49
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelacuran atau prostitusi adalah suatu aktifitas penjualan secara komersial atas jasa layanan seksual. Sedangkan tempat prostitusi (pelacuran) adalah tempat dimana lokasi tersebut menjadi sentra bagi aktifitas komersial (transaksi) jasa seksual. Tempat prostitusi sering disebut sebagai lokalisasi yang merujuk pada pengertian bahwa lokasi tersebut di khususkan bagi aktifitas seksual dengan maksud agar dampaknya tidak mempengaruhi masyarakat lain. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, lokasi-lokasi tersebut memang sudah banyak berdiri, bahkan ada lokasi yang memang sudah berdiri sejak Indonesia belum merdeka. Tempat prostitusi berdiri dengan latar belakang kebutuhan finansial serta dorongan sosial masyarakat yang menjadi alasan adanya layanan jasa seksual tersebut. Di Pulau Jawa yang menjadi sentra ekonomi, sosial , teknologi dan perkembangan masyarakat menjadikan tempat prostitusi berkembang seiring dorongan pertumbuhan penduduk dan semakin banyaknya warga asing yang datang. (1) Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah wanita pekerja seksual (WPS). Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Risiko yang dipaparkan pelacuran antara lain adalah keresahan masyarakat 1

Isi Laporan Outreach

  • Upload
    bayuaul

  • View
    277

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ikm

Citation preview

Page 1: Isi Laporan Outreach

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelacuran atau prostitusi adalah suatu aktifitas penjualan secara komersial atas jasa

layanan seksual. Sedangkan tempat prostitusi (pelacuran) adalah tempat dimana lokasi

tersebut menjadi sentra bagi aktifitas komersial (transaksi) jasa seksual. Tempat prostitusi

sering disebut sebagai lokalisasi yang merujuk pada pengertian bahwa lokasi tersebut di

khususkan bagi aktifitas seksual dengan maksud agar dampaknya tidak mempengaruhi

masyarakat lain. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, lokasi-lokasi tersebut memang sudah

banyak berdiri, bahkan ada lokasi yang memang sudah berdiri sejak Indonesia belum

merdeka. Tempat prostitusi berdiri dengan latar belakang kebutuhan finansial serta dorongan

sosial masyarakat yang menjadi alasan adanya layanan jasa seksual tersebut. Di Pulau Jawa

yang menjadi sentra ekonomi, sosial , teknologi dan perkembangan masyarakat menjadikan

tempat prostitusi berkembang seiring dorongan pertumbuhan penduduk dan semakin

banyaknya warga asing yang datang. (1)

Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan

istilah wanita pekerja seksual (WPS). Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering

disebut sebagai sundal atau sundel. Risiko yang dipaparkan pelacuran antara lain adalah

keresahan masyarakat dan penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS) dan AIDS yang

merupakan risiko umum seks bebas tanpa pengaman seperti kondom.(1)

Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,

parasit, atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Infeksi menular seksual merupakan salah satu

penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). Tidak semua IMS menyebabkan ISR, dan

sebaliknya tidak semua ISR disebabkan IMS.(3)

Berdasarkan penyebabnya, ISR dapat dibedakan menjadi :

Infeksi menular seksual, misalnya gonore, sifilis, trikomoniasis, ulkus mole, herpes

genitalis, kondiloma akuminata, dan infeksi HIV.

Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang tumbuh berlebihan, misalnya

kandidosis vaginalis dan vaginosis bakterial.

1

Page 2: Isi Laporan Outreach

Infeksi iatrogenik yang disebabkan bakteri atau mikroorganisme yang masuk ke saluran

reproduksi akibat prosedur medik atau intervensi selama kehamilan, pada waktu partus

atau pascapartus dan dapat juga oleh karena kontaminasi instrumen.

IMS dapat terkena melalui hubungan seks yang tidak aman, antara lain: (2)

1. Hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom (zakar masuk ke vagina atau

liang senggama)

2. Hubungan seks lewat dubur tanpa kondom (zakar masuk ke dubur)

3. Seks oral (zakar dimasukkan ke mulut tanpa zakar ditutupi kondom). (2)

Secara gender perempuan memiliki risiko tinggi terhadap penyakit yang berkaitan

dengan kehamilan dan persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi. Selama masa

kehamilan, perempuan mengalami berbagai perubahan, yang secara alamiah sebenarnya

diperlukan untuk kelangsungan hidup janin dalam kandungannya. Namun, ternyata berbagai

perubahan tersebut dapat mengubah kerentanan dan juga mempermudah terjadinya infeksi

selama kehamilan.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4]

Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkirakan telah menginfeksi 38,6 juta

orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO

memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak

pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan

salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan

kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa

diantaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-

Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan

sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi

tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak

tersedia di semua negara.

HIV dan AIDS pertama kali ditemukan di Asia sekitar tahun 1980-an. Sejak saat itu,

lebih dari 6 juta orang di kawasan Asia terinfeksi HIV. Hubungan heteroseksual

(heterosexual intercourse), khususnya pada pria yang berhubungan seksual dengan pekerja

seks wanita, telah ditemukan menjadi bentuk transmisi utama penyakit tersebut. Saat ini

prevalensi HIV & AIDS meningkat dengan cepat. Pada tahun 2000 diperkirakan di Asia lebih

dari 500.000 orang meninggal karena AIDS, yaitu sekitar 1500 orang meninggal per hari.(3)

2

Page 3: Isi Laporan Outreach

HIV/AIDS di Indonesia ditangani oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)

Nasional dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan memiliki

Strategi Penanggulangan AIDS Nasional untuk wilayah Indonesia. Ada 79 daerah prioritas di

mana epidemi AIDS sedang meluas. Daerah tersebut menjangkau delapan provinsi: Papua,

Papua Barat, Sumatra Utara, Jawa Timur, Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa

Tengah. Program-program penanggulangan AIDS menekankan pada pencegahan melalui

perubahan perilaku dan melengkapi upaya pencegahan tersebut dengan layanan pengobatan

dan perawatan. (4)

Tabel 1. 10 Provinsi di Indonesia dengan kasus AIDS terbanyak s/d 31 Desember 2012:

Tabel 2. Epidemi HIV/AIDS di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2012

Jumlah 4922

HIV 2769

AIDS 2153

Meninggal 603

Tabel 3. Persentase Kasus AIDS Triwulan IV Tahun 2012 Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Persentase Kasus AIDS

20 – 29 tahun 40,2 %30 – 39 tahun 35,0 %40 – 49 tahun 12,5 %

3

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

DKI Jakarta

Jatim Papua Jabar Bali Jateng Kalbar Sulsel Riau DIY

51174598 4449

3939

2428

16021269

874 705 536

Page 4: Isi Laporan Outreach

Gambar 1. Distribusi kasus AIDS menurut jenis kelamin di Jawa Tengah 1993 s/d 31

Desember 2012

Tabel 4. Persentase Kasus AIDS Triwulan IV Tahun 2012 Menurut Faktor Risiko

Faktor Risiko Persentase Kasus AIDSHeteroseksual 65,0 %Penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun

25,9 %

Lelaki seks lelaki 4,8 %Dari Ibu positif HIV ke anak 2,2 %

Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan meninggal adalah 18,8%. Infeksi oportunistik

yang terbanyak dilaporkan adalah : TBC (11.915), Diare Kronis (7.254), Kandidiasis

Orofaringeal (7.098), Dermatitis Generalisata (1.767) dan Limfadenopati Generalisata

Persisten (795). (4)

Pelayanan pengobatan ODHA di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2005 dengan

jumlah yang masih dalam pengobatan ARV pada akhir 2005 sebanyak 2381 (61%) dari yang

pernah menerima ARV. Sedangkan pada Maret 2011 terdapat 20.069 ODHA yang masih

menerima ARV(55,4%) dari yang pernah menerima ARV. Jumlah ODHA yang masih dalam

pengobatan ARV tertinggi dilaporkan dari provinsi DKI Jakarta 7.998, Jawa barat 2.200,

Jawa Timur 1.859, Bali 1.293, Papua 988, Jawa tengah 713, Sumatera Utara 767, Kalimantan

Barat 541, Kepulauan Riau 569, dan Sulawesi Selatan 500. (5)

Semarang menempati urutan pertama untuk wilayah Jateng dalam jumlah penderita

HIV/AIDS dengan jumlah kasus HIV tahun 2011 sebanyak 393 kasus dan jumlah kumulatif

AIDS s.d 2011 sebanyak 163. Data tersebut seperti fenomena gunung es (The ice berg

phenomenon of disease), dimana jumlah pengidap HIV/AIDS berjumlah ribuan kali lipat dari

yang tampil ke permukaan, yang sewaktu–waktu akan muncul ke permukaan. CDC (Center

for Disease Control) melaporkan sebuah informasi bagaimana HIV ditularkan, yaitu melalui

hubungan seksual 69%, jarum suntik untuk obat lewat intravena 24%, transfusi darah yang

4

61.7%

38.3%

Laki2 Wanita

Page 5: Isi Laporan Outreach

terkontaminasi atau darah pengobatan dalam pengobatan kasus tertentu 3%, penularan

sebelum kelahiran (dari ibu yang terinfeksi ke janin selama kehamilan) 1%, dan model

penularan yang belum diketahui 3%. Melihat cukup besar peluang HIV ditularkan melalui

hubungan seksual, maka hubungan berganti-ganti pasangan merupakan faktor khusus yang

perlu diwaspadai. Seks komersial telah menjadi sebuah faktor yang penting di dalam

penyebaran infeksi HIV, khususnya di kawasan Asia. Pengalaman di Indonesia, urutan

keempat tingkat populasi terbanyak sedunia, menunjukkan betapa cepatnya epidemi HIV

dapat berkembang.

Seks komersial yang menjadi faktor penting di dalam penyebaran HIV tidak dapat

dipisahkan dengan kondisi prostitusi yang cukup eksis di Indonesia. Penelitian di beberapa

daerah di Indonesia menunjukkan tingginya tingkat perilaku berisiko dan kasus IMS diantara

pekerja seks pria dan wanita. Pekerja seks memiliki peranan penting di dalam pertumbuhan

kasus AIDS, sehingga mempromosikan upaya pencegahan IMS, HIV dan AIDS diantara

pekerja seks merupakan hal yang sangat penting untuk mengontrol penyebaran epidemi HIV

dan AIDS. Pekerja seks bekerja dalam berbagai macam bentuk. Mereka dapat bekerja di

lokalisasi terdaftar di bawah pengawasan medis (direct sex workers) atau dapat juga sebagai

Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (indirect sex workers). Wanita Pekerja Seksual Tidak

Langsung (indirect sex workers) mendapatkan klien dari jalan atau ketika bekerja di tempat-

tempat hiburan seperti kelab malam, panti pijat, diskotik, café, tempat karaoke atau bar.

Beberapa dari mereka adalah WPS yang sudah pernah bekerja di lokalisasi tetapi keluar dari

lokalisasi kemudian bekerja menjadi WPS Tidak Langsung di tempat-tempat hiburan yang

mereka anggap memiliki kelas yang lebih tinggi. Ada juga yang merasa lebih fleksibel

dengan bekerja sebagai WPS Tidak Langsung karena tidak diatur ketat oleh mucikari.

Bahkan ada juga karena melihat peluang untuk mendapatkan tambahan uang lebih ketika

mereka bekerja sebagai pemandu karaoke, pelayan bir, atau pramuria di tempat hiburan

malam. Mereka diketahui memiliki tingkat penggunaan kondom yang rendah dan memiliki

angka IMS yang lebih tinggi dibandingkan pekerja seks di lokalisasi. Beberapa alasan dari

mereka yaitu besarnya kesulitan di dalam meyakinkan klien untuk menggunakan kondom

karena mereka tidak memiliki dukungan dari manajemen dan teman sebaya seperti yang

terjadi di lokalisasi, memiliki paparan.(5)

Untuk mengurangi angka kesakitan IMS dan HIV AIDS di Jawa Tengah, PKBI Jawa

Tengah dan Dinas Kesehatan membentuk Griya ASA pada tanggal 10 Januari 2002. PKBI

Semarang mendapat kepercayaan dari PKBI Jawa Tengah untuk melaksanakan program

ASA-FHI di lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang. Program ini bertujuan untuk

5

Page 6: Isi Laporan Outreach

memberikan informasi tentang IMS, HIV/ AIDS kepada PSK (Pekerja Seks Komersial) dan

pelanggannya, serta cara pencegahannya melalui pendekatan pendampingan (outreach). (5)

Outreach merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjangkau orang-orang

yang berisiko tinggi, seperti : para WPS, homoseks, IDU dan waria dengan cara melakukan

kontak langsung dan tatap muka secara intensif kepada orang yang berperilaku berisiko tinggi

di lingkungan mereka. Outreach dilakukan melalui kontak langsung, baik secara individual

maupun kelompok kecil (2-10 orang) di tempat mereka biasanya berada. Kegiatan tersebut

meliputi pemberian informasi materi pencegahan penyakit yang termasuk infeksi menular

seksual dan HIV/AIDS, mempromosikan perilaku yang lebih aman dan merujuk mereka ke

layanan terkait yang dibutuhkan.

Pencegahan penyakit infeksi menular di wilayah Sunan Kuning ditujukan kepada para

WPS dan mucikari. Kepada para WPS, yaitu dengan memberikan informasi seputar infeksi

menular seksual dan HIV/AIDS, khususnya bagaimana cara penularan dan pencegahan

penyakit-penyakit tersebut. Selanjutnya adalah mengajak WPS agar rutin melakukan

skrining-VCT dan para pelanggan agar selalu menggunakan kondom. Kepada para mucikari

agar mengingatkan anak asuhnya (WPS) untuk selalu rutin melakukan skrining-VCT dan

menganjurkan penggunaan kondom kepada para tamunya.

Salah satu kelompok berisiko adalah WPS di Resosialisasi Sunan Kuning Semarang.

