67
INTRODUKSI GEN Osdep1 KE DALAM TANAMAN PADI VARIETAS CIHERANG, NIPPONBARE, DAN KASALATH MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

INTRODUKSI GEN Osdep1 KE DALAM TANAMAN PADI VARIETAS CIHERANG, NIPPONBARE, DAN KASALATH MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

Embed Size (px)

Citation preview

  • INTRODUKSI GEN Osdep1 KE DALAM TANAMAN PADI

    VARIETAS CIHERANG, NIPPONBARE, DAN KASALATH

    MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

    RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2012

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

    SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Introduksi Gen Osdep1 ke dalam

    Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara

    Agrobacterium tumefaciens adalah karya saya dengan komisi pembimbing dan

    belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

    informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak

    diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam

    Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Bogor, Agustus 2012

    Ruth Maduma Dewiningsih Sianturi

    P051090071

  • ABSTRACT

    RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI. Introduction of Osdep1 Gene

    through Agrobacterium tumefaciens into Rice cv. Ciherang, Nipponbare, and

    Kasalath. Under direction of SUHARSONO and TRI JOKO SANTOSO.

    Development of high yielding rice varieties can be performed through

    Agrobacterium-mediated transformation techniques by inserting a gene that

    regulates the characters related to high yield. DEP1 gene (dense and erect

    panicle1) is a gene with single locus responsible for pleiotropy manner of three

    important traits i.e. dense panicle, grain number per panicle and erect panicle. The

    objective of this research was to introduce an Osdep1 gene into genome rice cv.

    Nipponbare, Ciherang, and Kasalath by using Agrobacterium-mediated

    transformation to obtain transgenic rice carrying the transgene. The vector used in

    this research was Agrobacterium tumefaciens strain LBA-4404. Concentration of

    higromycin antibiotic used for selecting agent was 50 mg/L, and acetosyringone

    compound was added to the media that is equal to 100 M. In vitro

    Agrobacterium tumefaciens (OD600 = 0.3)-mediated transformation through

    dropping the bacteria to rice immature embryo explants have been successfully

    performed and produced three transgenic plants of Nipponbare. Meanwhile, in

    planta transformation have produced two transgenic plants cv. Ciherang and three

    transgenic plants cv. Kasalath. Inheritance analysis of T1 generation Kasalath-

    Osdep1-4 dan Kasalath-Osdep1-8 lines showed that the transgenic lines were not

    chimeras. Molecular analysis should be performed to make sure that the T1

    transgenic rice lines also carry the transgene.

    Keywords: Agrobacterium tumefaciens, genetic transformation, Osdep1 gene,

    rice (Oryza sativa).

  • RINGKASAN

    RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI. Introduksi Gen Osdep1 ke

    dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath Melalui

    Perantara Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing oleh SUHARSONO dan TRI

    JOKO SANTOSO.

    Upaya peningkatan produksi padi harus tetap dilakukan untuk

    meningkatkan ketahanan pangan nasional sehingga tercipta swasembada pangan

    yang berkelanjutan. Usaha pengembangan varietas dengan produktifitas tinggi

    dapat dilakukan dengan teknik rekayasa genetika yaitu melalui transformasi

    dengan vektor Agrobacterium tumefaciens yang dilakukan dengan cara

    menyisipkan vektor plasmid yang mengandung gen yang meregulasi karakter

    produktifitas tinggi. Gen dense erect panicle 1 (dep1) bertanggung jawab secara

    pleiotropi terhadap tiga sifat penting yaitu malai rapat (dense panicle), jumlah biji

    per malai (grain number per panicle) dan malai tegak (erect panicle). Ekspresi

    berlebih atau over-ekspresi gen Osdep1 diharapkan dapat meningkatkan densitas

    panikula, jumlah bulir per panikula dan panikula yang tegak sehingga

    produktivitas tanaman padi meningkat.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksikan gen Osdep1 ke dalam

    tanaman padi varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath. Introduksi gen

    Osdep1 dilakukan dengan 2 metode yaitu transformasi secara in planta

    menggunakan eksplan skutelum (Supartana et al. 2005) dan transformasi secara in

    vitro menggunakan eksplan embrio muda (Hiei & Komari 2006). Analisis PCR

    dilakukan dengan menggunakan primer gen spesifik hpt (hygromycin phospho-

    transferase) yaitu primer forward (F): 5-GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3 dan primer reverse (R): 5-GCATCTGCCGTGCACATG-3. Elektroforesis hasil PCR dilakukan pada 1% gel agarose dan dijalankan pada 80 volt selama 35 menit.

    Pita-pita DNA hasil PCR di dalam gel agarosa divisualisasi dengan perangkat

    Chemidoc gel system.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada transformasi secara in vitro

    padi japonica (Nipponbare) mempunyai efisiensi transformasi lebih tinggi

    daripada indica (Ciherang atau Kasalath). Eksplan yang berupa embrio muda dari

    varietas Nipponbare dapat membentuk kalus dan beregenerasi di media seleksi.

    Walaupun eksplan dapat membentuk kalus, tetapi kalus Ciherang dan Kasalath

    tidak mampu beregenerasi untuk membentuk tunas. Hal ini menunjukkan bahwa

    transformasi genetika pada padi indica masih mengalami kesulitan terutama dalam

    kemampuan regenerasinya dan ini juga memperkuat dugaan selama ini bahwa

    padi indica bersifat rekalsitran untuk ditransformasi. Transformasi dengan eksplan

    embrio muda ini telah berhasil mendapatkan 9 tanaman putatif transgenik

    Nipponbare, namun hanya 7 yang bertahan hidup dan 3 tanaman diantaranya

    adalah positif PCR untuk gen hpt dengan efisiensi transformasi sebesar 1.56%.

    Hasil transformasi secara in planta menunjukkan bahwa konsentrasi

    higromisin 40 mg/L yang ditambahkan pada media MS (Murashige-Skoog) sudah

    dapat membedakan tanaman transforman dan non-transforman pada varietas

    Ciherang. Efisiensi transformasi menggunakan metode in planta dalam media

    seleksi higromisin 40 mg/L adalah 2%, 0%, dan 3% masing-masing untuk varietas

  • Ciherang, Nipponbare dan Kasalath. Analisis pewarisan transgen dilakukan pada

    galur padi transgenik generasi T1 Kasalath-Osdep1-4 dan Kasalath-Osdep1-8

    yang ditanam pada media MS yang mengandung higromisin 40 mg/L dan 50

    mg/L. Hasil uji pewarisan gen hpt melalui penanaman biji di media seleksi

    menunjukkan bahwa gen tersebut diwariskan kepada generasi T1. Hal ini menjadi

    bukti bahwa transgen hpt telah terintegrasi pada genom sel-sel meristem apikal

    (biasanya belum terdiferensiasi) yang berkembang menjadi sel-sel reproduksi

    yang selanjutnya diwariskan pada generasi berikutnya.

    Kata kunci: Agrobacterium tumefaciens, gen Osdep1, padi (Oryza sativa),

    transformasi genetik

  • Hak cipta milik IPB, tahun 2012

    Hak cipta dilindungi Undang-undang

    1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

    a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

    tinjauan suatu masalah

    b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar dari IPB dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

    dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BB-Biogen)

    2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB dan Balai Besar Penelitian dan

    Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BB-

    Biogen)

  • INTRODUKSI GEN Osdep1 KE DALAM TANAMAN PADI

    VARIETAS CIHERANG, NIPPONBARE, DAN KASALATH

    MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

    RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI

    Tesis

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada

    Program Studi Bioteknologi

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2012

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA

  • Judul Tesis : Introduksi Gen Osdep1 ke dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang,

    Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara Agrobacterium

    tumefaciens

    Nama : Ruth Maduma Dewiningsih Sianturi

    NIM : P051090071

    Disetujui

    Komisi Pembimbing

    Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. Dr. Tri Joko Santoso, SP. MSi.

    Ketua Anggota

    Diketahui,

    Ketua Program Studi/Mayor Dekan Sekolah Pasca Sarjana

    Bioteknologi

    Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr.

    Tanggal Ujian: 24 Juli 2012

    Tanggal Lulus:

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya

    sehingga penulis dapat menyusun tesis dengan judul Introduksi Gen Osdep1 ke

    dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara

    Agrobacterium tumefaciens.

    Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, dan

    Dr. Tri Joko Santoso, SP. M.Si, selaku komisi pembimbing yang telah

    mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam proses penelitian maupun

    penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada

    seluruh peneliti dan staf Laboratorium Biologi Molekular BB-Biogen Cimanggu

    Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan

    penelitian ini. Terimakasih kepada Ibu Atmitri, Ibu Aniversari, Ibu Nur, Pak Heri,

    Pak Umar, Pak Asep, dan seluruh BB-Biogen Family: Dewi Praptiwi, Falin

    Fakhrina, Ibu Sesanti, Happy, Fina, Taufan, Obosh, Reza, mba Ida, Anggun, Ade,

    Gitaw, Sekar, Rizki, Dina, Retno, Safia, Alifah yang telah memberikan semangat

    dan keceriaan pada penulis.

    Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk keluarga tercinta, Mama dan

    Papa atas kasih sayang, cinta, dukungan, nasihat, dan doa yang tak hentinya

    dicurahkan kepada penulis. Terimakasih disampaikan untuk ibu Ridho Kurniaty,

    Kak Ellya, teman-teman BTK 2009 dan 2010, teman-teman PBT 2008 dan 2009,

    teman-teman Fitopatologi 2009, serta teman-teman guru sekolah minggu dan cool

    DM GBI Gd. Lautan, teman-teman Wisma Flora, teman-teman GSP (Gita Swara

    Pascasarjana) atas segala dukungan, ide, nasihat dan doanya. Semoga karya ilmiah

    ini bermanfaat.

    Bogor, Agustus 2012

    Ruth Maduma Dewiningsih Sianturi

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Cirebon tanggal 2 November 1986 dari orang tua

    terkasih pasangan bapak J. Sianturi S.AP dan ibu Linceria Sihombing S.Pd.

    Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan menengah umum tahun 2004 di SMA

    Negeri 2 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang

    pendidikan strata satu (S1) di program studi Pemuliaan Tanaman Fakultas

    Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto melalui PMDK. Selama

    menempuh studi penulis pernah menjadi asisten praktikum Pemuliaan Tanaman

    Terapan I, dan Rekayasa Genetika, dan pengurus HIMALITAN (Himpunan

    Mahasiswa Pemuliaan Tanaman). Pada tahun 2009 penulis mengikuti seleksi

    penerimaan mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai

    mahasiswa pada Program Studi Bioteknologi. Selama mengikuti program S2

    penulis bergabung dalam GSP (Gita Swara Pascasarjana).

