ISTIHSAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ushul Fiqih

Citation preview

BAB IISTIHSANPENDAHULUANIlmu ushul fiqih merupakan salah satu instrumen penting yang harus dipenuhi oleh siapapun yang ingin menjalankan atau melakukan mekanisme ijtihad danistinbthhukum dalam Islam. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika dalam pembahasan kriteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan sebagai salah satu syarat mutlaknya. Atau dengan kata lain, untuk menjaga agar proses ijtihad danistinbthtetap berada pada koridor yang semestinya.Meskipun demikian, ada satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan ushul fiqih tidaklah serta merta menjamin kesatuan hasil ijtihad danistinbthpara mujtahid. Disamping faktor eksternal ushul fiqih itu sendiri seperti penentuan keshahihan suatu hadits misalnya-, internal ushul fiqih sendiri pada sebagian masalahnya- mengalami perdebatan (ikhtilaf)di kalangan para ulama ushul fiqih.Inilah yang kemudian dikenal dengan istilahal-Adillah(sebagian ahli Ushul menyebutnya:al-Ushul)al-Mukhtalaf fiha,atau Dalil-dalil yang diperselisihkan penggunaannya dalam penggalian dan penyimpulan hukum.Dalam makalah ini kita akan membahas tentang istihsan, dan didalamnya termasuk sejarah, pengertian, dasar hukum, syarat, dan macam-macamnya sertaRelevansi Istihsan di Masa Kini dan Mendatang.Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan pada pembahasan.

BAB IIPEMBAHASAN1.Sejarah IstihsanPenggunaanIstihsntidak ditegaskan secara eksplisit dan terperinci dalam nash al-Qurn ataupun al-Sunnah, tetapi hal ini tidak menjadikan aplikasinya tidak ditemukan pada masa sahabat Rasulullah SAW maupun tabiin. Dan akan ditemukan penggunaanIstihsndi kalangan para sahabat dan tabiin secara umum termasuk dan tercakup dalam penggunaanlogikadi kalangan mereka.Penggunaan logika sendiri dibenarkan kedudukannya oleh Rasulullah SAW, seperti dalam hadits Mudz bin Jabal r.a. Hal ini yang menjadikan para sahabat kemudian menjadikannya sebagai salah satu rujukan ijtihad mereka. Penggunaan logika (rayu) tentu saja dengan pemahamannya yang luas, termasuk di dalamnya metode qiys, Istihsn, Istishb, Sadd adz-Dzarah, dan al-Mashlahah al-Mursalah. Ini harus menunjukkan adanya pemahaman yang luas berkaitan dengan maqshid Syarah. Seperti yang dikatakan oleh Umar bin al-Khaththb r.a. : Jauhilah rayu! Karena sesungguhnya para pemakai rayu itu adalah musuh-musuh Sunnah. Mereka tidak lagi mampu memahami hadits-hadits dan berat bagi mereka untuk meriwayatkannya, maka mereka pun mendahulukan rayu atasnya. Dibalik dari ucapan Umar bin al-Khaththb ini ada pemahaman yang jelas bahwa tidak semua rayu itu tercela, selama ia berjalan di atas jalan Syariat. http://fahruddinas.blogspot.com/2011/02/istihsan-dan-kedudukannya-dalam.htm.DR. Syaban Muhammad Ismail memberikan contoh al-Musyarrakah dengan menggunakan proses istinbth hukum istihsn di masa sahabat. Dalam masalah ini, sebagian sahabat mengikutsertakan saudara kandung (seibu-sebapak) mayit bersama saudara seibunya dalam memperoleh bagian sepertiga dari warisan. Ini terjadi jika seorang istri wafat dan meninggalkan seorang suami, seorang ibu, 2 saudara seibu dan beberapa saudara sekandung.Demikianlah hingga akhirnya di masa para imam mujtahid, kataistihsnmenjadi semakin sering didengar, terutama dari Imam Abu Hanifah. Dimana dalam banyak kesempatan, kataistihsnsering disandingkan denganqiys.Sehingga sering dikatakan: Secaraqiysseharusnya demikian, namun kami menetapkan ini berdasarkanistihsn.

2.Pengertian IstihsanSecara bahasaistihsanadalahmenganggap baik sesuatu.Berarti memperhitungkan sesuatu lebih baik, atau adanya sesuatu itu lebih baik, atau mengikuti sesuatu yang lebih baik, atau mencari yang lebih untuk diikuti, karena memang di suruh untuk itu. . Amir Syarifudin.Ushul Fiqih jilid 2.Jakarta: Prenada Media Group. 2008. Hal. 304Sedangkan pengertianistihsansecara istilah, adanya beberapa defenisi yang dirumuskan ulama ushul. . Op cit. h. 305-307. Diantaranya:1.Ibnu Subki.Mengajukan dua rumusan defenisi, yaitu:Beralih dari penggunaan suatu qiyas kepada qiyas yang lain yang lebih kuat dari padanya (qiyas pertama).Beralih pada penggunaan sebuah dalil kepada adat kebiasaan karena suatu kemaslahatan

2.Kalangan Ulama MalikiyahIstihsandalam mazhab Maliki adalah menggunakan kemaslahatan yang bersifat juzi sebagai dalil yang bersifat kulli.3.Kalangan Ulama HanabilahTerdapat 3 defenisi yaitu:Beralihnya mujtahid dalam menetapkan hukum terhadap suatu masalah dari yang sebanding dengan itu karena adanya dalil khusus dalam Al-Quran atau sunnah.Istihsanitu adalah apa-apa yang dianggap lebih baik oleh seorang mujtahid berdasarkan pemikiran akalnya.Dalil yang muncul dalam diri mujtahid yang ia tidak mampu menjelaskannya.

4.Kalangan Ulama HanafiyahBeramal dengan ijtihad dan umum pendapat dalam menentukan sesuatu yang syara menyerahkannya kepeda pendapat kita.Dalil yang menyalahi qiyas yang zahir yang didahului prasangka sebelum diadakan pendalaman terhadap dalil itu namun setelah diadakan penelitian yang mendalam terhadap dalil itu dalam hukum yang berlaku dan dasar-dasar yang sama dengan itu ternyata bahwa dalil yang menyalahi qiyas itu lebih kuat dan oleh karenanya wajib diamalkan.

Dari uraianpengertianistihsn diatas, kita dapat melihat bahwa inti dariistihsnadalah ketika seorang mujtahid lebih cenderung dan memilih hukum tertentu dan meninggalkan hukum yang lain disebabkan satu hal yang dalam pandangannya lebih menguatkan hukum kedua dari hukum yang pertama dan hal ini selalu berdasarkan atas adanya dalil syari.3.Dasar Hukum IstihsanPenggunaanistihsnsebagai proses istinbth hukum menjadi masalah yang diperselisihkan oleh para ulama. Berikut ini adalah kedudukan istihsn:Menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah bahwaistihsndianggap sebagai proses istinbath hukum dan merupakan hujjah (dalil). M. Suparto dan Djedjen Zainuddin.Ushul Fiqh.Semarang: PT. Karya Toha Putra. Hal. 183.Dasar hukumnya adalah:

Firman Allah SWT.

Artinya:Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah s.w.t(yaitu) tidak menyembah- nyadan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku. Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran Karena ia adalah yang paling baik., mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.(QS.al-Zumar 17-18)Ayat ini menunjukkan bahwaAllah memerintahkan kita untuk mengikuti yang terbaik, dan perintah menunjukkan bahwa ia adalah wajib. Dan di sini tidak ada hal lain yang memalingkan perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan bahwaistihsnadalah hujjah.Hadits Nabi SAW Artinya:Apa yang dipandang kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka ia di sisi Allah adalah baik.Hadits ini menunjukkan bahwa apa yang dipandang baik oleh kaummuslimindengan akal-sehat mereka, maka ia pun demikian di sisi Allah. Ini menunjukkan kehujjahanistihsn.Menurut ulama Syafiiyah dan Zhahiriyah bahwaistihsntidak dapat dijadikan proses istinbth hukum dan bukan merupakan hujjah (dalil) Amir Syarifudin.Ushul Fiqih jilid 2.Jakarta: Prenada Media Group. 2008. Hal. 314.Dasar hukumnya adalah:

Firman Allah:Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).Ayat ini menunjukkan adanya kewajiban kembali kepada dalil nash al-Qurn dan al-Sunnah dalam menyelesaikan suatu masalah, danistihsntidak dianggap sebagai proses merujuk kepada dalil nash al-Qurn dan al-Sunnah. Dengan demikian,istihsntidak dapat dijadikan sebagai proses istinbth hukum.4.Syarat-syarat IstihsanDalam penetapan hokum Istihsan ini, para Ulama Fiqh menetapkan persayaratan sebagai berikut:Tidak boleh bertentangan denganMaqasid syariah, dalil-dalil kulli, dan juzI yang qathI wurud dan dalalahnya, dari nash Al-Quran dan Al-Sunnah.Kemaslahatan tersebut harus bersifat rasional, artinya harus ada penelitian danpembahasan, hingga yakin hal tersebut memberikan manfaat atau menolakkemudaratan, bukan kemaslahatan yang dikira-kirakan.Kemaslahatan tersebut bersifat umum.Pelaksanaannya tidak menimbulkan kesulitan yang tidak wajar

Contoh Istihsan:Menurut madzhab Abu Hanifah, bila seorang mewaqafkan sebidang tanah pertanian, maka dengan menggunakanistihsan, yang termasuk diwaqafkan adalah hak pengairan, hak membuat saluran air di atas tanah itu dan sebagainya. Sebab kalau menurut qiyas (jali), hak-hak tersebut tidak mungkin diperoleh, karena tidak boleh mengqiyaskan waqaf itu dengan jual beli.Pada jual beli yang penting ialah pemindahan hak milik dari penjual kepada pembeli. Bila waqaf diqiyaskan kepada jual beli, berarti yang penting ialah hak milik itu.Sedang menurut istihsan hak tersebut diperoleh dengan mengqiyaskan waqaf itu kepada sewa-menyewa. Pada sewa-menyewa yang penting ialah pemindahan hak memperoleh manfaat dari pemilik barang kepada penyewa barang.Demikian pula halnya dengan waqaf. Yang penting pada waqaf ialah agar barang yang diwaqafkan itu dapat dimanfaatkan. Sebidang sawah hanya dapat dimanfaatkan jika memperoleh pengairan yang baik. Jika waqaf itu diqiyaskan kepada jual beli (qiyas jali), maka tujuan waqaf tidak akan tercapai, karena pada jual beli yang diutamakan pemindahan hak milik. Karena itu perlu dicari asalnya yang lain, yaitu sewa-menyewa.Kedua peristiwa ini ada persamaan`illat-nya yaitu mengutamakan manfaat barang atau harta, tetapi qiyasnya adalah qiyas khafi. Karena ada suatu kepentingan, yaitu tercapainya tujuan waqaf, maka dilakukanlah perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.5.Macam-Macam Istihsan1.Ditinjau dari segi dalil yang digunakan pada saat beralih dari qiyas, ada 3 macam:Beralih dari apa yang dituntut olehqiyas dhahir(qiyas jali) kepada yang dikendaki olehqiyas khafi.Dalam hal ini si mujtahid tidak menggunakan qiyas dhahirdalam menetapkan hukumnya, tetapi menggunakanqiyas khafi,karena menurut perhitungannya cara itulah yang paling kuat (tepat) .Beralih dari apa yang dituntut oleh nash yang umum kepada hukum yang bersifat khusus. Jadi, meskipun ada dalil umum yang dapat digunakan dalam menetapkan hukum suatu masalah, naming dalam keadaan tertentu dalil umum itu tidak digunakan, dan sebagai gantinya digunakan dalil khusus.Beralih dari tuntunan hukum kulli kepada tuntunan yang dikehendaki hukum pengecualiannya.

2. Ditinjau dari segi sandaran atau menjadi dasar dalam peralihan untuk menempuh cara istihsan oleh mujtahid, ada 4 macam:Istihsan yang sandarannya adalah qiyas khafi . dalam hal ini si mujtahid meniggalkan qiyas yang pertama karena ia menemukan bentuk qiyas yang lain, meskipun qiyas yang lain itu dari satu segi memiliki kelemahan, namun dari segi pengaruhnya terhadap kemaslahatan lebih tinggi.Istihsan yang sandarannya adalah nash. Dalam hal ini si mujtahid dalam menetapkan hukum tidak jadi menggunakan qiyas atau cara biasa karena ada nash yang menuntunnya.Istihsan yang sandarannya adalah urf (adat). Dalam hal ini si mujtahid tidak menggunakan cara-cara biasa yang bersifat umum tetapi menggunakan cara lain denga dasar pertimbangan atau sandaran kepada kebiasaan yang telah umum berlaku pada suatu keadaan.Istihsan yang sandarannya adalah dharurat. Dalam hal ini si mujtahid tidak mengunakan dalil yang secara umum harus diikuti karena adanya keadaan darurat yang menghendaki pengecualian.

3.Menurut Syaitibi, dikalangan mazhab Maliki dikenal pula istihsan yang dalam prakteknya dinamai denganistihlah(akan diuraikan tersendiri), ada 3 macam:Meninggalkan dalil yang biasa digunakan untuk beramal dengan urf (kebiasaan).Meninggalkan dalil yang biasa digunakan, dan untuk selanjutnya beramal dengan cara lain karena didorong oleh pertimbangan kemaslahatan manusia.Meninggalkan dalil yang biasa dilakukan untuk menghindarkan kasulitan dan memberikan kemudahan kepada umat.

Untuk contoh kasus hokum dari macam-macam Istihsan di atas dapat dilihat dalam bukuUshul Fiqih jilid 2karangan Prof. Dr. H. Amir Syarifudin halaman 308 313.6.Relevansi Istihsan di Masa Kini dan MendatangSeperti yang telah dijelaskan bahwa istihsan itu digunakan oleh sekelompok ulama karena dalam menghadapi suatu kasus pada keadaan tertentu merasa kurang puas jika menggunakan pendekatan yang berlaku secara konvesional, seperti dengan menggunakan qiyas jali atau dalil umum menurut cara-cara biasa dilakukan. Dengan cara konvesional itu, ketentuan hukum yang dihasilkan kurang (tidak) mendatangkan kemaslahatan yang diharapkan dari penetapan hukum. Dalam keadaan demikian, si mujtahid menggunakan dalil atau pendekatan yang konvesional tersebut. Pendekatan yang mereka lakukan adalah dalam bentuk ijtihad yang mereka lakukan adalah dalam bentuk ijtihad yang disebut istihsan. Syarifudin Amir.Ushul Fiqih jilid 2.Jakarta: Prenada Media Group. 2008 hal. 319.Dewasa ini dan lebih-lebih lagi pada masa yang akan datang permasalahan kehidupan manusia akan semakin berkembang dan semakin komplek, permasalahan itu harus dihadapi umat islam yang menuntut adanya jawaban penyelesaiannya dari segi hukum islam. Kalau hanya semata mengandalkan pendekatan dengan cara atau metode lama (konvesional) yang digunakan oleh ulama terdahulu untuk menghadapinya, mungkin tidak akan mampu menyelesaikan semua permasalahan tersebut dengan baik (tepat). Karena itu, si mujtahid harus mampu menemukan pendekatan atau dalil alternatif di luar pendekatan lama. Oleh karena itu kecendrungan untuk menggunakan istihsan akan semakin kuat karena kuatnya dorongan dari tantangan persoalan hukum yang berkembang dalam kehidupan manusia yang semakin cepat berkembang dan semakin kompleks.

BAB IIIPENUTUP1.KesimpulanBerdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa istihsan adalah memilih menggunakan qiyas al-khafi dari pada qiyas al-jaly dengan dasar dalil yang mendukung. Dan pemberlakuan hukum juziy dari hukum kully dengan dasar hukum dari dalil yang mendukung. Dan ranah istihsan adalah wilayah yang hukum Islam tersentuh oleh metode istinbat yang disepakati kalangan Madzhab Maliki, Hanafi dan Hanbali yang diambil secara istiqray (induktif) dari sejumlah dalil syara dengan mengesampingkan keinginan nafsu dan subjektifitas mujtahid.Istihsnadalah salah satu metode istinbth hukum dengan menggunakanrayutelah ditemukan bibit-bibit awalnya di masa sahabat Nabi SAW. Bahwa istihsnsesungguhnya dapat dikatakan mewakili sisi kemudahan yang diberikan oleh Islam melalui syariatnya, terutama istihsnyang dikaitkan dengan kondisi kedaruratan danurf.Lafazh Istihsn adalah lafaz yang bersifat mujmal (universal), sehingga tidak boleh menetapkan hukum secara sah atau batal berdasarkan istihsn dalam artian umum (bahasa). Sebuah konsep penalaran dalam rangka penggunaan rasio secara lebih luas untuk menggali dan menemukan hukum sesuatu kejadian yang tidak ditetapkan hokum dari sumber syariah yang tersurat (nash) atau sumber hukum yang dipersamakan dengan qiys dan dengan sandaran yang kuat. Penggunaan istihsn dikalangan ulama yang menggunakanya sebagai sumber hukum hanya dalam arti yang benar. Pengingkaran dan penolakan istihsn sebagai sumber hukum Islam dikalangan ulama yang menolaknya adalah dalam arti/ makna yang batil. Yaitu hanya menggunakan akal semata.