9
120 120 Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial Lingkungan: Studi Pengaruh Sentralitas Jaringan terhadap Partisipasi Gerakan Sosial Tolak Pabrik Semen Pada Komunitas Adat Samin di Pati Jawa Tengah Volume VI Nomor 2 Oktober 2017 ISSN 2301-9816 JURNAL KOMUNIKASI INDONESIA Dwi Retno Hapsari, Billy K. Sarwono & Eriyanto Abstrak/Abstract Kata kunci/Keywords: Fokus penelitian ini melakukan analisis struktur jaringan komunikasi dalam gerakan sosial lingkungan pada komunitas adat Samin di Pati Jawa Tengah, khususnya analisis faktor-faktor yang mempengaruhi sentralitas jaringan komunikasi dan kontribusinya untuk men- dorong partisipasi masyarakat dalam suatu gerakan sosial lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, mencakup analisis struktur jaringan komunikasi dengan UCINET dan analisis statistik dengan Path Analysis. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) struktur jaringan yang terbentuk pada Komunitas Adat Samin di Dukuh Bombong, terkait isu rencana pendirian pabrik semen memiliki kohesifitas yang rendah, pola jaringan komunikasi yang terbentuk menyebar dan mengalami fragmentasi, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat sentralitas jaringan yaitu persepsi individu dan tingkat political engagement, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi dalam gerakan sosial yaitu tingkat political engagement, tingkat keterlibatan dalam afiliasi, dan tingkat sentralitas. Dengan demikian, terbukti bahwa sentralitas jaringan komunikasi memiliki pengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam gerakan sosial “Tolak Pabrik Semen”. The focus of this research is to analyze the structure of the communication networks in the environmental social movement in Samin indigenous communities in Pati, Central Java, to study the factors affecting communication network centrality and its contribution to pro- motion of public participation in an environmental movement. This study uses quantitative and qualitative approaches, covering analysis of communication network structure with UCINET and statistical analysis with Path Analysis. The study finds that (1) network structure formed in Samin Indigenous Communities in Bombong hamlet in connection with a plan to build a cement factory has low cohesiveness, communication network patterns which are spread and fragmented, (2) factors that influence the level of the centrality of the network are perception of individuals and the level of political engagement, (3) the factors that influence the level of participation in social movements, are the level of political engagement, the level of involvement in the affiliate, and the degree of centrality. Therefore it is evident that the centrality of communication networks influences people’s participation in social movements titled “Tolak Pabrik Semen” (Against Cement Factory). Jaringan komunikasi, gerakan sosial, lingkungan, partisipasi politik, komunitas adat Samin Communication networks, social movement, environment, political participation, Samin Indigenous Community. Dwi Retno Hapsari Departemen Sains Komunikasi dan Pengem- bangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Babakan, Bogor 16680 [email protected] Billy K. Sarwono Eriyanto Pascasarjana Komunikasi UI, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Kampus UI Salemba 16424 Pendahuluan Fokus penelitian ini melakukan analisis struk- tur jaringan komunikasi, menganalisis fak- tor-faktor yang mempengaruhi sentralitas ja- ringan komunikasi dan kontribusinya untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam suatu gerakan sosial, khususnya terkait upaya pele- starian lingkungan. Penelitian ini berangkat dari fenomena gerakan sosial yang marak ter- jadi di Indonesia, terlebih sejak era reformasi tahun 1998. Gerakan sosial di Indonesia ada yang berhasil banyak memperoleh dukungan dan kurang mendapat dukungan dari mas- yarakat, seperti gerakan yang terkait dengan isu lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam yang rentan dengan konflik kepentingan.

Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

120 120

Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial Lingkungan: Studi Pengaruh Sentralitas Jaringan terhadap

Partisipasi Gerakan Sosial Tolak Pabrik Semen Pada Komunitas Adat Samin di Pati Jawa Tengah

Volume VINomor 2

Oktober 2017ISSN 2301-9816

JURNALKOmUNIKASIINdONeSIA

Dwi Retno Hapsari, Billy K. Sarwono & Eriyanto

Abstrak/Abstract

Kata kunci/Keywords:

Fokus penelitian ini melakukan analisis struktur jaringan komunikasi dalam gerakan sosial lingkungan pada komunitas adat Samin di Pati Jawa Tengah, khususnya analisis faktor-faktor yang mempengaruhi sentralitas jaringan komunikasi dan kontribusinya untuk men-dorong partisipasi masyarakat dalam suatu gerakan sosial lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, mencakup analisis struktur jaringan komunikasi dengan UCINeT dan analisis statistik dengan Path Analysis. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) struktur jaringan yang terbentuk pada Komunitas Adat Samin di dukuh Bombong, terkait isu rencana pendirian pabrik semen memiliki kohesifitas yang rendah, pola jaringan komunikasi yang terbentuk menyebar dan mengalami fragmentasi, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat sentralitas jaringan yaitu persepsi individu dan tingkat political engagement, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi dalam gerakan sosial yaitu tingkat political engagement, tingkat keterlibatan dalam afiliasi, dan tingkat sentralitas. dengan demikian, terbukti bahwa sentralitas jaringan komunikasi memiliki pengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam gerakan sosial “Tolak Pabrik Semen”.

The focus of this research is to analyze the structure of the communication networks in the environmental social movement in Samin indigenous communities in Pati, Central Java, to study the factors affecting communication network centrality and its contribution to pro-motion of public participation in an environmental movement. This study uses quantitative and qualitative approaches, covering analysis of communication network structure with UCINET and statistical analysis with Path Analysis. The study finds that (1) network structure formed in Samin Indigenous Communities in Bombong hamlet in connection with a plan to build a cement factory has low cohesiveness, communication network patterns which are spread and fragmented, (2) factors that influence the level of the centrality of the network are perception of individuals and the level of political engagement, (3) the factors that influence the level of participation in social movements, are the level of political engagement, the level of involvement in the affiliate, and the degree of centrality. Therefore it is evident that the centrality of communication networks influences people’s participation in social movements titled “Tolak Pabrik Semen” (Against Cement Factory).