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang ................................................................................... 1

    Tujuan Penelitian ............................................................................... 3

    Manfaat Penelitian ............................................................................. 3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Padi .................................................................................................... 5

    Perkembangan Transformasi Genetik pada Padi ............................... 6

    Gen DEP1 .......................................................................................... 8

    BAHAN DAN METODE

    Tempat dan Waktu .............................................................................. 11

    Bahan ................................................................................................. 11

    Metode ............................................................................................... 11

    Transformasi Genetik Secara In-vitro .................................... 11

    Transformasi Genetik Secara In-planta .................................. 14

    Analisis Amplifikasi Transgen pada Transforman ................ 15

    Isolasi DNA Genom Tanaman .................................. 15

    Analisis PCR .............................................................. 16

    Elektroforesis ............................................................. 16

    Analisis Pewarisan Gen hpt pada Tanaman Transgenik ......... 17

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Transformasi Genetik secara In vitro ................................................ 19

    Transformasi Genetik secara In planta .............................................. 24

    SIMPULAN ................................................................................................. 29

    SARAN ........................................................................................................ 29

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 31

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Data luas lahan, produksi dan produktivitas padi nasional (2006-2011) ......................................................................................................... 1

    2. Perbedaan morfologi padi indica, japonica, javanica ................................ 5

    3. Jumlah eksplan yang membentuk kalus beregenerasi dari embrio muda dari varietas padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath

    yang diinfeksi oleh A. tumefaciens ............................................................ 19

    4. Hasil transformasi secara in planta pada varietas Ciherang (C), Nipponbare (N), dan Kasalath (K) ............................................................ 25

    5. Jumlah tanaman positif PCR dan efisiensi transformasi secara in planta padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath ..................................... 25

    6. Uji toleransi kecambah padi varietas Kasalath nontransgenik dan Kasalath-Osdep1 generasi T1 di media seleksi yang

    mengandung higromisin 40 mg/L ............................................................. 26

    7. Uji resistensi varietas Kasalath nontransgenik terhadap antibiotik higromisin pada media yang mengandung 50 mg/L higromisin ............... 27

    8. Hasil skrining galur-galur tanaman transgenik Kasalath-Osdep1 pada media mengandung 50 mg/L higromisin ........................................... 27

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Peta genetik DEP1 pada kromosom padi nomor 9 .................................. 2

    2. Peta fisik daerah T-DNA dari plasmid pC1301-OsDep1 yang membawa gen Osdep1 dan gen ketahanan terhadap antibiotik

    Higromisin (HPT II) .................................................................................. 11

    3. Embrio muda setelah diinfeksi Agrobacterium tumefaciens dalam media ko-kultivasi .......................................................................... 19

    4. Kalus yang ditumbuhkan di media yang mengandung 50 mg/L higromisin ................................................................................................. 20

    5. Regenerasi tunas dari kalus ....................................................................... 20

    6. Tunas padi berakar .................................................................................... 21

    7. Analisis integrasi gen hpt di dalam tanaman transgenik putatif dengan PCR .............................................................................................. 22

    8. Analisis PCR menggunakan primer spesifik gen hpt terhadap tanaman padi varietas Ciherang hasil transformasi in planta ................... 24

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Stok dan komposisi media transformasi padi ............................................ 37

    2. Komposisi media A200 untuk 1L ............................................................. 39

    3. Komposisi media A201, A202, A203 ....................................................... 40

    4. Komposisi media A204, A205 .................................................................. 41

  • 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk

    Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya menuntut peningkatan

    ketersediaan beras. Produksi padi sawah Indonesia pada tahun 2009 meningkat

    mencapai 6.32% dari tahun sebelumnya, namun produksi pada tahun 2011

    menurun mencapai 1.08% dari tahun 2010 (Tabel 1). Untuk itu, peningkatan

    produksi padi harus tetap dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan

    nasional dan mencapai swasembada pangan. Upaya yang perlu dilakukan untuk

    meningkatkan produksi padi nasional antara lain dengan melakukan

    pengembangan varietas tanaman padi yang memiliki produktifitas tinggi dengan

    ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Peningkatan hasil produktifitas

    dapat dilakukan melalui peningkatan produksi bulir padi per malai.

    Tabel 1 Data luas lahan, produksi, dan produktivitas padi nasional (20062011)

    Tahun Luas Panen

    (ha)

    Produksi Padi

    Sawah Nasional (ton)

    Produktifitas Padi Sawah

    Nasional (Ku/ha)

    Laju Produksi

    (%)

    2006 11 786 430 54 454 937 46.20 0.55

    2007 12 147 637 57 157 435 47.05 4.72

    2008 12 327 425 60 325 925 48.94 5.25

    2009 12 883 576 64 398 890 49.99 6.32

    2010 13 253 450 66 469 394 50.51

    3.11

    2011 13 203 643

    65 756 904

    49.80

    1.08

    Sumber: Badan Pusat Statistik 2012

    Pengembangan varietas dengan hasil produksi yang tinggi dapat dilakukan

    dengan teknik pemuliaan tanaman konvensional dan teknik rekayasa genetika.

    Teknik pemuliaan konvensional dilakukan dengan persilangan antara tetua jantan

    dan betina yang memiliki sifat yang diinginkan, yang disebut dengan hibridisasi

    (Nasir 2001), yang diikuti dengan seleksi terhadap karakter tanaman yang

    diinginkan. Namun teknik persilangan ini masih memiliki kelemahan diantaranya

    membutuhkan waktu yang lama dalam perakitan varietas baru, sehingga untuk

    perbaikan genetik dibutuhkan rekayasa genetika. Rekayasa genetik dilakukan

    dengan mengintroduksikan gen asing (transgen) yang diinginkan ke dalam genom

  • 2

    tanaman sehingga tanaman tersebut mengalami transformasi secara genetik, tanpa

    mengubah sifat-sifat unggul yang sudah ada.

    Gen yang memiliki fungsi dalam meningkatkan produksi padi telah

    teridentifikasi diantaranya ialah gen Gn1a, EP2, dan DEP1 (Ashikari et al. 2005;

    Zhu et al. 2009; Huang et al. 2009). Huang et al. (2009) berhasil mengisolasi gen

    DEP1 yang terdapat pada kromosom 9 padi (Gambar 1). Gen DEP1 berperan

    dalam menentukan kepadatan malai, jumlah bulir per panikula, dan ketegakan

    panikula. Jumlah bulir pada tanaman padi transgenik DEP1 mencapai 40.9% lebih

    banyak daripada tanaman padi kontrol (non-transgenik) (Huang et al. 2009).

    Gambar 1 Peta genetik DEP1 pada kromosom padi nomor 9 (Huang et al. 2009).

    Agrobacterium tumefaciens banyak digunakan untuk melakukan

    transformasi genetik pada berbagai tanaman, baik tanaman dikotil maupun

    monokotil. Kelebihan dari teknik A. tumefaciens dibandingkan dengan metode

    penembakan partikel adalah mampu memindahkan fragmen DNA berukuran

    besar, memerlukan biaya relatif murah, relatif mudah dalam pengerjaannya, dan

    ekspresi transgen di dalam tanaman transgenik lebih tinggi (Lee et al. 2010).

    Proses introduksi gen dengan penembakan partikel seringkali menyebabkan

    terjadinya kerusakan sel/jaringan yang ditembak sehingga terjadi peningkatan

    kematian eksplan dan menurunkan daya regenerasi sel/jaringannya (Santoso et al.

    2005).

    Transformasi genetik pada tanaman padi melalui perantara A. tumefaciens

    sudah banyak dilakukan, namun efisiensi transformasi pada tanaman padi

    subspesies indica masih rendah. Keberhasilan transformasi genetik pada padi

    dipengaruhi oleh kesesuaian antara strain A. tumefaciens dengan jenis maupun

    varietas tanaman (Hiei et al. 1994; Smith & Hood 1995; Rahmawati 2006).

    Supartana et al. (2005) mengembangkan metode transformasi genetik padi

    melalui perantara A. tumefaciens secara in planta menggunakan eksplan skutelum,

    serta Hiei dan Komari (2006) mengembangkan metode transformasi genetik padi

  • 3

    melalui perantara Agrobacterium tumefaciens menggunakan ekplan embrio muda.

    Kedua metode tersebut telah diketahui menunjukkan efisiensi transformasi yang

    cukup tinggi pada tanaman padi.

    Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah mengintroduksi gen Osdep1 ke dalam genom

    tanaman padi varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath dengan bantuan A.

    tumefaciens strain LBA-4404 sehingga memperoleh tanaman padi transgenik

    yang membawa gen Osdep1.

    Manfaat Penelitian

    Tanaman padi transgenik yang mengandung gen Osdep1 diharapkan

    mempunyai produktifitas yang tinggi sehingga dapat meningkatkan produksi padi

    secara nasional.

  • 4

  • 5

    TINJAUAN PUSTAKA

    Padi

    Padi merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia.

    Tanaman padi berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit memanjang), urat

    daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga majemuk,

    buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir (grain) (Hattori & Siwi

    1986). Smith & Dilday (2002) menyatakan bahwa Oryza sativa terbagi menjadi

    tiga subspesies yaitu japonica, indica, dan javanica. Padi indica ditanam dan

    dikonsumsi secara luas di Indonesia. Padi subspesies indica umumnya memiliki

    masa dormansi beberapa minggu. Sifat ini cocok untuk daerah basah tropik karena

    suhu dan kelembaban sangat sesuai untuk perkecambahan (Yoshida 1981).

    Perbedaan morfologi antara padi subspesies indica, japonica, dan javanica dapat

    dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2 Perbedaan morfologi padi indica, japonica, dan javanica

    Karakteristik Indica Japonica Javanica

    Daun Lebar hingga

    sempit

    Sempit Lebar dan kaku

    Warna daun Hijau muda Hijau tua Hijau muda

    Butir padi Panjang hingga

    pendek, ramping

    dan sedikit rata

    Pendek dan

    membulat

    Panjang, lebar dan

    tebal

    Bentuk lemma dan

    palea

    Tipis dan rambut

    pendek

    Tebal dan rambut

    panjang

    Rambut yang

    panjang

    Jaringan Lunak Keras Keras

    Kadar amilum 2331% 1020% 2025%

    Sumber: Smith & Dilday (2002)

    Morfologi suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya.

    Pemahaman mengenai bentuk dan fungsi dari organ-organ tanaman padi

    diperlukan untuk merancang tipe tanaman padi ideal. Organ-organ tanaman padi

    terdiri atas: a) gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam, b) akar yang

    berfungsi sebagai penguat/penunjang tanaman untuk dapat tumbuh tegak,

    menyerap hara dan air dari dalam tanah, c) daun dan tajuk, d) batang yang

  • 6

    berfungsi sebagai penopang tanaman, penyalur senyawa-senyawa kimia dan air

    dalam tanaman, serta e) bunga padi (malai).

    Padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, dalam keadaan tergenang atau

    di lahan kering yang kelembabannya sesuai dengan kapasitas lapang. Suhu

    optimum untuk pertumbuhan padi ialah sekitar 27 oC. Padi adalah tanaman hari

    pendek (short day plant) dengan periodisitas cahaya optimal untuk pembungaan

    10 jam. Penyinaran yang lama dapat memperlambat atau menghambat

    pembungaan. Periodisitas kritis berkisar antara 12-24 jam tergantung pada

    kultivar (Setiamihardja & Herawati 2000).

    Tanaman padi subspesies japonica varietas Nipponbare sering digunakan

    sebagai model penelitian bagi tanaman monokotil. Beberapa alasan yang

    mendukung penggunaan tanaman tersebut antara lain ukuran genomnya relatif

    kecil (430 Mbp), mudah ditransformasi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi

    (Kolesnik et al. 2004). Genom padi diperkirakan mengandung 32 000 55 000

    gen baik pada padi japonica (Nipponbare) maupun indica (Remelia 2008).

    Informasi tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya yaitu identifikasi

    fungsi gen-gen padi (Greco et al. 2003).

    Perkembangan Transformasi Genetik pada Padi

    Padi merupakan makanan pokok bagi hampir setengah dari penduduk

    dunia dan telah banyak digunakan sebagai sistem model tanaman untuk tanaman

    monokotil. Secara garis besar terdapat dua teknik transfer gen yang telah berhasil

    diterapkan, yaitu transfer gen secara langsung dan tidak langsung. Transfer gen

    secara langsung misalnya dengan senyawa kimia polyethylene glycol (PEG), atau

    penembakan DNA. Transfer gen secara tidak langsung menggunakan bantuan

    bakteri tanah A. tumefaciens (Slamet-Loedin 1994). Secara alami A. tumefaciens

    hanya menginfeksi tanaman dikotil sehingga keberhasilan transformasi dengan A.

    tumefaciens pada awalnya hanya terbatas pada tanaman dikotil.

    Keberhasilan transformasi genetik pada tanaman padi (monokotil)

    menggunakan Agrobacterium pertama kali dilaporkan oleh Hiei et al. (1994).

    Keberhasilan transformasi yang dilakukan oleh Hiei et al. (1994) menggunakan

    vektor super biner pTOK233 yang disisipkan ke dalam A. tumefaciens virulen

  • 7

    biasa LBA 4404, dan vektor biner p1G121Hm yang disisipkan ke dalam A.

    tumefaciens super virulen EHA101. Keberhasilan tersebut didukung dengan

    penggunaan kalus embriogenik, penambahan senyawa asetosiringon dan kondisi

    pH yang rendah untuk mengaktifkan gen-gen vir dari A. tumefaciens.

    Penambahan asetosiringon dapat membantu keberhasilan transformasi

    menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens pada tanaman monokotil seperti

    tanaman padi. Senyawa ini diketahui berhasil menginduksi terekspresinya gen-gen

    vir pada plasmid Ti (Hiei et al. 1994; Saharan et al. 2004; Rahmawati 2006).

    Penambahan asetosiringon dapat meningkatkan keberhasilan efisiensi

    transformasi tanaman monokotil seperti pada tanaman tebu (Fitranty et al. 2003;

    Wulandari 2005), tanaman jagung (Utomo 2005), dan tanaman Anggrek (Pambudi

    2009). Penambahan asetosiringon sangat penting untuk transformasi tanaman padi

    karena tanaman padi yang termasuk monokotil yang tidak menghasilkan senyawa

    asetosiringon. Konsentrasi senyawa asetosiringon yang optimum dan umum

    digunakan untuk transformasi genetik pada tanaman monokotil menggunakan

    Agrobacterium adalah 100 M (Fitranty et al. 2003).

    Terdapat dua kelompok besar tanaman padi budidaya yaitu subspesies

    indica dan japonica. Padi indica ditanam dan dikonsumsi secara luas di dunia

    termasuk di Indonesia. Oleh karena itu transfer gen pada tanaman padi tidak

    hanya terbatas pada kelompok japonica tetapi juga untuk padi varietas elit

    kelompok indica. Informasi keberhasilan transformasi genetik pada padi indica

    masih terbatas. Padi indica sulit ditransformasi karena umumnya sensitif terhadap

    kultur jaringan dan kurang responsif jika ditransformasi (Maftuchah 2003; Lin &

    Zhang 2005; Purnamaningsih 2006; Mulyaningsih et al. 2010).

    Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi transformasi padi

    indica antara lain dengan pemilihan jaringan sebagai material awal yang

    digunakan. Ketepatan pemilihan jaringan/eksplan dan waktu transformasi dapat

    mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk mendapatkan tanaman transgenik

    (Hiei & Komari 2006; Toki et al. 2006). Eksplan tersebut dapat berupa skutelum

    benih yang membentuk kalus embriogenik (Rames et al. 2009), skutelum benih

    secara in planta (Supartana et al. 2005), benih (Toki et al. 2006) dan embrio

    zigotik muda (Hiei & Komari 2006). Eskplan berupa embrio zigotik muda

  • 8

    merupakan kumpulan sel meristem yang aktif membelah. Oleh karena itu, metode

    transformasi menggunakan eksplan embrio zigotik muda merupakan teknik

    transformasi yang baik untuk padi c(Mulyaningsih 2011). Transformasi secara in

    planta menggunakan eksplan berupa skutelum benih yang dilakukan oleh

    Supartana et al. (2005) dapat menghasilkan tanaman transgenik dalam waktu yang

    singkat.

    Saat ini berbagai kultivar tanaman padi telah berhasil ditransformasi

    menggunakan Agrobacterium. Ashikari et al. (2005) mengintroduksikan gen yang

    meregulasi sitokinin oksidase ke dalam padi indica varietas Habataki dan ke

    dalam padi japonica varietas Koshihikari. Supartana et al. (2005) melakukan

    transformasi secara in planta menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain

    LBA-4404 pada padi Koshihikari. Mulyaningsih et al. (2010) berhasil

    mengintroduksikan gen regulator HD-Zip pada padi indica kultivar Batutegi dan

    Kasalath. Gen HD-Zip merupakan salah satu faktor transkripsi yang terkait

    dengan adaptasi perkembangan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Gen

    isopentenyltransferase (ipt) berhasil diintroduksikan ke dalam genom padi kultivar

    Nipponbare (Wagiran et al. 2010). Isopentenyltransferase berperan sebagai

    katalisator dalam jalur biosintesis sitokinin tanaman padi, sehingga memberikan

    pengaruh terhadap tinggi tanaman, panjang malai, jumlah biji per malai pada

    tanaman padi (Wagiran et al. 2010).

    Gen DEP1

    Peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan

    waktu pembungaan. Arsitektur malai padi juga memegang peranan penting dalam

    peningkatan produksi, yaitu berpengaruh terhadap fotosintesis. Padi dengan malai

    tegak memberikan aerasi CO2 yang baik dan meningkatkan penerimaan cahaya

    yang menyebabkan fotosintesis dapat berjalan lebih efektif sehingga pengisian

    bulir maksimal (Guo & Hong 2010; Piao et al. 2009).

    Penelitian mengenai gen-gen yang berpengaruh terhadap peningkatan

    produksi padi melalui perbaikan arsitektur malai sudah banyak dilakukan.

  • 9

    Perbaikan arsitektur malai tersebut meliputi panjang malai, jumlah cabang primer

    per malai, ukuran bulir, rasio set biji, kepadatan malai, dan ketegakan malai.

    Huang et al. (2009) berhasil mengklon gen DEP1 yang terdapat dalam

    lokus DEP1. Lokus DEP1 merupakan lokus yang bertanggungjawab terhadap tiga

    karakter tanaman padi, yaitu kepadatan malai, jumlah bulir per panikula, dan

    ketegakan panikula.

    Penelitian terkait karakter malai yang tegak pada tanaman padi telah

    dilakukan, namun hasil yang diperoleh masih terbatas. Gen dominan dan resesif

    diketahui berpengaruh terhadap karakter malai padi yang tegak. Alel dominan

    yang terdapat pada lokus DEP1 merupakan mutasi gain-of-function yang

    menyebabkan pemotongan phosphatidylethanolamine-binding protein-like

    domain protein, suatu protein pengontrol pergantian morfologis antara

    pertumbuhan tunas dan struktur bunga pada tanaman. Efek alel tersebut

    menyebabkan reduksi panjang internodus inflorensia, dan peningkatan jumlah

    bulir per malai sehingga terjadi peningkatan hasil bulir padi. Dengan demikian

    DEP1 (Dense and Erect Panicle 1) bertanggung jawab terhadap tiga bentuk

    ekspresi yaitu densitas panikula, jumlah bulir per panikula yang tinggi dan

    panikula yang tegak (Huang et al. 2009).

    Selain gen DEP1, gen yang diidentifikasi terkait dengan peningkatan

    jumlah bulir per malai dan sifat panikula yang tegak pada tanaman padi adalah

    gen Gn1a dan EP2. Ashikari et al. (2005) melaporkan bahwa gen Gn1a

    merupakan gen yang mengaktifkan enzim cytokine oxidase yang berperan dalam

    mendegradasi fitohormon sitokinin sehingga merangsang pembentukan organ

    reproduksi (malai). Jumlah bulir pada tanaman padi transforman Gn1a mencapai

    21% lebih banyak daripada jumlah bulir pada tanaman padi kontrol

    (nontransgenik).

    Gen EP2 terletak pada kromosom padi nomor 7 dan diekspresikan pada

    berkas pembuluh. Mutasi loss-of-function gen tersebut menyebabkan fenotip

    malai tegak pada tanaman padi. Lokus EP2 merupakan lokus yang berperan

    dalam mengkode protein EP2 yang terletak di retikulum endoplasma, namun

    fungsi biokimiawinya belum diketahui (Zhu et al. 2009).

  • 10

  • 11

    BAHAN DAN METODE

    Tempat dan Waktu

    Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan Maret

    2012 di Laboratorium Biologi Molekular, Balai Besar Penelitian dan

    Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN).

    Bahan

    Biji padi varietas Nipponbare, Kasalath, dan Ciherang digunakan sebagai

    tanaman sasaran untuk transformasi genetik. Agrobacterium tumefaciens LBA-

    4404 yang mengandung pC1301-Osdep1 (Santoso et al. 2010) digunakan untuk

    melakukan transformasi materi genetik padi. pC1301-Osdep1 mengandung gen

    Osdep1 (Huang et al. 2009) dibawah kendali p35SCaMV (Gambar 2). Primer

    forward (F): 5-GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3 dan primer reverse (R):

    5-GCATCTGCCGTGCACATG-3 digunakan untuk mendeteksi gen hpt dengan

    PCR. Media kultur untuk proses transformasi padi disajikan pada lampiran 1, 2, 3,

    dan 4.

