Upload
alam-barakati
View
7
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pengertian
a. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty (DKK Banyumas, 2011).
b. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit DBD
dapat menyerang anak-anak dan orang dewasa (Dinkes Jateng, 2005).
c. Menurut Junaedi dalam Riyadi & Suharsono (2010), Demam Berdarah
Dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan orang dewasa.
Jadi Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty
yang menyerang anak-anak dan orang dewasa yang ditandai dengan demam.
2. Penyebab dan cara penularan
Menurut Dinkes Jateng (2005), Penyebab penyakit DBD ada 4 tipe
(Tipe 1, 2, 3, dan 4), termasuk dalam group B Antropod Borne Virus
(Arbovirus). Dengue tipe -3 merupakan serotip virus yang dominan yang
menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah
dengue diperkirakan < 7 hari. Penularan penyakit demam berdarah dengue
9
10
umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty meskipun
dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup dikebun.
Cara penularan virus dengue yaitu virus masuk ketubuh manusia
melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama
periode sampai timbul gejala demam. Periode ini dimana virus beredar
didalam sirkulasi darah manusia disebut fase viremia. Apabila nyamuk yang
belum terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase viremia maka virus
akan masuk kedalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10
hari sebelum virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu
yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi
lingkungan terutama temperatur sekitar. Siklus penularan virus dengue dari
manusia – nyamuk – manusia dan seterusnya (ecological of dengue
infection) (Djunaedi, 2006).
3. Tanda dan gejala klinis
Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai oleh demam mendadak
tanpa sebab yang jelas disertai dengan gejala lain seperti lemah, nafsu
makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi,
kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influensa biasa. Pada
hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam
dimulai dari yang paling ringan sampai berupa perdarahan dibawah kulit,
perdarahan gusi, epistaksis, sampai perdarahan yang hebat sampai muntah
darah akibat perdarahan lambung, melena, dan juga hematuria masif. Selain
perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai saat demam telah
11
menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda-tanda makin lemah, ujung-
ujung jari, telinga, dan hidung teraba dingin dan lembab (Ngastiah, 2005).
Menurut Misnadiarly (2009), tanda atau gejala awal perjalanan
penyakit DBD yaitu panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak
dan terus-menerus, badan lemah atau lesu, ujung jari kaki dan tangan teraba
dingin atau lembab. Selanjutnya demam yang akut, selama 2-7 hari, dengan
2 atau lebih gejala sebagai berikut : nyeri kepala, nyeri otot, nyeri
persendian, bintik-bintik pada kulit sebagai manifestasi perdarahan dan
leukopenia.
4. Derajat dan klasifikasi
Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan
menjadi 4 tingkat keparahan.
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik,
satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif
dan muntah memar.
Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I,
biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan
lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan
adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
12
Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(2010) yaitu:
a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue
without warning signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue
dengan tanda bahaya:
1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
2) Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan
nyeri, uji torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.
3) Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah
berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa,
letargis, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring
dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
4) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran
plasma tidak jelas)
b. Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma
berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan
distress pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan
kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). Untuk mengetahui adanya
kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet.
5. Pencegahan penyakit
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011), cara
pencegahan DBD yaitu dengan PSN BDB melalui 3M Plus.
