10
 1 ANALISIS RISIKO PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PT AJINOMOTO BERDASARKAN KONSEP MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN Yulyati Simamora, Nani Kurniati Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: [email protected]  ; [email protected]  Abstrak  Industri merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan, namun aktivitas industri akan diikuti dengan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut adalah jika dihasilkan limbah cair yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Risiko lingkungan ini muncul jika Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak mampu mengolah limbah cair sehingga melebihi standard baku mutu.  Oleh karena itu dibutuhkan aplikasi sistematis dalam meminimasi kemungkinan terjadinya risiko terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi dan analisis risiko lingkungan berdasarkan konsep manajemen risiko lingkungan dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Root Cause Analysis (RCA). Di akhir  penelitian diberikan usulan atau re komendasi untuk mit igasi risiko.  Berdasarkan hasil identifikasi risiko dan akar penyebab terjadinya risiko terdapat empat risiko yaitu limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, bakteri WWTP mati, dan  pencemaran lingkungan. D ari masing-masing r isiko yang teridentifikasi ini diketahui tingka tan risikonya berdasarkan matriks risiko bahwa risiko limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, dan pencemaran lingkungan te rmasuk low risk dan risiko bakteri WWTP mati termasuk high risk. K a ta kunci : M anajem e n ri siko lingk unga n, F ME A , R CA , m i t ig a si Abstract  Industry is one of i mportant element i n development, but the industrial activity will be  followed with negative impact to environment. The negative impact is if liquid waste can damage the environment. Environment risk will be happened if the Waste Water Treatment  Plant (WWTP) unable to processing of liquid w aste so that exceed quality standard. Therefore needed the systematic application to minimize risk probability throughout environment. In this research identified and analysis environment risk based on environmental risk management and used Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) and Root Cause  Analysis (RCA) as a method. In the end given recommend ation for risk mitigation.  Based on the result identification and root cause of risk there are four risk such as liquid waste spilled, degradation of quality effluent, death of bacteria, and environmental  pollution. Based on the matrix risk that liquid w aste spilled, degradation of quality effluent,and environmental pollution are represent low risk and death of bacteria i s high risk. K e yw o r d s : E nvir o nm e nt ri sk m a na gem e nt , F ME A , R CA , m i tigation 1. Pendahuluan Pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan semakin meningkatnya kegiatan industri di Indonesia. Dari kegiatan industri ini selain memberikan dampak positif, industri juga memiliki dampak negatif. Dampak negatif ini kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan. Salah satu dampaknya adalah terjadinya  pencem aran dan kerusakan lingkungan akibat  polusi dan limbah yang dihasilkan industri. Dampak negatif ini menjadi salah satu fokus utama di mana banyak perusahaan mulai peduli akan pentingnya isu lingkungan hidup. Selain itu  berdasark an peraturan peme rintah di dalam UU  No 23 Tahun 1997 tentang melakukan  pengelolaan lingkungan bagi setiap perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya dan adanya konsekuensi yang harus ditanggung jika mencemari lingkungan. Sebelum limbah yang dihasilkan industri tersebut dibuang ke lingkungan yang berakibat  pencem aran dan kerusakan terhadap lingkungan, maka terlebih dahulu dilakukan proses

ITS Undergraduate 8637 2504100006 Paper

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    ANALISIS RISIKO PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PT

    AJINOMOTO BERDASARKAN KONSEP MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN

    Yulyati Simamora, Nani Kurniati

    Jurusan Teknik Industri

    Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

    Email: [email protected] ; [email protected]

    Abstrak Industri merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan, namun aktivitas

    industri akan diikuti dengan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut

    adalah jika dihasilkan limbah cair yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Risiko

    lingkungan ini muncul jika Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak mampu mengolah

    limbah cair sehingga melebihi standard baku mutu. Oleh karena itu dibutuhkan aplikasi sistematis dalam meminimasi kemungkinan

    terjadinya risiko terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi dan analisis

    risiko lingkungan berdasarkan konsep manajemen risiko lingkungan dengan menggunakan

    metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Root Cause Analysis (RCA). Di akhir

    penelitian diberikan usulan atau rekomendasi untuk mitigasi risiko.

    Berdasarkan hasil identifikasi risiko dan akar penyebab terjadinya risiko terdapat

    empat risiko yaitu limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, bakteri WWTP mati, dan

    pencemaran lingkungan. Dari masing-masing risiko yang teridentifikasi ini diketahui tingkatan

    risikonya berdasarkan matriks risiko bahwa risiko limbah cair tumpah, penurunan kualitas

    efluen, dan pencemaran lingkungan termasuk low risk dan risiko bakteri WWTP mati termasuk

    high risk.

    Kata kunci : Manajemen risiko lingkungan, FMEA, RCA, mitigasi

    Abstract Industry is one of important element in development, but the industrial activity will be

    followed with negative impact to environment. The negative impact is if liquid waste can

    damage the environment. Environment risk will be happened if the Waste Water Treatment

    Plant (WWTP) unable to processing of liquid waste so that exceed quality standard.

    Therefore needed the systematic application to minimize risk probability throughout environment. In this research identified and analysis environment risk based on environmental

    risk management and used Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) and Root Cause

    Analysis (RCA) as a method. In the end given recommendation for risk mitigation.

