Upload
ismi-korompot
View
214
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hgg
Citation preview
Demokrasi UangKekuatan uang dalam politik nasional mutakhir semakin menunjukkan pengaruh yang luar biasa. Pengaruh
itu dapat kita saksikan dalam bekerjanya fungsi-fungsi parlemen dalam hubungannya dengan pemerintah,
institusi negara, dan sektor swasta.
Kekuatan uang dalam politik nasional mutakhir semakin menunjukkan pengaruh yang luar biasa. Pengaruh
itu dapat kita saksikan dalam bekerjanya fungsi-fungsi parlemen dalam hubungannya dengan pemerintah,
institusi negara, dan sektor swasta.
Tidak kalah kuatnya, hal yang sama dapat dirasakan dalam dinamika politik internal partai politik (parpol),
khususnya dalam penentuan calon partai dalam pemilu atau pilkada.
Kasus-kasus politik uang yang melibatkan hampir semua parpol di parlemen, baik yang mengarah ke
korupsi maupun pelanggaran aturan dana politik. Hal ini akan senantiasa mengemuka dan memperburuk
wajah perpolitikan nasional di tengah dinamika persaingan dan pergantian politik yang cepat di setiap
tingkatan dewasa ini.
Kebebasan media, peran watchdog, dan mulai bekerjanya hukum ke wilayah politik memberi andil besar
dalam menyingkap political buying yang sejauh ini tertutup dengan berbagai kedok.
Wajah yang lain, segala bentuk resistensi yang dilakukan para politisi guna menyelamatkan buruk rupa
mereka kian meneguhkan pandangan sosiolog Richard Robison dan Vedi Hadiz (2004), yang melihat
mereka sebagai oligarki elite yang membajak lembaga demokrasi hasil gerakan reformasi. Berbagai
sentimen negatif dari masyarakat atas parpol dan lembaga DPR dapat dijejaki dari berbagai survei.
Politik dan uang
Pendeknya, legitimasi parpol dan parlemen sebagai instrumen demokrasi modern untuk menyalurkan
aspirasi masyarakat kini berada dalam titik nadir. Betul bahwa kehidupan politik hanya ladang perburuan
rente ekonomi dan bukan kegiatan produktif (Diamond, 1995).
Masyarakat yang sadar politik disandera oleh dua pilihan yang sulit, yaitu tuntutan untuk memperkuat
lembaga demokrasi atau melupakannya sama sekali. Meningkatnya angka golput dari waktu ke waktu atau
menggunakan pemilu untuk menghukum politisi busuk adalah suatu kenyataan yang barangkali
mencerminkan keadaan itu.
Namun, upaya ini diakui sulit. Mengapa sulit, karena bukan hal mudah melawan kekuatan uang.
Demokrasi uang adalah surga bagi mereka yang berkantong tebal. Ini melahirkan kondisi persaingan
politik yang tidak imbang (unequal opportunity). Bukan suatu kebetulan jika semakin banyak saudagar atau
pejabat kaya, entah dari sumber halal atau haram, yang meraih kursi kekuasaan politik, yang pada masa
lalu mungkin mereka hanya sebagai donatur politik.
Kian intimnya hubungan politik dan uang mungkin akan semakin melanggengkan korupsi investif. Memang
ini bukan fenomena Indonesia saja. Namun, celakanya, di sini transaksinya adalah antara calo politik dan
calo bisnis, yang keduanya secara teori tidak ada kepentingan untuk membangun infrastruktur politik,
sosial, dan ekonomi yang sehat untuk kepentingan pembangunan nasional berkelanjutan, tetapi sekadar
cash and carry.
Peran kekuatan uang
Mengapa kekuatan uang memegang peran penting? Yang nyata untuk membiayai parpol dan kampanye
memerlukan biaya yang besar. Apalagi postur partai yang boleh ikut pemilu tergolong raksasa, harus
memiliki 75 persen pengurus di tiap tingkatan wilayah dan tidak ada pembatasan belanja kampanye.
Parpol gagal membangun sumber pendanaan internal mereka atau tidak mencukupi. Jadi, masuk akal
perlu dana besar untuk menggerakkan birokrasi dan konstituen partai. Maka, selain donatur eksternal,
tekanan terhadap subsidi negara untuk dana parpol yang memiliki kursi di DPR adalah fenomena baru
setelah Soeharto (Mietzner, 2007).
Dalam sistem pemilu sekarang, biaya politik untuk pemenangan pemilu lebih ke kas kandidat, bukan partai,
sehingga praktis mereka harus memperluas sumber pendanaan. Kandidat anggota legislatif atau kepala
daerah yang sebagian melamar parpol peserta pemilu harus mengeluarkan ongkos sebanyak dua kali
untuk memenangi