Jaringan komunikasi, gerakan sosial, lingkungan, partisipasi politik, komunitas adat Samin

Communication networks, social movement, environment, political participation, Samin Indigenous Community.

Dwi Retno Hapsari

Departemen Sains Komunikasi dan Pengem-bangan Masyarakat,

Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Babakan, Bogor 16680

[email protected]

Billy K. SarwonoEriyanto

Pascasarjana Komunikasi UI, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia, Kampus UI Salemba 16424

Pendahuluan Fokus penelitian ini melakukan analisis struk-tur jaringan komunikasi, menganalisis fak-tor-faktor yang mempengaruhi sentralitas ja-ringan komunikasi dan kontribusinya untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam suatu gerakan sosial, khususnya terkait upaya pele-starian lingkungan. Penelitian ini berangkat dari fenomena gerakan sosial yang marak ter-jadi di Indonesia, terlebih sejak era reformasi tahun 1998. Gerakan sosial di Indonesia ada yang berhasil banyak memperoleh dukungan dan kurang mendapat dukungan dari mas-yarakat, seperti gerakan yang terkait dengan isu lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam yang rentan dengan konflik kepentingan.

Page 2: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

121

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume VI, Nomer 2, Oktober 2017

Sebuah teori yang dijelaskan oleh McAdam et al., (2004:15) menyebutkan bahwa untuk membuat sebuah gerakan sosial dapat dilakukan melalui tiga cara: resource mobilization theory (teori mo-bilisasi sumberdaya), political opportunity struc-ture (struktur kesempatan) dan teori frame.

Secara umum pada awalnya studi gerakan sosial seringkali mempergunakan pendekatan dan memandang perilaku kelompok yang me-nentang kebijakan negara dan sosial merupakan perilaku tidak wajar atau tindakan irasional di masyarakat. Selain itu, aspek peranan aktor in-dividual kurang mendapat perhatian. Dari segi metode, pada umumnya gerakan sosial dipelajari dengan pendekatan kualitatif. Sehingga membu-tukan pendekatan kuantitatif untuk menjelas-kan dinamika tindakan kolektif dari gambaran pola relasi atau struktur relasi sosial (Diani & McAdam, 2003:6). Hal ini merupakan peluang bagi jaringan untuk menjadi salah satu alternat-if cara untuk menganalisa proses gerakan sosial.

Jaringan bisa menjelaskan proses mobilisasi, termasuk di dalamnya partisipasi individu da-lam gerakan sosial (Diani & McAdam, 2003:7). Jaringan sosial intervensi pada saat-saat yang berbeda dalam proses panjang partisipasi indi-vidu. Jaringan membangun dan memperkuat identitas individu dengan kesadaran politik yang memungkinkan mereka untuk memperoleh keterbukaan ideologi terhadap suatu isu politik. Dalam hal ini, jaringan mengintervensi pada tahap awal proses partisipasi (Diani & McAdam, 2003:12).

Gerakan sosial dapat dilihat dari perspektif komunikasi karena gerakan sosial bagian dari penyampaian pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui media secara langsung. Cas-tells (2009:301) menjelaskan bahwa gerakan sosial terbentuk dengan mengkomunikasikan pesan kemarahan dan harapan. Struktur spesi-fik komunikasi dalam masyarakat membentuk gerakan sosial. Dengan kata lain, gerakan sosial, tumbuh dan berkembang di ruang publik melalui proses komunikasi

Studi mengenai jaringan komunikasi pada umumnya terkait dengan difusi inovasi. Studi ini awalnya dilakukan oleh Everett M.Rogers keti-ka menulis disertasi di Iowa State University mengenai proses difusi inovasi di kalangan petani. Untuk penelitiannya tersebut, Rogers menggunakan model sosiometri dari Moreno guna memetakan ikatan di antara para petani di Iowa yang menjadi objek penelitiannya. Se-dangkan penelitian ini, akan melakukan analisis faktor-faktor proses komunikasi sehingga men-jadi jaringan komunikasi dalam gerakan sosial, terkait isu lingkungan sebagai salah satu teori gerakan sosial baru. Adapun keterkaitan gera-kan sosial dengan jaringan komunikasi, karena umumnya gerakan sosial muncul sebagai suatu respon karena adanya suatu hal yang baru (ino-vasi), artinya jaringan komunikasi digunakan

untuk mengkaji sejauhmana penerimaan inovasi di kalangan masyarakat.

Jaringan komunikasi memiliki peran untuk menumbuhkan pemahaman bersama untuk melakukan tindakan kolektif (Rogers & Kincaid, 1981). Aspek jaringan komunikasi yang menjadi fokus analisis dalam penelitia ini yaitu sentrali-tas jaringan. Penulis menggunakan variabel sen-tralitas jaringan karena penelitian ini membahas gerakan sosial lingkungan yang sangat terkait dengan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini sesuai dengan pemikiran Prell (2009) yang menyatakan bahwa terkait manajemen sumber daya alam, hal yang terpenting adalah men-gidentifikasi aktor dengan kontak yang banyak dengan orang lain sehingga dapat ditargetkan untuk memotivasi jaringan dan menyebarkan informasi dengan cepat melalui jaringan. Lebih jauh, penelitian yang memperdalam mengenai keterkaitan sentralitas jaringan dengan gerakan lingkungan yaitu dilakukan oleh Tindall (2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sentralitas jaringan memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat partisipasi individu dalam ger-akan sosial. Adapun gerakan sosial lingkungan yang menjadi fokus penelitian Tindall merupa-kan gerakan dengan tipe biaya rendah hingga menengah dan resiko rendah hingga menengah (low-risk/cost-activism).

Berdasarkan uraian diatas, maka penting untuk melihat gerakan sosial dari perspektif jaringan komunikasi, khususnya terkait sen-tralitas jaringan. Disamping itu, hingga saat ini belum banyak penelitian yang mengkaji jarin-gan komunikasi dan gerakan sosial secara ber-samaan, khususnya gerakan sosial lingkungan yang termasuk tipe biaya dan resiko yang tinggi (high-risk/cost activism). Penelitian sebelumn-ya memisahkan kajian topik mengenai jaringan komunikasi dan gerakan sosial dengan pendeka-tan yang digunakan umumnya menggunakan pendekatan kualitatif.

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai jaringan komunikasi dalam gerakan sosial, dengan fokus penelitian pada gerakan lingkungan. Penulis memilih gerakan lingkun-gan karena termasuk salah satu dari empat ger-akan sosial masyarakat modern atau new social movement yang telah diidentifikasi oleh Giddens (1985) dalam Jary (2000) yaitu gerakan ekologis (lingkungan), berkepentingan untuk membatasi kerusakan lingkungan dan sosial yang dihasil-kan dari transformasi alam dengan tindakan sosial. Pembahasan gerakan lingkungan sejalan dengan pengembangan komunikasi lingkungan yang merupakan salah satu bidang dalam di-siplin komunikasi yang melintasi disiplin ilmu. Teori ini fokus pada komunikasi dan hubungan manusia dengan lingkungan (Milstein dalam Littlejohn & Foss, 2009:344)

Penelitian ini menggunakan konsep homofili karena sesuai dengan penjelasan sebelumnya

Page 3: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

122

Dwi Retno Hapsari , Billy K. Sarwono & Eriyanto, Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial Lingkungan

bahwa gerakan sosial merupakan aksi kolektif dalam konteks jejaring aktor-aktor yang diikat rasa solidaritas dan identitas kolektif yang kuat dan relatif sama. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori contagion karena idealnya gerakan sosial berkembang dan membesar se-hingga penggunaan teori contagion ini relevan untuk menggambarkan proses bagaimana aktor sentral dalam jaringan menularkan sikap kepada aktor lain sehingga terdorong untuk terlibat da-lam gerakan sosial. Komunikasi lingkungan ber-bicara mengenai relasi manusia dengan lingkun-gan (non-manusia), maka dalam penelitian ini turut menggunakan Actor-Network Theory (ANT) atau teori jaringan aktor yang memfokuskan ja-ringan aktor terdiri dari jaringan bersama-sama baik elemen teknis dan non-teknis, tidak hanya berfokus pada relasi sosial aktor manusia, tetapi juga mencakup aktor-aktor non-manusia, terma-suk alam dan lingkungan.

Jaringan KomunikasiJaringan secara sederhana bisa didefinisikan

sebagai seperangkat aktor yang mempunyai relasi dengan aktor lain dalam tipe relasi ter-tentu. Jaringan adalah seperangkat item yang disebut dengan vertices atau kadangkala disebut dengan nodes, dengan hubungan antara mer-eka yang disebut dengan edges atau ties (New-man, 2006). Jaringan sosial adalah seperangkat orang atau kelompok orang-orang dengan beber-apa bentuk kontak dan interaksi antara mere-ka (Scott, 2000). Jaringan komunikasi adalah individu-individu yang terkoneksi antara satu dengan lainnya yang dihubungkan oleh arus ko-munikasi yang terpola (Rogers & Kincaid, 1981). Hal ini memperlihatkan esensi perilaku manusia yaitu interaksi melalui pertukaran informasi an-tara satu individu dengan individu lainnya da-lam suatu sistem.

Kekuatan jaringan merujuk pada kekuatan aktor dan organisasi termasuk dalam jaringan yang membangun pusat jaringan global mas-yarakat diantara sekumpulan individu (Castells, 2009). Studi jaringan komunikasi menggambar-kan relasi aktor (bisa orang, lembaga, perusa-haan, negara dan lain sebagainya) satu dengan lainnya dalam struktur sosial tertentu. Ada dua kata kunci utama dari jaringan komunikasi yaitu aktor dan relasi.

Eriyanto (2015) menjelaskan bahwa istilah ja-ringan komunikasi (communication networks) atau jaringan sosial (social networks) setidak-nya dipakai untuk tiga hal yang berbeda yaitu sebagai teknik analisis data, metode dan teori. Metode analisis jaringan komunikasi yaitu suatu metode yang bertititik tolak dari model komuni-kasi konvergensi melandas pada teori cybernetic. Teori cybernetic memandang tingkah laku ma-nusia dari perspektif sistem-sistem yaitu suatu cara atau usaha untuk melihat dan memahami hubungan-hubungan secara keseluruhan (Rich-ard Jr, 1976 dalam Setiawan, 1989).

Penelitian jaringan dalam penelitian ini me-rupakan penelitian eksplanatif. Penelitian ini ti-dak hanya melakukan penjajakan (eksploratif), menggambarkan secara detil struktur jarin-gan dari suatu objek (deskriptif), tetapi lebih jauh menjelaskan faktor-faktor yang mempen-garuhi suatu struktur jaringan tertentu, dan apa akibat dari struktur jaringan tertentu tersebut pada komunitas atau masyarakat. Bentuk studi eksplanatif dalam penelitian ini menempatkan jaringan komunikasi dalam dua posisi yaitu sebagai variabel terikat dan variabel bebas. Studi eksplanatif yang menempatkan jaringan komunikasi sebagai variabel terikat (dependent) bertujuan ingin menjelaskan men-gapa terjadi struktur komunikasi tertentu. Di sini yang menjadi variabel terikat adalah par-tisipasi, sementara variabel bebas adalah kei-kutsertaan warga dalam jaringan sosial. Studi ini mencoba mengaplikasikan apa yang telah dil-akukan oleh Tindall (2004) yang mengkaji pen-garuh jaringan sosial terhadap keikutsertaan pada gerakan sosial. Kedua studi ini menem-patkan variabel jaringan sebagai variabel bebas (independent).

Prinsip dasar komunikasi manusia adalah adanya pertukaran ide terjadi lebih sering dian-tara individu-individu yang terlihat sama, atau homofili (Rogers, 2003:305). Secara etimologis istilah homofili berasal dari Bahasa Yunani “ho-moios” yang berarti “sama”. Pengertian secara harfiah homofili berarti komunikasi dengan orang yang sama. Homofili adalah suatu keadaan yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan da-lam sifat (attribute), seperti dalam kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya. Prinsip Homofili adalah sejauh mana pasangan yang berinteraksi itu mirip dalam ciri-ciri terten-tu. Prinsip tersebut sejalan dengan apa yang di-katakan oleh Aristotle yang dikutip oleh McPher-son, Lovin & Cook (2001:416) : ”people love those who are like themselves” yaitu orang menyukai orang yang mirip dengan dirinya. Kemiripan ini akan memunculkan ikatan, seperti pernyata-an Plato yang dikutip oleh McPherson, Lovin & Cook (2001:416): “similiarity begets friendship” yaitu kesamaan melahirkan persahabatan.

Scott L.Feld menguraikan penjelasan yang berbeda mengenai terbentuknya homofili. Feld (1981) memberi nama penjelasan homofili se-bagai foci (fokus). Feld (1981: 1016) mendefi-nisikan foci atau fokus adalah suatu relasi di mana aktor saling berinteraksi dalam aktivitas yang sama dan terorganisasi, bisa berupa tem-pat pekerja, organisasi, keluarga dan seterusnya. Foci merujuk kepada relasi antara aktor yang di-dasarkan pada aktivitas atau tujuan yang sama yang terorganisasi. Relasi ini tidak harus serta dan timbal balik (seperti pada klik), tetapi mem-punyai tujuan dan aktivitas yang sama.

Page 4: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

123

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume VI, Nomer 2, Oktober 2017

Actor-Network Theory dan ContagionTeori jaringan aktor (ANT) dikembangkan

oleh ilmuwan studi ilmu pengetahuan dan te-knologi studi -terutama Michel Callon, Bruno Latour, dan John Law. Dalam teori jaringan aktor (ANT) terdapat aktor dan jaringan. Aktor adalah semua elemen yang terhubung dalam sistem yang nantinya akan membentuk ja-ringan secara alamiah. Aktor yang mampu mengontrol aktor lain disebut sebagai aktan. Aktan memiliki kemampuan untuk bergerak masuk dan keluar suatu jaringan berdasarkan kemauan dan kepentingannya. Saat aktan me-masuki suatu jaringan, maka jaringan tersebut akan memberi nama atau julukan, aktifitas, per-hatian, serta peranan dalam jaringan tersebut. Dengan kata lain, aktan inilah elemen utama dan menjadi penggerak dalam jaringan. Kon-sep Actor Network Theory merupakan wacana yang membahas tentang entitas, baik entitas itu berupa manusia maupun bukan manu-sia (human or non-human). Latour (2005:10) menjelaskan bahwa terdapat karakteristik yang tidak tunggal di antara masing-masing entitas dalam masyarakat.

Teori penularan (contagion) berusaha untuk menjelaskan jaringan sebagai saluran untuk menularkan sikap dan perilaku. Kontak dise-diakan oleh jaringan komunikasi dalam teori penularan. Jaringan komunikasi ini berfungsi sebagai mekanisme yang mengekspos orang-orang, kelompok, dan organisasi untuk informa-si, pesan sikap dan perilaku orang lain (Burt, 1980 dalam Monge & Contractor, 2003:173). Hal tersebut dapat meningkatkan kemungkinan bahwa anggota jaringan akan mengembangkan keyakinan, asumsi, dan sikap yang sama dengan jaringan mereka.

Teori penularan mencari hubungan antara an-ggota organisasi dan jaringan mereka. Pengeta-huan, sikap, dan perilaku anggota organisasi ter-kait dengan informasi, sikap, dan perilaku orang lain dalam jaringan yang mereka terhubung. Faktor-faktor seperti frekuensi, multiplexity, kekuatan, dan asimetri dapat membentuk se-jauh mana orang lain mempengaruhi individu dalam jaringan mereka (Erickson ,1988 dalam Monge & Contractor, 2003:174). Rogers dan Kin-caid melihat ini sebagai model kovergensi dari komunikasi.

Gerakan SosialPengertian gerakan sosial lahir dari situa-

si dalam masyarakat karena adanya ketida-kadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap masyarakat. Menurut Stompzka (1993) dalam Sarwoprasodjo (2007:52), secara ringkas, gera-kan sosial adalah sekelompok orang bertindak bersama secara longgar terorganisir dengan cara tidak melembaga untuk menghasilkan perubah-an dalam masyarakat. Gerakan sosial dapat di-pandang sebagai produk perubahan sosial, teta-pi juga dapat menghasilkan transformasi sosial

berikutnya. Gerakan sosial merupakan bentuk aktivisme

civil society yang khas (Diani dan Bison, 2004 dalam Triwibowo, 2006:15). Sebagai bentuk ak-tivisme yang khas, Diani dan Bison mendefi-nisikannya sebagai “sebentuk aksi kolektif den-gan orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan da-lam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang diikat rasa solidaritas dan identitas kolektif yang kuat melebihi ben-tuk-bentuk ikatan dalam koalisi dan kampanye bersama”.

Dalam studi tentang demokrasi, civil society merupakan faktor yang dipercaya sangat penting untuk memperkuat demokrasi (Putnam, 1993; Schimitter, 1995 dikutip oleh Syadzily, 2003:75). Civil society dipercaya memperkuat political en-gagement, dan pada akhirnya political engage-ment memperkuat partisipasi politik yang mer-upakan inti dari demokrasi (Verba, Schlozman and Brady, 1995 dalam Mujani 2007). Semangat nilai-nilai kultur akan melahirkan modal so-sial yang mendorong masyarakat untuk saling bekerjasama antara satu dengan yang lainnya. Sikap saling percaya (trust) menjadi tumpuan landasan munculnya keinginan untuk berasosi-asi di masyarakat. Political engagement adalah keterlibatan dengan masalah politik secara psi-kologis, yakni dalam bentuk sikap atau orientasi terhadap politik pada umumnya. Jadi keterli-batan ini bukan dalam bentuk tindakan nyata. Hal ini yang membedakan partisipasi politik yang jelas membutuhkan adanya aksi konkret.

Keberhasilan suatu gerakan sosial utaman-ya ditentukan oleh tindakan nyata dan bisa meluas sehingga mendorong orang lain untuk berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan pernyata-an Van de Donk yang dikutip Van Aelst (2002) bahwa emosi dan partisipasi penting dalam aksi langsung dan nyata. Hal yang hampir sama di-jelaskan oleh Pizzorno dalam Political Exchange and Collective Identity in Industrial Conflict (1978) yang dikutip Rusmanto (2013:45) bahwa logika formasi identitas kolektif melibatkan par-tisipasi langsung para aktor dalam aksi kolek-tif. Menurutnya, identitas tidak bisa dibentuk melalui partisipasi tak langsung, delegasi atau perwakilan, melainkan produksi identitas meli-batkan interaksi kolektif itu sendiri.

Jaringan Komunikasi dan Gerakan SosialRootes (2002) menyatakan bahwa gerakan

lingkungan dipahami sebagai jaringan luas orang dan organisasi yang terlibat dalam aksi kolektif dalam mengejar manfaat lingkungan. Castells (2009:301) menjelaskan bahwa gerakan sosial terbentuk dengan mengkomunikasikan pesan kemarahan dan harapan. Struktur spesi-fik komunikasi dalam masyarakat membentuk gerakan sosial. Dengan kata lain, gerakan sosial, tumbuh dan berkembang di ruang publik. Keru-sakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua

Page 5: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

124

Dwi Retno Hapsari , Billy K. Sarwono & Eriyanto, Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial Lingkungan

faktor baik faktor alami ataupun karena manu-sia. Dahlan (1993:1) menjelaskan bahwa dalam pengembangan lingkungan hidup itu sendiri maka peranan manusia dan masyarakat adalah sangat menentukan, karena manusia dan mas-yarakat itu dapat berperan aktif dalam tertibnya lingkungan itu tetapi dapat juga bertindak seba-liknya yaitu merusak kelestarian lingkungan itu sendiri. Komunikasi lingkungan adalah bentuk tindakan simbolik dimana bahasa dan simbol lainnya melakukan sesuatu medium simbolik yang digunakan untuk mengkonstruksikan ma-salah lingkungan dan menegosisasikan respon yang berbeda dari masyarakat terhadap alam (Cox, 2010:20). Pengertian lain menjelaskan bahwa komunikasi lingkungan adalah aplikasi dalam pendekatan, prinsip, strategi, dan teknik komunikasi terhadap pengelolaan dan pelestari-an lingkungan (Flor, 2004:4).

Keterkaitan jaringan dengan isu lingkungan, dalam hal ini termasuk manajemen sumberdaya alam, dijelaskan oleh Prell et al., (2009:505) bah-wa jaringan memiliki pengaruh terhadap mana-jemen sumber daya. Seperti yang telah dijelaskan pada uraian mengenai komunikasi lingkungan bahwa kompleksitas isu lingkungan menyebab-kan komunikasi lingkungan berhubungan den-gan banyak bidang termasuk manajemen dan dalam konteks penelitian ini manajemen sum-berdaya alam yang dimaksud yaitu gerakan so-sial. Pembahasan terkait jaringan sangat erat dengan model komunikasi konvergensi. Rogers & Kincaid (1981: 328-329) menjelaskan mengenai prosedur analisis jaringan, berpasangan dengan model konvergensi. Terdapat peluang yang cuk-up besar dalam menggabungkan variabel jarin-gan sebagai tambahan untuk menjelaskan ting-kat perubahan perilaku individu. Littlejohn & Foss (2009:59) menjelaskan bahwa perspektif si-bernetika diperlukan dalam memahami kedalam dan kompleksitas dinamika sekumpulan orang. Sibernetika merupakan tradisi sistem-sistem kompleks yang di dalamnya banyak orang saling berinteraksi, memengaruhi satu sama lainnya.

Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan paradigma

post-positivism sebagai arahan untuk memban-tu peneliti menganalisis fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuan-titatif dan kualitatif (mix methods) untuk mem-peroleh pemahaman yang luas dan mendalam mengenai jaringan komunikasi dalam gerakan sosial, terlebih sebagian besar responden pe-nelitian ini merupakan masyarakat adat yang memiliki karakteristik yang unik atau khas. De-sain yang digunakan dalam penelitian ini ada-lah eksplanatori sekuensial yaitu desain yang mengumpulkan dan menganalisis data kuantita-tif dan kualitatif secara berurutan dalam suatu studi (Ivankova, 2006).

Responden penelitian ini adalah seluruh in-dividu masyarakat berusia dewasa (≥18 tahun)

yang tinggal di wilayah RT 01 Dukuh Bombong, Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati Jawa Tengah sebanyak 232 orang, namun yang berhasil diwawancarai sebanyak 215 orang, 17 orang tidak berhasil di wawancarai karena su-dah meninggal dunia dan pindah ke Kecamatan atau Kota lain. Adapun waktu pelaksanaan pe-nelitian sensus yaitu Bulan Desember 2015, se-belum melaksanakan proses pengambilan data penelitian, penulis melakukan penjajagan sejak Bulan Maret 2015, melakukan pra-riset pada Bulan November 2015 serta melakukan riset lanjutan untuk pendalaman data kualitatif pada Bulan Juni 2016.

Adapun tahapan dan proses penelitian ini, ter-diri dari: (1) pra-riset dilakukan dalam rangka penjajagan untuk memperoleh informasi awal dan data demografi penduduk yang akan menja-di subjek penelitian. Data demografi, khususnya nama-nama penduduk yang akan menjadi re-sponden penelitian disusun menjadi data roster; (2) survei dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh data mengenai struktur jaringan komunikasi dan data kuantitatif lainnya yang mencakup topik penelitian; (3) wawancara men-dalam dilakukan setelah prosedur survei, hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi data kuantita-tif, terlebih dalam penelitian ini terdapat temuan yang menarik dan berbeda dengan teori dan kon-sep yang telah dirumuskan pada kuesioner. Per-tanyaan mengenai jaringan komunikasi dibagi dalam tiga topik yaitu izin rencana pendirian pabrik semen, dampak rencana pendirian pabrik semen dan aksi rencana tolak pendirian pabrik semen. Tiga topik tersebut dirinci dalam dua hal yaitu menghubungi dan dihubungi.

Level Sistem: Struktur JaringanDalam penelitian ini jumlah anggota dari

jaringan cukup besar yaitu 215 orang. Akibat-nya kurang kohesif karena intensitas komuni-kasinya relatif rendah karena peluang berko-munikasi antar anggota jaringan cukup sedikit. Densitas seluruh jaringan dalam penelitian ini, berturut-turut dari jaringan 1 hingga 6 yaitu 0.002, 0.003, 0.002, 0.003, 0.002, dan 0.002. Art-inya jaringan komunikasi yang terbentuk hanya 0.2 dan 0.3 persen saja. Angka tersebut menun-jukkan kepadatan sangat rendah, sekaligus menggambarkan minimnya interaksi antar ang-gota jaringan. Dalam penelitian ini tingkat resi-prositas sangat rendah, mulai jaringan 1 hingga jaringan 6 yaitu berturut-turut hanya berkisar 0.084, 0.044, 0.103, 0.058, 0.069, dan 0.42. Art-inya terdapat ketimpangan dalam seluruh jarin-gan komunikasi yang terbentuk.

Dalam penelitian ini diamater berturut-turut jaringan komunikasi yang terbentuk: pada jar-ingan 1 jarak terjauh setiap anggota jaringan untuk bisa saling kontak adalah 5 langkah. Pada jaringan 2 jarak terjauh setiap anggota jaringan untuk bisa saling kontak adalah 4 langkah. Pada jaringan 3 jarak terjauh setiap

Page 6: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

125

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume VI, Nomer 2, Oktober 2017

anggota jaringan untuk bisa saling kontak adalah 3 langkah. Pada jaringan 4 jarak ter-jauh setiap anggota jaringan untuk bisa sa-ling kontak adalah 5 langkah. Pada jaringan 5 jarak terjauh setiap anggota jaringan untuk bisa saling kontak adalah 4 langkah. Pada ja-ringan 6 jarak terjauh setiap anggota jarin-gan untuk bisa saling kontak adalah 2 lang-kah. Hal ini menunjukkan jaringan yang relatif longgar. Sementara jarak (distance) berkisar 1 hingga 1.4 langkah relatif besar. Ke-215 aktor tersebut tidak langsung bisa mengontak aktor, tetapi melewati perantara agar bisa terhubung dengan aktor lain dalam jaringan. Data ini mem-perlihatkan pola jaringan yang menyebar dan terfragmentasi. Tingkat sentralitas jaringan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 termasuk rendah karena hanya berkisar berturut-turut: 2.2 persen, 1.6 persen, 1.7 persen, 1.6 persen, 2.2 persen dan 1.7 persen.

Level Kelompok: Identifikasi Sub-Kelompok da-lam Jaringan

Jaringan 1 ditemukan 8 klik, jaringan 2 ditemukan 20 klik, jaringan 3 ditemukan 11 klik, jaringan 4 ditemukan 20 klik, jaringan 5 ditemukan 8 klik, jaringan 6 ditemukan 12 klik. Teridentifikasi 10 aktor yang selalu ada di seluruh jaringan 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 yaitu aktor #3, 17, 29, 36, 65, 73, 81, 106, 167, dan 199. Dalam penelitian ini N-Clique secara berturut-turut dari jaringan 1 hingga jaringan 6 yaitu 26, 32, 30, 39, 29, 19. Dalam penelitian ini K-Plex secara berturut-turut dari jaringan 1 hingga jaringan 6 yaitu 109, 1266, 113, 1383, 90, dan 777. Dalam penelitian ini komponen secara berturut-turut dari jaringan 1 hingga jaringan 6 yaitu 209, 209, 208, 206, 211, dan 212. Terdapat beberapa ak-

tor yang tidak mempunyai link dengan jaringan (isolate), karena terkait topik yang dikomuni-kasikan merupakan topik yang sensitif.

Level Aktor: Sentralitas TingkatanBerdasarkan gambar jaringan ego aktor ter-

kait aksi tolak rencana pendirian pabrik semen, terlihat bahwa tokoh yang menjadi sentral yaitu tokoh #25 dan #106 dimana tokoh #25. Aktor #25 merupakan tokoh sentral sekaligus aktivis gera-kan tolak pabrik semen.

Gambar 7. Jaringan ego Aktor terkait Izin Pendirian Pabrik Semen

Berdasarkan gambar jaringan ego aktor ter-

kait izin pendirian pabrik semen, terlihat bahwa tokoh yang menjadi sentral yaitu tokoh No.25, 106, 132, dimana tokoh #25 paling banyak di-hubungi oleh 11 orang, sedangkan tokoh #106 dan #132 dihubungi oleh tiga orang.

Gambar 5. Jaringan 5 mengenai jaringan yang dihubungi responden terkait aksi

rencana pendirian pabrik semen

Gambar 2. Jaringan 2 mengenai jaringan yang menghubungi responden terkait izin

rencana pendirian pabrik semen

Gambar 6. Jaringan 6 mengenai jaringan yang menghubungi responden terkait aksi

rencana pendirian pabrik semen

Gambar 3. Jaringan 3 mengenai jaringan yang dihubungi responden terkait dampak

rencana pendirian pabrik semen

Gambar 4. Jaringan 4 mengenai jaringan yang menghubungi responden terkait

dampak rencana pendirian pabrik semen

Gambar 1. Jaringan 1 mengenai jaringan yang dihubungi responden terkait izin

rencana pendirian pabrik semen

Page 7: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

126

Dwi Retno Hapsari , Billy K. Sarwono & Eriyanto, Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial Lingkungan

Gambar 8.Jaringan Ego Aktor terkait Dampak Pendirian Pabrik Semen

Berdasarkan gambar jaringan ego aktor ter-kait dampak pendirian pabrik semen, terlihat bahwa tokoh yang menjadi sentral yaitu tokoh No.11, 25, 88, dan 106 dimana tokoh #25 paling banyak dihubungi oleh 10 orang, sedangkan to-koh #106 dihubungi oleh empat orang, tokoh #11 dan #88 dihubungi oleh tiga orang.

