ISI KONJ BAKTERI

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Mata merah merupakan salah satu keluhan pada mata yang sering kita temukan sehari-hari. Keluhan mata merah ini dapat bervariasi, mulai dari iritasi biasa akibat paparan angin dan debu, hingga penyakit mata lain yang lebih serius. Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Bila terjadi perlebaran pembuluh darah pada konjungtiva atau sklera, ataupun saat terjadi perdarahan antara konjungtiva dan sklera, maka akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih.1 Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, yaitu selaput lendir yang menutupi belakang kelopak mata dan bola mata. Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit mata yang sering ditemukan di negara-negara berkembang. Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan produksi air mata yang berlebih sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis bisa disebabkan oleh berbagai agen infeksi (bakteri, virus, atau jamur) dan non-infeksi (alergi, kimia, atau mekanis).1,2,3 Bakteri merupakan salah satu penyebab konjungtivitis yang umum.1,3 Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan dan infiltrasi bakteri pada permukaan epitel konjungtiva. Bakteri tersebut bisa berjenis bakteri gram positif maupun gram negatif, namun bakteri gram positif lebih predominan.1,2 Perjalanan penyakit ini bervariasi dari hiperakut, akut, subakut hingga kronis tergantung pada penyebabnya. Walaupun konjungtivitis bakteri dapat sembuh dengan sendirinya, namun konjungtivitis ini dapat mengancam penglihatan apabila disebabkan oleh bakteri yang bersifat sangat virulen seperti Staphylococcus pyogenes dan Neisseria gonorrhoeae.3 Konjungtivitis ini dapat menyerang siapa saja dan umum terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah beriklim panas.1 Biasanya keluhan konjungtivitis yang disebabkan bakteri adalah iritasi dan kemerahan kedua mata, kelopak mata menempel sehingga mengakibatkan sulit

dibuka di pagi hari, keluar kotoran pus kekuningan, dan kadang-kadang kelopak mata bengkak.1 Tanda klinis yang ditemukan seperti inflamasi konjungtiva bilateral, injeksi konjungtiva, sekret purulen, kemosis dan edema palpebra. Diagnosis banding untuk keluhan mata merah karena konjungtivitis antara lain uveitis akut, glaukoma akut dan keratitis/trauma kornea. Untuk penyebabnya dapat dibedakan antara konjungtivitis bakteri dengan konjungtivitis yang disebabkan selain bakteri yaitu virus, konjungtivitis alergi, dan konjungtivitis chlamidia. 1,2,3 Penatalaksanaan konjungtivits bakteri yaitu tindakan medikamentosa dan operasi bila sudah ada komplikasi ulkus kornea yang mengancam perforasi. Jenis medikamentosa yang diberikan yaitu antibiotik tergantung pada jenis bakteri yang teridentifikasi.1 Konjungtivitis bakteri dapat menimbulkan komplikasi blefaritis marginal, sikatrik konjungtiva, keratitis, ulkus kornea, perforasi kornea, sampai endoftalmitis.1,2 Prognosis pasien dengan konjungtivitis bakteri tergantung pada penyebab dan derajat penyakitnya. Konjungtivitis bakteri akut pada umumnya sembuh sendiri. Tanpa pengobatan akan sembuh dalam 10-14 hari, dan bila diobati dengan baik akan sembuh dalam 1-3 hari kecuali pada konjungtivitis stafilokokus (bisa berkembang menjadi bleparokonjungtivitis dan masuk fase kronis) dan konjungtivitis gonokokus (bila tidak diobati dapat menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis).1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Konjungtiva 2.1.1 Anatomi konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian yaitu:1 1. Konjungtiva palpebralis atau konjungtiva tarsalis yang melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat pada tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.

2. Konjungtiva bulbaris yang melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul Tenon dan struktur di bawahnya. 3. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Duktus-duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.