13
a. Menguras tempat penampungan air sekurangnya seminggu sekali
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
c. Mengubur, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-
barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas,
plastik bekas, dll
d. Plus
1) Ganti air vas bunga, tempat minuman burung dan tempat lainya
seminggu sekali
2) Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak
3) Tutup lubang pada potongan bambu, pohon, dan lainya misalnya
dengan tanah
4) Menaburi racun pembasmi jentik (larvasidasi) khususnya bagi tempat
penampungan air yang sulit dikuras atau daerah sulit air
5) Menebar ikan pemakan jentik seperti kepala timah, gepi, ditempat
penampungan air yang ada disekitar rumah
6) Tidur memakai kelambu
7) Memakai obat nyamuk
8) Memasang kawat kasa pada lubang angin di rumah
Sedangkan Menurut Misnadiarly (2009), pencegahan penyakit demam
berdarah dengue mencakup:
a. Terhadap nyamuk perantara
1) Pemberantasan nyamuak Aedes Aegypti telur dan induknya yaitu
dengan cara 3 M yaitu menguras, menutup dan mengubur. Kuras bak
14
mandi seminggu sekali (menguras), tutup penyimpanan air rapat-
rapat (menutup), dan kubur kaleng, ban bekas dan lain-lain
(mengubur). Menaburkan bubuk abate (abatisasi) pada kolam atau
tempat penampungan bak air yang sulit dikuras untuk membunuh
jentik nyamuk.
2) Memberantas nyamuk dewasa, yaitu membersihkan tempat-tempat
yang disukai nyamuk untuk beristirahat, antara lain: tidak
menggantung baju bekas pakai (nyamuk sangat suka bau manusia),
memasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah,
melindungi bayi ketika tidur dipagi dan siang hari dengan kelambu,
menyemprot obat nyamuk rumah di pagi dan sore hari (jam 08.00
dan 18.00). Perhatikan kebersihan sekolah, apabila kelas gelap dan
lembab semprot dengan obat nyamuk terlebih dahulu sebelum
pelajaran dimulai. Pengasapan atau fogging dilakukan apabila
dijumpai penderita yang dirawat atau meninggal.
b. Terhadap diri kita
1) Memperkuat daya tahan tubuh dan melindungi dari gigitan nyamuk.
2) Menghindari gigitan nyamuk di sepanjang siang hari (pagi sampai
sore) karena nyamuk Aedes Aegypti aktif di siang hari (bukan di
malam hari).
3) Jika berada lokasi-lokasi yang banyak nyamuk di siang hari,
terutama di daerah yang ada penderita DBD. Kenakan pakaian yang
lebih tertutup, celana panjang dan kemeja panjang. Gunakan cairan
15
atau cream anti nyamuk (mosquito reppellant) pada bagian badan
yang tidak tertutup.
c. Terhadap lingkungan
1) Mengubah perilaku hidup sehat terutama kesehatan lingkungan.
2) Awasi lingkungan di dalam dan di halaman rumah.
3) Buang atau timbun benda-benda yang tidak berguna yang dapat
menampung air atau simpan sedemikian rupa sehingga tidak
menampung air.
4) Tabur serbuk abate pada bak mandi dan tempat penampungan air
lainya, pada parit atau selokan didalam dan sekitar rumah terutama
apabila selokan itu airnya tidak mengalir atau kurang mengalir.
5) Kolam atau aquarium jangan dibiarkan kosong tanpa ikan, isilah
dengan ikan pemakan jentik nyamuk.
6) Semprot sudut-sudut rumah dan halaman yang merupakan tempat
berkeliaran nyamuk dengan obat semprot nyamuk apabila tampak
nyamuk berkeliaran dipagi, siang atau sore hari.
7) Apabila ada salah satu orang penghuni rumah yang positif atau
diduga menderita DBD, segera semprot seluruh bagian rumah dan
halaman dengan obat semprot nyamuk dipagi, sing, sore hari
sekalipun penderita tersebut sudah dirawat di rumah sakit.
6. Pengobataan
Pengobatan yang spesifik DBD belum ada. Dasar pengobatan
penderita penyakit DBD simptomatis adalah penggantian cairan tubuh yang
16
hilang karena kebocoran plasma ( Depkes RI, 2005). Pada tubuh orang yang
terkena DBD, darah mengalami kehilangan plasma. Plasma merembes
keluar pembuluh plasma. Pada tingkat kekentalan tertentu sirkulasi
terganggu. Infus cairan mencegah terjadinya kegagalan sirkulasi, sehingga
syok yang dapat dicegah. Obat kusus yang digunakan yaitu dengan
menggunakan cairan infus (Nadesul, 2007).
7. Morfologi Aedes aegypti
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008), Nyamuk
Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut:
a. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-
bintik putih pada bagian badan dan kaki. Nyamuk Aedes aegypti jantan
mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya
sedangkan yang betina mengisap darah. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan
untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan,
dapat menetas. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang
hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan
2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak
seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap
darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk
17
memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini
sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk
ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah
berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat
yang agak gelap dan lembab.
b. Kepompong
Stadium kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Setelah lahir
(keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk
sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi
kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa atau darah.
Kepompong (pupa) berbentuk seperti ’koma’. Bentuknya lebih besar
namun lebih ramping dibanding jentik (larva). Pupa berukuran lebih kecil
jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.
c. Jentik (larva)
Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari. Ada 4 tingkat
(instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2) Instar II : 2,5-3,8 mm
3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm.
Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat
gemuk menyerupai koma. Untuk menjadi nyamuk dewasa diperlukan
waktu 2-3 hari. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal sekitar
18
270C - 300C, tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan udara. Pada
stadium pupa ini akan dibentuk alat-alat tubuh nyamuk seperti sayap,
kaki, alat kelamin, dan bagian tubuh lainnya.
d. Telur
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur
mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya
bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus
gonotropik (gonotropic cycle). Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Telur
berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel
pada dinding tempat penampung air.
8. Tempat perkembang biakan
Menurut Depkes RI (2008), Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk
Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi atau wc, dan ember.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang
bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.
19
B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD)
1. Agen (Penyebab)
Menurut Dinkes Jateng (2005), Penyebab penyakit DBD ada 4 tipe
(Tipe 1, 2, 3, dan 4), termasuk dalam group B Antropod Borne Virus
(Arbovirus). Dengue tipe 3 merupakan serotip virus yang dominan yang
menyebabkan kasus yang berat. Penularan penyakit demam berdarah
dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty
meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup dikebun.
Selain itu, spesies Aedes polynesiensis dan beberapa spesies dari kompleks
Aedes scutellaris juga dapat berperan sebagai vektor yang mentransmisikan
virus dengue (Djunaedi, 2006).
2. Host (Penjamu)
a. Umur
Menurut Djunaedi (2006), selama tahun 1986-1973 sebesar kurang dari
95% kasus DBD adalah anak dibawah umur 15 tahun. Selama tahun
1993-1998 meskipun sebagian besar kasus DBD adalah anak berumur 5-
14 tahun, namun nampak adanya kecenderungan peningkatan kasus
berumur lebih dari 15 tahun. Dengan kata lain, DBD banyak dijumpai
pada anak berumur 2-15 tahun. DBD lebih banyak menyerang anak-anak,
tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan
proporsi penderita penyakit DBD pada orang dewasa (Dinkes Jateng,
2005).
20
b. Jenis Kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philiphines
dilaporkan bahwa rasio antara jenis kelamin adalah 1:1. Demikin pula di
Thailan dilaporkan tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap
serangan DBD antara anak laki-laki dan perempuan (Djunaedi, 2006).
c. Faktor internal manusia (Perilaku manusia)
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas yang timbul
karena adaya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Menurut Skiner (1938) dalam
Notoatmodjo (2007) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia merupakan
salah satu faktor yang banyak memegang peranan dalam menentukan
derajat kesehatan suatu masyarakat (Noor, 2008).
Bentuk perilaku dibagi menjadi:
1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya pengetahuan seseorang
21
diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber
(Notoatmodjo, 2003).
2) Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek, baik yang bersifat interen
maupun eksteren sehingga manifestasi dari sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup tersebut. Tingkatan sikap adalah menerima, merespon,
menghargai, dan bertanggung jawab. Sikap seseorang sangat
mempengaruhi perilaku baik sikap positif maupun negatif (Sunaryo,
2004).