Gambar 9. Jaringan ego Aktor terkait Aksi Tolak Pendirian Pabrik Semen

Berdasarkan gambar jaringan ego aktor ter-kait aksi tolak rencana pendirian pabrik semen, terlihat bahwa tokoh yang menjadi sentral yai-tu tokoh #25 dan #106 dimana tokoh #25 paling banyak dihubungi oleh 7 orang, sedangkan tokoh #106 dihubungi oleh empat orang. Secara ring-kas jaringan ego aktor disajikan dalam tabel di bawah ini:

Pengaruh Jaringan Terhadap Partisipasi Gera-kan Sosial

Penelitian ini melakukan analisis statistik dengan menggunakan path analysis untuk men-getahui pengaruh variabel umur, persepsi indi-vidu, tingkat political engagement, dan tingkat keterlibatan dalam afiliasi terhadap variabel tingkat sentralitas dan tingkat partisipasi da-lam gerakan sosial. Teknik analisis jalur ini di-gunakan dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal (sebab akibat) antara variabel bebas ter-hadap tingkat sentralitas. Hasil analisis sebagai berikut. Pertama, persepsi individu signifikan berpengaruh terhadap tingkat sentralitas. Koe-fisien beta yang negatif yaitu -0.211 menun-jukkan bahwa persepsi individu berpengaruh negatif terhadap tingkat sentralitas karena isu yang dibahas dalam jaringan merupakan isu sensitif maka banyak aktor yang tidak tertarik

memperbincangkannya karena khawatir terjadi konflik antar sedulur. Kedua, Political engage-ment signifikan berpengaruh terhadap tingkat sentralitas. Koefisien beta yang poisitif yaitu 0.295 menunjukkan bahwa political engagement berpengaruh positif terhadap tingkat sentrali-tas. Semakin sering membicarakan, maka isu mengenai pendirian pabrik semen ini dianggap sangat penting untuk diperbincangkan seh-ingga terbentuk jaringan komunikasi diantara aktor-aktor tersebut. Ketiga, umur dan afiliasi tidak signifikan berpengaruh terhadap tingkat sentralitas. Hal ini karena umur dan afiliasi bagi komunitas Samin dianggap bukan hal yang penting.

Sementara pengujian statistik untuk meng-etahui pengaruh variabel bebas terhadap par-tisipasi gerakan sosial, menghasilkan temuan sebagai berikut. Pertama, political engagement signifikan berpengaruh terhadap partisipasi. Koefisien yang positif yaitu 0.474 berarti polit-ical engagement signifikan berpengaruh positif terhadap partisipasi. Kedua, afiliasi signifikan berpengaruh terhadap partisipasi. Koefisien yang positif yaitu 0.236 berarti afiliasi signifikan berpengaruh positif terhadap partisipasi. Keti-ga, tingkat sentralitas signifikan berpengaruh terhadap partisipasi. Koefisien yang positif yai-tu 0.119 berarti tingkat sentralitas signifikan-berpengaruh positif terhadap partisipasi. Keem-pat, umur dan persepsi individu tidak signifikan berpengaruh terhadap partisipasi.

Kesimpulan dan SaranBerdasarkan hasil temuan penelitian dapat

ditarik beberapa kesimpulan, antara lain: Perta-ma, struktur jaringan yang terbentuk pada Ko-munitas Adat Samin di Dukuh Bombong terkait isu rencana pendirian pabrik semen memiliki kohesifitas yang rendah karena intensitas komu-nikasi yang jarang, sehingga peluang berkomu-nikasi antar aktor jaringan sangat kecil, terlebih isu atau informasi mengenai rencana pendirian pabrik semen ini merupakan isu sensitif. Ter-dapat ketimpangan dalam seluruh pola jaringan komunikasi yang terbentuk menyebar dan men-galami fragmentasi. Tokoh sentral yang muncul pada seluruh jaringan di dominasi oleh seorang aktor, sehingga ini menjadi salah satu penyebab tidak meratanya penyebaran informasi dalam struktur jaringan komunikasi.

Kedua, mengenai peran atau kontribusi ja-ringan komunikasi terhadap partisipasi mas-yarakat dalam gerakan sosial terbukti nyata berpengaruh berdasarkan hasil analisis uji statistika bahwa aktor dengan kontak yang ban-yak dengan orang lain dapat memotivasi jarin-gan dan menyebarkan informasi dengan cepat melalui jaringan. Tokoh sentral dalam gerakan sosial “tolak pabrik semen” pada komunitas adat Samin sangat memiliki peran penting dalam membangun jaringan ke luar komunitas Samin, untuk keberhasilan pencapaian tujuan gerakan

Page 8: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

127

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume VI, Nomer 2, Oktober 2017

sosial. Berdasarkan hasil analisis statistik, faktor

yang mempengaruhi jaringan komunikasi yaitu persepsi dan tingkat political engagement. Te-muan penelitian tersebut sesuai dengan teori ko-munikasi lingkungan yang menyatakan bahwa persepsi dapat mengarahkan perilaku kita ter-hadap lingkungan dan alam sesuai. Sedangkan faktor yang mempengaruhi partisipasi gerakan sosial yaitu political engagement, tingkat keterli-batan dalam afiliasi, dan sentralitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori jaringan komunikasi dapat menganalisis ger-akan sosial, termasuk yang terkait isu lingkun-gan pada konteks komunitas adat yang kental dengan nuansa budaya. Pengaruh budaya perlu mendapat perhatian khusus dalam mengaplika-sikan teori-teori terkait jaringan dan gerakan so-sial, terlebih di Indonesia terdapat ragam budaya yang sangat banyak, sehingga perlu penyesuaian teori yang lebih sensitif budaya. Termasuk ana-lisis jaringan bukan hanya menggunakan mul-ti-teori, multi-level, multi-analisis namun juga memperhatikan multi-budaya dan multi-kon-teks. Hal tersebut sesuai dengan perspektif sis-tem yang lekat dengan jaringan dan komunikasi lingkungan.