2.1.2 Histologi konjungtiva Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea.1 Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profunda). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan kenapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma konjungtiva. Sebagian besar kelenjar terletak di tepi atas tarsus atas.1

Gambar 2. Struktur Histologi Konjungtiva

2.1.3 Vaskularisasi, aliran limfe, dan persarafan Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak.1

Gambar 3. Vaskularisasi Konjungtiva

Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profunda dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.1 2.2 Definisi Konjungtivitis Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) konjungtivitis adalah suatu inflamasi atau peradangan pada konjungtiva yang dapat

disebabkan

oleh

infeksi

(virus

atau

bakteri),

iritasi,

atau

reaksi

alergi

(hipersensitivitas).4 Konjungtivitis bakteri adalah suatu proses inflamasi pada konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan dan infiltrasi bakteri pada permukaan epitelial konjungtiva.1,4 2.3 Etiologi dan Klasifikasi Konjungtivitis bakteri merupakan infeksi yang sering terjadi sebagai wabah musiman. Faktor predisposisinya berhubungan dengan iklim yang lembab, higienitas serta sanitasi yang kurang, atau kebiasaan individu sendiri yang kurang bersih sehingga memudahkan penyebaran infeksi. Konjungtivitis bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya penyakit, yaitu hiperakut (< 24 jam), akut atau subakut (jam-hari), dan lambat atau kronis (hari-minggu).5 Untuk lebih lengkapnya klasifikasi klinis serta etiologi konjungtivitis bakteri dapat dlihat pada tabel 1.Tabel 1. Klasifikasi Klinis Konjungtivitis Bakteri5 Onset penyakit Keparahan Organisme penyebab Lambat/Kronik Mild-moderete Staphylococcus aureus (hari-minggu) Moraxella lacunata Proteus spp Enterobacteriaceae Akut atau subakut (jam-hari) Moderete-severe Pseudomonas Haemophilus influenzae biotype III Haemophilus influenzae Streptococcus pneumoniae Hiperakut (< 24 jam) Severe Staphylococcus aureus Neisseria gonorrhoeae Neisseria meningitides

Konjungtivitis purulen (disebabkan N Gonorrhoeae, N Kochii, dan N Meningitidis) ditandai banyak eksudat purulen. Konjungtivitis meningokokus kadang-kadang terjadi pada anak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak

eksudat perlu segera diperiksa secara laboratories dan segera diobati. Jika ditunda, mungkin terjadi kerusakan kornea atau gangguan penglihatan, atau kongjungtiva dapat menjadi gerbang masuk N Gonorrhoeae dan N Meningitidis, yang menimbulkan sepsis atau meningitis. Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal) akut sering terdapat dalam bentuk epidemic dan disebut mata merah oleh orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang kurang umum adalah stafilokokus dan streptokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S pneumoniae dan H aegyptius mungkin disertai perdarahan subkonjungtiva. Konjungtivitis H aegyptius di Brazil diikuti demam purpura fatal yang ditimbulkan oleh toksin bakteri terkait, plasmid dari bakteri. Konjungtivitis subakut paling sering disebabkan oleh H influenzae dan kadang-kadang oleh Escherichia Coli dan spp Proteus. Infeksi H influenzae ditandai eksudat berair tipis atau berawan. Konjungtivitis bacterial menahun terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimal dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertai blefaritis bacterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pasien dengan sindrom palpebra lemas dan ektropion dapat menimbulkan konjungtivitis bacterial sekunder. Konjungtivitis bacterial jarang dapat disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dan Streptococcus pyogenes. Pseudomembran atau membrane yang dihasilkan oleh organism ini dapat terbentuk pada kongjungtiva palpebra. Kasus konjungtivitis menahun jarang disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, bacillus coliform, Proteus, dll., secara klinis tidak dapat dibedakan.

