36
SISTEM TELEMETRI UNTUK SIMULASI MITIGASI BENCANA KEGEMPAAN DAN DETEKSI PENINGKATAN KADAR KONDUKTIVITAS BELERANG PADA AKTIVITAS GUNUNG BERAPI BERBASIS WIRELESS 802.15.4 Yuhananisa P.; Lailatul K.; Rahil L.; Wahyu Siami P.; Ria O. Abstrak Indonesia merupakan negara yang memiliki kepulauan dan dikelilingi oleh 2 sirkum yaitu pasifik dan mediterania. Keadaan ini sering menyebabkan Indonesia mengalami proses pergeseran lempeng. Selain itu pada pegunungan sering mengalami letusan gunung berapi. Lemahnya sistem informasi dini kebencanaan mendorong penelitian ini menuju solusi berbasis teknologi. Penelitian yang dilakukan adalah dengan mendeteksi peningkatan kadar konduktivitas belerang maupun mendeteksi getaran-getaran yang dihasilkan oleh aktivitas gunung berapi tersebut. Instrumentasi yang diciptakan adalah menggunakan elektroda untuk mengetahui kadar konduktivitas belerang dalam suatu perairan di lingkungan gunung dan juga menggunakan vibration sensor untuk proses pendeteksian gempa. Masing-masing sensor dihubungkan menjadi bagian yang mana terintegrasi ke dalam sebuah modul wireless Xbee Pro 802.15.4 yang terdapat pada masing-masing sensor dan berikut dapat dikomunikasikan dan dikirimkan datanya menuju server untuk dapat dipantau aktivitas gunung tersebut. Teknik pengambilan datanya adalah dengan cara mengirimkan data sensor secara otomatis menuju server dan pada tingkatan diatas ambang batas maka terdapat sebuah sensor untuk memberi tanda peringatan lebih awal dan cepat. Selain itu dari kedua sensor ini dapat diprediksi tentang bagaimana keberadaan aktivitas gunung tersebut guna untuk memberikan status kesiagaan. 1

ISI1

Embed Size (px)

Citation preview

SISTEM TELEMETRI UNTUK SIMULASI MITIGASI BENCANA KEGEMPAAN

DAN DETEKSI PENINGKATAN KADAR KONDUKTIVITAS BELERANG

PADA AKTIVITAS GUNUNG BERAPI BERBASIS WIRELESS 802.15.4

Yuhananisa P.; Lailatul K.; Rahil L.; Wahyu Siami P.; Ria O.

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang memiliki kepulauan dan dikelilingi oleh

2 sirkum yaitu pasifik dan mediterania. Keadaan ini sering menyebabkan

Indonesia mengalami proses pergeseran lempeng. Selain itu pada pegunungan

sering mengalami letusan gunung berapi. Lemahnya sistem informasi dini

kebencanaan mendorong penelitian ini menuju solusi berbasis teknologi.

Penelitian yang dilakukan adalah dengan mendeteksi peningkatan kadar

konduktivitas belerang maupun mendeteksi getaran-getaran yang dihasilkan oleh

aktivitas gunung berapi tersebut. Instrumentasi yang diciptakan adalah

menggunakan elektroda untuk mengetahui kadar konduktivitas belerang dalam

suatu perairan di lingkungan gunung dan juga menggunakan vibration sensor

untuk proses pendeteksian gempa. Masing-masing sensor dihubungkan menjadi

bagian yang mana terintegrasi ke dalam sebuah modul wireless Xbee Pro

802.15.4 yang terdapat pada masing-masing sensor dan berikut dapat

dikomunikasikan dan dikirimkan datanya menuju server untuk dapat dipantau

aktivitas gunung tersebut. Teknik pengambilan datanya adalah dengan cara

mengirimkan data sensor secara otomatis menuju server dan pada tingkatan

diatas ambang batas maka terdapat sebuah sensor untuk memberi tanda

peringatan lebih awal dan cepat. Selain itu dari kedua sensor ini dapat diprediksi

tentang bagaimana keberadaan aktivitas gunung tersebut guna untuk memberikan

status kesiagaan.

Kata Kunci : Xbee pro, Wireless 802.15.4, Mitigasi Bencana, Kegempaan, Konduktivitas

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng

besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah

Indonesia (Gambar 1) dan membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang

kompleks (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini

menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap

gempa bumi (Milson et al., 1992). Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari

hasil pencatatan dimana dalam rentang waktu 1897-2009 terdapat lebih dari

14.000 kejadian gempa dengan magnituda M > 5.0. Kejadian gempa-gempa

utama (main shocks) dalam rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.

Dalam enam tahun terakhir telah tercatat berbagai aktifitas gempa besar di

Indonesia, yaitu Gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa

Nias tahun 2005 (Mw = 8,7), Gempa Jogya tahun 2006 (Mw = 6,3), Gempa Tasik

tahun 2009 (Mw = 7,4) dan terakhir Gempa Padang tahun 2009 (Mw = 7,6).

Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban jiwa, keruntuhan dan

kerusakan ribuan infrastruktur dan bangunan, serta dana trilyunan rupiah untuk

rehabilitasi dan rekonstruksi.

Piranti telekomunikasi yang semakin bervariasi tentunya menjadikan

pilihan bagi kita untuk menyusun instrumen-instrumen instrumentasi maupun

instrumentasi lainnya untuk memanfaatkan sistem telekomunikasi yang efisien.

Banyak di pasaran pilihan berbagai modul telekomunikasi yang dapat

dikombinasikan dengan berbagai instrumentasi apapun. Dengan mengutamakan

efisiensi dan keterjangkauan, maka telekomunikasi nirkabel menjadi salah satu

solusi untuk berbagai instrumentasi. Beberapa contohnya adalah modul nirkabel

radio frekuensi misalnya wireless, bluetooth, radio AM, FM dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka peneliti akan

melakukan penelitian fisika dengan judul: “Sistem Telemetri Untuk Simulasi

Mitigasi Bencana Kegempaan Dan Deteksi Peningkatan Kadar Konduktivitas

Belerang Pada Aktivitas Gunung Berapi Berbasis Wireless 802.15.4”. Dalam

2

penelitian ini, peneliti melakukan kajian transmisi data melalui gelombang

elektromagnetik menggunakan modul Radio Frekuensi Xbee Pro 24-Aci-001

untuk mengirimkan data-data dari sensor yang bersifat realtime demi pengawasan

dan atau lebih disebut sebagai mitigasi bencana.

1.2. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam penelitian ini diajukan

dua masalah penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah pengiriman data kegempaan melalui sistem telemetri?

2. Bagaimanakah deteksi peningkatan kadar konduktivitas belerang dalam

aktifitas gunung berapi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dua masalah penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mendiskripsikan proses pengiriman data kegempaan melalui system

telemetri.

2. Mendiskripsikan proses deteksi peningkatan kadar konduktivitas belerang

dalam aktifitas gunung berapi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti memberikan kontribusi

penting baik untuk masyarakat umum, Industri, ilmuan dan lingkungan pelajar

maupun untuk sivitas akademik di lingkungan Unesa. Pemahaman tentang proses

data kegempaan melalui sistem telemetri dan juga data peningkatan kadar

konduktivitas belerang dalam kebencanaan merupaka solusi atas lemahnya sistem

mitigasi bencana Indonesia atau informasi dini kebencanaan. Dengan adanya

penelitian ini diharapkan dapat di antisipasi berbagai gejala aktivitas gunung

berapi dan dapat diprediksi lebih dini tentang waktu terjadinya bencana. Selain itu

penelitian selanjutnya adalah adalah untuk pengembangan dalam sistem informasi

dini kebencanaan baik di dalam gunung maupun lautan sebagaimana contohnya

adalah tsunami.

3

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Aktivitas Gunung Berapi di Indonesia

Letak daratan Indonesia yang berbatasan langsung  dengan 3 lempeng

aktif dunia sehingga negara Indonesia mendapat julukan ring of fire, ketiga

lempeng aktif dunia itu menyebabkan banyaknya jebakan

aktivitas magmatis salah satunya berupa gunung berapi. Kira-kira 179 gunung api

yang terdapat di negeri ini dan 129 diantaranya masih aktif sampai sekarang.

Karena hal inilah maka hampir setiap tahun paling sedikit satu gunung api

melakukan erupsinya. Aktivitas gunung merupakan pencerminan dari aktivitas

magma yang terdapat di dalam bumi. Berikut adalah peta persebaran gunung

berapi di Indonesia.

Gambar 2.1.1 Peta Cincin Api untuk kawasan Indonesia

Gambar 2.1.2 Peta Persebaran Gunung Berapi Di Indonesia

4

Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya.

Gunung berapi yangaktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat,

sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi

mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali.

Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi

itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.

Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar

magmar di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain

daripada aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai

cara seperti berikut:

Aliran lava.

Letusan gunung berapi.

Aliran lumpur.

Abu.

Kebakaran hutan.

Gas beracun.

Gelombang tsunami.

Gempa bumi.

Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia

Status Makna Tindakan

AWAS

Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana

Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap

Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam

Wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan

Koordinasi dilakukan secara harian

Piket penuh

SIAGA Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana

Peningkatan intensif kegiatan

Sosialisasi di wilayah terancam

Penyiapan sarana darurat Koordinasi harian Piket penuh

5

Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia

seismik Semua data menunjukkan

bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana

Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu

WASPADA

Ada aktivitas apa pun bentuknya

Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal

Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya

Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal

Penyuluhan/sosialisasi Penilaian bahaya Pengecekan sarana Pelaksanaan piket terbatas

NORMAL Tidak ada gejala aktivitas

tekanan magma Level aktivitas dasar

Pengamatan rutin Survei dan penyelidikan

2.2. Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada tindakan untuk

mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi,

termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Dalam UU No.

24 Tahun 2007, usaha mitigasi dapat berupa prabencana, saat bencana dan pasca bencana.

Prabencana berupa kesiapsiagaan atau upaya memberikan pemahaman pada penduduk untuk

mengantisipasi bencana, melalui pemberian informasi, peningkatan kesiagaan kalau terjadi

bencana ada langkah-langkah untuk memperkecil resiko bencana.

Penanganan bencana harus dengan strategi proaktif, tidak semata-mata bertindak

pascabencana, tetapi melakukan berbagai kegiatan persiapan untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya bencana. Berbagai tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi

datangnya  bencana dengan membentuk sistem peringatan dini, identifikasi kebutuhan dan

6

sumber-sumber yang tersedia, penyiapan anggaran dan alternatif tindakan, sampai koordinasi

dengan pihak-pihak yang memantau perubahan alam.

Dalam mitigasi dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak dari bencana

yang akan terjadi yaitu program untuk mengurangi pengaruh suatu bencana terhadap

masyarakat atau komunitas dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pengaturan tata guna

lahan,penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data base, pemantauan dan

pengembangan. Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang amat penting dalam

penanggulangan bencana karena kegiatan ini merupakan kegiatan sebelum terjadinya bencana

yang dimaksudkan untuk  mengantisipasi agar korban jiwa dan kerugian materi yang

ditimbulkan dapat dikurangi. Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana maupun yang

berada di daerah luar sangat besar peranannya, sehingga hal itu perlu ditingkatkan

kesadarannya,  kepeduliannya dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta

kedisiplinan terhadap peraturan dan norma-norma yang ada. Istilah program mitigasi bencana

mengacu kepada dua tahap perencanaan yaitu:

Pertama, perencanaan sebelum kejadian untuk manajemen bencana, mencakup

aktivitas-aktivitas mitigasi dan perencanaan bencana. Kedua, perencanaan serta tindakan

sesudah kejadian, meliputi peningkatan standar teknis dan bantuan medis serta bantuan

keuangan bagi korban. Dalam mitigasi bencana dilakukan tindakan-tindakan antisipatif untuk

meminimalkan dampak dari bencana yang terjadi dilakukan melalui perencanaan tata ruang,

pengaturan tata guna lahan,penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data, pemantauan

dan pengembangan. Dinegara-negara maju, kesalahan dalam pembangunan diimbangi melalui

perencanaan yang matang. Informasi tempat pengungsian saat terjadi bencana alam sangat

penting sebab penduduk yang menyelamatkan diri saat terjadinya bencana seharusnya tahu

kemana mereka harus menyelamatkan diri. Keberadaan rambu-rambu petunjuk arah

penyelamatan seperti yang dilakukan di Jepang mutlak diperlukan agar masyarakat tahu jalur

yang akan dilaluinya untuk menyelamatkan diri sebelum terjadi bencana. Dengan demikian

akan berkurang kepanikan masyarakat pada saat bencana akan terjadi sehingga masyarakat bisa

dengan lebih tenang dalam melakukan upaya mitigasi bencana. Penerapan informasi yang

efektif dan program-program pendidikan,  masyarakat dapat menggunakan brosur, instruksi satu

lembar, uji coba sistem peringatan secara berkala,informasi media cetak dan elektronik dan lain-

lain. Beberapa informasi ini ditujukan bagi institusi-institusi seperti sekolah-sekolah, rumah sakit,

fasilitas perawatan-pemulihan, dan komunitas yang tidak bisa berbahasa setempat (para

7

wisatawan). Upaya-upaya informasi dan pendidikan ini penting diadakan secara rutin dan

komprehensif. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kota ditujukan untuk

mengurangi kerugian dan kerusakan akibat bencana yang sewaktu-waktu dapat melanda

kota.Pemerintah pada daerah yang rawan bencana gempa intensif melakukan simulasi upaya

evakuasidan penyelamatan terhadap bencana. Demikian juga media membantu dengan

menayangkan program yang memberi informasi upaya penyelamatan terhadap bencana gempa.

Dalam hal bencana yang disebabkan oleh gempa bumi di daerah perkotaan, berdasarkan fakta

dan hasil penelitian beberapa pakar, menunjukkan bahwa sebagian besar korban terjadi akibat

keruntuhan dan kerusakan bangunan, seperti jatuhnya atap, runtuhnya kolom,

hancurnya dinding, dll. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mitigasi bencana gempa bumi

melalui pengembangan disain rumah tahan gempa sampai saat ini belum sepenuhnya berhasil.

Hal lain juga yang menyebabkan korban akibat bencana gempa sangat besar adalah tidak

adanyalokasi evakuasi yang mampu memberikan perlindungan bagi warga ketika bencana

terjadi yaitu berupa bangunan penyelamatan yang telah dilengkapi dengan peralatan dan

perlengkapan dalam keadaan darurat. Mitigasi harus memperhatikan semua tindakan yang

diambil untuk mengurangi pengaruh dari bencana dan kondisi yang peka dalam rangka untuk

mengurangi bencana yang lebih besar dikemudian hari. Karena itu seluruh aktivitas mitigasi

difokuskan pada bencana itu sendiri atau bagian elemen dari ancaman.

2.3 Sistem Telemetri

Telemetri (sejenis dengan telematika) adalah sebuah teknologi yang

membolehkan pengukuran jarak jauh dan pelaporan informasi kepada perancang

atau operator sistem. Kata telemetri berasal dari akar bahasa Yunani tele = jarak

jauh, dan metron = pengukuran.

8

Gambar 2.3.1 Skema Pengambilan Data.

Dalam sistem elektromagnetik yang dimaksud sistem komunikasi radio

terrestrial adalah sistem komunikasi yang hanya menggunakan titik-titik di bumi

sebagai stasiun pemancar maupun penerima. Competitor utama sistem kounikasi

radio terrestrial adalah sistem komunikasi satelit (Saunders,2007:105). Sistem

komunikasi satelit adalah sistem komunikasi yang menggunakan satelit sebagai

media pemantul gelombang komunikasi yang ada di bumi sedemikian sehingga

stasiun pemancar yang ada di bumi dapat mengirimkan gelombang komunikasi

menuju stasiun penerima yang berada di belahan bumi lain (Saunders,2007:139-

140).

Kelebihan sistem radio terrestrial adalah waktu pengiriman data yang

relatif lebih cepat dibandingkan dengan sistem komunikasi satelit. Kekurangan

dari sistem radio terrestrial adalah sangat terpengaruh oleh kondisi geografis dan

bentuk permukaan bumi. Selain itu, di dalam sistem komunikasi radio terrestrial

jarak antar hop dibatasi oleh suatu jarak tertentu, hal itu disebabkan oleh bentuk

permukaan bumi yang melengkung. Namun kekurangan tersebut dapat mudah

diatasi dengan melakukan perencanaan jaringan yang matang dan teliti

(Saunders,1999:101-102).

Sjistem komunikasi radio terrestrial sangat erat kaitannya dengan bentuk

relief permukaan bumi. Sebagian besar permukaan bumi adalah tidak rata, ada

lembah, ada bukit, ada pegunungan ada pula daerah yang ditutupi pohon

(Saunders,1999:101)

Macam- macam propagasi gelombang yaitu (1) Free space loss Dalam

propagasi gelombang free space loss, diasumsikan ada satu sinyal langsung antara

pengirim dan penerima. Propagasi gelombang free space loss hanya dapat terjadi

ketika pengirim dan penerima dalam keadaan Line Of Sight (LOS). Yang

dimaksud dengan kondisi LOS adalah keadaan dimana tidak ada obstacle di

daerah Fressnel 1 diantara pengirim dan penerima. Kondisi LOS adalah keadaan

dimana tidak ada obstacle di daerah Fressnel 1 diantara pengirim dan penerima.

Daerah fressnel 1 didefinisikan dengan formula R1 adalah daerah fressnel 1

(dalam m). Sedangkan d adalah jarak antara pengirim dan penerima (dalam Km).

9

d1 adalah jarak antara pengirim dan penghalang (dalam Km). d2 adalah jarak

antara penerima dan penghalang (dalam Km). f adalah frekuensi transmisi (dalam

MHz). Pada kondisi LOS, redaman propagasi hanya di sebabkan oleh redaman

free space (Saunders,1999:93-96); (2) Reflection pada kondisi ini, sinyal yang

datang menuju penerima telah mengalami pantulan terhadap suatu object. Refleksi

dapat terjadi jika sinyal mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dari

panjang gelombang sinyal tersebut. Pantulan tersebut menyebabkan perubahan

fasa dan menimbulkan delay (Saunders,1999:38-40); (3) Diffraction merupakan

difraksi yang terjadi ketika sinyal melewati suatu obyek yang mempunyai bentuk

yang tajam sehingga seolah-olah menghasilkan sumber sekunder

(Saunders,1999:45-46). Contoh peristiwa difraksi adalah ketika gelombang

mengenai puncak bukit atau atap rumah. Redaman difraksi dapat diperoleh

dengan mencari nilai v sesuai kondisi yang terjadi. Setelah itu kemudian

menghitung nilai redaman sesuai dengan nilai v yang diperoleh; (4) Scattering

terjadi ketika sinyal melewati suatu obyek yang kasar atau memiliki bentuk yang

tajam. Peristiwa Scattering menyebabkan dihamburkan dan terpecah-pecah

menjadi beberapa sinyal. Hal itu menyebabkan level daya sinyal menjadi lebih

kecil (Saunders,1999:40-41).

Dalam proses pengiriman data diperlukan beberapa instrumentasi yang

mendukung proses pengiriman informasi. Pada penelitian ini menggunakan

beberapa instrumen baik sebagai pemroses data maupun sebagai modulator untuk

sistem propagasi. Menurut Bisyri (2012) proses pengiriman data melalu

gelombang elegtromagnetik pada penelitian kali ini memanfaatkan sebuah modul

yang mana sudah terintegrasi kedalam rangkaian elektronik yang cukup cerdas

yang lebih efisien dan praktis. Modul ini menggunakan sistem wireless dengan

protokol 802.15.4. Xbee-Pro yang merupakan serial interface tanpa kabel yang

berfungsi menghubungkan mikrokontroler satu dengan lainya melalui medium

udara dengan jarak komunikasi serial ini bisa mencapai 1,6 kilometer diluar

ruangan. Kelebihan utama yang menjadikan Xbee-pro dipilih sebagai komunikasi

serial nirkabel karena Xbee-Pro memiliki konsumsi daya yang rendah yaitu

hanya 3,3 Volt. Modul ini beroperasi pada rentang frekuensi 2.4 GHz.

10

Bisiry (2012) mengatakan Pada dasarnya, XBee Pro merupakan modul

komunikasi dengan menggunakan komunikasi serial. Akan tetapi apabila mode

API digunakan dibutuhkan pemaketan data RF. Untuk itu data akan di-buffer

terlebih dahulu sebelum dikirim atau diterima. Flow data serial menjadi paket RF.

Pada XBee apabila ada data input (DI), data akan masuk ke DI buffer. Setelah itu,

input data akan diteruskan ke RF TX buffer, kemudian untuk mentransmisikan

input data, posisi RF switch menjadi transmitter. Begitu juga sebaliknya, apabila

ada data yang diterima, posisi RF switch menjadi 4 receiver lalu data akan masuk

RF RX buffer, kemudian data diteruskan ke DO buffer lalu menjadi data output

(DO), kemudian DO diteruskan dari XBee ke host.

Device yang memiliki interface UART dapat terhubung langsung pada

pin modul RF. Sistem data flow diagram pada UART dapat dilihat pada

Gambar berikut.

Pada mode operasi XBee Application Programming Interface (API), data

yang masuk diurutkan pada frame sesuai dengan urutan yang telah ditentukan.

Data frame yang berurutan ini akan membantu dalam proses membedakan

command, command response dan status pengiriman.

Pada penelitian kali ini maka akan digunakan mikrokontroler ATxmega

128A1 yang memiliki banyak fitur diantaranya adalah tentang Analog/Digital

konverter yang mana mampu mengubah bentuk sinyal dari analog menuju sinyal

digital, begitu juga sebaliknya. Dengan adanya fitur ini maka akan dapat

menunjang pengguna untuk lebih mudah mengolah sinyal baik analog maupun

11

Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)

digital tanpa harus menggunakan tambahan perangkat elektronika tambahan

seperti ADC (Analog Digital Converter) ataupun DAC (Digital Analog

Converter). Selanjutnya fitur dalam microcontroler ini adalah mendukung untuk

proses timer dan counter dengan beberapa fasilitas sebanyak 8 bit. Selain itu juga

terdapat menu RTC (Real Time Clock) yaitu bentuk detak timer yang dapat

dimanfaatkan sebagai IC (Integrated Cyrcuite) waktu atau bisa dikatakan

berfungsi sebagai perangkat jam internal. Berikut adalah bentuk fisik dari

ATxmega 128A1 yang memiliki 100 pin. Fitur selanjutnya adalah Port untuk

komunikasi yaitu SPI (Serial Pheriperal Interface). Komunikasi ini memanfaatkan

master dan slave. Dimana bisa menggunakan banyak sekali slave dan dengan

sistem menyamakan clock. Berikut adalah Bagan dari komunikasi Slave yang

digunakan

2.4 Sistem Deteksi Kadar Konduktivitas Perairan

Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air untuk

menghantarkan aliran listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion

dan suhu air, oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi

kenaikan DHL. DHL adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan cair

untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion,

total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran.

Biasanya makin tinggi konduktivitas dalam air, maka air akan terasa payau

sampai asin. Walaupun dalam baku mutu air tidak ada batasnya, tetapi untuk nilai-

nilai yang ekstrim perlu diwaspadai. Konduktivitas air ditetapkan dengan

mengukur tahanan listrik antara dua elektroda dan membandingkan tahanan ini

dengan tahanan suatu larutan potasium klorida pada suhu 25°C. Bagi kebanyakan

air, konsentrasi bahan padat terlarut dalam miligram per liter sama dengan 0,55

sampai 0,7 kali hantaran dalam mikroumhos per sentimeter pada suhu 25°C. Nilai

yang pasti dari koefisien ini tergantung pada jenis garam yang ada didalam air.

PH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas

keadaan asam atau basa sesuatu larutan. PH juga merupakan satu cara untuk

menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor

yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan

12

sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam

melakukan koagulasi kimiawi, pelunakan air (water softening) dan pencegahan

korosi. PH air dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan

melihat tingkat keasaman atau kebasaan air, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen

pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses

pembasaan. Angka indeks yang umum digunakan 0 sampai 14 dan merupakan

angka logaritmik negatif dari konsentrasi ion hydrogen di dalam air. Angka pH 7

adalah netral, sedangkan angka pH lebih besar dari 7 menunjukkan air bersifat

basa dan terjadi ketika ion-ion karbonat dominan, dan pH lebih kecil dari 7

menunjukkan air bersifat asam.

Nilai pH air biasanya didapat dengan potensiometer yang mengukur

potensial listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H+ atau dengan bahan celup

penunjuk warna, misalnya methyl orange atau phenolphthalein. Pengukuran pH

juga dapat menggunakan pH meter, kertas lakmus dan kalorimeter. PH meter pada

dasarnya menentukan kegiatan ion hidrogen menggunakan elektroda yang sangat

sensitif terhadap kegiatan ion merubah signal arus listrik. Cara ini praktis, teliti

dan dapat digunakan di lokasi sampling. Sistem yang dipakai adalah tertera pada

gambar berikut. Yang mana pada masing-masing elektroda dihubungkan kedalam

sitem yang dapat kita atur berapa tegangan yang dapat diberikan dalam system

terhadap lingkungan serta inverter yang mampu menjadikan system dapat dikenali

oleh mikrokontroller yang kemudian nanti datanya dapat diolah dan kemudian

dapat ditransmisikan menuju server untuk dapat diketahui aktivitas gunung

apakah meningkat ataupumn cenderung konstan.

Gambar 2.4.1 Bagan Cara mengukur konduktivitas.

2.5 Sistem Deteksi Kegempaan

13

Permasalahan utama dari peristiwa-peristiwa gempa (Masyhur Irsyam,

2010) adalah: 1) sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar, 2)

merupakan kejadian alam yang belum dapat diperhitungkan dan diperkirakan

secara akurat baik kapan dan dimana terjadinya serta magnitudanya, dan 3)

gempa tidak dapat dicegah. Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat

diperkirakan secara akurat, usaha-usaha yang biasa dilakukan adalah: a)

menghindari wilayah dimana terdapat fault rupture, kemungkinan tsunami, dan

landslide, serta b) bangunan sipil harus direncanakan dan dibangun tahan gempa.

Pengalaman telah membuktikan bahwa sebagian besar korban dan kerugian yang

terjadi akibat gempa disebabkan oleh kerusakan dan kegagalan infrastruktur.

Kerusakan akibat gempa dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: 1) kerusakan tidak

langsung pada tanah yang menyebabkan terjadinya likuifaksi, cyclic mobility,

lateral spreading, kelongsoran lereng, keretakan tanah, subsidence, dan deformasi

yang berlebihan, serta 2) kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya

inersia yang diterima bangunan selama goncangan. Pencegahan kerusakan

struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia akibat gerakan tanah dapat

dilakukan melalui proses perencanaan dengan memperhitungkan suatu tingkat

beban gempa rencana. Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan

gempa, analisis dan pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan

untuk mendapatkan beban gempa rencana.

Secara umum, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa, terdapat

beberapa jenis metoda analisis dengan tingkat kesulitan dan akurasi yang

bervariasi. Sesuai dengan metoda analisis yang digunakan, parameter pergerakan

tanah yang diperlukan untuk perhitungan dapat diwakili oleh: 1) percepatan tanah

maksimum, 2) respon spektra gempa, dan 3) riwayat waktu percepatan gempa

(time histories).