    Based on the result identification and root cause of risk there are four risk such as

    liquid waste spilled, degradation of quality effluent, death of bacteria, and environmental

    pollution. Based on the matrix risk that liquid waste spilled, degradation of quality effluent,and

    environmental pollution are represent low risk and death of bacteria is high risk.

    Keywords : Environment risk management, FMEA, RCA, mitigation

    1. Pendahuluan Pesatnya perkembangan teknologi

    mengakibatkan semakin meningkatnya kegiatan

    industri di Indonesia. Dari kegiatan industri ini selain memberikan dampak positif, industri juga

    memiliki dampak negatif. Dampak negatif ini

    kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan.

    Salah satu dampaknya adalah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat

    polusi dan limbah yang dihasilkan industri.

    Dampak negatif ini menjadi salah satu fokus utama di mana banyak perusahaan mulai peduli

    akan pentingnya isu lingkungan hidup. Selain itu

    berdasarkan peraturan pemerintah di dalam UU

    No 23 Tahun 1997 tentang melakukan pengelolaan lingkungan bagi setiap perusahaan

    dalam melakukan aktivitas usahanya dan adanya

    konsekuensi yang harus ditanggung jika

    mencemari lingkungan. Sebelum limbah yang dihasilkan industri

    tersebut dibuang ke lingkungan yang berakibat

    pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan, maka terlebih dahulu dilakukan proses

  • 2

    pengolahan limbah. Tidak hanya mengenai

    bagaimana pengolahannya, tetapi limbah juga

    ditentukan baku mutunya. Maka dalam sebuah aktivitas industri diperlukan sebuah instalasi

    untuk mengolah limbah yaitu Instalasi Pengolahan

    Air Limbah (IPAL). Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai satu departemen dalam

    perusahaan untuk melaksanakan Sistem

    Manajemen Lingkungan dengan tujuan untuk

    menghasilkan limbah yang ramah lingkungan sekaligus dapat mengurangi risiko limbah cair

    ketika limbah tersebut dibuang ke lingkungan.

    Salah satu langkah dalam mencegah terjadinya risiko adalah dengan pendekatan

    Manajemen Risiko Lingkungan.

    2. Risiko The Australia/New Zealand Standard for Risk

    Management (AS/NZS 4360:1999) (1999)

    memaparkan bahwa resiko adalah suatu kemungkinan dari suatu kejadian yang akan

    mempengaruhi suatu tujuan. Risiko tersebut

    diukur dalam terminologi consequences (konsekuensi) dan likelihood

    (kemungkinan/probabilitas).

    3. Manajemen Risiko Lingkungan Menurut Stoklosa (1999) manajemen risiko

    lingkungan adalah proses secara sistematis untuk

    mengidentifikasi bahaya lingkungan, menganalisa kemungkinan dan konsekuensi, serta mengatur

    hasil tingkat risiko. Manajemen risiko lingkungan

    adalah aplikasi sistematis dari kebijaksanaan manajemen, prosedur dan praktek dalam

    mengkomunikasikan, menetapkan keadaan,

    mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi,

    memperlakukan, memonitor, dan meninjau ulang risiko terhadap lingkungan.

    Menurut The Standards Australia/New

    Zealand (1999) prosedur utama melakukan manajemen risiko lingkungan ada empat, antara

    lain :

    1. Problem Formulation Merupakan proses untuk mengevaluasi

    dugaan tentang mengapa suatu efek terhadap

    lingkungan sudah terjadi, atau dapat terjadi dari

    aktivitas manusia. Tahap ini merupakan tahap awal dari keseluruhan penilaian risiko lingkungan.

    Beberapa hal yang utama dalam perumusan

    masalah meliputi:

    mengidentifikasi dan menggambarkan permasalahan

    mengumpulkan dan mengintegrasikan informasi yang tersedia

    mengembangkan suatu model konseptual yang menyangkut permasalahan

    mengembangkan suatu rencana analisis risiko

    Model konseptual tersebut dilakukan

    pembaharuan selama melakukan penyelidikan

    ketika data dan informasi sudah tersedia.

    Model konseptual ini meliputi :

    hubungan antara aktivitas manusia, risiko,

    dan sumber risiko

    faktor-faktor yang mempengaruhi

    kemungkinan (likelihood) dari

    permasalahan yang terjadi

    pengaruh pada ekosistem (consequence)

    2. Risk Analysis The Standards Australia/New Zealand

    (AS/NZS 4360:2004) menjabarkan bahwa risiko adalah suatu kemungkinan dari suatu kejadian

    yang tidak diinginkan yang akan mempengaruhi

    suatu aktivitas atau obyek. Risiko tersebut diukur

    dalam consequences (konsekuensi) dan likelihood (kemungkinan/probabilitas). Likelihood

    merupakan kemungkinan dalam suatu periode

    waktu dari suatu risiko tersebut akan muncul. Perhitungan kemungkinan atau peluang yang

    sering digunakan adalah frekuensi. Consequence

    adalah suatu kejadian dari suatu akibat seperti kerugian. Perhitungan risiko dapat dirumuskan

    sebagai perkalian dari Likelihood dengan

    Consequence.

    Risk = Likelihood X Consequences...(2.1)

    Analisis risiko mencakup pertimbangan mengenai sumber risiko, konsekuensi, dan

    kemungkinan dari risiko tersebut. Risiko dianalisa

    dengan mengkombinasikan nilai likelihood (probabilitas atau frekuensi) dan consequence

    (dampak atau efek). Menurut The Standards

    Australia/New Zealand (1999), masing-masing

    risiko dinilai secara kualitatif dalam lima kategori masing-masing terhadap likelihood dan

    consequences. Dari lima analisis risiko ini

    menghasilkan empat tingkatan risiko yaitu Extreme, High, Medium, dan Low.

    Tabel 3.1 Analisis Risiko : Penilaian Likelihood

    Level Descriptor Description

    A Almost

    certain

    Kemungkinan terjadi sangat

    sering

    B Likely Sering terjadi

    C Moderate Terjadi beberapa kali

    D Unlikely Terjadi kadang-kadang

    E Rare Kemungkinan jarang sekali

    terjadi

  • 3

    Tabel 3.2 Penilaian Consequences Risiko

    Level Descriptor Example :

    Description/Indicator

    1 Insignificant Tidak ada luka-luka,

    kerugian finansial rendah

    2 Minor

    Membutuhkan

    pertolongan pertama, kerugian finansial sedang

    3 Moderate

    Membutuhkan medical

    treatment, kerugian finansial yang tinggi

    4 Major

    Menimbulkan kerugian

    yang luas, luka serius,

    kemampuan produksi terganggu, kerugian

    finansial yang besar

    5 Catastrophic

    Menyebabkan kematian,

    menimbulkan kerusakan yang serius, dan kerugian

    finansial yang sangat

    besar

    3. Risk Characterization

    Risk Characterization merupakan

    langkah terakhir dari suatu penilaian risiko,

    yaitu untuk mengetahui tingkatan risiko dari

    suatu kejadian. Tingkatan risiko tersebut

    dapat diketahui dengan mengelompokkan

    atau menggolongkan nilai likelihood dan

    consequences ke dalam suatu matriks risiko. Setelah diketahui nilai consequences dan

    likelihood yang ada, dapat diplotkan pada Risk

    Matrix untuk mengetahui seberapa tinggi risiko yang akan ditimbulkan.

    Tabel 3.3 Matriks Risiko Lingkungan

    Keterangan :

    E : Extreme risk tidak dapat ditoleransi perlu penanganan dengan segera

    H : High risk tidak diinginkan dan hanya dapat diterima ketika pengurangan risiko tidak

    dapat dilaksanakan, perlu perhatian khusus

    dari pihak manajemen M : Moderate risk diterima dengan persetujuan

    dan memerlukan tanggung jawab yang jelas

    dari manajemen. L : Low risk diterima dengan persetujuan oleh

    pihak manajemen dan dapat diatasi dengan

    prosedur yang rutin.

    4. Risk Management Risk Management merupakan tahap di mana

    perusahaan dapat mempertimbangkan strategi

    alternatif untuk memperkecil atau mengurangi

    kemungkinan terjadinya risiko dan konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan. Tahap ini disebut

    sebagai tahap mitigasi risiko. Mitigasi adalah

    aktivitas yang dilakukan untuk

    mengeliminasi/mereduksi kemungkinan terjadinya unexpected event, atau mereduksi

    konsekuensi/akibat yang meliputi tindakan

    pengurangan risiko jangka panjang. Pada tahap mitigasi ini dilakukan

    pengidentifikasian risiko, hazard yang dapat

    terjadi, mekanisme timbulnya dan mengestimasi

    tingkat risiko serta memprioritaskan risiko tersebut.

    Problem Formulation

    AN

    AL

    YS

    IS

    Risk Characterization

    Discussion Between

    the Risk Assessor and

    Risk Manager

    (Planning)

    Discussion Between the Risk Assessor and

    Risk Manager

    (Results)

    Risk Management

    Da

    ta A

    cqu

    isit

    ion

    ; V

    erif

    ica

    tio

    n a

    nd

    Mo

    nit

    ori

    ng

    Characterization

    of Exposure

    Characterization

    of Ecological

    Effects

    Gambar 3.1 Framework Manajemen Risiko

    Lingkungan (USEPA, 1992)

    4. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan konsep

    Manajemen Risiko Lingkungan yang terdiri dari empat tahapan yang telah diuraikan sebelumnya.

    Tahap awal dilakukan perumusan masalah

    (problem formulation) dari kejadian di IPAL.

    Dalam mengidentifikasi risiko dilakukan

    dengan mengetahui apa, mengapa, dan

    bagaimana risiko muncul. Identifikasi risiko

    ini menggunakan dua metode yaitu FMEA

    (Failure Mode and Effect Analysis) dan RCA

    (Root Cause Analysis).

  • 4

    Tahap kedua adalah menganalisis risiko berdasarkan hasil perumusan masalah dan identifikasi risiko. Analisis risiko dilakukan

    secara kualitatif dengan brainstorming dengan

    pihak perusahaan. Tahap ketiga adalah

    mengetahui tingkatan risiko dari suatu kejadian berdasarkan hasil penilaian dan analisis risiko

    (consequences dan likelihood), serta matriks

    risiko. Tahap yang terakhir adalah melakukan risk

    management yaitu dengan mitigasi risiko. Pada

    tahap ini akan dilakukan dengan memberi rekomendasi atau usulan mengenai penanganan

    yang sebaiknya dilakukan terhadap tingkatan

    risiko tersebut.

    5. Pengumpulan dan Pengolahan Data Proses pengolahan air limbah di dalam

    masing-masing unit bangunan IPAL PT Ajinomoto

    Equalization Tank

    Control Point as Influent :

    TOC COD TN pH

    Biological Treatment

    Activated Sludge Process :

    CHON + O2 NH3 + CO2Nitrification Process :

    NH4 + O2 NO2 NO3De-Nitrification Process :

    NO2/NO3 N2

    Settling Tank 1

    The First Clarifier

    (Sedimentation Process)

    Control Point as OFST-1:

    - TOC COD TN pH - Clarity

    Chemical Unit Process

    CT 1 : Poly Aluminium Chloride add.

    CT 2 : NaOH add. (pH adjust)

    CT 3 : Anion Polymer add.

    Settling Tank 2

    The Final Clarifier

    (Sedimentation Process)

    Control Point as Effluent :

    - TOC COD BOD - TN pH - Al

    Dewatering Unit

    -Belt Press Filter

    Gambar 5.1 Waste Water Treatment Biological

    De Nitrification Process

    Problem formulation diawali dengan

    melakukan identifikasi risiko pada setiap unit

    proses pengolahan limbah cair, yaitu mulai proses

    pengumpulan limbah cair sampai dengan efluen dibuang ke lingkungan dan pengambilan lumpur

    untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan

    pupuk amina. Aktivitas pengolahan limbah cair

    pada setiap unit dapat dilihat pada Tabel 5.1.

    Tabel 5.1 Aktivitas Pengolahan Setiap Unit

    Tabel 5.1 Aktivitas Pengolahan Setiap Unit

    (Lanjutan)

    Dari aktivitas proses pengolahan limbah cair

    di atas, maka dapat diidentifikasi risiko dari setiap

    unit pada IPAL PT Ajinomoto dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan

    RCA (Root Cause Analysis).

    Tabel 5.2 Identifikasi Risiko dengan FMEA

  • 5

    Tabel 5.2 Identifikasi Risiko dengan FMEA

    (Lanjutan)

    Tabel 5.2 Identifikasi Risiko dengan FMEA

    (Lanjutan)

    Dari FMEA di atas, risiko yang

    teridentifikasi antara lain limbah cair tumpah,

    penurunan kualitas efluen (BOD dan COD tinggi), bakteri WWTP mati, nilai karakteristik tidak

    sesuai standard baku mutu, efluen tidak jernih,

    dan pencemaran lingkungan. Teridentifikasinya

    beberapa risiko tersebut, dimana ada risiko yang sama dengan risiko yang lain maka dapat

    disederhanakan menjadi empat risiko sebagai

    berikut : 1. Limbah cair tumpah 2. Penurunan kualitas efluen 3. Bakteri WWTP mati 4. Pencemaran lingkungan

    Risiko yang disederhanakan adalah risiko

    penurunan kualitas efluen, di mana risiko ini

    menjadi risiko yang mayor atau utama. Penurunan kualitas efluen ini terdiri dari aspek nilai

    karakteristik tidak sesuai standard baku mutu dan

    efluen tidak jernih. Kedua risiko ini memiliki dampak atau akibat yang sama dengan penurunan

    kualitas efluen, yaitu diperoleh air hasil olahan

    (efluen) dengan kualitas yang kurang baik dan

    tidak memenuhi standard baku mutu. Berdasarkan identifikasi risiko FMEA di

    atas, dapat dilakukan identifikasi terhadap akar

    penyebab dari permasalahan yang terjadi dengan metode Root Cause Analysis (RCA). RCA ini

    dibuat berdasarkan hasil wawancara dengan pihak

    perusahaan yang berkaitan dengan WWTP PT Ajinomoto.

  • 6

    Limbah Cair

    Tumpah

    Kelebihan supply

    limbah cair dari setiap

    departemen

    Pompa centrifugal pada

    Equalization Tank

    mengalami kerusakan

    Kualitas pompa

    centrifugal

    kurang baik

    Lamanya usia

    pompa

    centrifugal

    Tenaga

    maintenance

    kurang

    Tidak dilakukan

    inspeksi/

    perawatan

    Pipa menuju

    Chemical Unit

    Process rusak/buntu

    Gambar 5.2 Root Cause Analysis Limbah Cair

    Tumpah

    Pencemaran

    Lingkungan

    Pipa pada Dewatering

    Unit untuk mengambil

    lumpur rusak/bocor

    Pipa pada Settling

    Tank 1 untuk

    mengalirkan lumpur

    rusak/bocor

    Korosi Korosi

    Gambar 5.3 Root Cause Analysis Pencemaran

    Lingkungan

    Bakteri WWTP

    mati

    Lumpur aktif

    berkurang

    Supply oksigen untuk

    mikroorganisme

    berkurang

    Kadar bahan

    kimia melebihi

    batas baku mutu

    Difuser dan blower pada

    tangki aerasi tidak

    berfungsi

    Korosi

    UdaraBahan

    Kimia

    Lamanya usia

    difuser dan

    blower

    Tidak dilakukan

    inspeksi/

    perawatan

    Tenaga

    maintenance

    kurang

    Gambar 5.4 Root Cause Analysis Bakteri WWTP

    Mati

    Tahap selanjutnya dalam manajemen risiko

    lingkungan adalah risk analysis. Pada tahap ini

    dilakukan penilaian risiko, analisa terhadap risiko, dan mengukur tingkat risiko yang terjadi.

    Dari risiko yang telah teridentifikasi, langkah

    selanjutnya adalah mengestimasi probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko, menentukan

    tingkat risiko, dan mengetahui nilai risiko.

    Penilaian likelihood dan consequences ini

    dilakukan dengan wawancara dan brainstorming

    dengan pihak pelaksana WWTP PT Ajinomoto

    untuk mengestimasi probabilitas kejadian risiko.

    Nilai kategori likelihood dapat dilihat pada Tabel 5.3.

    Tabel 5.3 Nilai Likelihood Risiko

    No Risiko Likelihood

    1 Limbah cair tumpah Rare

    2 Penurunan kualitas

    efluen Rare

    3 Bakteri WWTP mati Rare

    4 Pencemaran

    lingkungan Unlikely

    Tabel 5.4 Nilai Consequences Risiko

    No Risiko Consequences

    1 Limbah cair tumpah Insignificant

    2 Penurunan kualitas

    efluen Insignificant

    3 Bakteri WWTP mati Major

    4 Pencemaran

    lingkungan Insignificant

    Dari hasil analisis risiko yang telah dilakukan,

    diketahui nilai likelihood dan consequences, dan

    selanjutnya adalah melakukan pemetaan risiko

    dengan matriks risiko.

    Tabel 5.5 Matriks Risiko Proses WWTP

    Terganggu

    Berdasarkan matriks risiko pada The

    Australia/New Zealand Standard for Risk Management (AS/NZS 4360:1999) (1999), risiko

    limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen,

    dan pencemaran lingkungan termasuk dalam

    kategori Low Risk, sedangkan risiko bakteri WWTP mati termasuk kategori High Risk.

    6. Analisis dan Mitigasi 6.1 Analisis Failure Mode and Effect Analysis

    1. Limbah cair tumpah Limbah cair tumpah terjadi pada

    Equalization Tank. Limbah cair yang tumpah

    dapat mengakibatkan pencemaran tanah.

    Dampak dari pencemaran tanah adalah

  • 7

    rusaknya struktur tanah, air tanah

    terkontaminasi, dan bahkan dapat

    mengganggu mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Ketika limbah cair telah

    mencemari permukaan tanah, maka dapat

    menguap, terbawa air hujan, dan atau masuk ke dalam tanah.

    2. Penurunan kualitas efluen Penurunan kualitas efluen terjadi ketika

    parameter fisika dan kimia tidak sesuai dengan standard baku mutu yang sudah ditentukan.

    Jika penurunan kualitas efluen pada IPAL PT

    Ajinomoto terjadi maka akan berdampak pada lingkungan sekitar perusahaan. Terutama pada

    Sungai Brantas, di mana efluen akan dibuang

    ke sungai sehingga berdampak pada matinya

    biota air, tumbuhan air, dan hewan air. 3. Bakteri WWTP mati

    Ketika metabolisme mikroorganisme

    terganggu. Metabolisme mikroorganisme terganggu pada saat lumpur aktif dalam

    Biological Treatment berkurang bahkan habis

    dan ketika supply oksigen untuk mikroorganisme berkurang. Sehingga apabila

    terjadi kematian pada bakteri akan

    mempengaruhi aktivitas proses pengolahan

    limbah di mana pengolahan limbah menggunakan proses biologi.

    4. Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan terjadi akibat dari

    pipa-pipa pada Instalasi Pengolahan Air

    Limbah yaitu pada unit Settling Tank 1 dan

    Dewatering Unit mengalami kebocoran sehingga lumpur tercecer. Lumpur yang

    tercecer ini adalah lumpur yang mengandung

    mikroorganisme dan dapat mencemari tanah.

    6.2 Analisis Root Cause Analysis

    1. Limbah cair tumpah Tumpahnya limbah cair disebabkan

    karena supply limbah cair yang berlebih dari

    departemen yang ada di pabrik. Salah satu

    departemen yaitu dari departemen produksi, di mana jika terjadi kondisi abnormal dari proses

    produksi seperti mesin atau pompa yang tidak

    dapat berfungsi dengan baik. Mesin atau pompa yang rusak untuk mengalirkan limbah

    cairnya ke Instalasi Pengolahan Air Limbah

    dapat menyebabkan supply limbah cair

    berlebihan. Penyebab lain terjadinya limbah cair

    tumpah adalah pompa centrifugal yang rusak

    pada Equalization Tank 1 karena lamanya usia, kualitas pompa yang kurang bagus sehingga

    mempengaruhi kinerja pompa, dan karena

    tidak dilakukannya inspeksi pada pompa

    karena jumlah operator yang kurang untuk

    melakukan perawatan.

    Limbah cair yang tumpah juga disebabkan karena pipa yang berfungsi untuk mengalirkan

    air limbah dari Settling Tank 1 menuju

    Chemical Unit Process buntu, sehingga mengakibatkan overflow pada Settling Tank 1

    dan limbah cair menjadi tumpah.

    2. Penurunan Kualitas Efluen

    Kualitas efluen menjadi kurang baik ketika warna efluen tidak jernih. Penyebabnya

    adalah karena pipa yang berfungsi untuk

    mengalirkan lumpur kembali dari Settling Tank 1 menuju tangki aerasi terjadi kebocoran,

    sehingga air yang sudah diolah dan jernih akan

    bercampur kembali dengan lumpur yang ada di

    tangki aerasi dan menyebabkan air yang sudah dijernihkan menjadi tidak jernih.

    Keterbatasan bahan kimia Poly

    Aluminium Chloride, NaOH, dan Anion Polymer yang digunakan untuk menjernihkan

    air juga mengakibatkan warna efluen menjadi

    tidak jernih. Penurunan kualitas efluen juga

    disebabkan karena nilai karakteristik efluen

    tidak memenuhi standard baku mutu limbah

    cair. Nilai karakteristik efluen yang tidak sesuai ini dapat disebabkan oleh metabolisme

    mikroorganisme dalam air terganggu sehingga

    tidak mampu mengolah limbah cair secara biologis.

    Kesalahan operator (laboran) dalam

    melakukan pengujian dan analisa laboratorium sehingga diperoleh hasil yang tidak akurat juga

    dapat mempengaruhi penurunan kualitas pada

    efluen.

    Hal lain yang mempengaruhi kualitas efluen menjadi kurang baik adalah pompa

    centrifugal pada Settling Tank 2 mengalami

    kerusakan. Jika pompa ini rusak maka tidak diperoleh sampel air untuk dilakukan

    pengujian sebelum akhirnya efluen dibuang ke

    lingkungan. 3. Bakteri WWTP mati

    Bakteri WWTP mati pada proses

    pengolahan limbah diakibatkan dari lumpur

    aktif pada Settling Tank 1 dan 2 habis karena kadar bahan kimia yang melebihi batas baku

    mutu mengakibatkan jumlah populasi

    mikroorganisme tidak konstan, maka akan mengakibatkan proses WWTP terganggu.

    Bakteri WWTP mati juga disebabkan

    karena kurangnya supply oksigen untuk

    mikroorganisme dalam air. Supply oksigen berkurang karena difuser dan blower yang

    berfungsi untuk menyediakan oksigen pada

    proses biologis rusak. Kerusakan pada difuser

  • 8

    dan blower dapat disebabkan lamanya usia,

    kualitas difuser dan blower yang kurang bagus

    sehingga mempengaruhi kinerja difuser dan blower, dan karena tidak dilakukannya

    inspeksi pada difuser dan blower karena

    jumlah operator yang kurang untuk melakukan perawatan.

    5. Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan disebabkan oleh

    kebocoran pipa pada Settling Tank 1 yang berfungsi untuk mengalirkan lumpur kembali

    ke tangki aerasi dan pipa pada Dewatering

    Unit untuk mengambil lumpur. Pipa pada Settling Tank 1 dan Dewatering Unit bocor

    disebabkan karena korosi. Akibat dari

    kebocoran pipa ini sehingga lumpur keluar

    membuat tanah terkontaminasi.

    6.3 Analisis Risiko Berdasarkan Likelihood 1. Limbah Cair Tumpah

    Risiko limbah cair tumpah pada Instalasi

    Pengolahan Air Limbah sangat kecil

    kemungkinannya terjadi, karena PT Ajinomoto telah memiliki satu bangunan yaitu Emergency

    Tank yang berfungsi untuk menampung limbah

    cair ketika kapasitasnya melebihi debit air

    limbah pada Equalization Tank. Oleh karena itu, risiko limbah cair tumpah dapat

    digolongkan pada level rare yaitu

    kemungkinan jarang sekali terjadi.

    2. Penurunan Kualitas Efluen Risiko penurunan kualitas efluen

    termasuk dalam level rare. Hal ini dikarenakan

    pengujian air limbah oleh bagian Laboratorium

    IPAL PT Ajinomoto dilakukan setiap dua jam

    sekali, melakukan process control setiap empat jam sekai, dan dianalisa setiap delapan jam

    sekali. Pengujian ini dilakukan pada air limbah

    yang masuk ke IPAL PT Ajinomoto (influen) dan air limbah setelah dilakukan pengolahan

    (efluen).

    3. Bakteri WWTP mati Bakteri WWTP mati yang dapat

    disebabkan karena berkurangnya supply

    oksigen memiliki tingkat kemungkinan yang jarang sekali terjadi. Hal ini disebabkan IPAL

    PT Ajinomoto selalu berusaha menjaga kondisi

    mikroorganisme agar tetap hidup. Maka risiko bakteri WWTP mati termasuk dalam level

    rare, yaitu kemungkinan jarang sekali terjadi.

    4. Pencemaran Lingkungan Risiko pencemaran lingkungan termasuk

    dalam level unlikely, yaitu kemungkinan

    terjadi kadang-kadang. Kemungkinan

    terjadinya pencemaran lingkungan karena

    pipa-pipa pada Instalasi Pengolahan Air

    Limbah terjadi kebocoran yang disebabkan korosi.

    6.4 Analisis Risiko Berdasarkan Consequences 1. Limbah Cair Tumpah

    Risiko limbah cair tumpah termasuk pada

    level insignificant, yang berarti bahwa tidak

    ada luka-luka, kerugian finansial yang rendah jika terjadi tumpahan limbah cair.

    2. Penurunan Kualitas Efluen Penurunan kualitas efluen termasuk pada

    level insignificant, yang berarti bahwa tidak

    ada luka-luka, dan kerugian finansial yang

    rendah.

    3. Bakteri WWTP mati Bakteri WWTP mati memiliki tingkat

    consequence pada level major, yang berarti

    bahwa risiko menimbulkan kerugian yang luas,

    kemampuan produksi terganggu, dan kerugian finansial yang besar.

    4. Pencemaran Lingkungan Risiko pencemaran lingkungan termasuk

    pada level insignificant, yang berarti bahwa

    tidak ada luka-luka dan kerugian finansial

    yang rendah.

    6.5 Analisis Risk Characterization 1. Limbah Cair Tumpah

    Risiko limbah cair tumpah termasuk

    dalam level low risk. Artinya risiko ini

    diterima dengan persetujuan oleh pihak

    manajemen dan dapat diatasi dengan prosedur yang rutin.

    2. Penurunan Kualitas Efluen Risiko penurunan kualitas efluen

    termasuk dalam level low risk. Artinya risiko

    ini diterima dengan persetujuan oleh pihak

    manajemen dan dapat diatasi dengan prosedur yang rutin.

    3. Bakteri WWTP mati Risiko bakteri WWTP mati termasuk

    dalam level high risk. Artinya risiko ini tidak

    diinginkan dan hanya dapat diterima ketika pengurangan risiko tidak dapat dilaksanakan,

    sehingga memerlukan perhatian khusus dari

    pihak manajemen perusahaan.

    4. Pencemaran Lingkungan

    Risiko pencemaran lingkungan termasuk

    level low risk. Artinya risiko ini diterima

  • 9

    dengan persetujuan oleh pihak manajemen dan

    dapat diatasi dengan prosedur yang rutin.

    6.6 Risk Management Risk Management merupakan upaya yang

    dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi kemungkinan terjadinya risiko dan konsekuensi

    atau akibat yang ditimbulkan. Upaya ini

    merupakan mitigasi risiko. Upaya mitigasi risiko

    pada penelitian ini hanya sebatas memberikan rekomendasi atau usulan kepada perusahaan.

    1. Risiko Limbah Cair Tumpah

    Upaya mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko limbah cair

    tumpah yaitu :

    a. Melakukan inspeksi limbah cair yang

    masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah

    melalui unit Gathering Tank A dan B

    sampai dialirkan ke Biological Treatment.

    b. Melakukan perawatan rutin pada pompa

    centrifugal di Equalization Tank.

    c. Memasang alat pendeteksi untuk

    mengetahui volume limbah cair ketika

    hampir penuh.

    d. Melakukan inspeksi pada pipa dari Settling

    Tank 1 menuju Chemical Unit Process

    untuk menghindari terjadinya overflow

    saat mengalirkan air limbah.

    2. Risiko Penurunan Kualitas Efluen

    Upaya mitigasi risiko yang dapat

    dilakukan untuk meminimasi risiko penurunan

    kualitas efluen yaitu : a. Melakukan inspeksi/perawatan pada

    tangki agitator (mixer).

    b. Memonitor proses di Biological

    Treatment.

    c. Memonitor proses pengaliran lumpur dan

    air pada Settling Tank 1 dan Settling Tank

    2.

    d. Melakukan inspeksi/perawatan pada

    pompa centrifugal.

    e. Meningkatkan ketelitian laboran dalam

    pengujian laboratorium.

    f. Melakukan inspeksi sumber air limbah

    yang banyak mengandung bahan kimia

    kemudian dilakukan pretreatment di

    lokasi itu hingga kualitasnya sama dengan

    air limbah organik.

    3. Risiko Bakteri WWTP Mati

    Upaya mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko bakteri

    WWTP mati yaitu :

    a. Melakukan inspeksi/perawatan pada

    difuser dan blower.

    b. Memonitor proses pengolahan biologis

    pada Biological Treatment dan tangki

    aerasi.

    c. Memonitor jumlah populasi lumpur pada

    Dewatering Unit.

    d. Melakukan pembiakan bakteri dalam

    inkubator sampai kadar yang sesuai

    dengan kebutuhan limbah.

    4. Risiko Pencemaran Lingkungan

    Upaya mitigasi risiko yang dapat

    dilakukan untuk meminimasi risiko

    pencemaran lingkungan yaitu :

    a. Melakukan inspeksi pada pipa untuk

    menghindari kebocoran.

    b. Memonitor sumber adanya tumpahan

    atau terjadinya kebocoran.

    c. Memasang isolasi pada pipa untuk

    mencegah tumpahan lumpur sehingga

    tidak terjadi kontaminasi tanah.

    7. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil pengolahan data dan

    analisa yang telah dilakukan maka dapat

    disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Hasil identifikasi risiko berdasarkan Failure

    Mode and Effect Analysis (FMEA)

    didapatkan enam risiko yang teridentifikasi, tetapi disederhanakan menjadi empat risiko

    yaitu limbah cair tumpah, penurunan kualitas

    efluen, bakteri WWTP mati, dan pencemaran

    lingkungan. 2. Berdasarkan Root Cause Analysis (RCA)

    penyebab terjadinya empat risiko tersebut

    adalah alat atau mesin yang gagal berfungsi karena lamanya usia dan kualitas alat

    sehingga mempengaruhi aktivitas pengolahan

    limbah cair. 3. Dari matriks risiko didapatkan risiko limbah

    cair tumpah, penurunan kualitas efluen, dan

    pencemaran lingkungan termasuk low risk

    dan risiko bakteri WWTP mati termasuk high risk.

    4. Upaya mitigasi risiko dilakukan berdasarkan hasil Root Cause Analysis (RCA). Mitigasi risiko tertinggi bakteri WWTP mati dapat

    dilakukan dengan melakukan

    inspeksi/perawatan pada difuser dan blower, memonitor proses pengolahan biologis pada

    Biological Treatment dan tangki aerasi,

    memonitor jumlah populasi lumpur pada

    Dewatering Unit, dan melakukan pembiakan

  • 10

    bakteri dalam inkubator sampai kadar yang

    sesuai dengan kebutuhan limbah.Sistem

    pompa Karbamat memiliki konfigurasi standby redundancy dimana sistem ini terdiri

    dari empat buah state/kondisi yang terbagi

    menjadi operating state (state 1, 2 dan 3) yaitu kondisi dimana sistem beroperasi

    secara normal dengan minimal dua unit

    pompa; dan failed state (state 4) dimana

    sistem mengalami kegagalan karena hanya satu unit pompa yang beroperasi.

    6. Daftar Pustaka

    Azlia, Wifqi. (2008). Analisis Risiko Lingkungan

    Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah

    (IPAL) PT SIER (PERSERO) Dengan Pendekatan Risk Management. Surabaya :

    Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi

    sepuluh Nopember Bapedalda Jawa Timur. Daftar Kebijakan

    Bidang PLH. Bramanti, G.W. (2007). Analisa Risiko Kesehatan

    Kualitas Air Minum PDAM Kota Surabaya.

    Surabaya : Jurusan Teknik Industri Institut

    Teknologi Sepuluh Nopember. Frantzen, Kurt A. (2002). Risk-Based Analysis

    For Environmental Managers. United States

    : Lewis Publishers Gallert, C., and Winter, J., (2005). Bacterial

    Metabolism in Wastewater Treatment

    Systems. Weinheim : WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA

    Hart et al. (2003). Risk-Based Assessment Of

    Ecosystem Protection In Ambient Waters.

    Australia : Guideline for Environmental Management

    Hidayat, W., Teknologi Pengolahan Air

    Limbah. 2008.

    Indradewi, Nur Oktavitri. (2008). Analisis

    Manajemen Resiko Lingkungan Limbah

    Berbahan Berbahaya dan Beracun (B3) Berdasarkan Penilaian Risiko Dengan Fuzzy

    Analytical Hierarchy Process (FAHP).

    Surabaya : Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

    Nuraini, S., (2004). Pengelolaan Limbah Cair

    Pada Industri Penyamakan Kulit Industri Pulp Dan Kertas Industri Kelapa Sawit.

    Medan : Jurusan Kesehatan Masyarakat

    Universitas Sumatera Utara

    Omen, Gilbert. S. (2006). The Risk Assessment

    and Risk Management Paradigm. New York : Oxford University Press

    Panggabean, Sahat. M. (2000). Minimisasi

    Limbah Pada Pusat Pengembangan

    Pengelolaan Limbah Radioaktif. Batan : Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah

    Radioaktif

    Patton, E. Dorothy, Ph.D. (1992). Framework for Ecological Risk Assessment. Washington, DC

    : US. Environmental Protection Agency

    River, Dr Su Wild. (2004). Environmental Risk

    Assessment Report for The Australian National University. The Australian National

    University : Centre for Resource and

    Environmental Studies Wahyuningsih, Sat Restu. (2006). Identifikasi

    Resiko Bencana Dan Perencanaan Langkah

    Mitigasi Padas Proses Pemurnian Gula

    (Studi Kasus PG Toelangan Sidoarjo). Surabaya : Jurusan Teknik Industri Institut

    Teknologi sepuluh Nopember

    Setyobudiarso, H. (2000). Pengolahan Limbah Cair Dengan Sistem Kombinasi Filterasi dan

    Wetland. Malang : Jurusan Teknik

    Lingkungan Institut Teknologi Negeri Malang

    Standards Australia. (1999). Risk Management

    AS/NZS 4360:1999. Standards Association of

    Australia, Strathfield NSW Stoklosa, R. (1997). Risk Assessment For

    Environmental management Of The Marine

    Environment. The APPEA Journal, 38 (1), 715-723

    Tasmanian Counter Terror Review Team.,

    Jan.2003. Risk Management Process. Draft Guidance Manual For

    Infrastructure Operators:7-8

    www.suaramerdeka.com