Upload
rivaldy-mardjala
View
27
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KTI KKN UNTAD ANGKATAN 71
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa terluas di dunia, dengan
luas areal mencapai sekitar 3,79 juta hektar atau 31,2 persen dari total areal
dunia sekitar 12,17 juta hektar. Dengan total produksi nasional sekitar 3,1 juta
ton. Ini menjadikan Indonesia sebagai produsen kelapa terbesar di dunia.
Sebagian besar sekitar 98% dari total luas perkebunan kelapa di
Indonesia tersebut merupakan perkebunan rakyat, dan sisanya berupa
perkebunan negara dan perkebunan swasta. Dengan sekitar 7 juta petani yang
terlibat dalam perkebunan kelapa tersebut. Sentra produksi kelapa terdapat di
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, pantai timur Sumatera, Riau, Jawa Tengah,
serta Jawa Timur. Sebaran kebun kelapa hampir merata di seluruh Indonesia,
di Sumatera mencapai 34,5%, Jawa 23,2%, Sulawesi 19,6%, Bali, NTB dan
NTT 8,0%, Kalimantan 7,2%, Maluku dan Papua 7,5%. Menurut proVinsi, kebun
kelapa terluas berada di proVinsi Riau (15,28%), disusul Jawa Tengah (7,68%),
Jawa Timur (7,67%), Sulawesi Utara (7,27%), Sulawesi Tengah (4,78%), dan
Jawa Barat (4,60%), serta beberapa daerah lainnya (Julianto, 2014).
Buah kelapa dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati
yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Di samping sebagai penghasil
minyak nabati, buah kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein,
vitamin, mineral dan karbohidrat. Daging buah kelapa dapat diolah dan
dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk olahan yang bermanfaat bagi
masyarakat. Salah satu produk olahan sekunder dari buah kelapa adalah kopra
(Amin, 2009).
Kopra merupakan putih lembaga dari buah kelapa segar yang dapat
dikeringkan dengan metode konvensional menggunakan sinar matahari (sun
drying), pengasapan atau mengeringkan di atas api terbuka (smoke drying or
drying over an open fire), pengeringan dengan pemanasan secara tidak
langsung (indirect drying) dan pengeringan dengan udara vakum (vacuum
1
drying). Pengolahan kopra meliputi proses penguapan air dari daging buah
kelapa, dimana kadar air awal daging buah kelapa segar yang mencapai 50%
diturunkan hingga kadar air 5-7% melalui proses pengeringan (Amin, 2009).
Standar mutu kopra di Indonesia adalah kadar air maksimum 5 %, kadar
minyak minimum 65 %, asam lemak bebas maksimum 5 %, serat maksimum 8
% dan tidak mengandung jamur. Proses pengolahan kopra rakyat memang
cukup sederhana. Pengolahan kopra rakyat banyak dilakukan oleh pabrik
pengolahan kopra, dengan bahan baku yang berasal dari kelapa rakyat. Dalam
kehidupan sehari-hari, beberapa cara pengeringan dikombinasikan
sebagaimana yang dilakukan oleh petani kelapa pada umumnya. Namun, pada
tingkat petani kadar air kopra yang dihasilkan tidak seragam sehingga tidak
memenuhi standar yang ditetapkan untuk ekspor kopra (Warisno, 2003).
Salah satu daerah penghasil kelapa di Indonesia adalah Desa
Pombalowo, Kec. Parigi Kota di mana produksi kelapa pada tahun 2015
mencapai 60 ton Desa Pombalowo, Kec. Parigi Kota memiliki luas areal
tanaman kelapa sebesar 12 ha dengan jumlah produksi sebesar 1 ton untuk
setiap ha. Oleh karena itu, perlunya dilakukan layout survey pembuatan kopra
petani di Desa Pombalowo, Kec. Parigi Kota untuk mengetahui efisiensi yang
dihasilkan para petani di daerah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penemuan masalah
sebagaimana dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah bagaimana metode
layout dalam pembuatan kopra di Desa Pombalowo Kecamatan Parigi
Kabupaten Parigi Moutong.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
2
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah metode layout dalam pembuatan kopra di
Desa Pombalowo Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah potensi metode layout dalam pembuatan
kopra di Desa Pombalowo Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan sebelumnya maka manfaat
yang dapat kita peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam hal ini masalah
metode layout pembuatan kopra di Desa Pombalowo Kecamatan Parigi
Kabupaten Parigi Moutong.
2. Hasil penelitian ini juga membuka wawasan bagi warga tentang metode
layout dalam pembuatan kopra di Desa Pombalowo Kecamatan Parigi
Kabupaten Parigi Moutong.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kelapa
Pohon kelapa termasuk jenis Palmae yang berumah satu (monokotil).
Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Ada kalanya pohon
3
kelapa dapat bercabang, namun hal ini merupakan keadaan yang abnormal,
misalnya akibat serangan hama tanaman (Warisno, 2003).
Tanaman kelapa tumbuh di daerah tropis, dapat dijumpai baik di dataran
rendah maupun dataran tinggi. Pohon ini dapat tumbuh dan berbuah dengan
baik di daerah dataran tinggi. Pohon ini dapat tumbuh dan berubah dengan baik
di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-450 m dari permukaan laut.
Pada ketinggian 450-1000 m dari permukaan laut, walaupun pohon ini dapat
tumbuh, waktu berbuahnya lebih lambat, produksinya lebih sedikit dan kadar
minyaknya rendah (Amin, 2009).
Tanaman kelapa merupakan jenis tanaman palem yang paling dikenal,
banyak tersebar di daerah tropis. Kelapa dapat tumbuh di pinggir laut hingga
dataran tinggi. Kelapa dapat dibedakan menjadi kelapa varietas dalam dan
hibrida. Ada juga yang membedakannya menjadi 3 varietas, yaitu dalam,
genjah dan hibrida (Amin, 2009).
2.2 Pengertian Kopra
Kopra merupakan salah satu hasil olahan daging buah kelapa yang
banyak diusahakan oleh masyarakat karena prosesnya sangat sederhana.
Biaya produksinya relative rendah jika dibanding pengolahan daging kelapa
menjadi produk santan kering atau minyak goreng (Amin, 2009).
