Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Said Muniruddin
Islam di Australia
Australia-Indonesia
Young Muslem Leader Exchange:
09-23 Mai 2005
Said Muniruddin
Islam di Australia
Catatan Pengalaman dari Pertukaran
Pemuda Muslim Australia - Indonesia
(Muslem Exchange Program)
Diterbitkan oleh Syiah Kuala University Press Darussalam – Banda Aceh Islam and Multiculturalism ____________ www.saidmuniruddin.com « The Zawiyah for Spiritual Leadership »
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang keras memperbanyak, memfotocopy sebagian atau seluruh isi buku ini, serta memperjual-belikannya tanpa mendapat izin tertulis dari Penulis dan Penerbit. Hak Cipta ©2017, Said Muniruddin. All rights reserved. Diterbitkan oleh Syiah Kuala University Press Darussalam – Banda Aceh, 23111 Judul Buku : ISLAM DI AUSTRALIA Penulis : Said Muniruddin Editor : Farhana Frontcover : sbs.com.au Backcover : heraldsun.com.au Penerbit : Syiah Kuala University Press Cetakan : Pertama, Agustus 2017 Spesifikasi : iii + 55 hlm. 15,5 x 23cm ISBN : 978-602-1270-67-7 ___________________ www.saidmuniruddin.com
The Zawiyah for Spiritual Leadership
APRESIASI Terima kasih kepada Australia-Indonesia Institute
(AII) atas kesempatan untuk menimba ilmu dan pengalaman di Negeri Kangguru
Peta Benua Australia
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiem.
AUSTRALIA. Beruntung sekali
negara ini, karena menjadi negara
asing pertama yang saya kunjungi.
Pengalaman 14 hari ke luar dari
Indonesia memiliki arti tersendiri
bagi saya. Banyak yang saya pelajari.
Catatan ini mengulas ulang perjalanan, pertemuan, dan quick look
mulai dari Melbourne sampai Sidney.
Buku singkat ini mengulas “Islam Australia” dan masyarakat
multikultural disana. Bagi saya, agenda ke Negeri Kangguru ini
semacam holiday setelah 6 bulan mengikuti Pre-Academic Training
yang melelahkan di Jakarta sebelum menempuh Master di UK.
Walaupun bernuansa santai, saya tidak mau kehilangan pelajaran
penting di balik itu semua.
Terima kasih ibu Virginia Hooker dan bapak M.C Ricklefs.
Anda telah tepat memilih saya ketika wawancara di Medan. Kepada
Beverly Mercer, Wati Syamsu, Philip Knight, Seyfi Seyit dan lainnya:
“Senang sekali saya bisa jalan-jalan ke Australia. Jangan segan-
segan untuk mengundang saya kembali ke sana.”
Salam, Said Muniruddin
Birmingham – Inggris, 05 Juni 2005.
vi
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
QS. Al-Hujurat -49: 13
vii
Daftar Isi
Peta Australia ………… iii
Kata Pengantar ………… v
Daftar Isi ………… vii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB 2 WELCOME TO AUSTRALIA ........................................................................ 5
2.1. Sepintas tentang Australia ................................................................ 7
2.2. Imigran Ilegal ................................................................................... 11
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA ............................................................................. 15
3.1. Populasi ............................................................................................ 15
3.2. Muslim Etnik .................................................................................... 21
3.3. Generasi Muda Islam Australia ....................................................... 25
3.4. Aliansi 3 Agama Ibrahim ................................................................. 28
3.5. Pelajar Muslim Indonesia ................................................................ 33
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM .................................................................... 37
4.1. Konteks Islam di Australia .............................................................. 37
4.2. Antara Cinta dan Benci .................................................................... 39
4.3. Paska 9/11 dan Bom Bali ................................................................ 42
4.4. Isu Syariat Islam ............................................................................... 46
BAB 5 PENUTUP .............................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57
viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
BAB 1 PENDAHULUAN
SETELAH beberapa saat transit di Ngurah Rai Bali, akhirnya
Garuda GA 718 take-off menuju Melbourne Australia tepat pukul
24.00 WIB. Beruntung sekali saya mendapat kepercayaan dari
pemerintah Australia untuk mengikuti program “Australia-
Indonesia Young Muslim Leader Exchange” (Pertukaran Pemimpin
Muda Muslim Australia-Indonesia). Dengan harapan, kunjungan ini
menjadi jalan pembuka pandangan yang lebih arif dalam
memahahami persoalan kemanusiaan dan keagamaan.
Petualangan berlangsung 14 hari di 2 negara bagian Australia yang
jumlah muslim lebih signifikan: Victoria (ibukotanya Melbourne)
dan New South Wales (dengan Sidney sebagai ibukotanya).
Perjalanan intensif berlangsung mulai 07-23 Mei 2005 dan di
sponsori oleh Australia-Indonesia Institute (AII).
SAID MUNIRUDDIN
2
AII adalah lembaga yang didanai pemerintah Australia.
Didirikan sejak tahun 1989 dengan beranggotakan orang-orang
yang ahli tentang Indonesia. Misi lembaga ini adalah
mengembangkan hubungan dan saling pengertian antara
Indonesia dan Australia secara lebih baik dengan program-
program pertukaran diberbagai bidang. Salah satunya adalah apa
yang kami ikuti. Program ini dirancang setelah terjadinya
disharmonisasi antara kedua negara pasca “Bali Bombing”. Islam
menjadi monster menakutkan sebagai agama radikal, teroris, dan
kejam. Masyarakat muslim Indonesia atau muslim Australia secara
umum mendapat stigma negatif, pada taraf tertentu malah
mendapat perlakuan menyedihkan.
Tujuan kunjungan ini selain untuk meningkatkan
pengertian dan pengenalan orang Australia tentang aliran Islam
Moderat di Indonesia, juga untuk mempererat hubungan muslim
Australia dan Indonesia. Kita bertetangga tapi tidak pernah
bersilaturrahmi. Efeknya, ketiadaan hubungan sinergis dalam
menghadapi persoalan-persoalan global politik-keagamaan.
Program ini berusaha membangun jembatan kedua komunitas
Islam yang bersebelahan negara serta memberikan pengertian baik
bagi Indonesia tentang masyarakat multikultural Australia.
Oleh sebab itu, AII mensponsori kunjungan muda-mudi
Islam Indonesia ke Australia untuk serangkaian kunjungan, diskusi,
dan pertemuan dengan kelompok muslim dan non-muslim,
BAB 1 PENDAHULUAN
3
mahasiswa, pemimpin komunitas, serta tokoh politik dan
Intelektual. Sampai tahun 2005, program ini telah berlangsung 3
tahun. Sebanyak 18 orang dengan latar belakang pendidikan,
organisasi dan politik yang berbeda telah terpilih untuk ini. Saya
bersama 2 teman lainnya: Anshari Yamamah (dosen IAIN Sumut,
Staff Forum Komunikasi Pemuka Antar Agama Sumatera Utara) dan
M. Iqbal AR (Mahasiswa Elektro Unsyiah yang juga aktif di sejumlah
organisasi lainnya) merupakan grup terakhir dari penutup
program ini. Sementara Australia juga melakukan pengiriman
muslimnya berkunjung ke Indonesia.
Dari kanan ke kiri: Said Muniruddin (Penulis), M. Iqbal AR dan Anshari Yamamah.
SAID MUNIRUDDIN
4
BAB 2 WELCOME TO AUSTRALIA
5
BAB 2 WELCOME TO AUSTRALIA
BEGITU mendarat di Bandar Udara Talla Marine Melbourne
pada pukul 07.00 pagi waktu setempat, asap tebal berhamburan
dari mulut. Pengalaman kedinginan telah lama tidak teralami di
Aceh, Indonesia. Suhu dipenghujung autumn (musim semi) ini
berkisar antara 9 derajat celcius. Dan akan lebih menggigil lagi
karena sedang bergerak ke Winter (dingin). Kata Philip Knight,
salah satu host yang mengatur jadwal selama di Melbourne, dalam
sehari Australia bisa mengalami 4 musim: pagi hari udaranya
dingin, tiba-tiba memanas, lalu menjadi normal dan kemudian
menghangat.
Philip, mantan Wakil Dubes Australia di Indonesia akhir
tahta Suharto, telah lama masuk Islam dan kawin dengan wanita
SAID MUNIRUDDIN
6
melayu Singapore. Orangnya ramah sekali, dan jalannya sangat
cepat meskipun sudah berumur 67 tahun. Begitu cepatnya,
sehingga susah diikuti oleh kami yang muda. Mungkin telah
menjadi karakter bangsa kita berjalan lambat dikarenakan sifat
malas dan persaingan yang tidak kuat. Atau cuaca dingin
mengharuskan mereka untuk terus menggerakkan badan agar
badan sentiasa panas, termasuk jalan cepat.
Dengan Philip Knight (kiri) dalam perjalanan ke Shepparton
Meskipun ia pernah menjabat sejumlah posisi penting di
Kedutaan Australia di Eropa, Timur tengah dan Asia, tidak
kelihatan sedikitpun sikap besar diri atau menggurui dalam
BAB 2 WELCOME TO AUSTRALIA
7
berteman dengan kami. Berbeda dengan sejumlah pejabat kita. Hal
pertama yang dilakukan ketika dilantik menjadi petinggi negara
(Anggota DPR, Kepala Dinas, Bupati dsb) adalah membangun
proteksi diri: tidak membiarkan masyarakat awam berhubungan
secara terbuka, menjaga wibawa secara berlebihan dan menyusun
protokuler yang ketat. Hanya sedikit yang merakyat (populis).
