60
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemandirian aparatur dalam pelaksanaan tugas menunjukkan kemampuan dan keterampilan serta pengalaman terhadap pekerjaan yang dikerjakannya. Hasil pekerjaan yang dicapai menunjukkan kinerja dari aparatur yang ditempatkan pada masing-masing unit kerja di dalam instansi pemerintah. Olehnya itu dibutuhkan adanya peningkatkan kinerja melalui kualitasm kuantitas dan kerjasama. Hal ini merupakan tanggung jawab yang diimplementasikan dalam pelayanan administrasi. Pelayanan dalam pemerintahan senantiasa diiringi dengan kepentingan-kepentingan yang membuat pelayanan terkesan berpihak pada kelompok tertentu. Hal ini sering membuat konflik dalam penyelenggaraan birokrasi sehingga administrasi pemerintahaan tidak dapat dikelola dengan 1

Jacob Breemer

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kinerja DPRD Konsel

Citation preview

Page 1: Jacob Breemer

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemandirian aparatur dalam pelaksanaan tugas menunjukkan kemampuan

dan keterampilan serta pengalaman terhadap pekerjaan yang dikerjakannya. Hasil

pekerjaan yang dicapai menunjukkan kinerja dari aparatur yang ditempatkan pada

masing-masing unit kerja di dalam instansi pemerintah. Olehnya itu dibutuhkan

adanya peningkatkan kinerja melalui kualitasm kuantitas dan kerjasama. Hal ini

merupakan tanggung jawab yang diimplementasikan dalam pelayanan administrasi.

Pelayanan dalam pemerintahan senantiasa diiringi dengan kepentingan-

kepentingan yang membuat pelayanan terkesan berpihak pada kelompok tertentu.

Hal ini sering membuat konflik dalam penyelenggaraan birokrasi sehingga

administrasi pemerintahaan tidak dapat dikelola dengan baik. Penyelenggaraan

tugas dan tanggung jawab tidak lepas konteks pelayanan.

Pelayanan memiliki konsepsi yang beragam, tergantung dimana pelayanan

itu dibutuhkan. Dalam pemerintahan, pelayanan dibutuhkan untuk melayani publik

dan melayani birokrasi. Hingga kini, prestasi kerja yang dicapai oleh setiap aparatur

bertitik pangkal pada kemampuan dan pengalaman aparatur tersebut menerapkan

konsep pelayanan menurut dirinya sendiri. Patuh dan Taat pada peraturan dan

undang-undang yang diberlakukan menggambarkan adanya konsep pelayanan yang

dijalankan untuk mengaplikasikan kepatuhan dan ketaatan tersebut.

1

Page 2: Jacob Breemer

Pelayanan yang dilakukan dengan baik oleh setiap aparatur, menunjukkan

sikap dan perilaku serta etos kerja yang baik yang pada gilirannya akan

menghasilnya prestasi kerja, olehnya pelayanan selalu mendapat perhatian melalui

dimensi-dimensi pelayanan yang terdiri dari bentuk fisik (tangible), perhatian

(emphaty), keandalan (reliability), daya tanggap (responsibility) dan jaminan

(assurance). Hal ini berkaitan dengan kualitas layanan yang harus dicerminkan oleh

aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Produk pelayanan yang diekspresikan melalui bentuk fisik (tangible),

perhatian (emphaty), keandalan (reliability), daya tanggap (responsibility) dan

jaminan (assurance) dalam lingkungan pemerintahan adalah pelayanan

administrasi. Administasi termasuk di dalamnya administrasi publik yang

dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan dalam mewujuskan pemerintahan yang

baik (good governance).

Pelayanan administrasi dengan bukti fisik mencakup penggunaan fasilitas

kantor untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan, sedangkan perhatian dalam

pelayanan tersebut ditujukan untuk memperoleh informasi dan memberikan

informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. Keandalan yang ada dalam

pelayanan administrasi pemerintahan adalah kemampuan aparatur dengan daya

tanggap dan jaminan terhadap pekerjaan yang dikerjakan. Namun demikian tidak

semua kegiatan pelayanan dapat terlaksana dengan baik, oleh karena lemahnya

sumber daya manusia yang ada di dalam instansi/lembaga pemerintahan tersebut.

2

Page 3: Jacob Breemer

Instansi/lembaga pemerintahan dituntut untuk dapat meningkatkan

pelayanan terhadap publik dan administrasi, tetapi keusangan pegawai, kompetensi

serta komitmen kerja yang semakin menurun membuat hasil yang diharapkan tidak

dapat diwujudkan. Hal ini terjadi pada hampir semua instansi/lembaga

pemerintahan termasuk Sekretariat DPDR Kabupaten Konawe Selatan. Instansi ini

memiliki tugas pokok dan fungsi dalam menunjang pelaksanaan pemerintahaan

dibawah Bupati. Dari tugas pokok dan fungsi tersebut tercantum berbagai harapan

untuk diwujudkan, namun kenyataannya aparatur bekerja hanya untuk mematuhi

aturan dan perintah pimpinan dalam hal ini Kepala Sekretariat DPRD Kabupaten

Konawe Selatan dalam memberikan pelayanan kepada anggota dewan. Pelaksanaan

tugas dan pekerjaan yang diatur oleh Kepala Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe

Selatan, bahkan pekerjaan yang akan dikerjakan harus disetujui oleh pimpinan

untuk mendapatkan rekomendasi. Hal ini ditujukan untuk nengendalikan kegiatan

aparatur dan membatasi kebijakan dewan yang sering memberikan perintah

langsung kepada aparatur tanpa melalui pimpinan sehingga pelaksanaan pekerjaan

menjadi tidak efektif. Sementara itu pimpinan mengharapkan adanya pelaksanaan

tugas yang efektif untuk memberikan pelayanan kepada anggota DPRD Kabupaten

Konawe Selatan. Disisi lain banyak anggota dewan yang membutuhkan pelayanan

yang prima, salah satu sisinya adalah pelayanan administrasi. Anggota DPRD

dengan bebas menentukan perintahnya untuk dilaksanakan, sedangkan aparatur

yang ada memiliki kualitas yang berbeda-beda. Hal ini juga sering mempengaruhi

pelayanan aparatur, olehnya itu diharapkan adanya peningkatan pelayanan aparatur.

3

Page 4: Jacob Breemer

Sehubungan dengan hal tersebut penyelenggaraan pemerintahan pada

Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan ditunjang oleh 54 pegawai yang

terdiri dari 44 pegawai tetap dan 10 orang pegawai tidak tetap. Instansi tersebut

menyelenggarakan pelayanan administrasi kepada anggota dewan Kabupaten

Konawe Selatan. Kinerja pegawai dikendalikan dengan struktur organisasi kerja

yang dirancang untuk memperlancar kegiatan pada instnasi pemerintah tersebut.