    Gambar 2 Peta fisik daerah T-DNA dari plasmid pC1301-Osdep1 yang membawa

    gen Osdep1 dan gen ketahanan terhadap antibiotik higromisin (HPTII)

    (Santoso et al. 2010).

    Metode

    Penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu (1) transformasi genetik

    secara in vitro, dan (2) transformasi genetik secara in planta.

    1. Transformasi genetik secara in vitro

    Transformasi genetik secara in vitro menggunakan bahan tanaman berupa

    NOS-pro HPTII (KanR) NOS-ter CaMV35s pro OsDep1 NOS-ter

    HindIII Sal1 BamH1 EcoR1

    RB LB

    NOS-pro HPTII (KanR) NOS-ter CaMV35s pro OsDep1 NOS-ter

  • 12

    embrio muda dengan mengikuti prosedur Hiei dan Komari (2008). Transformasi

    genetik secara in vitro dilakukan secara bertahap melalui: a) penanaman padi

    sebagai sumber eksplan, b) Persiapan bakteri A. tumefaciens dan eksplan, c)

    induksi kalus embriogenik, d) regenerasi kalus dan induksi perakaran, e)

    aklimatisasi.

    a. Penanaman padi sebagai sumber eksplan

    Benih-benih padi dari tiga varietas Nipponbare, Kasalath, dan Ciherang

    dikecambahkan pada cawan petri yang dilapisi dengan kertas saring [Advantec

    Toyo] basah selama 2 minggu. Kecambah-kecambah padi kemudian dipindahkan

    ke bak berisi tanah selama 2 minggu dan selanjutnya dipindah ke ember berisi

    tanah dan dipelihara sampai menghasilkan biji belum masak yang akan digunakan

    sebagai eksplan untuk transformasi. Eksplan yang digunakan adalah embrio muda

    berumur 8-12 hari setelah penyerbukan (antesis).

    b. Persiapan bakteri Agrobacterium tumefaciens dan eksplan

    Satu koloni A. tumefaciens yang mengandung vektor pCambia1301-

    Osdep1 [CambiaLabs] ditumbuhkan pada media YEP cair terdiri dari 10 g

    BactoTM

    pepton [Difco], 5 g NaCl [Merck], 10 g bacto yeast extract [Difco] yang

    mengandung antibiotik 75 mg/L karbenisilin [Sigma] dan 100 mg/L kanamisin

    [Sigma] selama semalam pada inkubator bergoyang pada kecepatan 200 rpm

    [Labline Shaker Orbit] dengan suhu 28 oC. Selanjutnya 500 L dari kultur

    tersebut ditumbuhkan pada media AB padat (0.5 g glukosa, 1.5 g BactoTM

    Agar

    [Difco], 5 mL AB buffer, 5 mL AB salt) yang mengandung antibiotik karbenisilin

    [Sigma] 75 mg/L dan kanamisin [Sigma] 100 mg/L, selama 3 hari pada suhu 28

    oC. Kultur Agrobacterium kemudian dilarutkan pada media ko-kultivasi cair, yaitu

    media dasar R2 (100 mL R2 makro 1, 100 mL R2 makro 2, 10 mL FeNaEDTA, 1

    mL R2 mikro, 25 mL vitamin R2) dengan penambahan 2.5 mg/L 2.4-D [Merck],

    10 g/L glukosa, dan 100 M asetosiringon [Sigma], dengan pH 5.2. Kerapatan

    bakteri yang digunakan adalah 0.3 pada panjang gelombang 600 nm.

    Persiapan eksplan embrio muda dimulai dari pemanenan biji padi yang

    belum masak. Kulit biji dikuliti dan disterilisasi dengan 100 mL ethanol [Merck]

    70% selama 10 detik, kemudian dipindahkan ke larutan sodium hipoklorit

    [Bayclin] 0.78% yang telah ditetesi tween 20 (1 tetes per 50 mL). Selanjutnya

  • 13

    dikocok selama 5 menit dan larutannya dibuang. Biji dibilas dengan aquades steril

    sebanyak 5 kali, dan dikeringkan menggunakan kertas saring pada cawan petri.

    Padi steril dipencet menggunakan pinset untuk mengeluarkan embrionya, dan

    ditanam di media kokultivasi (media A201, yaitu media dasar NB dengan

    penambahan 2 mg/L 2.4D [Merck], 2 mg/L NAA [Sigma], 1 mg/L BAP [Sigma],

    dan 19.62 mg/1 asetosiringon [Sigma] dalam 1 mL DMSO [Sigma], pH 5.2)

    dengan skutela menghadap ke atas. Suspensi A. tumefaciens diteteskan pada

    masing-masing embrio yang belum masak. Embrio yang diinfeksi A. tumefaciens

    diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25 oC dalam kondisi gelap.

    c. Induksi kalus embriogenik

    Setelah ko-kultivasi, tunas yang memanjang dibuang dari embrio dengan

    menggunakan skalpel. Embrio dibersihkan dari media ko-kultivasi menggunakan

    kertas saring steril yang ditempelkan pada Embrio. Embrio dipindahkan ke

    medium induksi kalus dan diinkubasi selama 5 hari. Media induksi kalus (A202)

    yang digunakan adalah media dasar NB dengan penambahan 1 mg/L 2.4D

    [Merck], 1 mg/L NAA [Sigma], 0.2 mg/L BAP [Sigma], 250 mg/L cefotaxim

    [Duchefa], dan 100 mg/L vankomisin [Calbiochem] dengan pH 5.8. Kalus

    dipindahkan ke medium induksi kalus yang mengandung 50 mg/L higromisin

    [Higromisin B, Roche] dengan pH 5.8 (A203) dan diinkubasi selama 3 minggu.

    Kalus-kalus tahan dipindahkan ke medium yang sama dan diinkubasi selama 10

    hari. Kalus-kalus yang tahan dan menunjukkan tanda-tanda embriogenik

    dipindahkan ke media regenerasi dan dinkubasi selama 10 hari.

    d. Regenerasi kalus dan induksi perakaran

    Kalus yang embriogenik dipindahkan ke media regenerasi (A204) yaitu

    media dasar MS dengan penambahan 2 mg/L kinetin [Sigma], 5 mg/L NAA

    [Sigma], 250 mg/L cefotaksim [Duchefa], 100 mg/L vankomisin [Calbiochem],

    dan 50 mg/L higromisin [Higromisin B, Sigma], dan ditempatkan di dalam ruang

    kultur pada suhu 28 oC dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam tiap hari.

    Kalus dipindahkan ke media regenerasi setiap 2 minggu hingga terbentuk tunas.

    Tunas diakarkan dalam media perakaran (A205) yaitu media dasar MS dengan

    penambahan 2 mg/L kinetin [Sigma], 1 mg/L NAA [Sigma], 250 mg/L

    cefotaksim [Duchefa], 100 mg/L vankomisin [Calbiochem], dan 50 mg/L

  • 14

    higromisin [Higromisin B, Roche]. Inkubasi dalam media pengakaran dilakukan

    selama dua minggu atau sampai dengan terbentuk akar. Planlet yang bertahan

    hidup kemudian diaklimatisasi.

    Efisiensi transformasi ditentukan berdasarkan perbandingan jumlah

    tanaman transgenik yang dihasilkan terhadap jumlah eksplan awal.

    e. Aklimatisasi

    Planlet-planlet dibersihkan dari agar dengan air mengalir sebelum

    diaklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap dengan menanam planlet

    selama satu minggu dalam tabung reaksi berdiameter 1.5 cm dan tinggi 15 cm

    yang berisi 5 mL air dan selama dua minggu dalam bak plastik ukuran 44 cm x 34

    cm x 15 cm yang berisi tanah sawah. Planlet yang berhasil bertahan hidup dalam

    periode aklimatisasi selanjutnya dipindahkan ke dalam pot plastik dengan volume

    10 L yang berisi tanah sawah.

    2. Transformasi genetik secara in planta

    Transformasi genetik secara in planta menggunakan bahan tanam berupa

    skutelum dengan mengikuti prosedur Supartana et al. (2005). Transformasi

    genetik secara in planta dilakukan secara bertahap melalui: a) kultur bakteri

    Agrobcaterium tumefaciens, b) perkecambahan benih padi untuk transformasi, c)

    inokulasi bakteri pada meristem apikal embrionik, d) pemeliharaan benih

    berkecambah setelah inokulasi.

    a. Kultur bakteri Agrobacterium tumefaciens

    Bakteri A. tumefaciens dikulturkan pada media LB cair yang mengandung

    antibiotik 100 mg/L kanamisin [Sigma] dan 75 mg/L karbenisilin [Sigma] dengan

    digoyang pada kecepatan 200 rpm [Labline Shaker Orbit] pada suhu 28 oC selama

    48 jam. Kultur bakteri kemudian dipanen dengan cara mengambil 1 mL suspensi

    bakteri dan dimasukkan ke dalam tabung mikro [Axygen] 1.5 mL kemudian

    disentrifus pada 5000 rpm [Himac CF 15R, suhu 4 oC] selama 1 menit. Endapan

    bakteri kemudian diresuspensi dengan 1 mL air steril dan ditambahkan 100 M

    asetosiringon [Sigma]. Kerapatan suspensi bakteri yang digunakan adalah 0.3

    pada panjang gelombang 600 nm. Kultur bakteri siap diinokulasikan ke benih

    padi.