Kopra dihasilkan dari daging buah kelapa yang dikeringkan dengan cara
dijemur atau menggunakan alat pengering buatan dengan cara pengasapan
atau pemanasan secara tidak langsung. Pengasapan langsung akan
menghasilkan kopra dengan mutu yang kalah baik jika dibanding kopra hasil
pemanasan tidak langsung karena asap panas tidak bersinggungan langsung
dengan komoditas. Salah satu persyaratan yang diminta dalam perdagangan
kopra adalah kadar asam lemak bebas (FFA) maksimum 4% (Amin, 2009).
Setiap kilogram kopra membutuhkan bahan baku antara 6-8 butir
kelapa, tergantung besar dan tebal daging buah kelapanya. Harga kopra dari
4
setiap daerah penghasil sangat bervariasi (Amin, 2009). Selama penyimpanan,
kopra dapat mengalami kerusakan. Sebab-sebab kerusakan kopra selama
penyimpanan antara lain : kurang sempurnanya pengeringan, penyimpanan
yang kurang baik, praktek-praktek dalam perdagangan, yaitu mencampur kopra
baik dengan kopra jelek. Kopra yang kurang kering dapat berakibat pada
terjadinya kenaikan kandungan asam lemak bebas selama penyimpanan.
Mikrobia yang potensial tumbuh pada daging buah kelapa dengan
berbagai kadar air antara lain adalah sebagai berikut: Aspergillus flavus
(kuning-hijau), A. niger (hitam), Rhizopus nigricans (putih yang akhirnya kelabu-
hitam) pada kadar air 20 – 50%, A. flavus, A. niger, R. nigricans pada kadar air
12 – 20 %, A. Tamarii, A. glaucus sp. pada kadar air 8 – 12 %, serta Penicillium
(hijau) dan A.glaucus (putih-hijau) pada kadar air < 8 % (Anonim, 2009).
Kelemahan metode penjemuran adalah kandungan air yang dapat
dicapainya hanya sekitar 15-20 %, sedangkan persyaratan agar dapat diproses
menjadi minyak adalah 5-6%. Karena panas yang diperoleh sangat tergantung
cuaca, berapa lama waktu pengeringan pun tidak dapat dipastikan. Pada
pengeringan secara tidak langsung, asap panas hasil pembakaran tidak
bersinggungan langsung dengan komoditas yang dikeringkan. Pengeringan
secara tidak langsung menghasilkan mutu produk yang lebih baik karena bau
asap pembakaran tidak menempel pada kopra (Amin, 2009).
2.3 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam
jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan enersi panas. Hasil
dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara
dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan
nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan
kimiawi. Pengeringan merupakan salah satu proses pengolahan pangan yang
sudah lama dikenal. Tujuan dari proses pengeringan adalah menurunkan kadar.
5
air bahan sehingga bahan menjadi lebih awet, mengecilkan volume
bahan sehingga memudahkan dan menghemat biaya pengangkutan,
pengemasan dan penyimpanan (Obin, 2001) Secara garis besar pengeringan
dapat dibedakan atas pengeringan alami (natural drying atau disebut juga sun
drying) dan pengeringan buatan (artificial drying). Pengeringan secara alami
dapat dilakukan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari (penjemuran),
sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan menggunakan alat
pengering mekanis (Obin, 2001).
2.3.1 Pengeringan dengan Metode Penjemuran
Penjemuran merupakan proses pengeringan yang sederhana dan
murah karena sinar matahari tersedia sepanjang tahun dan tidak memerlukan
peralatan khusus. Sarana utama yang dibutuhkan untuk penjemuran adalah
lantai penjemur atau lamporan berupa lantai semen atau lantai plesteran batu
bata. Lamporan dapat dilengkapi dengan camber (bagian lantai yang berlekuk).
Selain pada lamporan, penjemuran juga dapat dilakukan pada rak-rak
penjemur, tampah bambu, anyaman bambu dan tikar (Obin, 2001).
Penjemuran dilakukan dengan menyebarkan bahan secara merata pada
lamporan, dan secara periodik dilakukan pembalikan bahan agar pengeringan
merata dan bahan tidak mengalami keretakan (sun cracking). Proses
penjemuran yang dilakukan di daerah bersuhu tinggi akan memerlukan luas
bidang penjemuran yang lebih kecil daripada di daerah bersuhu rendah.
Demikian pula pada daerah yang mempunyai RH rendah akan memerlukan
bidang penjemuran yang lebih kecil daripada daerah yang mempunyai RH
tinggi (Obin, 2001).
Kopra yang dijemur harus dijaga agar tidak terkena air hujan ataupun
embun. Sehingga, pada saat turun hujan atau pada waktu malam hari,
hamparan kopra harus ditutup rapat-rapat dengan menggunakan plastic atau
terpal. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari memberikan hasil
kopra yang memiliki kandungan air masih lebih tinggi dari 10%, bahkan dapat
6
mencapai 30%, dan belum mantap (masih dapat berubah-ubah antara 10%-
30%) (Warisno, 2003).
Keuntungan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari antara
lain: peralatan yang diperlukan cukup sederhana; ongkos pengeringan murah;
dan warna kopra yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan kopra
yang dikeringkan dengan menggunakan panas buatan (perapian). Pengeringan
dengan sinar matahari memiliki kelemahan yaitu, pengaturan panas tergantung
pada keadaan alam dan iklim setempat, tempat penjemuran harus luas, dan
waktu pengeringan lebih lama (Warisno, 2003).
2.3.2 Pengeringan dengan Metode Pengasapan
Pengasapan adalah salah satu teknik pengolahan kombinasi antara
perlakuan panas, komponen asap dan aliran gas. Proses tersebut biasanya
dapat mempengaruhi nilai gizi pangan melalui reaksi antara senyawa dalam
asap dengan zat gizi pangan. Senyawa dalam asap dapat menyebabkan reaksi
oksidatif lemak pangan, mengganggu nilai hayati protein, dan merusak
beberapa vitamin. Bagian penting pengasapan yaitu perlakuan pemanasan dan
pengeringan. Panas menyebabkan denaturasi protein daging yang dimulai pada
suhu 400C, dan optimal pada suhu 65-680C. (Tejasari, 2005).
Menurut Amin (2009), kelemahan cara pengasapan pada kopra antara
lain adalah:
1. Warna kopra menjadi coklat kehitaman dan berbau asap karena terjadi
kontak langsung antara daging buah dengan asap hasil pembakaran.
2. Suhu pengasapan sulit dikendalikan.
3. Penggunaan energi tidak efisien.
2.4 Layout (Tataletak)
Sebuah tata letak yang efektif memfasilitasi adanya aliran bahan, orang,
dan informasi di dalam dan antar wilayah. Beberapa pendekatan dalam tata
letak adalah sebagai berikut:
7
1. Tata letak dengan posisi tetap, guna memenuhi persyaratan tata letak untuk
proyek yang besar dan memakan tempat, seperti proses pembuatan kapal
laut dan gedung.
2. Tata letak yang berorientasi pada proses, berhubungan dengan produksi
dengan volume rendah, dan bervariasi tinggi.
3. Tata letak kantor, menempatkan para pekerja, peralatan, dan ruangan guna
melancarkan aliran informasi.
4. Tata letak ritel, menempatkan rak-rak dan memberikan tanggapan atas
perilaku pelanggan.
5. Tata letak gudang, melihat kelebihan dan kekurangan antara ruangan dan
sistem penanganan bahan.
6. Tata letak yang berorientasi pada produk, mencari utilisasi karyawan dan
mesin yang paling baik dalam produksi yang kontinu atau berulang.
Tata letak yang baik perlu menetapkan beberapa hal berikut:
1. Peralatan penanganan bahan. Manajer harus memutuskan peralatan yang
akan digunakan
2. Kapasitas dan persyaratan luas ruang
3. Lingkungan hidup dan estetika
4. Aliran informasi
5. Biaya perpindahan antar wilayah kerja yang berbeda.
Penentuan tipe layout dilakukan setelah menganalisa jumlah mesin dan
peralatan serta area kerja yang dibutuhkan dalam proses operasi. Terdapat
empat macam tipe layout secara garis besar, yaitu (1) tata letak fasilitas pabrik
berdasarkan proses (process layout), (2) tata letak fasilitas pabrik berdasarkan
aliran produk (product layout), (3) tata letak fasilitas pabrik berdasarkan posisi
tetap (fixed layout), dan (4) tata letak fasilitas pabrik berdasarkan kelompok
(group layout). Pada prakteknya keempat tipe tersebut tidak murni diterapkan,
akan tetapi berdasarkan kombinasi yang menguntungkan.
2.4.1 Macam Tipe Layout
Macam tipe layout adalah sebagai berikut:
1. Layout proses, sering juga disebut functional layout
8
Mesin dan peralatan yang rnempuyai karakter atau fungsi yang sama
ditempatkan dalam satu departemen. Misalnya mesin bubut, mesin drill, dan
mesin las. Layout proses dapat digunakan sebagai suatu tipe yang
menyediakan keluwesan output atau produksi berdasar pesanan, desain
produk, dan metode-metode proses pabrikasinya. Layout proses adalah
karakteristik yang cocok untuk proses manufacturing yang terputus-putus. Tata
letak ini berkaitan dengan proses produksi dengan volume rendah dan variasi
tinggi, seperti mesin dan peralatan yang dikelompokkan bersama.
Tata letak yang berorientasi pada proses sangat baik untuk menangani
produksi komponen dalam batch kecil, atau disebut job-lot, dan untuk
memproduksi beragam komponen dalam bentuk dan ukuran yang berbeda.
Kelemahan tata letak ini aada pada peralatan yang biasanya memiliki kegunaan
umum. Pesanan akan menghabiskan waktu lebih lama untuk berpindah dalam
sistem karena penjadualan sangat sulit, penyetelan mesin beruba, dan
penanganan bahan yang unik. Peralatan yang memiliki kegunaan umum
membutuhkan tenaga kerja terampil, dan persediaan barang setengah jadi
menjadi lebih tinggi karena adanya ketidakseimbangan proses produksi.
Tenaga kerja terampil yang dibutuhkan juga meningkat, dan jumlah barang
setengah jadi cukup tinggi sehingga mengakibatkan kebutuhan modal
meningkat.
2. Layout produk, sering juga disebut line layout
Pengaturan tata letak fasilitas produksi berdasar aliran produk. Tipe ini
sangat popular dan sering digunakan pada pabrik yang menghasilkan produk
secara massal (mass production), dengan tipe produk relatif kecil dan standar
untuk jangka waktu relatif lama. Pengaturannya adalah dengan urutan operasi
dari satu bagian ke bagian lain hingga produk selesai diproses. Tujuan utama
layout ini adalah mengurangi pemindahan bahan dan memudahkan
pengawasan. Misalnya pabrik perakitan mobil, lemari pendingin, dan televisi.
Layout produk adalah karakteristik yang cocok untuk proses manufacturing
yang terus menerus.
9
3. Layout kelompok, sering juga disebut group layout
Pengaturan tata letak fasilitas produksi ke dalam departemen tertentu
atau kelompok mesin bagi pembuatan produk yang memerlukan proses operasi
yang sama. Setiap produk diselesaikan pada daerah tersendiri dengan seluruh
urutan pengerjaan dilakukan pada departemen tersebut.
4. Layout posisi tetap, sering disebut fixed position layout
Pengaturan material atau komponen produk akan tetap pada posisinya,
sedangkan fasilitas produksi seperti peralatan, perkakas, mesin, dan pekerja
yaag bergerak berpindah menuju lokasi material tersebut. Misalnya pabrik
perakitan pesawat terbang, perakitan kapal, dan pembuatan gedung. Layout ini
mengatasi kebutuha tata letak proyek yang tidak berpindah atau proyek yang
menyita tempat yang luas.
5. Layout U
Pada layout berbentuk U, pintu masuk dan keluar material dan produk
jadi pada posisi yang sama. Layout ini merupakan variasi bentuk menyerupai
huruf u atau setengah melingkar. Tujuannya adalah agar lebih fleksibel dalam
menambah atau mengurangi jumlah pekerja apabila terjadi perubahan jumlah
permintaan produk.
6. Layout garis dan fungsi
Layout garis dan fungsi adalah pengaturan tata letak dengan
mengkombinasikan kedua tipe, yaitu layout proses dan layout produk. Caranya
adalah dengan menempatkan mesin-mesin ke dalam departemen-departemen
menurut tipe mesin yang sama, sedangkan pengaturan masing-masing
departemen didasarkan urutan operasi produk. Tujuannya adalah
mengeliminir kelemahan dan layout proses dan layout produk.
7. Layout garis dan U
Pengaturan tata letak fasilitas produksi dengan cara penggabungan
seperti ini, alokasi operasi diantara pekerja sebagai respon terhadap variasi
jumlah produksi dapat dicapai. Penggunaan layout ini cocok untuk operasi yang
10
bersifat rakitan seperti pabrik kendaraan bermotor, elektronik, karena lebih
efisien dan fleksibel dalam menghadapi perubahan permintaan.
