21
Journal Reading Nama : Elfinsa Ismi Istiqomah NIM : 030.10.092 Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM, MH PENELITIAN PERBANDINGAN ANTARA INJEKSI INTRALESI DARI BLEOMYCIN DAN 5 –FLUOROURACIL DALAM PENGOBATAN KELOID DAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK Ahmed M. Kabel, Hanan H. Sabry, Neveen E. Sorour, Fatma M. Moharm Journal of Dermatology & Dermatologic Surgery 20 (2016) 32–38 Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektifitas dan keamanan dari injeksi intralesi 5-fluorouracil dan bleomycin dalam pengobatan keloid dan jaringan parut hipertrofik. 120 pasien dibagi menjadi beberapa kelompok berikut: kelompok IA disuntik intralesi dengan 5-fluorouracil; kelompok IB disuntik intralesi dengan kombinasi triamsinolon acetonide dan 5-fluorouracil; kelompok II disuntik intralesi dengan bleomycin. Pasien menjalani evaluasi lanjutan dengan pengambilan gambar serta perhitungan skala jaringan parut sistem vancouver. Ada peningkatan perbaikan yang signifikan dalam skala jaringan parut Vancouver pada kelompok II dibandingkan dengan kelompok I setelah Pengobatan. Namun,

Journal Reading 03010092

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

Page 1: Journal Reading 03010092

Journal Reading

Nama : Elfinsa Ismi Istiqomah

NIM : 030.10.092

Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM, MH

PENELITIAN PERBANDINGAN ANTARA INJEKSI INTRALESI DARI

BLEOMYCIN DAN 5 –FLUOROURACIL DALAM PENGOBATAN KELOID DAN

JARINGAN PARUT HIPERTROFIK

Ahmed M. Kabel, Hanan H. Sabry, Neveen E. Sorour, Fatma M. Moharm

Journal of Dermatology & Dermatologic Surgery 20 (2016) 32–38

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektifitas dan keamanan dari

injeksi intralesi 5-fluorouracil dan bleomycin dalam pengobatan keloid dan jaringan parut

hipertrofik. 120 pasien dibagi menjadi beberapa kelompok berikut: kelompok IA disuntik

intralesi dengan 5-fluorouracil; kelompok IB disuntik intralesi dengan kombinasi

triamsinolon acetonide dan 5-fluorouracil; kelompok II disuntik intralesi dengan bleomycin.

Pasien menjalani evaluasi lanjutan dengan pengambilan gambar serta perhitungan skala

jaringan parut sistem vancouver. Ada peningkatan perbaikan yang signifikan dalam skala

jaringan parut Vancouver pada kelompok II dibandingkan dengan kelompok I setelah

Pengobatan. Namun, terdapat hiperpigmentasi, rasa sakit dan ulserasi pada semua kelompok

yang diteliti. Nyeri secara signifikan menurun pada kelompok IB dibandingkan dengan

kelompok IA, ulserasi secara signifikan menurun pada kelompok II dibandingkan dengan

kelompok I sedangkan nyeri meningkat setelah injeksi pada kelompok II dibandingkan

kelompok I. Kekambuhan terjadi pada 12 pasien dari kelompok IA, 14 pasien dari kelompok

IB dan tidak ada kekambuhan terjadi pada kelompok II. Maka, intralesi injeksi bleomycin

lebih efektif dan lebih baik daripada intralesi injeksi 5-fluorouracil dalam pengobatan keloid

dan jaringan parut hipertrofik tanpa memandang usia, jenis kelamin, durasi penyakit pasien

atau lolasi lesi.

Page 2: Journal Reading 03010092

Pendahuluan

Keloid dan jaringan parut hipertrofik ditandai penumpukan dermal kolagen yang

berlebihan yang di hasilkan oleh jaringan parut. Jaringan parut keloid merupakan suatu

jaringan jinak, tidak menular dan sewaktu-waktu disertai rasa gatal yang hebat, nyeri tajam,

serta perubahan tekstur. Dalam kasus yang berat, keloid dapat mempengaruhi pergerakan

kulit dan menjadi ulkus. Kemungkinan tingginya kekambuhan keloid umumnya lebih besar

dari 50% (Hunasgi et al, 2013;. Maghrabi dan Kabel, 2014).

5-Fluorourasil (5-FU) adalah analog pirimidin, yang digunakan dalam pengobatan

kanker. Hal ini juga digunakan dalam operasi mata, khusus untuk meningkatkan

trabeculectomy pada pasien yang dianggap berisiko tinggi untuk gagal. 5-FU berfungsi

sebagai agen anti-jaringan parut ialah penyebab berlebihannya jaringan pada bagian

trabeculectomy yang merupakan penyebab utama kegagalan dari operasi (Rothman et al.,

2000). Uji coba baru-baru ini telah menggunakan 5-FU topikal untuk mengobati jaringan

parut hipertrofik dan beberapa jenis karsinoma sel basal kulit. beberapa penelitian telah

menggunakan 5-FU intralesi dalam pengobatan keloid dan jaringan parut hipertrofik sendiri

atau dicampur dengan triamcinolone acetonide (TAC). Pada Penelitian terakhir diperkirakan

dapat mengurangi rasa sakit dan peradangan (Davison et al., 2009).

Bleomycin adalah antibiotik glikopeptida yang banyak digunakan sebagai agen anti-

kanker. Obat ini digunakan dalam pengobatan limfoma Hodgkin, karsinoma sel skuamosa

dan kanker testis, serta dalam pengobatan kutil pada bagian plantar (Lewis dan Nydorf,

2006). Begitu pula, dengan uji coba penggunaan bleomycin intralesi untuk keloid dan

jaringan parut hipertrofik. Komplikasi yang paling umum dari injeksi bleomycin adalah

hiperpigmentasi, yang terlihat pada 75% pasien (Saray dan Gu LEC, 2005). Penelitian kali ini

merupakan percobaan untuk mengevaluasi efektifitas dan keamanan injeksi intralesi dari 5-

fluorouracil dan bleomycin dalam Pengobatan keloid dan jaringan parut hipertrofik.

2. Metode

2.1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Bagian Dermatologi, Venerologi dan Andrologi, Fakultas

Kedokteran, Universitas Benha, Mesir. Penelitian ini telah disetujui oleh Dewan Etika

Penelitian di Universitas Benha. Penelitian ini telah memenuhi prinsip-prinsip yang

ditetapkan dalam Deklarasi Helsinki.

Page 3: Journal Reading 03010092

2.2. Desain Penelitian

2.2.1. Peralatan

Sebuah jarum suntik 1 ml insulin dengan jarum 30 pengukur tetap.

Mepivacaine HCl 3% (Ampul Mepacaine, Alexandria Pharmaceutical Co, Mesir).

5-fluorouracil (Ampul Fluorourasil 250 mg, Biosintesis Pharmaceutical Co, Mesir).

Bleomycin (Vial Bleocip 15 mg, Cipla Co Ltd, industri negara Verna, Goa, India).

Triamqinolon acetonide (Vial Kenacort, Bristol-Myers Squibb).

Penelitian ini dilakukan pada 120 pasien dengan keloid dan jaringan parut hipertrofik dari

berbagai ukuran dan durasi dipilih dari klinik rawat jalan Dermatology dan Andrologi

Fakultas Kedokteran, Universitas Benha, Mesir.

2.2.2. Kriteria Inklusi

Dengan usia minimal 15 tahun, menerima pemeriksaan laboratorium sebelum

penelitian (jumlah sel darah lengkap, serum kimia, analisis urin, dan tes kehamilan) dan

persetujuan tertulis dari setiap pasien.

2.2.3. Kriteria Eksklusi

Kehamilan, menyusui, gagal ginjal kronis dan kelainan hasil tes fungsi hati atau darah

lengkap.

2.2.4. Kelompok

Para pasien dibagi menjadi beberapa kelompok berikut: Kelompok (IA): termasuk 30

pasien yang diinjeksi intralesi dengan 5-FU pada konsentrasi 50 mg/ ml. Awalnya, dilakukan

anestesi lokal mepivacaine HCl 3% pada lokasi lesi. Kemudian, pasien diinjeksi intralesi

dengan 5-fluorouracil pada konsentrasi 50 mg/ ml, beberapa injeksi diberikan pada interval

rata-rata, 1 cm 0,2-0,4 ml/ cm2. Dosis maksimum adalah 2 ml/ sesi dengan interval dua

minggu (Kontochristopoulos et al., 2005).

Kelompok (IB): termasuk 30 pasien diinjeksi intralesi dengan campuran 0,1 ml 40

mg/ ml TAC dan 0,9 ml dari 5-FU (50 mg/ ml). Awalnya, dilakukan anestesi lokal

(Mepivacaine HCl 3%) pada lokasi lesi. Kemudian, pasien diinjeksi intralesi dengan

campuran 0,1 ml dari 40 mg / ml triamsinolon acetonide dan 0,9 ml dari 5-FU (50 mg/ ml),

Page 4: Journal Reading 03010092

beberapa injeksi diberikan pada interval rata-rata 1 cm, 0,2-0,4 ml/ cm2. Maksimal dosis

adalah 2 ml per sesi dengan interval dua minggu (Asilian et al., 2006).

Kelompok (II): termasuk 60 pasien yang diinjeksi intralesi dengan bleomycin pada

konsentrasi 1,5 IU/ ml. Awalnya, dilakukan anestesi lokal (mepivacaine HCl 3%) pada lokasi

lesi. Kemudian, beberapa injeksi intralesi dari bleomycin dengan dosis 0,5-1 ml/ cm2 dengan

dosis maksimal 4 ml per sesi menggunakan jarum suntik insulin diberikan dengan interval

dua minggu. (Espan~a et al., 2001).

Semua pasien menjalani anamnesis dan pemeriksaan dermatologis termasuk bagian,

ukuran, bentuk, warna dan konsistensi lesi. Pemeriksaan hitung darah, fungsi hati dan ginjal

yang dilakukan sebelum Pengobatan dan kemudian pada interval bulanan selama terapi. Para

pasien diberikan informasi mengenai sifat setiap prosedur, jumlah yang diharapkan dari

Pengobatan disertai efek samping dari prosedur. Evaluasi lanjutan dari pasien dilakukan

dengan skala jaringan parut sistem Vancouver setelah penghentiaan Pengobatan selama 12

bulan.

2.3. Penilaian Respon Klinis

Penilaian keloid dilakukan pada awal Pengobatan 4, 8, dan 12 minggu, dan selama

periode evaluasi lanjutan. Penilaian tersebut termasuk perubahan klinis dalam keloid dalam

bentuk pengambilan gambar dan dengan pelaporan efek samping yang pasien alami.

Penilaian klinis dilakukan menggunakan skala jaringan parut Vancouver yang mencakup

vaskularisasi, pigmentasi, kelenturan dan ketebalan. Hasilnya tercatat dari (0) hingga (14), di

mana (0) diartikan dalam kulit normal (Baryza dan Baryza, 1995). Perbaikan klinis dinilai

berdasarkan penurunan vaskularisasi, pigmentasi dan ketebalan serta pelunakan jaringan

parut dan perbaikan gejala.

2.4. Analisis Statistik

Data disajikan sebagai mean ± standar deviasi (SD). Sebuah ANOVA dan uji T

digunakan untuk mengevaluasi penelitian ini signifikan secara statistik dengan adanya

perbedaan yang berarti. koefisien korelasi Pearson (r) diaplikasikan untuk mengkorelasikan

antara parameter. Nilai P kurang dari 0,05 adalah dianggap signifikan secara statistik.

3. Hasil

Page 5: Journal Reading 03010092

Usia pasien berkisar antara 16 sampai 54 tahun dengan nilai rata-rata dari (29,87),

(32,07) dan (31,5) pada kelompok (IA), (IB) dan (II) dengan masing-masing Durasi penyakit

berkisar dari 4 bulan sampai 23 bulan. Dengan bagian yang paling sering terkena adalah

dada, bahu, punggung, lengan dan leher.

3.1. Jumlah Sesi yang diperlukan untuk kelompok penelitian

Dalam kelompok IA, jumlah injeksi intralesi dari 5-FU diterima berkisar antara 4

sampai 6 sesi. Dalam kelompok IB, jumlah injeksi intralesi dari 5-FU dicampur dengan TAC

berkisar antara 5 sampai 6 sesi. Dalam kelompok II, angka injeksi intralesi dari bleomycin

diterima berkisar dari 2 sampai 6 sesi. Hal ini menunjukkan adanya perbedaannya signifikan

secara statistik dari perbandingan antar kelompok I (IA dan IB). Kesimpulannya ialah

bleomycin lebih efektif daripada 5FU sendiri atau dicampur dengan TAC (Gambar. 1).

