15
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tablet Secara Umum Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (Ditjen POM DepKes RI, 1995). Sediaan tablet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi yang lain. Tablet merupakan suatu sediaan utuh dan praktis diberikan secara oral dengan dosis yang tetap dan variasi yang minimal. Tablet merupakan bentuk sediaan oral dengan biaya produksi paling murah, juga paling ringan dan paling kompak. Bentuk sediaan ini paling mudah ditelan dengan resiko kecil untuk tertinggal di tenggorokan. Bentuk sediaan ini menjamin stabilitas kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi dari zat aktif yang dikandungnya (Lachman et al., 1986). Sediaan tablet juga memiliki beberapa kekurangan yang dapat membatasi suatu obat dibentuk menjadi sedian tablet. Obat dengan sifat sulit dibasahkan, melarut dengan lambat, jumlah dosis sedang sampai besar, absorpsi optimum disaluran cerna, atau kombinasi dari sifat-sifat ini bisa sulit untuk diformulasikan dan diproduksi menjadi tablet dengan bioavailabilitas yang cukup (Lachman et al., 1986). Tablet terdiri dari zat aktif dan bahan pembantu. Bahan pembantu dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama bahan pembantu yang mempengaruhi karakter kompresibilitas tablet, termasuk didalamnya adalah pengisi, pengikat, lubrikan, antiadheren, dan glidan. Kedua, bahan pembantu yang mempengaruhi biofarmasi, stabilitas fisika dan kimia, termasuk didalamnya penghancur, zat pewarna, perasa, dan pemanis (Lieberman et al., 1989). Tablet dibuat dengan tiga cara umum yaitu teknik kempa langsung, teknik granulasi kering, dan teknik granulasi basah. 3

Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

Citation preview

Page 1: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tablet Secara Umum

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa

(Ditjen POM DepKes RI, 1995).

Sediaan tablet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi

yang lain. Tablet merupakan suatu sediaan utuh dan praktis diberikan secara oral dengan

dosis yang tetap dan variasi yang minimal. Tablet merupakan bentuk sediaan oral dengan

biaya produksi paling murah, juga paling ringan dan paling kompak. Bentuk sediaan ini

paling mudah ditelan dengan resiko kecil untuk tertinggal di tenggorokan. Bentuk sediaan

ini menjamin stabilitas kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi dari zat aktif yang

dikandungnya (Lachman et al., 1986).

Sediaan tablet juga memiliki beberapa kekurangan yang dapat membatasi suatu obat

dibentuk menjadi sedian tablet. Obat dengan sifat sulit dibasahkan, melarut dengan lambat,

jumlah dosis sedang sampai besar, absorpsi optimum disaluran cerna, atau kombinasi dari

sifat-sifat ini bisa sulit untuk diformulasikan dan diproduksi menjadi tablet dengan

bioavailabilitas yang cukup (Lachman et al., 1986).

Tablet terdiri dari zat aktif dan bahan pembantu. Bahan pembantu dapat dibagi menjadi dua

kelompok besar. Pertama bahan pembantu yang mempengaruhi karakter kompresibilitas

tablet, termasuk didalamnya adalah pengisi, pengikat, lubrikan, antiadheren, dan glidan.

Kedua, bahan pembantu yang mempengaruhi biofarmasi, stabilitas fisika dan kimia,

termasuk didalamnya penghancur, zat pewarna, perasa, dan pemanis (Lieberman et al.,

1989).

Tablet dibuat dengan tiga cara umum yaitu teknik kempa langsung, teknik granulasi

kering, dan teknik granulasi basah.

3

Page 2: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

4

Teknik kempa langsung adalah pembuatan tablet tanpa adanya granulasi dan diperlukan

eksipien yang memugkinkan pengempaan langsung. Eksipien yang digunakan mempunyai

sifat aliran yang baik dan memiliki daya kempa yang tinggi. Eksipien untuk kempa

langsung yang paling banyak digunakan adalah selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat,

laktosa semprot-kering, dan beberapa pati termodifikasi (Ditjen POM DepKes RI, 1995).

Keunggulan teknik kempa langsung antara lain dapat mengurangi tahap-tahap dalam

produksi tablet dan jumlah peralatan yang digunakan serta waktu produksi lebih sedikit

dibandingkan dengan tenik granulasi (Lieberman et al., 1989).

Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan rendah

sehingga menjadi tablet yang rapuh kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul

dengan ukuran partikel yang diinginkan (Ditjen POM DepKes RI, 1995). Teknik ini

dilakukan jika dosis zat aktif terlalu tinggi untuk kempa langsung dan zat aktif tersebut

peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya. Teknik ini menjadi pilihan yang

baik dalam pembuatan tablet jika kempa langsung dan granulasi basah tidak dapat

dilakukan. Perlatan dan tahapan produksi teknik granulasi kering lebih sederhana

dibandingkan dengan granulasi basah karena dalam teknik ini tidak memerlukan proses

pembasahan dan pengeringan (Lachman et al., 1986).

Granulasi basah adalah metode yang dilakukan dengan cara membasahi massa tablet

menggunakan larutan pengikat sampai terdapat tingkat kebasahan tertentu, lalu digranulasi.

Prinsip granulasinya adalah menciptakan ikatan antara partikel melalui penggumpalan

massa dengan penambahan pengikat basah yang diikuti dengan pengeringan setelah

gumpalan massa digranulasi (Ditjen POM DepKes RI, 1995). Tujuan dari granulasi ini

adalah memperbaiki kompresibilitas dan kohesi antarserbuk. Obat dengan dosis besar dan

memiliki sifat aliran atau kompresibilitas yang kurang baik dapat diperbaiki sifat alirannya

atau kompresibilitas nya dengan teknik granulasi basah agar dapat dicetak menjadi tablet.

Teknik ini mencegah segregasi partikel dan meningkatkan disolusi obat yang tidak larut air

dengan menggunakan pelarut dan pengikat yang sesuai (Lieberman et al., 1989).

Modifikasi teknik granulasi basah dilakukan untuk membuat tablet yang mengandung zat

aktif dengan sifat tertentu. Modifikasi yang dilakukan antara lain teknik semi granulasi

dasar dan teknik granulasi terpisah. Teknik semi granulasi dasar digunakan jika salah satu

dari campuran zat aktif yang digunakan memiliki sifat tidak tahan panas atau lembab.

Page 3: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

5

Dalam teknik ini, zat aktif yang tidak tahan panas atau lembab ditambahkan sebagai serbuk

dan tidak digranulasi. Teknik granulasi terpisah dilakukan untuk campuran zat aktif yang

bersifat eutektik. Dengan menggranulasi kedua zat secara terpisah maka kontak antar zat

aktif tersebut dapat dicegah.

Beberapa kerugian teknik granulasi basah adalah banyaknya tahapan poduksi sehingga

dibutuhkan tempat yang luas dengan suhu dan kelembaban yang terkendali. Selain itu

dibutuhkan peralatan yang mahal dan waktu yang lama. Kemungkinan kehilangan massa

granul selama proses produksi besar dan peluang kontaminasi lebih besar dibandingkan

dengan teknik kempa langsung (Lieberman et al., 1989).

Evaluasi mutu dalam proses pembuatan tablet dilakukan terhadap bahan baku, granul, dan

tablet yang diproleh untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Evaluasi terhadap

granul meliputi penetapan kandungan lembab, penetapan kecepatan aliran, distribusi

ukuran partikel, pemeriksaan bobot jenis sejati, pemeriksaan bobot jenis mampat, dan

penetapan kadar zat aktif dalam granul. Evaluasi terhadap tablet meliputi penampilan

tablet, keragaman bobot, keseragaman kandungan, keseragaman ukuran, kekerasan tablet,

friksibilitas, friabilitas, waktu hancur, penetapan kadar zat aktif, dan uji disolusi

(Lachman, 1989).

1.2 Dispersi Padat

Dispersi padat merupakan campuran yang terdiri dari suatu matriks padat yang larut dalam

air dan tidak aktif secara farmakologi dengan zat aktif yang sukar larut dengan cara

meleburkan (fusion) kedua senyawa tersebut kemudian didinginkan hingga memadat atau

melarutkannya (solvent) kemudian pelarut diuapkan hingga terbentuk padatan. Kedua

metode ini dapat dimodifikasi dan dikombinasikan agar menghasilkan sisitem dispersi

padat yang baik (Swarbrick and Boyland, 1990).

Pada metode peleburan (fusion), campuran fisik antara senyawa aktif dan matriks larut air

dipanaskan hingga melebur. Leburan didinginkan dengan cepat agar pada saat leburan

memadat obat terjerap dalam lelehan matriks secara cepat. Metode ini tidak menggunakan

pelarut dalam proses pembuatannya sehingga relatif sederhana dan ekonomis. Tetapi

metode ini tidak cocok untuk obat atau matriks yang tidak stabil terhadap pemanasan

(Swarbrick and Boyland, 1990).

Page 4: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

6

Pada metode pelarutan (solvent) campuran fisika zat aktif dan matriks dilarutkan dalam

pelarut yang sama kemudian pelarut diuapkan pada tekanan rendah. Hal terpenting dalam

penentuan kualitas dispersi padat metode pelarutan adalah pemilihan pelarut dan kecepatan

penguapan pelarut. Pelarut campur dapat digunakan dalam metode ini. Penggunaan teknik

freeze-drying dan spray-drying dilaporkan dapat digunakan untuk membentuk sistem

dispersi padat. Keuntungan metode pelarutan dibandingkan dengan metode peleburan

adalah dapat dihindari dekomposisi zat akibat pemanasan karena pada metode pelarutan

proses penguapan pelarut dilakukan dalam keadaan vakum sehingga terjadi penurunan titik

uap pelarut. Kerugian metode ini adalah pada proses pembuatannya diperlukan biaya yang

relatif lebih tinggi, penggunaan jumlah pelarut yang besar, kesulitan dalam proses

penguapan pelarut secara sempurna, efek samping residu pelarut, pemilihan pelarut yang

cocok, kesulitan dalam proses penyerbukan, dan sulit untuk mencapai keadaan jenuh dalam

sistem matriks kecuali sistem berada pada fase viskositas yang tinggi (Swarbrick and

Boyland, 1990).

1.2.1 Klasifikasi Dispersi Padat

Chiou dan Riegelman membagi dispersi padat kedalam enam tipe : campuran eutektik

sederhana, larutan padat, larutan dan suspensi gelas, endapan amorf dalam pembawa

kristal, gabungan senyawa atau bentuk kompleks, dan kombinasi dari kelima tipe

sebelumnya.

Campuran eutektik sederhana dilakukan dengan proses pemadatan secara cepat dua

senyawa yang dileburkan. Sistem ini secara termodinamika mirip dengan campuran fisika

kedua komponen kristalnya. Sehingga pola difrakasi sinar X merupakan penjumlahan dari

kedua komponen ini. Contohnya campuran paraseatmol-urea, kloramfenikol-urea, dan

griseofulvin- PEG 2000 (Swarbrick and Boyland, 1990).

Larutan padat adalah dua komponen kristal berada dalam satu fasa yang homogen. Ukuran

partikel obat dalam larutan padat berkurang hingga tingkat molekular. Sehingga, kecepatan

disolusi larutan padat lebih tinggi dibandingkan dengan campuran eutektik. Contohnya

hidrokortison asetat dalam PEG 6000 (Swarbrick and Boyland, 1990).

Larutan gelas adalah keadaan solute terlarut dalam sistem gelas yang homogen. Suspensi

gelas adalah campuran antara partikel yang mengendap dan tersuspensi di dalam sistem

Page 5: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

7

gelas. Contoh pembawa yang dapat membentuk larutan dan suspensi gelas yaitu asam

sitrat, dekstrosa, sukrosa, galaktosa, PVP, dan PEG (Swarbrick and Boyland, 1990).

Endapan amorf dalam pembawa kristalin adalah obat yang sebelumnya dalam bentuk

kristalin mengendap dalam bentuk amorf pada pambawa kristalin. Jika terdapat pembawa,

obat tersebut memiliki kecendrungan mengendap lebih cepat dalam bentuk amorf

(Swarbrick and Boyland, 1990).