Namun selama ini kegiatan yang ada pada Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe

Selatan lebih banyak di kuasai oleh anggota dewan yang senantiasa memberikan

tugas langsung kepada para pegawai sehingga pelaksanaan tugas terkesan tidak

produktif. Hal ini diperoleh dari wawancara dengan Kepala Sekretariat DPRD

Kabupaten Konawe Selatan bahwa pimpinan DPRD lebih mengambil alih

kepemimpnan dalam pelaksanaan tugas dan setiap aparatur harus patuh pada

perintahnya. Disisi lain Kepala Sekretariat memiliki kekuasaan terhadap stafnya

dalam menjalankan tugas, salah satu sisinya adalah melaksanaan tugas-tugas

administrasi dan birokrasi di DPRD Kabupaten Konawe Selatan.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kinerja Aparat Dalam

Meningkatkan Pelayanan Pada Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

permasalahan yang dikaji adalah:

1. Bagaimana gambaran kinerja aparat dalam meningkatkan pelayanan pada 4

Page 5: Jacob Breemer

Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan.

2. Apakah faktor pelayanan berpengaruh terhadap kinerja aparat pada Sekretariat

DPRD Kabupaten Konawe Selatan.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menggambarkan kinerja aparat dalam meningkatkan pelayanan pada

Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan;

2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja aparat pada

Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai pengembangan ilmu manajemen sumber daya manusia khususnya

peningkatan kinerja sebagai bagian dari kajian manajemen sumber daya

manusia;

2. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan

judul penelitian ini;

3. Sebagai informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan

pengembangan karir dan sumber daya aparat;

4. Sebagai bahan masukan kepada pimpinan instansi bersangkutan dalam

mengembangkan karir pegawai;

5

Page 6: Jacob Breemer

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kinerja

Denhardt Janet dan Robert B. Denhardt (2003 : 110) mengemukakan bahwa

kinerja pelayanan publik di Indonesia yang masih terlihat belum professional

memang tidak terjadi begitu saja sebagai suatu yang dapat dibenarkan (taken for

granted), namun merupakan konsekuensi dari adanya desain birokrasi Indonesia

yang memang tidak dipersiapkan sebagai ‘pelayanan masyarakat’ [public service].

Kinerja merupakan suatu kesuksesan seseorang didalam melaksanakan

suatu pekerjaan, dan dipertegas lagi oleh Lawler dan Poter yang menyatakan bahwa

kinerja adalah kemampuan peran dalam mencapai hasil (succesfull role achievment)

yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (As’ad, 1997 : 46-47).

Dari batasan tersebut As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang

dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk suatu pekerjaan yang

bersangkutan. Hal tersebut sejalan dengan Dharma (1993 : 30-31) yang menyatakan

bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai atau sesuatu yang dikerjakan berupa

produk maupun jasa yang diberikan oleh seseorang atau kelompok orang.

Suprianto (2000 : 7) mengatakan bahwa kinerja adalah kemampuan kerja

seseorang dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang dilakukannya. Kinerja

merupakan bagian penting dari produktivitas, jika kinerja seorang karyawan baik,

maka dengan sendirinya produktivitasnya akan meningkat dan sebaliknya.

Vroom dalam As’ad (1997 : 48) mengemukakan bahwa

6

Page 7: Jacob Breemer

Tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan disebut tingkat kemampuan kerja (level of performance). Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif.

Swasto (1996 : 30) mengemukakan bahwa

Kinerja merupakan sarana penentu dalam suatu proses untuk mencapai tujuan organisasi, dengan demikian kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat diukur berdasarkan ukuran tertentu dan dalam kesatuan waktu.

Handoko (1995 : 135) mengemukakan bahwa

Kinerja adalah proses melalui kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan tugas mereka.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja

merupakan sauatu proses pencapaian hasil pekerjaan dengan menggunakana sarana

penentu kesatuan waktu tertentu.

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk

menyelesaikan pekerjaan seseorang dengan mengutamakan pendidikan,

keterampilan, dan pengalaman pada bidang pekerjaan masing-masing (Veithzal

Rivai, 2005 : 309).

Otonomi daerah menuntut aparatur pemerintah yang berkemampuan dan

memiliki kinerja yang tinggi, sehingga masyarakat secara nyata memperoleh

manfaat dari adanya otonomi. Menurut Ginanjar Kartasasmita (1996:348), agar

tujuan dan usaha pembangunan dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah

perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan unsur yang amat

penting dalam upaya meningkatkan otonomi daerah, yaitu kemantapan

7

Page 8: Jacob Breemer

kelembagaan dan ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai, khususnya

aparatur pemerintah daerah. Dengan demikian peningkatan kinerja aparatur

pemerintah daerah sangat penting dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang

baik dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan

bertanggungjawab.

Kinerja atau prestasi berasal dari bahasa Inggris "Performance". Menurut

Bernardin and Russel (1993),"Performance" diartikan sebagai :

The record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period (catatan tentang hasil yang telah diperoleh dari pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).

Manajemen kinerja, menurut Rucky, (2001:53), dapat diartikan sebagai

upaya, kegiatan atau program yang diprakarsai oleh suatu organisasi guna

merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi kerja pegawainya.

Sedangkan manajemen kinerja dikembangkan untuk tujuan-tujuan sebagai

berikut :

a. Meningkatkan prestasi kerja individu, kelompok dan organisasi, karena sasaran

kerja dan standar prestasi yang harus dicapai ditetapkan bersama dan hasil yang

dicapai dinilai secara obyektif dan imbalan dikaitkan dengan hasil kerja;

b. Memberi kesempatan kepada pegawai untuk menyampaikan umpan balik

kepada organisasi;

c. Mendorong minat untuk mengembangkan diri, karena pegawai melihat

keterkaitan antara prestasi yang dicapai dengan imbalan dan penghargaan yang

diterima;

d. Membantu organisasi dalam menyusun program pengembangan kemampuan

pegawai, karena dengan menerapkan manajemen berbasis kinerja, diketahui

8

Page 9: Jacob Breemer

jenis-jenis pelatihan apa saja yang diperlukan masing-mas ing pegawai agar

mampu mencapai standar prestasi yang diinginkan;

Irawan (2000:54) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai hasil kerja

yang bersifat konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur. Pendapat senada

dikemukakan oleh Mangkunegara (2000:68) yang mendefinisikan kata kinerja dari

kata job performance or actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kinerja merupakan hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Prawirosentono (1999:46) mengemukakan bahwa performance (kinerja)

adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan sesuai dengan moral

dan etika. Prawirosentono (1999:75), mengemukakan beberapa faktor yang relevan

dengan penilaian kinerja pegawai yaitu kualitas dan kuantitas yang mencakup

dimensi-dimensi : (1) pengetahuan tentang pekerjaan, (2) kemampuan membuat

perencanaan dan jadwal pekerjaan, (3) pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan

yang disyaratkan, (4) produktifitas karyawan yang berkaitan dengan jumlah hasil

pekerjaan yang dapat diselesaikan, dan (5) kemampuan berkomunikasi baik dengan

sesama karyawan maupun dengan atasan.