Gambar 1. Jumlah sesi yang dilakukan pada setiap kelompok

3.2. Skala jaringan parut Vancouver di kelompok penelitian

Dalam kelompok IA, skala jaringan parut Vancouver pada semua pasien sebelum

Pengobatan adalah 9.67 ± 1.35 dan 4.47 ± 1.3 setelah Pengobatan dengan total perbaikan

rata-rata adalah 54%. Dalam kelompok IB, skala jaringan parut Vancouver pada semua

pasien sebelum Pengobatan adalah 9.67 ± 1.63 dan 4.46 ± 1.55 setelah Pengobatan dengan

total perbaikan rata-rata sebesar 55%. Dalam kelompok II, skala jaringan parut Vancouver di

semua pasien sebelum Pengobatan adalah 9.32 ± 1.46 dan 2,7 ± 0,95 setelah Pengobatan

dengan total perbaikan rata-rata adalah 73%. Nilai rata-rata dari kelompok II setelah

Page 6: Journal Reading 03010092

Pengobatan dinilai signifikan secara statistik dibandingkan dengan kelompok I setelah

Pengobatan (Gambar. 2-5).

Gambar 2. Hasil Skala Vancouver pada setiap kelompok

Gambar 3a. Kasus ke 7 sebelum Pengobatan dengan skala vancouver = 12,

Gambar 3b.Keloid setelah sesi ke 6 Pengobatan dengan 5-FU dengan skala vancouver

= 6, peningkatan 50%,

Gambar 4a. Kasus ke 14 jaringan parut hipertrofik sebelum Pengobatan dengan skala

vancouver = 11,

Page 7: Journal Reading 03010092

Gambar 4b. Jaringan parut hipertrofik setelah sesi ke 5 Pengobatan dengan

bleomycin skala vancouver = 2, peningkatan 81,82%

Gambar 5a. Kasus ke 20 sebelum Pengobatan dengan skala vancouver =11,

Gambar 5b. Jaringan parut hipertrifik setelah sesi ke 6 Pengobatan dengan 5-FU +

TAC skala vancouver = 5, peningkatan 54,55%

3.3. Korelasi antara usia, jenis kelamin, durasi penyakit dan respon klinis

Tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, durasi penyakit dan respon klinis

pada semua kelompok ( Tabel 1)

3.4. Efek samping dalam kelompok penelitian

Ditemukan adanya efek samping berupa hiperpigmentasi, rasa sakit dan ulserasi pada

semua kelompok yang diteliti. Namun, rasa nyeri secara signifikan menurun pada kelompok

IB dibandingkan dengan Kelompok IA, sedangkan ulserasi secara signifikan menurun pada

kelompok II dibanding kelompok I, sementara rasa sakit setelah injeksi meningkat dalam

kelompok II dibandingkan dengan kelompok I (Gambar. 6).

Page 8: Journal Reading 03010092

Gambar 6. Efek samping pada pasien dalam kelompok penelitian

3.5. Kekambuhan di kelompok penelitian

Berhubungan dengan kekambuhan, ditemukan munculnya kekambuhan pada 12

pasien (40%) dari kelompok IA, 14 pasien (46,67%) dari kelompok IB dan tidak ada

kekambuhan terjadi pada setiap pasien dari kelompok II (Tabel 2).

4. Diskusi

Keloid dan jaringan parut hipertrofik adalah kondisi fibrotik yang mewakili model

penyembuhan luka dengan kelebihan dari matriks ekstraselular dan ditandai dengan

proliferasi fibroblas. Etiologi dan patofisiologi yang tepat masih kurang dipahami. Tidak ada

modalitas terapi tunggal yang terbaik untuk semua keloid (Butler et al., 2008; Trisliana

Perdanasari et al., 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efiktifitas dan

Page 9: Journal Reading 03010092

keamanan injeksi intralesi 5-fluorouracil dan bleomycin pada Pengobatan keloid dan jaringan

parut hipertrofik.Tidak ada yang tidak mungkin untuk menggunakan desain studi double-

blind dalam penelitian ini karena perbedaan dalam tindakan pencegahan penyimpanan

bleomycin dari yang 5-FU sebagai bleomycin disimpan pada 4o C sementara 5-FU tidak

boleh dibekukan.