Lokalisasi Sunan Kuning merupakan lokalisasi yang paling bsesar di kota Semarang dengan

sekitar 712 populasi WPS (berdasarkan data PKBI-Griya ASA kota Semarang Desember

2013) dengan jangkauan tersebar di Gang 1 sampai dengan Gang 6. (6)

Pada pemetaan resosialisasi WPS Sunan Kuning WPS tercatat pada Desember 2013,

jumlah populasi anak asuh Sunan Kuning ada 712 orang, jumlah wisma 160, jumlah

pengasuh ada 158 orang, jumlah operator 225 orang, jumlah PE ada 30 orang. (6)

6

Page 7: Isi Laporan Outreach

Gambar 2. Denah Resosialisasi Argorejo Semarang

Tabel 5. Data Bagian Resosialisasi Argorejo SemarangNo Ket SK

1. Lokasi 6 RT2. Wisma 1603. ∑ Mucikari 1584. ∑ WPS 7125. ∑ PE 30

Sumber Resosialisasi Sunan Kuning(6)

Tabel 6. Jumlah Pertambahan Penderita HIV Pada tahun 2013

Bulan Jumlah penderita HIV

Januari 0 orang

Februari 0 orang

Maret 1 orang

April 0 orang

Mei 0 orang

Juni 0 orang

Juli 0 orang

Agustus 0 orang

September 1 orang

Oktober 0 orang

November 0 orang

7

Page 8: Isi Laporan Outreach

Desember 0 orang

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum :

Menurunkan laju penularan HIV di kelompok risiko tinggi.

2. Tujuan Khusus:

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kelompok berisiko tinggi (712 WPS di

Sunan Kuning) mengenai kesehatan reproduksi dan penyakit-penyakit yang dalam

ditularkan melalui hubungan seksual.

Meningkatkan pengetahuan terkait HIV/AIDS pada kelompok risiko tinggi (712 WPS di

Sunan Kuning).

Meningkatkan kesadaran dalam pemakaian kondom pada setiap transaksi seksual.

Merubah perilaku berisiko sehingga dapat mencegah penularan HIV/AIDS.

Meningkatkan partisipasi komunitas screening dalam kegiatan program yang telah

dilaksanakan oleh Griya ASA, misalnya dari WPS mau melakukan tiap 2 minggu,

mengikuti saran dokter atau petugas kesehatan untuk melakukan VCT setiap 3 bulan

sekali.

Meningkatkan kemandirian WPS dalam mengakses layanan kesahatan.

Menjamin tersedianya kondom sebanyak 20/minggu/WPS.

C. SASARAN

Sasaran dari kegiatan outreach ini adalah wanita pekerja seks (WPS), mucikari, Peer

Educator, dan Petugas Resos yang berada di daerah lokalisasi Sunan Kuning Semarang.

D. TARGET

Target yang ingin dicapai dalam outreach ini adalah mampu menekan jumlah penderita

IMS dan HIV-AIDS dengan merubah perilaku menjadi lebih aman, diantaranya :

Seluruh WPS yaitu 712 WPS menggunakan kondom 100%

Menurunnya angka IMS di Sunan Kuning menjadi 10%.

Seluruh WPS (712 WPS) melakukan VCT rutin setiap 3 bulan sekali dan screening setiap

2 minggu sekali.

8

Page 9: Isi Laporan Outreach

INPUTMan

MoneyMethodMaterialMachine

Machine

PROSESP1P2P3

OUTPUT

Cakupanprogram

BAB II

STRATEGI OUTREACH

A. DEFINISI OUTREACH (PENDAMPINGAN)

Pendampingan adalah suatu metode komunikasi yang bertujuan mengubah perilaku

klien menjadi perilaku yang diharapkan. Baik perilaku individual ataupun kelompok.

Tahapan Perubahan Perilaku :

- Awareness (sadar)

- Pemahaman / pengertian

- Menentukan sikap

- Mencoba dan mengadopsi dimana diperlukan suasana penuh empati selama

komunikasi berlangsung

Metode komunikasi :

- Face to face, kelompok, massal

- Pemahaman kapan, bagaimana, dimana, kepada siapa menentukan saluran / metode

komunikasi

- Alat bantu komunikasi / penggunaan alat bantu KIE, ditentukan:

Target perubahan perilaku

Target waktu yang direncanakan

Homogenitas sasaran

Pengaruh lingkungan sasaran

B. Kerangka Pendekatan Sistem

9

Page 10: Isi Laporan Outreach

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pendekatan Sistem

C. Input

1. Man : Mahasiswa, ketua Griya ASA, Kordinator Lapangan Outreach,

Pekerja Lapangan, WPS di Sunan Kuning, PE, Ketua Resos Argorejo

dan anggota resosialisasi.

2. Money : Swadaya mahasiswa

3. Material : Laporan Naratif Kegiatan Outreach, Konsep dasar Outreach

4. Methode : Pengamatan dan wawancara langsung

5. Machine : Komputer, Alat tulis, printer

D. Proses

Perencanaan (P1) :

1. Pertemuan dengan Kordinator Lapangan

2. Pertemuan dengan Pengurus Resos

3. Pertemuan dengan PL

4. Melakukan kontak dengan KD

Pelaksanaan (P2) :

1. Koordinasi dengan PL

2. Koordinasi dengan Pengurus Resos

3. Mendatangi wisma tempat WPS

10

Page 11: Isi Laporan Outreach

4. Mengamati dan mewawancarai WPS dan pengasuh

5. Memberikan informasi tentang IMS, HIV dan AIDS

6. Memberikan informasi mengenai pemakaian kondom

7. Membantu KD menilai risiko mereka

8. Mendekatkan KD pada kegiatan sesuai kebutuhan mereka

Pengawasan, Pengendalian, Penilaian (P3) :

1. Mengawasi pelaksaanan sesuai dengan rencana yang dibuat, baik sasaran, waktu dan

hasil yang dicapai.

2. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan apabila didapatkan hal-hal yang tidak sesuai

dengan perencanaan.

3. Menilai pelaksanaan kegiatan Penjangkauan.

E. Output

Seluruh WPS yaitu 609 WPS menggunakan kondom 100%

Menurunnya angka IMS di Sunan Kuning menjadi 10%.

Seluruh WPS (609 WPS) melakukan VCT rutin setiap 3 bulan sekali dan skrining

setiap 2 minggu sekali apabila tidak ada penyakit,.

F. Indikator Keberhasilan

Indikator adalah alat untuk mengukur aktivitas yang kita kerjakan berhasil atau tidak

dalam waktu yang telah ditetapkan.

Indikator keberhasilan pada kegiatan outreach dilihat dari : Diketahuinya jumlah WPS

yang ada di lokasi dan kegiatan outreach dapat menjangkau seluruh WPS yang ada, melalui

KIE dan distribusi kondom yang merata untuk para WPS. Selain itu, outreach dapat

mengidentifikasi seluruh PRK (Penilaian Resiko Kelompok).

G. Prinsip Pelaksanaan

Prinsip pelaksanaan outreach melalui komunikasi yang empati, berkesinambungan, dan

KD sebagai objek.

H. Strategi

11

Page 12: Isi Laporan Outreach

Petugas lapangan yang baik adalah sebagai berikut :

1. Menguasai komunikasi empati

Strategi PL dan KL dalam mengembangkan komunikasi empati adalah dengan

membangun kepercayaan saat pendampingan rutin dengan komunitas dengan cara

selalu mendengarkan dan menghargai pendapat serta memberikan dorongan mental.

2. Menguasai teknik/ metode komunikasi

3. Menguasai indikator.

Tugas petugas lapangan :

a) Memberikan informasi

b) Mendistribusikan materi pencegahan dan media KIE

c) Mempromosikan perilaku lebih aman

d) Merujuk KD

e) Memantau skrining dan VCT pada WPS

f) Melakukan penjangkauan kepada WPS baru dan pendampingan kepada WPS lama

terlebih pada WPS yang masih mengidap IMS positif selama 3 kali pemeriksaan

Kode Etik Petugas Lapangan :

Tidak memaksakan kehendak

Menghormati privasi

Menjaga kerahasiaan KD

Tidak mengambil keuntungan pribadi

Menjaga nama baik lembaga

Netral

Tidak Berhubungan intim dengan KD

Mengutamakan kepentingan lembaga

Tidak mencampuri urusan pribadi KD

Empati, non judmental dan sensitif gender

Tidak mendiskriminasi atas dasar apapun

Tahap melakukan program Outreach yaitu :

1. Penilaian Kebutuhan Segera

Identifikasi masalah dan menentukan perilaku yang diharapkan

Identifikasi KD dan memahami jaringan sosial, budaya, dan lingkungan

Pemahaman produk dan layanan yang tersedia di masyarakat

Identifikasi pembuat keputusan kunci dan pemangku kepentingan di masyarakat

12

Page 13: Isi Laporan Outreach

2. Perencanaan

Kegiatan ini terbagi menjadi 3 yaitu pemetaan, penjadwalan dan penempatan PL.

• Sebelum dilakukan pemetaan dilakukan identifikasi kebutuhan kelompok dukungan,

Menentukan aktivitas dan struktur yang diperlukan untuk mengubah perilaku.

• Membuat suatu rencana kerja baru setelah itu dilakukan kegiatan pemetaan.

a. Pemetaan adalah kegiatan rutin tentang situasi dan kondisi di Lokalisasi. Mapping ini

terkait dengan lingkungan sekitar lokalisasi yaitu tentang jumlah dan karakteristik

(PRI/PRK) WPS (turn over), jumlah wisma/karaoke, jumlah outlet, jumlah dan

karakteristik stakeholder non pemerintah yang mendukung ojek, warung, pengamen,

operator karaoke, mucikari, pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas, griya ASA,

dan praktisi swasta.

b. Untuk melaksanakan rencana, diperlukan penjadwalan. Prinsip penjadwalan adalah

sesuai karakteristik, aspirasi dan kebutuhan KD, sesuai situasi lapangan dan sesuai

jumlah target. Sedangkan penempatan PL disesuaikan dengan pengalaman, spesialiasi

dan jumlah PL, disesuaikan dengan tipe lokasi dan tipe KD dan kadang-kadang perlu

disesuaikan juga dengan kesamaan jenis kelamin atau orientasi seks PL dengan KD.

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan mencakup penjangkauan, pendampingan dan pengakhiran. Penjangkauan

mencakup membuka akses dan meraih kepercayaan, mendistribusikan materi

pencegahan & media KIE, memberikan informasi program dan isunya. Pendampingan

meliputi mempromosikan perilaku lebih aman, dan merujuk KD ke layanan terkait.

Sedangkan pengakhiran meliputi pelaporan outreach. Kesemua hal tersebut dilakukan

dengan pendekatan pada tingkat individu dan tingkat kelompok.

Tingkat Individu :

Memberikan informasi tentang IMS, HIV dan AIDS

Membantu KD menilai risiko mereka

Mendekatkan KD pada kegiatan sesuai yang mereka butuhkan

Mendampingi KD untuk melakukan perubahan perilaku

Tingkat Kelompok :

Membentuk Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan memfasilitasi penilaian risiko

kelompok

Mendekatkan KD pada kegiatan yang seusai dengan kebutuhan mereka

Melakukan Program Pendidikan Teman Sebaya

13

Page 14: Isi Laporan Outreach

Informasi yang diberikan kepada KD adalah materi berupa IMS & HIV/AIDS meliputi cara

penularan dan cara pencegahan yakni layanan screening, klinik IMS, VCT, MK, CST, dan

PMTCT agar KD mengetahui manfaat, tempat, waktu, dan cara mengakses informasi dan

diskusi materi KIE, dan pencegahan penularan IMS (melalui kondom dan pelicin).

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring adalah suatu proses untuk melihat apakah kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan rencana atau tidak. Aspek yang dimonitor adalah pelaksanaan atau cara outreach,

pencapaian target outreach dan kinerja serta kualitas petugas lapangan. Monitoring dilakukan

dengan diadakannya pertemuan rutin antara petugas lapangan, field visit, wawancara dengan

informan kunci, wawancara dengan pemegang kekuasaan dan wawancara dengan klien yang

dipilih secara acak dan identitas dirahasiakan. Monitoring ini dilakukan sepanjang tahun.

Aspek yang dievaluasi meliputi angka kejadian IMS, perilaku penyediaan kondom,

perilaku menawarkan kondom dalam minggu terakhir, penggunaan kondom pada hubungan

seks terakhir, penggunaan kondom secara konsisten dalam seminggu terakhir dan perilaku

pencarian kesehatan yang benar. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tahun.

I. Kegiatan

Telah banyak kegiatan yang dilakukan Griya ASA untuk menahan epidemi IMS dan

HIV-AIDS, antara lain :

Mapping rutin

Mapping adalah kegiatan rutin tentang situasi dan kondisi di Lokalisasi. Mapping ini

terkait dengan lingkungan sekitar lokalisasi yaitu, tentang jumlah dan karakteristik WPS (turn

over), jumlah wisma/ karaoke, jumlah outlet kondom, jumlah dan karakteristik stakeholder

non pemerintah yang mendukung (ojek, warung, pengamen, operator karaoke, mucikari dan

pengurus Resos, pelayanan kesehatan yang ada Puskesmas, Griya Asa, praktik swasta.)

Pembentukan Peer Educator

Peer educator memegang peran penting dalam pelaksanaan outreach. Peer educator

adalah pendidik sebaya yang berperan sebagai penghubung antara petugas lapangan dengan

KD dan sebagai sumber informasi terdekat bagi KD. Peer educator (PE) berasal dari KD,

karena diharapkan proses penerimaan informasi akan berjalan dengan lebih mudah karena

adanya profesi yang sama antara PE dengan KD. PE direkrut dari orang-orang yang memiliki

kemampuan membaca dan menulis, berkemauan kuat serta merupakan orang yang cukup

berpengaruh di lingkungan KD. PE yang ada sekarang ini sudah sebanyak 30 PE.

Pelatihan-pelatihan khususnya yang mendukung program

14

Page 15: Isi Laporan Outreach

Pelatihan-pelatihan yang diadakan di lokalisasi bertujuan untuk memberikan tambahan

informasi dan skill peserta. Misalnya pelatihan untuk PE yang berkaitan dengan informasi

kesehatan, sadar gender dan HAM, pelatihan skill usaha (salon, membuat roti, berdagang

baju, dll.)

Advokasi pada pengurus Resos dan tokoh masyarakat (birokrat struktural

kemasyarakatan, misal ketua RT, RW, kelurahan, dsb).

