untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan
dengan upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi, sehingga masyarakat
23
mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh untuk membentuk masa depannya.
Masih menurut Kemendes PDT, dengan demikian pemberdayaan merupakan
suatu upaya menumbuhkan peran serta dan kemandirian sehingga masyarakat di
tingkat individu, kelompok, kelembagaan, maupun komunitas memiliki tingkat
kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam arti, memiliki akses pada
sumberdaya, memiliki kesadaran kritis, melakukan pengorganisasian dan kontrol
sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan di lingkungannya.
Oleh karena itu pemberdayaan menjadi proses yang sangat penting dalam
sebuah entitas yang disebut masyarakat. Khususnya pemberdayan masyarakat
desa, karena pemberdayan masyarakat desa menjadi satu rangkaian integratif
dengan gerakan perubahan di tingkatan masyarakat yang paling bawah dalam
sistem ketatanegaraan dan berbangsa.
2. Pemberdayaan Masyarakat Desa
Melalui banyak program yang telah berjalan di tingkat desa, pemerintah
telah banyak melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat desa diawali dengan
program PNPM yang telah berjalan sampai dengan tahun 2015. Sejak berjalannya
pemerintahan Jokowi dengan Nawa Citanya, Kemendes PDT telah membuat
rumusan tentang pengertian pemberdayaan masyarakat desa seperti yang sudah
dimuat dalam (https://newsdesa.wordpress.com/2015/04/06/pemberdayaan-
masyarakat-desa/ diunduh tanggal 28 Februari 2018), yang menyebutkan bahwa
pemberdayaan masyarakat desa merupakan upaya peningkatan kualitas hidup
masyarakat di desa melalui pengembangan ekonomi lokal sesuai dengan potensi
24
wilayah. Desa di Indonesia yang berjumlah antara 70.000 – 80.000 desa perlu
ditata dengan proses membangun desa dan desa membangun. Sebenarnya apa
yang menjadi substansi perbedaan antara “membangun desa dan desa
membangun”? Dijelaskan oleh Kemendes PDT dalam bukunya “Regulasi Baru
Desa Baru” halaman 54-55 sebagai berikut:
Tabel 1.1: Perbedaan Makna “Membangun Desa dan Desa Membangun”
Item/IsuMembangun Desa
Membangun Desa(Pembangunan Perdesaan)
Desa Membangun(Pembangunan Desa)
Pintu masuk Perdesaan DesaPendekatan Fungsional LocusLevel Rural Development Village DevelopmentIsu dan konsep-konsep terkait
Rural-urban linkage, market,pertumbuhan, lapanganpekerjaan, infrastruktur,kawasan, sektoral, dll.
Kemandirian, kearifan lokal,modal sosial, demokrasi,partisipasi, kewenangan, alokasidana, gerakan lokal,pemberdayaan, dll.
Level, skala dancakupan
Kawasan ruang dan ekonomiyang lintas desa
Dalam jangkauan skala danyurisdiksi desa
SkemaKelembagaan
Pemda melakukanperencanaan dan pelaksanaandidukung alokasi dana khusus.Pusat melakukan fasilitasi,supervisi dan akselerasi
Regulasi menetapkankewenangan skala desa,melembagakan perencanaan desa,alokasi dana dan kontrol lokal.
Pemegangkewenangan
Pemerintah daerah Desa (pemerintah desa danmasyarakat)
Tujuan Mengurangi keterbelakangan,ketertinggalan, kemiskinansekaligus membanunkesejahteraan
1. Menjadikan desa sebagaibasis penghidupan dankehidupan masyarakat secaraberkelanjutan
2. Menjadikan desa sebagaiujung depan yang dekatdengan masyarakat, serta desayang mandiri
Peran pemerintahdaerah
Merencanakan, membiayai danmelaksanakan
Fasilitasi, supervisi danpengembangan kapasitas desa
Peran desa Berpartisipasi dalamperencanaan dan pengambilankeputusan
Sebagai aktor (subyek) utamayang merencanakan, membiayaidan melaksanakan
25
Hasil 1. Infrastruktur lintas desayang lebih baik
2. Tumbuhnya kota-kota kecilsebagai pusat pertumbuhandan penghubung transaksiekonomi desa – kota
3. Terbangunnya kawasanhutan, collective farming,industri, wisata , dll
1. Desa menjadi ujung depanpenyelenggaraan pelayaanpublik bagi warga
2. Lumbung pangan desa,energi berbasis desa, desasayur, desa buah, desawisata, dll
Sumber data: Buku Kemendes Regulasi Baru Desa Baru
Mengapa perlu desa membangun? Karena dengan desa membangun
kemakmuran desa akan mengalir dan mendorong kota tumbuh lebih sehat. Saat ini
hasil pengolahan sawah dan kebun sayur kurang optimal, karena petani rata-rata
hanya memiliki 0,5 Ha lahan. Sehingga 80% hasil pertanian hanya cukup untuk
pemenuhan kebutuhan sendiri, sedangkan sumber pendapatan utama petani dari
hasil sawah dan kebun. Kondisi itulah yang sering memunculkan skenario import
beras dan aneka bahan kebutuhan sehari-hari. Proses pemberdayaan masyarakat
desa bertujuan untuk mengembalikan desa pada posisinya yakni sebagai sumber
kedaulatan pangan Indonesia. Disinilah diperlukan pemberdayaan masyarakat
desa untuk mewujudkan desa berdaya, desa produktif dengan mengembangkan
sektor ekonomi maupun sosial yang sesuai dengan kondisi desa melalui proses
pendampingan dari fasilitator desa dan perencanaan pembangunan yang
partisipatif.
Kemendes PDT menyebutkan bahwa konsep pemberdayaan mengandung
2 elemen pokok, yakni: kemandirian dan partisipasi. Dengan berpartisipasi
diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian terutama kemandirian dalam 3
26
aspek yakni: kemandirian material, kemandirian intelektual dan kemandirian
manajemen.
3. Gerakan Saemaul
a. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Saemaul
Seperti telah dijelaskan dalam latar belakang, bahwa Gerakan Saemaul
merupakan sebuah pengembangan suatu komunitas lokal ke arah yang lebih baik
dalam aspek material maupun spiritual (Kyungwon University, 2014: 9). Ada
beberapa signifikansi tradisional dari Gerakan Saemaul yang sangat relevan untuk
mempertegas pembahasan penelitian ini yakni Gerakan Saemaul yang dulu
merupakan gerakan untuk menuju hidup makmur, saat ini menjadi gerakan untuk
hidup makmur secara bersama-sama melalui partisipasi secara sukarela dari akar
rumput (Kyungwon University, 2014: 12). Proses perkembangan Gerakan
Saemaul dilatar belakangi oleh beberapa hal yakni: a) latar belakang politik, b)
latar belakang ekonomi, c) latar belakang sosial dan d) latar belakang historis.
1) Latar Belakang Politik
Inisiatif Gerakan Saemaul bersumber dari 2 nilai yakni 1) “persahabatan”
dan “modernisasi tanah air” yang lahir dari ide politis Presiden Park Chung-
hee. 2) inisiatif Gerakan Saemaul lahir karena dorongan material dan
kekuatan pendukung nasional berdasarkan perkembangan ekonomi di tahun
1960-an. Bahkan hal tersebut diperkuat dengan doktrin Pemimpin dari
Presiden Park, Chung-hee yang dengan tegas menyebutkan bahwa:
27
“ Pemimpin saat ini tidak boleh menjadi pemimpin otoriter ataukelompok istimewa yang mengatur banyak orang akan tetapipemimpin merupakan tokoh yang berbagi kebahagiaan dan bersama-sama mengatasi kesulitan dengan masyarakat biasa dengan memilikitakdir bersama yang memihak dan bersahabat dengan masyarakat”(Doktrin Pemimpin dari Presiden Park, Chung-hee, 1961: 18).
2) Latar Belakang Ekonomi
Ada dua latar belakang ekonomi yang mempercepat gerakan Saemaul ini
berkembang yakni 1) polarisasi atau kesenjangan ekonomi antara wilayah
perkotaan dan pedesaan semakin meningkat setelah tahun 1970-an sehingga
pembangunan di daerah pedesaan perlu ditingkatkan. 2) Krisis ekonomi di
Korea disebabkan oleh melonjaknya harga minyak dunia dan kelesuan
ekonomi di akhir tahun 1960-an, memicu munculnya kebutuhan untuk
penyelematan ekonomi Korea serta membangun ekonomi yang berdikari
(Kyungwon University, 2014: 150).
3) Latar Belakang Sosial
Beberapa poin penting yang menjadi latar belakang sosial dari gerakan
Saemaul ini antara lain; 1) dipengaruhi oleh perubahan struktural di wilayah
pedesaan termasuk urbanisasi pemuda ke wilayah perkotaan dan angkatan
kerja yang terdiri dari orang-orang tua. 2) Kesenjangan yang cukup besar
antara wilayah perkotaan dan pedesaan sehingga mengakibatkan kekacauan
identitas desa pertanian dan para petani yang merupakan pondasi tradisional
dari masyarakat Korea Selatan. Hal ini memicu pemerintah untuk
mengembalikan orientasi petani sebagai kelompok yang memiliki misi
28
penting menghadapi perubahan. 3) Pertumbuhan industrialisasi yang
berlangsung sangat cepat, munculnya kelas sosial baru yakni kelas pekerja
dan semakin berkurangnya sumber daya di wilayah perkotaaan menjadi
momentum bagi pemerintah untuk menyatukan dan mengintegrasikan
masyarakat perkotaan dan pedesaan (Kyungwon University, 2014: 16)
4) Latar Belakang Historis
Historisitas merupakan faktor yang sangat mempengaruhi Gerakan Saemaul
ini, diantaranya: 1) Tradisi masyarakat “Hyangyak” merupakan upaya
berdikari dan mandiri dalam masyarakat yang memberi dampak bagi
lahirnya gerakan Saemaul, terutama nilai-nilai tradisional yang secara
khusus mengajarkan cinta tanah air dan kepatuhan diwariskan menjadi nilai-
nilai modern bangsa yang bertujuan untuk memodernisasikan tanah air. 2)
Tradisi bekerja bersama-sama (gotong-royong) seperti “Kye, Durae,
Pumassi” kembali diwujudkan sebagai upaya untuk mencapai takdir
bersama yang lebih baik. Tradisi inilah yang merupakan kunci keberhasilan,
karena dilestarikan dengan yang disebut dewan desa yang bertugas
menerapkan gerakan Saemaul untuk mewujudkan partisipasi dan
keterlibatan penuh dari masyarakat (Kyungwon University, 2014: 17).
b. Kunci Sukses Gerakan Saemaul
Gerakan Saemaul diimplementasikan pada tiga kegiatan praktis di lapangan,
yakni 1) Environment Improvement, yaitu kegiatan perbaikan lingkungan yang
meliputi sarana dan prasarana dasar di pedesaan, berupa jalan, jembatan, irigasi,
29
drainase maupun sarana air bersih dan sanitasi lainnya. 2) Increasing Income,
yakni kegiatan yang dilakukan melalui pelatihan ekonomi produktif, perluasan
akses permodalan serta fasilitasi pemasaran hasil produksi pertanian yang
bertujuan untuk peningkatan pendapatan masyarakat desa. 3) Mental Reform,
yaitu kegiatan terstruktur yang dilaksanakan secara intensif untuk membangun
mentalitas penduduk pedesaan (spirit) agar memiliki etos kerja keras, tekun, jujur
dan disiplin tinggi. Kegiatan ini diawali dengan perbaikan dan komitmen moral
para pemimpin di setiap jenjang pemerintahan, kemudian ditransformasikan ke
seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) baik masyarakat maupun pelaku
usaha, dimuat dalam (http://tabloid-desa.com/gerakan-membangun-desa-saemaul-
undong-bangkiktan-korea-selatan, diunduh tanggal 19 Oktober 2017).
Ketiga kegiatan praktis tersebut dilaksanakan berdasarkan pendekatan
kesukarelawanan, padat karya yang bersifat produktif. Penerapan ketiga prinsip
dasar dalam implementasi kegiatan ini juga didukung oleh partnership
kelembagaan yang handal, yaitu kerjasama yang sinergis antara domain
pemerintahan, pemimpin desa dan pemimpin Saemaul dengan masyarakat. Tugas
dari pemerintah adalah menfasilitasi dan memberikan bantuan strategis (strategic
support), pemimpin desa bertugas memandu secara langsung di lapangan dengan
keteladanan kepemimpinan (leadership), sedangkan masyarakat secara bersama-
sama mengembangkan kesularelawan untuk membangun desa (volunterism)
seperti membantu materiil (dana), tenaga maupun akses (lahan pekarangan untuk
kepentingan publik), dll.
30
Dengan kata lain, kunci sukses keberhasilan Gerakan Saemaul ini adalah
1) dukungan dan intervensi dari pemerintah, terkait penyediaan layanan dan
bantuan untuk memperkenalkan sistem dan program kepada masyarakat, 2)
mendorong kepedulian dan keikutsertaan masyarakat secara luas, 3) membangun
jiwa kepemimpinan sebagai faktor penting kesuksesan Gerakan Saemaul dan 4)
revolusi mental, dimana gerakan ini berhasil mengubah mindset atau cara berpikir
dan sikap dari malas menjadi rajin, dari ketergantungan menjadi kemandirian dan
dari sifat egois menjadi kesediaan bekerjasama untuk tujuan dan kepentingan
bersama.
c. Integrasi Gerakan Saemaul dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Integrasi berasal dari bahasa Inggris “ Integration” yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi dimaknai sebagai proses penyesuaian
diantara sistem-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga
menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi
(Rusmiyati, et.all. 2014). Selain itu masih menurut Rusmiyati bahwa integrasi
biasa dikonsepsikan sebagai suatu proses ketika kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat saling menjaga keseimbangan untuk mewujudkan kedekatan
hubungan-hubungan sosial, ekonomi dan politik (Nicholas, et.all. 1986). Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi mempunyai arti pembauran hingga
menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Sedangkan dalam hubungannya dengan
kehidupan bersama oleh Sunyoto Usman ditegaskan bahwa integrasi merupakan
bentuk kontradiktif dari konflik, tetapi tidak selamanya kedua hal tersebut harus
31
dipertentangkan. Konsepsi tersebut juga mengisyaratkan bahwa integrasi tercipta
melalui proses interaksi dan komunikasi yang intensif dengan tetap mengakui
adanya perbedaan (Usman, 2004: 78).
Menurut Baton, integrasi sebagai suatu keadaan dimana kelompok-
kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komprormistis terhadap kebudayaan
mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka
masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian yaitu: 1) pengendalian terhadap
konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu 2) membuat
suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu (Rusmiyati, et.all. 2014).
Sedangkan Clifford Geertz dalam bukunya The Religion of Java yang ditulis oleh
Sunyoto Usman dalam buku “Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat”
menguraikan bahwa dilihat dari faktor pengikatnya proses terjadinya integrasi
masyarakat dapat dikelompokkan kedalam tiga dimensi: 1) masyarakat dapat
terintegrasi di atas kesepakatan sebagian besar anggotanya terhadap nilai-nilai
sosial tertentu yang bersifat fundamental. 2) masyarakat dapat terintegrasi karena
sebagian besar anggotanya terhimpun dalam berbagai unit sosial sekaligus (cross
cutting affiliations). 3) masyarakat juga dapat terintegrasi di atas saling
ketergantungan diantara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi (Usman, 2004: 79-80).
Poin kedua menurut Baton inilah yang mendasari konsep integrasi dalam
program pembangunan, seperti juga halnya teori yang dinyatakan oleh Clifford.
Proses ini dikembangkan di Indonesia dalam model integrasi program
pembangunan yang dikembangkan oleh Pemerintah. Dalam konsep integrasi
32
pembangunan, integrasi yang dikembangkan oleh Pemerintah adalah integrasi
dalam hal perencanaan. Sedangkan menurut Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaaan (PNPM-MP) dalam Petunjuk Teknik Integrasi
PNPM-MP disebutkan bahwa proses perencanaan hanyalah satu aspek saja dari
hal-hal yang harus diintegrasikan. Menurut petunjuk tersebut hal yang
diintegrasikan adalah Sistem Pembangunan Partisipatoris (Tim Koordinasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, 2010:13) . Hal
tersebut disampaikan pada Momentum dan Integrasi dalam Perencanaan
Pembangunan Partisipatif, sebuah Pengalaman Lapangan dari kecamatan Senduro
Kabupaten Lumajang (http://pnpm-jatim.blogspot.com diunduh tanggal 26 Januari
2018).
Aspek lain di luar perencanaan yang terintegrasi dalam program adalah:
nilai-nilai, mekanisme pengelolaan kegiatan, mekanisme pertanggungjawaban dan
pelaku. Beberapa bagian penting dari konsep integrasi baik di tingkat program
maupun dari sisi sosiologis masyarakat inilah yang perlu untuk disinergikan
dalam konsep integrasi program pembangunan di pedesaan secara setara dan adil
berdasar kebutuhan masyarakat lokal.
Integrasi program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
dengan program gerakan Saemaul sudah dilaksanakan di Desa Ponjong
Kabupaten Gunugkidul. Program yang masuk ke desa bersinergi dengan atau
mengacu pada perencanaan program-program pembangunan yang telah ada di
desa. Keberadaan perencanaan pembangunan desa merupakan langkah awal atau
prasyarat bagi pelaksanan integrasi perencanaan pembangunan. Oleh karena itu,
33
pembahasan tentang integrasi Gerakan Saemaul dalam pemberdayaan masyarakat
ini tidak bisa terlepas dari proses perencanaan reguler di tingkat desa yang
outputnya berupa RPJMDes untuk periode 6 tahun (sesuai dengan UU no 6 Tahun
2014 tentang Desa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) untuk
periode satu tahun anggaran.
Konsep ” integrasi Satu Desa, Satu Perencanaan, Satu Anggaran”,
merupakan sebuah proses integrasi yang menarik untuk menyiapkan kondisi desa
menjadi kuat dan semakin menuju pada kemandirian. Konsep kemandirian desa
sangat berkorelasi dengan prakarsa lokal. Kemandirian yang non politis lebih
diartikan sebagai emansipasi desa, desa tidak menjadi objek imposisi
(pemaksaan), dominasi dan penerima manfaat proyek, melainkan desa berdiri
tegak sebagai subjek pemberi manfaat. Desa bermanfaat melayani kepentingan
masyarakat setempat dan bergerak membangun ekonomi (Eko: 2014: 98). Dalam
konsep kemandirian hal kunci yang bisa menjadi pedoman adalah adanya
”prakarsa lokal” yang akhirnya menjadi kewenangan desa. Kewenangan Desa
adalah hak desa untuk mengatur, mengurus dan bertanggung jawab atas urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat (Eko: 2014: 99). Satu Desa,
Satu Perencanaan dan Satu anggaran mempunyai 2 maksud yakni:
1) Desa mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan tentang
perencanaan dan penganggaran secara mandiri, sesuai dengan konteks dan
kepentingan masyarakat setempat
34
2) Membentengi imposisi dan mutilasi proyek masuk desa yang datang dari
pihak luar (Kabupaten, lembaga, maupun pihak ketiga) yang selama ini
sering membuat desa sebagai objek program atau proyek.
Perspektif integrasi antara program eksternal dan program pemberdayaan
desa merupakan evolusi praktik “satu desa, satu rencana” yang sudah
berkembang di berbagai daerah yang melembagakan perencanan partisipatoris
dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat secara inklusif termasuk kaum
perempuan dan kaum miskin. Melembagakan model village self planning dengan
mengutamakan pengambilan keputusan di tingkat lokal dengan ditopang oleh
pendekatan berbasis aset (asset based approach) atau berdasar kekuatan aset desa
sendiri (Eko, 2014: 132). Inilah dasar integrasi program Gerakan Saemaul yang
masuk ke Desa Ponjong melalui mekanisme musyawarah desa (Musdes) yang
menjadi kunci penataan sistem pembangunan yang demokratis di tingkat desa.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif – kualitatif. Penelitian
kualitatif mengandung 3 unsur utama yakni 1) data, bisa berasal dari wawancara
dan pengamatan. 2) Penelitian kualitatif terdiri dari prosedur analisis dan
interpretasi yang digunakan untuk mendapatkan temuan teori yang mencakup
teknik-teknik untuk memahami data, proses ini disebut “penandaan” (coding).
Prosedur lain yang juga merupakan bagian dari analisis meliputi sampling non
statistik 3) berbentuk laporan tertulis dan lisan (Straus & Corbin: 2007: 7).
35
Penggunaan Metode deskriptif-kualitatif bertujuan untuk mengungkapkan,
menjelaskan dan menganalisis proses perubahan sosial yang terjadi di balik
sebuah model pendekatan pembangunan, yang selama ini dilakukan oleh
pemerintah, desa maupun gerakan Saemaul, sehingga secara jelas dapat
menggambarkan tentang implementasi integrasi program Saemaul dan program
desa.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini difokuskan terutama untuk menemukan jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagaimana telah dirumuskan. Oleh
karena itu peneliti akan fokus pada:
a. Mekanisme pemberdayaan Gerakan Saemaul di Desa Percontohan yakni
Desa Ponjong Kabupaten Gunungkidul DIY
b. Faktor-faktor pendukung dan penghambat yang berpengaruh terhadap
implementasi Gerakan Saemaul terhadap proses pemberdayaan masyarakat
Desa Ponjong
3. Lokasi Penelitian
Penelitian akan berlokasi di Desa Ponjong Kecamatan Ponjong Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa tersebut mempunyai
karakteristik masyarakat petani yang didukung dengan potensi sumberdaya alam
yang berbeda dari desa-des lain di Kabupaten Gunungkidul.
36
4. Teknik Penentuan Informan
Karena bersifat kualitatif maka teknik pemilihan subjek penelitian (informan
maupun narasumber) menggunakan teknik sampling yang selama ini sering
digunakan. Subjek penelitian berasal dari unsur pemerintah desa, lembaga desa,
pihak kecamatan, Yayasan Penabulu (pendamping desa) serta tokoh masyarakat
dan tokoh perempuan. Para informan tersebut dipilih karena beberapa faktor
diantaranya: 1) sebagai pengambil keputusan dan penanggungjawab program, 2)
pelaksana kegiatan, 3) penerima manfaat dan 4) pendamping kegiatan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan dua sumber data, yakni data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui:
a. indepth interview / wawancara mendalam dengan para narasumber terpilih
di tingkat desa yakni:
1) Tokoh masyarakat dan tokoh perempuan dari Desa Ponjong berjumlah
4 orang (terdiri atas: 1 tokoh masyarakat, 1 tokoh perempuan mewakili
unsur Kelompok Wanita Tani / KWT, 1 tokoh PKK dan 1 orang
pengurus Gapoktan)
2) Perangkat Desa Ponjong berjumlah 4 orang (terdiri dari kepala desa,
sekretaris desa, kaur keuangan dan kaur kemerintahan)
3) Staf Pengelola BUMDes Hanyukupi Desa Ponjong 2 orang (Direktur
BUMDes dan 1 orang pengelola unit usaha Kandang Sapi Komunal)
4) Camat Kecamatan Ponjong
5) Pendamping Desa Ponjong dari Yayasan Penabulu
37
Pemilihan elemen narasumber tersebut untuk mendapatkan berbagai
informasi yang akurat terkait dengan proses perencanaan program di tingkat desa
maupun pelaksanannya Selain itu, wawancara ini bertujuan untuk cross-check
model pendekatan maupun pola intervensi program di tingkat desa
b. Pengamatan / observasi
Data tidak hanya berhenti pada wawancara, tetapi perlu dilengkapi dengan
sebuah observasi lapangan, yang menjadi salah satu analisis penting dalam
pengumpulan data penelitian agar menjadi lebih akurat. Sebagaimana
disampaikan oleh Riduwan, bahwa metode observasi merupakan teknik
pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke
objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan,
2004: 104).
Metode observasi seringkali juga diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada subjek penelitian.
Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan hendaknya dilakukan pada
subjek yang secara aktif mereaksi terhadap objek. Adapun Kriteria dalam
observasi yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Memiliki pengetahuan yang cukup terhadap objek yang hendak diteliti
2) Pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang
dilaksanakan
3) Penentuan cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat data
4) Penentuan kategori pendapatan gejala yang diamati
38
5) Pengamatan dan pencatatan harus dilakukan secara cermat dan kritis
6) Pencatatan setiap gejala harus dilaksanakan secara terpisah agar tidak
saling mempengaruhi
7) Pemilihan pengetahuan dan ketrampilan terhadap alat dan cara
mencatat hasil observasi
Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati
perubahan fenomena-fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang
kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi pelaksana,
metode ini untuk melihat objek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan
antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan (Margono, 2007: 159).
Sedangkan Data sekunder dikumpulkan melalui beberapa proses analisis yang
berasal dari:
1) Studi dokumentasi dari buku : Laporan tahunan kegiatan program
Saemaul maupun laporan kegiatan lainnya termasuk laporan Yayasan
Penabulu Yogyakarta
2) Laporan program desa maupun dokumentasi dan publikasi instansi
terkait lainnya.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan menyusun kajian data dalam bentuk
konsep dan proposisi maupun interpretasi dan kesimpulan atas proses penelitian.
Menurut Miles dan Huberman teknik analisis data diawali dengan: a)
pengumpulan data, pengumpulan data ini dilakukan dengan penyusunan lembar
39
rangkuman kontak, pembuatan kode-kode dan pemberian catatan misalnya terkait
dengan: orang, peristiwa dan isu yang akan diungkapkan. Kemudian dilanjutkan
dengan b) penyajian data / display dari data yang dikumpulkan dan dianalisis
sebelumnya. Display adalah format yang menyajikan informasi secara sistematik,
yang memberi informasi bagian mana yang menjadi aspek relevan dari situasi
yang bersangkutan maupun sebagai aspek relevan dari sistem sosial,
(http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/221-analisis-data-
penelitian-kualitatif-sebuah-pengalaman-empirik.html, diunduh tanggal 18
September 2018).
Menurut Miles and Huberman aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya
jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau
informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data, yakni sebuah
proses yang mempunyai tujuan untuk menyempurnakan terutama melalui
pengurangan data yang tidak relevan. Setelah itu dilakukan penyajian data
(display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
drawing/verification). Penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan proses
perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat singkat,
padat dan mudah dipahami terkait dengan relevansi dan konsistensi terhadap judul
dan perumusan masalah dalam penelitian tentang integrasi gerakan Saemaul dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Pada analisa data, data yang sudah diperoleh dari para informan akan
dibuat kategorisasi sehingga dapat ditemukan tema terkait dengan integrasi
40
program Gerakan Saemaul, program pemberdayaan desa dan dirumuskan menjadi
hipotesis berdasar atas rumusan masalah yang berhubungan dengan program
pembangunan desa (https://massofa.wordpress.com/2008/01/14/kupas-tuntas-
metode-penelitian-kualitatif-bag-2/, diunduh tanggal 24 Juli 2017).
