Upload
scribdmeup
View
230
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
1
Citation preview
Journal Reading
Nama : Elfinsa Ismi Istiqomah
NIM : 030.10.092
Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM, MH
PENELITIAN PERBANDINGAN ANTARA INJEKSI INTRALESI DARI
BLEOMYCIN DAN 5 –FLUOROURACIL DALAM PENGOBATAN KELOID DAN
JARINGAN PARUT HIPERTROFIK
Ahmed M. Kabel, Hanan H. Sabry, Neveen E. Sorour, Fatma M. Moharm
Journal of Dermatology & Dermatologic Surgery 20 (2016) 32–38
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektifitas dan keamanan dari
injeksi intralesi 5-fluorouracil dan bleomycin dalam pengobatan keloid dan jaringan parut
hipertrofik. 120 pasien dibagi menjadi beberapa kelompok berikut: kelompok IA disuntik
intralesi dengan 5-fluorouracil; kelompok IB disuntik intralesi dengan kombinasi
triamsinolon acetonide dan 5-fluorouracil; kelompok II disuntik intralesi dengan bleomycin.
Pasien menjalani evaluasi lanjutan dengan pengambilan gambar serta perhitungan skala
jaringan parut sistem vancouver. Ada peningkatan perbaikan yang signifikan dalam skala
jaringan parut Vancouver pada kelompok II dibandingkan dengan kelompok I setelah
Pengobatan. Namun, terdapat hiperpigmentasi, rasa sakit dan ulserasi pada semua kelompok
yang diteliti. Nyeri secara signifikan menurun pada kelompok IB dibandingkan dengan
kelompok IA, ulserasi secara signifikan menurun pada kelompok II dibandingkan dengan
kelompok I sedangkan nyeri meningkat setelah injeksi pada kelompok II dibandingkan
kelompok I. Kekambuhan terjadi pada 12 pasien dari kelompok IA, 14 pasien dari kelompok
IB dan tidak ada kekambuhan terjadi pada kelompok II. Maka, intralesi injeksi bleomycin
lebih efektif dan lebih baik daripada intralesi injeksi 5-fluorouracil dalam pengobatan keloid
dan jaringan parut hipertrofik tanpa memandang usia, jenis kelamin, durasi penyakit pasien
atau lolasi lesi.
Pendahuluan
Keloid dan jaringan parut hipertrofik ditandai penumpukan dermal kolagen yang
berlebihan yang di hasilkan oleh jaringan parut. Jaringan parut keloid merupakan suatu
jaringan jinak, tidak menular dan sewaktu-waktu disertai rasa gatal yang hebat, nyeri tajam,
serta perubahan tekstur. Dalam kasus yang berat, keloid dapat mempengaruhi pergerakan
kulit dan menjadi ulkus. Kemungkinan tingginya kekambuhan keloid umumnya lebih besar
dari 50% (Hunasgi et al, 2013;. Maghrabi dan Kabel, 2014).
5-Fluorourasil (5-FU) adalah analog pirimidin, yang digunakan dalam pengobatan
kanker. Hal ini juga digunakan dalam operasi mata, khusus untuk meningkatkan
trabeculectomy pada pasien yang dianggap berisiko tinggi untuk gagal. 5-FU berfungsi
sebagai agen anti-jaringan parut ialah penyebab berlebihannya jaringan pada bagian
trabeculectomy yang merupakan penyebab utama kegagalan dari operasi (Rothman et al.,
2000). Uji coba baru-baru ini telah menggunakan 5-FU topikal untuk mengobati jaringan
parut hipertrofik dan beberapa jenis karsinoma sel basal kulit. beberapa penelitian telah
menggunakan 5-FU intralesi dalam pengobatan keloid dan jaringan parut hipertrofik sendiri
atau dicampur dengan triamcinolone acetonide (TAC). Pada Penelitian terakhir diperkirakan
dapat mengurangi rasa sakit dan peradangan (Davison et al., 2009).
Bleomycin adalah antibiotik glikopeptida yang banyak digunakan sebagai agen anti-
kanker. Obat ini digunakan dalam pengobatan limfoma Hodgkin, karsinoma sel skuamosa
dan kanker testis, serta dalam pengobatan kutil pada bagian plantar (Lewis dan Nydorf,
2006). Begitu pula, dengan uji coba penggunaan bleomycin intralesi untuk keloid dan
jaringan parut hipertrofik. Komplikasi yang paling umum dari injeksi bleomycin adalah
hiperpigmentasi, yang terlihat pada 75% pasien (Saray dan Gu LEC, 2005). Penelitian kali ini
merupakan percobaan untuk mengevaluasi efektifitas dan keamanan injeksi intralesi dari 5-
fluorouracil dan bleomycin dalam Pengobatan keloid dan jaringan parut hipertrofik.
2. Metode
2.1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Bagian Dermatologi, Venerologi dan Andrologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Benha, Mesir. Penelitian ini telah disetujui oleh Dewan Etika
Penelitian di Universitas Benha. Penelitian ini telah memenuhi prinsip-prinsip yang
ditetapkan dalam Deklarasi Helsinki.
2.2. Desain Penelitian
2.2.1. Peralatan
Sebuah jarum suntik 1 ml insulin dengan jarum 30 pengukur tetap.
Mepivacaine HCl 3% (Ampul Mepacaine, Alexandria Pharmaceutical Co, Mesir).
5-fluorouracil (Ampul Fluorourasil 250 mg, Biosintesis Pharmaceutical Co, Mesir).
Bleomycin (Vial Bleocip 15 mg, Cipla Co Ltd, industri negara Verna, Goa, India).
Triamqinolon acetonide (Vial Kenacort, Bristol-Myers Squibb).
Penelitian ini dilakukan pada 120 pasien dengan keloid dan jaringan parut hipertrofik dari
berbagai ukuran dan durasi dipilih dari klinik rawat jalan Dermatology dan Andrologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Benha, Mesir.
2.2.2. Kriteria Inklusi
Dengan usia minimal 15 tahun, menerima pemeriksaan laboratorium sebelum
penelitian (jumlah sel darah lengkap, serum kimia, analisis urin, dan tes kehamilan) dan
persetujuan tertulis dari setiap pasien.
2.2.3. Kriteria Eksklusi
Kehamilan, menyusui, gagal ginjal kronis dan kelainan hasil tes fungsi hati atau darah
lengkap.
2.2.4. Kelompok
Para pasien dibagi menjadi beberapa kelompok berikut: Kelompok (IA): termasuk 30
pasien yang diinjeksi intralesi dengan 5-FU pada konsentrasi 50 mg/ ml. Awalnya, dilakukan
anestesi lokal mepivacaine HCl 3% pada lokasi lesi. Kemudian, pasien diinjeksi intralesi
dengan 5-fluorouracil pada konsentrasi 50 mg/ ml, beberapa injeksi diberikan pada interval
rata-rata, 1 cm 0,2-0,4 ml/ cm2. Dosis maksimum adalah 2 ml/ sesi dengan interval dua
minggu (Kontochristopoulos et al., 2005).
Kelompok (IB): termasuk 30 pasien diinjeksi intralesi dengan campuran 0,1 ml 40
mg/ ml TAC dan 0,9 ml dari 5-FU (50 mg/ ml). Awalnya, dilakukan anestesi lokal
(Mepivacaine HCl 3%) pada lokasi lesi. Kemudian, pasien diinjeksi intralesi dengan
campuran 0,1 ml dari 40 mg / ml triamsinolon acetonide dan 0,9 ml dari 5-FU (50 mg/ ml),
beberapa injeksi diberikan pada interval rata-rata 1 cm, 0,2-0,4 ml/ cm2. Maksimal dosis
adalah 2 ml per sesi dengan interval dua minggu (Asilian et al., 2006).
Kelompok (II): termasuk 60 pasien yang diinjeksi intralesi dengan bleomycin pada
konsentrasi 1,5 IU/ ml. Awalnya, dilakukan anestesi lokal (mepivacaine HCl 3%) pada lokasi
lesi. Kemudian, beberapa injeksi intralesi dari bleomycin dengan dosis 0,5-1 ml/ cm2 dengan
dosis maksimal 4 ml per sesi menggunakan jarum suntik insulin diberikan dengan interval
dua minggu. (Espan~a et al., 2001).
Semua pasien menjalani anamnesis dan pemeriksaan dermatologis termasuk bagian,
ukuran, bentuk, warna dan konsistensi lesi. Pemeriksaan hitung darah, fungsi hati dan ginjal
yang dilakukan sebelum Pengobatan dan kemudian pada interval bulanan selama terapi. Para
pasien diberikan informasi mengenai sifat setiap prosedur, jumlah yang diharapkan dari
Pengobatan disertai efek samping dari prosedur. Evaluasi lanjutan dari pasien dilakukan
dengan skala jaringan parut sistem Vancouver setelah penghentiaan Pengobatan selama 12
bulan.
2.3. Penilaian Respon Klinis
Penilaian keloid dilakukan pada awal Pengobatan 4, 8, dan 12 minggu, dan selama
periode evaluasi lanjutan. Penilaian tersebut termasuk perubahan klinis dalam keloid dalam
bentuk pengambilan gambar dan dengan pelaporan efek samping yang pasien alami.
Penilaian klinis dilakukan menggunakan skala jaringan parut Vancouver yang mencakup
vaskularisasi, pigmentasi, kelenturan dan ketebalan. Hasilnya tercatat dari (0) hingga (14), di
mana (0) diartikan dalam kulit normal (Baryza dan Baryza, 1995). Perbaikan klinis dinilai
berdasarkan penurunan vaskularisasi, pigmentasi dan ketebalan serta pelunakan jaringan
parut dan perbaikan gejala.
2.4. Analisis Statistik
Data disajikan sebagai mean ± standar deviasi (SD). Sebuah ANOVA dan uji T
digunakan untuk mengevaluasi penelitian ini signifikan secara statistik dengan adanya
perbedaan yang berarti. koefisien korelasi Pearson (r) diaplikasikan untuk mengkorelasikan
antara parameter. Nilai P kurang dari 0,05 adalah dianggap signifikan secara statistik.
3. Hasil
Usia pasien berkisar antara 16 sampai 54 tahun dengan nilai rata-rata dari (29,87),
(32,07) dan (31,5) pada kelompok (IA), (IB) dan (II) dengan masing-masing Durasi penyakit
berkisar dari 4 bulan sampai 23 bulan. Dengan bagian yang paling sering terkena adalah
dada, bahu, punggung, lengan dan leher.
3.1. Jumlah Sesi yang diperlukan untuk kelompok penelitian
Dalam kelompok IA, jumlah injeksi intralesi dari 5-FU diterima berkisar antara 4
sampai 6 sesi. Dalam kelompok IB, jumlah injeksi intralesi dari 5-FU dicampur dengan TAC
berkisar antara 5 sampai 6 sesi. Dalam kelompok II, angka injeksi intralesi dari bleomycin
diterima berkisar dari 2 sampai 6 sesi. Hal ini menunjukkan adanya perbedaannya signifikan
secara statistik dari perbandingan antar kelompok I (IA dan IB). Kesimpulannya ialah
bleomycin lebih efektif daripada 5FU sendiri atau dicampur dengan TAC (Gambar. 1).
Gambar 1. Jumlah sesi yang dilakukan pada setiap kelompok
3.2. Skala jaringan parut Vancouver di kelompok penelitian
Dalam kelompok IA, skala jaringan parut Vancouver pada semua pasien sebelum
Pengobatan adalah 9.67 ± 1.35 dan 4.47 ± 1.3 setelah Pengobatan dengan total perbaikan
rata-rata adalah 54%. Dalam kelompok IB, skala jaringan parut Vancouver pada semua
pasien sebelum Pengobatan adalah 9.67 ± 1.63 dan 4.46 ± 1.55 setelah Pengobatan dengan
total perbaikan rata-rata sebesar 55%. Dalam kelompok II, skala jaringan parut Vancouver di
semua pasien sebelum Pengobatan adalah 9.32 ± 1.46 dan 2,7 ± 0,95 setelah Pengobatan
dengan total perbaikan rata-rata adalah 73%. Nilai rata-rata dari kelompok II setelah
Pengobatan dinilai signifikan secara statistik dibandingkan dengan kelompok I setelah
Pengobatan (Gambar. 2-5).
Gambar 2. Hasil Skala Vancouver pada setiap kelompok
Gambar 3a. Kasus ke 7 sebelum Pengobatan dengan skala vancouver = 12,
Gambar 3b.Keloid setelah sesi ke 6 Pengobatan dengan 5-FU dengan skala vancouver
= 6, peningkatan 50%,
Gambar 4a. Kasus ke 14 jaringan parut hipertrofik sebelum Pengobatan dengan skala
vancouver = 11,
Gambar 4b. Jaringan parut hipertrofik setelah sesi ke 5 Pengobatan dengan
bleomycin skala vancouver = 2, peningkatan 81,82%
Gambar 5a. Kasus ke 20 sebelum Pengobatan dengan skala vancouver =11,
Gambar 5b. Jaringan parut hipertrifik setelah sesi ke 6 Pengobatan dengan 5-FU +
TAC skala vancouver = 5, peningkatan 54,55%
3.3. Korelasi antara usia, jenis kelamin, durasi penyakit dan respon klinis
Tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, durasi penyakit dan respon klinis
pada semua kelompok ( Tabel 1)
3.4. Efek samping dalam kelompok penelitian
Ditemukan adanya efek samping berupa hiperpigmentasi, rasa sakit dan ulserasi pada
semua kelompok yang diteliti. Namun, rasa nyeri secara signifikan menurun pada kelompok
IB dibandingkan dengan Kelompok IA, sedangkan ulserasi secara signifikan menurun pada
kelompok II dibanding kelompok I, sementara rasa sakit setelah injeksi meningkat dalam
kelompok II dibandingkan dengan kelompok I (Gambar. 6).
Gambar 6. Efek samping pada pasien dalam kelompok penelitian
3.5. Kekambuhan di kelompok penelitian
Berhubungan dengan kekambuhan, ditemukan munculnya kekambuhan pada 12
pasien (40%) dari kelompok IA, 14 pasien (46,67%) dari kelompok IB dan tidak ada
kekambuhan terjadi pada setiap pasien dari kelompok II (Tabel 2).
4. Diskusi
Keloid dan jaringan parut hipertrofik adalah kondisi fibrotik yang mewakili model
penyembuhan luka dengan kelebihan dari matriks ekstraselular dan ditandai dengan
proliferasi fibroblas. Etiologi dan patofisiologi yang tepat masih kurang dipahami. Tidak ada
modalitas terapi tunggal yang terbaik untuk semua keloid (Butler et al., 2008; Trisliana
Perdanasari et al., 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efiktifitas dan
keamanan injeksi intralesi 5-fluorouracil dan bleomycin pada Pengobatan keloid dan jaringan
parut hipertrofik.Tidak ada yang tidak mungkin untuk menggunakan desain studi double-
blind dalam penelitian ini karena perbedaan dalam tindakan pencegahan penyimpanan
bleomycin dari yang 5-FU sebagai bleomycin disimpan pada 4o C sementara 5-FU tidak
boleh dibekukan.
5-fluorouracil adalah anti-metabolit yang menekan pembelahan sel dan menghasilkan
penangkapan pertumbuhan pada setiap tahap siklus sel. 5-FU telah terbukti menghambat
proliferasi fibroblast. Maka, telah penggunaan intralesi untuk Pengobatan keloid dan jaringan
parut hipertrofik dengan hasil terapi yang baik (Asilian et al., 2006)
Dalam penelitian ini, injeksi intralesi dengan 5-FU mengakibatkan peningkatan yang
signifikan dalam vaskularisasi, kelenturan dan besarnya perburukan sementara pada
pigmentasi. Hasilnya sesuai dengan Nanda dan Reddy (2004) yang telah memberikan
intralesi 5-FU (50 mg/ ml) kepada 28 pasien dengan keloid pada interval mingguan. Dosis
total berkisar 0,5-2 ml/ sesi dengan jumlah maksimum 12 sesi dan evaluasi lanjutan
dilakukan pada 24 minggu. Adanya peningkatan lebih dari 50% pada sebagian besar pasien.
Hal ini menunjukkan, hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Kontochristopoulos
et al. (2005) dengan Pengobatan 20 pasien dengan pemberian dosis sekali seminggu injeksi
intralesi 5-FU (50 mg / ml) pada 0,2-0,4 ml/ cm2. Injeksi dengan interval 1 cm. Dosis
maksimum adalah 2 ml/ sesi. Semua pasien dilakukan evakuasi lanjutan selama 12 bulan,
atau sampai kekambuhan tercatat. Dari 20 pasien, 17 pasien (85%) menunjukkan peningkatan
lebih dari 50%. Begitu pula pada penelitia Gupta dan Kalra (2002) 24 pasien dengan
Pengobatan keloid dengan injeksi intralesi dari 50-150 mg 5-FU per minggu dengan
maksimal 16 injeksi. Sepertiga dari pasien menunjukkan lebih dari 75% perataan dari keloid.
Secara keseluruhan, sekitar setengah dari pasien menunjukkan lebih dari 50% terjadi
pendataran keloid selama Pengobatan. Perbedaan dalam penelitian ini dan Gupta dan Kalra
(2002) ialah jumlah sesi injeksi dan dosis yang digunakan.
Dalam kelompok IB dari penelitian ini, tampak adanya peningkatan yang lebih baik
daripada kelompok IA tetapi perbedaannya secara statistik tidak signifikan. Fitzpatrick
(1999) adalah orang pertama yang menggunakan TAC/ 5-FU kombinasi dalam pengobatan
keloid dan jaringan parut hipertrofik. Dia melaporkan 9 tahun pengalaman administrasi lebih
dari 5000 injeksi dari 5-FU untuk lebih dari 1.000 pasien. Ia menemukan bahwa dengan
mencampur 1 mg/ ml TAC dengan 5-FU, adanya khasiat perbaikan dan injeksi yang kurang
menyakitkan. Selain itu, injeksi dengan interval mingguan tampak hasil yang lebih baik
daripada bulanan. Selain itu dengan menggunakan laser tekanan berwarna dengan kombinasi
injeksi 5-FU. Dari hasil penelitiannya ditemukan adanya peningkatan lebih pada perbaikkan
sebesar 90% pada kebanyakan pasien. Perbedaan antara penelitian ini dan Fitzpatrick (1999)
dikarenakan penggunaan laser tekanan berwarna dengan injeksi 5-FU.
Begitu pula, hasil penelitian ini sesuai dengan sebuah penelitian oleh Asilian et al.
(2006) di mana 69 pasien keloid dan jaringan parut hipertrofik secara acak ditugaskan
menjadi tiga kelompok. Dalam kelompok pertama intralesi TAC yang digunakan, di
kelompok kedua intralesi TAC + 5-FU yang digunakan dan dalam kelompok ketiga TAC +
5-FU injeksi diikuti oleh laser tekanan berwarna. Semua kelompok menunjukkan perbaikan
dalam hampir semua tindakan, tetapi diantara semua kelompok, terdapat statistik yang lebih
signifikan dalam perbaikan dengan TAC + 5-FU dan TAC + 5-FU + tekanan laser bewarna
kelompok. Selain itu, Darougheh et al. (2007) telah memberikan kombinasi dari intralesi
TAC dan 5-FU ke 20 pasien dengan keloid dan jaringan parut hipertrofik pada interval
mingguan selama 8 minggu. Ditemukan adanya peningkatan yang sangat baik dilaporkan
55% dari pasien yang dibuktikan dengan peningkatan hampir pada semua parameter kecuali
pruritus dan persentase pengurangan gatal.
Dalam penelitian ini, beberapa injeksi intralesi dari bleomycin menghasilkan
peningkatan yang signifikan dalam vaskularisasi, kelenturan dan tinggi perburukan sementara
pigmentasi dibandingkan dengan injeksi 5-FU. Hasil dalam penelitan dari Saray dan Gu LEC
(2005) yang digunakan dermojet injeksi bleomycin untuk mengobati 14 pasien dengan keloid
dan jaringan parut hipertrofik yang tidak menanggapi injeksi intralesi dari TAC. 73% dari lesi
menunjukkan mendatarkan lengkap, 7% menunjukkan perataan yang sangat signifikan, 13%
menunjukkan perataan signifikan dan 7% menunjukkan merata memadai.
Espan~a et al. (2001) melakukan injeksi intralesi bleomycin untuk mengobati keloid
dan jaringan parut hipertrofik pada 13 pasien menggunakan metode tusukan multiple. Dosis
yang digunakan adalah 2 ml/ cm2 dengan maksimal 6 ml per sesi. Adanya pendataran lesi
terlihat pada 6 pasien, perataan sangat signifikan (> 90%) diamati pada 6 pasien, dan perataan
signifikan (75-90%) pada 1 pasien. Juga, Aggarwal et al. (2008) digunakan bleomycin
dengan teknik tusukan dangkal beberapa untuk mengobati 50 pasien dengan keloid dan
jaringan parut hipertrofik. Tiga aplikasi yang diberikan pada interval l5 hari diikuti oleh
aplikasi keempat dan terakhir dua bulan setelah aplikasi terakhir. Hal ini menghasilkan
perataan lengkap pada 22 pasien (44%), perataan signifikan pada 11 pasien (22%), perataan
memadai dalam 7 pasien (14%) dan tidak ada perataan 10 pasien (20%). Perbedaan antara
penelitian saat ini dan Aggarwal et al. (2008) adalah perbedaan metode injeksi. Dapat
disimpulkan bahwa injeksi intralesi dari bleomycin lebih efektif dibandingkan teknik tusukan
dangkal.
Naeini et al. (2006) diperlakukan 45 pasien dengan keloid dan jaringan parut
hipertrofik. Peserta dibagi menjadi dua kelompok; grup A dirawat oleh pemberian bleomycin,
kelompok B adalah diperlakukan dengan cryotherapy dikombinasikan dengan intralesi TAC.
Peserta diberi empat sesi terapi dengan interval 1 bulan. Respon terapi pada lesi kurang dari
100 mm2 lebih tinggi dari 88% pada kedua kelompok tetapi respon lesi lebih besar terhadap
bleomycin secara signifikan dan lebih baik dari cryotherapy dikombinasikan dengan TAC.
Dalam penelitian ini, adanya kekambuhan selama evaluasi lanjutan 12 (40%) pasien
dari kelompok IA dan di 14 (46,67%) pasien dari kelompok IB. Hasil ini sesuai dengan
penelitian dari Kontochristopoulos et al. (2005) yang mencatat kekambuhan pada 47% pasien
yang menjalani Pengobatan dalam waktu 1 tahun. Namun, Nanda dan Reddy (2004)
mengamati tidak ditemukannya kekambuhan gejala atau lesi selama periode evaluasi lanjutan
dari 24 minggu di salah satu pasien.
Pada kelompok II, tidak ada kekambuhan selama masa evaluasi lanjutan. Hal ini
sesuai dengan penelitian Saray dan Gu LEC (2005) yang melakukan evaluasi lanjutan dengan
pasien selama 19 bulan setelah Pengobatan dan mengamati tidak adanya kekambuhan lesi.
Juga, Bodokh dan Brun (1996) yang menggunakan infiltrasi bleomycin dan diamati tidak
adanya kekambuhan dari pasien. Di sisi lain, Espan~a et al. (2001) mengamati adanya
kekambuhan pada 15% dari pasien evaluasi lanjutan 10 bulan setelah infiltrasi terakhir
bleomycin.
Dalam penelitian ini, tidak ada korelasi antara respon klinis dan usia, jenis kelamin
atau durasi timbulnya keloid yang ditemukan. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Nanda
dan Reddy (2004) yang mengamati tidak ada korelasi antara durasi timbulnya keloid dan
respon terhadap pengobatan. Begitu pula dengan Naeini et al. (2006) yang menemukan tidak
ada korelasi antara lokasi atau durasi lesi dan respon terapi. Di sisi lain, Kontochristopoulos
et al. (2005) menemukan adanya korelasi antara durasi timbulnya keloid dan tingkat
kekambuhan. Mengamati bahwa adanya respon rendah pada lesi yang lebih tua.
Mengenai efek samping dalam penelitian ini, adanya hiperpigmentasi, ulserasi dan
nyeri. dalam kelompok IA, hiperpigmentasi ditemukan pada 20 pasien (66,67%), ulserasi
ditemukan pada 18 pasien (60%) dan nyeri di tempat injeksi ditemukan pada 22 pasien
(73,33%). Sedangkan, Nanda dan Reddy (2004) menemukan adanya rasa sakit, terbakar
sensasi dan ulserasi sebagai efek samping utama. Nyeri ditemukan pada 100% pasien,
ulserasi ditemukan di 20% dari pasien dan sensasi terbakar di 7% pasien. Perbedaannya
kemungkinan diakibatkan melakukan injeksi tanpa anestesi lokal. Begitu pula,
Kontochristopoulos et al. (2005) menemukan bahwa rasa sakit, hiperpigmentasi dan ulserasi
yang merupakan efek samping utama. Nyeri ditemukan pada semua pasien diakibatkan
melakukan injeksi tanpa anestesi lokal, serta ulserasi diamati pada 6 dari 20 pasien dan
hiperpigmentasi pada semua pasien.
Dalam kelompok IB, hiperpigmentasi ditemukan pada 18 pasien (60%), ulserasi
ditemukan pada 18 pasien (60%) dan nyeri di tempat injeksi ditemukan pada 10 pasien
(33,33%). Efek samping dalam kelompok IB hampir sama dengan kelompok IA hanya saja
rasa sakit yang signifikan menurun pada kelompok IB. Dalam sebuah penelitian oleh
Darougheh et al. (2007), tidak ada efek samping yang ditemukan di Kelompok TAC + 5-FU.
Dalam kelompok II dari penelitian ini, hiperpigmentasi ditemukan pada 42 pasien (70%),
ulserasi ditemukan pada 14 pasien (21,33%) dan nyeri pada lokasi injeksi ditemukan pada
semua pasien (100%).
Dalam sebuah penelitian oleh Espan~a et al. (2001), 4 pasien memiliki kulit tipe II
dan sembilan pasien memiliki kulit tipe III. Pasien terdeteksi sedikitnya sisa hiperpigmentasi
pada dua pasien dengan kulit tipe III. Dalam penelitian ini, semua pasien memiliki jenis kulit
III, IV dan V. Perbedaan antara penelitian ini dan bahwa dari Espan~a et al. (2001)
dikarenakan perbedaan jenis kulit pasien dalam dua penelitian.
Kesimpulannya, injeksi intralesi dari bleomycin lebih efektif dan lebih baik dalam
pebaikan dari injeksi intralesi 5-FU dalam pengobatan keloid dan jaringan parut hipertrofi
tanpa memandang usia, jenis kelamin, durasi penyakit pasien atau lokasi lesi.
Kepentingan Konflik
Tak satu pun dari para penulis memiliki kepentingan konflik untuk dilaporkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aggarwal, H., Saxena, A., Lubana, P.S., Mathur, R.K., Jain, D.K., 2008. Treatment of
keloids and hypertrophic scars using bleomycin. Cosm. Dermatol. 7, 43–49.
2. Asilian, A., Darougheh, A., Shariati, F., 2006. New combination of triamcinolone, 5-
Fluorouracil, and pulsed-dye laser for treatment of keloid and hypertrophic scars.
Dermatol. Surg. 32, 907–915.
3. Baryza, M.J., Baryza, G.A., 1995. The Vancouver scar scale: an administration tool
and its interrater reliability. J. Burn Care Rehabil. 16, 535–538.
4. Bodokh, I., Brun, P., 1996. Treatment of keloids with intralesional bleomycin. Ann.
Dermatol. Venereol. 123, 791–794.
5. Butler, P.D., Longaker, M.T., Yang, G.P., 2008. Current progress in keloid: research
and treatment. J. Am. Coll. Surg. 206, 731–741.
6. Darougheh, A., Asilian, A., Shariatic, F., 2007. Intralesional triamcinolonealone or in
combination with 5-fluorouracil for the treatment of keloid and hypertrophic scars.
Clin. Exp. Dermatol. 34, 219–223.
7. Davison, S., Dayan, J., Clemens, M., Sonni, S., Wang, A., Crane, A., 2009. Efficacy
of intralesional 5-fluorouracil and triamcinolone in the treatment of keloids. Aesthetic
Surg. J. 29, 40–46.
8. Espan˜ a, A., Solano, T., Quintanilla, E., 2001. Bleomycin in the treatment of keloids
and hypertrophic scars by multiple needle punctures. Dermatol. Surg. 27, 23–27.
9. Fitzpatrick, R.E., 1999. Treatment of inflamed hypertrophic scars using intralesional
5-FU. Dermatol. Surg. 25, 224–232.
10. Gupta, S., Kalra, A., 2002. Efficacy and safety of intralesional 5- fluorouracil in the
treatment of keloids. Dermatology 204, 130–132.
11. Hunasgi, S., Koneru, A., Vanishree, M., Shamala, R., 2013. Keloid: a case report and
review of pathophysiology and differences between keloid and hypertrophic scars. J.
Oral Maxillofac. Pathol. 17 (1), 116–120.
12. Kontochristopoulos, G., Stefanaki, C., Panagiotopoulos, A., Stefanaki, K., Argyrakos,
T., Petridis, A., et al., 2005. Intralesional 5-fluorouracil in the treatment of keloids: an
open clinical and histopathologic study.
13. J. Am. Acad. Dermatol. 52, 474–479.A.M. Kabel et al. / Journal of Dermatology &
Dermatologic Surgery 20 (2016) 32–38
14. Lewis, T.G., Nydorf, E.D., 2006. Intralesional bleomycin for warts: a review. J. Drugs
Dermatol. 5, 499–504.
15. Maghrabi, I.A., Kabel, A.M., 2014. Management of keloids and hypertrophic
scars: role of nutrition, drugs, cryotherapy and phototherapy.
16. J. Nutr. Health 2, 28–32.Naeini, F.F., Najafian, J., Ahmadpour, K., 2006. Bleomycin
tattooing as a promising therapeutic modality in large keloids and hypertrophic scars.
Dermatol. Surg. 32, 1023–1029.
17. Nanda, S., Reddy, B.S., 2004. Intralesional 5-fluorouracil as a treatment modality of
keloids. Dermatol. Surg. 30, 54–56.
18. Rothman, R.F., Liebmann, J.M., Ritch, R., 2000. Low-dose 5-fluorouracil
trabeculectomy as initial surgery in uncomplicated glaucoma: long-term followup.
Ophthalmology 107, 1184–1190.
19. Saray, Y., Gu¨ lec¸, A.T., 2005. Treatment of keloids and hypertrophic scars with
dermojet injections of bleomycin: a preliminary study. Int. J. Dermatol. 44, 777–784.
20. Trisliana Perdanasari, A., Lazzeri, D., Su, W., Xi, W., Zheng, Z., Ke, L., Min, P.,
Feng, S., Zhang, Y.X., Persichetti, P., 2014. Recent developments in the use of
intralesional injections keloid treatment. Arch. Plast. Surg. 41, 620–629.