Percepatan tanah maksimum hanya memberikan informasi kekuatan

puncak gempa. Respon spektra gempa memberikan informasi tambahan mengenai

frekuensi gempa dan kemungkinan efek amplifikasinya. Riwayat waktu

percepatan gempa memberikan informasi terlengkap 4 yaitu berupa variasi

besarnya beban gempa untuk setiap waktu selama durasi gempa. Dalam analisis

gempa, semakin sederhana suatu metoda analisis berarti semakin sedikit

14

parameter gempa yang diperlukan. Akan tetapi, semakin banyak parameter yang

diperlukan umumnya akan menghasilkan perkiraan hasil yang semakin akurat.

Dalam pengukuran dan pendeteksian gempa maka akan kita gunakan

sensor getaran yang dapat mengubah getaran menjadi bentuk Voltase yang mana

datanya nati akan dimasukkan kedalam mikrolkontroler yang dapat diolah

menjadi sebuah informasi. Informasi tersebut akan menjadikan valid jika terdapat

beberapa system kecerdasan di dalamnya. Sensor Getaran ini diintegrasikan

dengan mikrokontroler ATxmega 128 1A yang kemudian datanya akan

dikirimkan melalui system telemetri. Dalam penelitian ini kita menggunakan

modul RF Xbee Pro ACI-24-001 yang termasuk dalam kelas wireless.

Penggunaan sensor ini adalah untuk mengetahui aktivitas pegunungan berupa

gerakan ataupun goncangan yang diakibatkan dari aktivitas gunung tersebut.

Gambar 2.5.1 Sensor Getaran

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahap-tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pembuatan instrumentasi

penelitian terlebih dahulu dan selanjutnya dilakukan proses simulasi untuk

memberikan pelatihan tanggap dalam menghadapi bencana serta mengambil

tindakan real dan cepat ketika terjadi kegempaan.

Gambar 3.1. Diagram alir metodologi penelitian.

16

3.2 Metode Pengukuran

Pada penelitian kali ini prosedur yang akan dilakukan adalah penelitian

secara bertahap dari persiapan hingga finishing (proses simulasi). Adapun tahapan

yang pertama dilakukan adalah perancangan kemudian diikuti dengan pembuatan

alat dan selanjutnya diikuti dengan proses pengambilan data serta analisis data.

3.3 Instrumentasi Penelitian

Tahap Perancangan dan pembuatan alat dimulai dengan pembuatan

rangkaian elektronika yaitu merancang pada software Eagle untuk pembuatan

PCB dengan mendesain sebanyak tiga buah desain alat yaitu dua diantaranya

sebagai client dan satu sebagai server. Instrumen penelitian yang akan dibuat

nantinya adalah terdapat 2 sistem klien yang mana klien pertama adalah sensor

konduktivitas yang terintegrasi ke dalam sebuah sistem mikrokontroler dan

selanjutnya akan dihubungkan kedalam pemancar Xbee pro dan dikirimkan

datanya menuju server. Selanjutnya datadari sensor getar adalah data yang

digunakan untuk memperoleh getaran yang mana ketika data diperoleh dari sensor

getaran selanjutnya akan di masukkan kedalam sistem mikrokontroler untuk

diolah danselanjutnya dikirimkan melui pemancar menuju server untuk dapat

diketahui apakah terdapat peningkatan aktivitas gunung. Dalam hal ini maka

tentunya server berfungsi untuk mengolah data yang diperoleh dari hasil

pengiriman sensor baik konduktivitas maupun sensor getar yang pada kali ini

akandi olah datanya untuk dapat diterjemahklan menjadi sebuah peringatan ketika

aktivitas mulai naik. Dalam penelitian ini yang akan kita lakukan adalah mberikan

alaram baik buzer maupun alaram berupa lampu untuk memberikan kode

peningkatan aktivitas gunung berapi.

17

Gambar 3.3.1.1 Diagram Blok instrumen penelitian.

Diagram Block Intrumen Penelitian

Modul RFXbee Pro 24-ACI-001

Mikrokontroler Atxmega 128 A1

Display (LCD Nokia 3310)

Power Suplay DC 5V dan 3.3 V

Sensor getar / konduktivitasMemory

(MicroSD)

3.3.1 Software CodeVision AVR 2.05

Disini kita memanfaatkan Software bantu atau kerap dikenal dengan sebutan

compiler yaitu Code Vision AVR. Compiler ini cukup membantu dalam

pembuatan software dan juga melakukn enkripsi data dari bahasa tingkat tinggi ke

bahasa mesin atau yang dikenal dengan bahasa mesin asembli. Compiler yang

digunakan adalah versi ke 2.05. Pembuatan software dibedakan menjadi 2 bagian

yaitu untuk server dan untuk client. Untuk client menggunakan sitem awal dan

akhir sitem. Maksudnya adalah client berperan sebagai pengirim dan penerima

saja. Yang selanjutnya adalah server yaitu menggunkan sistem forwader atau

lebih dikenal dengan sistem penyalur data dan tempat terminal data dari clent.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa C dimana pada pemrograman dengan

menggunakan Bahasa C ini merupakan bahasa tingkat tinggi. Yang cukup mudah

untuk di kenal manusia. Selanjutnya ketika program sudah jadi maka untuk

memasukkan ke dalam peralatan peneltian menggunakan alat bantu yang disebut

dengan downloader yang berfungsi memindahkan data dari komputer menuju

mikrokontroler pada rangkaian tersebut.