Definisi tentang kinerja yang dikemukakan oleh Suyadi (1999:24)

merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

9

Page 10: Jacob Breemer

suatu organisasi dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

rangka mencapa tujuan organisassi yang bersangkutan sesuai dengan moral dan

etika. selanjutnya dikemukakan pula beberapa faktor yang perlu ditelaah dalam

penilaian kinerja seseorang atau sekelompok orang antara lain; (1) pengetahuan

tentang tugas atau pekerjaan dan kemampuan, membuat perencanaan dan jadwal

tugas atau pekerjaan (2) pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan yang

dipersyaratkan, dan (3) produktivitas yang berkaitan dengan jumlah hasil yang

dapat diselesaikan dan kemampuan berkomunikasi baik dengan atasan maupun

sesama karyawan. Definisi tersebut memperlihatkan bahwa masing-masing elemen

secara teoritis turut berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Seorang individu tidak

akan mampu bekerja dengan baik, jika ia memiliki kemampuan untuk mengerjakan

pekerjaan tersebut. Meskipun pekerjaan itu selesai dikerjakannya namun tidak akan

membuahkan hasil yang memuaskan, oleh sebab itu unsur pengetahuan, terutama

pengetahuan tentang bidang tugas yang dikerjakannya, sangat penting bagi orang

tersebut.

B. Pengukuran Kinerja

Menyediakan alat bagi penilaian prestasi secara obyektif dan.

Memungkinkan organisasi menerapkan sistem merit dalam pemberian imbalan atau

konpensasi karena prestasi kerja pegawai dapat diukur dengan lebih obyektif. Guna

mengukur kinerja aparatur pemerintah menurut Dwiyanto (1995:152) dapat dilihat

dari kinerja organisasi yang melaksanakan atau mengimplementasikan

kebijaksanaan. Dalam mengukur kinerja organisasi dapat dilihat dari tujuan dan

10

Page 11: Jacob Breemer

misi organisasi, akan tetapi dalam mengukur kinerja tersebut seringkali mengalami

kesulitan, hal ini dikarenakan tujuan dan misi organisasi publik seringkali kabur

dan bersifat dimensional.

Acuan yang digunakan melihat kinerja sering digunakan dua ukuran yaitu

dari cakupan dan kualitas pelayanan. Sebenarnya pengukuran kinerja punya makna

ganda, yaitu pengukuran kinerja itu sendiri dan evaluasi kinerja. Untuk

melaksanakan kedua hal tersebut terlebih dahulu harus ditentukan tujuan dan misi

dari suatu program pada organisasi tersebut secara jelas. Setelah program didesain,

haruslah sudah termasuk penciptaan indikator kinerja atau ukuran keberhasilan

pelaksanaan program, sehingga dengan demikian dapat diukur dan dievaluasi

tingkat keberhasilannya.

Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan dan tujuan

yang diharapkan. Suatu organisasi dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti

atau indikator-indikator atau ukuran pencapaian misi. Tanpa adanya pengukuran

kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atau pencapaian misi organisasi.

Sebaliknya dengan disusunnya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan

operasional yang terukur, maka dapat diharapkan tersedia pembenaran yang logis

dan argumentasi yang memadai untuk mengatakan suatu pelaksanaan program

berhasil atau tidak. Berikut ini akan dijelaskan berturut-turut penetapan indikator

kinerja dan penetapan pencapaian kinerja.

a. Penetapan Indikator Kinerja

Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan

11

Page 12: Jacob Breemer

klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan

data/informasi untuk menentukan pencapaian tingkat kinerja kegiatan/program.

Penetapan indikator kinerja tersebut didasarkan pada kelompok menurut

masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan

dampak (impact), serta indikator proses jika diperlukan untuk menunjukan

proses manajemen kegiatan yang telah terjadi. Dengan demikian indikator

tersebut dapat digunakan untuk evaluasi baik dalam tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan, ataupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Bahwa untuk

indikator kinerja input dengan output dapat dinilai sebelum yang dilakukan

selesai. Sedangkan untuk indikator outcome, benefit dan impact mungkin harus

diperoleh setelah beberapa waktu kegiatan berjalan.

b. Penetapan Pencapaian Kinerja

Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui dan menilai

capaian indikator kinerja pelaksanaan kegiatan/program dan kebijaksanaan yang

telah ditetapkan oleh organisasi. Pencapaian indikator-indikator kinerja tersebut

tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah input menjadi

output, atau proses penyusunan kebijaksanaan/ program/kegiatan yang dianggap

penting dan berpengaruh antara tingkat capaian, kinerja output tertentu dengan

proses pencapaian seperti kecepatan dan keakuratan, ketaatan pada perundang-

undangan dan keterlibatan kelompok target terkait. Dengan demikian

sesungguhnya disamping kelompok indikator menurut input, output, outcome,

benefit dan impact, juga terdapat kelompok indikator menurut proses.

Adapun bidang-bidang yang dapat mengambil manfaat dari manajemen

12

Page 13: Jacob Breemer

berdasarkan kinerja adalah :

1. Penyusunan program pelatihan dan pengembangan pegawai karena dengan

menerapkan manajemen kepegawaian berbasis kinerja, kebutuhan akan

pelatihan bagi masing-masing pegawai dapat diidentifikasikan dengan lebih

akurat;

2. Penyusunan program suksesi dan kaderisasi, karena penerapan manajemen

kepegawaian berbasis kinerja memungkinkan organisasi mengetahui potensi

yang dimiliki pegawai dengan mudah;

3. Pembinaan pegawai, khususnya dalam membantu pegawai mengatasi

hambatan-hambatan yang dihadapinya dalam melaksanakan tugas.

Menurut Fandy Tjiptoo (2000: 132), bahwa

Ukuran kinerja yang kerap kali digunakan untuk menilai layanan pelanggan terdiri atas tiga kategori yakin :

a. Unsur-unsur pra-transaksi, meliputi ketersediaan pasokan/kesediaan dan target tanggal pengiriman.

b. Unsur-unsur transaksi, terdiri atas status pemesanan, pelacakan pesanan, Bach older status, kekurangan pengiriman, keterlambatan, pengiriman, substitusi produk dan routing change.

c. Unsur-unsur paksa transaksi, terdiri atas tanggal pengiriman aktual, teratur, dan penyesuaian (adjustments)

Menurut Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer ( 2000:163), Indeks kinerja

paling umum yang digunakan untuk mengukur tingkat kinerja aparat adalah catatan

pekerjaan-pekerjaan yang berhasil diselesaikan.

Kemudian van Meter dan van Hom (1975:6) meletakkan enam variabel (dua

variabel utama dan empat variabel tambahan) yang membentuk antara

kebijaksanaan dan kinerja kebijaksanaan. Variabel-variabel tersebut adalah: (1)

13

Page 14: Jacob Breemer

standar dan tujuan kebijaksanaan, (2) sumber daya, (3) komunikasi antar lembaga,

(4) karakteristik lembaga pelaksana, (5) kondisi ekonomi, sosial dan politik, (6)

sikap aparat pelaksana.

Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses

penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan

sebelumnya, termasuk informasi atas; efisiensi penggunaan sumber daya dalam

menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan

dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan dalam

mencapai tujuan. (Robertson, 2002)

Lohman (dalam BPKP, 2000) memberikan pengertian bahwa pengukuran

kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang

diderivasi dari tujuan strategi organisasi. Whittaker (dalam BPKP, 2000)

menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang

digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas

Metode pengukuran yang berorientasi terpusatkan pada kinerja karyawan

diwaktu yang akan datang melalui pengukuran potensi karyawan atau penetapan

sasaran-sasaran kinerja dimasa mendatang. Metode-metode yang dapat digunakan

adalah :

a. Penilaian Diri, metode ini berguna bila tujuan evaluasi untuk melanjutkan

pengembangan diri.

14

Page 15: Jacob Breemer

b. Penilaian Psikologis, pengukuran ini pada umumnya terdiri dari wawancara

mendalam, test-test psikologis, diskusi dengan atasan langsung dan tinjauan

ulang (review) dengan evaluasi lainnya.

c. Pendekatan manajemen berdasarkan obyek Management By Objektif (MBO),

dalam pendekatan ini setiap karyawan dan atasan secara bersama-sama

menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.

Asosiasi DPRD Seluruh Indonesia (2003:7) mengemukakan bahwa

indikator kinerja sangat diperlukan dalam sebuah organisasi. Melalui indikator yang

jelas, pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik. Indikator kinerja tersebut

antara lain :

1) Membantu memperjelas sasaran organisasi2) Membantu evaluasi hasil dari kegiatan pemerintah3) Sebagai input bagi program insentif4) Memungkinkan konsumen untuk membuat pilihan berdasarkan informasi yang

jelas5) Memberikan indikasi standar kinerja untuk pelayanan yang dikontrakan atau

diprivatisasi.6) Memberikan indikasi tentang keefektifan dari berbagai pelayanan terhadap

pencapaian suatu kebijkan.7) Sebagai indikator awal untuk melakukan investigasi dan tindakan perbaikan8) Membantu menentukan tingkat pelayanan9) Memberikan indikasi kemungkinan penghematan.

Pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006:28) ditujukan untuk menghasilkan

informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen

maupun pemerintah. Keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis

sangat membutuhkan dukungan informasi kinerja yang membantu menilai

keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan

mengurus organisasi. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian

15

Page 16: Jacob Breemer

pencapaian target-target tertentu yang dikembangkan dari rencana strategis

organisasi dalam pencapaian tujuannya, pelaksanaan pengukuran kinerja, dan

mengimplementasikan pelaksanaan pengukuran kinerja untuk selanjutnya

dilakukan evaluasi kinerja dalam rangka pengambilan keputusan. Pengukuran

kinerja dapat disajikan pada gambar berikut:

Gambar 2.1. Bagan Pengukuran Kinerja (Mahsun, 2006:29)

Elemen-elemen pokok pengukuran suatu kinerja dikemukakan oleh Mahsun

(2006:26) sebagai berikut :

1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi4. Evaluasi kinerja.(feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas)

Handoko (2003 : 135) mengemukakan bahwa kinerja adalah proses melalui kerja

karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan

memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan tugas mereka.

Sementara itu Rivai, (2005 : 309) mendefinisikan kinerja sebagai suatu fungsi dari

motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan seseorang dengan

mengutamakan pendidikan, keterampilan, dan pengalaman pada bidang pekerjaan

masing-masing.

16

Page 17: Jacob Breemer

Menurut Gordon (dalam Rahim, 1993:134) mendefinisikan “Performance

was a function employee’s ability, acceptance of goals, level of the goals and the

interaction of the gol with their ability” definisi ini mengungkapkan bahwa kinerja

mengandung empat elemen utama, yaitu; (1) kemampuan (2) penerimaan tujuan-

tujuan dalam organisasi (3) tingkatan tujuan-tujuan yang dicapai, dan (4) interaksi

antara tujuan dengan kemampuan anggota tersebut.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja sebagaimana yang dijelaskan

sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya saling berinteraksi dalam menentukan

tingkat kinerja seseorang. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa keberhasilan seseorang

didasarkan pada tingkat kinerjanya. Begitu juga dengan tujuan organisasi di setiap

institusi. Hal ini akan memberikan arah bagi mereka dalam menyelesaikan tugas-

tugas mereka. Seberapa jauh ia mengetahui dan menerima tujuan-tujuan orgaisasi,

akan berpengaruh pada hasil pekerjaannya.

Tujuan organisasi itu diketahui dengan jelas dan dibarengi dengan

kemampuan yang cukup baik untuk menyelesaikan pekerjaan dalam rangka

pencapaian tujuan organisasi tersebut, maka dengan sendirinya pekerjaan itu akan

memberikan hasil yang memuaskan. Dengan demikian dapat dikatakan kinerja

orang tersebut akan baik jika ia memenuhi elemen-elemen sebagaimana

dikemukakan dalam definisi di atas.

Berdasarkan teori-teori di atas, kinerja pegawai dapat didefinisikan sebagai

hasil kerja yang dicapai oleh seseorang berdasarkan indikator-indikator kualitas, 17

Page 18: Jacob Breemer

kuantitas dan kerjasama, yang dicapai tata usaha dalam melakukan tugas sesuai

dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam melaksanakan

fungsi ketatatusahaan di kantor.(Siagian, 1998:168)

Wahjosumidjo, (1985:40) mengemukakan bahwa “penampilan

(performance) adalah sumbangan secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur

dalam rangka membantu tercapainya tujuan kelompok dalam suatu unit kerja”.

Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai istilah kinerja. Meski

definisi itu berbeda-beda berdasarkan visi dan misi masing-masing, akan tetapi

secara prinsip pengertian kinerja mengarah pada upaya untuk mencapai prestasi

kerja yang lebih baik.

Selanjutnya Ruki (2001:158) mengatakan bahwa “penilaian kinerja adalah

membandingkan antara hasil yang sebenarnya yang diperoleh dengan yang

direncankan”. Dan untuk itu penilaian hasil atau prestasi sendiri tidak boleh

diserahkan kepada atasan, tetapi harus dilakukan oleh bawahan sendiri karena

seyogyanya setiap orang memang mampu melakukannya.

Pendapat lain tentang kinerja dikemukakan oleh Thoha (2002), bahwa

kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua

faktor yaitu faktor individu meliputi; kemampuan, kebutuhan, kepercayaan,

pengalaman, penghargaan dan sebagainya. Adapun faktor lingkungan organisasi

meliputi : hirarki organisasi, tugas-tugas, wewenang, tanggungjawab, sistem

reward, sistem pengendalian, kepemimpinan dan sebagainya.

18

Page 19: Jacob Breemer

Wayne (1986:198) menyatakan bahwa “performance definition is a

description of what of expected of employee toward effective job performance.”

(Artinya, kinerja adalah gambaran mengenai apa yang diharapkan dari pegawai dan

kelanjutannya dari hasil kerja secara efektif).