2.4 Patogenesis

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam konjungtiva akan memicu suatu respon radang atau inflamasi. Tandatanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya benda asing ke dalam konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata. Air mata diproduksi oleh Apartus Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan kornea sebagai Film air mata. Fungsi air mata adalah menghaluskan permukaan air kornea, memberi nutrisi pada kornea, antibakteri, perlindungan mekanik terhadap benda asing, dan lapisan akuos (berada di tengah).6,7 Pada air mata terdapat lapisan tebal kelenjar Lakrimal aksesorius sebagai nutrisi dan antibakteri yang terdiri dari air, elektrolit, glaukosa, albumin, globulin, lisosim. Lisosim inilah yang akan merusak dinding sel bakteri pertama kali dan berusaha mengeluarkan bakteri dengan mengeluarkan air mata yang berlebih. Jika bakteri tersebut tidak bisa dihancurkan maka tubuh akan mengaktifkan sistem komplemen yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik humoral utama tubuh yaitu :6,7

Sistem terdiri atas > 20 protein, yang dapat diaktifkan untuk merusak bakteri. Sekali komplemen diaktifkan maka dapat memicu peningkatan permeabilitas vaskuler, rekrutmen fagosit serta lisis dan opsonisasi bakteri. Menyelubungi mikroba dengan molekul-molekul yang membuatnya lebih mudah ditelan oleh fagosit. Mediator permeabilitas vaskuler meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga dapat menambah aliran plasma dan komplemen ke lokasi infeksi. Ekstravasasi : pembuluh darah membawa darah membanjiri jaringan kapiler, jaringan memerah (rubor) dan memanas (kalor), peningkatan permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel dari kapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema), peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan velocitas darah dan peningkatan adhesi,dan migrasi lekosit (terutama fagosit) dari kapiler ke jaringan.

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi yakni :6,81. Histamin : dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan

permeabilitas kapiler.2. Lekotrin : dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos

mendorong kemotaksis untuk netrofil.3. Prostaglandin : dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi,

permeabilitas vaskuler mendorong kemotaksis untuk netrofil.4. Platelet aggregating factors : menyebabkan agregasi platelet m endorong

kemotaksis untuk netrofil.5. Kemokin : dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi)

beberapa macam kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation normal T-cell expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant protein).6. Sitokin : dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen

yang memicu demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati,memicupeningkatan hematopoiesis oleh sumsum t ulang lekositosis beberapa macam sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor alpha).7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis) 8. Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen

dan

nitrogen

merupakan

intermediat

yang

sangat

toksik

untuk

mikroorganisme. Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), hal ini disebabkan oleh faktor-faktor :81. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti

microbial.2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar

limfoid 3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti.

4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga

perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata. 6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukus konjungtiva hasil sekresi sel-sel goblet

kemudian akan digelontor oleh aliran airmata. Pada permukaan jaringan mata dan adnexa mata di hinggapi oleh koloni yang disebut flora normal seperti streptokokus, stafilokokus, dan rantai coryne bacterium. Perubahan pada pertahanan host atau pada spesies bakteri, dapat menyebabkan terjadinya infeksi klinis. Perubahan pada flora dapat terjadi dikarenakan kontaminasi dari luar, penyebaran dari lingkungan sekitar, atau melalui blood-borne pathway.6,8 Pertahanan primer tubuh terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang membungkus konjungtiva. Gangguan pada barier ini akan menyebabkan terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder meliputi mekanisme hematologic-immune yang dibawa oleh vaskularisasi konjungtiva; tear film immunoglobulins dan lisosom; dan peningkatan lakrimasi dan kedipan mata.6,7 2.5 Manifestasi Klinis Konjungtivitis bakteri bisa dicurigai pada setiap pasien dengan inflamasi konjungtiva bilateral dan sekret purulen.5 Biasanya keluhan konjungtivitis yang disebabkan bakteri adalah iritasi dan kemerahan kedua mata, kelopak mata menempel sehingga mengakibatkan sulit dibuka di pagi hari, keluar kotoran pus kekuningan, kadang-kadang kelopak mata bengkak.1,9 Tanda klinis yang ditemukan seperti edema inflamasi konjungtiva bilateral, injeksi konjungtiva, sekret purulen, dan digunakan untuk memprediksi kemungkinan bakteri penyebab konjungtivitis.5 Pada konjungtivitis bakteri hiperakut gejala klinisnya yaitu onset injeksi konjungtiva yang cepat, edema palpebra, sekret purulen banyak, kemosis, dan rasa tidak nyaman atau nyeri.2 Agen penyebab biasanya N gonorrhoeae atau N meningitidis.1 Konjungtivitis gonokokus dapat juga terjadi pada neonatus dengan

palpebra. Onset dan keparahan inflamasi konjungtiva serta sekret yang keluar dapat

tanda khas munculnya sekret konjungtiva purulen pada kedua mata 3 5 hari setelah persalinan per vaginam.5

Gambar 4. Sekret Purulen pada Konjungtivitis Gonorrhoeae9

Konjungtivitis bakteri akut sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut mata merah oleh orang awam.1 Penyakit ini ditandai dengan dengan hiperemia konjungtiva secara akut dan biasanya sembuh sendiri.1,2 Penyebab tersering adalah S pneumoniae, S aureus, dan H influenzae. S pneumoniae merupakan penyebab tersering konjungtivitis bakteri akut dengan manifestasi klinis sekret purulen, edema palpebra, kemosis, perdarahan konjungtiva, dan adanya membran konjungtiva pada konjungtiva palpebralis.1,5 Konjungtivitis karena H influenzae dapat terjadi pada anak yang terkadang berhubungan dengan otitis media, sedangkan pada dewasa sering berhubungan dengan kolonisasi kronis dari H influenzae (misalnya pada perokok) Gejala klinis yang ditimbulkan hampir sama dengan konjungtivitis karena S pneumoniae, tapi tidak terbentuk membran konjungtiva serta sering muncul ulkus epitel kornea perifer dan infiltrat stroma. S aureus dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis akut, sekret kurang purulen dibandingkan dengan konjungtivitis pneumococcal dan secara umum tingkat keparahannya relatif rendah.5

Gambar 5. Injeksi Konjungtiva pada Konjungtivitis Bakteri9

Gambar 6. Sekret Mukopurulen pada Konjungtivitis Bakteri9

Konjungtivitis bakteri kronis terjadi pada pasien dengan riwayat obstruksi duktus nasolakrimalis, dakriosistitis menahun yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertai bleparitis bakterial menahun, atau disfungsi kelenjar meibom Pasien dengan sindrom palpebra lemas atau ektropion dapat berkembang menjadi konjungtivitis bakteri sekunder.1 2.6 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosa konjungtivitis bakteri didasarakan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Pada pasien dengan konjungtivis bakteri memeiliki keluhan berupa mata merah, keluar kotoran

pus kekuningan yang terjadi dalam 1 atau 2 hari, kelopak mata bengkak, dan menempel susah dibuka saat pagi hari, gatal dan terasa seperti ada sensasi benda asing pada mata.1,10,11 Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tanda sesuai manifestasi klini konjungtivitis bakteri dapat berupa edema palpebra, palpebra saling melekat saat baru bangun, hiperemi konjungtiva sering pada ke dua matadan secret purulen adanya papil pada kelopak mata.1,10,11 Dari pemeriksaan penunjang dilakukan swab pada konjungtiva kemudian dilakukan pengecatan gram ditemukan adanya diplokocus extra maupun intrasesular apabila etiologinya Neisseria gonorrhoe dan giemsa ditemukan inclusion bodies apabila penyebabnya clamidya. Disamping itu juga ditemukan adanya neutrofil polimorfonuklear.1,10,11 Berdasarakan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diatas dapat kita buat diagnosa konjungtivitis bakteri. Sehingga pemberian terapi sesuai dan prognosis pasien baik. 2.7 Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk keluhan mata merah karena konjungtivitis antara lain uveitis akut, glaukoma akut dan keratitis/trauma kornea. Untuk penyebabnya dapat dibedakan antara konjungtivitis bakteri dengan konjungtivitis yang disebabkan selain bakteri yaitu virus, konjungtivitis alergi, dan konjungtivitis chlamidia. Tabel 2. Diagnosis Banding Mata Merah11Perbedaan Insiden Sekret Visus Rasa Sakit Injeksi konjungtiva Kornea Ukuran pupil Reflek pupil Konjungtivitis Akut Sangat Umum Sedang- banyak Normal Tidak ada Difuse konjungtiva Jernih Normal Normal Uveitis Akut Umum Tidak ada Agak kabur Sedang Perikorneal Ada bercak KP Miosis Kurang Glaukoma Akut Tidak umum Tidak ada Sangat kabut Sangat sakit Perikornea Berawan/ keruh Midriasis Tidak ada Keratiotis / Truma Okuli Umum Serous/ nanah Biasanya kabur Sedang- berat Perikornea Bercak/ keruh Norma/kecill Normal