  • 15

    b. Perkecambahan benih padi untuk transformasi

    Benih-benih padi dikuliti dan disterilisasi dengan 100 mL ethanol [Merck]

    70% selama 1 menit dan 0.78% sodium hipoklorit [Bayclin] yang telah ditetesi

    tween 20 (1 tetes per 50 mL) selama 15 menit kemudian dibilas dengan air steril 2

    kali. Setelah steril, benih-benih padi kemudian direndam dalam air steril selama 2

    hari pada suhu 20 oC. Selama perendaman, air diganti satu kali. Setelah 2 hari

    perendaman, daerah sekitar embrio akan berwarna putih. Pada tahap ini, baik

    bakal tunas atau akar tidak terlihat.

    c. Inokulasi bakteri pada meristem apikal embrionik

    Untuk menginokulasi bakteri pada meristem apikal embrionik dari benih-

    benih yang telah direndam maka bagian embrio yang nanti akan muncul sebagai

    tunas ditusuk-tusuk dengan ujung jarum steril [General Care] yang sebelumnya

    telah dicelupkan pada suspensi bakteri. Benih-benih yang telah diinokulasi

    kemudian ditempatkan pada petridis [Pyrex] yang telah diberi kertas saring

    [Advantec Tayo] basah dan diinkubasi pada ruang gelap selama 2-3 hari.

    d. Pemeliharaan benih berkecambah setelah inokulasi

    Benih yang telah berkecambah dipindahkan ke botol kultur yang

    mengandung media MS + 300 mg/L cefotaksim [Duchefa] ditambah agen

    seleksi higromisin [Higromisin B, Roche] dengan konsentrasi 0 mg/L, 10 mg/L,

    20 mg/L, 30 mg/L, dan 40 mg/L. Setelah berumur 7-9 hari, kecambah

    diaklimatisasi ke media air selama 2 hari dan selanjutnya dipindah ke pot yang

    mengandung media campuran tanah dan pupuk kandang. Tanaman T0 dipelihara

    sampai dewasa dan menghasilkan benih. Selama pemeliharaan, tanaman

    transforman secara in planta dianalisis PCR untuk mendeteksi integrasi dari gen.

    Efisiensi transformasi dihitung berdasarkan perbandingan jumlah tanaman

    transgenik terhadap jumlah eksplan.

    Analisis Amplifikasi Transgen pada Transforman

    Isolasi DNA Genom Tanaman. Isolasi DNA genom tanaman dilakukan

    mengikuti metode Doyle dan Doyle (1991) yang dimodifikasi. Daun padi

    sebanyak lebih kurang 0.5 gram digerus dengan bantuan nitrogen cair. Setelah itu

    serbuk dimasukkan ke dalam tabung mikro [Axygen] 2 mL kemudian ditambahi

  • 16

    1000 l bufer ekstraksi CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide). Campuran

    diinkubasi di dalam penangas air [Stuart Scientific] pada suhu 65 o

    C selama 15

    menit. Selama inkubasi campuran dibolak-balik setiap 5 menit sekali agar

    homogen. Campuran ditambah dengan 100 L Na-asetat dan 900 L kloroform

    isoamilalkohol (24:1) [Merck] ke dalam tabung mikro [Axygen], kemudian

    dikocok hingga merata. Suspensi selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12

    000 rpm (Himac CF 15R, suhu 4 oC) selama 5 menit. Lapisan paling atas

    dipindah ke tabung mikro [Axygen] baru sebanyak 350 L kemudian

    ditambahkan 35 L Na-Asetat dan 256.6 L isopropanol [Merck] (2/3 volume

    supertanatan) dicampur perlahan. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 12 000

    rpm [Himac CF 15R, suhu 4 oC] selama 5 menit. Supernatan dibuang. Endapan

    yang diperoleh ditambah dengan 200 L etanol [Merck] 70%. Campuran

    disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 12 000 rpm [Himac CF

    15R, suhu 4 oC]. Endapan selanjutnya dikeringkan di dalam oven [Heraeus]

    selama 10 menit. Endapan yang telah kering dilarutkan dalam larutan TE (Tris

    base-Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) yang mengandung RNase [Invitrogen]

    sebanyak 50 L dan diinkubasi [VWR Scientific] pada suhu 37 C selama 30

    menit.

    Analisis PCR. Reaksi PCR [DNA Engine Tetrad 2] mempunyai total

    volume 20 L menggunakan PCR kit FastStart [Roche Diagnostics GmBh]

    dengan konsentrasi akhir dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

    1x buffer PCR (100 mM Tris-HCl, 500 mM KCl, pH 8.3), 1.5 mM MgCl2 , 0.2

    mM dNTP mix, 1 unit Taq DNA polymerase, 0.5 M masing-masing primer hpt-F

    dan hpt-R [FirstBase] dan 50 ng DNA cetakan.

    Program amplifikasi PCR [DNA Engine Tetrad 2] adalah: denaturasi awal

    pada suhu 94 C selama 5 menit sebanyak 1 siklus, dilanjutkan dengan 30 siklus

    yang terdiri atas: denaturasi pada suhu 94 C selama 30 detik, penempelan primer

    pada suhu 60 C selama 30 detik, pemanjangan primer pada suhu 72 oC selama 1

    menit. Pemanjangan primer terakhir selama 5 menit pada suhu 72 oC.

    Elektroforesis. Elektroforesis hasil PCR dilakukan pada 1% gel agarose

    [Sigma]. Volume DNA hasil PCR yang dimasukkan ke dalam sumur gel agarose

    sebanyak 10 L ditambah dengan 2 L loading dye. Gel elektroforesis dijalankan

  • 17

    pada 80 volt selama 35 menit [Biorad]. Gel direndam dengan Ethidium Bromida

    [Merck] (0.5 mg/L) selama 5 menit kemudian direndam di air selama 5 menit.

    Pita-pita DNA hasil elektroforesis divisualisasi dengan perangkat Chemidoc gel

    system [Biorad].

    Analisis Pewarisan Gen hpt pada Tanaman Transgenik

    Tanaman T0 ditumbuhkan di rumah kaca dan dibiarkan melakukan

    penyerbukan sendiri dengan menutup seluruh bunganya untuk menghindari

    penyerbukan silang. Biji dari tanaman T0 disterilisasi dengan perendaman 1 menit

    di dalam ethanol [Merck] 70% dan 15 menit di dalam 0.78% sodium hipoklorit

    [Bayclin] yang mengandung 1 tetes tween 20 untuk setiap 50 mL, kemudian

    dibilas 5 kali dengan air steril. Setelah dikeringkan di atas kertas saring [Advantec

    Toyo], biji ditanam di media MS0 padat yang mengandung 40 mg/L dan 50 mg/L

    higromisin [Higromisin B, Roche]. Tanaman atau kecambah yang tumbuh diamati

    pada 14 hari setelah tanam. Kecambah dikelompokkan menjadi dua yaitu

    kecambah yang resisten terhadap higromisin dapat hidup di media seleksi dan

    kecambah yang sensitif terhadap higromisin tidak dapat hidup.

  • 18

  • 19

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Transformasi Genetik secara In vitro

    Transformasi genetik padi dengan vektor Agrobacterium tumefaciens

    secara in vitro telah dilakukan pada tanaman padi varietas Ciherang, Nipponbare,

    Kasalath. Embrio muda yang diinfeksi dengan A. tumefaciens membentuk kalus

    dan tunas (berkecambah) dalam waktu 7 hari setelah ditanam pada media ko-

    kultivasi (Gambar 3). Untuk menginduksi terbentuknya kalus, dilakukan

    pemotongan tunas dari embrio yang berkecambah. Di dalam media induksi kalus,

    embrio muda dari semua varietas padi dapat menghasilkan kalus. Namun tidak

    semua kalus yang terbentuk ini dapat tumbuh pada media perbanyakan kalus yang

    mengandung 50 mg/L higromisin.

    Gambar 3 Embrio muda setelah diinfeksi Agrobacterium tumefaciens dalam

    media ko-kultivasi.

    Sebagian kalus dari varietas Ciherang dan Nipponbare dapat tumbuh di

    media perbanyakan kalus yang mengandung agen seleksi antibiotik higromisin.

    Namun, kalus yang lain khususnya dari varietas Kasalath mengalami kematian

    (Tabel 3).

    Tabel 3 Jumlah eksplan yang membentuk kalus dan beregenerasi dari embrio

    muda dari varietas padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath yang

    diinfeksi oleh A. tumefaciens

    Varietas

    Jumlah

    embrio

    muda

    Kalus

    yang

    terbentuk

    Kalus tahan

    higromisin

    Kalus

    beregenerasi

    Jumlah

    planlet

    Jumlah

    tanaman

    transgenik

    Efisiensi

    transformasi

    Ciherang 180 70 20 (11.11) 0 0 0 0

    Nipponbare 192 110 33 (17.18) 11 7 3 (1.56)

    Kasalath 159 68 0 0 0 0 0

    Keterangan: angka dalam kurung menunjukkan persentase

  • 20

    Agen seleksi higromisin dalam konsentrasi tertentu mampu menekan

    pertumbuhan kalus padi nontransgenik. Antibiotik higromisin bekerja dengan cara

    menghambat sintesis protein melalui gangguan translokasi yang menyebabkan

    kesalahan translokasi pada ribosom 80s (Bashir et al. 2004). Kalus yang tahan

    akan tumbuh normal dan mampu berproliferasi pada media yang mengandung

    agen seleksi. Kalus yang dapat berproliferasi berwarna putih kekuningan,

    sedangkan kalus yang tidak tahan pada media seleksi berwarna cokelat kehitaman

    yang akhirnya mengalami kematian (Gambar 4).

    Gambar 4 Kalus yang ditumbuhkan pada media yang mengandung 50 mg/L

    higromisin. (a) kalus yang tahan, (b) kalus yang tidak tahan.

    Padi Nipponbare menghasilkan persentase kalus yang tahan higromisin

    paling tinggi (17.18%) dibandingkan dengan Ciherang (11.11%) dan Kasalath

    (0%) (Tabel 3). Kalus-kalus yang tahan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam

    media regenerasi. Pada media regenerasi, kalus membentuk embrio somatik yang

    berbentuk struktur globular. Regenerasi dimulai dengan terbentuknya bintik-bintik

    hijau pada kalus (Gambar 5). Tidak semua kalus mampu membentuk bintik hijau.

    Bintik hijau tersebut kemudian tumbuh menjadi tunas walaupun tidak semua

    bintik hijau tumbuh menjadi tunas.

    Gambar 5 Regenerasi tunas dari kalus. (a) embrio somatik, (b) tunas hasil

    regenerasi dari embrio somatik.

    (a) (b)

    (a) (b)

  • 21

    Tunas yang tumbuh dan berkembang dengan baik mampu membentuk

    akar pada media perakaran (Gambar 6). Tunas yang berakar telah berhasil

    diaklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap yaitu dengan menanam

    tunas berakar pada media air selama 7 hari, kemudian dipindahkan ke media tanah

    di tempat teduh selama 2 minggu dan kemudian dipindahkan ke rumah kaca.

    Aklimatisasi dilakukan secara bertahap agar tanaman beradaptasi dengan

    lingkungannya.

    Gambar 6 Tunas padi berakar.

    Transformasi genetik dengan menggunakan vektor Agrobacterium pada

    padi japonika seperti Nipponbare sudah banyak dilaporkan dan memiliki efisiensi

    transformasi yang tinggi. Akan tetapi informasi keberhasilan transformasi pada

    padi indica seperti Ciherang dan Kasalath masih sangat terbatas. Padi indica sulit

    ditransformasi karena regenerasi dari sel atau jaringan sangat sulit (Maftuchah

    2003; Saharan et al. 2004; Lin & Zhang 2005; Purnamaningsih 2006;

    Mulyaningsih et al. 2010).