3) Praktik atau tindakan
Menurut Notoatmodjo (2007), praktik atau tindakan adalah
sesuatu yang dilakukan atau perbuatan. Tindakan terdiri dari empat
tingkatan yaitu:
(a) Perception (Persepsi), mengenal dan memilih berbagai object
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
(b) Guided response (Respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
(c) Mechanism (Mekanisme), apabila seseorang telah dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu
sudah merupakan kebiasaan.
22
(d) Adoption (Adopsi), suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya
tanpa mengurangi kebenaran tindakan.
Hasil penelitian Tedi (2005), membuktikan bahwa pengetahuan, sikap,
dan praktik (tindakan) ada hubungan yang signifikan dengan kejadian
Demam Berdarah Dengue.
3. Environment (lingkungan)
a. Lingkungan fisik yaitu keadan fisik sekitar manusia yang berpengaruh
terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan
biologis dan lingkungan sosial manusia (Noor, 2008). Faktor
lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap kejadian DBD antara lain:
suhu udara. Nyamuk dapat bertahan pada suhu udara rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhunya turun
dibawah suhu krisis. Pada suhu yang lebih tinggi 350C juga mengalami
perubahan dalam arti lebih lambat proses-proses fisiologis, rata-rata
suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250C – 300C.
Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang 100C
atau lebih dari 400C ( Depkes RI, 2008).
b. Lingkungan Biologis yaitu terdiri dari makhluk hidup yang bergerak,
baik yang dapat dilihat maupun tidak (manusia, hewan, kehidupan
akuatik, amuba, virus, plangton). Makhluk hidup tidak bergerak
(tumbuhan, karang laut, bakteri, dll). Faktor lingkungan biologis yang
berpengaruh terhadap kejadian DBD antara lain, (Keberadaan jentik,
23
kontainer, tanaman hias atau tumbuhan, indeks jentik (host indeks,
container indeks, breatu indeks).
c. Lingkungan sosial yaitu bentuk lain selain fisik dan biologis. Faktor
lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah
kepadatan penduduk dan mobilitas. Kepadatan penduduk yang tinggi
akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah
yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD
tersebut. Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada
transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang
mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South
Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan
angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalul
penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005)
24
C. Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
(Sumber : Noor, 2008; Notoatmodjo, 2003, 2007; Sunaryo, 2004, Djunaedi, 2006;
Sutaryo, 2005)
Faktor Environment (Lingkungan) - Lingkungan fisik (ketinggian dari
permukaan laut, suhu, curah hujan, angin, kelembaban, musim)
- Lingkungan biologis (Keberadaan jentik, kontainer, tanaman hias atau tumbuhan, indeks jentik (host indeks, container indeks, breatu indeks)
- Lingkungan sosial (kepadatan penduduk, mobilisasi, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk)
Faktor Host (Manusia) - Umur - Jenis Kelamin - Perilaku manusia
- Pengatahuan tentang DBD - Sikap terhadap DBD - Praktik atau tindakan pencegahan
DBD
Faktor Agen ( Penjamu) - Nyamuk Aedes Aegepty - Nyamuk Aedes albopictus - Nyamuk Aedes polynesiensis - Nyamuk Aedes scutellaris
Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD)
25
D. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
E. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara lingkungan fisik, lingkungan biologis, lingkungan
sosial, pengetahuan, sikap, dan praktik (tindakan) pencegahan DBD terhadap
kejadian Demam Berarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Kembaran II
Kecamatan Kembaran, Banyumas, Jawa Tengah.
Variabel Bebas
1. Faktor Lingkungan a. Lingkungan fisik b. Lingkungan biologis c. Lingkungan sosial
2. Faktor Perilaku
a. Pengetahuan tentang DBD b. Sikap terhadap DBD c. Praktik atau tindakan pencegahan
DBD
Variabel Terikat
Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD)