32
International Standard for Tuberculosis Care Oleh Dr. NILAS WARLEM,SpP Bagian Paru RSUD Kota PADANG 2009

ISTC

Embed Size (px)

DESCRIPTION

paru

Citation preview

International Standard for Tuberculosis Care

Oleh

Dr. NILAS WARLEM,SpP

Bagian Paru RSUD Kota PADANG 2009

International Standard for Tuberculosis Care

Launching “Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis”

24 Maret 2006 IDI dan organisasi profesi lainya

Kumpulan standar penanganan tuberkulosis yang bersifat universal/ internasional

TUJUAN1. Untuk menggambarkan

penanganan yang dapat diterima luas yang harus dipatuhi oleh seluruh praktisi baik pemerintah maupun swasta dalam menangani pasien tuberkulosis

2. Mengefektifkan semua unsur berasal dari sektor pemerintah maupun swasta dalam menangani pasien tuberkulosis : Anak/ dewasa, BTA positif atau negatif, ekstra paru, MDR-TB, Koinfeksi TB-HIV

ISTC terdiri dari :

Standar diagnosis 6Standar terapi 9Standar tanggung jawab

kesehatan masyarakat 2

1. Setiap induvidu dengan batuk produktif selama 2 atau 3 minggu yang tidak bisa dipastikan penyebabnya harus diduga sebagai TB.

2. Semua pasien yang diduga menderita TB paru, harus diperiksa BTA sputum( yang bisa mengeluarkan dahak) sekurang- kurangnya 2 x (sebaiknya 3 x).

3. Semua pasien yang diduga menderita TB ektsra paru harus diambil bahan pemeriksaan mikrokopisnya.

4. Semua induvidu dengan foto torak yang mencurigakan TB harus menjalani pemeriksaan sputum secara mikrobiologi

5.Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria sebagai berikut. pemeriksaan mikroskopis sputum negatif

paling kurang 3x (termasuk minimal 1x terhadap sputum pagi hari)

. foto toraks menunjukkan kelainan sesuai TB,tidak ada respons terhadap antibiotik spektrum luas

. Bila ada fasilitas, pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan. Pada pasien dengan atau diduga HIV, evaluasi harus disegerakan

6. Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinum) pada anak dengan BTA negatif harus berdasarkan

– foto toraks yang sesuai dengan TB dan terdapat riwayat kontak dengan

penderita menular atau bukti infeksi tb (uji tuberkulin+).

– Pada pasien demikian, bila ada fasilitas harus dilakukan pemeriksaan biakan dari bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi sputum.

7. Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien TB seharusnya memastikan bahwa semua orang

(khususnya anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV), yg mempunyai kontak erat dengan pasien TB menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional.

Anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV yang telah terkontak dengan kasus menular seharusnya dievaluasi untuk infeksi laten M.TB maupun TB aktif

8. Setiap praktisi yang mengobati pasien TB, bertanggung jawab memberikan paduan obat yang memadai dan juga harus mampu menilai kepatuhan pasien serta dapat menangani ketidak patuhan , penyelenggara kesehatan akan mampu meyakinkan kepatuhan kepada pasien sampai pengobatan selesai.

9 . Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang biovaibilitinya sudah diketahui.

Fase awal terdiri dari RHZE diberikan selama 2 bulan.

Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan.

Pemberian INH dan E selama 6 bulan merupakan paduan alternatif untuk fase lanjutan yang dapat dipakai jika kepatuhan pasien tidak dapat dinilai

berisiko tinggi untuk gagal dan kambuh, terutama untuk pasien yang

terinfeksi HIV Dosis obat antituberkulosis ini harus

mengikuti rekomendasi internasional.

Semua penyelenggara pelayanan kesehatan seharusnya melaporkan TB kasus baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor dinas kesehatan setempat

sesuai dengan peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku Standar

10. Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara2 menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan menangani ketidak patuhan, bila terjadi. Cara2 ini dapat mencakup pengawasan langsung menelan obat ( directly observed therapy –DOT) oleh pengawas menelan obat yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan

11. Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis dan efek samping harus disimpan untuk

semua pasien

12. Di daerah dengan prevalensi HIV tinggi dengan kemungkinan TB dan infeksi HIV, muncul bersamaan, konseling dan uji HIV diindikasikan bagi semua pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin.

13. Semua pasien TB-HIV seharusnya dievaluasi untuk menentukan perlu/tidaknya pengobatan antiretroviral diberikan selama masa pengobatan TB. Perencanaan yang tepat untuk

mengakses obat antiretroviral seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi.

14. berdasarkan riwayat pengobatan terdahulu , tes resisten obat dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien.

Pasien gagal pengobatan dan kasus kronik seharusnya selalu dipantau kemungkinan resistensi obat

Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitifiti obat terhadap RHE seharusnya dilaksanakan segera.

15. Pasien TB yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR ) diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung OAT lini kedua

Paling tidak harus digunakan 4 macam obat yang masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.

Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalamanan dalam pengobatan pasien dengan MDR- TB harus dilakukan.

16. Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien TB seharusnya memastikan bahwa semua (khususnya anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV), yg mempunyai kontak erat dengan pasien TB menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi

internasional.

Anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV yang telah terkontak dengan kasus menular seharusnya dievaluasi untuk infeksi laten M.TB maupun TB aktif

17. Semua penyelenggara pelayanan kesehatan seharusnya melaporkan TB kasus baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor dinas kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku.