46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah lanjut usia dihadapi oleh hampir semua Negara di dunia, termasuk Indonesia. Menurut laporan data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the census USA bahwa di Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414 % atau lebih dari empat kali lipat dari jumlah lanjut usia di tahun 1990, dan ini merupakan suatu angka paling tinggi di dunia. Dengan jumlah lanjut usia yang meningkat, maka resiko terjadinya gangguan kesehatan pada lanjut usia juga akan semakin besar salah satu gangguan kesehatan yang sering dijumpai pada lanjut usia adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 4 Gangguan tersebut meliputi dehidrasi, hipernatremi, dan hiponatremi. Di Amerika serikat, dehidrasi terjadi pada sekitar 7% penderita berusia 65 tahun yang dirawat dirumah sakit dengan rerata rawat 14 hari. Dehidrasi merupakan alasan utama pasien usia lanjut dibawa keruang gawat darurat, jika dehidrasi tidak di tertangan, angka mortilitas mencapai lebih 50 %. Data dii Indonesia 1

Isi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

juh

Citation preview

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah lanjut usia dihadapi oleh hampir semua Negara di dunia,

termasuk Indonesia. Menurut laporan data demografi penduduk internasional

yang dikeluarkan oleh Bureau of the census USA bahwa di Indonesia pada tahun

2025 akan mengalami kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414 % atau lebih dari

empat kali lipat dari jumlah lanjut usia di tahun 1990, dan ini merupakan suatu

angka paling tinggi di dunia. Dengan jumlah lanjut usia yang meningkat, maka

resiko terjadinya gangguan kesehatan pada lanjut usia juga akan semakin besar

salah satu gangguan kesehatan yang sering dijumpai pada lanjut usia adalah

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.4Gangguan tersebut meliputi

dehidrasi, hipernatremi, dan hiponatremi.

Di Amerika serikat, dehidrasi terjadi pada sekitar 7% penderita berusia 65

tahun yang dirawat dirumah sakit dengan rerata rawat 14 hari. Dehidrasi

merupakan alasan utama pasien usia lanjut dibawa keruang gawat darurat, jika

dehidrasi tidak di tertangan, angka mortilitas mencapai lebih 50 %. Data dii

Indonesia diperoleh dari instalasi gawat darurat Departemen Ilmu Penyakit Dalam

RSUPN-CM tahun 2000-2001 dimana sebanyak 45 % pasien usia lanjut yang

dibawa ke gawat darurat, menderita dehidrasi.

Hipernatremi terjadi pada sekitar 1% pasien berusia lebih dari 60

tahunyang dirawat dirumah sakit dengan mortilitas 40%. Weinberg et al

menemukan bahwa pada 60% febris yang dirawat dirumah sakit mengalami

hipernatremia.

Kleinfield et at melaporkan kejadian hiponatremianpada penderita usila

yang dirawat dirumah sakit sebesar 11%,

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi

tubuhtetap sehat. Keseimbangan caira n dan elektrolit didalam tubuh adalah

merupakansalah satu bagian dari fisiologi homeostasis . Keseimbangan cairan dan

elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.

Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air

1

Page 2: Isi

tubuh total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan

elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu

maka aka nberpengaruh pada yang lainnya.

Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting artinya untuk proses

kehidupan dalam tubuh manusia. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

didefinisikan sebagai keadaan perubahan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh

total.Gangguan keseimbangan cairtan dan elektrolit adalah kesakitan dan

kematian yang sering terjadi pada usia lanjut. Gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit pada lanjut usia dapat terjadi karena adanya beberapa hal yang terkait

dengan usia antara lain yaitu cairan tubuh total berkurang, rangsang haus

berkurang, kemampuan memekatkan urin menurun, multipatologi dan berbagai

masalah pada geriatri.

2

Page 3: Isi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERUBAHAN SISTEM TUBUH PADA PROSES MENUA

2.1.1 Perubahan pada Sistem Sensoris

Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

saling berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau

membentuk hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan

menginterprestasikan masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-

hari. Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan

terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-

fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan,

pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan

integrasi dari persepsi sensori

2.1.2 Penglihatan

Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal

dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan

akomodasi, konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta

kekeruhan lansa mata, yaitu katarak. Semakin bertambahnya usia, lemak

akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna

putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus

sinilis, biasanya ditemukan pada lansia.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat

proses menua:

Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan

akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi

lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis,

dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan

penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam

membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat dengan

jarak pandang dekat.

3

Page 4: Isi

Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter

pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan

lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat

tertentu.

Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang

terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah

penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam

membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas

terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari,

gangguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam

penilaian ketinggian), perubahan dalam persepsi warna.

Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata

berpotensi terjadi sindrom mata kering.

2.1.3 Pendengaran

Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis

dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada lansia

disebut presbikusis.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat

proses menua:

Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural,

hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak

berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi

dari hal ini adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidak

mampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan

dalam mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi seperti beberapa

konsonan (misal f, s, sk, sh, l)

Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran

timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen

menjadi lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah gangguan

konduksi suara.

4

Page 5: Isi

Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit

menjadi lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin. Implikasi dari

hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada

gangguan konduksi suara.

2.1.4 Perabaan

Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi

fungisional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran.

Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah

kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik

sewaktu muda dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain, dan sikap

dari masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan

kontak fisik dengan lansia.

2.1.5 Pengecapan

Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada

saat seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah

satu keniknatan dalam kehidupan. Perubahan yang terjadi pada

pengecapan akibat proses menua yaitu penurunan jumlah dan kerusakan

papila atau kuncup-kuncup perasa lidah. Implikasi dari hal ini adalah

sensitivitas terhadap rasa (manis, asam, asin, dan pahit) berkurang.

2.1.6 Penciuman

Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius

oleh zat kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada

penciuman akibat proses menua yaitu penurunan atau kehilangan sensasi

penciuman kerena penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga dianggap

sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi penciuman termasuk

pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan faktor lingkungan.

Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas terhadap bau.

2.1.7 Perubahan pada Sistem Integumen

Pada lasia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas

diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan

dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak

lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit,

5

Page 6: Isi

lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yangterpajan sinar mata

hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah. Sedikit kolagen

yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan

elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih

kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas

kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan

penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan

penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade

dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang

sebesar 2,5% per dekade.

Stratum Koneum

Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang

terdiri dari timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang

terjadi pada stratum koneum akibat proses menua:

- Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal

ini adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh

lebih lama.

- Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah

penampilan kulit lebih kasar dan kering.

Epidermis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis

akibat proses menua:

- Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses

perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari

hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga

mudah terjadi pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan

merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi.

- Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah

perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya

pigmentasi yang tidal merata pada kulit.

6

Page 7: Isi

- Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan

konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap

pemeriksaan kulit terhadap alergen berkurang.

- Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah

perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang

abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.

Dermis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat

proses menua:

- Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan

dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia

rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan

luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit

terhadap zat-zat topikal.

- Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim.

Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya

kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang.

- Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi

dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu malakukan

termoregulasi.

Subkutis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat

proses menua:

- Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini

adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang

rangka.

- Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini

adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit

7

Page 8: Isi

Bagian tambahan pada kulit

Bagian tambaha pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini,

korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rambut, kuku, korpus

pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea akibat

proses menua:

- Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah Rambut

bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita,

mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria, rambut dalam

hidung dan telinga semakin jelas, lebih banyak dan kaku.

- Pertumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku

menjadi lunak, rapuh, kurang berkilsu, dan cepet mengalami kerusakan.

- Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi sentuhan)

menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah

mengalami nekrosis karenan rasa terhadap tekanan berkurang.

- Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan

respon dalam keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering

2.1.8 Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal

Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas,

gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia,

perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena

penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa

hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-

arsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun

spontan.3

Sistem Skeletal

Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh

mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada

sistem skeletal akibat proses menua:

- Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus

intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari

8

Page 9: Isi

hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan

barrel-chest.

- Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi

sebagai perlindungan terhadap beban geralkan rotasi dan lengkungan.

Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur.

Sistem Muskular

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem

muskular akibat proses menua:

- Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi

dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang

kurang aktif

- Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan

sendi, penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan

degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan

fleksi.

Sendi

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat

proses menua:

- Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini

adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi da deformitas.

- Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan

risiko cedera.

Estrogen

Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua,

yaitu penurunan hormon esterogen. Implikasi dari hal ini adalah

kehilangan unsur-unsur tulang yang berdampak pada pengeroposan tulang.

9

Page 10: Isi

2.1.9 Perubahan pada Sistem Neurologis

Berat otak menurun 10 – 20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat

kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat

otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11%

dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama

umur 20-90 tahun. Otak 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50

tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume

otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung

100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan

impuls listrik dari susunan saraf pusat.6Pada penuaan otak kehilangan 100.000

neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan

kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak menurun

10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit di

neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara

progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit

lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan

berasal dari lisosom atau mitokondria.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem neurologis

akibat proses menua:

- Konduksi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal ini adalah

refleks tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi.

- Peningkatan lipofusin sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal ini

adalah vasokonstriksi dan vasodilatasi yang tidak sempurna.

- Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikasi dari hal ini

adalah bahaya kehilangan panas tubuh.

2.1.10 Perubahan pada Sistem Kardiovaskular

Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural

maupun fungisional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi

ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan

kebutuhan darah yang teroksigenasi. Jumlah detak jantung saat istirahat pada

orang tua yang sehat tidak ada perubahan, namun detak jantung maksimum

10

Page 11: Isi

yang dicapai selama latihan berat berkurang. Pada dewasa muda, kecepatan

jantung di 21 bawah tekanan yaitu, 180-200 x/menit. Kecepatan jantung pada

usia 70-75 tahun menjadi 140-160 x/menit.2

2.1.11 Perubahan Struktur

Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan

terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan

merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi

kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-terkait.

Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung,

yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan

amiloid, degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan dan kekakuan

pembuluh darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada lansia terjadi

perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun.2

Berikut ini merupakan perubahan struktur yang terjadi pada sistem

kardiovaskular akibat proses menua:

- Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan

hilangnya fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah

ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunankekuatan

kontraktil.

- Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his

kehilangan serat konduksi yang yang membawa impuls ke ventrikel.

Implikasi dari hal ini adalah terjadinya disritmia.

- Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena

peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan

medial arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpulan respon

baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan dingin.

- Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah vena

menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna

sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan

penumpukan darah.

11

Page 12: Isi

2.1.12 Perubahan pada Sistem Pulmonal

Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding

dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada

usia 60 tahun. Penurunan lajuekspirasi paksa atu detik sebesar 0,2

liter/dekade.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem

pulmonal akibat proses menua:

- Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis, dan pembesaran

alveoli. Implikasi dari hal ini adalah penurunan daerah permukaan untuk

difusi gas.

- Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu. Implikasi dari hal ini

adalah penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume.

- Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. Implikasi dari hal ini

adalah dispnea saat aktivitas.

- Kalsifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi

pengembangan. Implikasi dari hal ini adalah Emfisema sinilis, pernapasan

abnominal, hilangnya suara paru pada bagian dasar.

- Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Implikasi

dari hal ini adalah atelektasis.

- Kelenjar mukus kurang produktif. Implikasi dari hal ini adalah akumulasi

cairan, sekresi kental dan sulit dikeluarkan.

- Penurunan sensitivitas sfingter esofagus. Implikasi dari hal ini adalah

hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif.

- Penurunan sensitivitas kemoreseptor. Implikasi dari hal ini adalah tidak

ada perubahan dalam PaCO2 dan kurang aktifnya paru-paru pada

gangguan asam basa.

12

Page 13: Isi

2.1.13 Perubahan pada Sistem Endokrin

Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar

gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini

adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan.

Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75%

dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan

“apatheic thyrotoxicosis”.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem

endokrin akibat proses menua:

- Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa

darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.

- Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini

adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.

- Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini

adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.

- Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit

menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini

adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.

2.1.14 Perubahan pada Sistem Renal dan Urinaria

Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal,

bladder, uretra, dan sisten nervus yang berdampak pada proses fisiologi

terlait eliminasi urine. Hal ini dapat mengganggu kemampuan dalam

mengontrol berkemih, sehingga dapat mengakibatkan inkontinensia, dan

akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.

Perubahan pada Sistem Renal

Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang

menjadi 1 juta nefron dan memiliki banyak ketidaknormalan.

Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai usia 25

tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron bertugas

sebagai penyaring darah, perubahan aliran vaskuler akan

mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya mempebgaruhi fungsi

pengaturan, ekskresi, dan matabolik sistem renal.2,5

13

Page 14: Isi

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal

akibat proses menua:

- Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area

fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan

volume tubulus proksimal berkurang, dan penurunan aliran darah renal.

Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga

secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% darah dengan

kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97 mL/menit atau

kurang) dan menyaring protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia.

- Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak

tubuh, penurunan cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan

kemampuan untuk memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah

penurunan total cairan tubuh dan risiko dehidrasi.

- Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran

gastrointestinal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko

osteoporosis.

Perubahan pada Sistem Urinaria

Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua,

yaitu penurunan kapasitas kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan

volume residu (N: 50 mL), peningkatan kontraksi kandung kemih yang

tidak di sadari, dan atopi pada otot kandung kemih secara umum.

Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko inkotinensia.

Perubahan pada Sistem Gasrointestinal

Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia

berkaitan dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus terjadi

perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada

rahang, mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan.3

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem

gastrointestinal akibat proses menua:

14

Page 15: Isi

1. Rongga Mulut

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rongga mulut

akibat proses menua:

- Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusustan dan fibrosis

pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi.