Perlu diingat, bahwa prinsip yang selalu dipegang dalan memilih layout
adalah yang baik apapun tipenya, variasi ataupun tingkatannya tidak
menjadikan masalah pada prakteknya tujuan kita dapat terpenuhi dan
terpuaskan. Apabila digambarkan, tipe layout tersebut di atas pada
dasarnya merupakan tipe fungsional, tipe garis, dan tipe U sebagai berikut:
Gambar 2.1: Layout Garis
Gambar 2.2: Layout Fungsional
Gambar 2.3: Layout U
11
Gambar 2.4: Layout Kelompok
12
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Desa
Pada mulanya Desa Pombalowo dikenal dengan sebutan Pombaovo
yang diartikan tempat perkumpulan untuk memecahkan suatu masalah. Dalam
arti lain Pombalowo adalah kampung penampungan karena dahulu di huni oleh
berbagai macam suku seperti: Suku Manado, Suku Kaili, Suku Bugis, Suku
Bada, Suku Jawa dan Suku Bali. Desa Pombalowo pernah di huni oleh bangsa
Belanda, dengan pembuktian sampai sekarang masih ada bekas-bekas kantor
dan bangunan Belanda.
Tahun berdirinya Desa Pombalowo, pada masa pemerintahan raja yang
ditinggalkan pada tahun 1929, maka salah seorang tokoh menghadap kepada
raja yang berkuasa pada waktu itu. Tokoh itu mengusulkan agar supaya Desa
Pombalowo berpisah dengan kampong Masigi 2. Setelah selesai pelaksanaan
pembangunan sekolah dan masjid, maka secara resmi Desa Pombalowo sah
menjadi desa yang berdiri sendiri sejak tahun 1965 sampai sekarang.
Pada saat pemerintahan Raja Tagunu, Pombalowo ditinggalkan oleh
penjajah Belanda pada tahun 1929. Sehingga untuk memajukan/melanjutkan
Desa Pombalowo ini para tokoh pejuang untuk Desa Pombalowo dapat berdiri
sendiri. Tokoh-tokoh pendiri desa antara lain, yaitu :
1. Raja Tagunu
2. Bapak H. Soeringan
3. Ambo Ralle
4. Jamludin K
13
Tabel 3.1
Kronologis Kepemimpinan Pemerintahan Desa Pombalowo
:
No Nama Kepala Desa Tahun Periode Keterangan
1. Andi Pakke Tagunu - Defenitif
2. Kauli Kinsal - Defenitif
3. N. Basatu - Defenitif
4. I Ketut Sukragiyah - PJS
5. Ambo Relle - Defenitif
6. Galen Musiagi - Defenitif
7. Jamaluddin 1981-1982 PJS
8. Jamaluddin 1982-1990 Defenitf
9. Abd. Wakil 1990-1995 PTH
10. Aminuddin K. Rantung 1995-1999 Defenitif
11. Sariman Mandalele 1999-2001 PJS
12. Jasrun H. Soeringan 2001-2006 Defenitif
13. Jasrun H. Soeringan 2006-2012 Defenitif
14. H. Joni TagunuJuli-September
2012PJS
15. Kahar. DJ 2012-sekarang Defenitif
(Sumber: Data Primer Desa Pombalowo, 2015)
3.2 Kondisi Geografis
Desa Pombalowo termasuk dalam wilayah Kecamatan Parigi Kabupaten
Parigi Moutong, terletak di bagian Selatan Kecamatan Parigi yang jaraknya
sekitar kurang lebih 2 km dari Kota Kecamatan.
3.2.1 Luas Batas Wilayah Desa
Luas wilayah Desa pombalowo : 201 ha. Desanga rincian sebagai berikut:
Jalan : 7 km
Persawahan : 103,30 ha
Perkebunan : 50 ha
14
Empang : 5 ha
3.2.2 Batas Wilayah Desa
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Mertasari
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kayuboko
Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tomini
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Olaya
3.2.3 Jarak Dari Pusat Pemerintahan
Kecamatan : ± 2 km
Kabupaten : ± 3 km
Provinsi : ± 86 km
3.3 Kondisi Demografis
3.3.1 Jumlah Penduduk
Saat ini pendduk Desa Pombalowo berjumlah 1049 jiwa yang tersebar
dalam 3 dusun, yang terdiri atas 601 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 448 jiwa
berjenis kelamin perempuan. Jumlah rumah tangga adalah 387 KK. Adapun
rincian jumlah penduduk perdusun berdasarkan data profil desa tersebut,
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Rincian Jumlah peduduk Per Dusun Desa Pombalowo
DUSUN I DUSUN II DUSUN III
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
253 jiwa 204 jiwa 241 jiwa 161 jiwa 107 jiwa 83 jiwa
(Sumber : Data Primer Desa Pombalowo, 2015)
Adapun penduduk di Desa Pombalowo, Kecamatan Parigi, Kabupaten
Parigi Moutong keseluruhan adalah warga Negara Republik Indonesia (RI) dan
tidak seorang pun yang berasal dari warga asing.
3.4 Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
3.4.1 Agama
15
Agama merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan dalam
pembentukan watak dan moral bagi setiap individu maupun kelompok
masyarakat secara keseluruhan. Oleh karenanya secara terpadu dan
berkesinambungan dalam pembinaannya memerlukan perhatian khusus dari
unsur pemerintah, dan para pemuka agama sehingga dapat menciptakan
kerukunan hidup masyarakat. Jumlah masyarakat Desa Pombalowo menurut
agama (kepercayaan) sebagai berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Menurut Agama
No. Agama Jumlah
1. Islam 825
2. Kristen 98
3. Katolik -
4. Hindu 126
5. Budha -
(Sumber : Data Primer Desa Pombalowo, 2015)
Dari data di atas dapat kita lihat bahwa penduduk di Desa Pombalowo terdiri
dari agama Islam, Kristen dan Hindu.
3.4.2 Budaya
Pada dasarnya adat istiadat berasal dari kepercayaan yang dilakukan
secara terulang, sehingga menjadi suatu tradisi. Hal tersebut yang melahirkan
kebudayaan sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya adalah refleksi dari
perilaku yang tercermin dari pola tingkah laku masyarakat. Suku Kaili juga
mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan
sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi,
serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat.
