23
64 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sungai Puar dan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Agam terdiri dari 16 Kecamatan dengan populasi ternak sapi potong 32 017 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Agam, 2008). Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan karena Kabupaten ini merupakan salah satu sentra produksi sapi potong di Provinsi Sumatera Barat, dimana Kecamatan Sungai Puar dan Tilatang Kamang oleh pemerintah Kabupaten Agam ditetapkan sebagai daerah basis pengembangan ternak sapi potong. Kecamatan Tilatang kamang dan Kecamatan Sungai Puar merupakan Kecamatan dengan populasi ternak sapi jantan terbesar, yaitu masing- masing 1 331 ekor dan 719 ekor atau 47.9 persen dari total sapi jantan di Kabupaten Agam. Hal ini mengindikasikan berkembangnya usaha penggemukan sapi potong di daerah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2010. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross section). Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dari tiap responden yaitu peternak yang mengusahakan penggemukan sapi potong, dengan bantuan kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan.

IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

64

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sungai Puar dan Tilatang Kamang,

Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Agam terdiri dari 16

Kecamatan dengan populasi ternak sapi potong 32 017 ekor (Dinas Peternakan

Kabupaten Agam, 2008). Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan karena

Kabupaten ini merupakan salah satu sentra produksi sapi potong di Provinsi

Sumatera Barat, dimana Kecamatan Sungai Puar dan Tilatang Kamang oleh

pemerintah Kabupaten Agam ditetapkan sebagai daerah basis pengembangan

ternak sapi potong.

Kecamatan Tilatang kamang dan Kecamatan Sungai Puar merupakan

Kecamatan dengan populasi ternak sapi jantan terbesar, yaitu masing-

masing 1 331 ekor dan 719 ekor atau 47.9 persen dari total sapi jantan di

Kabupaten Agam. Hal ini mengindikasikan berkembangnya usaha penggemukan

sapi potong di daerah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April

sampai Mei 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross

section). Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer dikumpulkan dari tiap responden yaitu peternak yang mengusahakan

penggemukan sapi potong, dengan bantuan kuesioner dan pengamatan langsung

di lapangan.

Page 2: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

65

Data yang dikumpulkan dari peternak meliputi penggunaan input, harga

input dan output serta karakteristik peternak. Data input meliputi : (1) investasi

usaha yang terdiri dari kandang dan peralatan, (2) jumlah penggunaan dan harga

input, yaitu sapi bakalan (meliputi bobot badan saat dibeli dan bobot akhir saat

penjualan), pakan berupa hijauan dan konsentrat, vaksin, obat-obatan dan vitamin,

tanaga kerja, umur ekonomis kandang dan peralatan, transportasi serta biaya tak

terduga lainnya. Data lainnya sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah data

tentang karakteristik peternakan (menyangkut identitas peternak) dan teknis

pemeliharaan (curahan tenaga kerja, umur jual sapi, periode pemeliharaan per

tahun). Data sekunder bersumber dari berbagai instansi terkait seperti Dinas

Peternakan, Badan Pusat Statistik, Ditjen Peternakan, Departemen Perdagangan

dan Perindustrian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan instansi terkait lainnya.

4.3. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan

penggemukan sapi potong di Kecamatan Sungai Puar dan Kecamatan Tilatang

Kamang, dimana untuk setiap Kecamatan dipilih dua Nagari dengan populasi sapi

jantan tertinggi yaitu pada Kecamatan Sungai Puar adalah Nagari Batagak dan

Padang Laweh, sementara untuk Kecamatan Tilatang Kamang meliputi Nagari

Gadut dan Koto Tangah. Untuk Kecamatan Sungai Puar, dari populasi total

peternak di Kedua Nagari sebanyak 184 peternak ditetapkan 30 sampel secara

proporsional. Hal yang sama pada Kecamatan Tilatang kamang, ditetapkan 30

sampel dari total 173 peternak di Kedua Nagari, sehingga total sampel adalah 60

peternak yang diambil dengan metode simple random sampling dari data populasi

peternak yang tersedia.

Page 3: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

66

Jumlah sampel ditetapkan secara kuota, mengacu pada pengambilan

sampel dengan asumsi populasi menyebar normal, dimana menurut Cooper dan

Emory (1996) untuk ukuran sampel yang cukup besar (n > 30) rata-rata sampel

akan terdistribusi di sekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal.

Penetapan peternak yang akan dijadikan sampel dilakukan dengan cara undian

dengan batuan sampling frame yang berisi nama-nama peternak penggemukan

sapi potong yang ada di lokasi yang sudah ditetapkan sebagai lokasi penelitian.