Implikasi dari hal ini adalah tanggalnya gigi, kesulitan dalam

mempertahankan pelekatan gigi palsu yang lepas.

- Hilangnya kuncup rasa. Implikasi dari hal ini adalah perubahan

sensasi rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk

mendapatkan rasa yang sama kualitasnya.

- Atrofi pada mulut. Implikasi dari hal ini adalah mukosa mulut tampak

lebih merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena

penyusutan epitelium dan mengandung keratin.

- Air liur/ saliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang

yang telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui

mekanisme sebagai berikut: penyediaan enzim pencernaan, pelumasan

dari jaringan lunak, remineralisasi pada gigi, pengaontrol flora pada

mulut, dan penyiapan makanan untuk dikunyah. Pada lansia produksi

saliva telah mengalami penurunan.

2. Esofagus, Lambung, dan Usus

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada esofagus,

lambung dan usus akibat proses menua:

- Dilatasi esofagus, kehilangan tonus sfingter jantung, dan penurunan

refleks muntah. Implikasi dari hal ini adalahpeningkatan terjadinya

risiko aspirasi.

- Atrofi penurunan sekresi asam hidroklorik mukosa lambung sebesar

11% sampai 40% dari populasi. Implikasi dari hal ini adalah

perlambatan dalam mencerna makanan dan mempengaruhi

penyerapan vitamin B12, bakteri usus halus akan bertumbuh secara

berlebihan dan menyebabkan kurangnya penyerapan lemak.

15

Page 16: Isi

- Penurunan motilitas lambung. Implikasi dari hal ini adalah penurunan

absorbsi obat-obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12, dan konstipasi

sering terjadi.1,5

3. Saluran Empedu, Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas

Pada hepar dan hati mengalami penurunan aliran darah sampai

35% pada usia lebih dari 80 tahun.5 Berikut ini merupakan perubahan

yang terjadi pada saluran empedu, hati, kandung empedu, dan

pankreas akibat proses menua:

- Pengecilan ukuran hari dan penkreas. Implikasi dari hal ini adalah

terjadi penurunan kapasitas dalam menimpan dan mensintesis protein

dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan kadar

gula darah yang tinggi (250-300 mg/dL).

- Perubahan proporsi lemak empedu tampa diikuti perubahan

metabolisme asam empedu yang signifikan. Implikasi dari hal ini

adalah peningkatan sekresi kolesterol.

2.1.15 Perubahan pada Sistem Reproduksi

Pria

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem

reproduksi pria akibat proses menua:

- Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya

penurunan secara berangsur-angsur.

- Atrofi asini prostat otot dengan area fokus hiperplasia. Hiperplasia

noduler benigna terdapat pada 75% pria >90 tahun.6

Wanita

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem

reproduksi wanita akibat proses menua:

- Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasi dari hal ini adalah

atrofi jaringan payudara dan genital.

16

Page 17: Isi

2.2 CAIRAN DAN ELETROLIT

2.2.1 definisi

Cairan tubuh adalah : larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut sedangkan

Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan

listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Caiaran dan elektrolit

masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan intravena dan

didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.

Air tubuh total atau Total Body Water (TBW) adalah presentase dari

berat air dibandingkan dengan berat badan total. TBW bergantung pada usia,

berat badan badan, jenis kelamin, dan derajat obesitas (kandungan lemak

dalam tubuh)

Table 1. Prosentase cairan tubuh:Jenis Prosentase

Bayi (baru lahir) 75%Dewasa pria (20-40 tahun) 60%Dewasa wanita (20-40 tahun) 50%Usia lanjut 45-50%

1. Pada bayi

Sekitar 75% berat badannya adalah air. Karena bayi memiliki area

permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan berat badannya, bayi

mengalami kehilangan air tak kasat mata (difusi molekul air melalui sel-

sel kulit). Kebutuhan cairannya juga lebih tinggi karena pertumbuhan

yang cepat dan peningkatan metabolisme yang mengakibatkan

peningkatan produksi urin

2. Pada orang dewasa

Total body water mencapai 60% berat tubuh (sekitar 40 L) laki-

laki muda dan 50% berat badan (sekitar 30 L) perempuan muda.lemak

pada dasarnya bebas air, maka makin sedikit lemak akan mengakibatkan

makin tingginya presentase air dalam berat badan seseorang, sebaliknya

jaringan otot mengandung lebih banyak air.

a) Total body water pada perempuan lebih sedikit karena lemak

subkutannya sangat banyak. Jaringan adipose mengandung air

selular yang sangat sedikit (Hanya sekitar 10%)

17

Page 18: Isi

b) Obesitas dapat terjadi pada kandungan total body water yang hanya

berkisar 25% sampai 30% berat tubuh

3. Pada orang berusia di atas 65 tahun

TBW mungkin hanya mencapai 40% sampai 50% berat badan

4. Bayi, lansia, dan orang yang obesitas sangat rentan

dengan kehilangan air. Kekurangan air (dehidrasi) dapat terjadi dengan

cepat selama berlangsungnya mekanisme kehilangan air seperti

berkeringat, demam, diare, dan muntah.