2.1. Sepintas tentang Australia
LEBIH dari 60.000 tahun sebelum kedatangan penghuni
Eropa, suku Aborijin dan penduduk Selat Torres mendiami
sebagian besar wilayah benua ini. Awalnya, daratan ini menjadi
tempat pembuangan narapidana Inggris. Setelah Perang
Kemerdekaan Amerika, sebuah armada pertama dengan 11 kapal
berisi 1500 penumpang yang setengahnya narapidana tiba di
Botany Bay pada 1788. Sidney berkembang menjadi pemukiman
bagi tahanan Inggris yang pertama. Pada 1901 koloni-koloni di
Australia membentuk federasi menjadi persemakmuran dimana
raja/ratu Inggris tetap menjadi raja/ratu mereka. Satu-satunya
bangsa yang memerintah seluruh benua adalah Australia.
(Australian Government: Department of Foreign Affairs and Trade,
2005).
Australia sesungguhnya adalah tanahnya suku Aborigin
yang kini menuju kepunahan. Bangsa Eropa dan Asia hanyalah
pendatang yang kini menguasai semuanya. Chinese merajai
SAID MUNIRUDDIN
8
pasaran Australia. Semua souvenir yang kami beli dari Victoria
Market Melboune dan Paddy’s Market di Sidney adalah 99persen
“made in China”. Lebih aneh lagi, tidak pernah kami temukan
restauran khas Australia. Memang Australia adalah benua/negara
yang dibangun oleh “muhajirin” Eropa dan Asia.
David Reeve, Professor Study Budaya dan Islam di University
of New South Wales (UNSW) mengatakan,”Australia adalah negara
yang dibangun oleh para penjahat (tahanan Inggris) yang kini
menjadi negara produsen orang-orang baik. Sementara Indonesia
merupakan negara yang dibangun oleh orang-orang baik yang
sekarang memproduksi orang-orang jahat”. Guyonan fasih dalam
bahasa Indonesia terus ia sampaikan sepanjang jalan dalam
menemani kami keliling Darling Harbour, Sidney. Sambil
menunjukkan pangkalan Angkatan Laut Australia, dia
menambahkan, ”Kami di sini, tentara tidak boleh masuk kota.
Jangankan kelihatan menenteng senjata, berpakaian militer saja
dilarang. Kami memelihara tentara sebagai alat sipil. Kalau di
negara kalian lucu sekali, kok sipil yang jadi alat tentara”.
Dalam diskusi dengan Desmond Cahill, Professor of
International Studies di Royal Melbourne Institute of Technology
(RMIT), juga menjabat President of World Council on Religion and
Peace untuk Australia, mengatakan bahwa saat ini Australia sedang
mengalami dilema identitas dalam mendefinisikan dirinya apakah
sebagai Negara Timur (Asia) atau Negara Barat (Amerika/Eropa).
BAB 2 WELCOME TO AUSTRALIA
9
Pada satu sisi, ia adalah negara “bayangan inggris”.
Sementara secara geografis, ia terletak pada ”trading line” (jalur
ekonomi) Asia. Secara langsung benua ini berhadapan dengan Asia
ketimbang Eropa atau Amerika. Atas dasar ini Australia dijuluki
“Amerika/Eropa yang bermukim di Asia”. Berdasarkan pemetaan
geografis, menjaga stabilitas hubungan dengan negara Asia adalah
‘fardhu ‘ain’, terutama dengan Indonesia yang mayoritasnya
muslim. Indonesia tidak hanya dilihat sebagai tetangga yang
memiliki nilai ekonomis tetapi juga bisa menjadi ancaman jika
terjadi disharmonisasi, konon lagi jika menjadi negara yang besar
dan kuat.
Seperti disebutkan Robert Rice dalam diskusi satu jam
dikantornya, “Bayangkan jika 240 juta masyarakat Indonesia,
dengan muslim sebagai mayoritas, seluruhnya menjadi cerdas,
terdidik dan disiplin, maka saya pastikan kalian menjadi the
choosen people yang paling “mengerikan” di muka bumi. Sayang,
kalian memiliki jumlah muslim terbesar terbodoh di muka bumi”.
Robert Rice adalah Professor of Environmental Studies di Monash
University yang pernah menjabat Sekeretaris Jenderal Islamic
organization di Australia. Tahun 1970-an ia tinggal lama dan kawin
dengan orang Indonesia serta banyak melakukan proyek-proyek
pembangunan di Sumatera bagian utara.
Sementara itu, untuk menjaga stabilitas politik dalam skala
global, Australia memilih taklid kepada aliran politik barat
SAID MUNIRUDDIN
10
(Amerika/Inggris). Ini terbaca disaat ikut enjoy “menjajah” Irak.
Anehnya, meskipun pemerintahnya pro-Amerika, kita mendapati
ribuan warganya menentang invasi ke Irak. Namun demikian, lagi-
lagi rakyat Australia memilih John Howard sebagi Perdana Menteri.
Mungkin lebih disebabkan isu Domestik seperti ekonomi dan
lapangan kerja yang menjanjikan, ketimbang menghakimi Howard
telah salah menyerang Irak. Memang banyak anti Amerika di sana,
tetapi sayang tidak tercermin dalam parlemen.
Itulah Australia. Negara yang memasang kaki ekonomi dan
kepentingan geografis di Asia, pada saat yang sama
mengaplikasikan mazhab politik Amerika/Inggris. Dengan cara ini
posisinya aman.
Keamanan lebih terjamin manakala ia tidak memiliki
masalah dalam jumlah penduduk. Sensus tahun 2001
memperlihatkan benua yang luas ini hanya didiami oleh 18,97 juta
jiwa. Terdiri lebih dari 200 bangsa yang berbeda dengan
pemakaian bahasa yang beragam. Bahasa Inggris digunakan oleh
15.013.965 jt orang (79.1 persen dari total populasi), jumlah
terbesar setelahnya adalah bahasa China yang dipakai oleh
401.357 jiwa, bahasa Italia dipergunakan oleh 353,605 orang,
bahasa Arab oleh 209.372 jiwa, bahasa Yunani 263.717, Vietnam
174.236. Sementara bahasa Indonesia Cuma digunakan oleh
38.724 jiwa. Di Sidney, bahasa Arab merupakan bahasa kedua yang
paling banyak digunakan (3.6 persen) setelah bahasa Inggris.
BAB 2 WELCOME TO AUSTRALIA
11
Penjara di tengah laut buat Napi Bersama Prof. Desmond Cahill
Salah satu sudut Kota Sidney (Foto dari atas Sidney Tower)
Samar-samar dibawah pohon: Prof. David Reeve
2.2. Imigran Ilegal
IMIGRAN menjadi masalah serius di Australia. Setiap tahun
selalu dibanjiri “pendatang haram”. Salah satu kebijakan
pemerintah adalah membangun “Kamp Konsentrasi” ditengah
padang pasir. Illegal immigrant yang terdiri dari anak-anak,
perempuan dan laki-laki ditahan disana, bahkan bisa mencapai
tahunan. Diceritakan oleh seorang aktifis HAM, ada seorang
palestina yang sudah 7 tahun disekap karena tidak punya status
SAID MUNIRUDDIN
12
kewarganegaraan. Kemudian ia dikirim ke India tetapi di sana juga
ditolak. Sedihnya lagi, wanita-wanita pun sampai melahirkan dan
membesarkan anaknya di tempat isolasi tersebut.
Hal ini banyak dikritisi oleh aktivis kemanusiaan Australia.
Seperti diceritakan Eli Greig, Sosial Justice and Environment Project
Officer pada Monash Student Association. Beberapa waktu lampau,
mahasiswa Monash University melakukan aksi protes ke tengah
gurun tersebut, namun belum ada yang berubah. Detention Centre
(pusat penahanan) tersebut sangat terisolasi dan tidak dibuka
akses bagi media untuk mengetahui keadaan 200-an imigran ilegal
berbagai negara yang ditawan disana.
Bagi Pemerintah, imigran dianggap bermasalah karena
selain dicurigai sebagai kriminal/teroris dinegara asalnya. Mereka
juga menjadi menjadi beban baru buat negara karena tidak bisa
berbahasa Inggris serta tidak punya skill yang memadai untuk
bekerja. Untungnya, ada lembaga seperti Asylum Seeker Resource
Centre (ASRC) yang terletak di Jeffscott Street, di depan masjid
Madinah, West Melbourne yang melakukan program
pendampingan. Institusi ini menyediakan pendidikan dan
pelatihan seperti kursus bahasa Inggris, seni, dan sebagainya.
Disamping itu juga memberikan pelayanan kesehatan, fasilitas
internet gratis serta makan siang gratis setiap hari bagi imigran
yang belum mendapat pekerjaan.
BAB 2 WELCOME TO AUSTRALIA
13
Beberapa gereja, seperti Brunswick Unity Church di
Melbourne, juga menyediakan pelayanan seperti ini bagi imigran
ilegal yang sama sekali tidak memiliki tempat tinggal. Sangat susah
bagi lulusan tahanan di tengah padang pasir ini untuk mendapat
pekerjaan. Ini bukan karena mereka muslim atau non-muslim,
tetapi dikarenakan tidak terdidik dan miskin.
Bersama Eli Greig & Staff, di kantin Monash University (baju hitam berkaca mata)
Dengan salah satu penatar para imigran gelap di Mooropna - Victoria
SAID MUNIRUDDIN
14
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
15
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
3.1. Populasi
ISLAM adalah agama minoritas di Australia, dianut hanya
oleh 1.5 persen (281.576 jiwa) dari total penduduk. Angka ini sama
persis dengan sisa penduduk asli, Aborijin. Kristen (Anglican,
Baptist, Catholic, Lutheran, MPCRU, Orthodoxs, dan Pantecostal)
merupakan mayoritas dengan total 68 persen. Sementara pemeluk
Budha sebanyak 1.9 persen, Hindu sebesar 0.5 persen, Yahudi 0.4
persen, dan 15.5 persen lainnya menyatakan diri tidak beragama
(Sensus 2001).
