48
INFEKSI DROPLET adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui bersin atau batuk. Beberapa penyakit yang menyebar melalui infeksi droplet adalah cacar air, pilek, influenza, campak, dan gondok.

ISOLASI

  • Upload
    nimah

  • View
    19

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISOLASI

INFEKSI DROPLET adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui bersin atau batuk. Beberapa penyakit yang menyebar melalui infeksi droplet adalah cacar air, pilek, influenza, campak, dan gondok.

Page 2: ISOLASI

BAB IIPROSEDUR PERAWATAN RUANG ISOLASI

2.1         Pengertian ruang IsolasiRuang Isolasi adalah dilakukan terhadap penderita penyakit menular,

isolasi menggambarkan pemisahan penderita atau pemisahan orang atau binatang yang terinfeksi selama masa inkubasi dengan kondisi tertentu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya penularan baik langsung maupun tidak langsung dari orang atau binatang yang rentan. Sebaliknya, karantina adalah tindakan yang dilakukan untuk membatasi ruang gerak orang yang sehat yang di duga telah kontak dengan penderita penyakit menular tertentu.

CDC telah merekomendasikan suatu “Universal Precaution atau Kewaspadaan Umum” yang harus diberlakukan untuk semua penderita baik yang dirawat maupun yang tidak dirawat di Rumah Sakit terlepas dari apakah penyakit yang diderita penularanya melalui darah atau tidak.

Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa darah dan cairan tubuh dari penderita (sekresi tubuh biasanya mengandung darah, sperma, cairan vagina, jaringan, Liquor Cerebrospinalis, cairan synovia, pleura, peritoneum, pericardial dan amnion) dapat mengandung Virus HIV, Hepatitis B dan bibit penyakit lainnya yang ditularkan melalui darah.

2.2         Tujuan isolasiTujuan dari pada di lakukannya “Kewaspadaan Umum” ini adalah agar

para petugas kesehatan yang merawat pasien terhindar dari penyakit-penyakit yang di tularkan melalui darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum karena tidak sengaja, lesi kulit, lesi selaput lendir.

Alat-alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung tangan, Lab jas, masker, kaca mata atau kaca penutup mata. Ruangan khusus diperlukan jika hygiene penderita jelek. Limbah Rumah Sakit diawasi oleh pihak yang berwenang.

2.3         Syarat-syarat ruang isolasi a.    Pencahayaan

Menurut KepMenKes 1204/Menkes/SK/X/2004, intensitas cahaya untuk ruang isolasiadalah 0,1 ± 0,5 lux dengan warna cahaya biru.Selain itu ruang isolasi harus mendapat paparan sinar matahari yang cukup.

b.    Pengaturan sirkulasi udara

Page 3: ISOLASI

Pengaturan sirkulasi udara ruang isolasi pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan yaitu tekanan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.

Berdasarkan tekanannya ruang isolasi dibedakan atas :a)        Ruang Isolasi Bertekanan Negatif 

Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih rendah dibandingkan udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang keluar dari ruangan isolasi sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh udara dari ruang isolasi. Ruang isolasi bertekanan negatif ini digunakan untuk penyakit- penyakit menular khususnya yang menular melalui udara sehingga kuman-kuman penyakit tidak akan mengkontaminasi udara luar. Untuk metode pembuangan udara atau sirkulasi udara digunakan sistem sterilisasi dengan HEPA.

b)        Ruang Isolasi Bertekanan Positif Pada ruang isolasi bertekanan positif udara di dalam ruang isolasi lebih tinggi dibandingkan udara luar sehingga mennyebabkan terjadi perpindahan udara dari dalam ke luar ruang isolasi. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara luar yang masuk ke ruangan isolasi sehingga udara ruang isolasi tidak terkontaminasi oleh udara luar. Ruang isolasi bertekanan positif ini digunakan untuk penyakit-penyakit immuno deficiency seperti HIV AIDS atau pasien-pasien transplantasi sum sum tulang. Untuk memperoleh udara di ruang isolasi sehingga menghasilkan tekanan positif di ruang isolasi digunakan udara luar yang sebelumnya telah disterilisasi terlebih dahulu.

c.    Pengelolaan LimbahPada prinsipnya pengelolaan limbah pada ruang isolasi sama dengan pengelolaan limbah medis infeksius yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

2.4         Macam-macam isolasi1.    Isolasi ketat

Kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit yang sangat virulen yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui kontak langsung. Cirinya adalah selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga bagi mereka yang keluar masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas, sarung tangan. Ventilasi ruangan tersebut juga dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan.

