11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebanyakan masyarakat kita hanya mengenal pembagian golongan darah berdasarkan sistem ABO. Padahal selain sistem ABO ada juga pembagian darah berdasarkan sistem rhesus. Pada sistem rhesus terdapat dua penggolongan yaitu rhesus positif (Rh+) dan rhesus negatif (Rh-). Ketika mendonorkan darah, kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan, misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-, dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi janin pada saat kehamilan. Untuk itu sangat penting bagi kita mengenal lebih dalam apa itu rhesus darah positif dan negatif, dan akibat apa saja yang akan ditimbul jika dua rhesus ini bertemu dalam satu individu. B. Tujuan Tujuan dalam pembuatan makalah ini, yaitu untuk: Menjelaskan penggolongan darah berdasarkan sistem rhesus Menjelaskan Dasar genetika dari faktor Rh. Menjelaskan peranan faktor Rh dalam klinik. 1

Isi Makalah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kebanyakan masyarakat kita hanya mengenal pembagian golongan darah berdasarkan

sistem ABO. Padahal selain sistem ABO ada juga pembagian darah berdasarkan sistem

rhesus. Pada sistem rhesus terdapat dua penggolongan yaitu rhesus positif (Rh+) dan rhesus

negatif (Rh-).

Ketika mendonorkan darah, kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan

golongan, misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-, dapat menyebabkan produksi

antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada

perempuan yang pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi janin

pada saat kehamilan.

Untuk itu sangat penting bagi kita mengenal lebih dalam apa itu rhesus darah positif dan negatif,

dan akibat apa saja yang akan ditimbul jika dua rhesus ini bertemu dalam satu individu.

B. Tujuan

Tujuan dalam pembuatan makalah ini, yaitu untuk:

Menjelaskan penggolongan darah berdasarkan sistem rhesus

Menjelaskan Dasar genetika dari faktor Rh.

Menjelaskan peranan faktor Rh dalam klinik.

1

Page 2: Isi Makalah

BAB II

ISI

A. Sejarah penggolongan sistem rhesus

Faktor Rh (singkatan dari rhesus) ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener dalam tahun

1940. Dikatakan bahwa apabila seekor kelinci disuntik dengan darah dari kera Macaca

rhesus, maka kelinci membentuk antibodi. Antibodi ini akan menyebabkan menggumpalnya

eritrosit dari semua kera rhesus. Ini berarti berarti bahwa di permukaan eritrosit dari semua

kera itu terdapat antigen yang disebut antigen-Rh. Jika antiserum dari kelinci yang

mengandung anti-Rh itu digunakan untuk membuat tes Rh pada darah manusia,ternyata

bahwa orang dibedakan atas dua kelompok : [1]

1. Orang yang darahnya menunjukkan reaksi positif,artinya terjadi penggumpalan eritrosit

pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh, digoongkan sebagai orang Rh-positif

(disingkat Rh +). Berarti mereka ini memiliki antigen-Rh [1].

2. Orang yang darahnya menunjukkan reaksi negatif digolongkan sabagi orang Rh-negatif

(disingkat Rh-). Berarti mereka ini tidak memilik antigen-Rh [1].

Kira-kira 85 persen dari seluruh orang kulit putih adalah Rh positif dan 15 persennya Rh

negatif. Pada orang kulit hitam Amerika,persentase rh-positifnya kira-kira 95%, sedangkan

pada orang kulit hitam Afrika, hampir 100% [2].

B. Dasar genetika dari faktor Rh

Mula-mula mekanisme genetik dari sistem Rh ini nampaknya sangat sedehana sekali,

sehingga Landsteiner berpendapat bahwa ada atau tidaknya antigen-Rh pada permukaan

eritrosit orang ditentukan oleh alel R, karena itu orang Rh-positif mempunyaigenotip RR atau

Rr, sedangkan orang Rh-negatif mempunyai genotif rr. Sesudah Landsteiner, lebih banyak

antigen-Rh ditemukan; jumlahnya lebih dari 30, sehingga genetikanya lebih kompleks

daripada yang diduga semula, diantaranya :

2

Page 3: Isi Makalah

1. Seorang penyelidik bagsa Amerika bernama Wiener mengemukakan bahwa ada

sekurang-kurangnya 10 alel ganda yang menempati sebuah lokus yang terdapat pada

kromosom no. 1. Setiap alel itu bertanggug jawab untuk membentuk sebuah atau lebih

banyak antigen-Rh, kecuali yang benar-benar resisif. Untuk Rh-positif alel-alelnya adalah

Rz, R1, R2, R0,. Alel-alel untuk Rh-negatif adalah ry, r’, r”, dan r [1].

2. Seorang penyelidik berkebangsaan Inggris bernama Fisher mengemukakan bahwa ada

kelompok yang terdiri dari paling sedikit 3 pseudoalel yang berangkai amat berdekatan,

yaitu D, d, C, c, E, dan e. Menurut literatur tahun 1983, sistem Fisher ini bahkan

dilengkapi dengan 2 pasang gen baru, yitu F, f, dan V, v. Dua pasang gen yang baru ini

belum dimasukkan disini [1].

Menurut Fisher, apabila dalam genotip terdapat gen dominan D, maka fenotif orang itu

adalah Rh + ; jika gen dominan D tidak ada, fenotif orang itu adalah Rh-. Dikalangan orang

Rh- terdapat dua kelompok, yaitu :

a. Kelopok yang memiiki gen C saja (dCe) atau E saja (dcE) atau kedua-duanya C dan E

(dCE).

b. Kelompok yang tidak memiliki gen dominan sama sekali (dce) [1].

Berhubung dengan itu ada banyak kemungkinan genotip bagi seseorang. Misalnya saja

orang Rh+ dapat mempunyai genotip DCEDce

atau DCeDcE

, dsb. Kalau menurut Wiener ditukis

Rz Ro atauR1 R2, dsb. Orang Rh- dapat mempunyai genotip dcEdcE

,dCEdCe

,dsb. Menurut Wiener

ditulis r’ r”,ry r’,dsb. Sedangkan menurut Landstainer hanya dikenal genotif RR atau Rr

untuk orang Rh+,sedangkan untuk orang Rh- rr. Frekuensi terdapatnya faktor tidak sama

diberbagai bangsa/sukubangsa,namun nampaknya dimana-mana Rh + menunukkan

persentase lebih tinggi daripada Rh – [1].

C. Peranan faktor Rh dalam klinik

Seperti halnya dengan golongan darah A, B, AB, dan O, maka faktor Rh mempunyai arti

pentingdalam klinik. Dalam keadaan normal serum dan plasma darah orang tidak

3

Page 4: Isi Makalah

mengandung anti-Rh, akan tetapi orang dapat distimulir (dipacu) untuk membentuk anti-Rh,

yaitu dengan jalan :

1. Transfusi darah

Bila seseorang dengan Rh-negatif sebelumnya tidak pernah terpajan dengan darah

Rh-positif, transfusi darah Rh-positif ke tubuh orang tersebut agaknya tidak segera

menyebabakan reaksi. Meskipun demikian, antibodi anti-Rh dalam jumlah yang cukup

dapat terbentuk selam 2 sampai 4 minggu berikutnya, yang akan menimbulkan aglutinasi

jika sel-sel darah transfusi masih terdapat di dalam sirkulasi. Sel darah transfusi ini

kemudian akan dihemolisis oleh sistem makrofag jaringan. Jadi, timbul reaksi transfusi

lambat, walaupun biasanya ringan. Pada transfusi darah Rh-positif selanjutnya ke orang

yang sama yang sudah terimunisasi terhadap faktor Rh, maka reaksi transfusi menjadi

sangat kuat dan dapat segera timbul serta sehebat reaksi transfusi akibat ketidakcocokan

golongan darah A atau B. [2]

Tabel kecocokan RBC [3]

Gol. Darah resipien Donor harus

AB + Golongan darah manapun

AB - O - A - B - AB -

A + O - O+ A - A +

A - O - A -

B + O - O + B - B +

B - O - B -

O + O - O +

O - O -

4

Page 5: Isi Makalah

2. Eritroblastosis fetalis

Eritroblastosi fetalis adalah penyakit pada janin dan pada bayi lahir yang ditandai

oleh aglutinasi dan fagositosis sel darah merah janin. Pada sebagian besar eritroblastosis

fetalis, ibunya adalah Rh-negatif dan ayahnya Rh-positif. Bayi mempunyai antigen Rh-

positif yang diturunkan dari ayahnya dan ibu membentuk aglutinin anti-Rh akibat

terpajan denagan antigen Rh janin. Kemudian, aglutinin ibu berdifusi ke dalam tubuh

janin melalui plasenta dan menimbulkan aglutinasi sel darah merah. Kalau hemolisis

pada janin tersebut berat, bayi tersebut dapat meninggal in utero atau dapat mengalami

anemia, ikterus berat, dan edema (hidrops fetalis) [2,4].

Jika bayinya masih dapat bertahan dan dapat dilahirkan, jaringan hematopoietik bayi

mencoba untuk mengganti sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis. Hati da limpa

menjadi sangat besar dan memproduksi sel darah merah dengan cara yang sama seperti

normal yang terjadi selama mas kehamilan,karena cepatnya produksi sel darah merah,

banyak bentuk sel darah merh yang muda, meliputi banyak bentuk blastik yang berinti,

dilepaskan dari sumsum tulang bayi ke dalam sistem sirkulasi,dan karena adanya sel

darah merah merah dalam bentuk blas berinti ini, penyakit tersebut dinamakan

eritroblastosis fetalis. Mereka memperlihatkan gangguan mental yang menetap atau

kerusakan area motorik otak akibat pengendapan bilirubin da dalm sel-sel neuron,

sehingga menyebabakan kehancuran sejumlah besar sel tersebut. Keadaan ini dinamakan

kernikterus [2].

Perlu diketahui bahwa Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus

( yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang

pada bangsa asia. Rhesus negatif pada orang indonesia jarang terjadi, kecuali adanya

perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif [5] .

Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko

terbentuknya antibodi sebesar 8%. Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada

kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%.

Tertundanya pembentukan antibodi pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses

sensitisasi, diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul akibat

produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan

tersensitasi selama kehamilan, terutama trimester ketiga [5].

5

Page 6: Isi Makalah

D. Pencegahan dan pengobatan eritroblastosis fetalis

Untuk meminilisasi bahaya eritroblastosis ini,hendaknya dilakukan pemantauan sejak

dini. Apabila ada potensi inkompabilitas pada golongan darah ibu dan anak, misalny Ibu

dengan Rh negatif dan ayah Rh positif, sebaiknya dilakukan pemantauan berkala antibodi

yang terbentuk dalam darah ibu. USG dapat menjadi alternatif pemantauan untuk mendeteksi

adanya bayi hidrop fetalis [6].

Antigen D pada sistem golongan darah Rh merupakan sumber masalah utama yang

menyebabkan timbulnya reaksi imun dari darah ibu dengan Rh negatif terhadap darah janin

dengan Rh positif. Pada tahun 1970, penurunan insidens eritroblastosis yang dramatis di

capai dengan pengembangan globin imunoglobulin Rh, suatu antibodi anti-D yang di

masukkan ke dalah darah ibu yang hamil, dan dimulai dari usia kehamilan 28-30 minggu.

Antibodi anti-D juga dimasukkan ke dalam darah ibu dengan Rh negatif yang melahirkan

bayi dengan Rh positif untuk mencegah sensitisasi ibu terhadap antigen D. Hal tersebut

sangat mengurangi risiko terbentuknya sejumlah besar antibodi D selama kehamilan

berikutya [2].

Mekanisme yang digunakan globin imunoglobulin Rh untuk mencegah sentisasi terhadap

antigen d tidak sepenuhnya dipahami, namun salah satu efek antibodi anti-D adalah

menghambat produksi antibodi yang terinduksi antigen dari limfosit b pada ibu hamil.

Antibodi anti-D yang dimasukkn juga menempel di tempat pengikatan antigen D apda sel

darah merah janin dengan Rh positif yang dapat menembus plasenta dan memasuki sirkulasi

ibu. Hal tersebut dapat mengganggu respons imun terhadap antigen D [2].

Pengobatan yang dilakukan untuk eritroblastosis fetalis adalah mengganti darah bayi

yang baru lahir dengan darah Rh-negatif. Sekitar 400 mililiter darah Rh-negatif dimasukkan

dalm waktu 1,5 jam atau lebih, sementara darah Rh-positif bayi dikeluarkan. Cara ini dapat

diulangi beberapa kali selama minggu-minggu pertama kehidupan, terutama untuk menjaga

kadar bilirubin agar tetap rendah dan dengan demikian mencegah terjadinya kenikterus. Pada

waktu sel darah Rh-negatif dari transfusi ini diganti dengan sel Rh-positif milik bayi, yaitu

suatu proses yang memerlukan waktu 6 minggu atau lebih, maka aglutini anti-rh yang berasal

dari ibu telah dihancurkan [2].

6

Page 7: Isi Makalah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rhesus Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada

eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-

antigen pada eritrositnya. Apabila dalam genotip terdapat gen dominan D, maka fenotif orang

itu adalah Rh + ; jika gen dominan D tidak ada, fenotif orang itu adalah Rh-. Gen dominan

tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi

dan terjadinya eritroblastosis fetalis.

Untuk mencegah terjadinya ertroblastosis fetalis dapat dilakukan dengan globin

imunoglobulin Rh, suatu antibodi anti-D yang di masukkan ke dalah darah ibu yang hamil,

dan dimulai dari usia kehamilan 28-30 minggu.

Pengobatan yang dilakukan untuk eritroblastosis fetalis adalah mengganti darah bayi

yang baru lahir dengan darah Rh-negatif melalui transfusi darah.

B. Saran

Sebelum melakukan transfusi darah seharusnya mengetahui rhesus darah yang akan

didonorkan dan rhesus resipiennya. Sebelum menikah, kita juga sebaiknya mengetahui

rhesus darah kita dan calon pasangan kita untuk menghindari adanya resiko eritroblastosi

fetalis pada keturunan.

7