Upload
phungtuong
View
222
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BANK INDONESIA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:Divisi Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanGrup Kebijakan MoneterDepartemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon : +62 61 3818163 +62 21 3818206 (sirkulasi)Fax. : +62 21 3452489E-mail : [email protected] : http://www.bi.go.id
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Desember, April, Juli, dan Oktober. Selain
dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua
maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang
mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan
moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan
kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang
melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution Gubernur
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
Halim Alamsyah Deputi Gubernur
Ronald Waas Deputi Gubernur
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERTRIwuLAN I 2013
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
strategi Kebijakan Moneter
Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK setiap tahunnya. Berdasarkan PMK No.143/PMK.011/2010 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2010 – 2012, masing-masing sebesar 5,0%, 5,0%, dan 4,5% dengan deviasi ±1%.
Untuk tahun 2013, 2014, dan 2015, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013-2015 berdasarkan PMK no.66/PMK.011/2012 masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% dengan deviasi +1%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal
terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada pers dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Framework)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Kata Pengantar
Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2013 tetap tumbuh kuat di tengah masih lemahnya kondisi ekonomi global. Konsumsi rumah tangga dan investasi diprakirakan masih tumbuh kuat dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Kinerja ekspor diprakirakan mulai berangsur pulih sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi global. Merespons permintaan domestik yang masih kuat, kinerja impor diprakirakan juga akan mengalami peningkatan. Di sisi sektoral, sumber utama pertumbuhan diperkirakan masih didominasi oleh sektor-sektor pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkutan dan komunikasi.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan akan mengalami defisit yang lebih rendah pada triwulan II 2013. Hal tersebut didukung oleh perbaikan di sisi neraca transaksi modal dan finansial. Arus masuk dana nonresiden mengalami peningkatan, terutama investasi portofolio, sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi domestik yang masik baik. Namun, kita tetap harus mewaspadai kondisi defisit neraca transaksi berjalan yang diprakirakan meningkat akibat impor yang masih cukup tinggi. Berdasarkan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Maret 2013 mencapai 104,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar rupiah selama triwulan I 2013 masih terdepresiasi, walaupun relatif moderat sejalan dengan mengalirnya arus modal masuk. Relatif stabilnya pergerakan rupiah merupakan hasil dari kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Secara umum, volatilitas rupiah selama triwulan I 2013 masih terjaga.
Laju inflasi IHK pada triwulan I 2013 tercatat cukup tinggi yang didorong oleh gejolak harga pada kelompok volatile food. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya pasokan komoditas pangan strategis akibat gangguan produksi maupun permasalahan terkait kebijakan impor. Di sisi lain, inflasi inti dan administered prices tercatat masih stabil.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang semakin membaik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin dari tingginya rasio kecukupan modal dan terjaganya rasio kredit bermasalah. Kegiatan intermediasi perbankan berupa penyaluran kredit masih tumbuh baik sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang masih cukup solid.
Gubernur Bank Indonesia
vi
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 April 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Mencermati meningkatnya tekanan inflasi jangka pendek harga bahan pangan (volatile foods) akhir-akhir ini dan masih berlanjutnya tekanan terhadap keseimbangan eksternal, Bank Indonesia akan memperkuat operasi moneter melalui penyerapan ekses likuiditas yang lebih besar ke tenor yang lebih jangka panjang. Bank Indonesia juga tetap mewaspadai sejumlah risiko terhadap tekanan inflasi tersebut dan akan menyesuaikan respons kebijakan moneter sesuai kebutuhan. Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental yang selama ini dilakukan akan dilanjutkan, diperkuat dengan percepatan upaya-upaya pendalaman pasar valuta asing. Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi bersama Pemerintah dengan fokus pada upaya menekan defisit transaksi berjalan dan meminimalkan potensi tekanan inflasi dari sisi volatile foods, termasuk kebijakan impor hortikultura.
Demikianlah gambaran perekonomian Indonesia pada triwulan I 2013 serta prospek ke depannya. Saya berharap laporan ini dapat menjadi bahan referensi yang mampu memberikan manfaat bagi kita semua.
Gubernur Bank Indonesia
Dr. Darmin Nasution
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
daftar Isi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Daftar Isi
1. Respons Kebijakan Moneter Triwulan I 2013 ............................. 1
2. Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan ................. 3
Asumsi Yang Mendasari Perkiraan Ekonomi ................................... 3
Prospek Pertumbuhan Ekonomi ....................................................... 4
Prakiraan Inflasi ............................................................................... 12
Faktor Risiko.................................................................................... 13
3. Perkembangan Ekonomi Makro dan Moneter Terkini ............. 15
Perkembangan Ekonomi Dunia ........................................................ 16
Pertumbuhan Ekonomi ................................................................... 18
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) ................................................ 24
Nilai Tukar Rupiah ........................................................................... 25
Inflasi .............................................................................................. 26
Disagregasi Inflasi ............................................................................ 27
Perkembangan Pasar Keuangan ...................................................... 28
Kondisi Perbankan........................................................................... 34
Tabel Statistik .................................................................................. 35
1Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV 2012
1. Respons Kebijakan Moneter Triwulan I 2013
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 April 2013 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih
konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Mencermati
meningkatnya tekanan inflasi jangka pendek harga bahan pangan (volatile foods) akhir-akhir
ini dan masih berlanjutnya tekanan terhadap keseimbangan eksternal, Bank Indonesia akan
memperkuat operasi moneter melalui penyerapan ekses likuiditas yang lebih besar ke tenor
yang lebih jangka panjang. Bank Indonesia juga tetap mewaspadai sejumlah risiko terhadap
tekanan inflasi tersebut dan akan menyesuaikan respons kebijakan moneter sesuai kebutuhan.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental yang selama ini
dilakukan akan dilanjutkan, diperkuat dengan percepatan upaya-upaya pendalaman pasar
valuta asing. Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi bersama Pemerintah dengan fokus
pada upaya menekan defisit transaksi berjalan dan meminimalkan potensi tekanan inflasi
dari sisi volatile foods, termasuk kebijakan impor hortikultura.
Pemulihan ekonomi global tidak seoptimis prakiraan sebelumnya dan masih
dibayangi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprakirakan
tertahan akibat permasalahan fiskalnya, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi mulai
menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, resesi perekonomian Eropa masih berlanjut terkait
lambatnya implementasi program austerity di beberapa negara. Kondisi berbeda ditunjukkan
perekonomian di beberapa negara Asia, terutama China, yang membaik sebagaimana
tercermin dari indikator konsumsi dan produksi. Harga komoditas dunia juga masih cenderung
menurun, kecuali harga minyak. Sejalan dengan itu, respons kebijakan bank sentral dunia
secara umum masih tetap akomodatif dengan mempertahankan suku bunga rendah maupun
quantitative easing.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 diprakirakan lebih rendah yaitu
menjadi 6,2%-6,6% dari prakiraan sebelumnya 6,3%-6,8%. Pada triwulan II 2013,
pertumbuhan ekonomi diprakirakan tidak jauh berbeda dari triwulan sebelumnya yaitu
sekitar 6,2%. Permintaan domestik masih tumbuh cukup kuat, meskipun terjadi moderasi,
di tengah perbaikan pertumbuhan dari sisi eksternal. Kuatnya konsumsi swasta didukung
oleh perbaikan daya beli masyarakat dan kepercayaan konsumen. Sementara itu, di tengah
investasi bangunan yang tetap tumbuh kuat, investasi nonbangunan cenderung melambat.
Di sisi lain, volume ekspor mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan ekonomi di
beberapa negara mitra dagang utama, khususnya China. Masih cukup baiknya pertumbuhan
ekonomi nasional juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi daerah yang masih cukup
tinggi dan semakin merata. Untuk tahun 2014, sejalan dengan permintaan domestik yang
tetap kuat dan ekonomi global yang semakin baik, pertumbuhan ekonomi diprakirakan
akan mencapai kisaran 6,6%-7,0%, atau lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sekitar
6,7%-7,2%.
2Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV 2012
Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2013
diprakirakan mengalami defisit yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring
membaiknya transaksi modal dan finansial (TMF). Membaiknya TMF terutama didorong
oleh arus investasi portofolio, termasuk penerbitan global bond oleh Pemerintah, yang
meningkat sejalan dengan masih kuatnya fundamental ekonomi Indonesia dan dampak
kebijakan ekonomi global yang masih akomodatif. Namun, defisit transaksi berjalan
diprakirakan meningkat terutama karena impor yang masih cukup tinggi, antara lain terkait
masih tingginya konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak). Cadangan devisa pada akhir Maret
2013 mencapai 104,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional.
Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan depresiasi pada triwulan I 2013,
meskipun lebih moderat sejalan dengan berlanjutnya aliran modal masuk. Hal itu
sebagai hasil dari kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai
dengan kondisi fundamental, baik melalui penguatan mekanisme intervensi valas, penerapan
term deposit (TD) valas maupun pendalaman pasar valas. Nilai tukar rupiah secara rata-rata
melemah sebesar 0,7% (qtq) mencapai Rp9.680 per dolar AS dengan volatilitas pada triwulan
I 2013 yang masih terjaga. Ke depan, dengan mempertimbangkan kondisi NPI pada triwulan
II 2013, tekanan depresiasi nilai tukar rupiah diprakirakan juga akan moderat.
Gejolak harga bahan pangan mendorong tingginya inflasi IHK pada Maret 2013.
Inflasi IHK Maret 2013 mencapai 0,63% (mtm) atau 5,90% (yoy) di atas rata-rata historisnya.
Inflasi kelompok volatile foods tercatat sangat tinggi yaitu 2,44% (mtm) atau 14,20% (yoy),
khususnya pada komoditas bawang putih, bawang merah dan cabai akibat gangguan
pasokan terkait dengan kebijakan impor yang diterapkan oleh Pemerintah. Di sisi lain, inflasi
inti masih stabil sebesar 4,21% (yoy) sejalan dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang masih
terjaga dan kapasitas produksi yang masih memadai. Ke depan, tekanan inflasi diharapkan
mereda seiring dengan langkah-langkah Pemerintah untuk mengatasi gangguan pasokan
bahan pangan dan datangnya musim panen. Langkah-langkah koordinasi melalui Tim
Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) diperkuat untuk pengendalian
inflasi baik di pusat maupun daerah.
Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan
baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan
modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya
rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu,
pertumbuhan kredit hingga akhir Februari 2013 mencapai 23,4% (yoy), meningkat
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kredit modal kerja dan kredit investasi masih
tumbuh cukup tinggi sebesar 24,5% (yoy) dan 25,4% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi
tumbuh 20,3% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia meyakini stabilitas sistem keuangan akan
tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan meningkat seiring dengan
peningkatan kinerja perekonomian nasional.
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
3Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
2. Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 diprakirakan mencapai 6,2%-
6,6% dan pada tahun 2014 diprakirakan meningkat mencapai 6,6%-7,0%. Sumber
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 terutama disumbang oleh permintaan domestik.
Ekspor diprakirakan akan tumbuh lebih baik dari tahun sebelumnya sejalan dengan prospek
meningkatnya permintaan eksternal akibat perbaikan perekonomian global. Konsumsi
rumah tangga diprakirakan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan dari sisi domestik
seiring dengan terjaganya optimisme konsumen dan kegiatan persiapan penyelenggaraan
PEMILU. Sementara itu, peranan investasi dalam pertumbuhan ekonomi akan meningkat
ditunjang oleh prospek ekonomi yang lebih baik, kinerja ekonomi makro yang stabil, dan
iklim investasi yang membaik. Berdasarkan lapangan usaha, sektor-sektor utama seperti
industri pengolahan, perdagangan-hotel-restoran, serta pengangkutan dan komunikasi
diprakirakan masih tetap menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 2014, sejalan dengan perkiraan semakin meningkatnya pertumbuhan
perekonomian dunia, kinerja perekonomian domestik diprakirakan akan lebih baik
dibandingkan tahun 2013 melalui peningkatan ekspor dan permintaan domestik. Dari sisi
lapangan usaha, pada tahun 2014, sektor-sektor utama yakni sektor industri pengolahan;
sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi
diprakirakan masih akan mendominasi perkembangan perekonomian nasional. Secara umum,
perkembangan sektor-sektor usaha akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi
perekonomian domestik dan global.
Inflasi tahun 2013 diprakirakan berada dalam kisaran target 4,5% ± 1%. Prakiraan tersebut
sudah memperhitungkan dampak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Tarif Tenaga
Listrik (TTL). Pada tahun 2014, dengan membaiknya respons sisi penawaran serta dukungan
kebijakan, inflasi diprakirakan tetap berada dalam rentang sasaran sebesar 4,5% ± 1%.
Namun, prospek perekonomian tahun 2013 dan 2014 dipengaruhi oleh berbagai faktor
ketidakpastian yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Dari sisi eksternal, faktor
risiko antara lain berasal dari potensi lebih lambatnya pertumbuhan perekonomian dunia
dari yang diasumsikan semula. Dari sisi domestik, kemungkinan adanya kebijakan terkait
subsidi bahan bakar minyak dan barang/jasa yang bersifat strategis dapat mendorong
peningkatan inflasi.
ASUMSI YANG MENDASARI PRAKIRAAN EKONOMI
Asumsi Perekonomian Internasional
Perekonomian dunia tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih baik dibandingkan
tahun sebelumnya. Walaupun demikian, prakiraan pertumbuhan perekonomian dunia
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
4Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
saat ini lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan sebelumnya
dari 3,4% menjadi 3,3% (yoy) (Tabel 2.1). Penurunan tersebut
disebabkan oleh adanya penurunan prakiraan pertumbuhan ekonomi
AS, Eropa dan India. Di sisi lain, prakiraan pertumbuhan ekonomi
Jepang meningkat menjadi 1,2% (yoy). Pada tahun 2014, prospek
ekonomi dunia diprakirakan membaik menjadi 3,9% (yoy) didukung
oleh asumsi membaiknya kinerja ekonomi Eropa, dan menguatnya
ekonomi AS seiring dengan meredanya efek pemotongan belanja
fiskal. Sementara itu, sejalan dengan koreksi prakiraan pertumbuhan
perekonomian dunia serta rendahnya realisasi volume perdagangan
dunia pada triwulan I 2013, pertumbuhan volume perdagangan
dunia tahun 2013 diprakirakan juga menjadi lebih rendah yakni
dari 4,1% menjadi sebesar 4,0% (yoy). Pada tahun 2014, seiring
dengan perbaikan pertumbuhan perekonomian dunia, volume
perdagangan dunia diprakirakan meningkat secara gradual. Indeks
harga komoditas diprakirakan tumbuh terbatas pada tahun 2013
sejalan dengan masih rendahnya pertumbuhan harga komoditas
internasional pada triwulan I 2013. Prospek harga minyak tahun 2013
diprakirakan masih akan tetap pada level yang tinggi sehubungan
dengan tingginya realisasi pada triwulan I 2013 yang terpengaruh oleh kondisi geopolitik di
kawasan Timur Tengah dan Afrika. Namun, harga minyak diprakirakan akan lebih rendah
pada tahun 2014 sehubungan dengan melimpahnya pasokan dan meningkatnya kapasitas
distribusi minyak di AS.
Berdasarkan perkembangan terkini, indikator perekonomian AS membaik ditopang oleh
sektor produksi, sementara konsumsi rumah tangga masih cukup kuat didukung oleh
perbaikan sektor perumahan dan pasar tenaga kerja. Sementara itu, ekonomi Eropa masih
tertekan sehubungan dengan kondisi ekonomi di Siprus dan Italia. Di Jepang, aktivitas industri
yang berperan sebagai motor ekonomi terindikasi membaik seiring dengan membaiknya
kinerja ekspor. Ekonomi China juga terindikasi menguat ditopang oleh peningkatan produksi,
investasi dan keyakinan konsumen. Secara umum, kinerja pasar keuangan global masih
cukup baik meski disertai dengan meningkatnya indikator risiko global terkait kekhawatiran
pengetatan fiskal di AS, dan tekanan krisis Eropa. Respons kebijakan moneter masih
akomodatif sebagaimana tercermin dari tetap rendahnya suku bunga acuan dan berlanjutnya
kebijakan quantitative easing.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan perekonomian domestik tahun 2013 diprakirakan berada dalam
kisaran 6,2% - 6,6% sejalan dengan aktivitas domestik yang tetap kuat dan kinerja
perekonomian dunia yang meningkat secara gradual. Konsumsi rumah tangga
diprakirakan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan dari sisi domestik seiring
dengan terjaganya optimisme konsumen dan kegiatan persiapan penyelenggaraan Pemilu.
Tabel 2.1
Proyeksi PDB Dunia (% yoy)
2013 2014
Proyeksi
PDB Dunia 3,3 3,9
Jepang 1,2 1,1
Amerika Serikat 1,7 2,5
Kawasan Eropa -0,3 1,2
Perancis 0,1 1,2
Jerman 0,6 1,4
Italia -1,0 0,5
Spanyol -1,4 0,8
Negara Kawasan Eropa Lainnya -0,7 1,6
China 8,0 8,2
India 5,9 6,4
Negara Lainnya 3,3 3,7
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
5Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Sementara itu, peranan investasi dalam pertumbuhan ekonomi akan
meningkat ditunjang oleh prospek ekonomi yang lebih baik, kinerja
ekonomi makro yang stabil, dan iklim investasi yang membaik.
Ekspor diprakirakan akan tumbuh lebih baik dari tahun sebelumnya
sejalan dengan prospek meningkatnya permintaan eksternal akibat
perbaikan perekonomian global khususnya negara-negara mitra
dagang utama. Berdasarkan lapangan usaha, sektor-sektor utama
seperti industri pengolahan; perdagangan, hotel, dan restoran (PHR);
serta pengangkutan dan komunikasi diprakirakan masih tetap menjadi
mesin pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 2014, sejalan dengan semakin meningkatnya
pertumbuhan perekonomian dunia, kinerja perekonomian
domestik diprakirakan akan mencapai kisaran 6,6% - 7,0%
melalui peningkatan ekspor dan permintaan domestik. Dari sisi
lapangan usaha, pada tahun 2014, sektor-sektor utama yakni sektor
industri pengolahan; sektor PHR; serta sektor pengangkutan dan
komunikasi diprakirakan masih akan mendominasi perkembangan
perekonomian nasional. Secara umum, perkembangan sektor-sektor
usaha akan membaik seiring dengan tetap kuatnya permintaan
domestik dan perekonomian global yang membaik.
Prakiraan Pertumbuhan Sisi Penerimaan
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh dalam kisaran
5,6% - 6,0% pada tahun 2013. Pertumbuhan konsumsi tersebut
ditunjang oleh penduduk usia produktif yang semakin besar
proporsinya sehingga akan meningkatkan jumlah angkatan kerja
yang pada gilirannya akan meningkatkan tingkat konsumsi. Keyakinan
konsumen yang masih cukup tinggi tetap terjaga. Hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia (SK BI) Maret 2013 menunjukkan bahwa
tingkat keyakinan konsumen bergerak stabil dan masih dalam level
optimis (Grafik 2.1). Relatif stabilnya keyakinan konsumen tersebut
didukung oleh optimisme akan perbaikan ketersediaan lapangan
pekerjaan dan penghasilan dalam 6 bulan mendatang. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga juga ditunjang oleh daya beli yang membaik
karena perbaikan upah di beberapa wilayah, kenaikan gaji pegawai
negeri sipil, TNI/Polri serta pensiunan (Grafik 2.2). Selain itu, dampak
ekonomi dari aktivitas kampanye dan penyelenggaraan Pemilu 2014
diperkirakan akan meningkatkan konsumsi rumah tangga pada
tahun 2013 dan 2014.