Penyelenggaraan upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta
perkawinan (no-Rano, no-Raego, kesenian berpantun muda/i), pada upacara
16
kematian (no-Vaino, menuturkan kebaikan orang yang meninggal), pada
upacara panen (no-Vunja, penyerahan sesaji kepada Dewa Kesuburan), dan
upacara penyembuhan penyakit (no-Balia, memasukkan ruh untuk mengobati
orang yang sakit). (Sumber: Data Desa Pombalowo, 2014).
3.4.3 Pemerintahan
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang
ditindak lanjuti dengan PP Nomor 72 Tahun 2005, pemerintahan desa terdiri
dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
3.4.3.1 Pembagian Administratif
Desa Pombalowo di bagi kedalam 3 (tiga) wilayah Dusun, yakni Dusun I,
II dan III
3.4.3.2 Pemerintahan Desa Pombalowo
Desa Pombalowo memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa
terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa)
dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
a) Perangkat Desa
- Kepala Desa : Kahar DJ
- Sekertaris Desa : Zaenal S. Ali
- Kaur Pemerintahan : Irhan, S.Pd
- Kaur Pembangunan : Arifin
- Kaur Kesra : Djumaddin P. Ama
- Kaur Keuangan : Mirba Tobai
- Kaur Umum : Harfan, SE
- Kepala Dusun I : Djabalun
- Kepala Dusun II : Maksum
- Kepala Dusun III : Handoko, BSc
b) Struktur Desa Pombalowo
Struktur Desa Pombalowo Tersaji Dalam Gambar 3.1 Berikut Ini:
17
(Sumber : Data Desa Pombalowo, 2015)
3.4.4. Tingkat Pendidikan
Tingkat penddikan Masyarakat Desa Pombalowo, dilihat berdasarkan
pendidikan yang ditamatkan dapat dirinci sagai berikut:
Tabel 3.4
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Pombalowo
No PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN JUMLAH
1 TIDAK TAMAT SD 276 orang
2 SD/MI 377 orang
3 SLTP/MTs 231 orang
4 SLTA/MA 140 orang
5 SARJANA 25 orang
6 PASCA SARJANA 0 orang
JUMLAH 1049 Orang
(Sumber : Data Desa Pombalowo, 2015)
3.4.5 Tingkat Perekonomian Penduduk Menurut Mata Pencaharian
18
BPD KEPALA DESA
SEKRETARIS DESA
KAUR UMUM KAUR KEUANGAN
KAUR KESRA KAUR PEMBANGUNAN
KAUR PEMERINTAHAN
DUSUN IIDUSUN I DUSUN IIi
Rincian Mata pencaharian Penduduk desa Pombalowo dapat
digambarkan sebagai tabel berikut :
Tabel 3.5
Mata Pencaharian Penduduk Desa Pombalowo
(Sumber: Data Primer Desa Pombalowo, 2015)
3.4.6 Sarana dan Prasarana
Tabel 3.6
Sarana dan prasarana Desa Pombalowo
No Sarana/Prasarana Jumlah
1. Kantor Desa 1 buah
2. Masjid 5 buah
3. Gereja 0 buah
4. Pura 1 buah
5 Sekolah Dasar 1 buah
6 Taman Kanak-kanak 1 buah
7. Jembatan 1 buah
(Sumber : Data Primer Desa Pombalowo, 2015)
19
No MATA PENCAHARIAN JUMLAH
1 PETANI 555
2 PEDAGANG 35
3 PNS/TNI/POLRI/PENSIUNAN 13
4 TUKANG 15
5 NELAYAN 24
6 LAINNYA 87
JUMLAH 729
BAB IV
METODE PENELITIAN
Metodelogi merupakan konsep teoritik yang membahas mengenai berbagai
metode atau ilmu metode-metode, yang dipakai dalam penelitian. Sedangkan
metode merupakan bagian dari Metodelogi, yang diinterpretasikan sebagai
teknik dan cara dalam penelitian, misalnya teknik observasi, metode
pengumpulan sumber (heuristik), teknik wawancara, analisis isi, dan lain
sebagainya. Berbagai hal yang berkaitan dengan metodelogi penelitian yang
akan digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pombalowo Kecamatan Parigi
Kabupaten Parigi Moutong, dan difokuskan pada layout komoditi kelapa dalam
jangka waktu Juli hingga Agustus 2015.
4.2 Strategi Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, yang lebih
mengutamakan pada masalah proses dan makna/ persepsi, maka jenis
penelitian dengan strateginya yang cocok dan relevan adalah penelitian
kualitatif deskriptif. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai
informasi kualitatif dengan deskripsi-analisis yang teliti dan penuh makna, yang
juga tidak menolak informasi kuantitatif dalam bentuk angka maupun jumlah.
Pada tiap-tiap obyek akan dilihat kecenderungan, pola pikir, ketidakteraturan,
serta tampilan perilaku dan integrasinya sebagaimana dalam studi kasus
genetik (Muhadjir, 1996: 243).
20
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case
study). Karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan dalam
observasi ke lapangan.
4.3 Sumber Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti berhadapan dengan data yang bersifat
khas. Data yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian
ini adalah data kualitatif. Data kualitatif tidak bersifat nomotetik (satu data satu
makna) seperti dalam pendekatan kuantitatif atau positivisme. Untuk itu, data-
data kualitatif perlu ditafsirkan agar mendekati kebenaran yang diharapkan
(Waluyo, 2000:20). Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Informan atau narasumber yang terdiri dari Petani Kelapa Desa
Pombalowo.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Wawancara Mendalam (in-depth interviewing) dan survey langsung.
Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tetapi
dengan pertanyaan yang semakin terfokus dan mengarah pada kedalaman
informasi. Dalam hal ini, peneliti dapat bertanya kepada responden kunci
tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini mereka mengenai
peristiwa yang ada. Dalam berbagai situasi, peneliti dapat meminta
responden untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa
tertentu dan dapat menggunakan posisi tersebut sebagai dasar penelitian
selanjutnya (Yin,1996: 109).
Kelebihan mencari data dengan cara wawancara, dapat diperoleh
keterangan yang tidak dapat diperoleh dengan metode yang tidak
menggunakan hubungan yang bersifat personal. Semakin bagus pengertian
pewawancara dan semakin halus perasaan dalam pengamatannya itu, semakin
21
besar pulalah kemampuannya untuk memberikan dorongan kepada subjeknya.
Lagi pula, semakin besar kemampuan orang yang diwawancarai untuk
menyatakan responsnya, semakin besar proses intersimulasi itu. Tiap-tiap
respons atau tanggapan yang verbal dan reaksinya dinyatakan dengan kata-
kata dapat memberikan banyak pikiran-pikiran yang baru.
Suatu jawaban bukanlah jawaban atas suatu pertanyaan saja, melainkan
merupakan pendorong timbulnya keterangan lain yang penting mengenai
peristiwa atau objek penelitian. Semakin besar bantuan responden dalam
wawancara, maka semakin besar peranannya sebagai informan.
22
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Merancang Sistem Pemindahan Kopra ke Dalam Metode Layout (Tataletak)
Tata letak atau pengaturan dari fasilitas produksi dan area kerja yang ada
merupakan landasan utama dalam dunia industri. Pada umumnya tata letak
pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan efisiensi dan dalam
beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup ataupun kesuksesan
kerja suatu industri. Dalam membangun suatu perusahaaan harus sesuai
dengan perencanaan dan perancangan yang sesuai dengan syarat pendirian
suatu perusahaan.
Dengan adanya perencanaan dan perancangan tata letak fasilitas ini,
diharapkan agar aliran proses serta pemindahan bahan yang ada di dalam
suatu perusahaan berjalan dengan lancar. Kelancaran proses produksi dapat
meminimumkan biaya dan mengoptimalkan keuntungan yang diperoleh. Selain
itu, perencanaan dan perancangan tata letak fasilitas ini juga berguna untuk
mengoptimalkan hubungan antar aktivitas.
Pada umumnya tata letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut
menentukan efisiensi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga
kelangsungan hidup ataupun kesuksesan kerja suatu industri. Peralatan dan
suatu desain produk yang bagus akan tidak ada artinya akibat perencanaan
tata letak yang sembarangan saja. Karena aktivitas produksi suatu industri
secara normalnya harus berlangsung lama dengan tata letak yang tidak selalu
berubah-ubah, maka setiap kekeliruan yang dibuat didalam perencanaan tata
letak ini akan menyebabkan kerugian-kerugian yang tidak kecil.
Tujuan utama di dalam desain tata letak pada dasarnya adalah untuk
meminimalkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-elemen biaya
seperti biaya untuk kontruksi dan instalasi baik untuk bangunan mesin, maupun
23
fasilitas produksi lainnya. Selain itu biaya pemindahan bahan, biaya produksi,
perbaikan, keamanan, biaya penyimpanan produk setengah jadi dan
pengaturan tata letak yang optimal akan dapat pula memberikan kemudahan di
dalam proses supervisi serta menghadapi rencana perluasan pabrik kelak
dikemudian hari.
5.1.1 Proses pengelolahan Kopra di Desa Pombalowo
Terdapat beberapa teknik atau cara pembuatan kopra, namun sebagian
besar masih menggunakan cara yang tradisional. Cara ini memiliki
kekurangan, terutama pada hasilnya, yaitu kualitas kopra yang kurang baik
untuk diolah menjadi minyak goreng. Maka dari itu, untuk meningkatkan
kualitas kopra ada cara yang lebih efisien, yaitu dengan pengovenan kopra.
Teknik pengovenan kopra memiliki banyak keuntungan. Selain pada
hasilnya, penggunaan oven dalam pengolahan kopra merupakan solusi ketika
datangnya musim penghujan. Dengan minimnya sinar matahari akan
membuat pengeringan kopra menjadi semakin lama. Akibatnya kopra akan
mudah terkena jamur. Oven inilah salah satu solusi pengeringan kopra.
Sehingga proses pengeringan kopra tidak bergantung pada cuaca. Meskipun
hujan proses produksi kopra tetap berjalan.
Proses pengovenan kopra adalah cara yang sederhana. Pada
pengolahannya, masukkan buah kelapa yang telah dibelah, ditiriskan dari air
buahnya, serta dicungkil dari tempurungnya. Bisa juga dioven masih dengan
tempurungnya. Atur suhu antara 60 hingga 800 C. Dengan kadar air pada
buah kelapa yang tinggi, pada pengovenan umumnya rendemen kopra
menjadi 50-55 %. Proses pengeringan ini membutuhkan waktu kopra lebih
cepat dibanding menggunakan cara pengasapan dan penjemuran. Dalam
waktu 16-19 jam kopra akan kering dalam oven. Kualitas yang dihasilkan
pun lebih baik, kopra lebih bersih dan tidak berjamur. Kopra inilah yang
disebut dengan kopra putih. Selain itu, kualitas kekeringan pun sama dengan
teknik pengasapan dan penjemuran.
24
Dengan kualitas kopra yang lebih baik membuat harganya lebih tinggi.
Hal ini tentunya sangat menguntungkan para petani kopra. Keuntungan
lainnya dari hasil pengovenan ini akan memperoleh arang batok yang dapat
digunakan untuk keperluan lain. Sedangkan oven kopra juga tersedia
dengan beberapa ukuran, mulai dari 0,5 hingga 4 ton. Semakin besar ukuran
oven kopra yang digunakan, akan mempercepat pengolahan kelapa menjadi
kopra.
Efisiensi merupakan perbandingan antara output fisik dan input fisik,
semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat
efisiensi yang dicapai. Efisiensi juga dijelaskan oleh Yotopoulos dan Nugent
dalam A Marhasan (2005) yaitu efisiensi sebagai pencapaian output
maksimum dari penggunaan sumber daya tertentu. Jika output yang
dihasilkan lebih besar dari pada sumber daya yang digunakan maka
semakin tinggi pula tingkat efisiensi yang dicapai.
Petani di Desa Pombalowo secara teknis dikatakan lebih efisien
dibandingkan dengan yang lain bila petani itu dapat berproduksi lebih
tinggi secara fisik dengan menggunakan faktor produksi yang sama.
Sedangkan efisiensi harga dapat dicapai oleh seorang petani bila ia
mampu memaksimalkan keuntungan (mampu menyamakan nilai marginal
produk setiap faktor produksi variabel dengan harganya). Efisiensi
ekonomi dapat dicapai bila kedua efisiensi yaitu efisiensi teknis dan efisiensi
harga juga mencapai efisien.
Pengalaman petani membudidayakan kelapa berkisar antara 6 tahun
sampai 35 tahun. kebanyakan petani berpengalaman selama 16-20 tahun
mencapai 23%, kemudian 6,67% petani mempunyai pengalaman 6-10 tahun,
dan 12 petani atau 13,33% petani memiliki pengalaman 31-35 tahun. Dari
hasil tersebut, petani dapat dikatakan sudah cukup lama membudidayakan
kelapa. Pengalaman tersebut merupakan modal awal bagi petani dalam
membudidayakan kelapa, karena dengan pengalaman tersebut petani dapat
menghadapi berbagai hambatan dalam budidaya kelapa. Selain itu
petani dapat mengambil keputusan sesuai
25
Dari hasil tersebut, petani dapat dikatakan sudah cukup lama
membudidayakan kelapa. Pengalaman tersebut merupakan modal awal
bagi petani dalam membudidayakan kelapa, karena dengan pengalaman
tersebut petani dapat menghadapi berbagai hambatan dalam budidaya
kelapa. Selain itu petani dapat mengambil keputusan sesuai dengan
keadaan yang mereka hadapi.
Dilihat dari hasil efisiensi teknis usaha tani kelapa di Kecamatan Parigi
Kota Kabupaten Parigi Moutong, baik sebelum maupun sesudah adanya
program pengolahan kelapa terpadu di atas, menunjukan di Kecamatan
Parigi Kota Kabupaten Parigi Moutong dalam penggunaan faktor- faktor
produksi masih belum efisien secara teknis. Jadi penggunaan faktor-faktor
produksinya masih belum dapat dikombinasikan secara baik sehingga
menimbulkan inefisiensi. Secara teknis petani masih belum mampu
mengkombinasikan input yang benar-benar digunakan untuk menghasilkan
output yang maksimal secara efisien.
Hal itu dikarenakan Petani kelapa di Kecamatan Parigi Kota Kabupaten
Parigi Moutong masih belum tepat mengunakan faktor-faktor produksi
dalam berusaha tani kelapa, hal ini terlihat dari penggunaan
penggunaan luas lahan, penggunaan bibit yang berasal buah kelapa
yang tumbuh tunas yang tidak secara khusus di buat untuk bibit unggul,
kurangnya perawatan pada kelapa maupun komposisi dalam
penggunaan pupuk pada saat penanaman dan banyak petani menganggap
tanaman kelapa sebagai tanaman sampingan yang dapat tumbuh tanpa
pemeliharaan khusus, padahal kelapa juga memerlukan perhatian khusus
agar dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang maksimal.
Petani kelapa di Kecamatan Parigi Kota Kabupaten Parigi Moutong harus
mampu mengkombinasikan penggunaan faktor-faktor produksi yang
digunakan yakni luas lahan, bibit, pupuk dan tenaga kerja secara
proposional dan efektif agar tercapai efisiensi. Penggunaan faktor-faktor
produksi pada usaha tani kelapa dinilai kurang mendapat perhatian khusus
dari para petani, karena dianggap tanaman kelapa sebagai tanaman
26
sampingan yang ditanam dengan tumpang sari, dan dianggap petani kelapa
adalah tanaman yang mudah hidup dan tidak rentan terhadap hama, hal itu
menjadikan tanaman kelapa tidak mendapatkan perlakuan khusus dari
petani.
5.2 Membangun Tataletak pada Komoditi Kopra
Tata letak merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi
sebuah operasi dalam jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak
strategis karena tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam
kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja,
kontak pelangga, dan citra perusahaan. Tata letak yang efektif dapat membantu
organisasi mencapai sebuah strategi yang menunjang diferensiasi, biaya
rendah, atau respon cepat. Tujuan strategi tata letak adalah untuk membangun
tata letak yang ekonomis yang memenuhi kebutuhan persaingan perusahaan.
Dalam semua kasus, desain tata letak harus mempertimbangkan bagaimana
untuk dapat mencapai:
1. Utilisasi ruang, peralatan, dan orang yang lebih tinggi.
2. Aliran informasi, barang, atau orang yang lebih baik.
3. Moral karyawan yang lebih baik, juga kondisi lingkungan kerja yang lebih
aman.
4. Interaksi dengan pelanggan yang lebih baik.
5. Fleksibilitas (bagaimanapun kondisi tata letak yang ada sekarang, tata letak
tersebut akan perlu diubah).
Semakin lama, desain tata letak perlu dipandang sebagai sesuatu yang
dinamis. Hal ini berarti mempertimbangakan peralatan yang kecil, mudah
dipindahkan, dan fleksibel. Rak pajangan di toko harus dapat dipindahkan, meja
kantor dan partisi yang modular, dan rak di gudang dibuat di pabrik (tinggal
pasang). Agar dapat mengatasi perubahan model produk secara cepat dan
mudah, dan masih dalam tingkat produksi yang memadai, manajer operasi
harus memberikan fleksibilitas dalam desain tata letak. Untuk mendapatkan
fleksibilitas dalam tata letak, para manajer melatih pekerja mereka saling
bersilang, merawat peralatan, menjaga investasi tetap rendah, menempatkan
27
sel kerja secara berdekatan, dan menggunakan peralatan yang kecil dan
mudah dipindahkan.
Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Rancanagan Tata Letak (Layout) Yaitu:
Integrasi secara menyeluruh atas semua fakator yang mempengaruhi faktor
produksi
1. Jarak pindah barang diupayakan seminimal mungkin
2. Aliran kerja berlangsung secara normal
3. Semua area dimanafaatkan secara efektif & Efesien
4. Kepuasan kerja dan rasa aman pekerja dijaga sebaik-baiknya.
5. Pengaturan tata letak harus fleksibel.
5.2.1 Pentingnya TataLetak Dan Pemindahan Bahan
Keuntungan-keuntungan yang didapat berupa kenaikan jumlah produksi,
mengurangi waktu tunggu, mengurangi waktu proses pemindahan bahan,
penghematan penggunaan area untuk produksi, gudang, dan pelayanan,
kemudian pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga
kerja, dan fasilitas produksi. Selain itu, proses manufakturing yang lebih singkat,
mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator,
memperbaiki moral dan kepuasan kerja, mempermudah aktivitas supervisi,
mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran, dan mengurangi faktor yang bisa
merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan baku ataupun produk jadi.
5.3 Mengevaluasi dan mewujudkan Tataletak komoditi Kopra
Setelah tata letak selesai, perancangan dan yang mempunyai
kepentingan harus melakukan evaluasi untuk kemudian mendapatkan
persetujuan dan akhirnya dibangun atau diwujudkan. Parwa ini berhubungan
dengan tiga langkah terakhir dalam proses perencanaan dan perancangan tadi.
Karena tidak ada satu cara pun yang menjamin bahwa suatu rancangan adalah
yang terbaik, atau telah mencangkup seluruh tujuan, criteria dan seluruh
gagasan, tata letak yang baru saja diselasaikan harus dievaluasi oleh
28
seseorang atau beberapa orang dengan pendekatan-pendekatan yang akan
diuraikan secara garis besar berikut ini:
Mengevaluasi Tata Letak
Ada dua kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tataletak :
1. Evaluasi tataletak yang ada dengan tujuan mencari peluang perbaikan
2. Evaluasi terhadap tataletak alternative untuk suatu masalah atau proyek
tunggal.
Tetapi sebelumnya setiap evaluasi dilakukan, diperlukan dasar-dasar untuk
melakukannya, yang mencangkup:
1. Criteria yang dikembangkan pada awal proses tataletak
2. Criteria tataletak atau ukuran yang menentukan tataletak yang baik
3. Perbandingan biaya dengan alternative lain
4. Penghasilan atas modal (ROI) dari fasilitas baru
5. Factor-faktor yang tak dapat ditentukan atau tak terduga, yang merupakan
hal yang secara normal tidak diperhitungkan karena kesulitan
pengukurannya
6. Factor-faktor nirujud, yang tidak memiliki dasar pengalihan ke dalam nilai-
nilai angkawi untuk tujuan pembandingan yang harus dinilai dengan
pembenaran
Semua itu akan diperhitungkan dengan suatu teknik atau prosedur yang
kana dibicarakan berikut ini, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Yaitu, baik
dibandingkan atau ditimbang antara kelebihan dan kekurangannya, atau
dengan cara perhitungan tataletak secara kuantitif. Jika tataletaknya nisbi
sederhana atau tidak memiliki pilihan lain, maka penilaian hanya saja
memerlukan suatu lembar periksa. Makin rumit suatu proyek atau karena harus
membanfingkan beberapa piihan, penilaian akan lebih terstruktur dan lebih
rumit.
5.4 Prosedur Penilaian Tataletak Kopra di Desa Pombalowo
29
Umumnya, penilaian dapat dilakukan oleh orang yang telah
mengenbangkan tataletak, atau para penyelianya. Orang lain yang dapat
dilibatkan adalah :
1. pegawai penyelia
2. pimpinan kepegawain
3. pengaturan keselamatan
4. penyelia pengendalian produksi
5. penyelia pemindahan barang
6. rekayasa pabrik
7. pejabat kepolisian
8. ahli keselamatan
9. konsultan
Salah satu sisi penting dari proses penilaian adalah perencanaan
komentar, saran, dan kritik yang mereka buat. Hanya dengan cara ini analis
merasa yakin untuk mempertimbangkan semuanya, setelah proses penilaian
disimpulkan.
30
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pelaksanaan tataletak yang baik menuntut tataletak induk yang bukan
saja tetap mutakhir, tetapi juga dapat disimpan dengan mudah atau dipajang
untuk kemudahan acuan atau pemakaian. Kedua model dan model bermatra
dua sering kali menjadi acuan oleh pembangunan, arsitek dan pimpinan dan
karenya harus dipasang, baik untuk penjagaan dan untuk kemudahan
pengujian atau pembaharuan,
Salah satu perusahaan yang menyimpan tataletak yang menggambarkan
dua lantai pada papan yang terpisah, dipasang pada bingkai, dan menyangga
bingkai ini dengan bemper pengangkat yang dipasang pada bingkai, untuk
tujuan pengerjaan, lantai atas diangkat sehingga memberi tempat yang cukup
untuk mengerjakan papan yang bawah.
Meskipun proyek tataletak dapat dianggap lengkap, dengan cetakan atau
pemanjangan model, hal ini tidak seluruhnya benar. Seperti halnya hamper
setiap hal dalam usaha, tataletak harus dijaga tetap mutakhir dan secara terus
menerus dikaji untuk kesempatan perbaikan. Tak perlu dikatakan lagi, bahwa
tataletak yang telah diperbaiki, bahkan tata letak akhir, bersifat sempurna.
Pegkajian yang berkesinambungan terhadap operasi tataletak akan
memberikan gambaran perlunya perubahan berkala.
6.2 Saran Tindak
Adapun saran tindak yang penulis tawarkan adalah:
1. Pemerintah memanfaatkan komoditi kopra yang ada dengan memfokuskan
pada pengembangan agar menjadi potensi daerah yang memiliki nilai yang
tinggi.
31
2. Memberikan fasilitas berupa teknologi dengan tataletak (layout) dalam
memproses buah kelapa menjadi kopra sehingga hasil yang dihasilkan
menjadi efisien dan dapat menghemat waktu pembuatan kopra.
2. Pemerintah harus lebih gencar lagi melakukan promosi dan ekstensifikasi
terhadap urgensi pemasaran hasil daerah terkhusus komoditi kopra,
terkhusus kepada masyarakat di Desa Pombalowo yang memiliki luas
tanaman kelapa yang cukup luas.
3. Pemerintah melakukan survei dan sensus data kelapangan untuk menilai
langsung kualitas kopra hasil dari daerah setempat.
DAFTAR PUSTAKA
32
Amin, Sarmidi. 2009. Cocopreneurship. Aneka Peluang Bisnis dari Kelapa. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Julianto. 2014. http://tabloidsinartani.com/content/read/mengembalikan-kejayaan-
kelapa/ Diakses tanggal 28 Agustus 2015
Muhadjir, (1996) dalam Aman. 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif.
Obin, Rachmawan. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas
Pertanian. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa
Tejasari, 2005. Nilai Gizi Pangan Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
Waluyo, dalam Puji Lestari, M. Hum., Aman, M.Pd., Taat Wulandari, S. Pd. 2013
Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Keluara
Berencana.
Warisno, 2003. Budi Daya Kelapa Genjah. Kanisius. Yogyakarta.
Yin, dalam Puji Lestari, M. Hum., Aman, M.Pd., Taat Wulandari, S. Pd. Persepsi
Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Keluara Berencana. 2013
http://frestiaannurjanah.blogspot.com/2013/01/tata-letak-proses-produk.html
Diakses tanggal 28 Agustus 2015
http://kwdutami09.blogspot.com/2012/09/perancangan-tata-letak-fasilitas.html
Diakses tanggal 28 Agustus 2015
http://www.pendidikanekonomi.com/2013/01/macam-tipe-layout-pabrik.html Diakses
tanggal 28 Agustus 2015
http://tabloidsinartani.com/content/read/mengembalikan-kejayaan-kelapa/
Diakses tanggal 28 Agustus 2015
33