5-fluorouracil adalah anti-metabolit yang menekan pembelahan sel dan menghasilkan

penangkapan pertumbuhan pada setiap tahap siklus sel. 5-FU telah terbukti menghambat

proliferasi fibroblast. Maka, telah penggunaan intralesi untuk Pengobatan keloid dan jaringan

parut hipertrofik dengan hasil terapi yang baik (Asilian et al., 2006)

Dalam penelitian ini, injeksi intralesi dengan 5-FU mengakibatkan peningkatan yang

signifikan dalam vaskularisasi, kelenturan dan besarnya perburukan sementara pada

pigmentasi. Hasilnya sesuai dengan Nanda dan Reddy (2004) yang telah memberikan

intralesi 5-FU (50 mg/ ml) kepada 28 pasien dengan keloid pada interval mingguan. Dosis

total berkisar 0,5-2 ml/ sesi dengan jumlah maksimum 12 sesi dan evaluasi lanjutan

dilakukan pada 24 minggu. Adanya peningkatan lebih dari 50% pada sebagian besar pasien.

Hal ini menunjukkan, hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Kontochristopoulos

et al. (2005) dengan Pengobatan 20 pasien dengan pemberian dosis sekali seminggu injeksi

intralesi 5-FU (50 mg / ml) pada 0,2-0,4 ml/ cm2. Injeksi dengan interval 1 cm. Dosis

maksimum adalah 2 ml/ sesi. Semua pasien dilakukan evakuasi lanjutan selama 12 bulan,

atau sampai kekambuhan tercatat. Dari 20 pasien, 17 pasien (85%) menunjukkan peningkatan

lebih dari 50%. Begitu pula pada penelitia Gupta dan Kalra (2002) 24 pasien dengan

Pengobatan keloid dengan injeksi intralesi dari 50-150 mg 5-FU per minggu dengan

maksimal 16 injeksi. Sepertiga dari pasien menunjukkan lebih dari 75% perataan dari keloid.

Secara keseluruhan, sekitar setengah dari pasien menunjukkan lebih dari 50% terjadi

pendataran keloid selama Pengobatan. Perbedaan dalam penelitian ini dan Gupta dan Kalra

(2002) ialah jumlah sesi injeksi dan dosis yang digunakan.

Dalam kelompok IB dari penelitian ini, tampak adanya peningkatan yang lebih baik

daripada kelompok IA tetapi perbedaannya secara statistik tidak signifikan. Fitzpatrick

(1999) adalah orang pertama yang menggunakan TAC/ 5-FU kombinasi dalam pengobatan

keloid dan jaringan parut hipertrofik. Dia melaporkan 9 tahun pengalaman administrasi lebih

dari 5000 injeksi dari 5-FU untuk lebih dari 1.000 pasien. Ia menemukan bahwa dengan

mencampur 1 mg/ ml TAC dengan 5-FU, adanya khasiat perbaikan dan injeksi yang kurang

Page 10: Journal Reading 03010092

menyakitkan. Selain itu, injeksi dengan interval mingguan tampak hasil yang lebih baik

daripada bulanan. Selain itu dengan menggunakan laser tekanan berwarna dengan kombinasi

injeksi 5-FU. Dari hasil penelitiannya ditemukan adanya peningkatan lebih pada perbaikkan

sebesar 90% pada kebanyakan pasien. Perbedaan antara penelitian ini dan Fitzpatrick (1999)

dikarenakan penggunaan laser tekanan berwarna dengan injeksi 5-FU.

Begitu pula, hasil penelitian ini sesuai dengan sebuah penelitian oleh Asilian et al.

(2006) di mana 69 pasien keloid dan jaringan parut hipertrofik secara acak ditugaskan

menjadi tiga kelompok. Dalam kelompok pertama intralesi TAC yang digunakan, di

kelompok kedua intralesi TAC + 5-FU yang digunakan dan dalam kelompok ketiga TAC +

5-FU injeksi diikuti oleh laser tekanan berwarna. Semua kelompok menunjukkan perbaikan

dalam hampir semua tindakan, tetapi diantara semua kelompok, terdapat statistik yang lebih

signifikan dalam perbaikan dengan TAC + 5-FU dan TAC + 5-FU + tekanan laser bewarna

kelompok. Selain itu, Darougheh et al. (2007) telah memberikan kombinasi dari intralesi

TAC dan 5-FU ke 20 pasien dengan keloid dan jaringan parut hipertrofik pada interval

mingguan selama 8 minggu. Ditemukan adanya peningkatan yang sangat baik dilaporkan

55% dari pasien yang dibuktikan dengan peningkatan hampir pada semua parameter kecuali

pruritus dan persentase pengurangan gatal.

Dalam penelitian ini, beberapa injeksi intralesi dari bleomycin menghasilkan

peningkatan yang signifikan dalam vaskularisasi, kelenturan dan tinggi perburukan sementara

pigmentasi dibandingkan dengan injeksi 5-FU. Hasil dalam penelitan dari Saray dan Gu LEC

(2005) yang digunakan dermojet injeksi bleomycin untuk mengobati 14 pasien dengan keloid

dan jaringan parut hipertrofik yang tidak menanggapi injeksi intralesi dari TAC. 73% dari lesi

menunjukkan mendatarkan lengkap, 7% menunjukkan perataan yang sangat signifikan, 13%

menunjukkan perataan signifikan dan 7% menunjukkan merata memadai.

Espan~a et al. (2001) melakukan injeksi intralesi bleomycin untuk mengobati keloid

dan jaringan parut hipertrofik pada 13 pasien menggunakan metode tusukan multiple. Dosis

yang digunakan adalah 2 ml/ cm2 dengan maksimal 6 ml per sesi. Adanya pendataran lesi

terlihat pada 6 pasien, perataan sangat signifikan (> 90%) diamati pada 6 pasien, dan perataan

signifikan (75-90%) pada 1 pasien. Juga, Aggarwal et al. (2008) digunakan bleomycin

dengan teknik tusukan dangkal beberapa untuk mengobati 50 pasien dengan keloid dan

jaringan parut hipertrofik. Tiga aplikasi yang diberikan pada interval l5 hari diikuti oleh

aplikasi keempat dan terakhir dua bulan setelah aplikasi terakhir. Hal ini menghasilkan

Page 11: Journal Reading 03010092

perataan lengkap pada 22 pasien (44%), perataan signifikan pada 11 pasien (22%), perataan

memadai dalam 7 pasien (14%) dan tidak ada perataan 10 pasien (20%). Perbedaan antara

penelitian saat ini dan Aggarwal et al. (2008) adalah perbedaan metode injeksi. Dapat

disimpulkan bahwa injeksi intralesi dari bleomycin lebih efektif dibandingkan teknik tusukan

dangkal.

Naeini et al. (2006) diperlakukan 45 pasien dengan keloid dan jaringan parut

hipertrofik. Peserta dibagi menjadi dua kelompok; grup A dirawat oleh pemberian bleomycin,

kelompok B adalah diperlakukan dengan cryotherapy dikombinasikan dengan intralesi TAC.

Peserta diberi empat sesi terapi dengan interval 1 bulan. Respon terapi pada lesi kurang dari

100 mm2 lebih tinggi dari 88% pada kedua kelompok tetapi respon lesi lebih besar terhadap

bleomycin secara signifikan dan lebih baik dari cryotherapy dikombinasikan dengan TAC.

Dalam penelitian ini, adanya kekambuhan selama evaluasi lanjutan 12 (40%) pasien

dari kelompok IA dan di 14 (46,67%) pasien dari kelompok IB. Hasil ini sesuai dengan

penelitian dari Kontochristopoulos et al. (2005) yang mencatat kekambuhan pada 47% pasien

yang menjalani Pengobatan dalam waktu 1 tahun. Namun, Nanda dan Reddy (2004)

mengamati tidak ditemukannya kekambuhan gejala atau lesi selama periode evaluasi lanjutan

dari 24 minggu di salah satu pasien.

Pada kelompok II, tidak ada kekambuhan selama masa evaluasi lanjutan. Hal ini

sesuai dengan penelitian Saray dan Gu LEC (2005) yang melakukan evaluasi lanjutan dengan

pasien selama 19 bulan setelah Pengobatan dan mengamati tidak adanya kekambuhan lesi.

Juga, Bodokh dan Brun (1996) yang menggunakan infiltrasi bleomycin dan diamati tidak

adanya kekambuhan dari pasien. Di sisi lain, Espan~a et al. (2001) mengamati adanya

kekambuhan pada 15% dari pasien evaluasi lanjutan 10 bulan setelah infiltrasi terakhir

bleomycin.

Dalam penelitian ini, tidak ada korelasi antara respon klinis dan usia, jenis kelamin

atau durasi timbulnya keloid yang ditemukan. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Nanda

dan Reddy (2004) yang mengamati tidak ada korelasi antara durasi timbulnya keloid dan

respon terhadap pengobatan. Begitu pula dengan Naeini et al. (2006) yang menemukan tidak

ada korelasi antara lokasi atau durasi lesi dan respon terapi. Di sisi lain, Kontochristopoulos

et al. (2005) menemukan adanya korelasi antara durasi timbulnya keloid dan tingkat

kekambuhan. Mengamati bahwa adanya respon rendah pada lesi yang lebih tua.

Page 12: Journal Reading 03010092

Mengenai efek samping dalam penelitian ini, adanya hiperpigmentasi, ulserasi dan

nyeri. dalam kelompok IA, hiperpigmentasi ditemukan pada 20 pasien (66,67%), ulserasi

ditemukan pada 18 pasien (60%) dan nyeri di tempat injeksi ditemukan pada 22 pasien

(73,33%). Sedangkan, Nanda dan Reddy (2004) menemukan adanya rasa sakit, terbakar

sensasi dan ulserasi sebagai efek samping utama. Nyeri ditemukan pada 100% pasien,

ulserasi ditemukan di 20% dari pasien dan sensasi terbakar di 7% pasien. Perbedaannya

kemungkinan diakibatkan melakukan injeksi tanpa anestesi lokal. Begitu pula,

Kontochristopoulos et al. (2005) menemukan bahwa rasa sakit, hiperpigmentasi dan ulserasi

yang merupakan efek samping utama. Nyeri ditemukan pada semua pasien diakibatkan

melakukan injeksi tanpa anestesi lokal, serta ulserasi diamati pada 6 dari 20 pasien dan

hiperpigmentasi pada semua pasien.

Dalam kelompok IB, hiperpigmentasi ditemukan pada 18 pasien (60%), ulserasi

ditemukan pada 18 pasien (60%) dan nyeri di tempat injeksi ditemukan pada 10 pasien

(33,33%). Efek samping dalam kelompok IB hampir sama dengan kelompok IA hanya saja

rasa sakit yang signifikan menurun pada kelompok IB. Dalam sebuah penelitian oleh

Darougheh et al. (2007), tidak ada efek samping yang ditemukan di Kelompok TAC + 5-FU.

Dalam kelompok II dari penelitian ini, hiperpigmentasi ditemukan pada 42 pasien (70%),

ulserasi ditemukan pada 14 pasien (21,33%) dan nyeri pada lokasi injeksi ditemukan pada

semua pasien (100%).

Dalam sebuah penelitian oleh Espan~a et al. (2001), 4 pasien memiliki kulit tipe II

dan sembilan pasien memiliki kulit tipe III. Pasien terdeteksi sedikitnya sisa hiperpigmentasi

pada dua pasien dengan kulit tipe III. Dalam penelitian ini, semua pasien memiliki jenis kulit

III, IV dan V. Perbedaan antara penelitian ini dan bahwa dari Espan~a et al. (2001)

dikarenakan perbedaan jenis kulit pasien dalam dua penelitian.

Kesimpulannya, injeksi intralesi dari bleomycin lebih efektif dan lebih baik dalam

pebaikan dari injeksi intralesi 5-FU dalam pengobatan keloid dan jaringan parut hipertrofi

tanpa memandang usia, jenis kelamin, durasi penyakit pasien atau lokasi lesi.

Kepentingan Konflik

Tak satu pun dari para penulis memiliki kepentingan konflik untuk dilaporkan.

Page 13: Journal Reading 03010092

DAFTAR PUSTAKA

1. Aggarwal, H., Saxena, A., Lubana, P.S., Mathur, R.K., Jain, D.K., 2008. Treatment of

keloids and hypertrophic scars using bleomycin. Cosm. Dermatol. 7, 43–49.

