Upload
jhuny-sepanjang-hayaeot
View
1.139
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memberikan ASI eksklusif kepada bayi sampai berumur enam bulan saat ini
masih rendah, yaitu kurang dari dua persen dari jumlah total ibu melahirkan. Itu
terjadi karena pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI masih rendah, tata laksana
rumah sakit yang salah dan banyaknya ibu yang mempunyai pekerjaan di luar rumah
(Utami, 2005).
ASI sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan
anak. Menurut penelitian, anak-anak yang tidak diberi ASI mempunyai IQ
(Intellectual Quotient) lebih rendah tujuh sampai delapan poin dibandingkan dengan
anak-anak yang diberi ASI secara eksklusif(Utami,2005).
Mengkonsumsi ASI bagi bayi merupakan hak anak yang hakiki. Anak-anak
yang tidak diberi ASI secara eksklusif juga lebih cepat terjangkit penyakit kronis
seperti kanker, jantung, hipertensi dan diabetes setelah dewasa. Kemungkinan anak
menderita kekurangan gizi dan mengalami obesitas juga lebih besar (Dewi, 2005).
Selain pada anak, pemberian ASI juga sangat bermanfaat bagi ibu. ASI, selain
dapat diberikan dengan cara mudah dan murah juga dapat menurunkan resiko
terjadinya pendarahan dan anemia pada ibu, serta menunda kehamilan berikutnya
(Utami, 2005). ASI tidak
perlu diragukan lagi merupakan makanan bagi bayi yang paling baik. Akan tetapi ada
kalanya oleh suatu sebab, ibu harus menambah atau mengganti ASI dengan makanan
lain. Banyaknya produksi ASI tergantung dari aktifita kelenjar susunya. Kadang-
kadang seorang ibu yang sudah mempersiapkan diri untuk menyusui dengan makanan
ekstra selama hamil, latihan jasmani dan beberapa minggu sebelum bayi dilahirkan
mengurut-urut payudara, akan tetapi tidak dapat memproduksi ASI cukup atau tidak
mengeluarkan ASI sama sekali (Irfan Hasuki, 2003).
Peneliti Ruowei seorang epidemiologist mengatakan sebagian besar bayi
mendapatkan ASI hanya dalam bulan awal-awal saja, ketika bayi berumur dua atau
tiga bulan tetapi kemudian menghentikannya ketika waktunya ibu kembali bekerja.
Dengan memberikan ASI/PASI sedini mungkin segera setelah bayi lahir,
merupakan stimulasi dini terhadap tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 1995).
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan
antropometri (berat badan, tinggi badan atau ukuran lainnya) dari waktu ke waktu,
tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang perkembangan keadaan
keseimbangan antara asupan (intake) dan kebutuhan (requirement) zat gizi ini
disebut Status Gizi (Jahari, 2002).
Status gizi disebut seimbang atau gizi baik bila jumlah asupan nutrisi sesuai
dengan yang dibutuhkan sedangkan status gizi tidak seimbang dapat dipersentasikan
dalam bentuk gizi kurang, yaitu bila asupan gizi kurang dari yang dibutuhkan dan
dalam bentuk gizi lebih yaitu bila asupan zat gizi melebihi zat kebutuhan. Dalam
status gizi baik pertumbuhan sehat (bebas dari penyakit), sebaliknya bila dalam
keadaan status gizi tidak seimbang pertumbuhan seorang anak akan terganggu.
(Jahari, 2002)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, masalah yang dapat
dirumuskan dari penelitian ini yaitu “Apakah ada perbedaan status gizi pada bayi
yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif di Puskesmas Pandanaran Semarang”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif terhadap status gizi di Puskesmas
Pandanaran Semarang.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengukur status gizi bayi yang diberi ASI Eksklusif di Puskesmas Pandanaran
Semarang
2. Mengukur status gizi bayi yang diberi ASI non eksklusif di Puskesmas
Pandanaran Semarang.
3. Menganalisa perbedaan status gizi pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan ASI
non eksklusif di Puskesmas Pandanaran Semarang.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti.
Dapat mengetahui apakah ada perbedaan pemberian ASI eksklusif dan non
eksklusif terhadap status gizi.
2. Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai ajuan untuk memberikan ASI eksklusif dan non
eksklusif.