    Ge et al. (2006) menyatakan bahwa pembentukan kalus dan regenerasi

    jaringan padi sangat tergantung pada beberapa faktor seperti genotipe tanaman,

    tipe dan status fisiologi eksplan, komposisi dan konsentrasi garam, komponen

    organik dan hormon pertumbuhan dalam media. Hormon pertumbuhan memegang

    peranan penting pada tanaman monokotil termasuk serealia dalam kultur in vitro.

    Konsentrasi hormon pertumbuhan pada media regenerasi sangat mempengaruhi

    perkembangan kalus berdeferensiasi lanjut menjadi tunas (Mok et al. 1987; Cate

    et al. 1988; Bhaskaran & Smith 1990).

    Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sudah ada, bahwa

    transformasi genetik pada padi subspesies indica masih mengalami hambatan.

  • 22

    Dari tiga varietas yang diko-kultivasi dengan A. tumefaciens tidak satupun kalus

    dari padi indica yang beregenerasi membentuk tunas, walaupun varietas Ciherang

    menghasilkan jumlah kalus yang tahan higromisin sebesar 11.11% (Tabel 3).

    Hanya kalus dari padi japonica (Nipponbare) yang menghasilkan tunas transgenik

    putatif. Dari 11 tunas transgenik putatif yang berhasil diregenerasi, hanya 7 tunas

    yang mampu membentuk tanaman transgenik putatif.

    Analisis PCR terhadap 7 tanaman transgenik putatif menunjukkan bahwa

    3 tanaman adalah transgenik yang mengandung gen hpt, sedangkan 4 tanaman

    lainnya tidak mengandung transgen hpt (Gambar 7). Hasil PCR dengan primer

    gen hpt diketahui adanya tanaman transgenik putatif yang tidak membawa gen

    hpt. Hal ini kemungkinan terjadi kalus escape, dimana kalus lolos pada media

    yang mengandung agen seleksi higromisin 50 mg/L tetapi tidak membawa gen

    hpt. Lolosnya tanaman nontransgenik di media seleksi ini kemungkinan diduga

    akibat terjadinya degradasi antibiotik higromisin dalam media seleksi yang

    dipergunakan, dan tanaman terhindar dari agen seleksi karena tidak semua bagian

    kalus terbenam di dalam media. Berdasarkan tanaman transgenik yang membawa

    gen hpt, efisiensi transformasi genetik pada padi varietas Nipponbare adalah

    1.56%.

    Gambar 7 Analisis integrasi gen hpt di dalam tanaman transgenik putatif dengan

    PCR. Lajur M = Penanda DNA Ladder 1 kb plus (Invitrogen), lajur 1-

    7 = DNA tanaman putatif transgenik, lajur 8 = air, lajur 9: DNA

    tanaman nontransgenik, dan lajur P = plasmid rekombinan pCAMBIA-

    Osdep1.

    Untuk mengidentifikasi tanaman transgenik pada tingkat awal, pada

    penelitian ini digunakan primer dari gen hpt untuk analisis PCR-nya. Primer yang

    digunakan untuk mengamplifikasi hpt bersifat spesifik karena primer tersebut

    500 bp 650 bp

    500 bp

    M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P

    1000 bp

    100 bp

  • 23

    tidak dapat mengamplifikasi DNA dari tanaman nontransgenik dan secara

    indigenus tidak mempunyai homologi pada tanaman padi (Gambar 7). Primer

    yang dapat mengamplifikasi gen hpt banyak digunakan untuk mengidentifikasi

    tanaman transgenik (Zaidi et al. 2006; Rao & Rao 2007; Mulyaningsih et al.

    2010; Aryani 2011).

    Deteksi integrasi gen hpt di dalam genom adalah tahap awal dalam

    menyeleksi tanaman transgenik. Gen hpt dan gen Osdep1 berada pada daerah T-

    DNA dalam plasmid pCambia1301-Osdep1. Keberadaan gen hpt dapat

    merupakan indikasi keberadaan gen lain dalam satu T-DNA yang sama. Dengan

    demikian jika hasil PCR menunjukkan keberadaan gen hpt dalam genom maka

    gen sasaran Osdep1 juga telah terintegrasi dalam genom.

    Untuk mengetahui pengaruh gen Osdep1 terhadap produksi biji maka

    tanaman transgenik harus mengandung transgen Osdep1. Untuk itu primer harus

    didesain berdasarkan urutan DNA pada promoter sebagai forward primer dan

    daerah penyandi Osdep1 sebagai reverse primer. Pasangan primer dengan

    promoter dan daerah penyandi Osdep1 hanya mengamplifikasi DNA tanaman

    transgenik tetapi tidak DNA tanaman nontransgenik. Karena transgen Osdep1

    difusikan dengan gen hpt, maka tanaman transgenik yang mengandung gen hpt

    diharapkan juga mengandung transgen Osdep1. Walaupun demikian, keberadaan

    transgen Osdep1 harus dideteksi pada tanaman transgenik.

    Transformasi secara in vitro menggunakan eksplan embrio muda memiliki

    keunggulan. Keunggulan tersebut adalah transgen terintegrasi ke dalam genom

    tanaman. Apabila transgen telah terintegrasi pada genom tanaman maka transgen

    tersebut akan stabil diwariskan ke generasi berikutnya. Hiei dan Komari (1996)

    melaporkan bahwa transgen stabil diwariskan sampai generasi ke-4. Bahkan Wu

    et al. (2002) melaporkan bahwa transgen stabil diwariskan hingga generasi ke-6.

  • 24

    Transformasi Genetik secara In planta

    Transformasi genetik secara in planta pada 100 eksplan yang berupa

    embrio dari biji padi untuk setiap varietas menghasilkan 2 tanaman transgenik

    pada varietas Ciherang dan 3 tanaman transgenik pada varietas Kasalath, dan

    tidak satupun tanaman transgenik dihasilkan dari varietas Nipponbare. Analisis

    tanaman transgenik ini didasarkan pada PCR menggunakan primer yang spesifik

    untuk gen hpt. Amplifikasi DNA tanaman transgenik dengan primer tersebut

    menghasilkan amplifikasi sebesar 500 pb, seperti tanaman transgenik varietas

    Ciherang (Gambar 8).

    Gambar 8 Analisis PCR menggunakan primer spesifik gen hpt terhadap tanaman

    padi varietas Ciherang hasil transformasi in planta. Lajur 1-7 = DNA

    tanaman Ciherang pada media MS, lajur 8 = DNA tanaman

    Ciherang pada media MS+Higromisin 40 mg/L, lajur 9-10 = DNA

    Ciherang pada media MS+Higromisin 30 mg/L, lajur 11 = air, lajur

    12 = DNA tanaman Ciherang nontransgenik, lajur P = plasmid

    rekombinan pCAMBIA-Osdep1, dan lajur M = penanda DNA Ladder

    1 kb plus (Invitrogen).

    Tanaman transgenik terbanyak dihasilkan dari eksplan yang ditanam di

    media tanpa higromisin yaitu 1 tanaman transgenik varietas Ciherang dan 3

    tanaman transgenik varietas Kasalath. Eksplan yang ditanam di media yang

    mengandung 10 mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L higromisin tidak menghasilkan tanaman

    transgenik untuk ketiga varietas, sedangkan yang ditanam pada 40 mg/L

    higromisin menghasilkan 1 tanaman transgenik varietas Ciherang (Tabel 4).

    500 bp 650 bp 1000 bp

    100 bp

    3 4 2 5 7 8 6 9 10 11 P 1 12 M

  • 25

    Tabel 4 Hasil transformasi secara in planta pada varietas Ciherang (C),

    Nipponbare (N), dan Kasalath (K)

    Media

    higromisin 50

    mg/L

    benih yang ditransformasi

    benih yang tumbuh media

    seleksi

    tanaman yang diaklimatisasi

    transgenik positif PCR

    C N K C N K C N K

    0 20 19 19 20 19 19 18 1 - 3

    10 20 15 18 20 13 18 19 - - -

    20 20 8 20 11 4 19 10 - - -

    30 20 5 13 9 2 7 6 - - -

    40 20 5 2 6 1 - 2 1 - -

    Total 100 52 72 66 39 63 55 2 - 3

    Gen hpt menyandikan enzim hygromicin phosphotranfserase yang

    digunakan sebagai penanda untuk mengetahui terintegrasinya T-DNA

    Agrobacterium ke dalam genom tanaman, sehingga hanya tanaman transgenik

    saja yang dapat hidup di media tumbuh yang mengandung antibiotik higromisin

    (Christou et al. 1991). Seleksi yang dilakukan terlalu dini terhadap kalus yang

    terbentuk menyebabkan terhambatnya regenerasi. Hasil ini menunjukkan bahwa

    higromisin menghambat regenerasi tanaman transgenik.

    Efisiensi transformasi menggunakan metode in planta dalam media seleksi

    higromisin 40 mg/L adalah 2%, 0% dan 3% masing-masing untuk varietas

    Ciherang, Nipponbare dan Kasalath (Tabel 5). Transformasi secara in planta

    memiliki kesamaan dengan infeksi oleh A. tumefaciens pada tanaman di alam

    (Kojima et al. 2000; Supartana et al. 2005).

    Tabel 5 Jumlah tanaman positif PCR dan efisiensi transformasi secara in planta

    padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath

    Transformasi secara in planta telah menghasilkan sejumlah transforman

    yang membawa gen penyeleksi hpt dan tanaman transgenik tersebut merupakan

    tanaman generasi pertama (T0). Untuk varietas Kasalath, transformasi in planta

    menghasilkan 3 galur tanaman yaitu galur no. 2 (Kasalath-Osdep1-2), galur no. 4

    (Kasalath-Osdep1-4) dan galur no. 8 (Kasalath-Osdep1-8). Sementara, untuk

    varietas Ciherang, dua galur transgenik telah diperoleh melalui transformasi in

    Varietas benih awal

    transformasi

    transforman positif

    PCR

    Efisiensi transformasi

    (%)

    Ciherang 100 2 2

    Nipponbare 100 - -

    Kasalath 100 3 3

  • 26

    planta ini yaitu galur no. 1 (Ciherang-Osdep1-1) dan galur no. 2 (Ciherang-

    Osdep1-2). Salah satu kelemahan teknik transformasi secara in planta adalah

    terbentuknya tanaman khimera (Supartana et al. 2005). Oleh karena itu, untuk

    membuktikan bahwa tanaman-tanaman transgenik yang diperoleh melalui

    transformasi secara in planta adalah tanaman transgenik yang tidak khimera maka

    dilakukan analisis pewarisan transgen.

    Analisis pewarisan transgen dilakukan pada galur padi transgenik generasi

    T1 Kasalath-Osdep1-4 dan Kasalath-Osdep1-8. Alasan digunakan dua galur ini

    adalah karena galur tersebut menghasilkan cukup banyak benih T1 sehingga

    memudahkan di dalam melakukan analisis pewarisan. Benih-benih T1 dari kedua

    galur tersebut ditumbuhkan pada media MS (Murashige-Skoog) yang

    mengandung higromisin 40 mg/L. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi yang

    digunakan untuk penapisan awal pada transformasi secara in planta. Hasil uji

    resistensi kecambah padi varietas Kasalath nontransgenik dan populasi turunan

    dari Kasalath-Osdep1 terhadap higromisin disajikan pada tabel 6.

    Tabel 6 Uji toleransi kecambah padi varietas Kasalath nontransgenik dan

    Kasalath-Osdep1 generasi T1 di media seleksi yang mengandung

    higromisin 40 mg/L

    Benih benih

    awal

    tanaman tahan

    (tumbuh normal)

    tanaman sensitif

    (bleaching, kerdil, mati)

    benih tidak

    tumbuh

    Kasalath NT*) 20 - 20 (4 kerdil) -

    Kasalath NT**) 20 20 - -

    Kasalath-Osdep1-4 109 41 68 -

    Kasalath-Osdep1-8 109 35 68 6

    Keterangan: *) Tanaman padi Kasalath kontrol (non transgenik yang ditumbuhkan pada media MS

    yang mengandung higromisin 40 mg/L)

    **) Tanaman padi Kasalath kontrol (non transgenik yang ditumbuhkan pada media

    MS yang tidak mengandung higromisin)

    Uji resistensi terhadap higromisin tidak efektif karena 4 dari 20 tanaman

    nontransgenik dapat tumbuh pada media yang mengandung 40 mg/L higromisin

    meskipun tanamannya kerdil dan daunnya menjadi kuning. Kemungkinan hal ini

    disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah kurang lamanya waktu

    pemaparan pada media seleksi higromisin 40 mg/L atau kurang tingginya

    konsentrasi higromisin yang digunakan di dalam media. Untuk itu, tanaman padi

  • 27

    varietas Kasalath nontransgenik diuji di media yang mengandung higromisin 50

    mg/L.

    Semua tanaman Kasalath nontransgenik mati pada media seleksi

    higromisin 50 mg/L (Tabel 7). Oleh karena itu, uji toleransi tanaman varietas

    Kasalath keturunan dari tanaman Kasalath transgenik (generasi T1) dilakukan di

    media yang mengandung 50 mg/L higromisin.

    Tabel 7 Uji resistensi varietas Kasalath nontransgenik terhadap antibiotik

    higromisin pada media yang mengandung 50 mg/L higromisin

    Benih

    awal benih

    benih resisten

    (tumbuh normal)

    benih sensitif

    (bleaching, kerdil,

    mati)

    benih tidak

    tumbuh

    MSH0 MSH50 MSH0 MSH50 MSH0 MSH50 MSH0 MSH50

    Kasalath 13 20 13 - - 15 - 5

    Hasil uji resistensi terhadap higromisin pada populasi terhadap T1 dari

    Kasalath-Osdep1 pada media MS yang mengadung higromisin 50 mg/L

    menunjukkan bahwa hanya 9 tanaman T1 dari Kasalath-Osdep1-4 dan 1 tanaman

    T1 dari Kasalath-Osdep1-8 yang resisten terhadap higromisin (Tabel 8).

    Berdasarkan perbandingan tanaman yang resisten dan sensitif terhadap

    higromisin, pewarisan gen hpt pada tanaman T1 tidak mengikuti hukum Mendel.

    Tabel 8 Hasil skrining galur-galur tanaman transgenik Kasalath-Osdep1 pada

    media mengandung 50 mg/L higromisin

    Benih benih

    awal

    benih resisten

    (tumbuh normal)

    benih sensitif

    (bleaching, kerdil,

    mati)

    benih tidak

    tumbuh

    Kasalath-Osdep1-4 100 9 86 5

    Kasalath-Osdep1-8 100 1 95 4

    Diperolehnya tanaman-tanaman generasi T1 yang resisten terhadap

    higromisin merupakan bukti bahwa transgen hpt telah terintegrasi pada genom

    sel-sel meristem apikal (biasanya belum terdiferensiasi) yang berkembang

    menjadi sel-sel reproduksi yang selanjutnya diwariskan pada generasi berikutnya.

    Apabila transgen terintegrasi pada sel-sel yang telah terdiferensiasi maka hanya

    bagian tunas atau akar saja yang tertransformasi sehingga hanya sebagian organ

    saja yang transgenik (khimera) dan transgen tidak diwariskan kepada generasi

    berikutnya. Seperti pada transformasi secara in vitro yang menggunakan eksplan

  • 28

    embrio muda, transformasi secara in planta menggunakan eksplan skutelum

    dilakukan dengan vektor ekspresi yang sama sehingga tanaman transgenik yang

    mengandung hpt diharapkan juga mengandung gen Odep1.

  • 29

    SIMPULAN

    Gen hpt telah berhasil masuk ke dalam genom tanaman padi Nipponbare

    dengan metode in vitro menggunakan eksplan embrio muda. Selain transformasi

    secara in vitro, gen hpt telah berhasil masuk ke dalam genom padi varietas

    Kasalath melalui metode in planta walaupun dengan efisiensi yang rendah.

    Transgen hpt di dalam tanaman padi Kasalath transgenik telah diwariskan kepada

    generasi berikutnya walaupun tidak mengikuti hukum mendel.

    SARAN

    Analisis integrasi Osdep1 baik pada tanaman T0 maupun T1 perlu

    dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman-tanaman tersebut telah membawa

    transgen.

  • 30

  • 31

    DAFTAR PUSTAKA

    Aryani AT. 2011. Transformasi gen Osdep1-Tc (Oryza sativa dense and erect

    panicle1-Truncated) ke kalus padi cv. Taipei 309 menggunakan

    Agrobacterium tumefaciens [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan

    Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

    Ashikari et al. 2005. Cytokinin oxidase regulates rice grain production. Science

    309:741-745.

    Bashir K, Rafiq M, Fatima T, Husnain T, Riazuddin S. 2004. Hygromicin based

    selection of transformants in a local inbred line of Zea mays (L). Pakistan

    J Biol Sci 7:318-323.

    Bhaskaran S, Smith RH. 1990. Regeneration in cereal tissue culture a review.

    Crop Sci 30:1328-1336.

    [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman

    Padi Provinsi Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0. [15

    Maret 2012].

    Cate HT, Ennik E, Roest S, Ramulu KS, Dijkhuis P. 1988. Effect of in vitro

    differentiation of genetic stability in potato. Theor Appl Genet 75:452-459.

    Christou P, Ford TL, Kofron M. 1991. Production of transgenic rice (Oryza sativa

    L.) plants from agronomically important indica and japonica varieties via

    electric discharge particle acceleration of exogenous DNA into immature

    zygotic embryos. Biotechnology 9:957-966.

    Doyle JJ, Doyle JL. 1991. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:13-

    15.

    Fitranty N, Nurilmala F, Santoso D, Minarsih H. 2003. Efektivitas Agrobacterium

    mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu klon PS 851. Menara

    Perkebunan 71:16-27.

    Ge X, Chu Z, Lin Y, Wang S. 2006. A tissue culture system for different

    germplasms of indica rice. Plant cell Rep 25:392-402. Greco et al. 2003. Transpositional behavior of an Ac/Ds system for reverse

    genetics in rice. Theoritical and Applied Genetics 108:10-24.

    Guo Y, Hong D. 2010. Novel pleiotropic loci controlling panicle architecture

    across environments in japonica rice (Oryza sativa L.). Science Direct

    37:533-544.

    Hattori I, Siwi SS. 1986. Rice stemboreres in Indonesia. JARQ 20:25-30.

  • 32

    Hiei Y, Komari T. 1996. Stable inheritance of transgenes in rice plants

    transformed by Agrobacterium tumefaciens. Proceedings of the Third Rice

    Genetic Symposium 16-20 October 1996. Manila Philippines. p. 131-142.

    Hiei Y, Komari T. 2006. Improved protocols for transformation of indica rice

    mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Tissue and Organ

    Culture 85:271-283.

    Hiei Y, Komari T. 2008. Agrobacterium-mediated transformation of rice using

    immature embryos or calli induced from mature seed. Nature 3:824-834.

    Hiei Y, Ohta S, Komari T, Kumashiro T. 1994. Efficient transformation of rice

    (Oryza sativa) mediated by Agrobacterium and sequence analysis of

    boundaries of the T-DNA. Plant Journal 6:271-282.

    Huang et al. 2009. Natural variation at the DEP1 locus enhances grain yield in

    rice. Nature Genetic 41:494-497.

    Kojima et al. 2000. Note development of a simple and efficient method for

    transformation of Buckwheat plant (Fagopyrum esculentum) using

    Agrobacterium tumefaciens. Agrosci Biotechnol Biochem 64:845-847.

    Kolesnik et al. 2004. Establishing an efficient Ac/Ds tagging system in rice: large

    scale analysis of Ds flanking sequences. The Plant Journal 37:301-314.

    Lee et al. 2010. Genotypic variation of Agrobacterium-mediated transformation of

    Italian ryegrass. Electronic Journal of Biotechnol 13:1-10.

    Lin YJ, Zhang Q. 2005. Optimising the tissue culture conditions for high

    efficiency transformation of indica rice. Plant Cell Rep 23:540-547.

    Maftuchah. 2003. Transformasi genetik padi indika dengan gen cryIA(b) dan

    cryIB menggunakan Agrobacterium tumefaciens untuk ketahanan terhadap

    hama penggerek batang kuning (Scirpophaga incertulas walker.).

    [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

    Mok MC, Mok DWS, Tuner JE, Mujer CV. 1987. Biological and biochemical

    effects of cytokinin-active phenylurea derivative in tissue culture systems.

    HortScience 22:1194-1197.

    Mulyaningsih ES, Aswidinnoor H, Sopandie D, Ouwerkerk PBF, Slamet Loedin

    IH. 2010. Transformasi padi indika kultivar Batutegi dan Kasalath dengan

    gen regulator HD-Zip untuk perakitan varietas toleran kekeringan. J Agron

    Indonesia 38:1-7.

    Mulyaningsih ES. 2011. Pengembangan padi gogo indica toleran kekeringan

    melalui transformasi genetik gen regulator HD-ZIP OSHOX6 dan seleksi

  • 33

    populasi padi mengandung marka genetik QTL12.1. [disertasi]. Bogor:

    Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

    Nasir M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Departemen Pendidikan

    Nasional. Jakarta. hal:283-287.

