Upload
-alitha-ursula-
View
378
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Konsep dan definisi angkatan kerja yang digunakan mengacu kepada The Labor
Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep
ini membagi penduduk usia kerja (digunakan 15 tahun ke atas) dan penduduk bukan
usia kerja (kurang dari 15 tahun). Selanjutnya penduduk usia kerja dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja Khusus untuk angkatan
kerja meliputi antara lain :
a. Bekerja
b. Punya Pekerjaan tapi sementara tidak bekerja
c. Mencari Pekerjaan (pengangguran terbuka)
Selain itu, dalam rangka menyesuaikan dengan konsep ILO, konsep
Pengangguran Terbuka diperluas yaitu di samping mencakup penduduk yang aktif
mencari pekerjaan, mencakup pula kelompok penduduk yang sedang mempersiapkan
usaha/pekerjaan baru, dan kelompok penduduk yang tidak mencari pekerjaan, karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan serta kelompok penduduk yang tidak
aktif mencari pekerjaan dengan alasan sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum
mulai bekerja. Penduduk Usia Kerja adalah Penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.
Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja,
atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia
kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Setengah penganggur adalah
orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang masih mencari pekerjaan
atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain. Setengah pengangguran yang
dimaksudkan defenisi itu disebut sebagai setengah pengangguran terpaksa. Sedangkan
orang yang bekerja dibawah 35 jam per minggu namun tidak mencari pekerjaan dan
tidak bersedia menerima pekerjaan lain dikelompokkan sebagai setengah
pengangguran sukarela. Tingkat pengangguran= Tingkat pengangguran terbuka
(Pengangguran terbuka dibagi Angkatan kerja dikali 100) + Tingkat pengangguran
setengah pengangguran terpaksa Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya
bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu
(termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan
ekonomi).
http://kepri-dev.bps.go.id/in/penjelasan-a-istilah/84-penjelasan-teknis/101-angkatan-
kerja
Angkatan kerja terdiri dari penduduk usia kerjayang menawarkan tenaga kerjanya dan
berhasilmendapatkan pekerjaan (employed) dan penduduk usia kerja yang
menawarkan tenaga kerjanya tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan
(unemployed).
http://ab-fisip-upnyk.com/files/Bab-03-Penawaran-Tenaga-Kerja.pdf
Sebab-sebab terjadinya pengangguran terutama disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
1. Angkatan kerja yang terus meningkat jumlahnya dan pertumbuhan
kesempatan kerja tidak seimbang dengan pertumbuhan angkatan kerja.
2. Angkatan kerja yang sedang mencari kerja tidak dapat memenuhi persyaratan-
persyaratan yang diminta oleh dunia kerja.
Dilihat dari sebab-sebab terjadinya pengangguran, dapat dibedakan ada enam jenis
pengangguran, yaitu:
1. Pengangguran friksional, yakni pengangguran yang terjadi karena kesulitan
temporer.
2. Pengangguran struktural, terjadi karena perubahan dalam struktur
perekonomian.
3. Pengangguran musiman, terjadi karena penggantian musim.
4. Pengangguran voluntary atau voluntary unemployment, yakni pengangguran
karena adanya orang yang sebenarnya masih dapat bekerja, tetapi dengan
sukarela tidak bekerja.
5. Pengangguran deflasioner atau deflasioner unemployment, yakni
pengangguran yang diakibatkan karena pencari kerja yang ingin memperoleh
pekerjaan lebih banyak dari lowongan pekerjaan yang ada.
6. Pengangguran teknologi, yakni pengangguran yang disebabkan kemajuan
teknologi.
Apabila pengangguran dibiarkan tentunya akan berdampak negatif terhadap
kegiatan ekonomi masyarakat. Bila tingkat pengangguran tinggi akan menyebabkan
tingkaty kemakmuran rendah, bahkan dapat membahayakan stabilitas negara.
Beberapa akibat pengangguran di antaranya:
terjadinya bahaya kelaparan,
tingkat pertumbuhan ekonomi rendah,
pendapatan perkapita masyarakat rendah,
angka kriminalitas tinggi.
Untuk itu perlu diupayakan cara mengatasi pengangguran, antara lain sebagai
berikut:
1. Meningkatkan mutu pendidikan,
2. Meningkatkan latihan kerja untuk memenuhi kebutuhan keterampilan sesuai
tuntutan industri modern,
3. Meningkatkan dan mendorong kewiraswastaan,
4. Mendorong terbukanya kesempatan usaha-usaha informal,
5. Meningkatkan pembangunan dengan sistem padat karya,
6. Membuka kesempatan kerja ke luar negeri.
http://ineconomics.blogspot.com/2008/09/sebab2-pengangguran-upaya-
mengatasinya.html
Definisi
Kesempatan kerja adalah kesempatan yang tersedia bagi tenaga kerja sebagai
faktor produksi untuk melakukan proses produksi. Adanya kesempatan kerja ini
memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
menjadi sumber pendapatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya.
Kesempatan kerja dapat juga diartikan sebagai permintaan terhadap tenaga kerja
di pasar tenaga kerja (demand for labour force). Dengan begitu kesempatan kerja
sama dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia di dunia kerja. Tentunya semakin
meningkat kegiatan pembangunan akan semakin banyak kesempatan kerja yang
tersedia. Dan hal ini adalah penting, karena semakin besar kesempatan kerja bagi
tenaga kerja atau semakin tinggi kesempatan kerja, maka kemajuan kegiatan ekonomi
masyarakat akan semakin baik, dan sebaliknya. Usaha-usaha meningkatkan
kesempatan kerja
1. melalui pendidikan umum, melalui kursus-kursus keterampilan, baik oleh
Disnaker, BLK, atau lembaga kursus, meningkatkan kegiatan pembangunan
yang menyerap banyak tenaga kerja
penyediaan dana kredit yang merata bagi peningkatan kegiatan produksi padat
karya,
tingkat kurs devisa diarahkan agar realistis dan memberikan insentif bagi
peningkatan ekspor,
memberikan perlindungan yang wajar kepada industri dalam negeri,
pengeluaran pemerintah ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja
produktif sebanyak mungkin,
2. perluasan di bidang sektoral: pertanian, industri, prasarana dan konstruksi,
juga perdagangan,
3. pengiriman TKI ke luar negeri.
http://ineconomics.blogspot.com/2008/09/kesempatan-kerja.html
Definisi
Pengangguran adalah kelompok angkatan kerja yang tidak memiliki lapangan
kerja. Kelompok ini dibedakan menjadi dua golongan, pengangguran terbuka
(pengangguran mutlak) dan pengangguran tidak kentara (setengah pengangguran).
Pengangguran terbuka (open unemployed)
Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja
atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama
sekali maupun yang sudah penah berkerja). Termasuk ke dalam kelompok ini mereka
yang sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan
karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah
memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai
acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend
indikator ini akan menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke
tahun. Interpretasinya, besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi
sosial yang luas karena mereka yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan.
Semakin tinggi angka pengangguran terbuka maka semakin besar potensi kerawanan
sosial yang ditimbulkannya contohnya kriminalitas.
Sebaliknya semakin rendah angka pengangguran terbuka maka semakin stabil
kondisi sosial dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali
menjadikan indikator ini sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Indikator ini
dapat dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah penduduk berusia 15 tahun
atau lebih yang sedang mencari pekerjaan, dengan jumlah penduduk yang termasuk
dalam angkatan kerja.