3. Bagi Instansi Terkait.
Dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi puskesmas yang dapat digunakan
dalam pemberian pelayanan kesehatan bagi klien.
4. Bagi Penelitian Lebih Lanjut.
Dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut tentang pemberian makanan pada
bayi.
E. Bidang Ilmu
Sesuai dengan lingkup keilmuan. Penelitian ini termasuk dalam penelitian
Keperawatan Anak, khususnya dalam tumbuh kembang Anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Status Gizi.
1. Pengertian Status Gizi.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Keadaan gizi seseorang dapat dikatakan baik bila
terdapat keseimbangan antara perkembangan fisik dan perkembangan mental
intelektual.
Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu konsumsi makanan dan
kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi zat gizi dalam makanan, program
pemberian makanan dalam keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan kesehatan,
daya beli keluarga, lingkungan fisik dan soal (Supariasa, dkk, 2002).
2. Penilaian Status Gizi.
a. Penilaian status gizi secara langsung
1). Penilaian secara antropomerti.
Merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur antara lain : Berat Badan, tinggi badan, lingkar
lengan dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri telah lama di kenal
sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi perorangan
maupun masyarakat. Antropometri sangat umum digunakan untuk
mengukur status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan
energi dan protein (Supariasa, dkk, 2002).
Kelemahan dan kelebihan masing-masing indeks seperti diuraikan
berikut ini :
a). Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitive terhadap
perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena serangan
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi dan lebih menggambarkan
status gizi seseorang saat ini (current utritional status) (Supariasa,
dkk, 2002).
i). Kelebihan
Kelebihan dalam penilaian ini adalah : Lebih mudah dan
lebih dimengerti oleh masyarakat, baik untuk mengukur status
gizi akut maupun kronis, baerat badan dapat berfluktuasi,
sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat
mendeteksi kegemukan.
ii). Kelemahan
Kelebihan dalam penilaian ini adalah: Dapat
mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat
asites odema, data umur sulit ditaksir secara tepat karena
pencatatan umur yang belum baik, memerlukan data umur
yang akurat terutama untuk anak-anak dibawah 5 tahun,sering
terjadi kesalahan dalam pengukuran karena pengaryh pakaian
atau gerakan pada saat penimbangan.
b). Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan skeletal.
Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Tinggi badan kurang sensitive terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indeks ini
menggambarkan status gizi masa lalu dan lebih erat kaitannya
dengan status sosial ekonomi (Supariasa, dkk, 2002).
i). Kelebihan.
Kelebihan dalam penilaian ini adalah : Baik untuk menilai
status gizi masa lampau, ukuran panjang dapat dibuat sendiri,
murah dan mudah didapat.
ii). Kelemahan.
Kelemahan dalam penilaian ini adalah : Tinggi badan tidak
cepat naik, bahkan tidak mungkin turun, pegukuran relative
sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukan pengukuran.
c). Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Barat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan mengarah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu
(Supariasa, dkk, 2002).
i). Kelebihan.
Kelebihan dalam penilaian ini adalah : Tidak memerlukan
data umum, dapat membedakan proporsi badan (gemuk,
normal, kurus).
ii). Kelemahan
Kelemahan dalam penilaian ini adalah : Tidak dapat
memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup
tinggi badan atau kelebihan tinggi badan karena faktor umur
tidak dipertimbangkan, kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang atau tinggi badan pada kelompok balita, membutuhkan
dua macam alat ukur, pengukuran lebih lama, membutuhkan
dua orang untuk melakukannya, sering terjadi kesalahan dalam
pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh
kelompok non profesional.
2). Penilaian secara klinis.
Penilaian secara klinis yaitu penilaian yang mengamati dan
mengevaluasi tanda-tanda klinis atau perubahan fisik yang ditimbulkan
akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. perubahan tersebut
dapat dilihat pada kulit atau jaringan epitel, yaitu jaringan yang
membungkus permukaan kulit tubuh seperti rambut, mata, mulut, lidah,
gigi dan lainnya serta kelenjar tiroid (Supariasa, dkk, 2002).
Pemeriksaan klinis terbagi dua yaitu :
a). Medical history (riwayat medis), yaitu catatan mengenai
perkembangan penyakit.
b). Pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala gangguan
gizi baik sign (gejala yang dapat diamati) dan symptom (gejala yang
tidak dapat diamati tetapi dirasakan oleh penderita gangguan gizi.