Syarief (1989:6), mengemukakan pengertian kinerja dan tujuannya adalah,

sebagai suatu proses untuk mengukur hasil kerja yang dicapai oleh para pekerja dan

dibandingkan dengan standar tingkat prestasi, guna mengetahui sampai dimana

keterampilan telah dicapai dan kemudian dipakai sebagai pertimbangan untuk

menemukan kelemahan-kelemahan tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas nampak bahwa

kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan suatu organisasi yang dapat berupa

produk akhir (barang dan jasa) atau berbentuk perilaku, kecakapan, kompetensi,

sarana dan keterampilan fisik yang mendukung pencapaian tujuan organisasi.

Masalah kinerja ini oleh Gibson dan Donnelly (1988:115), dianalisis lebih

jauh, karena kinerja organisasi tergantung dari kinerja individu maka seorang

manajer harus mempunyai lebih dari sekedar pengetahuan dalam hal penentu

kinerja individu. Satu dari pengaruh kinerja individu yang sangat kuat adalah sistem

balas jasa organisasi. Organisasi dapat menggunakan balas jasa untuk

meningkatkan kinerja karyawan saat ini. Selanjutnya Gibson dan Donnelly

(1988:145) memberikan gambaran bahwa setiap usaha untuk mengetahui mengapa

seseorang berperilaku seperti yang dilakukan selama ini dalam organisasi

19

Page 20: Jacob Breemer

memerlukan pemahaman tentang; (1) individu yang meliputi: kemampuan,

keterampilan (mental dan fisik); (2) latar belakang yang meliputi: keluarga, tingkat

sosial dan pengalaman, serta demokrasi yang mencakup umur dan jenis

kelamin; (3) organisasi meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan dan

prosedur kerja; dan (4) psikologi meliputi: persepsi, sikap, kepribadian dan

motivasi.

Bateman, dkk. (1992:32) mengatakan bahwa, “kinerja adalah proses kerja

seseorang individu untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan

eksternal. Faktor internal dihubungkan dengan sifat-sifat orang, misalnya

kemampuan dan upaya, sementara kesulitan tugas dan keberuntungan bersifat

eksternal. Kedua tabel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Keberhasilan dan kegagalan kinerja.

Kinerja Faktor Internal(peribadi)

Faktor Eksternal(lingkungan)

Kinerja Baik1) Kemampuan tinggi2) Kerja keras

- Pekerjaan mudah- Nasib baik- Bantuan dari rekan kerja- Pimpinan yang baik

Kinerja Jelek3) Kemampuan rendah4) Upaya sedikit

- Pekerjaan sulit- Nasib buruk- Bantuan dari rekan kerja

tidak produktif- Pimpinan yang tidak

simpatik

Sumber: Bateman. at al. ( 1992)

20

Page 21: Jacob Breemer

Kemampuan (ability) merupakan kemampuan yang dimiliki pada bidang

pengetahuan dan skill manusia serta kemampuan teknologi. Kemampuan

memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. Usaha (effort)

merupakan fungsi dari kebutuhan, sasaran, harapan dan imbalan. Kemampuan besar

dalam diri manusia dapat direalisasikan, namun bergantung pada tingkat motivasi

individu atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi

prestasi tidak akan muncul apabila manajer tidak memberikan kesempatan

(opportunitry)

D. Konsep Pelayanan

Proses perancangan sistem penyampaian layanan merupakan proses kreatif

yang diawali dengan menetapkan tujuan layanan. Tujuan ini bakal menjadi

pemandu utama dalam mengidentifikasi dan menganalis semua alternatif yang bisa

digunakan untuk mewujudkannya.Setlah itu, baru dilakukan penyeleksian dan

pemelihan alternatif yang dinilai paling sesuai. Secara garis besar, perancangan

sistem penyampaian layanan meliputi aspek lokasi fasilitas, tata letal fasilata,

desain pekerjaan, keterlibatan pelanggan, pemelihan peralatan, dan manajemen

kapasitas layanan. Pada prinsipnya , proses perancangan layanan merupakan sebuah

proses yang berlangsung terus menerus. Apabila sudah mulai

diimplementasikan,berbagai modifikasi dapat saja dilakukan dalam rangka

menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan dan perubahan.

Menurut Tjiptono (2008:185) setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu

pada istilah tersebut yakni jasa (intangible) atau sektor industri spesifik seperti

21

Page 22: Jacob Breemer

pendidikan, kesehatan, telekomunikasi, transportasi, asuransi, perbankan,

perhotelan, konstruksi, perdagangan, rekreasi dan seterusnya. Sebagai layanan,

istilah service menyiratkan segala sesuatu yang dilakuakn pihak tertentu (individu

maupun kelompok) kepada pihak lain (individu maupun kelompok).

Keanekaragaman makna istilah service juga dijumpai dalam kosakata

bahasa Inggris. Kamus bergengsi Oxford Advences Learner’s Dictionary, misalnya

mendaftar 16 definisi berbeda untuk istilah service. Beberapa diantaranya adalah

sistem yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan publik, diorganisasikan oleh

pemerintah atau perusahaan swasta. Organisasi yang menyediakan sesuatu kepada

publik atay melakukan sesuai bagi pemerintah seperti prison service, civil service,

diplomatic service, fire service, health service, secret service, security service dan

social service). (Tjiptono, 2008:215)

Dalam literatur manajemen setidaknya empat lingkup definisi konsep

service (Tjiptono, 2008:219) :

a. Service menggambarkan berbagai subsektor dalam kategorisasi aktivitas

ekonomi, seperti transportasi , finansial, perdagangan ritel, personal service,

kesehatan, pendidikan dan layanan publik.

b. Service dipandang sebagai produk intangible yang hasilnya berupa aktivitas

ketimbang obyek fisik, meskipun dalam kenyataannya bisa saja produk fisik

dilibatkan.

c. Service merefleksikan proses yang mencakup penyampaian produk utama,

interkasi personal, kinerja dalam arti luar serta pengalaman layanan.

22

Page 23: Jacob Breemer

d. Service dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri dari dua komponen utama

yaitu service options yang kerap kali tidak tempak atau tidak diketahui

keberadaannya oleh pelanggan dan service delivery yang biasanya tampak atay

diketahui pelanggan.

Suatu pelayanan akan terbentuk karena adanya proses pemberian layanan

tertentu dari pihak penyedia layanan kepada pihak yang dilayani.(Barata, 2006:9)

Pelayanan dapat terjadi antara :

a) Seorang dengan seorang

b) Seorang dengan kelompok

c) Kelompok dengan seorang atau orang-orang dalam organisasi.

Pelayanan ini terjadi baik yang dilakukan atas dasar kesukarelaan masing-

masing pihak (non-komersial) tujuan komersial antar personal, ataupun karena

orang-orang mempunyai keterikatan kerja dalam organisasi yang bertujuan

komersial maupun non komersial.

Barata (2006:11) mengemukakan bahwa dalam proses pelayanan terdapat

unsur-unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu :

a) Penyedia layanan

Penyedia layanan adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu

kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan

penyerahan barang atau jasa-jasa.

b) Penerima layanan

23

Page 24: Jacob Breemer

Peneriman layanan adalah mereka yang disebut sebagai konsumen (pengguna

layanan).

c) Jenis layanan

Jenis layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada penerima

layanan terdiri dari jenis layanan yang berkaitan dengan :

1. Pemberian jasa-jasa saja

2. Layanan yang berkaitan dengan penyediaan dan distribusi barang saja

3. Layanan ganda yang berkaitan dengan kedua-duanya.

Definisi dari pelayanan diartikan oleh para ahli sangat berbeda-beda, namun

definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Pelayanan juga merupakan tindakan

yang dilakukan untuk memberikan arahan dan petunjuk kepada konsumen dalam

menggunakan suatu produk tertentu.

Indikator kualitas pelayanan ditetapkan dalam 5 (lima) dimensi utama yaitu :

1. Tangibles (kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,

komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi, dan

sebagainya).

2. Reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang

tepercaya).

3. Responsiveness (kesanggupan untuk membantu menyediakan pelayanan

secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan pelanggan)

4. Assurance (kemampuan dan keramahan, serta sopan santun pegawai dalam

menyakinkan kepercayaan pelanggan).

24

Page 25: Jacob Breemer

5. Empathy (sikap tegas tetapi perhatian dari pegawai terhadap pelanggan)

Fandy Tjiptono (2008:51) mengemukakan bahwa konsep kualitas itu sendiri

dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas

kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi

spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa

jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang

telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek kualitas

Tjiptono (2008:95) mengidetifikasikan sepuluh dimensi pokok kualitas

layayan : reliabilitas, responsivitas atau, daya tanggap, kompetensi, akses,

kesopanan (courtesy), komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami

pelanggan dan bukti diri menjadi lima dimensi pokok yaitu reliabilitas (reliability),

daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) dan bukti

fisik (tangible).

Dikemukakan juga bahwa faktor penyebab buruknya kualitas layanan yakni :

1) Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan

2) Intensitas tenaga kerja yang tinggi

3) Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai

4) Gaya komunikasi

5) Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama

6) Perluasan atau pengembangan layanan secara berkelebihan

7) Visi bisnis jangka pendek

25

Page 26: Jacob Breemer

Unsur-unsur desain layanan dalam penerapannya diilustrasikan sebagai sebagai

berikut : Sebelum sebuah rumah dibangun, tentu saja terlebih dahulu dibuat

spesifikasi dan rancangan bentuk rumah yang dikehendaki, Hal sama berlaku pula

pada desain sistem penyampaian layanan, di mana dibutuhkan adanya cetak biru

layanan(service blueprint). 1. Cetak biru layanan merupakan suatu gambar atau

peta yang secara akurat menggambarkan sistem layanan sedemikian rupa sehingga

setipa orang yang terlibat dalam penyampaian layanan tersebut dapat memahami

dan melaksanakannya secara objektif, terlepas dari apapun peranan maupun sudut

pandang individualnya (Tjiptono, 2008:115)

E. Pelayanan Aparatur

Dalam lingkungan organisasi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh

elemen-elemen kinerja yang terdiri dari teknologi (peralatan, metode kerja) yang

digunakan, kualitas dari input (termasuk material) kualitas lingkungan fisik

(keselamatan, kesehatan kerja lay-out tempat kerja dan kebersihan) iklim dan

budaya kerja organisasi (termasuk supervisi dan kepemimpinan dan sistem

kompensasi serta imbalan ( Ruki: 2001 : 20; William N. Dunn :1994 : 354). Kinerja

organisasi Pemerintah terkait erat dengan pelaksanaan tugas-tugas publik yang

prima, akuntabilitas dan kinerja dari masing-masing instansi pemerintah daerah

(Joko Widodo :2001: 206).

Kelancaran layanan instansi pemerintah sangat tergantung pada kesadaran

para petugas (aparatur) terhadap kewajiban yang dibebankan menyangkut sistem,

prosedur dan metoda yang memadai, pengorganisasian tugas-tugas pelayanan yang

26

Page 27: Jacob Breemer

tuntas, pendapatan petugas/pegawai yang cukup untuk kebutuhan hidup minimal,

kemampuan / keterampilan pegawai dan sarana kerja yang memadai (Moenir :

2000:47). Kesatuan pemahaman mengenai visi dan misi organisasi yang merupakan

indikasi budaya organisasi yang tidak tampak dan tidak disadari, tapi spontan

menjadi acuan berfikir dan berperilaku pihak-pihak yang bersangkutan (Poli,

1997:12). Transformasi perubahan paradigma budaya organisasi pemerintah

melalui pelayanan prima kepada customer (masyarakat) yang dilayani dapat

meningkatkan kepuasan masyarakat (Suprapto, 1997:32).

Penyelenggaraan pelayanan masyarakat melalui peningkatan kinerja

aparatur perlu memperhatikan prinsip; kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu,

akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan

akses, kedisiplinan, kenyamanan dan standar pelayanan publik (Suprapto : 1997

229). Kompleksifitas dan dinamika kehidupan masyarakat, berhubungan positif

dengan peningkatan kinerja aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di

lembaga-lembaga pemerintahan (Moenir, 2000 : 16). Kondisi kesejahteraan

masyarakat yang rendah, maka peningkatan kualitas aparatur amat penting dalam

menentukan peningkatan kinerja organisasi dan menunjang otonomi daerah

(Moenir, 2000 : 128).

Peningkatan kinerja organisasi pemerintah sesuai visi dan misinya dengan

menekankan pada efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur

maka organisasi pemerintah dapat lebih eksis dan mampu memenuhi harapan

(expectation) masyarakat yang dilayani (Moenir, 2000 : 166).

27

Page 28: Jacob Breemer

F. Kerangka Pemikiran

Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah DPRD

Kabupaten Konawe maka faktor sumber daya aparat dan kelembagaan sangat

memegang peranan penting. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

peningkatan, kinerja aparat dalam meningkatkan pelayanan yang baik (good service

of governance) dapat bersumber dari adanya Tangible, Emphaty, Reliabilitas,

Responsibilitas dan Assurance yang dilakukan oleh instansi aparat Sekretariat

DPRD Kabupaten Konawe Selatan, termasuk tugas-tugas pelayanan publik. Untuk

lebih jelasnya dapat disarikan pada gambar kerangka pikir berikut ini.

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

BAB III

28

Kinerja Aparat1) Kualiatas pekerjaan 2) Kuantitas pekerjaan 3) Ketepatan waktu dalam

pekerjaan(Siagian, 1998)

Pelayanana) Tangibleb) Emphatyc) Reliabilitasd) Responsibilitye) Assurance

(Fandy Tjiptomo, 2008)

Page 29: Jacob Breemer

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji kinerja aparat sekretariat DPRD

Kabupaten Konawe Selatan dalam rangka meningkatkan pelayanan, didesain

kualitatif yaitu untuk menganalisis kinerja aparat sekretariat DPRD Kabupaten

Konawe Selatan.

B. Populasi dan Teknik Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti (Sugiyono,

2006:90). Dengan demikian populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparat

Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan yang berjumlah 54 orang.

