Isi Buletin Edisi 1

Embed Size (px)

Citation preview

  • ISSN: 1693-0991

    DAFTAR ISI BULETIN POS DAN TELEKOMUNIKASI

    Volume 11 Nomor 1 Maret 2013

    Daftar Isi ................................................................................................................................................................ i

    Editorial ............................................................................................................................................................... iii

    Implementasi Server VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel ............................................................... 1-12 (Mohammad Shoffa Al Arofat, Nurdin Bahtiar, dan Ragil Saputra)

    Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia................................................................................................ 13-28 (Diah Yuniarti)

    Do Productive Uses of ICT Connect to Income Benefits: A Case Study on Teleuse@BOP4 Survey in Indonesia ........................................................................................................................................................ 29-44 (Ibrahim Kholilul Rohman)

    Analisis Kinerja Penggunaan Modulasi QPSK, 8PSK, 16QAM Pada Satelit Telkom- ............................... 45-64 (Sri ariyanti dan Budi Agus Purwanto)

    Disain Sistem SCADA jarak Jauh Menggunakan Layanan VPN 3G Untuk Penggerak Pompa pada Sistem Pengolahan Air ................................................................................................................................... 65-76 (Asep Insani dan Sutrisno Salomo H)

    Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Pelanggan Radio Trunking Terresterial dengan Analisis Runtun Waktu. ............................................................................................................................................................ 77-92 (Kasmad Ariansyah)

    i

  • ii

  • iii

    Editorial

    Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 11 Nomor 1 Maret 2013

    Pujisyukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya penerbitan Buletin Pos dan

    Telekomunikasi Tahun 2013 volume ke-11 (sebelas) nomor 1 (satu) yang terdiri dari 6 (enam) buah karya tulis ilmiah ini dapat

    terlaksana dengan baik.

    Dalam buletin edisi pertama ini, karya tulis ilmiah dari Mohammad Shoffa Al Arofat, Nurdin Bahtiar, dan Ragil Saputra yang

    berjudul Implementasi Server VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel merupakan laporan hasil penujian terhadap performa dari 6 codec yang digunakan pada proses komunikasi berbasis VOIP dilihat dari kualitas suara yang dihasilkan,

    bandwidth yang dibutuhkan, rata-rata delay, rata-rata packet loss dan rata-rata jitter. Diah Yuniarti melalui karya ilmiahnya

    yang berjudul Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia mengkaji kondisi mengenai penanganan sampah antariksa Indonesia, dibatasi pada sampah antariksa yang berasal dari satelit yang sudah habis masa operasinya atau satelit yang sudah

    tidak berfungsi. Kajian ini penting mengingat 17% dari total sampah antariksa yang ada berasal dari satelit dan bila tidak

    ditangani dengan tepat, akan sangat berbahaya. Ibrahim Kholilul Rohman menulis karya tulis dengan judul Do Productive Uses of ICT Connect to Income Benefits: A Case Study on Teleuse@BOP4 Survey in Indonesia. Kajian ini dilakukan untuk melihat peran sektor telekomunikasi dalam mendukung pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan di

    tingkat rumah tangga dengan cara menyelidiki ada tidaknya hubungan antara akses ponsel dan penggunaan pada fitur

    produktif/konten/jasa terhadap peningkatan penghasilan tambahan. Sri ariyanti dan Budi Agus Purwanto melalui karya tulis

    ilmiahnya yang berjudul Analisis Kinerja Penggunaan Modulasi QPSK, 8PSK, 16QAM Pada Satelit Telkom-1 berusaha mengkaji kelayakan modulasi yang digunakan satelit Telkom-1 ditinjau dari segi daya dan lebar pita dan untuk

    mengetahui pengaruh pemilihan teknik modulasi terhadap besarnya kapasitas transponder satelit dan mengetahui parameter

    yang menentukan besar kecilnya kapasitas transponder satelit. Kajian ini penting mengingat modulasi merupakan salah satu

    aspek yang harus dipertimbangkan dengan cermat, karena sangat berpengaruh terhadap alokasi power, alokasi bandwidth dan

    kapasitas transponder satelit. Karya tulis ilmiah selanjutnya adalah Disain Sistem SCADA Jarak Jauh Menggunakan Layanan VPN 3G untuk Penggerak Pompa pada Sistem Pengolahan Air yang ditulis oleh Asep Insani dan Sutrisno Salomo H. Isi dari tulisan ini merupakan hasil kajian dalam mendisain arsitektur jaringan 3G dengan VPN yang digunakan

    untuk memantau tekanan pompa motor pada proses kontrol pengolahan air gambut menjadi air bersih. Layanan 3G di sini

    berperan sebagai media komunikasi data dalam rangka mengontrol dan memonitor parameter-parameter secara waktu nyata.

    Karya tulis ilmiah yang terakhir berjudul Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Pelanggan Radio Trunking Terrestrial Dengan Analisis Runtun Waktu yang ditulis oleh Kasmad Ariansyah. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan proyeksi jumlah pelanggan radio trunking dimasa mendatang, dan difokuskan pada pelanggan yang menggunakan layanan radio trunking dari

    penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi, tidak termasuk telekomunikasi khusus. Kajian ini penting untuk melihat

    prospek bisnis radio trunking dimasa mendatang dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menata

    kembali frekuensi yang saat ini digunakan untuk keperluan penyelenggaraan radio trunking.

    Kami berharap karya-karya tulis yang ada pada buletin ini dapat memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan,

    pembuat kebijakan, pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam bidang

    pos dan telekomunikasi.

    Salam,

    Redaksi

  • iv

  • KUMPULAN ABSTRAK / COLLECTION OF ABSTRACT

    BULETIN POS DAN TELEKOMUNIKASI bulletin of post and telecommunication

    ISSN. 1693-0991 Vol.11 No. 1 Maret 2013

    Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak dengan menggunakan lisensi Creative Common

    Attribution-NonCommercial-ShareAlike. Key words derived from the article. This abstract sheet may be reproduced by using a Creative Commons license Attribution-

    NonCommercial-ShareAlike.

    Implementasi Server VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel

    Implementation of SIP Based VoIP Server on

    Wireless LAN

    Mohammad Shoffa Al Arofat, Nurdin Bahtiar, dan Ragil Saputra Abstract Voice over Internet Protocol (VoIP) is a technology for making telephone calls over an internet protocol network.In telecommunication, signaling is the main technology. Signaling is the capability to generate and exchange control information that used to establish, monitor, and release connections between two endpoints. One of the most widely used VoIP signaling protocol is Session Initiation Protocol (SIP). In addition to signaling, there are several parameters that need to be considered in the implementation of VoIP. They are Mean Opinion Score (MOS), network impairment, and bandwidth. Analysis was carried out on six codecs, they are G.722, PCMA, PCMU, Speex, GSM, and BV16. The conclusion are codec that had the lowest bandwidth usage was Speex (27.12 kbps) and Average delay generated by sipdroid better than jitsi.

    Keywords VoIP, Session Initiation Protocol, Mean Opinion Score, Bandwidth, Codec Abstrak Voice over Internet Protocol (VoIP) merupakan teknologi yang memungkinkan percakapan suara jarak jauh melalui protokol internet. Dalam telekomunikasi, diperlukan teknologi pensinyalan yang berguna untuk membangun, mengawasi, dan melepas hubungan antara dua titik. Salah satu teknologi pensinyalan yang banyak digunakan untuk VoIP adalah Session Initiation Protocol, dengan implementasinya yang berupa perangkat lunak Open SIP Server. Selain pensinyalan, ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam implementasi VoIP, yaitu Mean Opinion Score (MOS), network impairment, dan bandwidth. Pengujian dilakukan terhadap enam codec, yaitu G.722, PCMA, PCMU, Speex, GSM, dan BV16. Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa codec yang menggunakan bandwidth paling rendah adalah Speex

    (27,12 kbps); Rata-rata delay yang dihasilkan oleh sipdroid lebih baik daripada jitsi. Kata kunciVoIP, Session Initiation Protocol, Mean Opinion Score, Bandwidth, Codec

    Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia

    SWOT Analysis of Indonesian Space Debris

    Diah Yuniarti

    Abstract Space debris is defined as all human made objects, including fragments and elements thereof, in earth orbit or re-entering the atmosphere, that are non-functional. Space debris originates from non-function satellite is 17% of the total space debris. Space debris presence in earth orbit is harmful due collision possibility with functional satellite and between other space debris and damage as well as radiation impact as the satellites fall off to earth surface. Functional and will be launched Indonesian satellites have potential to increase the number of space debris. Thus, the research discusses the condition related to space debris handling in Indonesia, confined with space debris originates from end of life satellites or non-functional satellites. Research method used is qualitative SWOT method analyzed from interview and study literature data. Research result shows that the strategies may be implemented related to space debris are by revising regulation related to space and developing technology for space debric mitigation. Keywords space debris, satellite, deorbit, SWOT Abstrak Sampah antariksa didefinisikan sebagai seluruh objek buatan manusia, termasuk pecahan dan elemen di orbit bumi atau yang memasuki atmosfer lagi yang tidak berfungsi. Sampah antariksa yang berasal dari satelit yang tidak berfungsi mencapai 17% dari total sampah antariksa yang ada. Keberadaan sampah antariksa di orbit bumi berbahaya karena terdapat kemungkinan terjadinya tumbukan dengan satelit yang masih berfungsi dan tumbukan antar sampah antariksa

  • serta dampak radiasi dan kerusakan yang ditimbulkan jika satelit jatuh di permukaan bumi. Satelit Indonesia yang saat ini masih berfungsi dan satelit yang akan diluncurkan berpotensi dalam menambah jumlah sampah antariksa. Dengan demikian, penelitian ini mengkaji kondisi mengenai penanganan sampah antariksa Indonesia, dibatasi pada sampah antariksa yang berasal dari satelit yang sudah habis masa operasinya atau satelit yang sudah tidak berfungsi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode SWOT kualitatif yang dianalisis dari data wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan strategi yang dapat dilakukan terkait sampah antariksa Indonesia diantaranya merevisi regulasi terkait keantariksaan dan mengembangkan teknologi untuk mitigasi sampah antariksa. Kata Kunci sampah antariksa, satelit, deorbit, SWOT

    Do Productive Uses of ICT Connect to Income Benefits: A Case Study on Teleuse@BOP4 Survey in Indonesia

    Analisis Hubungan Produktivitas Penggunaan Tik

    Dengan Pendapatan: Studi Kasus Survey Teleuse@Bop4 Di Indonesia

    Ibrahim Kholilul Rohman

    Abstrak Pertanyaan apakah sektor telekomunikasi telah benar-benar mendukung pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan di tingkat rumah tangga, dalam hal penghasilan tambahan di Indonesia masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah akses ponsel dan penggunaan pada fitur produktif/konten/jasa membawa banyak manfaat bagi rumah tangga dalam hal penghasilan tambahan berdasarkan survei yang dilakukan oleh BOP LIRNEAsia dan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial, Universitas Indonesia (LPEM FEUI) pada tahun 2011. Studi ini menemukan bahwa responden dengan penggunaan produktif terhadap perangkat mereka memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga mereka. Kata kunci akses, konektivitas, kemiskinan, telepon genggam, efek perlakuan, propensity score matching (PSM), probit Abstract The question whether the telecommunication sector has been really supporting poverty alleviation and increasing welfare at the household level, in terms of an additional income in Indonesia is still undisclosed. This paper aims at investigating whether the mobile phone access and the uses on productive features/content/services have brought many benefits to the households in terms of an additional income based on the BOP survey conducted by LIRNEAsia and the Institute for Economic and Social Research, University of Indonesia (LPEM FEUI) in 2011. The paper found that the respondents with the productive use to their device have a higher likelihood for contributing to their household income. Keywords access, connectivity, poverty, mobile phone, treatment effect, propensity score matching (PSM), probit