2. Asilian, A., Darougheh, A., Shariati, F., 2006. New combination of triamcinolone, 5-

Fluorouracil, and pulsed-dye laser for treatment of keloid and hypertrophic scars.

Dermatol. Surg. 32, 907–915.

3. Baryza, M.J., Baryza, G.A., 1995. The Vancouver scar scale: an administration tool

and its interrater reliability. J. Burn Care Rehabil. 16, 535–538.

4. Bodokh, I., Brun, P., 1996. Treatment of keloids with intralesional bleomycin. Ann.

Dermatol. Venereol. 123, 791–794.

5. Butler, P.D., Longaker, M.T., Yang, G.P., 2008. Current progress in keloid: research

and treatment. J. Am. Coll. Surg. 206, 731–741.

6. Darougheh, A., Asilian, A., Shariatic, F., 2007. Intralesional triamcinolonealone or in

combination with 5-fluorouracil for the treatment of keloid and hypertrophic scars.

Clin. Exp. Dermatol. 34, 219–223.

7. Davison, S., Dayan, J., Clemens, M., Sonni, S., Wang, A., Crane, A., 2009. Efficacy

of intralesional 5-fluorouracil and triamcinolone in the treatment of keloids. Aesthetic

Surg. J. 29, 40–46.

8. Espan˜ a, A., Solano, T., Quintanilla, E., 2001. Bleomycin in the treatment of keloids

and hypertrophic scars by multiple needle punctures. Dermatol. Surg. 27, 23–27.

9. Fitzpatrick, R.E., 1999. Treatment of inflamed hypertrophic scars using intralesional

5-FU. Dermatol. Surg. 25, 224–232.

10. Gupta, S., Kalra, A., 2002. Efficacy and safety of intralesional 5- fluorouracil in the

treatment of keloids. Dermatology 204, 130–132.

11. Hunasgi, S., Koneru, A., Vanishree, M., Shamala, R., 2013. Keloid: a case report and

review of pathophysiology and differences between keloid and hypertrophic scars. J.

Oral Maxillofac. Pathol. 17 (1), 116–120.

12. Kontochristopoulos, G., Stefanaki, C., Panagiotopoulos, A., Stefanaki, K., Argyrakos,

T., Petridis, A., et al., 2005. Intralesional 5-fluorouracil in the treatment of keloids: an

open clinical and histopathologic study.

13. J. Am. Acad. Dermatol. 52, 474–479.A.M. Kabel et al. / Journal of Dermatology &

Dermatologic Surgery 20 (2016) 32–38

Page 14: Journal Reading 03010092

14. Lewis, T.G., Nydorf, E.D., 2006. Intralesional bleomycin for warts: a review. J. Drugs

Dermatol. 5, 499–504.

15. Maghrabi, I.A., Kabel, A.M., 2014. Management of keloids and hypertrophic

scars: role of nutrition, drugs, cryotherapy and phototherapy.

16. J. Nutr. Health 2, 28–32.Naeini, F.F., Najafian, J., Ahmadpour, K., 2006. Bleomycin

tattooing as a promising therapeutic modality in large keloids and hypertrophic scars.

Dermatol. Surg. 32, 1023–1029.

17. Nanda, S., Reddy, B.S., 2004. Intralesional 5-fluorouracil as a treatment modality of

keloids. Dermatol. Surg. 30, 54–56.

18. Rothman, R.F., Liebmann, J.M., Ritch, R., 2000. Low-dose 5-fluorouracil

trabeculectomy as initial surgery in uncomplicated glaucoma: long-term followup.

Ophthalmology 107, 1184–1190.

19. Saray, Y., Gu¨ lec¸, A.T., 2005. Treatment of keloids and hypertrophic scars with

dermojet injections of bleomycin: a preliminary study. Int. J. Dermatol. 44, 777–784.

20. Trisliana Perdanasari, A., Lazzeri, D., Su, W., Xi, W., Zheng, Z., Ke, L., Min, P.,

Feng, S., Zhang, Y.X., Persichetti, P., 2014. Recent developments in the use of

intralesional injections keloid treatment. Arch. Plast. Surg. 41, 620–629.