Peningkatan kecepatan disolusi sistem dispersi padat dapat disebabkan oleh beberapa

faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan disolusi sistem dispersi padat

adalah terjadi pengurangan ukuran partikel, pengaruh pembawa dalam meningkatkan efek

kelarutan suatu obat, peningkatan efek pembasahan obat oleh matriks, pembentukan sistem

meta stabil, dan perubahan sifat kristalinitas obat (Swarbrick and Boyland, 1990).

Sifat fisika pembawa memiliki pengaruh yang besar dalam mempengaruhi kecepatan

disolusi suatu obat. Pembawa harus larut dalam air, inert, stabil terhadap pemanasan, untuk

teknik peleburan pembawa memiliki titik leleh yang rendah, untuk teknik pelarutan

pembawa larut dalam berbagai jenis pelarut, kompatibel dengan obat (Swarbrick and

Boyland, 1990).

Tabel 1.1 menunjukkan daftar pembawa yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem

dispersi padat. Dalam beberapa penelitian kombinasi pembawa diketahui dapat digunakan

dalam sistem dispersi padat.

Tabel 1.1 Pembawa dalam Sistem Dispersi Padat

Metode Peleburan Metode Pelarutan

Polimer Polimer

PEG, Polioksietilen 40 stearat

Polivinilpirolidon, Metilselulosa, Hidroksipropilselulosa, Hidroksipropilmetilselulosa, Siklodekstrin

Molekul berukuran kecil Molekul berukuran kecil

Asam sitrat, Asam suksinat, Urea

Sukrosa, manitol, laktosa

Page 6: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

8

1.2.2 Metode Evaluasi Dispersi Padat

Metode evaluasi sediaan dispersi padat terdiri dari metode analisis termal, difraksi sinar X,

mikroskopik, disolusi, kromatografi, dan termodinamika. Kombinasi dua atau lebih metode

dibutuhkan untuk memastikan gambaran jelas mengenai sistem dispersi padat yang

terbentuk.

a. Analisis termal

Analisis termal merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mempelajari

interaksi fisikokimia dari dua atau lebih komponen dalam sistem. Ada beberapa metode

yang dapat digunakan, yaitu : metode kurva pendingin, metode lebur cair, metode

termomikroskopik, DTA (Differential Thermal Analysis), DSC (Differential Scanning

Calorimeter), dan metode daerah peleburan. Metode kurva pendingin digunakan untuk

pembuatan diagram fasa pada sampel yang tidak stabil pada pemanasan. Metode lebur cair

digunakan untuk membedakan sistem eutektik sederhana dan larutan padat. Metode

termomikroskopik menggunakan mikroskop polarisasi untuk mengamati bentuk diagram

fase. DTA (Differential Thermal Analysis) dapat digunakan untuk mempelajari

kesetimbangan fase dari senyawa murni atau campuran. Perubahan suhu sampel dikaitkan

dengan perubahan fisika dan kimia dalam sistem sampel yang diuji. Dengan alat ini dapat

diamati transisi polimorfisme, penguapan, sublimasi, dan berbagai reaksi penguraian serta

dapat digunakan untuk membuat diagram fase. Metode daerah peleburan digunakan dalam

pembuatan diagram fase penentuan komposis eutektik dan kelarutan padat-padat.

b. Difraksi sinar X

Pola difraksi sinar X merupakan sidik jari dari senyawa kristal. Metode ini umumnya

digunakan untuk menentukan struktur kristal, amorf atau kristalin. Sistem eutektik

sederhana menunjukkan puncak difraksi setiap komponen kristal yang dikandungnya.

Adanya larutan padat ditunjukkan dengan pergeseran puncak difraksi sejalan dengan

perubahan komposisi. Pada pola difraksi larutan padat, sisipan menunjukkan hilangnya

puncak difraksi zat terlarut sedangkan puncak difrakasi pelarut dapat tetap atau berubah.

Metode ini digunakan untuk menguji adanya senyawa baru atau kompleks yang terbentuk

dan untuk menentukan konsentrasi komponen kristal dalam campuran.

Page 7: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

9

c. Metode mikroskopik

Metode ini digunakan untuk mempelajari polimorf dan morfologi dispersi padat,

pengamatan ukuran, dan bentuk kristal.

d. Metode spektroskopi

Terdiri dari spektroskopi ulraviolet dan spektroskopi inframerah. Pada spektroskopi

ulraviolet, terjadinya kompleks dalam larutan dapat ditunjukkan dengan bergesernya

panjang gelombang maksimum larutan. Pada spektroskopi inframerah, terjadinya

kompleks atau interaksi antara zat aktif dan pembawa dapat ditunjukkan dengan pergeseran

puncak serapan atau terbentuknya serapan baru yang menunjukkan adanya interaksi ikatan

baru antar zat aktif dan pembawa.

e. Metode termodinamika

Diagram fase campuran eutektik dari sistem larutan padat dapat dibaca dari beberapa

parameter termodinamik. Pengetahuan tentang entropi, fusi, dan tekanan parsial dari

beberapa komposisi dapat digunakan untuk menentukan perbedaan yang rendah dari

kelarutan padat dalam suhu kesetimbangannya.

f. Kromatografi

Metode ini digunakan untuk menentukan terjadinya antaraksi kimia antara komponen-

komponen dalam sistem dispersi padat seperti pembentukan kompleks dan mengamati

adanya penguraian akibat proses pembuatan sistem dispersi padat.

g. Disolusi

Metode ini banyak digunakan untuk menguji keterandalan sistem dispersi padat yang

dibandingkan dengan sistem campuran fisika komponennya.

1.3 Ibuprofen

Ibuprofen merupakan suatu senyawa kimia turunan asam fenilasetat dengan nama kimia

(±)-2-(4-isobutil fenil) asam propionat. Ibuprofen memiliki rumus molekul C13H18O2

dengan berat molekul 206,28 (Ditjen POM, 1995). Struktur molekul ibuprofen ditunjukkan

pada Gambar 1.1.

Page 8: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

10

COOH

CH3

H3C

CH3

Gambar 1.1 Struktur molekul ibuprofen.

1.3.1 Sifat Fisika dan Kimia

Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C13H18O2,

dihitung terhadap zat anhidrat. Ibuprofen berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih;

berbau khas lemah; dan mempunyai jarak lebur 75-78 °C. Ibuprofen praktis tidak larut

dalam air; sangat mudah larut dalam etanol (1:1,5); dalam methanol; dalam aseton (1:1,5);

dalam eter (1:2); dan dalam kloroform(1:1,5); sangat mudah larut dalam larutan basa alkali

hidroksida; karbonat; dan dalam diklorometan; sukar larut dalam etil asetat. Sudut rotasi

optik ibuprofen adalah -0,05° sampai +0,05° (Ditjen POM DepKes RI, 1995). Ibuprofen

mempunyai atom karbon kiral pada rantai samping asam propionat, sehingga ibuprofen

menunjukkan sifat isomer optik. Dalam studi awal secara in vitro, ditunjukkan S (+) isomer

yang bertanggung jawab atas aktivitas inflamasi. Akan tetapi R (-) isomer mempunyai

aktivitas seperti S (+) isomer secara in vivo karena R (-) isomer secara in vivo mengalami

inversi stereoselektif menjadi S (+) isomer yang aktif (Lund, 1994).

1.3.2 Farmakologi

Ibuprofen merupakan golongan obat antiinflamasi non-steroid yang memberikan efek

analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Ibuprofen terutama digunakan untuk mengobati

arthritis rematik yang bekerja dengan cara memasuki ruangan sinovial secara lambat dan

terakumulasi dalam konsentrasi tinggi. Untuk mengatasi rasa nyeri dan antipiretik

diberikan dalam dosis 200-400 mg setiap 4-6 jam. Sedangan untuk arthritis rematik dan

arthritis tulang dapat mencapai 2400 mg walaupun dosis lazimnya sehari hanya 1200-1600

mg. Ibuprofen menyebabkan efek samping seperti gastritis, konstipasi, nausea, dan pusing

(Gilman et al., 1996).

1.3.3 Farmakokinetik

Ibuprofen diserap dengan mudah dari dinding saluran pencernaan. Kadar puncak dalam

darah dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh eliminasi

Page 9: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

11

sekiar 2 jam. Ekskresi ibuprofen cepat dan sempurna, lebih dari 90% dari dosis yang

diberikan diekskresikan melalui urin sebagai metabolit asam konjugatnya (Gilman et al.,

1996).

1.4 HPMC

Hidroksipropil metilselulosa merupakan suatu metilasi dari selulosa. HPMC terdapat

dalam berbagai kelas dengan berbagai viskositas yang dibedakan berdasarkan viskositas

(mPa) dari 2% b/b larutan HPMC pada suhu 20 ºC. HPMC dikelompokkan berdasarakan

jumlah atau persentase dari gugus metoksi dan gugus hidropropoksinya. Seperti HPMC

1828, dua digit pertama merupakan perkiraan persentase gugus metoksi (OCH3) dan dua

digit terakhir merupakan perkiraaan persentase gugus hidropropopksi (OCH2CHOHCH3).

HPMC memiliki berat molekul sekitar 10000-1500000. HPMC merupakan serbuk berserat

atau bergranul, tidak berbau dan tidak berasa, berwarna putih. HPMC digunakan sebagai

pembentukan film, coating agent, polimer dalam sustained release, suspending agent,

peningkat viskositas. HPMC akan berwarna coklat jika dipanaskan pada suhu 190-200 ºC

dan akan mengarang jika dipanaskan pada suhu 225-230 ºC. HPMC larut dalam air dingin

dan membentuk koloid kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%), dan ether,

larut dalam campuran etanol-diklorometan, campuran metanol-diklorometan, dan

campuran air-alkohol (Wade, 2003).

1.5 Bahan Tambahan dalam Sediaan Tablet

1.5.1 Povidone

Nama yang umum dipakai untuk povidone adalah PVP (polivinilpirolidon). PVP

merupakan polimer sintetis dengan bobot molekul yang berbeda-beda, tergantung pada

nilai K yang bervariasi dari 10 hingga 120. PVP K-30 diperkirakan memiliki bobot

molekul 50.000. PVP merupakan serbuk halus berwarna putih sampai krem, tidak berbau

atau hampir tidak berbau. PVP merupakan serbuk yang sangat higroskopis. PVP sangat

mudah larut dalam asam, kloroform, etanol, metanol, dan air; praktis tidak larut dalam eter,

hidrokarbon, dan minyak mineral (Wade, 2003).

1.5.2 Laktosa

Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu, dalam bentuk anhidrat atau mengandung

satu molekul air hidrat. Laktosa berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih, atau putih

krem, tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara tapi mudah menyerap bau.

Page 10: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

12

Laktosa mudah dan perlahan-lahan larut air, lebih mudah larut dalam air panas. Laktosa

digunakan sebagai pengisi tablet dan kapsul (Wade, 2003).

1.5.3 Acdisol

Acdisol merupakan suatu rantai silang dari Na karboksi-metil selulosa yang telah diakui

sebagai pengahancur tablet yang baik. Tidak seperti karboksimetilselulosa, acdisol sangat

tidak larut dalam air. Acdisol mempunyai afinitas yang tinggi terhadap air yang

mengakibatkan penghancuran tablet dapat berlangsung secara cepat. Acdisol digunakan

sebagai penghancur tablet pada konsentrasi 0,5-5% (Wade, 2003).

1.5.4 Amilum

Amilum merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan D-glukosa, bersambung-sambung

melalui ikatan α glikoksida. Amilum biasanya merupakan campuran dua jenis poliskarida

yaitu amilosa dan amilopektin. Amilum yang diguakan sebagai bahan pembantu tablet

biasanya diperoleh dari umbi akar Manihot utillisima Phol atau beberapa jenis manihot

lainnya. Amilum berupa serbuk sangat halus, berwarna putih, tidak larut air dingin dan

etanol (Ditjen POM DepKes RI, 1995). Amilum untuk sediaan tablet (amilum pro tablet)

berfungsi sebagai pengikat, penghancur, dan juga sebagai pengisi (Wade, 2003).

1.5.5 Talk

Talk merupakan serbuk yang sangat halus berwarna putih sampai putih keabuan, tidak

berbau, licin dan merupakan serbuk kristalin. Talk segera menempel pada kulit dan lembut

saat disentuh, bebas dari rasa kasar. Talk digunakan sebagai glidan dan lubrikan tablet pada

konsentrasi 1-10% dan sebagai pengisi tablet dan kapsul pada konsentrasi 5-30%. Talk

praktis tidak larut dalam asam, basa, air, dan pelarut organik. Talk merupakan bahan yang

stabil, tetapi tidak dapat bercampur dengan senyawa amonium kuarterner (Wade, 2003).

1.5.6 Magnesium Stearat

Magnesium stearat berfungsi sebagai lubrikan tablet dan kapsul pada konsentrasi 0,25-5%.

Magnesium stearat merupakan serbuk putih yang halus, diperoleh dari proses pengendapan

atau penggilingan, memiliki kerapatan ruah yang rendah, sedikit berbau asam stearat dan

memiliki rasa khas. Serbuk bersifat licin ketika disentuh dan segera melekat pada kulit.

Magnesium stearat praktis tidak larut dalam etanol, eter, dan air, sedikit larut dalam

benzena hangat dan etanol (95%) hangat. Magnesium stearat tidak dapat bercampur dengan

Page 11: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

13

asam kuat, alkali, garam besi, aspirin, beberapa vitamin, dan sebagian besar garam

alkaloid. Magnesium stearat bersifat hidrofob dan bisa menahan disolusi zat aktif dari

bentuk sediaan padat. Oleh karena itu penggunaan dalam formulasi diusahakan seminimal

mungkin (Wade, 2003).

1.6 Uji Disolusi

Uji disolusi bertujuan untuk mengukur atau mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut

dalam media cair yang diketahui volumenya pada suatu waktu tertentu, pada suhu tertentu,

menggunakan alat tertentu yang didesain untuk menguji parameter disolusi. Jumlah zat

aktif yang terlarut dapat ditetapkan atau diukur pada suatu waktu tertentu atau berbagai

rentang waktu secara berturut-turut bergantung pada jenis informasi yang diperlukan.

Kecepatan disolusi adalah jumlah zat aktif yang dapat larut dalam suatu waktu tertentu

pada kondisi antar permukaan cair padat, pada suhu dan media yang dibakukan.

Gambar 1.2 Tahap-tahap disintegrasi, degradasi, dan disolusi sediaan padat.

Efektivitas suatu sediaan dalam melepaskan obat pada absorpsi sistemik bergantung pada

laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari bentuk granul-granul tersebut.

Tetapi yang biasanya lebih penting adalah laju disolusi dari obat padat tersebut. Seringkali

disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju absorpsi

obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah.

Page 12: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

14

Laju disolusi telah dirumuskan oleh Noyes dan Whitney. Persamaan tersebut ditulis

sebagai berikut :

( )

( )CtCsVhDS

dtdCatau

CtCsh

DSdt

dM

−=

−=

Dengan M adalah massa zat terlarut yang dilarutkan pada waktu t, dM/dt adalah laju

disolusi dari massa tersebut, D adalah koefisien difusi dari zat terlarut dalam larutan, S

adalah luas permukaan zat padat yang menyentuh larutan, h adalah ketebalan lapisan

difusi, Cs adalah kelarutan jenuh zat padat pada suhu percobaan, Ct adalah konsentrasi zat

padat terlarut pada waktu t, dC/dt adalah laju disolusi, dan V adalah volume larutan

(Martin, 1983).

Parameter yang perlu diperhatikan pada uji disolusi adalah kondisi sink yang merupakan

pendekatan terhadap kondisi in vivo yang menunjukkan bahwa setelah pemberian obat zat

aktif diabsorpsi di usus halus yang menyebabkan Ct selalu rendah. Kondisi ini dapat

dibuat dengan cara menggunakan media disolusi dalam jumlah besar yaitu lima hingga

sepuluh kali lebih besar dari volume pelarut yang menghasilkan larutan jenuh (Hanson,

1991).

Pada proses disolusi molekul zat padat terlepas dari permukaan zat padatnya, kemudian

mengalami proes perpindahan dari permukaan padat ke pelarut. Berdasarkan pada kedua

proses tersebut dan cara perpindahan, terdapat tiga model perilaku disolusi, yaitu Diffusion

Layer Model (model lapisan difusi), Interfacial Barrier Model (model halangan antar

muka), dan Dankwert’s Model (model Dankwert) (Banakar, 1992; Hanson, 1991).

Model lapisan difusi adalah model yang paling sederhana yang menggambarkan lapisan

film statis yang berbatasan dengan permukaan zat padat. Model halangan antar muka

adalah suatu model yang menggambarkan reaksi dari permukaan zat padat dan proses

difusi melalui sepanjang antar muka. Efek yang dihasilkan adalah kesetimbangan antara

padatan dan larutan. Model Dankwert merupakan model yang menggambarkan bahwa

transport zat terlarut dari permukaan partikel dicapai dengan sejumlah besar pelarut yang

Page 13: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

15

mencapai antar muka padatan dan cairan dengan cara difusi dalam pola yang acak

(Banakar, 1992; Hanson, 1991).

1.5.1 Metodologi Disolusi

Metodologi disolusi meliputi wadah, pengaduk, suhu, volume media disolusi, posisi

pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel, penentuan kadar zat terlarut, alat

disolusi, dan penyajian data.

a. Wadah

Wadah untuk uji disolusi memiliki ukuran dan bentuk bervariasi. Wadah dapat berupa

gelas piala, labu dengan alas bundar, labu khusus seperti sel dialisis. Keburukan yang dapat

timbul pada permukaan gelas piala sebagai wadah disolusi yaitu sedian dapat terletak

dimana saja pada dasar gelas dan granul akan terdispersi secara tidak teratur dalam wadah

dan dapat bermigrasi ke pinggir wadah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya

ketidakhomogenan pada hasil disolusi, jadi sebaiknya digunakan wadah gelas dengan dasar

bundar.

b. Alat disolusi

Alat tipe 1 terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan

lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan

keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang

sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahakan suhu dalam wadah pada

37±0,5 ºC selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air

halus dan tetap.

Gambar 1.3 Alat disolusi tipe 1.

Page 14: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

16

Gambar 1.4 Alat disolusi tipe 2.

Alat tipe 2 kedua sama dengan alat tipe 1 hanya yang membedakan adalah pada alat kedua

ini digunakan dayung yang terdiri atas daun dan batang yang berfungsi sebagai pengaduk.

Batang berada pada posisi sedemikian rupa hingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada

setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang

berarti. Daun dan batang logam yang merupakan satu satuan dapat disalut dengan suatu

penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung

mulai berputar.

c. Suhu

Suhu dalam wadah disolusi harus dikendalikan dengan seksama. Kelarutan zat dipengaruhi

oleh suhu sehingga fluktuasi suhu selama pengujian harus dihindari. Untuk mengatur suhu

media, wadah dicelupkan ke dalam tangas air yang dilengkapi thermostat. Suhu media

adalah 37±0,5 °C, karena suhu ini merupakan parameter suhu in vivo.

d. Volume Media Disolusi

Penentuan volume disolusi sangat dipengaruhi oleh kelarutan zat. Zat yang memiliki

kelarutan kecil memerlukan volume yang lebih besar. Penjenuhan cairan disolusi harus

dicegah sehigga volume disolusi yang digunakan dalam suatu pengujian minimal empat

kali lebih besar dari volume media dimana zat aktif dapat larut sempurna.

Page 15: Jbptitbpp Gdl Fahmiazmin 27613 2 2007ta 1

17

e. Posisi Pengambilan Sampel

Sampel diambil pada daerah pertengahan antara bagian atas keranjang berputar atau daun

dari alat dayung dan permukaan media dan tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah.

f. Waktu Pengambilan Sampel

Selang waktu pengambilan sampel harus sama untuk setiap pengukuran agar hasil tidak

terlalu menyimpang.

g. Penentuan Kadar Zat Terlarut

Pada tiap sampel dilakukan analisis terhadap zat aktif yang terlarut secara kuantitatif.

Penentuan dilakukan dengan cara yang tepat, teliti, keberulangan yang tinggi dan murah.

Biasanya digunakan spektrofotometer ultraviolet atau sinar tampak.

h. Penyajian Data

Data hasil pengujian disolusi dapat dinyatakan dalam bentuk tabel, kurva atau dalam

bentuk efisiensi disolusi.