74

Click here to load reader

JPII 2.1 Edisi Khusus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

JPII 2.1 Edisi Khusus

Citation preview

Page 1: JPII 2.1 Edisi Khusus

Jurnal Pendidikan IPA IndonesiaVolume 2. Nomor 1. April 2013

DESKRIPSIJurnal Pendidikan IPA Indonesia mempublikasikan tulisan ilmiah dari hasil penelitian maupun telaah pustaka dalam lingkup pendidikan ilmu pengetahuan alam pada jenjang

pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Setiap naskah yang dikirimkan akan ditelaah oleh mitra bebestari yang diminta secara khusus sesuai

bidangnya.

KETERANGAN TERBITJurnal ini diterbitkan pertama kali pada April 2012

dan terbit setiap bulan April dan Oktober.

ISSN2089-4392

Ketua Dewan PenyuntingParmin

Anggota Dewan PenyuntingSudarmin (Pendidikan IPA)

Weda Sunarno (Pendidikan Fisika)Sigit Saptono (Pendidikan Biologi)Edy Cahyono (Pendidikan Kimia)

SekretarisArif WidiyatmokoNovi Ratna Dewi

Stephani Diah Pamelasari

LayoutYoris Adi Maretta

Riski Setiadi

PENERBITProgram Studi Pendidikan IPA

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)Universitas Negeri Semarang

ALAMAT PENERBITGedung D7, Lantai 3, Kampus Sekaran,

Gunungpati, Semarang, 50229Telp.: 024-70805795Fax.: 024-8508005

Email: [email protected] Web: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

Page 2: JPII 2.1 Edisi Khusus
Page 3: JPII 2.1 Edisi Khusus

Jurnal Pendidikan IPA IndonesiaVolume 2. Nomor 1. April 2013

Daftar Isi

Permainan Ular Tangga Save Our Water dan Go Green untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Sikap Ramah Lingkungan pada Materi Lingkungan A. Machin

Penggunaan Bahan Ajar Komik untuk Meningkatkan Minat Belajar IPAMustikan

Penggunaan Modul Berbasis Kontekstual untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Kelangsungan Hidup OrganismeE. Erwanta

Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Peta Konsep-KonstruktivismeTasiwan

Peningkatan Kemampuan Mengklasifikasikan Makhluk Hidup melalui Kegiatan Laboratorium (Praktikum) Berbasis InkuiriSuyono & D. S. Bimo

Penggunaan Wallchart untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sistem Peredaran DarahSunarmi

Penggunaan Media Power Point untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Tatasurya Casmuti

Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Mahasiswa dalam Merancang dan Mengimplementasikan Pengajaran Fisika Anatasija Limba, Agus Setiawan, Sri Redjeki

Kemampuan Bereksperimen Sintesis Senyawa Anorganik dan Interrelasinya dengan Penguasaan Konsep Kimia Anorganik pada Mahasiswa Calon Guru KimiaYenni Kurniawati, Anna Permanasari, Ahmad Muzakir

1-6

7-13

14-19

20-25

26-31

32-39

40-48

49-56

57-66

Page 4: JPII 2.1 Edisi Khusus
Page 5: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 1-6

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PERMAINAN ULAR TANGGA SAVE OUR WATER DAN GO GREEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN SIKAP RAMAH

LINGKUNGAN PADA MATERI LINGKUNGAN

A. Machin*

SMA Negeri 1 Dempet

Diterima: 24 Januari 2013. Disetujui: 3 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian menjelaskan pengaruh permainan ular tangga save our water dan go green terhadap hasil belajar, sikap ramah lingkungan dan respon siswa terhadap pembelajaran pada materi lingkungan. Hasil yang didapatkan adalah (1) penerapan permainan ular tangga berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif dan mencapai rerata 87,5 serta mencapai ketuntasan klasikal pada siklus 2, (2) penerapan permainan ular tangga berpengaruh positif terhadap sikap ramah lingkungan dan telah mencapai ketuntasan klasikal pada kedua siklus penelitian, dan (3) hampir semua siswa (95%) merasa senang dengan penerapan permainan ini karena mempermudah mem-pelajari materi biologi dan berharap digunakan kembali pada materi biologi yang lain.

ABSTRACT

This research aimed to obtain the effect of snakes and ladders game save our water and go green on learning out-comes, eco-friendly attitude and response of students towards learning of the environment topic. The findings showed that (1) the application of snakes and ladders game a positive effect on cognitive learning outcomes and achieving 87.5 in average and achieve classical mastery in the second cycle, (2) the application of snakes and ladders game gave positive influence toward environmentally friendly behavior and it had already achieved the classical mastery in the second cycle of research, and (3) almost all students (95%) felt happy with the application of this game because it made studying Biology easier and they hoped it will be used again in the other Biology materials.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: Snakes and ladders game; learning outcomes; eco-friendly attitude

PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan kegiatan yang ti-dak dapat dipisahkan dari proses belajar dan hasil belajar. Dalam pelaksanaannya, proses pembela-jaran haruslah menyenangkan dan mendorong siswa menjadi aktif agar pembelajaran menjadi bermakna. Pada proses pembelajaran siswa meru-pakan pusat dan guru sebagai fasilitator. Guru bu-kan sebagai pentransfer ilmu tetapi lebih berperan membantu siswa agar dapat menemukan sendiri

suatu konsep dalam pembelajaran. Pembelajaran materi lingkungan erat kai-

tannya dengan kehidupan sehari-hari dan ling-kungan siswa. Cakupan materi pembelajaran lingkungan di SMA meliputi pengaruh kegiatan manusia terhadap keseimbangan lingkungan, perubahan lingkungan dan faktor-faktor penye-babnya, sumber dan bahan pencemar, jenis pen-cemaran lingkungan dan upaya manusia dalam memperbaiki kerusakan lingkungan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru biologi SMA negeri 1 Dempet diperoleh ketera-ngan bahwa pada pembelajaran materi lingku-*Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

Page 6: JPII 2.1 Edisi Khusus

A. Machin / JPII 2 (1) (2013) 1-62

ngan telah menerapkan pembelajaran yang meng-aktifkan siswa untuk mengembangkan proses sains yang dimiliki, tetapi penilaian masih terpu-sat pada aspek kognitif saja. Selain itu, siswa um-umnya kesulitan mendefinisikan bagaimana cara berprilaku ramah lingkungan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan instrumen penilaian afektif sesuai dengan materi pelajaran serta media pem-belajaran yang berfungsi sebagai alat sosialisasi perilaku ramah lingkungan.

Permainan save our water dan go green me-rupakan salah satu media pembelajaran. Media ini merupakan penggabungan dari media gam-bar dan tips-tips sederhana yang mendorong berprilaku ramah lingkungan. Permainan di-desain kompetitif dan menyenangkan. Menurut Susilana (2007) media pembelajaran mempunyai berbagai manfaat, diantaranya memperjelas pe-san agak tidak terlalu verbalistis, mengatasi ke-terbatasan daya indera, menimbulkan semangat belajar dan memungkinkan siswa belajar man-diri sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Penggunaan media pembelajaran yang tepat da-pat mempengaruhi efektifitas pembelajaran.

Tujuan penelitian meliputi: (1) menje-laskan pengaruh permainan ular tangga save our water dan go green terhadap hasil belajar terha-dap hasil belajar kognitif, (2) menjelaskan penga-ruh permainan ular tangga save our water dan go green terhadap hasil belajar terhadap hasil belajar afektif, dan (3) mengetahui respon siswa terha- dap pembelajaran pada materi lingkungan de-ngan menerapkan media ini.

Indikator keberhasilan yang ditetapkan meliputi: (1) KKM untuk hasil belajar ranah kognitif adalah 70,0, (2) KKM untuk hasil be-lajar afektif adalah 70,0, dan (3) minimal 70% siswa merasa senang dengan penerapan media permainan ular tangga save our water dan go green. Ketuntasan klasikal ditetapkan 85% dari seluruh siswa yang mengikuti pembelajaran.

Metode permainan dalam pembelajaran ti-dak hanya meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga mengembangkan bahasa, emosi, disiplin dan kreativitas. Melalui bermain, perkembangan sosial siswa dapat berkembang, seperti belajar berkomunikasi, mengorganisasi pe-ran, menghargai orang lain dan menaati peraturan (Rahmatina, 2007).

Hasil penelitian Priatmoko (2008) disim-pulkan bahwa permainan Truth and Dare yang dilakukan pada pembelajaran kimia memili-ki beberapa kelebihan, antara lain: (1) dapat menciptakan suasana kelas yang lebih hidup dan menyenangkan, sehingga antusiasme siswa terhadap pembelajaran semakin bertambah,

(2) siswa dilibatkan secara langsung dalam permainan, guru hanya sebagai juri, motivator dan fasilitator, dan (3) suasana kompetitif selama permainan mampu memicu siswa untuk menjadi yang terbaik diantara siswa lainnya. Sehingga tuju-an pembelajaran untuk membantu siswa menca-pai kompetensi dasar lebih mudah.

Hal unik yang ditemukan pada penelitian Rokhayati (2010) pada permaianan kartu kalimat adalah; (1) adanya kompetisi positif untuk me-menangkan permainan, sehingga keadaan kelas menjadi sedikit gaduh. Suasana ini menunjukkan antusiasme siswa, bersemangat dan aktif untuk menyelesaikan tugasnya, (2) guru dituntut meng-implementasikan ketrampilan mengatur kelas, bertindak sebagai fasilitator dan pengadil yang bi-jaksana.

Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu obyek dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Sikap terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman seseorang serta bukan faktor bawaan (Djanah dan Suryani, 2009). Demikian pula sikap dan perilaku ramah lingkungan, tidak mungkin muncul dengan sen-dirinya tanpa pengetahuan bagaimana perilaku yang ramah lingkungan.

Menurut pandangan psikologi, sikap mengadung unsur penilaian dan reaksi afektif, se-hingga menghasilkan motif. Motif menentukan tingkah laku nyata sedangkan reaksi afektif ber-sifat tertutup. Motif sebagai daya pendorong si-kap akan terlihat dalam perilaku pada diri seseo-rang. Motif dengan pertimbangan tertentu dapat diperkuat oleh komponen afeksi. Motif demikian biasanya akan menjadi lebih stabil. Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai penentu si-kap (Retnaningsih dan Utami, 2010).

Perilaku seseorang untuk ramah ling-kungan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pengetahuan saja, tetapi juga faktor lingkungan sosialnya. Menurut Chahaya (2005) tindakan seseorang selain dipengaruhi oleh pengetahuan juga di pengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Se-seorang akan cenderung melakukan tindakan ter-tentu jika ia yakin bahwa tindakannya itu akan disetujui oleh lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Interaksi antara si-tuasi lingkungan dengan sikap, akan membentuk suatu proses yang kompleks yang akhirnya me-nentukan bentuk perilaku.

Pembuatan ular tangga save our water dan go green adalah sebagai berikut: (1) mencari dari berbagai sumber pustaka dan media internet ten-tang berbagai perilaku yang mendorong mela-kukan penghematan air dan ramah lingkungan;

Page 7: JPII 2.1 Edisi Khusus

3A. Machin / JPII 2 (1) (2013) 1-6

(2) mencari gambar dan poster tentang hemat air dan ramah lingkungan; (3) mendesain media per-mainan ular tangga, jumlah kotak ditentukan 7 x 7 = 49 buah dengan langkah yang memutar.

Peralatan yang diperlukan pada permainan ini meliputi media ular tangga hasil pembuatan, sebuah dadu dan penanda untuk setiap pemain. Permainan ini dapat dilakukan oleh 2 hingga 4 orang. Cara permainannya adalah sebagai berikut: (1) permainan dimulai dengan mencari kesepaka-tan urutan pemain yang menggelindingkan dadu. Urutan ini misalnya urutan sesuai tempat duduk searah jarum jam; (2) salah satu pemain, misalnya Si A mendapatkan mata dadu 3, maka Si A menggerakkan penandanya sebanyak 3 langkah dimulai dari start. Si A wajib membaca tulisan yang terdapat di tempat penandanya berhenti; (3) pemain bergeser kepada Si B, jika Si B men-dapatkan mata dadu 6, maka Si B wajib memba-ca tulisan yang terdapat di tempat penandanya berhenti dan dia diperbolehkan menggelinding-kan dadu lagi; (4) pemain bergeser kepada Si C, jika Si C mendapatkan penandanya berhenti di kotak dengan perilaku tidak ramah lingkungan, maka Si C mendapatkan ular dan turun dikotak tempat kepala ular; (5) pemain bergeser kepada Si D, jika Si D mendapatkan penandanya berhen-ti di kotak dengan perilaku ramah lingkungan, maka Si D mendapatkan tangga dan naik bagian atas tangga, dan (6) pemain dianggap menang, jika telah mencapai kotak 49 YOU ARE WIN-NER.

METODE

Penelitian merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam 2 siklus. Ta-hapan penelitian mengikuti Sukardi (2008) pe-nelitian tindakan kelas dilakukan dalam bentuk siklus. Setiap siklus meliputi tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di SMA negeri 1 Dempet Kabupa-ten Demak tahun pelajaran 2012/ 2013. Subyek penelitian adalah siswa kelas X1, X2 dan X3 (se-tiap kelas terdiri 34 siswa). Menurut kurikulum KTSP SMA pembelajaran materi lingkungan disajikan pada kelas X semester 2.

Tahap penelitian siklus 1 meliputi tahap: (1) Perencanaan, guru dan observer melakukan perencanaan pada pengembangan media perma-inan ular tangga save our water, menyusun silabus dan RPP siklus 1, menyusun instrumen evaluasi pembelajaran dan instrumen respon siswa terha-dap pembelajaran; (2) Tindakan, guru melaku-kan pre-tes kepada seluruh siswa. Guru bertindak

sebagai fasilitator selama proses pembelajaran, dengan penekanan cara permainan yang benar sesuai tujuan pembelajaran. Siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran; (3) Observasi, ob-server melakukan observasi pada cara permainan dan kinerja guru dalam KBM; (4) Refleksi, guru mengevaluasi hasil belajar dengan melakukan post-tes, menganalisis hasil evaluasi dan meng-hitung indikator ketuntasan. Guru dan observer melakukan refleksi untuk melakukan perbaikan untuk siklus selanjutnya. Hasil refleksi berupa upaya perbaikan kinerja guru dalam KBM, upaya meningkatkan partisipasi siswa dalam permainan dan cara membimbing siswa yang belum menca-pai ketuntasan hasil belajar.

Tahap penelitian siklus 2 meliputi tahap: (1) Perencanaan, guru dan observer melakukan perencanaan pada pengembangan media perma-inan ular tangga go green, menyusun silabus dan RPP siklus 2 dan menyusun instrumen evaluasi pembelajaran; (2) Tindakan, guru melakukan pre-tes kepada seluruh siswa, guru bertindak sebagai fasilitator, penguatan dilakukan pada be-berapa siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar pada siklus 1 dan siswa terlibat aktif se-lama proses pembelajaran; (3) Observasi, obser-ver melakukan observasi pada cara permainan dan kinerja guru dalam KBM; (4) Refleksi, guru mengevaluasi hasil belajar dengan melakukan post-tes, menganalisis hasil evaluasi dan meng-hitung indikator ketuntasan. Kegiatan refleksi dilanjutkan dengan mengambil data respon siswa terhadap penerapan media permainan ular tang-ga save our water dan go green pada materi ling-kungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh penerapan permainan ular tangga save our water dan go green terhadap hasil belajar kognitif materi lingkungan ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil penerapan permainan ular tangga pada hasil belajar kognitif

Siklus Rerata posttest

Jumlah siswa tuntas

Jumlah siswa tidak

tuntas1 75,50 75 % 25%2 87,00 92,5 % 7,5%

Tabel 1 menunjukkan hasil belajar kogni-tif pada siklus 1 belum mencapai ketuntasan kla-sikal, sedangkan pada siklus 2 telah mencapai ke-

Page 8: JPII 2.1 Edisi Khusus

A. Machin / JPII 2 (1) (2013) 1-64

tuntasan klasikal yang ditetapkan yakni > 85%. Pengaruh penerapan permainan ular tang-

ga save our water dan go green terhadap hasil be-lajar afektif ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penerapan permainan ular tangga pada hasil belajar afektif

Siklus Rerata posttest

Jumlah siswa tuntas

Jumlah siswa tidak

tuntas1 78,5 85% 15%2 90,5 93,5% 6,5%

Tabel 2 menunjukkan hasil belajar afektif pada siklus 1 dan siklus 2 telah mencapai ketun-tasan klasikal. Terjadi peningkatan rerata hasil belajar afektif dari 78,5 pada siklus 1 menjadi 90,5 pada siklus 2.

Ringkasan respon siswa terhadap pembe-lajaran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Ringkasan Respon Siswa terhadap Pem-belajaran

Pilihan Jawaban Pemilih

Perasaan mengikuti pembelajarana. Senang 95%b. Tidak senang 2,5%c. Biasa-biasa saja 2,5%

Alasan rasa senang mengikuti pembelajaran

a. Pembelajarannya menuntut keaktifan

12,5%

b. Melatihkan sesuatu yang baru 17,5%

c. Meningkatkan semangat kompetisi

7,5%

d. Belajar biologi terasa mudah 62,5%

Harapan penggunaan permainan dalam pembelajaran

a. Digunakan untuk materi biologi lain

82,5%

b. Digunakan pula untuk pelajaran lain

17,5%

Dari data pada Tabel 1 sampai dengan 3, dapat diketahui bahwa pembelajaran materi lingku-ngan dengan menerapakan permainan ular tangga save our water dan go green mampu memperbaiki hasil belajar kognitif dan afekif di SMA negeri 1 Dempet bila dibandingkan dengan pembelaja-ran yang berlangsung sebelumnya. Hal ini bukan

berarti model pembelajaran yang telah diterap-kan sebelumnya tidak efisien dibandingkan pem-belajaran dengan penerapan permainan ini. Te-tapi melalui permainan ini siswa merasa senang untuk mengikuti pelajaran yang berdampak pada belajar biologi terasa mudah.

Media permainan ular tangga save our wa-ter dan go green merupakan contoh media yang sederhana, mudah dibuat dan dapat diadaptasi untuk semua kompotensi dasar pada mata pelaja-ran biologi. Menurut Sutjiono (2005) keberhasilan menggunakan media dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar tergantung pada isi pesan, cara menjelaskan pesan dan karakteris-tik penerima pesan. Tidak berarti bahwa semakin canggih media yang digunakan akan semakin tinggi hasil belajar atau sebaliknya.

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata hasil belajar kognitif siklus 2 menga-lami peningkatan dibandingkan pada siklus 1. Ketuntasan klasikalpun mengalami peningka-tan, pada siklus 2 telah memenuhi ketuntasan klasikal yang ditetapkan yakni > 85%. Artinya, pembelajaran biologi dengan menggunakan media permainan permainan ular tangga save our water dan go green efektif untuk meningkat-kan hasil belajar kognitif. Pembelajaran melalui permainan ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: (1) siswa aktif membangun pe-ngetahuannya. Tampak pada keaktifan siswa ber-tanya, menjelaskan pada pemain lain, (2) peran aktif siswa sangat penting dalam rangka pemben-tukan siswa yang kreatif, yang mampu mengha-silkan sesuatu untuk kepentingan dirinya, (3) suasana pembelajaran yang menyenangkan, rasa senang menyebabkan siswa dapat memusatkan perhatiannya secara penuh pada proses pembela-jaran, dan (4) aktivitas siswa selama permainan diikuti oleh peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini mengindikasikan peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Adanya inovasi guru yang mengembang-kan media permaianan permainan ular tangga save our water dan go green, berarti pembelaja-rannya bersifat inovatif. Guru yang inovatif akan merangsang guru lain berinovasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing. Ka-rena permainan ini membuat siswa menjadi aktif, kreatif, dalam suasana belajar yang menyenang-kan maka permainan ini efektif untuk memu-dahkan mencapai hasil belajar yang maksimal.

Dari beberapa ciri di atas maka tampak jelas bahwa pembelajaran biologi dengan media permainan ular tangga save our water dan go green adalah salah satu contoh pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,

Page 9: JPII 2.1 Edisi Khusus

5A. Machin / JPII 2 (1) (2013) 1-6

sulit dijelaskan dengan kata-kata.Permaianan ular tangga save our water

dan go green membiasakan siswa belajar dalam kelompok yang anggotanya heterogen. Tujuan-nya adalah mengembangkan sikap sosial siswa. Melalui permainan kelompok diharapkan siswa pan-dai dapat membantu yang kurang pandai. Menurut Mas’udi (2011) melalui metode permainan siswa berinteraksi sosial untuk mengatasi masalah dan bekerja sama. Siswa dapat mengekspresikan pe-rasaan gembira, sedih, marah, khawatir seperti benar-benar pada kehidupan nyata.

Rangkuman hasil penerapan permainan ular tangga terhadap hasil belajar afektif disaji-kan pada Tabel 2. Hasil pengujian menunjuk-kan hasil belajar afektif pada siklus 1 dan siklus 2 telah mencapai ketuntasan klasikal. Artinya permainan ini efektif untuk meningkatkan sikap ramah lingkungan pada siswa. Penanaman sikap ramah ramah lingkungan perlu ditanamkan kare-na sikap merupakan prediktor utama dalam ber-perilaku. Perilaku ramah lingkungan merupakan ekspresi dari sikap ramah lingkungan yang dipe-roleh selama proses pembelajaran baik disekolah maupun masyarakat.

Sikap ramah lingkungan merupakan ke-sadaran akan rasa tanggungjawab untuk selalu mempertimbangkan pengaruh tindakannya agar tidak merusak sistem lingkungan dan tidak mem-bawa petaka bagi generasi yang akan datang. Si-kap ini perlu dikembangkan terus menerus baik disekolah, keluarga dan masyarakat.

Penanaman sikap ramah lingkungan me-nyangkut skala yang luas, sehingga perlu partisi-pasi dan kerjasama berbagai pihak, agar hasilnya optimal dan bebas konflik. Program penanaman sikap ramah lingkungan bertujuan untuk meni-ngkatkan kepedulian siswa terhadap lingkungan melalui kegiatan teori dan praktek dalam bentuk teori, diskusi, permainan, serta observasi lapa-ngan dan menanamkan nilai-nilai konservasi alam dan lingkungan sedini mungkin pada siswa dan meningkatkan kepedulian siswa terhadap konservasi alam dan lingkungan sejak dini.

Generasi muda menjadi aset pembangu-nan masa depan yang harus diprioritaskan. Pem-bekalan sikap ramah lingkungan bertujuan untuk mengembangkan moralnya agar bijaksana dalam memperlakukan lingkungan hidupnya. Gene-rasi muda, sebagai aset pelaku pembangunan di masa mendatang, perlu mendapatkan prioritas utama dalam menerima pendidikan lingkungan, agar sejak dini mereka paham akan hubungan-nya dengan lingkungan hidupnya. Pendidikan Lingkungan akan menjamin terjadinya suasana yang harmonis antara manusia dengan alamnya,

dan menyenangkan). Menurut Suherman (2010) ada dua tuntutan kemampuan guru berkenaan dengan pengembangan pembelajaran PAIKEM, yaitu kemampuan mengembangkan segenap as-pek pembelajaran dan kemampuan mengim-plementasikannya di kelas. Adanya tuntutan ini menyebabkan guru tak bisa melaksanakan tugas sekedarnya, tetapi harus melalui perencanaan yang matang.

Berdasarkan pengamatan, antusiasme sis-wa dalam pembelajaran sangat tinggi. Meskipun keadaan kelas menjadi sedikit gaduh, namun hal ini tidak masalah. Terlihat setiap siswa dalam kelompok dapat berkonsentrasi menyelesaikan tugas masing-masing. Aktivitas yang ditunjukkan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Meskipun yang diharapkan utama adalah keaktifan siswa, namun sebenarnya gurupun di-tuntut untuk aktif dan kreatif. Agar pembelajaran ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan, sudah tentu guru harus melaksanakan pembelajaran dengan baik, menilai hasilnya dan menentukan apakah skenarionya berhasil atau tidak. Menurut Madhakomala (2008) pembelajaran yang efektif akan terjadi jika terdapat keseimbangan antara kreativitas guru dan aktivitas siswa.

Dibandingkan dengan pembelajaran bi-asa, pembelajaran dengan media permaianan permainan ular tangga save our water dan go green menuntut kinerja lebih pada guru. Kinerja itu diantaranya mendesain ular tangga, memantau cara permainan, memotivasi secara individual be-berapa siswa yang kurang aktif selama permainan dan melatih sikap toleran terhadap teman.

Pembelajaran biologi dengan media per-mainan ular tangga save our water dan go green ada-lah contoh penerapan metode permainan dalam pembelajaran. Menurut Komariyah dan Soepar-no (2010) metode permainan memiliki beberapa keunggulan, yaitu: (1) materi yang didapatkan oleh siswa tidak hanya berupa pengetahuan, melainkan pengalaman langsung dan sulit un-tuk dilupakan, (2) pembelajarannya bernuansa menyenangkan.

Permainan dalam pembelajaran dilaku-kan dalam rangka memperoleh atau menemukan pengertian atau konsep tertentu dan siswa men-jadi pelaku utama. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terjadi persaingan an-tar anggotanya untuk memenangkan permainan. Menurut Rahmatina (2007) belajar tidak mungkin dipaksakan. Cara belajar yang baik, adalah dalam suasana tanpa tekanan dan paksaan. Tentunya cara belajar yang menyenangkan adalah sambil bermain. Permainan sangat efektif untuk menje-laskan pengertian yang abstrak dan konsep yang

Page 10: JPII 2.1 Edisi Khusus

A. Machin / JPII 2 (1) (2013) 1-66

sehingga di alam tidak akan muncul kekhawatir-an terhadap bencana yang disebabkan kerusakan lingkungan.

Beberapa perilaku positif yang tertulis pada ular tangga save our water adalah menutup kran saat menyikat gigi, menampung air hujan untuk menyiram tanaman, memastikan tidak terjadi kebocoran pada meteran air, menyala-kan mesin cuci jika isinya sudah penuh, gunakan ember untuk mencuci dan membilas, tidak perlu menyiram halaman yang tertutup semen, siram tanaman seperlunya saja, menggunakan sapu un-tuk membersihkan lantai rumah, menggunakan air bekas mencuri sayur/ buah untuk menyiram tanaman, membuang air sisa minum hewan pada tanaman, menggunakan ember dan lap untuk mencuci mobil, menggunakan shower mandi ter-baru yang lebih hemat air, mematikan kran air saat akan tidur, mengupayakan untuk membuat sumur resapan dan mengupayakan untuk mem-buat biopori.

Beberapa perilaku positif yang tertulis pada ular tangga go green adalah Anything eco-friendly, hindari fast food penghasil sampah ter-besar dan tidak sehat, stop using plastic, gunakan produk daur ulang, gunakan air seperlunya, kumpulkan botol bekas berikan pada pemulung, gunakan sampai habis produk shampoo, hindari penggunaan steroform, tanamlah pohon setiap ada kesempatan, maksimalkan pencahayaan ala-mi gunakan warna terang, hindari posisi stand by pada alat elektronik, Go rechargeable, gunakan deterjen ramah lingkungan, gunakan deodorant tanpa aerosol, gunakan lebih sedikit kertas, gu-nakan lap kain, gunakan produk elektronik he-mat energi dan mengaplikasikan sistem 3R reduce, reuse, recycle.

Ringkasan respon siswa terhadap pembe-lajaran disajikan pada tabel 3, hampir semua sis-wa (95%) merasa senang dengan penerapan per-mainan ini karena mempermudah mempelajari materi biologi dan berharap digunakan kembali pada materi biologi yang lain. Rasa senang siswa terhadap suatu pembelajaran akan mempenga-rui minatnya dalam mengikuti pembelajaran, sehingga akan berdampak positif terhadap hasil belajarnya.

PENUTUP

Simpulan yang diambil dari penelitian ini adalah; (1) penerapan permainan ular tangga save our water dan go green berpengaruh positif

terhadap hasil belajar kognitif dan mencapai re-rata 87,5 serta mencapai ketuntasan klasikal pada siklus 2, (2) penerapan permainan ular tangga berpengaruh positif terhadap sikap ramah ling-kungan dan telah mencapai ketuntasan klasikal pada kedua siklus penelitian, dan (3) hampir se-mua siswa (95%) merasa senang dengan penera-pan permainan ini karena mempermudah mem-pelajari materi biologi dan berharap digunakan kembali pada materi biologi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Chahaya, I. 2005. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya Menghemat energi listrik di kota Medan. Jurnal Komunikasi Peneli-tian. Vol. 17 (4): 60-65.

Djannah, S dan Suryani, D. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap pada Perilaku Penceg-ahan Penularan TBC di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 3 (3): 162- 170

Komariyah, Z dan Soeparno. 2010. Pengaruh Peman-faatan Media Permainan Kartu Hitung terhadap Hasil Belajar Operasi Hitung Campuran di SDN Jerawat I Surabaya. Jurnal Teknologi Pendidikan. Vol. 10 (1): 63-73.

Madhakomala, R. 2008. Implementasi Pakem dalam Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Is-lam. Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 11 (1): 63-82.

Mas’udi. 2011. 2011. Pembelajaran Pakem Bahasa Ing-gris dengan Aplikasi Strategi Dahlia. Jurnal Pe-nelitian dan Pemikiran Pendidikan. Vol.1 (1): 9-14.

Priatmoko, S. et al. 2008. Pengaruh Media Permainan Truth and Dare Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA dengan Visi Sets. Jurnal Inovasi Pen-didikan Kimia. Vol. 2 (1): 230-235.

Rahmatina. 2007. Penggunaan Permaianan dalam Pem-belajaran IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar. Vol. 16 (1): 77-90.

Retnaningsih dan Utami, W. P. 2010. Analisis Faktor- Faktor yang Berpengaruh terhadap Sikap dan Perilaku Membeli Buku Bajakan pada Maha-siswa. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol. 3 (1): 82-88

Rokhayati, A. 2010. Meningkatkan Kemampuan Mem-baca pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Permainan Kartu Kalimat. Jurnal Saung Guru. Vol.1 (2): 85-86.

Suherman, A. 2010. Model Pembelajaran Pakem dalam Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Jurnal Pe-nelitian Pendidikan. Vol. 11 (1): 131-141.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakar-ta: Bumi Aksara.

Susilana, R dan Cepi, R. 2007. Media Pembelajaran. Ban-dung: CV. Wacana Prima

Sutjiono, T, W. 2005. Pendayagunaan Media Pembelaja-ran. Jurnal Pendidikan Penabur. Vol. 4 (1): 76-84.

Page 11: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 7-13

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PENGGUNAAN BAHAN AJAR KOMIK UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR IPA

Mustikan*

SMP N 1 Nalumsari

Diterima: 22 Januari 2013. Disetujui: 3 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk meningkatkan minat belajar IPA melalui penggunaan bahan ajar komik. Hasil peneli-tian menunjukkan minat siswa 80% berkategori baik.Hasil belajar siswa ada yang mencapai nilai tertinggi 100 dengan ketuntasan klasikal sebesar 85%. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dapat disimpulkan penggunaan bahan ajar komik dapat meningkatkan minat belajar IPA siswa SMP.

ABSTRACT

The research aims to increase interest in learning science through the use of teaching materials comic. The result showed interest in learning science student categorized 80% better. The study of students there that can reach a value of 100 with 85% classical completeness. Based on the results that have been obtained can be summed up comics use teaching materials increase interest in learning science at the junior high school students.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: teaching material; comic; interest and learning science

PENDAHULUAN

Pembelajaran IPA semestinya dapat mem-berikan bekal pola pikir, ketrampilan dan sikap siswa untuk dapat mengantisipasi perubahan teknologi yang begitu pesat. Hal ini dapat terwu-jud bila berbagai faktor yang menunjang proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Faktor –faktor penunjangnya antara lain adalah kreatifi-tas guru dengan berbagai metode dan pendekatan mengajar, bahan ajar yang digunakan serta aktifi-tas siswa sebagai sentral dari pembelajaran.

Kreativitas guru sangat diperlukan agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara op-timal terutama pemilihan dan penggunaan bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan dan ke-butuhan siswa. Buku teks yang digunakan dalam pembelajaran penyajiannya lebih banyak deskrip-si daripada gambar yang memberikan stimulis

untuk menarik dibaca sesuai dengan perkemba-ngan kebutuhan siswa. Kurangnya stimulus men-jadikan rendah minat baca, bahkan ada yang membaca buku teks pada saat ada tugas rumah dari guru. Minat baca yang rendah inilah yang berimplikasi hasil belajar menjadi kurang opti-mal, aktivitas pembelajaran rendah, dan pengu- asaan konsep juga rendah. Hal ini tampak dari Sikap kurang bersemangatnya dalam pembela-jaran, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, aktivitas bertanya dan menjawab pertanyaan ren-dah dan nilai IPA juga masih jauh dari harapan karena yang mencapai KKM (72) hanya 60%. Berdasarkan latar belakang terdentifikasi bebera-pa masalah: a) Mengapa minat belajar IPA siswa di SMP N 1 Nalumsari masih rendah, b) Apakah minat belajar IPA siswa di SMP N 1 Nalumsari dapat ditingkatkan melalui penggunaan bahan ajar komik. Mempertimbangkan keterbatasan pengetahuan, waktu, tenaga dan bahan pustaka, peneliti membatasi masalah penelitian sebagai *Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

Page 12: JPII 2.1 Edisi Khusus

Mustikan / JPII 2 (1) (2013) 7-138

berikut : a) Minat belajar IPA dalam penelitian ini diukur berdasarkan sikap siswa setelah melak-sanakan pembelajaran IPA konsep Tekanan, 2) Bahan ajar komik yang digunakan adalah komik yang di rancang khusus sesuai konsep pembela-jaran IPA. Rumusan masalah: Apakah penggu-naan bahan ajar komik dapat meningkatkan mi-nat belajar IPA konsep tekanan pada siswa kelas VIII A SMP N 1 Nalumsari Tahun Pelajaran 2012/2013. Tujuan penelitian:1) Tujuan umum untuk meningkatkan minat belajar IPA siswa SMP dengan penggunaan bahan ajar komik, 2) Tujuan khusus untuk meningkatkan minat bela-jar IPA siswa kelas VIII A pada konsep tekanan melalui penggunaan bahan ajar komik.