Pada tahun 2013, konsumsi pemerintah riil diprakirakan
tumbuh sebesar 5,1%-5,5%. Perkiraan tersebut didasari oleh
Grafik 2.1
Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 2.2
Kondisi Penghasilan Konsumen
Grafik 2.3
Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Usaha
������
����
����
�������
��������� ������ ����� ����
��������� ������ ����� ����
��������� ������ ����� ����
����
��������������������������������������
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
����
��������������������
����������������
�������������������������
�������������������������������������
��������������������������������
�������������������������������
���
����
����
���
���� ���� ���� ���� �������� ����� ������ ����� ���� ����� ������ ����� ���� ����� ������ ����� ���� ����� ������ ����� ����
������
���
���
���
���
���
���
���
���
���
�������
��������� ������ ����� ����
��������� ������ ����� ����
��������� ������ �����
��������� ��� ��� ���
����
�������������������
���������������������
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
6Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
rancangan operasi keuangan pemerintah tahun 2013 yang
mendukung kesinambungan fiskal disertai dengan peningkatan
kualitas belanja negara. Berdasarkan hal tersebut, kontribusi fiskal
terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2013 diprakirakan lebih besar
dari tahun sebelumnya.
Investasi pada tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih kuat
dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 9,8%-10,2%. Hal
tersebut ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan mulai
meningkatnya permintaan eksternal untuk produk ekspor Indonesia.
Prakiraan tersebut sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan usaha
dan investasi pada tahun 2013 (Grafik 2.3). Selain itu, berbagai
hasil survei dan indikator menunjukkan bahwa minat investor untuk
menanamkan investasi di Indonesia cukup tinggi. Investasi bangunan
dan nonbangunan diprakirakan meningkat sehubungan dengan
besarnya kebutuhan infrastruktur serta kebutuhan barang-barang
produksi hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
(Grafik 2.4). Kinerja investasi juga akan didukung oleh relatif stabilnya
kondisi makroekonomi Indonesia dan pembiayaan investasi dari
perbankan.
Pertumbuhan ekspor diprakirakan lebih baik dibandingkan
tahun sebelumnya dan dapat mencapai kisaran 5,3% - 5,7%.
Pada tahun 2013 pertumbuhan ekspor diprakirakan lebih baik dari
tahun 2012 sejalan dengan membaiknya pertumbuhan perekonomian
global yang diikuti dengan peningkatan harga komoditas (Grafik 2.5).
Beberapa negara tujuan utama ekspor Indonesia diprakirakan akan
mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun 2012 sehingga berpotensi mendorong permintaan barang
ekspor Indonesia (Grafik 2.6).
Pertumbuhan ekspor yang lebih baik di tengah kinerja
permintaan domestik yang kuat menyebabkan pertumbuhan
impor diprakirakan meningkat mencapai 9,0% - 9,4%
(Grafik 2.7). Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan investasi
yang meningkat, impor barang modal dalam bentuk mesin dan
perlengkapan juga akan meningkat. Kegiatan produksi yang
diprakirakan masih tetap kuat mendorong permintaan impor akan
bahan baku impor akan tetap tinggi. Impor barang konsumsi akan
tetap tumbuh sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga
yang meningkat (Grafik 2.8).
Pada tahun 2014, pertumbuhan perekonomian domestik
diprakirakan akan membaik (Tabel 2.2). Hal tersebut seiring
Grafik 2.4
Indikator Investasi Bangunan
������
��
��
��
��
�
���
���
���
������
��
��
��
�
���
���
�������
����
����� ������ ����� ����
����
����� ������ ����� �����
����
���
����
��� ����
����
����������������������������������������������
�������������������������
�����������������������������������������
�����������
�����������������������������
������������������������
���������������������
Grafik 2.5
Pergerakan Ekspor dengan Pertumbuhan PDB Dunia
������
��
��
��
�
���
���
���
���
�
�
�
�
�
�
�
�
��
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
������
���������������������
Grafik 2.6
Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Negara Utama Tujuan Ekspor
������
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
�������� ����� ������ ����� ��
���� ���� ����
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
7Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
dengan perkiraan semakin menguatnya laju pertumbuhan
perekonomian global dan harga komoditas internasional yang
membaik. Dari sisi domestik, penyelenggaraan Pemilu diprakirakan
akan menjadi faktor pendorong peningkatan permintaan domestik.
Investasi diprakirakan akan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2013
sejalan dengan tumbuhnya permintaan eksternal dan domestik.
Prakiraan Pertumbuhan Sisi Penawaran
Dari sisi lapangan usaha, struktur perekonomian tahun 2013
masih didominasi oleh sektor industri pengolahan; sektor
PHR; serta sektor pengangkutan dan komunikasi (Tabel 2.3).
Dominasi ketiga sektor tersebut diperkirakan masih berlanjut pada
tahun 2014. Terkait dengan kegiatan Pemilu tahun 2014 yang
diperkirakan sudah dimulai pada triwulan III 2013, sektor-sektor
usaha yang akan mendapat manfaat tambahan yaitu sektor industri
pengolahan melalui subsektor makanan, minuman dan tembakau
serta sektor keuangan, real estat dan jasa melalui subsektor jasa
perusahaan, terutama jasa periklanan.
Permintaan domestik yang masih kuat dan pertumbuhan
ekonomi dunia yang membaik akan menjadi pendukung
yang cukup kuat bagi kinerja sektor industri pada tahun
2013. Tingginya pertumbuhan sektor industri antara lain terkait
dengan tingginya pertumbuhan investasi di sektor industri pada
beberapa tahun terakhir. Selain itu, kondisi ekonomi makro dan
sistem keuangan yang dapat terjaga kondusif dan stabil beberapa
tahun terakhir diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun ini dan
tahun mendatang. Kondisi tersebut mendorong tetap tinggi aktivitas
ekonomi domestik, baik dari sisi rumah tangga maupun dunia usaha.
Daya beli masyarakat yang tetap kuat memungkinkan konsumsi
K o m p o n e n
Tabel 2.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Sumber : BPS
* Proyeksi Bank Indonesia
Konsumsi Rumah Tangga 4,7 4,9 5,2 5,6 5,4 5,3 5,4 5,5 5,6 - 6,0 5,9 - 6,3
Konsumsi Pemerintah 3,2 6,4 8,6 (-2,8) (-3,3) 1,2 (-4,1) 2,6 5,1 - 5,5 7,2 - 7,6
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 8,8 10,0 12,5 9,8 7,3 9,8 6,4 7,5 9,8 - 10,2 10,8 - 11,2
Ekspor Barang dan Jasa 13,6 8,2 2,6 -2,6 0,5 2,0 3,8 4,2 5,3 - 5,7 8,6 - 9,0
Impor Barang dan Jasa 13,3 8,9 11,3 -0,2 6,8 6,6 6,8 6,9 9,0 - 9,4 10,1 - 10,5
PDB 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,2 6,2 6,2 6,2 - 6,6 6,6 - 7,0
II II*IVIII2011 2012
2012 20132014*2013*
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
I I*
Grafik 2.7
Pertumbuhan Ekspor dan Impor
Grafik 2.8
Pertumbuhan Impor dan Permintaan Domestik
������
�����
������
��
��
��
�
���
���
���
���
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
������
�����
�������������������
��
��
��
�
���
���
���
���
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
8Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
rumah tangga tumbuh cukup tinggi (Grafik 2.9). Sebagai dampaknya,
permintaan barang dari sisi domestik akan tetap kuat. Membaiknya
pertumbuhan perekonomian dunia, terutama negara-negara
tujuan utama ekspor Indonesia, berpotensi mendorong permintaan
barang-barang ekspor Indonesia. Berbagai perkembangan tersebut
menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi sektor industri
pengolahan untuk melakukan ekspansi. Kegiatan investasi yang tetap
tinggi akan mendukung kemampuan sektor industri pengolahan
melakukan ekspansi usaha dalam rangka merespons peningkatan
permintaan yang terjadi (Grafik 2.10).
Aktivitas terkait Pemilu tahun 2014, yang diperkirakan sudah
dimulai pada triwulan III 2013, akan menjadi faktor pendorong
tambahan bagi kinerja sektor industri pengolahan. Perkiraan
tersebut didasarkan pada kondisi yang terjadi pada masa persiapan
Pemilu tahun 2009. Pada saat perekonomian nasional terkena imbas
krisis ekonomi global, sektor industri pengolahan masih mampu
mencatat pertumbuhan positif, kendati mengalami perlambatan
yang cukup tajam. Pertumbuhan yang positif tersebut ditopang oleh
subsektor makanan, minuman dan tembakau yang tumbuh relatif
tinggi sebagai dampak dari kegiatan Pemilu tahun 2009 (Grafik 2.11).
Peran subsektor makanan, minuman dan tembakau terhadap industri
pengolahan mencapai sekitar 27%. Dengan demikian, pertumbuhan
subsektor makanan, minuman dan tembakau yang cukup tinggi pada
periode Pemilu akan memberikan dorongan positif yang signifikan
bagi kinerja sektor industri pengolahan.
Di sisi lain, subsektor makanan, minuman dan tembakau
menghadapi sejumlah tantangan terkait dengan beberapa
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijakan
Grafik 2.9
Pertumbuhan Ekspor, Manufaktur & Konsumsi
Grafik 2.10
Perkembangan Investasi
S e k t o r
Tabel 2.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Sumber : BPS
* Proyeksi Bank Indonesia
Pertanian 3,4 4,3 4,0 5,3 2,0 4,0 2,9 3,4 3,7 - 4,1 3,8 - 4,2
Pertambangan & Penggalian 1,4 2,5 3,3 (-0,3) 0,5 1,5 0,7 0,1 0,8 - 1,2 1,3 - 1,7
Industri Pengolahan 6,1 5,5 5,2 5,9 6,2 5,7 6,4 6,4 6,2 - 6,6 6,4 - 6,8
Listrik, Gas & Air Bersih 4,8 5,7 6,5 6,1 7,3 6,4 7,0 6,5 6,3 - 6,7 6,3 -6,7
Bangunan 6,6 7,2 7,3 7,6 7,8 7,5 7,7 7,8 7,6 - 8,0 7,9 - 8,3
Perdagangan, Hotel & Restoran 9,2 8,7 8,7 7,2 7,8 8,1 7,9 8,0 8,0 - 8,4 8,3 - 8,7
Pengangkutan & Komunikasi 10,7 10,0 9,9 10,4 9,6 10,0 9,5 9,4 9,3 - 9,7 9,5 - 9,9
Keuangan, Persewaan & Jasa 6,8 6,4 7,1 7,5 7,7 7,1 7,6 7,3 7,2 - 7,6 7,5 - 7,9
Jasa-jasa 6,7 5,5 5,8 4,5 5,3 5,2 5,1 5,4 5,5 - 5,9 6,3 - 6,7
PDB 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,2 6,2 6,2 6,2- 6,6 6,6 - 70
I I*II II*III IV2011 2012 2013* 2014*
2012 2013
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
������������
��������������������������
�
�
�
�
�
�
�
�
�����������
��������������
���������������
����
����
���
�
�
��
��
��
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����� �����
��������������
�����������������������
��
��
��
��
��
��
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����� ���������
����
����
����
����
����
����
��������
���� ����
����
����
����
����
����
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
9Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
pemerintah tersebut antara lain kebijakan pembatasan impor
hortikultura, terutama terkait komoditas buah-buahan. Pembatasan
impor buah-buahan menyebabkan pasokan bahan baku industri
minuman berkurang. Selain itu Peraturan Pemerintah no.109 tahun
2012 yang mengatur penggunaan bahan-bahan adiktif pada produk
tembakau dan mengatur kegiatan promosi produk tembakau
terkait dengan dampaknya pada kesehatan, diperkirakan akan
mengurangi laju ekspansi industri rokok nasional terutama industri
rokok kretek.
Besarnya potensi pasar yang tersedia di Indonesia, serta
didukung dengan daya beli yang cukup tinggi menjadi faktor
yang menjaga tetap baiknya kinerja sektor perdagangan,
hotel dan restoran (PHR). Potensi yang besar ini dimanfaatkan
dengan baik terutama di sektor ritel. Hal tersebut terlihat dari
perkembangan gerai-gerai mini market serta perkembangan usaha
berdasarkan waralaba yang masih marak. Aturan waralaba terkait toko modern dan restoran
yang dikeluarkan pemerintah untuk membatasi jumlah gerai milik sendiri dan mewajibkan
memenuhi ketentuan porsi minimal barang dagangan lokal sebesar 80%, diperkirakan tidak
akan menghambat ekspansi usaha ritel dengan sistem waralaba secara signifikan.
Kemampuan Indonesia mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi
dan stabil dalam beberapa tahun terakhir dan prospek ekonomi mendatang yang
diprakirakan masih tetap bagus menjadikan Indonesia sebagai pusat perhatian
dunia. Selain itu, kondisi Indonesia yang relatif aman menambah kepercayaan dunia
Internasional untuk menyelenggarakan berbagai pertemuan, konferensi ataupun perhelatan
seni dan budaya di Indonesia. Dengan kondisi ini kegiatan usaha di bidang meeting, incentive,
convention, dan exhibition (MICE) berpotensi berkembang pesat. Sebagai respons atas kondisi
ini, banyak pengusaha berpacu membangun fasilitas yang akan mendukung kegiatan MICE
tersebut atara lain melakukan ekspansi usaha perhotelan dan pembangunan ruang-ruang
pamer (exhibition hall).
Aktivitas ekonomi nasional kini mulai melebar ke beberapa wilayah Indonesia
lainnya di luar pulau Jawa. Dengan semakin luasnya pusat-pusat kegiatan ekonomi
nasional, arus penumpang, arus barang dan arus informasi semakin meningkat. Sejalan
dengan itu, kebutuhan sarana pendukung yang dapat menghubungkan daerah yang
satu dengan daerah yang lain, serta melakukan komunikasi yang lebih cepat pun semakin
meningkat. Sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi tersebut, sektor pengangkutan
dan komunikasi diprakirakan masih akan mencatat pertumbuhan yang tinggi pada tahun
2013 dan beberapa tahun mendatang.
Peningkatan mobilitas pelaku bisnis dan arus barang menjanjikan optimisme
di subsektor pengangkutan. Untuk merespons perkembangan ini berbagai maskapai
penerbangan melakukan penambahan armada, frekuensi penerbangan dan perluasan rute-
rute penerbangan. Dibandingkan dengan negara-negara emerging market seperti China dan
India, pertumbuhan penumpang pesawat udara Indonesia masih lebih tinggi. Peningkatan
Grafik 2.11
Pertumbuhan, Makanan , Minuman dan Tembakau
������
������
������������������������
���� ���� ���� ���� ���� ����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �����
�
�
��
��
��
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
10Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
aktivitas pengangkutan tidak hanya terjadi pada angkutan udara,
angkutan laut juga mengalami peningkatan, terutama terkait
dengan arus peti kemas. Dari tahun ke tahun arus peti kemas terus
meningkat di berbagai pelabuhan di Indonesia, baik pelabuhan besar
maupun kecil (Grafik 2.12). Selain itu, pemerintah juga merencanakan
peningkatan kelancaran transportasi, terutama untuk arus barang
di pulau Jawa dengan mambangun jalur kereta api ganda (double
track). Jalur kereta api ganda yang akan menghubungkan Jakarta
dan Surabaya diperkirakan siap beroperasi pada Desember 2013.
Dengan keberadaan fasilitas ini, kapasitas kargo yang melintas pada
jalur tersebut akan meningkat dari 192.000 TEUs per tahun menjadi
540.000 TEUs per tahun.
Untuk mendukung aktivitas ekonomi yang cukup tinggi,
tuntutan akan ketersediaan informasi yang tepat dan cepat
semakin besar. Dengan kondisi tersebut penggunaan media komunikasi modern, sehingga
memungkinkan memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan tepat dan cepat, akan
meningkat. Untuk itu, peningkatan jaringan broadband dan layanan komunikasi lainnya terus
dikembangkan oleh hampir semua operator komunikasi agar dapat memberikan layanan
data yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Keterhubungan antarwilayah dan pusat-pusat kegiatan
ekonomi berperan penting untuk mencapai pertumbuhan
yang tetap tinggi dan lebih meratakan dampak pembangunan
ekonomi kepada masyarakat. Untuk itu, pemerintah telah
merancang program pembangunan ekonomi jangka menengah
yang dikenal dengan program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pelaksanaan program
MP3EI untuk menciptakan konektivitas antar koridor-koridor
ekonomi secara fisik difokuskan pada penyediaan infrastruktur.
Pengembangan infrastruktur untuk mendukung penguatan
konektivitas nasional, diperkirakan membutuhkan investasi sekitar
Rp1.786 triliun. Dari total nilai investasi tersebut, 75% di antaranya
akan diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik dan energi,
jalan dan jalur kereta api (Grafik 2.13). Bila pelaksanaan peraturan
pemerintah terkait pembebasan lahan (land acquisition), yang selama
ini menjadi permasalahan klasik, dapat berjalan lebih baik, perkembangan pembangunan
infrastruktur akan menjadi lebih cepat. Dengan perkembangan di atas, pertumbuhan sektor
bangunan diprakirakan akan menunjukkan tren yang meningkat. Tren pertumbuhan yang
meningkat tersebut tidak saja disebabkan oleh maraknya pembangunan infrastruktur, namun
juga didukung oleh maraknya pembangunan properti yang menyediakan baik ruang bisnis
maupun tempat tinggal.
Grafik 2.12
Perkembangan Arus Peti Kemas
Grafik 2.13
Indikasi Investasi Pengembangan Infrastruktur
������������������
����������������������������
�
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�
�
�
�
�
��
��
��
��
��
��
���� ���� ���� �����
���������������������������������������
��������������
��������������
�
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
��
���
��
���
��
����� ��������� �������������
������� ���������������
���������� ���������������
�������
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
11Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan, diprakirakan juga akan mencatat
pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2013. Prospek perekonomian Indonesia
yang cukup baik, memberikan keyakinan bagi lembaga keuangan untuk ikut memberikan
dorongan melalui pembiayaan kegiatan ekonomi Indonesia. Dukungan pembiayaan dari
lembaga keuangan tercermin dari pertumbuhan kredit yang cukup tinggi beberapa tahun
terakhir, terutama kredit kepada sektor-sektor ekonomi yang menunjukkan prospek dan
kinerja yang baik. Aktivitas ekonomi yang meningkat kemudian mendorong meningkatnya
permintaan ruang usaha (perkantoran, mal dan pusat-pusat bisnis), terutama di kota-kota
besar kepada pengusaha real estat. Sejalan dengan itu, aktivitas jasa perusahaan seperti
kegiatan riset komersial, pemasaran, promosi (iklan) dan desain juga ikut menggeliat.
Pertumbuhan sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan yang cukup
tinggi juga didukung oleh aktivitas terkait persiapan Pemilu tahun 2014, melalui
aktivitas subsektor jasa perusahaan, terutama yang terkait dengan jasa periklanan.