2. Sampel

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling

yaitu keseluruhan jumlah populasi digunakan sebagai responden sebanyak 54

orang.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Lapangan (Data Primer)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang

diukur dengan menggunakan skala likert sebagaimana yang tersusun

29

Page 30: Jacob Breemer

berdasarkan definisi operasional dari variabel yang diteliti yaitu kinerja

aparat dan variabel pelayanan (Y).

Dalam penelitian ini, dilakukan pula teknik wawancara untuk

memperoleh informasi melalui informan kunci (key informant) sebanyak 3

orang. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah :

a) Sekretaris DPRDb) Kepala Bagian Umumc) Staf Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatand) Kepala Bagian Keuangan

Adapun format jawaban kuisioner dengan menggunakan skala likert

(Sugiyono, 2006:107) dengan 5 alternatif jawaban yang disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 3.2 Alternatif Jawaban Kuisioner

No. Kategori Jawaban Skor12345

Sangat Tidak SetujuTidak SetujuRagu-RaguSetujuSangat Setuju

12345

2. Dokumentasi (Data Sekunder)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan juga melalui

dokumentasi yang diteliti sebagai data sekunder pada Sekretariat DRPD

Kabupaten Konawe Selatan yang menyangkut dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan penelitian seperti buku DP3 dan laporan hasil

pelaksanaan pekerjaan.

D. Teknik Analisis Data30

Page 31: Jacob Breemer

Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian digunakan analisis

deskriptif kualitatif data yang diperoleh melalui dokumentasi dianalisis secara

deskriptif. Data yang diperoleh melalui angket dioleh dengan menggunakan teknik

persentase.

E. Definisi Operasional dan Operasionalisasi Variabel.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel X adalah Kinerja dan dan

variabel Y adalah pelayanan.

Untuk memberikan pengertian yang sama kepada pembaca berikut

diberikan pengertian yang berkaitan dengan penelitian ini.

a. Kinerja aparat adalah kemampuan aparat dalam melaksanakan program yang

telah ditetapkan oleh lembaga, yang dapat dilihat pada dimensi :

1) Kualitas pekerjaan adalah ketelitian aparat dalam bekerja, berkoodinasi

dan melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaran pekerjaan.

2) Kuantitas pekerjaan adalah pelaksanaan pekerjaan atas petunjuk atasan,

kemampuan menyelesaikan pekerjaan dan tidak menunda pekerjaan yang

dikerjakan.

3) Ketepatan waktu dalam pekerjaan adalah sikap aparat pemerintah daerah

pada Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan dalam melaksanakan

pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

b. Pelayanan adalah tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan

tugas/pekerjaan pada instansi Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan,

dengan Indikator:

31

Page 32: Jacob Breemer

(a) Tagible adalah bukti fisik yang menunjukkan tempat dan ruang kerja

yang digunakan untuk melaksanakan tugas/pekerjaan di Sekretariat

DPRD Kabupaten Konawe Selatan.

(b) Emphaty adalah perhatian yang menunjukkan adanya perhatian aparat

terhadap pekerjaan yang akan dilaksanan

(c) Reliabilitas adalah keandalan yang menunjukkan kemampuan aparat

dalam pelaksanaan tugas

(d) Responsilibitas adalah daya tanggap aparat dalam pelaksanaan

pekerjaan

(e) Assurance adalah jaminan yang menunjukkan adanya jaminan terhadap

pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan aturan dan perintah pimpinan.

Untuk lebih jelasnya berikut tabel Operasionalisasi Variabel.

32

Page 33: Jacob Breemer

Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel

No. Variabel Sub Variabel Indikator

1 Kinerja Aparat (X) Kualitas pekerjaan 1. Ketelitian2. Koordinasi dan Komunikasi3. Pengawasan

Kuantitas pekerjaan 1. Petunjuk atasan2. Penyelesaiakan pekerjaan3. Tidak menunda pekerjaan

Ketepatan waktu dalam melaksanakan pekerjaan

Selesainya pekerjaan sesuai dengan jadwal

2. Pelayanan (Y) Tangible Tempat kerja yang digunakan dalam pelaksanaan tugas

Emphaty Perhatian aparat terhadap pekerjaan

Reliabilitas Keandalan aparat dalam pelaksanaan pekerjaan

Responsibilitas Daya tanggap pegawai terhadap pekerjaan yang dilaksanakan

Assurance Jaminan terhadap pekerjaan untuk diselesaikan

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku – buku

33

Page 34: Jacob Breemer

Achmad, S. Ruki, 2001; Sistem Manajemen Kineja, Performance Management System, Panduan Praktis Untuk Merancang Kinerja Prima, Cetakan Pertama, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

As’ad, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta

Barata. 2006, Manajemen Pelayanan Prima, Bina Aksara, Jakarta

Asosiasi DPRD Seluruh Indonesia, 2003, Pengukuran Kinerja Sektor Pemerintahan, Adkasi, Jakarta

Asian Development Bank, 1998. Governance in Asia: From Crisis to Opportunity, 1999 Reprinted from ADB Annual Report.

Bateman dkk, 1992, Productivity in Public and Nonprofit Organizations: Strategies and Techniques. SAGE Publications, California, USA

Blau, M. Peter dan Marshall W. Meyer. 2000. Birokrasi Dalam Masyarakat Modem, Prestasi Pustakaraya, Jakarta.

Benardin, H John & Russel AA 1993, Human Resources Management, An Experimental Approach,5 Mc Goww-Hill International Edition, Mc Graww-Hill Book Co. Singapore.

Dharma, 1993, Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Publik, Penerbit Angkasa, Bandung.

David Obsbome Ted Gaebler, 1997, Reinventing Government., How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, Penterjemah Abdul rasyid Cetakan ke tiga PT. Ikrar Mandiri Abadi Jakarta.

Deep, Sam dan Lyle Sussman, 1996; Mengefektifkan Kinerja, Saran untuk Menghadapi 44 Jenis Orang yang Menimbulkan Masalah di Lingkungan Kerja, Penerbit PT. Pustaka Binaman Presindo Jakarta.

Denhardt Janed dan Robert B. Denhart, 2003, Kempemimpinan, Terjemahan Elex Media Komputerindo, Jakarta.

Depdagri, 2001. Kebijakan Pemerintah Berkaitan Dengan Penataan Kewenangan, Kelembagaan dan Personil, DDN dan Otoda, Jakarta.

Dwiyanto, 1995. A Comparative Research Project on Rural Public Service and Local Level Civil Service Reforms, Centre for Population and Policy Studies, UGM.

34

Page 35: Jacob Breemer

Gibson dan Donnelly, 1988. Organisasi dan Manajemen: Perilaku Struktur dan Proses, diterjemahkan oleh Djoerban Wahid, Erlangga. Jakarta.Gujarati, 1998, Ekonometrika Dasar, Terjemahan Sumarno Zain, Cetakan 6 Gelora Aksara Pratama, Jakarta

Gordon dalam Rahim, 1993, Performance Of Employment, Murai Kencana, Jakarta.

Greenberg dan Robert (1995). Human Resource Management. Edisi 7 Jilid I. Alih Bahasa Benyamin Molan . PT Prenhallindo. Jakarta

Hani T Handoko, 1995 Manajejemen Personalia, BPFE-UGM, Yogyakarta.

