20
22 BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan biologis tertentu yang berbeda dengan batuan di atas, di bawah ataupun dengan persebaran horizontalnya sehingga dapat digunakan untuk menginterpretasikan kondisi pengendapan, sejarah geologi dan menjelaskan hubungan geometri di antara unit batuan. Analisis litofasies dilakukan dengan menentukan karakteristik, mengelompokkan dan menamakan litofasies dengan mengacu kepada klasifikasi yang dikemukakan oleh Miall (1978 op. cit. Walker dan James, 1992), dan menambahkan beberapa litofasies yang teramati. Hasil pengamatan memperlihatkan adanya sepuluh jenis litofasies yaitu: - Litofasies Batupasir Konglomeratan (Sg) - Litofasies Batupasir Lapisan Silang Siur Sejajar (Sp) - Litofasies Batupasir Berbioturbasi (Sb) - Litofasies Batupasir Karbonan (Sc) - Litofasies Batupasir Wavy (Sw) - Litofasies Batupasir Flaser (Sf) - Litofasies Batupasir Laminasi Sejajar (Sh) - Litofasies Batulempung Lenticular (Fl) - Litofasies Batulempung Berlapis (Fsc) - Litofasies Batugamping Bioklastik (Lk)

Jbptitbpp Gdl Juanjulian 22668 5 2010ta 4

Embed Size (px)

Citation preview

  • 22

    BAB IV

    ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

    4.1 Litofasies

    Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman

    stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

    biologis tertentu yang berbeda dengan batuan di atas, di bawah ataupun dengan

    persebaran horizontalnya sehingga dapat digunakan untuk menginterpretasikan

    kondisi pengendapan, sejarah geologi dan menjelaskan hubungan geometri di

    antara unit batuan.

    Analisis litofasies dilakukan dengan menentukan karakteristik,

    mengelompokkan dan menamakan litofasies dengan mengacu kepada klasifikasi

    yang dikemukakan oleh Miall (1978 op. cit. Walker dan James, 1992), dan

    menambahkan beberapa litofasies yang teramati. Hasil pengamatan

    memperlihatkan adanya sepuluh jenis litofasies yaitu:

    - Litofasies Batupasir Konglomeratan (Sg)

    - Litofasies Batupasir Lapisan Silang Siur Sejajar (Sp)

    - Litofasies Batupasir Berbioturbasi (Sb)

    - Litofasies Batupasir Karbonan (Sc)

    - Litofasies Batupasir Wavy (Sw)

    - Litofasies Batupasir Flaser (Sf)

    - Litofasies Batupasir Laminasi Sejajar (Sh)

    - Litofasies Batulempung Lenticular (Fl)

    - Litofasies Batulempung Berlapis (Fsc) - Litofasies Batugamping Bioklastik (Lk)

  • 23

    4.1.1 Litofasies Batupasir Konglomeratan (Sg)

    Litofasies ini ditemukan di Satuan Batupasir pada lintasan JP1, JP2 dan

    JP3 (Gambar 4.1), berupa batupasir konglomeratan berwarna abu abu terang,

    dengan matriks pasir sedang pasir kasar, fragmen berupa kuarsa, batulempung.

    Ketebalan litofasies ini 30 cm.

    Hasil analisis petrografi litofasies ini (Gambar 4.2) menghasilkan

    batupasir terpilah sedang, kemas tertutup, tersusun oleh butiran menyudut tanggung

    membundar tanggung, berukuran pasir sedang pasir kasar (0,2 2,1 mm) terdiri dari

    butiran kuarsa (48%) k-feldspar (15%), muskovit (5%), fragmen litik (4%), mineral

    opak (4%), matriks lempung (10%) berupa mineral lempung berwarna coklat keruh,

    semen (9%) berupa mineral lempung dan silika, dan porositas (5%) berupa intergranular

    dengan nama batupasir arenit kuarsa (quartz arenite klasifikasi Folk, 1974).

    Gambar 4.1 Singkapan Litofasies Batupasir Konglomeratan (Sg).

    Sg

  • 24

    Gambar 4.2 Sayatan petrografi litofasies Sg.

    4.1.2 Litofasies Batupasir Lapisan Silang Siur Sejajar (Sp)

    Litofasies ini ditemukan di Satuan Batupasir pada lintasan JP2 (Gambar

    4.3), berupa batupasir berwarna abu-abu kecoklatan, berukuran pasir sedang

    pasir kasar, kompak, pemilahan baik, struktur sedimen cross bedding. Ketebalan

    litofasies ini 2-3 m.

    Gambar 4.3 Singkapan Litofasies Batupasir Lapisan Silang Siur Sejajar (Sp).

    A B C D E A B C D E

    1

    1

    1

    2 2 2

    3 3 3

    4 4 4

    5 5 5

    6 6 6

    7 7 7

    8 8 8

    // - Nicol P1 X Nicol

  • 25

    4.1.3 Litofasies Batupasir Berbioturbasi (Sb)

    Litofasies ini ditemukan di Satuan Batupasir pada lintasan JP2 (Gambar

    4.4), berupa batupasir berwarna abu abu, berukruan pasir halus pasir sedang,

    kompak, pemilahan baik, berbioturbasi. Ketebalan litofasies ini 20 cm.

    Gambar 4.4 Singkapan Litofasies Batupasir Berbioturbasi (Sb).

    4.1.4 Litofasies Batupasir Karbonan (Sc)

    Litofasies ini ditemukan pada lintasan JP1 dan JP2 (Gambar 4.5), berupa

    batupasir berwarna abu abu , berukuran pasir halus pasir sedang, kompak,

    terpilah baik, karbonan. Ketebalan litofasies ini 15 - 20 cm.

    Hasil analisis petrografi litofasies ini (Gambar 4.6) menghasilkan batupasir

    terpilah sedang buruk, kemas terbuka, tersusun oleh butiran membundar

    membundar tanggung, berukuran pasir halus pasir sedang (0,1 0,2 mm) terdiri

    dari butiran kuarsa (57%), muskovit (6%), karbon (13%), mineral opak (2%), dan

    porositas (3%) berupa intergranular dengan nama batupasir arenit kuarsa (quartz

    arenite, klasifikasi Folk, 1974).

  • 26

    Gambar 4.5 Singkapan Litofasies Batupasir Karbonan (Sc).

    Gambar 4.6 Sayatan petrografi litofasies Sc.

    A B C D E A B C D E

    1

    1

    1

    2 2 2

    3 3 3

    4 4 4

    5 5 5

    6 6 6

    7 7 7

    8 8 8

    // - Nicol P1 X Nicol

    Sc

    Sc

  • 27

    4.1.5 Litofasies Batupasir Wavy (Sw)

    Litofasies ini ditemukan pada lintasan JP2 (Gambar 4.7), berupa batupasir

    berwarna abu abu terang, berukruan pasir halus pasir sedang, kompak,

    pemilahan baik, struktur sedimen wavy, cross bedding. Ketebalan litofasies ini

    10 15 cm.

    Gambar 4.7 Singkapan Litofasies Batupasir Wavy (Sw).

    Sw

    Sw

  • 28

    4.1.6 Litofasies Batupasir Flaser (Sf)

    Litofasies ini ditemukan di Satuan Batupasir pada lintasan JP1 (Gambar

    4.8), berupa batupasir berwarna abu abu terang, berukuran pasir halus pasir

    sedang, kompak, terpilah baik, struktur sedimen flaser. Ketebalan litofasies ini 5

    - 20 cm.

    Gambar 4.8 Litofasies Batupasir Flaser (Sf).

    4.1.7 Litofasies Batupasir Laminasi Sejajar (Sh)

    Litofasies ini ditemukan pada lintasan JP1 dan JP2 (Gambar 4.9), berupa

    batupasir berwarna abu abu berukuran pasir halus pasir sedang, kompak,

    terpilah baik, struktur sedimen laminasi sejajar. Ketebalan litofasies ini 5 - 10

    cm.

    Hasil analisis petrografi litofasies ini (Gambar 4.10) menghasilkan batupasir

    terpilah baik, kemas tertutup, tersusun oleh butiran membundar membundar

    tanggung, berukuran pasir halus pasir sedang (0,1 0,2 mm) terdiri dari butiran

    kuarsa (57%), muskovit (6%), karbon (10%), mineral opak (2%), dan porositas

    (3%) berupa intergranular dengan nama batupasir arenit kuarsa (quartz arenite,

    klasifikasi Gilbert, 1982).

    flaser

  • 29

    Gambar 4.9 Singkapan Litofasies Batupasir Laminasi Sejajar (Sh).

    Gambar 4.10 Sayatan petrografi litofasies Sh.

    4.1.8 Litofasies Batulempung Lenticular (Fl)

    Litofasies Fl ditemukan pada lintasan JP1, JP2 dan JP3 (Gambar 4.11),

    berupa batulempung berwarna abu abu hitam, getas, karbonatan, dengan struktur

    sedimen berupa lenticular batupasir halus. Litofasies ini memiliki ketebalan 3 5

    cm.

    A B C D E A B C D E

    1

    1

    1

    2 2 2

    3 3 3

    4 4 4

    5 5 5

    6 6 6

    7 7 7

    8 8 8

    // - Nicol P1 X Nicol

    Sh Sh

    Sc

  • 30

    Gambar 4.11 Litofasies Batulempung Lenticular (Fl).

    4.1.9 Litofasies Batulempung Berlapis (Fsc) Litofasies ini ditemukan di Satuan Batulempung pada Lintasan JP1 dan JP2

    (Gambar 4.12). Litofasies ini berupa batulempung, berwarna abu abu gelap, getas,

    berlapis dengan ketebalan 2 3 cm. Litofasies ini memiliki ketebalan 1 1,5 m.

    Gambar 4.12 Litofasies Batulempung Berlapis (Fsc).

    Fl

    Fl

  • 31

    4.1.10 Litofasies Batugamping Bioklastik (Lk)

    Litofasies ini ditemukan di Satuan Batugamping pada lintasan JP1 dan JP2

    (Gambar 4.13). Litofasies ini berupa batugamping berwarna abu abu kecoklatan,

    dengan fragmen berupa pecahan cangkang foraminifera besar dan koral. Litofasies

    ini memiliki ketebalan terukur 2 m.

    Hasil analisis petrografi litofasies ini (Gambar 4.14) menghasilkan

    batugamping dengan tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, dengan butiran

    sejumlah 55%, terdiri dari fragmen fosil foraminifera besar (35%) berupa Lepidocyclina

    sp., Spiroclypeus Sp. dan foram kecil(20%), berbentuk utuh - pecah pecah, berukuran 0.1

    3 mm, berbentuk menyudut tanggung membundar dengan nama Bentonic Packstone

    (klasifikasi Dunham, 1962).

    Gambar 4.13 Litofasies Batugamping Bioklastik (Lk).

  • 32

    Gambar 4.14 Sayatan Petrografi Litofasies Lk.

    4.2 Asosiasi Fasies

    Asosiasi fasies adalah sekelompok fasies yang secara diagenesa

    berhubungan antara satu dan yang lainnya, yang memiliki lingkungan pembentukan

    yang sama (Walker dan James, 1992). Dari hasil analisis litofasies yang telah

    dilakukan, ditemukan beberapa kenampakan sedimen yang merupakan penciri dari

    suatu endapan tidal yaitu:

    - Flaser, wavy, lenticular bedding (Reineck dan Singh, 1980 op. cit. Walker

    dan James, 1992)

    - Perselingan tebal tipis lanau lempung yang membentuk ritme

    teratur/ritmik (Kuecher, 1980 op. cit. Shanmugam et al., 1998)

    - Cross beds dengan endapan mud-drape (Terwindt, 1981 op. cit.

    Shanmugam et al., 1998)

    Maka interval studi yang termasuk kedalam Satuan Batupasir dan Satuan

    Batulempung dapat dibagi menjadi empat asosiasi fasies yang termasuk ke dalam

    suatu tide dominated system (Gambar 4.15 dan Gambar 4.16) yaitu tidal channel,

    tidal sand flat, tidal sand-mud mixed flat, tidal mud flat.

    A B C D E A B C D E

    1

    1

    1

    2 2 2

    3 3 3

    4 4 4

    5 5 5

    6 6 6

    7 7 7

    8 8 8

    // - Nicol P1 X Nicol

  • 33

    Gambar 4.15 Diagram blok tide dominated system (tidal flat).

    Gambar 4.16 Suksesi vertikal tide dominated estuary secara ideal

    (Dalrymple et al., 1990 op. cit. Walker dan James, 1992).

  • 34

    4.2.1 Tidal Channel

    Asosiasi Fasies tidal channel (Gambar 4.17 dan Gambar 4.18) terdiri dari

    litofasies Sg, Sp, dan Sc, dengan ketebalan satu siklus sedimentasi 1 2 m.

    Suksesi vertikal yang ditunjukkan menghalus ke atas. Litofases Sg yang

    diendapkan pada arus yang cukup kuat merupakan salah satu penciri asosiasi ini,

    sedangkan litofasies Sp terbentuk akibat adanya 2 arah arus, yaitu arus pasang dan

    arus surut, sedangkan litofasies Sc terbentuk saat masa tenang antara pasang dan

    surut.

    Gambar 4.17 Profil singkapan JP2-1

    4.2.2 Tidal Sand Flat

    Asosiasi fasies tidal sand flat (Gambar 4.17 dan Gambar 4.18) terdiri dari

    litofasies Sp, Sb, Sc, Sf, dan Sh dengan ketebalan satu siklus sedimentasi 1 2 m.

    Suksesi vertikal yang ditunjukkan menghalus ke atas, dengan litofasies Sf sebagai

  • 35

    penciri utama asosiasi fasies ini. Litofasies Sb, Sc, dan Sh muncul di bagian atas

    dalam suatu siklus sedimentasi. Adanya litofasies Sb menunjukkan adanya

    pengaruh laut, dan litofasies Sf mencirikan daerah ini dipengaruhi oleh arus pasang

    surut.

    Gambar 4.18 Profil singkapan JP1-1

    4.2.3 Mixed Tidal Sand-Mud Flat

    Asosiasi fasies mixed tida sand-mud flat (Gambar 4.18 dan Gambar 4.19)

    terdiri dari litofasies Sp, Sf, Sw dan Fl dengan ketebalan satu siklus sedimentasi

    20 50 cm. Suksesi vertikal yang ditunjukkan menghalus ke atas, kenampakan

    struktur sedimen yang terlihat khas dalam asosiasi fasies ini adalah bentukan flaser

    lenticular yang asimetris yang membentuk ritme teratur yang mengindikasikan

    adanya pengaruh pasang surut muka laut pada daerah ini. Litofasies Sp terletak di

  • 36

    bagian bawah kemudian berubah menjadi litofasies Sw ke bagian atas. Litofasies

    Sf, mencirikan daerah ini dipengaruhi oleh arus pasang surut.

    Gambar 4.19 Profil singkapan JP2-2 (asosiasi fasies tidal mud flat dan

    tidal sand-mud mixed flat).

  • 37

    4.2.4 Tidal Mud Flat

    Asosiasi fasies tidal mud flat (Gambar 4.19) terdiri dari litofasies Fl dan Fsc

    yang berupa batulempung berlapis dengan sisipan lanau, tebal asosiasi fasies ini 1

    1,5 m. Lapisan lenticular umumnya ditemukan di lingkungan tidal flat, adanya

    perulangan lapisan tebal-tipis yang terbentuk antara lanau-lempung yang

    menunjukkan siklus yang teratur diinterpretasikan sebagai suatu pengaruh dari

    pasang surut muka laut. Lapisan lanau mewakili endapan arus traksi yang terbentuk

    saat pengaruh pasang dan surut sedangkan lapisan lempung mewakili endapan

    suspensi saat air tenang.

    4.3 Hubungan Stratigrafi

    4.3.1 Formasi Bayah

    Ciri liotologi stratotipe Formasi Bayah umumnya berupa batupasir kuarsa

    pada bagian bawah sedangkan bagian atasnya terdiri dari perselingan batupasir-

    batulempung yang mengandung batubara. Pada penelitian terdahulu ditemukan

    sepuluh lapisan batubara dengan ketebalan maksimum 180 cm. Ketebalan lapisan

    batupasir berkisar dari 3 m sampai 12 m, di bagian bawah terdapat struktur silang

    siur kadang konglomeratan. Berdasarkan ciri litologinya, lingkungan pengendapan

    Formasi Bayah bagian bawah merupakan sistem sungai teranyam (braided system),

    dan berubah menjadi delta ke bagian atas (Martodjojo, 1984).

    Pada daerah penelitian dilakukan tiga lintasan pengukuran penampang

    stratigrafi, satuan batupasir pada lintasan JP1 dan JP2 memiliki ciri litologi berupa

    batupasir kuarsa pada bagian bawah dan pada bagian atas terdapat beberapa sisipan

    batulempung. Tidak di temukan adanya batubara, namun di temukan lapisan karbon

    yang mirip dengan batubara dengan ketebalan maksimum 10 cm, terdapat struktur

    silang siur kadang konglomeratan, sedangkan pada lintasan JP3 satuan batupasir

    yang tersingkap ini memiliki ciri litologi berupa batupasir kuarsa konglomeratan.