41
BAB II
PROFIL DESA PONJONG
A. Kondisi Desa Ponjong
Desa Ponjong merupakan Ibukota Kecamatan Ponjong dan menjadi salah
satu desa kawasan perencanaan ibukota kecamatan (IKK) Ponjong. Potensi yang
dimiliki dari sisi geografis dan potensi sumberdaya alam membuat Desa Ponjong
mempunyai daya dukung untuk berkembang. Desa Ponjong terbagi dalam 4
wilayah utama yakni: daerah permukiman, sentra perekonomian masyarakat,
wilayah pertaniam dan densitas wisata.
Dilihat dari tata guna lahan yang ada, secara umum dapat digambarkan bahwa:
fungsi wilayah perencanaan masih didominasi ruang terbuka berupa lahan kering
dan lahan pertanian yang didukung jalur irigasi yang diambilkan dari Sumber
Ponjong yang letaknya berdekatan dengan kantor Pemerintah Desa.
Ponjong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunungkidul yang
mempunyai pertumbuhan perekonomia yang cukup tinggi. Meskipun dalam
hirarkhi perkotaan Ponjong sendiri masuk hirarkhi 3 (tiga) yang letaknya
diperbatasan Kabupaten Gunungkidul, DIY dan kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah.
1. Letak Geografis dan Administratif
Secara geografis Desa Ponjong terletak di 3 3o 52’ 44” dan 7o 52’ 11” atau
sebelah Timur Laut Kota Wonosari dengan jarak + 14 km. Adapun batas kewilayahan
Desa Ponjong adalah:
42
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Genjahan dan Desa Sumbergiri
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Sumbergiri dan Desa Karang
Asem
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Sidorejo dan Desa Bedoyo
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Sidorejo
Desa Ponjong mempunyai luas 628,0240 ha, yang terdiri atas 11 pedukuhan
dengan luas masing-masing pedukuhan sebagai berikut:
Tabel 2.1: Luas Per Pedukuhan
No Pedukuhan Luasan (M2)
1 Karangijo Kulon 484.9302 Karangijo Wetan 517.2293 Sumber Lor 729.3374 Sumber Kidul 538.1255 Ponjong 520.4056 Duren 647.9107 Kuwon 650.3558 Serut 568.1709 Jaten 532.13010 Tembesi 452.36911 Padangan 639.460
Jumlah 6.280. 420
Secara spasial, letak dan batas wilayah perencanaannya dapat dilihat pada
peta administrasi lokasi perencanaan (Gambar: 2.1). Kecamatan Ponjong terletak
pada ketinggian antara 200 – 400 m dari permukaan air laut (dpl) dan topografi
wilayah dengan kategori datar sampai dengan bergunung. Kondisi berbukit
terlihat pada bagian Timur Laut, Timur dan Selatan.
Sumber: Profil Desa Ponjong 2016
43
Gambar 2.1. Peta Desa Ponjong
Oleh karena topografi Desa Ponjong menunjukkan keluasan hamparan maka akan
sangat menunjang pelaksanaan program Saemaul dalam pembangunan lingkungan
khususnya bidang pertanian.
2. Demografi
a. Jumlah Perkembangan Penduduk
Desa Ponjong merupakan desa yang mempunyai jumlah penduduk cukup
besar hal tersebut bisa kita lihat dalam data pemutakhiran yang dilakukan pada
tahun 2015 dan telah dimuat juga dalam RPJMDes 2016 – 2021. Jumlah
penduduk dan distribusinya pada tiap-tiap padukuhan dapat dilihat dalam tabel
berikut:
44
Tabel 2.2 : Jumlah Penduduk Masing-Masing Pedukuhan
No Pedukuhan Laki-Laki Perempuan JumlahPenduduk
(Jiwa)
Rerata
1 Karangijo Kulon 330 350 680 -0.0065
2 Karangijo Wetan 271 308 579 0.012867
3 Sumber Lor 330 340 670 0.013797
4 Sumber Kidul 226 213 439 -0.00557
5 Ponjong 219 225 444 0.006698
6 Duren 230 242 472 0.004026
7 Kuwon 228 249 477 0.038718
8 Serut 132 134 266 0.068742
9 Jaten 234 233 467 0.008816
10 Tembesi 204 205 409 0.004405
11 Padangan 235 265 500 0.006324
Jumlah 2639 2764 5403 0.013848
Sumber: Pemutahiran Data kependudukan Desember 2015
Berdasar data kependudukan di atas kita dapat mengetahui bahwa jumlah
penduduk perempuan lebih banyak, oleh karena itu prioritas penguatan kelompok
perempuan diperlukan terutama dalam upaya peningkatan pendapatan keluarga.
Hal ini juga menjadi fokus bidang yang akan dilakukan dalam program Saemaul
ini. Untuk memperjelas data tabel, maka data tersebut digambarkan dalam bentuk
grafik dengan penjelasan sebagai berikut:
45
Grafik 2.1: Grafik Jumlah Penduduk Desa Ponjong
Sumber: Pemutahiran Data kependudukan Desember 2015
Dari tabel di atas maka jumlah dan perkembangan penduduk pada kawasan
perencanaan memiliki pertumbuhan yang relatif rendah. Jumlah penduduk Desa
Ponjong secara umum mengalami perkembangan, dari data tahun 2007 sampai
tahun 2014. Berdasarkan perkembangan jumlah penduduk tersebut, diketahui
bahwa rerata pertumbuhannya adalah 0.0138 atau 1,38 %. Oleh karena jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan mempunyai jumlah yang seimbang, maka
program Saemaul dalam bidang peningkatan UKM yang dikelola oleh kelompok
perempuan akan menopang ekonomi rumah tangga petani di Desa Ponjong.
Jumlah dan perkembangan penduduk pada kawasan perencanaan dapat
berpengaruh terhadap perencanaan tata bangunan dan lingkungan. Dikarenakan
perkembangan penduduk dapat berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan
sehingga perkembangan area terbangun akan bertambah termasuk pada kawasan
perencanaan yang pasti akan menambah kebutuhan sarana dan prasarana. Untuk itu
diperlukan pengatuaran mengenai tata lingkungan dan permukiman pada kawasan
46
perencanaan agar nantinya pertumbuhan pembangunan pada kawasan perencanaan
dapat tertata dan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan.
b. Jumlah Keluarga
Berdasarkan data kependudukan pada kawasan perencanaan diketahui jumlah
keluarga yang tertinggi pada Padukuhan Karangijo Kulon yaitu mencapai 230
keluarga dengan rata-rata penduduk per Km2 13,02 jiwa, dan jumlah keluarga
terendah pada Padukuhan Sumberkidul, yaitu 53 keluarga dengan rata-rata
penduduk per Km2 5,68 jiwa. Secara rinci jumlah keluarga dan kepadatan
penduduk per Km2 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.3. : Kepadatan Penduduk Masing-Masing PedukuhanNo Pedukuhan Jumlah
Keluarga (KK)Luas Pedukuhan
(Km2)Kepadatan(Jiwa/Km2)
1. Karangijo Kulon 230 48,4700 13,022. Karangijo wetan 192 51,8680 10,783. Sumber lor 177 72,9100 8,534. Sumberkidul 53 53,7245 7,715. Ponjong 130 51,6925 7,826. Duren 131 64,2840 6,567. Kuwon 141 65,0390 7,358. Serut 67 56,8170 5,689. Jaten 120 54,8170 8,4310. Tembesi 125 45,1915 8,7611. Padangan 156 63,8865 8,052. Karangijo wetan 192 51,8680 10,78
Jumlah 1522 628,7000 8,31Sumber: Pemutahiran Data Kependudukan Desember 2015
Dengan melihat tabel kepadatan penduduk di atas, setiap warga akan
semakin berkontribusi dalam bentuk partisipasi aktif dalam program Saemaul ini,
terutama dalam optimalisasi pengembangan unit usaha BUMDes. Pengembangan
unit usaha BUMDes ini akan mempermudah peningkatan ekonomi bagi
penduduk terutama melalui pembagian keuntungan usaha BUMDes yang
47
disalurkan dan dikelola untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di setiap
dusun.
c. Jumlah Penduduk Berdasar Pendidikan
Masyarakat desa Ponjong sebagian besar merupakan masyarakat dengan
mata pencaharian utama petani, pedagang dan pegawai negeri sipil. Dilihat dari
sisi tingkat pendidikan pun juga cukup beragam, namun tingkat pendidikan
terbanyak dari penduduk Desa Ponjong adalah Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah
1.202 jiwa dan yang paling sedikit adalah pendidikan setingkat akademi
berjumlah 3 jiwa. Secara rinci tingkat penduduk di Desa Ponjong termuat dalam
profil desa Ponjong Juni 2014 seperti tabel berikut:
Tabel 2.4. : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
NO. URAIAN JUMLAH1. Tidak Sekolah 8652. TK 2833. SD 12024. SMP 9525. SMA 10126. Akademi 37. D2 628. D3 1299. S1 112
10. S2 43
Tabel tersebut di atas memberikan gambaran bahwa penduduk Desa Ponjong yang
paling besar mempunyai latar belakang pendidikan Sekolah Dasar. Oleh karena
itu fokus program adalah penguatan kapasitas masyarakat terutama mereka yang
berpendidikan sekolah dasar agar mampu bersaing dalam hal peningkatan
pendapatan dengan masyarakat lainnya. Untuk memperjelas komposisi dan
analisis dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:
48
Grafik 2.2: Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber: Pemetaan Profil Desa Ponjong, Juni 2014
Tingkat pendidikan masyarakat Ponjong yang sebagian besar Sekolah Dasar (SD)
menjadi fokus penerima manfaat program. Karena sebagain besar merupakan ibu-
ibu rumah tangga yang bekerja sebagai petani. Oleh karena itu program Saemaul
dalam penguatan bidang pertanian juga menyasar kepada kelompok wanita
tani/KWT dan Gapoktan yang sebagaian mempunyai latar belakang pendidikan
SD.
d. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Penduduk Desa Ponjong, 80% bermata pencaharian petani. Dan untuk
angka pengganguran mencapai 543 Jiwa, ini merupakan pengangguran tidak
mutlak. Dimana pengangguran yang dimaksud adalah cacah jiwa yang masuk
dalam kategori usia tidak produktif.
49
No.Mata
Pencaharian Jumlah
01. PNS 166
02. Pensiunan 81
03. POLRI 6
04. Petani 941
05. Buruh Tani 490
06. Pegawai Swasta 363
07. Wiraswasta 302
08. Jasa 71
09. Peternakan 111
10. Pengangguran 543
11 TNI 1
Jumlah 3075
Meskipun mata pencaharian masyarakat Desa Ponjong beragam, namun
mata pencaharian penduduk Desa Ponjong ini apabila digambarkan dalam bentuk
grafik akan sangat terlihat bahwa masalah terbesar adalah tingginya angka
pengangguran. Oleh karena itu perlu ada solusi dari pemerintah desa dalam
pengentasan pengangguran terutama bagi pengangguran usia produktif. Apabila
kita lihat pada tabel dalam sektor wiraswasta, maka kesempatan usaha dalam
sektor ini perlu diotpimalkan oleh pemerintah desa. Data mata pencaharian dalam
bentuk grafik adalah sebagai berikut:
Tabel. 2. 5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Sumber: Profil Desa Juni 2014
50
Grafik 2.3. : Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Sumber: Pemetaan Profil Desa Ponjong Juni 2014
Oleh karena itu, program Saemaul akan berkontribusi pada pengembangan unit
usaha BUMDes, sehingga tambahan jumlah unit usaha dalam BUMDes
diharapkan mampu menjembatani kesempatan kerja bagi masyarakat yang masih
menganggur.
e. Keadaan Sosial
Pengaruh budaya Jawa sangat berdampak pada bentuk aktivitas kegiatan
sosial kependudukan masyarakat Desa Ponjong. Sedangkan dilihat dari tingkat
sosial ekonomi dapat diketahui bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Desa
Ponjong tergolong masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang beragam dari
prasejahtera sampai keluarga sejahtera III PLUS+. Faktor terbesar yang
berpengaruh dari golongan tersebut adalah kepemilikan tanah dan lahan persawahan
yang ada di masyarakat. Menurut data yang termuat dalam RPJMDes 2016 – 2021,
kondisi kepemilikian lahan di masyarakat di Desa Ponjong adalah sebagai berikut:
51
1) Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Tabel 2.6: Penggunaan Lahan
NO. PENGGUNAAN LAHAN LUASAN (Ha)1. Tanah Pekarangan 173,7030 Ha2. Sawah 31,7150 Ha3. Sawah Lungguh 11, 4345 Ha4. Tegal 333,996 Ha5. Lain-Lain 49,7926 Ha
Sumber: Profil Desa Ponjong 2016
Desa Ponjong dengan luas wilayah 628,0420 Ha, hampir 60%
merupakan kawasan fungsi lindung, yaitu; tanah pertanian lahan basah
(sawah), tanah pertanian lahan kering dan kawasan sumber mata air
Ponjong. Sedangkan 40% merupakan kawasan budidaya atau
pengembangan, terdiri dari; area permukiman, area perikanan dan
peternakan, area komersil (perdagangan dan jasa), fasilitas umum
(perkantoran, fasilitas pendidikan, kesehatan, ibadah dan balai padukuhan)
dan area industri rumah tangga. Dengan keluasan lahan di setiap dusun
terutama bagian tanah pekarangan dan tegal, maka optimalisasi keterlibatan
penduduk dalam kegiatan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan dalam
program ini diharapkan mampu berdampak pada optimalisasi lahan tegalan
dan pekarangan di setiap pedusunan.
2) Tata Guna Lahan
Dilihat dari peta tata guna lahan (tabel 2.6), Desa Ponjong terbagi
menjadi empat bagian, yaitu; pertanian, hunian, fasilitas umum dan area
konservasi dan wisata. Fungsi lahan di Desa Ponjong sebagian besar
52
merupakan daerah pertanian, baik pertanian lahan basah maupun lahan
kering.
Zona hunian, cenderung bersifat menyebar, sebagian besar terdapat pada
pedukuhan Karang Ijo Wetan dan sepanjang jalan poros desa.. Area
komersil, yaitu pasar dan pertokoan juga berada di sepanjang jalan poros
desa tersebut.
Pusat perkantoran dan pelayanan publik, berada di pedukuhan Sumber
Kidul, dimana terdapat pusat pemerintahan Kecamatan Ponjong, yakni
terdapat Kantor Kecamatan Ponjong, Kantor Urusan Agama (KUA)
Ponjong dan Kantor Koramil, sedangkan kantor perbankan berada di
pedukuhan Karang Ijo wetan, yaitu; Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank
Pemerintah Daerah (BPD) DIY dan BUKP. Fasilitas pendidikan, kesehatan
dan keagamaan tersebar di tiap-tiap pedukuhan.
Selain itu, di desa Ponjong terdapat tempat-tempat yang digunakan
untuk perikanan air tawar. Di bidang Pariwisata dan konservasi air. Desa
Ponjong mempunyai tempat wisata Gunung Kendil dan yang paling utama
adalah area konservasi air, yaitu; Sumber Ponjong. Dimana Sumber Ponjong
merupakan icon utama desa Ponjong, yang saat ini sebagian dikelola
menjadi lokasi wisata oleh BUMDes Hanyukupi dan sebagian merupakan
sumber air di desa ponjong khususnya dan Gunung Kidul pada umumnya.
Program Saemaul ini berkontribusi dalam pembangunan lingkungan
terutama terkait dengan pembangunan prasarana dasar khususnya di bidang
pertanian.
53
3) Lingkungan Hidup
Lingkungan di wilayah Desa Ponjong masuk dalam kategori belum
tercemar. Di Desa Ponjong, sebagian besar penduduknya mempunyai hewan
ternak. Biasanya, rumah dengan kandang menjadi satu dalam satu
pekarangan. Penyadaran untuk memisahkan antara lokasi rumah dengan
kandang ternak dengan jarak yang agak jauh membutuhkan proses bertahap,
karena hal tersebut sudah menjadi tradisi turun temurun di masyarakat.
Lingkungan pasar menjadi salah satu area yang menjadi penggerak
perekonomian di desa Ponjong dan sekitarnya. Selain itu lingkungan
pertanian dan konservasi air merupakan bagian utama di desa Ponjong yang
sampai saat ini masih terpelihara, dikelola dan dikembangkan dengan cukup
baik.
f. Keadaan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud adalah melihat gambaran sektor
pendorong perkembangan ekonomi, kegiatan usaha dan perkembangan penggunaan
tanah, dan produktivitas kawasan.
Sektor pendorong kegiatan ekonomi wilayah Desa Ponjong dapat dilihat dari
perkembangan ekonomi dengan melihat potensi perekonomian di kawasan Desa
Ponjong. Potensi tersebut dapat dilihat dari usaha yang dikembangkan di
masyarakat dan hasil produksi dari kegiatan usaha yang berkembang. Berdasarkan
grafik data kependudukan diketahui jumlah penduduk sebagian besar berprofesi
sebagai petani, sehingga dapat disimpulkan pertanian menjadi salah satu usaha yang
54
berkembang di kawasan Desa Ponjong. Tetapi selain usaha pertanian, usaha non
pertanian juga sudah mulai tampak embrio perkembangannya, misalnya potensi
perikanan dan peternakan, perdagangan, jasa dan industri rumah tangga.
1) Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Penopang ekonomi utama di Desa Ponjong adalah produk hasil pertanian,
terutama produk tanaman pangan. Desa Ponjong merupakan salah satu
lumbung padi Kabupaten Gunungkidul. Selain produk tanaman pangan, hasil
pertanian lain adalah; holtikultura dan tanaman lahan kering. Meskipun
merupakan lumbung padi Kabupaten Gunungkidul, namun hasil pertanian
terutama dari sawah (beras) umumnya masih untuk konsumsi sendiri,
sedangkan yang dijual masih relatif sedikit. Kondisi yang masih subsisten
tersebut tidak terlepas dari permasalahan terkait dengan kegiatan di Desa
Ponjong selama ini, antara lain:
Permasalahan Pertanian Lahan Basah
Beberapa saluran irigasi belum permanen
Sistem pertanian masih boros air
Saluran irigasi yang sudah ada masih banyak yang mengalami
kebocoran
Perkumpulan Petani pemakai Air (P3A) belum bekerja dengan
maksimal
Permasalahan Pertanian Lahan Kering
Jalan Usaha Tani (Jalut) sebagian masih berupa jalan tanah dan jalan
setapak
55
Sarana budidaya dan komoditas belum optimal
Masih banyak bukit/gunung yang tidak tertata dan dikelola misalnya
di wilayah pedukuhan Serut, Kuwon dan Duren.
Di Perbukitan Serut banyak sekali binatang kera yang seringkali
menjadi perusak hasil panen masyarakat
Hasil pertanian dan perkebunan di Desa Ponjong, apabila digambarkan
dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:
Grafik 2.4 : Grafik Komoditas Pertanian (Ton/Tahun)
Sumber: Pemetaan Profil Desa Ponjong Juni 2014
Komoditas yang menjadi andalan adalah padi yang menjadi sumber
penghasilan sebagian besar masyarakat petani Desa Ponjong. Oleh karena
itu agar hasil semakin optimal maka petani melalui Gapoktan dan KWT
akan selalu dilibatkan dalam penguatan kapasitas untuk menuju proses
sistem pertanian modern seperti di Korea Selatan.
56
2) Peternakan
Sebagai masyarakat petani, maka hewan ternak merupakan tabungan
yang menyertai kepemilikan. Beberapa pedukuhan seperti Serut, Jaten,
Tembesi dan Padangan hampir semua kepala keluarga mempunyai hewan
ternak dengan jumlah rata-rata per kepala keluarga (kk) antara 1 – 3 ekor
sapi. Sedangkan untuk ternak kambing setiap kk mempunyai 2 – 5 ekor.
Beberapa keluarga juga mempunyai jenis ternak lain, seperti kelinci maupun
domba seperti yang terangkum profil Desa Ponjong Juni 2014 dalam tabel
berikut:
Tabel 2.7. : Komoditas Peternakan Tiap Padukuhan
NO PADUKUHANJENIS TERNAK
SAPI KERBAU KAMBING DOMBA KELINCI1. Karangijo
Kulon36 - 97 9 -
2. Karangijo wetan 16 - 29 - -3. Sumber lor 38 - 96 - -4. Sumberkidul 24 - 36 19 285. Ponjong 46 - 69 9 -6. Duren 49 3 42 18 -7. Kuwon 50 - 59 - 108. Serut 70 - 176 - 99. Jaten 46 - 99 12 -10. Tembesi 56 - 80 10 511. Padangan 48 - 117 31 11Jumlah 479 3 900 108 63
Komoditas peternakan di setiap pedusunan tersebut cukup besar dan
beragam terutama dari jenis dan jumlah. Program Saemaul salah satunya
adalah pembuatan kandang komunal maksudnya agar petani tidak asing
lagi dengan proses pemeliharaan ternak terutama sapi. Untuk memperjelas
maka tabel tersebut digambarkan dalam bentuk grafik seperti terlihat di
bawah ini:
57
Grafik 2.5 : Grafik Komoditas Peternakan
Sumber: Pemetaan Profil Desa Ponjong Juni 2014
Meskipun demikian, ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam
pengembangan produktifitas peternakan antara lain: kandang masih
berdekatan dengan permukiman dan belum masuk kategori kandang sehat,
pakan ternak yang mahal dan keterbatasan untuk hijauan pakan ternak,
harga jual rendah, kube mati, penyakit (flu burung, tetelo, dll)
3) Perikanan
Perikanan air tawar di Desa Ponjong menjadi potensi tersendiri untuk
dikembangkan. Selain potensi yang dimiliki masyarakat, Desa Ponjong juga
memanfaatkan Sumber Ponjong untuk dikelola dalam usaha peningkatan
perikanan. Berdasarkan hasil pemetaan swadaya, hasil budidaya ikan di Desa
Ponjong belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk hasil
produksinya di setiap padukuhan dapat dilihat pada Tabel 2.8. dan untuk
produksi keseluruhan Desa Ponjong dapat dilihat pada grafik 2.6.
58
Di Desa Ponjong ada dua sistem budidaya ikan air tawar yang dikembangkan,
yaitu sistem kolam biasa dan sistem kolam terpal. Masih berdasar sumber
Profil Desa Ponjong Juni 2014 produksi perikanan sbb:
Tabel 2.8. : Komoditas Budidaya Ikan Air Tawar Tiap Padukuhan
NO PADUKUHANPRODUKSI (PER-3 BULAN)
GURAMEH
TAWES NILA MUJAIR LELE BAWAL
1. Karangijo Kulon - - 190 33 31 472. Karangijo wetan 112.5 100 540 15 1050 503. Sumber lor - - - - 40 -4. Sumberkidul 974 25 1995.5 942.5 1108 38955. Ponjong - 100 60 106 510 -6. Duren - - - - 12.5 -7. Kuwon - - - - 35 -8. Serut - - - - 250 -9. Jaten - - - - 10 -10. Tembesi - - 40 - 499 -11. Padangan 432.5 162.5 7432.5 413 109 3702.5
Jumlah 1519 387,5 10258 1509,5 3654,5 7694,5
Sumberdata: Profil Desa Ponjong Juni 2014
Tabel tersebut menggambarkan bahwa masyarakat Desa Ponjong adalah
masyarakat yang punya kemauan untuk maju. Untuk memberikan
gambaran secara jelas tentang tabel tersebut maka, digambarkan dalam
bentuk grafik (per 3 bulan) seperti berikut ini:
Grafik 2.6. : Grafik Komoditas Perikanan (Per-3bulan)
Sumber: Profil Desa Ponjong Juni 2014
59
Dengan melihat tabel dan grafik tersebut di atas dapat dibuktikan
dengan tingginya upaya budidaya ikan di hampir 11 dusun. Kegiatan ini
tentu berdampak pada peningkatan pendapatan keluarga dang sesuai dengan
spirit Gerakan Saemaul yakni kerja keras sehingga berkontribusi dalam
proses peningkatan kesejahteraan melalui proses kemandirian desa.
4) Industri Rumah Tangga
Industri rumah tangga yang berkembang di Desa Ponjong, sebagian
besar adalah industri makanan. Selain itu terdapat juga mebel, bambu dan
kayu. Hasil produksi industri rumah tangga terutama makanan, menjadi
produk unggulan dan oleh-oleh khas dari Ponjong.
Tabel 2.9. : Industri Rumah Tangga
NO KOMODITAS JUMLAH
1 Emping (Jagung & Mlinjo 6
2 Kacang Bawang 2
3 Keripik (Tempe, Pisang, Telo) 6
4 Rempeyek Kacang & Kedelai 2
5 Kerupuk 11
6 Makanan Ringan (Roti) 3
7 Tempe 8
8 Tahu 4
9 Jamu 1
10 Kerajinan Bambu 1
11 Kerajinan Kayu 6
12 Kerajinan Gerabah 1
13 Kerajinan Batu 3
Sumber: Profil Desa Ponjong Juni 2014
60
Dari potensi yang ada di Desa Ponjong, produk-produk industri rumah
tangga ini secara kualitas dapat menjadi produk unggulan. Di sisi lain,
tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri rumah tangga adalah
permodalan, pemasaran dan kurangnya pembinaan untuk peningkatan
kualitas dan kuantitas produk serta manajemen pemasaran. Program ini juga
dilakukan dalam tahapan penguatan kapasitas melalui bentuk pelatihan
dalam program Saemaul di Desa Ponjong.
5) Perdagangan dan Jasa
Aktivitas perdagangan di Desa Ponjong terutama ditopang oleh Pasar
Ponjong. Pasar Ponjong menganut sistem pasaran yakni Pon dan Legi.
Selain itu, untuk mendukung keberadaan pasar, disekitar pasar terdapat
toko, kios dan warung. Pasar umum yang dikelola oleh pemda ini,
menyediakan kebutuhan sehari-hari, dari kebutuhan pokok sampai
kebutuhan sekunder. Selain itu juga sebagai pusat perdagangan palawija.
Desa Ponjong merupakan salah satu desa pusat perdagangan palawija atau
yang lebih dikenal sebagai pengepul. Dan pengepul ini mempunyai andil
yang cukup besar dalam peningkatan perekonomian di Desa Ponjong.
Untuk mendukung keberadaan pasar, disekitar pasar terdapat area public
seperti area perkantoran, pendidikan, apotik dan penyedia jasa, seperti
warnet, tempat fotocopy dan agen bus, digambarkan dalam tabel berikut:
61
Tabel 2.10: Fasilitas Perdagangan
NO JENIS JUMLAH
1 Pasar 1
2 Toko 125
3 Warung 57
Sumber: Profil Desa Ponjong Juni 2014
Kompleks fasilitas perdagangan dalam tabel di atas merupakan salah satu
lokasi jual-beli yang menguntungkan bagi masyarakat penerima manfaat
program yang telah memperoleh peningkatan kapasitas dalam hal sistem
pengelolaan dan pengembangan produk UKM.
B. Pemerintahan Desa Ponjong
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan BPD dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Desa adalah sebagai pemimpin desa yang dipilih langsung oleh
penduduk desa dan berwenang untuk menyelenggarakan urusan yang berkaitan
dengan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat dan dibantu oleh pembantunya yang terdiri dari unsur
staf, unsur pelaksana dan unsur wilayah. Di samping itu, kepala desa sebagai
penyelenggara dan penanggungjawab di bidang pemerintahan, keuangan,
pembangunan dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan
62
yang berlaku serta mengembang-tumbuhkan jiwa kegotong royongan dalam
melaksanakan pembanguan pemerintahan desa
Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis.
1. Urusan Pemerintahan Desa
Urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan desa meliputi:
a. Bidang Pemerintahan
b. Bidang Penyelenggaraan Pembangunan
c. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
d. Bidang Pemberdayaan Kemasyarakatan
2. Lembaga Kemasyarakatan Desa Lainnya
Lembaga Kemasyarakatan Desa yang ada di Desa Ponjong antara lain :
a. LPMD
b. PKK
c. Karang Taruna
d. LPMP
e. RW
f. RT
g. BKM Mandiri
h. Orsos. NGUDI RUKUN
i. Gapoktan
63
j. P3A
k. Poskesdes
l. Forum Anak
m. KSM Peduli Kasih
n. Lembaga Pelestari Budaya
Lembaga-lembaga desa ini merupakan lembaga yang berperan dalam proses
pemberdayaan masyarakat, karena mereka langsung bersinggungan dengan
masyarakat di tingkat padukuhan. Apabila digambarkan dalam bentuk struktur
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2: Struktur Organisasi Pemerintah Desa Ponjong
............
Keterangan:_____________ : Garis Komando.......................... : Garis Koordinasi
BPD Kepala Desa
Sekretaris Desa
UrusanPerencanaan
UrusanKeuangan
Urusan Umum
BagianPemerintahan
BagianKesejahteraan
Rakyat
BagianPembangunan
Dukuh
64
3. Pembagian Wilayah Desa
Desa Ponjong dibagi menjadi 11 wilayah Padukuhan 11 RW dan 46 RT
seperti dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.11: Daftar Padukuhan Desa Ponjong
NO PADUKUHAN JML. RW JML. RT
1 Karangijokulon 1 5
2 Karangijowetan 1 4
3 Sumber Lor 1 5
4 Sumber Kidul 1 4
5 Ponjong 1 4
6 Duren 1 4
7 Kuwon 1 4
8 Serut 1 4
9 Jaten 1 4
10 Tembesi 1 4
11 Padangan 1 4
Sumber: Profil Desa Ponjong Juni 2014
Setiap padukuhan dipimpin oleh seorang dukuh sebagai kepala wilayah di
padukuhan setempat, dibawah dukuh merupakan wilayah RW dan RT yang
masing-masing dipimpin oleh seorang ketua RW dan RT, sebagai mitra dukuh
dalam melaksanakan tugasnya. Struktur ini sangat membantu program koordinasi
dalam pelaksanaan program dalam upaya melibatkan masyarakat di setiap
pedukuhan.
65
C. Profil Saemaul Provinsi Gyeongsangbuk-Do Korea Selatan
1. Makna Gerakan Saemaul
Gerakan Saemaul dimulai tahun 1970 dengan tujuan untuk mengentaskan
kemiskinan yang melanda Korea dan membangun era baru kemakmuran dengan
slogan “ kehidupan yang baik.” Saemaul adalah gabungan dari kata “Sae” yang
berarti baru/terbarukan dan “Maul”bermakna desa atau unit dasar dari kehidupan
masyarakat. Sae juga bermakna sebuah perubahan yaitu perubahan keadaan menuju
kemakmuran material dan spiritual. Sedangkan Maul juga berarti masyarakat yang
hidup atau suatu tempat yag terdiri dari berbagai masyarakat lokal, masyarakat
kultural dan masyarakat ekonomi. Dengan demikian Saemaul dapat diartikan
sebagai pengembangan suatu komunitas lokal ke arah yang lebih baik dalam aspek
material maupun spiritual, ( Kyungwon University Saemaul Academy, 2008: 9).
2. Konsep Tradisional Gerakan Saemaul
Konsep Gerakan Saemaul secara tradisional terdiri dari 5 poin. Kelima poin
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gerakan Saemaul merupakan suatu gerakan umum untuk pembangunan
nasional yang bertujuan lepas dari kemiskinan absolut.
b. Gerakan Saemaul merupakan gerakan reformasi spiritual yang kondusif untuk
membangun modernisasi masyarakat Korea Selatan guna menyesuaikan laju
perkembangan sejarah dunia.
c. Gerakan Saemaul yang dimulai dari masyarakat agricultur/petani merupakan
gerakan nasional untuk pembangunan masyarakat lokal.
66
d. Gerakan Saemaul merupakan suatu gerakan untuk persatuan nasional yang
kondusif dalam mengatasi konflik dan perpecahan dampak dari masa
penjajahan Jepang, Perang Korea dan pembangunan kembali pasca perang,
industrialisasi Korea dan berbagai permasalahan sosial.
e. Gerakan Saemaul merupakan gerakan masyarakat untuk mengutamakan etika
dan moralitas dengan tradisi keberhasilan Korea Selatan seperti nilai-nilai
“Durae” (kelompok kerjasama petani), “Hyangyak”(kesepakatan untuk
mandiri dan mendorong nilai-nilai kebaikan dan menghilangkan kebiasaan-
kebiasaan buruk) dan “Pumassi” (berbagi pekerjaan atau bekerja secara
bergiliran), ( Kyungwon University Saemaul Academy, 2008: 11-12)
3. Signifikansi Gerakan Saemaul di Abad 21
Gerakan Saemaul yang pada awal dibentuknya merupakan gerakan untuk
menuju “hidup makmur” pada abad ke-21 bergeser menjadi “ gerakan untuk hidup
makmur bersama-sama melalui partisipasi dan sukarela dari masyarakat.” Selain
itu, Gerakan Saemaul di abad 21 bukan lagi prakarsa dari pemerintah yang bersifat
top down tetapi lebih sebagai gerakan yang datang dari “akar rumput” yang
mengandalkan kerelawanan dan bersifat partisipatoris. Disisi lain, Gerakan Saemaul
di abad 21 telah menghidupkan kembali gerakan untuk mengembangkan semangat
dan kebudayaan di Korea itu sendiri dan untuk mengembangkan masyarakat
regional di luar negeri. Adapun perbedaa antara Gerakan Saemaul tradisional dan di
abad 21 antara lain:
67
Tabel 2.12: Perubahan Pendekatan Gerakan Saemaul
Pendekatan Tradisional Abad ke-21Ideologi Hidup makmur Makmur bersama-sama
Proses Pembangunan Gerakan bersifat topdown
Gerakan berasal dari akarrumput
Perubahan Tujuan SesuaiPerkembangan Jaman
Modernisasi Kemajuan
Sumber data: Saemaul Academy Kyungwon University
Tabel di atas menunjukkan bahwa pergeseran dari pola pendekatan dari tradisional
ke pola abad 21 merupakan pergeseran pola dari individual ke komunal, dari sistem
instruksi ke pola partisipatoris dan berkembang sesuai dengan perubahan jaman.
Hal tersebut merupakan proses yang diperoleh melalui pola aksi-refleksi pergerakan
kebangsaan dan pergantian pola kepemimpinan Gerakan Saemaul di Korea.
4. Pendekatan Gerakan Saemaul di Abad ke-21
Globalisasi merupakan kondisi yang tidak bisa lagi dihindari di abad ke-21
ini, selain itu abad ini juga ditandai dengan menguatnya trend global tentang
kekuatan teknologi informasi, bioteknologi dan industrialisasi regional. Era baru ini
merupakan era terpenting bagi komunitas internasional karena saat mendesak untuk
melindungi dan menjaga lingkungan serta sumberdaya. Isu-isu mendesak yang
dihadapi oleh Korea di abad ke-21 antara lain:
a. Penurunan pertumbuhan ekonomi.
b. Polarisasi sosio-ekonomi menjadi masalah serius berkaitan dengan
peningkatan kualitas hidup di area pendidikan, kedokteran, budaya,
perumahan dan lingkungan.
68
c. Angka kelahiran rendah dan usia lanjut meningkat yang berdampak pada
kekurangan tenaga kerja produktif
d. Desentralisasi dan pembangunan regional yang seimbang
e. Gangguan permasalahan sosial di masyarakat pedesaan karena perkembangan
industrialisasi (Kyungwon University: 51-52).