2.    Isolasi kontak

Page 4: ISOLASI

Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau infeksi yang kurang serius, untuk penyakit-penyakit yang terutama ditularkan secara langsung sebagai tambahan terhadap hal pokok yang dibutuhkan, diperlukan kamar tersendiri, namun penderita dengan penyakit yang sama boleh dirawat dalam satu kamar, masker diperlukan bagi mereka yang kontak secara langsung dengan penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang infeksius.

3.    Isolasi pernafasan;Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui udara, diperlukan ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang menderita penyakit yang sama boleh dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, pemakaian masker dianjurkan bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas dan sarung tangan tidak diperlukan.

4.    Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA)Ditujukan bagi penderita TBC paru dengan BTA positif atau gambaran radiologisnya menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi kamar yang diperlukan adalah kamar khusus dengan ventilasi khusus dan pintu tertutup. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang dibutuhkan masker khusus tipe respirasi dibutuhkan bagi mereka yang masuk ke ruangan perawatan, lab jas diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan atidak diperlukan.

5.    Kehati-hatian terhadap penyakit EnterieUntuk penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tinja. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, perlu disediakan ruangan khusus bagi penderita yang hygiene perorangannya rendah. Masker tidak diperlukan jika ada kecenderungan terjadi soiling dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang terkontaminasi.

2.5         Prinsip isolasiRuang Perawatan isolasi terdiri dari :

ü Ruang ganti umumü Ruang bersih dalamü Stasi perawatü Ruang rawat pasienü Ruang dekontaminasiü Kamar mandi petugas

Page 5: ISOLASI

Prinsip kewaspadaan  airborne harus diterapkan di setiap ruang perawatan isolasi yaitu:

ü Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negatif  dibanding tekanan di koridor.

ü Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjamü Udara harus dibuang keluar,  atau diresirkulasi dengan  menggunakan filter

HEPA (High-Efficiency Particulate Air)ü Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. ü Pada saat petugas atau orang lain berada di ruang rawat, pasien harus

memakai masker bedah  (surgical mask) atau  masker N95 (bila mungkin). ü Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. ü Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai gunakan

penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).

2.6         Universal Precaution yang di terapkan di ruang isolasiKewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasaldari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Secara garis besar, standard kewaspadaan universal di ruang isolasi antara lain :

·      Cuci tangan·      Pakai sarung tangan saat menyentuh cairan tubuh, kulit tak utuh dan

membranmukosa·      Pakai masker, pelindung mata, gaun jika darah atau cairan tubuh

mungkinmemercik ·      Tutup luka dan lecet dengan plester tahan air·      Tangani jarum dan benda tajam dengan aman·      Buang jarum dan benda tajam dalam kotak tahan tusukan dan tahan air·      Proses instrumen dengan benar·      Lakukan pengelolaan limbah dengan benar·      Bersihkan tumpahan darah dan cairan tubuh lain segera dan dengan

seksama·      Buang sampah terkontaminasi dengan aman·      Lakukan pengelolaan alat kesehatan untuk mencegah infeksi dalam

kondisi sterildan siap pakai dengan cara dekontaminasi, pencucian alat, dan desinfeksi dansterilisasi

2.7         Prosedur perawatan di ruang isolasi

Page 6: ISOLASI

1.        Persiapan saranaBaju operasi yang bersih, rapi (tidak robek) dan sesuai ukuran badan. Sepatu  bot karet yang bersih, rapih (tidak robek) dan sesuai ukuran kaki. Sepasang sarung tangan DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi) atau steril ukuran pergelangan dan sepasang sarung bersih ukuran lengan yang sesuai dengan ukuran tangan. Sebuah gaun luar dan apron DTT dan penutup kepala yang bersih. Masker N95 dan kaca mata pelindung  Lemari berkunci tempat menyimpan pakaian dan barang – barang pribadi.