pada cahaya Tekanan bola mata Tes Fouresin Smear Terapi dasar mata

Normal Normal Ada kuman penyebab antibiotika

Normal Negatip Tidak ada kuman Atropine , Steroid

Tinggi Negatip Tidak ada kuman Carpin 2 %

Normal Positip pada lesi Positif pada infeksi/ ulkus Antibotika

Tabel 3. Diagnosis Banding Konjungtivitis Berdasarkan Tanda Klinis9Tanda Klinis Injeksi Konjungtiva Kemosis Perdarahan Subkojungtiva Sekret Purulen, mukopurulen Papil Folikel Pseudomembran Pannus Preauricular node lymp + + ++ ++ - ( kecuali vernal) ++ + Berair Ropy/berair Mukopurulen Bakteri Jelas ++ Viral Sedang Alergi Ringan sampai sedang ++ Chlamydial Sedang -

Tabel 4. Diagnosis Banding Konjungtivitis Berdasarkan Gambaran Sitologi9Gambaran Sitologi Netrofil Eosinofil Limposit Sel Plasma Sel Multinuklear Bakteri + Virus + (fase awal) + + Alergi + Chlamydial + + + -

Inclusion cytoplasmic nuclear Mikroorganisme

body -

+(Pox), + (herpes)

-

+

+

-

-

-

2.8 Penatalaksanaan Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung pada agen mikrobiologinya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memberikan terapi awal dengan antimikrobial topikal. 2.8.1 Terapi konjungtivitis bakteri hiperakut Pada kasus konjungtivitis bakteri hiperakut dengan tanda klinis sekret yang profuse purulen harus dilakukan pemeriksaan gram. Jika didapatkan hasil diplokakus gram negatif dicurigai agen penyebab adalah Neisseria. United State The Center for Disease Control and Prevention merekomendasikan terapi konjungtivitis bakteri hiperakut dengan antiobiotik sistemik ceftriaxone 1 gram dosis tunggal injeksi intramuskular dikombinasikan dengan eye lavage menggunakan saline 4 kali sehari sampai sekretnya habis terbuang.2 Sedangkan di RSUP Sanglah penanganan untuk kasus konjungtivitis purulenta karena Neisseria gonorrhoeae11 meliputi:

Bilas akuades sesering mungkin (secrete toilet). Tetes mata Penicilin Prokain 15.000 IU (International Unite) setiap menit satu jam pertama, tiap 5 menit satu jam berikutnya dan setiap 15 menit sampai bisa membuka mata, selanjutnya tiap jam sampai hasil pemeriksaan gram negatif 3 kali.

Tetes mata pengganti: Ofloxasin, Levofloxasin. Injeksi Penisilin Prokain 100.000 IU/KgBB atau Ceftriaxon 25-50 mg/kgBB (intravena).

2.8.2 Terapi konjungtivitis bakteri akut atau subakut, dan kronis

Konjugtivitis bakteri akut atau subakut biasanya sembuh spontan. Early placebo-controlled studies menemukan lebih dari 70% kasus konjungtivitis bakteri sembuh sendiri dalam 8 hari. Pengobatan dengan antibiotik mempercepat penyembuhan, mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mengurangi penyebaran. Dalam pemilihan antibiotik yang digunakan harus mempertimbangkan biaya, daya resistansi, dan efek samping.2 Terapi yang dianjurkan adalah:11 Tetes mata antibiotik spektrum luas: neomisin, polimiksin, ciprofloxasin, Vitamin C 500 mg 1 x sehari. Antiinflamasi 2x1 sehari bila disertai dengan edema palpebra. Tidak perlu antibiotika sistemik dan analgesik. ofloxasin, atau levofloxasin selama kurang lebih 4-5 hari.

Konjungtivitis bakteri kronis dapat diterapi seperti diatas, namun harus juga dihilangkan fokal infeksi yang menjadi sumber infeksi. 2.8.3 Indikasi Rujuk Reds Flags seperti adanya nyeri hebat pada mata atau sakit kepala, fotofobia, penurunan visus, atau penggunaan lensa kontak menunjukkan pasien dalam kondisi yang mengancam penglihatan sehingga merupakan indikasi rujukan segera ke dokter spesialis mata. Pasien dengan konjungtivitis bakteri hiperakut harus juga dirujuk untuk menilai apakah terjadi kerusakan pada kornea. Pada pasien konjungtivitis bakteri yang tidak membaik dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik dipertimbangkan juga untuk di rujuk ke dokter spesialis mata.2 2.9 Komplikasi Konjungtivitis bisa juga menimbulkan komplikasi lain seperti Keratitis punctata superfisialis dan Dakriosistitis akut.7 Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtivitis stafilokokus kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa dan pada kasus tertentu yang dikuti ulserasi kornea dan perforasi sampai endoftalmos.1,11

Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M catarrhalis. Jika produk toksik dari N gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik.1

Gambar 7. Ulkus kornea dan Perforasi pada Konjungtivitis Hiperakut oleh karena N. Gonorhoeae5

2.10 Prognosis Prognosis konjungtivitis bakterial akut umumnya baik dan hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10 - 14 hari, jika diobati dengan memadai sembuh dalam 1-3 hari, kecuali konjungtivitis bakteri karena stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis bakteri hiperakut (yang bila tidak dapat diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septikemia dan meningitis.1 BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin : DA : 4 tahun : Perempuan

Alamat Pekerjaan Agama Suku Bangsa 3.2 Anamnesis Keluhan utama

: Br. Tegal Desa Sangsit Kecamatan Sawan, Buleleng :: Hindu : Bali

: Mata kanan merah

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dikeluhkan mata kanan merah sejak 5 hari sebelum ke Poliklinik Mata. Pasien juga dikeluhkan mata kanan sering keluar kotoran sejak 4 hari sebelum ke Poliklinik Mata. Awalnya, mata kanan hanya merah, kemudian sering keluar kotoran dan kelopak atas dan bawah mata kanan bengkak. Kelopak mata kanan menempel dan sulit dibuka terutama di pagi hari saat bangun tidur . 5 hari sebelum ke Poliklinik Mata, pasien sempat diobati dengan cendo tetes yang ayah pasien belikan sendiri tetapi keluhan pasien tidak membaik. Pasien juga telah dibawa berobat ke bidan dan telah diberi obat salep dan obat minum. Selain itu, pasien juga diberi minyak dan dikompres dengan daun sirih, namun keluhan menetap, hingga pasien diperiksakan ke Poliklinik Mata RSUP Sanglah. Keluhan lain seperti silau dan sakit pada mata disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan Pasien memiliki riwayat penyakit asma sejak usia 2 tahun. 1 minggu sebelum datang ke Poliklinik Mata pasien mengalami batuk, pilek. Saat lahir, pasien memiliki kelainan yakni tidak memiliki lubang anus, namun kini telah dioperasi.

Riwayat Sosial

Pada saat ini, pasien bersekolah di Playgroup. Menurut ayah pasien, anggota keluarga lain di rumah, teman sekolah dan teman bermain pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. 3.3 Pemeriksaan Fisik 3.3.1 Pemeriksaan fisik umum Kesadaran Nadi Temperatur aksila : Compos mentis : 110 kali / menit : 36,5 C

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata) Okuli Dekstra (OD) Visus Refraksi/Pin Hole Supra cilia Madarosis Sikatriks Palpebra superior Edema Hiperemi Enteropion Ekteropion Benjolan Palpebra inferior Edema Ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 6/6 Tidak dilakukan Okuli Sinistra (OS) 6/6 Tidak dilakukan

Hiperemi Enteropion Ekteropion Benjolan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Pungtum lakrimalis Pungsi Benjolan Konjungtiva palpebra superior Hiperemi Folikel Sikatriks Benjolan Lain-lain Konjungtiva palpebra inferior Hipermi Folikel Sikatriks Benjolan Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak dilakukan Tidak ada Tidak dilakukan Tidak ada

Konjungtiva bulbi

Kemosis Hiperemi Konjungtiva Silier

Tidak ada

Tidak ada

Ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Perdarahan di bawah konjungtiva Tidak ada Pterigium Tidak ada Pingueculae Tidak ada Sklera Warna Pigmentasi Limbus Arkus senilis Kornea Odem Infiltrat Ulkus Sikatriks Keratik presifitat Kamera okuli anterior Kejernihan Jernih Jernih Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Putih Tidak ada Putih Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Kedalaman Iris Warna Koloboma Sinekia anterior Sinekia posterior Pupil Bentuk Regularitas Refleks cahaya langsung Refleks cahaya konsensuil Lensa Kejernihan Dislokasi/subluksasi

Dalam

Dalam

Coklat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Coklat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Bulat Reguler Ada Ada

Bulat Reguler Ada Ada

Jernih Tidak ada

Jernih Tidak ada

Pemeriksaan Lain OD Tidak dilakukan Negative Tidak dilakukan Tidak dilakukan 3.4 Resume Pemeriksaan Tensi Okuli Tes Fluoresin Tes Anel Lain-lain OS Tidak dilakukan Negative Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pasien perempuan, 4 tahun dikeluhkan mata kanan merah sejak 5 hari sebelum ke Poli Mata. Mata kanan pasien juga dikeluhkan sering keluar kotoran sejak 4 hari sebelum ke Poli Mata. Mata kanan merah pada awalnya, kemudian sering keluar kotoran diikuti kelopak atas dan bawah mata kanan bengkak. Kelopak mata kanan menempel dan sulit dibuka terutama di pagi hari saat bangun tidur. Pemeriksaan fisik umum ditemukan dalam batas normal. Pemeriksaan lokal OD 6/6 Edema (+) Hiperemi CVI (+) Jernih Normal Bulat, reguler, RP (+) Jernih Negatif 3.5 Diagnosis Banding 1. Konjungtivitis Akut 2. Keratitis akut 3. Uveitis akut 4. Glaucoma akut 3.6 Diagnosis Kerja Konjuctiva akut ec suspek bakteri Pemeriksaan Visus Palpebra Konjungtiva palpebra Konjungtiva bulbi Kornea Kamera okuli anterior Iris/Pupil Lensa Tes Fluoresin OS 6/6 Normal Normal Normal Jernih Normal Bulat reguler, RP (+) Jernih Negatif

3.7 Usulan Pemeriksaan - Pengecatan gram - KOH - Giemsa

3.8 Terapi - Antibiotika tetes mata (C.Polygran) 6 x 1 tetes ODS - Vitamin C 500 mg, 1 x 1 - Na. Diclofenac 50 mg, 2x1 - KIE 3.9 Prognosis Dubius ad bonam

BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan keluahan berupa mata kanan merah sejak 5 hari sebelum ke Pol Mata. Pasien juga dikeluhkan mata kanan sering keluar