Belajar sebagai proses penting bagi peruba-han perilaku manusia, cakupannya meliputi sega-la sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan dengan tujuannya agar tingkah laku, sikap kebiasaan, ilmu pengetahuan, ketrampilan pada diri seseo-rang berubah. Belajar merupakan perubahan me-lalui aktivitas, praktik dan pengalaman(Hilgard dan Brower dalam Kurniawati, 2010)

Pembelajaran IPA di SMP dapat menjadi alat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar sehingga terjadi perubahan perilaku sesuai kompetensi yang harus dimiliki sebagai pembelajar IPA atau sains. Sains merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode berdasarkan ob-servasi (Heron dalam Parmin, 2012). Belajar ten-tang proses dan produk sains melalui cerita yang didisain dalam bahan ajar dapat meningkatkan sikap ingin tahu, keteguhan dan ketekunan setiap siswa untuk menyingkap rahasia alam semesta.

Belajar sains sebenarnya sangat menarik, karena sangat akrab dengan kehidupan, karena itu tidaklah sulit untuk ditumbuhkan minatnya jika kebutuhan dan kesenangan siswa terpenu-hi. Minat merupakan kecendrungan yang ting-gi terhadap suatu aktivitas yang timbul dari diri sendiri. Siswa yang memiliki minat, akan senang untuk belajar, mengumpulkan tugas tepat wak-tu dan menjadi lebih memahami apa yang dipe-lajarinya. Minat adalah suatu proses yang tetap untuk memperhatikan dan memfokuskan diri pada sesuatu yang diminatinya dengan perasaan senang dan rasa puas(Setiawan dalam Suharyat, 2009). Minat memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, karena dengan adanya mi-nat, siswa menjadi teliti dan rapi dalam menca-tat segala sesuatu karena merasa sangat penting baginya. Minat timbul jika siswa tertarik akan sesuatu yang dibutuhkan atau yang dipelajari bermakna baginya(Ginting dalam Wahyuning-sih, 2012). Siswa yang memiliki minat terhadap

pelajaran akan bersemangat dalam menjawab pertanyaan guru dan antusias dalam mengajukan pertanyaan berkaitan dengan apa yang dipelaja-rinya. Minat merupakan faktor utama yang me-nentukan derajat keaktifan belajar siswa (James dalam Suharyat, 2009)

Pemilihan bahan ajar penting untuk di-perhatikan agar dapat meningkatkan minat bela-jar. Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang me-mungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas, 2006). Pembelajaran akan lebih optimal apabila tidak hanya menggunakan buku teks, tapi dengan menambah bahan ajar untuk menunjang keber-hasilan tujuan pembelajaran. Bahan ajar bagian dari sumber belajar sebagai seperangkat materi keilmuwan yang terdiri dari fakta, konsep, prin-sip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber pada kurikulum dan dapat menun-jang tercapainya tujuan pembelajaran (Sudjana, 2005).

Salah satu alternatif pilihan untuk menen-tukan bahan ajar yang dapat digunakan untuk menunjang tujuan pembelajaran adalah penggu-naan komik. Komik adalah gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang disusun bersandingan dalam tuturan tertentu yang bertujuan untuk me-nyampaikan informasi dan/atau mencapai tang-gapan estetis dari para pembacanya(McCloud

dalam Aleixo, 2007). Kesenangan dalam membaca dapat ditimbulkan dengan menggu-nakan komik, tidak peduli apakah siswa hanya tamat membaca teks atau tidak (Aleixo, 2007). Komik adalah bentuk seni populer terutama di kalangan anak-anak dan dengan demikian dapat dimanfaatkan sebagai media yang potensial un-tuk pendidikan sains dan komunikasi (Tatalovic, 2009).

Beberapa keunggulan komik sebagai ba-han ajar adalah sebagai berikut: 1)Menambah perbendaharaan kata-kata pembacanya, menarik perhatian serta menumbuhkan minat belajar siswa(Sudjana, 2005), 2) Junaidi (2008) menya-takan hasil belajar matematika siswa SD pada soal bentuk cerita dengan menggunakan media komik meningkat bila dibandingkan hasil belajar tanpa menggunakan komik, menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan media komik dapat menarik minat dan mudah memahaminya teruta-ma bagi siswa kelas III Sekolah Dasar, 3) Media pembelajaran komik bergambar dapat mening-katkan ketuntasan hasil belajar siswa dilihat dari gain score termasuk kriteria sedang, meningkatkan keaktifan siswa, meningkatkan minat siswa dan mendapat respon positif dari siswa serta guru

Page 13: JPII 2.1 Edisi Khusus

9Mustikan / JPII 2 (1) (2013) 7-13

(Wahyuningsih, 2012).Perbaikan kualitas pembelajaran yang di-

dasarkan dari kegiatan refleksi penyelenggaraan proses pembelajaran secara substantif penting dilakukan agar proses pembelajaran semakin baik, Perbaikan proses pembelajaran dapat dila-kukan diantaranya dengan menumbuhkan minat belajar agar siswa meningkat aktivitas belajarnya sehingga belajar menjadi lebih bermakna. Minat dapat ditumbuhkan bila sumber belajar ditunjang dengan bahan ajar yang disusun sesuai dengan target kurikulum dan kebutuhan siswa. Penggu-naan bahan ajar komik dapat dijadikan alternatif sebagai sumber belajar yang dapat menunjang keberhasilan tujuan pembelajaran. Fakta, konsep dan prinsip sains dapat dikemas dalam bentuk komik untuk menarik minat mempelajarinya se-hingga hasil belajar dapat optimal sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.

METODE

Penelitian dirancang dengan metode pene-litian tindakan kelas yang dirancang secara khu-sus untuk meningkatkan minat belajar IPA siswa pada kelas VIII A pada konsep tekanan. Peneli-tian tindakan kelas, akan dilaksanakan selama 2 siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu; perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi (Susilo da-lam Parmin, 2012). Tahapan masing-masing siklus yang akan ditempuh sebagai berikut; Lang-kah-langkah yang akan dilakukan dalam peren-canaan; a) mengkaji prosedur penyusunan bahan ajar dengan penekanan pembuatan bahan ajar komik;

b) menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari: silabus, RPP, bahan ajar komik, dan lembar kerja (LK) ; c) menyusun instrumen data penelitian berupa kinerja guru, angket sikap sis-wa, lembar kerja; d) menentukan observer yang akan diminta untuk mengumpulkan data dan fakta dalam pelaksanaan pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan dalam proses pem-belajaran akan dilakukan sebanyak 2 siklus. Ma-sing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemu-an. Bentuk kegiatan pembelajaran, siswa dengan bimbingan guru melaksanakan proses pembelaja-ran dengan menggunakan bahan ajar komik pada konsep tekanan.

Tahapan pelaksanaan pembelajaran me-liputi: a) disajikan bahan ajar komik, siswa di-minta mendiskusikan secara berkelompok; b) siswa secara berkelompok menyelesaikan lembar kerja(LK); c) mempresentasikan hasil diskusi ke-lompok dan guru memberi penguatan pada hasil diskusi; d) siswa diberikan post test pada akhir

siklus.Proses mengobservasi untuk mengumpul-

kan data penelitian yang dilakukan pada saat pembelajaran. Kegiatan mengobservasi dilaku-kan oleh satu orang observer, untuk mengum-pulkan data yang terdiri dari: a) angket sikap siswa terhadap pembelajaran dengan bahan ajar komik, b) aktivitas siswa dalam pembelajaran, c) Nilai hasil belajar konsep tekanan, dan d) kinerja guru dalam proses pembelajaran.

Kegiatan refleksi meliputi: a) menganali-sis tanggapan siswa terhadap penggunaan bahan ajar komik, b) menanggapi temuan saat mela-kukan observasi pelaksanaan pembelajaran, c) menganalisis kelemahan dan keberhasilan siswa saat proses pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar komik, d) melakukan analisis ter-hadap keberhasilan belajar konsep tekanan, dan d) melakukan refleksi terhadap ketercapaian tu-juan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang dikumpulkan pada siklus 1 terdiri dari; sikap siswa terhadap penggu-naan bahan ajar komik, keaktifan siswa selama melakukan proses pembelajaran, hasil belajar, dan kinerja guru. Selengkapnya hasil penelitian yang telah diperoleh pada siklus 1 disajikan be-rikut ini.

Tabel 1. Rekap Sikap Belajar Siswa setelah Peng-gunaan Bahan Ajar Komik Siklus 1

Kategori Minat Jumlah Siswa (%)

Sangat Baik -Baik 11(55)

Cukup 8(40)Kurang 1(5)

Setelah pembelajaran dengan menggu-nakan bahan ajar komik dikumpulkan data me-ngenai minat dari melalui sikap siswa yang ber-jumlah 20 terhadap penggunaan komik dengan dipandu guru. Minat belajar diukur berdasarkan sikap;Senang belajar IPA, mencatat dengan teliti dan rapi, berusaha mengumpulkan tugas tepat waktu, bahan ajar komik membantu memahami konsep tekanan, kemauan menjawab pertanya-an guru, dan antusias dalam mengajukan perta-nyaan. Hasil analisis angket terdapat pada Tabel 1, sedangkan minat belajar IPA siswa siklus 1 disajikan pada Gambar 1.

Page 14: JPII 2.1 Edisi Khusus

Mustikan / JPII 2 (1) (2013) 7-1310

Gambar 1. Minat Belajar IPA Siswa Siklus 1

Tabel 3. Rekap Aktivitas Siswa dalam Pembela-jaran Menggunakan Bahan Ajar Komik Siklus 1

Kategori Jumlah Siswa (%)Aktivitas Pertemuan 1 Pertemuan 2

Sangat Baik 1(5) 2(10)Baik 4(20) 8(40)

Cukup 6(30) 6(30)Sangat Kurang 9(45) 4(20)

Tabel 4. Jumlah Siswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas Belajar Siklus 1

Kriteria Hasil Belajar Jumlah Siswa (%)Tuntas 13(65)

Tidak Tuntas 7(35)

Tabel 2. Sikap Siswa setelah Pembelajaran Menggunakan Bahan Ajar Komik Siklus 1

PernyataanPilihan Jawaban

Ya(%) Tidak(%)Saya senang belajar IPA dengan menggunakan komik 18(90) 2(10)Setelah guru menggunakan komik membantu saya memahami materi pelajaran IPA 12(60) 8(40)

Saya berusaha dengan tertib mengikuti penjelasan guru 15(75) 5(25)Tugas yang diberikan guru saya kerjakan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab 13(65) 7(35)

Jika ada pertanyaan saya berusaha untuk memberikan jawaban 12(60) 8(40)Jika diminta bertanya saya berusaha untuk memberikan pertanyaan 11(55) 9(45)Saya menjadi lebih senang bekerja sama setelah guru menggunakan komik 13(65) 7(35)Saya membuat catatan dengan teliti dan serapi mungkin 13(65) 7(35)Setelah guru menggunakan komik saya mengumpulkan tugas tepat waktu 12(60) 8(40)Saya terlibat menyelesaikan laporan 13(65) 7(35)

Aktivitas belajar siswa diamati berdasar-kan aspek mencatat, bertanya/menjawab, me-ngajukan gagasan, memecahkan masalah dan terlibat menyimpulkan. Aktivitas siswa ditunjuk-kan pada Tabel 3.

Hasil belajar IPA pada siklus 1 tertinggi 86, terendah 57 dan rata-rata 74,80 dengan ke-tuntasan klasikal disajikan pada Tabel 4.

Observer mengumpulkan data secara des-kriptif terhadap kinerja guru yang sedang me-laksanakan pembelajaran. Berdasarkan catatan observer terdapat 6 tahapan pembelajaran yang masih perlu dioptimalkan oleh guru yaitu :1) Me-nambah SK, KD, contoh penyelesaian soal ben-tuk hitungan dan rangkuman materi pada bahan ajar; 2) Merpersiapkan siswa lebih awal dalam be-lajar dengan cara memberi penugasan bahan ajar komik di rumah; 3)Meminta siswa untuk men-catat konsep penting dalam bahan ajar dan kete-rangan tambahan dari guru; 4) membangkitkan keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan; 5) membangkitkan siswa untuk berani mengajukan pertanyaan; 5)Memberikan motivasi siswa untuk mengajukan pertanyaan.

Setelah melakukan refleksi dan dilakukan tindakan diperoleh data tentang sikap siswa yang

Page 15: JPII 2.1 Edisi Khusus

11Mustikan / JPII 2 (1) (2013) 7-13

Tabel 7. Rekap Aktivitas Siswa dalam Pembela-jaran Menggunakan Bahan Ajar Komik Siklus 2

Kategori Jumlah Siswa (%)Aktivitas Pertemuan 1 Pertemuan 2

Sangat Baik 2(10) 2(10)Baik 9(45) 15(75)

Cukup 6(30) 2 (10)Sangat Kurang 3(15) 1(5)

Tabel 8. Jumlah Siswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas Belajar Siklus 2

Kriteria Hasil Belajar Jumlah Siswa (%)Tuntas 17(85)

Tidak Tuntas 3(15)

Pada siklus 2 menurut pengamatan ob-server terdapat beberapa langkah perbaikan ta-hapan pembelajaran yang telah dilakukan guru dengan menindak lanjuti hasil observasi siklus 1, beberapa perbaikan yang telah dilakukan meli-puti :1) Menambah SK, KD, contoh pemecahan soal bentuk hitungan ke dalam dialog komik dan rangkuman materi pada halaman akhir bahan ajar; 2)Penkondisian siswa dengan bahan ajar melalui pemberian tugas membaca di rumah un-tuk menemukan konsep tekanan; 3)meminta sis-wa untuk mencatat konsep penting dalam bahan ajar dan keterangan tambahan dari guru; 4)mem-

dapat dilihat dalam Tabel 6, sedangkan minat be-lajar IPA siswa siklus 2 disajikan pada Gambar 2.

Tabel 6. Rekap Sikap Belajar Siswa setelah Peng-gunaan Bahan Ajar Komik Siklus 2

Kategori Minat Jumlah Siswa (%)Sangat Baik 2(10)

Baik 16(80)Cukup 2(10)Kurang -

Gambar 2. Minat Belajar IPA Siswa Siklus 2

Hasil belajar IPA pada siklus 2 tertinggi 100 terendah 64 dan rata-rata 80,95 dengan ke-tuntasan klasikal disajikan pada Tabel 8.

Tabel 5. Sikap Siswa setelah Pembelajaran Menggunakan Bahan Ajar Komik Siklus 2

PernyataanPilihan Jawaban

Ya(%) Tidak(%)Saya senang belajar IPA dengan menggunakan komik 19(95) 1(5)Setelah guru menggunakan komik membantu saya memahami materi pelajaran IPA 18(90) 2(10)Saya berusaha dengan tertib mengikuti penjelasan guru 15(75) 5(25)Tugas yang diberikan guru saya kerjakan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab 13(65) 7(35)

Jika ada pertanyaan saya berusaha untuk memberikan jawaban 17(85) 3(15)Jika diminta bertanya saya berusaha untuk memberikan pertanyaan 15(75) 5(25)Saya menjadi lebih senang kerja sama setelah guru menggunakan bahan ajar komik 17(85) 3(15)Saya membuat catatan dengan teliti dan serapi mungkin 15(75) 5(25)Setelah guru menggunakan komik saya mengumpulkan tugas tepat waktu 14(70) 6(30)Saya terlibat menyelesaikan laporan 14(70) 6(30)

Page 16: JPII 2.1 Edisi Khusus

Mustikan / JPII 2 (1) (2013) 7-1312

bangkitkan semangat siswa untuk menjawab per-tanyaan dengan melontarkan permasalahan yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; 5)memotivasi siswa untuk berani mengajukan per-tanyaan dengan memberikan stimulus yang ber-kaitan dengan tokoh dan cerita dalam komik ; 6)menekankan konsep esensial atau yang terdapat pada indikator.

Pada siklus 1 untuk mengetahui minat belajar ditunjukkan dengan angket sikap siswa. Data penelitian menunjukkan tanggapan peng-gunaan bahan ajar komik 55% berkategori baik, 40% berkategori cukup dan masih ada 5% yang berkategori kurang. Ada beberapa sikap siswa yang masih belum mencapai kategori baik yai-tu; membuat catatan dengan teliti dan rapi 65%, usaha untuk mengumpulkan tugas dengan tepat waktu 60 %, bahan ajar membantu memahami konsep tekanan 60%, kemauan dalam menjawab pertanyaan guru 60%, antusias dalam mengaju-kan pertanyaan 55%, bekerja sama 65%, menger-jakan tugas dengan penuh tanggung jawab 65%, terlibat menyelesaikan laporan 65%. Ini menun-jukkan masih perlunya peningkatan proses pem-belajaran.

Pemanfataan bahan ajar komik dalam pembelajaran belum optimal, observer menga-mati Siswa lebih tertarik memperhatikan gambar komiknya daripada isi konsep tekanan yang ter-kandung di dalamnya. Hal inilah yang diyakini menjadi penyebab pada siklus 1 yang berkategori baik baru mencapai 55%.

Observer menemukan siswa tidak menca-tat konsep tekanan di dalam bahan ajar maupun penjelasan yang terkait dari guru, kerja kelom-pok juga belum dimaksimalkan dalam menyeles-aikan lembar kerja sehingga anggota kelompok yang belum memahami konsep tekanan menga-lami kesulitan. Hal ini diyakini sebagai salah satu penyebab siswa tidak dapat mengerjakan tugas tepat waktu.

Catatan observer pada saat pengamatan menunjukkan bahwa guru kurang dalam mene-kankan konsep esensial yang ada dalam bahan ajar komik. Hal ini juga dapat terlihat juga dari tanggapan siswa bahwa hanya 60% yang merasa terbantu dengan bahan ajar komik dalam mema-hami konsep tekanan. Konsep tekanan dalam cerita komik yang esensial harusnya menjadi perhatian yang lebih, kalau perlu dicatat. Kon-sep-konsep esensial ini juga seharusnya diulang-ulang guru agar siswa menyadari pentingnya konsep tersebut untuk dipahami.

Observer juga mencatat bahwa untuk kon-sep tekanan yang terkait dalam kehidupan sehari-hari siswa mampu memecahkannya namun ada

sisi kelemahannya yaitu dalam menjawab soal-soal yang berbentuk hitungan. Hal ini terlihat dari analisis soal, dari 14 soal untuk soal nomor 4 yang benar 25% dan soal nomor 9 yang benar 40% hal ini berdampak pada ketuntasan klasikal baru mencapai 65%.

Aktivitas siswa dalam menjawab pertanya-an menurut pengamatan observer perlu ditambah intensitasnya dengan cara dirangsang dengan pertanyaan yang sederhana terlebih dahulu agar lebih berani dalam menjawab pertanyaan sehing-ga yang memberi jawaban tidak didominasi oleh siswa tertentu, perlu adanya penambahan moti-vasi yang merangsang dalam menjawab perta-nyaan.

Observer mencatat semangat untuk me-ngajukan pertanyaan masih kurang. Sebenarnya banyak hal dalam cerita komik yang dapat dijadi-kan kajian menarik untuk merangsang berpikir dan bertanya. Oleh karena itu tindakan guru un-tuk memberikan stimulus agar siswa antusias da-lam mengajukan pertanyaan pelu diintensifkan.

Capaian siklus 2 tampak ada kemajuan. Hal ini tidak lepas dari usaha perbaikan yang telah diterapkan melalui kegiatan sharing den-gan observer. Tugas membaca komik di rumah sangat membantu peningkatan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran di kelas. Gambar yang ada dalam komik menjadi daya pikat ter-sendiri untuk membacanya bukan menjadi faktor pengganggu dalam memahami konsep tekanan sehingga tanggapan siswa terhadap penggunaan bahan ajar komik meningkat menjadi lebih baik. Konsep tekanan yang dikemas dalam bahan ajar komik dapat mendorong semangat belajar hing-ga menambah rasa senang belajar, lebih teliti dan rapi dalam mencatat, dapat mengerjakan tugas tepat waktu, membantu memahami materi pe-lajaran, dapat menjawab pertanyaan guru dan antusias dalam mengajukan pertanyaan sehingga 80% minat belajarnya meningkat menjadi berka-tegori baik.

Peningkatan semangat belajar ini tak lepas dari upaya perbaikan proses pembelajaran siklus 1. Berbekal pengalaman yang berharga ini, me-lengkapi bahan ajar dengan menambah rangku-man pada halaman akhir dan permintaan guru untuk mencatat konsep esensial usaha untuk mengumpulkan dengan tepat waktu 60 tugas% tekanan yang ada dalam cerita komik membu-ahkan hasil. Siswa merasa terbantu dalam me- ngerjakan tugas guru sehingga dapat mengerja-kan tugas tepat waktu.

Penambahan cara menyelesaikan perso-alan tekanan yang berkaitan hitungan membawa dampak yang berarti hingga siswa merasa ter-

Page 17: JPII 2.1 Edisi Khusus

13Mustikan / JPII 2 (1) (2013) 7-13

bantu dalam menyelesaikan soal berbentuk hi-tungan. Contoh penyelesaian yang dimasukkan dalam komik tampaknya lebih mudah diterima sehingga sangat membantu dalam memahami konsep tekanan. Hasil belajar juga menunjukkan peningkatan, ada yang mampu mencapai nilai 100 dan ketuntasan belajar klasikal menjadi 85%.

Siswa juga merasa terbantu belajarnya dengan tindakan guru yang mengulang dan me-nekankan konsep-konsep esensial yang sesuai dengan indikator. Tugas-tugas yang yang harus dikerjakan pada lembar kerja menjadi lebih mu-dah terselesaikan. Siswa yang semula pasif men-jadi lebih antusias dalam menjawab pertanyaan guru sehingga yang menjawab pertanyaan men-jadi lebih merata.

Gairah untuk bertanya tentang konsep tekanan meningkat setelah guru memberikan stimulus dengan membahas ilustrasi pemecahan masalah dalam komik. Siswa menjadi tertarik tanya jawab yang ada dalam cerita. Hal ini me-nambah rangsangan untuk mengajukan perta-nyaan berkaitan dengan fenomena tekanan da-lam kehidupan sehari-hari.

PENUTUP

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh da-lam penelitian ini maka dapat disimpulkan; Peng-gunaan bahan ajar komik dapat meningkatkan minat belajar IPA pada siswa SMP N 1 Nalumsa-ri Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2012/2013

Saran yang dapat diberikan apabila guru IPA akan menerapkan bahan ajar komik yaitu ;

1)Mengambil tokoh komik yang dikenal dan digemari oeh siswa, 2)Menambah ketrampi-

lan proses pada cerita komik agar pembelajaran menjadi lebih bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

Aleixo, P. & Claire N. 2007. Comic, Reading and Pri-mary Aged Children. Education and Health. 25(4) : 70 – 73.

Depdiknas.2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Ba-han Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Na-sional.

Junaidi. 2008. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Mate-matika Siswa pada Soal Bentuk Cerita dengan Menggunakan Media Komik di kelas III SDN 03 Balai-balai Kota Padang Panjang. Jurnal Guru 1(5):75-8

Kurniawati, Y. 2010. Penggunaan Basicmeter Card untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Fisika Materi Listrik Dinamis pada Siswa Kelas IX E SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2008/2009. Adi Cendekia Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidi-kan 3(5):22-28. ISSN:1979-6161

Parmin. 2012. Penerapan Critical Review Artikel Pem-belajaran IPA untuk Meningkatkan Kemam-puan Mahasiswa dalam Menyusun Skripsi. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 1(1):87-95.

Sudjana, N. Dan Ahmad R. 2005. Media Pengajaran. Bandung:Sinar Baru Algesindo.

Suharyat, Y. 2009. Hubungan antara Sikap, Minat dan Perilaku Manusia. Journal Universitas Islam 45 Bekasi Region Vol 2, No1 (2009) : 1-19

Tatalovic, M. 2009. Science Comic As Tools for Sci-ence Education and Communication, A brief, Exploratory Study. JCOM Journal of Science Communication Volume 08(04) : 1-17

Wahyuningsih, A. 2012.Pengembangan Media Komik Bergambar Materi Sistem Saraf untuk Pem-belajaran yang Menggunakan Strategi PQ4R.Journal of Innovatif Science Education. http.//journal. unnes,ac.id /sju /index . php /jise :19 -27.Diakses 4 Januari 2012.

Page 18: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 14-19

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PENGGUNAAN MODUL BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP KELANGSUNGAN HIDUP

ORGANISME

E. Erwanta*

SMP Negeri 2 Kembang

Diterima: 24 Januari 2013. Disetujui: 3 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian untuk meningkatkan penguasaan konsep kelangsungan hidup organisme. Hasil penelitian menunjukan 80,56% siswa mendapat nilai diatas 6,5. Dengan demikian penggunaan modul berbasis kontekstual dapat diterapkan dalam meningkatkan penguasaan konsep kelangsungan hidup organisme.

ABSTRACT

The purpose of this research is to improve the mastery of the concept of survival of organisms. The results showed 80.56% of students scored above 6.5. Thus the use of contextual-based module can be applied to improve the mastery of concepts Survival organisms.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: Module-based contextual and mastery of concepts

PENDAHULUAN

Kurikulum 2006 menyebutkan bahwa pemahaman konsep IPA melalui kegiatan yang memotivasi siswa untuk aktif, mandiri dan mengaitkan materi pada kehidupan sehari-hari. Mengacu hal tersebut maka diperlukan strategi pembelajaran baik materi maupun proses pembe-lajaran yang efektif, sesuai kebutuhan siswa dan kontekstual.

Berdasarkan observasi awal di SMP Ne-geri 2 Kembang, sebagian besar siswa belum aktif dan mandiri dalam memanfaatkan buku teks pelajaran. Buku yang semestinya sebagai sumber belajar, hanya dijadikan barang bawaan saja, sehingga pemanfaatan buku teks pelajaran dalam pembelajaran belum dimanfaatkan secara optimal. Tidak optimalnya penggunaan sumber belajar ini menyebabkan rendahnya efisiensi dan

efektivitas pembelajaran yang bermuara pada rendahnya penguasaan konsep IPA. Hasil be-lajar siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Kembang yaitu jumlah siswa yang mendapat nilai diatas 6,5 sebanyak 25 %. Hal ini belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan.

Berhubungan dan sesuai kondisi di atas, diperlukan pembelajaran yang inovatif sebagai pertanggung jawaban guru terhadap peningka-tan kualitas pembelajaran, berupa penggunaan modul berbasis kontekstual. Modul berbasis kontekstual dijadikan bahan untuk pembelaja-ran karena mempunyai keuntungan diantaranya: 1) menumbuhkan motivasi belajar siswa karena memudahkan memperoleh informasi pembela-jaran, 2) siswa lebih cenderung mandiri dalam belajar, dikarenakan siswa diberi tugas untuk menyiapkan diri di rumah, 3) Siswa dengan sen-dirinya dapat belajar secara kontekstual di ling-kungan sekitarnya.

Dengan strategi yang diterapkan ini di-harapkan dapat membantu siswa lebih aktif,

*Alamat korespondensi: E-mail: [email protected]

Page 19: JPII 2.1 Edisi Khusus

15E. Erwanta / JPII 2 (1) (2013) 14-19

mandiri dan siswa merasa senang dalam belajar, sehingga penguasaan konsep IPA dapat diting-katkan serta lebih bemakna dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami hal-hal tersebut, Peneliti mengadakan penelitian dengan judul: “Penggunaan Modul Berbasis Kontekstional Un-tuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Kelang-sungan Hidup Organisme”. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan konsep Kelangsungan Hidup Organisme bagi siswa.

Modul ialah bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu. Dengan modul peserta didik dapat belajar lebih terarah dan sistematis. Peserta didik diharapkan dapat menguasai kompetesi yang dituntut oleh kegia-tan pembelajaran yang diikutinya.

Penggunaan modul dalam pembejaran memiliki beberapa keuntungan, yaitu: l) dapat meningkatkan pembelajaran secara maksimal; 2) siswa lebih aktif dalam proses belajarnya karena menghadapi sejumlah masalah atau tugas yang harus dikerjakan; 3) dapat memberikan balikan dengan segera sehingga siswa dapat mengetahui hasil belajarnya; 4) kegiatan siswa terarah, kare-na modul mengandung sasaran belajar yang je-las; dan 5) keterlibatan guru dalam pembelajaran sangat minimal.

Menurut Parmin (2011), Sistem belajar dengan fasilitas modul telah dikembangkan baik di luar maupun di dalam negeri yang dikenal dengan Sistem Belajar Bermodul (SBB). SBB te-lah dikembangkan dalam berbagai bentuk dengan berbagai nama pula, seperti Individualizad Study System, Self-pased study course, dan Keller plan. Ma-sing-masing bentuk tersebut menggunakan pe-rencanaan kegiatan pembelajaran yang berbeda, yang pada pokoknya masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yaitu: 1) Memperpendek wak-tu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai tugas pembelajaran; 2) Menyediakan waktu seba-nyak yang diperlukan oleh siswa dalam batas-ba-tas yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang teratur; 3)Pelaksanaan pembe-lajaran bermodul memiliki perencanaan kegia-tan sebagai berikut; 4) Modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembela-jaran; 5) Penerapan modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi model pembela-jaran kooperatif konstruktivistik; 6) Pada setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes sumatif dan tugas-tugas latihan yang terstruk-tur; 8) Hasil tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan dengan feedback yang

terstruktur paling lambat sebelum pembelajaran unit materi ajar berikutnya; 9) Memberi kesem-patan kepada siswa yang belum berhasil mengua-sai materi ajar berdasarkan hasil analisis tes peng-galan dan sumatif, dipertimbangkan sebagi hasil diagnosis untuk menyelenggarakan program re-midial pada siswa di luar jam pembelajaran.

Menurut Mularsih (2007) salah satu pem-belajaran individual yang dapat digunakan dida-lam kelas adalah pembelajaran yang mengguna-kan modul, karena dengan menggunakan modul siswa dapat menentukan kecepatan dan itensitas belajarnya. oleh karenanya pembelajaran indivi-dual dengan modul digunakan juga dalam pelati-han-pelatihan di Jerman (Hubert, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan Oroh (2011) menunjukkan bahwa Pola belajar dengan menggunakan modul dapat: (1) meningkatkan sikap kemandirian dan efektifitas belajar siswa, dan (2). meningkatkan prestasi belajar siswa, dengan jumlah siswa yang mencapai standar ni-lai minimal dan tuntas dalam belajar adalah 89%.

Menurut Santosa (2009) menyebutkan bahwa penggunaan modul dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa dan keaktifan siswa se-lama proses pembeajaran. Budiono dan Susanto (2006) dalam penelitiannya menyimpulkan ba-hwa modul pembelajaran yang disusun dapat meningkatkan kompetensi mengaplikasikan hukum-hukum Newton dalam persoalan dina-mika sederhana dan meningkatkan kemandirian belajar siswa. Ngatini (2010) menyampaikan bahwa Pembelajaran dengan pendekatan kon-tekstual dapat meningkatkan hasil belajar mate-matika. Isnaningsih (2011) menyimpulkan ba-hwa Penerapan pendekatan kontekstional dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi cahaya baik secara teoritik maupun empi-rik. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa memahami hakikat, makna dan manfaat belajar, sehingga menjadikan siswa rajin dan senantiasa belajar. Tugas guru dalam pembelajaran kon-tekstual adalah memberikan kemudahan belajar siswa, menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, memilih strategi pembe-lajaran yang tepat dan mengatur lingkungan be-lajar yang memungkinkan siswa belajar.

Melalui pendekatan kontekstual, siswa meningkatkan pengetahuannya dalam pembela-jaran berdasarkan pengetahuan yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari (Wilkinson, 1999). Secara ringkas, modul berbasis kontekstual ada-lah suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep dari bahan pelajaran dan disusun un-tuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas yang

Page 20: JPII 2.1 Edisi Khusus

E. Erwanta / JPII 2 (1) (2013) 14-1916

substansinya bersifat kontekstual.Hasil belajar Biologi adalah sesuatu yang

dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usa-ha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyata-kan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam bebagai as-pek kehidupan sehingga nampak pada diri indivi-du penggunaan penilaian terhadap sikap, penge- tahuan, dan kecakapan dasar sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku. Ret-naningtyas (2012), menyatakan hasil belajar ada-lah tingkat penguasaan atau kemampuan yang dicapai peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.

METODE

Penelitian dirancang dengan metode pe-nelitian tindakan kelas yang direncanakan secara khusus untuk mengatasi permasalahan belajar siswa. Kurang efektifnya pembelajaran beraki-bat kurang optimalnya penguasaan konsep IPA. Penelitian tindakan kelas, dilaksanakan selama 2 siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu; perencanaan, pelaksanaan, obser-vasi, dan refleksi.

Tahapan masing-masing siklus yang akan ditempuh sebagai berikut : Perencanaan, meli-puti: a) Merancang pembelajaran IPA melalui penggunaan modul kontekstual; b) Menyiapkan rencana pembelajaran berupa Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); c) Me-nyiapkan Modul berbasis kontekstual konsep Ke-langsungan Hidup Organisme yang telah dinilai kelayakannya oleh teman sejawat berdasar instru-ment modifikasi BNSP; d) Modul dibagikan pada siswa 1 minggu sebelum pelaksanaan dan Guru memberi tugas kepada siswa untuk menelaah-nya; e) Mengembangkan skenario pembelajaran IPA melalui penggunaan modul kontekstual; f) Menyiapkan Instrumen observasi aktifitas siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajarannya; g) Menyiapkan instrumen test hasil belajar; h) Menentukan observer yang akan diminta untuk mengumpulkan data dan fakta dalam pembela-jaran; i) Menyiapkan lembar refleksi hasil pem-belajaran.

Pelaksanaan, meliputi: a) Guru melakukan apersepsi, motivasi untuk mengarahkan siswa memasuki Kompetensi Dasar yang akan dibahas dengan konsep Kelangsungan Hidup Organis-me; b) Guru menjelaskan materi pelajaran hari itu dengan menjelaskan langkah kerja dan tujuan Pembelajaran yang akan di capai; c) Guru bersa-ma siswa melakukan diskusi konstruktif dengan menggunakan modul berbasis kontekstual yang

telah ditelaah siswa sebelum pembelajaran; d) Guru memberi tugas pada siswa untuk mengerja-kan pertanyaan rancangan guru sebagai rangku-man hasil dari penguatan; e) Guru mengadakan tes hasil belajar.

Kegiatan observasi dilakukan oleh obser-ver sebagai kolaborator, meliputi : a) Pengamatan aktifitas siswa saat proses pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan aktifitas siswa; b) pengamatan kinerja guru dalam pro-ses pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan Kinerja Guru.