Melihat permasalahan yang perlu segera ditangani oleh Korea maka Gerakan
Saemaul juga melakukan perubahan strategi pendekatan. Gerakan Saemau di era
abad ke-21 ini dilakukan melalui 3 pendekatan: 1) semangat pelayanan, 2)
semangat kerjasama dan 3) semangat rekonsiliasi. Pendekatan baru tersebut
menjadi upaya agar Gerakan Saemaul dikenal oleh masyarakat Korea dan dunia
secara baik. Oleh karena itu beberapa strategi promosi agar gerakan ini semakin
memasyarakat dilakukan dengan cara:
a. Gerakan Saemaul harus mengukuhkan identitas dan membangun kemandirian
dengan meningkatkan kegiatan sosial kemasyarakatan.
b. Memperkuat kemampuan internal Gerakan Saemaul dengan terus berinovasi
dalam hal berorganisasi maupun kepemimpinan.
c. Berkolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat dalam proyek-proyek di
wilayah/daerah.
d. Mencari dan mengembangkan prinsip-prinsip pemasaran baru seperti
mengadakan proyek-proyek dan mengevaluasi tingkat partisipasi dan
kesukarelawanan masyarakat
e. Mencanangkan kampanye untuk menyadarkan masyarakat yang dapat
meningkatkan semangat pelayanan, kerjasama dan ketekunan.
69
f. Gerakan Saemaul mengembangkan jangkauan ke luar negeri dengan tujuan
untuk berkontribusi dalam peningkatan pendapatan nasional dengan slogan “
Saemaul Korea adalah Saemaul Dunia, dan Saemaul untuk Persatuan.”
Slogan ini untuk mempromosikan identitas dan pertukaran etnis, serta
kerjasama antara Korea Selatan dan Korea Utara (Kyungwon University: 67).
Melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat Korea, maka Gerakan Saemaul
pada abad ke-21 ini difokuskan pada 4 bidang prioritas yakni: a) Penyegaran
ekonomi pedesaan, 2) Perwujudan masyarakat yang memiliki semangat
berpartisipasi dan berbagi, 3) Peningkatan budaya bermasyarakat dan 4) Globalisasi
Gerakan Saemaul ke berbagai negara. (Kyungwon University: 76-79). Proses
mempromosikan gerakan lokal menjadi global kemudian dikerjasamakan antara
pemerintah Provinsi Gyeongsangbuk-Do sebagai pusat gerakan Saemaul dengan
Universitas Kyungwon.
5. Globalisasi Saemaul Provinsi Gyeongsangbuk-Do
Provinsi Gyeongsangbuk-Do sebagai pusat Gerakan Saemaul mempunyai
slogan “Demi Pemberantasan Kelaparan dan Kemiskinan di Dunia serta
Berkontribusi dalam Mencapai SDGs.” Globalisasi Gerakan Saemaul ini diawali
tahun 2005 karena permintaan berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang
Saemaul dari Sekjen PBB Ban Ki Moon dan para pemimpin dari 26 negara
berkembang anggota PBB, oleh karena itu tahun 2010 dibentuklah Yayasan
Globalisasi Saemaul / Saemaul Globalization Foundation. Proses ini diawali
dengan membentuk 3 lembaga utama yang mengawal Globalisasi Gerakan Saemaul
70
ini yakni: 1) lembaga profesional/khusus, yang didalamnya terdiri dari para
profesional di berbagai bidang, 2) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (khusus)
untuk memperkenalkan nilai-nilai Saemaul dan 3) Lembaga Teknologi Pertanian
yang didalamnya terdiri dari para ahli di bidang pertanian yang akan membantu
desa di berbagai negara. Sumber pembiayaan Gerakan ini diperoleh dari beberapa
komponen yakni: pemerintah (provinsi & kabupaten/kota), perusahaan/bisnis ,
Bank Daerah, maupun para konglomerat, (Materi Pelatihan Program Globalisasi,
2016: 20). Staf program ini berjumlah 20 orang mulai dari direktur sampai dengan
koordinator bidang. Digambarkan dalam struktur organisasi adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 3: Struktur Organisasi Globalisasi Saemaul
Sumber data: Buku Materi Pelatihan Globalisasi Saemaul 2016
Organisasi ini semakin berkembang di beberapa negara di Benua Afrika
yakni: Ethiopia, Rwanda, Tanzania dan Senegal, sedangkan di wilayah Benua Asia
Direktur Utama
Presiden Direktur
Kepala Kantor
BidangPelatihan
BidangKerjasama
Asing
BidangPerencanaan
Dewan Direksi
71
berkembang di negara Philipina, Vietnam, Srilanka dan Indonesia. Adapun Yayasan
Globalisasi Saemaul ini dilandasi dengan visi, target serta program utama seperti
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2. 13. Arah Program Yayasan Globalisasi Saemaul
Visi Memberantas kemiskinan masyarakat dunia dan
berkontribusi dalam mencapai SDGs
Target Penguatan kapasitas kemaandirian di negara berkembang
dan membangun keberlanjutan program
Program Utama Penempatan relawan Saemaul dan pembuatan desa
percontohan Saemaul
Pelatihan Saemaul untuk warga negara asing
Pelatihan Saemaul di negara sasaran program
Pengiriman relawan mahasiswa ke luar negeri
Program relawan pemuda global
Sumber data: Buku Materi Pelatihan Globalisasi Saemaul 2016
Berdasarkan data di atas maka program Saemaul fokus pada penguatan
kapasitas dan kemandirian warga melalui proses menumbuhkan kesadaran yang
dilakukan dalam pelatihan Saemaul serta melakukan revitalisasi kelompok petani,
perempuan dan pemuda yang mengalami kemandegan. Selain itu, untuk
menumbuhkan keberlanjutan diakhir program, maka tim Saemaul melakukan
kerjasama dengan berbagai stakeholders strategis di tingkat lokal yakni: pemerintah
daerah, perguruan tinggi, LSM/NGO, perwakilan desa dan tim relawan desa.
Gerakan Saemaul telah memiliki prosedur dalam pembentukan desa
percontohan. Prosedur tersebut dilakukan melalui beberapa proses sebagai berikut:
1) survey lokasi dan pemilihan desa, 2) membentuk local governance
72
(penanggungjawab program di tingkat provinsi), 3) membuat rencana dasar
program selama 5 tahun per desa, 4) pemilihan relawan Korea, pelatihan dan
penempatan serta 5) membuat rencana kegiatan per tahun sesuai rencana dasar.
Dalam penguatan kapasitas awal, desa penerima manfaat program diberikan
pemahaman bahwa isu program Saemaul terdiri atas 3 fokus yakni: pelatihan
tentang organisasi dan jiwa Saemaul, program peningkatan pendapatan dan
program perbaikan lingkungan. Kedua program tersebut (peningkatan pendapatan
dan perbaikan lingkungan) disesuaikan dengan kondisi warga dan program yang
direncanakan harus memungkinkan untuk dijalankan. Pilihan program juga
didasarkan pada aspek keberlanjutan dan fokus pada penumbuhan mental dasar
Gerakan Saemaul.
Program Globalisasi Saemaul dilaksanakan dengan mengandalkan
keterlibatan para relawan Korea yang bersedia ditempatkan di berbagai negara
minimal selama 1-2 tahun. Adapun tahapan proses untuk menjadi relawan Saemaul
adalah sebagai berikut: 1) pemilihan tim dari seluruh wilayah Korea, 2) pelatihan
pengetahuan dari KOICA selama 4 minggu, 3) pelatihan dari para pakar selama 3
minggu, 4) penempatan dan adaptasi dengan negara tujuan selama 4 minggu dan 5)
kegiatan pelayanan sukarela di negara tujuan selama 13 bulan. Keseluruhan
program tim relawan terkait dengan program pengembagan kapasitas SDM dan
kemandirian.
Untuk promosi Gerakan Saemaul kepada desa di lokasi program maupun
pemimpin dari negara lain adalah sebagai berikut:
73
Tabel 2.14: Pola Pelatihan Saemaul bagi negara penerima manfaat dan negara lain
Bagi Negara Tujuan Program Bagi Pemimpin dari Negara lain
Ditujukan untuk pegawai pemerintah &
warga desa setempat
Ditujukan bagi :
• pegawai pemerintah setempat
• 200-300 peserta perwakilan desa per
tahun, hingga tahun 2014 telah
melibatkan peserta dari 55 negara
dengan total 1.300 peserta
Meningkatkan partisipasi masyarakat dan
pemerintah daerah setempat terhadap
program pembentukan desa percontohan
Saemaul
Pelatihan memuat materi tentang:
• Teori dan mental Saemaul
• Contoh keberhasilan dan kegagalan
program
• Kunjungan dan pengalaman langsung
di lapangan
Bertujuan untuk:
• Menggali memberikan pemahaman
tentang Gerakan Saemaul kepada warga
desa
• Menggali kebutuhan warga
• Meningkatkan hasil serta efektivitas
program
• Menyiapkan asas pengembangan desa
yang berkesinambungan
Bertujuan untuk:
• Pembentukan dan pelaksanaan local
governance
• Membawa pola kemandirian yang
berkesinambungan
Sumber data: Buku Materi Pelatihan Globalisasi Saemaul 2016
Dua perbedaan pola pelatihan tentang Saemaul tersebut merupakan bukti bahwa
promosi Gerakan Saemaul ini dilakukan secara massive dan terstruktur, melibatkan
banyak pihak di berbagai negara yang menjadi lokasi program maupun negara lain,
bertujuan agar kemandirian masyarakat menjadi suatu pola dan sistem
ketatanegaraan yang berkesinambungan.