Sebagaimana halnya dengan kondisi saat Pemilu 2009, kegiatan pada subsektor jasa
perusahaan menunjukkan pertumbuhan yang tetap tinggi, di
tengah pelemahan ekonomi domestik akibat kondisi global yang
tidak menguntungkan (Grafik 2.14). Tingginya aktivitas subsektor
jasa perusahaan tercermin dari besarnya pengeluaran belanja iklan
terkait dengan aktivitas Pemilu. Kinerja subsektor jasa perusahaan
berperan penting dalam perkembangan kinerja sektor keuangan, real
estat dan jasa perusahaan secara keseluruhan, mengingat pangsanya
yang mencapai sekitar 20% dalam sektor tersebut.
Kinerja di sektor pertambangan dan penggalian pada tahun
2013 diprakirakan tumbuh relatif terbatas. Hal itu disebabkan
karena lifting minyak yang terus mengalami penurunan (Grafik
2.15). Target lifting minyak dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) ditetapkan rata-rata 900 ribu barel per hari.
Namun, nampaknya kondisi ini juga tidak mudah untuk dicapai
mengingat perkembangan hingga triwulan I 2013 rata-rata lifting
minyak hanya mencapai 840 ribu barel per hari. Angka tersebut
sudah memperhitungkan perolehan minyak dari sejumlah sumur
baru. Sektor pertambangan dan penggalian diprakirakan masih
mampu tumbuh positif sebesar 1% (yoy), terutama didukung oleh
hasil pertambangan nonmigas.
Kondisi ekonomi yang terus membaik akan meningkatkan
aktivitas di berbagai sektor ekonomi dan rumah tangga.
Peningkatan aktivitas tersebut pada akhirnya akan meningkatkan
konsumsi listrik, air dan gas (LAG) oleh para pelaku ekonomi.
Pertumbuhan sektor LAG terutama didukung oleh pertumbuhan
pada subsektor listrik seiring dengan perkembangan aktivitas
berbagai sektor ekonomi yang lebih mengandalkan penggunaan
listrik sebagai sumber energi.
Grafik 2.14 Pertumbuhan Sektor Keuangan, Real Estat
dan Jasa Perusahaan
Grafik 2.15
Perkembangan Lifting Minyak
������
�
�
�
�
�
��
��
��
���� ���� ���� ���� ����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���������������������������������������������������������
������
����
����
����
����
���
���
���
���
����� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�������������
����
���������
����
����
����
���� ����
���
����
���
����
��� ��
����
�
���
���
���
���
���
��� ���
���
���
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
12Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Pada tahun 2014, proses pemulihan kondisi ekonomi global diperkirakan berjalan
lebih baik. Hal tersebut juga akan berdampak positif bagi perekonomian domestik. Kinerja
perekonomian domestik diperkirakan akan lebih baik dari tahun 2013 dan diprakirakan dapat
tumbuh sebesar 6,6%-7,0%. Kinerja ekonomi yang lebih baik tersebut, selain didukung oleh
kondisi global yang membaik juga didukung oleh adanya penyelenggaraan Pemilu. Apabila
kondisi keamanan kondusif, berbagai aktivitas terkait penyelenggaraan Pemilu, mulai dari
persiapan hingga pelaksanaan akan turut mendorong pertumbuhan usaha-usaha yang terkait
dengan kegiatan Pemilu, seperti kegiatan riset komersial, promosi/iklan, usaha makanan,
minumunan dan tembakau. Namun dari sisi struktur, peran pertumbuhan ekonomi masih
akan didominasi oleh sektor industri pengolahan, PHR, pengangkutan dan komunikasi.
PRAKIRAAN INFLASI
Inflasi pada tahun 2013 diprakirakan akan berada dalam kisaran target 4,5% ± 1%.
Prakiraan tersebut telah memperhitungkan realisasi pada triwulan I 2013 berikut dampak
kenaikan TTL serta UMP. Pada tahun 2014, dengan membaiknya respons sisi penawaran
serta dukungan kebijakan, inflasi diprakirakan tetap berada dalam rentang sasaran sebesar
4,5% ± 1%. Namun, beberapa risiko yang dapat menyebabkan lebih tingginya tekanan inflasi
ke depan perlu tetap diwaspadai, khususnya terkait kemungkinan terjadinya penyesuaian
kebijakan terkait BBM bersubsidi.
Intensitas tekanan inflasi diperkirakan mulai menurun memasuki triwulan II 2013.
Tekanan inflasi inti diperkirakan masih moderat, ditopang oleh seluruh determinannya
yang masih kondusif (interaksi permintaan-penawaran, faktor eksternal dan ekspektasi).
Lebih lanjut, relatif meredanya tekanan inflasi ditopang oleh cukup besarnya pasokan beras
seiring dengan panen raya pada bulan April sehingga mendorong terjadinya koreksi harga.
Namun, perkiraan koreksi harga khususnya pada beras tersebut masih dibayangi oleh risiko
tekanan harga pada komoditas pangan lainnya terutama yang diatur pengadaannya pada
semester I 2013.
Tekanan inflasi yang berasal dari sisi eksternal diprakirakan relatif rendah seiring
dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang masih relatif rendah dan rendahnya harga
komoditas internasional. Di sisi domestik, tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan
relatif moderat seiring dengan masih cenderung meningkatnya pertumbuhan investasi di
tengah masih kuatnya permintaan domestik. Dari sisi volatile food, inflasi diprakirakan lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sejalan dengan berbagai kendala terkait
produksi dan pengadaan bahan pangan. Inflasi administered prices diprakirakan juga lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sehubungan dengan adanya penyesuaian tarif
tenaga listrik (TTL).
Tekanan inflasi inti tahun 2013 diprakirakan terjaga. Terjaganya tekanan inflasi inti dari
sisi eksternal terutama terkait dengan pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas
yang terbatas. Harga minyak internasional pada tahun 2013 dan 2014 diprakirakan relatif
stabil sehingga tekanan dari harga komoditas internasional terhadap inflasi inti relatif rendah.
Dari sisi domestik, meningkatnya permintaan domestik diprakirakan masih dapat direspons
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
13Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
dengan kapasitas produksi yang ada sejalan dengan pertumbuhan
investasi. Dengan kondisi tersebut tekanan inflasi dari sisi permintaan
diprakirakan relatif minimal. Ekspektasi inflasi di sektor keuangan
dan di level konsumen masih relatif stabil (Grafik 2.16). Berdasarkan
hasil Survei Konsumen Maret 2013 (Grafik 2.17), ekspektasi inflasi
menunjukkan adanya peningkatan, meskipun selanjutnya dalam
6 bulan ke depan terdapat indikasi adanya penurunan ekspektasi
inflasi.
Inflasi dari kelompok volatile food pada tahun 2013 diprakirakan
lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perkiraan lebih tingginya inflasi
kelompok ini berdasarkan pada realisasi tingkat inflasi volatile
food sampai dengan triwulan I 2013 yang lebih tinggi dari tahun
sebelumnya pada periode yang sama. Lebih tingginya inflasi volatile
food sampai dengan triwulan I 2013 terutama disebabkan oleh
kondisi cuaca ekstrem di awal tahun dan adanya kendala dalam
pengadaan bahan makanan.
Inflasi kelompok administered prices pada tahun 2013 diperkirakan
tercatat lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Faktor utama lebih
tingginya inflasi kelompok ini adalah adanya penyesuaian TTL secara
bertahap tiap triwulan dengan besaran keseluruhan sebesar 15%.
Inflasi administered prices diperkirakan dapat mencapai tingkat
yang lebih tinggi lagi apabila Pemerintah mengambil kebijakan
penyesuaian harga untuk komoditas yang bersifat strategis.
Pada tahun 2014, dengan berbagai kebijakan yang diambil untuk
mengendalikan inflasi, inflasi diprakirakan terkendali dan berada
dalam rentang sasaran inflasi 4,5% + 1%. Sumber tekanan inflasi
diprakirakan berasal dari, antara lain, peningkatan harga komoditas
dan permintaan domestik. Inflasi inti diprakirakan akan terjaga
dengan ekspektasi yang terjangkar, inflasi volatile food juga diprakirakan tidak setinggi tahun
2013 seiring dengan peningkatan produksi bahan makanan dan proses pengadaan yang
antisipatif. Sementara itu, inflasi administered prices diprakirakan stabil pada level yang rendah
apabila tidak ada kebijakan untuk menaikkan harga barang/jasa yang bersifat strategis.
FAKTOR RISIKO
Prakiraan perekonomian tahun 2013 dan 2014 dipengaruhi oleh berbagai faktor
ketidakpastian yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Dari sisi eksternal,
faktor risiko antara lain berasal dari potensi lebih lambatnya pertumbuhan perekonomian
dunia dari yang diasumsikan semula. Dari sisi domestik, kemungkinan adanya kebijakan
terkait subsidi bahan bakar minyak dan barang/jasa yang bersifat strategis dapat mendorong
peningkatan inflasi.
Grafik 2.16Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast
Grafik 2.17
Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan ke Depan – SK BI
������
���
���
���
���
���
���
���
�����������������������
�����������������������
����
� � � � � � � � � �� �� �� � � �
����
����
����
���� ��������
��������
����
�������� ����
�������� ����
��������
����
����
�������������������������������������� �
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
��������������������������������������������������
����������������������������������������������
���� ���� ���� ���� ����
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � �
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
14Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Dampak krisis Eropa yang semakin menyebar dan berkepanjangan memicu
perlambatan ekonomi sehingga target defisit fiskal tidak tercapai di sebagian
besar negara Eropa. Hal tersebut berpotensi menimbulkan gejolak pasar keuangan serta
makin menekan aktivitas perekonomian di berbagai negara. Pemotongan belanja fiskal AS
diprakirakan akan mengakibatkan meningkatnya pengangguran, sementara berlarut-larutnya
penyelesaian pagu utang (debt ceiling) memicu ketidakpastian bagi pelaku bisnis. Kombinasi
berbagai faktor tersebut yang disertai dengan penurunan harga komoditas internasional
berpotensi menekan kinerja perekonomian global secara keseluruhan yang akan berdampak
pada kinerja perekonomian domestik.
Dari sisi domestik, semakin meningkatnya beban subsidi BBM yang membebani
APBN dan meningkatkan tekanan transaksi berjalan memerlukan kebijakan untuk
mengendalikan pemakaian BBM bersubsidi. Selain BBM, terdapat beberapa risiko inflasi
dari kelompok administered prices, a.l. rencana kenaikan harga LPG 12 kg. Selain itu, terdapat
juga risiko dari kelanjutan kenaikan harga gas industri sebesar 15% setelah sebelumnya
meningkat 35% pada September 2012 meski dampaknya terhadap inflasi diperkirakan
minimal. Risiko dari sisi inflasi volatile food dapat berlanjut apabila masalah keterbatasan
pasokan masih berlanjut, terutama impor hortikultura.
Dengan berbagai faktor risiko tersebut, inflasi dapat meningkat lebih tinggi dari yang semula
diprakirakan. Kenaikan harga atau pembatasan konsumsi BBM bersubsidi selain akan
memberikan dampak secara langsung terhadap peningkatan inflasi, juga akan memberikan
dampak lanjutan berupa naiknya harga barang dan jasa lainnya akibat meningkatnya biaya
produksi, transportasi dan ekspektasi peningkatan harga. Dari sisi pertumbuhan ekonomi,
meningkatnya tekanan inflasi lebih tinggi akan membawa pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah terkait menurunnya daya beli masyarakat secara umum serta meningkatnya
biaya produksi.
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
15Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
3. Perkembangan Ekonomi Makro dan Moneter Terkini
Pemulihan ekonomi global tidak seoptimis prakiraan sebelumnya dan masih
dibayangi ketidakpastian yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi AS diprakirakan
tertahan akibat permasalahan fiskalnya, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi
mulai menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, tekanan terhadap perekonomian Eropa
masih berlanjut terkait lambatnya implementasi program penghematan anggaran di
beberapa negara. Kondisi berbeda ditunjukkan oleh perekonomian di beberapa negara
Asia, terutama China, yang membaik sebagaimana tercermin dari indikator konsumsi
dan produksi. Sejalan dengan itu, respons kebijakan bank sentral dunia secara umum
masih tetap akomodatif dengan mempertahankan suku bunga rendah maupun
quantitative easing.
Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2013 diprakirakan masih tumbuh
baik di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi global. Sumber pertumbuhan
ekonomi berasal dari kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih kuat.
Kinerja ekspor mengalami peningkatan sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi
global. Di sisi lain, impor juga tumbuh tinggi seiring dengan masih kuatnya permintaan
domestik dan merespons perbaikan kinerja ekspor.
Tekanan depresiasi pada nilai tukar rupiah masih berlanjut pada triwulan I
2013 namun dengan intensitas yang lebih moderat dan tingkat volatilitas
yang terjaga. Sumber tekanan pelemahan rupiah disebabkan oleh masih tingginya
permintaan valuta asing (valas) di pasar valas domestik sejalan dengan masih tingginya
impor di tengah perbaikan ekspor yang masih terbatas. Namun, pelemahan tekanan
depresiasi yang lebih dalam dapat tertahan seiring dengan arus masuk modal yang
meningkat.
Gejolak harga kelompok volatile food yang terjadi sejak awal tahun hingga
Maret 2013 mendorong tingginya tekanan inflasi IHK pada triwulan I 2013.
Sumber pendorong utama inflasi di sepanjang triwulan I berasal dari kelompok volatile
foods akibat terbatasnya pasokan beberapa komoditas pangan strategis. Tekanan pada
inflasi inti relatif stabil seiring dengan melambatnya harga global, terjaganya stabilitas
nilai tukar, kondusifnya kondisi penawaran dan permintaan serta cukup terkendalinya
ekspektasi inflasi. Sementara itu, tekanan inflasi administered price tercatat moderat.
Di pasar keuangan, perkembangan suku bunga PUAB sepanjang triwulan I 2013
masih bergerak stabil di batas bawah koridor. Sementara itu, suku bunga kredit
dan deposito terus menurun meski selisih suku bunga semakin lebar selama 3 tahun
terakhir. Kinerja pasar saham dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih tumbuh
positif bahkan pasar mencapai level tertinggi sepanjang sejarah bursa domestik didukung
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
16Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
oleh fundamental ekonomi domestik yang kuat serta meningkatnya optimisme pelaku
pasar terhadap prospek ekonomi Indonesia.
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Pemulihan ekonomi global tidak seoptimis prakiraan sebelumnya dan masih
dibayangi oleh ketidakpastian yang cukup tinggi. Perekonomian dunia tahun 2013
diprakirakan tumbuh lebih rendah dari prakiraan semula menjadi 3,3% (yoy). Prakiraan
pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih rendah disebabkan oleh revisi turun pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat (AS), Eropa, dan India. Perekonomian China diprakirakan
tumbuh stabil, sementara ekonomi Jepang diprakirakan tumbuh meningkat didukung
oleh perbaikan di sektor keuangan seiring dengan diluncurkannya stimulus fiskal dan
pembelian surat-surat berharga yang ekspansif oleh Bank of Japan (BoJ). Pertumbuhan
ekonomi AS diprakirakan tertahan akibat permasalahan fiskal, meskipun kegiatan
produksi dan konsumsi mulai menunjukkan perbaikan. Tekanan terhadap perekonomian
Eropa masih berlanjut terkait lambatnya implementasi program penghematan anggaran
di beberapa negara. Di sisi lain, ekonomi Jepang diprakirakan membaik didorong oleh
perbaikan aktivitas sektor industri sejalan dengan kembali meningkatnya kinerja ekspor.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh China, yaitu penguatan ekonomi ditopang oleh
peningkatan aktivitas produksi, investasi, dan keyakinan konsumen. Dari sisi kinerja
pasar keuangan, kendati terjadi peningkatan indikator risiko global terkait kekhawatiran
sequester AS dan tekanan krisis Eropa terutama di Siprus dan Italia, pasar keuangan global
mengalami bullish. Sementara itu, inflasi dunia mengalami peningkatan, khususnya di
negara-negara emerging markets. Namun, respons kebijakan moneter masih akomodatif
terlihat dari tetap rendahnya suku bunga acuan dan berlanjutnya pembelian Surat-surat
Berharga (SSB)/Quantitative Easing.
Perekonomian AS pada tahun 2012 lebih baik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, didukung oleh membaiknya kondisi pasar tenaga kerja dan sektor
perumahan. Pertumbuhan ekonomi AS tahun 2012 tercatat
sebesar 2,2% (yoy), meningkat dibandingkan dengan 1,8%
(yoy) tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga yang resilien
sejalan dengan meningkatnya harga aset (rumah dan bursa
saham) dan meredanya keketatan di pasar tenaga kerja menjadi
penopang pertumbuhan AS pada tahun 2012. Perbaikan di pasar
tenaga kerja terindikasi dari menurunnya angka pengangguran
AS menjadi 7,7% (yoy) pada Februari 2013 seiring dengan
meningkatnya tingkat penyerapan tenaga kerja (nonfarm payrolls)
(Grafik 3.1). Aktivitas sektor industri juga meningkat yang
ditunjukkan oleh Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur
yang berada pada fase ekspansi sepanjang Januari dan Februari
2013 (Grafik 3.2). Namun, adanya penghematan belanja fiskal
diprakirakan akan memberikan dampak melambatnya ekonomi
pada tahun 2013.
Grafik 3.1
Nonfarm Payroll dan Tingkat Pengangguran AS
����������
������������������
���
�
�
�
�
�
�
��
��
�������������������������������������
�����������������
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
����
����
����
����
���
���
���
���
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
17Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Perekonomian Eropa diprakirakan masih akan mengalami
kontraksi pada tahun 2013. Kebijakan penghematan fiskal yang
diterapkan oleh beberapa negara kawasan Eropa berdampak
pada tertekannya aktivitas ekonomi sehingga berimbas
pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya
pengangguran. Sektor industri Eropa juga mengalami tekanan
yang terlihat dari PMI manufaktur Eropa yang masih berada pada
fase kontraksi, meskipun industri Jerman membaik. Meningkatnya
pengangguran memicu pelemahan kinerja konsumsi meskipun
terdapat tanda perbaikan dari menguatnya keyakinan konsumen
Eropa (Grafik 3.3) dan tertahannya penurunan indeks penjualan
eceran.
Indikasi perbaikan ekonomi China semakin kuat terutama
didukung oleh membaiknya kinerja investasi dan aktivitas
industri. Kinerja investasi sebagai penopang utama pertumbuhan
ekonomi berada dalam tren meningkat sebagaimana ditunjukkan
oleh indikator Fixed Asset Investment (FAI) Februari yang tumbuh
sebesar 21,2% (ytd). Peningkatan investasi tersebut terutama
dikontribusi oleh sektor infrastruktur. Aktivitas produksi juga
menguat yang tercermin dari indikator PMI manufaktur HSBC
China Maret 2013 yang naik menjadi 51,7 (Grafik 3.4). Kenaikan
aktivitas produksi China juga terkonfirmasi dari kinerja ekspor
China yang tumbuh pada kisaran 20% (yoy) sepanjang Januari
dan Februari 2013, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
IV 2012. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga China terindikasi
mengalami perlambatan. Indikator penjualan eceran China
tumbuh melambat sejalan dengan melambatnya ekspansi kredit
perbankan China.
Harga komoditas global pada triwulan I 2013 diprakirakan
masih tertekan, namun akan berangsur membaik.