Refleksi diadakan pada akhir setiap siklus, maliputi: a) Guru dan observer sebagai kolabo-rator membahas data hasil Nilai test , Keaktifan siswa, dan kinerja guru; b) Mendeskripsikan ke-lebihan dan kekurangan yang ditemukan selama pembelajaran, c) membuat rencana tindakan per-baikan pada siklus selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian yang telah dikumpul-kan dari 36 siswa, terdiri dari: a) Hasil belajar sis-wa, merupakan hasil tes pilihan ganda sebanyak 15 butir soal yang diberikan setiap akhir siklus. b) Aktifitas belajar, merupakan lembar observa-si yang diisi oleh 2 orang observer ketika proses pembelajaran berlangsung, 5 indikator aktifitas siswa yaitu: mencatat, bertanya, menjawab, me-ngajukan gagasan, dan terlibat merangkum. Seti-ap siswa dikategorikan aktivitas belajar ke dalam 4 kriteria yaitu; sangat baik, baik, cukup, dan ku-rang.

Rekap hasil belajar siswa yang tuntas dan tidak tuntas pada siklus 1 dan siklus 2 terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekap hasil Belajar Siswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas pada Siklus 1 dan siklus 2

Kriteria Hasil Belajar

Jumlah Siswa (%)Siklus 1 Siklus 2

Tuntas 14 ( 38.89) 29 (80,56)Tidak Tuntas 22 (61.11) 7 (19,44 )

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada siklus 1, 14 siswa memperoleh nilai ≥ 65 (38.89%), Ini ber-arti Indikator keberhasilan belum tercapai. Pada siklus 2 menunjukkan bahwa 29 siswa mempero-leh nilai ≥ 65 (80,56%), Ini berarti pada siklus 2 indikator keberhasilan sudah tercapai pada.

Pengamatan kinerja guru diperlukan ka-rena tindakan kelas berkaitan langsung dengan guru. Berdasarkan catatan observer pada siklus 1

Page 21: JPII 2.1 Edisi Khusus

17E. Erwanta / JPII 2 (1) (2013) 14-19

terdapat 5 tahapan pembelajaran yang masih per-lu dioptimalkan oleh guru yaitu: 1) Tugas yang diberikan dalam penelaahan modul sebelum pembelajaran belum mendapat perhatian serius dari guru; 2) menjelaskan lebih detail tentang pembelajaran melalui penggunaan modul ber-basis kontekstual; 3) membangkitkan keaktifan siswa untuk bertanya atau memecahkan masa-lah; 4) menekankan konsep-konsep esensial; 5) mendampingi siswa yang kesulitan mengikuti pembelajaran. 6) Memberikan perhatian terha-dap semua siswa.

Rekap aktivitas siswa dengan kategori ak-tivitas belajar pada siklus 1 dan siklus 2 terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Aktivitas Siswa Pertemuan 1 dan 2 pada Siklus 1

Kategori Aktivitas

Jumlah Siswa (%)

Siklus 1 Siklus 2

1 2 1 2

Sangat Baik

3 (83,33)

10 (27,77)

10 (27,77)

12 (33,33)

Baik10

(27,77)7

(19,44)14

(38,88)16

(44,44)

Cukup23

(63,88)19

(52,79)12

(33,33)8

(22,22)

Kurang0

(00,00)0

(00,00)0

(00,00)0

(00,00)

Dari tabel 2 berdasar temuan observer di-ketahui bahwa pada siklus 1 Jumlah siswa yang terlibat aktif dalam penggunaan modul berbasis kontekstual 17 siswa (47,21%), sebagaian besar siswa belum berperan aktif atau sangat aktif, yai-tu 19 siswa (52,79%). Ini berarti, Kategori aktifi-tas siswa dikatakan belum aktif. Kemudian pada siklus 2 Jumlah siswa yang terlibat aktif dalam penggunaan modul berbasis kontekstual 28 siswa (77,77%), sebagaian sudah berperan aktif atau sangat aktif . Ini berarti, Kategori aktifitas siswa dikatakan sudah aktif.

Dalam rangka mengetahui sikap siswa ter-hadap pembelajaran melalui penggunaan Modul berbasis kontekstual, setelah siklus 2 setiap siswa mengisi angket. Data angket siswa disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Angket Tanggapan Siswa

No

Pernyataan siswa terhadap peng-gunaan modul berbasis kon-tekstual

Pilihan Jawaban

(% )

YaTi-dak

1Siswa dapat melaksanakan pem-belajaran IPA

36 2

2Siswa lebih mudah memahami konsep Kelangsungan Hidup Or-ganisme.

36 1

3Siswa lebih aktif mengikuti pem-belajaran IPA.

33 3

4

Siswa berusaha dengan tertib mengikuti kegiatan proses bela-jar mengajar dalam pembelaja-ran IPA

32 4

5 Siswa lebih senang kerjasama. 31 5

6Siswa dapat mengatsi kesulitan dalam pembelajaran IPA

32 4

7Siswa lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan guru

19 17

8Siswa lebih teliti dan serapi mungkin dalam mengerjakan tu-gas yang diberikan guru

18 18

9Siswa berusaha membuat rang-kuman hasil pembelajaran den-gan lengkap dan jelas

13 23

10Pembelajran IPA menyenang-kan.

32 4

Skor total 279 81

% 77.5 22.5

Kategori :

>82 : sangat baik

64 - 81% : baik

46 - 63% : cukup

28 - 45% : kurang

15 - 27% :sangat kurang

Hasil belajar siswa pada siklus 1 menunju-kan Indikator ketuntasan belum tercapai karena tingkat prosentase ketuntasan masih sangat ren-

Page 22: JPII 2.1 Edisi Khusus

E. Erwanta / JPII 2 (1) (2013) 14-1918

kan perhatian terhadap semua siswa.Berdasar kesepakatan hasil refleksi dan

masukan dari observer, sebagai kolaborasi, un-tuk dilakukan upaya-upaya perbaikan siklus satu yaitu: 1) Tugas yang diberikan dalam penelaahan modul sebelum pembelajaran agar benar-benar mendapat perhatian serius dari guru, tugas pene-laahan lebih tergas dan terstruktur karena modul berbasis kontekstual adalah suatu paket penga-jaran yang memuat satu unit konsep dari bahan pelajaran dan disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan se-cara khusus dan jelas yang substansinya bersifat kontekstual; 2) Guru sangat perlu menekankan, mengingatkan dan memoivasi siswa untuk aktif berinteraksi dengan modul baik sebelum pem-belajaran maupun saat pembelajaran berlang-sung; 3) Guru memberikan penjelasan umum tentang materi ajar atau prosedur kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa; 4) Guru memberi-kan penekanan konsep esensial atau yang sesuai indikator/ tujuan pembelajaran; 5) Guru agar membangkitkan keinginan siswa untuk bertanya atau memecahkan masalah; 6) Guru sepenuhnya membimbing siswa, khususnya siswa yang kesu-litan dalam mengikuti pembelajaran.

Pada siklus 2, data hasil belajar siswa dan keaktifan siswa pada siklus 2 menunjukan Indi-kator ketuntasan sudah tercapai dengan tingkat prosentase ketuntasan yaitu 80,56%. Hal ini ten-tunya tidak lepas dari hasil tindak lanjut reflek-si siklus 1, antara lain: 1) Tugas yang diberikan dalam penelaahan modul sebelum pembelajaran benar-benar mendapat perhatian serius dari guru. Disini guru membuat tugas lebih terstruktur. Dengan demikian siswa lebih aktif dalam proses belajarnya karena menghadapi sejumlah masa-lah atau tugas yang harus dikerjakan; 2) Guru sa- ngat perlu menekankan, mengingatkan dan me-motivasi siswa untuk aktif berinteraksi dengan modul baik sebelum maupun saat pembelajaran berlangsung. Memotivasi keaktifan siswa pada awal pembelajaran sangat penting, karena untuk menyiapkan psikis siswa, sehingga pada kegiatan inti pembelajaran siswa mempunyai semangat. Bila ini kurang dilaksanakan mempengaruhi se-mangat siswa, sehingga diskusi kelas belum ter-laksana dengan baik; 3) Guru memberikan pen-jelasan umum tentang materi ajar atau prosedur kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Untuk setiap model pembelajaran, guru harus membe-rikan penjelasan model pembelajran yang dilak-sanakan, Menjelaskan lebih detail tentang apa dan bagaimana cara belajar siswa dengan metode diskusi, indikator diskusi apa yang akan diha-rapkan dari siswa; 4) Guru memberikan peneka-

dah dari Indikator yang telah ditetapkan. Untuk ini, Hasil belajar perlu ditingkatkan dengan me-refleksi tindakan pembelajaran yang telah dilaku-kan. Refleksi yang diperkirakan mempengaruhi hasil belajar: pelaksanaan penggunaan modul berbasis kontekstual, kinerja guru dan aktifitas siswa, serta kaitan kinerja guru dengan aktifitas siswa, dan kinerja guru dengan tindakan yang dilakukan.

Berdasar hasil refleksi, penggunaan modul berbasis kontekstual, sebagai berikut: Sebagian besar siswa tidak melaksanakan tugas mempela-jari dan menelaah isi modul sebelum diajarkan. Semestinya dengan modul dibagikan kepada sis-wa seminggu sebelum pembelajaran, siswa dapat dengan leluasa memahami materi pembelajaran sekaligus sebagai bekal saat pembelajaran. Ka-rena hal ini tidak dilaksanakan, akibatnya saat pembelajaran siswa tidak begitu aktif berinteraksi dengan modul. Para siswa tidak punya prasarat dan bahan untuk berdiskusi memahami lebih da-lam lagi konsep materi pembelajaran. Sehingga mereka cenderung pasif , banyak sebagai pen-dengar, sedikit siswa yang merespon pertanyaan, tidak tahu apa yang akan ditanyakan, tidak dapat berpendapat, rangkuman yang dibuatpun asal-asalan. Sehingga pembelajaran menjadi mono-ton guru, siswa hanya mendengarkan dan men-catat penjelasan guru.

Refleksi aktivitas siswa, dari data keak-tifan siswa pada siklus 1 menunjukan Indikator keaktifan siswa belum tercapai. Banyak siswa yang kurang aktif selama diskusi, diantaranya siswa enggan bertanya, banyak jawaban dijawab kurang tepat, sedikit yang mengemukaan gaga-san, rangkuman yang dibuat asal-asalan, banyak-nya siswa yang berbincang bincang diluar materi pembelajaran, tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan, enggan untuk bertanya atau pasif. Dengan keaktifan semacam ini menjadi siswa kurang berinteraksi dengan materi, sehingga efi-siensi, efektivitas dan pemahaman konsep men-jadi rendah. Untuk ini, Keaktifan siswa perlu ditingkatkan.

Hasil refleksi kinerja guru, Kinerja guru yang diperkirakan mempengaruhi aktifitas sis-wa dan sekaligus mempengaruhi rendahnya ha-sil belajar, yaitu: 1) Tugas yang diberikan dalam penelaahan modul sebelum pembelajaran belum mendapat perhatian serius dari guru; 2) menje-laskan lebih detail tentang pembelajaran mela-lui penggunaan modul berbasis kontekstual; 3) membangkitkan keaktifan siswa untuk bertanya atau memecahkan masalah; 4) menekankan kon-sep-konsep esensial; 5) mendampingi siswa yang kesulitan mengikuti pembelajaran, 6) Memberi-

Page 23: JPII 2.1 Edisi Khusus

19E. Erwanta / JPII 2 (1) (2013) 14-19

nan konsep esensial atau yang sesuai indikator/ tujuan pembelajaran; 5) Guru membangkitkan keinginan siswa untuk bertanya atau memecah-kan masalah; 6) Guru sepenuhnya membimbing siswa, khususnya siswa yang kesulitan dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang tidak me- ngikuti diskusi informasi/penjelasan guru men-dapat perhatian atau tindakan, dan sebagaian be-sar siswa mendapat kesempatan bertanya. Selain ini, melalui pendekatan kontekstual, siswa me-ningkatkan pengetahuannya dalam pembelajaran berdasarkan pengetahuan yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari, karena selama penelaa-han modul di rumah, siswa secara langsung mau-pun tidak leluasa berinteraksi dengan lingkungan dalam arti luas.

Berdasar angket tanggapan siswa terhadap bentuk pembelajran IPA melalui Penggunaan modul Kontekstual dari 10 pertanyaan yang ber-kaitan langsung dengan penggunaan modul ber-basis kontekstual lebih dari 75% siswa bersikap positif dengan kegiatan yang telah dilakukan. Ini artinya penggunaan kodul berbasis kon-tekstual mempunyai pengaruh bagi siswa dalam meningkatkan penguasaan konsep IPA. Hal ini menunjukkan bahwa Pola belajar Pembelajaran modul berbasis kontekstual mendorong siswa memahami hakikat, makna dan manfaat belajar, sehingga menjadikan siswa rajin dan senantiasa belajar. Tugas guru dalam pembelajaran kon-tekstual dalam penelitian ini tepat, karena mem-berikan kemudahan belajar siswa, menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang mema-dai, memilih strategi pembelajaran yang tepat dan mengatur lingkungan belajar yang memung-kinkan siswa belajar.

PENUTUP

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh da-lam penelitian ini maka dapat disimpulkan yaitu: penerapan penggunaan modul berbasis konteks-tual dapat meningkatkan penguasaan konsep ke-langsungan hidup organisme.

Saran yang dapat diberikan, demi perbai-kan penelitian yang berupaya mengatasi perma-salahan penguasaan konsep, yaitu: modul yang

dipergunakan dalam pembelajaran perlu disesu-aikan dengan kebutuhan siswa dan perkemba-ngan sains.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, E. dan Susanto, H. 2006. Penelitian Tinda-kan Kelas. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia (JPFI). Vol 4 (2).

Hubert, Ert. 2002. The Concept Modularisation edu-cation and training: The Debate in Germany and It Implication. Oxford Review of Education. Vol. 28 (1): 53-73.

Isnaningsih. 2011. Peningkatan Kedisiplinan Dan Hasil Belajar IPA Materi Cahaya Melalui Pendekatan Kontekstual Dengan Kelompok Kerja Bagi Siswa Kelas VIIIF SMPN 1 Jepara Tahun 2010/2011. Adi Cendikia. Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Vol. 4 (11).

Mularsih, H. 2007. Pembelajaran individual dengan menggunakan modul. Akademika. Jurnal Pen-didikan Universitas Taruma negara. Vol. 9 (1).

Ngatini. 2010. Pembelajaran dengan pendekatan Kon-tekstual untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIC SMP negeri 1 Purwodadi Tahun 2009/2010. Bhakti Utama Majalah/ Jurnal Pendidikan. Vol. 3 (1).

Parmin dan Endah, P. 2011. Pengembangan Modul Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar IPA Berbasis Hasil Penelitian Pembelajaran. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol. 1 (1): 43-56.

Oroh, R. R. 2011. Peningkatan Hasil Belajar siswa me-lalui Penggunaan Modul Ajar. Jurnal Ed Vokasi. Vol. 2 (1).

Santosa, J. 2009. Optimalisasi Penggunaan Modul Un-tuk Meningkatkan Penguasaan Materi Integral Bagi Siswa Kelas XII IPA_3 SMA Negeri 1 Surakarta pada Semester Ganjil Tahun Pelaja-ran 2007/2008. Adi Cendika, Jurnal Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Vol. 2 (1).

Retnaningtyas, H. 2012. Peningkatan aktivitas Dan Hasil Belajar Biologi Tentang Ekosistem Me-lalui Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share Pada Siswa Kelas VIIH SMP N 1 Jepara. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Himpu-nan Pembina Bahasa Indonesia. Jawa Tengah. Vol. 4 (1).

Wilkinson, J. W. 1999. The contextual approach to teaching Physics. Australian Science Teachers Journal. Vol. 45(4): 43-50.

Page 24: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 20-25

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN PETA KONSEP-KONSTRUKTIVISME

Tasiwan*

SMP Negeri 1 Paninggaran, Kab. Pekalongan, Jawa Tengah

Diterima: 24 Januari 2013. Disetujui: 3 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi dan pemahaman konsep siswa terhadap materi IPA. Tindakan pembelajaran dilakukan dengan pendekatan peta konsep kontruktivisme. Hasil penelitian pada akhir tindakan diperoleh peningkatan daya serap klasikal mencapai 71.65 %, ketuntasan belajar mencapai 72.09 %, antusiasme 88.00 %, dan peningkatan jumlah siswa aktif dalam menanggapi dan mempertahankan pendapat mencapai 79.31 %. Pendekatan peta konsep-konstruktivisme mampu meningkatkan motivasi dan pemahaman konsep siswa.

ABSTRACT

This research was conducted to improve student motivation and their comprehension of Motion concepts. Ac-tion learning approach with concept map constructivism. The results obtained at the end of the act increasing the classical absorption reached 71.65%, 72.09% achieved mastery learning, enthusiasm 88.00%, and an increase in the number of students active in responding and maintains reached 79.31%. The concept map-constructivist approaches can improve student motivation and understanding of concepts.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: Motivation; Concept Comprehension; Concept Map-Constructivism

PENDAHULUAN

Jumlah siswa SMP 2 Kesesi pada tahun pelajaran 2011/2012 adalah 459 siswa terdiri atas 18 kelas paralel, yaitu 6 rombongan belajar kelas VII , 6 rombongan belajar kelas VIII, dan 6 rombongan belajar kelas IX. Kelas VII E me-rupakan salah satu kelas yang dianggap memiliki masalah pembelajaran yang serius dan motivasi belajar rendah pada mata pelajaran IPA. Kondi-si ini berimbas pada rendahnya pencapaian hasil belajar secara individual/klasikal dan daya serap, rata-rata hasil evaluasi 55 ( < Kriteria Ketuntasan Minimal 70), lebih dari 70 % siswa tidak tuntas dalam pencapaian kompetensi dasar, suasana be-lajar di kelas sulit dikelola, banyak bermain-main

saat guru memberi waktu untuk menulis sete-lah menerangkan/saat latihan soal/praktikum/diskusi, 4 dari 5 siswa tidak mampu mereview konsep, tidak siap menerima konsep baru, dan 8 dari 11 kelompok siswa tidak siap melakukan pembelajaran eksperimen pada konsep senyawa dan campuran. Faktor penyebab yang diduga adalah (1) kurangnya variasi pembelajaran baru yang menekankan pada pengalaman baru dan perubahan konseptual (2) kurangnya pengawa-san dan bimbingan siswa untuk belajar di rumah. Praduga ini didasarkan pada tingkat kehadiran siswa kelas VII E semester I yang mencapai 93 %, dan data observasi awal didapatkan 8 dari 29 siswa (± 27,6 %) kelas VII E tidak tinggal dengan kedua orang tua mereka secara lengkap karena salah satu atau kedua orang tua mereka meran-tau.*Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

Page 25: JPII 2.1 Edisi Khusus

21Tasiwan / JPII 2 (1) (2013) 20-25

Salah satu pendekatan yang dapat digu-nakan untuk meningkatkan motivasi belajar sis-wa adalah peta konsep. Pendekatan peta konsep secara signifikan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mata pelajaran kimia. Didukung dengan hasil penelitian Chang et.al. (2002) me-maparkan bahwa pendekatan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman teks dan kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan. Penelitian lain dilakukan oleh Dhindsa, et.al. (2010) melaporkan bahwa pendekatan peta konsep-konstruktivis-me dapat meningkatkan struktur kognitif siswa tanpa membedakan jenis kelamin siswa. Maka rumusan masalah yang ingin diungkap dalam penelitian tindakan kelas ini adalah (1) apakah pendekatan peta konsep-konstruktivisme dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VII E SMP 2 Kesesi? (2) apakah pendekatan peta konsep-konstruktivisme dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa di kelas VII E SMP 2 Kesesi?

Dalam pandangan teori behavioristik, ha-sil belajar sangat dipengaruhi oleh pengelolaan tingkah laku siswa pada saat pembelajaran. Be-lajar merupakan perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Pen-dapat Hilgard dan Bower menyatakan bahwa belajar sangat berhubungan erat dengan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu, yaitu disebabkan pengalaman berulang-ulang dalam situasi tersebut. Perubahan tingkah laku meru-pakan dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseo-rang. Menurut Gagne, belajar akan terjadi apabi-la situasi stimulus bersama ingatan mempengaru-hi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi tersebut ke waktu setelah ia mengalami situasi tersebut. Perubahan tingkah laku dipicu adanya rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hu-bungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanik. Stimulus pembelajaran tersebut dapat berupa lingkungan belajar, media, dan sumber-sumber belajar, yang secara internal atau eksternal menjadi penyebab belajar, sedang-kan respon adalah akibat atau dampak, yang be-rupa reaksi fisik terhadap stimulus. Kombinasi stimulus dan respon akan membawa informasi baru dan membentuk pengetahuan baru bagi sis-wa.

Gaya pengajar dalam mengimplementasi-kan informasi dan stimulus tercermin dalam ling-kungan pembelajaran yang dirasakan oleh sis-wa. Gaya mereka bukan hanya tercermin dalam kehangatan interaksi mereka dengan siswa dan jangkauan rutinitas yang mereka bangun, tetapi

juga pada energi yang mereka kerahkan dalam manajemen dan pengajaran. Model pengajaran yang dikembangkan sangat berpengaruh pada kualitas pengajaran dan hasil yang akan dicapai.

Faktor psikologis yang sangat berpengaruh dalam belajar ada enam hal, yaitu motivasi, kon-sentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman/compre-hension, dan pengulangan. Motivasi berfungsi untuk mengarahkan (directional function), mengak-tifkan dan meningkatkan kegiatan (Activating and energizing function). Timbulnya motivasi ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan berupa desakan (drive), motif (moti-ve), kebutuhan (need), keinginan (wish), kemudian mendorong seseorang untuk melakukan tindakan dan usaha untuk mencapai tujuan. Kekuatan mo-tivasi belajar dicirikan dengan adanya ketekunan siswa dalam menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap berba-gai macam masalah, lebih suka bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas rutin, dapat mem-pertahankan pendapat, tidak mudah melepaskan hal yang telah diyakini, senang mencari dan me-mecahkan masalah soal-soal. Kekuatan motiva-si belajar ini dibangkitkan melalui model-model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama (cooperative learning) dan struktur penghargaan. Dalam model pembelajaran kelompok yang ter-organisir dengan baik, siswa dapat saling bekerja-sama, saling mengajari, dan saling menghargai, sehingga akan ada penguasaan yang lebih baik terhadap satu subjek pembelajaran dibandingkan pola pembacaan (ekspositori) dan pembelajaran tunggal. Selain itu, pembelajaran berkelompok menimbulkan image diri yang lebih baik (motiva-si) pada siswa yang memiliki prestasi kurang baik (Sharan, 1990). Hasil pembelajaran yang dicapai dari model pembelajaran kelompok akan lebih meningkat dengan mengkombinasikan berbagai metode atau model. Laporan Joyce et.al (1989), peningkatan prestasi akademik yang dihasilkan mencapai 30 sampai 90 % ketika metode penga-jaran kelompok (cooperative learning) dikombina-sikan dengan metode induktif kata bergambar (PWIM, Picture-Word Inductive Model).

Dalam pembelajaran konsep IPA di SMP, pembelajaran dinyatakan bermakna apabila ter-jadi konstruksi kognitif siswa pada saat pembe-lajaran. Hal ini disebabkan konsep-konsep IPA sangat berhubungan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sebagaimana tercantum dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006. Konstruksi kognitif IPA yang terbentuk akan semakin mantap melalui strategi pende-katan perubahan konseptual dalam pengajaran. Selama perubahan konseptual, peserta didik

Page 26: JPII 2.1 Edisi Khusus

Tasiwan / JPII 2 (1) (2013) 20-2522

ditantang oleh pengalaman baru (inquiry) yang mengharuskan mereka untuk berfikir kembali melalui memori mereka berdasarkan bukti ilmi-ah. Efektivitas perubahan konseptual ditingkat-kan melalui pendekatan diskusi kelompok kecil (cooperative learning) untuk mendorong terjadinya ide kontras, refleksi data eksperimen, dan memo-tivasi siswa untuk mengevaluasi kembali ide-ide sebelumnya dalam kaitannya dengan bukti yang muncul. Meskipun pembangkitan pengetahuan baru menggunakan proses perubahan konseptu-al dapat terdorong atau terhalang oleh konsepsi lama siswa, tapi kondisi ini tergantung pada cara mengorganisasikan, kompatibilitas dan integritas struktur yang ada terhadap konsepsi IPA yang diterima. Selama informasi terkonstruksi, otak aktif menafsirkan konsep-konsep baru IPA dan merekstrukturisasi konsepsi-konsepsi tersebut berdasarkan mobilisasi informasi yang tersim-pan dalam memori pusat-pusat otak sebagai ke-rangka kerja untuk mengkonstruksi konsep baru dan mengorganisasikannya (Anderson, 1992; Dindhsa, et. al., 2010).

Melalui pendekatan konstruktivisme, kon-sep IPA tentang Gerak yang dimiliki siswa ter-tata ulang dengan informasi baru yang diterima melalui keterlibatan dan keaktifan siswa, sehing-ga dapat meningkatkan keakuratan pengorgani-sasian memori dan representasi konseptual siswa tentang Gerak, yang berujung pada peningkatan pemahaman konsep dan hasil belajar siswa pada konsep Gerak. Peningkatan pemahaman konsep dan hasil belajar ini terjadi karena dalam proses pembangunannya, struktur pengetahuan awal siswa mengalami transformasi pada salah satu dari dua faktor, yaitu (a) pertumbuhan konsep-tual (struktur kognitif bertambah lengkap) atau (b) perubahan konseptual, penyusunan kembali pada konsep yang ada dan/atau pengembangan struktur kognitif baru (Dindhsa, et. al 2010; Ebe-nezer dan Gaskell 2005; Linder 1993; Nieswandt 2001; Smith et al., 1993). Indikator pemahaman konsep IPA tentang Gerak dapat dilihat dari be-berapa sisi, diantaranya: (1) kemampuan siswa dalam menyatakan ulang konsep-konsep Gerak, (2) kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan konsep Gerak menurut sifat-sifatnya, (3) kemampuan siswa dalam memberikan contoh-contoh berkaitan dengan konsep Gerak, (4) kemampuan siswa dalam menyajikan konsep Gerak dengan berbagai bentuk representasi, (5) kemampuan siswa dalam menggunakan, me-manfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi matematis yang berkaitan dengan konsep Gerak, dan (6) kemampuan siswa dalam mengaplikasi-kan konsep Gerak dalam pemecahan masalah.

Dalam implikasi pembelajarannya, untuk mem-permudah dalam konstruksi pemahaman siswa dalam konsep-konsep IPA, penggunaan ilustrasi dan elaborasi visual berupa gambar, tabel, diag-ram, peta, alur, elemen-elemen garis dan warna sangat membantu siswa untuk dapat memahami konsep-konsep IPA tersebut (Holliday, 2000; Sty-lianidou dan Ormed, 2002).

Peta konsep merupakan suatu teknik untuk menginterpretasikan pengetahuan dengan me-nyusunnya sebagai suatu jaringan atau diagram linier yang dihubungkan dengan elemen simbolik atau verbal. Peta konsep-konstruktivisme meru-pakan pengembangan modern dengan melibat-kan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran peta konsep adalah mengintegrasi-kan sebanyak mungkin konten yang spesifik dan pengetahuan yang lebih abstrak sehingga mendo-rong siswa untuk mengatur pengetahuan secara lebih komprehensif (Dindhsa, et. al., 2010; Novak & Musonda, 2001). Hasil penelitian Dindhsa, et. al., pada tahun 2007, didapatkan bahwa nilai prestasi siswa melalui teknik pemetaan konsep pada bab-bab sains (IPA) dalam lingkungan be-lajar konstruktivis secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang diajarkan menggunakan pengajaran tradisional yang menekankan trans-misi pengetahuan dari guru ahli kepada siswa (Dindhsa, et. al., 2010).

METODE

Penelitian ini dilakukan dalam bentuk pe-nelitian tindakan kelas (classroom action research) di SMP 2 Kesesi, Karyomukti Kesesi Pekalo-ngan, pada materi IPA bab Gerak. Obyek pen-elitian adalah siswa kelas VII E SMP 2 Kesesi kabupaten Pekalongan, semester II tahun pelaja-ran 2011/2012, berjumlah 29 siswa terdiri atas 13 siswa putra dan 16 siswa putri.

Sumber data diperoleh melalui proses pembelajaran pada saat tindakan kelas, yaitu me-lalui pengamatan dan pencatatan aktivitas siswa yang meliputi evaluasi tertulis sebelum tindakan (pretest), analisa peta konsep, pengamatan obser-ver, angket (dengan skala Likert), dan evaluasi tertulis setelah tindakan (post test).

Indikator yang digunakan dalam peneliti-an ini terdiri atas: (1) peningkatan motivasi siswa yang ditandai dengan adanya peningkatan antusi-asme dan bertambahnya jumlah siswa yang aktif berdiskusi kelas dalam menyampaikan, menang-gapi dan mempertahankan pendapat; (2) pening-katan pemahaman konsep dengan meningkatnya daya serap siswa secara klasikal, meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan minimal

Page 27: JPII 2.1 Edisi Khusus

23Tasiwan / JPII 2 (1) (2013) 20-25

70 dan jumlah siswa yang mencapai nilai tinggi ( >85).

Classroom action research dilaksanakan da-lam 3 (tiga) siklus. Sebelum pelaksanaan siklus pertama, siswa diberikan pembelajaran tentang cara membuat peta konsep dan diberikan contoh-contoh peta konsep. Masing-masing siklus me-liputi planning (perencanaan), acting (tindakan), observing (observasi), reflecting (refleksi), dan ana-lizing (analisa).

Pada masing-masing siklus, siswa terbagi dalam kelompok yang terdiri atas 4 sampai 5 sis-wa, mengumpulkan data kualitatif dan kuantita-tif dalam pengamatan gerak mainan anak-anak yang mereka persiapkan, kemudian setiap kelom-pok berdiskusi menarik kesimpulan, membuat peta konsep, dan melakukan diskusi kelas. Pada akhir siklus ketiga, peta konsep tiap siklus diga-bungkan menjadi satu sehingga membentuk peta konsep utuh bab Gerak dan dicocokkan dengan peta konsep kunci.

Analisis data mengunakan analisis des-kriptif hasil observasi selama penelitian, pretest, siklus I, siklus II, siklus III, posttest, dan angket. Tingkat pemahaman konsep ditentukan dengan membandingkan skor yang diperoleh siswa pada saat observasi dengan skor ideal, yaitu jika semua siswa menjawab setiap soal dengan jawaban skor tertinggi 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pe-nilaian observer selama pelaksanaan penelitian didapatkan adanya perubahan yang signifikan pada tingkah laku siswa dalam proses pembela-jaran berupa motivasi dan pemahaman konsep siswa melalui pendekatan peta konsep-konstruk-tivisme.

Tabel 1. Hasil observasi motivasi siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan peta konsep konstruktivisme

Siklus I (%)

Siklus II (%)

Siklus III (%)

Antusiasme 72 84 88

Menanggapi dan mempertahankan pendapat

44,83 58,62 79,31

Selama pembuatan peta konsep, siswa mampu melukiskan struktur hierarki peta konsep Gerak pada tiap siklus meskipun tidak sempur-na. Antusiasme siswa dalam proses pembelajaran

meningkat dari 72 % pada siklus I, menjadi 84 % pada siklus II, dan 88 % pada siklus III (Tabel 1.). Dalam observasi tindakan teramati beberapa kelompok mengulang-ulang gerak mainan dan melakukan pengamatan berulang untuk dapat mengambil keputusan secara tepat, disamping itu jumlah siswa aktif dalam diskusi kelas semakin bertambah pada setiap siklus.

Dengan asumsi bahwa sebelum pendeka-tan peta konsep-konstruktivisme tidak ada siswa yang memiliki kemampuan dalam menanggapi dan mempertahankan pendapat, maka pendeka-tan peta konsep-konstruktivisme telah mening-katkan kemampuan siswa dalam menanggapi dan mempertahankan pendapat. Hasil rekam proses pembelajaran didapatkan pada siklus I, sebanyak 13 siswa (44,83 %) aktif berpendapat, menyampaikan, menanggapi dan memperta- hankan pendapat pada siklus I (44,83 %). Pada siklus II, jumlah siswa yang aktif dalam diskusi kelas untuk menyampaikan, menanggapi dan mempertahankan pendapat meningkat menjadi 17 siswa atau 58, 62 %. Pada siklus III, mening-kat menjadi 23 siswa atau 79, 31 %.

Kondisi ini disebabkan selama pendekatan peta konsep-konstruktivisme, struktur kognitif siswa menguat sehingga berpengaruh terhadap motivasi berupa antusiasme dan keaktifan berdis-kusi. Pengalaman baru dalam pendekatan peta konsep-konstruktivisme mengakibatkan otak siswa menjadi aktif menafsirkan pengalaman ter-sebut sehingga siswa memobilisasi diri dan me- ngalami asimilasi dalam pengetahuan dan kon-sep siswa. Pengamatan gerak berbagai mainan dan diskusi kelompok dalam membuat/meru-muskan peta konsep telah melibatkan siswa seca-ra aktif dalam pembelajaran. Penggunaan media berbagai alat mainan bergerak yang merupakan dunia awal siswa, membuat siswa mampu me-ngalami kebermaknaan dalam proses pembelaja-ran dengan membentuk konstruksi pengetahuan baru dengan pengetahuan awal siswa. Kondisi ini membuat siswa merasa tertantang sehingga terja-di komunikasi terbuka antar siswa dalam diskusi kelompok yang membangkitkan desakan (drive) dan harapan (wish) untuk melakukan tindakan untuk berproses lebih jauh dan membangkitkan percaya diri siswa dalam menyampaikan, me-nanggapi, dan mempertahankan pendapat.

