Upload
angela-brown
View
7
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
juh
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah lanjut usia dihadapi oleh hampir semua Negara di dunia,
termasuk Indonesia. Menurut laporan data demografi penduduk internasional
yang dikeluarkan oleh Bureau of the census USA bahwa di Indonesia pada tahun
2025 akan mengalami kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414 % atau lebih dari
empat kali lipat dari jumlah lanjut usia di tahun 1990, dan ini merupakan suatu
angka paling tinggi di dunia. Dengan jumlah lanjut usia yang meningkat, maka
resiko terjadinya gangguan kesehatan pada lanjut usia juga akan semakin besar
salah satu gangguan kesehatan yang sering dijumpai pada lanjut usia adalah
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.4Gangguan tersebut meliputi
dehidrasi, hipernatremi, dan hiponatremi.
Di Amerika serikat, dehidrasi terjadi pada sekitar 7% penderita berusia 65
tahun yang dirawat dirumah sakit dengan rerata rawat 14 hari. Dehidrasi
merupakan alasan utama pasien usia lanjut dibawa keruang gawat darurat, jika
dehidrasi tidak di tertangan, angka mortilitas mencapai lebih 50 %. Data dii
Indonesia diperoleh dari instalasi gawat darurat Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSUPN-CM tahun 2000-2001 dimana sebanyak 45 % pasien usia lanjut yang
dibawa ke gawat darurat, menderita dehidrasi.
Hipernatremi terjadi pada sekitar 1% pasien berusia lebih dari 60
tahunyang dirawat dirumah sakit dengan mortilitas 40%. Weinberg et al
menemukan bahwa pada 60% febris yang dirawat dirumah sakit mengalami
hipernatremia.
Kleinfield et at melaporkan kejadian hiponatremianpada penderita usila
yang dirawat dirumah sakit sebesar 11%,
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuhtetap sehat. Keseimbangan caira n dan elektrolit didalam tubuh adalah
merupakansalah satu bagian dari fisiologi homeostasis . Keseimbangan cairan dan
elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air
1
tubuh total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu
maka aka nberpengaruh pada yang lainnya.
Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting artinya untuk proses
kehidupan dalam tubuh manusia. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
didefinisikan sebagai keadaan perubahan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh
total.Gangguan keseimbangan cairtan dan elektrolit adalah kesakitan dan
kematian yang sering terjadi pada usia lanjut. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit pada lanjut usia dapat terjadi karena adanya beberapa hal yang terkait
dengan usia antara lain yaitu cairan tubuh total berkurang, rangsang haus
berkurang, kemampuan memekatkan urin menurun, multipatologi dan berbagai
masalah pada geriatri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERUBAHAN SISTEM TUBUH PADA PROSES MENUA
2.1.1 Perubahan pada Sistem Sensoris
Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
saling berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau
membentuk hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan
menginterprestasikan masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari. Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan
terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-
fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan
integrasi dari persepsi sensori
2.1.2 Penglihatan
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal
dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan
akomodasi, konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta
kekeruhan lansa mata, yaitu katarak. Semakin bertambahnya usia, lemak
akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna
putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus
sinilis, biasanya ditemukan pada lansia.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat
proses menua:
Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan
akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi
lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis,
dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan
penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam
membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat dengan
jarak pandang dekat.
3
Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter
pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan
lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat
tertentu.
Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah
penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam
membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas
terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari,
gangguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam
penilaian ketinggian), perubahan dalam persepsi warna.
Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata
berpotensi terjadi sindrom mata kering.
2.1.3 Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis
dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada lansia
disebut presbikusis.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat
proses menua:
Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural,
hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak
berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi
dari hal ini adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidak
mampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan
dalam mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi seperti beberapa
konsonan (misal f, s, sk, sh, l)
Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran
timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen
menjadi lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah gangguan
konduksi suara.
4
Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit
menjadi lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin. Implikasi dari
hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada
gangguan konduksi suara.
2.1.4 Perabaan
Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi
fungisional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran.
Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah
kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik
sewaktu muda dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain, dan sikap
dari masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan
kontak fisik dengan lansia.
2.1.5 Pengecapan
Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada
saat seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah
satu keniknatan dalam kehidupan. Perubahan yang terjadi pada
pengecapan akibat proses menua yaitu penurunan jumlah dan kerusakan
papila atau kuncup-kuncup perasa lidah. Implikasi dari hal ini adalah
sensitivitas terhadap rasa (manis, asam, asin, dan pahit) berkurang.
2.1.6 Penciuman
Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius
oleh zat kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada
penciuman akibat proses menua yaitu penurunan atau kehilangan sensasi
penciuman kerena penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga dianggap
sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi penciuman termasuk
pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan faktor lingkungan.
Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas terhadap bau.
2.1.7 Perubahan pada Sistem Integumen
Pada lasia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas
diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan
dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak
lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit,
5
lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yangterpajan sinar mata
hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah. Sedikit kolagen
yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan
elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih
kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas
kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan
penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan
penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade
dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang
sebesar 2,5% per dekade.
Stratum Koneum
Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang
terdiri dari timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang
terjadi pada stratum koneum akibat proses menua:
- Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal
ini adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh
lebih lama.
- Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah
penampilan kulit lebih kasar dan kering.
Epidermis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis
akibat proses menua:
- Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses
perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari
hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga
mudah terjadi pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan
merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi.
- Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah
perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya
pigmentasi yang tidal merata pada kulit.
6
- Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan
konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap
pemeriksaan kulit terhadap alergen berkurang.
- Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah
perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang
abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.
Dermis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat
proses menua:
- Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan
dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia
rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit
terhadap zat-zat topikal.
- Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim.
Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya
kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang.
- Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi
dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu malakukan
termoregulasi.
Subkutis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat
proses menua:
- Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini
adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang
rangka.
- Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini
adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit
7
Bagian tambahan pada kulit
Bagian tambaha pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini,
korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rambut, kuku, korpus
pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea akibat
proses menua:
- Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah Rambut
bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita,
mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria, rambut dalam
hidung dan telinga semakin jelas, lebih banyak dan kaku.
- Pertumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku
menjadi lunak, rapuh, kurang berkilsu, dan cepet mengalami kerusakan.
- Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi sentuhan)
menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah
mengalami nekrosis karenan rasa terhadap tekanan berkurang.
- Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan
respon dalam keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering
2.1.8 Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas,
gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia,
perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena
penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa
hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-
arsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun
spontan.3
Sistem Skeletal
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh
mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada
sistem skeletal akibat proses menua:
- Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus
intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari
8
hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan
barrel-chest.
- Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi
sebagai perlindungan terhadap beban geralkan rotasi dan lengkungan.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur.
Sistem Muskular
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
muskular akibat proses menua:
- Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi
dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang
kurang aktif
- Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan
sendi, penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan
degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
fleksi.
Sendi
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat
proses menua:
- Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini
adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi da deformitas.
- Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
risiko cedera.
Estrogen
Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua,
yaitu penurunan hormon esterogen. Implikasi dari hal ini adalah
kehilangan unsur-unsur tulang yang berdampak pada pengeroposan tulang.
9
2.1.9 Perubahan pada Sistem Neurologis
Berat otak menurun 10 – 20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat
kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat
otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11%
dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama
umur 20-90 tahun. Otak 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50
tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume
otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung
100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan
impuls listrik dari susunan saraf pusat.6Pada penuaan otak kehilangan 100.000
neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan
kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak menurun
10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit di
neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara
progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit
lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan
berasal dari lisosom atau mitokondria.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem neurologis
akibat proses menua:
- Konduksi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal ini adalah
refleks tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi.
- Peningkatan lipofusin sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal ini
adalah vasokonstriksi dan vasodilatasi yang tidak sempurna.
- Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikasi dari hal ini
adalah bahaya kehilangan panas tubuh.
2.1.10 Perubahan pada Sistem Kardiovaskular
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural
maupun fungisional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi
ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan
kebutuhan darah yang teroksigenasi. Jumlah detak jantung saat istirahat pada
orang tua yang sehat tidak ada perubahan, namun detak jantung maksimum
10
yang dicapai selama latihan berat berkurang. Pada dewasa muda, kecepatan
jantung di 21 bawah tekanan yaitu, 180-200 x/menit. Kecepatan jantung pada
usia 70-75 tahun menjadi 140-160 x/menit.2
2.1.11 Perubahan Struktur
Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan
terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan
merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi
kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-terkait.
Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung,
yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan
amiloid, degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan dan kekakuan
pembuluh darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada lansia terjadi
perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun.2
Berikut ini merupakan perubahan struktur yang terjadi pada sistem
kardiovaskular akibat proses menua:
- Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah
ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunankekuatan
kontraktil.
- Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his
kehilangan serat konduksi yang yang membawa impuls ke ventrikel.
Implikasi dari hal ini adalah terjadinya disritmia.
- Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena
peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan
medial arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpulan respon
baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan dingin.
- Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah vena
menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna
sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan
penumpukan darah.
11
2.1.12 Perubahan pada Sistem Pulmonal
Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding
dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada
usia 60 tahun. Penurunan lajuekspirasi paksa atu detik sebesar 0,2
liter/dekade.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
pulmonal akibat proses menua:
- Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis, dan pembesaran
alveoli. Implikasi dari hal ini adalah penurunan daerah permukaan untuk
difusi gas.
- Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu. Implikasi dari hal ini
adalah penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume.
- Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. Implikasi dari hal ini
adalah dispnea saat aktivitas.
- Kalsifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan. Implikasi dari hal ini adalah Emfisema sinilis, pernapasan
abnominal, hilangnya suara paru pada bagian dasar.
- Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Implikasi
dari hal ini adalah atelektasis.
- Kelenjar mukus kurang produktif. Implikasi dari hal ini adalah akumulasi
cairan, sekresi kental dan sulit dikeluarkan.
- Penurunan sensitivitas sfingter esofagus. Implikasi dari hal ini adalah
hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif.
- Penurunan sensitivitas kemoreseptor. Implikasi dari hal ini adalah tidak
ada perubahan dalam PaCO2 dan kurang aktifnya paru-paru pada
gangguan asam basa.
12
2.1.13 Perubahan pada Sistem Endokrin
Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar
gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini
adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan.
Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75%
dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan
“apatheic thyrotoxicosis”.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
endokrin akibat proses menua:
- Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa
darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.
- Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.
- Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
- Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.
2.1.14 Perubahan pada Sistem Renal dan Urinaria
Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal,
bladder, uretra, dan sisten nervus yang berdampak pada proses fisiologi
terlait eliminasi urine. Hal ini dapat mengganggu kemampuan dalam
mengontrol berkemih, sehingga dapat mengakibatkan inkontinensia, dan
akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.
Perubahan pada Sistem Renal
Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang
menjadi 1 juta nefron dan memiliki banyak ketidaknormalan.
Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai usia 25
tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron bertugas
sebagai penyaring darah, perubahan aliran vaskuler akan
mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya mempebgaruhi fungsi
pengaturan, ekskresi, dan matabolik sistem renal.2,5
13
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal
akibat proses menua:
- Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area
fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan
volume tubulus proksimal berkurang, dan penurunan aliran darah renal.
Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga
secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% darah dengan
kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97 mL/menit atau
kurang) dan menyaring protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia.
- Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak
tubuh, penurunan cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan
kemampuan untuk memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah
penurunan total cairan tubuh dan risiko dehidrasi.
- Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran
gastrointestinal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko
osteoporosis.
Perubahan pada Sistem Urinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua,
yaitu penurunan kapasitas kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan
volume residu (N: 50 mL), peningkatan kontraksi kandung kemih yang
tidak di sadari, dan atopi pada otot kandung kemih secara umum.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko inkotinensia.
Perubahan pada Sistem Gasrointestinal
Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia
berkaitan dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus terjadi
perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada
rahang, mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan.3
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
gastrointestinal akibat proses menua:
14
1. Rongga Mulut
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rongga mulut
akibat proses menua:
- Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusustan dan fibrosis
pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi.
Implikasi dari hal ini adalah tanggalnya gigi, kesulitan dalam
mempertahankan pelekatan gigi palsu yang lepas.
- Hilangnya kuncup rasa. Implikasi dari hal ini adalah perubahan
sensasi rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk
mendapatkan rasa yang sama kualitasnya.
- Atrofi pada mulut. Implikasi dari hal ini adalah mukosa mulut tampak
lebih merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena
penyusutan epitelium dan mengandung keratin.
- Air liur/ saliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang
yang telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui
mekanisme sebagai berikut: penyediaan enzim pencernaan, pelumasan
dari jaringan lunak, remineralisasi pada gigi, pengaontrol flora pada
mulut, dan penyiapan makanan untuk dikunyah. Pada lansia produksi
saliva telah mengalami penurunan.