Menurunnya permintaan global yang disertai dengan gejolak
di pasar keuangan memicu penurunan harga komoditas. Hal
tersebut ditunjukkan oleh Indeks Harga Komoditas Ekspor
Indonesia (IHEx) sepanjang triwulan I 2013 yang turun sebesar
11,4% (yoy). Penurunan IHEx dikontribusi oleh turunnya IHEx
nonmigas akibat koreksi harga komoditas tambang sejalan
dengan turunnya permintaan dari China. Untuk triwulan
II 2013, IHEx diprakirakan akan kembali meningkat meski
pertumbuhannya masih terkontraksi bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Sementara itu, indeks harga komoditas
nonmigas IMF sampai dengan Februari 2013 tumbuh positif
Grafik 3.2
Survey ISM - PMI Manufaktur dan Jasa AS
Grafik 3.3
Indeks Keyakinan Konsumen Eropa
Grafik 3.4
PMI Manufaktur China
������
��
��
��
��
��
��
��
����
����
���
����
����
�
������������������
������������������������
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
������
����������������������������
��
��
��
��
��
��
���
���
���
���
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
��������
�������
�����������
�������������
������
������������������
�������������
��
��
��
��
��
��
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
�������������
��������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
18Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
dikontribusi oleh kenaikan harga logam dan harga pangan. Di sisi lain, harga minyak
mengalami lonjakan pada triwulan I 2013 akibat sentimen geopolitik di Middle East
and North Africa (MENA) dan menurunnya pasokan minyak dari OPEC. Harga rata-rata
minyak WTI, Minas, dan Brent sepanjang triwulan I 2013 masing-masing mencapai 94
dolar AS/barel, 115 dolar AS/barel, dan 112 dolar AS/barel, meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 88 dolar AS/barel, 110 dolar AS/
barel, dan 107 dolar AS/barel. Namun ke depan, tekanan harga minyak diprakirakan
akan mereda seiring dengan perbaikan pasokan minyak dunia dan kapasitas distribusi
minyak terutama di AS.
Laju inflasi global pada triwulan I 2013 masih mengalami tekanan yang
disumbang oleh kenaikan harga komoditas internasional. Tekanan inflasi global
(komposit) pada Februari 2013 sedikit meningkat menjadi 3,3% (yoy), bila dibandingkan
posisi Desember 2012 yang sebesar 3,1% (yoy). Kenaikan inflasi IHK terutama terjadi
di negara berkembang seiring dengan meningkatnya harga komoditas dunia pada
awal tahun 2013, sementara inflasi di negara maju relatif stabil. Laju inflasi dunia
untuk keseluruhan tahun 2013 berdasarkan proyeksi Consensus Forecast Maret 2013
diprakirakan mencapai 3,14% (yoy), dengan inflasi IHK di negara maju dan berkembang
masing-masing diprakirakan mencapai 1,7% (yoy) dan 4,9% (yoy).
Respons kebijakan moneter bank sentral negara maju masih akomodatif yang
disertai dengan berbagai kebijakan nonkonvensional. Respons bank sentral di
hampir sebagian besar negara maju masih mempertahankan suku bunga yang rendah
seperti AS, Eropa, Jepang, dan Inggris. Bank sentral di negara maju diprakirakan masih
akan terus menempuh kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan prospek
inflasi ke depan yang rendah disertai dengan masih tertekannya aktivitas ekonomi. Di sisi
lain, hampir sebagian besar respons suku bunga bank sentral negara-negara emerging
market cenderung mempertahankan suku bunganya pada level yang sama (on hold)
sepanjang triwulan I 2013. Beberapa bank sentral negara-negara emerging market Asia
menahan suku bunganya seiring dengan masih bergejolaknya pasar keuangan global
di tengah tingginya ketidakpastian prospek ekonomi global. Namun, bank sentral India
menurunkan suku bunganya sebanyak dua kali (-50bps) dalam rangka mendorong
aktivitas perekonomian.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I dan II 2013 diprakirakan
cukup baik mencapai 6,2% (yoy) (Tabel 3.1). Masih tingginya pertumbuhan
ekonomi Indonesia ditopang oleh aktivitas perekonomian domestik yang masih kuat
dan berlanjutnya pemulihan kinerja ekspor sejalan dengan ekspektasi pemulihan
perekonomian dunia. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh kuat sejalan dengan
perbaikan daya beli masyarakat. Konsumsi pemerintah diprakirakan tumbuh melambat
sejalan dengan pola serapan awal tahun yang rendah. Kinerja investasi diprakirakan
masih tumbuh kuat ditopang oleh tingginya investasi bangunan di tengah melambatnya
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
19Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
investasi nonbangunan. Ekspor diprakirakan tumbuh meningkat seiring dengan
membaiknya ekonomi negara mitra dagang Indonesia, termasuk China dan kembali
meningkatnya harga komoditas global. Merespons perbaikan ekspor dan masih kuatnya
permintaan domestik, impor juga diprakirakan tumbuh meningkat.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I dan II 2013 diprakirakan tumbuh
meningkat sejalan dengan potensi peningkatan pendapatan yang dapat
dibelanjakan. Masih kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga sejalan dengan
perbaikan daya beli masyarakat yang didorong oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi
(UMP) tahun 2013, kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) efektif pada Januari
2013, serta efek penurunan suku bunga simpanan dan kredit. Selain itu, kinerja konsumsi
yang masih baik juga tercermin pada keyakinan konsumen yang tetap kuat. Indeks
Keyakinan Konsumen Bank Indonesia (IKK BI) stabil pada level optimis sepanjang triwulan
I 2013, meskipun sedikit menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik
3.5). Dua komponen pembentuk keyakinan yaitu keyakinan terhadap kondisi saat ini
maupun ekspektasi kondisi ke depan masih relatif kuat. Sejalan dengan IKK BI, Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) BPS pada triwulan I 2013 juga masih kuat.
Pergerakan indikator-indikator dini konsumsi rumah tangga mengonfirmasi
masih kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga. Laju pertumbuhan penjualan
eceran pada Februari 2013 meningkat yang bersumber dari kelompok makanan dan
minuman, suku cadang kendaraan, perlengkapan rumah tangga, komunikasi, dan
barang lainnya (pakaian) (Grafik 3.6). Namun, penjualan mobil pada Februari 2013
tumbuh sedikit melambat. Penjualan sepeda motor juga kembali tertekan yang tercermin
dari kontraksi angka penjualan pada Februari 2013. Adanya ekspektasi kenaikan harga
di masa depan berdasarkan Survei Konsumen BI, diindikasi memberikan insentif pada
konsumen untuk berbelanja lebih awal. Dari sisi pembiayaan, kredit konsumsi riil dari
perbankan sebagai salah satu sumber pendanaan konsumsi tumbuh meningkat. Hal
yang sama juga ditunjukkan oleh pembiayaan konsumsi dari Lembaga Keuangan Bukan
Bank (LKBB).
Indikator
Tabel 3.1
Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Permintaan
Sumber :BPS
* Proyeksi Bank Indonesia
Konsumsi Rumah Tangga 4,7 4,9 5,2 5,6 5,4 5,3 5,4 5,5
Konsumsi Pemerintah 3,2 6,4 8,6 (-2,8) (-3,3) 1,2 (-4,1) 2,6
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 8,8 10,0 12,5 9,8 7,3 9,8 6,4 7,5
Ekspor Barang dan Jasa 13,6 8,2 2,6 -2,6 0,5 2,0 3,8 4,2
Impor Barang dan Jasa 13,3 8,9 11,3 -0,2 6,8 6,6 6,8 6,9
PDB 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,2 6,2 6,2
I*III II*III IV2011
2012 2012 2013
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
20Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Grafik 3.5
Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
Investasi diprakirakan tumbuh melambat pada triwulan I
dan kembali meningkat pada triwulan II 2013. Perlambatan
tersebut sejalan dengan melambatnya impor barang modal
terkait tingkat penggunaan kapasitas yang moderat (Grafik
3.7). Perlambatan investasi pada triwulan I 2013 sejalan
dengan indikator aktivitas bisnis menurut Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) yang diperkirakan turun pada triwulan I
2013. Optimisme pelaku usaha menurut Indeks Tendensi Bisnis
(ITB) BPS juga diperkirakan turun pada triwulan I 2013 (Grafik
3.8). Namun, investasi diprakirakan meningkat pada triwulan
berikutnya merespons konsumsi rumah tangga yang masih kuat
disertai dengan potensi perbaikan ekspor. Investasi bangunan
menjadi penopang pertumbuhan di tengah melambatnya
investasi nonbangunan. Prospek positif investasi didukung oleh
optimisme pelaku usaha yang masih kuat di tengah iklim usaha
yang kondusif. Hasil SKDU BI menunjukkan nilai investasi yang
diprakirakan masih tinggi pada semester I 2013 dan didominasi
oleh investasi baru.
Sumber pertumbuhan investasi ditopang oleh masih
baiknya pertumbuhan pada sisi bangunan (Grafik 3.8).
Investasi bangunan tumbuh stabil merespons aktivitas ekonomi
yang tetap kuat, tercermin dari penjualan properti baik residensial
maupun komersial. Selain itu, indikator kegiatan konstruksi
seperti penjualan alat berat untuk konstruksi menunjukkan
peningkatan. Namun, penjualan semen dan impor bahan
bangunan menunjukkan perlambatan pada Februari 2013. Di
sisi lain, investasi nonbangunan diprakirakan melambat terutama
investasi mesin. Prakiraan tersebut sejalan dengan indikator impor
barang modal yang menurun pada Februari 2013, terutama impor
mesin dan peralatan transportasi untuk industri. Indikator lainnya
seperti konsumsi listrik industri juga menunjukkan perlambatan
terkait utilisasi kapasitas yang moderat. Sebaliknya, investasi alat
angkutan masih tumbuh baik yang terindikasi dari impor mobil
penumpang (untuk investasi) yang masih baik dan penjualan
kendaraan komersial yang relatif stabil. Namun, impor suku
cadang kendaraan dan impor kendaraan untuk industri melambat
memasuki awal tahun 2013.
Konsumsi pemerintah diprakirakan tumbuh melambat pada
triwulan I 2013, namun meningkat kembali pada triwulan
berikutnya. Melambatnya konsumsi pemerintah pada triwulan
I 2013 disebabkan oleh serapan anggaran pada awal tahun.
Secara nominal, serapan belanja pemerintah sampai dengan
Grafik 3.6
Indeks Penjualan Eceran
Grafik 3.7
Kapasitas Utilisasi
�
��
��
��
��
��
��
������
��
��
��
��
��
�
�
��������������������������������������������
����
� �� ��� ��
����
� �� ��� ��
����
� �� ��� ��
������������������������������������������������������������
����
����
����
����
����
����
����
����
���� ��
��
����
����
������
���
���
���
���
��
��
��
��
��
���������������������������������������
����
���� ����� ������ �����
����
���� ����� ������ �����
����
���� ����� ������ ����� �����
����
���
����
��� ��� ���
����
���������
���
��
������
��
��
��
��
��
�
���
���
����
���� ����� ������ �����
����
���� ����� ������ ����� �����
����
��� ���� �����
����
���������������
�������
������������
�������
������
��������
������������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
21Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Februari 2013 lebih rendah dibandingkan dengan serapan pada
periode yang sama tahun sebelumnya, terutama pada belanja
barang dan belanja modal. Sementara belanja pegawai mencatat
penyerapan yang lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Kinerja konsumsi pemerintah diprakirakan
akan kembali meningkat pada triwulan berikutnya.
Ekspektasi pemulihan perekonomian global menguatkan
potensi peningkatan ekspor dalam dua triwulan ke depan.
Sinyalemen tersebut didukung oleh meningkatnya volume
perdagangan dunia dan harga komoditas pada awal triwulan I
2013 dari triwulan sebelumnya. Pergerakan indikator penuntun
ekspor juga mengindikasikan fase akselerasi ekspor pada
semester I 2013. Pesanan baru luar negeri menurut Purchasing
Manager Index (PMI) HSBC per Maret 2013 juga mengindikasikan
peningkatan setelah sempat terkoreksi pada bulan sebelumnya.
Meningkatnya ekspor manufaktur hingga pertengahan triwulan
I 2013 berpotensi meredam perlambatan ekspor lebih lanjut
(Grafik 3.9). Perbaikan ekspor manufaktur tersebut didorong
oleh meningkatnya permintaan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil
(TPT), CPO, barang elektronik, dan produk karet. Di sisi ekspor
komoditas primer, ekspor tembaga menunjukkan perbaikan.
Impor pada triwulan I dan II 2013 diprakirakan kembali
meningkat sejalan dengan pemulihan ekspor dan masih
kuatnya permintaan domestik. Hal tersebut terindikasi dari
pergerakan indikator penuntun yang masih berada dalam
fase akselerasi pada dua triwulan ke depan. Impor kelompok
bahan baku yang masih tumbuh positif ikut berkontribusi pada
peningkatan impor (Grafik 3.10). Adapun komoditas impor
bahan baku yang mengalami peningkatan di antaranya bahan
baku untuk industri serta komponen untuk barang modal.
Perbaikan juga dialami oleh impor barang modal terutama
pada komoditas barang modal di luar peralatan transportasi.
Sementara itu, impor kelompok barang konsumsi masih berada
dalam tren deselerasi pada hampir seluruh komponennya
terutama kendaraan penumpang. Impor migas diprakirakan
masih berpotensi meningkat seiring dengan masih tingginya
konsumsi minyak domestik.
Penawaran Agregat
Kinerja ekonomi sektoral pada triwulan I dan II 2013
diprakirakan masih baik didukung oleh aktivitas ekonomi
domestik yang masih kuat (Tabel 3.2). Sumber pertumbuhan
Grafik 3.8
Indeks Tendensi Bisnis
������
������������
������
��
��
���
���
���
���
��
��
��
��
���
���
���
���� ���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ��
������������������������
�������
���������������
�������������
Grafik 3.9
Nilai Riil Ekspor Nonmigas
Grafik 3.10
Nilai Impor Riil Nonmigas
��������
��
��
��
��
�
���
���
���
������
��
��
�
��
���
�����������
����
����� ������ ��������� �����
����
����
����
��� ��� ���
����
���������������������
���������
���������
�����
������������
������
��������
����
����� ������ ��������� �����
����
����
����
��� ��� ���
����
��
��
��
��
��
�
���
���
���
���������
������������
��������������
�����
������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
22Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
sisi penawaran diprakirakan masih berasal dari sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sektor industri pengolahan dan PHR diprakirakan tumbuh meningkat didukung oleh
pemulihan kinerja ekspor dan masih kuatnya permintaan domestik. Sektor pertambangan
dan penggalian diprakirakan tumbuh membaik seiring dengan perbaikan produksi
migas dan mulai beranjak pulihnya ekspor batubara. Kinerja sektor pengangkutan
dan komunikasi diprakirakan masih tumbuh tinggi didorong oleh masih baiknya
kinerja angkutan udara dan meningkatnya komunikasi data. Sektor konstruksi juga
diprakirakan masih tumbuh tinggi seiring dengan masih maraknya aktivitas konstruksi
dan investasi.
Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan pada triwulan I
dan II 2013 diprakirakan tumbuh meningkat. Peningkatan kinerja ini terutama
didorong oleh meningkatnya produksi tanaman bahan makanan (tabama) karena efek
terlambatnya musim hujan pada triwulan sebelumnya. Kinerja sektor pertanian juga
didukung oleh perkembangan cuaca yang masih pada kisaran normal hingga Maret
2013. Subsektor perikanan dan perkebunan juga diprakirakan masih mencatat kinerja
yang positif. Hal tersebut terindikasi dari membaiknya ekspor perkebunan hingga
Februari 2013. Kinerja sektor perikanan pada tahun 2013 diprakirakan akan terus
meningkat yang didorong oleh sektor perikanan budidaya.
Sektor pertambangan dan penggalian diprakirakan tumbuh lebih baik pada
triwulan I, kemudian melambat pada triwulan II 2013. Perbaikan pertumbuhan
pada triwulan I 2013 berasal dari membaiknya produksi pertambangan minyak. Kinerja
pertambangan nonmigas juga menunjukkan perbaikan yang terindikasi dari mulai
pulihnya ekspor pertambangan khususnya batubara yang didorong membaiknya harga
batu bara acuan. Sementara itu, perlambatan pada triwulan II 2013 lebih merupakan
koreksi sesuai dengan tren penurunan produksi tahunan.
Indikator
Tabel 3.2
Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Penawaran
Sumber :BPS
* Proyeksi Bank Indonesia
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 3,4 4,3 4,0 5,3 2,0 4,0 2,9 3,4
Pertambangan & Penggalian 1,4 2,5 3,3 (-0,3) 0,5 1,5 0,7 0,1
Industri Pengolahan 6,1 5,5 5,2 5,9 6,2 5,7 6,4 6,4
Listrik, Gas & Air Bersih 4,8 5,7 6,5 6,1 7,3 6,4 7,0 6,5
Konstruksi 6,6 7,2 7,3 7,6 7,8 7,5 7,7 7,8
Perdagangan, Hotel & Restoran 9,2 8,7 8,7 7,2 7,8 8,1 7,9 8,0
Pengangkutan & Komunikasi 10,7 10,0 9,9 10,4 9,6 10,0 9,5 9,4
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 6,8 6,4 7,1 7,5 7,7 7,1 7,6 7,3
Jasa-jasa 6,7 5,5 5,8 4,5 5,3 5,2 5,1 5,4
PDB 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,2 6,2 6,2
I*III II*III IV2011
2012 2012 2013
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
23Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Sektor industri pengolahan pada triwulan I dan II 2013 diprakirakan tumbuh
meningkat sejalan dengan pemulihan kinerja ekspor dan masih kuatnya
permintaan domestik. Pesanan dalam negeri menunjukkan peningkatan yang disertai
dengan mulai pulihnya pesanan luar negeri. Selain itu, indeks produksi BPS pada Januari
2013 masih tumbuh meningkat mencapai 11,6% (yoy). Kinerja subsektor alat angkut
menunjukkan perkembangan yang relatif stabil hingga pertengahan triwulan I 2013.
Namun, kinerja subsektor makanan dan minuman menunjukkan perlambatan yang
terindikasi dari melambatnya produksi CPO. Hal yang sama juga terlihat pada subsektor
industri semen dan barang galian nonlogam seiring dengan melambatnya produksi
semen pada Februari 2013.
Kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) pada triwulan I dan II
2013 diprakirakan tumbuh relatif stabil pada level yang tinggi. Masih tingginya
pertumbuhan sektor PHR didukung oleh membaiknya aktivitas perdagangan ekspor
dan impor, serta masih baiknya aktivitas ekonomi domestik. Masih baiknya aktivitas
perdagangan domestik tercermin dari pertumbuhan indeks penjualan eceran pada
Februari 2013. Selain itu, kinerja subsektor hotel terindikasi membaik pada Februari
2013 seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara.
Sektor konstruksi masih tumbuh relatif stabil pada level yang cukup tinggi pada
triwulan I dan II 2013. Masih tingginya kinerja sektor konstruksi sejalan dengan masih
maraknya kegiatan pembangunan konstruksi dan investasi. Hingga pertengahan
triwulan I 2013, penjualan alat berat untuk konstruksi tumbuh relatif stabil. Impor kaca
tumbuh meningkat, sedangkan penjualan semen dan impor keramik menunjukkan
penurunan.
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I dan II 2013 diprakirakan
masih mampu mencatat pertumbuhan yang relatif tinggi. Pertumbuhan yang
cukup tinggi pada subsektor angkutan udara dan komunikasi mendukung tingginya
pertumbuhan di sektor tersebut. Sampai dengan Februari 2013, kinerja subsektor
angkutan udara masih tumbuh relatif stabil. Sementara itu, kinerja subsektor komunikasi
terindikasi masih baik terutama berasal dari penggunaan internet dan komunikasi
data. Meningkatnya komunikasi data dan internet didorong oleh meningkatnya
penjualan smartphone dan komputer tablet. Lembaga riset Growth for Knowledge
(GfK) memproyeksikan pertumbuhan penjualan smartphone mencapai 44% pada
tahun 2013.
Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan I 2013 diprakirakan cukup kuat
sejalan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi
daerah tersebut didorong oleh kegiatan ekonomi kawasan Sumatera dan kawasan
Jawa, serta relatif stabilnya perekonomian kawasan Jakarta. Kawasan Timur Indonesia
(KTI) diprakirakan tumbuh melambat. Prakiraan pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi tersebut didukung oleh perbaikan kinerja ekspor di sejumlah daerah, khususnya
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
24Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Grafik 3.11
Nilai Impor Barang Modal
di kawasan Sumatera dan KTI terutama untuk ekspor berbasis
sumber daya alam (SDA). Namun, masih relatif rendahnya harga
komoditas global menyebabkan perbaikan ekspor di dua kawasan
tersebut relatif terbatas. Membaiknya ekspor berbasis SDA di
KTI dan kawasan Sumatera didorong oleh komoditas tambang,
khususnya batubara di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
dan Sumatera Selatan yang meningkat cukup tinggi pada awal
tahun 2013. Kinerja ekspor kelapa sawit juga turut mendorong
perbaikan ekspor di kawasan Sumatera (Sumatera bagian tengah)
dan KTI pada awal tahun 2013. Sementara itu, konsumsi rumah
tangga diprakirakan masih tumbuh cukup kuat pada awal tahun
2013. Hal tersebut tercermin dari penjualan eceran yang masih
cenderung kuat di kawasan Jawa, kawasan Jakarta, dan KTI
serta didukung juga oleh perbaikan daya beli masyarakat, serta
membaiknya optimisme konsumen. Kinerja investasi diprakirakan masih kuat, meski ada
indikasi perlambatan investasi nonbangunan. Hal tersebut tercermin dari impor barang
modal yang melambat di seluruh kawasan (Grafik 3.11). Sementara itu, konsumsi semen
masih tumbuh kuat di hampir seluruh kawasan, kecuali kawasan Sumatera.
Tekanan inflasi daerah meningkat cukup signifikan pada triwulan I 2013 yang
dipicu oleh bahan makanan. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi di kawasan Jawa
dan kawasan Sumatera. Tingginya kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura
(terutama bawang putih dan bawang merah) memicu peningkatan inflasi subkelompok
bumbu-bumbuan di seluruh kawasan. Tekanan inflasi volatile food di kawasan Jawa
dan kawasan Jakarta juga bersumber dari subkelompok sayur, buah, daging, dan ikan.
Sementara di KTI, kenaikan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan dan buah-buahan
sedikit dapat diredam oleh penurunan harga komoditas ikan seiring dengan pasokan
yang cukup baik pada awal tahun 2013.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I dan II 2013
diprakirakan mengalami defisit yang menurun seiring dengan membaiknya
neraca transaksi modal dan finansial (TMF). Membaiknya TMF terutama didorong
oleh arus investasi portofolio yang meningkat sejalan dengan masih kuatnya fundamental
ekonomi Indonesia dan dampak kebijakan ekonomi global yang masih akomodatif.
Namun, defisit transaksi berjalan diprakirakan meningkat terutama disebabkan oleh
impor yang masih cukup tinggi, antara lain terkait masih tingginya konsumsi BBM.
Cadangan devisa pada akhir Maret 2013 mencapai 104,8 miliar dolar AS atau setara
dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar
kecukupan internasional.
���
��
��
��
��
�
����
�����
����
� � � � � � � � �� �� �� �
����
� � � � � � � � �� �� �� � �
����
����������
������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
25Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
NILAI TUKAR RUPIAH
Selama triwulan I 2013, nilai tukar rupiah masih mengalami
tekanan depresiasi, meskipun lebih moderat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Moderasi tekanan depresiasi
didorong oleh aliran masuk modal asing ke perekonomian
Indonesia. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar
0,7% (qtq) menjadi Rp.9.680 per dolar AS dari Rp.9.613 per
dolar AS pada triwulan sebelumnya. Sementara itu secara point-
to-point, rupiah mengalami depresiasi 0,82% (qtq) dan ditutup
di level Rp.9.718 per dolar AS (Grafik 3.12). Meskipun demikian
volatilitas rupiah masih tetap terjaga. Volatilitas rupiah relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan kawasan (Grafik 3.13) .
Berbagai perkembangan ekonomi makro, sentimen
terhadap perekonomian domestik dan global memberikan
pengaruh pada pergerakan nilai tukar rupiah selama
triwulan laporan. Dari sisi domestik, sumber tekanan terhadap
rupiah berasal dari berlanjutnya tekanan defisit neraca berjalan
seiring meningkatnya permintaan valas pelaku domestik. Sentimen
negatif terhadap rupiah datang dari investor yang memperkirakan
bahwa defisit transaksi perdagangan masih akan berlanjut,
sehingga rupiah dipersepsikan masih cenderung melemah.
Selain itu, kekhawatiran meningkatnya tekanan harga di waktu
mendatang, terkait kebijakan pemerintah mengenai harga BBM
dan TTL serta dampak dari kenaikan upah minimum menambah
tekanan terhadap pergerakan rupiah. Dari sisi eksternal, prospek
kebijakan fiskal di AS dan keberlanjutan program stimulus oleh
The Fed, meningkatnya kekhawatiran hasil Pemilu di Italia, proses
penyelamatan ekonomi Siprus, serta perlambatan ekonomi
makro di kawasan Eropa menjadi faktor yang menyebabkan
masih tingginya kekhawatiran di pasar keuangan global. Kondisi
eksternal yang kurang kondusif tersebut memberikan sentimen
negatif terhadap perekonomian domestik yang berdampak pada
pelemahan nilai tukar rupiah. Meskipun demikian, berlanjutnya
aliran dana nonresiden ke aset rupiah dan upaya Bank Indonesia
untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjadi faktor
yang menahan pelemahan rupiah lebih dalam.
Selama triwulan I 2013, indikator risiko domestik
menunjukkan tren yang meningkat. Peningkatan risiko
tersebut tercermin pada perkembangan Credit Default Swap
(CDS) dan premi swap yang meningkat terutama pada awal
dan akhir triwulan (Grafik 3.14 dan 3.15). Peningkatan risiko
domestik (country risk) dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran
Grafik 3.12
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 3.13
Volatilitas Nilai Tukar Kawasan
�����������
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
���� ��������
��������������
�����������������
������� ��� ��� ��� ��� ��� �
����
����
��������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
���
��
��
��
��
��
�
�
�
�
���� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
�����
����
�����
����
�����
Grafik 3.14
CDS Indonesia & Selisih Imbal Hasil
� ���
������������������
����
��������������� ���������������
�������
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
�������������������
�������������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
26Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
terhadap prospek neraca transaksi berjalan serta dampak dari
meningkatnya faktor risiko. Faktor risiko sempat mereda pada
pertengahan triwulan seiring dengan rilis data pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2012 yang ditanggapi positif oleh
pelaku pasar karena mampu tumbuh di atas 6% di tengah
perlambatan perekonomian global.
Imbal hasil investasi pada aset keuangan rupiah relatif
masih tinggi. Imbal hasil aset-aset dalam rupiah yang cukup
tinggi ditambah dengan faktor fundamental ekonomi Indonesia
yang kuat, mampu menarik dana asing mengalir ke perekonomian
domestik, sehingga dapat menahan pelemahan rupiah lebih
lanjut. Imbal hasil yang tercermin pada selisih suku bunga
dalam negeri dengan luar negeri (Uncovered Interest Parity / UIP)
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan, yang
mengindikasi bahwa investasi di aset keuangan rupiah relatif
masih kompetitif (Grafik 3.16). Bahkan jika memperhitungkan
faktor risiko perekonomian domestik, investasi pada aset rupiah
masih memberikan keuntungan yang lebih baik dari Korea,
Malaysia dan Filipina (Grafik 3.17).
Kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia
masih terjaga sehingga investor tetap mempercayakan
dananya ditempatkan pada aset-aset rupiah. Kepercayaan
investor tersebut didukung oleh resiliensi perekonomian domestik,
yang diperkuat oleh pencapaian peringkat investment grade.
Masih cukup kokohnya ketahanan perekonomian domestik di
tengah dampak perlambatan ekonomi global tercermin dari
pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang mencapai level 6,23%
(yoy).
INFLASI
Gejolak harga kelompok volatile food mendorong tingginya
inflasi pada Maret 2013. Inflasi IHK Maret 2013 mencapai
0,63% (mtm) atau 5,90% (yoy) di atas rata-rata historisnya
(Grafik 3.18). Hal itu disebabkan terbatasnya pasokan komoditas
pangan strategis, terutama aneka bumbu, baik akibat gangguan
produksi maupun permasalahan terkait kebijakan impor. Di sisi
lain, inflasi inti masih stabil sebesar 4,21% (yoy) sejalan dengan
ekspektasi inflasi masyarakat yang masih terjaga dan kapasitas
produksi yang masih memadai. Sementara itu, inflasi administered
prices masih rendah.
Grafik 3.15
Premi Swap
�
�
�
�
�
�
�������������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ����
���������
���������
���������
����������
Grafik 3.16
Uncovered Interest Parity (UIP)
Grafik 3.17
Covered Interest Parity (CIP)
�
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ����
���������
�����
��������
��������
����
����
����
����
����
����
����
�����
�����
�
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ����
���������
�����
��������
��������
����
����
����
����
����
�����
�����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
27Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
DISAGREGASI INFLASI
Inflasi inti masih relatif stabil dan cenderung melambat,
meskipun terdapat dampak lanjutan dari tingginya inflasi
volatile food. Inflasi inti pada Maret 2013 mencapai 0,13%
(mtm) atau 4,21% (yoy), menurun dari bulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 0,30% (mtm) atau 4,29% (yoy). Kenaikan
inflasi volatile food berdampak pada inflasi inti melalui jalur
biaya sebagaimana tercermin dari kenaikan inflasi inti pangan
(Grafik 3.19). Namun, peningkatan pada inflasi inti pangan dapat
diimbangi oleh menurunnya inflasi inti nonmakanan. Stabilnya
inflasi inti pada level sekitar 4% juga dukungan oleh meredanya
tekanan faktor eksternal, seiring dengan perkembangan harga
global yang menurun, seperti harga pangan dan emas global,
serta nilai tukar yang relatif stabil. Dari sisi domestik terjaganya
inflasi inti didorong pula oleh kemampuan sisi penawaran yang
memadai dalam merespons perkembangan sisi permintaan. Hal
tersebut tercermin dari penggunakan kapasitas produksi yang
masih di level moderat (Grafik 3.20).
Gejolak harga pangan dan terbatasnya pasokan bahan
pangan menyebabkan inflasi volatile food melaju cukup
tinggi. inflasi volatile food pada Maret 2013 tercatat sebesar
8,77% (qtq) atau 14,20% (yoy), melonjak signifikan dari triwulan
sebelumnya sebesar 1,29%(qtq) atau 5,68%(yoy). Kebijakan
impor beberapa komoditas hortikultura di tengah terbatasnya
pasokan akibat gangguan cuaca dan minimalnya produksi
dalam negeri mendorong gejolak harga aneka bumbu, aneka
sayur dan buah. Selain itu mundurnya masa panen beras dan
tren peningkatan harga daging sapi akibat berlarutnya masalah
terbatasnya kuota impor, mendorong inflasi volatile food lebih
tinggi lagi pada triwulan I 2013.
Pada akhir triwulan I 2013, tekanan harga cenderung
mereda. Harga bawang putih bergerak turun dengan adanya
penambahan pasokan dari impor, melalui pelepasan beberapa
kontainer impor bawang putih yang semula tertahan di
pelabuhan. Selain bawang putih, harga pangan lain seperti
daging ayam, telur ayam, beras dan cabai merah juga turun,
seiring adanya panen di beberapa daerah, meski belum merata.
Dari sisi eksternal, perkembangan harga pangan global sepanjang
periode laporan relatif stabil dengan kecenderungan menurun,
di antaranya CPO, jagung, gandum, kedelai dan gula. Namun,
penurunan harga komoditas pangan global tersebut berdampak
minimal pada perkembangan harga domestik. Secara umum
Grafik 3.18
Perkembangan Inflasi
Grafik 3.19
Inflasi Inti, Nilai Tukar dan Harga Komoditas
Grafik 3.20
Kapasitas dan Indeks Produksi
�
��
��
��
��
���
��
��
��
��
���
���
���
���
���
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�����������������������������������������������
�����������������������������������������������
� � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � �
������
���
��
�
�
��
��
���������������������������������������
����
����
�����
����
���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � �
������ ������
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
��
����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
����������
���������
���� ���� ���� ���� ���� ����
���
���
���
�
��
��
��
��
���
���
� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� �
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
28Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
penurunan harga komoditas pangan lainnya ini belum dapat mengimbangi tingginya
kenaikan harga berbagai komoditas hortikultura.
Inflasi administered prices pada Maret 2013 relatif masih terjaga. Inflasi
administered prices tercatat sebesar 1,17% (qtq) atau 2,91% (yoy). Sebagian besar
inflasi administered prices selama triwulan I 2013 disumbang oleh kenaikan tarif tenaga
listrik (TTL) tahap I sebesar 4,3%. Rencana kenaikan harga gas elpiji 12 kg juga telah
mendorong kenaikan harga gas elpiji di tingkat konsumen.
PERKEMBANGAN PASAR KEUANGAN
Suku Bunga
Selama triwulan I 2013, suku bunga PUAB O/N masih bergerak stabil di batas
bawah koridor, di tengah likuiditas perbankan yang relatif menurun. Suku bunga
PUAB O/N pada akhir triwulan I 2013 tercatat sebesar 4,17%, hanya turun sebesar 1 bps
dibandingkan dengan akhir triwulan IV 2012 sebesar 4,18%. Perkembangan tersebut
dipengaruhi oleh pelaksanaan lelang Term Deposit/RR SBN jangka pendek (di bawah 1
bulan) yang relatif terbatas. Simpangan relatif (relative spread) suku bunga PUAB O/N
terhadap BI Rate pada triwulan I 2013 stabil pada level 90,3% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 91,5%. Sementara itu, suku bunga PUAB dengan tenor
lebih panjang bergerak searah dengan suku bunga PUAB O/N dengan volatilitas yang
meningkat akibat terbatasnya volume transaksi.
Dari sisi risiko, persepsi risiko di PUAB relatif terjaga. Hal itu tercermin dari selisih
antara suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah pada triwulan I 2013 rata-rata
sebesar 6 bps, sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 8 bps. Sementara
itu, volume transaksi di PUAB pada triwulan I 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya dan juga lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya
pada periode yang sama. Meningkatnya volume PUAB di tengah suku bunga PUAB
yang stabil dengan risiko yang terjaga merupakan hal positif dan dapat mengindikasikan
pendalaman PUAB.
Melalui penguatan operasi moneter Bank Indonesia mengendalikan tekanan
inflasi jangka pendek dan mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah. Bank Indonesia
menerapkan strategi moneter dengan melaksanakan operasi moneter yang lebih bersifat
penyerapan jangka panjang. Hal tersebut tercermin dari menurunnya pangsa instrumen
moneter dengan tenor yang lebih pendek dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Dengan strategi tersebut, suku bunga instrumen moneter bergerak sejalan dengan
perubahan suku bunga PUAB O/N yang stabil.
Suku bunga perbankan pada triwulan I 2013 cenderung menurun, baik suku
bunga kredit maupun suku bunga deposito (Tabel 3.3). Pada triwulan I 2013
(sampai dengan Febuari 2013) suku bunga deposito 1 bulan turun sebesar 15 bps
menjadi 5,43%, sementara rata-rata suku bunga kredit turun sebesar 13 bps menjadi
11,45%. Selisih suku bunga kredit dan deposito relatif masih lebar yaitu sebesar
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
29Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
6,55% (Grafik 3.21). Selisih tersebut semakin besar dibandingkan dengan kondisi
selama 3 tahun terakhir, yaitu pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing sebesar
6,38% dan 6,43%. Selisih suku bunga yang masih lebar tersebut
mencerminkan tersedianya ruang bagi penurunan suku bunga
kredit yang cukup besar sejalan dengan perbaikan efisiensi
operasional perbankan (penurunan margin bank) dan efisiensi
penyaluran dana perbankan.
Penurunan suku bunga kredit terutama terjadi pada suku
bunga kredit konsumsi. Pada triwulan I 2013 (sampai dengan
Febuari 2013), suku bunga kredit konsumsi turun sebesar 36
bps menjadi 13,2% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(Desember 2012) yang sebesar 13,58%. Sementara itu, suku
bunga kredit modal kerja juga menurun namun dengan besaran
yang lebih kecil (turun 4 bps) menjadi 11,45%, sedangkan suku
bunga kredit investasi tetap stabil menjadi 11,27%. Berdasarkan
kelompok bank, meskipun kelompok bank asing dan campuran
mengalami penurunan suku bunga kredit konsumsi paling besar,
suku bunga kreditnya masih merupakan suku bunga tertinggi di
antara kelompok lainnya. Suku bunga kredit konsumsi kelompok
bank asing dan campuran rata-rata turun sebesar 328 bps menjadi
27,64% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Desember
2012). Sementara itu, rata-rata suku bunga kredit konsumsi pada
kelompok lain hanya sebesar 12,8% (rata-rata turun sebesar 23
bps) (Grafik 3.22).
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meningkat sejalan
dengan pertumbuhan kredit. Pada triwulan I 2013 (sampai
dengan Februari 2013), pertumbuhan DPK meningkat tipis
Grafik 3.21
Suku Bunga Perbankan
Grafik 3.22
Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan
Suku Bunga (%) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
Tabel 3.3
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
BI Rate 6,00 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75
Penjaminan Deposito 6,50 6,00 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50
Dep 1 bulan (Rata-rata Tertimbang) 6,26 5,97 5,66 5,42 5,35 5,39 5,39 5,42 5,40 5,49 5,42 5,58 5,49 5,43
Kredit Modal Kerja (KMK) 12,09 12,11 12,01 11,86 11,78 11,79 11,78 11,73 11,70 11,68 11,61 11,49 11,49 11,45
Kredit Investasi (KI) 11,73 11,69 11,62 11,56 11,51 11,46 11,42 11,35 11,36 11,29 11,24 11,27 11,29 11,27
Kredit Konsumsi (KK) 14,19 14,15 14,13 14,10 14,03 13,90 13,92 13,69 13,67 13,60 13,53 13,58 13,40 13,22
Trw I-2012 Trw II-2012 Trw III-2012 Trw IV-2012 2013
�
������������������������������
�����������������������������������������������������������������������������
�
�
�
�
��
��
��
������������ ����������� ������������
������� ������
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�����
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�
��
��
��
��
������ ������ ������
������ ����� �����
����
�
����
�
����
�
����
�
����
�
����
�
����
�
����
�
����
�
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
30Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Grafik 3.24
Kontribusi Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
menjadi 16,0% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(Desember 2012) sebesar 15,8% (yoy) (Grafik 3.23). Peningkatan
ini ditopang oleh sumbangan dari giro valas yang meningkat,
sementara sumbangan giro rupiah cenderung menurun sesuai
dengan pola musiman pajak di awal tahun (Grafik 3.24).
