31
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat menjadi strangulasi kemudian mengalami komplikasi yang berujung pada sepsis dan kematian. Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang umum pada anak. Kelainan ini harus dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan penanganan segera karena misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas (1-6) . Intususepsi pertama kali digambarkan oleh Paul Barbette di Amsterdam pada tahun 1674. Jonathan Hutchinson melaporkan operasi pertama intususepsi yang berjalan sukses terhadap anak usia 2 tahun pada tahun 1873 (7) . Literatur lain menyebutkan Wilson merupakan yang pertama sukses dalam melakukan terapi pembedahan intususepsi pada tahun 1831 (2) . Di tahun 1876, Harald Hirschprung menggambarkan pendekatan sistematik dengan reduksi hidrostatik. Di Amerika Serikat, Ravitch mempopulerkan penggunaan reduksi barium enema untuk mengatasi intususepsi (7) . Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju (8) . Irish (2011) menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup (2) . Berdasarkan usia, intususepsi paling banyak dialami oleh anak usia kurang dari 1 tahun dengan puncak usia 4-8 bulan (8,9) . Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling banyak

Intus Use Psi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

medical

Citation preview

Page 1: Intus Use Psi

BAB I

PENDAHULUAN

 

1. Latar Belakang

    Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam

lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat menjadi

strangulasi kemudian mengalami komplikasi yang berujung pada sepsis dan kematian.

Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang umum pada anak. Kelainan ini

harus dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan penanganan segera karena

misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas (1-6).

Intususepsi pertama kali digambarkan oleh Paul Barbette di Amsterdam pada tahun 1674.

Jonathan Hutchinson melaporkan operasi pertama intususepsi yang berjalan sukses

terhadap anak usia 2 tahun pada tahun 1873(7). Literatur lain menyebutkan Wilson

merupakan yang pertama sukses dalam melakukan terapi pembedahan intususepsi pada

tahun 1831(2). Di tahun 1876, Harald Hirschprung menggambarkan pendekatan sistematik

dengan reduksi hidrostatik. Di Amerika Serikat, Ravitch mempopulerkan penggunaan

reduksi barium enema untuk mengatasi intususepsi(7).

Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara

berkembang, demikian juga di banyak negara maju(8). Irish (2011) menyebutkan insiden

intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup(2). Berdasarkan usia, intususepsi

paling banyak dialami oleh anak usia kurang dari 1 tahun dengan puncak usia 4-8

bulan(8,9). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling banyak mengalami intususepsi

dengan rasio yang berbeda di masing-masing wilayah dimana rasio laki-laki dan

perempuan untuk wilayah Asia adalah 9:1. Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi

dengan musim, didapatkan hasil penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di

dunia(8). Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada

musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin(2). Berdasarkan penelitian

epidemiologi intususepsi di Singapura tahun 1997-2004, insidensi intususepsi mengalami

penurunan dan tidak terkait dengan musim(9).

Page 2: Intus Use Psi

Gejala klasik yang paling umum (85%) dari intususepsi adalah nyeri perut yang sifatnya

muncul secara tiba‐tiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya selama beberapa menit.

Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan usus berupa nekrosis

hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari ke 2-5 dengan puncaknya pada hari ke 3

setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut akan memperberat gejala obstruksi yang

ditimbulkan oleh intususepsi dan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (2,9).

Di negara maju, outcome dari pasien dengan intususepsi memiliki prognosis yang lebih

baik karena diagnosis yang tegak secara dini diikuti dengan prosedur terapi yang kurang

invasif seperti reduksi barium enema. Sebaliknya, di negara berkembang, banyak anak

dengan intususepsi dilaporkan mengalami keterlambatan untuk mendapatkan terapi

definitif(10). Tertundanya diagnosis yang berlanjut menjadi nekrosis usus, diikuti dengan

terapi reduksi operasi, memiliki angka fatalitas yang tinggi, misalnya 18% di Nigeria,

20% di Indonesia(11) dan hingga 54% di Ethiopia(9). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh van Heek et al (1996) angka kematian anak-anak dengan intususepsi di pedesaan

Indonesia jauh lebih tinggi daripada di perkotaan di Indonesia atau di Belanda, mungkin

karena pengobatan yang terlambat, yang menghasilkan lebih banyak pasien yang

menjalani operasi dalam kondisi fisik yang buruk(11). Mortalitas intususepsi meningkat

secara signifikan (lebih dari 10 kali) pada pasien intususepsi yang baru datang berobat

setelah 48 jam sejak onset gejala dibandingkan dengan pasien intususepsi yang datang

berobat sejak 24 jam onset gejala(8).

Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon dokter umum yang

nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami dan mengenali gejala awal

dari intususepsi sehingga dapat melakukan tindakan sesegera mungkin untuk

memperbaiki keadaan umum pasien kemudian merujuk ke spesialis bedah yang tepat

sehingga berdampak pada menurunnya angka morbiditas dan mortalitas dari intususepsi.

 

2. Tujuan

Setelah membaca referat ini, diharapkan panitra klinik mampu mengenal gejala

intususepsi serta memberikan penatalaksanaan yang tepat baik terapi pendahuluan

maupun rujukan pada pasien sehingga dapat berperan menurunkan angka morbiditas dan

Page 3: Intus Use Psi

mortalitas ketika terjun ke masyarakat sebagai dokter.

    

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

1. Definisi Intususepsi

Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam

lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir

dengan strangulasi(1-4). Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian

distal (intussussipien)(6).

 

Page 4: Intus Use Psi

 

 

2. Epidemiologi

Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara

berkembang, demikian juga di banyak negara maju(8). Di Afrika, tidak ada penelitian yang

melaporkan angka kejadian dari intususepsi. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina,

dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India,

angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang

menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi

dan anak dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di Indonesia,

angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang

berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun(8). Irish (2011) menyebutkan insiden

intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup(2).

Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya

menurun dengan bertambahnya usia anak(12). Di Afrika, insiden puncak intususepsi

muncul antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan (8).

Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di

Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio

perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan

perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1(8).

Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil penelitian

yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia(8). Intususepsi dilaporkan sebagai

suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan

pertengahan musim dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak munculnya

gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas(2). Di Afrika, insidens intususepsi

meningkat pada 2 musim yaitu akhir musim panas dan akhir musim dingin. Hal ini

bersamaan dengan puncak insidens dari infeksi saluran napas dan diare. Di Asia, salah

satunya India, insidens intususepsi dilaporkan meningkat pada musim panas(8). Di

Thailand insidens intususepsi meningkat antara bulan September dan Januari dan

kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan panas yang

Page 5: Intus Use Psi

merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan gastroenteritis. Di

Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan intususepsi (8).

 

3. Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal(13).

 

 

4. Idiopatik

Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun tidak

dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infantile

idiophatic intussusceptions”(13). Kepustakaan lain menyebutkan di Asia, etiologi

idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%(8).

Definisi dari istilah intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian terkait

intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk

menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui

dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat

diidentifikasi saat pembedahan(8).

Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi

jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi adenovirus atau

rotavirus(2).

Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk

menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi

karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1)

penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah

ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan

(3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan

operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau

Page 6: Intus Use Psi

sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas(1).

 

5. Kausal

Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus

dapat menjadi penyebab intususepsi atau “lead point” seperti: inverted Meckel’s

diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber

blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus(13). Divertikulum Meckel adalah penyebab

paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi

intestinal. Lead point lain diantaranya lymphangiectasias, perdarahan

submukosa dengan Henoch-Schönlein

purpura, trichobezoarsdengan Rapunzel syndrome, caseating granulomas

yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal(2).

Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab intususepsi pada anak yang berusia

di atas enam tahun. Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya

timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus,

disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan

hipoksia lokal(13).

 

6. Patogenesis

Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada

dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat

disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai“lead point” atau oleh pola yang

tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit

berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas

intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian

terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu

neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan

mempredisposisi intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa

penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal

Page 7: Intus Use Psi

dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi(1).

Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam

lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan

mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila

terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif

dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai

mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada

akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus(1,13).

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan

gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta

laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis

intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool(1,2,13).

Page 8: Intus Use Psi

 

 

7. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi perubahan

diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai

penyebab terjadi intususepsi. Intususepsi kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis

akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang

dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya,

dimana pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak

37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus

dalam feses penderita intususepsi(13).

 

 

 

8. Jenis Intususepsi(13)

Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat,

pada ileum dikenal sebagai jenis ileo-ileal.

Pada kolon dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal disebut ileocaecal,

jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan intususepsi tunggal dimana dindingnya

terdiri dari tiga lapisan.

Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang

lebih lanjut disebut jenis intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica

atau colo-colica. Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada

pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%, ileo-colica

22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.

Page 9: Intus Use Psi

 

 

9. Gambaran klinis

Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba

menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti

kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam

beberapa menit. Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada

waktu itu sudah terjadi proses intususepsi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-

Page 10: Intus Use Psi

ulang dengan jarak waktu 15-20 menit dengan lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya

selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang

ada di lambung(2,13).

Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar

serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali.

Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total,

anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan

lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB

darah dan lendir (red currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan

sakit yang pertama kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi

jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan

colok dubur.

Page 11: Intus Use Psi

 

 

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian

mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa tumor

berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas

tengah atau kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik,

sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s

sign”. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses intususepsi (1-4,7,13).

Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial

berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga

pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran

peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi(13).

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya

berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses,

dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri.

Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis

umum, shock dan kematian.

Pada pemeriksaan colok dubur didapati:

Page 12: Intus Use Psi

Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio

Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas. Tanda-

tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas tanda adanya

sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps melewati anus.

Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang melemah, sehingga

obstruksi tidak cepat timbul(13).

Selain yang telah disebutkan di atas, dikenal juga suatu keadaan yang disebut dengan intususepsi

atipikal yaitu bila dalam kasus tersebut gagal dibuat diagnosis yang tepat oleh seorang ahli

bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan

dengan gejala tidak lazim pada penderita(13).

 

1. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,

laboratorium dan radiologi.

Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari (1-5,7,13) :

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri

menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas, kanan

bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh

karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi.

Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan

penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai bermain

Page 13: Intus Use Psi

sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat

kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur

darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi(13).

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah

diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini

membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk

membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi(2).

1. Kriteria Mayor

1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti dengan

distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama sekali.

2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal berikut

ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto

abdomen, USG maupun CT Scan.

3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan rectum

atau gambaran feses “red currant jelly” pada pemeriksaan “Rectal Toucher“.

2. Kriteria Minor

1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun

2. Nyeri abdomen

3. Muntah

4. Lethargy

5. Pucat

6. Syok hipovolemi

Page 14: Intus Use Psi

7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

 

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :

1. Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

1. Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan

2. Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan

invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi

oleh enema tersebut.

3. Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

2. Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)

1. Dua kriteria mayor

2. Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

3. Level 3 – Possible

Empat atau lebih kriteria minor

 

1. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium(13,16)

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi,

sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang

berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit

Page 15: Intus Use Psi

(leukositosis >10.000/mm3).

2. Pemeriksaan Radiologi

1. Foto polos abdomen

Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila

telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”.

Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi(13).

 

 

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45%

untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan

Page 16: Intus Use Psi

jika ada fasilitas USG(4).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008

dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos

abdomen dengan posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan

untuk diagnosis atau menyingkirkan intususepsi(17).

 

 

 

3. Barium enema

Page 17: Intus Use Psi

Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-

gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran cupping,

coiled spring appearance(13).

 

4. Ultrasonografi Abdomen

Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali digambarkan pada

tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang mengadopsi penggunaannya sebagai alat

skrining karena tidak adanya paparan radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya

ditemukan di sisi kanan abdomen(7).

Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk ‘target’ atau

‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh

cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari

0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi

pembedahan. Pada tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul

sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik (2,3,4,6).

Page 18: Intus Use Psi

Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk membantu

mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan bahwa

intususepsi transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah

atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil (1,38 cm

vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan tidak

memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan intususepsi ileocolic(2).

Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan diameter

anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada

intususepsi ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara

respektif(2).

 

 

1. CT Scan

Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG

yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG,

dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan (2).

Page 19: Intus Use Psi

 

 

1. Diagnosis Banding(13)

2. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan

rasa sakit, muntah dan perdarahan.

3. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

4. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila

disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.

5. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

6. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok

dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada

intususepsi didapati adanya celah.

 

7. Penatalaksanaan

Page 20: Intus Use Psi

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini pertama

sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung

(Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi

abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat

dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk memantau

ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan (2,16).

“Pneumatic” atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun terapi

reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir

komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah

satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada

usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari

terapi reduksi tersebut(16).

1. Tindakan Non Operatif

Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan

pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan

barium di bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak

pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline

(isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi

intestinal(16).

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya(2,4,16) :

1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara

pertengahan bokong.

2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan

dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.

3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1) reduksi

hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3 kali

Page 21: Intus Use Psi

percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.

4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan

dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.

5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup

ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus

tanpa komplikasi.

Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air

(dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG.

Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari

pelakunya(4).

Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan

reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan

waktu perawatan di rumah sakit(2,16).

Pneumatic Reduction(16)

Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan cara

tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini dimonitor

secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum

yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari

model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan

waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan

tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-

langkah pemeriksaannya:

Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan

dengan kuat.

Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan

udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120

mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian

Page 22: Intus Use Psi

intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.

Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati

melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan

udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.

Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright

views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.

Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5

mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan

tidak rutin dikerjakan.

1. Tindakan Operatif

Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan dengan

terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa,

maka penanganan operatif harus segera dilakukan(16).

Prosedur operatif(20):

Insisi

Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit sebelum insisi

kulit.

Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang dibuat

sedikit lebih rendah daripada umbilikus (Gambar 12). Sayatan bisa dibuat sejajar, di

bawah atau di atas umbilikus, tergantung pada derajat intususepsi.

Page 23: Intus Use Psi

 

 

Diseksi

Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia

transversalis.

Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi dan

reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex bersamaan dengan

tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu reduksi (Gambar 13). Traksi

yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus dihindari, karena

ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar.

Page 24: Intus Use Psi

Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami intususepsi harus

dinilai dengan hati-hati (Gambar 14).

 

 

Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi tidak dapat dicapai

atau usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi. Umumnya, ileum terminal yang

direduksi muncul kehitaman dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang

Page 25: Intus Use Psi

hangat dan lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan perfusi jaringan lokal,

sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah yang tidak perlu.

Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalah normal

(Gambar 15).

 

 

Menutup

Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan hemostasis

dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di lapisan menggunakan benang

absorbable 3-0.

Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang diserap.

Page 26: Intus Use Psi

 

1. Komplikasi

Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat terjadi

adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat

menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan

komplikasi yang berhubungan dengan “short bowel syndrome”. Meskipun diterapi dengan

reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang

terlibat(2).

 

 

 

1. Perawatan pasca Operasi(13)

Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran cerna

selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine menghilang,

pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan

menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi.

Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan.

Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan

reseksi perawatan menjadi lebih lama.

 

1. Prognosis

Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak sekarang jarang di

negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap tinggi di beberapa negara

berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan

terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi

Page 27: Intus Use Psi

bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi(8).

Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan studi)

pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani dalam

waktu 24 jam setelah onset pertama(8). Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi

nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%(2).