2.2.2 Pembagian ruangan cairan tubuh & volume dalam masing-masing

ruangan.

Bagan 1. Distribusi cairan

Homeostatis adalah usaha dari tubuh sendiri agar lingkungan sel

tubuh dalam keadaan stabil. Keseimbangan cairan tubuh dicapai dengan

masukan dan keluaran air yang seimbang.

2.2.3 Perbedaan komposisi elektrolit di Intraseluler, Ekstraseluler

Zat terlarut yang ada di dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non

elektrolit.

1. Cairan non elektrolit

Adalah zat yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan

listrik. Terdiri dari :

Protein, urea, glukosa, oksigen, karbondioksida, dan asam organic lainnya.

Cairan tubuh total : 60%

Cairan intra sel : 40% Cairan extra sel : 20%

Cairan transeluler 1-2%: Rongga synovial, cerebrospinal, liquor humos, intra okuler liquor

Cairan intravaskuler/plasma : 5%

Cairan Intertisial : 15%

18

Page 19: Isi

2. Cairan elektrolit

Kation utama pada cairan ekstraseluler adalah natrium, dan anion

utama adalah klorida dan bicarbonate. Konsentrasi elektrolit ini rendah

dalam Intraseluler. Sebagai partikel terbanyak cairan ekstraseluler adalah

natrium yang memegang peran penting dalam mengendalikan volume

cairan tubuh total

Pada cairan intraseluler kation utama adalah Kalium dan Fosfat

adalah anion utama, dan sebaliknya elektrolit ini rendah dalam

ekstraseluler. Kalium penting dalam mengendalikan volume sel.

Perbedaan muatan listrik di dalam dan di luar membrane sel

penting untuk menghasilkan kerja syaraf dan otot, dan perbedaan

konsentrasi natrium dan kalium di luar dan di dalam membran sel penting

untuk mempertahankan perbedaan muatan listrik itu.

Table 2. Elektrolit plasma dan intraselulerMuatan Plasma Intraseluler

Kation NatriumKaliumKalsiumMagnesium

142 mEq 4 mEq 5 mEq 3 mEq

10 mEq160 mEq< 1 mEq 35 mEq

AnionKloridaBicarbonatFosfatSulfatAsam organicProtein

103 mEq 27 mEq 2 mEq 1 mEq 5 mEq 16 mEq

2 mEq 8 mEq140 mEq

55 mEq

2.2.4 Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen)

a. Antara sel dan CES

1) Distribusi air di dalam dan diluar sel bergantung pada tekanan

osmotic

2) Tekanan osmotic tergantung berkaitan dengan konsentrasi zat

terlarut total (osmolalitas) di dalam dan di luar sel. Air akan

19

Page 20: Isi

bergerak dari regia berosmolalitas rendah ke regia berosmolalitas

tinggi

3) Normalnya, osmolalitas di dalam dan di luar sel adalah sama dan

tidak ada penarikan atau pengeluaran air menuju dan keluar sel

4) Jika zat terlarut atau air tidak bertambah maupun hilang,

equilibrium sementara akan terganggu. Air kemudian akan

bergerak masuk dan keluar sel sampai equilibrium baru tercapai.

b. Antara Plasma dan

Cairan Interstisia

1) Pergerakan air menembus membrane sel kapiler diatur oleh

tekanan hidrostatik dan osmotic. Cairan dan protein berlebih

dikeluarkan melalui system limfatik

2) Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler atau penurunan tekanan

osmotic koloid plasma mengakibatkan semakin banyak cairan yang

bergerak dari kapiler menuju cairan interstisial. Sebaliknya

penurunan tekanan hidrostatik kapiler atau peningkatan tekanan

osmotic koloid plasma menyebabkan pergerakan cairan interstisial

ke dalam kapiler.

Table 3. Hilangnya air setiap hari (dalam mililiter)Hilang tak terasa Suhu normal Cuaca panas Gerak badanKulit Saluran pernafasanUrinaKeringatFeses

3503501400100100

35025012001400100

3506505005000100

Total 2300 3300 6600

2.2.5 Pengaturan keseimbangan air

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter

penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal

mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan

garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan

keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan

mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk

20

Page 21: Isi

mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam

tersebut.

1. Asupan dan Output air harian dari seseorang dengan

aktivitas sedang dan suhu tubuh sedang adalah seimbang. Yaitu sekitar

2500 ml. dalam tubuh yang sehat, penyesuaian terhadap keseimbangan

air terjadi melalui peningkatan asupan air dalam mekanisme haus atau

melalui penurunan keluaran air oleh ginjal.

a. Asupan air dalam 24 jam didapat terutama dari diet

Makanan yang ditelan mengandung sekitar 700ml air.

Daging mengandung 50% sampai 70% air dan beberapa jenis buah

dan sayuran mengandung 95% air, dan air minum.

b. Keluaran air (kehilangan air) terjadi melalui beberapa rute

Ginjal bertanggung jawab untuk kehilangan air terbesar

sekitar 1500 ml. Air juga hilang melalui kulit, yaitu saat

berkeringat dan melalui perspirasi tak kasat mata (sekitar 500 ml).

melalui evaporasi paru (300 ml), dan melalui saluran

gastrointestinal (200 ml).

2. Haus adalah keinginan secara sadar untuk

mendapatkan air adalah pengatur utama asupan air

a. Pengaturan haus

Mekanisme haus dikendalikan oleh pusat haus dalam hipotalamus.

Pusat ini mengandung saraf spesifik yang disebut osmoreseptor

yang letaknya dekat dengan neuron yang mensekresi hormone

ADH.

b. Stimulus utama untuk pusat haus

Peningkatan osmolalitas CES

Penurunan volume darah dan tekanan darah

Mulut dan kerongkongan kering dapat menyebabkan

sensasi haus

3. Pengaturan hormonal untuk keluaran air

a. ADH

21

Page 22: Isi

Diproduksi untuk merespon stimulus osmotic dan nonosmotik

yang sama dapat menyebabkan sensasi haus. ADH mengakibatkan

retensi air oleh ginjal dan penurunan keluaran urine.

Peningkatan osmolalitas plasma

Menstimulasi osmoreseptor hipotalamus dan menyebabkan

reflek sekresi ADH. Peningkatan konsentrasi ion natrium

(hipernatremia) dan glukosa (hiperglikemia)plasma

merupakan stimulus utama untuk pelepasan ADH.

Penurunan volume darah

Sekitar 10% sampai 15% dirasakan oleh osmoreseptor

hipotalamus dan mengakibatkan peningkatan produksi

ADH

b. Mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron

2.3 Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit pada usia lanjut

2.3.1 Dehidrasi

2.3.1.1 Definisi

Adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air

lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air

dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik),atau

hilangnya natrium yang lebih bnyak dari air (dehidrasi hipotonik)

Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tinggi kadar natrium serum

(lebih dari 145 mEq/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum

( lebih dari 285 mosmo/liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan

normalnya kadar natrium serum (135-145 meq/L dan osmolalitas

efektif serum (270-285 mosmol/liter). Dehidrasi hipotonik ditandai

dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mEg/L)

dan osmolalitas efektif serum( kurang dari 270 mosmol/liter):

2.3.1.2 Etiologi

1. Infeksi kronik atau akut

2. Kehilngan urin berlebihan

- Guna salah diuretik -

22

Page 23: Isi

- Glikosuria

- Hiperkalsiuria

- Manitol

- Zat kontras radiologi

- Peningkatan nitrogen urea darah

- Diabetes Insipidus : Sentral, Nefrogenik

- Hipoaldosteronism : penyakit addison, hipoaldosteronisme

hiporeninemik

- Supresi vasopresin ;fenitoin, etano, pasca takiaritmia atrial

3. Diuresis pasca obstruksi

4. Kehilangan gastrointestinal

- Traktus gastrointestinal atas: muntah, kerusakan

nasogaster,diet interal dengan cairan hipertonik.

- Traktus gastrointestinal bawah : guna salah laksatif/persiapan

usus, diare infeksius/sekretori

- Pintas bedah/fistula

- Iskemia usus

- kolektomi

5. Kehilngan darah berlebihan

6. Lingkungan-berhubungan dengan kehilngan cairan

- Gelombang panas

- Hipotermi

7. Pergeseran cairan ke interstisial

- Hipoalbuminemia

- Pankreatitis

- Asites

- Anafilaksis

- Luka bakar

- Dialisat peritoneal hipertonik

8. Terbatasnya akses terhadap cairan

- Keterbatasan fisik

- Keterbatasan gerak

23

Page 24: Isi

- Buruknya ketajaman penglihatan

9. Retriksi cairan

- Persiapan tindakan operasi

- Menghindari mengompol atau tersedak

- Terapi edema atau hiponatremia

10. Perubahan sensoris

- Berkurangnya tingkat kesadaran: sedatif,neuroleptik,

narkotik, kerusakan sistem saraf pusats secara metabolik,

demam

- Berkurangnya tingkat kewaspadaaan : Demensia,delirium,

mania,psikosis,depresi

11. Gangguan gastrointestinal

- Gangguan menelan

- Obstruksi usus : mekanik,metabolik,iskemik

- Obat-obtan antikolinergik

12. Perubahan mekanisme rasa haus

- Adipsia primer

- Terkait obat : glikosida jantung.amfetamin

- Berhubungan dengan patologi sistem saraf pusat fokal

2.3.1.3 Gejala Klinis dehidrasi pada usia lanjut :

Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan

bisa tidak ada sama sekali :

- Klasik dehidrasi : rasa haus,lidah kering,penurunan turgo dan

mata cekung sering tidak jelas

- Gejala klinik : penurunan berat badan lebih dari 3%, hipotensi

ortostatik

- Berdasarkan studi divisi geriatri : aksila lembab/basah,suhu

tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang, BJ urin

lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa adanya glukosuria

dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Nitrogen/Kreatinin

lebih dari atau sama dengan 16,9 ( tanpa adanya perdarahan

24

Page 25: Isi

aktif swaluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi

pada usi lanjut adalah 81 %. Dengan syarat : tidak

menggunakan obat-oba sitostatik, tidak ada perdarahan saluran

cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif,

sirosis hepatis dengan hipertensi portal,penyakit ginjal stadium

terminal, sindrom nefrotik)

2.3.1.4 Tatalaksana dehidrasi pada Usia Lanjut

1. Terapi Rehidrasi Oral

- Dehidrasi ringan : secara oral 1500-2500 ml/24 jam

(30ml/kgbb/24 jam) perhatikan tanda-tanda kelebihan

cairan: ortopnea,sesak napas,perubahan pola tidur

- Dehidrasi hipertonik : air atau minuman dengan kandungan

sodium yang rendah, jus buah seperti apel,jeruk,dan anggur

- Dehidrasi Isotonik : cairan yang di anjurkan adalah air dan

suplemen yang mengandung sodium (jus tomat), juga dapat

diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran.

- Dehidrasi Hipotonik : cairan yang di anjurkan seperti di atas

tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi

2. Terapi Rehidrasi Parenteral

- Rumus :

Defisit Cairan (liter)= berat badan total (BBT) saat ini

BBT = kadar Na serum x BBT saat ini

140

BBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)

BBT saat ini (wanita) = 45% x berat badan (kg)

- Dehidrasi isotonik : NaCL 0,9% atau destrosa 5% dengan 25-

30%

- Dehidrasi hipertonik : NaCL 0,45%

- Dehidrasi hipotonik : mengatasi penyebab yang mendasri,

penambahan diet natrium dan bila perlu pemberian cairan

hipertonik.

25

Page 26: Isi

2.3.2 Hipernatremia

Hipernatremia pada usia lanjut paling sering disebabkan kombinasi

dari asupan cairan yang tidak adekuat dan bertambahnya kehilangan

cairan. Gangguan mekanisme rasa haus dan hambatan akses terhadap

cairan (sekunder dari ganggusn mobilitas atau menelan) turut

berkontribusi dalam timbulnya hipernatremi pada usia lanjut selain

adanya keterlambatan ekskresi natrium. Kehilangan air murni pada

kedaaan demam, hiverventilasi,atau diabetes insipidus. Lebih sering,

kehilangan air hipotonik disebabkan oleh problem saluran cerna, luka

bakar, terapi diuretika atau diuresis osmotik. Seringkali deteksi

hipernatremia pada usia lanjut terlambat dilakukan sehingga usia

lanjut yang lemah dapat dengan mudah jatuh pada keadaan

hipernatremia yang bermakna.

Penderita dengan demensia sangat mudah mengalami

hipernatremia karena penurunan rasa haus, gangguan kemampuan

untuk meminta air dan mungkin, rendahnya kadar vasopresin.

penyebab penting lainnya adalah hiperkalisemia yang mungkin dapat

menyebabkan kerusakan sel-sel pada gelung henle dan berinteraksi

dengan vasopresin pada tingkat duktus kolektikuss, hiperkalemia yang

bermakna juga dapat menyebabkan hipernatremia.

2.3.2.1 Gejala

Gejalnya sering tidak khas

- Gejala sistem saraf pusat utama karena berkurangnya cairan di

sel-sel otak : iritabilitas, letargi,kejang otot,spatisitas dan

hiperrefleksi.

2.3.2.2 Tatalaksana

- Defisi cairan : (natrium plasma – 140) X air tubuh total

140

- Mengoreksi 50% defisit cairan dalam 12-24 jam pertama dan

sisanya diberikan dalam satu hingga dua hari berikutnya

26

Page 27: Isi

- Memburuk status neurologis selama pemberian cairan dapat

menunujukkan terjadi edma serebral dan membutuhkan segera dan

penghentian sementara cairan.

2.3.3 Hiponatremin

Pada usia lanjut sehat, terdapat penurunan sekita 1 mEq/L per

dekade rata-rata 141 ±4 mEq/L pada usia dewasa muda. Pada usia

lanjut , hiponatremia dilusionalkan merupakan mekanisme

mendasar yang cukup sering terjadi namun yang paling sering

adalah karena syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

secretion (SIADH). Hipotermi sring menandakan penyakit berat

yang mendasari dengan prognosis buruk dan mortalitas tinggi.

Risiko utama timbulnya perburukan hiponatremi adalah pemberia

cairan hipotonik. Rendahnya asupan natrium disertai pengaruh

proses menua dengan gangguan ginjal dalam menahan natrium

memudahkan terjadinya kehilangan natrium dan hiponatremi.

Banyak pasien yang mendapat dukungan nurtisi melalui NGT

mengalami hiponatremia intermiten atau persisten karena

rendahnya kandungan natrium dalam diet tersebut.

2.3.2.1 Gejala Klinis

Tergantung rendahnya kadar natrium dan cepatnya penurunan kadar

natrium serum tersebut. Hiponatremia kronik ringan bisa saja tidak

bergejala. Kadar natrium serum <125 mEq/L dapat menimbulkan

letargi, kelelahan, anoreksia, mual, dan kram otot. Dengan

memburuknya hiponatremia, gejala-gejala susunan saraf pusat

mengemukan dan bervariasi dari kebingunan hingga koma dan kejang,

terdapat risiko kematian bila kadar natrium serum < 110 mEq/L.

2.3.2.2 Tatalaksana

- Faktor penyebab harus disingkirkan: biasanya terjasi pada kondisi

SIADH disebabkan infeksi, hematom subdural, medikamentosa,

penyakit paru dan kaker

-

27

Page 28: Isi

- Hiponatremia ringan : diet cair/NGT. Koreksi dengan

menambahkan karutan salin atau tablet NaCL yang dihaluskan

kedalam cairan enteral.

- Restriksi cairan

- Defisit natrium (pria) = (0.6xberat badan kering (kg)) x (120-

kadar natrium plasma)

- Defisit natrium (wanita) =(0,5x berat badan kering (kg))x (120-

kadar natrium plasma)

- Perhitungan di atas tidak dapat digunakan pada kehilangan cairan

yang isoosmotik : 120 mEq/L yang di ikuti peningkatan secara

bertahap menuju kadar normal. Menurut Laureno dan karp kurang

dari 10 mEq/L dalam 24 jam.

28

Page 29: Isi

BAB III

KESIMPULAN

Proses menua normal disertai dengan perubahan berikut yang berpengaruh

pada regulasi cairan dan natrium : 1) Gangguan persepsi rasa haus, 2) penurunan

laju filtrasi glomerulus, 3) gangguan kapsitas ginjal untuk memekat urin, 4)

Gangguan kapasitas ginjal untuk menahan natrium, sebagai konsekuensi

perubahan-perubahan ini, kapasitas seseorang berusia lanjut menghadapi

berbangai penyakit, obat-obatan dan stresfisiologi menjadi berkurang sehingga

meninggalkan risiko timbulnya perubahan keseimbangan cairan dan natrium yang

bermakna secara klinis. Diperlukan kewaspadaan yang tinggi mengenai terdapat

kemampuan homeostasis ini guna mengantisipasi akibat oenyakit dan obat-obatan

terhadap status volume dan eletrolit pasien usia lanjut hingga intervensi terapi dan

tatalaksana menjadi rasional.

29

Page 30: Isi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sari KN,Kuswardhani T. 2009, Dehidrasi dan gangguan eletrolit dalam

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed. V, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta.

2. Arya G R, Harimurti K,Setiti S. 2009, proses menua dan Implikasi

Kliniknya dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed. V, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta.

3. Setyohadi B, dkk. Kegawat daruratan dalam penyakit dalam (emergency

in internal medicine (EIMED)). Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

2012.

4. Price, S.A., & Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

5. Guyton, Arthur C. 1990. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

6. Tamher dan Noorkasiani.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan

Asuhan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika

30