3). Penilaian Secara Biokimia
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan
hasil yang lebih tepat dan objektif dari pada penilaian konsumsi pangan
dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi biokimia
dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini (Supariasa, dkk, 2002).
Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah tehnik
pengukuran kandungan sebagai zat gizi dan subtansi kimia lain dalam
darah dan urin (Supariasa, dkk, 2002).
Kelemahan pemeriksan biokimia :
a). Pemeriksaan hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan
metabolisme
b). Membutuhkan biaya yang cukup mahal
c). Memerlukan tenaga yang ahli.
d). Kurang praktis dilakukan dilapangan.
e). Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak
dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
f). Belum ada keseragaman dalam memilih referensi (nilai normal).
4). Penilaian Secara Biofisik.
Penentuan status gizi secara biofisik adalah melihat kemampuan
fungsi jaringan dan perubahan struktur. Tes kemampuan fungsi jaringan
meliputi kemampuan kerja dan energi serta adaptasi sikap. Tes
perubahan struktur dapat dilihat secara klinis seperti pengerasan kuku,
pertumbuhan rambut tidak normal dan penurunan elastisitas kartilago,
sedangkan yang tidak dapat dilihat secara kinis biasanya dilakukan
dengan pemeriksaan radiologi (Supariasa, dkk, 2002).
Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal, memerlukan
tenaga yang profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu
saja. Penilaian biofisik dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu uji
radiologi, tes fungsi fisik dan sitologi (Supariasa, dkk, 2002).
b. Penilaian Secara Tidak Langsung.
1). Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisa data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu
dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. (Supariasa, dkk, 2002).
2). Faktor Ekologi.
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jelliffe, 1966), malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (Multiple
Overlapping) dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan
budaya (Supariasa, dkk, 2002).
Jumlah makanan yang tersedia tergantung pada keadaan lingkungan
iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi, dan tingkat ekonomi dari
penduduk. Disamping itu budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan
makan, prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan
makanan bagi golongan rawan (Supariasa, dkkd, 2002).
3). Survei Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan penilaian jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi
dan membandingkan dengan baku kecukupan, agar diketahui kecukupan
gizi yang dapat dipenuhi (Supariasa, dkk, 2002).
Metode yang digunakan untuk menggali informasi konsumsi pangan
seseorang atau sekelompok orang secara kuantitatif (Supariasa, dkk, 2002)
adalah :
a). Metode Recall 24 jam.
Prinsip dari metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang
lalu. Agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan
dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya selama
24 jam yang lalu, maka wawancara sebaiknya dilakukan oleh
petugas yang sudah terlatih dengan menggunakan kuesioner
terstruktur.
Dengan recall 24 jam data yang diperoleh akan lebih bersifat
kualitif. Oleh karena itu untuk mendapatkan data kuantitatif, maka
jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan
menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) (sendok, gelas,
piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang dipergunakan sehari-
hari. Dari (URT) jumlah pangan dikonversikan kesatuan berat
(gram) dengan menggunakn daftar URT yang umum berlaku atau
dibuat sendiri pada waktu survei.
Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka
data yang diperoleh kurang representative untuk menggambarkan
kebiasaan makan individu. Oleh karena itu recall 24 jam sebaiknya
dilakukan berulang-ulang dan harinya berturut-turut.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall
24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran konsumsi
zat gizi harian individu.
Metode recall mempunyai kelemahan dalam hal ketepatan,
karena keterangan-keterangan yang diperoleh sangat tergantung pada
daya ingat responden.
b). Perkiraan makanan (Estimated Food Recalds).
Metode ini disebut juga food record atau diary recald, yang
digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini
responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan minum
setiap kali sebelum makan dalam URT atau menimbang dalam
ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2- 4 hari berturut-turut),
termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.
c). Penimbangan Makanan (Food Weighing).
Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas
menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi
responden selama 1 hari.
Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari
tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia.
Yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah, bila terdapat
sisa makanan setelah makan, maka perlu juga ditimbang sisa tersebut
untuk mengetahui jumlah sesungguhnya yang dikonsumsi.