kotoran sejak 4 hari sebelum ke Pol Mata.Awalnya, mata kanan hanya merah, kemudian sering keluar kotoran dan kelopak atas dan bawah mata kanan bengkak. Kelopak mata kanan menempel dan sulit dibuka terutama di pagi hari saat bangun tidur . ini sesuai dengan gejala dari konjungtivitis bakteri yaitu mata merah, keluar kotoran pus kekuningan yang terjadi dalam 1 atau 2 hari, kelopak mata bengkak, dan menempel susah dibuka saat pagi hari, namun pada pasien tidak mengeluhkan gatal dan terasa seperti ada sensasi benda asing pada mata. Dari pemeriksaan fisik pada mata kanan pasien didapatkan edema pada palpebra, hiperemi pada konjungtiva palpebra, conjungtiva vascular injection pada konjungtiva bulbi. Ini sesuai dengan kepustakaan. Disebutkan bahwa pada konjungtivitis bakteri tersebut terjadi kemerahan (CVI) dan biasanya mengenai satu mata terlebih dahulu. Hiperemi pada palpebra dan konjungtiva palpebra terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam konjungtiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi terutama histamin dan prostaglandin yang dilepaskan oleh sel radang yang merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi hiperemi. CVI pada konjungtivitis bakteri terjadi karena. Pada radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didapatkan di daerah forniks, ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian perifer, karena asalnya dari bagian perifer atau arteri siliar anterior, berwarna pembuluh darah merah yang segar. Visus, COA, Iris dan pupil masih dalam batas normal dikarenakan pada konjungtivitis bakteri gangguan ada pada konjungtiva sehingga struktur mata yang berada diblakang konjungtiva seperti kornea, iris lensa masih normal yang merupakan media refraksi yang mempengaruhi visus . Pada pemeriksaan lokalis mata kiri pasien masih dalam batas normal. Disisni dari keluhan dan pemeriksaan fisik yang didapat mengarah kepada diagnosa konjungtivitis bakteri maka dilakukan usulan pemeriksaan penunjang

berupa pengecatan

gram dan

giemsa untuk mengetahui jenis dari bakterinya 6x1tetes,

gonokokus atau non gonokokus. Pengobatan yang diberikan pada penderita ini adalah C. Poligran Vitamin C 250mg 1x1tablet, Na. Diclofenac 1x1tablet kemudian kontrol kembali. Sesuai teori yang didapat dari referensi yang ada, disebutkan bahwa terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri disesuaikan dengan hasil pemeriksaan sediaan yang telah didapatkan. Namun demikian, sambil menunggu hasil laboratorium, dapat dilakukan pemberian antibiotik spektrum luas dengan dosis tunggal. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan antibiotik spektum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfonamid 10-15% atau kloramfenikol). Apabila tidak sembuh dalam satu minggu bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi. Prognosis pada penderita ini mengarah ke baik, didukung oleh kepustakaan yang mengatakan bahwa prognosis penderita konjungtivitis bakteri biasanya baik apabila ditangani dengan segera dan tidak terjadi komplikasi seperti endopthalmitis, keratitis, uveitis bahkan panopthalmitis.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Schwab IR, Crawford JB. Conjunctiva. In: General Ophthalmology. Vaughan D, Asbury T, Paul RE, eds. 15 ed. London. Prentice Hall Intetnational, Inc. 2000. p. 92-7.

2.

Tarabishy AB, Jeng BH. Bacterial Conjungctivitis: A Review for Internists. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2008; 75:507-12. Howard ML. The Red Eye. NEJM. 2000; 343: 345-51. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan Manajemen Klinis Perdami. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS, eds. Jakarta: PP PERDAMI: 2006. p. 27-29.

3. 4.

5.

American Academy of Ophthalmology staff. Infectious Diseases of the External Eye and Cornea. In: External Diseases and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. San Frascisco: AAO. 2009 -2010; p. 113-92.

6.

Anonim. September, 2011.

Acute

Bacterial

Conjunctivitis.

Available Accessed : at

at

: 19th :

http://cms.revoptom.com/handbook/oct02_sec2_4.htm.7.

Anonim.

Bacterial

Conjuncivitis.

Available

http://clinicalevidence.bmj.com/ceweb/conditions/eyd/0704/0704-get.pdf. Accessed : 19th September, 2011.8.

Anonim. Conjunctivitis. Available at : Error! Hyperlink referencenot valid.. Accessed : 19th September, 2011.

9.10.

Khurana, AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Age Pubishers. New-Dehli, 2007. p.51-60 Douglas J,R and Mark F,F. The wills eye manual office and emergency room diagnosis and treatmen of eyes disease. Lippincott Williams and Wilkins : New York. 1999.

11.

Niti Susila NK dan dkk. Standar Pelayanan Medis Ilmu kesehatan Mata FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD / RSUP Sanglah : Denpasar. 2009.