Dari sensus yang sama, sejak 1996-2001 pertumbuhan
agama yang tertingi dialami Budha yaitu 79 persen. Ini dikarenakan
peningkatan jumlah imigran dari China dan Vietnam yang
SAID MUNIRUDDIN
16
menganut Budhist. Sementara pertumbuhan kedua tertinggi
adalah hindu 41.8 persen. Islam sendiri tumbuh 40 persen dalam 5
tahun tersebut. Pada saat yang sama Yahudi meningkat 5.0 persen.
Sementara Kristen yang mayoritas hanya mempunyai angka
pertumbuhan 1.4 persen. Disaat bersamaan, yang mengaku tidak
bertuhan (Ateis) menurun 1.5 persen.
Distribusi muslim, menurut sensus yang sama, menyebar
diseluruh negara bagian dan teritori. Jumlah terbanyak ada di New
South Wales, 140.907 orang. Sementara di Victoria terdapat 92.742
orang. Australia Barat memiliki 19.456 orang muslim. Lalu 14.990
lagi menetap di Quensland. Sementara 7.478 lainnya tinggal di
Australia Selatan. Kemudian, 3.488 muslim mendiami Teritori
Ibukota Australia. Di Tasmania terdapat 865 muslim. Sedangkan di
Australia Utara hanya ada 945 orang saja. Sisanya sejumlah 707
terpencar diteritori lainnya.
Abdullah Saud dan Shahram Akhbarzadeh dalam “Muslim
Communities in Australia”, UNSW Press, Sidney, 2001
mengkalkulasikan jumlah muslim menurut negara/kelahiran/asal.
muslim berwarga negara Australia menempati urutan pertama,
102.566 jiwa. Muslim Libanon sebesar 29.321 jiwa. Posisi ketiga
ditempati Turki, 23.479 jiwa. Muslim Asia Selatan berjumlah
26.757 jiwa. Sementara asal Bosnia-Herzegovina sebanyak 9.892.
Dari Indonesia hanya sejumlah 8.087. Sedangkan dari Irak 7.749
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
17
orang, dan 6.353 lainnya asal Iran. Sisanya sebesar 67.374
merupakan campuran dari 60 negara lainnya.
Berkaitan dengan usaha menumbuhkan jumlah muslim
Australia, kami bertanya dengan nada bercanda, “Kenapa ulama
Australia tidak mengeluarkan fatwa dimana setiap keluarga
diharuskan memiliki sedikitnya sepuluh orang anak?”. Ramazan
Anda, muslim asal Turki yang kami temui di Masjid Broadmeadows-
Melbourne mengatakan “di Australia memiliki banyak anak berarti
mencari banyak masalah. Memiliki dua anak saja sulit untuk
dikontrol. Orang tua tidak bisa bersikap tegas dalam menanamkan
nilai keagamaan karena akan berurusan dengan negara. Disaat
anak berumur 16 tahun mereka menjadi “milik negara”, dibiayai
negara. Orang tua bisa dibawa kepengadilan oleh anak sendiri jika
keras mengatur mereka. Maka tidak aneh jika banyak yang
terpengaruh dengan pola sekularisme”.
Dalam diskusi informal dengan Abdullah Saeed, Professor
and Head of Arabic and Islamic studies di the University of
Melbourne, beliau memberikan penjelasan bahwa Islam Australia
bukan Islam yang single. Ia lebih merupakan Islam ethnik dengan
praktik beragama yang berbeda. Terdapat sejumlah mesjid di
Melbourne, misalnya, yang masing-masing dimiliki oleh ethnik
tersendiri. Dari warna beragama juga banyak perbedaan. Ada
muslim yang menjadikan Islam hanya sebatas isu budaya karena
hanya sekedar numpang lahir dari keluarga muslim. Sehingga
SAID MUNIRUDDIN
18
mereka tidak memiliki komitmen dakwah sedikitpun juga. Jumlah
yang sekuler minta ampun banyaknya. Sementara yang fanatisme
religius juga ada.
Karena berbagai kondisi dan tantangan, Nail Aykan, pada
saat makan siang bersama pengelola Masjid Turki Broadmeadows
di “Restoran Anatolia” yang ia kelola sendiri, mengkalkulasikan,
“Hanya sekitar 5 persen muslim Australia yang benar taat dan
konsisten berdakwah, selebihnya larut dalam mainstream bahkan
sampai kepada tidak mau beragama lagi. Pernah dia menguji
seorang gadis muslim calon pekerja di restorannya, namun untuk
mengucapkan “Bismillah” saja tidak bisa. Sebagian remaja muslim
Australia yang tidak tertampung belajar di sekolah-sekolah Islam
terintervensi berat oleh budaya asing yang mencengangkan,
seperti cium-ciuman didepan publik dalam seragam sekolah
lengkap.
Beberapa perkiraan terakhir menyebutkan, umat Islam
Australia sudah mencapai 300.000 orang. Mereka memiliki sekitar
100 mesjid diseluruh Australia serta bernaung dalam 100 basis
organisasi lokal/regional. Sementara itu, disetiap negara bagian
terdapat Dewan-Dewan Islam yang bernaung dibawah badan
nasional tertinggi yang bernama Australian Federation of Islamic
Councils (AFIC).
Dewan Islam di Negara Bagian Victoria adalah Islamic
Council of Victoria (ICV) yang sudah berumur 35 tahun. Selain
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
19
menjadi organisasi payung bagi seluruh organisasi Islam di negara
bagian tersebut, ia juga berfungsi sebagai lembaga consultative bagi
pemerintah terutama berkaitan dengan isu politik dan keIslaman.
Seperti disampaikan Malcolm Thomas, president terpilih
ICV periode 2005-2007, Dalam kasus penculikan Douglas Wood,
warga Australia yang diculik militan Irak, ICV menjadi partner
pemerintah untuk pembebasannya. Begitu juga ketika tsunami
terjadi, ICV mendapat telepon dari sebagian besar muslim dan non-
muslim Australia untuk menanyakan bantuan yang layak diberikan
untuk korban tsunami di Aceh. Lembaga yang melaksanakan
pergantian kepemimpinan 2 tahun sekali ini sangat dirasakan
manfaatnya bagi muslim Victoria. Karena disamping tidak
membawa kepentingan Islam etnik manapun, juga banyak
melakukan advokasi pada level politik.
Malcolm Thomas mendapat tantangan dalam menjalankan
amanah organisasi. Dia mendapat kepercayaan minus dari
beberapa muslim etnik Turki, Libanon atau Arab lainnya.
Alasannya karena ia warga Australia asli yang telah memeluk Islam
namun dianggap tidak punya pemahaman yang memadai tentang
Islam. Alasan ini mungkin ada benarnya, disamping dipercayai juga
egoisme Arab yang menganggap Islam hanya milik mereka.
Disisi lain, kita banyak menemukan bukti jika para muallaf
memiliki pemahaman Islam yang lebih jernih ketimbang muslim
lain. Sebagai contoh, Rafiq Clarkson, President of Islamic Centre of
SAID MUNIRUDDIN
20
Education and Development (ICED). Mulai mempelajari Islam sejak
umur 20 tahun. Ia menyebutkan bahwa memiliki kemampuan
spiritual, yang ia katakan sebagai hidayah. Ketika mendengarkan
pengajaran spiritual Islam ia menjadi tenang. Dia bangga pernah
menjadi Kristenn dan itu juga dianggap anugerah Tuhan.
Alasannya, Kristen mengajari dia banyak hal untuk memahami
Islam. Pada saat bicara penderitaan, dia telah mengetahui
bagaimana menderitanya Isa dan Musa dalam menghadapi
ummatnya. Tentang kasih sayang, Kristen juga telah terlebih
dahulu mengajarinya. Sehingga ketika belajar tema-tema diatas
dalam konteks keIslaman, dia memperoleh penguatan yang lebih
sempurna. Makanya, saya melihat sejumlah besar orang Kristen
yang menjadi muslim lebih bagus pemahamannya tentang Islam
dan logika lainnya ketimbang ‘muslim murni’ (terlahir dari
keluarga muslim).
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
21
Malcolm Thomas (President ICV: 2005-2007)
Dengan Pengurus ICED: Rafiq Clarkson (Baju putih), Glen Mc
Intosh (Berdiri) dan Aziz Cooper (Depan)
Lunch di Restoran “Anatolia” Bersama Nail Aykan, Sekjen ICV
Bersama Prof. Abdullah Saeed di ruang kerjanya di Melbourne University
3.2. Muslim Etnik
DALAM kunjungan ke komunitas muslim Shepparton, kota
kecil pusat industri makanan kaleng Australia di sebelah utara
Melbourne, kami mendapat informasi bahwa ada 20-an mesjid
yang tersebar diberbagai penjuru wilayah. Kota ini dihuni oleh
sebagian besar komunitas muslim Turki dan Irak yang bekerja di
ladang buah-buahan untuk industri pengalengan.
Disana kami berbincang dengan Sadiq, muslim Irak yang
datang ke Australia tahun 1999. Bersama 200-an pengungsi
lainnya, Ia masuk melalui jalur perjalanan Irak, Iran, Malaysia,
SAID MUNIRUDDIN
22
Indonesia lalu ke Australia. Kondisi politik (pembantaian yang
dilakukan Saddam Hussein terhadap muslim Syiah di Irak) dan
Perang Teluk menjadi alasan bagi dia untuk hijrah. Sadiq memiliki
pendapatan Aus$700-800/minggu sebagai supir truk pemetik
buah. Sebagian besar pendapatan tersebut dikirim untuk
membantu 5 saudara perempuan, 6 saudara laki-laki dan 1 orang
ayahnya yang masih di Irak. Katanya, banyak warga lokal yang
dikawini muslim Syiah masuk Islam. Sekitar 1500 muslim Syiah
sekarang menetap di Shepparton. Disebutkannya lagi, sekarang
ada 10 dokter muslim Irak yang bekerja di Balara Hospital dan 10
lainnya di Shepparton Hospital.