    Berdasarkan analisis asosiasi fasies didapatkan asosiasi berupa tidal sand flat dan

    tidal mixed sand-mud flat yang terdapat di lingkungan transisi. Perbedaan

    lingkungan pengendapan antara stratotipe Formasi Bayah dengan satuan batupasir

    di daerah penelitian dapat sebabkan adanya perbedaan lokasi yang di hubungkan

    dengan paleogeografi pada kedua lokasi tersebut.

  • 38

    Hasil analisis lingkungan pengendapan di dua lokasi (stratotipe dan daerah

    penelitian) menunjukkan adanya perbedaan paleogeografi di dua daerah tersebut

    saat diendapkan Formasi Bayah. Pada daerah Bayah yang merupakan lokasi

    stratotipe Formasi Bayah merupakan daerah transisi berupa delta, daerah penelitian

    juga terletak di daerah transisi berupa tidal flat (Gambar 4.21a).

    Gambar 4.20 Hubungan stratigrafi pada lokasi penelitian.

  • 39

    4.3.2 Formasi Batuasih

    Ciri litologi stratotipe Formasi Batuasih umumnya berupa batulempung

    dengan sisipan batulanau pasiran terkadang dijumpai sisipan batupasir. Batulanau

    pasiran umumnya terdiri dari kuarsa dan rijang tidak ditemukan adanya fragmen

    volkanik, sedangkan bagian atasnya terdiri dari batulempung menyerpih dengan

    sisipan batugamping hitam, banyak mengandung fosil foraminifera dan gastropoda.

    Warna Formasi Batuasih umumnya hitam, abu-abu, hitam, pada bagian bawah tidak

    ditemukan adanya fosil foraminifera kemudian ke bagian atas ditemukan fosil yang

    mengarah ke laut, dan di simpulkan lingkungan pengendapan berada pada daerah

    transisi dengan kondisi reduksi di bagian bawahnya kebagian atas lingkungan

    berubah menjadi laut (Martodjojo, 1984).

    Dari tiga lintasan pengukuran penampang stratigrafi yang telah dilakukan,

    satuan batulempung pada lintasan JP1 dan JP2 memiliki ciri berupa batulempung

    lanauan dengan sisipan batupasir terdapat lapisan karbon di beberapa tempat,

    struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi bersusun, lapisan silang siur.

    Sisipan batupasirnya memiliki butiran kuarsa dan k-feldspar tidak ditemukan

    adanya fragmen volkanik. Pada lintasan JP3 satuan batulempung yang tersingkap

    sangat terbatas namun dari hasil pengamatan di dapatkan ciri litologi berupa

    batulempung-lanauan dengan sisipan batupasir, stuktur sedimen berupa lenticular.

    Pada satuan ini tidak ditemukan adanya fosil foraminifera. Hasil analisis asosiasi

    fasies diperoleh asosiasi berupa tidal mixed sand-mud flat dan tidal mud flat. Dari

    ciri litologinya, satuan batulempung di daerah penelitian disetarakan dengan bagian

    bawah dari Formasi Batuasih.

    Hasil analisis lingkungan pengendapan di dua lokasi (stratotipe dan daerah

    penelitian) menunjukkan adanya perbedaan paleogeografi di dua daerah tersebut

    saat di endapkannya Formasi Batuasih. Pada daerah Sukabumi yang merupakan

    stratotipe Formasi Batuasih merupakan laut, sedangkan daerah penelitian berada

    pada daerah transisi berupa tidal flat (Gambar 4.21b)

  • 40

    Gambar 4.21 Paleogeografi Jawa Barat.

    4.4 Sejarah Pengendapan

    Menurut Martodjojo (1984), pada kala Eosen pembentukan Cekungan

    Bogor dimulai, pada kala ini kondisi tektonik stabil sehingga terjadi pengendapan

    yang bersifat regresi yaitu pengendapan lebih cepat dari penurunan. Pengendapan

    di Cekungan Bogor pada kala ini memiliki lingkungan darat sampai laut transisi.

    Pada awal Oligosen mulai diendapkan Formasi Batuasih pada lingkungan transisi.

    Pada akhir Oligosen penurunan sesar Cimandiri yang menerus mengakibatkan

  • 41

    seluruh cekungan menjadi lautan yang memungkinkan diendapkannya Formasi

    Rajamandala yang berupa batugamping (Gambar 4.21).

    Gambar 4.21 Penampang geologi Eosen sampai Oligo-Miosen (Martodjojo,

    1984).

    =UQacMa?674S-ZG&