Hasil penelitian didapatkan kecenderu-ngan data pemahaman konsep siswa bergeser ke arah kanan (Gambar 1). Hasil pretest sebelum pendekatan peta konsep konstruktivisme, dida-patkan skor terendah siswa 10, tidak ada siswa yang mencapai skor maksimal (nilai 100), dan skor tertinggi siswa 85. Jumlah siswa yang men-

Page 28: JPII 2.1 Edisi Khusus

Tasiwan / JPII 2 (1) (2013) 20-2524

rikutnya tingkat pemahaman siswa meningkat secara signifikan. Hal ini dimungkinkan pada awal proses tindakan siswa belum mampu mem-visualisasikan dalam bentuk peta konsep apa yang mereka peroleh dari hasil pengamatan ge-rak mainan akibat konstruksi pembelajaran lama yang telah melekat. Kondisi ini mempengaruhi tingkat kemampuan mereka dalam pengambi-lan kesimpulan dari konsep gerak yang mereka pelajari dengan pendekatan baru, sehingga ting-kat pemahaman konsep mereka menurun. Pada siklus-siklus berikutnya, terjadi proses asimilasi dan perubahan konseptual pada kognitif siswa sehingga muncul keakuratan pengorganisasian memori dan pemahaman siswa terhadap kon-sep Gerak semakin meningkat. Kondisi ini be-rinduksi pada peningkatan daya serap klasikal, prosentase siswa yang mencapai ketuntasan kkm, skor maksimal yang dicapai, jumlah siswa yang mendapatkan nilai tinggi (> 85), antusiasme dan tingkat percaya diri siswa dalam diskusi untuk menyampaikan, menanggapi dan mempertahan-kan pendapat. Disamping itu, siswa lebih mudah untuk dibawa pada konsep-konsep yang lebih da-lam pada bab Gerak, pemahaman siswa semakin maju ketika peta konsep yang mereka buat dico-cokkan dengan peta konsep kunci.

Hasil survey angket yang dilakukan, diper-oleh 26 siswa (± 89.66 %) dari seluruh responden kelas VII E yang berjumlah 29 siswa berpendapat sangat setuju atau setuju bahwa pendekatan peta konsep-kontruktivisme mampu meningkatkan motivasi dan pemahaman konsep IPA semester II bab Gerak.

Kendala yang didapatkan pada classroom action research ini adalah banyak waktu yang ter-buang, diskusi kelompok dalam pembuatan peta konsep tidak sesuai dengan jadwal pembelaja-ran yang direncanakan, dan siswa tidak mampu merumuskan sampai pada persamaan matema-tis, sehingga guru harus menerangkan kembali konsep gerak secara matematis. Hal ini dimung-kinkan tidak tersedianya panduan materi yang memadai dari guru untuk dasar pembuatan peta konsep dan pembelajaran bagi siswa.

PENUTUP

Dari penelitian ini didapatkan bahwa pendekatan peta konsep-konstruktivisme dapat menuntaskan salah satu masalah pembelajaran siswa kelas VII E SMP 2 Kesesi Pekalongan ta-hun pelajaran 2011/2012, meningkatkan moti-vasi siswa dalam aspek antusiasme belajar dan kemampuan untuk berpendapat, menanggapi dan mempertahankan pendapat, dan dapat me-

capai ketuntasan kkm 11,68 % dan daya serap klasikal 52,67 %. Berdasarkan perhitungan, stan-dar deviasi data 17, 12 dan chi kuadrat hitung 14, 50. Hasil chi-kuadrat hitung lebih kecil dari chi kuadrat tabel 41,337 dengan α = 0, 05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi seca-ra normal. Hasil posttest setelah pendekatan peta konsep-konstruktivisme, didapatkan skor teren-dah siswa 42, siswa yang mencapai skor maksi-mal 6,8 %, siswa yang mencapai skor >85 sebany-ak 41,38 %, daya serap klasikal mencapai 71,65 %, dan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan kkm meningkat menjadi 72,09 %. Berdasarkan perhitungan, standar deviasi data 14,39 dan chi kuadrat hitung 148,05. Hasil chi kuadrat hitung lebih besar dari chi kuadrat tabel 41,337 dengan α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara tidak normal.

Gambar 1. Diagram Pemahaman konsep dan tingkat pemahaman siswa pada konsep gerak sebelum dan setelah pendekatan peta konsep-konstruktivisme

Kondisi ini menunjukkan adanya pe-ningkatan pemahaman konsep siswa melalui pendekatan peta konsep-konstruktivisme. Pada siklus I, siswa teramati masih kebingungan dalam proses pembuatan peta konsep. Hasil evaluasi sik-lus I, daya serap klasikal siswa 44,53 %, tidak ada siswa yang mencapai hasil >85, dan ketuntasan siswa dalam pencapaian KKM 37,21 %. Kondisi ini, lebih rendah dari hasil evaluasi pembelaja-ran (pretest) sebelum pendekatan peta konsep-konstruktivisme. Hasil pembelajaran pada siklus I menjadi refleksi untuk siklus II. Pada sisklus II, hasil pembelajaran dan pemahaman konsep siswa meningkat. Daya serap klasikal 59,10 %, empat siswa mencapai skor > 85, dan ketuntasan siswa dalam pencapaian kkm 41,86 %. Pada siklus III, daya serap klasikal meningkat menjadi 66,85 %, sebanyak 13 siswa mencapai skor > 85, dan ke-tuntasan siswa dalam pencapaian kkm 72,09 %.

Pada awal tindakan, tingkat pemahaman konsep siswa menurun, tetapi pada proses be-

Page 29: JPII 2.1 Edisi Khusus

25Tasiwan / JPII 2 (1) (2013) 20-25

ningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap konsep Gerak

Pendekatan peta konsep-konstruktivis co-cok untuk menanamkan konsep-konsep dasar IPA bab Gerak. Pendekatan ini akan lebih baik jika guru memberikan panduan materi dan dipa-dukan dengan pendekatan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O.R. 1992. Some interrelationships between constructivist models of learning and cur-rent neurobiological theory with implications for science education. Journal Research Science Teacher. Vol. 29 :1037–1058.

Chang, K.E., Sung Y.T., Chen, I.D. 2002. The effect of concept mapping to enhance text comprehen-sion and summarization. The Journal of Experi-mental Education. Vol. 71 (1): 5–23.

Dhindsa, H.S., Kasim, M., Anderson, O.R. 2010. Constructivist-visual mind map teaching ap-proach and the quality of students’ cognitive structures. Journal Science Education Technologi. DOI 10.1007/s10956-010-9245-4.

Ebenezer, J.V., Gaskell, P.J. 2005. Relational conceptu-al change in solution chemistry. Journal Science

Education. Vol. 79 (1): 1–17.Holliday, W.G. 2000. Textbook illustrations: Fact or

filler? Journal Science Teacher. Vol. 57 (9): 27-29.Joyce, B., Murphy, C., Shower, B., Murphy, J. 1989.

School renewal as cultural change. Journal Educa-tional Leadership. Vol. 47 (3): 70 -78.

Linder, C.J. 1993. A challenge to conceptual change. Journal Science Education. Vol. 77 (3): 293–300.

Nieswandt, M. 2001. Problems and possibilities for learning in an introductory course from con-ceptual model. Journal Science Education. Vol. 85: 158–179.

Novak, J.D., & Musonda, D. 2001. A twelve-year lon-gitudinal study of science concept learning. American Educational Research Journal. Vol. 28: 117–153.

Sharan, S. 1990. Cooperative learning : Theory and re-search. New York: Preager.

Smith, E.L., Blakeslee, T.D., Anderson, C.W. 1993. Teaching strategies associated with conceptual change learning in science. Journal Research Sci-ence Teacher. Vol. 27: 247–266.

Stylianidou, F., & Ormerod, F. 2002. Analysis of sci-ence textbook pictures about energy and pupils’ readings of them. International Journal of Sci-ence Education. Vol. 24 (3): 257-283.

Page 30: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 26-31

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGKLASIFIKASIKAN MAKHLUK HIDUP MELALUI KEGIATAN LABORATORIUM (PRAKTIKUM)

BERBASIS INKUIRI

Suyono*, D. S. Bimo

SMP Negeri 4 Juwana, Pati, Jawa Tengah, Indonesia

Diterima: 20 Januari 2013. Disetujui: 3 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan makluk hidup melalui kegiatan laboratorium berbasis inkuiri. Penelitian ini menerapkan kegiatan laboratorium (praktikum) berbasis inkuiri. Pada siklus I hingga siklus II, penerapan kegiatan praktikum berbasis inkuiri telah meningkatkan penge-tahuan siswa dari 66% menjadi 83%. Sekurang-kurangnya 80% siswa dalam kelas menyelesaikan soal dengan benar dengan mendapatkan skor 80 dan 20 % siswa yang mendapat skor kurang 75.

ABSTRACT

This study aims to improve the ability of the students to classify living beings through inquiry-based laboratory activities. This study applied laboratory activities (lab)-based inquiry. In the first cycle to the second cycle, the implementation of inquiry-based lab activities have increased the knowledge of students from 66% to 83%. At least 80% of students in the classroom to solve problems correctly to get a score of 80 and 20% of students who score less than 75.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: To classify human life; inquiry; experiment

PENDAHULUAN

Dalam pembelajaran IPA siswa diharap-kan tidak sakedar memahami konsep, prisip melainkan guru perlu memfasilitasi agar siswa memiliki pengalaman berinteraksi dengan ob-yek pembejaran yang sedang dipelajari. Kegiatan menemukan konsep dan fakta dalam IPA untuk konsep klasifikasi makhluk hidup, dapat mem-beri kesempatan siswa untuk beriteraksi dengan sumber belajar yang akan dipelajari.

Berdasarkan temuan guru dalam memfasi-litasi belajar siswa untuk konsep mengklasifika-si makhluk hidup, sebagaian besar siswa belum mampu mengklasifikasikan makhluk hidup. Be-berapa contoh makhluk hidup yang dibahas keti-

ka pembelajaran diadakan evaluasi ternyata hasil yang didapat siswa kurang memuaskan dengan demikian data hasil belajar menunjukan bahwa siswa yang tuntas untuk konsep tersebut 25 % dan yang tidak tuntas 75 % .

Analisis fakta dan data pembelajaran me-nunjukkan terdapat masalah pada siswa yang belajar mengklasifikasikan makhluk hidup. Ke-tidakmampuan sebagian basar siswa karena ku-rangnya dorongan untuk mencari dan menemu-kan konsep mengklsifikasi makluk hidup dari berbagi sumber balajar.

Guru dalam pelaksanaan pembelajaran klasifikasi perlu menerapkan strategi belajar ber-basis inkuiri untuk mengatasi permalahan belajar siswa. Pembelajaraan berbasis inkuiri diterapkan karena dengan pembelajaraan inkuiri dapat men-dorong siswa belajar lebih aktif lagi.*Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

Page 31: JPII 2.1 Edisi Khusus

27Suyono & D. S. Bimo / JPII 2 (1) (2013) 26-31

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah pembelajaran biologi berbasis inkuiri dapat meningkatkan kemampuan meng-klasifikasikan makhluk hidup? 2) Apakah pem-belajaran biologi berbasis inkuiri dapat mening-katkan aktivitas siswa dalam mengklasifikasikan makhluk hidup?

Tujuan penelitian ini meningkatkan ke-mampuan dan aktivitas siswa mengklasifikasikan makhluk hidup, yang dapat memberi kesempatan siswa untuk beriteraksi dengan sumber belajar. Model inkuiri merupakan salah satu model pem-belajaran yang menitik beratkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar (Hertien, 2001). Mo-del pembelajaran inkuiri yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah model latihan inkuiri (inquiry training) yang dimodifikasi. Guru mem-berikan problem dan menyediakan bahan, alat-alat kemudian siswa diminta untuk memecahkan problem tersebut melalui pengamatan, eksplorasi melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya.

Zubaidah (2002) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingku- ngan. Faktor dalam terdiri dari: (1) jasmaniah (ke-sehatan, cacat tubuh), (2) psikologis (inte-legensi, perhatian, minat, bakat, motif, kema-tangan, kesiapan), (3) dan kelelahan. keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara orang tua mendidik,relasi antar anggota keluarga,suasana rumah,tua, latar belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode me- ngajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,bentuk kehidupan masyarakat).

Sidharta (2005) menyatakan bahwa hasil belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pe-ngetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afek-tif). Oleh karena itu, apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan ti-dak hanya berupa penguasaan konsep tetapi juga keterampilan dan sikap. Hasil penelitian Schlen-ker dalam Marimuthu (2004), menunjukkan bah-wa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemaha-man sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.

Dalam pembelajaran dengan metode in-kuiri, siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalahan yang diberi-kan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti sikap ilmuan sains yang teliti, tekun/ulet, objektif/ jujur, menghormati penda-pat orang lain dan kreatif. Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran dengan metode inkuiri ini, yaitu: 1) Siswa akan memaha-mi konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 2) Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru. 3) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. 4) Mendorong siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri. 5) Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik, 6) Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.

Dalam merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kapabilitas yang dapat dipelajari oleh siswa, yaitu informasi verbal, ke-terampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Kelima hal tersebut untuk selanjutnya dapat dikaji kelemahan dan kekuatan di dalam setiap pelaksanaan pembe-lajaran sehingga akan diperoleh analisis kasus pembelajaran yang baik (Saito, 2010). Strategi pengorganisasian materi pembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses berpikir, yaitu pemben-tukan konsep, interpretasi konsep, dan aplikasi prinsip. Strategi-strategi tersebut memegang pera-nan sangat penting dalam mendesain pembelaja-ran. Kegunaannya dapat membuat lebih tertarik dalam belajar, belajar bertolak dari prerequisites, dan menuntut peran aktif. Kegiatan belajar me-nemukan yang terlatih dan fokus dapat membe-rikan dampak nyata sebagai bentuk belajar aktif berbuat (Nugent, 2008).

Dalam pengajaran IPA dalam hal ini bio-logi, pembelajaran melalui model seperti ini akan membawa dampak besar bagi perkembangan mental positif siswa, sebab melalui pengajaran ini siswa mempunyai kesempatan yang luas un-tuk mencari dan menemukan sendiri apa yang di-butuhkannya terutama dalam pembelajaran yang bersifat abstrak seperti topik listrik.

Pada dasarnya keberhasilan belajar biolo-gi menunjukan keberhasilan dalam memahami konsep – konsep biologi dan menyelesaikan soal – soalnya. Oleh kerena siswa diharapkan dalam memahami konsep–konsep biologi dan menye-lesaikan soal –soal. Inilah yang menyebabkan siswa berprestasi tinggi cenderung membuat mo-del dalam memahami konsep-konsep biologi dan menyelesaikan soal dan konsisten dalam menen-tukan langkah-langkah selanjutnya sehinga men-

Page 32: JPII 2.1 Edisi Khusus

Suyono & D. S. Bimo / JPII 2 (1) (2013) 26-3128

capai hasil akhir Bertolak dari hasil tersebut perlu dikem-

bangkan suatu pola untuk meningkatkan meng-klasifikasikan makhluk hidup. Rambu-rambu yang dapat dikemukakan untuk pengembangan mengklasifikasikan makhluk hidup adalah seba-gai berikut: 1) Memacu siswa berfikir kritis. 2) Memacu siswa untuk membuat kata – kata yang tepat agar dapat menjelaskan kepada teman lain. Ini akan memacu siswa mengembangkan ke-mampuan verbal dan sosialnya. 3) Diskusi yang terjadi tidak di dominasi oleh siswa–siswa terten-tu tapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif.

Metode inkuiri juga memiliki beberapa kekurangan: 1) Membutuhkan banyak waktu dibanding metode ceramah, 2) Bagi guru mem-butuhkan konsentrasi dan tenaga yang ekstra ka-rena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.

Penelitian yang dilakukan harus selalu be-rangkat dari masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering merupakan hal yang paling sulit dalam proses penelitian.

Masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara apa yang seharusnya (harapan) dengan apa yang ada dalam kenyataan sekarang. Kesen-jangan tersebut dapat mengacu ke ilmu pengeta-huan dan teknologi, ekonomi, politik, sosial bu-daya, pendidikan dan lain sebagainya. Penelitian diharapkan mampu mengantisipasi kesenjangan-kesenjangan tersebut. Salah satu jenis peneliti-an dalam bidang pendidikan adalah Peneltian Tindakan Kelas, yang dilakukan dengan mene-rapkan metode-metode pengajaran ketika pro-ses belajar berlangsung di kelas dengan harapan meningkatkan prestasi belajar siswa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kedudukan perumusan atau formulasi masalah penelitian merupakan sua-tu langkah awal yang menentukan keberhasilan langkah-langkah selanjutnya. Orang menyatakan bahwa jika peneliti berhasil merumuskan masa-lah penelitian dengan baik dan benar, berarti ia telah melampaui separo jalan. Dengan rumusan masalah yang jelas dan tajam, maka peneliti akan mampu meletakkan dasar teori dan atau kerangka konseptual pemecahan masalah, hipotesis tinda-kan akan dapat dirumuskan karena berdasarkan rumusan masalah dapat diidentifikasi dan dite-tapkan alternatif solusinya atau tindakan tepat yang perlu dilakukan. Demikian pula data apa yang harus dikumpulkan untuk mengkaji atau se-bagai bahan refleksi atas tindakan yang telah dan sedang dilakukan untuk memperbaiki, mening-

katkan dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik sesuai dengan apa yang diharapkannya dalam penelitian tindakan.

Masalah dapat diartikan sebagai penyim-pangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar – benar terjadi, antara teori dengan prak-tek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian tinda-kan kelas yang direncanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas 4 (empat) tahap, yaitu pe-rencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi (Susilo, Husnul dan Yuyun, 2009). Taha-pan masing masing siklus yang ditempuh sebagai berikut. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam perencanaan; a) menyusunan perangkat pembelajaran b) merancang panduan yang akan digunakan siswa dalam melakukan kajian terha-dap penelitian pendidikan IPA di sekolah; c) me-nyusun instrumen penilaian dan d) menentukan observer yang akan diminta untuk mengumpul-kan data dan fakta dalam pelaksanaan pembela-jaran.

Pelaksanaan tindakan dalam proses pem-belajaran akan dilakukan sebanyak 2 siklus. Ma-sing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemu-an. Bentuk kegiatan pembelajaran, siswa dengan bimbingan guru akan melaksanakan mengklasi-fikasi makhluk hidup yang masing-masing siklus ditempuh dalam 2 kali pertemuan pembelajaran IPA di sekolah.

Tahapan pelaksanaan pembelajaran me-liputi: a) penelitian pelaksanaan pembelajaran IPA di sekolah; b) siswa secara individu berlatih menelusuri, menentukan dan setiap pertemuan pembelajaran; c) melakukan pembelajaran IPA; Proses mengobservasi untuk mengumpulkan data penelitian yang dilakukan pada saat pembe-lajaran. Kegiatan mengobservasi dilakukan oleh dua orang observer, untuk mengumpulkan data yang terdiri dari: a) aktivitas pembelajaran IPA di sekolah b) penilaian kinerja guru dalam pelaksa-naan pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian dikumpulkan pada siklus 1yang terdiri dari: keaktifan siswa selama kegiatan berlangsung, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 33: JPII 2.1 Edisi Khusus

29Suyono & D. S. Bimo / JPII 2 (1) (2013) 26-31

Tabel 1. Keaktifan Belajar Siswa Selama Pelaja-ran Klasifikasi Makluh Hidup Berlangsung Sik-lus I

Tingkatkeaktifan

Aspek yang diamati (Jumlah siswa )

1 2 3 4Sangat aktif 36 30 36 3Aktif - 6 - 16Kurang aktif - - - 17Tidak aktif - - - -

(1 = membaca, 2 = mencatat, 3 = menyusun hasil praktek, 4 = mengajukan pertanyaan/jawaban.)

Siswa sebanyak 36 orang secara keselu-ruhan mengumpulkan hasil praktek dan dinilai dengan rentang nilai 0 sampai 100. Nilai laporan siklus I disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Nilai laporan praktikum pada siklus I

Nilai laporan praktikum pada siklus I disajikan pada gambar 1. Selain data keaktifan siswa, pada siklus ke dua juga diperoleh nilai si-kap siswa. Hasil observasi terhadap keaktifan be-lajar siswa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekap Keaktifan Belajar Siswa Selama Melakukan Klasifikasi Makhluk Hidup pada Sik-lus 2

Tingkat Keaktifan

Aspek yang diamati1 2 3 4

Sangat Aktif 36 30 36 6Aktif - 6 - 10Kurang Aktif - - - 20Tidak Aktif - - - -

(1 = membaca, 2 = mencatat, 3 = menyusun hasil kajian, 4 = mengajukan pertanyaan/jawaban)

Nilai laporan mengklasifikasi makhluk hi-dup siklus II disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai Laporan Mengklasifikasi Makh-luk Hidup Siklus 2

Tabel 3. Rentang Nilai yang Diperoleh Setelah Melakukan Mengklasifikasi Makhluk Hidup

Rentang Nilai Jumlah siswa86 – 100 281 – 85 1271 – 80 1766 – 70 5Jumlah 36

Dalam rangka mengetahui sikap siswa se-telah pelaksanaan pembelajaran selesai, setiap siswa mengisi angket. Data angket siswa disaji-kan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sikap Siswa Setelah Pembelajaran Bera-khir

PernyataanJumlah siswa

Sangat Setuju Setuju

Pendidikan IPA di sekolah penting sebagai sumber belajar.

29 7

Apakah menjadi lebih memahami permasalahan pembelajaran IPA di sekolah

31 5

Pengalaman nyata mempermudah dalam menyusun laporan

30 6

Apakah siswa menjadi lebih menarik setelah pembelajaran biologi

33 3

Page 34: JPII 2.1 Edisi Khusus

Suyono & D. S. Bimo / JPII 2 (1) (2013) 26-3130

rampilan proses siswa baik aktivitas positif mau-pun negatif, kinerja guru dalam pembelajaran dan kejadian-kejadian istimewa selama kegiatan praktikum berlangsung. Penilaian hasil belajar, rancangan eksperimen dan laporan hasil eksperi-men dilakukan setelah kegiatan praktikum siklus II berakhir. Berdasarkan hasil pengamatan siklus II, kegiatan dan hasil pembelajaran belum men-capai indikator keberhasilan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan eksperimen siswa belum menyertakan variabel dan hipotesis yang akan diuji. Prosedur belum disusun secara sistematis. Pelaksanaan eksperimen dilakukan tidak me-ngontrol faktor-faktor yang dapat mempenga-ruhi hasil eksperimen. Dari hasil refleksi di atas disusun rancangan siklus II dengan melatih siswa mengidentifikasi variabel dan merumuskan hipo-tesis yang akan diuji dalam eksperimen. Kegiatan dilakukan di laboratorium dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memodifikasi alat dan bahan yang diperlukan dalam eksperi-men.

Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, sudah berhasil meningkatkan prestasi siswa dalam ma-teri pembelajaran IPA namun perlu perbaikan lebih lanjut melalui pembelajaran yang akan da-tang. Perbaikan pembelajaran merupakan tugas siswa yang perlu penanganan bimbingan dan per-lakuan khusus, hal ini sebagai catatan guru da-lam setiap pembelajaran.

Dari kedua tabel dan grafik di atas me-nunjukkan adanya peningkatan hasil tes formatif siswa, siklus I mengalami peningkatan dari 66,9 dan siklus II meningkat menjadi 86,1. Ini menun-jukkan prestasi belajar yang sangat baik. Tingkat ketuntasan prestasi belajar siswa dari siklus I 24 %, siklus II menjadi 83 %. Ini menunjukkan bah-wa setelah diadakan perbaikan pembelajaran sis-wa semakin memahami materi yang disampaikan oleh guru. Ini terbukti adanya peningkatan nilai hasil tes formatif, serta ketuntasan belajar siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I pembelaja-ran melalui pemanfaatan tumbuhan dan hewan di lingkungan sekitar. Secara bergantian siswa maju melaksanakan tugas secara berulang. De-ngan pemanfaatan lingkungan sebagai alat pera-ga merupakan strategi pembelajaran yang dapat mengundang perhatian siswa, ditambah dengan pemberian tugas rumah, ternyata siswa berha-sil meningkatkan prestasi dan kemampuannya dalam mengklasifikan. Demikian pula strategi pembelajaran yang dilakukan pada siklus II. Ter-motivasinya belajar siswa ternyata cukup banyak membantu penguasaan konsep siswa dalam me-nerima materi pelajaran. Alat peraga dapat diha-

Permasalahan yang diatasi melalui pene-litian ini berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan pembelajaran bahwa siswa dalam menyusun la-poran. Maka guru perlu segera mengambil lang-kah untuk memperbaiki pembelajaran tersebut, agar siswa dapat memahami materi pembelaja-ran. Skenario pada pelaksanaan pembelajaran siklus I diubah pada pembelajaran siklus II de-ngan metode yang disesuaikan yaitu diskusi de-ngan memanfaatkan benda-benda di lingkungan sekitar untuk perbaikan pembelajaran. Perenca-naan pada siklus II dilakukan dengan menyusun instrumen yang berupa skenario pembelajaran dan soal mengklasifikasikan makhluk hidup. Guru menyampaikan permasalahan tentang mengklasifikasikan makhluk hidup. Siswa mela-kukan persiapan untuk diskusi kelompok.

Kelompok dibentuk oleh guru secara he-terogen dengan mempertimbangkan kemampu-an akademik dan distribusi jenis kelamin. Setiap kelompok terdiri atas maksimal 4 (empat) orang, dengan identitas kelompok dipilih berdasarkan kesepakatan anggota dengan menggunakan is-tilah dalam mengklasifikasikan makhluk hidup. Untuk mengamati siswa dalam kegiatan ekspe-rimen disusun lembar pengamatan (instrumen 2 – lampiran 2). Pada siklus ini guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan praktikum berbasis in-kuiri. Hal ini dilakukan sebab pada umumnya ke-giatan praktikum sebelumnya dilakukan dengan menggunakan rancangan eksperimen yang telah disediakan oleh guru. Selain itu, guru memberi-kan tugas diskusi kelompok dengan merumuskan permasalahan yang harus dijawab sebagai hasil diskusi. Guru menyampaikan rumusan masalah yang harus didiskusikan. Siswa melakukan dis-kusi kelompok tentang faktor-faktor yang berpe-ngaruh terhadap klasifikasi. Hasil diskusi ditulis pada kertas. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan cara menempel kertas di de-pan kelas.

Salah seorang siswa ditugasi untuk me-nginventarisasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mengklasifikasikan makhluk hidup dengan menuliskan faktor-faktor yang berbeda di papan tulis dan mengeliminir faktor yang sama. Kelompok siswa melakukan diskusi untuk memi-lih salah satu faktor yang mempengaruhi meng- klasifikasikan makhluk hidup. Siswa secara berkelompok melaksanakan eksperimen berda-sarkan rancangan yang telah disusun. Kegiatan pembelajaran diamati oleh pengamat guru mata pelajaran sejenis. Setiap observer mengamati beberapa kelompok yang berbeda, sehingga ak-tivitas semua siswa dalam pembelajaran dapat terekam. Pengamatan dilakukan terhadap kete-

Page 35: JPII 2.1 Edisi Khusus

31Suyono & D. S. Bimo / JPII 2 (1) (2013) 26-31

rapkan dapat memperlancar serta meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Untuk memupuk kreativitas guru dan siswa dalam menggunakan alat peraga, dapat diambil kesimpulan bahwa alat peraga adalah alat bantu atau pelengkap yang digunakan guru untuk menerangkan atau mewujudkan konsep sehingga dapat memupuk kreativitas guru dan siswa untuk memperlancar dan meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Alat peraga dalam pelaksanaan pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembelajaran IPA. Karena penanaman konsep IPA yang abstrak akan dapat membuat siswa le-bih kreatif, menyenangkan, belajar lebih efektif, cepat, merata, sistematik, teratur, dan terarah. Dari data observasi minat siswa dalam belajar IPA diperoleh hasil kurang baik, hal ini disebab-kan karena dalam membuat laporan dan mem-presentasikan hasil penemuannya kurang terbia-sa. Dari data observasi ulangan siswa diperoleh hasil baik, hal ini karena siswa sudah lancar dan mulai senang.

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2, tampak belum dapat dicapai. Penilaian pada siklus I terhadap Rentang nilai pengetahuan an-tara 40 – 90 dengan rata-rata 66,9 memberi pe-tunjukan kemampuan siswa dalam kelas tidak merata. Pengamatan terhadap siswa, pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan sebesar 80%. Pada umumnya, siswa-siswa lebih senang mengikuti pembelajaran de-ngan praktikum. Praktikum di laboratorium memberikan interaksi yang lebih longgar antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa.

PENUTUP

Berdasarkan hasil pengamatan pada tinda-kan siklus I dan siklus II bahwa kemampuan siswa dalam proses belajar pada latihan menger-jakan tugas menunjukkan kecenderungan me-ngalami peningkatan dari sebelumnya (pra-tin-dakan), yaitu sebelum dilaksanakan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran mengklasifikasikan makhluk hidup. Hal ini me-nunjukkan bahwa prestasi dan ketuntasan siswa

masih sangat rendah dalam penguasaan mate-ri tentang mengklasifikasi makhluk hidup Dari kesimpulan diatas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: a) Bagi siswa perlu banyak latihan dari pengetahuan atau pengalaman yang dialami sendiri (kontekstual) melalui belajar ke-lompok dan berdiskusi antar teman. b). Bagi guru, perlu memberikan contoh-contoh pembe-lajaran mengenai mengklasifikasikan makhluk hidup dengan penerapan pendekatan kontekstual kepada siswa dan mendorong siswa untuk meng-hubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dalam kehidupannya sehari-hari. c).Bagi Kepala Sekolah, perlu motivasi dan supervisi kepada para guru berkaitan dengan upaya perbaikan dan peningkatan efektivitas pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Hertien, Yusuf, dan Any. 2001. Penerapan Metode Penemuan (Discovery Dan Inquiry) Pada Ke-giatan Laboratorium Biokimia Di Jurusan Pen-didikan Biologi. Jurnal Pengajaran MIPA. Vol. 2 (1): 41-53.

Marimuthu, T. 2004. An Insight into Constructivism and Discovery Inquiry in the Teaching of Sci-ence by Secondary School Trainee Teachers during Practicum. Journal of Science Learning and Teaching. Vol. 6 (4).

Nugent, G. 2008. The Impact of a Field-Based, Inqui-ry-Focused Model of Instruction on Preservice Teachers’ Science Learning and Attitudes. Elec-tronic Journal of Science Education. Vol. 12 (2).

Saito. 2010. Case Study of Indonesian Mathematics and Science Teacher. Journal of In-service Edu-cation. Vol. 32 (2): 171-184.

Sidharta, A. 2005. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium Sebagai Waha-na Pendidikan Sains Siswa SMP. Jurnal Peneli-tian Kependidikan. Vol. 13 (2): 32-56.

Susilo, H., Husnul C, dan Yuyun, D. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Bayumedia Pu-blishing.

Zubaidah, S. 2002. Beberapa alternatif pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman terhadap istilah atau konsep Biologi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Vol. 9 (1): 23-24.

Page 36: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 32-39

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PENGGUNAAN WALLCHART UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISTEM PEREDARAN DARAH

Sunarmi*

SMP Negeri 1 Kembang Jepara, Jawa Tengah, Indonesia

Diterima: 20 Januari 2013. Disetujui: 3 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep sistem peredaran darah melalui penggunaan wallchart. Hasil penelitian menunjukan 79% siswa yang tuntas belajar sistem peredaran darah. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dapat disimpulkan penggunaan wallchart dapat meningkatkan pemahaman konsep sistem peredaran darah.

ABSTRACT

This study aims to improve at understanding the concept circulatory system through the use wallchart. The re-sults showed 79% of students who completed studying the circulatory system. Based on the results that have been obtained can be concluded wallchart use can improve the understanding of the concept of the circulatory system.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: understanding the concept; wallchart; circulatory system

PENDAHULUAN

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang berhubungan dengan sumber daya manu-sia, perlu meningkatkan kualitas yang dalam hal ini adalah prestasi akademik dan keahlian para siswa. Salah satu prestasi akademik adalah pe-lajaran Ilmu pengetahuan alam (IPA) yang ma-terinya menyangkut gejala alam hidup dan tak hidup. Dengan adanya perkembangan ilmu pe-ngetahuan dan teknologi (IPTEK) dan beberapa penemuan baru tentang berbagai macam penya-kit, penemuan bibit unggul, sumber makanan baru, cara perkembang biakan makhluk hidup, pemberantasan hama dan penyakit, penemu-an vaksin, dan cara penanganan penyakit yang menuntut adanya perkembangan dalam proses pembelajarannya.

Bagian dari mata pelajaran Ilmu Pengeta-huan Alam (IPA) adalah biologi yang materinya

berhubungan langsung dengan makhluk hidup yang termasuk di dalamnya adalah semua proses yang terjadi pada hewan, tumbuhan dan manu-sia. Dalam biologi banyak materi yang merupa-kan pemahaman konsep dan pengusaan istilah bahasa latin yang menurut taraf berfikir anak usia SMP merupakan hal yang kurang menye-nangkan. Untuk itu diperlukan respon atau rang-sangan agar siswa dapat menyukai materi sehing-ga terbentuk konsep awal. Konsep tersebut akan menjadi bahan dasar untuk berfikir, belajaryang pada akhirnya dapat digunakan untuk meme-cahkan masalah. Sementara sebagian siswa ma-sih menemukan kesulitan belajar IPA sehingga mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Selain itu mata pelajaran Ilmu Pengeta-huan Alam juga mengajarkan sikap teliti, cermat, ilmiah serta obyektif sehingga dalam proses pem-belajaran di kelas guru perlu memfasilitasi cara belajar yang tepat agar sikap-sikap tersebut dapat dicapai melalui kegiatan pembelajaran. Terdapat beberapa konsep IPA yang berupa siklus atau ba-*Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

Page 37: JPII 2.1 Edisi Khusus

33Sunarmi / JPII 2 (1) (2013) 32-39

gan yang sementara dari temuan guru di kelas, siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep tersebut. Melalui pemilihan cara mengajar yang tepat untuk materi yang menyaji-kan siklus atau bagan maka diharapkan kesulitan belajar siswa dapat diatasi.

Kesulitan belajar siswa yang ditemukan di SMP Negeri 1 Kembang dalam pembelajaran IPA berdampak pada hasil belajar. Hal ini terbuk-ti dari nilai ulangan harian materi Sistem Per-nafasan KKM KD =75 , pada klas 8B hasilnya tidak memuaskan karena masih 60 % siswa yang belum tuntas, dijumpai nilai 30 lebih dari 3 sis-wa dan belum ada yang mencapai nilai 100. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat, atau materi yang tidak me-narik sehingga, tingkat ketertarikan rendah yang berimbas pada hasil belajar yang rendah.

Berdasarkan permasalahan yang telah te-ridentifikasi bahwa kesulitan siswa memahami materi yang berupa siklus atau bagan, maka di-tentukan pilihan tindakan untuk mengatasi per-masalahan siswa dengan menggunakan wallchart. Bahan ajar dalam bentuk wallchart dipilih sebagai bentuk tindakan karena dapat menjadi alat bantu menyajikan materi yang berbentuk siklus. Keung-gulan wallchart yaitu;(1) menunjukan visualisasi yang jelas, ringkas dari suatu proses atau hubu-ngan, (2) penyajian materi yaang berupa siklus atau nagan menjadi lebih menarik dan dapat ber-hasil dengan baik dan efisien.

Tujuan penelitian ini adalah untuk me-ningkatkan hasil belajar siswa pada konsep sis-tem peredaran darah, yang materinya berhubun-gan dengan siklus.

Belajar adalah merupakan suatu tahapan perubahan perilaku manusia yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan ling-kungan yang melibatkan aktivitas kognitif, meli-puti persepsi atau pengamatan, tanggapan, aso-siasi, fantasi, memori atau ingatan, berfikir dan kecerdasan (Ismail, 2007).

Pengelolaan pembelajaran merupakan suatu proses penyelenggaraan interaksi antara siswa, pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan. Siswa adalah siswa yang mengala-mi pembelajaran, pendidik dalam hal ini adalah guru, serta sumber belajar dan media-media yang dapat mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar.

Kegiatan belajar memegang peranan pen-ting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan bahkan persepsi manusia. Be-lajar bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam diri seseorang mencakup perubahan ting-kah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,

ketrampilan. Menurut Mustami (2007) salah satu keterampilan yang harus diberikan kepada siswa adalahketrampilan mengembangkan daya cipta atau pemikiran kreatif agar nantinya menjadi in-dividu yang kreatif.

Dunn dalam Jacobsen (2009) gaya bela-jar siswa ada 3 yaitu; a) Gaya belajar visual yaitu gaya belajar yang menitik beratkan pada ketaja-man penglihatan; b) Gaya belajar Auditori yaitu Gaya belajar yang menitikberatkan pada pende-ngaran untuk memahami konsep dan menyim-pan informasi; dan c) gaya belajar kinestetik yaitu gaya belajar ini siswa dapat belajar dengan baik jika melakukan kegiatan fisik, melakukan gerak dan praktik.

Dengan mengenali gaya belajar guru da-pat menentukan strategi pengajaran yang sesuai dapat digunakan dan memenuhi kehendak siswa. Selain itu, dapat bermanfaat untuk mengatasi kendala dalam pembelajaran (Irianto, 2008).

Pengertian belajar mengandung tiga un-sur utama yaitu: perubahan tingkah laku, pe- ngalaman dan lamanya perubahan tingkah laku. Siswa dalam proses belajar berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar dapat diartikan suatu proses atau usaha yang pada akhir kegiatan ter-dapat adanya perubahan tingkah laku, keahlian, pengetahuan , ketrampilan dan mampu memaha-mi diri sendiri dan linkungan, sehingga mencapai aktualisasai yang sebaik- baiknya.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar salah satu dapat dili-hat dari hasil belajar siswa. Hasil belajar yang bersifat kognitif dapat diperoleh dengan cara me- ngerjakan tes tertulis, tes lisan maupun penuga-san. Hasil belajar yang bersifat afektif dan psi-komotor diperoleh dengan cara observasi yaitu mengamati perubahan tingkah laku, ilmu penge-tahuan dan ketrampilanya. Hasil belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku yang dipero-leh pebelajar setelah mengalami aktivitas (Anni, 2006).

Hasil belajar dapat didefinisikan sebagai keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran yaitu seberapa jauh keefektifan proses belajar mengajaryang diukur dengan memberikan tes se-cara lisan maupun tertulis.Hasil belajar dikelom-pokan menjadi 3 yaitu: 1) Ranah kognitif, yang berhubungan dengan pengetahuan, kemampuan dan keahlian intelektual.Ranah kognitif melipu-ti pengetahuan, pemahaman, penerapan, anali-sis, sintesis dan penilaian; 2) Ranah afektif yang berkaitan dengan perasaan sikap dan minat.

Page 38: JPII 2.1 Edisi Khusus

Sunarmi / JPII 2 (1) (2013) 32-3934

Penilaianya meliputi penerimaan, penanggapan, penilaian, pengorganisasian dan pembentukan pola hidup; dan 3) Ranah psikomotor yang ber-tujuan untuk menunjukan kemampuan fisik se-perti ketrampilan motorik syaraf, memanipulasi obyek dan koordinasi syaraf (Bloom dalam Anni, 2006).

Seseorang yang telah mengalami pembe-lajaran akan menunjukan perubahan-perubahan kejiwaan, sikap dan kedewasaan.Hasil belajar merupakan perubahan yang harus dicapai atau penguasaan tujuan belajar siswa selama proses belajar mengajar mencakup aspek kognitif, afek-tif dan psikomotor. Melalui hasil belajar juga dapat diketahui tingkat keefektifan proses belajar mengajar. Hasil belajar IPA aspek kognitif akan dilakukan penilaian pada akhir pertemuan.

Mata pelajaran IPA di SMP terbagi men-jadi fisika dan biologi. Istilah biologi berasal dari dua kata yaitu bios yang artinya hidup dan logos yang berarti ilmu. Berdasarkan kata tersebut bio-logi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempe-lajari tentang makhluk hidup dan gejala- gejala kehidupan. Mata pelajaran sains biologi dalam pembelajaranyaberkenaan dengan alam, baik be-rupa benda maupun gejala alam (Mulyaningrum, 2006). Karena berhubungan dengan kehidupan pelajaran IPA perlu mengadakan penelitian geja-la alam biotik, Untuk meningkatkan kompeten-si penelitian dalam bidang IPA dapat dilakukan dengan membiasakan siswa bekerja secara ilmiah sehingga dapat menumbuhkan kebiasaan berfikir dan bertindak yang merefleksikan penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan sikap ilmiah (So-piah, 2009).

Materi yang termasuk kedalam aspek bio-logi (living sciens) meliputi (a)struktur dan fung-si dalam sistem kehidupan , (b) reproduksi dan penurunan sifat, (c) keragaman dan adaptasi organisme, (c) regulasi dan tingkah laku, (d) po-pulai dan ekosistem, (e) keragaman dan adaptasi organisme (Wallde dalam BSNP, 2007). Biologi juga mempelajari tentang aspek energi dan ma-teri serta sains,teknologi masyarakat. Sedangkan obyek permasalahan biologi terdiri dari tingkat sel, tingkat jaringan, tingkat organ, tingkat or-ganisme, tingkat populasi, tingkat eosistem dan tingkat bioma.

Untuk mempermudah mempelajari biolo-gi maka para ahli menentukan langkah-langkah metode ilmiah yang terdiri dari menemukan masalah,mengumpulkan data, membuat hipo-tesis, merancang penelitian, pelaksanaan perco-baan, interprestasi data, membuat kesimpulan. Menurut Kabba (2009) proses pembelajaran IPA akan memperoleh hasil yang baik jika isi dan

prosedur pembelajaran diorganisasikan menjadi urutan yang bermakna, bahan disajikan dalam bagian-bagian yang tergantung pada kedalaman dan kesulitanya.

Pemilihan cara pembelajaran merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru agar pelaksanaan belajar mengajar dike-las lebih menarik dan mengasyikan. Menurut Rasyid (2008) guru berperan sebagai fasilitator sehingga harus memiliki kemampuan memilih media, bahan ajar dan model pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran secara konvensional yang menempatkan siswa sebagai obyek belajar harus diperbaharuhi agar siswa ditempatkan sebagai obyek sekaligus sebagai subyek belajar sehingga memperoleh pengalaman proses yang membantu memperkuat daya ingat (Fitriana, 2004).

Salah satu cara yang mungkin dapat di-kembangkan dan diterapkan dalam pembelaja-ran IPA di sekolah untuk konsep-konsep yang penyajiannnya dalam bentuk siklus atau bagan dapat digunakan Wallchart. Berdasarkan kajian teori, wallchart adalah bahan cetak, yang biasa-nya berupa bagan, siklus /proses atau gambar yang bermakna dan menunjukan posisi tertentu. Bahan ajar akan berfungsi alat namtu pembelaja-ran yang ikut mempengaruhi situasi, kondisi dan lingkungandalam rangka mencapai tujuan yang telah diciptakan dan didesain guru (Kurniawan, 2009).

Dalam penerapan wallchart guru menyiap-kan siklus atau bagan yang dipotong- potong se-perti puzel, siswa diminta menyusun puzel wall-chart dengan cara bekerja sama dengan teman dalam satu kelompok sehingga memungkinkan adanya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif dianta-ra kelompok (Muslikah, 2009). Dengan penyusu-nan puzel diharapkan siswa akan merasa senang dan tak terbebani dan secara tidak langsung su-dah mengamati dan membaca sebuah siklus, yang selanjutnya siswa diminta mengerjakan per-tanyaan yang berhubungan dengan siklus yang telah disusun.

Penyusunan Wallchart harus berisi 4 hal yaitu: 1) Judul yang diturunkan KD atau ma-teri pokok sesuai dengan besar kecilnya materi; 2) Petunjuk penggunaan wallchart dimaksudkan agar wallchart tidak terlalu banyak tulisan; 3)In-formasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik dalam bentuk gambar, bagan atau siklus; dan 4) Tugas- tugas ditulis pada kertas lain misal berupa tugas membaca buku tertentu yang terkait dengan materibelajar dan membuat resume. Tu-gas lain misalnya meminta siswa membuat gam-bar bagan atau siklus ulang. Tugas boleh mandiri

Page 39: JPII 2.1 Edisi Khusus

35Sunarmi / JPII 2 (1) (2013) 32-39

atau kelompok.Adapun keunggulan wallchart adalah:

1) Menunjukan visualisasi yang jelas, ringkas dari suatu proses atau hubungan; 2) Penyajian mate-ri lebih menarik dan dapat berhasil dengan baik dan efisien; 3) Mempermudah guru menyajikan materi karena wallchart dapat mengubah materi pelajaran abstrak menjadi lebih kongkrit.

Manfaat penggunaan bahan ajar wallchart antara lain: 1) Menumbuhkan daya tarik bagi sis-wa sehingga motivasi menulis siswa meningkat; 2) Mempermudah pengertian siswa; 3) Memper-jelas bagian-bagian penting; 4) Menyingkat suatu uraian.

METODE

Penelitian dirancang dengan metode pe-nelitian tindakan kelas yang direncanakan secara khusus untuk mengatasi permasalahan belajar siswa, karena kesulitan memahami konsep yang berhubungan dengan siklus pada materi sistem peredaran darah. Penelitian tindakan kelas, akan dilaksanakan selama 2 siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu; peren-canaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi (Su-silo, 2009). Tahapan masing-masing siklus yang akan ditempuh sebagai berikut. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam perencanaan; a) Me-nyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran materi sistem peredaran darah; b) Menyiapkan instrumen untuk aktivitas siswa; c) Menyiapkan instrumen kinerja guru; d) Menyiapkan lembar wallchart dan perlengkapan yang diperlukan; e) Menyiapkan lembar evaluasi; f) Menyiapkan daftar hadir; g) Menyiapkan daftar nilai; h) Me-nyiapkan daftar analisis butir soal.

Pelaksanaan pembelajaran akan dilaksa-nakan dalam 2 siklus yang setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Bentuk kegiatan siswa yaitu secara berkelompok akan menyusun wallchart dan selanjutnya akan mengerjakan tugas secara bersama- sama.

Tahapan pelaksanaan kegiatan melipu-ti: a) siswa melakukan diskusi untuk menyusun wallchart; b) kelompok bekerjasama menjawab pertanyaan; c) wakil kelompok mempresentasi-kan hasil kerja kelompok; dan d) membuat ke-simpulan dan catatan penting.

Kegiatan observasi dilakukan untuk me-ngumpulkan data penelitian yang dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar. Data yang dikum-pulkan dari observasi adalah: a) aktivitas siswa;

b) kinerja guru; dan c) sikap siswa.Kegiatan yang akan dilakukan meliputi; a)

menganalisis temuan saat melakukan observasi pelaksanaan pembelajaran; b) menganalisis data hasil belajar; c) melakukan refleksi terhadap ter-hadap temuan observer mengenai kinerja guru; dan d) melakukan refleksi terhadap ketercapaian tujuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang dikumpulkan pada siklus 1 terdiri dari: hasil belajar, aktivitas siswa dan kinerja guru. Selengkapnya hasil penelitian yang telah diperoleh pada siklus 1 disajikan da-lam Tabel 1.

Tabel 1. JumlahSiswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas Belajar pada Siklus 1

Kriteria Hasil Belajar

Jumlah SiswaPersen-tase (%)

Tuntas 22 65Tidak Tuntas 12 35

Dari 34 peserta didk yang tuntas belajar ada 22 orang. Data hasil belajar dinyatakan da-lam Gambar 1.

Gambar 1. Ketuntasan Belajar Siklus 1.

Ketika proses pembelajaran berlangsung, observer mengumpulkan data aktivitas siswa yang meliputi: mencatat, bertanya/ menjawab, mengajukan gagasan, memecahkan masalah, dan terlibat menyimpulkan. Setiap siswa dikate-gorikan aktivitas belajar ke dalam 4 kriteria yai-tu; sangat baik, baik, cukup, dan kurang. Jumlah siswa dengan kategori aktivitas belajar terdapat pada Tabel 2.

Page 40: JPII 2.1 Edisi Khusus

Sunarmi / JPII 2 (1) (2013) 32-3936

Gambar 3. Ketuntasan Belajar Akhir Siklus 2

Jumlah siswa dengan kategori aktivitas be-lajar terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Aktivitas Siswa Pertemuan 1 dan 2 pada Siklus 2

Kategori Aktivitas

Jumlah Siswa (%)

Pertemuan 1 Pertemuan 2Sangat Baik 10 (28) 9 (26)Baik 12 (36) 18 (53)Cukup 8 (24) 4 (12)Kurang 4 (12) 3 (9)

Gambar yang menyatakan jumlah siswa dengan kategori aktivitas belajar terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4. Aktivitas Siswa pada Siklus 2

Tabel 2. Aktivitas Siswa Pertemuan 1 dan 2 pada Siklus 1

Kategori Aktivitas

JumlahPesertadidik (%)

Pertemuan 1

Pertemuan2

Sangat Baik 1 (2) 8 (24)Baik 2 (6) 10 (28)Cukup 8 (24) 8 (24)Kurang 23 (68) 8 (24)

Jumlah peserta didik dengan kategori akti-

vitas belajar dapat disajikan dalam bentuk Gam-bar 2.

Gambar 2. Aktivitas Siswa Siklus 1

Rekapitulasi hasil belajar pada siklus 2 ter-dapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Pesertadidik yang Tuntas dan Tidak Tuntas Belajar pada Siklus 2

Kriteria Hasil BelajarJumlah Peserta

Didik (%)

Tuntas 27 (79)Tidak Tuntas 7 (21)

Data hasil belajar pesertadidik yang tun-

tas dan tidak tuntas pada siklus 2 terdapat pada Gambar 3.

Page 41: JPII 2.1 Edisi Khusus

37Sunarmi / JPII 2 (1) (2013) 32-39

Setelah pembelajaran IPA menggunakan walchart ingin diketahui sikap siswa terhadap penggunaan bahan ajar wallchart. Semua siswa mengisi angket dengan dipandu oleh guru. Hasil analisis angket terdapat pada Tabel 5.

Data sikap siswa terhadap penggunaan wallchart disajikan dalam bentuk Gambar 5.

Gambar 5. Sikap Siswa Setelah Pembelajaran Menerapkan Wallchart

Untuk memahami konsep mata pelaja-ran IPA berupa siklus menurut sebagian besar sis-wa dianggap sulit. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar materi sistem pernafasan yang berhubu-ngan dengan siklus hasilnya masih rendah. Per-masalahan yang ada pada kegiatan belajar siswa-perlu adanya solusi yang tepat. Menurut Rasyid (2008) guru berperan sebagai fasilitator sehingga harus memiliki kemampuan untuk memilih ba-han ajar atau metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. Oleh karena itu, pada penelitian ini guru akan menggunakan wallchart dalam pembelajaran yang bertujuan untuk me-ngatasi rendahnya hasil belajar pada materi pela-jaran biologi yang berhubungan dengan siklus.

Materi sistem peredaran darah banyak yang berhubungan dengan pemahaman siklus dan bagan,maka penggunaan Wallchart diharap-kan dapat membantu mengatasi masalah rendah-nya hasil belajar. Wallchartadalah bahan ajar yang berupa siklus atau bagan yang menunjukan posisi tertentu.

Penggunaan wallchart nampak mampu membuat siswa menjadi lebih aktif dibandingkan dengan sebelum penggunaan wallchart. Keter-libatan siswa dalam penyusunan puzze wallchart secara tidak langsung mengarahkan untuk mem-baca materi dan melakukan catatan penting pada siklus yang sedang dipelajari. Namun pada siklus

1 sebagian dari siswa tidak terlibat dalam kegia-tan penyusunan puzzel wallchart tersebut, yang disebabkan kekurangjelasan penggunaan wall-chart dalam pembelajaran, sehingga catatanpun kurang lengkap dan pemahaman konsep tentang materi yang sedang dipelajari hanya sedikit me-ngalami peningkatan dibandingkan dengan pra siklus. Dari 34 siswa hanya 22 orang yang tuntas belajar.

Pembentukan pengetahuan bagi seseorang yang sedang belajar IPA dapat dilakukan dengan mengembangkan rasa ingin tahu melalui sesuatu kegiatan yang bermakna. Salah satu kegiatan bermakna adalah aktivitas yang dilakukan sis-wa selama pembelajaran. Aktivitas yang diama-ti dalam penelitian ini adalah (1) mencatat, (2) bertanya menjawab, (3) mengajukan gagasan, (4) memecahkan masalah, (5) keterterlibatan dalam menyimpulkan. Kelima aktivitas tersebut dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 4 kriteria yaitu sangat baik, baik, cukup, dan kurang. Ak-tivitas siswa pada siklus 1 terjadi peningkatan antara pertemuan 1 dan pertemuan ke 2. Hal ini tampak dari hasil observasi yang dikumpulkan oleh observer, seperti tersaji pada Tabel 2 yang menunjukan bahwa pada pertemuan 1 yang men-dapat kategori sangat baik 1 orang (2%) dan di-pertemuan ke 2 menjadi 8 orang (24 %), kategori baik 3 orang (6 %) pada pertemuan ke 2 menjadi 10 orang (28%), cukup 8 orang (24%) pada per-temuan ke 2 masih 8 orang (24%) dan kurang 23 (68 %) pada pertemuan ke 2 ada 8 orang (24%). Berdasarkan temuan observer, masih banyak sis-wa yang tidak mencatat, padahal catatan yang di-buat seharusnya berisikan konsep-konsep penting sehingga bisa dipelajari kembali di rumah. Siswa yang tidak mencatat berarti tidak memiliki ke-sempatan membaca ulang materi yang telah dipe-lajari dalam bentuk catatan. Hal ini yang diyakini membawa dampak tingkat penguasaan konsep sistem peredaran darah masih kurang maksimal.

Berbagai kelemahan pada siklus satu, di-jadikan bahan perbaikan dalam pelaksanaan siklus dua, agar tujuan penelitian dapat tercapai. Beberapa kegiatan untuk perbaikan yang dilaku-kan pada siklus kedua meliputi; 1) mengurangi jumlah kelompok kerja dari 7 orang menjadi 5 orang; 2) menjelaskan lebih detail tentang kegia-tan belajar siswa dengan menggunakan wallchart; 3) membangkitkan keinginan siswa untuk berta-nya atau memecahkan masalah dengan membe-rikan stimulus dalam bentuk cerita; 4) menekan-kan konsep esensial atau yang sesuai indikator dengan mengulang kata dan meminta siswa men-catat; dan 5) mendampingi siswa yang menun-jukkan kesulitan mengikuti pembelajaran dengan

Page 42: JPII 2.1 Edisi Khusus

Sunarmi / JPII 2 (1) (2013) 32-3938

mengunjungi siswa yang terlihat kesulitan. Jumlah anggota diskusi 5 orang sudah

ideal. Hal ini tampak pada kegiatan siklus 2 di-mana semua peserta didk dapat terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan wallchart. Selain itu juga tampak pada pening-katan penilaian lembar observasi aktivitas siswa. Keterlibatanya mampu membantu memperjelas-dan menambah kepahaman materi yang sedang dipelajari, sehingga terjadi peningkatan jumlah ketuntasan belajar.

Penjelasan yang detail dan rinci tentang apa dan bagaimana wallchart akan mebuat siswa senang dalam pembelajaran. Perasaan senang akan membawa dampak mengikuti pembelajaran dengan sungguh- sungguh. Kesungguhan akan mempermudah penguasaan materi. Terkuasainya materi akan membantu siswa dalam mengerjakan tugas dan melengkapi catatan, yang nantinya da-pat dipelajari untuk bahan ulangan akhir siklus. Menurut Parmin (2009) pemanfaatan sumber belajar yang melibatkan peran aktif siswa dengan aktif membuka dan membaca, memberi tanda, membuat catatan pada kanan dan kiri bahan ajar menunjukan proses belajar yang efektif dan efisi-en. Pada akhir siklus 2 pemahaman konsep terja-di peningkatan. Dari 34 siswa. 27 orang tuntas belajar. Ini berarti ketuntasan belajar meningkat 14 % .

Pemberian pertanyaan secara acak dan bergantian kepada beberapa siswa akan menun-tut mereka untuk menyiapkan diri. Kesiapan yang dilakukan secara tidak langsung merupakan penguasaan konsep dasar yang akan didalami dan dikembangkan saat kegiatan inti pada proses belajar mengajar dikelas.

Pendampingan pada siswa yang menga-lami kesulitan belajar, dapat membantu menen-tukan solusi masalah yang sedang dialami dan mengarahkan pada apa yang mestinya dilakukan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, sehingga dapat menambah wawasan untuk me-nyelesaikan tugas dan membantu meningkatkan hasil belajar pada akhir siklus.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian maka disim-pulkan: 1) Pemahaman konsep IPA biologi siswa di SMP Negeri 1 Kembang dapat ditingkatkan melalui penggunaan wallchart; 2) Hasil belajar IPA biologi siswa di SMP Negeri 1 Kembang dapat ditingkatkan melalui penggunaan wallchart karena pada siklus ke 2 yang mendapatkan nilai ≥70 berjumlah 27 0rang (79%).

Saran yang dapat diberikan pada peneli-

tian yang berupaya meningkatkan pemahaman konsep untuk materi pelajaran yang berhubu-ngan dengan siklus atau bagan adalah: 1) Agar tidak mengalami kendala menerapkan wallchart maka yang perlu dilakukan penjelasan tentang apa wallchart dan cara penggunaannya secara lebih rinci; 2) Penerapan wallchart dapat diterap-kan untuk materi IPA dan mata pelajaran yang lain yang memiliki karakteristik materi yang akan disampaikan berupa siklus atau bagan, agar le-bih menarik maka wallchart dibuat besar, dengan warna yang menarik.

DAFTAR PUSTAKA

Anni.C.T. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press.

BSNP. 2007. Model silabus dan rencana pelaksanaan pem-belajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Fitriana, S. 2004. Efektifitas Pendekatan Kontektual dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Penelitian Dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran. Vol. 2: 62-68.

Irianto, E. 2008. Penerapan Pembelajaran Multimedia untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA bagi siswa SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan Widya-tama. Vol.6: 31- 42.

Ismail, W. 2007. Belajar Sebagai Suatu Aktivitas Kog-nitif. Jurnal Lentera Pendidikan. Vol. 10: 83-94.

Jacobsen, D. et al. 2009. Methods for Teaching. Metode- metode pengajaran meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. Terjemahan oleh Achmad Fawaid dan Khoirul Anam. Jogyakarta: Pustaka Pela-jar.

Kabba, E.C. 2009. Based Sciens Instruction: teaching Sciens for Understanding. Journal of Research in Sciens Teaching. Vol. 39 (5): 410-422.

Kurniawan, S. 2009. Optimalisasi SBA untuk meni- ngkatkan pemahaman konsep keanekaraga-man hayati. Jurnal Kependidikan DIDAKTIKA. Vol. 2 (5): 117-127.

Mulyaningrum, E. 2006. Pemanfaatan lapangan Rum-put Sebagai Sumber Belajar Materi Komponen Ekosistem Melalui Pembelajaran investidasi Kelompok dengan Pendekatan JAS. Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengaja-ran. Vol. 2: 49-61.

Muslikah. 2009. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Mind Map untuk Meningkatkan Pe-nguasaan Konsep Metabolismepada Siswa Klas Xii IPA 3 SMAN2 Demak. Jurnal Kepen-didikan DIDAKTIKA. Vol. 2 (5): 40-62.

Mustami,K. 2007. Pengaruh Model Pembelajaran Synectics Dipadu Mind Maps Terhadap Ke-mampuan berfikir Kreatif, Sikap Kreatif Dan Penguasaan Materi Biologi. Jurnal Lentera Pen-didikan. Vol. X: 173-183.

Parmin. 2009. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran IPA melalui Lesson Study. Jurnal Varia Pendidi-

Page 43: JPII 2.1 Edisi Khusus

39Sunarmi / JPII 2 (1) (2013) 32-39

kan. Vol. 21 (1): 1-11.Rasyid, R.M. 2008. Optimalisasi Peran Guru Dalam

Proses Transformasi pembelajaran Dengan menggunakan Media Pembelajaran. Jurnal Len-tera Pendidikan. Vol 11: 55-68.

Sopiah. 2009. Pembiasaan Bekerja Ilmiah pada Pem-

belajaranFisika. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol. 5: 20-27.

Susilo,H., Husnul, C, dan Yuyun, D. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Bayumedia Publish-ing.

Page 44: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 40-48

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PENGGUNAAN MEDIA POWER POINT UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TATASURYA

Casmuti*

SMP 1 Bojong Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia

Diterima: 01 Desember 2012. Disetujui: 1 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep Tatasurya pada siswa kelas IXE SMP 1 Bojong. Hasil observasi selama penelitian menunjukkan adanya keterlibatan siswa dalam proses pem-belajaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tes siklus I dan siklus II secara prosentase siswa yang tuntas belajar menunjukkan adanya peningkatan. Siklus I nilai rata-rata kelas 80,2. Siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 35 anak dengan prosentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 85,4%. Pada Siklus II nilai rata-rata kelas 87,6, siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 38 anak dengan prosentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 92,7%. Simpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian adalah penggunaan media power point dapat meningkatkan pemahaman konsep Tatasurya pada siswa kelas IXE SMP 1 Bojong.

ABSTRACT

This research is aimed to determine the improvement of the understanding of the concept of solar system in grade IXE SMP 1 Bojong. The observations during the research indicate the involvement of students in the learn-ing process. Based on data obtained from the test cycle I and cycle II the percentage of students who pass the study showed an increasement. First cycle average score 80,2. The students who scored ≥ 70 is 35 of student with learning classical completeness of 85,4%. In Cycle II, the average score of the class 87,6, students who scored ≥ 70 are 38 of student with learning classical completeness of 92,7%. The conclusions that can be taken after the research is the use of media power point to improve the understanding of the concept of solar system in grade IXE SMP 1 Bojong.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: powerpoint media; the concept of solar system

PENDAHULUAN

Sesuai dengan Silabus Pembelajaran IPA kelas IX pada Kompetensi Dasar Mendeskrip-sikan karakteristik sistem tatasurya, disebutkan pada indikator bahwa siswa harus dapat men-deskripsikan orbit planet, bulan dan anggota-anggota tatasurya lainnya dengan benar. Dalam pembelajaran IPA siswa tidak sekedar mema-hami konsep-konsep IPA saja, melainkan siswa harus terlibat aktif dalam berfikir, mengamati, mengoperasikan alat, berlatih menggunakan ob-

yek kongkrit, menganalisis data, bertanya, berdis-kusi, dan menulis apa yang dipikirkan sehingga member kesempatan siswa untuk mengkonstruk-sikan pengetahuannya sendiri. Berdasarkan te-muan guru pada beberapa kali ulangan harian pada KD tersebut masih dijumpai banyak siswa yang memperoleh nilai ulangan harian tergolong rendah karena belum mencapai kriteria ketun-tasan minimal yang telah ditetapkan yaitu 70. Kondisi riil yang dijumpai, pada mata pelajaran IPA sekurang-kurangnya 20% siswa tidak tuntas belajar. Sehingga guru harus melakukan remidi ulangan, bahkan remidial teaching. Setelah dila-kukan refleksi dari berbagai permasalahan bela-jar siswa, selama ini dalam pembelajaran siswa

*Alamat korespondensi: E-mail: [email protected]

Page 45: JPII 2.1 Edisi Khusus

41Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-48

cenderung pasif hanya mendengarkan penjelasan guru saja. Siswa malu mengemukakan pendapat-nya dan jarang sekali bertanya. Perhatian siswa pada saat kegiatan belajar mengajar juga rendah. Hal ini terlihat pada saat berlangsung kegiatan belajar mengajar sering bercerita bahkan ada yang mengantuk dan beberapa siswa sering ijin ke luar kelas.

Pada pembelajaran Fisika tidak semua kon-sep dapat dieksperimenkan di laboratorium, ada konsep materi yang kurang efisien apabila diana-lisis secara manual melainkan harus dibantu de- ngan menggunakan media, dan media yang cocok adalah media visual seperti computer (Wasis & Sulistyowati, 2010). Dalam KD ini, siswa merasa kesulitan mendeskripsikan secara jelas konsep ta-tasurya dan karakteristiknya. Sulit menggambar-kan bagaimana orbit planet dan anggota-anggota tatasurya lainnya. Mengingat hal-hal tersebut bersifat abstrak. Oleh karena itu dalam melak-sanakan pembelajaran KD ini digunakan media power point. Media Power Point yang didalam-nya terdapat gambar animasi mengenai tatasurya digunakan untuk melengkapi keterbatasan alat peraga yang ada. Keterbatasan alat peraga se-perti ukuran yang terlalu kecil susah diamati oleh sebagian besar siswa yang duduk di belakang. Pada alat peraga tatasurya perbandingan ukuran anggota tatasurya maupun perbandingan jarak-nya kurang sesuai dengan kenyataan. Dengan media power point yang dilengkapi gambar ani-masi diharapkan dapat mengatasi masalah keter-batasan alat. Sehingga dengan media alat peraga tatasurya yang dipadukan dengan media power point diharapkan dapat mengatasi masalah-ma-salah yang timbul selama proses pembelajaran. Dengan media peraga dan animasi siswa lebih mudah mendeskripsikan bagaimana susunan ta-tasurya, gerakan-gerakan planet, komet, meteor, dan anggota-anggota tatasurya lainnya. Seperti pendapat Edgar Dale yang menerangkan fungsi media dalam pendidikan yaitu memperjelas pe-san agar tidak terlalu verbalistis, mengatasi keter-batasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera, menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih lang-sung antara murid dan sumber belajar, memung-kinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetik-nya, memberi rangsangan yang sama, memper-samakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama. Berdasarkan penelitian Rahmatullah (2011) menyatakan bahwa media animasi dapat meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran IPS. Kristanto (2010) menyampaikan bahwa pembela-jaran multimedia dapat meningkatkan hasil bela-jar siswa pada pokok bahasan Tatasurya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah penggunanaan media power point dapat meningkatkan pemahaman konsep Tatasurya? 2. Apakah penggunanaan media po-wer point dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar peningkatan hasil belajar konsep Tatasurya melalui penggunaaan media power point dan un-tuk mengetahui adanya peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

Manfaat penelitian bagi siswa yaitu siswa menjadi lebih mudah mendeskripsikan konsep tatasurya melalui media visual berbantuan power point sehingga prestasi belajar meningkat. Bagi guru bermanfaat agar guru dapat memilih, mem-bandingkan dan menggunakan media dan me-tode pembelajaran yang bervariasi, dan selanjut-nya mampu mengembangkan media dan metode pembelajaran yang lebih inovatif. Selain itu pen-elitian ini juga bermanfaat untuk membiasakan atau melatih guru mencari solusi terhadap ma-salah-masalah pembelajaran yang dihadapinya. Bagi sekolah agar dapat digunakan oleh Kepala Sekolah sebagai bahan masukan dalam mengam-bil kebijakan di bidang pengajaran khususnya da-lam penyediaan sarana prasarana sebagai upaya peningkatan kualitas lulusan.

Belajar adalah suatu perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Menurut Hamalik (2010), belajar ada-lah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Atas dasar pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses dalam diri seseorang yang menghasilkan perubahan berupa tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap karena pengalaman atau interaksi dengan lingkungan.

Dalam membelajarkan siswa, guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran namun perlu diperhatikan bahwa belajar yang efektif dimulai dari lingkungan belajar yang ber-pusat pada siswa, siswa aktif dan guru sebagai fasilitator.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Menurut Hamalik (2010), hasil dan bukti belajar adalah adanya pe-rubahan tingkah laku. Hasil belajar dapat didefi-nisikan sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menjalani pengalaman belajar dan me-nunjukkan adanya perubahan tingkah laku. Un-tuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai siswa, dapat dilakukan penilaian melalui tes atau pengamatan langsung terhadap siswa. Penilaian

Page 46: JPII 2.1 Edisi Khusus

Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-4842

hasil belajar yang dilakukan berfungsi sebagai: alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional, umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar, dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tua.

Hasil belajar atau prestasi belajar dalam proses belajar mengajar tergantung pada berba-gai faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor intern (berasal dari diri siswa), meli-puti: kondisi fisiologis dan faktor psikologis, yang meliputi antara lain: kecerdasan, bakat, minat, motivasi dan perhatian. Faktor ekstern (berasal dari luar diri siswa), meliputi: faktor lingkungan, meliputi: lingkungan alam dan lingkungan sosial dan faktor instrumental, yaitu faktor yang adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan ha-sil yang diharapkan. Faktor instrumental ini meli-puti: kurikulum, sarana, dan prasarana dan guru.

Pembelajaran konsep Tatasurya merupa-kan salah satu pembahasan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya cabang Fi-sika. Fisika merupakan salah satu cabang Sains yang mempelajari gejala-gejala alam melalui pene- litian, percobaan dan pengukuran yang disajikan secara matematis berdasarkan hukum-hukum dasar untuk menemukan hubungan antara kenya- taan yang ada di alam.

Tatasurya adalah matahari dan keluarga benda antariksa yang mengedarinya. Tatasurya tercipta dari awan materi yang sama, dan tetap bersama karena gaya gravitasi matahari yang kuat. Tatasurya adalah satu system yang terdiri atas bintang sebagai pusatnya dan planet-planet yang mengelilinginya dan benda-benda antar-planet yang juga bergerak mengelilingi matahari sebagai pusatnya. Sehingga dapat Peneliti sim-pulkan, Tatasurya adalah susunan benda langit yang berpusat pada matahari dan benda-benda langit seperti planet, komet, asteroid bergerak mengelilingi matahari sebagi pusatnya. Anggota Tatasurya meliputi: matahari sebagai pusat Ta-tasurya, planet yang jumlahnya ada 8 buah yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Satur-nus, Uranus, Neptunus, Satelit sebagai pengiring planet, Asteriod yang berada di antara orbit Mars dan Yupiter, Komet, Meteor dan Meteorit.

Media power point adalah media pem-belajaran yang memanfaatkan program aplika-si microsoft power point. Program ini memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyajikan sebuah materi presentasi, dan sudah banyak di-gunakan dalam dunia pendidikan. Program ini menarik digunakan sebagai alat presentasi karena memiliki kemampuan pengolahan teks, warna, gambar, serta animasi yang bisa diolah sendiri sesuai kreatifitas penggunanya (Daryanto, 2010).

Pada prinsipnya program ini terdiri dari bebe-rapa unsur rupa dan pengontrolan operasional-nya. Unsur rupa yang dimaksud terdiri dari slide, teks, gambar, dan bidang-bidang warna yang da-pat dikombinasikan dengan latar belakang yang tersedia. Unsur rupa tersebut dapat dibuat tanpa gerak atau dengan gerakan tertentu sesuai de-ngan kehendak kita. Sedangkan pengontrolan-nya dapat diatur sesuai keinginan, apakah akan berjalan sendiri sesuai timing yang kita inginkan, atau berjalan secara manual dengan mengklik tombol mouse atau menekan tombol-tombol ter-tentu. Animasi teks dan animasi gambar berfung-si untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pembelajaran.

Beberapa kelebihan penggunaan program aplikasi microsoft power point menurut Daryan-to (2010) adalah sebagai berikut:1) penyajiannya menarik karena ada permainan warna, huruf, dan animasi, baik animasi teks, animasi gambar atau foto, 2)lebih merangsang anak untuk me-ngetahui lebih jauh informasi tentang bahan ajar yang tersaji, 3)pesan informasi secara visual mu-dah dipahami siswa, 4)guru tidak perlu banyak menerangkan bahan ajar yang sedang disajikan, 5)dapat disajikan sesuai kebutuhan, dan dapat dipakai secara berulang-ulang, 6)dapat disimpan dalam bentuk data optik atau magnetik seperti CD, Disket, atau flashdisk yang praktis dibawa kemana-mana.

Ada beberapa manfaat yang dapat dipero-leh dalam pembelajaran berbasis multimedia di antaranya lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan, belajar mengajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, serta si-kap dan perhatian belajar siswa dapat ditingkat-kan dan dipusatkan. Manfaat tersebut mudah te-realisasikan mengingat terdapat keunggulan dari metode multimedia pembelajaran, yaitu: mem-perbesar benda yang sangat kecil dan tidak tam-pak oleh mata, memperkecil benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan ke sekolah secara langsung, menyajikan benda atau peristi-wa yang kompleks, rumit, dan berlangsung sa-ngat cepat atau sangat lambat, menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, meningkatkan daya ta-rik dan perhatian siswa. Media pembelajaran me-rupakan alat bantu atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari sumber kepada penerima dalam hal ini anak di-dik ataupun warga belajar (Rizky, Wawan & Eka, 2008).

Berdasarkan penelitian Rahmattullah

Page 47: JPII 2.1 Edisi Khusus

43Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-48

(2011), terbukti bahwa Media Animasi dapat meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran IPS. Dalam penelitian yang lain, Kristanto (2010) membuktikan bahwa pembelajaran multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada po-kok bahasan Tatasurya.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Diduga menggunakan Media Power Point

dapat meningkatkan aman konsep Tatasurya

Tindakan

Kondisi Awal Hasil belajar Konsep

Tatasurya rendah

Menggunakan media Power Point

Kondisi Akhir

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

METODE

Penelitian ini dilakukan di kelas IXE SMP 1 Bojong Kabupaten Pekalongan. Penelitian di-lakukan selama 5 bulan yaitu bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Pebruari 2013. Subyek Pe-nelitian ini adalah siswa kelas IXE, dengan jum-lah siswa 41 anak terdiri atas 20 anak laki-laki dan 21 anak perempuan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes dan tek-nik non tes. Teknik tes berupa tes tertulis dari ulangan harian siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik non tes menggunakan lembar observasi ki-nerja guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan angket tanggapan siswa.

Alat pengumpul data pada teknik tes ter-tulis berupa soal ulangan harian untuk men-dapatkan data hasil belajar siswa. Sedangkan instrumen untuk teknik non tes berupa lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi kiner-ja guru untuk mendapatkan data aktivitas proses pembelajaran dan angket untuk mendapatkan data tanggapan siswa dalam pembelajaran.

Data hasil ulangan harian berupa data ku-antitatif dianalisis secara deskriptif dengan cara menghitung nilai rata-rata, menghitung persen-tase tuntas dan tidak tuntas belajar. Untuk data

hasil observasi dan angket berupa data kualitatif dianalisis secara diskripsi kualitatif untuk me-ngetahui peningkatan keaktifan belajar siswa dan peningkatan kinerja guru.

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam dua siklus. Pada setiap siklusnya terdiri dari 4 kegiatan yaitu: 1) perencanaan, 2) pelaksa-naan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Apa-bila dalam dua siklus belum mencapai indikator yang diharapkan maka dimungkinkan siklus ke-tiga sebagai upaya perbaikan pada siklus kedua.

Penelitian ini dikatakan berhasil ditandai dengan:1) Meningkatnya pemahaman konsep Tatasurya pada siswa SMP 1 Bojong. Indikator-nya adalah 85% siswa tuntas belajar (mendapat nilai ≥ 70). 2) Keaktifan belajar siswa meningkat. Indikatornya adalah sekurang-kurangnya 75% siswa aktivitas belajarnya baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan yai-

tu pertemuan pertama pada hari Jum’at tanggal 11 Januari 2013 dan pertemuan kedua pada hari Selasa tanggal 15 Januari 2013. Setelah pembe-lajaran pada akhir pertemuan kedua siswa yang berjumlah 41 orang, mengerjakan soal bentuk pi-lihan ganda sebanyak 10 butir. Siswa dinyatakan tuntas apabila mendapatkan nilai minimal 70. Setelah dilakukan analisis terhadap hasil ulangan jumlah siswa yang tuntas dan tidak tuntas terda-pat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Siswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas Belajar pada Siklus 1

Kriteria Hasil Belajar

Jumlah Siswa

Persentase (%)

Tuntas 35 85,4Tidak Tuntas 6 14,6

Ketika proses pembelajaran berlangsung, observer mengumpulkan data aktivitas siswa yang meliputi: 1) Memperhatikan penjelasan guru, 2) Menanggapi pertanyaan guru atau te-mannya,3) Mengajukan ide/gagasan, 4) Menga-jukan pertanyaan, 5) Menjawab pertanyaan guru atau temannya, 6) Bekerjasama dalam kelompok, 7) Ketepatan waktu mengerjakan tugas, 8) Men-catat, 9) Membaca buku sumber, 10) Menyimpul-kan. Setiap siswa dikategorikan aktivitas belajar ke dalam 4 kriteria yaitu; sangat baik, baik, cu-kup, dan kurang. Jumlah siswa dengan kategori aktivitas belajar terdapat pada Tabel 2.

Page 48: JPII 2.1 Edisi Khusus

Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-4844

Tabel 5. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran de-ngan Menggunakan Media Power Point

Pernyataan

Pilihan Jawaban

Ya (%)

Tidak (%)

Saya senang belajar konsep Tatasurya dengan media power point

41(100%)

-

Setelah guru menggunakan power piont membantu saya memahami materi pelajaran konsep Tatasurya.

41(100%)

-

Saya berusaha sungguh-sungguh mengikuti penjelasan guru

41(100%)

-

Tugas yang diberikan guru saya kerjakan dengan sebaik-baiknya

41(100%)

-

Jika ada pertanyaan saya berusaha untuk memberikan jawaban

15(36,6)

26(63,4)

Jika diminta bertanya saya berusaha untuk memberikan pertanyaan

6(14,6%)

35(85,4%)

Saya menjadi lebih senang belajar setelah guru meng-gunakan media power point

39(95,1%)

2(4,9%)

Saya membuat catatan serapi mungkin

21(51,2)

20(48,8)

Setelah guru menggunakan media power point saya men-gumpulkan tugas tepat waktu

40(97,5)

1(2,5%)

Saya ikut terlibat dalam meny-impulkan

8(19,5)

32(81,5)

Terdapat beberapa langkah perbaikan ta-hapan pembelajaran yang telah dilakukan guru dengan menindaklanjuti hasil observasi siklus 1. Beberapa perbaikan yang telah dilakukan meli-puti; 1) penyampaian tujuan pembelajaran telah disampaikan dengan jelas, 2) ketrampilan berta-nya lebih dioptimalkan, 3) pengelolaan waktu te-lah dilaksanakan dengan optimal, 4) memotivasi siswa untuk bertanya dan menemukan jawaban, 5) guru memberi tugas rumah untuk mencari sebab-sebab pemanasan global dan akibat yang ditimbulkan pemanasan global. Secara umum perbaikan telah dilakukan oleh guru sehingga ki-nerja guru pada siklus II lebih baik. Hasil peneli-

Tabel 2. Aktivitas Siswa Pertemuan 1 dan 2 pada Siklus 1

Kategori Aktivitas

Jumlah Siswa (%)Pertemuan 1 Pertemuan 2

Sangat Baik 1 (2,4) 3 (7,3)Baik 8 (19,5) 11(26,8)Cukup 32 (78,1) 27(65,9)Kurang - -

Untuk kinerja guru, observer mengumpul-kan data secara deskriptif terhadap guru yang sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan catatan observer, terdapat 6 tahapan pembelajaran yang masih perlu dioptimalkan oleh guru yaitu: 1) penyampaian tujuan, 2) ke-trampilan bertanya guru, 3) pengelolaan waktu, 4) membangkitkan motivasi siswa untuk berta-nya, 5) pemberian tugas rumah, 6) pembagian kelompok agar lebih heterogen.

Siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan yaitu hari Selasa, tanggal 22 Januari 2012 dan Ju-mat, 25 Januari 2012. Setelah diadakan tes pada akhir siklus II diperoleh hasil dengan jumlah sis-wa yang tuntas dan tidak tuntas terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Siswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas Belajar pada Siklus 2

Kriteria Hasil Belajar

Jumlah SiswaPersentase

(%)

Tuntas 38 92,7Tidak Tuntas 3 7,3

Jumlah siswa dengan kategori aktivitas be-lajar terdapat pada Tabel 4.

Setelah dilakukan pembelajaran konsep Tata Surya dengan menggunakan media power point ingin diketahui sikap siswa terhadap kegi-atan pembelajaran. Semua siswa mengisi angket dengan dipandu oleh guru. Hasil analisis angket terdapat pada Tabel 5.

Tabel 4. Aktivitas Siswa Pertemuan 1 dan 2 pada Siklus 2

Kategori Aktivitas

Jumlah Siswa (%)Pertemuan 1 Pertemuan 2

Sangat Baik 3 (7,3) 5 (12,2)Baik 20(48,8) 27(65,8)Cukup 18(43,9) 9(22)Kurang - -

Page 49: JPII 2.1 Edisi Khusus

45Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-48

tian pada siklus I dan siklus II dapat ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Hasil Penelitian Siklus 1 dan Siklus 2

Hasil penelitian menunjukkan bahwa se-banyak 85,4% siswa pada siklus I telah tuntas be-lajar dan sebanyak 14,6% belum tuntas belajar, dengan nilai rata-rata kelas 80,2. Berdasarkan analisis jawaban siswa ditemukan untuk soal yang dijawab benar oleh sebagian besar siswa sebanyak 8 butir. Soal yang dijawab tidak benar oleh beberapa siswa terdapat 2 butir yang meli-puti: membedakan satelit dengan bulan, dan ka-rakteristik planet Saturnus, berarti siswa belum memahami kesulitan materi karakeristik Satelit dan karakeristik Saturnus. Pada soal tentang sate-lit, disebutkan beberapa pernyataan yang berkai-tan dengan ciri satelit sebagian besar siswa sulit membedakan pilihan jawaban antara satelit atau bulan.

Setelah dalam pembelajaran dilakukan tindakan menggunakan media power point siswa sebagian besar telah tuntas belajar. Materi yang sulit dipahami dengan gambaran abstrak men-jadi lebih mudah dipahami. Usaha guru dalam menggambarkan obyek anggota Tatasurya yang jauh letaknya dapat divisualisasikan dengan gam-bar-gambar animasi yang bergerak mirip dengan obyek aslinya. Demikian juga untuk mengamati obyek anggota Tatasurya yang periode kemuncu-lannya cukup lama seperti Komet, siswa dapat melihat gambaran komet dengan animasinya. Demikian juga gambaran meteor atau bintang jatuh, bagi siswa yang tidak pernah menyaksi-kan meteor dapat melihat gambaran dan mem-bandingkannya dengan apa yang pernah dialami atau dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang dipelajari akan lebih mudah diingat dan dipahami. Hal ini sesuai dengan ha-sil penelitian Supardiyono (2009), menyebutkan bahwa 98,25% siswa sangat setuju dengan me-

dia interaktif Microsoft office power point. Oleh karena itu dengan menggunakan media power point dalam mempelajari konsep ini hasil belajar siswa menjadi lebih baik.

Aktivitas siswa 56,1% sudah baik. Se-bagian besar siswa memperhatikan penjelasan guru, antusiasme siswa dalam merespon perta-nyaan guru cukup baik, mereka saling berlomba menjawab pertanyaan guru. Hingga seolah soal yang disediakan guru sangat kurang. Kerjasama kelompok dalam mengerjakan tugas tergolong baik, hingga tugas yang diberikan dapat disele-saikan dengan tepat waktu. Kemampuan siswa dalam mengajukan gagasan/ide masih sangat kurang, guru belum dapat memotivasi agar siswa mau mengemukakan gagasannya. Demikian juga dalam menyimpulkan pelajaran, siswa sebagian besar belum terlibat. Kekurangan ini akan men-jadi bahan perbaikan pada pelaksanaan siklus II. Secara keseluruhan aktivitas siswa sudah tergo-long baik, hal ini menyebabkan hasil belajarnya menjadi baik.

Aktivitas siswa tergolong baik pada saat dilakukan pembelajaran dengan menggunakan media power point. Semua siswa aktif memper-hatikan penjelasan guru, menyimak tayangan gambar pada layar, mencatat dan membanding-kannya dengan buku sumber. Guru merupakan motor utama di kelas sebagai komunikator, fasili-tator, motivator, model, evaluator,sumber belajar dan administrator. Berkaitan dengan tugas guru tersebut, maka seorang guru harus memiliki ke-terampilan untuk melaksanakan pembelajaran di kelas dengan sebaik-baiknya agar siswa men-dapatkan hasil belajar yang optimal (Nurhaeni, 2011).

Siswa sebagian sudah lebih berani me-ngajukan pertanyaan berkaitan dengan materi pelajaran dibandingkan biasanya. Siswa yang biasanya kurang memperhatikan penjelasan guru, sangat antusias memperhatikan tayangan power point dan sebagian berani melontarkan gagasan/komentarnya seperti melihat tayangan sebuah film layar lebar. Demikian pula saat ke-giatan kelompok, sebagian besar siswa berlomba untuk mengerjakan tugas tepat waktu. Dan saat pembahasan tugas kelompok siswa saling bere-but menjawab pertanyaan guru dengan berlomba mengacungkan jari. Pada saat soal yang dibahas habis sebagian dari siswa yang belum mendapat giliran mengemukakan pendapatnya atau ber-kesempatan menjawab nampak kecewa. Secara umum aktivitas siswa pada siklus I baik, hanya ada kekurangan pada kegiatan menyimpulkan pelajaran, belum semua siswa terlibat aktif me-narik kesimpulan. Hal ini akan diperbaiki pada

Page 50: JPII 2.1 Edisi Khusus

Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-4846

pelaksanaan siklus II.Hasil belajar 85,4% siswa telah dinyatakan

tuntas. Pada kegiatan pembelajaran guru sudah menyampaikan tujuan dengan jelas. Terampil-nya guru dalam menggunakan power point dan selalu menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan riil sehari-hari sangat membantu me-mudahkan pemahaman siswa. Guru menyaji-kan kegiatan pembelajaran sesuai alur yang ada pada rencana pelaksanaan pembelajaran, dan pada kegiatan penutup guru membimbing siswa menyimpulkan materi dengan selalu melibatkan seluruh siswa sehingga siswa semuanya aktif ber-fikir dan terlibat dalam pembelajaran. Pada akhir kegiatan pembelajaran guru memberikan reviuw berupa beberapa pertanyaan yang dijawab secara lesan, ternyata siswa dapat menjawabnya dengan baik. Dengan kinerja guru yang baik akan me-ningkatkan hasil belajar siswa. Namun berdasar-kan temuan observer, ada beberapa kinerja guru yang perlu diperbaiki yaitu guru masih kurang dapat memotivasi siswa untuk bertanya, dan per-lu meningkatkan pengelolaan waktu yang baik. Pada kegiatan awal guru terlalu lama waktunya, sehingga pada kegiatan penutup waktunya tidak cukup hingga melebihi alokasi waktu pelajaran yang ditentukan. Hal ini yang harus diperbaiki pada pelaksanaan siklus II.

Kegiatan awal pembelajaran yang dilaku-kan guru dengan memberikan apersepsi dan mo-tivasi tentang pengetahuan tatasurya yang telah diperoleh sebelumnya dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari dapat membang-kitkan siswa untuk aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan dapat menumbuhkan rasa in-gin tahu yang besar sehingga siswa memperhati-kan penjelasan guru. Pada kegiatan inti pembe-lajaran guru memfasilitasi siswa dalam kegiatan kelompok dengan selalu menjawab pertanyaan siswa menunjukkan buku sumber dan memper-silakan siswa mengulang tayangan pada layar se-hingga selalu aktif bekerjasama dalam kelompok dan membaca buku sumber. Pada kegiatan penu-tup guru mengajak siswa membuat kesimpulan bersama-sama sehingga siswa aktif menyampai-kan pendapatnya. Hal ini sesuai dengan penda-pat Hamalik (2010), bahwa belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni (motivasi instrinsik) dan bersumber dari dalam diri sendiri, belajar harus bertujuan, terarah dan jelas bagi siswa, dan belajar memer-lukan bimbingan dari guru.

Dengan menggunakan media power point, guru lebih mudah dalam melaksanakan urutan penyajian kegiatan pembelajaran karena pada slide sudah tertulis kompetensi dasar dan tu-

juan yang diharapkan pada kegiatan pembela-jaran. Urutan materi pelajaran sampai dengan soal evaluasi sudah tertulis secara jelas, sehingga guru dapat menyajikan kegiatan pembelajaran secara runtut. Dengan media power point dapat memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera, menimbulkan gairah belajar, in-teraksi lebih langsung antara murid dan sumber belajar, memungkinkan anak belajar mandiri se-suai dengan bakat dan kemampuan visual, audi-tori dan kinestetiknya, memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menim-bulkan persepsi yang sama (Daryanto, 2010). Manfaat media pembelajaran diantaranya adalah pembelajaran dapat lebih menarik, waktu pelak-sanaan pembelajaran dapat diperpendek, kualitas pelajaran dapat ditingkatkan. Dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran power point dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelaja-ran. Dengan menggunakan media power point, keterlaksanaan skenario pembelajaran berdasar-kan RPP mencapai tidak kurang dari 98%.

Setelah dilakukan tes hasil belajar pada siklus II sebanyak 92,7% siswa telah tuntas bela-jar, dan 7,3% tidak tuntas belajar dengan nilai ra-ta-rata kelas 87,6. Berdasarkan analisis jawaban siswa ditemukan untuk soal yang dijawab benar oleh sebagian besar siswa sebanyak 9 butir. Soal yang dijawab tidak benar oleh siswa terdapat 1 butir yaitu soal mengenai akibat peredaran bumi mengelilingi matahari dengan jumlah pernya-taan yang cukup banyak. Untuk soal ini ada 27% siswa menjawab salah. Dari 6 pernyataan yang disajikan tentang akibat rotasi dan akibat revolusi bumi beberapa siswa keliru menjawab. Setelah di-lakukan umpan balik kepada siswa disimpulkan bahwa beberapa siswa kesulitan memahami atau membedakan kalimat atau istilah terjadinya si-ang dan malam dengan terjadinya perbedaan lamanya waktu siang dan waktu malam. Terja-dinya siang dan malam itu adalah akibat rotasi bumi, sedangkan terjadinya perbedaan lamanya waktu siang dan waktu malam itu adalah akibat revolusi bumi.

Setelah dilakukan perbaikan pada aktivitas belajar siswa dan kinerja guru dengan melibat-kan siswa aktif secara mental dan fisik pada ke-giatan belajar mengajar dengan mengulang-ulang materi yang sulit maka hasil belajar pada siklus II mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang tun-tas belajar dari 85,4% menjadi 92,7%, dan nilai rata-rata kelas meningkat dari 80,2 menjadi 87,6.

Hasil belajar meningkat pada siklus II. Sis-wa yang semula belum terlibat dalam kegiatan menyimpulkan, pada siklus II semuanya sudah

Page 51: JPII 2.1 Edisi Khusus

47Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-48

terlibat dalam menarik kesimpulan dan men-catatnya dalam buku. Siswa yang pada siklus I belum aktif bekerjasama dalam kelompok pada siklus II menjadi lebih aktif dengan mengubah komposisi anggota kelompok, sehingga untuk siswa yang aktif tersebar merata. Jumlah siswa yang berusaha menjawab pertanyaan maupun yang bertanya bertambah jumlahnya. Sehingga siswa yang aktivitas belajarnya baik, hasil bela-jarnya juga baik.

Pada penyajian kegiatan awal pembelaja-ran pada siklus II guru memperbaiki penyampai-an tujuan pembelajaran menjadi lebih jelas. Pada kegiatan inti guru memperbaiki pembelajarannya dengan membimbing siswa menggali pengeta-huannya tentang tatasurya selain dari tayangan power point juga dari buku-buku sumber, globe, dan mengamati lingkungan sekitar. Guru mem-bimbing kerja kelompok agar semua siswa ter-libat dalam kegiatan. Guru memberi kesempatan kepada seluruh siswa untuk berani mengemuka-kan pendapatnya sehingga mereka berusaha un-tuk menyampaikan pendapatnya tanpa rasa malu atau takut, akibatnya suasana pembelajaran men-jadi hidup. Guru hanya bertindak mengarahkan dan sebagai fasilitator. Guru telas memberi pe- nguatan pada jawaban yang benar dan melu-ruskan jawaban yang kurang tepat. Pada akhir kegiatan pembelajaran guru sudah melontarkan pertanyaan pada seluruh siswa, sehingga seba-gian besar siswa berusaha memberikan jawaban dengan benar. Guru sangat baik memanfaatkan waktu sehingga pengelolaan waktu pembelajaran menjadi lebih optimal. Pada kegiatan penutup guru sudah memberi tugas rumah dengan me-ngerjakan latihan pada buku paket.

Dari hasil análisis jawaban pada angket yang telah diisi oleh siswa diperoleh keterangan 100% siswa menyatakan senang belajar konsep Tatasurya dengan menggunakan media power point. Dengan media power point mereka menya- takan menjadi lebih mudah memahami materi pelajaran tentang Tatasurya, dan menyatakan bersungguh-sungguh mengikuti kegiatan pembe-lajaran. Gambaran mengenai susunan tatasurya, cara bumi berotasi, berrevolusi, dan akibat-akibat yang ditimbulkannya menjadi lebih mudah dipa-hami. Siswa merasa terlibat dalam menarik ke-simpulan. Akibatnya hasil belajar siswa mening-kat.

Perbaikan kinerja yang dilakukan guru pada siklus II menyebabkan aktivitas siswa me-ningkat. Pada siklus II, guru selalu berusaha memotivasi siswa dengan memberi penilaian membuat siswa berkompetisi untuk menyampai-kan jawabannya. Guru selalu mengawasi kerja

kelompok dengan berkeliling sehingga seluruh siswa aktif dalam kegiatan kelompok.

Dari análisis hasil observasi aktivitas be-lajar siswa yang termasuk kategori baik pada umumnya mereka menyatakan senang belajar menggunakan media power point, lebih paham dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti ke-giatan pembelajaran, berusaha menjawab perta-nyaan, dan berusaha bertanya jika diberi kesem-patan bertanya. Mereka berusaha mencatat dan menulis dengan rapi. Sebagian siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran

Dengan lebih tertariknya siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan media po-wer point, maka aktivitas siswa juga meningkat apalagi didukung dengan kegiatan diskusi kelom-pok. Siswa sungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal ini ditunjukkan ketika diberi tugas kelompok sebagian besar menyele-saikannya dengan tepat waktu. Jika diberi perta-nyaan selalu berlomba-lomba untuk menjawab. Semua siswa ikut terlibat dalam pembelajaran, ikut menyimpulkan materi pelajaran, dan men-catat pada buku tulis.

Dengan terampilnya guru menggunakan media power point, kegiatan pembelajaran yang disajikan telah mengikuti rancangan pada RPP

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian maka disim-pulkan bahwa: 1) Dengan menggunakan media power point dapat meningkatkan pemahaman siswa pada konsep Tata Surya, 2) Dengan meng-gunakan media power point dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa.

Saran yang dapat diberikan apabila guru IPA akan menerapkan media power point pada kegiatan pembelajaran yaitu: 1) Agar tidak me-ngalami kendala dalam menerapkan power point terutama untuk menjaga agar selalu terjadi inter-aksi antara siswa dengan siswa atau dengan guru maka metode pembelajaran kooperatif tetap ha-rus dilakukan, 2) Guru sebaiknya menggunakan alat bantú presentasi yang memungkinkan guru menjalankan setiap slide dari jarak jauh. Sehing-ga memungkinkan guru bergerak mendekat atau menjauh ke seluruh siswa, 3) Penggunan media power point dapat diterapkan untuk materi IPA lain yang memiliki karakteristik sama seperti un-tuk menggambarkan obyek yang bergerak, obyek yang terlalu jauh, terlalu cepat, terlalu kecil atau terlalu besar seperti pada pemahaman konsep listrik mengalir, konsep penyerbukan, dan seba-gainya.

Page 52: JPII 2.1 Edisi Khusus

Casmuti / JPII 2 (1) (2013) 40-4848

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran Peranannya Sa-ngat Penting dalam Mencapai Tujuan Pembelaja-ran. Yogyakarta: Grava Media

Hamalik, O. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Kristanto, A. 2010. Pengembangan Media komputer Pembelajaran Multimedia Mata Pelajaran Fisi-ka Pokok Bahasan Tatasurya Bagi Siswa Kelas 2 Semester I di SMAN 22 Surabaya. Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. ISSN 0854-7149, Vol. 10 (2).

Nurhaeni, Y. 2011. Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Konsep Listrik Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas IX SMPN 43 Bandung. Jurnal Penelitian Pendidikan UPI. Vol. 12 (1).

Rahmatullah, M. 2011. Pengaruh Pemanfaatan Media

Pembelajaran Film Animasi Terhadap Hasil Belajar (Studi Eksperimen pada Mata Pelajaran IPS Siswa kelas VII SMPN 6 Banjarmasin). Ju-rnal penelitian pendidikan edisi khusus nomor 1.

Rizky, R., Wawan, & Eka, S. 2008. Optimalisasi Ma-cromedia Flash Untuk Mendukung Pembela-jaran Berbasis Komputer Pada Program Studi Ilmu Komputer FPMIPA UPI. Jurnal Pendidi-kan Teknologi Informasi & Komunikasi. Vol.1 (2).

Supardiyono. 2009. Pengembangan Media Pembelaja-ran Interaktif dengan Aplikasi Program Micro-soft Office Power Point Pada Materi Tatasurya Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Matematika & Sains, Universitas Negeri Surabaya. Vol.16 (1).

Wasis, S. & Sulistyowati. 2010. Pengembangan Kom-puter Pembelajaran (CAI) Tentang Gerak Lu-rus Berubah Beraturan Pada Mata Pelajaran Fisika Bagi Kelas VII SMP Negeri 2 Surabaya. Jurnal Teknologi Pendidikan. Vol.1 (1).

Page 53: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 49-56

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

PENGEMBANGAN INSTRUMEN UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN MAHASISWA DALAM MERANCANG DAN MENGIMPLEMENTASIKAN

PENGAJARAN FISIKA

Anatasija Limba1*, Agus Setiawan2, Sri Redjeki2

1Prodi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Pattimura, Ambon2Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung

Diterima: 1 Desember 2012. Disetujui: 1 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan calon guru dalam merancang dan mengimplementa-sikan pengajaran fisika berdasarkan karakteristik Pedagogical Content Knowledge. Hasil yang diperoleh menunjuk-kan bahwa langkah-langkah dilakukan dalam mengambangkan instrumen adalah melakukan analisis konsep; membuat peta konsep; mengembangkan CoRes; mengembangkan indikator penilaian, butir soal penguasaan konsep fisika dan PCK; mengembangkan pedoman penilaian analisis konsep, peta konsep, CoRes, Pap-eRs, silabus dan RPP; mengembangkan pedoman wawancara, pedoman observasi, kuesioner, dan pedoman penilaian implementasi perangkat pengajaran.

ABSTRACT

Developing an instrument to measure the ability of prospective teachers in designing and implementing the teaching of physics based on the characteristics of Pedagogical Content Knowledge. The results obtained show that the steps are performed in floating instruments to analyze the concept; create concept maps; develop CoRes; develop assessment indicators, items mastery of physics concepts and PCK; develop guidelines for assessment concept analysis, concept maps, CoRes, Pap-eRs, syllabi and lesson plans, develop interview guides, observation, questionnaires, and guidelines for the implementation of the teaching assessment.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: Pedagogical Content Knowledge; instruments; implement teaching of physics

PENDAHULUAN

Fisika merupakan bagian dari Ilmu Penge-tahuan Alam (IPA) atau Sains. Pelajaran fisika ti-dak banyak diminati oleh siswa karena dianggap sulit dan susah dimengerti. Peningkatan kualitas pendidikan, termasuk kualitas pembelajaran fisi-ka pada jenjang sekolah seharusnya dimulai dari usaha meningkatkan kualitas persiapan calon guru di perguruan tinggi. Kualitas guru pertama-tama ditentukan oleh pendidikan calon guru di LPTK (Jalal &Supriadi, 2001). Semakin baik ku-

alitas lulusan LPTK, semakin besar peluang un-tuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Calon guru IPA yang profesional sebaik-nya dipersiapkan dengan mempertimbangkan as-pek pemahaman tentang kurikulum IPA, hakikat IPA, konten IPA, keterampilan mengajar IPA, konteks IPA, inquiry, asesmen, lingkungan untuk belajar IPA, serta hubungan IPA dengan konteks sosial(Rutherford, F.J. & Ahlgren, A. 1990). Se-cara skematis, keterkaitan antar aspek yang harus dimiliki calon guru IPA dapat dilihat pada Gam-bar 1. berikut ini.

*Alamat korespondensi: E-mail: [email protected]

Page 54: JPII 2.1 Edisi Khusus

Anatasija Limba, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 49-5650

Salah satu aspek yang harus dimiliki oleh calon guru seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 adalah Pedagogical Content Knowledge (PCK), yang merupakan gabungan khusus anta-ra pengetahuan isi/konten dan pengetahuan pe-dagogi. Untuk dapat meningkatkan penguasaan PCK calon guru, dapat dilakukan pembekalan untuk mengenali bagian-bagian dari PCK yang pada akhirnya dapat menguatkan kemampuan PCK mereka secara menyeluruh. Hal ini dila-kukan karena pada dasarnya PCK merupakan hubungan dinamis antara pengetahuan konten, pengetahuan pedagogi, dan pengetahuan kon-tekstual yang sangat berkaitan dari segi praktek (Nilsson, 2008). Loughran et al. (2008) melaku-kan penelitian terhadap calon guru sains dengan menggunakan CoRe dan PaP-eR sebagai alat untuk merepresentasikan PCK. Menurutnya, PCK pada pendidikan calon guru mempengaru-hi pola pikir mahasiswa, dan pendekatan terha-dap praktek mengajar. Dengan mengembangkan dokumen CoRe ketika mengajar selama praktek, mahasiswa calon guru diberi kerangka kerja yang bermanfaat dalam menyiapkan pembelajaran, dan membuat mereka lebih percaya diri pada saat praktek mengajar.Johnston & Ahtee (2006) juga menyatakan bahwa pembekalan PCK yang kuat pada calon guru akan menyebabkan calon guru terus menerus berupaya meluruskan, mem-perbaiki atau memahami lebih baik tentang sua-tu materi subjek yang akan diajarkan, sehingga materi subjek atau konten tersebut menjadi lebih mudah dipahami oleh siswa.

Abell (2008) merefleksikan gambaran isu-isu dan ide-ide besar yang penting dalam membentuk pemahaman tentang PCK dan si-fat penelitian PCK dengan mempertimbangkan

bagaimana PCK telah dikembangkan, dan be-rubah selama 20 tahun terakhir. Ia mengungkap-kan bahwa ide-ide yang pada awalnya digagas oleh Shulman (1986, 1987) terus menjadi ide yang baik, yang masuk akal dan yang berguna baik bagi penelitian pendidikan sains maupun pendidik guru sains dalam rangka meningkat-kan profesionalisme guru maupun calon guru. Ide-ide membantu menjelaskan mengapa peker-jaan pendidik guru sains dalam mempersiapkan guru-guru begitu sulit. PCK tetap merupakan ide yang berguna untuk peneliti pendidikan guru sains. PCK dapat menjadi alat yang berguna da-lam pendidikan guru sains. Bangunan PCK da-pat menyebabkan program persiapan guru sains menjadi kuat. Nilai dari PCK itu sendiri adalah apa yang telah disebutkan tentang belajar dan mengajar sains, yang akhirnya berpengaruh pada bagaimana siswa belajar sains.

Penelitian-penelitian lain yang juga dila-kukan untuk menyelidiki PCK calon guru dalam IPA – Fisika, memberikan hasil sebagai berikut:

Sebagian besar pengetahuan dan beberapa alternatif konsep Preservice Science Teacher’s (PSTs) dalam topik-topik sains tidak hanya sangat ren-dah tetapi mereka juga tidak memiliki pengeta-huan pedagogi yang cukup tentang pengetahuan sains yang efektif (e.g., Lederman, Gess-Newso-me, & Latz, 1994; Van Driel, De Jong, & Ver-loop, 2002).