Secara praktis, hasil peneliian ini merekomen-dasikan para pengambil kebijakan khususnya yang bersinggungan langsung dengan lingkun-gan perlu melakukan konsolidasi yang intensif

dengan masyarakat agar tidak terjadi konflik di level masyarakat. Perlu ada dialog yang ber-kesinambungan di antara pengambil kebijakan dengan masyarakat. Jaringan komunikasi yang terbentuk di masyarakat perlu menjadi perhati-an khusus dan dapat dijadikan sasaran utama untuk membuka ruang diskusi dan musyara-wah mencari titik temu yang win win solution. Perbedaan tafsir yang ada perlu diakomodir dan dimediasi oleh para pengambil kebijakan, bukan justru dijadikan alat untuk mengadu domba atau bahkan mengambil keuntungan semata bagi se-kelompok pihak, dalam hal ini bagi para pemiliki modal. Kebijakan pembangunan pemerintah per-lu melibatkan aspirasi masyarakat, mengakomo-dir berbagai pandangan sehingga menemukan titik temu. Di lain pihak, bagi masyarakat perlu adanya komunikasi yang intensif. Pemahaman tafsir ajaran budaya mengenai pelestarian ling-kungan dan lokalitas perlu diberdayakan atau perlu mendapat perhatian lebih dalam konteks gerakan sosial di Komunitas adat. Memiliki per-sepsi yang sama tidak lantas menentukan ting-kat partisipasi masyarakat dalam gerakan sosial yang tinggi, karena faktor budaya yang memba-tasi masyarakat untuk tidak melakukan aksi karena tidak sesuai dengan ajaran adat. Diperlu-kan upaya kesadaran kritis kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan motivasi untuk mau berpartisipasi aktif dalam gerakan sosial.

Page 9: Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial

128

Dwi Retno Hapsari , Billy K. Sarwono & Eriyanto, Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial Lingkungan

Castells, M. (2009). Communication Power. New York: Oxford University Press.

Cox, R. (2010). Environmental Communication and the Public Sphere. Thousand Oaks, California: Sage Publications.

Dahlan, A. (1993). Menjelang Pembangunan Berkelanjutan. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

__________. (1993). Dialog Lingkungan Hidup Pembangunan dan Kependudukan. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Diani, M. & McAdam, D. (2003). Social Movements and Networks: Re-lational Approaches to Collective Action. New York: Oxford Uni-versity Press.

Eriyanto. (2015). Analisis Jaringan Komunikasi. Jakarta: Prenada Media.Feld, S. L. (1981). The Focused Organizational of Social Ties. The Amer-

ican Journal of Sociology, 86 (5), 1015-1035.Flor, A. (2004). Environmental Communication. University of the Phlip-

pines Open University.Ivankova, N., Creswell, J.W. & Stick, S.L. (2006). Using Mixed-Methods

Sequential Explanatory Design: From Theory to Practice. Thou-sand Oaks, California: Sage Publications.

Latour, B. (2005). Reassembling The Social: An Introduction to Actor-Net-work-Theory. New York: Oxford University Press.

Littlejohn, S. W. & Foss, K. (eds). (2009). Enclyclopedia of Communi-cation Theory. . Thousand Oaks, California: Sage Publications.

McAdam, D. ,Tarrow, S. & Tilly, C. (2004). Dynamics of Contention. New York: Cambridge University Press.

McPherson, L. & Cook, J.W. (2001). Birds of a Feather: Homophily in Social Networks. Annual Review of Sociology, 27, 415-444.

Monge, P. R. & Contractor, N.S. (2003). Theories of Communication Net-works. New York: Oxford University Press.

Mujani, S. (2007). Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi dan Parti-sipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Newman, M., Barabasi, A.L. & Watts, D.J. (2006). The Structure and Dynamics of Networks. New Jersey: Princeton University Press.

Prell, C. (2012). Social Network Analysis: History, Theory and Methodolo-gy. Thousand Oaks, California: Sage Publications.

Prell, C., Hubacek, K. & Reed, M. (2009). Stakeholder Analysis and So-cial Network Analysis in Natural Resource Management. Soci-ety & Natural Resources, 22 (6), 501-518.

Rogers, E. M. & Kincaid, D.L. (1981). Communication Networks: Toward a New Paradigm for Research. New York: Free Press.

Rogers, E.M. (2003). Diffusion of Innovations. New York: Free Press.Rootes, C. (2002). Environmental Movements: Local, National, and Glob-

al. London: Frank Cass Publishers. Rusmanto, J. (2013). Gerakan Sosial: Sejarah Perkembangan Teori an-

tara Kekuatan dan Kelemahannya. Sidoarjo: Zifatama Publish-ing.

Scott, J. (2000). Social Network Analysis: A Handbook. London: Sage Publications.

Syadzily et al. 2003. Civil Society dan Demokrasi: Survey tentang Par-tisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta. Institute for Civil Society (INCIS).

Tindall, D. B. (2002). Social Networks, Identification and Participation in an Environmental Movement: Low-medium Cost Activism within the British Columbia Wilderness Preservation Movement. Cana-dian Review of Sociology, 39 (4). 413-452.

___________. (2004). Social Movement Participation Over Time: An Ego-Network Approach to Micro-Mobilization. Sociological Fo-cus, 37(2), 163-184

Triwibowo, D. (2006). Gerakan Sosial: Wahana Civil Society bagi Demokratisasi. Jakarta: LP3ES.

Sarwoprasodjo, S. (2007). Penggunaan Ruang Publik untuk Pemecahan Masalah Sosial Pedesaan. Disertasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas In-donesia.

Van Aelst, P. & Walgrave, S. (2002). New Media, New Movement? The Role of The Internet in Shaping The “Anti-Globalization” Move-ment. Dalam Van de Don, W., Loader, B.D, Nixon, P.G. & Rucht, D (eds), Cyberprotest: New Media, Citizens, and Social Move-ments (pp. 87-108). New York: Routledge.

Daftar Pustaka