Pada triwulan I 2013 (sampai dengan Februari 2013),
pertumbuhan kredit meningkat tipis dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2013, pertumbuhan
kredit sebesar 23,4% (yoy) menjadi Rp2,719 triliun, meningkat
tipis dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Desember 2012)
sebesar 23,1% (yoy). Secara akumulatif bulanan, pertambahan
kredit pada triwulan I 2013 sejalan dengan pola historis, atau
telah bertambah sebesar Rp10,9 triliun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Desember 2012). Dengan perkembangan
tersebut, pertumbuhan kredit dalam tren yang cukup stabil sejak
akhir tahun 2011 (24,5%, yoy).
Dari sisi jenis penggunaan, pertumbuhan kredit produktif
masih dominan terutama ditopang oleh meningkatnya
sumbangan kredit modal kerja. Pada triwulan I 2013,
pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) sebesar 24,5% (yoy),
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Desember
2012) sebesar 23,2% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit
investasi (KI) menurun menjadi 25,4% (yoy) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 27,4% (yoy). Pertumbuhan KI yang
lebih rendah sejalan dengan pertumbuhan investasi yang sedikit
melambat namun masih kuat. Kredit konsumsi (KK) tumbuh
stabil sebesar 20,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya
19,9% (yoy) (Grafik 3.25). Berdasarkan faktornya, peningkatan
pertumbuhan KK disebabkan oleh kenaikan pertumbuhan kredit
mobil dan bukan lapangan usaha lainnya.
Berdasarkan valuta, pertumbuhan kredit terutama
didukung oleh kredit rupiah yang mencatat kenaikan. Pada
triwulan I 2013 (sampai dengan Februari 2013), pertumbuhan
kredit rupiah meningkat menjadi 24,5% (yoy) dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (Desember 2012) sebesar 24,1%
(yoy). Dengan pangsa kredit rupiah yang mencapai 84% dari total
kredit, maka peningkatan kredit rupiah tersebut cukup signifikan
terhadap total kredit di tengah penurunan pertumbuhan kredit
valas yang menjadi 17,7% (yoy) dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 18,2% (yoy). Apabila dihitung dalam dolar
AS, pertumbuhan kredit valas masih stabil sebesar 10,6% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya (10,8%, yoy).
Grafik 3.23
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
������
�������������
�
��
��
��
��
��
��
�
�
��
��
��
����������� ��������������������������������������� �������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ����
������������
��������������������������
�
�
�
�
�
��
��
��
��
�
�
��
��
��
����������������� ��������������������������������������� �������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ����
Grafik 3.25
Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
������
���������������
�
��
��
��
��
��
����
����
����
���������������
����
����
��� ��� ��� ��� ���
����
��� ���
����
��� ��� ���
����
��� ��� ���
���� ����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
31Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Secara sektoral, peningkatan kredit terutama disebabkan
oleh pertumbuhan kredit sektor lainnya, perdagangan dan
sektor listrik, gas dan air (Grafik 3.26 dan 3.27). Pada sektor
produktif, pertumbuhan kredit sektor perdagangan meningkat
menjadi 38,0% (yoy) pada triwulan I 2013 (sampai dengan
Februari 2013) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(Desember 2012) sebesar 34,1% (yoy). Sementara itu, kredit
sektor listrik, gas dan air juga meningkat menjadi 34,7% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Desember 2012)
sebesar 28,9% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kedua sektor
tersebut di tengah perlambatan pertumbuhan kredit sektor
produktif lainnya cukup mendukung agar pertumbuhan kredit
sektor produktif untuk tetap akseleratif.
Pertumbuhan uang primer pada triwulan I 2013 menunjukkan
perlambatan. Uang primer tumbuh melambat menjadi sebesar
13,5% (yoy) dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya
sebesar 14,9% (yoy) dengan nominal mencapai Rp664,9 triliun.
Penurunan pertumbuhan uang primer tersebut disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan uang kartal (currency) dibandingkan
dengan akhir triwulan sebelumnya dari sebesar 17,9% (yoy)
menjadi 15,2% (yoy) dengan nominal sebesar Rp392,3 triliun.
Hal tersebut sejalan dengan pola historisnya.
Sejalan dengan perlambatan pada uang primer,
pertumbuhan likuiditas perekonomian berada dalam tren
menurun (Grafik 3.28). Pada triwulan I 2013 (sampai dengan
Februari 2013), pertumbuhan M1 melambat menjadi 15,13% (yoy)
mencapai Rp841,7 triliun dibandingkan dengan akhir triwulan
sebelumnya (Desember 2012) sebesar 16,42% (yoy). Sementara
itu, pertumbuhan M2 juga dalam tren melambat namun relatif
stabil sebesar 15,0% (yoy) mencapai Rp3,304 triliun dibandingkan
dengan akhir triwulan sebelumnya (Desember 2012) sebesar
14,86% (yoy). Perlambatan M1 sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan giro rupiah dan pola musiman uang kartal.
Penurunan kontribusi giro rupiah terhadap M1 sejalan dengan
pola historis pajak di awal tahun. Sementara itu, pertumbuhan
M2 sejalan dengan pertumbuhan M1, deposito dan tabungan.
Dari sisi faktor, pertumbuhan M2 terutama dipengaruhi oleh
kinerja pertumbuhan kredit yang sedikit meningkat dibandingkan
dengan triwulan IV 2012. Sementara itu, posisi idle money dalam
perekonomian (deposito dan tabungan) masih besar meski dalam
tren yang menurun.
Grafik 3.26
Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi
Grafik 3.27
Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi
������������������
���������������
���
�
�
�
�
�
�
��
��
��
��
��
��
��
��
����������� �������������������
���������� ����������������������� ���������
����
��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ��� ���
����
������������������
������������
���
�
�
�
�
�
��
��
�
�
��
��
��
��
��
��
��
��
������������������ ����������� �������
������������ ������� ����������������
���
����
������ ��� ��� ��� ���
����
������ ��� ��� ������
����
������ ��� ��� ������
����
������ ��� ��� ������
����
������ ��� ��� ��� ���
����
Grafik 3.28
Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian
����
����
������
�������������������������������������������������������������������������������������
������
�
�
��
��
��
��
��
�
�
�
��
��
��
����
��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
�� �� �������������
�����
�����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
32Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Pasar Saham
Sentimen positif dalam bursa saham domestik mampu
membawa IHSG mencapai level tertinggi sepanjang sejarah.
Penguatan bursa domestik selama triwulan I 2013 terutama
dipicu oleh meningkatnya optimisme pelaku pasar terhadap
kondisi perekonomian domestik, rilis laporan keuangan emiten
yang positif, rencana pembagian dividen oleh beberapa emiten
serta hasil penilaian Fitch Ratings yang tetap mempertahankan
peringkat investment grade. Sementara itu, sentimen yang berasal
dari eksternal masih cenderung mixed.1 IHSG mampu mencapai
level tertinggi sepanjang sejarah meski dengan kinerja yang
berada di bawah kinerja bursa saham negara-negara di kawasan
seperti Vietnam dan Filipina. Meski bergerak positif, pelaku pasar
mewaspadai beberapa risiko domestik seperti tekanan inflasi,
kebijakan BBM bersubsidi serta pelemahan rupiah. IHSG ditutup
pada level 4.940,99 (28 Maret 2013) atau naik 14,5% dibandingkan
dengan triwulan IV 2012. Secara bulanan indeks menguat sebesar
3% dibandingkan dengan Februari 2013 (Grafik 3.29)
Pertumbuhan bursa domestik didorong oleh pergerakan di
masing-masing sektor. Selama triwulan I 2013, mayoritas indeks
sektoral mengalami penguatan kecuali sektor pertanian dan
pertambangan. Sektor properti mengalami penguatan tertinggi
sebesar 41,2%, diikuti oleh sektor keuangan sebesar 21,2%,
sementara sektor lainnya menguat di kisaran 3,6%-17,7%.
Tingginya minat investor pada sektor properti dan perolehan
laba perbankan menjadi pendorong peningkatan harga saham
di kedua sektor tersebut. Sektor pertanian dan pertambangan
mengalami penurunan terbesar menyusul penurunan harga
beberapa komoditas global (Grafik 3.30)
Faktor fundamental mendorong kepemilikan investor
nonresiden di pasar saham domestik meningkat cukup tajam. Pelaku nonresiden
mulai melakukan pembelian selektif pada beberapa emiten yang tergolong undervalued
yaitu emiten yang mencatat pertumbuhan kinerja cukup tinggi sementara pertumbuhan
harga selama beberapa periode terakhir relatif terbatas. Tingginya minat investor asing
terhadap aset domestik seiring dengan perekonomian Indonesia yang dinilai masih
kuat dan tahan terhadap gejolak. Sejalan dengan kondisi tersebut, selama triwulan I
1 Sentimen global antara lain berasal dari optimisme terhadap outlook perekonomian dunia yang dipengaruhi oleh (1) rilis data ISM Non-Manufacturing AS yang meningkat dan rilis data initial jobless claims AS yang lebih baik dari ekspektasi, (2) rilis data PMI Services Inggris Februari yang meningkat dan optimisme pelaku pasar bahwa bank-bank sentral dunia akan tetap melanjutkan stimulus moneter dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi, (3) rilis beberapa data ekonomi AS yang membaik (data durable goods orders serta new home sales AS yang menunjukkan level tertinggi sejak tahun 2010) sehingga mendorong ekspektasi pemulihan ekonomi global, (4) meredanya kekhawatiran akan krisis di Cyprus setelah disepakatinya term bailout oleh Troika kepada Cyprus. Sentimen negatif yang berasal dari eksternal antara lain terkait dengan (1) meningkatnya ketegangan politik di semenanjung Korea, (2) kekhawatiran terhadap kebijakan yang akan ditempuh The Fed yaitu mengurangi stimulus ekonomi seiring dengan membaiknya data tenaga kerja AS, (3) Penurunan data retail sales dan data industrial production China bulan Februari yang lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, (4) rilis data unemployment rate bulan Februari di kawasan Eropa yang lebih tinggi dan penurunan data industrial production yang lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Grafik 3.30
IHSG dan Perkembangan Sektoral
������������
��������
����������������
����
��������
����������
�����������
��������
��������������
�������������
���� �� ��� ��� ��� ��� ���
����������������������
�����
�����
�����
�����
����
�����
�����
�����
�����
Grafik 3.29
IHSG dan BI Rate
�
����
����
����
����
����
����
���
�������
�
�
�
�
�
�
��
��
����
��� ������ ��� ��� ���
����
��� ������ ��� ��� ���
����
��� ������ ��� ��� ���
����
��� ������ ��� ��� ���
����
��� ������ ��� ��� ���
����
��� ������ ��� ��� ��� ��� ���
����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
33Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
2013 investor asing mencatat beli neto sebesar Rp18,77 triliun
dibandingkan dengan triwulan IV 2012, sementara secara
bulanan investor asing mencatat beli neto sebesar Rp1,38 triliun
dibandingkan dengan Februari 2013 (Grafik 3.31).
Pasar Surat Berharga Negara
Kinerja Surat Berharga Negara (SBN) mengalami pelemahan
untuk tenor menengah dan panjang. Secara keseluruhan
pergerakan imbal hasil (yield) SBN selama triwulan I 2013
meningkat sebesar 16,39 bps ke level 5,32% dibandingkan
dengan triwulan IV 2012 yang sebesar 5,16%. Imbal hasil SBN
untuk tenor menengah dan panjang masing-masing naik sebesar
25,88 bps dan 24,07 bps menjadi sebesar 5,30% dan 6,42%,
sementara imbal hasil jangka pendek menurun sebesar 3,60 bps
menjadi 4,52%. Imbal hasil SBN 10 tahun meningkat sebesar
38 bps ke level 5,57% dibandingkan dengan triwulan IV 2012
sebesar 5,19% (Grafik 3.32). Pelemahan imbal hasil di pasar
SBN disebabkan oleh kekhawatiran investor terhadap laju inflasi
ke depan yang berasal dari ketidakpastian rencana pemerintah
mengenai pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dan kenaikan
harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik, serta pelemahan nilai tukar
rupiah. Mengantisipasi hal tersebut, investor melakukan strategi
shortening duration dengan membeli SBN jangka pendek tenor
1-3 tahun dan melepas SBN jangka menengah dan panjang.
Investor nonresiden menambah kepemilikannya di
seluruh tenor. Meski dibayangi oleh risiko ketidakseimbangan
eksternal yang masih tinggi, investor asing terus melakukan aksi
beli SBN di seluruh tenor (Grafik 3.33). Aset domestik dinilai
masih memberikan positif carry yang cukup menarik sehingga
mendorong aksi beli tersebut. Secara triwulanan, kepemilikan
SBN oleh bank, asuransi, dan asing mengalami peningkatan,
sementara kepemilikan SBN oleh dana pensiun mengalami
penurunan. Selama triwulan I 2013, investor nonresiden masih
mencatat beli neto.
Pasar Reksadana
Kinerja reksadana sampai dengan Maret 2013 menunjukkan
peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2012. Secara umum, kinerja reksadana yang tercermin
dalam Nilai Aktiva Berish (NAB) naik sebesar 12,72% dibandingkan
Grafik 3.32
Perubahan Imbal Hasil SBN Bulanan
� ���
�����
�
���
�
���
�
���
�
�����������������������������������������
���
���
�
��
��
��
��
��
� � � � � � � � � �� �� �� ��
Grafik 3.33
Imbal Hasil SBN dan Jual/Beli Neto Asing
������������
����
����
���
�
��
��
���
���
����
����
����
���� ���� ���� ���� ���� ����
��������������������
���������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
Grafik 3.31
IHSG dan Beli/Jual Asing Neto
�
�����
�����
�����
�����
�����
������������������������
����
�������
������
��
����
�����
�����
�����
�����
�������
��� ��� ����������
��� ��� ����������
��� ��� ����������
��� ��� ����������
��� ��� ����������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
34Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
dengan Maret 2012. Secara bulanan, NAB Maret 2013 naik sebesar 2,57% dibandingkan
dengan bulan sebelumnya. Sampai dengan Maret 2013, Peningkatan NAB reksadana
ditopang oleh produk reksadana saham, terproteksi dan pendapatan tetap. Dalam hal
ini, portofolio aset bentukan manajer investasi untuk produk reksadana membukukan
kinerja sejalan dengan kinerja underlying assetnya.
KONDISI PERBANKAN
Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga
dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio
kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8%
dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.
Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir Februari 2013 mencapai 23,4% (yoy)
meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Kredit modal kerja dan kredit investasi
masih tumbuh cukup tinggi sebesar 24,5% (yoy) dan 25,4% (yoy). Sementara itu,
kredit konsumsi tumbuh 20,3% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia meyakini stabilitas
sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan
meningkat seiring dengan peningkatan kinerja perekonomian nasional
Suku Bunga (%) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
Tabel 3.4
Kondisi Umum Perbankan
Total Aset (T Rp) 3.598,7 3.628,1 3.708,7 3.745,1 3.827,4 3.891,1 3.902,5 3.923,8 4.009,4 4.028,8 4.103,5 4.262,6 4.211,0 4.232,4
DPK (T RP) 2.770,6 2.763,9 2.826,0 2.841,4 2.909,0 2.955,8 2.961,4 2.984,1 3.050,0 3.070,6 3.130,5 3.225,2 3.204,5 3.207,2
Kredit* (T Rp) 2.160,2 2.203,0 2.266,2 2.317,2 2.386,1 2.452,9 2.470,1 2.510,6 2.555,9 2.585,4 2.631,0 2.707,9 2.687,4 2.718,7
LDR* (%) 78,8 79,7 80,2 81,6 82,0 83,0 83,4 84,1 83,8 84,2 84,0 84,0 83,9 84,8
NPLs Gross* (%) 2,4 2,3 2,3 2,3 2,3 2,2 2,2 2,2 2,1 2,2 2,0 1,9 2,0 2,0
CAR (%) 18,4 18,4 18,3 18,0 17,9 17,5 17,3 17,3 17,4 17,3 17,4 17,4 19,2 19,2
NIM (%) 6,1 5,4 5,2 5,3 5,3 5,4 5,4 5,4 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,3
ROA (%) 3,7 3,6 3,1 3,0 3,0 3,2 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1 2,9
2012
* tanpa channeling
Tabel Statistik
35Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Tabel Statistik
Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit
(Persen per Tahun)
PeriodeSuku Bunga Pasar UangAntarbank*
Tingkat Diskonto
SBI
Suku Bunga Deposito Berjangka * Suku Bunga Kredit*
1bulan
3bulan
6bulan
12bulan
24bulan
ModalKerja
Investasi
2007Trw. IV
2008Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2009Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2010Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2011Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2012Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2013Trw. I*
5,97 9,75 8,96 9,71 10,70 11,63 11,84 15,07 15,10 7,52 9,00 8,13 8,52 9,29 10,17 11,73 14,49 14,53 5,58 8,75 7,46 7,87 8,40 9,54 11,73 13,88 13,99 6,83 8,25 7,13 7,44 7,80 8,91 11,24 13,31 13,45 4,33 8,00 7,19 7,42 7,65 8,24 10,83 13,00 13,01 8,01 7,96 6,88 7,26 7,57 7,79 10,06 12,88 12,59 8,43 8,73 7,19 7,49 7,79 7,78 9,91 12,99 12,51 9,37 9,71 9,26 9,45 9,14 9,34 9,83 13,93 13,32 9,40 10,83 10,75 11,16 10,34 10,43 8,62 15,22 14,40 8,04 8,21 9,42 10,65 10,45 11,31 8,33 14,99 14,05 6,96 6,95 8,52 9,25 9,75 11,37 9,03 14,52 13,78 6,30 6,48 7,43 8,35 8,71 10,80 9,14 14,17 13,20 6,28 6,46 6,87 7,48 7,87 9,55 9,10 13,69 12,96 6,20 6,72 6,83 6,91 7,10 7,15 7,95 12,32 12,18 6,03 7,36 6,82 6,95 7,15 7,08 7,27 12,24 12,13 5,40 6,28 6,83 7,05 7,39 7,04 6,61 12,39 12,06 4,55 5,04 6,35 6,81 7,19 7,06 6,33 12,18 12,04 3,76 3,83 5,66 6,31 6,69 6,71 6,31 12,01 11,62 3,95 4,32 5,39 5,76 6,14 6,42 6,00 11,79 11,46 4,07 4,67 5,40 5,69 5,91 6,16 5,97 11,71 11,36 4,17 4,80 5,58 5,76 6,05 6,09 5,47 11,50 11,28 4,17 4,86 5,43 5,92 6,10 5,92 5,37 11,46 11,28
* Data s.d. Feb-13
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 201336
Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)
Periode Transaksi antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi
2007Trw.IV
2008Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2009Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2010Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2011Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2012Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2013Trw. I*
* Data s.d. Feb-13 1) Transaksi pagi & sore hari seluruh tenor 2) Termasuk SBIS (SBI Syariah)
32.061 777.250 795.475 247.926 37.482 871.303 906.767 212.463 23.510 496.338 543.656 165.145 27.115 389.140 437.315 116.969 14.029 404.072 340.913 180.128 22.897 448.505 394.904 232.700 30.656 324.806 324.776 232.731 29.038 375.134 387.188 220.676 24.566 631.235 592.048 259.864 26.907 648.324 607.933 300.255 30.615 322.322 351.475 271.103 28.553 199.589 218.152 252.540 23.142 153.809 203.835 203.110 30.401 86.480 56.066 233.524 36.788 51.790 96.325 188.988 30.061 19.822 57.593 151.217 30.262 51.641 79.605 123.253 16.541 26.600 51.790 98.064 34.559 14.607 19.822 92.849 32.241 29.475 51.641 70.682 28.769 38.246 26.601 82.328 17.929 29.134 14.607 96.855
Tabel Statistik
37Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I*
* Data s.d. Feb-131) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)
1 Bank Pemerintah - Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Bersih - Konstruksi - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa - Lain-lain
2 Bank Umum Swasta Nasional - Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Bersih - Konstruksi - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa - Lain-lain 3 Bank Pemerintah Daerah - Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Bersih - Konstruksi - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa - Lain-lain 4 Bank Asing & Campuran - Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Bersih - Konstruksi - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa - Lain-lain 5 Bank Perkreditan Rakyat - Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Bersih - Konstruksi - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa - Lain-lain
6 Sub jumlah (1 s,d, 5) - Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Bersih - Konstruksi - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa - Lain-lain
536.273 578.525 595.131 630.148 644.289 698.315 732.981 761.373 776.340 837.231 871.892 942.253 939.581 42.832 46.878 49.215 48.438 47.383 50.807 54.201 64.679 65.447 75.401 78.497 88.397 88.657 17.812 21.118 20.736 25.560 25.067 29.661 29.793 32.732 29.174 31.581 30.448 38.155 35.880 93.920 99.944 93.060 93.695 93.217 97.836 102.021 107.849 107.349 119.518 131.156 140.696 136.999 8.885 10.379 13.483 17.326 17.127 22.057 33.700 20.433 33.357 28.496 37.445 27.322 37.483 19.330 20.374 21.096 20.384 22.125 24.441 26.864 27.536 29.098 33.887 36.559 37.482 35.891 109.766 111.038 114.918 110.981 107.948 110.903 121.305 131.263 128.238 166.246 162.221 179.095 183.746 29.287 29.310 24.856 26.826 27.732 29.955 28.579 33.166 32.427 35.743 37.211 40.316 40.274 14.597 12.962 13.413 18.598 18.459 20.566 27.092 29.788 33.208 37.991 37.978 40.673 40.438 37.752 47.795 57.597 73.129 77.552 91.101 85.628 79.941 79.043 66.331 54.480 64.733 58.599 162.093 178.727 186.758 195.211 207.678 220.989 223.797 233.987 238.998 242.037 265.898 285.385 281.613 611.724 672.726 715.217 775.323 801.246 864.006 926.563 1.001.042 1.032.022 1.115.711 1.155.306 1.217.835 1.224.287 20.429 25.254 26.403 30.199 31.246 32.635 32.589 36.114 37.417 41.093 41.266 41.241 42.504 14.721 18.435 19.827 21.247 24.580 25.692 28.560 32.877 32.140 30.430 30.191 29.893 29.761 92.197 97.471 103.688 114.203 118.350 131.180 141.472 154.543 160.581 170.221 179.911 194.244 194.404 8.191 9.014 9.984 10.646 11.459 12.017 13.356 17.470 18.462 19.497 21.494 22.139 22.613 24.598 27.084 29.701 29.811 30.969 31.502 32.781 34.552 38.072 40.751 43.513 40.861 40.595 144.298 160.841 164.959 185.508 182.418 199.463 211.302 228.294 233.391 261.329 270.478 294.462 295.410 35.358 35.394 36.756 35.841 38.252 41.482 44.124 48.506 50.792 56.639 57.758 61.050 60.772 64.168 78.847 63.336 71.266 74.634 84.593 89.819 95.767 100.916 107.475 112.204 117.867 119.204 22.833 35.565 62.127 62.394 62.318 65.667 69.748 73.021 72.978 76.577 79.032 84.561 83.822 184.932 184.821 198.437 214.209 227.020 239.774 262.813 279.899 287.274 311.700 319.460 331.516 335.203 123.087 132.512 138.961 143.067 149.005 161.201 169.764 175.489 181.837 198.114 207.693 218.435 222.578 3.595 3.639 4.359 4.488 4.910 5.389 5.633 6.113 9.005 10.498 8.458 8.942 9.062 645 712 755 992 947 1.076 1.247 1.279 1.571 2.168 2.173 1.931 1.919 2.100 2.373 2.751 2.890 2.869 3.326 3.493 3.687 3.634 4.267 4.417 5.436 5.322 890 1.188 1.243 1.408 1.548 1.689 1.810 2.204 2.740 2.837 2.611 2.599 2.952 7.137 8.611 9.983 9.145 8.264 9.561 11.679 10.258 8.360 10.734 13.555 11.827 9.161 15.686 16.047 16.263 17.337 17.962 19.732 20.618 21.077 20.707 22.260 22.341 23.171 23.787 1.685 1.745 1.686 1.832 1.934 2.311 2.571 2.832 2.840 3.120 3.256 3.422 3.338 2.471 2.411 2.049 2.088 2.179 2.151 1.965 2.516 2.653 3.315 3.235 3.315 3.667 5.061 5.809 6.546 6.476 6.519 6.199 6.231 6.254 5.934 5.893 9.027 9.718 10.687 83.816 89.977 93.326 96.411 101.873 109.766 114.516 119.268 124.393 133.022 138.620 148.074 152.682 170.328 189.463 195.410 201.368 204.704 211.713 231.851 244.699 257.789 282.402 300.980 309.969 310.867 5.423 6.712 6.803 6.797 7.062 6.764 7.478 6.173 6.381 8.294 7.545 8.075 8.035 8.579 10.633 11.567 12.660 13.503 12.616 16.945 18.579 23.202 26.267 28.536 31.591 29.405 55.649 62.401 58.905 63.065 62.023 64.710 75.612 76.340 85.688 92.253 102.704 103.099 107.523 1.252 2.447 3.930 4.230 3.513 4.437 4.953 5.404 5.513 6.194 6.552 6.749 6.823 3.572 3.735 3.183 3.828 3.306 3.229 3.164 2.547 3.187 4.745 4.492 4.909 4.318 16.417 18.921 20.176 21.848 20.166 24.469 22.659 21.450 27.829 33.051 38.093 43.392 43.520 10.122 10.534 11.184 10.415 9.566 10.004 11.108 10.081 11.432 13.407 13.613 14.214 14.211 34.547 39.673 42.591 44.534 49.916 48.834 52.370 52.096 57.078 60.208 61.907 60.203 59.644 2.339 3.708 5.475 3.982 5.136 4.530 4.732 19.064 4.291 4.348 4.162 4.685 4.871 32.429 30.699 31.596 30.010 30.513 32.120 32.829 32.965 33.188 33.635 33.376 33.052 32.518 29.476 31.491 32.832 33.695 35.566 38.018 39.650 41.082 43.552 46.571 48.408 49.562 51.616 2.125 2.302 2.390 2.602 2.714 2.967 2.985 3.132 3.453 3.635 3.739 3.745 3.796 0 0 0 36 39 48 46 65 70 66 96 99 98 531 545 589 476 517 561 575 584 621 635 670 674 693 0 0 0 14 18 20 23 26 27 38 31 29 30 0 0 0 257 344 416 478 617 708 840 950 1.010 974 10.255 10.845 11.233 10.553 11.193 11.815 12.085 12.426 13.238 14.052 14.480 14.683 14.998 0 0 0 575 680 705 897 901 983 995 1.094 1.139 1.144 0 0 0 96 161 166 211 250 275 283 302 335 350 3.247 3.561 3.823 4.011 4.020 4.205 3.981 3.911 4.139 3.994 4.221 4.265 4.489 13.317 14.238 14.795 15.072 15.879 17.115 18.369 19.169 20.039 22.033 22.826 23.583 25.043 1.470.888 1.604.717 1.677.551 1.783.601 1.834.810 1.973.253 2.100.808 2.223.685 2.291.541 2.480.029 2.584.278 2.738.054 2.748.930 74.404 84.786 89.170 92.525 93.315 98.562 102.886 116.210 121.704 138.922 139.505 150.399 152.054 41.758 50.898 52.885 60.495 64.136 69.093 76.592 85.532 86.157 90.512 91.443 101.669 97.062 244.397 262.735 258.993 274.330 276.975 297.613 323.174 343.002 357.873 386.893 418.857 444.149 444.941 19.218 23.028 28.640 33.625 33.667 40.221 53.842 45.538 60.099 57.062 68.133 58.838 69.902 54.636 59.804 63.962 63.426 65.009 69.150 74.966 75.510 79.427 90.956 99.069 96.089 90.939 296.423 317.691 327.549 346.226 339.688 366.382 387.969 414.509 423.402 496.937 507.613 554.802 561.461 76.452 76.984 74.482 75.488 78.163 84.457 87.279 95.486 98.474 109.906 112.932 120.142 119.741 115.782 133.893 121.389 136.582 145.349 156.310 171.456 180.418 194.129 209.272 215.626 222.393 223.303 71.232 96.438 135.568 149.992 155.546 171.702 170.320 182.191 166.385 157.143 150.922 167.963 162.468 476.586 498.461 524.913 550.913 582.963 619.763 652.325 685.288 703.891 742.428 780.180 821.611 827.059
2010 2011 2012 2013
`̀ `
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 201338
* Data s.d. Feb-13 1) M1 + uang kuasi + surat berharga selain saham dgn sisa jk.waktu s.d 1 thn 2) Uang Kartal ditambah uang giral 3) Termasuk rekening khusus pemerintah 4) Termasuk derivatif keuangan
Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
M2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
AkhirPeriode
Jumlah 1) Jumlah2)
M1
UangKartal
UangGiral
UangKuasi
AktivaLuar
NegeriBersih
TagihanBersih
PemerintahPusat3)
Tagihan Pada
LembagaPemerintah
BUMN
Tagihan Pada
PerusahaanSwasta danPerorangan
LainnyaBersih4)
2009
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2010
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2011
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2012
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. Iv
2013
Trw. I*
1.916.752 448.034 186.119 261.914 1.466.364 691.465 363.536 46.541 1.303.006 -108.550
1.977.533 482.621 203.406 279.215 1.491.950 655.440 399.395 48.996 1.319.240 -102.181
2.018.031 490.022 210.343 279.679 1.525.204 658.645 390.288 55.139 1.347.876 -107.445
2.141.384 515.824 226.006 289.818 1.622.055 679.448 429.406 66.589 1.403.686 -119.293
2.112.083 494.461 205.083 289.378 1.611.373 726.192 370.121 79.813 1.397.656 -153.773
2.231.144 545.405 222.828 322.577 1.680.374 756.588 304.728 97.067 1.511.482 -116.738
2.274.955 549.941 229.825 320.117 1.720.039 824.481 283.694 97.679 1.583.468 -139.665
2.471.206 605.411 260.227 345.184 1.856.720 865.121 368.717 99.369 1.684.207 -121.460
2.451.357 580.601 241.618 338.984 1.862.788 911.389 318.001 91.980 1.727.537 -149.448
2.522.784 636.206 261.504 374.702 1.876.446 970.573 216.791 96.052 1.864.834 -129.049
2.643.331 656.096 279.224 376.872 1.973.573 918.902 237.643 105.744 1.989.000 -81.378
2.877.220 722.991 307.760 415.231 2.139.840 912.174 351.177 102.594 2.118.376 -29.895
2.911.920 714.258 287.046 427.212 2.182.891 926.120 297.113 108.407 2.189.236 1.779
3.050.355 779.416 314.670 464.746 2.254.329 925.568 284.336 116.927 2.361.812 15.087
3.125.533 795.518 325.566 469.952 2.318.559 975.633 298.898 116.428 2.471.071 15.597
3.304.645 841.722 361.967 479.755 2.452.503 965.442 389.833 158.382 2.584.819 10.716
3.277.426 786.606 321.541 465.065 2.479.959 937.714 361.348 163.915 2.571.080 37.452
Tabel Statistik
39Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya
(Miliar Rupiah)
374.406 401.435 423.809 518.447 506.785 541.624 565.149 613.488 586.034 627.359 638.869 704.843 655.486
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
250.612 269.372 288.846 318.575 290.466 315.539 336.521 372.972 340.602 374.431 384.840 439.720 387.678
205.083 222.828 229.871 260.715 242.118 265.196 279.224 307.735 287.046 314.670 325.566 361.966 319.547
45.529 46.544 58.975 57.860 48.349 50.343 57.297 65.237 53.556 59.761 59.274 77.754 68.131
85.666 92.287 93.665 159.106 174.569 183.427 189.546 207.538 209.747 215.349 219.865 239.957 229.284
539 578 497 484 460 530 473 116 359 330 912 133 317
-246.168 -258.716 -314.736 -310.837 -380.067 -453.626 -411.166 -352.386 -395.860 -341.092 -384.146 -351.241 -327.702
144.792 103.254 72.816 160.777 105.983 23.206 38.676 166.928 94.654 64.873 78.161 200.520 142.052
8.660 8.660 8.659 8.466 8.465 7.965 8.470 8.199 8.199 2.877 2.877 2.088 2.088
8.103 7.932 7.838 7.682 7.739 7.638 7.609 7.364 7.328 7.298 7.286 6.976 6.977
-73.835 -61.865 -74.968 -64.702 -62.992 -84.989 -96.336 -120.391 -143.629 -159.388 -200.354 -212.554 -202.303
-322.962 -307.132 -319.912 -417.012 -433.933 -402.578 -362.498 -403.347 -353.429 -254.567 -269.416 -344.565 -274.964
-262.661 -231.905 -211.739 -162.828 -192.235 -146.860 -112.608 -90.391 -62.738 -55.600 -37.430 -57.294 -54.457
-43.845 -27.628 -23.110 -101.256 -49.218 -58.451 -87.835 -169.916 -211.103 -120.703 -69.536 -84.622 -51.632
-13.502 -43.758 -76.124 -145.863 -172.167 -168.812 -126.802 -73.974 10.184 -6.638 -69.754 102.496 -68.507
-10.926 -9.566 -9.170 -6.049 -5.329 -4.868 -7.086 -11.139 -8.983 -2.184 -2.701 -3.705 -1.552
2010 2011 2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I*
I. Uang Primer
a. Statutory Reserve Shortfall
b. Uang yang diedarkan
- Uang kartal di masyarakat
- Kas bank umum
c. Saldo Giro Positif Bank
d. Giro Sektor Swasta
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Uang Primer
a. Net Domestic Assets
- Tagihan Bersih pada Pemerintah
- Bantuan Likuiditas