4.4. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi produksi sapi

potong digunakan model fungsi produksi Stochastic Frontier. Sedangkan untuk

menganalisis daya saing digunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis

PAM menginformasikan keunggulan kompetitif dan komparatif serta dampak

kebijakan terhadap usaha penggemukan sapi potong.

Dalam penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi

produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi

produksi ini diambil berdasarkan alasan sebagai berikut : (1) bersifat homogen,

(2) lebih sederhana, (3) jarang menimbulkan masalah, dan (4) mengurangi

terjadinya heteroskedastisitas. Menurut Binici et al. (1996), fungsi produksi

stochastic frontier Cobb-Douglas telah digunakan secara luas dan teruji untuk

mengkaji efisiensi produksi di negara-negara maju dan berkembang. Disamping

itu fungsi stochastic frontier mewakili kombinasi input-output secara teknis

paling efisien dan terdapat dua jenis error term yaitu disamping kesalahan

pengganggu yang terkait dengan faktor-faktor internal (ui) juga memuat kesalahan

pengganggu faktor-faktor eksternal (vi).

Page 4: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

67

4.4.1. Analisis Produksi Usaha Ternak Sapi Potong

Dalam fungsi produksi, faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi

jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan adalah faktor-faktor produksi yang

digunakan. Dalam usaha penggemukan sapi potong produksi didekati berdasarkan

pertambahan bobot badan sapi, sedangkan faktor-faktor produksi yang diduga

mempengaruhi pertambahan bobot badan sapi adalah jumlah hijauan, konsentrat,

jumlah tenaga kerja, obat-obatan, dummy umur sapi bakalan dan dummy pola

penguasaan ternak. Dengan demikian model persamaan penduga fungsi produksi

frontir dari usaha penggemukan sapi potong dapat ditulis sebagai berikut :

lnY = β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3 + β4lnX4 + β5lnX5 + β6lnX6 +

Β7lnX7 + vi – ui

dimana :

Y = pertambahan bobot badan (kg/rata-rata periode pemeliharaan) X1 = jumlah hijauan (kg/ rata-rata periode pemeliharaan) X2 = jumlah konsentrat (kg/rata-rata periode pemeliharaan) X3 = jumlah tenaga kerja (HOK/rata-rata periode pemeliharaan) X4 = pengeluaran obat-obatan (Rp/periode pemeliharaan)

X5 = Dummy umur bakalan (X51 = 1 jika bakalan cukup umur yaitu ≥1 tahun dan X52 = 0 jika bakalan belum cukup umur atau < 1 tahun)

X6 = Dummy pola penguasaan ternak (X61 = 1 jika milik sendiri dan X62 = 0 jika sistem bagi hasil)

β0 = intersep βi = koefisien parameter penduga, dimana i = 1,2,3,......6 vi – ui = error term (ui = efek inefisiensi teknis dalam model dan vi = efek

faktor eksternaal yang tidak dimodelkan) Nilai koefisien yang dipakai β1, β2, β3, β5, β6, β6, > 0 dan β4 < 0. Nilai koefisien

positif berarti dengan meningkatnya penggunaan input diharapkan akan

meningkatkan produksi daging sapi.

Page 5: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

68

4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis

Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut:

TEi = exp (-E[ui|εi]) i = 1,...,N

Dimana TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp(-E[ui|εi]) adalah harapan

(mean) dari ui dengan syarat εi, jadi 0 ≤ TEi ≤ 1. Nilai efisiensi teknis tersebut

berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan

untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data).

Metode inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

kepada efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1995)

dalam Coelli ( 1996). Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi

teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (µi, σ2).

Untuk menentukan nilai parameter distribusi (µi) efek inefisiensi teknis pada

penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut :

µi = δ0 + δ1Z1 + δ2Z2 + δ3Z3 + δ4Z4 + δ5Z5 + wit

dimana :

µi = efek inefisiensi teknis Z1 = umur peternak (tahun) Z2 = pendidikan formal peternak (tahun) Z3 = pengalaman beternak sapi (tahun) Z4 = jumlah ternak sapi yang dipelihara (ekor)

Z5 = Dummy Status Usaha (Z51 = 1, jika usaha Utama dan Z52 = 0, jika usaha sampingan)

Nilai koefisien yang diharapkan : δ1 > 0 dan δ2, δ3, δ4 < 0.

Pengujian hipotesis parameter fungsi produksi frontier dan inefisiensi

teknis menggunakan uji one-sided generalized likelihood ratio (LR-test) dengan

persamaan sebagai berikut :

L (H0) LR = -2 ln = -2 { ln [ L (H0) ] - [ L (H1) ] } L (H1)

Page 6: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

69

dimana L(H0) dan L(H1) masing-masing adalah nilai dari fungsi likelihood dari

hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya. Jika H0 : γ = δ1 = δ2 =.......... δ4 = 0,

menyatakan bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model fungsi produksi,

maka kriteria uji dalah sebagai berikut :

LR > X2 restriksi (Tabel Kodde dan Palm) maka tolak H0 LR < X2 restriksi (Tabel Kodde dan Palm) maka terima H0 Agar konsisten maka pendugaan parameter fungsi produksi dan

inefficiency frontier dilakukan secara simultan dengan program FRONTIER 4.1

(Coelli, 1996). Pengujian parameter stochastic frontier dan efek inefisiensi teknis

dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama merupakan pendugaan parameter βi

dengan menggunakan metode OLS. Tahap kedua merupakan pendugaan seluruh

parameter β0, βi, varians ui dan vi dengan menggunakan metode Maximum

Likelihood (MLE), pada tingkat kepercayaan α 15 persen. Hasil pengolahan

program FRONTIER 4.1 menurut Aigner et al. (1977), dan Jondrow et al. (1982)

dalam Coelli (1996), akan memberikan nilai perkiraan varians dalam bentuk

parameterisasi sebagai berikut :

σ2 = σ2

v + σ2u

σ2u

γ = σ

2v

Parameter dari varians ini dapat mencari nilai γ, oleh sebab itu 0 ≤ γ ≤ 1. Nilai

parameter γ merupakan kontribusi efisiensi teknis di dalam efek residual total.

Page 7: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

70

4.4.3. Analisis Daya Saing

Menurut Pearson et al. (2005) untuk mengetahui sejauh mana keunggulan

kompetitif dan komparatif dilakukan pendekatan terhadap penggunaan

sumberdaya domestik dan input tradable. Metode analisis yang digunakan adalah

Policy Analysis Matrix (PAM). Analisis PAM juga dapat mengukur dampak

intervensi pemerintah pada suatu aktivitas ekonomi (dalam hal ini usaha

penggemukan sapi potong). Tahapan penggunaan metode PAM adalah :

1. Identifikasi input dan output dari usaha penggemukan sapi potong.

2. Menentukan harga bayangan input dan ouput usaha penggemukan sapi potong.

3. Memisahkan unsur biaya ke dalam kelompok tradable dan domestik.

4. Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong.

5. Menghitung dan menganalisis berbagai indikator keunggulan komparatif dan

kompetitif pada usaha penggemukan sapi potong.

Tabel 4. Policy Analysis Matrix (PAM)

Biaya Uraian

Penerimaan (revenue) Input

tradable Faktor

domestic Profit

Nilai Finansial (private price)

A B C D = A-B-C

Nilai Ekonomi (social price)

E F G H = E-F-G

Divergensi/dampak kebijakan dan distorsi pasar

I = A – E J = B – F K = C – G L = D-H = I-J-K

Sumber : Monke dan Pearson (1995)

Keterangan : D = private profitability; H = social profitability; I = output transfer; J = input transfer; K = factor transfer; L = net transfer

A. Analisis Keuntungan

1. Private Profitability : D = A – (B + C). Keuntungan privat merupakan

indikator keunggulan kompetitif dari sistem komoditi berdasarkan

teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Apabila

Page 8: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

71

D > 0, berarti sistem komoditi itu memperoleh profit di atas normal. Hal ini

memberikan implikasi bahwa komoditi itu mampu melakukan ekspansi,

kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya alternatif yang lebih

menguntungkan.

2. Social Profitability : H = E – (F + G). Keuntungan sosial merupakan

indikator keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem komoditi pada

kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan yang efisien, apabila

H > 0. Sebaliknya bila H < 0, berarti komoditi itu tidak mampu bersaing

tanpa bantuan atau intervensi dari pemerintah.

B. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

1. Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) = G / (E – F). Nilai DRCR

merupakan indikator kemampuan sistem komoditi membiayai faktor

domestik pada harga social. Jika DRCR > 1 maka sistem komoditi tidak

mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi pemerintah, sehingga

memboroskan sumberdaya domestik yang langka. Sebaliknya jika DRCR <

1 dan atau lebih kecil lagi, maka sistem komoditi makin efisien dan

memiliki daya saing tinggi (keunggulan komparatif) serta mampu hidup

atau berkembang tanpa bantuan dan intervensi pemerintah disamping

memiliki peluang ekspor yang lebih besar.

2. Private Cost Ratio (PCR) = C / (A – B). Nilai PCR berapa menjelaskan

berapa banyak sistem komoditi dapat menghasilkan untuk membayar faktor

domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif. Suatu usahatani atau ternak

komoditi akan lebih kompetitif jika nilai D > 0 atau nilai C (harga privat

faktor domestik) < (A – B). Keuntungan maksimal akan diperoleh dengan

Page 9: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

72

cara meminimumkan biaya faktor domestic. Apabila PCR < 1 dan atau

nilainya lebih kecil lagi, maka artinya sistem produksi suatu usahatani atau

ternak mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat dan

kemampuannya semakin meningkat atau memiliki keunggulan kompetitif.

C. Dampak Kebijakan Pemerintah

a. Kebijakan Output

a.1. Output Transfer : OT (I) = A – E. Transfer output merupakan selisih

antara penerimaan yang dihitung atas harga finansial (private) dengan

penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan atau sosial.

Nilai OT menunjukkan terdapat kebijakan pemerintah yang dapat

diterapkan pada output sehingga membuat harga output privat dan

sosial berbeda. Jika nilai OT > 0 menunjukkan adanya transfer dari

masyarakat (konsumen) terhadap produsen, demikian juga sebaliknya.

a.2. Nominal Protection Coefficient on Output : NPCO = A / E.

Merupakan rasio penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat

dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial yang

merupakan indikasi dari transfer output. Kebijakan bersifat protektif

terhadap output jika nilai NPCO > 1 atau dengan kata lain pemerintah

menaikkan harga output di pasar domestik diatas harga efisiensinya

(harga dunia), dan sebaliknya kebijakan bersifat disinsentif jika

NPCO < 1.

b. Kebijakan Input

b.1. Input Transfer : IT (J) = B – F. Transfer input adalah selisih antara

biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya

Page 10: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

73

yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Nilai IT menunjukkan

adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable. Jika

nilai IT > 0 (positif), menunjukkan adanya transfer dari petani produsen

kepada produsen input tradable, demikian juga sebaliknya. Atau

dengan kata lain menunjukkan besarnya transfer (insentif) dari

produsen ke pemerintah melalui penerapan kebijakan tarif impor.

b.2. Nominal Protection Coefficient on Input : NPCI = B / F. Indikator

yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input

domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai NPCI <

1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable, dimana hal ini

dapat pula menunjukkan adanya hambatan ekspor input, sehingga

proses produksi dilakukan dengan menggunakan input dalam negeri.

Sebaliknya jika NPCI > 1 artinya pemerintah menaikkan harga input

tradable di pasar domestik diatas harga efisiensinya. Hal ini membawa

implikasi sektor yang menggunakan harga input tersebut dirugikan

dengan tingginya harga beli input produksi.

b.3. Factor Transfer : FT (K) = C – G. Transfer faktor merupakan nilai

yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang

diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak

diperdagangkan. Nilai FT menunjukkan adanya kebijakan pemerintah

terhadap produsen dan konsumen yang berbeda dengan kebijakan input

tradable. Jika nilai FT > 0 (positif), artinya terdapat transfer dari

produsen kepada produsen input non tradable, atau dengan kata lain

terdapat kebijakan pemerintah yang melindungi produsen faktor

Page 11: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

74

domestik dengan pemberian subsidi positif, demikian juga sebaliknya,

jika negatif atau FT < 0 maka kebijakan lebih berpihak kepada

produsen atau petani-ternak.

c. Kebijakan Input-Output

c.1. Effective Protection Coefficient : (EPC) = (A - B)/(E - F). Koefisien

proteksi efektif merupakan analisis gabungan antara koefisien proteksi

output nominal dengan koefisien input nominal. Nilai EPC

menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi

atau menghambat produksi domestik dan merupakan tingkat transfer

kebijakan dari pasar output dan input tradable. Apabila EPC > 1, berarti

pemerintah menaikkan harga output dan atau input tradable di atas

harga efisien. Sebaliknya bila EPC < 1 maka kebijakan tidak berjalan

efektif.

c.2. Net Transfer : (L) = D – H. Transfer bersih merupakan selisih antara

keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosialnya. Bila nilai

L > 0 menunjukkan adanya tambahan surplus produsen yang

disebabkan penerapan kebijakan pada input dan output. Sebaliknya jika

L < 0 menunjukkan penurunan surplus produsen yang disebabkan oleh

penerapan kebijakan input-output.

c.3. Profitability Coefficient : (PC) = D / H. Koefisien keuntungan adalah

perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan

bersih sosial dan merupakan indikasi yang menunjukkan dampak

insentif dari semua kebijakan. Apabila PC > 1, berarti secara

keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada

Page 12: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

75

produsen. Sebaliknya jika PC < 1, maka kebijakan pemerintah membuat

keuntungan menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan tanpa adanya

kebijakan.

c.4. Subsidy Ratio to Producer : (SRP) = L / E. Rasio subsidi untuk

produsen merupakan proporsi dari penerimaan total pada harga sosial

yang diperlukan apabila subsidi digunakan sebagai satu-satunya

kebijakan untuk menggantikan seluruh kebijakan komoditi dan

ekonomi makro. Apabila nilai SRP negatif artinya kebijakan

pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih

besar dari biaya imbangannya (opprtunity cost), dan sebaliknya jika

SRP positif berarti produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil

dari opportunity cost.

4.4.4. Metode Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing

Dalam PAM, input yang digunakan dalam proses produksi dapat

dipisahkan menjadi: (a) tradable goods, dan (b) domestic factor (non tradable

goods). Input kategori pertama adalah input yang dapat diperdagangkan di pasar

internasional, sedangkan input kategori kedua adalah input yang tidak dapat

diperdagangkan di pasar internasional. Menurut Kadariah (1978), yang disebut

dengan tradable goods adalah barang yang: (1) sekarang di ekspor atau diimpor,

(2) bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang di ekspor

atau diimpor, (3) komoditas selain diatas dan dilindungi oleh pemerintah, yang

sebenarnya dapat diperdagangkan secara internasional.

Menurut Pearson et al. (1989) ada dua pendekatan yang digunakan untuk

mengalokasikan biaya kedalam komponen domestik dan asing, yaitu pendekatan

Page 13: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

76

total dan pendekatan langsung. Pada pendekatan total, setiap biaya dari input

tradable produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing.

Pertambahan input tradable diasumsikan dipenuhi dari produk domestik.

Pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen domestik dilindungi,

sehingga tambahan penawaran input tradable datang dari produsen domestik.

Sedangkan pendekatan langsung mengasumsikan bahwa seluruh biaya input

tradable, baik diimpor maupun produksi domestik, dinilai sebagai komponen

biaya asing. Pendekatan ini dipergunakan apabila tambahan permintaan input

tradable baik barang yang diimpor maupun produksi domestik dapat dipenuhi dari

perdagangan internasional. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dalam

mengalokasikan biaya komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable),

adalah pendekatan total.

4.4.5. Penentuan Harga Bayangan

Dalam penelitian ini untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat

harga, yaitu harga pasar (harga privat atau harga aktual) dan harga bayangan

(harga sosial atau harga ekonomi). Harga pasar adalah tingkat harga pasar yang

diterima petani dalam penjualan hasil produksinya (hasil panen) atau tingkat harga

yang dibayar dalam pembelian faktor produksi.

Perhitungan harga bayangan menurut Gittinger (1986) dapat dilakukan

dengan mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan pemerintah seperti subsidi,

pajak, penentuan upah minimum dan lain-lain. Untuk komoditas yang tradable,

harga bayangan input dan output dari usaha ternak sapi dalam kelompok ekspor

didekati dengan harga FOB (Free on Board) yaitu harga barang di pelabuhan

Page 14: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

77

ekspor. Sedangkan harga bayangan dalam kelompok yang diimpor didekati

dengan harga CIF (Cost Insurance Freight), yaitu harga barang pelabuhan impor.

1. Harga Bayangan Output

Untuk output yang sedang atau kemungkinan diimpor, harga yang digunakan

adalah CIF (Cost Insurance Freight) ditambah pengeluaran transfer atau biaya

tataniaga lainnya (Simatupang dan Rusastra, 1990). Komoditas daging sapi

merupakan salah satu output yang diimpor.

2. Harga Bayangan Lahan

Menurut Pearson et al. (2005) penentuan harga bayangan lahan dapat

dilakukan melalui cara : (1) Pendapatan bersih usaha ternak atau tanaman

alternatif terbaik yang biasa ditanam pada lahan tersebut, (2) nilai sewa yang

berlaku di daerah setempat, (3) nilai tanah yang hilang karena proyek, dan (4)

tidak dimasukkan dalam perhitungan sehingga keuntungan yang didapat petani

merupakan return to management and land. Dalam penelitian ini harga

bayangan akan ditetapkan sesuai dengan yang diusulkan Gittinger (1986) yaitu

berdasarkan nilai sewa lahan. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa

mekanisme pasar lahan di pedesaan berjalan baik.

3. Harga bayangan Tenaga kerja

Pearson et al. (2005) menyatakan bahwa peneliti tidak banyak menemukan

divergensi yang mempengaruhi pasar tenaga kerja di Indonesia. Distorsi tidak

begitu signifikan karena ketentuan upah minimum tidak berlaku di sektor

pertanian. Menurut Gittinger (1986) tenaga kerja di pedesaan umumnya bukan

tenaga ahli dan kenyataan yang ada masih terdapat pengangguran. Dalam

Page 15: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

78

penelitian ini pengukuran harga bayangan tenaga kerja mengacu pada

pendekatan produk marginal, dimana sebenarnya produk marginal masih dapat

ditingkatkan. Sehingga tingkat upah bayangan diduga lebih rendah dari upah

aktual. Tingkat upah bayangan adalah upah aktual dikali persentase penduduk

yang bekerja.

4. Harga bayangan Sapi Bakalan

Sumber bibit atau bakalan sapi diperoleh dari hasil persilangan sapi impor dan

lokal. Untuk itu harga bayangan bibit diasumsikan 50 persen terdiri dari

komponen tradable dan 50 persen terdiri dari komponen domestik. Untuk

komponen domestik diasumsikan harga bayangan sama dengan harga pasarnya

(harga di lokasi usaha). Sedangkan untuk komponen tradable yang berasal dari

impor digunakan harga CIF ditambah dengan biaya transportasi dan tataniaga

lainnya.

5. Harga Bayangan Pakan Ternak

Hampir seluruh bahan baku penyusun konsentrat (dedak dan ampas tahu) dan

juga hijauan dapat digolongkan sebagai komponen non tradable, maka harga

bayangannya diasumsikan sama dengan harga pasar, dimana didekati dengan

harga konsentrat (dedak dan ampas tahu) yang berlaku di daerah penelitian.

Untuk harga hijauan didekati dengan harga ditingkat petani yang

menggambarkan harga biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan

hijauan (didekati dengan hasil perkalian antara jumlah tenaga kerja yang

diperlukan untuk menyediakan hijauan dengan harga bayangan tenaga kerja

tiap satuan atau total hijauan). Sedangkan bahan pakan suplemen berupa

Page 16: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

79

mineral didekati dengan harga CIF ditambah biaya transportasi sampai di

lokasi penelitian.

6. Harga Bayangan Obat-obatan

Harga bayangan untuk obat-obatan walaupun sudah diproduksi di dalam negeri

namun sebagian bahan bakunya masih diimpor, sehingga harga bayangan

untuk mineral dan obat-obatan berdasarkan harga CIF ditambah dengan biaya

tataniaga lainnya.

7. Harga Bayangan Kandang dan Peralatan

Harga bayangan kandang menurut Pearson et al. (2005) dapat dihitung dengan

menggunakan Capital Cost Recovery Factor (CRCF), yang merupakan cara

penghitungan yang sederhana yang memperhitungkan tingkat bunga modal

(sebagai balas jasa untuk modal atau return to capital) dan biaya penyusutan

investasi (return of capital). Dalam penelitian ini sebagian besar bahan

bangunan kandang dan peralatan merupakan hasil produksi domestik, maka

harga bayangan kandang dan peralatan sama dengan harga privat yang dihitung

berdasarkan nilai penyusutannya.

8. Harga Bayangan Nilai Tukar Rupiah

Harga bayangan nilai tukar uang adalah harga uang domestik dalam kaitannya

dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang pada kondisi

persaingan sempurna. Salah satu pendekatan untuk menghitung harga

bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat

keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar

uang, semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor dihilangkan.

Page 17: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

80

Keseimbangan nilai tukar uang dapat dihitung mengunakan Standard

Conversion Factor (SCF) sebagai faktor koreksi terhadap nilai tukar resmi

yang berlaku. Tsakok (1990) mengemukakan formula sebagai berikut :

OER SCF = SER OER SER = SCF Nilai dari barang dagang pada border price Atau SCF = Nilai dari barang dagang pada harga domestik Xt + Mt

Atau SCF = (Xt – TXt) + (Mt + TMt) dimana : SCF = Standard Conversion Factor ( faktor konversi standar tahun ke-t) SER = Shadow Exchange Rate (nilai tukar bayangan tahun ke-t) OER = Official Exchane Rate (nilai tukar resmi pemerintah) Xt = Nilai Ekspor tahun ke-t (Rp) TXt = Pajak Ekspor tahun ke-t (Rp) Mt = Nilai Impor tahun ke-t (Rp) TMt = Pajak Impor tahun ke-t (Rp)

Berdasarkan uraian diatas, dimana komponen input dalam analisis ini

dipisahkan antara komponen tradable dan komponen non tradable (domestik),

maka secara ringkas harga bayangan dan komponen masing-masing input

ditunjukkan oleh Tabel 5 dan Tabel 6.

Page 18: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

81

Tabel 5. Harga Privat dan Sosial Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam

Uraian Harga Privat

Harga Bayangan (Sosial)

1. Output Harga yang berlaku dipasar Harga perbatasan CIF + ongkos angkut dari pelabuhan ke pasar tingkat kecamatan (Pearson et all. 2005)

2. Lahan Sewa lahan (Private Opportunity Cost)

Sama dengan harga privat

3. Tenaga Kerja Tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian.

Berdasarkan konsep produk marginal (Gittinger,1986) Mempertimbangkan tingkat pengangguran, sehingga 93% dari upah aktual.

4. Bakalan

Harga yang dibayarkan peternak

50% komponen tradable dan 50% komponen non tradable. (jenis sapi yang dipelihara hasil persilangan sapi asal impor dengan sapi lokal)

5. Pakan • Mineral • Pakan domestik :

- Dedak dan ampas tahu: Harga yang berlaku

- Hijauan : Jam kerja untuk

mencari hijauan dikali tingkat upah

Harga perbatasan CIF + ongkos angkut dari pelabuhan ke pasar tingkat kecamatan Sama dengan harga privat Sama dengan harga privat

6. Obat-obatan Harga yang berlaku + biaya untuk dokter hewan

Harga Perbatasan CIF + ongkos angkut dari pelabuhan ke pasar tingkat kecamatan

7. Biaya Kandang dan Peralatan

Biaya Penyusutan kandang dan peralatan

Sama dengan harga privat

8. Nilai Tukar Nilai tukar yang berlaku pada saat penelitian berlangsung

Keseimbangan nilai tukar uang yang didekati dengan menggunakan Standard Conversion Factor (SCF)

Page 19: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

82

Tabel 6. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Tradable dan Komponen Biaya Domestik

Jenis Biaya Komponen

Tradable (%) Komponen

Domestik (%) Sapi bakalan 50.00 50.00

Hijauan 0.00 100.00

Dedal 0.00 100.00

Ampas Tahu 0.00 100.00

Mineral 80.00 20.00

Tenaga Kerja 0.00 100.00

Obat-obatan 80.00 20.00

Urea 33.70 64.30

Kandang 0.00 100.00

Peralatan 0.00 100.00

Sewa lahan 0.00 100.00

Transportasi 54.47 45.53

4.5. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, dimana dilakukan masing-

masing ataupun dengan mengkombinasikan beberapa variabel. Berdasarkan

beberapa penelitian terdahulu yang telah diuraikan dalam Bab sebelumnya,

menyatakan bahwa nilai elastisitas jangka pendek maupun jangka panjang

menunjukkan bahwa perubahan produksi daging sapi dalan negeri relatif paling

respon terhadap perubahan harga daging sapi dalam negeri dan harga ternak sapi

(Kariyasa, 2004). Disamping itu hasil lainnya yang menunjukkan bahwa kenaikan

harga input produksi pada usahaternak sapi juga menurunkan produksi (Priyanti,

2007). Kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar

Page 20: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

83

dengan menentukan harga input atau output. Oleh karena itu pada penelitian ini

komponen input (pakan dan pupuk) serta harga output dianggap sangat

berpengaruh terhadap penerimaan dan keuntungan usaha ternak yang dikaitkan

dengan keunggulan kompetitif dan komparatif pada usaha penggemukan sapi

potong.

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis

suatu aktivitas ekonomi jika terjadi perubahan dalam perhitungan biaya dan

manfaat. Dalam analisis sensitivitas usaha penggemukan sapi potong dilakukan

simulasi yang selanjutnya akan dilakukan analisis sensitivitas untuk memperoleh

bentuk kebijakan yang efektif, yaitu :

1. Analisis sensitivitas harga input (pakan) naik 20 persen

2. Analisis sensitivitas harga output turun sebesar 15 persen.

3. Analisis sensitivitas harga pupuk naik 15 persen

4. Analisis sensitivitas gabungan dari butir 1 dan 2 serta 2 dan 3.

Dasar pertimbangan dari analisis kepekaan di atas sebagai berikut :

1. Komponen pakan merupakan porsi terbesar dalam biaya produksi usaha

ternak sapi potong. Dimana 60-70 persen dari biaya yang dikeluarkan adalah

untuk pakan. Disamping itu harga pakan juga berfluktuasi dari waktu ke

waktu. Dari tahun 2002-2008 kenaikan harga bahan baku pakan ternak

bervariasi dengan rata-rata 18.3 persen. Dengan demikian berarti tingkat

perubahan harga pakan mendekati 20 persen. Oleh karena itu perubahan

terhadap harga pakan akan mempengaruhi daya saing usaha ternak sapi

potong.

Page 21: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

84

2. Studi terdahulu menunjukkan bahwa perubahan produksi daging sapi dalam

negeri relatif paling respon terhadap perubahan harga daging sapi dalam

negeri dan harga ternak sapi, dan secara teori untuk peternakan rakyat

memang kedua peubah ini yang paling berpengaruh. Dari tahun 1985-2004

rata-rata kenaikan harga daging sapi dalah 14.3 persen atau mendekati 15

persen. Untuk itu sangat menarik untuk mengetahui perubahan daya saing

jika terjadi kenaikan harga daging sapi domestik sebear 15 persen.

3. Harga Eceran Tertinggi (HET) merupakan harga jual pupuk yang ditetapkan

oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian. Harga

HET pupuk urea periode 2005-2009 meningkat sekitar 15 persen

(Departemen Pertanian, 2009).

4.6. Definisi Operasional Variabel

Masing-masing variabel dan pengukurannya perlu dijelaskan agar

diperoleh kesamaan terhadap konsep-konsep dalam penelitian ini :

1. Pertambahan bobot badan sapi (Y) adalah kenaikan bobot badan sapi selama

periode pemeliharaan yang diperoleh dari pengurangan berat badan akhir

pemeliharaan dan berat awal pemeliharaan, yang dalam analisis didekati

dengan pertambahan bobot badan selama 14.3 bulan (rata-rata periode

pemeliharaan) dalam satuan kilogram.

2. Hijauan (X1) merupakan jumlah hijauan yang diberikan selama periode

pemeliharaan dalam satuan kilogram.

3. Konsentrat (X2) adalah jumlah konsentrat yang terdiri dari dedak, kulit ubi,

dan mineral dalam satuan kilogram.

Page 22: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

85

4. Tenaga Kerja (X3) adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam

proses produksi usaha penggemukan sapi potong selama periode

pemeliharaan yang dihitung dalam Hari Orang Kerja (HOK), dimana satu

HOK adalah 8 jam bekerja sehari. Nilai satu HOK dihitung dengan upah

setara kerja pria.

5. Pengeluaran obat-obatan (X4) adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

pembelian obat-obatan berupa vitamin, antibiotik, dan obat cacing selama

periode pemeliharaan dalam Rupiah.

6. Dummy umur bakalan (X5) adalah umur sapi bakalan yang dunakan saat

memulai penggemukan, yaitu : sapi bakalan dikatakan cukup umur jika sapi

bakalan tersebut sudah ganti gigi (umur minimal 1 tahun).

7. Dummy Penguasaan ternak (X6) adalah berkaitan dengan status kepemilikan

ternak, dimana status kepemilikan ternak terdiri dari milik sendiri dan bagi

hasil.

8. Umur peternak (Z1) adalah usia peternak responden yang melakukan usaha

penggemukan sapi potong pada saat penelitian berlangsung dinyatakan dalam

tahun.

9. Pendidikan formal peternak (Z2) adalah jumlah total waktu yang dibutuhkan

peternak untuk menempuh pendidikan formal mulai dari SD hingga

pendidikan terakhirnya, dinyatakan dalam tahun.

10. Pengalaman peternak (Z3) adalah lamanya waktu yang telah dilalui peternak

sejak pertama kali mulai mengusahakan penggemukan sapi potong hingga

saat penelitian dilakukan, dinyatakan dalam tahun.

Page 23: IV. METODOLOGI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: ... Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong

86

11. Dummy status usaha (Z4) adalah terkait dengan peran usaha tersebut bagi

peternak, yaitu sebagai usaha utama atau usaha sampingan.

12. Periode Pemeliharaan adalah waktu yang dibutuhkan untuk memelihara sapi

potong mulai dari awal pemeliharaan sapi bakalan sampai sapi tersebut dijual.

Dalam analisis produksi, periode pemeliharaan yang digunakan adalah

periode pemeliharaan rata-rata dari peternak responden dalam satuan bulan.

13. Harga bayangan adalah harga input atau output yang dihitung dengan semua

distorsi dikeluarkan, atau dengan asumsi pasar bersaing sempurna.

14. Input tradable adalah input yang dapat diperdagangkan di pasar internasional,

baik yang diekspor maupun diimpor.

15. Input domestik (non tradable) adalah input yang tidak diperdagangkan di

pasar internasional, dimana diproduksi di dalam negeri dan digunakan untuk

kebutuhan dalam negeri pula.

16. Harga Perbatasan (border price) adalah harga input atau output yang berlaku

dipelabuhan, yaitu Cost Insurance Freight (CIF) untuk yang diimpor dan

Free On Board (FOB) untuk yang diekspor, dimana dikonversi kedalam

Rupiah.