Pengangguran Tidak Kentara (under unemployed)
Pengangguran tidak kentara merupakan bagian dari angkatan kerja yang bekerja
bersama dalam lapangan pekerjaan. Mereka ini bekerja di bawah jam kerja normal
(kurang dari 35 jam seminggu). Mereka disebut pula under utilized, sebab mereka
bekerja dengan jumlah jam kerja, produktivitas kerja dan perolehan pendapatan yang
tidak sebanding. Dan disebut pula disguise unemployed, jika mereka bekerja di bawah
kemampuan intelektualnya. Pengangguran tidak kentara dibagi menjadi dua
kelompok :
Setengah Penganggur Terpaksa, yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal
dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain.
Setengah Penganggur Sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal
tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya
tenaga ahli yang gajinya sangat besar.
Proporsi jumlah pengangguran tidak kentara bermanfaat untuk dijadikan acuan
pemerintah dalam rangka meningkatkan tingkat utilisasi, kegunaan, dan produktivitas
pekerja. Sebab, semakin tinggi tingkat setengah pengangguran maka semakin rendah
tingkat utilisasi pekerja dan produktivitasnya. Akibatnya, pendapatan mereka pun
rendah dan tidak ada jaminan sosial atas mereka. Hal ini sering terjadi di sektor
informal yang rentan terhadap kelangsungan pekerja, pendapatan dan tidak
tersedianya jaminan sosial. Sehingga pemerintah perlu membuat kebijakan untuk
meningkatkan kemampuan bekerja mereka seperti penambahan balai latihan kerja.
Indikator ini dapat dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah penduduk
yang termasuk dalam angkatan kerja dan sedang bekerja tetapi dengan jam kerja di
bawah normal (kurang dari 35 jam per minggu) dengan jumlah penduduk yang
termasuk dalam angkatan kerja.
http://ineconomics.blogspot.com/2008/09/pengangguran.html
Definisi
Angkatan kerja (labour force) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja
(berusia 15 tahun atau lebih) yang produktif, yakni memproduksi barang dan jasa
dalam kurun waktu tertentu, baik aktif dalam kegiatan produksi ataupun tidak.
Mereka itu terdiri dari golongan yang bekerja (employed) dan golongan penganggur
serta pencari kerja (keduanya disebut unemployed).
Golongan yang bekerja (employed) terbagi dua, yakni yang bekerja penuh (fully
employed) dan yang setengah menganggur (under employed). Golongan yang bekerja
adalah mereka yang melakukan pekerjaan atau bekerja untuk memperoleh atau
membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan tidak terputus. Dan
golongan setengah menganggur atau disebut pula pengangguran tidak kentara adalah
mereka yang bekerja bersama dalam lapangan pekerjaan di bawah kemampuan
intelektualnya.
Cara Menghitung
Penghitungan angkatan kerja dilakukan dengan membandingkan antara jumlah
penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja dengan jumlah penduduk yang
termasuk dalam usia kerja. Data sebagai dasar penghitungan indikator ini bisa
didapatkan dari Sensus Penduduk (SP), Survey Sosial dan Ekonomi Nasional
(Susenas), dan Survey Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas).
http://ineconomics.blogspot.com/2008/09/angkatan-kerja.html
Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15
tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum tahun
2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas
(lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990). Namun sejak Sensus Penduduk
2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang
berusia 15 tahun atau lebih.
Fungsi
1. Sebagai faktor produksi yang ikut menentukan keberhasilan produksi,
2. Sebagai mitra usaha bagi pengusaha.
Cara Menghitung
Penghitungan jumlah tenaga kerja dapat dilakukan dengan menjumlahkan
seluruh penduduk usia kerja (15 tahun keatas) dalam suatu negara. Angka tersebut
biasanya didapatkan dari Sensus Penduduk. Sedangkan persentase tenaga kerja dalam
satu negara dapat dihitung dengan membandingkan antara jumlah penduduk usia kerja
dengan total jumlah penduduk.
Rumus
Jumlah Tenaga Kerja = Penduduk usia 15 + Penduduk usia 16 + Penduduk usia 17 + …dst
% Tenaga Kerja = (Jumlah Penduduk usia 15 tahun atau lebih / Jumlah Penduduk) x100
Penggolongan tenaga kerja
Penduduk usia kerja dibagi menjadi dua golongan yaitu yang termasuk angkatan
kerja dan yang termasuk bukan angkatan kerja. Angkatan kerja sendiri terdiri dari
mereka yang aktif bekerja dan mereka yang sedang mencari pekerjaan. Mereka yang
terakhir itulah yang dinamakan sebagai pengangguran terbuka. Sedangkan yang
termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih
bersekolah, ibu rumah tangga, pensiunan dan lain-lain.
http://ineconomics.blogspot.com/2008/09/tenaga-kerja.html
Angkatan Kerja
Secara umum angkatan kerja adalah tenaga kerja yang bekerja, sedangkan
definisi dari angkatan kerja itu adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya
terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi
barang dan jasa. Kalau kita berbicara Angkatan kerja, banyak sekali istilah yang
menyetainya seperti tenaga kerja (man power), pengangguran (unemployed), setengah
menganggur (underemployed) dan lain – lain, pengertian dari kata – kata di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Tenaga Kerja ( man power )
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja, pada umumnya adalah penduduk
yang berumur 15 sampai 64 tahun atau pada usia produktif, sedangkan definisi dari
tenaga kerja itu sendiri adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu daerah atau
negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga
mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut
b. Bukan Angkatan kerja.( Not in the labor force )
Adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja atau tidak mencari pekerjaan atau
bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat atau tidak berusaha untuk
terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi suatu barang dan jasa. Dari
pengertian di atas dapat mempermudah kita dalam menentukan jumlah angkatan kerja
dan bukan angkatan kerja dalam penyusunan profil Kabupaten Lima Puluh Kota
khususnya terkait dengan masalah sosio demografi
http://potensidaerah.ugm.ac.id/?op=berita_baca&id=66
Masalah Mendasar
Menurut Razali Sitonga, Kepala SubDirektorat Analisis Konsistensi Statistik Badan
Pusat Statistik, ada masalah mendasar dalam kaitannya antara pengangguran dan
angkatan kerja, yaitu: ada pekerja yang mempunyai pekerjaan lebih, Distribusi tidak
merata dari satu, misalnya seorang buruh pabrik yang bekerja di pagi dan siang hari
dan pada malam harinya menjadi tukang ojek.
banyak perusahaan kini tidak sesuai dengan peruntukkannya memperkerjakan anak-
anak karena biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah. Biasanya terjadi ketika kondisi
ekonomi pulih. Proses Shifting, ketika kesempatan kerja lebih besar maka
pengangguran berbondong-bondong mengisi sektor formal tersebut, termasuk orang
yang sudah bekerja di sektor informal, celakanya sektor informal yang kosong itu
tidak di isi oleh langsung oleh orang lain.
http://kaukabussyarqiyah.blog.friendster.com/2008/03/pengangguran-dan-angkatan-
kerja/
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran di Indonesia, antara lain:
1. Pertama, jumlah pencari kerja lebih besar dari jumlah peluang kerja yang tersedia
(kesenjangan antara supply and demand).
2. Kedua, kesenjangan antara kompetensi pencari kerja dengan kompetensi yang
dibutuhkan oleh pasar kerja.
3. Ketiga,
4. Keempat, terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena krisis global.
5. Kelima, terbatasnya sumber daya alam di kota yang tidak memungkinkan lagi
warga masyarakat untuk mengolah sumber daya alam menjadi mata pencaharian
http://prastiantoeko.ngeblogs.com/2009/10/07/5-faktor-penyebab-pengangguran-di-
indonesia/
Faktor-faktor yang menyebabkan masih adanya anak putus sekolah dan lulus tidak
melanjutkan yang tidak terserap dunia kerja/berusaha mandiri karena tidak memiliki
keterampilan yang memadai.terjadinya pengganguranadalah sebagai berikut:
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang Dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada
kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2.Struktur lapangan kerja tidak seimbang
3.Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik
tidak seimbang. Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar
daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya,
belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan
yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga
kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4. Penyediaan dan pemanfaatan tenaga kerja antar daerah tidak seimbang.
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan
kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke
daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
http://parlilitan-kampungmerdeka.blog.friendster.com/2008/12/pengangguran/
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah
penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata.
Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga
dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan
keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk
mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada
sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan
perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha
kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping,
pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung. Kebijakan
Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP).
Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan
penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan perluasan
kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak. Berdasarkan kondisi
diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP)
dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah
untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan
pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah
keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan
setengah pengangguran.
Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP yang diadakan di
Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh dari pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, perwakilan pengusaha, perwakilan perguruan tinggi, menandatangani
deklarasi tersebut, merekaadalah Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal
Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T.
Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P. Sitanggang, UPN Veteran Jakarta; Bambang
Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian kecil dari para tokoh yang
memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus segera ditanggulangi oleh
segenap komponen bangsa.
Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini dimaksudkan untuk
membangun kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat ke daerah, serta
masyarakat seluruhnya untuk berupaya mengatasi pengangguran.
Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan
Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja.
Kesadaran dan dukungan sebagaimana diwujudkan dalam kesepakatan GNPP
tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari segenap komponen bangsa terhadap
masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya penanggulangan pengangguran. Menyadari
bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung
jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung
jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun
dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan kebijakan dan program masing-
masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan
kesempatan kerja yang seluas-luasnya.
Konsepsi
Sementara itu dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Pebruari 2004 yang lalu,
Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan
memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi keadaan
pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan
kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai. Dalam konteks ini kiranya paparan
tersebut masih relevan untuk diinformasikan.
Dalam salah satu bagian paparannya Menteri menyebutkan, bahwa pembukaan UUD
1945 mengamanatkan: "... untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa ...".
Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : " tiap-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan " dan pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan bahwa:" Setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja". Hal ini berarti, bahwa secara konstitusional, pemerintah
berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif dan
remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya
penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih belum
memenuhi harapan, serta mendorong segera dapat dirumuskan Konsepsi
Penanggulangan Pengangguran.
Selanjutnya Menakertrans menyatakan, Depnakertrans dengan mengikut sertakan
pihak-pihak terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam
proses penyusunan ini telah dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan
Depnakertrans sendiri, dengan Tripartit secara terbatas (Apindo dan beberapa Serikat
Pekerja); dan juga pembahasan dengan beberapa Departemen dan Bappenas. "
Memperhatikan kompleksnya permasalahan pengangguran, disadari bahwa
penyusunan konsepsi tersebut masih perlu didiskusikan dan dikembangkan lebih
lanjut dengan berbagai pihak yang lebih luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan
dan dukungan sepenuhnya dari Anggotra DPR-RI yang terhormat khususnya Komisi
VII; masih memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat
dirumuskan suatu Konsepsi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang
didukung oleh seluruh komponen masyarakat", tutur Menteri Jacob Nuwa Wea.
Keadaan Penganggur dan Setengah Pengangguran.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang
tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak
sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi
para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan
kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang
usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang
menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll.
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta
penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi.
Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda
(15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin
mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan
mengancam stabilitas nasional.
Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari
jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang.
Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari
tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan
demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta
orang yang harus segera dituntaskan.
Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja.
Masalah pengangguran dan setengah pengangguran tersebut di atas salah satunya
dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun
2002 sebesar 100,8 juta orang. Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja usia
sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya
berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya
masih rendah.
Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran
tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang
bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini
berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih
tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut
berstatus informal.
Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan
SLTP ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi
golongan berpendidikan rendah. Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa
kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan
memberikan imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga
kerja rendah.
Sasaran
Sasaran yang diharapkan, dirumuskan sebagai berikut :
Menurunnya jumlah penganggur terbuka dari 0,96 pesen menjadi 5,5 persen pada
tahun 2009.
Menurunnya jumlah setengah penganggur dari 28,65 persen menjadi 20 persen dari
jumlah yang bekerja pada tahun 2009.
Meningkatnya jumlah tenaga kerja formal dari 36,71 persen menjadi 60 persen dari
jumlah yang bekerja pada tahun 2009.
Menurunnya jumlah angkatan kerja usia sekolah dari 20,54 persen menjadi 15 persen
pada tahun 2009.
Tingkatkan perluasan lapangan kerja dari 91,65 juta orang menjadi 108,97 juta orang.
Terbangunnya jejaring antara pusat dengan seluruh Kabupaten/kota.
Untuk mencapai hal tersebut disusun strategi, kebijakan dan program-program yang
perlu terus dibahas untuk menjadi kesepakatan semua pihak, meliputi Pengendalian
Jumlah Angkatan kerja peningkatan Kualitas angkatan Kerja; peningkatan Efektivitas
Informasi Pasar Kerja dan Bursa Kerja; pembinaan Hubungan Industrial.
http://poetoegaul.multiply.com/journal/item/50/
Penanggulangan_Permasalahan_Ketenagakerjaan_Di_Indonesia
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama
sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau
seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran
umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan
adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial
lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran
yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial
sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka
panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-
negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di
mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit,
dilakukan oleh lebih banyak orang.
Jenis & macam pengangguran
1. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang
disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar
kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.
1. Pengangguran Struktural / Structural Unemployment
Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan
pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan
kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan
akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
1. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan
ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya
seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim
durian.
1. Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik
turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada
penawaran kerja.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding
dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran
seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik,
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu
negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran
terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja
sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
Pengangguran berlaku apabila seseorang yang boleh bekerja dan mahu bekerja tetapi
tidak dapat mendapat pekerjaan. Mereka ini digolongkan dalam tenaga buruh
sesebuah negara, iaitu mereka yang berumur 16 ke 64 tahun dan sanggup bekerja.
Dalam masyarakat di mana kebanyakan orang boleh mencari nafkah dengan bekerja
dengan orang lain, pengangguran adalah masalah serius. Kesan negatifnya termasuk
kehilangan, perasaan ditolak dan kegagalan peribadi, dan kerana itu pengangguran
digunakan secara secara meluas untuk mengukur kebajikan pekerja. Kadar pekerja
yang menganggur juga menunjukkan tahap kecekapan penggunaan sumber manusia
sesebuah negara dan menjadi indeks bagi aktiviti ekonomi.
Menurut pakar ekonomi Keynes, sesebuah negara yang mempunyai kadar
pengangguran 4% atau kurang menunjukkan negara tersebut telah mencapai guna
tenaga penuh.
Pengiraan
Cara paling biasa digunakan untuk mengukur pengangguran dibangunkan di AS pada
tahun 1930an; dan diikuti oleh banyak negara lain atas cadangan Pertubuhan Buruh
Antarabangsa. Maklumat diambil daripada aktiviti setiap orang dalam umur boleh
bekerja (16 tahun atau lebih di AS) melalui tinjauan bulanan sampel isi rumah yang
mewakili keseluruhan populasi. Untuk memastikan ketepatan dan kesenangan
pengumpulan data, penemuramah bertanya apa yang mereka lakukan dalam satu
minggu. Seseorang yang melakukan apa saja kerja bagi minggu itu dan mendapat
bayaran atau keuntungan, bekerja 15 jam atau lebih sebagai pekerja tak berbayar
dalam perniagaan keluarga, atau mempunyai kerja di mana dia tidak hadir sementara,
dikira sebagai mempunyai pekerjaan. Seseorang yang tidak bekerja tetapi mencari
pekerjaan atau diberhentikan sementara dan boleh mengisi sesuatu pekerjaan dikira
sebagai menganggur. Pengiraan kadar pengangguran dikira dengan jumlah mereka
yang menganggur kemudian dibahagikan dengan jumlah orang dalam tenaga buruh
(iaitu jumlah mereka yang bekerja dan tidak bekerja).
Di sesetengah negara, daripada membuat tinjauan, pengangguran dianggarkan
daripada data jumlah mereka yang mencari pekerjaan melalui pejabat pekerjaan
kerajaan atau jumlah mereka yang menerima pampasan pengangguran.
Pengangguran juga boleh dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Pengangguran = tenaga buruh – guna tenaga
Di mana guna tenaga adalah tenaga buruh yang bekerja dalam sesebuah ekonomi.
Oleh itu beza antara jumlah tenaga buruh dengan guna tenaga adalah pengangguran.
Sebab
Pengangguran boleh disebabkan kepada beberapa faktor termasuk geseran atau
normal (friksional), bermusim, berstruktur dan berkitar (cyclical).
Pengangguran geseran atau normal berlaku apabila pekerja berhenti kerja dan mencari
pekerjaan tetapi tidak menjumpainya serta merta; dan ketika itu mereka dikira sebagai
penganggur. Friksional ini merujuk kepada ketaksesuaian di antara permintaan dan
bekalan buruh. Pengangguran jenis ini berlaku sementara sahaja sehingga pekerja
menjumpai pekerjaan yang mereka mahukan.
Pengangguran bermusim berlaku contohnya apabila industri mengalami musim yang
lembab seperti dalam pembinaan, pesawah padi tidak turun ke bendang apabila selesai
musim menuai, dan nelayan pula tidak turun ke laut untuk menangkap ikan pada
musim tengkujuh.
Pengangguran berstruktur muncul daripada ketakseimbangan di antara jenis pekerjaan
yang pekerja mahu dan jenis pekerja yang majikan mahu. Ketakseimbangan ini boleh
disebabkan oleh kekurangan kemahiran, lokasi, atau karektor peribadi. Pembangunan
teknologi misalnya menyebabkan keperluan kemahiran baru dalam banyak industri,
menyebabkan mereka yang tidak mengemaskini kemahiran mereka kehilangan
pekerjaan. Dan kilang dalam industri yang merosot akan tutup yang menyebabkan
pekerja mereka hilang pekerjaan.
Pengangguran berkitar disebabkan oleh kekurangan permintaan bagi buruh. Apabila
kitaran perniagaan menjunam contohnya dalam kemelesetan ekonomi, permintaan
bagi barang dan perkhidmatan jatuh; akibatnya pekerja diberhentikan.
Kesan
Pengangguran yang berlaku dalam sesebuah negara akan menimbulkan kesan kepada
ekonomi dan sosial.
Kesan ekonomi termasuk mengurangkan keluaran negara, menurunkan taraf hidup
dan sekaligus melambatkan pembangunan negara. Dengan pengangguran yang tinggi
juga boleh meningkatkan kadar kemiskinan dalam sesebuah negara.
Kesan pengangguran terhadap sosial termsuk pengaruh negatif dalam keluarga dan
mewujudkan ketidaktenteraman yang boleh membawa kepada pergaduhan dan
penceraian. Ia juga boleh membawa kepada peningkatan jenayah akibat masalah
kewangan dan masalah tekanan jiwa dan tiada keyakinan diri.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
Pengertian Kesempatan Kerja, Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja
Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan
penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan
investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat
menyerap pertambahan angkatan kerja.
Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang
menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia
dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai
dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing.
Kesempatan Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang
menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari
kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas
tenaga kerja.Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro
Djojohadikusumo didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang
mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan
pekerjaan yang produktif. Bisa juga disebut sumber daya manusia.
Banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah penduduknya.
Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk golongan usia kerja akan
menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula. Angkatan kerja yang banyak tersebut
diharapkan akan mampu memacu meningkatkan kegiatan ekonomi yang pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya, jumlah
penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap
kesejahteraan. Coba Anda perhatikan bagan di bawah ini!
Dari bagan di atas terlihat bahwa angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk
yang termasuk ke dalam usia kerja. Usia Kerja adalah suatu tingkat umur seseorang
yang diharapkan sudah dapat bekerja dan menghasilkan pendapatannya sendiri. Usia
kerja ini berkisar antara 14 sampai 55 tahun. Selain penduduk dalam usia kerja, ada
juga penduduk di luar usia kerja, yaitu di bawah usia kerja dan di atas usia kerja.
Penduduk yang dimaksud yaitu anak-anak usia sekolah dasar dan yang sudah pensiun
atau berusia lanjut.
Bagian lain dari penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan kerja. Yang
termasuk di dalamnya adalah para remaja yang sudah masuk usia kerja tetapi belum
bekerja atau belum mencari perkerjaan karena masih sekolah. Ibu rumah tangga pun
termasuk ke dalam kelompok bukan angkatan kerja.
Penduduk dalam usia kerja yang termasuk angkatan kerja, dikelompokkan menjadi
tenaga kerja (bekerja) dan bukan tenaga kerja (mencari kerja atau menganggur).
Tenaga Kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut
serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa.
http://cinta-spongebob.blogspot.com/
Kesempatan kerja adalah kesempatan yang tersedia bagi tenaga kerja sebagai faktor
produksi untuk melakukan proses produksi. Adanya kesempatan kerja ini memberikan
peluang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi yang menjadi sumber
pendapatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Kesempatan kerja dapat juga diartikan sebagai permintaan terhadap tenaga kerja di
pasar tenaga kerja (demand for labour force). Dengan begitu kesempatan kerja sama
dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia di dunia kerja.
Tentunya semakin meningkat kegiatan pembangunan akan semakin banyak
kesempatan kerja yang tersedia. Dan hal ini adalah penting, karena semakin besar
kesempatan kerja bagi tenaga kerja atau semakin tinggi kesempatan kerja, maka
kemajuan kegiatan ekonomi masyarakat akan semakin baik, dan sebaliknya.
Usaha-usaha meningkatkan kesempatan kerja
1. melalui pendidikan umum,
2. melalui kursus-kursus keterampilan, baik oleh Disnaker, BLK, atau lembaga
kursus,
3. meningkatkan kegiatan pembangunan yang menyerap banyak tenaga kerja
penyediaan dana kredit yang merata bagi peningkatan kegiatan produksi padat
karya,
tingkat kurs devisa diarahkan agar realistis dan memberikan insentif bagi
peningkatan ekspor,
memberikan perlindungan yang wajar kepada industri dalam negeri,
pengeluaran pemerintah ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja
produktif sebanyak mungkin,
4. perluasan di bidang sektoral: pertanian, industri, prasarana dan konstruksi,
juga perdagangan,
5. pengiriman TKI ke luar negeri.
http://www.inmadrasah.co.cc/2008/09/kesempatan-kerja.html
Ketiga faktor tersebut adalah, ketidaksesuaian antara hasil yang dicapai antara
pendidikan dengan lapangan kerja, ketidakseimbangan demand (permintaan) dan
supply (penawaran) dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan
masih rendah, kata Darlaini di Serang, Jum’at.
Ia menjelaskan, lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja umumnya tidak
sesuai dengan tingkat pendidikan atau ketrampilan yang dimiliki.
“Umumnya perusahaan atau penyedia lapangan kerja membutuhkan tenaga yang siap
pakai, artinya sesuai dengan pendidikan dan ketrampilannya, namun dalam kenyataan
tidak banyak tenaga kerja yang siap pakai tersebut. Justru yang banyak adalah tenaga
kerja yang tidak sesuai dengan job yang disediakan,” katanya.
Dosen di Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta) ini juga mengatakan bahwa
pengangguran masih tinggi karena permintaan kerja sangat sedikit dibandingkan
tenaga kerja yang tersedia.
Penyebab lain, kata dia, kualitas SDM itu sendiri yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan di lapangan, antara lain dikarenakan penciptaan SDM oleh perguruan
tinggi yang belum memadai, atau belum mencapai standar yang ditetapkan.
Menurut dia, SDM yang tidak memadai ini bisa disebabkan kurikulum perguruan
tinggi yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan industri, dan juga anggaran yang
disediakan pemerintah untuk sektor pendidikan yang masih rendah sehingga yang
dihasilkanpun tidak mencapai ‘buah’ yang maksimal.
Mensiasati untuk meminimalisasikan pengangguran di Indonesia, Pembantu Dekan I
di Fakultas Ekonomi Untirta ini mengatakan, para pendidik di perguruan tinggi jangan
lagi berorientasi pada penciptaan tenaga kerja, tetapi harus diarahkan penciptaan
terhadap lapangan kerja atau kewirausahawan.
Di Untirta, kata Darlaini, telah dibentuk ‘Enterprenuer University’ atau Universitas
kewirausahawan, sebagai antisipasi untuk membawa mahasiswa yang tidak lagi
berorientasi pada mencari kerja, tetapi diarahkan untuk dapat menjadi pencipta usaha.
“Kita berharap mahasiswa tersebut jika telah lulus dapat mandiri dengan membuka
usaha sendiri sesuai dengan ilmu yang diperolehnya. Bukan lagi tamatan universitas
pencari kerja, tetapi pencipta kerja,” kata Darlaini seraya menambahkan walaupun
tidak mudah karena butuh modal dan keberanian mengambil resiko, tetapi cara
tersebut diperlukan dalam masa sulit mencari kerja seperti saat ini. antara/abi
http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-
penyebab-masih-tingginya-pengangguran-di-indonesia/
Sebenarnya kesulitan lapangan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama: faktor Pribadi
dan faktor sosial ekonomi.
Pertama: Faktor Pribadi
Dalam hal ini penyebab pengangguran bisa disebabkan oleh kemalasan, cacat/udzur
dan rendahnya pendidikan dan ketrampilan. Penjelasannya sebagai berikut :
1. Faktor kemalasan
Penganguran yang berasal dari kemalasan individu sebenarnya sedikit. Namun,
dalam sistem materialis dan politik sekularis, banyak yang mendorong masyarat
menjadi malas, seperti sistem penggajian yang tidak layak atau maraknya perjudian.
Banyak orang yang miskin menjadi malas bekerja karena berharap kaya mendadak
dengan jalan menang judi atau undian.
2. Faktor cacat /uzur
Dalam sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah ‘hukum rimba’. Karena itu,
tidak ada tempat bagi mereka yang cacat/uzur untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak.
3. Faktor rendahnya pendidikan dan keterampilan
Saat ini sekitar 74% tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang berpendidikan
rendah, yaitu SD dan SMP. Dampak dari rendahnya pendidikan ini adalah
rendahnya keterampilan yang mereka milki. Belum lagi sistem pendidikan
Indonesia yang tidak fokus pada persoalan praktis yang dibutuhkan dalam
kehidupan dan dunia kerja. Pada akhirnya mereka menjadi pengangguran intelek.
Kedua: faktor sistem sosial dan ekonomi
Faktor ini merupakan penyebab utama meningkatnya pengangguran di Indonesia, di
antaranya:
a. Ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan
Tahun depan diperkiraan akan muncul pencari tenaga kerja baru sekitar 1,8 juta
orang, sedangkan yang bisa ditampung saat ini dalam sektor formal hanya 29%.
Sisanya di sektor informal atau menjadi pengangguran.
b. Kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat
Banyak kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan
pengangguran baru, Menurut Menakertrans, kenaikan BBM kemarin telah
menambah pengangguran sekitar 1 juta orang.
Kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan
pemerataan juga mengakibatkan banyak ketimpangan dan pengangguran.
Banyaknya pembukaan industri tanpa memperhatikan dampak lingkungan telah
mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang sudah ada. Salah
satu kasus, misalnya, apa yang menimpa masyarakat Tani Baru di Kalimantan.
Tuntutan masyarakat Desa Tani Baru terhadap PT VICO untuk menghentikan
operasi seismiknya tidak mendapat tanggapan. Penghasilan tambak mereka turun
hampir 95 persen akibat pencemaran yang ditimbulkan PT VICO. Tanah menjadi
tidak subur, banyak lubang bekas pengeboran dan peledakan, serta mengeluarkan
gas alam beracun. Akibatnya, rakyat di sana menjadi orang-orang miskin dan
penganggguran.
c. Pengembangan sektor ekonomi non-real
Dalam sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai
komoditas yang di sebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan
sistem ribawi maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya bahkan
bisa mencapai 10 kali lipat daripada sektor real.
Pertumbuhan uang beredar yang jauh lebih cepat daripada sektor real ini mendorong
inflasi dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi
dan investasi di sektor real. Akibatnya, hal itu mendorong kebangkrutan perusahan
dan PHK serta pengangguran. Inilah penyebab utama krisis ekonomi dan moneter di
Indonesia yang terjadi sejak tahun 1997.
Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya di sekelompok
orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan.
d. Banyaknya tenaga kerja wanita
Jumlah wanita pekerja pada tahun 1998 ada sekitar 39,2 juta. Jumlah ini terus
meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita ini
mengakibatkan persaingan pencari kerja antara wanita dan laki-laki. Akan tetapi,
dalam sistem kapitalis, untuk efesiensi biaya biasanya yang diutamakan adalah
wanita karena mereka mudah diatur dan tidak banyak menuntut, termasuk dalam
masalah gaji. Kondisi ini mengakibatkan banyaknya pengangguran di pihak laki-
laki.
http://jurnal-ekonomi.org/2008/07/23/apa-penyebab-pengangguran-dan-
sulitnya-lapangan-kerja-dalam-perekonomian-kapitalis/
Masalah Pengangguran di Indonesia
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal terutama yang menjadi pokok
permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi mencerminkan stabilitas
harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya
kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak hanya
berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi juga
sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli dari masyaraka.
Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung kepada upah riil. Inflasi
sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika kenaikan harga dibarengi dengan
kenaikan upah riil. Masalah ketiga adalah pengangguran. Memang masalah
pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di
negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Negara berkembang seringkali
dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan
pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk. Sempitnya lapangan pekerjaan
dikarenakan karena faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi. Masalah
pengangguran itu sendiri tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang
namun juga dialami oleh negara-negara maju. Namun masalah pengangguran di
negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan daripada di negara-negara
berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya business cycle dan
bukannya karena faktor kelangkaan investasi, masalah ledakan penduduk,
ataupun masalah sosial politik di negara tersebut. Melalui artikel inilah
saya mencoba untuk mengangkat masalah pengangguran dengan segala dampaknya
di Indonesia yang menurut pengamatan saya sudah semakin memprihatinkan
terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis ekonomi sejak tahun
1997 .
Apa itu pengangguran? Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak
dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Ada berbagai
macam tipe pengangguran, misalnya pengangguran teknologis, pengangguran
friksional dan pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran,
masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan
berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama
rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi
manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di
negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk
sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju,
pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif
lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara maju karena buruknya
efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam
maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan
sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat
pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak.
Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang
sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan
pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data dari Depnaker pada tahun 1997 jumlah
pengangguran terbuka saja sudah mencapai sekitar 10% dari sekitar 90 juta
angkatan kerja yang ada di Indonesia, dan jumlah inipun belum mencakup
pengangguran terselubung. Jika persentase pengangguran total dengan
melibatkan jumlah pengangguran terselubung dan terbuka hendak dilihat
angkanya, maka angkanya sudah mencapai 40% dari 90 juta angkatan kerja yang
berarti jumlah penganggur mencapai sekitar 36 juta orang. Adapun
pengangguran terselubung adalah orang-orang yang menganggur karena bekerja
di bawah kapasitas optimalnya. Para penganggur terselubung ini adalah
orang-orang yang bekerja di bawah 35 jam dalam satu minggunya. Jika kita
berasumsi bahwa krisis ekonomi hingga saat ini belum juga bisa terselesaikan
maka angka-angka tadi dipastikan akan lebih melonjak.
Ledakan Pengangguran
Akibat krisis finansial yang memporak-porandakan perkonomian nasional,
banyak para pengusaha yang bangkrut karena dililit hutang bank atau hutang
ke rekan bisnis. Begitu banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa
di-PHK oleh perusahaan di mana tempat ia bekerja dalam rangka pengurangan
besarnya cost yang dipakai untuk membayar gaji para pekerjanya. Hal inilah
yang menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni
pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif singkat.
Awal ledakan pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun 1997
akhir atau 1998 awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat melanda Asia
khususnya Asia Tenggara mendorong terciptanya likuiditas ketat sebagai
reaksi terhadap gejolak moneter. Di Indonesia, kebijakan likuidasi atas 16
bank akhir November 1997 saja sudah bisa membuat sekitar 8000 karyawannya
menganggur. Dan dalam selang waktu yang tidak relatif lama, 7.196 pekerja
dari 10 perusahaan sudah di PHK dari pabrik-pabrik mereka di Jawa Barat,
Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera Selatan berdasarkan data pada akhir
Desember 1997. Ledakan pengangguran pun berlanjut di tahun 1998, di mana
sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru akan terjadi. Dengan perekonomian
yang hanya tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%, maka tenaga kerja yang bisa diserap
sekitar 1,3 juta orang dari tambahan angkatan kerja sekitar 2,7 juta orang.
Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka tadi. Total pengangguran
jadinya akan melampaui 10 juta orang. Berdasarkan pengalaman, jika kita
mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5
sampai 4% belumlah memadai, seharusnya pertumbuhan ekonomi yang ideal bagi
negara berkembang macam Indonesia adalah di atas 6%.
Berdasarkan data sepanjang di tahun 1996, perekonomian hanya mampu menyerap
85,7 juta orang dari jumlah angkatan kerja 90,1 juta orang. Tahun 1996
perekonomian mampu menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah relatif besar
karena ekonomi nasional tumbuh hingga 7,98 persen. Tahun 1997 dan 1998,
pertumbuhan ekonomi dapat dipastikan tidak secerah tahun 1996. Pada tahun
1998 krisis ekonomi bertambah parah karena banyak wilayah Indonesia yang
diterpa musim kering, inflasi yang terjadi di banyak daerah, krisis moneter
di dalam negeri maupun di negara-negara mitra dagang seperti sesama ASEAN,
Korsel dan Jepang akan sangat berpengaruh. Jika kita masih berpatokan dengan
asumsi keadaan di atas, maka ledakan pengangguran diperkirakan akan
berlangsung terus sepanjang tahun-tahun ke depan.
Memang ketika kita menginjak tahun 2000, jumlah pengangguran di tahun 2000
ini sudah menurun dibanding tahun 1999. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi
tahun 2000 yang meningkat menjadi 4,8 persen. Pengangguran tahun 1999 yang
semula 6,01 juga turun menjadi 5,87 juta orang. Sedang setengah pengangguran
atau pengangguran terselubung juga menurun dari 31,7 juta menjadi 30,1 juta
orang pada tahun 2000. Jumlah pengangguran saat ini mencapat sekitar 35,97
juta orang, namun pemerintah masih memfokuskan penanggulangan pengangguran
ini pada 16,48 juta orang. Jumlah pengangguran saat ini yaitu pada tahu 2001
mencapai 35,97 juta orang yang diperkirakan bisa bertambah bila pemulihan
ekonomi tidak segera berjalan dengan baik. Karena hal inilah maka pemerintah
perlu berusaha semaksimal mungkin untuk mencari investor asing guna
menanamkan modalnya di sini sehingga lapangan pekerjaan baru dapat tercipta
untuk dapat menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja.
Berdasarkan perhitungan maka pada saat ini perekonomian negara kita
memerlukan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen, meski idealnya diatas 6
persen, sehingga bisa menampung paling tidak 2,4 juta angkatan kerja baru.
Sebab dari satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sektiar 400 ribu
angkatan kerja. Ini juga ditambah dengan peluang kerja di luar negeri yang
rata-rata bisa menampung 500 ribu angkatan kerja setiap tahunnya. Untuk
memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat maka mau tidak mau negara kita
terpaksa harus menarik investasi asing karena sangatlah sulit untuk
mengharapkan banyak dari investasi dalam negeri mengingat justru di dalam
negeri para pengusaha besar banyak yang berhutang ke luar negeri. Hal ini
bertambah parah karena hutang para pengusaha (sektor swasta) dan pemerintah
dalam bentuk dolar. Sementara pada saat ini nilai tukar rupiah begitu rendah
(undervalue) terhadap dolar.
