Upload
muhamad-ridwan-nurrohman
View
676
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Islam dan Sosialisme | 1
Islam dan Sosialisme
Muhamad Ridwan Nurrohman
Pendahuluan
Islam bukanlah agama yang melulu individualis, tapi juga bukan agama yang melulu
sosialis. Islam berdiri dengan caranya sendiri. Islam berkukuh dalam pandangan yang
“moderat”1 dan berdiri sebagai penengah dari semua pertentangan. Ketika orang-orang Barat
tengah kebingungan dengan solusi yang seharusnya mereka temukan demi menjawab
tantangan yang mereka hadapi, Islam telah lebih dahulu merumuskan itu melalui firman
Allah yang mulia, al-Quran al-Karim. Juga telah direpresentasikan dalam suatu pengamalan
yang luar biasa agung dan mulia melalui sunnah Rasulullah Saw. serta dilestarikan dengan
apik oleh para pengikutnya yang tidak kalah mulianya, para warasatul anbiya (pewaris para
nabi); para Ulama kaum muslimin.
Bukan hal yang baru tentunya, ketika Islam sebagai agama yang universal dan
mencakup seluruh aspek kehidupan di berbagai masa dan tempat ini ditabrakan oleh orang-
orang yang tidak bertanggungjawab dengan berbagai isu-isu yang bisa menghancurkan
izzatul islam. Para musuh Allah yang sejati tidak pernah sejenakpun lelah untuk terus
melancarkan serangan terhadap dinullah yang mulia ini baik dari luar maupun dari dalam.
Dengan berbagai sistem yang cerdik dan sisitematis mereka menyerang Islam mulai dari
depan, belakang, kanan, kiri sampai dari bawah sekalipun. Karena memang begitulah janji
iblis kepada Allah ketika ia diusir dari surga karena menolak untuk bersujud (tanda
penghormatan) kepada Adam „alaihi salam.
Saat ini, serangan mereka (para musuh Allah) telah benar-benar ingin merubah world
view atau pandangan hidup orang muslim dengan berbagai virus yang mereka tebar melalui
isme-isme “nyeleneh”-nya. Seperti liberalisme, sekularisme, pluralisme, sosialisme, dan
masih banyak lagi isme-isme lainnya yang tidak kalah sesatnya. Tapi benarkah semua isme-
isme itu sesat? Adakah diantara isme-isme itu yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan Islam?
1 Kata “moderat” ini memang sering diperebutkan sekurang-kurangnya oleh tiga kelompok, (a) anti-
Islam, mereka mengatakan bahwa yang moderat itu yang menghujat Tuhannya, menggugat syari'at, dan
sebagainya yang senada dengan itu. (b) pro-Barat, mereka mengatakan bahwa yang moderat itu yang ngikut
terhadap semua kemajuan di Barat, termasuk kemajuan menerapkan pluralisme, liberalisme, sekularisme,
hermeneutika, yang akhirnya akan juga menjatuhkan posisi Islam dengan cara yang sangat munafik. (c) Islam,
nah inilah arti sebenarnya dari kata moderat, jadi moderat itu adalah berpikiran terbuka, kritis, menghormati
semua orang, bertoleransi bukan ber-pluralisme, bermoral, melakukan amr ma'ruf nahyi munkar, menjalankan
syari'at dengan baik, dan tidak melakukan kekerasan dalam menghadapi masalah, melainkan dengan cara yang
hikmah dan mau'idzah hasanah. Lihat, Hamid Fahmy Zarkasyi dalam bukunya Misykat; Refleksi tentang Islam,
Westernisasi & Liberalisasi. (Jakarta: INSISTS, 2012) hlm. 159-162. (Selanjutnya disebut Misykat)
Islam dan Sosialisme | 2
Atau mungkin bagaimanakah cara pandang Islam terhadap berbagai isme-isme itu? Nah,
dalam makalah ini penulis akan sedikit memberikan paparan singkat tentang tema khusus
Islam dan sosialisme, atau lebih tepatnya cara pandang Islam terhadap paham sosialisme.