Di Goulburn Valley Mooropna, kota kecil tetangga
Shepparton, kami melakukan sholat Jum’at di mesjid yang
dibangun 20 tahun lalu oleh etnik Turki. Walaupun tidak mengerti
isi khutbah singkat dalam bahasa Turki, namun kami bisa
merasakan kepadatan isinya. Berbeda dengan kita di Indonesia,
dimana jamaah datang jum’atan dengan duduk beri’tikaf
(kadangkala tidur) sambil menunggu azan. Di masjid Turki ini,
terlebih dahulu diberikan ceramah yang disebut “Vaaz”
(lecture/teaching/ceramah) sekitar 20 menit sambil menunggu
azan. Mereka punya 2 mimbar. Mimbar kecil disebelah kiri imam
digunakan untuk ceramah biasa (Vaaz) sebelum jum’at. Sedangkan
mimbar sebelah kanan, yang dari segi bentuk dan hiasan kelihatan
lebih sakral, digunakan untuk khutbah Jum’at.
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
23
Ini merupakan hal menarik. Jama’ah tertarik untuk datang
lebih awal karena ingin mendengar ceramah pra-Jum’at yang isinya
sangat menarik dan lebih bebas. Suatu model maksimalisasi fungsi
Jum’at untuk mengatasi fenomena jama’ah yang menganggur/
melamun. Mereka Sunni-Hanafi, dimana melakukan shalat sunnat
sebelum dan sesudah jum’at: 4 raka’at sekali salam.
Sambil makan Kebab (makanan khas Turki) disalah satu
restauran di Shepparton, Ugur- Second President of G.V Turk Islam
Sosity yang hengkang ke Australia 15 tahun lalu, mengatakan
bahwa ada 350 keluarga muslim Turki yang ditinggal di
Shepparton dan Mooropna. Sebagian besar hijrah secara legal dan
sebagian lainnya ilegal dengan alasan ekonomi. Sekarang mereka
telah membeli ratusan meter lahan sepanjang jalan di samping
mesjid. Tanah tersebut belum tau mau diapakan, apakah untuk
membangun sekolah Islam atau kepentingan muslim Turki lainnya.
Diseluruh Australia, diperkirakan ada 200 ribu muslim asal
Turki. Sebagian, seperti dikatakan Nail Alkan (Sekretaris ICV asal
Turki), kehidupan beragama belum mengembirakan. Sejak 35
tahun kedatangan warga Turki ke Australia, mereka masih
melakukan pelayanan keagamaan dalam bahasa Turki (bukan
bahasa Inggris) sehingga tidak dipahami warga lainnya. Terlebih
lagi, masjid-masjid masih dikontrol oleh pemerintah Turki. Imam-
imam ditunjuk dan digaji oleh Menteri Agama Turki. Masjid pun di
“kuasai” oleh kelompok tua dan setengah baya yang konservatif.
SAID MUNIRUDDIN
24
Mereka ini terlalu takut dengan pemerintah Turki dengan rezim
sekuler militernya yang keras. Atas dasar ini pula maka kita sulit
menjumpai aktifitas perempuan dalam masjid maupun sosial
lainnya. Sebenarnya, kelompok muda progresif asal Turki ataupun
kelahiran Australia tidak menerima hal ini. Namun demikian,
mereka tidak mau memperuncing masalah karena hanya akan
memperkeruh suasana beragama di Australia sehingga dapat
membuka jalan bagi pemerintah untuk membekukan aktifitas
agama.
Sadiq, muslim Syi’ah (Baju hitam) di (Baju hitam) di ruangan Training, immigran asal Iraq
Ugur (Paling Kiri), 2nd President of G.V Turk Islam Sosity
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
25
Makanan Turki yang “maha lezat”: Sekali dicoba, tidak akan terlupakan
3.3. Generasi Muda Islam Australia
HAL menarik dari observasi sepintas terhadap King Khalid
Islamic Collage of Victoria, di Merlynton Secondary Campus -Bakers
Road, adalah sistem pengajaran Islam interaktif antar guru dan
murid. Diskusi dan debat sesama warga kelas dominan sekali.
Kebebasan berbicara dan berargumentasi sangat tinggi. Sehingga
pemahaman agama yang dogmatis dan ortodok terhindari.
Disamping itu, murid terlibat dalam “Interfaith Actifities”. Siswa-
siswi muslim dibawa silaturrahmi ke pusat-pusat agama lain
(Kristen, Yahudi, Budha dan Hindu) untuk mengetahui apa yang
agama lain yakini dan lakukan.
SAID MUNIRUDDIN
26
Pada saat yang sama, para pelajar dari sekolah agama lain
berkunjung dan berinteraksi langsung dengan siswa muslim
dengan tujuan yang sama. Mereka diperkenalkan tentang Islam
mulai dari hal-hal kecil seperti azan, shalat sampai hal-hal
fundamental lainnya. Yang menarik disini adalah, penjelasan
diberikan langsung melalui dialog antar murid. Interaksi positif
antar remaja ini berlangsung dalam suasana persahabatan.
Murid-murid merasa nyaman dengan agamanya karena
kekuatan aqidah yang ditanamkan penuh dialektika dan
rasionalitas. Disaat itu pula mereka punya pemahaman tentang
agama orang lain. Hasil akhir, sikap menghina tidak pernah muncul
kepermukaan. Kurikulum seperti ini agaknya dapat menjadi
benteng pertikaian antar agama yang sering muncul di Indonesia
jika dapat dikemas secara bijaksana, terutama di daerah rawan
konflik seperti Ambon dan Palu.
Ada satu hal yang menarik tentang generasi muda Islam
Australia dalam kaitan dengan identitas etnis. Remaja muslim
keturunan pendatang yang lahir di Australia sebagian mengalami
split personality. Mereka kesulitan mengidentifikasi diri, apakah
sebagai warga Australia atau masih sama dengan orang tuanya
(Libanon, Turki dan sebagainya). Sebagian besar yang telah
berbahasa Inggris dan berbaur total dengan masyarakat Australia
dengan tegas mengatakan “I am Australian”. Sementara yang masih
terbungkus dengan kultur keluarga asal serta masih berbicara
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
27
bahasa nenek moyangnya akan menjawab ragu bahwa mereka
orang Australia.
Untuk menjadi muslim Australia tanpa embel-embel
kesukuan, sejumlah generasi muda muslim yang energik-visioner
berupaya meninggalkan/menyembunyikan identitas etnik masing-
masing. Namun demikian, usaha menjadi ummah masih belum
menggembirakan. Mereka masih terjebak oleh kultur etnik.
Berusaha mempromosikan diri sebagi muslim Australia tetapi saat
yang sama masih diwarnai klaim kebanggaan diri sebagai Turki,
Lebanon, Arab, India, Irak dan lainnya.
Upaya yang sama dilakukan oleh Noor al Houda Islamic
College di Sidney. Membangun identitas muslim Australia tanpa
kebanggaan kesukuan adalah salah satu tujuan utama sekolah yang
dibangun Silma Ihram. Perempuan asli Auastralia ini, juga kepala
sekolah tersebut, masuk Islam 35 tahun lalu setelah keliling
Indonesia. Katanya, “Selalu suka menyalahkan orang lain (blaming
someone else) atas ketertinggalan kita adalah penyakit orang
Islam”. Atas dasar tersebut, sekolah yang dia bangun dari hasil
penjualan rumahnya, diarahkan untuk membentuk integritas dan
jiwa kepemimpinan terhadap 380 siwa-i muslim yang saat ini
sedang belajar disana
SAID MUNIRUDDIN
28
Di Sidney University bersama Seyfi Seyit (Baju Hitam) dan Feriha (Host kami selama di Sydney)
Bersama: Silma Ihram (Principle of Noor al Houda Islamic College) dan
Stafnya
Bersama Pengurus King Khalid Islamic College of Victoria
Dengan siswi-siswi Noor alHouda Islamic College
3.4. Aliansi 3 Agama Ibrahim
PADA awal tahun 2005, muslim Australia memenangkan
sebuah kasus pelecehan terhadap Islam yang dilakukan oleh Pastor
bernama Danielle Scout. Ia diorganisir oleh “Catch the Fire Ministry”
Melbourne. Dalam kuliah dan seminarnya, ia menghina muslim
sebagai pembunuh, penipu dan sebagainya. Kasus ini dibawa
kepengadilan dengan tuduhan fitnah sesama warga negara. Setelah
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
29
melewati waktu yang lama (sampai 2 tahun) muslim Australia
memenangkan kasusnya. Ada beberapa kasus pelecehan lainnya
terhadap Islam yang menimbulkan kerawanan hubungan
beragama. Ini dikarenakan adanya penganut yang fundamentalis
dalam setiap agama yang tidak bisa menerima keberadaan agama
lain.
Kasus menghina Islam juga dilakukan oleh orang Islam
sendiri. Seorang muslim Melbourne asal Pakistan sangat vokal
berbicara tema-tema keberingasan Islam di hadapan publik
Australia. Dia adalah muslim Pakistan yang disakiti oleh saudara-
saudaranya sendiri yang berlainan faham di negara asalnya.
Sehingga mengharuskan ia lari ke Australia dan kemudian
meminta perlindungan dari kelompok agama lainnya. Karena
pengalaman ini, muncul antipati terhadap agama yang dipeluknya.
Islam dianggap tidak bisa memberikan keamanan baginya. Belajar
dari cerita ini, kita harus lebih cermat dalam memperlakukan
saudara sendiri yang berlainan keyakinan. Jika tidak, mereka akan
memusuhi saudara-saudaranya.
Pertikaian intra agama maupun antar agama masih
mewarnai sejarah bumi. Pertumpahan darah Sunni-Syiah di
Pakistan dan Irak seperti tak akan berakhir. Gerakan Kristen
Irlandia dan Spanyol yang membombardir saudara sendiri juga tak
kalah menariknya. Yahudi Israel yang terus mengusir penduduk
Palestina juga menjadi contoh yang menakjubkan. Karena
SAID MUNIRUDDIN
30
visualisasi buruk semacam ini yang terus dipertontonkan, maka
alam bawah sadar kita tergiring untuk menganggap permusuhan
dan kebencian antar agama menjadi abadi.
Ditengah drama kebencian menggebu-gebu antar pemeluk
agama yang terus ditayangkan televisi, saya menemukan sejumlah
pemimpin muslim, Yahudi dan Kristen di Melbourne yang
tergabung dalam the Anti-Vilivication Network hidup damai
berdampingan. Ini Sebuah organisasi yang terdiri dari muslim,
Kristen dan Yahudi yang berusaha bersama untuk melakukan
kampanye-kampanye agar tidak adanya pelecehan dan
penyerangan terhadap agama lain. Suatu jaringan kerjasama
agama yang berjuang untuk menghilangkan sikap saling curiga,
memusuhi dan menjelekkan.
Kami diundang menjadi pengamat pada meeting “Muslim-
Christian-Jewish Anti-Vilification Network” yang dilaksanakan
dilantai 2 Masjid Madinah- Melbourne (11/5/2005). Disini mereka
bicara tentang aksi bersama di bulan Juli 2005. Mereka juga
mendiskusikan beberapa point penting penguatan kedamain dunia
atas dasar keagamaan, khusunya di Victoria. Pertama, memberikan
dukungan terhadap kelompok keagamaan yang moderat pada
setiap agama. Kedua, setiap agama mesti mengembangkan teologi
yang memberikan perhatian terhadap agama lain. Ketiga, membina
dan mempertahankan hubungan sosial serta dialog-dialog antar
agama.
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
31
Ketiga point tersebut dipertajam dalam Workshop “Living in
Harmony: Racism, Justice and anti-Vilification” yang di sponsori
Department of Immigration, Multicultural and Indigenous Affairs
Australia. Dalam Workshop ini, saya ikut memberi deskripsi
spesifik relasi umat beragama di Aceh. Saya menjelaskan, apakah
benar atau tidak, masyarakat Kristen adalah minoritas dan sangat
pasif sehingga cenderung mengisolasi diri. Faktanya terlihat dari
jarangnya interaksi dan dialog agama antar keduanya terutama
berkenaan dengan isu-isu Syariat Islam. Meskipun Aceh tidak ada
konflik agama, hubungan keakraban antar agama juga tidak ada.
Boleh jadi hal-hal ini menjadi bom waktu yang dapat menjadi
pemicu jika provokator menemukan ruangnya untuk bekerja.
Salah satu pemateri, Pendeta sebuah gereja katolik di
Melbourne, setelah acara menghampiri saya untuk memberikan
beberapa copy dokumen kekristenan yang menjelaskan tentang
arti hidup berdampingan dengan muslim. Ia menginginkan
dokumen tersebut disampaikan kepada umat Kristiani di Aceh agar
menjadi referensi dalam menghilangkan sikap mengasingkan diri.
Dengan demikian harmonisasi beragama dapat tercapai sehingga
potensi konflik dapat dihindari.
Bapa dari gereja katolik ini mengatakan banyak cara untuk
memecah kebekuan antar penganut agama. Misalnya, melakukan
pertemuan dan pertemanan informal melalui makan siang
bersama sambil berdiskusi ringan dengan pimpinan komunitas
SAID MUNIRUDDIN
32
agama masing-masing. Pendeta tersebut menambahkan, “Jika
muslim Aceh mengambil inisiatif untuk melakukan ini, maka kalian
akan dianggap sebagi mayoritas yang bersahabat dan
mengagumkan”.
Sementara itu, ketika berkunjung ke “Jewish Museum” di
sidney, kami berbicara lama dengan Vic Alhadeff (Chief Executive
Officer, New South Wales Jewish Board of Deputies). Perbincangan
menjadi hangat disaat mengulas persoalan kemanusiaan di
Palestine. Mereka sendiri mengakui adanya ketidakadilan yang
dialami muslim Palestina, dan mereka pun tidak setuju dengan apa
yang sedang dipertontonkan Israel.
Di pintu masuk sebelah dalam Musium tersebut dipamerkan
sejumlah nama-nama militer Yahudi yang telah berjuang untuk
kejayaan Australia. Sementara di lantai dasar di pertontonkan
instrumen religiusitas dan budaya Yahudi. Yang cukup mengerikan
adalah pajangan foto-foto Holacoust (pembantaian yahudi oleh
Hitler) yang terpajang diseluruh dinding lantai-2. Makanya diakhir
dialog saya bertanya kepada seorang staff Alhadeff, “Apa strategi
kalian untuk menuntut balas pembasmian 2 juta Yahudi oleh
Nazi?”. Dia menjawab, “Education is the best revange”. Makanya
Yahudi cerdas-cerdas. Berbeda dengan kita, darah dibalas darah.
Makanya tidak maju-maju.
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
33
Bersama Salah satu Pemateri Jewish pada Workshop The Anti -Vilification Network
Dengan Vic alHadeff (Berdasi) dan Staff (Deputi Yahudi New South
Wales) Di Jewish Museum – Sidney
3.5. Pelajar Muslim Indonesia
PADA jamuan makan malam bersama mahasiswa Islam
Indonesia di Melbourne, kami berdiskusi mulai dari upaya
intelektual muda muslim Indonesia membangun bangsa sampai
persoalan Aceh pasca tsunami. Indonesian Muslim Community of
Victoria (IMCV) adalah Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia di
Negara Bagian Victoria.
Hadir disana sejumlah besar candidate PhD Studi Islam di
Uninersitas Melbourne yang memiliki pemikiran keislaman
progressive dan moderat. Mereka umumnya staff pengajar pada
institusi-institusi Islam di Indonesia. Turut tampil aktif berbicara
seorang Alawiyin, mahasiswa berusia 23-tahun lulusan Bachelor of
Art (setingkat S-1) dengan spesialisasi Ilmu Sejarah di Universitas
Melbourne. Ia bernama Ismail F. Alattas, akrab dipanggil Aji. Dua
tahun lalu, dalam komentar terhadap buku karya Aji “Renungan
SAID MUNIRUDDIN
34
seorang Pemuda Muslim di tengah kemurungan”, Haidar Bagir
menyebutnya sebagai “Anak muda berusia 21 tahun yang
pemikirannya telah mengembara cukup jauh dihadapan anak muda
sebanyanya. Karenanya, jangan kaget, jika dalam beberapa tahun
mendatang kita mendapati nama Ismail Alattas nongkrong
dijajaran para pemikir (muslim) muda Indonesia”.
Pertemuan tersebut berkembang kepada pembicaraan
tentang sejauh mana tingkat transparansi, dan akuntabilitas
trilyunan dana yang mengalir ke Aceh hasil sumbangan publik
international. Perkumpulan Pelajar Indonesia Australia (PPIA)
memiliki sejumlah donasi yang belum disalurkan karena masih
menunggu laporan pemakaian dana yang sebelumnya telah dikirim
dan dikelola Aceh Sepakat.
Ketika masih di Melbourne, pertanyaan tentang dana juga
diajukan oleh Sebuah Stasiun Radio Swasta yang menayangkan
program dalam bahasa Indonesia seminggu sekali. Dalam
wawancara melalui telepon, mereka menanyakan pemakaian
sejumlah donasi masyarakat luar negeri oleh Pemerintah, NGO,
intitusi maupun agensi-agensi lokal/international yang bergerilya
di Aceh. Berita-berita kekhawatiran penyelewengan dana menjadi
perbincangan hangat di Australia.
Imej negatif tentang Indonesia (krisis moneter, bom,
korupsi dan lain-lain) menimbulkan dampak mendalam bagi
akademik universitas di Australia. Indonesia semakin tidak
BAB 3 MUSLIM AUSTRALIA
35
menarik untuk dikaji. Seperti di Sidney University, Jurusan Bahasa
dan Budaya Indonesia yang sudah berumur 40 tahun, sekarang
mau ditutup. Jumlah mahasiswa yang tertingal hanya 30 orang.
Angka ini memang sangat bagus untuk suasana belajar, tetapi
sangat tidak baik untuk pemasukan uang. DR. Edward Aspinall,
salah satu pengajar di jurusan tersebut, akan segera angkat kopor
pindah ke Australian Nasional University (ANU) segera setelah
jurusan ini ditutup. Aspinall sekarang dicekal untuk masuk ke Aceh
oleh Pemerintah Indonesia karena banyak mengangkat cerita
Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Disamping itu, perbincangan lain yang sangat panas bagi
warga Australia saat ini adalah kasus tertangkapnya perempuan
Australia di Bali yang kedapatan membawa sejumlah besar
Mariyuana di tasnya. Polling sejumlah TV Australia menunjukkan
97 persen sikap masyarakat mengatakan ia tidak salah melainkan
dijebak. Ketika sedang santai malam di “Swanston Walk Coffee Bar”
di tengah kota Melbourne, kami tiba-tiba disodori pertanyaan oleh
seorang pelayan, “Is Schapelle Corby guilty of drug trafficking in
Bali?”. Saya hanya mengomentari singkat, “You have to prove that
she is not guilty.”
SAID MUNIRUDDIN
36
Alawiyin Brothers, Penulis bersama Aji alAtas
Diskusi dengan Pelajar Indonesia di Melbourne
Dengan Dr. Edward Aspinall di Sidney University
Auburn Mosque in Sidney
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
37
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
4.1. Konteks Islam di Australia
ISLAM pernah menjadi sasaran kemarahan massa pasca
serangan WTC. Kata Beverly Mercer, Staff Cultural di Australian
Embassy Jakarta, belasan warga Australia ikut tewas dalam
peristiwa tersebut. Setelah Bom Bali kebencian menjadi-jadi.
Rumah-rumah muslim digrebek, diperiksa, dan disegel polisi.
Daftar nama-nama peserta yang ikut pengajian menjadi incaran.
Sekolah-sekolah Islam mendapat ancaman bom. Wartawan
mengejar-ngejar tokoh-tokoh Islam untuk diwawancarai dan
disudutkan. Wanita berjilbab tidak dibukakan pintu untuk naik
tram, serta diludah di jalan-jalan. Yang membuat banyak muslim
Australia marah dan kecewa adalah karena yang dicari tidak
sekedar teroris, tapi muslim secara umum. Semua ini berakhir
SAID MUNIRUDDIN
38
setelah adanya “Public Out Cry” yang dilakukan di seluruh Australia.
Tentara/polisi Australia mengaku salah telah melakukan tindakan-
tindakan yang seharusnya tidak terjadi.
Oleh sebab itu, Islam Australia pasca Bom Bali adalah Islam
yang berjuang untuk menjelaskan dirinya bukan teroris. Mereka
berusaha untuk membuktikan diri sebagai orang-orang yang cinta
damai, layaknya inti ajaran Islam sesungguhnya. Sejak saat itu,
mereka berupaya menjaga sikap agar selalu benar. Karena sekali
kedapatan salah, maka mempengaruhi muslim secara keseluruhan.
Islam Australia adalah Islam banting tulang, bergerilya agar
mereka diterima untuk hidup ditengah komunitas lain. Aktifitas
keislaman harus ditata rapi. Tidak boleh melakukan hal yang
dianggap mengganggu masyarakat. Mulai dari parkir kendaraan
jamaah shalat yang tidak mengganggu jalan, sampai kepada Azan
dan Shalat yang tidak boleh menggunakan microphone luar.
Bandingkan dengan kita di Indonesia, bebas memakai mic
sepanjang malam di Bulan Ramadhan. Masyarakat Islam Australia
akan dilaporkan ke polisi jika mengeluarkan suara-suara keras dari
dalam masjid. Makanya, Jama’ah harus disiplin menjaga jadwal
sholat untuk datang ke mesjid karena tidak pernah kedengaran
azan.
Sholat berjamaah pun kadangkala dimulai bukan
berdasarkan masuknya waktu, tetapi lebih dengan menunggu
kehadiran semua jamaah regular, baru kemudian shalat dimulai.
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
39
Inilah yang kami alami ketika shalat Dhuhur di “Bilal bir Rabah’s
Mosque” dekat pelabuhan William Town, Melbourne yang
kebanyakan adalah etnis Libanon.
Sekali lagi, Islam Australia adalah Islam minoritas yang
berjuang agar tidak disikat. Mereka tidak pernah berbicara Syariat
Islam, apalagi Negara Islam. Jangankan untuk bicara isu-isu
tersebut, bisa hidup aman dalam menjalankan keyakinan agama
saja sudah luar biasa. Diskusi Syariat Islam bukan hal menarik bagi
muslim Australia. Perbincangan yang berkembang adalah tentang
bagaimana membangun aliansi antar agama agar dapat hidup
dalam kedamaian dan harmonisasi.
4.2. Antara Cinta dan Benci
MEMANG Australia disebut-sebut sebagai negara yang
menjunjung tinggi kebebasan beragama. Secara umum pemerintah
telah bekerja sangat baik, tidak menghambat gerakan agama.
Tetapi pada level masyarakat tertentu, masih terdapat protes dan
tekanan terhadap proses beragama. Kasus perluasan
pembangunan King Khalid Islamic Collage of Victoria (salah satu
sekolah Islam di Melbourne) yang mendapat reaksi negatif dari
masyarakat disekelilingnya, mendapat pembenaran untuk thesis
ini. Walaupun secara sepintas hubungan antar agama baik-baik
saja, namun masih mengandung antipati yang tidak terlihat di
dalamnya. Bahwa masyarakat barat dikenal open-minded,
SAID MUNIRUDDIN
40
demokratis dan liberal adalah benar. Tetapi selalu memanfaatkan
kesempatan untuk menghalangi kehidupan muslim juga benar.
Harus dipahami juga jika Australia adalah negara sekuler.
Sistem negara maupun hukum tidak boleh didekte oleh agama
manapun. Namun, hubungan antara agama dan negara tidak
terpisah secara total. Berbeda dengan Perancis yang bersifat
agressive secular, tidak boleh ada agama-agamaan disekolah serta
simbol-simbol religius lainnya dalam keseharian. Australia malah
mendukung sekolah-sekolah keagamaan dengan adanya budget
tertentu dan izin untuk pengajaran ilmu keagamaan. Menariknya
lagi, terdapat sekitar 26 sekolah Islam diseluruh Australia yang
mendapat dana dari pemerintah Australia.
Khalidin (53 th), orang Aceh yang menjabat ketua Malay and
Islamic World (Dunia Melayu Dunia Islam) cabang Australia yang
berpusat di Sidney mengatakan bahwa dia tidak merasa ada
diskriminasi dari pemerintah Australia. Hanya opini media saja
yang kadangkala terlalu kurang ajar. Pemerintah Australia sangat
fair dalam kebebasan beragama. Malah katanya, Konsulat
Indonesia-lah yang terlalu menaruh curiga berlebihan terhadap
aktifitas muslim disana. Memang ada kepanasan yang memuncak
pasca Bom Bali seperti pembakaran sebuah masjid di Brisbane.
Tetapi setelah itu malah umat Kristiani duluan yang menyumbang
untuk pembangunan masjid-masjid yang rusak.
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
41
Khalidin sudah sepuluh tahun tinggal di Australia.
Disamping sedang menyelesaikan PhD dalam bidang Sosiology di
University of New South Wales (UNSW) Sidney, sejak 1998 ia
bersama dengan istrinya mengelola Lembaga Pengajian Anak-Anak
yang diberi nama Ashabul Kahfi Islamic Centre. Di Madrasahnya di
wilayah Milley Park Sidney inilah dia mendidik 280 anak dari
berbagai etnis untuk bisa baca Qur’an dan ilmu keislaman lainnya.
Di lapangan depan Meunasah ini pula 200-300an jama’ah
melakukan Shalat Ied setiap hari raya.
Ruang bagi kehidupan muslim sangat dihargai oleh
pemerintah Australia. Dibalik itu perlu diingat juga, kekhawatiran
terhadap muslim pun cukup beralasan manakala statistik
komposisi penghuni penjara menjadi ukuran. Seperti diulaskan
Aziz Cooper, muslim asli Australia yang convert ke Islam 15 tahun
lalu, “Dari total 3.500 tahanan diseluruh Australia, 200 diantaranya
muslim dimana 8 diantaranya perempuan. Sebagian besar ditahan
karena perdagangan obat terlarang, alkohol, bisnis ilegal, dan
perampokan”.
Tahanan muslim rata-rata berumur 20-an. Mereka
melakukan kriminalitas dikarenakan kehidupan yang sulit.
Sebenarnya, kata Aziz, mereka bukan muslim yang baik. Sebelum
masuk penjara pun, mereka tidak pernah melakukan rutinitas
keagamaan yang prinsipil seperti shalat dan puasa. Bahkan ada
tahanan muslim yang berumur 50-an yang masih harus diajarai
SAID MUNIRUDDIN
42
cara berwudhuk. Disebabkan kekuatan ideologis yang lemah
ditambah kehidupan yang melarat, menjadikan mereka sebagai
bandit di Australia.
Aziz Cooper sebelum beralih ke Islam bercita-cita menjadi
pendeta. Impiannya telah terpenuhi, setidak-tidaknya sekarang ia
menjadi imam bagi komunitas Muslim. Ia juga staf di Islamic Centre
of Education and Development (ICED) Australia. Pekerjaan
utamanya sekarang adalah memberikan konseling bagi tahanan
yang beragama Islam serta keluarga yang ditinggalkan.
4.3. Paska 9/11 dan Bom Bali
“Hey terrorist, where are you going?”, itulah panggilan
bercanda untuk Amir (23 tahun) oleh teman-temannya di Kampus.
Ia adalah mahasiswa Fakultas Hukum keturunan Bangladesh
kelahiran Arab Saudi yang sudah 10 tahun di Australia. Ia
menemani kami dalam kunjungan ke Profesor Robert C. Rice di
Monash University Victoria. Bagi muslim funky yang memiliki
rambut keriting besar bulat dengan anting ditelinga ini, menjadi
muslim berarti siap meghadapi tantangan.
Sementara itu, Muhammad (22 tahun), mahasiswa Royal
Melbourne Institute of Technology (RMIT), karena berjenggot dan
sering menunjukkan idenditas keislaman dalam penampilannya, di
kampus ia sering mendapat pertanyaan-pertanyaan usil dari teman
berlainan agama. Seorang temannya yang Kristen sambil bercanda
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
43
bertanya, “Why you grow your beard? Isn’t it funny?” (kenapa
memelihara jenggot), dia menjawab, “I do it, because Yesus grown
his beard” (karena Yesus melakukannya). Ketika pertama masuk ke
Australia, disebabkan penampilannya yang timur tengah plus sikap
keagaman yang teguh, dia ditawari perempuan oleh teman-
temannya. Namun dia menimpali, “OK, saya akan main perempuan.
Berikan saya ibu, kakak ataupun adik perempuan kamu untuk saya
gauli”.
Begitu juga halnya ketika kami jalan-jalan minggu sore ke
William Town Beach di Melbourne, sebuah pantai yang tertata apik
dengan para pedagang disepanjang jalan setapak. Disana, kami
sempat berbincang-bincang ramah dengan dua perempuan
setengah baya yang sedang memberi makan burung-burung. Disaat
meminta permisi untuk melanjutkan perjalanan, salah satu dari
mereka dalam keramahannya mengucapkan goodbye disertai
beberapa nasihat “have a nice day, and be nice to anybody!!”.
Pemandu kami, Nedal (30 tahun)-mahasiswa program MBA di
Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) keturunan
Palestina, menanyakan kepada kami apakah paham kenapa
perempuan tadi mengucapakan kata-kata be nice to anybody? Ia
menjelaskan, karena ia memakai peci putih yang menjadi simbol
kebanyakan muslim sehingga perempuan tadi berpikir bahwa dia
sama dengan kelompok Islam garis keras lainnya yang suka
SAID MUNIRUDDIN
44
melakukan teror. Inilah bentuk-bentuk generalisasi yang
diakibatkan konsumsi opini berlebihan.
Semua tantangan yang dihadapi pasca 9/11 dan Bali
Bombing (2002), mendorong muslim di Australia untuk mengambil
posisi “Public Role”: membuka diri terhadap publik dalam
diskursus-diskursus intelektual. Sepertinya muslim menjadi
semakin aktif menyuarakan siapa dirinya dimata dunia. Pada saat
yang sama, kita juga melihat menjangkitnya jumlah buku-buku
yang mendefenisikan Islam yang ditulis oleh non-muslim.
Misalnya, pada launching buku “Tomorrow’s Islam”
karangan Geraldine Dogue (salah satu pengelola TV/Radio ABC-
Australia) di toko buku bawah tanah “Reader’s Feast” Swanston
Street di tengah kota Melbourne tanggal 9 Mai 2005, kelihatan jelas
bagaimana sikap ingin tahu masyarakat Australia terhadap Islam.
Sejumlah peserta yang hadir baik dari kaum intelektual maupun
masyarakat biasa, memberikan komentar kritis positif maupun
negatif terhadap Islam aktual.
Abdullah Saeed, Professor and Head of Arabic and Islamic
studies di the University of Melbourne, selaku moderator, banyak
mengklarifikasi dan memberi informasi tentang beberapa
pandangan negatif tentang kenyataan buruk yang terdapat
dibanyak negara muslim. Terutama berkenaan dengan “Syariah
Law” di Afghanistan. Ia menjelaskan bahwa tidak ada pemahaman
yang tunggal tentang Islam. Tiap negara punya interpretasi yang
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
45
relatif berbeda tentang Islam yang kemudian diterjemahkan sesuai
konteks budaya masing-masing. Akhirnya, setiap negara yang
mengusung Islam sebagai ideologi akan menghasilkan Syariah
yang berbeda. Karena berbeda pandangan dalam merumuskan
aturan praktis Syariah, maka tidak usah heran Islam memilki
banyak kelompok/aliran yang berlainan. Namun, sejauh hukum
yang dirumuskan diartikulasikan dari semangat keadilan,
kebebasan, persaudaraan, dan kejujuran semuanya merupakan
Islam. Namun, jika sudah berubah kepada pemaksaan yang
“mengkhawatirkan”, maka sulit disebut sebagai Syariah Islam.
Ketika berkunjung ke Stasiun TV ABC di Sidney, Geraldine
Dogue dan parnert penulisan bukunya, Peter Kirkwood, sangat
senang mendapatkan masukan dan kritikan terhadap beberapa
bagian dari bukunya. Dimana mereka menerjemahkan semua kata
Pesantren dengan “Islamic Tradisional Rural School”. Kata-kata
Tradisional and Rural dapat menggiring opini pembaca barat
kepada konotasi ‘kolot’ dan ‘fundamentalis’. Karena kenyataannya
tidak semua pesantren terkebelakang dan tradisional. Mereka juga
tertarik dengan ide untuk menerjemahkan bukunya kedalam
bahasa Indonesia. Disamping populasi muslim Indonesia sangat
menjanjikan sebagai konsumen, juga kualitas buku-buku Islam dari
penulis barat dapat diandalkan.
SAID MUNIRUDDIN
46
Bersama Amir “Big Hair” (Tengah), Pemandu di Monash University
Muhammad (Paling kiri) dan Teman-teman Mahasiswa RMIT
lainnya dari Yaman
William Town Beach Needal (Peci Putih)
4.4. Isu Syariat Islam
ISU syariat Islam banyak juga dipertanyakan oleh non-
muslim. Ketika menjadi pembicara pada acara Rountable Discussion
yang diorganisir oleh Asialink di Asia Center University of
Melbourne, salah satu peserta perempuan yang berprofesi sebagai
pengacara bertanya menekan, “Jika anda di Indonesia, khususnya
Aceh, mau menerapkan Syariah Islam, apakah kami disini juga harus
melakukan hal yang sama untuk menerapkan Syariah Kristen?”.
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
47
Saya menjawab bahwa demokrasi yang kami pelajari dari kalian
mengatakan bahwa the majority rules the party (suara terbayak
akan mengatur negara). Aceh 95 persen muslim, apakah demokrasi
memandang salah jika mayoritas menginginkan syari’ah? Dan
apakah ada yang salah dari tujuan untuk penerapan Islam secara
baik dan benar? Kami melihat bahwa salah satu ciri agama yang
moderen (civilized religion) dan berperadaban adalah ketika ia
mampu mentransformasikan diri dari perangkat nilai yang
universal menjadi aturan praktis yang komplit dan bermanfaat
bagi seluruh aspek kemanusiaan. Kami muslim merasa
memilikinya, dan ingin membuktikannya. Dan bagus sekali jika
Kristen Australia mampu membuktikan diri bahwa mampu
menjadi civilized religion yang tercermin dalam “Syari’ah Kristen”
nya. Saya menantang.
Diskusi satu jam yang dimoderatori oleh Professor Arief
Budiman tersebut, juga membicarakan tentang hubungan terkini
Indonesia-Australia, bagaimana hubungan ini berubah dalam
tahun-tahun terakhir serta peran agama dalam masyarakat dan
pemerintah baik Indonesia maupun di Australia, serta perubahan
sikap terhadap Islam di Australia, dan juga rekontruksi Aceh pasca
tsunami.
Pertanyaan-pertanyaan tentang Aceh dan Syariat Islam juga
bermunculan dalam on-air pukul 22.30 di Radio Special
Broadcasting System (SBS) Sidney (19/05/2005). Para penelpon
SAID MUNIRUDDIN
48
baik muslim maupun non-muslim bertanya kepada kami mulai dari
hal-hal sederhana tentang pengertian Syariat Islam, mana negara
yang dapat dicontoh/disebut sebagai Negara Islam, sampai
pertanyaan menyentil: kenapa Aceh semakin korup dibawah
syariat Islam. SBS merupakan stasiun radio ternama di Sidney yang
menyiarkan program dalam 68 bahasa dunia. Siaran berbahasa
Indonesia ditayangkan 3 minggu sekali dan dipancarkan ke seluruh
Australia.
Merespon tentang perkembangan beragama di Aceh, Yaser
Solaman keturunan Mesir yang datang ke Australia tahun 1969,
memberikan pandangannya, “Masyarakat Aceh harus
mendefinisikan “syariah” sebelum mengimplementasikannya.
Karena ia sangat dipengaruhi oleh interpretasi sampai menjadi
suatu praktek hukum yang praktis. Jika salah mendefinisikan, maka
ia akan jadi monster menakutkan seperti yang dilakukan Taliban
Afghan”. Yaser merupakan President ICV yang pensiun awal April
2005.
Katanya lagi, muslim Australia adalam muslim imigran.
Islam yang diwarnai oleh wajah orang-orang yang berjuang untuk
hidup, bukan untuk bicara penerapan Syariah. Makanya, di
Australia isu berjilbab atau tidak berjilbab tidak menarik. Apalagi
pasca bom Bali, banyak wanita yang membuka penutup kepala
sebagai antisipasi terhadap memanasnya suasana. Susah
menyebutkan bahwa wanita muslim yang tidak berkerudung
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
49
tersebut tidak bersyariat, karena mereka umumnya sangat taat
dalam beribadah, sangat baik dan luar biasa santunnya dalam
bersaudara.
Menurut pengalaman beberapa wanita berkerudung di
Melbourne, agak sulit bagi muslimah yang menutup kepala
mendapat pekerjaan. Dijelaskan oleh Ferida Gibadullina, muslimah
keturunan Tartar Rusia yang juga administrative officer di ICV,
memang tidak ada alasan bagi suatu perusahan untuk tidak
menerima mereka dengan alasan berkerudung. Jika ini menjadi
alasan untuk ditolak, maka berhak diajukan kepengadilan atas
dasar rasisme. Tetapi, pasca wawancara penerimaan pekerjaan,
perusahan lebih memilih untuk menelpon perempuan yang tidak
berjilbab untuk dipekerjakan. Maka jadi logis jika ada wanita
Indonesia yang membuka kerudung untuk berbagai alasan.
Wanita berjilbab adalah suatu fenomena. Karena sedikit
perempuan berjilbab yang dapat dijumpai di jalan, maka yang
berjilbab menjadi objek menarik. Seperti artis yang tampil aneh
didepan publik, berjilbab menjadi anggun karena ia unik dan
tampil beda. Bagi masyarakat barat, unik dan beda adalah penting.
Berbeda dengan di Aceh, hampir semuanya berkerudung sehingga
yang tidak berjilbab dan dibalut baju ketat menjadi pusat
perhatian. Karena itulah yang unik, sehingga laki-laki jadi tertarik.
Jilbab sendiri menjadi pembicaran yang tidak selesai
sampai kiamat. Begitu panjang dan berbelitnya, sampai-sampai
SAID MUNIRUDDIN
50
kita tidak sempat mengkaji persoalan lain yang sebenarnya jauh
lebih penting seperti tema-tema Pendidikan Islam dan Ekonomi
Islam. Yang menyedihkan adalah manakala semua
meneriakkannya melalui semangat emosional-irrasional. Bagi
banyak muslim, lebih mudah bicara isu jilbab sebagai syariat
karena tidak memerlukan ilmu ketimbang bicara Pendidikan dan
Ekonomi Islam yang harus memeras otak. Isu jilbab bagi
kebanyakan non-muslim Australia menjadi isu tentang anti-islam.
Mereka menganggap wanita dalam Islam adalah makhluk kelas 2
yang selalu dipaksa dan ditangkap untuk menggunakan penutup
kepala.
Ketakutan ini menjadi lebih kuat lagi manakala mendengar
cerita-cerita tentang Syariah Islam yang memberi jalan terbuka
bagi laki-laki untuk mengejar-ngejar perempuan tanpa kerudung.
Terlebih lagi, syariah akan sentiasa membuka peluang bagi
kelompok radikal untuk mendefinisikan Islam semaunya saja,
tanpa tawar-menawar dan bersifat memaksa. Afghanistan dengan
pola penyekapan wanita di dalam rumah tanpa hak bekerja
menjadi propanganda tentang contoh Syariah Islam.
Kadangkala Islam juga mereka pahami sebagai agama yang
akan menjajah orang lain jika menjadi kelompok kuat. Misalnya,
muslim akan memaksakan pelaksanaan syariah yang diyakininya
manakala ia menjadi mayoritas ditempat tersebut. Katanya,
BAB 4 SIKAP TERHADAP MUSLIM
51
muslim ketika mencapai jumlah besar bukan cenderung bicara
kebebasan, tetapi malah pemaksaan kehendak.
Untuk hal-hal seperti inilah, kata Arief Budiman -Profesor di
Melbourne Institute of Asian Languages and Societies (MIALS)
Melbourne University dalam diskusi diruang kerjanya, sejumlah
anti agama memandang agama tidak lebih dari sebuah institusi
perebutan kekuasaan yang diorganisir oleh orang-orang yang
mengaku mendapat perintah Tuhan. Padahal agama adalah baik
dan murni saat diturunkan. Tetapi dijalankan oleh orang-orang
yang berlagak jadi Tuhan. Untuk prinsip inilah pemerintah
Australia meniadakan intervensi agama dalam negara. Namun
pemerintah mendukung kelompok agama sebagai basis perbaikan
moral warganya.
SBS Radio, Sidney Dengan Prof. Arief Budiman
SAID MUNIRUDDIN
52
Yaser Solaman, President Demisioner ICV
BAB S PENUTUP
53
BAB 5 PENUTUP
MUSLIM di Australia kecil jumlahnya, cuma 1.5 persen dari
total populasi. Sebagian besar merupakan imigran manca negara,
terutama Asia. Bagus sekali, pemerintah telah menujukkan
apresiasinya terhadap kehidupan beragama mereka. Cobaan berat
dan ringan justru muncul dari level masyarakat yang islamophobia.
Kadangkala Keresahan dipicu oleh tragedi kemanusian buah
tangan “kenakalan” aliran radical Islam. Juga tidak bisa dipungkiri
brain warga Australia juga diracuni oleh sihir opini media jahat
yang racist minded.
Itulah Australia. Benua besar (sekaligus negara) dengan
penduduk yang kecil, hanya 20 juta. Namun berperadaban lebih
maju dari kita Indonesia. Ada bagusnya jika sekali-kali memilih
Australia sebagai tempat untuk dikunjungi. Saya sarankan
SAID MUNIRUDDIN
54
singgahlah ke Melbourne. Kota kosmopolit yang apik dan elegan.
Kota indah yang dibelah Yarra River (berarti: terus mengalir,
bahasa Aborigen). Nikmati taman kota yang asri sampai lepada
café-café pinggir jalan, tempat relax dengan secangkir kopi. Semua
menjadi perfect manakala lalu lintas yang rapi, pengendara yang
patuh, tranportasi publik yang menyenangkan, serta tempat bagi
pejalan kaki yang mengasyikkan. Memang, kota ini tiada duanya.
Penduduknya sangat beragam, namun memiliki satu
kesamaan: “keramah tamahan” dan “kepedulian” di tengah
kesibukan masing-masing.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad,
Walhamdulillahirabbil ‘Alamin.
Flinder Station malam hari dari seberang Yarra River
Bukti ada di Australia, berfoto dengan Kangoroo
BAB S PENUTUP
55
Flower Garden, Melbourne Sidney Tower
Main Catur Di Taman Sidney City Opera House dan Sidney Bridge
SAID MUNIRUDDIN
56
DAFTAR PUSTAKA
57
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Saud dan Shahram Akhbarzadeh dalam “Muslim
Communities in Australia”, UNSW Press, Sidney, 2001.
Australian Government: Department of Foreign Affairs and Trade,
2005.
Wawancara selama program MEP dengan:
Abdullah Saeed, Professor and Head of Arabic and Islamic studies di
the University of Melbourne.
Amir, mahasiswa Fakultas Hukum di Monash University.
Arief Budiman, Profesor di Melbourne Institute of Asian Languages
and Societies (MIALS) Melbourne University.
Aziz Cooper, staf di Islamic Centre of Education and Development
(ICED) Australia.
Beverly Mercer, Staf Cultural di Australian Embassy - Jakarta.
David Reeve, Profesor Studi Budaya dan Islam di University of New
South Wales (UNSW).
Desmond Cahill, Professor of International Studies di Royal
Melbourne Institute of Technology (RMIT), juga menjabat
SAID MUNIRUDDIN
58
President of World Council on Religion and Peace untuk
Australia.
DR. Edward Aspinall, pengajar di Jurusan Bahasa dan Budaya
Indonesia di Sidney University.
Eli Greig, Sosial Justice and Environment Project Officer pada
Monash Student Association.
Ferida Gibadullina, muslimah keturunan Tartar Rusia
administrative officer di Islamic Council of Victoria (ICV).
Ismail F. Alattas, mahasiswa Bachelor of Art Ilmu Sejarah di
Universitas Melbourne.
Khalidin, ketua Malay and Islamic World (Dunia Melayu Dunia
Islam) cabang Australia yang berpusat di Sidney.
Malcolm Thomas, president terpilih Islamic Council of Victoria
(ICV) periode 2005-2007.
Muhammad, mahasiswa Royal Melbourne Institute of Technology
(RMIT).
Nail Alkan, Sekretaris Islamic Council of Victoria (ICV) asal Turki.
Nail Aykan, pengelola Masjid Turki Broadmeadows.
Nedal, mahasiswa program MBA di Royal Melbourne Institute of
Technology (RMIT).
DAFTAR PUSTAKA
59
Philip Knight, mantan Wakil Dubes Australia di Indonesia akhir
masa Suharto.
Rafiq Clarkson, President of Islamic Centre of Education and
Development (ICED).
Ramazan Anda, muslim asal Turki di Masjid Broadmeadows-
Melbourne.
Robert C. Rice, Profesor di Monash University Victoria.
Robert Rice, Professor of Environmental Studies di Monash
University yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal
Islamic Organization di Australia.
Sadiq, muslim Irak yang datang ke Australia tahun 1999.
Seyfi Seyit, Host di Sidney.
Silma Ihram, Priciple of Noor al Houda Islamic College di Sidney.
Ugur, Second President of G.V Turk Islam Sosity, Shepparton.
Vic Alhadeff, Chief Executive Officer, New South Wales Jewish Board
of Deputies.
SAID MUNIRUDDIN
60
ISLAM DI AUSTRALIA.
Buku ini menceritakan pengalaman 14 hari penulis di dua negara bagian
Australia: Victoria dan New South Wales. Tulisan ini merekam aktifitas dan interaksi penulis dengan berbagai etnik dan kehidupan multikultur di negeri
Kangguru. Kegiatan tersebut meliputi pertemuan, kunjungan,
seminar, talkshow dan diskusi baik dengan kelompok- kelompok muslim dan nonmuslim. Tak luput juga penulis bersama dua kawannya mencoba mendokumentasi indah dan elegannya kota Melbourne dan Sidney. Perjalanan ini disponsori oleh Australia-Indonesia Institute (AII) dalam sebuah program bernama “Australia-Indonesia Young Leader Exchange.” Program ini sendiri dirancang paska terjadinya disharmonisasi kedua negara pasca “Bali Bombing” (2002) yang memberikan stigma negatif Islam sebagai agama radikal. Sampai sekarang program ini masih berlanjut. Tujuan dari perjalanan ini sendiri adalah untuk meningkatkan pengertian dan pengenalan orang-orang Australia tentang Islam Indonesia yang moderat. Pengalaman ini juga memberi kita pemahaman bahwa Australia sangat apresiatif dengan kehidupan beragama.*****
Said Muniruddin adalah rektor pada www.saidmuniruddin.com “The Zawiyah for Spiritual Leadership”. Zawiyah ini merupakan sebuah sudut belajar yang ia dirikan untuk memperkenalkan dimensi leadership and business dalam kearifan Islam. Selain itu, ia juga mengabdi sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Business, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Karyanya Bintang ‘Arasy (2014) menjadi salah satu rujukan dalam
pengembangan leadership and character building bagi para kader pemuda dan mahasiswa Islam di Indonesia.
www.saidmuniruddin.com “The Zawiyah for Spiritual Leadership” Aceh – Indonesia
Percetakan dan Penerbit: Syiah Kuala University Press Darussalam – Banda Aceh
ISLAM AND MULTICULTURALISM
ISBN: 978-602-1270-67-7