    Analisis kinerja penggunaan modulasi QPSK, 8PSK, 16QAM pada satelit Telkom-1

    The analysis of usage performance Of QPSK, 8PSK,

    16QAM Modulation On Telkom-1 Satellite

    Sri ariyanti; Budi Agus Purwanto AbstractThe selection of modulation techniques become one of the important things that must be considered because the usage of modeulation technique is very big influence for power allocation. This paper addressed the feasibility of modulation used Telkom-1 satellite in terms of power and bandwidth, influence the selection of modulation techniques for satellite transponder capacity and parameters that determine the capacity of the satellite transponder. The research method in this study with the study of literature. The research data is secondary data obtained from the PT. Telkom. The study used a descriptive quantitative analysis techniques. Analysis of the feasibility of using modulation only in terms of power capacity and bandwidth capacity. The results showed that the most viable modulation used Telkom-1 satellite for Intermediate Data Rate (IDR) services are QPSK modulation with receiver antenna diameter of 3 meters. While the worst modulation used Telkom-1 satellite is 16QAM modulation. In terms of power, the higher-order modulation, the smaller capacity of the satellite transponder. In terms of bandwidth, the higher-order modulation, the greater the transponder capacity. Parameters that determine the capacity of satellite transponder are EIRPSATELIT, bandwidth, Forward Error Correction (FEC), Figure of Merit earth stasiun receiver {(G/T)SBRX} and diameter antenna. Keywords analysis, feasibility, Telkom-1 satellite, modulation Abstrak Pemilihan teknik modulasi menjadi salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan karena teknik modulasi yang digunakan sangat berpengaruh besar pada alokasi power, alokasi bandwidth dan kapasitas transponder satelit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan modulasi yang digunakan satelit Telkom-1 ditinjau dari segi daya dan lebar pita, mengetahui pengaruh pemilihan teknik modulasi terhadap besarnya kapasitas transponder satelit dan mengetahui parameter yang menentukan besar kecilnya kapasitas transponder satelit. Metode penelitian dengan studi literature. Data penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari PT. Telkom. Kajian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif deskriptif. Analisis kelayakan pemanfaatan modulasi hanya ditinjau dari segi kapasitas power dan kapasitas bandwidth. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modulasi yang paling layak digunakan satelit Telkom-1 untuk layanan IDR adalah modulasi QPSK dengan diameter antena penerima 3 meter, sedangkan modulasi yang paling buruk digunakan satelit telkom-1 adalah modulasi 16qam. Dilihat dari sisi power, semakin tinggi orde modulasi, semakin kecil kapasitas transponder satelit. Dilihat dari sisi bandwidth, semakin tinggi orde modulasi, semakin besar kapasitas transponder. Parameter yang menentukan besar kecilnya kapasitas transponder satelit adalah EIRPSATELIT, bandwidth, Forward Error Correction (FEC), Figure of Merit stasiun bumi penerima (G/T)SBRX dan diameter antena. Kata kunci analisis, kelayakan, satelit Telkom-1, modulasi

  • Disain Sistem SCADA Jarak Jauh Menggunakan

    Layanan VPN 3G Untuk Penggerak Pompa Pada Sistem Pengolahan Air

    Remote SCADA System Design Using VPN 3G Services

    To Drive Pumps In Water Treatment System

    Asep Insani dan Sutrisno Salomo H Abstract In the peat water treatment into clean water using AOP method and the RO, the pump pressure setting is something very vital at the time of supply of water that will be processed into the system. Water treatment systems that use the pump must always be ensured to operate normally adjusted with the designation. Recent management of water treatment systems require the latest technology in equipment remote control system, and the most fundamental of these is the use of public services for the acquisition and control of data taken from the control equipment. To realize remote control for pumps with certain pressure with PLC, is designed with a combination of internet, architecture and implementation of the SCADA system, which combines computer network, PLC, WinCC, and VPN technology. In doing the design, keep in mind the key points of both the server side and the controller. Remote SCADA system design can minimize the time for the operator and further monitoring for water supply. Keywords PLC, SCADA remote, VPN. Abstrak Dalam pengolahan air gambut menjadi air bersih yang menggunakan metode AOP dan RO ini, pengaturan tekanan pompa merupakan sesuatu yang sangat vital pada saat dilakukan suplay air yang akan diolah ke sistem. Sistem pengolahan air yang menggunakan pompa tersebut harus selalu dipastikan beroperasi dengan normal disesuaikan dengan peruntukannya. Manajemen terbaru sistem pengolahan air memerlukan teknologi yang terbaru pada peralatan remote control system, dan yang paling fundamental untuk hal ini adalah penggunaan layanan public untuk akusisi dan pengawasan dari data yang diambil dari peralatan kontrol. Untuk mewujudkan remote control untuk pompa dengan tekanan tertentu dengan PLC, didisain dengan kombinasi antara internet, arsitektur dan implementasi dari sistem SCADA, yang menggabungkan jaringan komputer, PLC, WinCC, dan teknologi VPN. Dalam melakukan disain, perlu diperhatikan poin-poin penting baik dari sisi server maupun sisi controller. Disain sistem SCADA remote dapat mengefisienkan waktu bagi operator dan pemantauan lebih lanjut untuk suplay air. Keywords PLC, SCADA remote, VPN

    Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Pelanggan Radio Trunking Terrestrial Dengan Analisis Runtut Waktu

    Growth Projection Of Terrestrial Trunked Radio

    Subscribers Using Time Series Analysis

    Kasmad Ariansyah

    Abstract Trunofked radio communication system is a radio communication system that is made to enhance the conventional system weaknesses by developing a system that allows a shared frequency. This study was conducted to obtain the projected number of subscribers of terrestrial trunked radio service who use trunked radio service from telecommunication network and service providers. The result is expected to provide an overview of the business prospects of trunked radio services in the future, and can be used as a consideration in realignment frequencies for trunked radio service. Based on time series analysis, both fit and optimistic appear that the projected growth of subscribers tend to be positive. Between 2013 to 2017, the fit projected number of subscribers for each year in a row is 13.286, 13.725, 14.039, 14.226 and 14.287 subscribers. Optimistic and pessimistic projection showed that the number of subscribers in 2017 is 22.565 and 6.010 people respectively. Keywords trunked radio, subscriber growth, projection Abstrak Sistem komunikasi radio trunking merupakan sistem komunikasi radio yang dibuat untuk menyempurnakan kekurangan yang dimiliki sistem konvensional dengan cara mengembangkan sistem yang memungkinkan sebuah frekuensi dapat digunakan secara bersama-sama. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan proyeksi jumlah pelanggan layanan radio trunking dari penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi, tidak termasuk telekomunikasi khusus. Proyeksi pertumbuhan pelanggan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai prospek bisnis layanan radio trunking dimasa mendatang, dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menata kembali frekuensi untuk keperluan radio trunking. Berdasarkan analisis runtun waktu yang dilakukan, baik secara moderat maupun optimis, proyeksi pertumbuhan jumlah pelanggan cenderung positif,. Antara tahun 2013 sampai dengan 2017, secara moderat diproyeksikan jumlah pelanggan berturut-turut sebanyak 13.286, 13.725, 14.039, 14.226, 14.287. Sedangkan proyeksi secara optimis dan pesimis pada tahun 2017 masing-masing 22.565 dan 6.010 orang. Kata Kunci radio trunking, pertumbuhan pelanggan, proyeksi

  • Implementasi Berver VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel (Mohammad Shoffa Al Arofat et.al)

    Implementasi Server VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel

    Implementation of SIP Based VoIP Server on Wireless LAN

    Mohammad Shoffa Al Arofat, Nurdin Bahtiar, dan Ragil Saputra Program Studi Teknik Informatika Universitas Diponegoro

    Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang Semarang [email protected], [email protected], [email protected]

    Naskah diterima: 10 Januari 2013; Direvisi: 1 Maret 2013; Disetujui: 7 Maret 2013

    Abstract Voice over Internet Protocol (VoIP) is a technology for making telephone calls over an internet protocol network.In telecommunication, signaling is the main technology. Signaling is the capability to generate and exchange control information that used to establish, monitor, and release connections between two endpoints. One of the most widely used VoIP signaling protocol is Session Initiation Protocol (SIP). In addition to signaling, there are several parameters that need to be considered in the implementation of VoIP. They are Mean Opinion Score (MOS), network impairment, and bandwidth. Analysis was carried out on six codecs, they are G.722, PCMA, PCMU, Speex, GSM, and BV16. The conclusion are codec that had the lowest bandwidth usage was Speex (27.12 kbps) and Average delay generated by sipdroid better than jitsi.

    Keywords VoIP, Session Initiation Protocol, Mean Opinion Score, Bandwidth, Codec Abstrak Voice over Internet Protocol (VoIP) merupakan teknologi yang memungkinkan percakapan suara jarak jauh melalui protokol internet. Dalam telekomunikasi, diperlukan teknologi pensinyalan yang berguna untuk membangun, mengawasi, dan melepas hubungan antara dua titik. Salah satu teknologi pensinyalan yang banyak digunakan untuk VoIP adalah Session Initiation Protocol, dengan implementasinya yang berupa perangkat lunak Open SIP Server. Selain pensinyalan, ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam implementasi VoIP, yaitu Mean Opinion Score (MOS), network impairment, dan bandwidth. Pengujian dilakukan terhadap enam codec, yaitu G.722, PCMA, PCMU, Speex, GSM, dan BV16. Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa codec yang menggunakan bandwidth paling rendah adalah Speex (27,12 kbps); Rata-rata delay yang dihasilkan oleh sipdroid lebih baik daripada jitsi. Kata kunciVoIP, Session Initiation Protocol, Mean Opinion Score, Bandwidth, Codec

    I. PENDAHULUAN Media telekomunikasi suara yang dapat digunakan adalah

    telepon konvensional (PSTN), telepon seluler, dan Voice over Internet Protocol (VoIP). VoIP merupakan teknologi yang lebih baru dibandingkan dengan PSTN dan telepon seluler (Hallock, 2004). VoIP adalah teknologi yang memungkinkan percakapan suara jarak jauh melalui protokol internet (Purbo, 2010).

    Salah satu masalah pada PSTN dan telepon seluler adalah ketergantungan terhadap operator telekomunikasi. VoIP memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut dengan sifatnya yang fleksibel. VoIP dapat diimplementasikan di dalam suatu organisasi, institusi, dan perusahaan secara mandiri. Penggunaan VoIP secara internal untuk komunikasi sesama anggota organisasi, institusi, dan perusahaan tidak terbebani oleh tanggungan biaya telekomunikasi. VoIP juga dapat digabungkan dengan media komunikasi lain seperti e-mail dapat terjadi karena keduanya dapat dilakukan dalam satu jaringan komunikasi (Wallingford , 2005).

    Teknologi utama dalam telekomunikasi suara adalah pensinyalan. Pensinyalan digunakan untuk membangun, mengawasi, dan melepas hubungan antara dua titik. Session Initiation Protocol (SIP) merupakan salah satu teknologi pensinyalan yang maju dan banyak digunakan untuk VoIP.

    Dalam teknologi VoIP bandwidth bukanlah masalah utama, melainkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu Mean Opinion Score (MOS) dan network impairment, seperti delay, jitter, dan packet loss.Walaupun tidak menjadi masalah utama, tetapi bandwidth setiap komunikasi VoIP juga mempengaruhi jumlah total komunikasi VoIP yang dapat dilakukan dalam satu waktu (Wallace, 2009).

    Penggunaan bandwidth, nilai MOS, dan nilai network impairment dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah arsitektur jaringan dan codec yang digunakan. Codec adalah program komputer yang mampu mengkodekan sinyal analog ke sinyal digital dan menguraikan sinyal digital kembali ke

    1

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 1-12

    sinyal analog (Purbo, 2010). Setiap codec mempunyai algoritma kompresi dan dekompresi yang berbeda sehingga menghasilkan nilai MOS dan network impairment yang juga berbeda.

    Pada penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sistem VoIP berbasis Session Initiation Protocol (SIP) pada Wireless LAN yang optimal, sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisasi, institusi, maupun perusahaan untuk membangun sistem telekomunikasi yang optimal secara mandiri.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Voice over Internet Protocol

    Arsitektur jaringan Voice over Internet Protocol (VoIP) terdiri dari beberapa komponen. Komponen yang paling penting adalah VoIP server. VoIP server menyimpan semua informasi mengenai pengguna VoIP. Secara sederhana, VoIP server mempunyai tabel yang berisi nomor telepon (nomor VoIP) pengguna dan alamat IP komputer pengguna.

    Setiap kali pengguna ingin melakukan panggilan ke pengguna yang lain, perangkat akhir pengguna akan meminta alamat IP pengguna yang lain ke VoIP server. Perangkat akhir pengguna dapat berupa IP Phone maupun Personal Computer (PC), notebook, dan smartphone yang telah dilengkapi softphone.

    B. Real-Time Transport Protocol

    Pada jaringan VoIP, data suara dikirim menggunakan Real-Time Transport Protocol (RTP) (Schulzrinne, 2003). RTP memberikan fungsi transportasi jaringan secara end-to-end untuk aplikasi yang membutuhkan transmisi data secara real-time, seperti suara dan video. Fungsi-fungsi yang diberikan RTP adalah identifikasi tipe payload (data aktual dari sebuah paket data), pengurutan nomor, time-stamping, dan pemantauan pengiriman (Wallace, 2009).

    Gambar 1. Aliran RTP dan SIP pada Jaringan VoIP

    Gambar 1 merupakan jaringan VoIP sederhana yang berbasis SIP. Pensinyalan terjadi antara IP Phone dengan VoIP server, yangdalam kasus ini menggunakan SIP Server. Proses pengiriman suara dilakukan secara langsung oleh kedua IP Phone menggunakan RTP, tanpa perantara SIP Server (Schulzrinne, 2003).

    Aliran RTP pada komunikasi VoIP terjadi pada saat media session. Pada media session dibentuk aliran RTP dua arah (Britt, et al., 2006), seperti terlihat pada Gambar 1. Aliran

    RTP pertama digunakan untuk mengirim paket suara dari IP Phone 1 ke IP Phone 2. Sedangkan aliran RTP kedua digunakan untuk mengirim paket suara dari IP Phone 2 ke IP Phone 1.

    C. Real-Time Transport Control Protocol

    RTP didefinisikan pada RFC 1889 dan digantikan oleh RFC 3550 pada tahun 2003. Request For Comment(RFC) merupakan laporan teknis berseri mengenai metode, penelitian, dan inovasi dalam internet (Tanenbaum, 2003). RTCP memberikan informasi kontrol untuk setiap paket yang dikirimkan menggunakan standar RTP. RTCP bekerja bersamaan dengan RTP dalam pengiriman dan pembungkusan paket data multimedia. Fungsi utama RTCP adalah memberikan umpan balik mengenai informasi Quality of Service (QoS) yang diberikan RTP (Wallace, 2009).

    RTP mengumpulkan data statistik seperti: besarnya paket data yang terkirim, jumlah paket data yang terkirim, paket yang hilang (packet loss), jitter, dan delay (Wallace, 2009). Aplikasi dapat menggunakan informasi ini untuk meningkatkan QoS, salah satu contohnya adalah mengganti codec dengan tingkat kompresi tinggi dengan codec dengan tingkat kompresi yang rendah.

    D. Session Initiation Protocol

    Jaringan IP membutuhkan tambahan komponen agar bisa digunakan untuk komunikasi suara. Salah satu komponen tersebut adalah pensinyalan. Dalam VoIP, istilah pensinyalan merupakan kemampuan untuk menghasilkan dan bertukar informasi kontrol yang digunakan untuk membangun, mengawasi, dan melepas hubungan antara dua titik. Selain itu, pensinyalan juga memberikan fungsi pengalamatan dan penyiagaan antar titik (Russell, 2008).

    VoIP menawarkan beberapa pilihan untuk pensinyalan, salah satunya adalah Session Initiation Protocol (SIP). SIP adalah protokol yang memberikan spesifikasi perintah dan respon untuk membangun dan memutus komunikasi suara melalui jaringan paket data. Tujuan utama SIP adalah menciptakan aliran Real-time Transport Protocol (RTP) dua arah antara perangkat akhir komunikasi VoIP. Implementasi SIP pada sisi server terdapat pada SIP Server / VoIP Server, seperti terlihat pada Gambar 1.

    Session Initiation Protocol (SIP) dikembangkan oleh Internet Engineering Task Force(IETF) dalam grup kerja Multiparty Multimedia Session Control (MMUSIC), dan dipublikasi pada Maret 1999. Dalam berkomunikasi, SIP menggunakan pesan ASCII, standar umum yang sama dengan World Wide Web (WWW), sehingga mudah untuk diimplementasikan dan troubleshooting dapat dilakukan dengan mudah (Wallace, 2009).

    SIP Server bertanggung jawab dalam pendaftaran pengguna dan pemetaan alamat IP ke alamat SIP. Seluruh routing SIP dan pensinyalan diurus oleh SIP Server, begitu pula dengan layanan penerusan (forwarding) panggilan, daftar putih dan daftar hitam (whitelist &blacklist), dan berbagai hal lainnya. Akan tetapi protokol ini tidak berurusan dengan perutean paket media (suara). Semua paket media dirutekan langsung antar penelepon menggunakan protokol RTP (Wallace, 2009).

    2

  • Implementasi Berver VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel (Mohammad Shoffa Al Arofat et.al)

    E. Open SIP Server

    Open SIP Server (OpenSIPS) adalah SIP Server dengan kode sumber terbuka berbasis perangkat lunak SER (perangkat lunak yang dikembangakan oleh institusi riset Fraunhofer Society). Karakteristik utama yang dimiliki OpenSIPS adalah kecepatan, fleksibilitas, skalabilitas, portabilitas, dan penggunaan memori komputer yang kecil (Goncalves, 2010).

    OpenSIPS dikembangkan menggunakan ANSI C dengan beberapa assembler routines, sehingga OpenSIPS mampu menjalankan puluhan ribu panggilan per detik meskipun dengan perangkat keras biasa. OpenSIPS bersifat terbuka, sehingga administrator dapat mendefinisikan kebutuhannya melalui bahasa pemrograman. Ditambah lagi OpenSIPS dapat menerima bahasa pemrograman yang kompleks sekalipun.

    OpenSIPS dapat dikembangkan dengan menuliskan kode-kode bahasa C. Kode-kode tersebut dapat dikembangkan secara mandiri, dan nantinya dihubungkan dengan bagian inti OpenSIPS. Ekstensi-ekstensi yang dibuat ini biasa disebut dengan modul. OpenSIPS bersifat portabel karena ditulis dalam ANSI C. Hal ini membuat OpenSIPS tersedia di berbagai macam sistem operasi berbasis UNIX, seperti Linux, Solaris, dan BSD.

    Bagian inti OpenSIPS sangat kecil, berukuran sekitar 300 KB (versi terdahulu). Dengan ditambahkan beberapa modul, ukurannya hanya berubah menjadi beberapa megabytes. Karakteristik seperti ini yang membuat OpenSIPS banyak digunakan di platform embedded.

    F. Coding-Decoding

    Coding-decoding (codec) adalah program komputer yang mampu mengkodekan sinyal analog ke sinyal digital (menjadi berkas media digital) dan menguraikan sinyal digital ke sinyal analog, serta mampu mengkompresi dan mendekompresi berkas media digital (Microsoft, 2012). Sebuah codec terdiri dari dua komponen yaitu encoder dan decoder. Encoder berfungsi untuk mengkompresi sekaligus mengkodekan berkas, sedangkan decoder berfungsi untuk mendekompresi sekaligus menguraikan kode berkas. Digunakannya codec memungkinkan data yang besar dilewatkan pada media transmisi dengan penggunaan bandwidth yang terbatas.

    Ada tiga konsep utama yang berhubungan dengan codec. Ketiga konsep tersebut adalah sampling rate, bit depth, dan bit rate. Pada perekaman analog, mesin perekam selalu merekam suara yang masuk melalui mikrofon. Pada perekaman digital, hal terekam adalah sederetan sample yang diambil dari sinyal suara. Sampling rate merupakan jumlah sample per detik yang diambil dari sinyal suara. Satuan untuk sampling rate adalah Hertz (Hz).

    Bit depth mendeskripsikan jumlah bit (binary digits) pada setiap sample. Bit merupakan unit informasi terkecil (diekspresikan dalam 0 atau 1) yang disimpan dalam media penyimpanan digital.Bit rate mendefinisikan jumlah bit yang diproses per detik. Satuan untuk bit rate adalah bits per second (bps). Secara teori, makin tinggi bit rate, suara yang dihasilkan akan makin baik.

    Jumlah channel pada codec yang digunakan untuk VoIP adalah satu. Dengan begitu, jumlah channel tidak mempengaruhi ukuran bit rate.

    Beberapa codec yang biasa digunakan untuk VoIP paada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1) G.722 G.722 merupakan codec yang distandardisasi oleh

    Telecommunication Standardization Sector (ITU-T). ITU-T merupakan salah satu sektor utama dari International Telecommunication Union (ITU), sebuah lembaga di Amerika Serikat yang sangat peduli terhadap permasalahan teknologi informasi dan komunikasi (Johnston, 2004). Salah satu tugas ITU-T adalah membuat rekomendasi teknis megenai telepon (Tanenbaum, 2003). Rekomendasi ITU-T mengenai codec G.722 adalah sampling rate 16 kHz dan bit depth 14 bit. Dengan algoritma kompresi yang digunakan, bit rate yang dimiliki G.722 menjadi 64 kbps.

    2) G.711 G.711juga merupakan codec yang distandardisasi oleh

    ITU-T. Nama formal G.711 adalah Pulse Code Modulation (PCM) of Voice Frequencies. Sampling rate dan bit depth G.711 secara berurutan adalah 8 kHz dan 8 bit, menjadikan codec ini mempunyai bit rate 64 kbps. G.711, sebagai standard, mempunyai dua algoritma kompresi, yaitu algoritma A-Law dan U-Law. Kedua algoritma ini menghasilkan dua codec yang berbeda, yaitu G.711a atau PCMA (A-Law) dan G.711u atau PCMU (U-Law).

    3) Speex Speex dibuat oleh Xiph Foundation karena mereka

    menginginkan adanya codec VoIP yang bersifat kode sumber terbuka dan jauh dari paten perangkat lunak. Speex didesain untuk berbagai kualitas suara. Karena itu, Speex dapat dikodekan dengan sampling rate 16 kHz dan 32 kHz untuk kebutuhan kualitas suara yang prima, dan sampling rate 8 kHz untuk kebutuhan VoIP di saluran transmisi dengan bandwidth yang terbatas (Valin, 2007). Bit rate yang dimiliki Speex juga bervariasi, yaitu berkisar antara 2,15 kbps sampai 44,2 kbps.

    4) GSM GSM Full Rate / GSM 06.10 merupakan codec pertama

    yang digunakan pada Global System for Mobile Communications (GSM). Selanjutnya pada penelitian ini, istilah GSM merujuk kepada GSM Full Rate. GSM dikembangkan sekaligus distandardisasi oleh European Telecommunications Standards Institute (ETSI). ETSI merupakan organisasi non-profit yang memproduksi standar teknologi informasi dan komunikasi (ETSI, 2012). GSM menggunakan sampling rate 8 kHz dan bit depth 13 bit, menghasilkan bit rate104 kbps. Dengan algoritma kompresi yang digunakan, bit rate yang dimiliki GSM menjadi 13 kbps.

    5) BV16 BroadVoice merupakan keluarga codec yang diciptakan

    dan dikembangkan oleh Broadcom, lalu distandardisasi oleh CableLabs, SCTE, ANSI, dan ITU-T. Salah satu anggota keluarga codec BroadVoice adalah BroadVoice16 (BV16). BV16 mempunyai sampling rate 8 kHz dan bit depth 2 bit, menghasilkan bit rate16 kbps (Broadcom, 2012).

    G. Softphone

    Softphone adalah perangkat lunak yang memberikan fungsi VoIP kepada komputer. Kebutuhan minimum

    3

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 1-12

    komputer untuk dapat melakukan panggilan VoIP dengan memanfaatkan softphone adalah kartu suara, speaker/headset, mikrofon, dan tentunya kartu jaringan, agar dapat terhubung dengan komputer lain.

    Setelah kebutuhan minimum tersebut terpenuhi, komputer yang dilengkapi softphone dapat digunakan untuk melakukan

    panggilan VoIP antar komputer, dari komputer ke telepon PSTN/seluler, dan dari telepon PSTN/seluler ke komputer. Layanan yang umumnya diberikan oleh penyedia jasa VoIP adalah panggilan antar komputer. Softphone tidak hanya dapat diinstal pada komputer, tetapi juga pada perangakat lain,

    seperti smartphone. Jadi, dengan menggunakan ponsel ber-softphone, antar pengguna dapat berkomunikasi menggunakan layanan VoIP (Purbo, 2010).

    Syarat utama dalam berkomunikasi menggunakan layanan VoIP adalah kedua (atau lebih) pengguna harus menggunakan codec yang sama (Rodman, 2008). Protokol yang biasanya didukung oleh kebanyakan softphone adalah SIP, dan codec yang biasanya didukung oleh kebanyakan softphone adalah PCMA, PCMU, dan GSM. Setiap softphone mempunyai satu atau lebih codec. Pada saat membangun telepon, masing-masing softphone membagi daftar codec yang mereka dukung. Jika ada beberapa codec yang sama-sama didukung, maka codec yang dipilih adalah codec yang sama-sama menjadi prioritas kedua softphone (Rodman, 2008).

    H. Quality of Service dan Network Impairment

    Quality of Service (QoS) dapat didefinisikan dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang pengguna akhir dan sudut pandang jaringan. Dari sudut pandang pengguna akhir, QoS adalah persepsi pengguna akhir terhadap kualitas layanan (data, video, atau suara) yang didapat dari penyedia jaringan. Sedangkan dari sudut pandang jaringan, QoS adalah kemampuan jaringan untuk menyediakan QoS sesuai dengan persepsi pengguna akhir (Park, 2005).

    Ada dua kemampuan jaringan yang dibutuhkan untuk menyediakan QoS pada packet-switched network. Pertama, jaringan harus mampu membedakan kelas lalu lintas (traffic) sehingga pengguna akhir dapat memperlakukan satu atau lebih kelas lalu lintas secara berbeda. Kedua, jaringan harus mampu memperlakukan kelas-kelas tersebut secara jelas dengan menyediakan jaminan sumber daya dan diferensiasi layanan (Park, 2005).

    Oleh karena sifat dari jaringan IP, paket suara yang dikirim via IP akan mengalami beberapa masalah transmisi (network impairment). Network impairment biasanya ditandai dengan delay, jitter, atau packet loss.

    Delay atau latency adalah waktu yang dibutuhkan sistem untuk memproses data. Pada VoIP, data berupa sinyal audio. Pada jaringan komputer, delay diukur secara one-way maupun round-trip. One-way delay adalah waktu tunggu yang dihitung mulai paket data dikirim oleh sumber, sampai paket data diterima oleh tujuan. Sedangkan round-trip delay adalah one-way delay dari sumber ke tujuan ditambah one-way delay dari tujuan kembali ke sumber. Pada jaringan VoIP, yang digunakan adalah one-way delay. Delay (one-way) maksimal yang masih bisa diterima adalah 150 milidetik. Delay yang melebihi 150 milidetik akan sangat mengganggu jalannya percakapan.

    Jitter adalah variasi sampainya paket-paket suara pada tujuan akhir. Variasi waktu sampainya paket, mengakibatkan jeda pada reproduksi dan playback suara. Jitter dapat terjadi karena ada kemacetan pada jalur transmisi paket atau terjadi antrian paket yang tidak berimbang pada buffer di titik-titik jaringan. Jitter maksimal yang masih bisa diterima adalah 20

    milidetik. Jika jitter melebihi 20 milidetik, suara pada saat percakapan akan terputus-putus.

    Paket suara bisa saja hilang di tengah jalan karena berbagai kondisi, seperti jaringan yang tidak stabil, kemacetan, atau jitter yang terlalu sering. Packet loss yang tinggi akan menyebabkan adanya celah atau suara yang hilang di tengah percakapan.

    Jumlah network impairment pada jaringan IP dapat diminimalisir dengan menggunakan mekanisme QoS. Pada penelitian ini, tidak digunakan mekanisme QoS dalam pengukuran network impairment. Dalam melakukan analisis network impairment dan penggunaan bandwidth, diperlukan alat-alat bantu yang dapat menghasilkan nilai-nilai pasti. Alat bantu berupa perangkat lunak yang biasa digunakan adalah Wireshark. Wireshark merupakan perangkat lunak kode sumber terbuka untuk melakukan analisis paket-paket pada jaringan (Wong, 2009). Wireshark mempunyai kemampuan untuk mengurutkan informasi dan menyaring paket-paket apa saja yang ditampilkan. Wireshark mendukung mode promiscuous. Mode promiscuous adalah sebuah konfigurasi yang dilakukan pada perangkat keras kartu jaringan, sehingga kartu jaringan tersebut mampu mengambil semua paket yang diterimanya, tidak hanya paket yang memang ditujukan untuk kartu jaringan tersebut (Wong, 2009).

    Wireshark melakukan kalkulasi penggunaan bandwidth komunikasi VoIP pada level IP. Wireshark menghitung ukuran payload suara dengan mengikutsertakan overhead yang berupa header RTP, UDP, dan IP. Secara teoritis, penghitungan penggunaan bandwidth dapat dilakukan tanpa melakukan analisis hasil. Akan tetapi, hasil penghitungannya belum tentu sesuai dengan kenyataan.

    I. Mean Opinion Score

    Mean Opinion Score (MOS) merupakan salah satu cara dalam melakukan tes subjektif untuk pengukuran kualitas jaringan VoIP. Dengan MOS, jaringan VoIP bisa dievaluasi akan adanya gangguan jaringan/komponen jaringan. Selain itu, MOS juga berfungsi untuk mengevaluasi algoritma kompresi pada penggunaan codec.

    Dalam komunikasi suara, kejernihan / kejelasan suara menjadi hal yang paling penting. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejernihan suara. Faktor-faktor tersebut merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam MOS. Kejernihan suara pada VoIP disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini (Wallace, 2009) :

    1) Kemurnian Suara Fidelity atau kemurnian suara adalah derajat keakuratan

    sistem untuk mereproduksi suara penelepon.

    2) Gaung Gaung/echo adalah hasil dari ketidakcocokan impedansi

    elektrik pada jalur transmisi. Suara yang terpantul (gaung) dengan jeda yang cukup lama dengan suara asli akan sangat mengganggu jalannya percakapan.

    4

  • Implementasi Berver VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel (Mohammad Shoffa Al Arofat et.al)

    3) Jeda Percakapan Jeda percakapan adalah waktu tunggu yang antara suara

    yang diucapkan oleh penelepon A dengan suara yang diterima oleh penelepon B. Jeda percakapan yang cukup lama disebabkan oleh delay yang tinggi.

    4) Suara Terputus-putus Jika penelepon A mengucapkan Selamat siang

    sedangkan penelepon B mendengar Se...lam...at.......si..ang, berarti suara yang diucapkan terputus-putus. Hal ini biasanya disebabkan oleh jitter yang tinggi.

    5) Suara Hilang Suara yang hilang (kata/kalimat yang hilang) di tengah

    percakapan disebabkan oleh packet loss.

    6) Background Noise Background noise adalah suara latar bervolume rendah

    (gaduh) yang disebabkan oleh keadaan sekitar penelepon. Selain dapat mengganggu penelepon yang lain, background noise juga akan membebani penggunaanbandwidth.

    III. METODE PENELITIAN

    A. Analisis Kebutuhan Sistem

    Sistem dibangun dengan tiga komponen utama, yaitu SIP Server, client SIP, dan penganalisis protokol jaringan.

    1) SIP Server SIP Server menggunakan komputer dengan spesifikasi

    sebagai berikut: a. Processor : Satu Inti 2,8 GHz b. RAM : 512 MB c. Sistem Operasi : Debian 6.0.4 d. Perangkat Lunak : Open SIP Server 1.6.4

    1) Klien SIP Jumlah total klien SIP ada 3, dua berupa ponsel pintar, dan

    satu berupa komputer jinjing. Spesifikasi perangkat keras klien yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

    TABEL 1 SPESIFIKASI KLIEN SIP

    Spesifikasi Klien SIP-1 Klien SIP-2 Klien SIP-3 Processor ARM, 600

    MHz ARM, 830 MHz

    dua inti, 1,8 GHz

    RAM 384 MB 290 MB 2 GB Sistem Operasi

    Android 2.3.6 Android 2.3.5 Linux Mint 12

    Perangkat Lunak

    Sipdroid 2.6 Sipdroid 2.6 Jitsi 1.0

    2) Penganalisis Protokol Jaringan Komponen ini menggunakan satu komputer desktop

    dengan spesifikasi sebagai berikut: a. Processor : Empat inti 3,2 GHz b. RAM : 4 GB c. Perangkat Lunak : Wireshark 1.6.5

    B. Arsitektur Sistem

    Arsitektur sistem yang dibangun dapat disajikan pada Gambar 2. Terdapat satu SIP Server yang terhubung ke Acces Point (AP) menggunakan kabel UTP cross-over. Ada tiga

    klien SIP yang terhubung dengan AP, yaitu Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 yang berupa smartphone, serta Klien SIP-3 berupa komputer jinjing. Ketiganya terhubung dengan memanfaatkan sinyal radio berfrekuensi 2,4 GHz (standar IEEE 802.11g).

    Arsitektur WLAN yang digunakan adalah mode infrastruktur. Pada arsitektur ini SIP Server terhubung ke LAN port AP, sehingga SIP Server berada di satu alamat jaringan yang sama dengan komponen yang lain.

    Gambar 2. Arsitektur Sistem VoIP

    Alamat IP yang digunakan untuk membangun sistem adalah 192.168.27.1 dengan netmask 255.255.255.248. Rincian alamat IP diberikan pada Tabel 2.

    TABEL 2 RINCIAN ALAMAT IP

    Alamat IP Desimal

    Alamat IP 192.168.27.1

    Netmask 255.255.255.248

    Alamat jaringan 192.168.27.0

    Alamat broadcast 192.168.27.7

    Alamat host minimal 192.168.27.1

    Alamat host maksimal 192.168.27.6

    uloNetmask 255.255.255.248 merupakan yang pilihan yang paling tepat karena sistem yang dibangun hanya mempunyai lima host, yaitu satu SIP Server, tiga klien SIP, dan satu AP. Dengan penggunaan netmask ini, masih ada satu alamat IP yang bisa digunakan untuk tahap analisis hasil. Delegasi masing-masing alamat IP terdapat pada Tabel 3.

    TABEL 3 DELEGASI ALAMAT IP TIAP KOMPONEN

    Komponen Sistem Alamat IP Access Point 192.168.27.1

    SIP Server 192.168.27.2

    Klien SIP 1 192.168.27.3

    Klien SIP - 2 192.168.27.4

    Klien SIP - 3 192.168.27.5

    Pada tahap proses analisis hasil, ditambahkan satu buah komputer desktop (Gambar 3.) yang berfungsi untuk menganalisis parameter-parameter network impairment dan penggunaan bandwidth dari arsitektur VoIP. Masih terdapat satu alamat IP yang bisa digunakan, yaitu 192.168.27.6. IP tersebut didelegasikan untuk komputer penganalisis.