Advokasi yang dilakukan untuk membentuk kerjasama yang saling menguntungkan

antara Griya ASA dan Pengurus Resos serta tokoh masyarakat. Misalnya adanya pendataan

bagi WPS lokalisasi sebagai pekerja oleh pengurus Resos dan Griya ASA, serta sebagai

penduduk sementara oleh birokrat struktural kemasyarakatan. Dengan adanya data yang jelas,

diharapkan dapat meminimalisir jika terdapat suatu kejadian yang tidak diinginkan.

J. Kegiatan-kegiatan outreach

Kegiatan outreach ini bermaksud untuk mencapai sasaran dan target terhadap indikator

program kerja. Kegiatan lebih banyak ditekankan kepada penyuluhan rutin di Sunan Kuning.

Untuk lebih memudahkan kegiatan ini tim dibagi berdasarkan gang yang ada disunan kuning,

dimana di Sunan Kuning terdapat 6 gang. Hal ini dibuat untuk memudahkan penyampaian

materi kepada sasaran. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah

1. PRK (Penilaian Risiko Kelompok)

2. Penyuluhan stakeholder.

3. Penyuluhan resosiliasi

4. Dukungan terhadap kelompok sebaya

5. Koordinasi kerjasama dengan klinik IMS, klinik VCT-CST dan PMTCT

PRK adalah salah satu bagian strategi outreach yang efektif namun angka keberhasilan

pencapaian tujuan lebih rendah dibandingakan PRI, namun PRI sudah tidak digunakan

dengan alasan SDM yang kurang.

Dari keseluruhan pelaksanaan outreach, dengan ini diharapkan seluruh sasaran dapat

mencapai tujuan – tujuan dengan indikator perubahan perilaku.Hal ini dapat dicapai dengan

dilakukannya pemetaan, analisa situasi, penjadwalan, penempatan PL, penjangkauan, dan

pendampingan. Selain itu, secara rutin dilakukannya monitoring tiap bulan dan evaluasi

setiap akhir tahun. Maka dari itu, akan dicapai target serta diharapkannya tercapai

pengakhiran, salah satunya yaitu persentase kasus IMS dapat dicapai 0%

15

Page 16: Isi Laporan Outreach

BAB III

LAPORAN

A. IDENTITAS PASIEN

16

Page 17: Isi Laporan Outreach

Total responden yang diwawancara berkaitan dengan perubahan perilaku sebanyak

5 responden, antara lain 1 orang pengurus resosialisasi, 2 orang WPS, 1 orang mucikari

(pengasuh), dan 1 orang PE (Peer Educator). Pemilihan responden WPS dan mucikari

berdasarkan data dari klinik IMS Griya ASA yaitu 1 wisma yang anak asuhnya bersih dari

IMS dan 1 wisma yang anak asuhnya positif IMS.

o WPS di Wisma B : Ny. R

o WPS di Wisma L : Ny. Y

o Mucikari di Wisma B : Tn. I

o Peer Educator : Ny. P

o Pengurus Resos : Tn. W

B. HASIL WAWANCARA

1. Hasil wawancara dengan WPS non IMS

Wawancara dilakukan di Wisma B, tanggal 16 Desember 2013 pukul 19.00 WIB

dengan narasumber R.

Seorang wanita dengan inisial R ini adalah seorang WPS berumur 28 tahun yang

berasal dari Wonosobo. R tidak pernah sekolah. R telah menjalani profesi sebagai pekerja

seks komersil selama kurang lebih 3 tahun. R pernah menikah dan bercerai 4 tahun yang lalu,

R telah memiliki seorang anak laki-laki berusia 8 tahun. R adalah anak ke 1 dari 2

bersaudara, ayah R sudah meninggal sehingga R harus menafkahi ibu dan adiknya. Sebelum

bekerja sebagai seorang pekerja seks komersial, R adalah seorang ibu rumah tangga. Setelah

bercerai, R mencoba untuk bekerja di beberapa tempat tetapi pekerjaan itu tidak

menghasilkan pendapatan yang mencukupi untuk keluarganya ditambah R tidak pernah

sekolah sehingga tidak memiliki ijasah membuat maka ia semakin sulit untuk mencari

pekerjaan. Suatu waktu seorang temannya menawarkan pekerjaan sebagai pemandu karaoke

(PK) di kota Semarang. Ia menerima tawaran pekerjaan itu tanpa diketahui oleh keluarganya.

Keluarga R hanya mengetahui anaknya itu bekerja menjadi tukang bersih-bersih. Setelah ia

bekerja sebagai PK di Sunan Kuning selama beberapa waktu, ia berpikir bahwa penghasilan

sebagai PK hanya sedikit tidak dapat menutupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya,

sehingga ia berniat untuk menerima tamu atau menjadi seorang wanita penjaja seks (WPS) .

Setiap hari rata-rata R mendapatkan tamu 5 orang, minimal 2 orang tamu. Dengan

pendapatan per tamu sekitar Rp 150.000 atau lebih. Per bulan, R bisa mendapatkan

17

Page 18: Isi Laporan Outreach

penghasilan kira-kira sebesar Rp 16.000.000, uang yang R dapatkan sebagian diberikan untuk

ibu dan anaknya di kampong, sebagian digunakan untuk biaya hidupnya. R melakukan

hubungan sex dengan pelanggannya melalui vagina dan oral. R tidak memiliki keinginan

untuk berhenti bekerja sebagai WPS karena dia belum terpikir pekerjaan lain apa yang bisa

dia kerjakan dan belum tau pekerjaan apa yang bisa dilakukan untuk mendapatkan uang

sebanyak bila dia menjadi WPS, dia berpikir mungkin dia akan beralih profesi bila pelanggan

yang menginginkannya sudah tidak banyak lagi.

R rutin mengikuti skrining (setiap 2 minggu sekali) dan VCT teratur 4x/tahun serta

belum pernah terdeteksi IMS maupun HIV. Terakhir skrining adalah bulan Desember 2013

ini.R rajin mengikuti sekolah. R mengaku mengerti materi yang ia dapatkan di sekolah

terutama tentang IMS dan HIV. R selalu menggunakan kondom bila sedang bekerja. Bila

pelanggan tidak mau menggunakan kondom, R member penjelasan terlebih dahulu terhadap

pelanggan, bila bila pelanggan tersebut tetap tidak mau memakai kondom maka R tidak akan

menerima pelanggan tersebut. Setelah dipakai kondom diikat lalu dibuang ke tempat sampah.

R selalu mempersiapkan kebutuhan kondom setiap harinya sebelum mulai bekerja dan tidak

pernah kehabisan persediaan kondom. Selain dengan pelanggannya R tidak pernah

berhubungan seksual. R mengaku selalu menjaga hygiene kewanitaannya. Setelah melayani

tamu, ia selalu membilas vaginanya dengan air dan sabun tanpa melukai dinding vagina. R

cukup mengetahui informasi dan cara penularan penyakit HIV dan IMS.

Mucikari di wisma tempat R bekerja selalu mengingatkan kapan jadwal VCT dan

skrining akan dilakukan. Namun yang bertanggung jawab mengenai pemakaian kondom

tetaplah R sendiri.

2. Hasil wawancara WPS dengan IMS

Wawancara dilakukan di Wisma L, Sunan Kuning tanggal 16 Desember 2013 pukul

19.00 WIB dengan narasumber Y.

Seorang wanita dengan inisial Y adalah seorang WPS berusia 21 tahun yang berasal

dari wilayah Semarang atas. Y adalah seorang lulusan SD. Y telah menjalani profesi sebagai

WPS sejak 1 tahun yang lalu. Y belum pernah menikah. Sebelum bekerja sebagai seorang

WPS, Y pernah bekerja sebagai penjaga counter di salah satu department store. Y pernah

mengalami pelecehan seksual, karena itu dia berpikir karena sudah terlanjur lebih baik dia

sekaligus menjadi WPS saja, selain itu tawaran pendapatan uang menjadi WTS juga menjadi

18

Page 19: Isi Laporan Outreach

alasannya. Namun pekerjaannnya masih dirahasiakan dari keluarganya, kaluarganya hanya

tau dia masih bekerja di department store. Y tidak selalu menggunakan kondom saat

melayani tamu karena ada beberapa tamu menolak jika Y menggunakan kondom, Y takut

tidak mendapatkan pelanggan sehingga dia memutuskan untuk tidak menggunakan kondom.

Y tidak pernah melakukan oral seks ataupun anal seks dengan tamu. Y sering minum alkohol

dan merokok ketika menemani tamunya.

Setiap hari rata-rata Y mendapatkan tamu 4-5 orang. Dengan pendapatan per hari

sekitar Rp 200.000 atau lebih. Per bulan, Y bisa mendapatkan penghasilan kira-kira sebesar

Rp 10.000.000 yang digunakan untuk kebutuhan diri sendiri dan keluarganya di kampung. Y

tidak mempunyai keinginan untuk berhenti bekerja sebagai WPS.

Y rutin mengikuti skrining ( setiap 2 minggu sekali ) dan VCT teratur 3x/tahun serta

sudah mengetahui bahwa dirinya terdeteksi IMS. Y rajin mengikuti pembinaan setiap hari

Kamis (gang 4, 5, & 6). Y mengaku mengerti materi yang ia dapatkan di pembinaan

terutama tentang IMS dan HIV.

Y pernah skrining, dan didapatkan bahwa Y menderita IMS dengan keluhan

mengalami keputihan. Keputihan berwarna putih susu, kental, berbau tidak sedap, kadang

gatal. Sehabis melakukan hubungan seks dengan tamu biasanya Y mencuci vagina dengan air

dan sabun. Saat skrining Os diberikan obat, diminum 1 kali sebanyak 4 tablet.

3. Hasil wawancara dengan Mucikari Wisma B

Wawancara dilakukan di rumah Tn. I di area Sunan Kuning, tanggal 16 Desember

2013 pukul 21:30 WIB dengan narasumber Tn. I.

Pemilik wisma B adalah Tn. I, berusia 44 tahun, berasal dari Semarang dan sudah

menikah. Sebelum bekerja sebagai mucikari Tn. I hanyalah seorang pegawai swasta di salah

satu perusahaan. Berdasarkan hasil screening, Wisma B sendiri merupakan wisma yang anak

– anak asuhnya tidak mempunyai penyakit IMS. Jumlah WPS di Wisma B ada 6 orang, dan

pemandu karaoke sebanyak 2 orang. Wisma B memiliki kamar sebanyak 6 buah dan 2 room

karaoke dengan fasilitas AC dan kamar mandi luar. Setiap menerima tamu, WPS harus

membayar Rp 25.000,00 untuk sewa kamar, Tn. I tidak menerapkan sistem bagi hasil untuk

para WPS-nya . Untuk Tn. I. Penghasilan rata-rata sekitar 4 juta perbulan.

19

Page 20: Isi Laporan Outreach

Pengasuh mengakui cukup memperhatikan anak-anak asuhnya, dengan mewajibkan

pemakaian kondom pada anak asuhnya sehingga anak asuhnya dapat terhindar dari IMS.

Pengasuh pun mengistirahatkan anak asuhnya jika anak asuhnya sedang sakit dan menyuruh

memeriksakan diri ke klinik Griya ASA atau ke klinik 24 jam. Pengasuh menghitung tiap

bungkus kondom yang yang sudah terpakai, dan mengharuskan anak asuhnya untuk membeli

kondom ke PE lagi jika stok kurang dari 20 buah kondom per 1 minggu.

Pengasuh juga mendorong anak asuhnya untuk selalu mengikuti kegiatan wajib di SK

seperti sekolah, screening, VCT, dan senam. Skrining dilakukan 2 minggu 1 kali bagi yang

tidak menderitai IMS sedangkan pada WPS yang menderita IMS dilakukan pemeriksaan 1

kali seminggu dan VCT tiap 3 bulan sekali. Apabila anak asuhnya melanggar kegiatan wajib

di SK, pengasuh akan memberikan sanksi berupa teguran dan apabila tidak mengikuti

pembinaan maka WPS harus menyumbangkan Rp 100.000,00 pembangunan gedung

pembinaan di Sunan Kuning. Pengasuh mengerti tentang HIV serta IMS dan penularannya,

juga mematuhi aturan yang ada di SK agar anak asuhnya tetap sehat dan tetap dapat bekerja.

4. Hasil wawancara dengan Peer Educator

Wawancara dilakukan di depan gedung pertemuan di Sunan Kuning, tanggal 14

Desember 2013 pukul 07.30 WIB dengan narasumber P.

P merupakan seorang WPS berumur 30 tahun yang bekerja di salah satu wisma di

sunan kuning. P berasal dari Semarang. P sudah bekerja di Sunan Kuning sudah selana 5

tahun sejak tahun 2008, P mengaku bekerja di Sunan Kuning adalah kemauannya sendiri

karena faktor ekonomi.

P sudah pernah menikah selama 6 bulan sekarang sudah bercerai, P belum memiliki

anak. Keluarga P mengetahui bahwa P bekerja di Sunan Kuning sebagai pekerja seksual,

menurut P keluarganya tidak terlalu ambil pusing tentang pekerjaannya selama pekerjaan itu

dapat menghasilkan uang, P adalah anak pertama di keluarganya dan memiliki 2 adik

sehingga harus menanggung biaya untuk keluarga.

P telah direkrut menjadi peer educator selama kurang lebih 3 tahun, awalnya P adalah

peer educator untuk gang 3, namun karena suatu hal P pindah bekerja di gang 5 sehingga

sekarang P menjadi peer educator untuk gang 5. P mengaku banyak mendapatkan

pengalaman selama menjadi peer educator. P dipilih menjadi peer educator karena dianggap

oleh pengurus resosialisasi bahwa P adalah orang yang disiplin, berkemauan, berani, tegas,

20

Page 21: Isi Laporan Outreach

dan berpengaruh di lingkungan. P merupakan salah seorang peer educator aktif di SK.

Banyak kegiatan yang diikuti P sebagai peer educator baik kegiatan di lingkungan Sunan

Kuning maupun di luar Sunan Kuning. Diantaranya penyuluhan atau pelatihan mengenai

kesehatan dari dinas kesehatan maupun lembaga lainnya serta saat pembinaan berlangsung.

Setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan, P bertugas menyampaikan atau memberikan

informasi kepada teman lainnya baik secara formal dalam kegiatan maupun secara individu.