Namun menarik para investor asingpun bukan merupakan pekerjaan yang mudah
jika kita berkaca pada situasi dan kondisi sekarang ini. Suhu politik yang
semakin memanas, kerawanan sosial, teror bom, faktor desintegrasi bangsa,
dan berbagai masalah lainnya akan membuat para investor asing enggan untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Karena itulah maka situasi dan kondisi
yang kondusif haruslah diupayakan dan dipertahankan guna menarik investor
asing masuk kemari dan menjaga agar para investor asing yang sudah
menanamkan modalnya asing tidak lagi menarik modalnya ke luar yang nantinya
akan berakibat capital outflow.
Masalah Pengangguran dan Krisis Sosial
Jika masalah pengangguran yang demikian pelik dibiarkan berlarut-larut maka
sangat besar kemungkinannya untuk mendorong suatu krisis sosial. Suatu
krisis sosial ditandai dengan meningkatnya angka kriminalitas, tingginya
angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan atau preman, dan
besarnya kemungkinan untuk terjadi berbagai kekerasan sosial yang senantiasa
menghantui masyarakat kita.
Bagi banyak orang, mendapatkan sebuah pekerjaan seperti mendapatkan harga
diri. Kehilangan pekerjaan bisa dianggap kehilangan harga diri. Walaupun
bukan pilihan semua orang, di zaman serba susah begini pengangguran dapat
dianggap sebagai nasib. Seseorang bisa saja diputus hubungan kerja karena
perusahaannya bangkrut. Padahal di masyarakat, jutaan penganggur juga antri
menanti tenaganya dimanfaatkan.
Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia lambat-laun akan menimbulkan
banyak masalah sosial yang nantinya akan menjadi suatu krisis sosial, karena
banyak orang yang frustasi menghadapi nasibnya. Pengangguran yang terjadi
tidak saja menimpa para pencari kerja yang baru lulus sekolah, melainkan
juga menimpa orangtua yang kehilangan pekerjaan karena kantor dan pabriknya
tutup. Indikator masalah sosial bisa dilihat dari begitu banyaknya anak-anak
yang mulai turun ke jalan. Mereka menjadi pengamen, pedagang asongan maupun
pelaku tindak kriminalitas. Mereka adalah generasi yang kehilangan
kesempatan memperoleh pendidikan maupun pembinaan yang baik.
Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara
kita adalah terlampau banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor formal
sehingga ketika mereka kehilangan pekerjaan di sektor formal, mereka
kelabakan dan tidak bisa berusaha untuk menciptakan pekerjaan sendiri di
sektor informal. Justru orang-orang yang kurang berpendidikan bisa melakukan
inovasi menciptakan kerja, entah sebagai joki yang menumpang di mobil atau
joki payung kalau hujan. Juga para pedagang kaki lima dan tukang becak,
bahkan orang demo saja dibayar. Yang menjadi kekhawatiran adalah jika banyak
para penganggur yang mencari jalan keluar dengan mencari nafkah yang tidak
halal. Banyak dari mereka yang menjadi pencopet, penjaja seks, pencuri,
preman, penjual narkoba, dan sebagainya. Bahkan tidak sedikit mereka yang
dibayar untuk berbuat rusuh atau anarkis demi kepentingan politik salah satu
kelompok tertentu yang masih erat hubungannya dengan para pentolan Orba. Ada
juga yang menyertakan diri menjadi anggota laskar jihad yang dikirim ke
Ambon dengan dalih membela agama. Padahal di sana mereka cuma jadi perusuh
yang doyan menjarah, memperkosa, dan membunuh orang-orang Maluku yang tidak
berdosa. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah jika krisis
sosial tidak ingin berlanjut terus.
Masalah Pengangguran dan Pendidikan
Pengangguran intelektual di Indonesia cenderung terus meningkat dan semakin
mendekati titik yang mengkhawatirkan. Diperkirakan angka pengangguran
intelektual yang pada tahun 1995 mencapai 12,36 persen, pada tahun 1995
diperkirakan akan meningkat menjadi 18,55 persen, dan pada tahun 2003 meningkat
lagi menjadi 24,5 persen. Pengangguran intelektual ini tidak terlepas dari persoalan
dunia pendidikan yang tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai
tuntutan pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik kita kalah bersaing
dengan tenaga kerja asing. Fenomena inilah yang sedang dihadapi oleh bangsa kita di
mana para tenaga kerja yang terdidik banyak yang menganggur walaupun mereka
sebenarnya menyandang gelar.
Meski ada kecenderungan pengangguran terdidik semakin meningkat namun upaya
perluasan kesempatan pendidikan dari pendidikan menengah sampai pendidikan
tinggi tidak boleh berhenti. Akan tetapi pemerataan pendidikan itu harus dilakukan
tanpa mengabaikan mutu pendidikan itu sendiri. Karena itu maka salah satu
kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah sulitnya memberikan pendidikan yang
benar-benar dapat memupuk profesionalisme seseorang dalam berkarier atau bekerja.
Saat ini pendidikan kita terlalu menekankan pada segi teori dan bukannya praktek.
Pendidikan seringkali disampaikan dalam bentuk yang monoton sehingga membuat
para siswa menjadi bosan. Di negara-negara maju, pendidikkan dalam wujud praktek
lebih diberikan dalam porsi yang lebih besar. Di sanapun, cara pembelajaran dan
pemberian pendidikkan diberikan dalam wujud yang lebih menarik dan kreatif. Di
negara kita, saat ini ada kecenderungan bahwa para siswa hanya mempunyai
kebiasaan menghafal saja untuk pelajaran-pelajaran yang menyangkut ilmu sosial,
bahasa, dan sejarah atau menerima saja berbagai teori namun sayangnya para siswa
tidak memiliki kemampuan untuk menggali wawasan pandangan yang lebih luas serta
cerdas dalam memahami dan mengkaji suatu masalah. Sedangkan untuk ilmu
pengetahuan alam para siswa cenderung hanya diberikan latihan soal-soal yang
cenderung hanya melatih kecepatan dalam berpikir untuk menemukan jawaban dan
bukannya mempertajam penalaran atau melatih kreativitas dalam berpikir. Contohnya
seperti seseorang yang pandai dalam mengerjakan soal-soal matematika bukan karena
kecerdikan dalam melakukan analisis terhadap soal atau kepandaian dalam membuat
jalan perhitungan tetapi karena dia memang sudah hafal tipe soalnya. Seringkali
seseorangpun hanya sekedar bisa mengerjakan soalnya dengan menggunakan rumus
tetapi tidak tahu asal muasal rumus tersebut. Kenyataan inilah yang menyebabkan
sumber daya manusia kita ketinggalan jauh dengan sumber daya manusia yang ada di
negara-negara maju. Kita hanya pandai dalam teori tetapi gagal dalam praktek dan
dalam profesionalisme pekerjaan tersebut. Rendahnya kualitas tenaga kerja terdidik
kita juga adalah karena kita terlampau melihat pada gelar tanpa secara serius
membenahi kualitas dari kemampuan di bidang yang kita tekuni. Sehingga karena hal
inilah maka para tenaga kerja terdidik sulit bersaing dengan tenaga kerja asing dalam
usaha untuk mencari pekerjaan.