3.4 Rancangan Percobaan

Langkah awal dalam pengambilan data adalah mempersiapkan berbagai

instrumentasi yang telah dirangkai sebelumnya. Serta mempersiapkan berbagai

peralatan bantu pada untuk membantu proses pengambilan data. Yang harus

dilakukan pertama kali adalah memasitikan bahwa semua peralatan memiliki

sumber energi yang cukup yang pada penelitian kali ini di dapat dari baterei dan

power suply untuk instrument server. Selanjutnya langkah yang harus dilakukan

adalah mulai menghidupakn semua instrumentasi baik pada client 1, client 2

maupun pada server. Pada masing-masing instrumen akan melakukan proses

kalibrasi sensor secara otomatis. Setelah proses tersebut dilakukan secara otomatis

oleh masing-masing instrumen maka selanjutnya adalah mengambil data secara

otomatis oleh sensor tersebut yang akan digunakan oleh server sebagai bahan

kajian data untuk menentukan status gunung tersebut. Klien 1 adalah sensor

konduktivitas yang mana akan mengambil data konduktivitas dari suatu cairan di

dekat gunung yang nantinya akan dapat kita simpulkan ketika terdapat perubahan

18

konsentrasi larutan. Perubahan konsentrasi inilah yang akan kita kita gunakan

sebagai bahan acuan untuk menentukan peningkatan kadar belerang. Setelah

mengetahui kadar konduktivitas airnya maka akan dikirimkan sebuah data yang

mana data tersebut sudah berupa dana numerik yang telah diolah dan

diterjemahkan mikrokontroler untuk selanjutnya diambil datanya dan selanjutnya

dikirim menuju server. Hal yang sama dilakukan oleh klien dua, hanya saja pada

klien dua ini didapatkan harga nilai numerik yang diperoleh dari sensor getar.

Yang selanjutnya juga akan ditransmisikan menuju server untuk diketahui

aktivitas getaran gunung sebagaimana seperti sebuah seismograp.

Gambar 3.4.1 Teknik pengambilan data.

19

BAB IV

JADWAL PENELITIAN

Rencana Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

Pembuatan proposal penelitian

Perencanaan kegiatan

Pencarian alat dan bahan pendukung

Pembuatan Instrumentasi Penelitian

Pengambilan data

Analisis data dengan Ms. Excel

Penyusunan laporan akhir penelitian

Penyerahan laporan

20

BAB V

REKAPITULASI ANGGARAN

5.5 Rekapitulasi Angaran

No

.Jenis Pengeluaran

Biaya yang

diusulkan

1 Peralatan dan Bahan 2,000,000.00

2 Biaya Perjalanan 1,000,000.00

3 Honor Tim 1,250,000.00

4 Lain-lain 750,000.00

Jumlah 5,000,000.00

21

DAFTAR PUSTAKA

Barnett, R. H., Cox, S., & O'Cull, L. (2007). Embedded C Programming and the Atmel AVR. Canada: The Thomson Learning Inc.

Bisiry, K. A. (2012). Rancang Bangun Komunikasi Data Wireless Mikrokontroler Menggunakan Modul Xbee Zigbee (IEEE 802.15.4). Jurnal Ilmiah, 30.

Collin, R. E. (1985). Antennas And Radios Waves Propagation. Singapore: Singapore National Printers (Pte) Ltd.

Gosling, W. (2004). Radios Antennas And Propagation. Oxford: A division of Reed Educational and Professional Publishing Ltd .

Griffiths, D. J. (1999). Introduction To Electrodynamics (3rd ed.). (A. Reeves, Ed.) New Jersey: Prentice Hall.

http://id.wikipedia.org/wiki/Telemetri

http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/beberapa-parameter-kualitas-fisika-dan.html

Irsyam, M. (2010). Ringkasan Hasil Study Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010., (p. 44). Bandung.

Saunders, S. R., & ´N -Zavala, A. A. (2007). Antennas And Propgation For Wireless Communication System. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons Ltd.

Supriyanto. (2007). Perambatan Gelombang Elegtromagnetik. Jakarta: Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia.

22