---------------------, 2003, Manajemen, BPFE-UGM, Yogyakarta

Irawan, 2000, Manajemen SUmber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta

John M. Bryson, 2000 Strategic Planning for Organization A Guide Strengthening and Sustaining Organization Achvement, Penterjemah M. Miftahuddin Cetakan II Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Joko Widodo, 2001; Good Gonemance, Telaah dari Dimensi : Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah Penerbit dan Percetakan, Insan Cendekia Surabaya.

James C. Craig Robert M. Grant; 2002 Strategic Management (Manajemen; Strategi Sumber Daya, Perencanaan, Efisiensi, Biaya-sasaran, Cetakan ke tiga PT. Gramedia Jakarta.

Kartasasmita, Ginandjar, 1996. Pembangunan Untuk Rakyat MemadukanPertumbuhan dan Pemerataan, CIDES, Jakarta.

Leach dan Percy Smith, 2001. Local Governance in Britain, New York : Palgrave.

Lohman Brucewill, Dalam BPKP 2000, Indikator-Indikator Kinerja, BPKP, Jakarta

Louis A. Allen 1958; Management and Organization, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Tokyo.

Mangkunegara, 2000, Penilaian Prestasi Kerja, Edisi Revisi Murai Kebnca, Jakarta.

Martimer R. Peiberg (Drs. R. Turman Sirait penterjemah) 1979; Psikologi yang Efektif untuk Pemimpin, Pejabat dan Usahawan; Cv. Tulus Jaya, Jakarta.

35

Page 36: Jacob Breemer

Martin Kressburg, 1971, Public Administration in Developing Countries, Fourth Printing the Booking Institution, Washington, DC

Mashun, 2006, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE-UGM, Yogyakarta

Miftha Thoha, 2002, Perilaku Organisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Moenir, H.A.S. 2000; Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Cetakan ke empat, diterbitkan oleh PT. Bumi Aksara Jakarta.

Murthi, B.P.S, Srinivasan, K dan Kalyanaram, G. 1996. Controlling for Observed and Unobserved Managerial Skills In Determining First-Mover Market Share Advantages. Journal of Marketing Research, Vol 33 Issue, Aug. 96,329-337.

Obsbonle, David dan Peter Plastik, 2001; Banishing, Bureaucracy : The five Strategies for Reinventing Goverment, penterjemah : Abdul Rasyid Ramelan, Cetakan Kedua (Revisi) oleh Cv. Taruna Grafica Jakarta.

Pigors, Paul & Charles A. Mayers, 1952, Reading in Personnel Administration, Mc Graw-Hill Book Company, Inc, New York.

Poli, W.I.M.; 1997; Manajemen Pengendalian Mutu; Program MagisterAdministrasi Kerjasama Lan-RI-UNHAS Makassar.

Prowirosentoro, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Alfabeta Bandung.

Pearce, John. A dan Robinson, Richard, B. Jr. 1997. Manajemen Strategik Jilid I. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.

Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer 2000 The Strategies, penterjemah : Abdul Rasyid Ramelan, Cetakan Kedua (Revisi) oleh Cv. Taruna Grafica Jakarta.

Robertson, 2002, Performance Measurement, (Pengukuran Kinerja), Liberty, Yogyakarta

Ronald J. Schmidt, 1980, Public Administrations Searh for the Public, Paper disampaikan pada Konferensi Tahunan Perkumpulan Sarjana Administrasi Negara Amerika (ASP A).

Rusli Syarief,1989, Manajemen Produktivitas, Rineka Cipta, Jakarta

Santere, Rexford. E dan Bates, Laurie J., 1996. Performance and Pay in the Public Sector: The Case of The Local Tax Assessor. Public Finance Quarterly,

36

Page 37: Jacob Breemer

Vol. 24, No. 4, 481-493

Sj Sumarto, Hetifah, 2004. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance 20 Prakarsa, Inovatif dan Partisipatif di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Sondag P. Siagian, 1998; Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi Aksara Yogyakarta.

Stevin Cohen Ronald Brand, 1993; Total Quality Management in Government a Practical Guide for the Real World, First Edition New York.

Sugiyono, 2006, Metodologi Penelitian Administrasi, Alfabeta Bandung

Suprapto, J. 1997; Pengukuran Kepuasan Pelanggan untuk Menaikan Pangsa Pasar, Cetakan Pertama, diterbitkan oleh PT. Rinekacipta Jakarta.

Suprianto, 2000, Manajemen Kinerja, Cetakan Kedua, Gramedia Pustakan Utama, Jakarta

Suyadi, 1999, Penilaian Prestasi Kerja Sektor Pemerintahan, Ganecha, Bandung.

Swasto, 1996, Pengembangan Diri Dalam Menunjang Produktivitas Kerja, Rajawali Press, Jakarta

Tjiptono, Fandy. 2000; Prinsip-prinsip Quality Service (TQS) Penerbit Andi, Cetakan Pertama Yogyakarta.

Van Meter, Donal S dan van Hom, Carl E, 1975. The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework in Administration & Society, Vol. 6 No.4. Hal 445-485.

Veithzal Rivai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Murai Kencana, Jakarta

Whjosumidjo, 1985, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Binarupa Aksara, Jakarta.,

Watkins, Gordon 9. 1950; The Management of Personnel and Labor Relations, McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.

Wayne, 1986, Management Performance. Edisi Terjemahan, Liberty, Yogyakarta.

William N. Dunn, 1994; Publik Policy Analysis An Introduction, Perntice-Hall International, Inc University of Pittsbergh, Canada.

37

Page 38: Jacob Breemer

World Bank, 1996. Better Urban Services: Finding The Right Incentives. Washington DC: The Bank.

II. Dokumen

Laporan Tahunan Tahun 2005 s.d 2008.

Akbar, Bahrullah dan Nurbaya, Siti, 2000. “Akuntabilitas Daerah: Tinjauan Pemikiran Pelaksanaannya dalam rangka Otonomi Daerah". Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 01, No. 01, 5-14.

Aninim, 2004. Laporan Kepala LAN-R1 pada Rapat Koordinasi PAN Tingkat Nasional 2004 di Makassar.

Indrajaya, Edi, (2000), Studi Kebutuhan dan Kinerja Pengeluaran Pada Infrastruktur Untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Sleman", Tesis S2, Program Pasca Sarjana-UGM, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)

Makhfatih, Akhmad, 1997. Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Study kasus: Pemerintah Daerah Tingkat II di Daerah Istimewa Yogyakarta. Modul Analisis Potensi Keuangan Daerah. Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis (P3EB), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Pattipeiluhu, Deetje Ade (2001), "Akuntabilitas Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Istimewa Yogyakarta', Tesis, Program Pasca Sarjana-UGM, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan).

Saleh, Karim. HA. 2002; Otonomi Daerah DPR Sejajar Kepala Daerah, Kenapa DPRD Menolak Laporan Pertanggung Jawaban Kepala Daerah, Hasanuddin University Press Makassar

Soeratho dan Arsyad, Lincoln, 1999. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Revisi Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, Yogyakarta.

38