Jika kita melihat dari sudut pandang ekonomi, pengangguran tenaga kerja terdidik
cenderung meningkat pada saat masyarakat mengalami proses modernisasi dan
industrialisasi. Dalam proses perubahan itu terjadi pergeseran tenaga kerja
antarsektor, yaitu dari sektor ekonomi subsistem ke sektor ekonomi renumeratif.
Setelah kembali mapan, pengangguran akan cenderung rendah kembali. Proses
industrialisasi tidak hanya terjadi pada suatu titik waktu akan tetapi merupakan suatu
proses yang berkelanjutan. Pergeseran ekonomi dalam proses industrialisasi tidak
hanya berlangsung dari pertanian ke industri tetapi juga terus terjadi dari industri
berteknologi rendah ke teknologi, dan selanjutnya menuju industri yang berbasis
informasi dan intelektualitas. Pada tahap ini, lanjutnya, perubahan itu terus
berlangsung dari waktu ke waktu yang mengakibatkan tenaga kerja harus terus-
menerus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan teknologi. Akibatnya
pengangguran merupakan suatu kondisi normal di negara-negara maju yang
teknologinya terus berubah. Masalah pengangguran terdidik di Indonesia, tuturnya,
sudah mulai mencuat sejak sekitar tahun 1980-an saat Indonesia mulai memasuki era
industri. Pada tahun 1970-an pemerintah melakukan investasi besar-besaran pada
sektor-sektor yang berkaitan dengan kebutuhan dasar, seperti pertanian dan
pendidikan dasar. Memasuki dasawarsa 1980-an, output pendidikan SD dalam jumlah
besar telah mendorong pertumbuhan besar-besaran pada jenjang pendidikan
menengah dan tinggi. Namun masalah pendidikan menjadi dilematis, di satu sisi
pendidikan dianggap sangat lambat mengubah struktur angkatan kerja terdidik karena
angkatan kerja lulusan pendidikan tinggi baru 3,05 persen dari angkatan kerja
nasional. Namun di sisi lain, pendidikan juga dipersalahkan karena mengeluarkan
lulusan pendidikan tinggi yang terlalu banyak sehingga menjadi penganggur. Salah
satu penyebab pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah
karenakualitas pendidikan tinggi di Indonesia yang masih rendah. Akibatnya
lulusan yang dihasilkanpun kualitasnya rendah sehingga tidak sesuai dengan tuntutan
dan kebutuhan masyarakat. Pengangguran terdidik dapat saja dipandang sebagai
rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan. Namun bila dilihat lebih jauh, dari
sisi permintaan tenaga kerja, pengangguran terdidik dapat dipandang sebagai
ketidakmampuan ekonomi dan pasar kerja dalam menyerap tenaga terdidik yang
muncul secara bersamaan dalam jumlah yang terus berakumulasi.
Masalah Pengangguran dan Inflasi
Setelah dalam sepuluh tahun terakhir laju inflasi nasional mampu dipertahankan di
bawah angka sepuluh persen, namun pada tahun 1997 laju inflasi akhirnya menembus
angka dua digit, yaitu 11,05 persen. Laju inflasi tahun 1997 itu jauh lebih tinggi jika
dibandingkan inflasi 1996 yang 6,47 persen. Hal itu terjadi, di samping karena
kemarau panjang, antara lain juga akibat krisis moneter yang akhirnya melebar jadi
krisis ekonomi. Inflasi bulan Desember 1997 saja tercatat 2,04 persen. Dengan angka
inflasi 11,05 persen, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki
angka inflasi tertinggi di ASEAN, setidaknya dalam tiga tahun terakhir ini.
Tingginya angka inflasi karena tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran
barang dan jasa. Ini membuktikan tingginya laju inflasi di negara kita lebih banyak
dipengaruhi sektor riil, bukan sektor moneter. Jika kita mengambil kesimpulan
mengenai masalah inflasi di Indonesia bahwa ternyata laju inflasi tidak semata
ditentukan faktor moneter, tapi juga faktor fisik. Ada empat faktor yang menentukan
tingkat inflasi. Pertama, uang yang beredar baik uang tunai maupun giro. Kedua,
perbandingan antara sektor moneter dan fisik barang yang tersedia. Ketiga, tingkat
suku bunga bank juga ikut mempengaruhi laju inflasi. Suku bunga di Indonesia
termasuk lebih tinggi dibandingkan negara di kawasan Asia. Keempat, tingkat inflasi
ditentukan faktor fisik prasarana. Melonjaknya inflasipun karena dipicu oleh
kebijakan pemerintah yang menarik subisidi sehingga harga listrik dan BBM
meningkat. Kenaikan BBM ini telah menggenjot tingkat inflasi bulan Juni 2001
menjadi 1,67 persen. Dampak ini masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan
memberikan sumbangan inflasi antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan
pun masih menjadi pemicu kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi tahun ini
tembus dua digit. Kebijakan kenaikan harga BBM per 15 Juni 2001, menjadi pemicu
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan BBM tersebut cukup
memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat menimbulkan multiplier effect,
mendorong kenaikan harga jenis barang lainnya yang dalam proses produksi maupun
distribusinya menggunakan BBM.
Tingginya angka inflasi selanjutnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Untuk
bisa bertahan pada tingkat daya beli seperti sebelumnya, para pekerja harus
mendapatkan gaji paling tidak sebesar tingkat inflasi. Kalau tidak, rakyat tidak lagi
mampu membeli barang-barang yang diproduksi. Jika barang-barang yang diproduksi
tidak ada yang membeli maka akan banyak perusahaan yang berkurang
keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan berkurang maka perusahaan akan
berusaha untuk mereduksi cost sebagai konsekuensi atas berkurangnya keuntungan
perusahaan. Hal inilah yang akan mendorong perusahaan untuk mengurangi jumlah
pekerja/buruhnya dengan mem-PHK para buruh. Salah satu dari jalan keluar dari
krisis ini adalah menstabilkan rupiah. Membaiknya nilai tukar rupiah tidak hanya
tergantung kepada money suplly dari IMF, tetapi juga investor asing (global
investment society) mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia (capital inflow).
Karena hal inilah maka pengendalian laju inflasi adalah penting dalam rangka
mengendalikan angka pengangguran.
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/21/0018.html
Faktor Penyebab Pengangguran Di Indonesia
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran di Indonesia, antara lain:
1. Pertama, jumlah pencari kerja lebih besar dari jumlah peluang kerja yang tersedia
(kesenjangan antara supply and demand).
2. Kedua, kesenjangan antara kompetensi pencari kerja dengan kompetensi yang
dibutuhkan oleh pasar kerja.
3. Ketiga, masih adanya anak putus sekolah dan lulus tidak melanjutkan yang tidak
terserap dunia kerja/berusaha mandiri karena tidak memiliki keterampilan yang
memadai.
4. Keempat, terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena krisis global.
5. Kelima, terbatasnya sumber daya alam di kota yang tidak memungkinkan lagi
warga masyarakat untuk mengolah sumber daya alam menjadi mata pencaharian.
http://prastiantoeko.ngeblogs.com/2009/10/07/5-faktor-penyebab-pengangguran-di-
indonesia/