12
PEMODELAN ENHANCED OIL RECOVERY LAPANGAN SDENGAN INJEKSI KOMBINASI SURFACTANT DAN POLYMER Tugas Akhir Oleh: ELDIAS ANJAR PERDANA PUTRA NIM 12206070 Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN Institut Teknologi Bandung PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss

Citation preview

Page 1: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

PEMODELAN ENHANCED OIL RECOVERY LAPANGAN ‘S’ DENGAN

INJEKSI KOMBINASI SURFACTANT DAN POLYMER

Tugas Akhir

Oleh:

ELDIAS ANJAR PERDANA PUTRA

NIM 12206070

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN

Institut Teknologi Bandung

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2010

Page 2: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

PEMODELAN ENHANCED OIL RECOVERY LAPANGAN ‘S’ DENGAN

INJEKSI KOMBINASI SURFACTANT DAN POLYMER

Tugas Akhir

Oleh:

ELDIAS ANJAR PERDANA PUTRA

NIM 12206070

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN

Institut Teknologi Bandung

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sudjati Rachmat DEA

NIP. 195509021980101001

Page 3: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

1

Pemodelan Enhanced Oil Recovery Lapangan ‘S’ dengan Injeksi Kombinasi

Surfactant dan Polymer

Oleh :

Eldias Anjar Perdana Putra

Dr. Ir. Sudjati Rachmat DEA

Sari

Pemodelan Enhanced Oil Recovery (EOR) merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan lapangan

yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah perolehan minyak. Perencanaan yang matang dan analisis yang mendalam

diperlukan untuk mendapatkan model yang tepat dari rencana pengembangan lapangan menggunakan EOR. Untuk

mendapatkan hasil yang lebih akurat digunakan simulasi reservoir yang dapat meramalkan kinerja reservoir kedepan.

Lapangan S mempunyai jumlah cadangan tersisa dan karakteristik yang potensial untuk dilakukan proses

EOR. Ada beberapa metode EOR yang bisa diaplikasikan pada lapangan ini. Namun ruang lingkup pembahasan hanya

terbatas pada injeksi kimia yang terdiri dari polymer dan surfactant.

Pemodelan EOR dilakukan dengan analisis sensitivitas terhadap parameter-parameter yang terdapat di dalam

polymer dan surfactant. Setelah didapatkan nilai yang optimum dari parameter-parameter tersebut dilakukan

penyusunan pola injeksi yang kemudian disimulasikan sehingga didapat performa reservoir dan jumlah penambahan

perolehan minyak dari hasil EOR.

Kata kunci : Enhanced Oil Recovery, surfactant, polymer, pemodelan, simulasi

Abstract

Enhanced Oil Recovery (EOR) modeling is very important in field development to increase the amount of oil

recovery. A ripe planning and an intensive analysis is needed to get an appropriate EOR model development program.

The reservoir simulation usage is to achieve more accurate results that could forecast reservoir performance.

S field has a potential remaining reserve with a suitable reservoir characteristic which is likely to be performed

with an EOR process. There are several EOR methods that can be performed in this field. But the scope of this study is

only for chemical injection usage only which it consists of polymer and surfactant.

EOR modeling itself is performed with sensitivity analysis for several chemical properties in polymer and

surfactant. Injection pattern arranged after the optimum value of those properties achieved and then simulate it. So, at

the end, the reservoir performance can be constructed and the incremental oil recovery from EOR can be generated.

Keywords : Enhanced Oil Recovery, surfactant, polymer, modeling, simulation

I. PENDAHULUAN

Lapangan S merupakan lapangan minyak

unconsolidated shaly sands dengan kandungan shale

yang menyebar. Lapangan ini memiliki porositas yang

cukup tinggi yaitu sekitar 25-30 % dan permeabilitas

diatas 110 mD. Lapangan ini terdiri dari empat

kompartemen yaitu Northwest, Main, South dan

Southeast dimana pada paper ini hanya difokuskan

pada kompartemen utama yaitu Main dan South.

Formasi utama yang menyusun lapangan ini adalah

formasi batu pasir Sihapas yang terdiri dari Upper

Sihapas dan Lower Sihapas.

Beberapa karakteristik utama dari lapangan S

yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan

metode EOR ditampilkan dalam tabel 1.1.

Tabel 1.1 : Karakteristik Utama Lapangan S

Parameter Harga Satuan

SG minyak

Viskositas minyak

Porositas

Saturasi minyak

Kedalaman reservoir

Tekanan reservoir

Kandungan lempung

22 – 26

8 – 12

30

40

900

300

10

API

cp

%

%

ft

psi

%

Page 4: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

2

Berdasarkan karakteristik diatas maka ada beberapa

metode EOR yang mungkin diaplikasikan pada

lapangan ini yaitu steam flood dan chemical (polymer,

alkaline, surfactant) flood. Pembahasan pada paper ini

hanya difokuskan pada injeksi polymer dan surfactant.

Pada paper ini akan dibahas proses pemodelan

EOR yang terdiri dari studi analisis dan pemodelan

reservoir. Hasil dari pemodelan ini akan dievaluasi

dengan membandingkan jumlah penambahan

perolehan minyak.

II. TEORI DASAR

Pada dasarnya Enhanced Oil Recovery (EOR)

bertujuan untuk memberikan tambahan perolehan

minyak dari suatu lapangan. Tingkat keberhasilan

suatu metode EOR salah satunya ditentukan oleh

jumlah perolehan minyak tambahan yang bisa

dihasilkan dari metode tersebut. Ada satu parameter

yang paling mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu

metode EOR yaitu efisiensi. Ada tiga jenis efisiensi

yang dikenal dalam teori pendesakan dan ketiganya

merupakan parameter penting dalam proses pemodelan

EOR yaitu displacement efficiency, areal efficiency

dan vertical efficiency.

Displacement efficiency menunjukkan jumlah

minyak yang berhasil didesak pada proses injeksi.

Dirumuskan dalam persamaan :

𝐸𝐷 = 1 − 𝑆𝑜𝐵𝑜𝑖

𝑆𝑜𝑖𝐵𝑜 (2.1)

Dimana nilai 𝑆𝑜 diperoleh dari persamaan :

𝑆𝑜 = 1 − 𝑆𝑤 (2.2)

𝑆𝑤 merupakan saturasi air rata-rata setelah

breakthrough dan nilainya didapat dari plot grafik

𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤 seperti pada grafik dibawah :

Gambar 2.1 : grafik 𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤

Areal efficiency menunjukkan area yang

tersapu dibandingkan dengan total area pendesakan.

Fassihi (1986) menyusun suatu korelasi untuk mencari

nilai areal efficiency dengan persamaan :

𝐸𝐴 =1

1+𝐴 (2.3)

dimana

𝐴 = 𝑎1 𝑙𝑛 𝑀 + 𝑎2 + 𝑎3 𝑓𝑤 + 𝑎4 𝑙𝑛 𝑀 + 𝑎5 + 𝑎6

(2.4)

𝑀 =𝑘𝑟𝑤 𝜇𝑜

𝑘𝑟𝑜 𝜇𝑤 (2.5)

Untuk pola injeksi lima titik, nilai-nilai koefisien 𝑎1

sampai 𝑎6 adalah :

Tabel 2.1 : Koefisien five spot EA

Koefisien Nilai

𝑎1

𝑎2

𝑎3

𝑎4

𝑎5

𝑎6

-0.2062

-0.0712

-0.511

0.3048

0.123

0.4394

Vertical efficiency menunjukkan area yang

tersapu dibandingkan dengan total area pendesakan

dalam penampang vertikal. Fassihi (1986) juga

menyusun korelasi untuk vertical efficiency dengan

persamaan :

𝐸𝑉 = 𝑎1 + 𝑎2 ln𝑌 + 𝑎3 ln𝑌2 + 𝑎4 ln𝑌3 +𝑎5

ln 𝑌+ 𝑎6𝑌

(2.6)

dimana

𝑌 = 𝑊𝑂𝑅+0.4 (18.948−2.499𝑉)

(𝑀−0.8094𝑉+1.137)10𝑋 (2.7)

𝑋 = 1.6453𝑉2 + 0.935𝑉 − 0.6891 (2.8)

Untuk pola injeksi lima titik, nilai-nilai koefisien 𝑎1

sampai 𝑎6 adalah :

Tabel 2.1 : Koefisien five spot Ev

Koefisien Nilai

𝑎1

𝑎2

𝑎3

𝑎4

𝑎5

𝑎6

0.1986

0.1815

0.0161

-4.62 x 10-3

-4.29 x 10-4

2.77 x 10-4

Dykstra Parson (1950) mendeskripsikan suatu

keheterogenan reservoir secara vertikal dalam derajat

heterogenitas. Dalam persamaan di atas dilambangkan

Page 5: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

3

dalam V, dimana nilai V akan mendekati nol bila

reservoir semakin homogen dan mendekati satu bila

reservoir semakin heterogen. Dalam studi yang telah

dilakukan sebelumnya diketahui bahwa derajat

heterogenitas lapangan S adalah 0.8

III. METODOLOGI DAN HASIL

3.1 Studi Analisis

Studi analisis dilakukan dengan analisis

sensitivitas terhadap dua parameter yang paling

berpengaruh dalam injeksi kimia yaitu konsentrasi

polymer dan capillary number yang merupakan fungsi

dari konsentrasi surfactant. Analisis sensitivitas ini

dilakukan dengan memasukkan berbagai nilai

konsentrasi polymer dan capillary number. Dengan

menggunakan korelasi-korelasi yang terdapat pada

teori dasar maka nilai efisiensi pendesakan bisa

didapatkan. Nilai penambahan perolehan minyak bisa

didapat dengan cara mengalikan efisiensi dengan

jumlah minyak yang tersisa di reservoir. Dengan

begitu nilai penambahan perolehan minyak yang

maksimal bisa diketahui dan nilai konsentrasi polymer

serta capillary number yang optimal bisa didapatkan.

Proses perhitungan dilakukan dengan terlebih

dahulu membagi lapangan S menjadi 35 bagian yang

mewakili satu pola injeksi lima titik. Perhitungan

perolehan minyak dilakukan pada satu pola injeksi dan

kemudian dikalikan dengan jumlah pola.

Data-data yang digunakan berasal dari model

reservoir lapangan S. Beberapa data yang digunakan

dalam perhitungan adalah :

Tabel 3.1 : Data model reservoir lapangan S

Parameter Harga Satuan

Luas area 1 pola

Tebal reservoir

NTG rasio

Porositas

Permeabilitas

Np area EOR

OIP area EOR

30

46

0.95

32

1435

26.27

67.05

acre

ft

-

%

mD

MMSTB

MMSTB

Pada analisis sensitivitas konsentrasi polymer

dicoba beberapa kasus dengan menggunakan

konsentrasi polymer antara 200 g/m3 sampai 1000

g/m3. Konsentrasi polymer ini akan berpengaruh

terhadap viskositas dari campuran air-polymer sebagai

pendesak minyak. Hubungan antara konsentrasi

polymer dan viskositas campuran pendesak pada suatu

nilai shear rate tertentu ditunjukkan dalam grafik yang

disusun oleh Tsaur (1978).

Gambar 3.1 : Grafik konsentrasi polymer, viskositas &

shear rate Tsaur (1978)

Viskositas campuran pendesak yang berbeda

pada tiap-tiap kasus akan memberikan grafik 𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤

yang berbeda karena nilai 𝑓𝑤 merupakan fungsi dari

mobility ratio (M) dan M merupakan fungsi dari

viskositas campuran pendesak. Maka nilai 𝑆𝑤 yang

dihasilkan tiap kasus juga berbeda. Sehingga dengan

menggunakan persamaan yang terdapat pada teori

dasar bisa didapatkan nilai displacement efficiency

(ED) dari tiap-tiap kasus.

Dengan diketahuinya nilai viskositas

campuran pendesak dan parameter-parameter lain yang

sudah diketahui sebelumnya seperti 𝑓𝑤 , WOR dan V

maka nilai EA dan EV bisa dicari menggunakan

korelasi Fassihi (1986) seperti yang tertera pada dasar

teori. Nilai EA dan EV pun berbeda untuk masing-

masing kasus. Maka nilai dari efisiensi total

pendesakan (ER) bisa didapat dengan mengalikan

ketiga efisiensi diatas. Nilai tambahan perolehan

minyak dan ultimate recovery factor bisa didapatkan

dengan diketahuinya nilai Np dan OIP dari area EOR

saat awal pendesakan seperti yang tertera pada tabel

3.1. Hasil dari analisis sensitivitas terhadap konsentrasi

polymer terdapat pada tabel dan grafik di bawah :

Tabel 3.2 : Hasil analisis sensitivitas konsentrasi

polymer

Kons.

Polymer

(g/m3)

ED EA EV ER Ultimate

RF

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

0.213

0.218

0.246

0.249

0.272

0.273

0.276

0.277

0.329

0.95

0.95

0.95

0.95

0.95

0.95

0.94

0.90

0.83

0.770

0.798

0.821

0.838

0.848

0.859

0.867

0.872

0.876

0.160

0.166

0.170

0.174

0.176

0.178

0.178

0.172

0.160

0.396

0.401

0.404

0.406

0.408

0.410

0.410

0.405

0.396

Page 6: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

4

Gambar 3.2 : Grafik konsentrasi polymer vs efisiensi

Gambar 3.3 : Grafik konsentrasi polymer vs ultimate

recovery factor

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa

dengan bertambahnya konsentrasi polymer maka ED

dan EV akan bertambah. Hal ini disebabkan turunnya

nilai mobility ratio (M) yang menunjukkan

peningkatan kualitas pendesakan. Sedangkan EA

mempunyai satu titik optimum dimana penambahan

konsentrasi polymer di atas titik optimum

menyebabkan penurunan nilai EA. Hal ini mungkin

disebabkan konsentrasi polymer yang terlalu besar

dapat menyebabkan plugging pada pori-pori batuan.

Karena pengaruh dari EA maka nilai dari ER dan

ultimate recovery factor juga mempunyai nilai

optimum yaitu pada konsentrasi polymer 700 g/m3 dan

nilai inilah yang digunakan sebagai input pada

simulasi.

Sensitivitas capillary number (Nvc) dilakukan

dengan mencoba beberapa kasus dengan nilai capillary

number antara 2x10-4

sampai 4x10-3

. Nilai capillary

number ini akan mempengaruhi saturasi residual baik

itu dari wetting phase maupun non-wetting phase pada

saat injeksi surfactant. Hubungan antara capillary

number dan saturasi residual didapat dari hasil

percobaan. Hasil percobaan yang dilakuakan oleh

Taber (1969); Ehrlich (1974); McMillen dan Foster

(1977); Gupta dan Trushenski (1978) di plot di dalam

suatu kurva dan menunjukkan suatu bentuk yang

serupa. Plot antara capillary number dan saturasi

residual dari berbagai percobaan tersebut dikenal

dengan nama Capillary De-saturation Curve (CDC).

Gambar 3.4 : Capillary De-saturation Curve

Perbedaan nilai capillary number pada tiap-

tiap kasus memberikan nilai saturasi residual yang

berbeda pula. Nilai saturasi residual ini akan

mempengaruhi bentuk kurva 𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤 . Maka tiap-tiap

kasus akan mempunyai nilai 𝑆𝑤 yang mempengaruhi

besarnya nilai ED. Pengaruh surfactant terhadap

viskositas campuran pendesak diabaikan dalam kasus

ini. Sehingga nilai dari ER dan ultimate recovery factor

yang didapat dari sensitivitas capillary number hanya

dipengaruhi oleh besarnya ED. Sedangkan nilai EA dan

EV tidak terpengaruh. Hasil dari analisis sensitivitas

terhadap capillary number terdapat pada tabel dan

grafik di bawah :

Tabel 3.3 : Hasil analisis sensitivitas capillary number

(Nvc)

Capillary Number

(Nvc)

ED ER Ultimate

RF

2x10-4

4x10-4

6x10-4

8x10-4

1x10-3

2x10-3

3x10-3

4x10-3

0.396

0.459

0.494

0.518

0.539

0.603

0.635

0.659

0.297

0.345

0.371

0.389

0.405

0.453

0.477

0.495

0.495

0.529

0.548

0.561

0.572

0.607

0.624

0.637

Page 7: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

5

Gambar 3.5 : Grafik capillary number (Nvc) vs

efisiensi

Gambar 3.6 : Grafik capillary number (Nvc) vs

ultimate recovery factor

Sensitivitas terakhir adalah gabungan antara

konsentrasi polymer dan capillary number (Nvc) untuk

menegetahui recovery factor maksimal yang dapat

diperoleh dari injeksi polymer dan surfactant.

Sensitivitas dilakukan terhadap tiga nilai capillary

number yaitu 4x10-4

, 1x10-3

dan 4x10-3

, serta tiga nilai

konsentrasi polymer yaitu 400 g/m3, 700 g/m

3 dan 900

g/m3. Hasil dari sensitivitas tersebut terdapat pada

grafik berikut :

Gambar 3.7 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap ED

Gambar 3.8 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap EA

Gambar 3.9 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap EV

Page 8: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

6

Gambar 3.10 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap ER

Gambar 3.10 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap

ultimate recovery factor

Dari grafik-grafik diatas terlihat bahwa

konsentrasi polymer berpengaruh terhadap ketiga

efisiensi. Sedangkan nilai capillary number hanya

berpengaruh pada ED. Grafik EA dan EV terhadap

sensitivitas capillary number berhimpit karena kedua

efisiensi tersebut tidak dipengaruhi oleh capillary

number. Pada grafik ultimate recovery factor terlihat

bahwa nilai terbesar yang dapat diperoleh dari

sensitivitas gabungan ini terdapat pada nilai

konsentrasi polymer optimal yaitu 700 g/m3 dan

capillary number maksimal yaitu 4x10-3

. Nilai ultimate

recovery factor pada titik ini sebesar 0.73. Nilai ini

merupakan recovery factor maksimal yang mungkin

didapat dari injeksi surfactant dan polymer pada

kondisi ideal dengan menggunakan paremeter-

parameter kimia seperti di atas.

Nilai-nilai parameter kimia yang didapatkan

dari hasil sensitivitas diatas akan digunakan sebagai

parameter masukan dalam simulasi reservoir. Nilai

capillary number harus dilakukan evaluasi terlebih

dahulu untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Gambar 3.11 : Evaluasi capillary number

Seperti terlihat pada grafik diatas bahwa

penambahan capillary number menyebabkan

peningkatan ER. Namun ada satu titik dimana

peningkatan ER tidak signifikan lagi. Maka dari grafik

diatas nilai capillary number yang optimal terdapat

pada nilai 5x10-4

. Nilai capillary number ini kemudian

dikonversi ke dalam interfacial tension (IFT) dengan

menggunakan persamaan 3.1. Nilai konsentrasi

surfactant yang diperlukan bisa didapat dari kurva hasil

percobaan seperti pada gambar 3.12.

𝑁𝑣𝑐 =𝑉𝑠𝑓

𝐼𝐹𝑇× 𝑘𝑟𝑜𝜇 𝑜

+𝑘𝑟𝑤𝜇𝑤

(3.1)

Gambar 3.12 : Grafik IFT vs konsentrasi surfactant

Dengan evaluasi tersebut maka didapatkan

nilai interfacial tension sebesar 2.8x10-5

dan

konsentrasi surfactant 3 kg/m3. Nilai ini merupakan

nilai yang optimal dan digunakan sebagai parameter

masukan dalam simulasi.

3.2 Simulasi Reservoir

Simulasi reservoir kali ini menggunakan

simulator ECLIPSE. Model yang digunakan adalah

black oil dengan tipe grid cartesian. Dimensi grid

Page 9: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

7

adalah 112 cell pada arah sumbu X, 95 cell pada

sumbu Y dan 37 cell pada sumbu Z sehingga total

terdapat 393680 cell. Jumlah cell yang aktif adalah

67183. Model ini mempunyai nilai rata-rata porositas

sebesar 0.31, permeabilitas X sebesar 1167.3 mD,

permeabilitas Y sebesar 1153.3 mD dan permeabilitas

Z sebesar 606.9 mD. Kedalaman rata-rata dari model

ini adalah 963 ft dan mempunyai nilai NTG 0.94.

Model ini mempunyai 37 layer tetapi layer utama

terdapat pada layer 11-15 dan 17-24. Model yang

digunakan sudah melewati proses history matcing dan

mempunyai nilai OOIP yang berdekatan dengan hasil

volumetrik sehingga model ini valid untuk digunakan

dalam peramalan kinerja reservoir.

Proses dari simulasi reservoir menggunakan

EOR ini diawali pada kondisi base case lalu dilakukan

infill drilling dilanjutkan dengan injeksi polymer

dengan sumur injeksi yang baru dan terakhir injeksi

polymer dan surfactant. Lalu masing-masing kasus

dibandingkan jumlah perolehan minyaknya. Tiap kasus

dimulai pada tahun 2012 dan diakhiri sampai batas

akhir kontrak yaitu 2020.

Kasus base case melanjutkan operasi

produksi yang sebelumnya tanpa adanya workover

pada sumur-sumur yang sudah ada. Jumlah sumur

produksi pada kasus ini adalah 55 sumur.

Kasus infill drilling bertujuan untuk

mengoptimalkan produksi minyak dari lapangan S

sebelum dilakukan proses injeksi. Penentuan posisi

sumur baru dilakuakan dengan mencari daerah yang

masih mempunyai jumlah volume minyak tersisa yang

tinggi. Setelah dilakukan beberapa kali percobaan

posisi sumur didapatkan bahwa penambahan perolehan

minyak yang paling optimal adalah dengan menambah

12 sumur baru. Sumur diproduksikan dengan liquid

rate 200 STB/day.

Gambar 3.13 : Posisi sumur infill (kotak merah)

Kasus injeksi polymer merupakan lanjutan

dari kasus infill drilling dimana sejumlah sumur injeksi

ditambahkan untuk proses injeksi polymer. Pola yang

digunakan dalam proses injeksi ini adalah pola

irregular. Hal ini disebabkan posisi dari sumur-sumur

prosuksi yang sudah ada tidak beraturan dan reservoir

lapangan S bersifat heterogen sehingga pola injeksi

lima titik tidak bisa diterapkan. Penentuan posisi

sumur injeksi dilakukan dengan mencari titik-titik di

sekitar daerah yang masih mempunyai jumlah volume

minyak tersisa yang tinggi sehingga minyak dapat

tersapu menuju ke sumur produksi. Setelah dilakukan

beberapa kali percobaan posisi sumur injeksi

didapatkan bahwa penambahan perolehan minyak dan

penyapuan minyak yang paling optimal adalah dengan

menambah 24 sumur injeksi. Masing-masing sumur

diinjeksikan dengan rate injeksi 1000 STB/day dan

untuk menghindari rekahan pada reservoir maka

tekanan alir bawah sumur dibatasi sampai 700 psi.

Konsentrasi polymer yang digunakan adalah 700 g/m3

sesuai dengan hasil studi analisis. Jumlah polymer

yang diinjeksikan adalah menggunakan asumsi 0.3

pore volume.

Gambar 3.13 : Posisi sumur injeksi (titik kuning)

Kasus injeksi surfactant dan polymer juga

merupakan lanjutan dari kasus infill drilling. Jumlah

dan posisi dari sumur injeksi sama dengan pada kasus

injeksi polymer. Rate injeksi dan tekanan alir bawah

sumur juga mengikuti kasus injeksi polymer. Ada tiga

slug yang digunakan dalam injeksi surfactant dan

polymer. Pertama adalah surfactant-polymer (SP) slug.

Terdiri dari surfactant dengan konsentrasi 3 kg/m3

sesuai dengan studi analisis dan polymer dengan

konsentrasi 140 g/m3. Jumlah SP slug yang

diinjeksikan menggunakan asumsi 0.2 pore volume.

Kedua adalah buffer slug yang berupa campuran

polymer dengan konsentrasi 700 g/m3. Jumlah buffer

slug yang diinjeksikan menggunakan asumsi 0.25 pore

volume. Ketiga adalah tapper slug yang berupa

campuran polymer dengan konsentrasi yang semakin

menurun. Jumlah tapper slug yang diinjeksikan

menggunakan asumsi 0.05 pore volume. Pada kasus ini

SP slug bertujuan untuk meningkatkan ED dengan cara

menurunkuan interfacial tension sehingga jumlah

residual oil saturation menurun. Lalu diikuti dengan

buffer slug untuk meningkatkan EA dan EV dengan

menyapu minyak ke sumur produksi. Lalu diikuti oleh

tapper slug yang bertujuan untuk menghindari

Page 10: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

8

fingering air karena setelah tapper slug proses

selanjutnya adalah injeksi air.

Hasil dari simulasi berbagai kasus EOR di

atas terdapat pada tabel dan gambar berikut:

Gambar 3.14 : Produksi total dari berbagai kasus

Gambar 3.15 : Rate produksi dari berbagai kasus

Grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan perolehan minyak dari tiap-tiap kasus.

Base case menghasilkan peningkatan perolehan

minyak dari tahun 2012 sampai tahun 2020 sebesar 4.

2 MMSTB. Setelah dilakukan infill drilling maka

peningkatan perolehan minyak menjadi 5.9 MMSTB.

Injeksi polymer juga menghasilkan peningkatan

perolehan minyak dengan nilai sebesar 9.4 MMSTB.

Injeksi surfactant-polymer menghasilkan peningkatan

perolehan minyak yang paling besar yaitu 11.88

MMSTB.

Hasil diatas menunjukkan bahwa lapangan S

masih mempunyai cadangan minyak tersisa yang

sangat potensial untuk diproduksikan dan metode EOR

dengan injeksi kimia menghasilkan peningkatan

perolehan minyak yang cukup tinggi. Peta persebaran

minyak pada berbagai kasus diatas adalah sebagai

berikut :

Gambar 3.16 : Persebaran volume minyak pada awal

2012

Gambar 3.17 : Persebaran volume minyak pada akhir

infill drilling

Gambar 3.18 : Persebaran volume minyak pada akhir

injeksi polymer

Page 11: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

9

Gambar 3.19 : Persebaran volume minyak pada akhir

injeksi surfactant-polymer

Gambar diatas menunjukkan bahwa

persebaran volume minyak makin berkurang pada tiap

kasus. Namun di akhir dari tiap kasus tersebut masih

cukup banyak volume minyak yang tertinggal di

reservoir. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya

metode EOR dengan injeksi kimia ini masih bisa

dioptimalkan lagi untuk mendapatkan hasil perolehan

minyak yang maksimal. Hasil tabulasi lengkap

perolehan minyak pada tiap kasus ada pada tabel

berikut.

Tabel 3.20 : Tabulasi lengkap seluruh hasil simulasi

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Nilai optimum dari parameter kimia yang

digunakan untuk injeksi kimia bisa

didapatkan melalui studi analisis.

Penambahan perolehan minyak didapatkan

dari simulasi semua metode EOR dalam studi

ini dengan injeksi polymer menghasilkan

penambahan perolehan minyak sebesar 9.4

MMSTB (RF 35%) dan injeksi surfactant

polymer sebesar 11.88 MMSTB (RF 37%).

Pemodelan EOR dengan menggunakan

injeksi kimia berhasil dikembangkan pada

lapangan S untuk meningkatkan jumlah

perolehan minyak.

4.2 Saran

Melakukan studi lanjutan untuk menentukan

letak posisi sumur injeksi yang tepat sehingga

dapat memaksimalkan efisiensi dari proses

EOR.

Maelakukan studi lanjutan untuk menentukan

nilai dari paremeter-parameter yang masih

diasumsikan dalam studi ini.

Melakukan studi laboratorium EOR untuk

mendapatkan model yang lebih representatif.

V. DAFTAR SIMBOL

SG : specific gravity, oAPI

ED : displacement efficiency, fraksi

EA : areal efficiency, fraksi

EV : vertical efficiency, fraksi

ER : total efficiency, fraksi

So : saturasi minyak, fraksi

Sw : saturasi air, fraksi

SwBT: saturasi air breakthrough, fraksi

Bo : faktor volume formasi minyak, RB/STB

fw : fractional flow water, fraksi

M : mobility ratio, fraksi

Krw : permeabilitas relatif air

Kro : permeabilitas relatif minyak

μo : viskositas minyak, cp

μw : viskositas air, cp

Nvc : capillary number, dimensionless

IFT : interfacial tension, dyne/cm

RF : recovery factor, fraksi

Page 12: Jbptitbpp Gdl Eldiasanja 22609 1 2010ta 1

10

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed, T. 2001. Reservoir Engineering

Handbook (2nd

Edition). Texas : Gulf

Professional Publishing.

2. Green, D.W. & Willhite, G.P. 1998. Enhanced

Oil Recovery. Texas : SPE series.

3. Gomaa, E.E. 2008. Concept and Mechanism of

Enhanced Oil Recovery. Jakarta : Kondur

Petroleum S.A.

4. Siregar, S. 2000. Teknik Peningkatan Perolehan

(TM-312). Bandung : Institut Teknologi Bandung

5. Taber,J.J., Martin,F.D., & Seright,R.S., EOR

Screening Criteria Revisited, SPE 35385

presented at the 1996 SPE/DOE Symposium on

Improved Oil Recovery, Tulsa, Oklahoma, 21‐24

April.