Yang insya Allah akan penulis kupas dalam beberapa sub-bahasan, antara lain tentang (a)
pengertian dari sosialisme itu sendiri. (b) sejarah munculnya sosialisme, (c) pandangan Islam
terhadap sosialisme, dan terakhir penulis akan membahas (d) adakah sosialisme ala Islam?
Pada penulisannya, makalah ini memang banyak mengambil rujukan dari buku HOS.
Tjokroaminoto (1882-1934) yang berjudul Islam dan Sosialisme. Karena pertama, tema
bahasan yang sangat sesuai dengan yang hendak penulis sajikan. Dengan beberapa faktor
lainnya tentunya, termasuk kurang luasnya bacaan penulis terhadap masalah yang hendak
penulis sajikan ini. Namun penulis tetap berusaha menyajikan makalah ini melalui
persinggungan dan pertautan dari berbagai literatur yang bisa penulis temukan. Sehingga
tidak menghilangkan esensi dari sebuah makalah ilmiah tentunya, bi idznillah.
***
Pengertian Sosialisme
Sebelum jauh penulis membicarakan tentang Islam dan sosialisme, tentu wajib
hukumnya untuk kita mengenal istilah sosialisme itu sendiri terlebih dahulu. Dengan tujuan
agar memberikan batasan serta kejelasan tentang yang tengah dibicarakan dalam makalah ini.
Kata sosialisme berasal dari bahasa latin socius yang artinya dalam bahasa Belanda;
maker. Atau teman dalam bahasa Melayu; kita dalam bahasa Jawa; dan sahabat atau asyrat
dalam bahasa Arab.2 Jadi sosialisme adalah suatu paham yang berakar pada pikiran atau
angan-angan yang indah tentang pertemanan, persahabatan, dan sekaligus menjadi vis-a-vis
paham individualisme, yang hanya mementingkan diri sendiri di atas segalanya.3
Sebenarnya sosialisme pada prakteknya begitu beragam bentuknya, tiap-tiap aliran
memiliki aturan atau stel-sel-nya masing-masing, yang mana satu sama lainnya memiliki
banyak perbedaan. Namun meskipun demikian, tetap diantara satu sama lain memiliki satu
kesamaan, yaitu, bahwa semua kaum sosialis berkomitmen untuk melindungi kepentingan,
hak dan juga kewajiban gemeenschap (suatu perikatan orang yang hidup bersama) di atas
hawa nafsunya seorang, ataupun segolongan kecil saja dari masyarakat.4
Hal ini sangat erat kaitannya dengan paham demokrasi pada tahap berikutnya, karena
memang paham ini menuntut persamaan (equality) antara semua manusia, tak peduli dia
2 HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme. (Bandung: Sega Arsy, 2010) hlm. 15.
3 Ibid.
4 Ibid. Hlm. 16.
Islam dan Sosialisme | 3
adalah orang pintar dan bodoh, orang besar dan kecil, ataupun yang lainnya. Bagi mereka
kepentingan hidup orang yang lebih banyaklah yang harus lebih didahulukan. Tak peduli
siapa yang benar dan tepat, karena bagi mereka kepentingan manusia kebanyakanlah
kebenaran itu.5
Pada mulanya, gerakan ini memang muncul dari latar belakang keadaan-keadaan yang
busuk di setiap zamannya. Namun, paham ini sama sekali tidak berangkat dari suatu
kesadaran keberagamaan yang mendalam. Maka pada perkembangannya, sosialisme ini
perlahan demi perlahan dipengaruhi masuknya anasir yang salah, yang menyebabkan
terjadinya pergeseran orientasi pergerakan para pengusung sosialistik, khususnya di negara-
negara Barat, semakin menuju unsur-unsur kebendaan belaka. Yang menyebabkan lebih
berkembangnya lagi makna untuk kata sosialisme ini. Maka berangkat dari sanalah, mulai
terlihatlah “kemesraan” antara sosialisme ala Barat ini dengan hal-hal materialistis, bahkan
mencapai derajat materialisme, yang mana ini pada akhirnya mempengaruhi tidak hanya cara
bersikap dalam kehidupan sosial, akan tetapi sampai-sampai menjangkau tataran cara
pandang beragama dan berkeyakinan. Namun masalah itu baiknya lebih tepat bila penulis
perpanjang dalam pembahasan sejarah munculnya paham sosialisme ketimbang dalam
bahasan pengertian ini.
Maka dari itu, agar pembahasan dalam makalah ini tidak melebar, penulis memberikan
batasan yang insya Allah memberikan patokan yang jelas, dengan mengidentikan kata
sosialisme dalam makalah ini akan berarti pada sosialisme ilmiah6, atau wetenschappelijke
sosialisme (Social-democratie; sosialisme yang berdasarkan pengetahuan), atau lebih
terangnya, paham ini menghendaki suatu masyarakat itu dipimpin oleh satu pemerintahan
yang dipilih oleh masyarakat dengan cara demokratis, dan yang saat ini dikenal dengan nama
marxisme. Dan cara ini bukanlah termasuk sebuah politik demokrasi, akan tetapi sosial
demokrasi, setidaknya begitulah menurut Marx.7
Namun sedikit saja tambahan, sebelum penulis mengakhiri bahasan tentang pengertian
sosialisme. Penulis akan memberikan sedikit paparan mengenai hubungan antara kata
sosialisme dengan kata komunisme. Ada hubungan yang cukup dekat sebenarnya antara
kedua istilah ini, apabila kata komunisme berbicara tentang segala peraturan yang menyerang
5 Ibid. Hlm. 19-20.
6 Michael H. Hart, 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah. Terj. Ken Ndaru dan M.
Nurul Islam. (Bandung: Mizan, 2009) hlm. 142. (Selanjutnya disebut 100 Orang Paling Berpengaruh) 7 HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme. Hlm. 19-20.
Perbincangan tentang masalah demokrasi ini banyak dikupas pula oleh Yamani dalam bukunya Filsafat
Politik Islam. (Bandung: Mizan, 2003).
Islam dan Sosialisme | 4
kepada yang sifatnya kepunyaan seseorang dan mengalih-namakannya dengan semacam
aturan commuo boniorum, yaitu menjadikannya milik bersama. Ungkapan communia
boniorum senantiasa bergandengan dengan kata komunisme, sedangkan kata communio
(memiliki, mempunyai bersama) itu menjadi standard bagi tercapainya kebahagiaan dalam
paham komunisme. Nah, adapun sosialisme itu lebih khusus berbicara tentang satu bagian
yang terpenting dari komunisme. Jadi, sosialisme hanyalah berupa anasir dari keberadaan
komunisme.8
Ada beberapa poin lagi nampaknya, menurut Tjokroaminoto, yang mesti disampaikan
berkaitan dengan beberapa pengertian yang telah diungkapkan di atas mengenai sosialisme.
Namun untuk memberikan pemahaman yang sederhana dan ringkas –bukan dalam maksud
menghilangkan bahasan, ataupun menganggap tidak penting- di sini penulis hanya akan
masukan bahasan yang benar-benar tepat dengan apa yang penulis maksudkan dan kehendaki
dalam makalah ini. Yaitu apabila seseorang mengatakan sosialisme, maka sebenarnya orang
tersebut bukan hanya akan membicarakan tentang urusan harta benda atau ekonomi, tetapi
juga ia akan melingkupi pembicaraan tentang ajaran-ajaran agama serta falsafah, atau bahkan
juga berbicara tentang pandangan hidup terhadap dunia (world view atau kosmologi).9
Sejarah Munculnya Sosialisme
Berbicara tentang sosialisme, berarti juga berbicara tentang seorang tokoh kontroversial
yang sangat luas pengaruhnya (setidaknya bermula pada kurun satu abad setelah
kewafatannya), seorang pencetus paham sosialisme-komunis, yang kini lebih dikenal dengan
paham marxisme, Karl Marx (1818-1883).
Seperti yang telah penulis ungkap dalam pembahasan sebelumnya, bahwa memang
pada mulanya paham ini muncul dari kondisi masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti
misalnya yang dialami oleh Marx, sang pencetus paham Social-democratie ini.
Hidup dalam masa sulit penindasan Napoleon Bonaparte, dan juga peralihan kekuasaan
pasca-Napoleon kembali menuju pangkuan para raja dan pangeran yang feodal. Sehingga
Jerman saat itu bukanlah tempat yang nyaman bagi para pemikir –untuk tidak dikatakan
berbahaya untuk orang yang berpikir. Sampai-sampai ada ungkapan,
“Mereka (orang-orang Jerman) tidak akan pernah bangkit. Mereka akan lebih suka
mati ketimbang berontak...mungkin seorang Jerman sekalipun, ketika sudah begitu
kecewa, akan berhenti berdeabat, tetapi dia membutuhkan sejumlah amat sangat besar
8 HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme. Hlm. 18.
9 Ibid. Hlm. 19.
Islam dan Sosialisme | 5
penindasan, penghinaan, ketidakadilan dan penderitaan yang tak terkatakan untuk
mengubahnya menjadi begitu”, Michael Bakun.10
Bahkan Marx sendiri pernah berkata,
“Pada masa feodalisme, jangalah engkau menggerakkan tangan dan kaki secara sia-
sia, lakukanlah suatu kegiatan agar feodalisme dapat melewati masanya, dan masuk
pada masa borjuisme. Apabila masyarakat telah memasuki masa kapitalisme,
lakukanlah suatu upaya agar terjadi pertentangan yang cukup keras, sehingga
terciptalah revolusi.”11
Ini menunjukan betapa kuat kondisi itu membentuk watak dan pemikiran Marx muda.
Ada pula hubungan yang tidak baik yang terjadi antara Karl Marx dengan agama yang di
masa mendatang membuat ia menjadi seorang materialis-atheis.12
Ketika undang-undang
anti-Yahudi diberlakukan oleh pemerintahan Jerman pada tahun 1816. Karena ia “kebetulan”
terlahir sebagai seorang Yahudi, ia benar-benar mengalami pengalaman “keimanan” yang
sangat tidak menyenangkan, keimanan yang kabur dan tidak jelas, antara Yahudi sebagai
“agama ibunya”, kristen sebagai “agama resmi negara”, bahkan lutherianisme. Yang
menjadikannya seperti orang yang kehilangan kepercayaan bahkan membuatnya benci
terhadap semua yang berkaitan dengan “agama”!13
Pandangan Islam terhadap Sosialisme
Kritik yang dilancarkan terhadap sosialisme ini
bila dihimpun memang cukup banyak sekaligus pedas
kiranya. Banyak yang mengatakan bahwa beberapa
pemikiran Marx yang memang telah usang ditelan
masa, yang mana pengaruhnya sudah tidak dapat
terlihat lagi. Bahkan, hatta seorang Lenin saja telah
banyak menyimpang dari apa yang ia
“memproklamirkan” diri sebagai seorang marxis
sejati.14
Jon Elster (1940) bahkan mengatakan bahwa sosialisme ilmiah atau dikenal juga
dengan Social-democratie itu sudah mati.15
10
Isaiah Berlin, Biografi Karl Marx. Terj. Eri Setiyawati dan Sivester. (Surabaya: Promethea, 2000) hlm.
94. 11
Diambil dari kutipan Murtadha Muthahhari dalam buku, Neraca Kebenaran & Kebatilan; Menjalajah
Alam Pikiran Islam. Terj. Najib Husain Alaydrus. (Bogor: Penerbit Cahaya, 2001) hlm. 25. 12
HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme. Hlm. 35. 13
Isaiah Berlin, Biografi Karl Marx. Hlm. 41-45. 14
Michael H. Hart, 100 Orang Paling Berpengaruh. Hlm. 145. Simak juga, Franz Magnis-Suseno dalam
buku, Dalam Bayangan Lenin; Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka. (Jakarta: Gramedia,
“Aqidah” inti dari ajaran sosialisme ini
meliputi pemahaman (a) materialisme,
baik itu materialisme sejarah maupun
materialisme dialektis, kemudian (b)
bahwa kebenaran itu dikembalikan
kepada kondisi riil masyarakat (realisme)
dan yang dianggap benar adalah semua
yang dilakukan dan disetujui oleh
kebanyakan masyarakat, dan last but not
least (c) atheisme.
Islam dan Sosialisme | 6
Sebenarnya ada beberapa hal yang mesti menjadi sorotan utama dari pembahasan
mengenai Islam dan Sosialisme. Sebenarnya dari sudut manakah sosialisme ini bertentangan
dengan Islam? Apakah dari cita-citanya? Dari pandangannya tentang sistem ekonomi-kah?
Ataukah dari sisi mana sosialisme ini bertentangan dengan Islam? Nah, itulah yang
sebenarnya akan menjadi sentral bahasan dari makalah ini.
Sebagaimana telah penulis singgung dalam pembahasan tentang pengertian sosialisme,
bahwa ketika berbicara tentang sosialisme berarti bukan hanya berbicara tentang pandangan
ekonominya saja, tetapi sekaligus pandangan terhadap agama, dan bahkan world view secara
keseluruhan. Telah penulis singgung pula, bahwa paham sosialisme-marxisme ini ber-
epistem dari paham materialisme, bahwa apapun yang tidak berwujud sebagai benda, maka
dia itu tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang ada. Karena, segala sesuatu itu berasal dari
benda, oleh benda dan kembali kepada benda (uif de stof, door de stof, tot de stof ziin alle
dingen).16
Nah, justru dalam tataran inilah sosialisme ini menabrak prinsip-prinsip dasar dari
Islam sebagai dinullah yang sempurna. Seperti yang diungkapkan oleh Tjokro, dari sinilah
seseorang yang mengaku beragama Islam tidak boleh menerima paham wefonschappelik
socialisme. Salah satu paham yang berangkat dari asasnya yaitu, historisch materialisme
sebagai cabang falsafahnya.17
Yang benar-benar “diilhami” oleh pemahaman Ludwig
Feurbach dengan wrisgeerig materialisme-nya. Serta pemahaman Feurbach tadi juga
sebenarnya sangat dipengaruhi oleh dialectiek-nya Hegel. Dan selanjutnya disempurnakan
oleh Marx dan Friedrich Engels menjadi paham riwayat yang berdasar perikebendaan atau
materialistische gewhiedenisopvatting. Bahkan mereka (Marx dan Engels) dikarenakan
pengkultusannya terhadap paham Hegel tadi (sampai melebihi teori mereka sendiri), sampai-
sampai mengatakan, “Segala sesuatu yang ada adalah benda belaka, dan wet (kekuasaan)
yang terbesar di atas benda adalah pergerakan atau kemajuan”.18
Menurut paham mereka juga, bahwa kehidupan adalah perulangan sejarah, dan sejarah
manusia itu selalu identik dengan kegelapan. Dan sisi terang dalam sejarah hanyalah ada pada
kepemilikan pertama dan kepemilikan kedua, dan selainnya hanyalah keburukan
2003) hlm. 1-52. Lihat juga fakta yang menunjukan penyimpangan yang dilakukan oleh para marxian sendiri,
bahkan oleh dirinya sendiri, yang direkam oleh Murtadha Muthahhari dalam buku, Neraca Kebenaran &
Kebatilan. Hlm. 27. 15
Jon Elster, Karl Marx; Marxisme-Analisis Kritis. Terj. Sudarmaji. (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000)
hlm. 260. 16
HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme. Hlm. 35. 17
Ibid. Hlm. 31-32. 18
Ibid. Hlm. 33-34.
Islam dan Sosialisme | 7
(kepemilikan pribadi). Mereka bahkan mengatakan, “Semua peristiwa itu adalah kelicikan
belaka, kegelapan di atas kegelapan, bahkan agama dan para nabi tidak memiliki peran
sama sekali, mereka tidak mengenal manusia, manusialah yang menciptakan semua (agama-
agama) itu, lalu mereka jadikan sebagai alat untuk berbuat kezaliman, pembodohan, dan
menciptakan candu. Jika ada seseorang yang menyerukan hak dan keadilan, maka mereka
pasti memiliki kepentingan tertentu. Mungkinkah pada masa „kepemilikan pribadi‟ terdapat
orang yang benar-benar mendukung hak, hakikat, dan keadilan?”19
Sosialisme juga identik dengan Darwinisme, bahkan dalam bukunya Darwin-Marx dia
benar-benar “memuja” teori evolusinya. Oleh karena itu maka tiap-tiap murid Marx, tidak
boleh tidak adalah seorang darwinis, sebab sesungguhnya teorinya Marx ini hanyalah
lanjutan pelajaran Darwin dalam perikehidupan manusia bersama.20
Maka dalam segi-segi inilah pemahaman sosialisme ini memperlihatkan sikap
“permusuhannya” terhadap agama, terutama Islam. Dari aspek materialismenya secara
umum, telah benar-benar bertabrakan dengan konsep epistemologi Islam yang berangkat dari
pemahamannya terhadap wahyu.21
Pemahaman ini juga kemudian menjadi dasar bagi
terciptanya paham bahwa tuhan itu adalah hasil ciptaan manusia.22
Bahkan dengan paham ini,
tidaklah berlebihan bila dikatakan, bahwa paham ini telah menukarkan “posisi” Allah sebagai
Tuhan digantikan oleh “ketuhanan benda”.23
Dengan ini semua, bukan berarti penulis menafikan jasa Marx dan Engels tentang
perbaikan nasib kaum miskin di negeri-negeri Barat.24
Karena diakui ataupun tidak, paham
ini telah benar-benar menjadi lawan tangguh bagi paham kapitalisme.25
Dengan
memposisikannya seperti ini sebenarnya hal ini tengah mendudukan sosialisme dalam posisi
yang adil, namun juga bukan berarti berhenti dan diam dari segala penyimpangan yang
dilakukannya tentu. Memahami hal ini, Hamid Fahmy Zarkasyi mengatakan, bahwa seorang
Marx ini boleh jadi “hatinya beriman tapi otaknya kafir”.26
19
Dikutip dari Murtadha Muthahhari, Neraca Kebenaran & Kebatilan. Hlm. 29-30. 20
HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme. Hlm. 35. 21
Ungkapan ini mulai dikenal berawal dari kitab karya Imam Ibnu Taimiyah, Al-Radd „ala Mantiqiyyin.
(Beirut: Muassasah al-Riyyan, 2005) hlm. 52. Bisa dilihat juga dalam kitab Majmu‟atul Fatawa-nya, kitab al-
Mantiq. (t.tmp: t.t.) jld. 9. Hlm. 16. Lihat juga, Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam; Pokok-pokok
Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam. (Jakarta: Gema Insani Press, 2004) hlm. 164. 22
Mulyadhi Kartanegara, Menembus Batas Waktu Panorama Filsafat Islam. (Bandung: Mizan, 2005)
hlm. 154. 23
Seperti apa yang diungkapkan oleh Tjokroaminoto dalam Islam dan Sosialisme. Hlm. 36. 24
Ibid. 25
Julian Baggini, Lima Tema Utama Filsafat. Terj. Nur Zain Hae. (Bandung: Teraju, 2004) hlm. 188. 26
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat. Hlm. 35.
Islam dan Sosialisme | 8
Selain itu, paham sosialisme ini juga banyak menuai kritik dari sisi lainnya, seperti
Michael H. Hart mengatakan, bahwa paham sosialisme-marxisme ini merupakan bencana
bagi umat manusia, baik dari segi ekonomi maupun politiknya.27
Chris Baker juga
mengatakan, bahwa pahamnya ini (historis
materialisme) telah merendahkan harkat dan derajat
manusia, dengan memposisikannya hanya sebagai
agensi saja28
, dan ini juga seirama dengan apa yang
dikritisi oleh Murtadha Muthahhari.29
Wallahu a‟lam.
Adakah Sosialisme ala Islam?
Pertanyaan inilah yang selanjutnya menjadi sesuatu yang menarik, adakah sosialisme
ala Islam? Atau bahkan, perlukah Islam terhadap paham sosialisme? Mengapa pertanyaan
ini menjadi menarik? Karena bagi Tjokroaminoto, tidak ada sosialisme ataupun isme-isme
lainnya yang lebih baik, lebih indah dan lebih mulus, selain dari sosialisme yang berdasar
Islam.30
Namun mesti diingat, bahwa Islam telah sempurna dari saat terhentinya tanzil, ketika
dalam haji wada Allah Swt. menurunkan ayat QS. Al-Maidah: 3, dengan kata-kata al-yauma
akmaltu lakum diinakum dan seterusnya merupakan sebuah “pernyataan sikap” langsung dari
Allah Swt. tentang sudah tidak perlunya Islam itu dibubuhi dengan berbagai isme cadangan,
karena Islam telah berdiri dengan ke-syumul-annya sendiri, dengan seluruh kesempurnaan
ajaran dan petunjuknya.31
Sebuah prinsip dasar tentunya bagi semua kaum muslimin bahwa
Islam memang benar-benar telah menjadi diinullah yang final, memiliki batasan-batasan dan
juga konsep yang sempurna dan tidak perlu tambahan, terlebih lagi mengenai konsep
bermasyarakat dan cara pandang hidup atau disebut juga world view.
27
Michael H. Hart, 100 Orang Paling Berpengaruh. Hlm. 143. 28
Van Peurseun dalam bukunya mengungkapkan kebenaran dari ungkapan tadi dengan mengungkapkan
bahwa materialisme dialektis atau sosialisme ala Marx dan Engels ini adalah suatu paham filsafat yang
mempercayai bahwa jalan untuk memahami alam kebendaan ini kini lewat manusia, yaitu manusia dalam
dimensi sosialnya, manusia yang hidup dalam suatu masyarakat yang berproduksi. Bukan seperti dalam
materialisme kuno, yang justru memposisikan manusia sebagai subjek, melalui pandangannya terhadap ilmu
alam untuk mencapai kebenaran seluruhnya. Selengkapnya lihat, Van Peurseun, Orientasi di Alam Filsafat.
Terj. Dick Hartoko. (Jakarta: Gramedia, 1980) hlm. 160. 29
Chris Barker, Cultural Studies; Teori & Praktik. Terj. Nurhadi. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004)
hlm. 15. Perhatikan juga, Murtadha Muthahhari, Neraca Kebenaran & Kebatilan. Hlm. 21-37. 30
HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme. Hlm. 36. 31
Dalam puisinya, Prof. Wan memberikan suatu penguatan sekaligus bantahan terhadap isme-isme ala
Barat yang sudah membuat manusia gagal melihat Tuhan. Lihat, Wan Mohd Nor Wan Daud, Dalam Terang;
Sebuah Puisi Mentafsirkan Tuntutan Amanah yang Diterima Insan serta Peranan Ilmu dan Akhlak dalam
Masyarakat. (Petaling Jaya: Tradisi Ilmu Sdn Bhd, 2004) hlm. 1-4.
Ketika sosialisme sedang berbicara
tentang masalah ekonomi, maka dia
adalah komunisme, yang mana itu adalah
tujuan tertingginya.
Ketika dia berbicara tentang politik, maka
dia adalah demokrasi.
Dan ketika ia berbicara tentang falsafah
hidup, maka dia adalah materialisme.
Islam dan Sosialisme | 9
Adapun gaya yang dilakukan oleh Tjokroaminoto dalam berkilah mengenai sosialisme
ala Islam ini terlalu dipaksakan, karena sebenarnya semua dalih yang disampaikan beliau
dalam bukunya itu hanyalah menarik beberapa contoh ajaran Islam ke dalam kesimpulannya
sendiri, yaitu tentang sosialisme ala Islam tadi. Dan ini kiranya kurang tepat menurut penulis,
dan biarkanlah Islam tetap berjalan dengan jalan yang telah digariskannya sendiri, sebuah
konsep yang sempurna yang telah dirumuskan oleh Sang Pencipta yang Mahasempurna,
Allah Swt. serta kemudian direalisasikan dalam bentuk yang lebih aplikatif oleh sang insan
kamil, seorang Rasulullah yang mulia dan teragung, Muhammad Saw. Yang terjadi pada
nasib agama lain tidaklah terjadi pada Islam, konsep sosialisme itu sendiri berangkat dari
suatu kekecewaan seorang Yahudi terhadap agama para Rahib yang semena-mena di Gereja-
gereja mereka. Ketika Islam berhadapan dengan peradaban dunia saat itu, konsep Tuhan dan
teks Al-Quran tidak bermasalah. Islam tidak perlu mencari ajaran tambahan, bila sosialisme
hanya dikatakan sebagai aturan hidup, atau sikap bermasyarakat, mengapa tidak kita katakan
saja ini adalah sikap bermasyarakat dan aturan hidup menurut ajaran Islam, tidak perlu
dikatakan “Ini adalah sosialisme ala Islam”. Islam telah membentuk sebuah peradaban yang
luar biasa, Islam tidak ditinggalkan oleh peradaban yang telah dibangunnya sendiri. Roger
Garaudy saja yang seorang bule paham benar, bahwa Islam itu adalah pandangan terhadap
Tuhan, alam dan juga manusia yang membentuk sains, seni, individu dan masyarakat. Islam
membangun dunia yang bersifat ketuhanan dan kemanusiaan secara sekaligus. Jika peradaban
Islam dibangun dengan gaya-gaya Barat, itu berarti mencampurkan yang al-haq dan yang al-
bathil alias sunt bona mixtra malis, kata Pak Hamid.32
Wallahu a‟lam.
***
Penutup
Sebagai penutup, penulis banyak-banyak meminta maaf atas semua kesalahan yang
terdapat dalam makalah ini, semua yang baiknya dari Allah semata, dan apa yang jelek dan
kurangnya hadir dari kealfaan penulis sendiri. Namun mesti diingat dari semua pemaparan di
atas, Islam telah sempurna dengan konsepnya sendiri. Islam punya aturan tentang bagaimana
harus mengelola perekonomian, Islam juga memiliki asas-asas dasar dalam mengelola
perpolitikan, terlebih lagi dalam memberikan petunjuk yang sempurna mengenai world view.
Al-Haq min Rabbika, wallahu al-Muwaafiq, wallahu a‟lam bi shawwab.
32
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat. Hlm. 44-45.
Islam dan Sosialisme | 10
Daftar Pustaka
Anshari, Endang Saifuddin. 2004. Wawasan Islam; Pokok-pokok Pikiran tentang Paradigma
dan Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Baggini, Julian. 2004. Lima Tema Utama Filsafat. Terj. Nur Zain Hae. Bandung: Teraju.
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies; Teori & Praktik. Terj. Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Berlin, Isaiah. 2000. Biografi Karl Marx. Terj. Eri Setiyawati dan Sivester. Surabaya:
Promethea.
Daud, Wan Mohd Nor Wan. 2004. Dalam Terang; Sebuah Puisi Mentafsirkan Tuntutan
Amanah yang Diterima Insan serta Peranan Ilmu dan Akhlak dalam Masyarakat.
Petaling Jaya: Tradisi Ilmu Sdn Bhd.
Elster, Jon. 2000. Karl Marx; Marxisme-Analisis Kritis. Terj. Sudarmaji. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.
Hart, Michael H. 2009. 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah. Terj.
Ken Ndaru dan M. Nurul Islam. Bandung: Mizan.
Ibnu Taimiyah, Taqiyuddin Ahmad bin Halim al-Harrani. 2005. Al-Radd „ala Mantiqiyyin.
Beirut: Muassasah al-Riyyan.
____________. t.t. Majmu‟atul Fatawa. T.Tmp.
Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Menembus Batas Waktu Panorama Filsafat Islam. Bandung:
Mizan.
Muthahhari, Murtadha. 2001. Neraca Kebenaran & Kebatilan; Menjalajah Alam Pikiran
Islam. Terj. Najib Husain Alaydrus. Bogor: Penerbit Cahaya.
Peurseun, Van. 1980. Orientasi di Alam Filsafat. Terj. Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Suseno, Franz Magnis. 2003. Dalam Bayangan Lenin; Enam Pemikir Marxisme dari Lenin
sampai Tan Malaka. Jakarta: Gramedia.
Tjokroaminoto, Oemar Sa’id. 2010. Islam dan Sosialisme. Bandung: Sega Arsy.
Yamani. 2003. Filsafat Politik Islam. Bandung: Mizan.
Zarkasyi, Hamid Fahmy. 2012. Misykat; Refleksi tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi.
Jakarta: INSISTS.