- Kredit Likuiditas
- Tagihan Lainnya
- Operasi Pasar Terbuka
- SBI (net) 2)
- FASBI
- Lain-Lain 3)
- Lainnya Bersih
* Data s.d. Feb-13 1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $ sejak juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $ sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $ sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $ sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah 3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 201340
1.891 1.342 1.043 870 5.144 2.947 273 766 -2.301 1.685 -3.105 -7.979 -5.336 -7.763 -24.183 6.954 6.848 7.593 9.232 30.627 9.264 9.223 9.700 6.596 34.783 3.810 818 3.198 591 8.417 35.088 37.444 39.712 45.830 158.074 45.901 51.810 52.376 50.701 200.788 48.353 47.538 45.549 46.706 188.146 -28.134 -30.596 -32.119 -36.598 -127.447 -36.637 -42.587 -42.676 -44.105 -166.005 -44.543 -46.720 -42.351 -46.115 -179.729 -2.106 -2.275 -2.155 -2.787 -9.324 -1.822 -3.133 -2.562 -3.115 -10.632 -2.075 -2.893 -2.480 -3.322 -10.770 -4.038 -4.329 -5.547 -6.876 -20.790 -5.525 -6.776 -7.416 -6.959 -26.676 -5.898 -6.801 -6.915 -6.225 -25.839 1.080 1.098 1.151 1.301 4.630 1.029 960 1.045 1.176 4.211 1.058 898 861 1.193 4.009 5.662 3.767 7.464 9.728 26.620 4.835 11.626 -3.110 216 13.567 2.256 5.225 6.015 11.415 24.911 18 2 4 26 50 1 4 5 23 33 5 3 8 22 37 5.644 3.765 7.460 9.702 26.571 4.834 11.622 -3.115 193 13.534 2.250 5.222 6.007 11.393 24.873 2.556 2.368 1.764 4.419 11.106 3.782 2.507 2.119 3.120 11.528 1.586 4.020 4.289 4.535 14.430 -427 -982 -1.191 -64 -2.664 -1.529 -2.526 -1.350 -2.307 -7.713 -2.932 452 -1.674 -1.268 -5.423 2.983 3.350 2.955 4.483 13.771 5.311 5.034 3.469 5.428 19.241 4.518 3.568 5.964 5.803 19.853 6.159 1.089 4.517 1.437 13.202 2.920 5.213 -4.571 245 3.806 2.628 3.872 2.516 180 9.196 -409 -152 -1.597 -353 -2.511 -829 -508 91 57 -1.189 -457 -186 31 -4.852 -5.465 6.569 1.241 6.114 1.789 15.713 3.749 5.721 -4.662 188 4.996 3.085 4.058 2.485 5.032 14.661 -3.072 308 1.179 3.846 2.262 -1.868 3.902 -663 -3.172 -1.801 -1.963 -2.670 -798 6.679 1.248 -2.764 552 -1.960 2.447 -1.725 -1.002 2.303 -3.255 -4.800 -6.755 -3.363 -2.816 -580 1.883 -4.876 -308 -244 3.139 1.400 3.987 -865 1.599 2.592 1.628 4.954 1.400 146 -218 4.795 6.123 7.552 5.108 8.507 10.597 31.765 7.781 11.899 -2.344 -2.085 15.252 -850 -2.754 679 3.652 728 -932 312 -1.552 692 -1.480 -115 -23 -1.616 -1.641 -3.395 -184 -57 155 -476 -563 6.621 5.421 6.955 11.289 30.285 7.666 11.876 -3.960 -3.726 11.857 -1.034 -2.811 834 3.176 165 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666 -11.876 3.960 3.726 -11.857 1.034 2.811 -834 -3.176 -165 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666 -11.876 3.960 3.726 -11.857 1.034 2.811 -834 -3.176 -165 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 71.824 76.322 86.551 96.207 96.207 105.709 119.655 114.503 110.123 110.123 110.493 106.502 110.172 112.781 112.781 6.7 6.0 6.9 7.2 7.2 7.5 7.9 7.1 6.5 6.5 6.2 5.8 6.0 6.1 6.1 1.2 0.8 0.6 0.5 0.7 1.49 0.13 0.34 -1.07 0.2 -1.42 -3.61 -2.38 -3.56 -2.7 21.2 23.2 20.3 23.7 21.7 18.4 21.9 19.8 26.2 21.7 30.3 36.7 34.9 39.5 35.3 5.0 7.2 4.8 6.2 5.8 2.1 4.0 2.0 4.0 3.0 2.1 4.2 2.1 4.4 3.2
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara R) Revisi 1) Format baru sejak publikasi Januari 2004 2) Tidak termasuk pinjaman IMF 3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi. 4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep Internasional Reserve
and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). 5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa. 6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta US$)
2010 2011* 2012**
I II III IV Total I II III IV Total I II III IV Total
I. Transaksi Berjalan A. Barang bersih (Neraca Perdagangan) 1. Ekspor f.o.b 2. Impor f.o.b B. Jasa-jasa (bersih) C. Pendapatan (bersih) D. Transfer Berjalan II. Transaksi Modal dan Finansial A. Transaksi Modal B. Transaksi Finansial 1. Investasi Langsung a. Ke Luar Negeri (bersih) b. Di Indonesia/FDI (bersih) 2. Investasi Portofolio a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 3. Investasi Lainnya a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 2) III. Jumlah (I + II) IV. Selisih Perhitungan V. Neraca Keseluruhan (III + IV) VI. Lalu Lintas Moneter 3) a. Perubahan Cadangan Devisa b. IMF: Penarikan Pembayaran Memorandum: Posisi Cadangan Devisa 4) (dalam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri) Transaksi Berjalan (% PDB) Rasio Pembayaran Utang (%) 5) a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan Otoritas Moneter 6)
Tabel Statistik
41Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
* Data s.d Nov 2012
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)
Kelompok/Sub Kelompok
1,67 4,05 5,65 3,46 -0,12 -0,94 2,83 1,86 0,77 1,55 2,23 1,03 7,70 6,90 1,24 9,78 6,81 -2,42 0,83 7,77 4,27 2,74 -0,82 1,26 2,67 0,31 0,72 2,02 12,83 -7,24 -1,71 2,18 4,66 -0,62 0,41 2,03 3,27 2,18 3,05 0,09 -1,92 7,47 -1,67 3,91 1,31 3,45 -1,75 3,24 0,45 3,35 0,30 3,50 0,44 0,55 1,41 0,74 4,05 3,23 2,11 -0,92 2,32 2,06 1,80 -0,60 5,25 0,01 1,12 2,71 0,55 1,89 0,95 0,74 1,53 1,63 -0,02 0,83 1,86 0,77 4,13 8,96 1,08 4,47 -2,92 1,67 5,48 0,48 -1,62 0,65 7,02 -0,79 10,59 -18,67 24,27 3,27 0,66 3,83 -0,39 2,81 -0,63 0,25 1,54 11,01 -0,04 0,91 0,34 4,43 3,46 1,41 1,70 1,01 2,21 1,57 -0,33 1,39 6,64 0,01 9,89 -4,89 30,95 -1,06 20,90 -4,32 -19,05 -12,71 12,43 -7,83 15,55 -9,81 3,95 65,15 0,85 -0,63 2,05 6,59 5,85 -0,05 1,13 -1,34 2,33 -0,62 1,23 -3,22 -0,17 0,67 1,14 2,96 0,62 0,44 1,39 4,77 0,32 1,46 1,98 1,40 -0,90 1,31 2,62 1,00 1,86 1,31 1,28 0,83 1,36 0,96 1,46 1,51 2,14 0,88 1,33 2,69 1,32 1,92 1,08 1,19 0,80 0,96 0,71 1,13 0,94 1,94 0,88 1,40 2,86 -1,59 1,91 1,72 0,55 -0,53 1,13 0,75 1,46 3,03 2,38 0,26 0,76 1,81 2,27 1,48 1,63 2,25 2,23 2,88 1,76 2,33 1,96 2,58 1,34 1,69 0,67 0,43 2,11 0,82 1,18 0,77 0,78 0,71 1,02 0,78 0,77 0,74 1,59 0,83 0,44 0,82 1,12 1,72 0,83 0,96 0,98 1,35 0,95 0,83 1,15 1,65 0,51 0,45 6,03 0,10 0,30 0,47 0,44 0,16 0,55 0,68 -0,04 0,11 1,94 0,31 0,42 0,70 0,47 0,69 0,71 0,78 0,32 0,49 0,43 0,79 0,55 0,72 0,62 0,32 0,90 1,05 0,99 1,09 0,79 0,73 0,75 0,83 1,92 0,54 1,25 -0,66 2,28 1,05 3,75 0,45 1,97 4,71 0,29 1,29 -0,29 2,53 1,08 -1,04 1,02 0,74 1,78 0,56 1,11 1,02 1,78 1,46 1,14 0,57 0,96 0,42 0,91 0,44 0,61 1,20 0,35 0,28 0,69 0,88 1,19 0,84 0,47 1,21 0,51 0,65 0,69 0,98 1,64 0,31 0,25 0,99 1,51 1,49 1,06 0,61 1,20 0,36 0,17 -2,88 5,39 0,61 9,44 0,31 3,79 11,56 -1,30 1,59 -1,42 4,83 1,67 -3,39 0,58 0,33 0,77 0,49 1,54 1,30 0,75 0,60 0,81 0,62 0,80 0,64 1,09 0,52 0,32 0,51 0,50 1,79 1,07 0,72 0,33 0,89 0,52 0,65 0,51 1,28 0,65 0,18 0,41 0,47 1,56 0,98 0,35 0,65 0,69 0,56 0,59 0,51 0,56 0,84 0,34 2,07 0,75 2,35 1,32 0,80 1,17 1,31 0,91 0,86 0,87 1,23 0,57 0,43 1,01 0,50 1,36 1,72 1,00 0,70 0,69 0,68 1,00 0,76 1,11 0,18 0,09 2,39 0,60 0,72 0,28 3,69 0,41 0,30 0,19 3,36 0,33 0,36 0,03 0,02 4,42 0,64 0,51 0,12 6,74 0,63 0,15 0,08 5,27 0,48 0,25 0,77 0,17 0,69 0,73 0,50 1,13 2,32 0,54 0,56 0,27 0,99 0,23 1,08 0,30 0,24 1,06 -0,03 0,39 0,32 1,16 0,13 0,43 0,38 0,72 0,15 0,65 0,37 0,15 -0,03 0,56 1,18 0,23 0,29 0,13 0,55 0,41 0,47 0,18 0,34 0,87 0,23 0,53 0,47 1,89 0,63 0,29 0,69 0,37 0,34 0,23 0,56 0,69 0,34 0,21 2,45 -0,32 0,55 0,36 1,15 -0,14 0,40 0,31 1,00 0,47 -0,01 0,50 0,27 1,59 -0,51 0,81 0,51 1,81 -0,26 0,47 0,41 1,39 0,61 -0,07 -0,40 -0,06 -0,10 -0,11 -0,16 -0,37 -0,37 -0,18 -0,10 -0,10 -0,07 -0,09 -0,06 0,96 0,55 15,77 0,42 0,64 0,84 0,40 0,62 1,01 0,64 0,49 0,82 0,32 0,00 0,04 0,00 0,00 0,09 0,03 0,01 0,00 0,00 0,01 1,48 0,00 0,86 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70 0,36 1,89 0,79 0,88 0,90 1,68 0,77 2,43
2010 2011 2012 2013 I II III IV I II III IV I II III IV I
I. Bahan Makanan A. Padi-padian. umbi-umbian dan hasil-hasilnya B. Daging dan hasil-hasilnya C. Ikan segar D. Ikan diawetkan E. Telur. susu dan hasil-hasilnya F. Sayur-sayuran G. Kacang-kacangan H. Buah-buahan I. Bumbu-bumbuan J. Lemak dan minyak K. Bahan makanan lainnya II. Makanan jadi. Minuman. Rokok dan Tembakau A. Makanan jadi B. Minuman yang tidak beralkohol C. Tembakau dan minuman beralkohol
III. Perumahan A. Biaya tempat tinggal B. Bahan bakar. penerangan dan air C. Perlengkapan rumah tangga D. Penyelenggaraan rumah tangga
IV. Sandang A. Sandang laki-laki B. Sandang wanita C. Sandang anak-anak D. Barang pribadi dan sandang lainnya
V. Kesehatan A. Jasa kesehatan dan obat-obatan B. Obat-obatan C. Jasa perawatan jasmani D. Perawatan jasmani dan kosmetik VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga A. Biaya pendidikan B. Kursus dan pelatihan C. Perlengkapan/peralatan pendidikan D. Rekreasi E. Olah raga VII. Transpor dan Komunikasi A. Transpor B. Komunikasi dan pengiriman C. Sarana dan penunjang transpor D. Jasa Keuangan U M U M
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 201342
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)
K o t a
-0,09 1,17 0,05 5,99 0,62 -0,46 2,61 0,76 1,20 1,23 -0,73 1,29 4,03 0,44 -0,33 1,47 3,01 0,26 -0,15 2,03 1,15 0,16 -0,09 0,44 -0,45 1,39 0,38 2,13 0,82 3,92 0,87 -1,07 3,49 1,35 0,36 1,18 0,96 1,00 1,08 1,21 2,60 2,67 4,89 0,79 -0,90 2,02 1,77 0,82 2,33 -0,09 0,21 3,71 1,04 2,89 1,08 4,37 1,19 -0,39 2,76 0,64 1,60 1,93 0,98 0,14 3,50 1,05 2,12 1,52 2,76 0,32 0,04 3,46 -0,28 0,52 1,44 0,78 1,00 2,45 1,02 2,41 0,74 3,47 1,46 -0,89 3,17 1,57 0,09 1,25 1,76 1,01 2,33 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,30 2,30 1,50 0,66 1,11 0,89 0,66 2,62 1,72 1,67 1,76 2,05 0,70 0,50 2,06 0,45 0,23 0,64 0,65 0,49 1,21 1,53 3,22 2,37 3,02 -0,80 -0,16 3,22 0,52 0,31 2,62 0,92 0,32 2,08 0,58 1,18 2,50 1,65 -0,27 1,15 2,00 0,86 -0,23 1,27 0,68 0,98 2,21 1,35 2,15 3,88 1,43 0,20 0,27 3,66 -0,18 -0,10 1,38 3,01 0,27 2,61 0,15 2,53 4,39 2,57 1,11 0,15 2,30 0,62 0,31 1,36 1,98 0,59 2,73 1,37 0,41 5,18 2,15 1,92 0,45 4,06 -1,44 2,06 0,76 4,41 -0,75 4,20 0,26 2,60 2,21 3,71 -0,25 -0,31 2,56 1,08 -0,58 1,28 1,66 0,82 1,68 0,80 2,12 1,66 1,45 1,28 -0,61 1,99 0,64 0,71 0,00 2,86 0,32 1,84 0,92 1,21 2,63 1,32 0,68 0,65 1,89 0,70 0,83 0,64 1,75 1,24 1,96 1,33 0,82 1,80 1,48 0,77 0,25 1,62 1,46 1,21 0,55 1,77 0,30 2,42 0,31 1,87 1,54 2,33 -0,40 0,07 2,07 1,03 0,70 1,38 1,41 0,85 3,76 0,74 1,32 2,46 1,44 0,53 0,66 1,75 0,80 0,73 1,08 1,87 0,69 2,86 0,87 1,60 1,69 1,82 0,30 -0,33 0,95 1,42 0,70 0,96 1,69 0,51 3,63 1,11 1,44 2,74 1,15 0,50 0,79 0,78 0,75 0,21 0,41 3,04 0,37 2,67 0,61 1,02 2,96 0,75 0,32 0,54 2,31 1,03 0,74 1,08 1,29 0,81 2,28 1,26 2,08 2,85 1,47 0,94 -0,37 1,26 1,58 0,76 0,61 1,95 0,11 2,66 0,75 2,23 2,52 2,25 0,55 -0,18 1,74 0,81 0,45 1,44 1,84 0,33 3,09 0,84 0,47 2,21 0,93 0,26 0,27 0,69 1,50 1,25 0,50 1,79 0,43 2,31 0,36 1,25 3,52 1,44 -0,31 0,07 2,09 1,34 0,07 0,51 2,32 0,45 2,90 1,11 1,23 2,20 1,37 0,69 0,38 1,43 0,86 1,03 0,85 1,88 0,90 2,48 0,68 1,58 1,91 2,33 -0,83 0,03 1,61 1,14 0,59 1,00 0,43 0,82 3,84 1,02 1,23 3,33 1,37 0,37 0,02 1,76 0,70 1,12 1,19 2,00 0,46 2,87 0,62 1,48 2,65 1,83 0,39 -0,08 1,95 0,31 0,22 1,23 1,70 -0,07 1,12 1,00 1,65 2,91 1,63 1,14 0,10 1,73 0,85 0,71 0,91 1,38 1,25 2,70 -0,02 1,99 2,35 2,60 0,80 -0,77 1,39 1,00 0,85 0,83 1,65 1,09 2,80 0,52 1,44 3,69 0,97 0,11 0,87 1,58 1,57 0,98 1,22 2,16 0,61 3,25 0,63 1,95 2,23 1,83 -0,15 0,52 2,19 1,03 0,53 1,21 2,40 0,43 2,52 1,00 1,23 2,57 1,75 0,73 0,24 1,90 1,14 0,45 0,87 2,06 1,15 2,77 0,72 1,82 3,46 0,54 1,20 0,29 1,63 0,61 0,63 1,73 2,49 0,92 2,83 0,83 1,15 2,39 2,02 0,80 0,02 1,75 0,88 0,67 0,58 1,72 0,49 3,14 0,63 1,29 3,93 1,32 1,25 0,34 2,23 0,83 0,73 0,82 1,85 0,92 2,90 1,42 1,26 3,77 1,44 1,26 0,82 0,82 0,80 2,01 0,63 0,87 1,13 3,73 2,33 2,70 3,34 2,28 -0,07 0,33 4,08 1,94 2,52 -0,01 1,56 -0,01 3,33 1,53 1,15 2,23 1,31 0,63 1,12 1,89 3,39 1,11 0,97 1,57 -0,09 3,66 2,11 2,52 3,02 0,60 0,86 1,42 2,04 2,12 0,49 3,56 1,68 0,64 1,33 3,25 2,24 3,08 1,06 2,32 0,07 0,75 1,13 1,13 1,29 1,04 1,55 3,02 2,51 0,03 4,75 1,03 1,42 0,39 3,32 -0,28 2,20 1,45 2,34 0,47 2,08 3,55 0,11 4,61 -1,24 2,31 -0,05 4,55 -0,19 1,95 1,30 0,80 0,11 2,15 1,62 2,02 2,65 2,91 0,72 0,20 1,64 1,00 2,60 0,26 0,61 1,16 3,46 1,32 2,21 3,64 2,01 0,06 1,36 3,40 0,39 2,25 0,68 1,54 2,10 1,98 1,50 2,87 2,86 1,54 0,47 0,77 1,74 0,95 2,45 0,28 1,37 1,74 1,76 2,55 0,76 4,14 -0,21 2,38 2,15 1,98 -0,18 2,11 0,83 2,82 0,52 2,52 2,07 0,74 3,28 0,75 2,77 1,19 2,36 -0,21 2,13 0,11 2,31 0,21 2,91
2010 2011 2012 2013 I II III IV I II III IV I II III IV I
1. Lhokseumawe2. Banda Aceh3. Padang Sidempuan4. Sibolga5. Pematang Siantar6. M e d a n7. Padang8. Pekanbaru9. Batam10. Jambi11. Palembang12. Bengkulu13. Bandar Lampung14. Pangkal Pinang15. Dumai16. Tanjung Pinang17. Jakarta18. Tasikmalaya19. Serang20. Tangerang21. Cilegon22. Bogor23. Sukabumi24. Bekasi25. Depok26. Bandung27. Cirebon28. Purwokerto29. Surakarta30. Semarang31. Tegal32. Yogyakarta33. Jember34. Sumenep35. Kediri36. Malang37. Probolinggo38. Madiun39. Surabaya40. Denpasar41. Mataram42. Bima43. Maumere44. Kupang45. Pontianak46. Singkawang47. Sampit48. Palangka Raya49. Banjarmasin50. Balikpapan51. Samarinda
Tabel Statistik
43Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 2013
* Data s.d Nov 2012
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)
K o t a
2,89 -1,77 5,23 1,47 3,16 -0,77 0,91 3,03 2,17 0,06 2,62 1,04 3,13 0,72 0,20 3,81 1,44 1,31 -1,43 -0,05 0,86 1,59 1,28 1,40 1,64 2,34 -0,64 1,66 4,93 0,37 2,49 -0,69 0,91 1,72 0,56 1,72 2,62 0,85 0,65 1,42 0,47 4,78 -0,04 0,69 1,26 1,91 0,03 2,40 0,04 1,43 -0,25 1,65 1,01 0,62 4,09 0,97 0,80 0,60 0,97 0,48 2,00 0,42 1,65 0,43 2,19 0,48 0,59 3,35 1,27 0,36 -0,19 0,93 0,49 0,75 0,34 2,15 0,21 1,91 0,75 0,02 3,04 0,14 0,72 1,13 1,73 -0,26 1,61 0,86 1,89 -0,30 1,84 -0,20 0,70 3,77 -0,40 2,35 1,65 4,11 -2,97 2,36 1,21 1,50 0,09 0,18 1,59 -0,25 5,63 0,36 0,02 1,01 1,84 1,15 1,78 1,05 1,31 1,07 1,65 0,84 0,60 1,58 2,01 1,60 0,86 1,45 0,91 0,54 0,30 1,91 0,49 1,43 2,84 0,26 4,70 0,76 -1,25 5,58 -0,78 -0,59 4,32 3,26 -0,01 -0,91 0,27 1,79 -1,26 2,58 2,15 0,50 1,38 1,12 1,45 0,52 1,15 0,71 0,88 1,18 -0,44 1,58 1,89 1,58 -1,06 1,37 2,48 0,82 -1,24 3,65 0,55 1,89 0,87 1,34 1,84 5,50 -0,69 -1,47 1,77 0,17 0,46 -0,67 3,74 2,37 -0,36 1,83 1,31 1,03 1,36 0,71 0,95 0,86 0,28 1,27 -0,46 0,71 1,41 2,82 0,84 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70 0,36 1,89 0,79 0,88 0,90 1,68 0,77 2,43
52. Tarakan53. Manado54. P a l u55. Watampone56. Makassar57. Parepare58. Palopo59. Kendari60. Gorontalo61. Mamuju62. Ambon63. Ternate64. Manokwari65. Sorong66. Jayapura
NASIONAL
2010 2011 2012 2013 I II III IV I II III IV I II III IV I
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I 201344
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHPB sejak tahun 2009 menggunakan tahun dasar 2005 (2005 = 100). Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)
Akhir Pertanian Pertambangan Industri Impor* Ekspor* Umum*
Periode
7,59 3,70 5,80 11,05 10,00 8,50
7,05 4,08 7,17 6,64 5,88 6,45
7,75 10,78 12,60 15,56 14,14 12,55
4,68 3,54 1,40 -9,23 -5,31 -1,92
0,00 4,27 -4,14 -11,86 -13,55 -6,67
2,93 7,52 -0,26 5,28 2,44 1,80
3,07 -0,40 1,23 0,54 -0,81 0,99
5,19 1,22 1,13 -0,37 -2,86 0,79
1,19 1,05 0,53 0,60 1,88 0,91
2,05 0,60 1,57 0,22 0,27 1,17
2,25 0,80 0,60 0,69 2,70 1,29
3,74 0,52 1,41 0,14 -1,00 1,14
1,75 0,92 1,04 5,17 4,30 2,43
1,16 1,56 1,80 5,13 5,19 2,86
0,22 1,31 0,65 -0,61 3,54 0,65
3,14 0,70 1,18 2,10 1,53 1,81
0,42 1,59 0,85 1,56 1,83 0,94
1,58 1,72 1,40 4,60 4,91 2,65
1,61 0,85 0,58 -4,25 -3,20 -0,81
1,85 -0,66 1,04 6,67 2,39 2,35
-0,49 0,74 0,22 -0,07 -1,46 -0,27
5,77 1,40 1,03 n,a n,a n,a
2007Trw.IV
2008Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2009Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2010Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2011Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2012Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2013Trw.I