Selain itu, pekerjaan P sebagai peer educator juga mendistribusikan kondom, pendekatan

untuk pemakaian kondom, dan pemdataan penggunaan kondom oleh teman-teman WPS lain

di gang 5. P bertanggung jawab atas ketersediaan 20 kondom untuk setiap WPS per minggu.

S mengaku sangat senang menjadi peer educator, selain mendapat pengetahuan, juga

mendapat pengalaman, serta sebagai salah satu tambahan modal, P juga melakukan tugasnya

secara sukarela, kendala yang dihadapi P sebagai seorang peer educator adalah sudah selama

1 tahun tidak ada pertemuan lagi untuk peer educator, sehingga tugas dan peraturan untuk

peer educator menjadi kurang jelas. Kendala lain ialah distribusi kondom kepada para peer

educator sekarang dimonopoli oleh salah satu peer educator di sana untuk diperjual belikan,

sehingga kadang bila ada WTS yang kekurangan kondom tidak bisa membelinya. Kendala

yang paling besar menurut P adalah sering mendapat keluhan dari teman-teman WTS

mengenai adanya freelance yang tidak perlu mengikuti peraturan resosialisasi, namun setelah

keluhan tersebut disampaikan ke pengurus resos tidak ada tindak lanjut.

5. Hasil wawancara dengan Pengurus Resos

Wawancara dilakukan pada tanggal 16 Desember 2013 pukul 21.30 WIB di Balai

Pertemuan Sunan Kuning dengan narasumber Tn. W selaku pengurus resosialisasi Sunan

Kuning

Wawancara ini dilakukan adalah untuk mengetahui tujuan diwujudkan resosialisasi di

Sunan Kuning, tenaga penggerak resosialisasi, serta program-program yang diwujudkan oleh

pihak resosialisasi di Sunan Kuning serta permasalahan yang timbul dan cara menanganinya.

Tujuan diwujudkan resosialisasi di Sunan Kuning adalah untuk memastikan para

WPS berada dalam keadaan sentiasa sehat, dan terhindar dari penyakit terutama penyakit

menular seksual, HIV dan AIDS. Selain itu, resosialisasi ini adalah bertujuan untuk menjaga

keamanan para WPS. Adapun konsep resosialisasi ini terdiri dari 3 indikator utama yaitu

kesehatan, keamanan dan alih profesi.

21

Page 22: Isi Laporan Outreach

Walaupun resosialisasi yang diwujudakan ini terdiri dari berbagai tujuan, namun

masalah yang paling ditekankan dalam resosialiasi ini adalah kesehatan sehingga program-

program yang dijalankan oleh pihak resos lebih terfokus ke arah masalah kesehatan para

WPS di Sunan Kuning. Program-program yang dijalankan adalah berupa skrining terhadap

Penyakit Infeksi menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Hasil dari skrining IMS dan

HIV/AIDS ini, bagi para WPS yang diduga menderita penyakit tersebut maka dilakukan

penanggulangan terhadap IMS ataupun HIV/AIDS. Program skrining IMS dilakukan setiap 2

minggu pada WPS yang tidak menderita IMS dan 1 minggu sekali pada WPS yang menderita

IMS. Sedangkan untuk program skrining HIV/AIDS ini diwujudkan dalam program khusus

yaitu VCT yang dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Selain itu, resosialisasi menjalankan

beberapa kegiatan untuk meningkatkan kesadaran para WPS dalam bidang kesehatan

diantaranya seperti program pembinaan. Pembinaan ini dilaksanakan setiap hari Senin untuk

gang 1 dan 2, hari Selasa gang 3 dan 4, hari Rabu untuk WPS yang tinggal di kos, dan hari

Kamis untuk gang 5 dan 6. Selain itu, terdapat juga kegiatan senam untuk WPS yang

dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu. Selain itu, pihak resos juga bertanggungjawab

dalam pendistribusian kondom ke WPS di Sunan Kuning dengan keterlibatan Peer Educator

(PE) sebagai perantaranya. Pihak Resos telah menetapkan bahwa setiap WPS harus

mempunyai minimal 20 kondom setiap minggu dalam program pencegahan IMS dan

HIV/AIDS ini. Jika kondom sudah habis ataupun berkurang, WPS dapat membeli kondom

tersebut di PE. Setiap PE yang bertanggungjawab di masing-masing gang harus memastikan

setiap WPS di gang mereka mempunyai minimal 20 kondom setiap minggu.

Untuk memastikan tahap kesehatan WPS berada dalam keadaan yang baik, maka

WPS diharapkan dapat mengikuti setiap program yang telah dianjurkan oleh pihak resos.

Oleh karena itu pihak resos menggunakan sistem absensi untuk memastikan setiap WPS

mengikuti semua program tersebut, Apabila WPS tidak mengikuti program-program dari

resos, maka WPS harus memberikan alasan untuk tidak mengahadiri program-program

tersebut. Jika WPS gagal memberikan alasan untuk tidak menghadiri program maka akan

diberikan sanksi oleh pihak resos sendiri. Contoh sanksi yang diberikan kepada para WPS

adalah bila tidak mengikuti senam pagi berupa denda uang Rp 50.000 dan bila tidak

mengikuti pembinaan dikenakan denda Rp 100.000. Untuk pelanggaran kedua akan diberikan

surat peringatan. Apabila sampai melakukan pelanggaran untuk ketigakalinya maka WPS

yang bersangkutan akan dikenai sanksi berupa pencabutan izin atau larangan untuk

22

Page 23: Isi Laporan Outreach

melakukan aktivitas dan transaksi di area Sunan Kuning. Untuk ketidakhadiran WPS ini di

ketahui dari daftar hadir WPS, yang berkaitan dengan pendaftaran.

Untuk pendaftaran WPS sendiri ada beberapa syarat yang harus di penuhi, yaitu :

Wanita berusia 18 tahun dan keatas

Mempunyai surat keterangan ijin dari suami bagi yang sudah menikah. Jika calon

WPS tidak menyertai surat keterangan ijin dari suami maka WPS dipulangkan ke

daerah asalnya.

Sudah mengikuti skrining saat pertama kali datang di Sunan Kuning

Sanksi dan peraturan yang diprogramkan di Sunan Kuning ini bertujuan untuk

memastikan WPS yang bekerja di Sunan Kuning tertib dan untuk mengurangi jumlah WPS

yang menderita IMS serta HIV/AIDS. Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam

memastikan para WPS ini terhindar dari IMS ataupun HIV/AIDS antara lain, tidak semua

pelanggan mau menggunakan kondom pada saat berhubungan. Selain itu, penularan IMS bisa

datang dari pasangan / pacar WPS sendiri karena apabila melakukan hubungan seks dengan

pasangan sendiri, WPS biasanya tidak menggunakan kondom. Faktor lainnya adalah banyak

WPS yang tinggal di kos-kostan di luar wismanya sehingga para pengasuh tidak dapat

maksimal dalam mengawasi anak asuhnya. Hal ini masih menjadi masalah yang cukup serius

bagi pihak resos.

Berikut adalah daftar pengurus Resosialisasi Sunan Kuning :

23

Page 24: Isi Laporan Outreach

Terdiri dari 15 Pengurus Aktif :

WPS dinyatakan tidak memerlukan pendampingan lagi apabila WPS sudah menggunakan

kondom 100% dan hasil screening IMS negatif 3 kali berturut-turut. Selain itu, wisma

dikatakan tidak memerlukan pendampingan lagi bila seluruh WPS nya memiliki hasil

skrining yang selalu negatif, semua WPS menggunakan kondom 100%, seluruh WPS tinggal

di wisma dan mucikari yang aktif selalu menanyakan jumlah dan pemakaian kondom kepada

anak asuhnya serta selalu mengingatkan dan menegur apabila terdapat kesalahan dan

pelanggaran.

C. Laporan Kegiatan

24

Sekertaris I

Suwarno

Ketua I

Suwandi

Sekertaris II

Slamet H.

Bendahara I

Iswanto

Bendahara II

Priharanto, SE

Sie. Keamanan

Sukron, Trimulyo, Sutrisno

Sie. Motivasi

Ani Veronica

Sie. Humas

M. Fauzi, Sunarto

Sie. Pembinaan & Kesenian

M. Taufik

Ketua II

Slamet S.

Sie. Olahraga

Jumirah

Page 25: Isi Laporan Outreach

1. Pembinaan

Hari, tanggal : Selasa, 17 Desember 2013

Jam : 09.00 - 12.00 WIB

Lokasi : Balai Pertemuan Sunan Kuning

Pelaksana : Pengurus Resosialisasi, PKBI

Peserta : Seluruh WPS gang 4, 5, dan 6

Laporan :

Telah dilaksanakan kegiatan pembinaan yang meliputi penyuluhan tentang

kesehatan, cara penggunaan dan pemakaian kondom yang benar, serta

penjelasan kembali mengenai aturan-aturan yang harus diikuti pada seluruh

peserta (WPS gang 5 dan 6). Kegiatan ini bertujuan untuk membina kesehatan

masing-masing peserta, memberikan kesadaran serta pemahaman akan

pentingnya mencegah terinfeksi penyakit IMS. Selain itu, diharapkan baik

WPS maupun pengasuh menjadi lebih disiplin untuk menjaga tingkah laku di

luar area Resosialisasi.

2. Skrining

Hari, tanggal : Kamis, 12 Desember 2013

Jam : 10.00 - 12.00 WIB

Lokasi : Balai Pertemuan Sunan Kuning

Pelaksana : Petugas Klinik Griya Asa

Peserta : Seluruh WPS gang 4, 5, dan 6

Laporan :

Telah dilaksanakan kegiatan skrining pada seluruh WPS gang 5 dan 6.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan masing-masing

peserta agar bisa dilakukan tindakan pencegahan dan terapi awal apabila

ditemukan WPS yang diduga terkena penyakit IMS, memberikan kesadaran

serta pemahaman akan pentingnya mencegah terinfeksi penyakit IMS dengan

mengikuti program skrining.

3. Senam

Hari, tanggal : Sabtu, 14 Desember 2013.

Jam : 06.00 - 07.30 WIB

Lokasi : Sunan Kuning

25

Page 26: Isi Laporan Outreach

Pelaksana : Pengurus Resosialisasi, instruktur senam

Peserta : Seluruh WPS gang 4, 5, 6

Laporan : Telah dilaksanakan kegiatan jasmani berupa senam yang

diikuti oleh seluruh peserta yang tegabung dari gang 4, 5, dan 6. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk menjaga kesehatan jasmani dari masing-masing peserta

sehingga mereka tetap bugar.

26

Page 27: Isi Laporan Outreach

BAB IV

KESIMPULAN & SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarakan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap WPS, mucikari, PE, PL,

dan pengurus resos, didapatkan hasil bahwa penularan IMS dan HIV masih belum dapat

terkontrol dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

Kesadaran WPS mengenai kesehatan seksual yang kurang dengan tidak memakai

kondom jika berhubungan dengan pelanggan atau pacarnya sendiri, sehingga diduga

sumber penularan pun dapat berasal dari tamu ataupun pasangan WPS sendiri.

Sulitnya mengontrol kesehatan dan perilaku seksual pasangan/pacar/tukiman dari

WPS itu sendiri.

Sulit mengontrol WPS yang tinggal di luar wisma, sehingga para pengasuh tidak

dapat mengawasi secara maksimal anak asuhnya.

Kurangnya sumber daya manusia dalam mendukung tercapainya tujuan dari resos

tersebut dan mengurus semua WPS dalam hal KIE mengenai IMS, HIV dan AIDS.

Adanya Freelance yang tidak diharuskan untuk mengikuti screening dan kegiatan

wajib di resosialisasi, sehingga ada kemungkinan penularan penyakit dari mereka.

SARAN

Sebaiknya dilakukan pemantauan yang berkesinambungan oleh PL maupun pengurus

resos, dan dilakukan tindak lanjut yang tegas untuk peraturan masalah kesehatan

yang telah dilanggar.

Melakukan kerjasama dengan pemerintah kota setempat untuk membantu kelancaran

kegiatan resos tersebut.

Melakukan screening dan KIE terhadap pasangan/pacar/tukiman para WPS sehingga

dapat mencegah penularan IMS dan HIV.

Diadakannya kursus keahlian seperti memasak, salon, terhadap para WPS, untuk

bekal ketrampilan pekerjaan jika sudah keluar dari SK maupun berganti profesi

nantinya.

27

Page 28: Isi Laporan Outreach

Kepada pengurus agar selalu memberikan motivasi kepada WPS untuk

mengumpulkan modal sehingga nantinya dapat keluar dari SK dan bekerja mandiri

untuk melanjutkan hidup yang lebih baik.

Diadakan pula screening untuk freelance sehingga dapat membantu mencegah

penularan.

28

Page 29: Isi Laporan Outreach

DAFTAR PUSTAKA

1. Prostitusi. Tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/HIV/AIDS_di_Indonesia . Diakses

16 Desember 2013.

2. Infeksi Menular Seksual. Tersedia di :

http://pokdisusaids.wordpress.com/2011/04/07/infeksi-menular-seksual/. Diakses 16

Desember 2013.

3. United Nations Joint Programs on HIV/AIDS and World Health Organization. AIDS

Epidemic Update 2006. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS / World

Health Organization. Geneva. 2006

4. Statistik kasus AIDS di Indonesia. Tersedia di:

http://www.spiritia.or.id/Stats/Statistik.php. Diakses 16 Desember 2013.

5. Situasi HIV & AIDS Yang Dilaporkan Di Indonesia Pada Triwulan I tahun 2011.

Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tersedia di

LT1Menkes2011. pdf

6. Data Griya Asa 2013.

29

Page 30: Isi Laporan Outreach

LAMPIRAN

30

Page 31: Isi Laporan Outreach

31

Page 32: Isi Laporan Outreach

32

Page 33: Isi Laporan Outreach

Pembinaan di Balai Pertemuan Sunan Kuning Kegiatan Mapping

Kantor Pengurus Resos Salah satu ruangan karaoke di Sunan Kuning

Kegiatan Senam WPS Peraturan bagi Pengguna Jasa Sunan Kuning

33

Page 34: Isi Laporan Outreach

Salah Satu Wisma di Sunan Kuning Salah Satu Wisma di Sunan Kuning

Kegiatan para WPS di siang hari Salah Satu kamar WPS

Kegiatan WPS di siang hari Alat “Siap Tempur” WPS di Salah Satu Wisma

34