    Pambudi A. 2009. Teknik Transformasi genetik beberapa tanaman menggunakan

    Agrobacterium tumefaciens. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan

    Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

    Piao et al. 2009. Map-based cloning of the ERECT PANICLE3 gene in rice.

    Theory Application Genetic 119:1497-1506.

    Purnamaningsih R. 2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas

    padi melalui kultur in vitro. AgroBiogen 2:74-80.

    Rahmawati S. 2006. Status perkembangan perbaikan sifat genetik padi

    menggunakan transformasi Agrobacterium. J AgroBiogen 2:36-44.

    Ramesh M, Gupta AK, Murugiah V. 2009. Efficient in vitro plant regeneration

    via leaf base segment of indica rice (Oryza sativa L.). Indian J Exp Bio

    47:68-74.

    Rao MVR, Rao GJN. 2007. Agrobacterium-mediated transformation of indica

    rice under acetosyringone-free conditions. Plant Biotechnology 24:507-

    511.

    Remelia M. 2008. Analisis insersi T-DNA pembawa transposon Ac/Ds pada T0

    dan aktivitas Ds pada T1 tanaman padi (Oryza sativa L.) kultivar

    Nipponbare [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

    Alam, Universitas Indonesia.

    Saharan V, Yadav RC, Yadav NR, Ram K. 2004. Studies on improved

    Agrobacterium-mediated transformation in two indica rice (Oryza sativa

    L.). African J Biotechnol 3:572-575.

    Santoso TJ, Sudarsono, Aswidinnoor H, Somantri IH. 2005. Catatan penelitian

    daya regenerasi padi indika cv. Bengawan Solo dalam dua tipe media

    regenerasi dengan penembakan mikroproyektil. Hayati 12:157-161.

    Santoso TJ, Sustiprijatno, Setiawan D, Apriana A, Sisharmini A. 2010. Kloning

    gen depI untuk produktivitas dengan kontribusi >15% peningkatan hasil

    melalui teknik over-ekspresi dan informasi sekuen genom pada Padi.

    Laporan Akhir Program Riset Insentif Peningkatan Kapasitas Penelitian

    dan Perekayasa Tahun 2010. Bogor.

  • 34

    Setiamihardja R, Herawati T. 2000. Pemuliaan Tanaman Lanjutan. Program

    Pengembangan Kemampuan Peneliti Tingkat S1 Non Pemuliaan Dalam

    Ilmu Dan Teknologi Pemuliaan. Universitas Padjadjaran. Bandung.

    Slamet Loedin IHS. 1994. Transformasi genetik pada tanaman: beberapa teknik

    dan aspek penting. Hayati 1:66-67.

    Smith CW, Dilday RH. 2002. Rice: origin, history, technology and production.

    Willey & Sons Inc. New Jersey. 627 hlm.

    Smith RH, Hood EE. 1995. Review and interpretation, Agrobacterium

    tumefaciens transformation of monocotyledons. Crop Sci 35:301-309.

    Supartana et al. 2005. Development of simple and efficient in planta

    transformation method for rice (Oryza sativa L.) using Agrobacterium

    tumefaciens. J Biosci Bioeng 100:391-397.

    Toki et al. 2006. Early infection of scutellum tissue with agrobacterium allows

    high-speed transformation of rice. Plant J 47:969-976.

    Utomo SD. 2005. Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi Genetik

    jagung (Zea mays) menggunakan Agrobacterium. Bul Agron 33:7-16.

    Wagiran A, Ismanizan I, Che Radziah CMZ, Ruslan A. 2010. Agrobacterium

    tumefaciens-mediated transformation of the isopentenyltransferase gene in

    japonica rice suspension cell culture. Australian J of Crop Scie 4:421-429.

    Wu et al. 2002. Inheritanced and expression of the cryIAb gene in Bt (Bacillus

    thuringiensis) transgenic rice. Theor Appl Genet 104:727-734.

    Wulandari I. 2005. Studi beberapa metode transformasi genetik tanaman tebu

    (Saccharum officinarum L.) dengan gen fitase melalui perantara

    Agrobacterium tumefaciens GV 2260. [tesis]. Bogor. Sekolah

    Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

    Yoshida S. 1981. Foundamentals of Rice Crop Science. The International Rice

    Research Institute. Los Banos Philippines. 277 hlm.

    Zaidi MA et al. 2006. Optimizing tissue culture media for efcient transformation of different indica rice genotypes. Agronomy Res 4:563-

    575.

    Zhu et al. 2009. Erect Panicle2 encodes a novel protein that regulates panicle

    erectness in indica rice. Genetics Scociety of America 184:343-350.

  • 35

    LAMPIRAN

  • 36

  • 37

    Lampiran 1 Stok dan komposisi media transformasi padi

    Stok Komposisi Jumlah

    N6 Makro 1 KNO3 141.5 g/l

    N6 Makro 2 MgSO4.7H2O

    (NH4)2SO4

    18.5 g/l

    46.3 g/l

    N6 Makro 3 KH2PO4 40 g/l

    N6 Makro 4 CaCl2.2H2O 16.6 g/l

    B5 Mikro 1 FeSO4.7H2O

    Na2EDTA.2H2O

    2.78 g/l

    3.73 g/l

    B5 Mikro 2 MnSO4.4H2O

    ZnSO4.7H2O

    H3BO3

    10 g/l

    0.2 g/l

    0.3 g/l

    B5 Mikro 3 KI 0.075 g/l

    B5 Mikro 4 CuSO4.5H2O

    Na2MoO4.2H2O

    CoCL2.6H2O

    0.0025 g/l

    0.025 mg/l

    0.0025 mg/l

    Vitamin B5 Thiamin HCl

    Pyridoxine HCl

    Nicotinic acid

    Myo Inositol

    200 mg/100 ml

    20 mg/100 ml

    20 mg/100 ml

    2 g/100 ml

    AA Macro salt CaCl2.2H2O

    MgSO4.7H2O

    NaH2PO4.2H2O

    KCl

    1.5 g/l

    2.49 g/l

    1,7g/l

    29.5 g/l

    AA Micro salt CoCl2.6H2O

    CuSO4.5H2O

    H3BO3

    KI

    MnSO4

    Na2MoO4.2H2O

    KCl

    25 mg/l

    25 mg/l

    3 g/l

    750 mg/l

    8.9 g/l

    250 mg/l

    2 g/l

    AA Iron FeSO4.7H2O 2.78 g/l

  • 38

    Na2EDTA.2H2O 3.73 g/l

    Glisin 7.5 g/l (filter sterilized and

    store at -20 oC)

    MS1 KNO3

    (NH4)2SO4

    95 g/l

    82.5 g/l

    MS2 MgSO4.H2O

    MnSO4.4H2O

    ZnSO4.7H2O

    CuSO4.5H2O

    37 g/l

    2.34 g/l

    0.86 g/l

    0.0025 g/l

    MS3 CaCl2.2H2O

    KI

    CoCl2.6H2O

    44 g/l

    0.083 g/l

    0.0025 g/l

    MS4 KH2PO4

    H3BO3

    Na2MoO4.2H2O

    17 g/l

    0.62 g/l

    0.025 g/l

    Vitamin MS Nicotinic acid

    Pyridoxine HCl

    Thiamine HCl

    Glycine

    Myo-Inositol

    10 mg/100 ml

    10 mg/100 ml

    2 mg/100 ml

    40 mg/100 ml

    20 000 mg/100 ml

  • 39

    Lampiran 2 Komposisi media A200 (1L)

    Komposisi Jumlah

    AA salt macro

    AA salt micro

    AA iron

    L-glutamin

    Asam aspartat

    Arginin

    Larutan Glisin

    Vitamin B5

    Casamino

    Sukrosa

    D-glucose monohydrate

    Ukur pH 5,2

    Asetosiringon

    100 ml

    1 ml

    10 ml

    876 mg

    260 mg

    174 mg

    1 ml

    1 ml

    500 mg

    20 g

    10 g

    100 M

    (penambahan

    sebelum dipakai)

  • 40

    Lampiran 3 Komposisi media A201, A202. A203

    Komposisi A201 A202 A203

    N6 makro 1 20 ml 20 ml 20 ml

    N6 makro 2 10 ml 10 ml 10 ml

    N6 makro 3 10 ml 10 ml 10 ml

    N6 makro 4 10 ml 10 ml 10 ml

    B5 minor 1 10 ml 10 ml 10 ml

    B5 minor 2 10 ml 10 ml 10 ml

    B5 minor 3 10 ml 10 ml 10 ml

    B5 minor 4 10 ml 10 ml -

    Vitamin B5 5 ml 5 ml 5 ml

    Cassamino acid 500 mg 500 mg 500 mg

    L-Proline 500 mg 500 mg 500 mg

    Glutamine - 300 mg 300 mg

    Manitol - 36 g 36 g

    Maltosa - 20 g 20 g

    Sukrosa 20 g - -

    Glukosa 10 g - -

    pH 5.2 5.8 5.8

    Agarose type 1 5.5 g 5 g 5 g

    Autoklaf

    15, 121 oC.

    dinginkan sampai 50 oC

    15, 121 oC.

    dinginkan sampai 50 oC

    15, 121 oC.

    dinginkan

    sampai 50 oC

    2,4D 2 mg/L 1 mg/L 1 mg/L

    NAA 2 mg/L 1 mg/L 1 mg/L

    BAP 1 mg/L 0.2 mg/L 0.2 mg/L

    Asetosiringon 19.62 mg/1 mL

    DMSO - -

    Cefotaxim - 250 mg/L 250 mg/L

    Vancomycin - 100 mg/L 100 mg/L

    Higromisin - - 50 mg/L

  • 41

    Lampiran 4 Komposisi media A204, A205

    Komposisi A204 A205

    MS1 20 ml 20 ml

    MS2 10 ml 10 ml

    MS3 10 ml 10 ml

    MS4 10 ml 10 ml

    Vitamin MS 5 ml 5 ml

    B5 minor 1 10 ml 10 ml

    Maltosa 30 g -

    Sorbitol 20 g -

    Sukrosa - 30 g

    pH 5.8 5.8

    Agarose type 1 10 g 3 g

    Autoklaf 15, 121 oC. dinginkan sampai

    50 oC

    15, 121 oC. dinginkan sampai

    50 oC

    Kinetin 2 mg/L 2 mg/L

    NAA 5 mg/L 1 mg/L

    Cefotaxim 250 mg/L 250 mg/L

    Vancomisin 100 mg/L 100 mg/L

    Higromisin 50 mg/L 50 mg/L

    rev 3. cover - daftar lampiranrevisi 3Blank PageBlank PageBlank PageBlank PageBlank PageBlank PageBlank PageBlank PageBlank PageBlank PageBlank Page