Pengembangan PCK calon guru sebagian besar bergantung pada tingkat pengetahuan ma-teri subjek mereka karena PCK merujuk pada kemampuan mentransformasikan pengetahuan materi subjek dalam cara yang mudah dipahami oleh siswa (Van Driel et al. 2002).

Hanya ada sedikit mahasiswa pada pro-

Gambar 1. Benchmarks for Science Literacy(http://www.project2061.org/publications/bsl/online)

Page 55: JPII 2.1 Edisi Khusus

51Anatasija Limba, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 49-56

gram pendidikan guru yang tertarik untuk meny-elidiki sifat dasar dan pengembangan PCK PSTs setelah inovasi pendidikan diimplementasikan di Nederland(e.g., De Jong & Van Driel, 2004; De Jong, Van Driel, &Verloop, 2005; Van Driel et al., 2002).

Sangat sedikit tersedia pengetahuan ten-tang arah pengembangan PCK pada PSTs dalam literatur pendidikan sains (De Jong & Van Driel, 2004).

Physics methods course berbasis PCK berpe-luang penting, dan merupakan sumber yang po-tensial dalam pengembangan PCK calon guru fisika (Khajornsak Buaraphan and Vantipa Road-rangka, 2006).

Physics methods course berbasis PCK ber-potensi membantu calon guru untuk mening-katkan pemahaman tentang setiap komponen PCK dan mengembangkannya pada suatu topik spesifik untuk dikembangkan dan diimplemen-tasikan dalam praktek mengajar nyata (Kha-jornsak Buaraphan, Vantipa Roadrangka, Pawinee Srisukvatananan,Penchantr Singh, Mike Forret and Ian Taylor, 2007)

Proses National Board Certification (NBC) te-rutama pada pembuatan portofolio memberikan pengaruh secara signifikan terhadap pengemban-gan PCK calon guru (Soonhye Park, J. Steve Oliver, 2008).

Dengan demikian, ketika PCK disiapkan/dibekalkan dengan baik maka dapat meningkat-kan kemampuan calon guru dalam merancang dan mengimplementasikan pengajaran sains, khususnya pengajaran fisika. Permasalahannya, bagaimana membuat instrumen untuk mengukur kemampuan mahasiswa, sebagai calon guru da-lam merancang dan mengimplementasikan pen-gajaran fisika berdasarkan karakteristik PCK?

METODE

Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah kajian teoritis/studi pus-taka terhadap hasil-hasil penelitian yang terkait, validasi pakar, dan ujicoba instrumen serta anali-sis terhadap hasil ujicobabutir soal, khusus untuk butir soal penguasaan konsep dan penguasaan PCK. Hasilnya dideskripsikan secara naratif.

Perencanaan dan implementasi penga-jaran mata pelajaran apapun adalah aktivitas kognitif yang sangat kompleks dimana guru harus menerapkan pengetahuan dari bebera-pa domain (Leinhardt&Greeno, 1986;Resnick, 1987; Wilson, Shulman, &Richert, 1988 dalam Magnusson,et al., 1999). Guru sains yang efektif tahu bagaimana membuat perencanaan dan pan-

duan pengalaman belajar yang baik, dalam kon-disi dan kendala tertentu, untuk mengembang-kan pengetahuan dan pemahaman ilmiah siswa.

Pernyataan-pernyataan tentang peran pen-getahuan dalam pembelajaran menurut Mag-nusson, et al., (1999), didukung oleh hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh guru sains memiliki dampak yang besar terhadap semua aspek pengajaran mereka (Carlsen, 1991,1993; Dobey & Schafer, 1984; Hashweh, 1987; Nespor, 1987; Smith & Neale, 1991), serta pada bagaima-na dan apa yang dipelajari siswa (Bellamy, 1990; Magnusson, 1991). Hasil-hasil penelitian ini di-rangkum dalam konseptualisasi yang dikembang-kan oleh Shulman dan rekan-rekannya tentang beragam domain pengetahuan yang digunakan guru ketika merencanakan dan mengimple-mentasi pengajaran (Grossman, 1990; Shulman 1986, 1987;. Wilson, Shulman & Richert, 1988). Kontribusi utama dari bentuk pengetahuan das-ar untuk mengajar ini adalah pengakuan atas pentingnya pengetahuan subjek khusus dalam pengajaran yang efektif. Hal terpenting dari pekerjaan-pekerjaan ini adalah identifikasi jenis pengetahuan yang digambarkan sebagai penge-tahuan yang unik untuk professi guru, yaitu Pe-dagogical Content Knowledge (PCK). PCK adalah pengetahuan guru tentang bagaimana membantu siswa memahami materi pelajaran tertentu (Mag-nusson et al., 1999).

Definisi utama PCK adalah konseptuali-sasi hasil transformasi pengetahuan dari domain-domain yang lain (Wilson, Shulman, & Richert, 1988). Gagasan ini menunjukkan bahwa PCK adalah hasil dari transformasi pengetahuan ten-tang materi subjek, pedagogi, dan konteks, dima-na pengetahuan yang dihasilkan nantinya dapat memacu perkembangan domain pengetahuan dasar.

Berdasarkan hasil penelitian Grossman (1990) dan Tamir (1988), Magnusson et al.,(1999) mengkonseptualisasi PCK untuk pengajaran sains menjadi lima komponen yaitu: (1) Orienta-si terhadap pengajaran sains; (2)Pengetahuan dan pemahaman tentang kurikulum sains; (3) Penge-tahuan dan pemahaman tentang pemahaman siswa pada topik-topik sains yang spesifik; (4) Pengetahuan dan pemahaman tentang asesmen dalam sains; dan (5) Pengetahuan dan pemaha-man tentang strategi-strategi instruksional un-tuk mengajar sains. Komponen-komponen PCK untuk pembelajaran fisika diadaptasikan oleh Buaraphan et al., 2007dari komponen-komponen PCK menurut Magnusson et al., yang ditunjuk-kan dalam Gambar 2.

Page 56: JPII 2.1 Edisi Khusus

Anatasija Limba, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 49-5652

Setiap komponen PCK untuk pengajaran fisika kemudian dijabarkan dalam komponen-komponen kecil sebagai dasar mengembangkan indikator instrumen untuk mengukur kemam-puan mahasiswa calon guru fisika dalam meran-cang dan menginterpretasikan pengajaran fisika untuk materi fisika tertentu. Jabaran komponen ini ditunjukkan dalam Tabel 1.

Hasil penelitian Loughran, et al., (2004) juga menunjukkan bahwa penyajian PCK dapat didemonstrasikan melalui konseptualisasi CoRe dan PaP-eRs. CoRe (atau dalam beberapa kasus CoRes) dan PaP-eRs yang berhubungan. CoRe (Content Representation) merupakan tinjauan me-ngenai konseptualisasi guru tentang konten dari topik atau materi subyek tertentu. PaPeRs (Peda-gogical and Professional – Experience Repertoires) me-rupakan deskripsi naratif mengenai PCK seorang guru pada bagian atau aspek tertentu dari konten sains yang diajarkan yang dirancang secara senga-ja untuk menguraikan pemikiran guru mengenai aspek tertentu dari PCK dalam konten yang ada dan berdasarkan pada praktek di kelas. Sebuah CoRe dikembangkan dengan meminta guru un-tuk berpikir mengenai apa yang mereka anggap sebagai ‘ide besar’ yang berhubungan dengan pembelajaran topik tertentu untuk level tertentu. Ide besar tersebut kemudian dikaji dengan berba-gai pertanyaan seperti Apa yang anda ingin dipe-lajari siswa dari ide ini, Mengapa hal ini penting diketahui oleh siswa; Hal lain apa dari materi ini yang anda ketahui tetapi belum saatnya dike-tahui oleh siswa; Kesulitan/ keterbatasan yang berhubungan dengan cara mengajarkan materi

ini; Pengetahuan tentang pemikiran siswa yang mempengaruhi anda dalam mengajarkan materi ini; Faktor lain yang mempengaruhi cara anda mengajarkan materi ini;Prosedur mengajar (dan alasan khusus untuk penggunaannya); dan Cara spesifik untuk memastikan pemahaman atau ke-bingungan siswa mengenai materi ini. Dengan demikian, informasi spesifik mengenai ide besa-ryang mempengaruhi cara suatu konten diajar-kan dapat dibuat eksplisit (Loughran, et al. 2006).

Sebuah CoRe, meskipun mengandung informasi dan kemungkinan untuk memahami PCK, bukan suatu PCK, karena informasi yang terdapat dalam CoRe cenderung merupakan sua-tu perencanaan, dan terbatas dalam memberikan pendangan mendalam mengenai pengalaman praktek guru di kelas. Untuk alasan ini maka dikembangkan PaP-eRs (Pedagogical and Pro-fesional – experience Repertoires), dimana un-tuk semua tujuan dan maksud yang diharapkan, menjadi jalan pembuka bagi PCK yang memba-wa PCK ke dalam realita praktek guru sains, pe-mikiran dan pemahaman akan mengajar konteks tertentu dalam cara tertentu dan pada waktu ter-tentu (Loughran, et al., 2006).

Sebuah PaP-eRs merupakan deskripsi na-ratif mengenai PCK seorang guru yang mengga-risbawahi bagian atau aspek tertentu dari konten sains yang diajarkan. (Dalam beberapa kasus, PaP-eRs dapat merupakan konstruksi yang di-buat dari lebih dari seorang guru , meskipun pe-nyajiannya dapat berupa satu PCK individual). Sebuah PaP-eR dirancang secara sengaja untuk menguraikan pemikiran guru mengenai aspek

Gambar 2. Komponen-komponen PCK untuk Pengajaran Fisika

Page 57: JPII 2.1 Edisi Khusus

53Anatasija Limba, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 49-56

Tabel 1. Jabaran Komponen PCK untuk Pengajaran Fisika

NO NAMA KOMPONEN JABARAN KOMPONEN1. Orientasi terhadap

pengajaran sains Tujuan pengajaran fisika di kelas dan tingkat tertentu Pengetahuan yang terdiri dari tujuan-tujuan untuk mengajar fisika pada

subjek untuk kelas tertentu Konsepsi menyeluruh tentang pengajaran fisika pada konsep tertentu Cara umum untuk melihat atau mengkonseptualisasikan pengajaran dan

pembelajaran fisika Sebagai peta konseptual yang memandu keputusan instruksional tentang

tujuan harian, isi tugas siswa, penggunaan buku pelajaran dan bahan kurikulum lainnya serta evaluasi belajar siswa.

Berkaitan dengan penekanan dari instruksi pengajaran Berkaitan dengan strategi pengajaran

2. Pengetahuan dan pemahaman tentang kurikulum sains:

Pengetahuan tentang tujuan dan sasaran yang diamanatkan:

Pengetahuan dan sasaran bagi siswa dalam mempelajari topik tertentu, serta kaitannya dengan seluruh topik yang diajarkan selama di SMA

Terkait dengan pengetahuan guru tentang apa yang sudah dipelajari dan apa yang belum dipelajari oleh siswa

Pengetahuan tentang dokumen-dokumen kurikulum yang terkait di negaranya (misalnya: pengetahuan yang menyeluruh tentang KTSP)

Program-program dan bahan-bahan kurikulum yang spesifik:

Pengetahuan tentang program-program dan bahan-bahan yang relevan untuk domain fisika tertentu dan topik tertentu dalam domain itu

Pengetahuan tentang strategi-strategi mengajar fisika yang cocok dengan konsep yang diajarkan

Pengetahuan tentang tujuan umum pembelajaran dari kurikulum serta aktivitas/kegiatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam mencapai tujuan tersebut.

3. Pengetahuan dan pemahaman tentang pemahaman siswa pada topik-topik sains yang spesifik:

Pengetahuan yang harus dimiliki guru tentang siswa, dalam rangka membantu mereka mengembangkan pengetahuan ilmiah tertentu.

• Syarat-syarat untuk belajar konsep fisika yang spesifik:

• Pengetahuan dan keyakinan guru tentang prasyarat pengetahuan un-tuk belajar/mengajar konsep fisika tertentu

• Pemahaman tentang variasi pen-dekatan pengajaran siswa, hubun-gannya dengan pengembangan pengetahuan topik tertentu

• Pengetahuan tentang kemampuan dan keterampilan yang mungkin siswa butuhkan dalam mempelajari topik tertentu

• Pengetahuan tentang bagaimana mengubah-ubah atau menyelang-nyelingkan pendekatan mengajar pada siswa dengan tingkat perkem-bangan yang berbeda, karena hal ini berkaitan dengan

• Bidang-bidang atau wilayah yang dirasakan sulit untuk siswa:

• Pengetahuan tentang topik-topik sains yang menurut siswa sulit untuk dipelajari

• Pengetahuan tentang kesulitan-kesulitan siswa dalam mema-hami konsep fisika tertentu beserta alasan mengapa mereka sulit memahaminya, seperti: konsep-konsep yang abstrak atau tidak berhubungan secara langsung dengan pengalaman siswa. Guru harus tahu topik-topik yang berhubungan dengan kategori ini dan aspek-aspek apa saja pada topik-topik ini yang ditemukan paling tidak bisa diakses oleh siswa.

• Pengetahuan tentang jenis kesa-lahan yang sering

Page 58: JPII 2.1 Edisi Khusus

Anatasija Limba, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 49-5654

(1) (2) (3) (4)pengembangan pemahaman yang spesifik

dibuat oleh siswa dan bentuk-bentuk pengetahuan eksperimental dunia nyata yang mereka perlukan untuk memahami masalah baru.

Pengetahuan tentang miskonsepsi siswa

4. Pengetahuan dan pemahaman tentang asesmen dalam sains

Pengetahuan tentang dimensi-dimensi dalam pengajaran Fisika yang penting untuk dinilai:

Pengetahuan tentang aspek-aspek pengetahuan siswa yang penting untuk dinilai pada topik khusus yang dipelajari

Pengetahuan guru tentang tujuan utama sains di sekolah, menghasilkan warga negara yang melek sains, seperti: pemahaman konseptual, tema-tema interdisipliner, nature of science, inquiri, penalaran praktis

Pengetahuan tentang standar penilaian menurut NRC

Pengetahuan tentang dimensi-dimensi atau aspek-aspek apa saja dari melek sains yang harus dinilai pada waktu belajar konsep tertentu

Pengetahuan tentang perencanaan dan pelaksanaan penyelidikan empiris selama mempelajari konsep tertentu, dimana siswa benar-benar melakukan penyelidikan tertentu.

Pengetahuan tentang metode-metode penilaian yang dapat dinilai:

Pengetahuan guru tentang cara-cara penting yang digunakan untuk menilai aspek-aspek spesifik dari pengetahuan siswa yang penting untuk belajar satu konsep tertentu.

Pengetahuan tentang bentuk-bentuk penilaian, misalnya: penilaian terhadap pengetahuan konseptual, menggunakan tes tertulis; penilaian terhadap pengetahuan penyelidikan ilmiah, menggunakan penilaian pengalaman praktek di laboratorium atau menggunakan laporan praktikum; penilaian terhadap produk buatan siswa, selama belajar atau setelah belajar, menggunakan penilaian portofolio; dan penilaian performens terkait dengan kegiatan pembelajaran yang relevan.

Pengetahuan tentang instrumen atau prosedur yang spesifik, pendekatan atau aktivitas yang dapat digunakan selama belajar konsep tertentu untuk menilai dimensi-dimensi penting dari belajar sains, juga termasuk keuntungan dan kerugian yang terkait dengan penggunaan teknik penilaian tertentu.

5. Pengetahuan dan pemahaman tentang strategi-strategi instruksional untuk mengajar sains

Pengetahuan tentang strategi mengajar siswa tertentu Pengetahuan tentang strategi mengajar konsep tertentu

Page 59: JPII 2.1 Edisi Khusus

55Anatasija Limba, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 49-56

tertentu dari PCK dalam konten yang ada dan berdasarkan pada praktek di kelas. PaP-eRs ditu-jukan untuk mewakili alasan yang diambil guru yaitu pemikiran dan tindakan dari seorang guru sains yang sukses dalam mengajar aspek spesifik dari konten sains.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk dapat mengembangkan CoRe, terlebih dahulu dilakukan analisis konsep dan pembuatan peta konsep. Hal ini dilakukan ka-rena analisis konsep merupakan prosedur for-mal dalam menguji konsep untuk menentukan bagaimana konsep tersebut sebaiknya diajarkan (Herron, et al. 1976). Dengan melalukan analisis konsep dan membuat peta konsep terlebih dahu-lu akan mempermudah dalam mengembangkan CoRe. Pap-eRs akan dikembangkan oleh maha-siswa calon guru dengan terlebih dahulu menya-ksikan tayangan video pembelajaran fisika oleh guru fisika berpengalaman, untuk itu dikembang-kan pedoman penilaiannya. CoRe dan PaP-eRs yang dikembangkan sendiri oleh calon guru atau guru akan mempermudah mereka dalam me-ngembangkan silabus dan RPP sesuai dengan ha-kekat KTSP karena bagian-bagian penting dalam mengambangkan silabus dan RPP telah dikaji terlebih pada saat membuat CoRe dan PaP-eRs.

Setelah membuat analisis konsep, peta konsep, dan mengembangkan CoRe, langkah selanjutnya yang dilakukan untuk mengukur ke-mampuan mahasiswa calon guru fisika dalam merancang dan mengimplementasikan pengaja-ran fisika adalah mengembangkan indikator pe-nilaian; mengembangkan butir soal penguasaan konsep fisika dan penguasaan PCK; mengem-bangkan pedoman penilaian analisis konsep, peta konsep, CoRes, Pap-eRs, silabus dan RPP; me-ngembangkan pedoman wawancara; mengem-bangkan kuesioner untuk mahasiswa dan dosen, mengembangkan pedoman observasi; dan me-ngembangkan pedoman penilaian implementasi perangkat pengajaran. Semuanya disusun dikem-bangkan/disusun berdasarkan aspek-aspek yang terdapat dalam setiap jabaran komponen PCK untuk pengajaran sains secara umum dan secara khusus pada jabaran komponen PCK untuk pe-ngajaran fisika.

Instrumen yang telah disusun kemudian diberikan ke tiga orang pakar untuk divalidasi. Hasil validasi dari ketiga orang pakar memberi-kan pertimbangan untuk merubah beberapa hal pada instrumen-instrumen tersebut menyangkut isi dan tata tulis. Selain validasi pakar, dilakukan uji coba khusus untuk butir soal penguasaan kon-

sep fisika dan penguasaan PCK. Hasil ujicoba kemudian dilakukan analisis.Analisis butir soal penguasaan konsep dan butir soal penguasaan PCK berdasarkan hasil uji coba menunjukkan ada beberapa soal yang gugur karena tidak valid dan tidak reliabel.

Setelah memperbaiki instrumen berda-sarkan hasil validasi dan hasil analisis butir soal diperoleh perangkat instrumen untuk mengukur kemampuan merancang dan mengimplementasi-kan pengajaran fisika yaitu:1. analisis konsep dan pedoman penilaiannya, 2. peta konsep dan pedoman penilaiannya, 3. CoRes dan pedoman penilaiannya, 4. Pedoman Penilaian PaP-eRs, 5. Pedoman Penilaian Silabus, 6. Pedoman Penilaian RPP, 7. Pedoman Penilaian Implementasi Pengaja-

ran Fisika, 8. butir soal penguasaan konsep, 9. butir soal penguasaan PCK, 10. lembar observasi pelaksanaan perkuliahan, 11. kuesioner untuk mahasiswa dan dosen, dan 12. pedoman wawancara mahasiswa.

SIMPULAN

Berdasarkan kajian teoritis yang dilaku-kan, dapat dikatakan bahwa aspek-aspek yang terdapat dalam setiap jabaran komponen PCK untuk pengajaran sains sebagian besar tertu-ang dalam Analisis konsep, Peta konsep, dan CoRes untuk konsep listrik magnet. Untuk itu, langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengambangkan instrumen untuk mengukur ke-mampuan mahasiswa dalam merencanakan dan mengimplementasikan pengajaran fisika adalah:1. melakukan analisis Konsep; membuat peta

konsep; mengembangkan CoRes; mengem-bangkan indikator penilaian; mengembang-kan butir soal penguasaan konsep fisika dan penguasaan PCK; mengembangkan pedo-man penilaian analisis konsep, peta konsep, CoRes, Pap-eRs, silabus dan RPP; mengem-bangkan pedoman wawancara; mengem-bangkan pedoman observasi; dan mengem-bangkan pedoman penilaian implementasi perangkat pengajaran.

2. Melakukan validasi pakar terhadap semua instrumen yang telah dikembangkan;

3. Melakukan uji coba dan analisis butir soal khusus untuk butir soal penguasaan konsep fisika dan penguasaan PCK;

4. Melakukan perbaikan terhadap hasil validasi pakar dan hasil ujicoba butir soal sehingga emperoleh perangkat instrumen untuk me-

Page 60: JPII 2.1 Edisi Khusus

Anatasija Limba, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 49-5656

ngukur kemampuan merancang dan me-ngimplementasikan pengajaran fisika berupa analisis konsep dan pedoman penilaiannya, peta konsep dan pedoman penilaiannya, CoRes dan pedoman penilaiannya, Pedo-man Penilaian PaP-eRs, Pedoman Penilaian Silabus, Pedoman Penilaian RPP, Pedoman Penilaian Implementasi Pengajaran Fisika, butir soal penguasaan konsep, butir soal pe- nguasaan PCK, lembar observasi pelaksa-naan perkuliahan, kuesioner untuk maha-siswa dan dosen, dan pedoman wawancara mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abell, S.K. 2008. Twenty Years Later: Does pedagogi-calcontent knowledge remain auseful idea?.In-ternational Journal of Science Education, 30 (10):

1405–1416Buaraphan, K., and Roadrangka, V. 2006. Preservice

Physics Teacher’s Pathway of Pedagogical Content Knowledge Development in a Phys-ics Methods Course: A Case Study. Kasetsart J. (Soc. Sci), 27 : 339 – 346

Buaraphan, K., et. al. 2007. The Development and Ex-ploration of Preservice Physics Teachers’ Peda-gogical Content Knowledge: From a Methods Course to Teaching Practice. Kasetsart J. (Soc. Set), 28 : 276 – 287

__________ . Benshmarks for science Literacy (http://www.project2061.org/publications/bsl/onlineDe Jong, O., & Van Driel, J. 2004. Exploring the de-

velopment of student teachers’ PCK of the multiple meanings of chemistry. International Journal of Science and Mathematics Education, 2 : 477–491

De Jong., O., Van Driel, J., & Verloop, N. 2005. Pre-service teachers’ pedagogical content knowl-edgeof using particle models when teaching chemistry. Journal of Research in Science Teach-ing, 42 : 947–964

Etkina, E. 2010. Pedagogical content knowledge and prepa-ration of high school physics teachers. Physical Review Special Topics - Physics Education Re-search 6, 020110 _2010_

Herron, R. J. D., et. al. 1976. Problem Associated with Concept Analysis

Jalal, F. & Supriadi, D. (Eds). 2001. Reformasi Pendidi-kan dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta : De-

partemen Pendidikan Nasional, BAPPENAS – Adicita Karya Nusa

Johnston, J. & Ahtee, M. 2006.‘What are Primary Stu-dent Teachers’ Attitudes, Subject Knowledge and Pedagogical Content Knowledge Needs in a Physics Topic?.’Teaching and Teacher Educa-tion. 22 (4): 1–10

Lederman, N.G., Gess-Newsome, J., & Latz, M.S. 1994. The nature and development of preser-vice science teachers’ conceptions of subject matter and pedagogy. Journal of Research in-Science Teaching, 31 : 129–146

Loughran, J.J. Berry, A. Mulhall, P. 2004. In Search of Pedagogical Content Knowledge in Science: Developing Ways of Articulating and Docu-menting Professional Practice. Journal of Re-search in Science teaching, 41 (4): 370 - 391

Loughran, J.J. Berry, A. Mulhall, P. 2006. Understand-ing and Developing Science Teachers’ Pedagogical Content Knowledge. Rotterdam : Sense Publish-ers

Loughran, J., Mulhall, P., & Berry, A. 2008. Explor-ing pedagogical content knowledge in science teacher education. International Journal of Sci-ence Education, 30 (10): 1301–1320

Magnusson, S. Krajcik, J. & Borko, H. 1999. Nature, Sources, and Development of Pedagogical Content Knowledge for Science Teaching. Examining Peda-gogical Content Knowledge, The Construct and its Implications for Science Education. Science & Ed-ucation Library: Volume: 6.USA: Association for the Education of Teachers in Science

Nilsson, P. 2008. Teaching for Understanding: The complex nature of pedagogical content knowl-edge in pre-service education. International Journal of Science Education, 30 (10): 1281–1299

Park, S & Oliver, J.S. 2008. National Board Certifica-tion (NBC) as a Catalyst for Teachers’Learning about Teaching: The Effects of the NBC Pro-cesson Candidate Teachers’ PCK Develop-ment. Journal of Research In Science Teaching, 45 (7): 812–834

Shulman, L, S., 1986. Those Who Understand : Knowledge Growth in Teaching. Educational Research, 15 : 4 – 14

Shulman, L.S. 1987. Knowledge and teaching: Foun-dations of the new reform. Harvard Educational Review, 57 : 1–22

Van Driel, JH., De Jong, Verloop,N. 2002. The De-velopment of Preservice Chemistry Teachers’ Pedagogical Content Knowledge. Journal of Science Teacher Education, (86): 572-590

Page 61: JPII 2.1 Edisi Khusus

JPII 2 (1) (2013) 57-64

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii

KEMAMPUAN BEREKSPERIMEN SINTESIS SENYAWA ANORGANIKDAN INTERRELASINYA DENGAN PENGUASAAN KONSEP KIMIA

ANORGANIK PADA MAHASISWA CALON GURU KIMIA

Yenni Kurniawati1*, Anna Permanasari2, Ahmad Muzakir2

1Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sulthan Syarif Kasim2Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia

Diterima: 1 Desember 2012. Disetujui: 1 April 2013. Dipublikasikan: April 2013

ABSTRAK

Penelitian menggunakan ‘mixed method embedded desain’ dilakukan untuk melihat interrelasi keterampilan eksperimen dengan pemahaman konsep secara lebih utuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan ilmu kimia yang dipelajarinya dengan eksperimen yang dilakukan, termasuk dalam hal sederhana seperti membuat larutan. Perlu dilakukan berbagai upaya oleh dosen untuk membangun kemampuan interrelasi ini terutama karena kemampuan tersebut mutlak perlu dikuasai oleh calon guru kimia.

ABSTRACT

Research using the ‘embedded mixed method design’ done experiments to see interrelations skills with under-standing concepts more fully. The results showed that in general, a lot of students who have difficulty in integrat-ing chemistry studied by experiments carried out, including the simple things like making solution. Need made various attempts by faculty to build the capacity of this interrelation is mainly due to the ability of the absolute need to be controlled by the chemistry teacher.

© 2013 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: experiments; Concept Mastery; Inorganic Chemistrys

PENDAHULUAN

Kimia anorganik merupakan salah satu bidang dalam Ilmu Kimia yang sangat penting bukan hanya sebagai sains dasar tetapi juga se-bagai salah satu dasar dari berbagai teknologi modern. Zat sederhana dan senyawa anorganik padat digunakan di berbagai industri informasi, komunikasi, otomotif, penerbangan serta berba-gai industri tradisional. Senyawa anorganik juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sinte-sis organik dengan senyawa kompleks, katalis ho-mogen, fungsi bioanorganik, dan lain sebagainya (Saito, 2004).

Kimia anorganik, sebagaimana bidang ilmu kimia lainnya berkembang melalui fakta empiris (melalui eksperimen). Melalui berbagai eksperimen, berbagai ahli kimia sepanjang masa menemukan beragam konsep, postulat, teori, serta berbagai hasil temuan yang sangat berman-faat bagi kehidupan umat manusia. Hingga saat ini beragam eksperimen terus dilakukan dan di-kembangkan oleh para ahli kimia. Dalam per-kembangan ilmu kimia anorganik, proses sintesis senyawa anorganik merupakan salah satu bagian penting, dimana proses sintesis dapat dilakukan guna menguji teori, menemukan senyawa baru melalui sintesis dan mengujikan metode baru, maupuan guna meningkatkan kualitas hasil (Jol-ly, 1970). *Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

Page 62: JPII 2.1 Edisi Khusus

Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-6458

Pelaksanaan eksperimen sintesis senyawa anorganik yang dilaksanakan di laboratorium di jenjang perguruan tinggi, bagi mahasiswa, memberikan kesempatan pada mereka untuk me-ngamati dan memahami hubungan antara ilmu kimia dengan dunia luar yang pada akhirnya menjadi sangat penting sebagai bekal mereka dan bagi perkembangan ilmu kimia dan pendidikan kimia (Kaya dan Cetin, 2012). Namun pelaksa-naan eksperimen sintesis senyawa anorganik ini membutuhkan beragam kemampuan dasar be-reksperimen yang sebaiknya telah dimiliki oleh mahasiswa, tidak sekedar keterampilan melak-sanakan kegiatan eksperimen dalam praktikum dengan mengikuti ‘resep’ pada penuntun prak-tikum. Tapi lebih pada keterampilan bereksperi-men kimia yang bermakna, dimana penguasaan yang baik terhadap beragam kemampuan mulai dari kemampuan penguasaan konsep yang me-landasi berlangsungnya eksperimen, kemampuan merancang eksperimen, kemampuan menguasai penggunaan alat untuk eksperimen, melakukan pengamatan selama eksperimen, menganalis hasil-hasil eksperimen hingga memecahkan per-masalahan yang timbul selama eksperimen, yang semestinya dimiliki oleh mahasiswa calon guru kimia.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bah-wa keterkaitan antara kemampuan penguasaan konsep kimia dengan kemampuan mereka me-ngintegrasikannya dalam eksperimen adalah hal yang tidak mudah untuk dideteksi (Borrmann, 2008), namun perlu untuk dilakukan (Xu dan Talaquer, 2011). Pengalaman bereksperimen di laboratorium memang tidak berdiri sendiri. Keterkaitan dengan pemahaman konsep dan pembelajarannya, merupakan satu kesatuan untuk mencapai suatu tujuan eksperimen yang melibatkan pembelajaran konsep kimia lainnya baik sebelum, selama dan setelah kegiatan eks-perimen (Reid dan Shah, 2006). Disamping itu, untuk menjadi guru kimia yang profesional, ke-mampuan mereka mengembangkan eksperimen berdasarkan penguasaan konsep yang mampu mereka konstruk ke dalam eksperimen sangat dibutuhkan (Hofstein, Navon, Kiprus dan Naa-man, 2004).

Eksperimen sintesis senyawa anorganik biasanya dilaksanakan dalam Praktikum Kimia Anorganik di Lembaga Pendidikan Tenaga Ke-guruan (LPTK) yang dilaksanakan untuk maha-siswa semester 4-5, setelah mahasiswa tersebut melalui beberapa Praktikum Kimia lainnya. Ar-tinya saat mahasiswa melaksanakan praktikum kimia Anorganik, mereka diharapkan telah me-miliki pengalaman dasar bereksperimen sebelum-

nya. Untuk mengetahui apakah eksperimen yang telah mereka lakukan sebelumnya memiliki pe- ngaruh terhadap kebermaknaan eksperimen se-lanjutnya maka perlu diketahui profil keterampi-lan bereksperimen sintesis kimia anorganik pada mahasiwa dan hubungannya dengan kemampu-an penguasaan konsep mahasiswa yang terkait erat dengan eksperimen tersebut. Profil Interre-lasi kemampuan penguasaan konsep mahasis-wa dengan kemampuan bereksperimen sintesis kimia anorganik mahasiswa diharapkan dapat menjadi barometer sejauhmana pelaksanaan la-tihan eksperimen yang mereka lakukan selama praktikum benar-benar mereka pahami dalam kaitannya dengan pemahaman konseptual akan setiap proses eksperimen yang mereka lakukan.

Teknik dasar sintesis kimia anorganik diantaranya meliputi kemampuaan melakukan destilasi, refluks, rekristalisasi dan ekstraksi (Jol-ly, 1970). Dalam implementasinya teknik dasar sintesis senyawa anorganik ini membutuhkan keterampilan dasar yang sederhana namun fun-damental seperti keterampilan membuat larutan, melakukan pemanasan dan melakukan titrasi. Hal ini perlu untuk digali mengingat kesalahan-nya merupakan kesalahan yang tergolong fatal dalam eksperimen sintesis senyawa anorganik.

METODE

Sampel penelitian terdiri dari dua kelom-pok mahasiwa semester V yang berjumlah 70 orang dari dua kelas yang berbeda yang sedang melaksanakan eksperimen Sintesis Senyawa An-organik dalam Praktikum Kimia Anorganik de-ngan topik yang sama. Mahasiswa semester V ini terdiri 35 mahasiswa dari kelas A dan 35 orang dari kelas B, di mana keduanya berasal dari Ju-rusan Pendidikan Kimia di salah satu Perguruan Tinggi di Kota Pekanbaru. Penelitian dilakukan menggunakan metoda campuran jenis ‘embedded-design’, dimana data yang diambil merupakan ga-bungan dari data kualitatif dengan sebagai data kuantitatif, dengan pengambilan data kuantita-tif sebagai data utama, sedangkan data kualita-tif diambil terkait erat dengan aspek kuantitatif yang diteliti (Cresswell dan Clark, 2007; Cress-well, 2008).

Kemampuan penguasaan konsep yang ter-kait dengan proses praktikum diases melalui tes lisan, yang dilakukan pada 20 mahasiswa yang diambil secara acak dari kedua kelas. Interrelasi kedua kemampuan ini dapat dilihat dari tes lisan ini, melalui sejauhmana mahasiswa memahami konsep kimia anorganik dan menghubungkan proses eksperimen dan permasalahannya de-

Page 63: JPII 2.1 Edisi Khusus

59Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-64

ngan konsep-konsep yang terkait. Asesmen ki-nerja dilakukan untuk mengases kemampuan bereksperimen mahasiswa dengan menggunakan lembar pengamatan yang didesain untuk me-ngetahui level kemampuan dasar bereksperimen sintesis senyawa anorganik mahasiswa. Analisis korelasi terhadap nilai Kimia Anorganik teoritis dengan nilai Praktikum Kimia Anorganik ma-hasiswa dilakukan guna melihat apakah pengu-asaan mereka terhadap konsep kimia anorganik secara keseluruhan memiliki pengaruh terhadap kemampuan dalam melaksanakan praktikum. Wawancara dilakukan pada 15 orang mahasis-wa yang diambil secara acak dari masing-masing kelas untuk mengetahui kesulitan mereka dalam menghubungkan permasalahan yang mereka ha-dapi dengan konsep yang telah mereka pahami.

PEMBAHASAN

Keterampilan dasar-dasar bereksperimen dalam sintesis kimia anorganik yang digali da-lam penelitian ini adalah kemampuan dasar yang terkait dengan teknik-teknik dasar melaksanakan sintesis senyawa anorganik, yang meliputi kegia-tan destilasi, refluks, rekristalisasi, titrasi, berikut pemahaman serta implementasi konsep-konsep kimia yang terkait di dalamnya. Pada penelitian ini, kemampuan membuat larutan juga diases un-tuk mengetahui apakah untuk proses yang sangat mendasar dari keseluruhan proses, masih terda-pat kesalahan fatal dikarenakan kesalahan dalam pembuatan larutan. Dalam melaksanakan proses reaksi kimia yang melibatkan pemanasan, alat

yang digunakan dan alasan penggunaannya me-rupakan kemampuan dasar yang juga penting un-tuk diases, mengingat proses pemanasan bukan hanya sekedar meningkatkan temperatur reaksi, namun melibatkan proses-proses yang membu-tuhkan pemahaman pentingnya penggunaan alat yang benar dalam mengatur temperatur selama proses reaksi yang membutuhkan pemanasan.

Hasil penelitian terhadap mahasiswa calon guru kimia pada kedua kelas, menunjukkan bah-wa kemampuan mereka dalam melaksanakan dasar-dasar eksperimen sintesis senyawa anorga-nik memiliki pola kelemahan yang hampir sama, dimana kemampuan melakukan refluks adalah kemampuan terendah yang mereka kuasai. Se-cara keseluruhan, profil kemampuan dasar be-reksperimen sintesis senyawa anorganik mereka dapat dilihat pada Gambar 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa da-lam hal membuat larutan secara umum, kemam-puan mahasiswa semester 4 pada kedua kelas dalam membuat larutan dapat dikatakan cukup baik, dengan rata-rata 75% untuk kedua kelas. Namun demikian, dalam melaksanakan ekspe-rimen sintesis senyawa anorganik, kesalahan da-lam membuat larutan seharusnya merupakan ke-salahan yang tidak semestinya terjadi mengingat akibatnya dapat sangat mempengaruhi hampir keseluruhan kegiatan eksperimen. Karenanya hal ini tetap perlu menjadi fokus perhatian bagi do-sen, terutama guna mengenali dan memperbaiki sumber-sumber kesalahan dan kesulitan mahasis-wa ke depan.

Menghitung konsentrasi zat yang akan

Gambar 1. Skor Keterampilan dasar-dasar bereksperimen dalam sintesis kimia anorganik mahasiswa calon guru kimia

Page 64: JPII 2.1 Edisi Khusus

Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-6460

diambil, adalah faktor kesalahan/kesulitan ter-banyak yang dialami mahasiswa dalam membuat larutan. Dalam penelitian ini, jika zat asalnya berupa larutan dengan massa jenis dan satuan konsentrasi yang berbeda dengan larutan yang akan dibuat, mahasiswa seringkali melakukan kesalahan dalam menghitung zat asal yang harus diambil.

Dari sini terlihat bahwa penguasaan kon-sep mahasiswa yang terkait dengan pembuatan larutan akan sangat mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam bereksperimen di laboratorium mulai dari hal yang sederhana seperti membuat larutan. Selain itu, preparasi larutan yang sering-kali telah dipersiapkan oleh asisten mahasiswa di laboratorium dengan maksud efisiensi kerja juga mempengaruhi kemampuan mahasiswa per-indi-vidu dalam membuat larutan

Wawancara terhadap mahasiswa menun-jukkan bahwa hal ini disebabkan karena mereka cenderung hanya menghafal rumus dalam meng-hitung konsentrasi larutan, namun belum mema-hami dengan baik makna dari konversi berbagai konsentrasi dalam kimia. Padahal larutan senya-wa kimia ini merupakan bahan dasar dari proses sintesis, yang bila terjadi kesalahan akan menye-babkan seluruh proses hingga akhir mengalami kegagalan.

Kemampuan melakukan pemanasan laru-tan, bukanlah sesederhana yang terlihat. Proses pemanasan adalah faktor yang sangat penting dalam proses sintesis senyawa anorganik. Sum-ber-sumber kesalahan ataupun kesulitan utama mahasiswa dalam melakukan pemanasan dapat dilihat pada Tabel 2.

Penggunaan peralatan pengantar panas yang digunakan menjadi permasalahan bagi se-kitar 24-25% mahasiswa kedua kelas. Mahasiswa kurang memahami alasan mengapa harus meng-gunakan wadah dan pemanas tertentu, perlunya atau tidaknya suhu yang konstan dan merata, serta wadah yang digunakan untuk proses pema-nasan. Hubungan antara keberlangsungan reaksi kimia dengan ketepatan alat juga kurang dipaha-mi mahasiswa. Mereka hanya menggunakan alat hanya dengan alasan ‘mengikuti penuntun prak-tikum’ tanpa tahu alasan mengapa harus alat ter-sebut yang dipergunakan dan manfaatnya dalam proses sintesis.

Hal yang sama juga terjadi pada proses rekristalisasi. Hampir 30 % dari mahasiswa di kedua kelas mengalami beberapa kesalahan. Hal ini disebabkan karena mereka hanya melaksana-kan kegiatan berdasarkan petunjuk praktikum tanpa memahami mengapa hal tersebut harus dilakukan. Prinsip-prinsip rekristalisasi kurang

Tabel 1. Skor Rerata Kemampuan Mahasiswa dan Sumber Kesulitan/Kesalahan Utama Mahasiswa dalam Membuat Larutan

KegiatanSkor

Rerata Kelas A

Skor Rerata Kelas B

Skor Maksimum

Kesulitan/Kesalahan Utama

Menghitung massa/volume senyawa konsentrat yang akan diambil

18 16 25

Bila satuan konsentrasi preparat asal berbeda dengan satuan konsentrasi larutan yang akan dibuat

Mengambil sediaan zat yang tepat

12 11 15Belum pernah melihat bentuk senyawa murni

Menimbang dengan tepat 16 14 20Kurang teliti dan seksama, terburu-buru

Mengambil dan menggunakan alat dengan tepat

22 21 25

Penggunaan pipet ukur dengan gelas ukur

Tidak menggunakan labu ukur untuk menentukan volume akhir larutan

Membaca skala volume larutan

13 7 15Menentukan minuscus dan posisi mata

81 69 100

Page 65: JPII 2.1 Edisi Khusus

61Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-64

Tabel 2. Skor Rerata Kemampuan Mahasiswa dan Sumber Kesulitan/Kesalahan Utama Mahasiswa dalam Melakukan Pemanasan

KegiatanSkor

Rerata Kelas A

Skor Rerata Kelas B

Skor Maksimum Kesulitan/Kesalahan Utama

Menggunakan alat yang tepat sesuai kebutuhan

43 42 60

Mahasiswa kurang memahami kapan dan mengapa harus menggunakan api bebas, hot plate + stirrer, heating mantle atau waterbath

Mahasiswa kurang memahami kapan harus dan mengapa menggunakan cawan penguap, gelas kimia, berbagai jenis labu, dan lainnya

Menentukan temperatur 16 15 20

Menggunakan thermometer secara manual untuk menentukan temperatur dalam larutan yang dipanaskan

Stirring 17 18 20 Melakukan pengadukan dengan benar saat dibutuhkan

76 75 100

dipahami mahasiswa dengan baik, dan pengaruh pelarut dan kelarutan adalah konsep utama yang mendukung proses ini juga kurang dipahami de-ngan baik pada sebahagian mahasiswa. Sumber-sumber kesulitan/kesalahan utama mahasiswa dalam melakukan rekristalisasi dapat terlihat pada Tabel 3.

Proses rekristalisasi sebenarnya bukan pro-ses yang terlalu sulit. Namun konsep teoritis yang berada dibalik proses ini menjadi hal yang paling dominan kurang dipahami oleh mahasiswa. pem-berian prelab an postlab dalam bentuk pemetaan hubungan konsep dengan eksperimen (Markow dan Lonning, 1998)

Untuk melakukan proses Refluks, Des-tilasi dan Titrasi, kelemahan mahasiswa yang paling dominan lebih terletak pada kurangnya pengalaman mereka dalam melaksanakan proses tersebut mulai dari merangkai alat hingga pelak-sanaannya. Sumber-sumber kesulitan/kesalahan utama mahasiswa dalam melakukan Refluks da-pat terlihat pada Tabel 4. Dari tabel ini dapat dili-hat bahwa disamping kesulitan yang bersifat tek-nis pelaksanaan refluks, landasan teoritis tentang mengapa dan kapan proses refluks harus dilaku-kan. Jawaban mayoritas mereka lebih pada hanya ‘mengikuti’ tahapan kerja pada penuntun prakti-kum. Praktikum yang dilaksanakan perkelompok menjadikan beberapa mahasiswa tidak ikut serta dalam merangkai alat dan melaksanakan proses tersebut, baik dengan alasan takut alat yang me-reka gunakan tersebut pecah atau memang ka-

rena kurang memperoleh kesempatan. Dari sini dapat terlihat bahwa pengalaman bereksperimen yang berulang memang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan bereksperimen ma-hasiswa.

Prinsip destilasi senyawa kimia adalah prinsip yang sederhana. Karenanya, berbeda de-ngan refluks, sebahagian besar mahasiswa cukup memahami alasan kapan dan mengapa destilasi perlu dilakukan. Kecenderungan kelompok prak-tikum dimana hanya sebagian mahasiswa saja yang selalu ‘berani’ dalam mengoperasikan/me-rancang alat kimia, menjadikan sebahagian lain-nya jarang bahkan terkadang samasekali tidak pernah merangkai dan melakukan eksperimen dengan alat-alat yang hanya berupa ‘glass-ware’ sederhana.

Penggunaan alat refluks dan destilasi me-mang merupakan salah satu kelemahan terbesar mahasiswa. Namun hal ini sangat dimungkinkan mengingat sangat jarangnya kegiatan ini mereka lakukan selama bereksperimen kimia di Pergu-ruan Tinggi mengingat kompleksitas kegiatan yang membutuhkan waktu dan biaya yang ti-dak sedikit, serta tidak banyak eksperimen yang selalu harus menggunakan alat refluks. Latihan dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan ‘Virtual Experiment’ (Lagowski, 2005; Tatli dan Ayas,2012; Herga,dan Dinevski, 2012,), mung-kin dapat membantu mereka melakukan latihan berulang tanpa dibatasi tempat, waktu dan bia-ya, karena pengalaman yang baik tentang labo-

Page 66: JPII 2.1 Edisi Khusus

Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-6462

han utama mahasiswa dalam melakukan destilasi dapat terlihat pada Tabel 5.

Keterampilan melaksanakan titrasi menja-di kesulitan utama pada mahasiswa, mulai dari merangkai alat, melaksanakan titrasi, hingga me-nentukan titik akhir titrasi. Pelaksanaan prakti-kum yang berkelompok sangat mungkin menjadi faktor yang sangat mempengaruhi hal ini. Be-berapa mahasiswa tidak selalu terlibat langsung

ratorium memberikan peluang pada mahasiswa untuk dapat mengintegrasikan kimia kedalam pemahaman yang lebih luas tidak hanya sekedar dalam pembelajaran kimia, mekipun jenis pe-ngalaman terbaik dan bagaimana menggabung-kannya dengan eksperimen konvensional belum dievaluasi secara objektif. (Romsey dan Howey dalam Hofstein, 2004).

Adapun sumber-sumber kesulitan/kesala-

Tabel 3. Skor Rerata Kemampuan Mahasiswa dan Sumber Kesulitan/Kesalahan Utama Mahasiswa dalam Melakukan Rekristalisasi

KegiatanSkor

Rerata Kelas A

Skor Rerata Kelas B

Skor Maksimum Kesulitan/Kesalahan Utama

Menggunakan alat yang tepat sesuai kebutuhan

19 18 20Membedakan penggunaan erlenmeyer dengan gelas kimia saat fi ltrasi

Mengetahui alasan dan prinsip dasar rekristalisasi

25 25 40

Mahasiswa kurang memahami prinsip dasar rekristalisasi dan alasan mengapa rekristalisasi harus dilakukan, dan alasan penggunaan pelarut

Mengetahui teknik rekristalisasi dan melakukannya dengan benar

30 28 40

Terburu-buru ingin proses fi ltrasi berlangsung cepat dan terkadang mengaduk sampel diatas alat penyaring/corong

74 71 100

Tabel 4. Skor Rerata Kemampuan Mahasiswa dan Sumber Kesulitan/Kesalahan Utama Mahasiswa dalam Melakukan Refluks

KegiatanSkor

Rerata Kelas A

Skor Rerata Kelas B

Skor Maksimum

Kesulitan/Kesalahan Utama

Memahami fungsi masing-masing fungsi alat-alat refluks

10 9 20Kurang memahami keterkaitan fungsi masing-masing alat

Menggunakan alat yang tepat sesuai kebutuhan

20 17 25Menentukan bentuk labu, keseimbangan ukuran labu, dan kondensor yang tepat

Merangkai alat refluks 11 6 25Takut alat-alat pecah, atau bingung melakukannya meskipun dengan petunjuk

Memahami kapan dan mengapa harus melakukan refluks

7 4 30Kurang memahami kapan dan mengapa refluks perlu dilakukan

48 36 100

Page 67: JPII 2.1 Edisi Khusus

63Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-64

Tabel 5. Skor Rerata Kemampuan Mahasiswa dan Sumber Kesulitan/Kesalahan Utama Mahasiswa dalam Melakukan Destilasi

KegiatanSkor

Rerata Kelas A

Skor Rerata Kelas B

Skor Maksimum Kesulitan/Kesalahan Utama

Memahami fungsi masing-masing fungsi alat-alat destilasi

22 21 25 Kurang memahami keterkaitan fungsi masing-masing alat

Menggunakan alat yang tepat sesuai kebutuhan 13 12 15

Menentukan bentuk labu, keseimbangan ukuran labu, dan kondensor yang tepat

Merangkai alat destilasi 10 7 20Takut alat-alat pecah/rusak, atau bingung melakukannya meskipun dengan petunjuk

Memahami kapan dan mengapa harus melakukan destilasi

19 18 25 Kurang memahami kapan dan mengapa destilasi perlu dilakukan

64 58 100

Tabel 6. Skor Rerata Kemampuan Mahasiswa Sumber Kesulitan/Kesalahan Utama Mahasiswa dalam Melakukan Titrasi

KegiatanSkor

Rerata Kelas A

Skor Rerata Kelas B

Skor Maksimum Kesulitan/Kesalahan Utama

Menggunakan alat yang tepat sesuai kebutuhan 10 8 10 Menggunakan alat ukur volume

yang salah/kurang tepat

Merangkai alat titrasi 8 7 15 Takut alat-alat pecah/rusak

Memahami kapan dan mengapa harus melakukan titrasi

16 15 20 Kurang memahami kapan dan mengapa titrasi perlu dilakukan

Penggunaan Indikator 15 12 20

Tidak tahu alasan menggunakan indikator yang tepatMenentukan warna perubahan indikator yang tepat saat titik akhir titrasi

Melakukan proses Titrasi 8 8 15Posisi kerja, cara pengadukan, pengaturan penetesan larutan dari buret, dan membaca skala

Menganalisis data 12 10 20 Menghitung konsentrasi hasil dengan benar

69 60 100

Page 68: JPII 2.1 Edisi Khusus

Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-6464

selama kegiatan titrasi. Hal ini membuat kelema-han mereka terlihat cukup tinggi dalam hal terse-but dibanding hal lainnya.

Disamping itu, kurangnya kuantitas, kelu-asan dan kedalaman pemahaman, kemampuan melakukan pendekatan juga kemampuan komu-nikasi asisten praktikum menjadi salah satu fak-tor penyebab kurangnya kemampuan mahasiswa dalam bereksperimen (Herrington dan Nakhleh, 2006)

Untuk mendalami sejauh mana keterkai-tan penguasaan konsep kimia anorganik secara keseluruhan, dilakukan analisis korelasi terhadap hasil tes tertulis kimia anorganik dengan hasil ujian praktikum kimia anorganik. Skor akhir me-reka diklasifikasikan dengan hasil seperti tertera pada Gambar 2.

Analisis korelasi terhadap data kelas A menunjukkan nilai r= 0,0792. Artinya hampir tidak ada hubungan kemampuan penguasaan konsep mahasiswa terhadap kemampuan ber-eksperimen mereka. Analisis korelasi terhadap kedua data kelas B menunjukkan nilai r= - 0,351. Artinya justru terdapat korelasi negatif antara ke-mampuan penguasaan konsep mahasiswa terha-dap kemampuan bereksperimen mereka. Kedua hasil analisis korelasi ini menunjukkan bahwa hampir tidak ada korelasi positif antara kemam-

puan konsep kimia anorganik mahasiswa dengan kemampuan mereka dalam bereksperimen.

Hasil ini sejalan dengan data hasil wawan-cara mahasiswa dimana dari 15 orang mahasis-wa, 10 diantaranya mengatakan bahwa mereka tidak sepenuhnya memahami konsep/landasan teoritis dibalik eksperimen yang mereka lakukan. Meskipun demikian mayoritas mereka (13 dari 15) menyukai kegiatan eksperimen di laborato-rium. Artinya sebenarnya aktivitas di laborato-rium memang memiliki potensi khusus sebagai media untuk meningkatkan hasil belajar, mengi-ngat tingginya minat dan motivasi mereka melak-sanakan kegiatan praktikum. Namun dibutuhkan sumberdaya dan fasilitas yang dapat mendukung dan memungkinkan mereka belajar secara efek-tif, berinteraksi secara intelektual maupun fisik dengan melibatkan hands-on yang merefleksikan minds-on (Hofstein, 2004).

Hal ini perlu untuk diketahui dan ditemu-kan solusinya oleh pendidik. Selama ini, menurut Hofstein (dalam Bruck, Towns dan Bretz, 2010) bahkan banyak peneliti yang belum menggali perbandingan berbagai teknik instruksi labora-torium, dan sejauh mana teknik yang dilakukan benar-benar terlaksana sesuai dengan tujuan. Padahal, eksperimen merupakan bagian integral dari keterampilan kimia dan memainkan peranan

Gambar 2. Nilai Kemampuan Penguasaan Konsep Pada Kelas A (a) dan Kelas B (c) dan Nilai Prak-tikum Kimia Anorganik pada Kelas A (b) dan Kelas B (d)

a b

c d

Page 69: JPII 2.1 Edisi Khusus

65Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-64

penting dalam peningkatan pemahaman konsep dan akuisisi skills (Georgiou, Dimitropoulus dan Manitsaris, 2007). Pembelajaran di laboratorium juga selama ini dipercaya dapat memperluas pe-ngetahuan kimia secara substansial, keterampilan manipulatif dan menarik dalam aspek yang ber-beda termasuk kaitannya dengan aplikasi kimia anorganik dan organologam modern (Szepes, Kotschy & Vass, 2000). Namun penelitian lain juga menunjukkan bahwa kegiatan eksperimen di laboratorium hanya mampu sebatas menyelesai-kan kegiatan sesuai petunjuk praktikum, namun belum mampu menjadikan mahasiswa dapat memahami konsep-konsep yang perlu dikuasai terkait dengan eksperimen tersebut (Russel dan Weaver, 2008)

Penelitian ini pada akhirnya menunjukkan dengan tegas perlunya latihan bereksperimen yang cukup bagi seluruh mahasiswa, yang mem-berikan kesempatan pada mereka untuk dapat menghubungkan konsep dengan eksperimen le-bih optimal. Karena pengulangan setiap perco-baan sebanyak yang yang mahasiswa inginkan sangat dibutuhkan untuk memahami kimia lebih baik, secara prosedur, kemampuan dan kebutu-han (Georgiou, Dimitropoulus dan Manitsaris, 2007). Perlu untuk diteliti lebih lanjut, desain praktikum yang dapat memberi kesempatan pada mahasiswa untuk dapat melakukan latihan bereksperimen sebanyak mungkin, memberi ke-sempatan pada mereka menalami proses berpikir reflektif, guna meningkatkan kemampuan mere-ka mengintegrasikan kemampuan konsep kimia kedalam aktifitas praktikum dan sebaliknya un-tuk meningkatkan keterampilan kimia mahasis-wa agar lebih luas dan mendalam.

PENUTUP

Keterampilan dasar-dasar eksperimen sin-tesis senyawa anorganik pada mahasiswa calon guru kimia memiliki pola kelemahan yang ham-pir sama, dimana kemampuan melakukan ref-luks adalah kemampuan terendah yang mereka kuasai yaitu berada pada skor rata-rata 42 dan yang tertinggi adalah kemampuan membuat la-rutan yang berada pada skor rata-rata 75. Namun secara keseluruhan, skor kemampuan mereka ra-ta-rata adalah 65. Kurangnya latihan bereksperi-men yang semestinya dapat memberi kesempatan pada mahasiswa perindividu untuk memiliki ke-mampuan yang optimal menjadi salah satu faktor penting yang perlu ditindaklanjuti.

Nilai korelasi kemampuan penguasaan konsep mahasiswa yang terkait dengan eksperi-men. dengan kemampuan eksperimen menun-

jukkan nilai r=0,0792 pada kelas A dan r= - 0,351 pada kelas b menunjukkan hampir tidak adanya korelasi positif antara keduanya. Sulitnya ma-hasiswa mengintegrasikan penguasaan konsep menunjukkan rendahnya kemampuan mereka dalam melakukan metakognisi pemikiran yang bersifat reflektif yang relatif didukung oleh pe-ngalaman yang bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

Borrnabb, T. 2008. Laboratory Education in New Zea-land. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, vol 4(4), 372-335.

Bruck, L. & Town, M. 2010. Faculty Perspectives of Undergraduates Chemistry Laboratory; Goals and Obstacles to Success. Journal of Chemical Education, vol. 87 (12), 1416.

Creswell, John W & Clark, Vicki LP. 2007. Designing and Conducting Mixed Methods Research. Lon-don: Sage Publications.

Erokten, S. 2010. The Evaluation of Chemistry Lab-oratory Experiences on Science Students’ Anxiety Levels. H.U. Journal of Education, vol 38,107-114.

Georgiou, J. Dimitropoulus,K. dan Manitsaris, A. 2007. Virtual Laboratory for Distance Educa-tion in Chemistry. International Journal of Social & Human Sciences, vol 1, 306.

Herga, N. dan Dinevski, D. 2012. Virtual laboratory in Chemistry_Experiental Study of Under-standing, Reproduction and Application of Acquired Knowledge of Subject’s Chemical Content. Organizacija, vol. 45(3), 108-116.

Herrington, D. dan Nakleh, M. 2003. What Defines Effective Chemistry Laboratory Instruction? Teaching Assistant and Student Perspectives. Journal of Chemical Education, vol 80, 1197-1205.

Hofstein, A. 2004. The Laboratory in Chemistry Edu-cation; Thirty Years of Experience with Devel-opments, Implementation & Researc. Chemistry Education Research & Practice, vol 5 (3), 247-264.

Hofstein, A., Navon, O., Kipnis, M. dan Naaman, R. 2005. Developing Students’ Ability to Ask More and Better Questions Resulting from Inquiry-Type Chemistry Laboratories. Journal of Research in Science Teaching. Vol. 00 No. 00 hal 1-16.

Jolly, W.L. 1970. The Synthesis and Caracterization of In-organic Compound. Prentice-Hall, Canada

Kaya, E. dan Cetin, P. 2012. Investigation of Pre-service Chemistry Teachers’ Chemistry Labo-ratory Anxiety Levels. International Journal on New Trends in Education and Their Implications, vol. 3, 90-98.

Lagowski, J.J. 2005. A Chemical Laboratory in a Digi-tal World. Chemical Educatio International, vol 2 (1).

Markow, P.G. dan Lonning. R.A. Useful of Concept Maps in Colledge Chemistry Laboratories: Stu-

Page 70: JPII 2.1 Edisi Khusus

Yenni Kurniawati, dkk. / JPII 2 (1) (2013) 57-6466

dents’ Persception and Effect on Achievement. Journal of Research in Science Teaching, vol 35 (9)

McDonnell, C., O’Connor C., dan Seery, M. 2007. De-veloping Practical Chemistry Skills by Means of Student-Driven Problem Based Learning Mini Projects. Chemistry Education Research and Practive, vol 8(2), 130-139.

Reid, N. danShah, I. 2006. The Role of Laboratory Work in University Chemistry. Chemistry Edu-cation Research and Practive, vol 8(2), 172-85.

Russel, C. dan Weaver, G. 2008. Student Perceptions of The Purpose and Function of the Labora-tory in Science: A Grounded Theory Study. In-ternational Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, vol. 2, 2.

Saito,T. 2004. Buku Teks Kimia Anorganik Online. To-kyo: Iwanami Shoten Publishers.

Szepes, L. Kotschy, A & Vass, G. 2000. Updated In-organic & Organometallic laboratory Course for Junior Chemistry Students. Chemistry Edu-cation: Research & Practice in Europe, vol 1(1), 179-182.

Tatli, Z. Dan Ayas,A. 2011. Effect of a Virtual Chem-istry Laboratory on Students’ Achievement. Educational Technology & Society, vol 16 (1), 159-170.

Xu, H., dan Talanquer. 2013. Effect of Level Inquiry of Lab Experiments on General Chemistry Students’ Written Reflections. Journal of Chem-ical Education, vol 90 (1), 21–28

Page 71: JPII 2.1 Edisi Khusus

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN IPA INDONESIA

ISSN: 2089-4392

Format penulisan artikel ini merupakan acuan utama bagi para penulis. Setiap naskah harus disertai surat pengantar yang menyatakan bahwa tulisan merupakan hasil karya penu-lis atau para penulis dan belum pernah dipublikasikan.

Tulisan diketik pada kertas ukuran A4, dalam satu kolom menggunakan spasi ganda, jenis huruf Arial, ukuran 9, dengan jarak tepi 2 cm di semua sisi. Artikel naskah penelitian asli harus berisi tentang materi yang belum pernah diterbitkan di jurnal lain sebelumnya dan tidak melebihi 6.000 kata dalam penulisannya serta tidak memuat lebih dari 8 gambar/tabel. Proses peninjauan naskah ditujukan untuk memastikan bahwa naskah jurnal yang diterima memenuhi standar mutu yang baik untuk dipublikasikan. Naskah akan langsung ditolak oleh editor tanpa tinjauan formal jika dianggap: 1) tidak sesuai dengan topik dalam ruang lingkup jurnal, 2) kurang bermanfaat, 3) cakupan dan tujuannya tidak mendalam, 4) tidak meningkatkan pengetahuan ilmiah, dan 5) tidak lengkap penulisannya. Naskah yang sudah sesuai dengan pedoman penulisan manuskrip akan diperiksa oleh mitra bebestari se-lama maksimum 2 minggu dan komentar mitra bebestari akan disampaikan kepada penulis dalam waktu maksimum 3 minggu sejak pengiriman pertama. Naskah yang sudah direvisi penulis diharapkan sudah dikembalikan ke editor selama maksimum satu minggu. Struk-tur manuskrip diberi penomoran yang jelas di setiap bagiannya. Rumus matematika ditu-lis menggunakan microsoft equation. Pada prinsipnya penulisan variabel adalah dicetak mir-ing. Keterangan gambar pastikan setiap gambar/ilustrasi memiliki keterangan. Keterangan tersebut ditulis secara terpisah, tidak menempel pada gambar/ilustrasi. Penomoran tabel penomorannya sesuai dengan letaknya dalam artikel. Tabel sebaiknya digunakan dengan efektif dan tidak digunakan untuk mengulangi hasil yang telah dipresentasikan pada bagian hasil penelitian dan pembahasan. Judul ditulis secara padat, jelas dan informatif, maksimum 12 kata. Sebaiknya hindari penggunaan singkatan dan rumus. Nama dan alamat institusi ditulis lengkap dengan nama dan nomor jalan (lokasi), kode pos, nomor telepon, nomor telepon genggam, nomor faksimili, dan alamat e-mail. Abstrak harus ringkas dan faktual. Abstrak berisi pemaparan tujuan penelitian secara jelas, hasil penelitian dan kesimpulan. Abstrak ditulis secara terpisah dari artikel. Pencantuman kajian pustaka sebaiknya dihindari, tetapi jika sangat diperlukan hendaknya nama pengarang dan tahun penerbitan dapat dican-tumkan. Penulisan singkatan yang tidak standar sebaiknya juga dihindari, tetapi jika sangat diperlukan sebaiknya kepanjangan dari singkatan tersebut dicantumkan pada awal penyebu-tannya. Jumlah kata tidak melebihi 200 kata, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Kata kunci (keywords) terdiri atas 3-5 kata atau kelompok kata. Pendahuluan berisi tujuan dari artikel/penelitian dirumuskan dan disajikan dengan latar belakang yang memadai dan menghindari kajian pustaka yang terlalu rinci serta penyajian hasil penelitian. Metode yang digunakan harus disertai dengan referensi, hanya modifikasi yang relevan yang harus dijelas-kan. Ditekankan pada cara kerja dan cara analisis data sedangkan untuk naskah telaah pus-taka tanpa metode. Hasil dan Pembahasan ditampilkan menyatu secara jelas dan ringkas. Bagian pembahasan hendaknya membahas manfaat dari hasil penelitian, bukan mengulangi bagian tersebut. Hasil penelitian dan pembahasan dapat digabungkan dan hindari kutipan yang terlalu luas. Simpulan utama dari penelitian ini dapat disajikan secara singkat pada bagian kesimpulan. Pustaka dalam naskah ditulis dalam bentuk nama belakang penulis dan tahun. Pada kalimat yang diacu dari beberapa penulis nama penulis diurutkan berdasarkan kebaharuan pustaka. Naskah yang ditulis oleh dua penulis, maka nama keduanya disebut-kan, sedangkan naskah yang ditulis oleh tiga penulis atau lebih maka hanya nama penulis pertama ditulis diikuti et al. Kutipan dalam artikel harus dicantumkan dalam daftar pustaka.

Page 72: JPII 2.1 Edisi Khusus

Setiap referensi yang dikutip dalam abstrak juga harus ditulis secara penuh dalam daftar pustaka. Sumber yang tidak terpublikasi tidak dianjurkan untuk dicantumkan dalam daftar pustaka tapi dapat ditulis dalam teks artikel. Dalam penulisan daftar pustaka penulis hen-daknya mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Referensi artikel 80% bersumber dari jurnal nasional atau internasional.

Naskah dalam bentuk file dikirim melalui email sedangkan print out dikirim melalui pos atau diserahkan langsung ke redaksi dengan alamat: Kantor Prodi Pendidikan IPA S1 FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D7 Lantai 3. Jl. Sekaran–Gunungpati Sema-rang 50229. Telp. 024-70805795, Fax: 024-8508005. email: [email protected], email: [email protected], Website: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii.

Naskah diketik tanpa tanda hubung (-), kecuali kata ulang. Simbol α, β,α dimasukkan melalui fasilitas insert, bukan mengubah jenis huruf. Pemberitahuan naskah dapat diterima atau ditolak akan diberitahukan sekitar satu bulan semenjak penerimaan naskah. Naskah dapat ditolak apabila materi yang dikemukakan tidak sesuai dengan misi jurnal, kualitas materi rendah, format tidak sesuai, gaya bahasa terlalu rumit, terjadi ketidakjujuran keaslian penelitian dan korespondensi tidak ditanggapi.

Penulisan daftar pustaka sebagai berikut:

Jurnal:Meltzer, D.E. 2002. e Relantionship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains

in Physics. AmJ Phys, 70 (7): 120-137

Buku:Sukmadinata, N.S. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya

Prosiding:Liliasari. 2011. Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa melalui Pembelajaran. Prosiding

Seminar Nasional Pendidikan IPA dengan tema Membangun Masyarakat Melek (Literate) IPA yang Berkarakter Bangsa melalui Pembelajaran. Semarang, 16 April 2011

Skripsi, Tesis, Desetasi:Parmin. 2005. Kualitas Pembelajaran Biologi melalui Pendekatan Sains Lingkungan Teknologi dan Masyarakat

(Salingtemas). (Tesis). Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

Page 73: JPII 2.1 Edisi Khusus

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA MITRA BESTARI

Kami mengucapkan terima kasih kepada para mitra bestari yang telah memberikan sumbangan pe-mikirannya di dalam menelaah substansi isi artikel sehingga penerbitan Jurnal Pendidikan IPA Indo-nesia ini dapat mempublikasikan naskah-naskah terpilih. Adapun daftar mitra bestari yang terlibat di dalam penelaahan isi substansi artikel adalah sebagai berikut:

Zuhdan K. Prasetyo (Pendidikan IPA, Fisika Universitas Negeri Yogyakarta) Nuryani Y. Rustaman (Pendidikan IPA, Biologi Universitas Pendidikan Indonesia) Rayandra Asyhar (Pendidikan Kimia, Universitas Jambi)

Hormat kami,Ketua Dewan Penyunting

Parmin

Page 74: JPII 2.1 Edisi Khusus

FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL PENDIDIKAN IPA INDONESIA

Mohon dicatat sebagai pelanggan Jurnal Pendidikan IPA IndonesiaNama :Alamat :

No. Telp :Email :Berlangganan mulai Nomor ...... Tahun .......Selama......TahunHarga Langganan Harga per exemplar Rp. 25.000,-1 Tahun = Rp. 50.000,- 2 Tahun = Rp. 80.000,- (belum termasuk ongkos kirim)Biaya berlangganan saya kirimlewat rekeninga/n Novi Ratna DewiBank Mandiri Cab. SemarangNo. Rek.: 136-00-0581723-1

...........................,..............................

(......................................)

FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL PENDIDIKAN IPA INDONESIA

Mohon dicatat sebagai pelanggan Jurnal Pendidikan IPA IndonesiaNama :Alamat :

No. Telp :Email :Berlangganan mulai Nomor ...... Tahun .......Selama......TahunHarga Langganan Harga per exemplar Rp. 25.000,-1 Tahun = Rp. 50.000,- 2 Tahun = Rp. 80.000,- (belum termasuk ongkos kirim)Biaya berlangganan saya kirimlewat rekeninga/n Novi Ratna DewiBank Mandiri Cab. SemarangNo. Rek.: 136-00-0581723-1

...........................,..............................

(......................................)*Formulir berlangganan dan bukti pembayaran harap dikirim ke alamat redaksi atau melalui fax / email redaksi JPII

*Formulir berlangganan dan bukti pembayaran harap dikirim ke alamat redaksi atau melalui fax / email redaksi JPII