2. Esofagus, Lambung, dan Usus
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada esofagus,
lambung dan usus akibat proses menua:
- Dilatasi esofagus, kehilangan tonus sfingter jantung, dan penurunan
refleks muntah. Implikasi dari hal ini adalahpeningkatan terjadinya
risiko aspirasi.
- Atrofi penurunan sekresi asam hidroklorik mukosa lambung sebesar
11% sampai 40% dari populasi. Implikasi dari hal ini adalah
perlambatan dalam mencerna makanan dan mempengaruhi
penyerapan vitamin B12, bakteri usus halus akan bertumbuh secara
berlebihan dan menyebabkan kurangnya penyerapan lemak.
15
- Penurunan motilitas lambung. Implikasi dari hal ini adalah penurunan
absorbsi obat-obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12, dan konstipasi
sering terjadi.1,5
3. Saluran Empedu, Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas
Pada hepar dan hati mengalami penurunan aliran darah sampai
35% pada usia lebih dari 80 tahun.5 Berikut ini merupakan perubahan
yang terjadi pada saluran empedu, hati, kandung empedu, dan
pankreas akibat proses menua:
- Pengecilan ukuran hari dan penkreas. Implikasi dari hal ini adalah
terjadi penurunan kapasitas dalam menimpan dan mensintesis protein
dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan kadar
gula darah yang tinggi (250-300 mg/dL).
- Perubahan proporsi lemak empedu tampa diikuti perubahan
metabolisme asam empedu yang signifikan. Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan sekresi kolesterol.
2.1.15 Perubahan pada Sistem Reproduksi
Pria
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
reproduksi pria akibat proses menua:
- Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
- Atrofi asini prostat otot dengan area fokus hiperplasia. Hiperplasia
noduler benigna terdapat pada 75% pria >90 tahun.6
Wanita
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
reproduksi wanita akibat proses menua:
- Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasi dari hal ini adalah
atrofi jaringan payudara dan genital.
16
2.2 CAIRAN DAN ELETROLIT
2.2.1 definisi
Cairan tubuh adalah : larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut sedangkan
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Caiaran dan elektrolit
masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan intravena dan
didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.
Air tubuh total atau Total Body Water (TBW) adalah presentase dari
berat air dibandingkan dengan berat badan total. TBW bergantung pada usia,
berat badan badan, jenis kelamin, dan derajat obesitas (kandungan lemak
dalam tubuh)
Table 1. Prosentase cairan tubuh:Jenis Prosentase
Bayi (baru lahir) 75%Dewasa pria (20-40 tahun) 60%Dewasa wanita (20-40 tahun) 50%Usia lanjut 45-50%
1. Pada bayi
Sekitar 75% berat badannya adalah air. Karena bayi memiliki area
permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan berat badannya, bayi
mengalami kehilangan air tak kasat mata (difusi molekul air melalui sel-
sel kulit). Kebutuhan cairannya juga lebih tinggi karena pertumbuhan
yang cepat dan peningkatan metabolisme yang mengakibatkan
peningkatan produksi urin
2. Pada orang dewasa
Total body water mencapai 60% berat tubuh (sekitar 40 L) laki-
laki muda dan 50% berat badan (sekitar 30 L) perempuan muda.lemak
pada dasarnya bebas air, maka makin sedikit lemak akan mengakibatkan
makin tingginya presentase air dalam berat badan seseorang, sebaliknya
jaringan otot mengandung lebih banyak air.
a) Total body water pada perempuan lebih sedikit karena lemak
subkutannya sangat banyak. Jaringan adipose mengandung air
selular yang sangat sedikit (Hanya sekitar 10%)
17
b) Obesitas dapat terjadi pada kandungan total body water yang hanya
berkisar 25% sampai 30% berat tubuh
3. Pada orang berusia di atas 65 tahun
TBW mungkin hanya mencapai 40% sampai 50% berat badan
4. Bayi, lansia, dan orang yang obesitas sangat rentan
dengan kehilangan air. Kekurangan air (dehidrasi) dapat terjadi dengan
cepat selama berlangsungnya mekanisme kehilangan air seperti
berkeringat, demam, diare, dan muntah.
2.2.2 Pembagian ruangan cairan tubuh & volume dalam masing-masing
ruangan.
Bagan 1. Distribusi cairan
Homeostatis adalah usaha dari tubuh sendiri agar lingkungan sel
tubuh dalam keadaan stabil. Keseimbangan cairan tubuh dicapai dengan
masukan dan keluaran air yang seimbang.
2.2.3 Perbedaan komposisi elektrolit di Intraseluler, Ekstraseluler
Zat terlarut yang ada di dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non
elektrolit.
1. Cairan non elektrolit
Adalah zat yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan
listrik. Terdiri dari :
Protein, urea, glukosa, oksigen, karbondioksida, dan asam organic lainnya.
Cairan tubuh total : 60%
Cairan intra sel : 40% Cairan extra sel : 20%
Cairan transeluler 1-2%: Rongga synovial, cerebrospinal, liquor humos, intra okuler liquor
Cairan intravaskuler/plasma : 5%
Cairan Intertisial : 15%
18
2. Cairan elektrolit
Kation utama pada cairan ekstraseluler adalah natrium, dan anion
utama adalah klorida dan bicarbonate. Konsentrasi elektrolit ini rendah
dalam Intraseluler. Sebagai partikel terbanyak cairan ekstraseluler adalah
natrium yang memegang peran penting dalam mengendalikan volume
cairan tubuh total
Pada cairan intraseluler kation utama adalah Kalium dan Fosfat
adalah anion utama, dan sebaliknya elektrolit ini rendah dalam
ekstraseluler. Kalium penting dalam mengendalikan volume sel.
Perbedaan muatan listrik di dalam dan di luar membrane sel
penting untuk menghasilkan kerja syaraf dan otot, dan perbedaan
konsentrasi natrium dan kalium di luar dan di dalam membran sel penting
untuk mempertahankan perbedaan muatan listrik itu.
Table 2. Elektrolit plasma dan intraselulerMuatan Plasma Intraseluler
Kation NatriumKaliumKalsiumMagnesium
142 mEq 4 mEq 5 mEq 3 mEq
10 mEq160 mEq< 1 mEq 35 mEq
AnionKloridaBicarbonatFosfatSulfatAsam organicProtein
103 mEq 27 mEq 2 mEq 1 mEq 5 mEq 16 mEq
2 mEq 8 mEq140 mEq
55 mEq
2.2.4 Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen)
a. Antara sel dan CES
1) Distribusi air di dalam dan diluar sel bergantung pada tekanan
osmotic
2) Tekanan osmotic tergantung berkaitan dengan konsentrasi zat
terlarut total (osmolalitas) di dalam dan di luar sel. Air akan
19
bergerak dari regia berosmolalitas rendah ke regia berosmolalitas
tinggi
3) Normalnya, osmolalitas di dalam dan di luar sel adalah sama dan
tidak ada penarikan atau pengeluaran air menuju dan keluar sel
4) Jika zat terlarut atau air tidak bertambah maupun hilang,
equilibrium sementara akan terganggu. Air kemudian akan
bergerak masuk dan keluar sel sampai equilibrium baru tercapai.
b. Antara Plasma dan
Cairan Interstisia
1) Pergerakan air menembus membrane sel kapiler diatur oleh
tekanan hidrostatik dan osmotic. Cairan dan protein berlebih
dikeluarkan melalui system limfatik
2) Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler atau penurunan tekanan
osmotic koloid plasma mengakibatkan semakin banyak cairan yang
bergerak dari kapiler menuju cairan interstisial. Sebaliknya
penurunan tekanan hidrostatik kapiler atau peningkatan tekanan
osmotic koloid plasma menyebabkan pergerakan cairan interstisial
ke dalam kapiler.
Table 3. Hilangnya air setiap hari (dalam mililiter)Hilang tak terasa Suhu normal Cuaca panas Gerak badanKulit Saluran pernafasanUrinaKeringatFeses
3503501400100100
35025012001400100
3506505005000100
Total 2300 3300 6600
2.2.5 Pengaturan keseimbangan air
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter
penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan
mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk
20
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam
tersebut.
1. Asupan dan Output air harian dari seseorang dengan
aktivitas sedang dan suhu tubuh sedang adalah seimbang. Yaitu sekitar
2500 ml. dalam tubuh yang sehat, penyesuaian terhadap keseimbangan
air terjadi melalui peningkatan asupan air dalam mekanisme haus atau
melalui penurunan keluaran air oleh ginjal.
a. Asupan air dalam 24 jam didapat terutama dari diet
Makanan yang ditelan mengandung sekitar 700ml air.