    5

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 1-12

    Langkah berikutnya yaitu pengkodean, pengkodean merupakan hal-hal yang berhubungan dengan instalasi dan konfigurasi perangkat lunak. Pengkodean dilakukan terhadap

    ketiga komponen, yaitu SIP Server, Klien SIP, dan penganalisis protokol jaringan.

    Kebutuhan awal untuk pengkodean SIP Server adalahinstalasi dan konfigurasi sistem operasi, aplikasi pendukung, dan aplikasi server pendukung. Setelah ketiga hal tersebut selesai dilakukan, hal terakhir yang dilakukan dalam pengkodean SIP Server adalah instalasi dan konfigurasi aplikasi SIP Server, yaitu Open SIP Server.

    Gambar 3. Arsitektur Sistem VoIP proses Analisis

    C. Proses Analisis Hasil

    Tahap analisis hasil mencakup analisis nilai-nilai penggunaan bandwidth dan network impairment, serta nilai-nilai MOS. Nilai-nilai tersebut, selain dipengaruhi oleh kinerja dan kapasitas jaringan, juga sangat dipengaruhi oleh penggunaan codec.

    Terdapat enam codec yang digunakan antara Klien SIP-1 dengan Klien SIP-2. Selain itu, ada empat codec yang digunakan antara Klien SIP-1 dengan Klien SIP-3. Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 sama-sama menggunakan softphone Sipdroid, maka keseluruhan codec yang didukung oleh Sipdroid bisa digunakan. Daftar codec beserta spesifikasi sampling rate dan bit rate yang didukung oleh Sipdroid dapat dilihat di Tabel 4.

    TABEL 4 DAFTAR CODEC YANG DIDUKUNG OLEH SIPDROID

    No. Nama Codec Sampling Rate Bit Rate 1 G.722 16 kHz 64 kbps

    2 PCMA 8 kHz 64 kbps

    3 PCMU 8 kHz 64 kbps

    4 Speex 8 kHz 11 kbps

    5 GSM 8 kHz 13 kbps

    6 BV16 8 kHz 16 kbps

    Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 menggunakan softphone yang berbeda. Klien SIP-1 menggunakan Sipdroid, sedangkan Klien SIP-3 menggunakan Jitsi. Dari daftar codec yang kedua softphone miliki, hanya ada empat codec yang sama, yaitu G.722, PCMA, PCMU, dan Speex.

    Proses analisis MOS dilakukan dengan tes percakapan, yang dibantu oleh sepuluh responden. Responden dipilih berdasarkan pada rekomendasi P.800 dari ITU-T (International Telecommunication Union) mengenai metode determinasi kualitas transmisi secara subjektif. Dokumen

    tersebut menyatakan bahwa responden-responden yang dipilih untuk mengikuti tes percakapan haruslah orang yang tidak memiliki hubungan langsung dengan uji kualitas sistem VoIP.

    Setiap percakapan dilakukan selama 60 sampai 80 detik. Agar percakapan yang dilakukan menjadi terarah dan natural, kesepuluh responden dipasang-pasangkan menjadi lima pasangan tetap untuk melakukan tes percakapan.

    Gambar 4. Tes Percakapan pada Jarak 20 Meter

    Setiap pasangan diarahkan untuk menggunakan kesepuluh codec (Klien SIP-1 dengan Klien SIP-2 dan Klien SIP-1 dengan Klien SIP-3) secara bergantian. Akan tetapi, kesepuluh responden tidak diinformasikan mengenai nama-nama codec yang mereka gunakan untuk menjaga subjektivitas. Setiap codec dicoba di berbagai jarak yang berbeda, yaitu 5, 10, 15, dan 20 meter. Gambaran test dapat disajikan pada Gambar 4.

    Pada setiap tes, responden menilai suara yang mereka dengar pada saat tes percakapan dengan skala 1 sampai 5, dimana 1 adalah terburuk dan 5 adalah terbaik. Kesetaraan nilai verbal dan numerik dapat dilihat pada tabel 5. Nilai yang digunakan pada hasil akhir pengujian merupakan titik tengah dari nilai-nilai numerik yang diberikan oleh responden.

    TABEL 5 NILAI VERBAL DAN NUMERIK

    Nilai Verbal Nilai Numerik Sangat baik 5

    Baik 4

    Cukup baik 3

    Kurang baik 2

    Buruk 1

    Sumber: ITU-T Recommendation P.800, 1996

    Selanjutnya dilakukan analisis network impairment, proses analisis network impairment dimulai dari penangkapan paket data menggunakan perangkat lunak Wireshark. Komputer penganalisis diletakkan berdekatan (jarak 1 meter) dengan AP, agar seluruh paket data dari dan ke AP dapat ditangkap. Gambaran penangkapan paket data di tes percakapan dengan codec G.722 dan jarak 20 meter dapat dilihat pada Gambar 5.

    Proses penangkapan paket data dilakukan bersamaan dengan dilakukannya tes percakapan. Dengan lima pasangan tes percakapan, sepuluh codec, dan empat jarak berbeda, maka jumlah total komunikasi VoIP yang ditangkap adalah 200. Langkah selanjutnya adalah mengekstrak nilai-nilai delay, jitter, packet loss, dan penggunaan bandwidth dari

    6

  • Implementasi Berver VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel (Mohammad Shoffa Al Arofat et.al)

    paket data yang ditangkap. Nilai-nilai tersebut disusun dalam bentuk tabel untuk selanjutnya dilakukan proses evaluasi.

    Gambar 5. Gambaran Penangkapan Paket Data

    IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Instalasi dan Konfigurasi SIP Server

    Penelitian ini menggunakan OpenSIPS versi 1.6.4 untuk tahap implementasi. Dengan konfigurasi standar, OpenSIPS sudah dapat dimanfaatkan untuk komunikasi antar SIP Klien. Akan tetapi belum dapat digunakan untuk user authentication (otentikasi akun pengguna). Sehingga semua SIP Klien dengan nama pengguna dan sandi apapun dapat terhubung dengan Open SIPS tanpa terkecuali. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan modifikasi routing script Open SIPS agar mendukung user authentication. Penyimpanan user credentials (akun pengguna) dibantu oleh MySQL Server.

    OpenSIPS terdiri dari komponen utama dan berbagai modul dengan fungsi yang berbeda-beda. Beberapa modul yang harus digunakan untuk membangun SIP Server dengan dukungan media proxy adalah Nathelper dan Rtpproxy.

    B. Penambahan Akun Pengguna pada SIP Server

    Pada SIP Server, dibuat tiga akun pengguna untuk masing-masing Klien SIP. Ketiga akun tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

    TABEL 6 KLIEN SIP DAN ALAMAT SIP

    Klien SIP Alamat SIP Klien SIP-1 sip:[email protected]

    Klien SIP-2 sip:[email protected]

    Klien SIP-3 sip:[email protected]

    Dua tipe softphone yang digunakan pada penelitian ini adalah Sipdroid dan Jitsi. Keduanya memiliki tampilan dan dukungan terhadap daftar codec yang berbeda. Sipdroid digunakan oleh Klien SIP-1 dan Klien SIP-2, sedangkan Jitsi digunakan oleh Klien SIP-3. Sipdroid mempunyai tampilan yang sederhana dan mudah dipahami. Codec yang didukung oleh Sipdroid adalah G.722, PCMA, PCMU, Speex, GSM, dan BV16.

    Pengujian sistem dilakukan antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3. Keduanya terhubung dengan access point (AP) yang sama. Pengujian ini juga menggunakan komputer penganalisis untuk menangkap paket SIP yang masuk dan keluar AP.

    Awalnya Klien SIP-1 menghubungi Klien SIP-3, seperti terlihat pada Gambar 6. Kemudian Klien SIP-3 menerima telepon, sehingga antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 sudah

    bisa melakukan komunikasi suara, seperti pada Gambar 7, jitsi berdering menerima panggilan.

    Gambar 6. Sipdroid menghubungi Klien SIP-3

    Gambar 7 Tampilan Jitsi Saat Berdering

    Kemudian Klien SIP-3 menerima telepon, sehingga antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 sudah bisa melakukan komunikasi suara. Pada saat percakapan, tampilan Sipdroid dan Jitsi terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

    Gambar 8. Sipdroid Saat Percakapan Berlangsung

    Gambar 9. Jitsi Saat Percakapan Berlangsung

    Komputer penganalisis yang dilengkapi perangkat lunak Wireshark berhasil mendeteksi satu komunikasi VoIP. Deteksi tersebut terlihat pada Gambar 10. Proses terjadinya komunikasi VoIP pun dapat ditangkap oleh Wireshark, seperti terlihat pada Gambar 11.

    7

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 1-12

    Gambar 10. Wireshark mendeteksi komunikasi VoIP

    Gambar 11. Komunikasi VoIP pada Wireshark

    C. Tahap Analisis Hasil

    Tahap analisis hasil menyangkut analisis terhadap nilai-nilai Mean Opinion Score (MOS). Selain MOS, pada tahap ini juga dilakukan analisis hasil terhadap nilai-nilai penggunaan bandwidth dan network impairment, yaitu delay, jitter, dan packet loss dari tes percakapan VoIP. Bagian terakhir dari analisis hasil adalah evaluasi nilai-nilai MOS, network impairment, dan penggunaan bandwidth terhadap sistem yang telah dibangun

    Analisis hasil Mean Opinion Scrore didapatkan nilai-nilai dari sepuluh responden disusun berdasarkan nama codec dan jarak. Nilai-nilai tersebut juga disusun berdasarkan klien SIP yang digunakan. Nilai MOS tiap codec dihitung dengan menggunakan formula (1).

    = (5)+(4)+(3)+(2)+(1)

    (1) Nilai NE , NG , NF , NP , dan NB merupakan jumlah

    responden yang memberikan nilai secara berurutan: sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan buruk. Nilai N merupakan jumlah total responden, kalkulasinya disajikan pada formula (2).

    = + + + + (2) Nilai MOS antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 dipaparkan

    dalam Tabel 7. Masing-masing codec mempunyai empat nilai MOS, terhitung dari empat jarak yang berbeda.

    TABEL 7 NILAI MOS ANTARA KLIEN SIP-1 DAN KLIEN SIP-2

    Nama Codec

    Jarak (m)

    Nilai dari Tiap Responden MOS RR A B C D E F G H I J

    G.722

    5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4,3

    4,2 10 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4,1 15 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4,3 20 3 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4,2

    PCMA

    5 3 5 3 3 3 3 3 3 4 3 3,3

    3,6 10 3 5 4 5 3 3 3 4 4 3 3,7 15 4 5 3 4 3 4 3 3 4 3 3,6 20 4 5 3 4 4 4 4 3 4 3 3,8

    PCMU

    5 4 5 2 4 4 4 3 3 3 3 3,5

    3,7 10 3 5 4 4 4 4 4 3 4 3 3,8 15 4 5 4 4 4 4 3 3 3 3 3,7 20 3 5 3 4 4 4 3 3 4 3 3,6

    Speex 5 3 5 2 4 4 5 3 4 3 3 3,6

    3,8 10 3 5 3 4 4 5 3 4 3 4 3,8 15 4 5 4 4 4 5 5 4 3 3 4,1

    Nama Codec

    Jarak (m)

    Nilai dari Tiap Responden MOS RR A B C D E F G H I J 20 3 5 3 4 4 5 4 4 3 3 3,8

    Dari data pada Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa kualitas komunikasi VoIP antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 sangat dipengaruhi oleh codec yang digunakan, tetapi tidak terlalu dipengaruhi oleh jarak antara klien SIP dengan access point (AP) maupun jarak antar klien SIP.