2.        Langkah awal saat masuk ke ruang perawatan isolasiLakukan hal sebagai berikut: ü  Lepaskan cincin, jam atau gelangü  Lepaskan pakaian luar ü  Kenakan baju operasi sebagai lapisan pertama pakaian

ü  Lipat pakaian luar dan simpan dengan perhiasan dan barang-barang pribadi lainnya di dalam lemari berkunci yang telah disediakan.

3.        Mencuci tangan4.        Kenakan sepasang sarung tangan sebatas pergelangan tangan5.        Kenakan gaun luar/jas operasi6.        Kenakan sepasang sarung tangan sebatas lengan7.        Kenakan masker8.        Kenakan masker bedah9.        Kenakan celemek plastik/apron10.    Kenakan penutup kepala11.    Kenakan alat pelindung mata (goggles / kacamata)12.    Kenakan sepatu boot karet

BAB IIIPENUTUP

3.1         KesimpulanRuang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang

merawat pasien dengan kondisi medis tertentu terpisah dari pasien lain ketika mereka mendapat perawatan medis dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau infeksi kepada pasien dan mengurangi risiko terhadap pemberi layanan kesehatan serta mampu merawat pasien menular agar tidak terjadi atau memutus siklus penularan penyakit melindungi pasien dan petugas kesehatan.

Page 7: ISOLASI

Tujuan dari pada di lakukannya “Kewaspadaan Umum” ini adalah agar para petugas kesehatan yang merawat pasien terhindar dari penyakit-penyakit yang di tularkan melalui darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum karena tidak sengaja, lesi kulit, lesi selaput lendir.

Prosedur perawatan ruang isolasi adalah tata cara kerja atau cara menjalankan perawatan di ruang isolasi.

3.2         SaranDiharapkan dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui bagaimana melaksanakan Prosedur Perawatan di Ruang Isolasi

DAFTAR PUSTAKA

http://soyina.blogspot.com/2012/05/perawatan-ruang-isolasi.htmlsnaini. 2009. Universal  Precaution di Ruang Isolasi Available at: http://indonesiabisasehat.blogspot.com/2009/07/kumpulan-informasi-tentang-infeksi.html.Sabra L. Katz-Wise. 2006. Isolation Rooms Available at: http://www.revolutionhealth.com/conditions/lung/tuberculosis/treat/isolation room.http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/1A%20Laplit%20garut.pdf  

Page 8: ISOLASI

2.8. Pendidikan Kesehatan untuk Klien dan Keluarga terhadap Penurunan Imunitas 1. Hindari orang terdekat. Hindari hubungan dengan orang-orang yang sakit. Bila Anda sedang sakit, menjaga jarak dari orang lain untuk melindungi mereka dari penyakit juga. 2. Tinggallah di rumah ketika Anda sakit. Jika memungkinkan, tinggal di rumah dari pekerjaan, sekolah, dan errands bila Anda sakit. Anda akan membantu mencegah orang lain dari penangkapan Anda sakit. 3. Lindungi mulut dan hidung. Menutupi mulut dan hidung dengan tisu ketika batuk atau bersin. Hal itu dapat mencegah orang-orang di sekitar anda dari penyakit. 4. Bersihkan tangan Anda. Mencuci tangan Anda sering akan membantu melindungi Anda dari kuman. 5. Hindari menyentuh mata, hidung atau mulut. Kuman yang sering menyebar ketika seseorang menyentuh sesuatu yang ketularan dengan kuman dan kemudian nya menyentuh mata, hidung, atau mulut. 6. Kebiasaan kesehatan yang baik. Mendapatkan banyak tidur, akan aktif secara fisik, mengelola stres, minum banyak cairan, dan makan makanan bergizi.

Page 9: ISOLASI
Page 10: ISOLASI

  12 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. Isolasi dilakukan dalam rangka mencegah penyebaran infeksi yang lebih lanjut. 2. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS 3. Isolasi merupakan teknik yang digunakan untuk mengurangi atau mencegah suatu penyebaran infeksi yang diakibatkan oleh oleh mikroorganime tertentu. 4. kewaspadaan terhadap isolasi sangat diperlukan demi kebaikan semua pihak 3.2. Saran 1. Penyebaran infeksi terutama dari udara dan air harus menjadi perhatian utama agar infeksi tidak meluas 2. Sebaiknya keluarga diberikan penkes agar sedini mengkin dapat mengenali jenis  penyakit yang sedang dihadapi 3. Sebaiknya para tim kesehatan tidak lalai guna melakukan proteksi terhadap dirinya.

Page 11: ISOLASI

  RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II KEBIJAKAN INFEKSI KONTROL UNTUK HEPATITIS B, C, & HIV, DIUNIT HD No. Dokumen No. Revisi Hal : HEMODIALISA Agustus 2012 Di setujui Oleh : Tempat pembuangan o Tempat benda tajam tidak boleh melebihi dari pada 2/3 bagian. o Benda tajam jangan dipaksakan dimasukan pada tempat sampah yang sudah penuh. o Mereka harus menjamin segel / terkunci ketika penuh dan  pembuangan dikumpulkan untuk dibuang. o Jika ada darah diatas permukaan tempat / wadah jarum harus dibersihkan dengan Sodium Hypoclorid 1 : 100. Kain penyaring / kassa o Kassa dapat sebagai perantara pertumbuhan organisme, walaupun tidak kelihatan darah virus HBV dapat aktif selama 7 hari dalam kassa . o Kassa harus teratur diganti 1 bulan / 2 bulan sekali dalam unit hemodialysis. Linen Semua linen harus dibuang kedalam tempat linen sesegera setelah  pasien selesai tindakan dialysis. 9. TEST RUTIN SEROLOGY DAN IMMUNISASI : o Semua pasien pre dialysis tergantung dari keadaan pasien akan di test terhadap HbsAG ( HBV ), Anti HBs, HCV dan H I V diawal dan setiap 6 bulan sekali .

Page 12: ISOLASI

  RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II KEBIJAKAN INFEKSI KONTROL UNTUK HEPATITIS B, C, & HIV, DIUNIT HD No. Dokumen No. Revisi Hal : HEMODIALISA Agustus 2012 Di setujui Oleh : 10. TINDAK LANJUT : Memelihara / menyimpan laporan o Mengembangkan dan mendata buku catatan seperti dibawah ini :  Status vaksinasi  Test serology untuk virus hepatitis ( termasuk A L T )  Peristiwa yang berlawanan seperti : - Kebocoran darah dan tumpah - Tidak berfungsinya mesin hemodialysis o Memelihara laporan untuk tiap pasien seperti dibawah ini :  Tempat dialysis

Page 13: ISOLASI

 Mesin digunakan untuk tiap pasien   Nama staff anggota yang hadir dan yang berhubungan dengan pasien. Laporan Kejadian Darah terbuang, Potongan jarum, dan ketika berada ditempat terjadi  perubahan pasien hemodialysis. Pendidikan dan pelatihan untuk pasien / Pekerja sosial o Pasien dan perawat dapat menjadi pendidik dalam prinsip infeksi kontrol untuk mengurangi resiko pencemaran virus dari dan ke staff. o Pelatihan dapat menyediakan laporan protokol bagaimana membersihkan dan mendesinfektan alat dialysis, ruangan dialysis dan keamanan pembuangan dari tindakan dialysis.

  RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II KEBIJAKAN INFEKSI KONTROL UNTUK HEPATITIS B, C, & HIV, DIUNIT HD No. Dokumen No. Revisi Hal : HEMODIALISA Agustus 2012 Di setujui Oleh : o Pasien akan mengerti dan menilai pelaksanaan protokol ini dan akan mendokumentasikan. o 

Page 14: ISOLASI

Semua petugas baru harus menerima pendidikan dan pelatihan masalah infeksi kontrol. o Semua petugas yang baru harus menilai kompetensi mereka dalam prosedur infeksi kontrol.

Page 15: ISOLASI

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK 

disampaikan dalam seminar pencegahan infeksi nosokomial di Poltekkes Kemenkes RI Padang Minggu, 14 April 2013

A.     Pendahuluan

”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.

HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.Kondisi  ini menunjukkan penurunan mutu pelayanan kesehatan. Tak dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat timbul tuntutan hukum bagi sarana pelayanan kesehatan, sehingga kejadian infeksi di pelayanan kesehatan harus menjadi perhatian bagi Rumah Sakit.

Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik bagi  mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua mahasiswa/siswa dan peserta magang/pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penularan infeksi dan akan beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta

Page 16: ISOLASI

magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi, mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan cukup sulit mengatasinya, pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga semua mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas harus diberikan Layanan Orientasi dan Informasi (LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

B.      Rantai Penularan Infeksi

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:

1. Agen infeksi  (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.  Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load)

2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina

3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi  dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :

a. Kontak (contact transmission):

1)      Direct/Langsung:   kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen

2)      Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci

b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib),  Virus Influenza, mumps, rubella    c. Airborne : partikel kecil ukuran <  5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,                    virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur

d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan

Page 17: ISOLASI

e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan kuman penyebab  cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat

5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui:  saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).

6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah  orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan  imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

C.      Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:

1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat  pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.

3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)

4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

D.     Kewaspadaan Isolasi

Page 18: ISOLASI

Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan  benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius diantara  petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.

Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :

Standard Precautions /Kewaspadaan Standar

gabungan dari:

Universal Precautions/Kewaspadaan Universal Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh

berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan

Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi

dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya  Standard precautions.

1970 Tehnik isolasi untuk penggunaan di RS, edisi 1.

Memperkenalkan 7 katagori kewaspadaan isolasi  kartu berwarna: Strict, Respiratory, Protective, Enteric, Wound and Skin,Discharge, and Blood

1983 CDC Pedoman Kewaspadaan Isolasi RS

Membagi menjadi 2 golongan sistim Isolasi; katagori spesifik dan penyakit spesifik

1985 Universal Precautions  (UP)

Berkembang dari epidemi HIV/AIDS

Ditujukan aplikasi kewaspadaan terhadap Darah dan Cairan Tubuh pada pasien pengidap infeksi

Tidak diterapkan terhadap feses,ingus,sputum,keringat,air mata,urin,muntahan

1987 Body Substance Isolation (BSI)

Menghindari kontak terhadap semua cairan tubuh dan  yang potensial infeksius kecuali keringat

1996 Pedoman Kewaspadaan Isolasi dalam Rumah Sakit

Dibuat oleh The Healthcare Infection Control Practices Advisory

Committee (HICPAC), CDC

Menggabungkan materi inti dari  UP and BSI  dalam Kewaspadaan  Standard untuk diterapkan terhadap semua pasien pada setiap waktu

2007 Pedoman Kewaspadaan Isolasi; Pencegahan

Dibuat oleh HICPAC, CDC.

Page 19: ISOLASI

Transmisi penyebab infeksi pada Sarana Kesehatan. tambahan :

HAIs Hyangiene respirasi/Etika batuk, Praktek menyuntik yang aman Pencegahan infeksi unt prosedur Lumbal

pungsi

Sejarah Kewaspadaan Isolasi

Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:

1. Kebersihan tangan/Handhygiene2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face

shield (pelindungwajah), gaun3. Peralatan perawatan pasien4. Pengendalian lingkungan5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan7. Penempatan pasien8. Hyangiene respirasi/Etika batuk9. Praktek menyuntik yang aman10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi

Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada pasien  gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak  kulit atau permukaan terkontaminasi.

3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:

–   kewaspadaan transmisi kontak

–   kewaspadaan transmisi droplet

–   kewaspadaan transmisi airborne

Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

Page 20: ISOLASI

1. Kewaspadaan transmisi Kontak

a)      Penempatan pasien :

Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)

Kohorting (management MDRo )

b)      APD petugas:

Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak  bahan infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik

Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan

c)      Transport pasien

Batasi kontak saat transportasi pasien

2. Kewaspadaan transmisi droplet

a)      Penempatan pasien :

Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka

b)      APD petugas:

Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien

c)      Transport pasien

Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne

a)      Penempatan pasien :

Di ruangan  tekanan negatif Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA Pintu harus selalu tertutup rapat. kohorting Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting  jarak >1 m Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran Ventilasi  airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih mahal)

Page 21: ISOLASI

Terpisah  jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang

b)      APD petugas:

Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien, Gaun Goggle Sarung tangan

(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol)

c)      Transport pasien

Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

Catatan :

Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi  patogen yang sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.

Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :

1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien

2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu  lainnya3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak  darah dan cairan tubuh serta barang

yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.

6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya.

7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan

didisinfeksi  benar.

E.      Kebersihan Tangan

 

Page 22: ISOLASI

Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub berbasis alkohol.

Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.

 

Kapan Mencuci Tangan?

Segera setelah tiba di rumah sakit Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien Sebelum dan sesudah kontak  pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien Diantara kontak pasien satu dengan yang lain Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien Sesudah ke kamar kecil Sesudah kontak  darah atau cairan tubuh lainnya Bila tangan kotor Sebelum meninggalkan rumah sakit Segera setelah melepaskan sarung tangan Segera setelah membersihkan sekresi hidung Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Alternatif Kebersihan Tangan

Handrub berbasis alkohol 70%:

–        Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas

–        Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau

–        Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml  100 ml alkohol 70 %)

Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan  air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan

kotor harus mencuci tangan  sabun dan air mengalir Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan  sabun dan air mengalir Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya  mencuci tangan 

sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997. Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit

Enam langkah kebersihan tangan :

Page 23: ISOLASI

Langkah 1    :         Gosokkan kedua telapak tangan

Langkah 2    :         Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan sebaliknya

Langkah 3    :         Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang

Langkah 4    :         Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan sebaliknya

Langkah 5    :         Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan lakukan sebaliknya

Langkah 6    :         Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan lakukan sebaliknya

F.       Penutup

Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).

Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi.

Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan membutuhkan program manajemen paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.

 

Daftar Bacaan:

Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI

 

Page 24: ISOLASI

Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen Bina Yan Med

 

_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya.  SK  Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI

 

Notoatmodjo S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rhineka Cipta

Siegel JD et al. and HICPAC CDC. 2007. Guideline for Isolation Precaution: Preventing Transmission of Infectious Agent in Healthcare Setting. CDC hal 1-92

By ansharbonassilfa 2 Feb 24 2013

PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN   PERMASALAHANNYA PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYA

 oleh : Anshar Bonas Silfa

A.    Latar belakang

Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi.

Jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah. Masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit yang terdiri dari pasien, pengunjung dan karyawan memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran lingkungan rumah sakit. Aktivitas pelayanan dan perkantoran, pedagang asongan, prilaku membuang sampah dan meludah sembarangan, prilaku merokok dan sejumlah barang

Page 25: ISOLASI

atau bingkisan yang dibawa oleh pengunjung/tamu menambah jumlah sampah dan mengotori lingkungan rumah sakit.

Beberapa waktu lalu, pemberitaan mengenai sampah medis yang ditemukan di pasaran sebagai mainan anak-anak, menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa seharusnya sampah medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung tangan harus dimusnahkan setelah digunakan, jangan sampai jatuh ke tangan masyarakat. Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Menteri Kesehatan RI waktu itu, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, di sela-sela sambutannya saat membuka Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12). “Apabila rumah sakit belum memiliki alat penanganan medis sendiri, harus memiliki mekanisme kerjasama dengan rumah sakit yang lebih besar agar dapat ditangani. Ini harus diupayakan”, ujar Menkes.

Pada kesempatan tersebut Menkes menegaskan, tiga hal yang harus diperhatikan oleh para penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya penyelenggara rumah sakit, bahwa sarana pelayanan kesehatan harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya, pasiennya, dan masyarakat di sekitarnya.

Tanggapan mengenai permasalahan tersebut juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan Depok, Jawa Barat,  guna melakukan pengecekan secara langsung standar pembuangan dan pengolahan limbah yang dilakukan rumah sakit pada Selasa siang (6/3/12). “Secara garis besar, sistem pembuangan dan pengolahan limbah rumah sakit sudah berjalan, tetapi masih harus disempurnakan. Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai sampah medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab,  bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang dapat membahayakan masyarakat”, jelas Dirjen BUK. Menurut Dirjen BUK, bila terdapat rumah sakit yang melanggar standar pembuangan limbah dan pengelolaannya, Kementerian akan menindak tegas pengelola rumah sakit tersebut. “Limbah RS berbeda dengan limbah rumah tangga. Sebab limbah RS yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan penyakit”, tandas Dirjen BUK. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.

Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur,

Page 26: ISOLASI

bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.

Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Februari 2008 dilakukan pertemuan pertama  (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestik di masing masing negara.

B.     Pengertian

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.

Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

C.    Karakteristik Limbah Rumah Sakit

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan

Page 27: ISOLASI

kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.

Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

2. Limbah infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)

Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

3. Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

4. Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc

5. Limbah farmasi

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

6. Limbah kimia

Page 28: ISOLASI

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

7. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.

8. Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).

Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.

Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.

D.    Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

Page 29: ISOLASI

2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.

E.     Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

1. Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :

Golongan A :

Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah. Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan  hewan dari

laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

Golongan B :

Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

Golongan C :

Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.

Golongan D :

Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

Golongan E :

Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Page 30: ISOLASI

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

a.      Pemisahan

Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.

Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :

1) Sampah dari haemodialisis

Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.

(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

2) Limbah dari unit lain :

Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.

Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.

Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

b.      Penampungan

Page 31: ISOLASI

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :

1)       Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2)      Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.

3)      Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.

4)     Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.

5)      Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

c.       Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong.

Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :

1)      Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus

2)      Tidak akan menjadi sarang serangga

3)      Mudah dibersihkan dan dikeringkan

4)      Sampan tidak menempel pada alat angkut

5)      Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :

1)      Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.

2)      Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.

Page 32: ISOLASI

2. Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:

a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)

Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :

1)      Pump Swap (pompa air kotor).

2)      Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.

3)      Bak Klorinasi

4)      Control room (ruang kontrol)

5)      Inlet

6)      Incinerator antara 2 kolam stabilisasi

7)      Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :

1)      Pump Swap (pompa air kotor)

2)      Oxidation Ditch (pompa air kotor)

3)      Sedimentation Tank (bak pengendapan)

4)      Chlorination Tank (bak klorinasi)

5)      Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).

Page 33: ISOLASI

6)      Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

1)      Pump Swap (pompa air kotor)

2)      Septic Tank (inhaff tank)

3)      Anaerobic filter.

4)      Stabilization tank (bak stabilisasi)

5)      Chlorination tank (bak klorinasi)

6)      Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)

7)      Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :

1)      Volume septic tank

2)      Jumlah anaerobic filter

3)      Volume stabilization tank

4)      Jumlah chlorination tank

5)      Jumlah sludge drying bed

6)      Perkiraan luas lahan yang diperlukan

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :

Page 34: ISOLASI

1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2. Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

3. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4. Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

Incinerasi Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)° Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai

desinfektan) Inaktivasi suhu tinggi Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60

Page 35: ISOLASI

Microwave treatment Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5. IncineratorBeberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

F.      Kesimpulan

Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit.

Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.

Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis.

Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh

Page 36: ISOLASI

pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi menurun dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.

Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali.

Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di Indonesia.

G.    Saran

Semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai “Environtment of Care” dalam kerangka “Patient Safety” yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang.

Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervisi, monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,

Depkes RI 2009 , ’Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta

Page 37: ISOLASI

Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta

Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta

Notoadmodjo, S., 2007, ‘Ilmu Kesehatan Masyarakat’, Rineka Cipta, Jakarta

Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang

Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.http://www.depkes.go.id

Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI

Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’, Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong

Zaenab, 2009, ’Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair’, Makassar

By ansharbonassilfa • Tagged cara mengelola, incenerator, infection control, ipcn, kesehatan lingkungan, limbah, manajemen, pengendalian infeksi, ppirs, rumah sakit, rumah sakit berserihttps://ansharcaniago.wordpress.com/