Daging mengandung 50% sampai 70% air dan beberapa jenis buah
dan sayuran mengandung 95% air, dan air minum.
b. Keluaran air (kehilangan air) terjadi melalui beberapa rute
Ginjal bertanggung jawab untuk kehilangan air terbesar
sekitar 1500 ml. Air juga hilang melalui kulit, yaitu saat
berkeringat dan melalui perspirasi tak kasat mata (sekitar 500 ml).
melalui evaporasi paru (300 ml), dan melalui saluran
gastrointestinal (200 ml).
2. Haus adalah keinginan secara sadar untuk
mendapatkan air adalah pengatur utama asupan air
a. Pengaturan haus
Mekanisme haus dikendalikan oleh pusat haus dalam hipotalamus.
Pusat ini mengandung saraf spesifik yang disebut osmoreseptor
yang letaknya dekat dengan neuron yang mensekresi hormone
ADH.
b. Stimulus utama untuk pusat haus
Peningkatan osmolalitas CES
Penurunan volume darah dan tekanan darah
Mulut dan kerongkongan kering dapat menyebabkan
sensasi haus
3. Pengaturan hormonal untuk keluaran air
a. ADH
21
Diproduksi untuk merespon stimulus osmotic dan nonosmotik
yang sama dapat menyebabkan sensasi haus. ADH mengakibatkan
retensi air oleh ginjal dan penurunan keluaran urine.
Peningkatan osmolalitas plasma
Menstimulasi osmoreseptor hipotalamus dan menyebabkan
reflek sekresi ADH. Peningkatan konsentrasi ion natrium
(hipernatremia) dan glukosa (hiperglikemia)plasma
merupakan stimulus utama untuk pelepasan ADH.
Penurunan volume darah
Sekitar 10% sampai 15% dirasakan oleh osmoreseptor
hipotalamus dan mengakibatkan peningkatan produksi
ADH
b. Mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron
2.3 Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit pada usia lanjut
2.3.1 Dehidrasi
2.3.1.1 Definisi
Adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air
dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik),atau
hilangnya natrium yang lebih bnyak dari air (dehidrasi hipotonik)
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tinggi kadar natrium serum
(lebih dari 145 mEq/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum
( lebih dari 285 mosmo/liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan
normalnya kadar natrium serum (135-145 meq/L dan osmolalitas
efektif serum (270-285 mosmol/liter). Dehidrasi hipotonik ditandai
dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mEg/L)
dan osmolalitas efektif serum( kurang dari 270 mosmol/liter):
2.3.1.2 Etiologi
1. Infeksi kronik atau akut
2. Kehilngan urin berlebihan
- Guna salah diuretik -
22
- Glikosuria
- Hiperkalsiuria
- Manitol
- Zat kontras radiologi
- Peningkatan nitrogen urea darah
- Diabetes Insipidus : Sentral, Nefrogenik
- Hipoaldosteronism : penyakit addison, hipoaldosteronisme
hiporeninemik
- Supresi vasopresin ;fenitoin, etano, pasca takiaritmia atrial
3. Diuresis pasca obstruksi
4. Kehilangan gastrointestinal
- Traktus gastrointestinal atas: muntah, kerusakan
nasogaster,diet interal dengan cairan hipertonik.
- Traktus gastrointestinal bawah : guna salah laksatif/persiapan
usus, diare infeksius/sekretori
- Pintas bedah/fistula
- Iskemia usus
- kolektomi
5. Kehilngan darah berlebihan
6. Lingkungan-berhubungan dengan kehilngan cairan
- Gelombang panas
- Hipotermi
7. Pergeseran cairan ke interstisial
- Hipoalbuminemia
- Pankreatitis
- Asites
- Anafilaksis
- Luka bakar
- Dialisat peritoneal hipertonik
8. Terbatasnya akses terhadap cairan
- Keterbatasan fisik
- Keterbatasan gerak
23
- Buruknya ketajaman penglihatan
9. Retriksi cairan
- Persiapan tindakan operasi
- Menghindari mengompol atau tersedak
- Terapi edema atau hiponatremia
10. Perubahan sensoris
- Berkurangnya tingkat kesadaran: sedatif,neuroleptik,
narkotik, kerusakan sistem saraf pusats secara metabolik,
demam
- Berkurangnya tingkat kewaspadaaan : Demensia,delirium,
mania,psikosis,depresi
11. Gangguan gastrointestinal
- Gangguan menelan
- Obstruksi usus : mekanik,metabolik,iskemik
- Obat-obtan antikolinergik
12. Perubahan mekanisme rasa haus
- Adipsia primer
- Terkait obat : glikosida jantung.amfetamin
- Berhubungan dengan patologi sistem saraf pusat fokal
2.3.1.3 Gejala Klinis dehidrasi pada usia lanjut :
Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan
bisa tidak ada sama sekali :
- Klasik dehidrasi : rasa haus,lidah kering,penurunan turgo dan
mata cekung sering tidak jelas
- Gejala klinik : penurunan berat badan lebih dari 3%, hipotensi
ortostatik
- Berdasarkan studi divisi geriatri : aksila lembab/basah,suhu
tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang, BJ urin
lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa adanya glukosuria
dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Nitrogen/Kreatinin
lebih dari atau sama dengan 16,9 ( tanpa adanya perdarahan
24
aktif swaluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi
pada usi lanjut adalah 81 %. Dengan syarat : tidak
menggunakan obat-oba sitostatik, tidak ada perdarahan saluran
cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif,
sirosis hepatis dengan hipertensi portal,penyakit ginjal stadium
terminal, sindrom nefrotik)
2.3.1.4 Tatalaksana dehidrasi pada Usia Lanjut
1. Terapi Rehidrasi Oral
- Dehidrasi ringan : secara oral 1500-2500 ml/24 jam
(30ml/kgbb/24 jam) perhatikan tanda-tanda kelebihan
cairan: ortopnea,sesak napas,perubahan pola tidur
- Dehidrasi hipertonik : air atau minuman dengan kandungan
sodium yang rendah, jus buah seperti apel,jeruk,dan anggur
- Dehidrasi Isotonik : cairan yang di anjurkan adalah air dan
suplemen yang mengandung sodium (jus tomat), juga dapat
diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran.
- Dehidrasi Hipotonik : cairan yang di anjurkan seperti di atas
tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi
2. Terapi Rehidrasi Parenteral
- Rumus :
Defisit Cairan (liter)= berat badan total (BBT) saat ini
BBT = kadar Na serum x BBT saat ini
140
BBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)
BBT saat ini (wanita) = 45% x berat badan (kg)
- Dehidrasi isotonik : NaCL 0,9% atau destrosa 5% dengan 25-
30%
- Dehidrasi hipertonik : NaCL 0,45%
- Dehidrasi hipotonik : mengatasi penyebab yang mendasri,
penambahan diet natrium dan bila perlu pemberian cairan
hipertonik.
25
2.3.2 Hipernatremia
Hipernatremia pada usia lanjut paling sering disebabkan kombinasi
dari asupan cairan yang tidak adekuat dan bertambahnya kehilangan
cairan. Gangguan mekanisme rasa haus dan hambatan akses terhadap
cairan (sekunder dari ganggusn mobilitas atau menelan) turut
berkontribusi dalam timbulnya hipernatremi pada usia lanjut selain
adanya keterlambatan ekskresi natrium. Kehilangan air murni pada
kedaaan demam, hiverventilasi,atau diabetes insipidus. Lebih sering,
kehilangan air hipotonik disebabkan oleh problem saluran cerna, luka
bakar, terapi diuretika atau diuresis osmotik. Seringkali deteksi
hipernatremia pada usia lanjut terlambat dilakukan sehingga usia
lanjut yang lemah dapat dengan mudah jatuh pada keadaan
hipernatremia yang bermakna.
Penderita dengan demensia sangat mudah mengalami
hipernatremia karena penurunan rasa haus, gangguan kemampuan
untuk meminta air dan mungkin, rendahnya kadar vasopresin.
penyebab penting lainnya adalah hiperkalisemia yang mungkin dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel pada gelung henle dan berinteraksi
dengan vasopresin pada tingkat duktus kolektikuss, hiperkalemia yang
bermakna juga dapat menyebabkan hipernatremia.
2.3.2.1 Gejala
Gejalnya sering tidak khas
- Gejala sistem saraf pusat utama karena berkurangnya cairan di
sel-sel otak : iritabilitas, letargi,kejang otot,spatisitas dan
hiperrefleksi.
2.3.2.2 Tatalaksana
- Defisi cairan : (natrium plasma – 140) X air tubuh total
140
- Mengoreksi 50% defisit cairan dalam 12-24 jam pertama dan
sisanya diberikan dalam satu hingga dua hari berikutnya
26
- Memburuk status neurologis selama pemberian cairan dapat
menunujukkan terjadi edma serebral dan membutuhkan segera dan
penghentian sementara cairan.
2.3.3 Hiponatremin
Pada usia lanjut sehat, terdapat penurunan sekita 1 mEq/L per
dekade rata-rata 141 ±4 mEq/L pada usia dewasa muda. Pada usia
lanjut , hiponatremia dilusionalkan merupakan mekanisme
mendasar yang cukup sering terjadi namun yang paling sering
adalah karena syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
secretion (SIADH). Hipotermi sring menandakan penyakit berat
yang mendasari dengan prognosis buruk dan mortalitas tinggi.
Risiko utama timbulnya perburukan hiponatremi adalah pemberia
cairan hipotonik. Rendahnya asupan natrium disertai pengaruh
proses menua dengan gangguan ginjal dalam menahan natrium
memudahkan terjadinya kehilangan natrium dan hiponatremi.
Banyak pasien yang mendapat dukungan nurtisi melalui NGT
mengalami hiponatremia intermiten atau persisten karena
rendahnya kandungan natrium dalam diet tersebut.
2.3.2.1 Gejala Klinis
Tergantung rendahnya kadar natrium dan cepatnya penurunan kadar
natrium serum tersebut. Hiponatremia kronik ringan bisa saja tidak
bergejala. Kadar natrium serum <125 mEq/L dapat menimbulkan
letargi, kelelahan, anoreksia, mual, dan kram otot. Dengan
memburuknya hiponatremia, gejala-gejala susunan saraf pusat
mengemukan dan bervariasi dari kebingunan hingga koma dan kejang,
terdapat risiko kematian bila kadar natrium serum < 110 mEq/L.
2.3.2.2 Tatalaksana
- Faktor penyebab harus disingkirkan: biasanya terjasi pada kondisi
SIADH disebabkan infeksi, hematom subdural, medikamentosa,
penyakit paru dan kaker
-
27
- Hiponatremia ringan : diet cair/NGT. Koreksi dengan
menambahkan karutan salin atau tablet NaCL yang dihaluskan
kedalam cairan enteral.
- Restriksi cairan
- Defisit natrium (pria) = (0.6xberat badan kering (kg)) x (120-
kadar natrium plasma)
- Defisit natrium (wanita) =(0,5x berat badan kering (kg))x (120-
kadar natrium plasma)
- Perhitungan di atas tidak dapat digunakan pada kehilangan cairan
yang isoosmotik : 120 mEq/L yang di ikuti peningkatan secara
bertahap menuju kadar normal. Menurut Laureno dan karp kurang
dari 10 mEq/L dalam 24 jam.
28
BAB III
KESIMPULAN
Proses menua normal disertai dengan perubahan berikut yang berpengaruh
pada regulasi cairan dan natrium : 1) Gangguan persepsi rasa haus, 2) penurunan
laju filtrasi glomerulus, 3) gangguan kapsitas ginjal untuk memekat urin, 4)
Gangguan kapasitas ginjal untuk menahan natrium, sebagai konsekuensi
perubahan-perubahan ini, kapasitas seseorang berusia lanjut menghadapi
berbangai penyakit, obat-obatan dan stresfisiologi menjadi berkurang sehingga
meninggalkan risiko timbulnya perubahan keseimbangan cairan dan natrium yang
bermakna secara klinis. Diperlukan kewaspadaan yang tinggi mengenai terdapat
kemampuan homeostasis ini guna mengantisipasi akibat oenyakit dan obat-obatan
terhadap status volume dan eletrolit pasien usia lanjut hingga intervensi terapi dan
tatalaksana menjadi rasional.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari KN,Kuswardhani T. 2009, Dehidrasi dan gangguan eletrolit dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed. V, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
2. Arya G R, Harimurti K,Setiti S. 2009, proses menua dan Implikasi
Kliniknya dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed. V, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
3. Setyohadi B, dkk. Kegawat daruratan dalam penyakit dalam (emergency
in internal medicine (EIMED)). Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
2012.
4. Price, S.A., & Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
5. Guyton, Arthur C. 1990. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
6. Tamher dan Noorkasiani.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika
30