    Dilihat dari nilai MOS rata-rata (RR), nilai tertinggi diraih oleh G.722, lalu diikuti GSM, Speex, PCMU, PCMA, dan BV16. Hal ini membuktikan bahwa masing-masing codec mempunyai kualitas suara yang berbeda, dan G.722 merupakan codec dengan kualitas suara terbaik diantara codec yang diuji lainnya.

    Nilai MOS antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 dipaparkan dalam Tabel 8. Masing-masing codec mempunyai empat nilai MOS, terhitung dari empat jarak yang berbeda.

    TABEL 8 NILAI MOS ANTARA KLIEN SIP-1 DAN KLIEN SIP-3

    Nama Codec

    Jarak (m)

    Nilai dari Tiap Responden MOS RR A B C D E F G H I J

    G.722

    5 4 5 4 3 5 5 4 3 3 4 4

    4,1 10 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 15 3 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4,2 20 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4,2

    PCMA

    5 4 4 4 3 4 3 3 5 5 4 3,9

    3,7 10 4 5 4 3 3 3 4 3 3 3 3,5 15 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3,6 20 4 5 3 4 4 3 3 3 3 4 3,6

    PCMU

    5 4 4 4 5 5 3 4 3 4 4 4

    3,7 10 4 5 3 4 4 4 3 4 3 3 3,7 15 4 5 3 4 4 4 3 3 3 3 3,6 20 4 5 3 4 4 3 3 4 3 3 3,6

    Speex

    5 3 3 3 5 5 4 4 3 4 4 3,8

    3,6 10 3 5 2 4 3 5 3 4 3 3 3,5 15 3 5 3 4 3 3 3 4 3 4 3,5 20 3 5 3 4 3 5 3 4 3 4 3,7

    Dari data pada Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa kualitas komunikasi VoIP antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 sangat dipengaruhi oleh codec yang digunakan, tetapi tidak terlalu dipengaruhi oleh jarak antara klien SIP dengan AP maupun jarak antar klien SIP.

    Dilihat dari nilai MOS rata-rata (RR), nilai tertinggi diraih oleh G.722, lalu diikuti PCMA dan PCMU, dan terakhir adalah Speex. Hal ini membuktikan bahwa masing-masing codec mempunyai kualitas suara yang berbeda, dan G.722 merupakan codec dengan kualitas suara terbaik diantara codec yang diuji lainnya.

    Hasil analisis berikutnya yaitu Network Impairment dan Penggunaan Bandwidth. Nilai-nilai network impairment dan penggunaan bandwidth diekstrak dari paket data yang ditangkap oleh Wireshark. Setiap percakapan menghasilkan dua aliran RTP, seperti yang terlihat di Gambar 12. Masing-masing aliran menghasilkan nilai delay (delta), jitter, packet loss, dan penggunaan bandwidth yang berbeda, seperti terlihat di Gambar 13.

    8

  • Implementasi Berver VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel (Mohammad Shoffa Al Arofat et.al)

    Gambar 12. Wireshark Mendeteksi Dua Aliran RTP

    Gambar 13. Tampilan Analisis Wireshark pada RTP

    Pemaparan nilai-nilai network impairment dan penggunaan bandwidth dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan nilai-nilai network impairment dan penggunaan bandwidth antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 (Tabel 9).

    TABEL 9 HASIL NETWORK IMPAIRMENT SIP-1 DAN SIP-2

    Parameter Uji

    Tipe Codec BV16 GSM Speex PCMU PCMA G.722

    Bandwidth (Kbps)

    31.1 28.69 27.12 84.7 78.6 78.66

    Delay (milidetik)

    21.05 20.78 20.83 20.66 20.77 20.81

    Jitter (milidetik)

    9.33 8.61 7.97 8.4 8.37 11.27

    Paket Loss (%) 3.63 2.54 2.56 2.0 2.51 2.75

    Bagian kedua merupakan nilai-nilai network impairment dan penggunaan bandwidth antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 (Tabel 9).

    TABEL 9 NILAI NETWORK IMPAIRMENT SIP-1 DAN SIP-3

    Parameter Uji Tipe Codec Speex PCMU PCMA G.722 Bandwidth (Kbps) 25.32 76.91 78.04 78.18 Delay (milidetik) 21.12 21.46 21.14 21.24 Jitter (milidetik) 5.6 6.72 6.71 8.18 Paket Loss (%) 4.38 5.95 4.71 4.94

    Tipe codec yang digunakan cukup mempengaruhi salah satu elemen network impairment, yaitu jitter. Salah satu yang sangat terlihat dari hal tersebut adalah nilai jitter rata-rata G.722 yang selalu paling tinggi (paling buruk). Penggunaan bandwidth rata-rata masing-masing codec juga berbeda. G.722, PCMA, dan PCMU mempunyai penggunaan bandwidth rata-rata yang hampir sama karena bit rate ketiganya juga sama. G.722, PCMA, dan PCMU mempunyai penggunaan bandwidth yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Speex, GSM, dan BV16.

    Pada analisis ada perubahan nilai network impairment dan penggunaan bandwidth yang diperoleh pada jarak yang

    berbeda, tetapi hal tersebut tidak menentu. Jarak antar klien SIP yang lebih jauh belum tentu menghasilkan nilai network impairment dan penggunaan bandwidth yang lebih buruk. Dengan begitu, jarak antar klien SIP maupun jarak antara klien SIP dengan AP kurang mempengaruhi nilai network impairment dan penggunaan bandwidth.

    Hanya Speex yang selalu memiliki penggunaan bandwidth rata-rata lebih rendah pada saat digunakan antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3. G.722, PCMA, dan PCMU mempunyai penggunaan bandwidth rata-rata hampir sama, baik digunakan antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 maupun Klien SIP-1 dan Klien SIP-3. D. Evaluasi MOS, Network Impairment, dan Bandwidth

    Berdasarkan hasil data pengujian analisis MOS, network impairment dan penggunaan bandwidth didapatkan hubungan diantara ketiganya. 1) Hubungan MOS dengan tipe codec

    Tipe codec yang digunakan dalam komunikasi VoIP cukup mempengaruhi nilai MOS. Ada codec yang menghasilkan kualitas suara yang baik menurut responden, tetapi ada pula yang kurang baik. Selain itu, ada codec yang mempunyai kualitas yang hampir sama, yaitu PCMA dan PCMU. Hal tersebut terlihat dari kemiripan nilai MOS keduanya. 2) Hubungan MOS terhadap jarak antara klien SIP dengan access point (AP)

    Seperti terlihat pada Tabel 6 dan Tabel 7, jarak antar klien SIP (responden) dan jarak antara klien SIP dengan AP kurang mempengaruhi nilai MOS terhadap tipe codec yang digunakan. Hasil tersebut valid untuk jarak yang digunakan dalam penelitian ini, dan posisi antara klien SIP dengan AP berupa garis lurus tanpa halangan. 3) Hubungan MOS dengan klien SIP yang digunakan

    Perbedaan klien SIP yang digunakan kurang mempengaruhi nilai MOS. Pada komunikasi VoIP antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 maupun antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3, G.722 tetap menjadi pilihan responden dengan nilai MOS rata-rata 4,2 dan 4,1. Perangkat keras, ponsel pintar dan komputer jinjing, serta softphone, Sipdroid dan Jitsi, berfungsi sama baiknya dalam komunikasi VoIP. Gambar 14 menunjukkan nilai MOS antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2, dan Gambar 15 menunjukkan nilai MOS antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3.

    Gambar 14. Nilai MOS Antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2

    0 2 4 6

    BV16

    GSM

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    9

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 1-12

    Gambar 15. Nilai MOS Antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3

    4) Hubungan network impairment dan penggunaan bandwidth dengan tipe codec

    Tipe codec yang digunakan cukup mempengaruhi salah satu elemen network impairment, yaitu jitter. Salah satu yang sangat terlihat dari hal tersebut adalah nilai jitter rata-rata G.722 yang selalu paling tinggi (paling buruk). Penggunaan bandwidth rata-rata masing-masing codec juga berbeda. G.722, PCMA, dan PCMU mempunyai penggunaan bandwidth rata-rata yang hampir sama karena bit rate ketiganya juga sama. G.722, PCMA, dan PCMU mempunyai penggunaan bandwidth yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Speex, GSM, dan BV16 (dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18). 5) Hubungan network impairment dan penggunaan bandwidth dengan jarak antara klien SIP ke AP

    Pada analisis ada perubahan nilai network impairment dan penggunaan bandwidth yang diperoleh pada jarak yang berbeda, tetapi hal tersebut tidak menentu. Jarak antar klien SIP yang lebih jauh belum tentu menghasilkan nilai network impairment dan penggunaan bandwidth yang lebih buruk. Dengan begitu, jarak antar klien SIP maupun jarak antara klien SIP dengan AP kurang mempengaruhi nilai network impairment dan penggunaan bandwidth. 6) Hubungan penggunaan bandwidth dengan klien SIP yang digunakan

    Hanya Speex yang selalu memiliki penggunaan bandwidth rata-rata lebih rendah pada saat digunakan antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3. G.722, PCMA, dan PCMU mempunyai penggunaan bandwidth rata-rata hampir sama, baik digunakan antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 maupun Klien SIP-1 dan Klien SIP-3. Gambar 16. menunjukkan penggunaan bandwidth antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2, dan Gambar 17. menunjukkan nilai penggunaan bandwidth antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3.

    Gambar 16. Penggunaan Bandwidth (dalam kbps) Antara Klien SIP-1 dan

    Klien SIP-2

    Gambar 17. Penggunaan Bandwidth (dalam kbps) Antara Klien SIP-1 dan

    Klien SIP-3

    7) Hubungan network impairment dengan klien SIP yang digunakan

    Nilai jitter rata-rata semua codec pada saat digunakan antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 pasti lebih rendah dibandingkan dengan pada saat digunakan antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 (dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21). Dilihat dari nilai packet loss rata-rata, komunikasi VoIP antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 menghasilkan nilai packet loss yang lebih tinggi dibandingkan dengan komunikasi VoIP antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 (dapat dilihat pada Gambar 22 dan Gambar 23). Dilihat dari nilai delay rata-rata, komunikasi VoIP antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3 menghasilkan nilai delay yang lebih tinggi dibandingkan dengan komunikasi VoIP antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2 (dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19).

    Gambar 18. Delay (dalam milidetik) Antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2

    Gambar 19. Delay (dalam milidetik) Antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3

    3 3.5 4 4.5

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    0 50 100

    BV16

    GSM

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    0 50 100

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    20.4 20.6 20.8 21 21.2

    BV16

    GSM

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    20.8 21 21.2 21.4 21.6

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    10

  • Implementasi Berver VoIP Berbasis SIP Pada LAN Nirkabel (Mohammad Shoffa Al Arofat et.al)

    Gambar 20. Jitter (dalam milidetik) Antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-2

    Gambar 21. Jitter (dalam milidetik) Antara Klien SIP-1 dan Klien SIP-3

    Gambar 22. Packet Loss (dalam persentase) Antara Klien SIP-1 dan Klien

    SIP-2

    Gambar 23. Packet Loss (dalam persentase) Antara Klien SIP-1 dan Klien

    SIP-3

    Pada analisis hasil MOS, G.722 mendapatkan nilai terbaik dibanding codec lainnya. Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan analisis hasil network impairment dan penggunaan bandwidth, G.722 hampir selalu menjadi codecdengan nilai terburuk. Dengan sampling rate 16 kHz dan bit depth 14 bit, G.722 menghasilkan kualitas suara yang baik menurut responden. Akan tetapi, G.722 dengan bit rate 64 kbps, menggunakan bandwidth yang cukup tinggi untuk komunikasi VoIP. Untuk mengubah sampling rate 16 Khz dan 14 bit sinyal suara menjadi bit rate 64 kbps, diperlukan sebuah

    metode kompresi tertentu. Hal ini lah yang membuat jitter rata-rata G.722 lebih tinggi dibanding codec yang lain. Jadi spesifikasi codec dan algoritma kompresi/dekompresi yang digunakan codec merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi network impairment.

