JB Watson

Embed Size (px)

Citation preview

J. B. Watson Belajar Untuk Takut Bukan hanya emosi- emosi positif yang dapat terkondisi melalui kondisioning klasik; emosi negatif dan ketidaksukaan, seperti rasa takut juga dapat dipelajari dengan cara yang sama. Seseorang dapat mempelajari rasa takut terhadap apa saja bila sesuatu ini dipasangkan dengan sesuatu yang menghasilkan rasa sakit, terkejut, dan rasa malu. Ketika rasa takut terhadap sebuah benda atau situasi menjadi tidak rasional dan mengganggu aktivitas normal anda, hal ini disebut dengan fobia. Untuk menunjukkan bagaimana kemungkinan fobia dipelajari, John Watson dan Rosalie Reyner dengan senganja membentuk fobia terhadap tikus pada bayi laki- laki berusia 11 tahun bernama Albert. Little Albert adalah seorang anak yang pendiam dan jarang menangis (Watson dan Reyner memilih anak dengan sifat seperti ini karena menganggap demonstrasi mereka hanya mengakibatkan kerusakan yang relative kecil. Ketika Watson dan Reyner memberinya tikus berbulu putih untuk diajak bermain, Albert tidak menunjukkan rasa takut; sebaliknya ia malah tampak senang. Namun demikian, seperti kebanyakan anak kecil lainnya, Allbert takut terhadap suara keras. Ketika para peneliti memberikan suara keras di belakang kepalanya dengan cara memukul batang besi dengan sebuah palu besar, Albert akan melompat kaget dan jatuh menyamping di atas matras yang sedang didudukinya. Suara bising dari palu tersebut merupakan stimulus yang tidak terkondisi untuk menghasilkan respons berupa rasa takut. Setelah mengetahui bahwa Albert menyukai tikus- tikus putih ini. Watson dan Reyner kemudian mengusahakan agar Albert memiliki rasa takut pada tikus ini. Sekali lagi, mereka memberikan kepadanya seekor tikus, tetapi kali ini ketika Albert berusaha untuk menyentuhnya, salah seorang peneliti akan memukul batang besi dengan palu. Dengan terkejut, Albert jatuh dan badannya gemetar. Akhirnya, mereka memberinya tikus tanpa adanya suara keras. Albert terjatuh, menangis dan merangkak menjauhi tikus itu sejauh mungkin; tikus initelah menjadi stimulus terkondisi untuk respons berupa rasa takut. Pengujian yang dilakukan beberapa hari kemudian menunjukkan bahwa ketakutan Albert telah tergeneralisasi pada semua benda berbulu atau berambut lainnya, seperti kelinci putih, wol dari katun, topeng sinterklas, dan bahkan rambut John Watson. Percobaan kedua terhadap seorang anak laki- laki bernama Peter berusia 3 tahun yang sangat takut terhadap kelinci. Watson dan Reyner menghilangkan ketakutannya dengan metode yang disebut kontrakondisioning (counterconditioning), dimana sebuat stimulus yang terkondisi dipasangkan dengan stimulus lainnya yang menghasilkan respons yang tidak berhubungan dengan respons yang tidak diharapkan dan hendak dihilangkan tersebut. Dalam kasus ini, kelinci (stimulus terkondisi) dipasangkan dengan makanan ringan berupa susu dan kur cracker, dan makanan ringan ini menghasilkan perasaan nyaman yang tidak berhubungan dengan respons yang terkondisi berupa rasa takut terhadap kelinci. Pertama- tama peneliti meletakkan kelinci pada jarak tertentu dari Peter, agar rasa takutnya berada pada tingkat yang rendah. Bila dilakukan pada jarak dekat, Peter mungkin akan belajar takut pada susu dan cracker! Tetapi secara perlahan, setelah beberapa hari, mereka memberikan kelinci- kelinci ini dalam jarak yang semakin dekat, dan akhirnya Peter belajar untuk menykai kelinci kelinci tersebut; Peter

bahkan dapat duduk dengan meletakkan kelinci tersebut di pangkuannya, bermain dengan kelinci tersebut sementara tangan lainnya memakan makanan ringan yang diberikan. Variasi dari prosedur ini, yang disebut desentisasi sistematik (systematic desensitization), belakangan digunakan untuk mengatasi masalah fobia pada orang dewasa.

Pict. Counter Conditioning

Classical Conditoning J.B. Watson Counter Conditioning

UCS = UCR CS = UCR

NS + UCS = UCR UCS= UCR

CS = CR UCS + CS = UCR CS = CR'

Tabel Perbedaan No. 1. 2. 3. Pavlov Classical Conditioning Subjek passive Respons bentuknya refleks Watson Classical Conditioning -> counter conditioning Subjek passive Respons refleks Thorndike Operant Conditioning Subjek aktif Respons diatur konsekuensi yang mengikutinya

Sumber: Travis, Carol. Wade, Carol. 2007. Psikologi Edisi Kesembilan: Jilid 1. Jakarta: Erlangga