    MOS dihitung dengan menggunakan sistem yang diimplementasikan secara ideal. Pada penelitian ini, digunakan AP dengan bandwidth 54 Mbps dan komunikasi VoIP dilakukan secara bergantian oleh pasangan responden. Dalam satu waktu, hanya ada satu percakapan yang dilakukan. Jika lebih dari satu percakapan dilakukan dalam satu waktu, hal ini tentu mempengaruhi network impairment dan penggunaan bandwidth jaringan yang digunakan.

    V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    A. Kesimpulan Beberapa hal dapat simpulkan dari penelitian ini. Hal-hal

    yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut: 1. Dihasilkan sebuah sistem VoIP berbasis SIP pada

    Wireless LAN. Satu komputer dan satu access point merupakan perangkat yang digunakan untuk membangun komponen utama sistem. Komputer menggunakan Open SIP Server sebagai SIP Server. Access point digunakan untuk menghubungkan jaringan antar klien dan antara klien dengan SIP Server. Klien (pengguna akhir) dapat menggunakan smartphone dengan softphone Sipdroid, atau menggunakan komputer jinjing dengan softphone Jitsi.

    2. Urutan pilihan codec mulai dari yang menghasilkan kualitas suara terbaik untuk Sipdroid adalah G.722 (4,2), GSM (4), Speex (3,8), PCMU (3,7), PCMA (3,6), BV16 (3,3). Sedangkan untuk Jitsi, urutan pilihan codec mulai dari yang menghasilkan kualitas suara terbaik adalah G.722 (4,1), PCMU (3,7), PCMA (3,7), Speex (3,6).

    3. Urutan pilihan codec mulai dari yang menggunakan bandwidth paling minim untuk Sipdroid adalah Speex (27,12 kbps), GSM (28,69 kbps), BV16 (31,1 kbps), PCMA (78,6 kbps), G.722 (78,66 kbps), PCMU (84,7 kbps). Sedangkan untuk Jitsi, urutan pilihan codec mulai dari yang menggunakan bandwidth paling minim adalah Speex (25,32 kbps), PCMU (76,91 kbps), PCMA (78,04 kbps), G.722 (78,18 kbps).

    4. Sipdroid menghasilkan rata-rata delay yang lebih baik (rata-rata delay pada G.722, PCMA, PCMU, dan Speex adalah 20,77 milidetik) dibandingkan dengan Jitsi (rata-rata delay pada G.722, PCMA, PCMU, dan Speex adalah 21,24 milidetik).

    5. Sipdroid menghasilkan rata-rata packet loss yang lebih baik (rata-rata packet loss pada G.722, PCMA, PCMU, dan Speex adalah 2,46%) dibandingkan dengan Jitsi (rata-rata packet loss pada G.722, PCMA, PCMU, dan Speex adalah 4,1%).

    6. Jitsi menghasilkan rata-rata jitter yang lebih baik (rata-rata jitter pada G.722, PCMA, PCMU, dan Speex adalah 6,8 milidetik) dibandingkan dengan Sipdroid (rata-rata jitter pada G.722, PCMA, PCMU, dan Speex adalah 9 milidetik).

    0 5 10 15

    BV16

    GSM

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    0 5 10

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    0 1 2 3 4

    BV16

    GSM

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    0 2 4 6 8

    Speex

    PCMU

    PCMA

    G.722

    11

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 1-12

    B. Rekomendasi Dapat dilakukan analisis terhadap Secure Real-Time

    Transport Protocol (SRTP) dan Compressed Real-Time Transport Protocol (cRTP). SRTP digunakan untuk melakukan proses enkripsi terhadap paket RTP, dan cRTP digunakan untuk mengkompresi paket RTP agar penggunaan bandwidth menjadi lebih kecil.

    Diperlukan adanya stress call test untuk mengukur jumlah klien yang mampu ditangani oleh SIP Server dalam satu waktu. Stress call test juga dapat digunakan untuk mengukur jumlah komunikasi VoIP yang dapat berlangsung dalam satu waktu dengan penggunaan bandwidth yang telah ditentukan.

    DAFTAR PUSTAKA Britt, DT et al. (2006). "TCP/IP Tutorial and Technical Overview", 8th ed. International Business Machines Corporation.

    Broadcom. (2012). "Broadvoice". diakses dari www.broadcom.com, pada tanggal 10 Agustus 2012.

    ETSI. (2012). "About ETSI". diakses dari www.etsi.org, pada tanggal 15 Agustus 2012.

    Goncalves, F E. 2010. "Building Telephony Systems with OpenSIPS 1.6". Packt Publishing. Birmingham.

    Hallock, J. (2004). "A Brief History of VoIP". University of Washington.

    Johnston, AB. (2004). "SIP: Understanding the Session Initiation Protocol". 2nd ed. Artech House. Massachusetts.

    Microsoft, (2012). "Codecs: Frequently Asked Questions", diakses dari windows.microsoft.com, pada tanggal 20 Agustus 2012, pukul 10:30 WIB.

    Park, K I. (2005). "QoS In Packet Networks". Springer.

    PCMAG. "Payload Definition from PC Magazine Encyclopedia", diakses dari www.pcmag.com, pada tanggal 8 Agustus 2012

    Purbo, O W and Raharja, A. (2010). "VoIP Cookbook: Building your own Telecommunication infrastructure". One Destination Center.

    Rodman, J. (2008). "VoIP to 20 kHz: Codec Choices for High Definition Voice Telephony". Polycom.

    Russell, T. (2008). "Session Initiation Protocol (SIP): Controlling Convergent Networks". McGraw-Hill.

    Schulzrinne, H. (2003). "Request for Comments: 3550 - RTP: A Transport Protocol for Real-Time Applications". Internet Engineering Task Force (IETF).

    Tanenbaum, AS. (2003). "Computer Networks". 4th ed. Prentice Hall.

    Valin, J. (2007). "The Speex Codec Manual". Xiph.org Foundation.

    Wallace, K. (2009). "Cisco Voice over IP (CVOICE)", 3rd ed. Cisco Press. Indianapolis.

    Wallingford, T. (2005). "Switching to VoIP". O'Reilly Media, Inc. Sebastopol.

    Wong, DTC, et al. (2009). "Wireless Broadband Networks". John Wiley & Sons, Inc. Hoboken.

    12

  • Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)

    Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia SWOT Analysis of Indonesian Space Debris

    Diah Yuniarti Puslitbang Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika

    Jl. Medan Merdeka Barat No.9 Jakarta 10110 [email protected]

    Naskah diterima : 31 Januari 2013; Direvisi: 15 Februari 2013; Disetujui: 5 Maret 2013

    Abstract Space debris is defined as all human made objects, including fragments and elements thereof, in earth orbit or re-entering the atmosphere, that are non-functional. Space debris originates from non-function satellite is 17% of the total space debris. Space debris presence in earth orbit is harmful due collision possibility with functional satellite and between other space debris and damage as well as radiation impact as the satellites fall off to earth surface. Functional and will be launched Indonesian satellites have potential to increase the number of space debris. Thus, the research discusses the condition related to space debris handling in Indonesia, confined with space debris originates from end of life satellites or non-functional satellites. Research method used is qualitative SWOT method analyzed from interview and study literature data. Research result shows that the strategies may be implemented related to space debris are by revising regulation related to space and developing technology for space debric mitigation. Keywords space debris, satellite, deorbit, SWOT Abstrak Sampah antariksa didefinisikan sebagai seluruh objek buatan manusia, termasuk pecahan dan elemen di orbit bumi atau yang memasuki atmosfer lagi yang tidak berfungsi. Sampah antariksa yang berasal dari satelit yang tidak berfungsi mencapai 17% dari total sampah antariksa yang ada. Keberadaan sampah antariksa di orbit bumi berbahaya karena terdapat kemungkinan terjadinya tumbukan dengan satelit yang masih berfungsi dan tumbukan antar sampah antariksa serta dampak radiasi dan kerusakan yang ditimbulkan jika satelit jatuh di permukaan bumi. Satelit Indonesia yang saat ini masih berfungsi dan satelit yang akan diluncurkan berpotensi dalam menambah jumlah sampah antariksa. Dengan demikian, penelitian ini mengkaji kondisi mengenai penanganan sampah antariksa Indonesia, dibatasi pada sampah antariksa yang berasal dari satelit yang sudah habis masa operasinya atau satelit yang sudah tidak berfungsi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode SWOT kualitatif yang dianalisis dari data wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan strategi yang dapat dilakukan terkait sampah antariksa Indonesia diantaranya merevisi regulasi terkait keantariksaan dan mengembangkan teknologi untuk mitigasi sampah antariksa. Kata Kunci sampah antariksa, satelit, deorbit, SWOT

    I. PENDAHULUAN Menurut Inter-Agency Space Debris Coordination

    Committee (IADC) di dalam Space Debris Mitigation Guidelines (United Nations: Office for Outer Space Affairs, 2010), sampah antariksa didefinisikan sebagai seluruh objek buatan manusia, termasuk pecahan dan elemen di orbit bumi atau yang memasuki atmosfer lagi yang sudah tidak berfungsi. Satelit yang habis masa operasinya atau tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya digolongkan sebagai sampah antariksa. Satelit merupakan suatu benda yang beredar di ruang antariksa dan mengelilingi bumi, berfungsi sebagai stasiun radio yang menerima dan memancarkan atau memancarkan kembali dan atau menerima, memproses dan memancarkan kembali sinyal komunikasi radio (Perdirjen 357/dirjen/2006). Menurut data European Space Agency (ESA), sepanjang era satelit dunia, total 6.000 satelit telah diluncurkan ke antariksa, di mana 1.000 di antaranya masih beroperasi hingga kini dan sisanya tersebar membentuk sampah (Kurniawan, 2012). Sampah antariksa yang berasal dari satelit yang tidak berfungsi mencapai 17% dari total sampah antariksa yang ada (Neflia, 2010).

    Keberadaan sampah antariksa di orbit bumi cukup berbahaya karena kemungkinan terjadinya tumbukan dengan satelit yang masih berfungsi cukup besar. Selain itu, sampah-sampah tersebut bisa saling bertabrakan sehingga akan menambah jumlah pecahan sampah dan menambah resiko kerusakan pesawat antariksa. Bahkan, International Space Station (ISS) yang mengorbit bumi dengan kecepatan 28.164 km/jam harus bermanuver beberapa kali untuk menghindari tabrakan dengan sampah antariksa (Hardi, 2011). Selain potensi bahaya tabrakan di orbit bumi, sampah antariksa juga berpotensi membahayakan ketika jatuh di permukaan bumi seperti pada kasus satelit FSW 3-3 milik Cina yang jatuh di Penglay, provinsi Shicuan dan pada kasus meteorit yang jatuh di duren sawit Jakarta Timur. Bahaya jatuhnya sampah antariksa semakin bertambah ketika sampah antariksa tersebut mengandung bahan berbahaya seperti satelit Cosmos 954 yang memiliki berat 4.5 ton dan mengandung zat radioaktif yang jatuh di perairan Kanada pada tanggal 24 Januari 1978. Zat radioaktif ini menyebar sepanjang 600 km dari Great

    13

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28

    Slave Lake hingga Baker Lake (Neflia, 2010). Indonesia sebagai Negara ekuator memiliki potensi yang cukup besar kejatuhan benda antariksa. Hingga saat ini sudah ada 3 benda jatuh antariksa yang telah diidentifikasi (Djamaluddin, 2004 di dalam Neflia, 2010), yaitu bagian motor roket COSMOS-3M yang jatuh pada 26 Maret 1981 di Gorontalo, bagian motor roket Soyuz A-2 yang jatuh pada 16 April 1988 di Lampung dan pecahan roket CZ-3 RRC yang jatuh pada 13 Oktober 2003 di Bengkulu.

    Potensi bahaya yang ditimbulkan sampah antariksa mendorong berbagai upaya dan penelitian dalam pembersihan sampah-sampah tersebut di antariksa. Pada tahun 2007, China melakukan uji coba senjata anti-satelit dengan menghancurkan satelit yang tidak terpakai di antariksa. Uji ini menghasilkan tak kurang dari 150.000 pecahan satelit dengan ukuran sekitar 1 cm (Hardi, 2011). Pada awal tahun 2015, Swiss berencana meluncurkan satelit pembersih sampah antariksa yang dinamakan CleanSpace One (P.Gero, 2012). Penggunaan busa Nerf Balls, termination tether (TT), layar surya, dan perisai whipple juga telah dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi sampah antariksa. Selain itu, ESA berencana menjalankan program Antariksa Bersih pada 2015 mendatang. Selain pembersihan, program lainnya adalah pengembangan bahan satelit ramah antariksa.

    Satelit Indonesia turut andil dalam menambah populasi sampah antariksa. Selama 36 tahun sejak pertama kali satelit Indonesia mengorbit pada 1976, tiga satelit gagal beroperasi secara penuh, yaitu Satelit Palapa B2 gagal mengorbit saat peluncuran, Satelit Palapa C1 yang hanya mampu beroperasi selama dua tahun karena masalah pengisian baterai, serta Satelit Telkom-3 yang hilang sebelum sampai pada orbitnya (Galih & Ngazis, 2012). Meskipun persentase jumlah sampah satelit Indonesia di antariksa cenderung sedikit dibandingkan dengan total keseluruhan jumlah sampah satelit Indonesia yang disumbangkan negara lain, namun satelit Indonesia yang saat ini masih berfungsi dan akan diluncurkan berpotensi dalam menambah jumlah sampah antariksa di antariksa. Penelitian ini akan mengkaji kondisi mengenai penanganan sampah antariksa Indonesia dan regulasi yang ada, yang dibatasi pada sampah antariksa yang berasal dari satelit yang sudah habis masa operasinya atau satelit yang sudah tidak berfungsi lagi. Dari kondisi yang ada saat ini, akan disusun suatu strategi dalam penanganan sampah antariksa agar lebih baik ke depannya.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Penelitian Sejenis

    1) Penelitian Benda Jatuh dan Sampah Antariksa Indonesia Penelitian mengenai sampah antariksa Indonesia telah

    dilakukan oleh Pusat Pemanfaatan Sains dan Antariksa LAPAN (LAPAN, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi kerusakan yang diakibatkan oleh sampah antariksa terhadap satelit Indonesia dan potensi kerusakan yang diakibatkan oleh benda antariksa yang jatuh di wilayah Indonesia.

    Penelitian yang dilakukan terhadap benda jatuh dan sampah antariksa di LAPAN ditunjukkan pada Tabel 1.

    TABEL 1. PENELITIAN BENDA JATUH DAN SAMPAH ANTARIKSA LAPAN

    No Objek Penelitian Waktu

    Hasil Penelitian

    1 Benda jatuh di Bima, NTB 3 Mei 2010

    Dugaan kuat benda jatuh adalah meteorit dengan komponen utama logam

    2 Benda Jatuh di Duren Sawit, Jakarta Timur 29 April 2010

    Dugaan kuat benda jatuh tersebut adalah meteorit dengan komponen utama batu (struktur rapuh)

    3 Tubrukan satelit Iridium 33 (milik Amerika Serikat dan Cosmos 2251 (milik Federasi Rusia)

    serpihan Iridium 33 berpusat di ketinggian sekitar 820 km dengan inklinasi sekitar 86 sedang serpihan Cosmos 2251 berpusat di ketinggian sekitar 780 km dengan inklinasi sekitar 74. Karena ketinggian LAPAN-TUBSAT sekitar 630 km dengan inklinasi sekitar 97) maka potensi gangguan serpihan tidak signifikan.

    4 Pengamatan terhadap peluruhan orbit satelit USA 193 yang diperkirakan jatuh pada bulan Maret 2008 dan pecahan-pecahannya ketika akhirnya ditembak oleh militer Amerika Serikat pada tanggal 21 Februari 2008 memakai rudal SM-3

    5 Analisis dampak pecahan satelit Fengyun 1C yang ditembak dengan sistem anti satelit (ASAT) oleh militer Cina pada tanggal 11 Januari 2007 pada satelit LAPAN-TUBSAT yang diluncurkan pada tanggal 10 Januari 2007

    Hingga tangal 26 Januari 2007, semua debris Fengyun 1C (32 keping) berada pada orbit yang berbeda dengan LAPAN TUBSAT sehingga kecil sekali kemungkinan terjadinya tumbukan.

    6 Benda jatuh antariksa di Gianyar Bali tanggal 1 Januari 2008

    Benda jatuh tersebut adalah meteor karena berdasarkan data tidak ada benda buatan terkatalog yang melintasi Gianyar di sekitar waktu kejadian.

    7 Benda jatuh antariksa di Flores tanggal 23 Februari 2007

    Benda jatuh tersebut adalah pecahan satelit Okean 3 (Okean 3 deb) milik Federasi Rusia

    14

  • Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)

    No Objek Penelitian Waktu

    Hasil Penelitian

    8 benda jatuh antariksa di Bengkulu tanggal 13 Oktober 2003

    benda jatuh tersebut adalah pecahan roket CZ-3 (Chang Cheng/Long March 3) milik RRC.

    9 kajian peristiwa jatuhnya satelit BeppoSax milik Italia pada tanggal 29 April 2003

    10 Identifikasi benda jatuh antariksa di Lampung tanggal 16 April 1988

    benda jatuh tersebut adalah bagian motor roket Soyuz A-2/Space Launcher 4 (SL-4)/11A511U milik Rusia

    11 benda jatuh antariksa di Gorontalo tanggal 26 Maret 1981

    benda jatuh tersebut adalah bagian motor roket Cosmos-3M/Space Launcher 8 (SL-8)/11K65M milik Rusia

    12 Pembuatan perangkat analisis terpadu

    Telah diperoleh perangkat analisis terpadu cuaca antariksa, gangguan orbit, dan operasional satelit (disingkat PAT Orbit) berupa program komputer yang diantaranya memuat modul-modul tentang sampah antariksa dan benda jatuh antariksa

    13 Pembuatan Modul Prediksi Benda Jatuh Antariksa

    Telah dibuat modul prediksi benda jatuh antariksa yang direncanakan dapat menangani 5 skenario yaitu: Benda dikabarkan akan jatuh dan informasi prediksi waktu dan lokasi jatuhnya (berikut TLE-nya) tersedia di Space-Track. Benda dikabarkan akan jatuh tapi hanya diperoleh prediksi waktu jatuhnya (berikut TLE-nya) di Space-Track. Benda dikabarkan akan jatuh tapi TLE-nya tidak tersedia di Space-Track melainkan di sumber lain. Pemantauan benda secara rutin yang informasi prediksi waktu dan lokasi jatuhnya (berikut TLE-nya) tersedia di Space-Track. Pemantauan benda secara rutin yang perlu untuk dipantau tapi hanya diperoleh prediksi waktu jatuhnya di Space-Track.

    Sumber: LAPAN, 2011

    2) Peran ITU Dalam Penanganan Sampah Antariksa

    Penelitian mengenai peran ITU dalam penanganan sampah antariksa dilakukan oleh Philip de Man (2013). ITU merupakan badan khusus PBB yang menangani TIK. Satelit dikendalikan dan dimanuver melalui komunikasi antar stasiun radio sehingga satelit menjadi domain ITU, bukan PBB. Berdasarkan International Telecommunication Convention di Nairobi tahun 1982, peran utama ITU terkait dengan pengelolaan satelit terbagi 3 yaitu: 1. Mengalokasikan frekuensi radio untuk digunakan satelit 2. Menyediakan kerangka kerja peraturan koordinasi teknis

    untuk mencegah interferensi yang berbahaya antar tranmisi satelit

    3. Memberikan perlindungan internasional terhadap interferensi radio antar transmisi satelit melalui sistem registrasi.

    Sesuai dengan prinsip dasarnya, ITU lebih banyak menangani operasional stasiun satelit dan penggunaan efisien frekuensi radio dan posisi orbit satelit dibandingkan dengan menentukan status fungsional objek antariksa.

    Pada konferensi WARC ORB pada tahun 1985, Negara Inggris memberikan pendapat yang pada akhirnya menjadi rekomendasi konferensi kepada Komite Konsultasi Radio Internasional ITU (CCIR) yang dimandatkan untuk menilai resiko yang dimiliki oleh populasi sampah antariksa saat ini dengan pandangan untuk memberikan solusi yang mungkin untuk WARC ORB tahun 1988. Akan tetapi, CCIR, dengan mengabaikan mandat yang jelas tersebut, hanya menghasilkan laporan non committal Interferensi Fisik di Orbit Satelit Geostasioner sehingga pada WARC 1988, isu mengenai sampah antariksa diabaikan dan belum ditindak lanjuti. Akhirnya, beberapa tahun kemudian, sektor radio komunikasi ITU (ITU-R) mengadopsi rekomendasi perlindungan lingkungan pada orbit satelit geostasioner. Rekomendasi ini secara tegas menyatakan bahwa satelit yang melintasi orbit satelit geostasioner (GSO) pada akhir masa hidupnya dapat menghalangi hubungan radio satelit yang aktif sehingga untuk alasan ini merekomendasikan sesedikit mungkin sampah yang dilepaskan ke wilayah GSO selama penggantian satelit di orbit dan bahwa satelit geostasioner pada akhir masa hidupnya harus dihilangkan dari wilayah GSO.

    Final Acts WRC-12 menginstruksikan Biro untuk melanjutkan investigasi intensif berdasarkan penggunaan aktual penempatan yang tercatat dan memberikan mandat untuk menginisiasi penyelidikan kepada administrasi untuk menyediakan informasi pergerakan satelit.

    B. Sampah Antariksa Menurut Inter-Agency Space Debris Coordination

    Committee (IADC) di dalam Space Debris Mitigation Guidelines (United Nations: Office for Outer Space Affairs, 2010), sampah antariksa didefinisikan sebagai seluruh objek buatan manusia, termasuk pecahan dan elemen di orbit bumi atau yang memasuki atmosfer lagi yang sudah tidak berfungsi. Sedangkan, menurut United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UN COPUOS) di dalam International Interdisciplinary Congress on Space Debris (IICSD) ke 48 mendefinisikan sampah antariksa sebagai benda yang diciptakan manusia, objek yang tidak berfungsi baik di orbit bumi maupun yang memasuki atmosfir (Man, 2013).

    15

  • Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28

    Gambar 1. Jumlah Objek pada Orbit Bumi Berdasarkan Tipe Objek

    TABEL 2. JUMLAH OBJEK ANTARIKSA BERDASARKAN NEGARA

    Negara/organisasi Muatan Bagian Roket dan Sampah

    Total

    Cina 140 3612 3752 CIS 1427 4830 6257 ESA 42 46 88 Prancis 56 442 498 India 49 125 174 Jepang 125 83 208 AS 1134 3804 4938 Lainnya 615 119 734 Total 3588 13061 16649

    Sumber : NASA, Space Missions and Satellite Box Score, 2013

    Definisi sampah antariksa yang diungkapkan oleh IADC dan UNCOPUOS mencakup benda buatan manusia yang tidak lagi berfungsi. Sayangnya, kriteria mengenai tidak berfungsi-nya suatu satelit maupun benda antariksa buatan manusia lainnya belum dideskripsikan baik oleh IADC maupun UNCOPUOS. Selanjutnya terdapat pula pertanyaan apakah istilah objek antariksa yang terdapat di dalam pakta antariksa PBB juga mencakup sampah antariksa, dimana satelit yang masih lengkap namun sudah tidak aktif dapat dikategorikan sebagai sampah, dan dalam kondisi apa satelit tersebut digolongkan sebagai sampah antariksa.