Kelebihan dari metode ini adalah data yang diperoleh lebih
akurat/teliti, sedangkan kelemahannya adalah memerlukan waktu
dan cukup mahal, disamping itu bila penimbangan dilakukan dalam
periode yang cukup lama, maka responden dapat merubah kebiasaan
mereka.
d). Metode Pencatatan (Food Account).
Metode ini dilakukan dengan cara keluarga mencatat setiap
hari semua makanan yang dibeli, diterima dari orang lain ataupun
dari produksi sendiri. Jumlah makanan dicatat dalam URT, termasuk
harga eceran makanan tersebut. Cara ini tidak memperhitungkan
makanan cadangan yang ada dirumah tangga dan juga tidak
memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi diluar
rumah dan rusak, terbuang/tersisa atau diberikan pada binatang
peliharaan.
e). Metode Inventaris (Inventory Method).
Metode inventaris disebut juga log book method. Prinsipnya
dengan cara menghitung/mengukur semua persediaan makanan
dirumah tangga (berat dan jenisnya) mulai dari awal sampai akhir
survey. Semua makanan yang diterima, dibeli dari produk sendiri
dicatat dan dihitung/ditimbang setiap hari selama periode
pengumpulan data (biasanya sekitar satu minggu). Semua makanan
yang terbuang, tersisa dan busuk selama penyimpanan dan diberikan
kepada orang lain atau binatang peliharaan juga dihitung. Pencatatan
dapat dilakukan oleh petugas atau responden yang sudah mampu
atau sudah dilatih dan tidak buta huruf.
f). Pencatatan Makanan Rumah Tangga (Household Food Recard).
Pengukuran dengan metode ini dilakukan sedikitnya dalam
periode satu minggu oleh responden. Dilaksanakan dengan
menimbang atau mengukur dengan URT dengan makanan yang ada
dirumah dan termasuk cara pengolahan.
3. Klasifikasi Status Gizi.
Klasifikasi status gizi menurut standar WHO-NCHS berdasarkan Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi adalah sebagai berikut ;
a. Gizi lebih > 2,0 SD (standar deviasi)
b. Gizi baik – 2.0 SD s/d +2 SD (standar deviasi)
c. Gizi kurang < - 2,0 SD s/d 3 SD (standar deviasi)
d. Gizi buruk < - 3,0 SD. (standar deviasi)
Sumber : Widya Karya National Pangan dan Gizi, 2000.
4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi.
a. Faktor Langsung
1). Kecukupan Komsumsi Makanan.
Status gizi masyarakat ditentukan oleh kecukupan makanan dan
kemampuan tubuh yang mengandung zat gizi untuk kesehatan. Jika
kecukupan konsumsi makanan kurang akan mempermudah timbulnya
penyakit yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan mengakibatkan
status gizi menurun.
2). Keadaan Kesehatan.
Kurang gizi adalah faktor prakondisi yang memudahkan anak
mendapat kesehatan yang kurang baik atau akan mempermudah
timbulnhya penyakit infeksi. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh
mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap
penyakit infeksi.
b. Faktor Tidak Langsung.
1). Ketahanan Makanan Keluarga
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak
dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan
pada bayi dibutuhkan juga untuk pertumbuhan dimana dipengaruhi oleh
ketahanan makanan keluarga.
2). Asuhan Ibu Bagi Anak.
Dalam tumbuh kembang anak, tidak sedikit peranan ibu dalam
ekologi anak.
3). Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan.
Perawatan kesehatan yang teratur tidak saja pada anak sakit, tetapi
pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan
dapat mengetahui status gizi anak tersebut.
4). Pendidikan.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang paling
penting dalam tumbuh kembang anak.
5). Keberadaan dan Kontrol Keluarga.
Keberadaan keluarga yang harmonis akan mempengaruhi tumbuh
kembang anak.
6). Politik.
Kehidupan politik dalam masyarakat akan mempengaruhi tumbuh
kembang anak.
7). Faktor Ekonomi.
Penghasilan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kedua
yang berperan langsung terhadap status gizi (Soetjiningsih, 1995).
B. Konsep ASI Eksklusif dan Non Eksklusif
1. Air Susu Ibu (ASI).
a. Pengertian ASI
Air susu ibu merupakan makanan ideal pada bayi terutama pada bulan-
bulan pertama karena mengandung zat gizi untuk pertumbuhan (Muchtadi,
1994).
Menurut Riadi dan Arjatmo, 1992. ASI merupakan makanan yang alami,
yang ideal untuk bayi yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan
untuk membangun dan menyediakan energi bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
b. Keuntungan menyusui bayi
Menyusui bayi mempunyai banyak keuntungan antara lain murah
harganya, tersedia pada suhu yang ideal, tidak perlu dipanaskan terlebih
dahulu, mudah dicerna dan diserap, segar, bersih dan bebas dari pencernaan
makanan, anti infeksi dan anti alergi, memperkuat ikatan batin antara ibu dan
bayi (Handayani, 1994).
c. Pemberian ASI ditinjau dari beberapa aspek.
1). Aspek Biologis
Makanan termasuk jenis mamalia dan secara alamiah seorang ibu yang
baru melahirkan akan menghasilkan ASI. ASI dapat keluar atau melalui
isapan bayi dan tergantung pada keadan emosi ibu. Kolostrum merupakan
salah satu kandungan ASI yang sangat penting yang keluar hari pertama
hingga hari ketiga.
2). Aspek Psikologis
Menyusui merupakan proses interaksi antar ibu dan bayi yang sangat
mempengaruhi, hubungan ini paling mudah tercipta selama 12 jam dan
mulai terjalin beberapa menit setelah bayi dilahirkan, oleh karena itu
sangat dianjurkan agar bayi disusui sedini mungkin setelah bayi
dilahirkan.
3). Aspek Sosial Budaya
Dipedesaan terlihat bayi disusui ibunya setiap hari, bahkan gadis-
gadis, sebelum menikah dan melahirkan akan dapat mengamati dan
mempelajari cara-cara menyusui. Dukungan masyarakat sangat membantu
mensukseskan pemberian ASI sesudah melahirkan.
4). Aspek Ekonomis
Di Negara berkembang masalah sanitasi dan kebersihan belum begitu
baik, misalnya terjadi kematian yang tinggi ada hubungannya dengan
penggunaan susu botol, meninggalkan ASI beralih pada susu botol, hal ini
sangat merugikan dari segi ekonomi (Aritonang, 1996).
2. Asi Eksklusif.
a. Pengertian ASI Eksklusif.
Pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa
tambahan cairan lain seperti : susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan
tanpa makanan tambahan padat seperti : pisang, pepaya, bubur, susu, biskuit,
bubur asi dan tim (Roesli, 2000).
ASI eksklusif merupakan cara menyusui bayi segera setelah lahir dan
hanya diberikan ASI saja sampai bayi umur 6 bulan tanpa diberikan makanan
lain.
b. Manfaat ASI Eksklusif.
ASI eksklusif yang telah direkomendasikan oleh WHO pada tahun 2002
agar ASI diberikan selama 6 bulan pertama menurut penelitian, memberikan
manfaat bagi bayi, ibu, keluarga dan Negara.
1). Manfaat bagi bayi.
a) Komposisi sesuai dengan kebutuhan.
Air susu setiap spesies mahluk hidup yang menyusui itu berbeda
sesuai dengan laku pertumbuhan dan kebiasaan menyusui anaknya.
Jadi ASI dirancang sedemikian rupa untuk bayi manusia.
b). Kalori ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai enam bulan.
Dengan manajemen laktasi yang baik, produksi ASI cukup sebagai
makanan tunggal untuk pertumbuhan bayi normal sampai usia enam
bulan.
c). ASI mengandung zat pelindung.
Anti body (zat kekebalan tubuh) yang terkandung dalam ASI akan
memberikan perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Anti bodi dalam
ASI ini belum bisa ditiru pada formula.
d). Perkembangan psikomotor lebih cepat.
Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapat ASI bisa berjalan dua
bulan lebih cepat bila dibandingkan dengan bayi diberi susu formula.
e). Menunjang perkembangan kognitif.
Daya ingat dan kemampuan bahasa bayi yang mendapat ASI lebih
tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula.
f). Menunjang perkembangan penglihatan.
Hal ini antara lain ASI mengandung asam lema omega 3.
g). Memperkuat ikatan ibu dan anak.
Rasa aman dalam diri bayi akan tumbuh saat ia berada dalam
dekapan ibunya. Ia menikmati sentuhan kulit yang lembut dan
mendengar bunyi jantung sang ibu seperti yang telah dikenalnya
selama dalam kandungan.
h). Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat.
Melalui proses menyusui, anak akan belajar dan memberi kasih
sayang pada orang-orang sekitarnya.
i). Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri.
Terjalinnya komunikasi langsung antara ibu dan bayinya selama
proses menyusui akan menigkatkan kelekatan diantara mereka. Rasa
hangat dan percaya bahwa ada seseorang yang selalu ada apa bila
dibutuhkan lambat laun akan berkembang menjadi percaya pada diri
sendiri.
2). Manfaat Bagi Ibu.
a). Mencegah perdarahan.
Mencegah perdarahan pasca persalinan dan mempercepat
kembalinya rahim ke bentuk semula, ini merupakan hormon
progesterone yang merangsang kontraksi otot-otot disaluran ASI
sehingga ASI terperah keluar juga akan merangsang kontraksi rahim.
b). Mencegah anemia defisiensi zat besi.
Bila perdarahan pasca persalinan tidak terjadi atau berhenti lebih
cepat, maka resiko kekurangan darah yang menyebabkan anemia pada
ibu akan berkurang.
c). Mempercepat ibu kembali ke berat sebelum hamil.
Dengan menyusui cadangan lemak dalam tubuh ibu yang memang
disiapkan sebagai sumber energi selama kehamilan untuk digunakan
sebagai energi pembentukkan ASI akan menyusut. Penurunan berat
badan ibupun akan terjadi lebih cepat.
d). Menunda kesuburan.
Pemberian ASI dapat digunakan sebagai cara mencegah
kehamilan. Namun ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu : bayi
belum diberi makanan lain, bayi belum berusia enam bulan dan ibu
belum haid.
e). Menimbulkan perasaan dibutuhkan.
Rasa bangga dan bahagia karena dapat memberikan sesuai dengan
kemampuan dirinya demi kebaikkan bayinya akan memperkuat
hubungan batin ibu dan bayinya.
f). Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium.
Penelitian membuktikan bahwa ibu yang memberikan ASI secara
eksklusif memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium
25% lebih kecil bila dibandingkan ibu yang tidak menyusui secara
eksklusif.
3). Manfaat bagi keluarga.
a). Mudah pemberian.
ASI selalu tersedia dalam suhu yang sesuai dan dapat diberikan
kapan saja bayi merasa lapar.
b). Mengurangi biaya rumah tangga.
ASI tidak perlu dibeli seperti halnya susu formula. Uang untuk
membeli susu dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan rumah
tangga lainnya.
4). Manfaat Bagi Negara.
a). Penghematan untuk subsidi anak sakit dan pemakaian obat-obatan.
Angka kematian dan kesakitan bayi yang mendapat ASI akan
berkurang. Selain itu dengan tertundanya masa subur ibu,
penggunaan obat-obatan atau alat KB dapat dihemat untuk beberapa
bulan.
b). Penghematan devisa untuk pembelian susu formula dan perlengkapan
menyusui.
Pemerintah dapat menghemat biaya pengeluaran untuk membeli
suu botol, botol, dot dan bahan bakar minyak atau gas yang diperlukan
dalam persiapan air panas untuk membuat susu formula.
c). Mengurangi polusi.
Pemberian ASI tidak akan menyebabkan terjadinya tumpukan
kaleng/kardus dan pencemaran udara.
d). Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Anak yang jarang sakit dan tumbuh kembang dengan optimal akan
tumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berperan
sebagai SDM yang berkualitas (Dewi Handayani, 2005).
3. Pemberian ASI Eksklusif.
Pemberian ASI sebaiknya dimulai secepat mungkin bila keadaan ibu dan
bayi memungkinkan.
Pemberian ASI meliputi frekwensi dan lamanya pemberian.
1). Frekwensi menyusui
a). Frekwensi menyusui dengan pembatasan ( Taken Breast Feeding).
Pembatasan dilakukan mengenai frekwensi, jarak menyusui.
Jadwal waktu yang ketat dan lama menyusui kira-kira 10-15 menit.
Cara ini dapat mendidik bayi untuk membiasakan disiplin dan
memberi kemudahan bagi petugas kesehatan di rumah sakit atau
dirumah bersalin dalam mengelola pasangan bayi dan ibu menyusui,
namun sekarang cara ini dianggap mengurangi kemampuan menyusui
pada ibu oleh karena itu tidak dianjurkan lagi.
b). Frekwensi menyusui dengan gaya bebas ( On demand).
Cara ini bayi disusui setiap kali menangis karena lapar atau haus.
Menyusui gaya ini dianjurkan dan biasa disebut menyusui menurut
kehendak bayi (Samsudin, 1985).
2). Lama Pemberian ASI.
Pemberian ASI tergantung kondisi dalam dua hari pertama, produksi
ASI yang belum banyak hingga tidak perlu menyusui terlalu lama cukup
beberapa menit saja untuk merangsang keluarnya ASI. Pada hari-hari
berikutnya bayi dapat disusui selama 15-20 menit tiap kali menyusui.
3. ASI Non Eksklusif.
a. Pengertian ASI non Eksklusif.
Pemberian ASI non eksklusif merupakan pemberian ASI yang ditambah
dengan pemberian makanan tambahan atau yang biasa dikenal dengan nama
MP-ASI, pemberian ASI non eksklusif diberikan karena kurangnya
pengetahuan, pemahaman tentang ASI eksklusif dan pengaruh promosi susu
formula (Roeski, 2000).
ASI non eksklusif atau PASI adalah makanan bayi yang secara tunggal
dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan
sampai dengan umur 6 bulan (Utami Rusli, 2005).
b. Susu Formula
Pada umumnya formula bayi di buat dari susu sapi yang diubah
komposisinya hingga mendekati susunan yang terdapat pada ASI. Para ahli
gizi dan dokter anak memberi petunjuk bagaimana merubah susunan susu sapi
hingga dapat diberikan pada bayi tanpa ada efek sampingnya.
1). European Sociality for Peadiatric Gastroenterology and Nutrition
(ESPGAN) Community On Nutrition dalam publikasinya membagi
formula bayi (infant formula) dalam dua jenis, yaitu :
a). Starting Formula (formula awal).
Starting formula dalam bentuk bubuk setelah ditambah dengan
sejumlah air sesuai dengan petunjuk produsennya dan jika pemberian
sehari-harinya cukup, harus dapat memenuhi kebutuhan energi dan
zat-zat gizi esensial bagi bayi sampai umur 4 – 6 bulan, dan bersama-
sama dengan makanan tambahannya seperti buah, bubur susu dan nasi
tim, sampai umur 1 tahun. Formula awal dibagi lagi dalam 2 golongan,
yaitu :
i). Formula adaptasi (adaptasi berarti disesuaikan dengan kebutuhan
bagi bayi baru lahir).
Formula ini bagi bayi baru lahir sampai umur 6 bulan. Susunan
formula adaptasi sangat mendekati susunan ASI dan sangat baik
bagi bayi baru lahir sampai umur 4 bulan.
Pada umur dibawah 3-4 bulan fungsi saluran pencernaan dan
ginjal belum sempurna hingga pengganti ASInya harus
mengandung zat-zat gizi yang mudah dicerna dan tidak
mengandung mineral yang berlebihan maupun kurang.
ii). Complete Starting Formula (formula awal lengkap)
Formula yang mengandung susunan zat gizinya lengkap dan
pemberiannya dapat dimulai setelah bayi lahir. Berbeda dengan
formula adaptasi, formula awal lengkap ini terdapat kadar protein
yang lebih tinggi dan rasio antara fraksi-fraksi proteinnya tidak
disesuaikan dengan rasio yang terdapat dalam susu ibu. Lagi pula
kadar sebagian besar mineralnya tinggi dibandingkan dengan
formula adaptasi.
b). Follow up Formula ( formula lanjutan, mengganti formula bayi yang
sedang dipakai dengan formula yang dimaksud)
Formula ini diperuntukkan bagi bayi berumur 6 bulan keatas.
Telah diuraikan bahwa formula adaptasi dibuat sedemikian, hingga
tidak memberatkan fungsi pencernaan dan ginjal yang pada waktu
lahir belum sempurna. Maka untuk itu dalam formula adaptasi zat-zat
gizinya cukup untuk pertumbuhan yang normal dan mencegah
timbulnya penyakit-penyakit gizi yang disebabkan oleh kekurangan
maupun kelebihan masukan zat-zat tersebut. Oleh sebab pada umur 4-
5 bulan fungsi organ-organ sudah memadai maka kelebihan zat gizi
dapat dikeluarkan lagi oleh ginjal. Lagi pula dengan pertumbuhan
yang cepat dan aktivitas fisik yang bertambah, maka formula bayi
adaptasi tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan bayi diatas umur
6 bulan, terkecuali jika bayi demikian sudah mendapat makanan
tambahan seperti makanan padat yang memenuhi syarat Badan
Kesehatan Dunia (WHO).
Rekomendasi/syarat bagi pembuatan formula lanjutan ialah jika
diencerkan menurut pembuatnya dan diberikan dalam jumlah yang
cukup, walaupun bayi tersebut menolak makanan padat, masih dapat
menunjang pertumbuhannya.
Perbedaan diantara formula adaptasi dan formula lanjutan terletak
pada perbedaan kadar beberapa zat gizinya. Formula lanjutan
mengandung protein yang lebih tinggi sedangkan rasio proteinnya
tidak mengikuti rasio yang terdapat pada ASI, kadar beberapa mineral
tinggi. Pertumbuhan yang cepat memerlukan protein ekstra sebagai zat
pembangun dan juga berbagai mineral lebih banyak, maka dibuat
formula lanjutan yang dapat diberikan pada anak dari umur diatas 6
bulan sampai 3 tahun.
c. Macam-macam Susu.
Disamping susu bayi yang dapat diberikan pada bayi sehat, produsen bayi
juga membuat formula-formula khusus untuk diberikan pada bayi dengan
kelainan metabolisme tertentu, agar supaya bayi itu dapat tetap tumbuh
normal, baik fisik maupun kejiwaannya. Susu semacam ini dikenal sebagai
formula diit. Formula ini sebaiknya diberikan kepada bayi atas petunjuk
dokter (Muchtadi, 1994).
1). Formula premature.
Untuk pertumbuhan bayi prematur yang cepat, diperlukan zat-zat gizi
yang lebih banyak, sehingga formula yang dibuat khusus bagi bayi
prematur berlainan komposisinya dibandingkan dengan formula biasa.
Formula ini khusus prematur yang pada saat ini beredar di Indonesia
adalah : Neonatal dan Enfalak.
2). Formula Rendah Laktosa
Didalam air susu terdapat gula disakarida yang disebut laktosa.
Laktosa hanya dapat diserap oleh usus setelah dihidrolisis menjadi
menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase). Dalam keadaan
tertentu aktivitas laktase menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga
pencernaan laktosa terganggu. Laktosa yang tidak dicerna tersebut akan
masuk keusus besar dan didalam usus besar ini akan difermentasikan oleh
mikroflora usus sehingga dihasilkan asam laktat dan beberapa macam gas.
Adanya produksi gas ini akan menyebabkan terjadinya kembung perut,
mules-mules dan diare.
Jarang sekali ditemukan bayi yang tidak mempunyai ezim laktase,
yang sering dijumpai adalah keadaan rendahnya aktivitas laktase. Untuk
mengatasi keadaan ini maka dibuat susu formula dengan kandungan
laktosa yang rendah atau tidak mengandung laktosa sama sekali. Adapun
merk-merk susu formula ini yang beredar di Indonesia adalah LLM (Low
Lactose Milk) dan Almiron dengan kandungan laktosa sekitar 1 %, serta
Bebelac FL yang tidak mengandung laktosa sama sekali (Muchtadi, 1994).
3). Formula dengan asam Lemak MCT (Medium Chain Triglicerida)
Kemampuan tubuh untuk menyerap asam lemak tergantung dengan
panjang/pendeknya rantai karbon yang membentuk asam lemak tersebut.
Asam lemak berantai pendek lebih mudah diserap oleh usus, jika bayi
menderita kesulitan dalam penyerapan lemak yang dapat ditandai dengan
gejala diare dan banyaknya lemak yang terdapat dalam feses maka lemak
yang diberikan harus banyak mengandung MCT. Susu formula ini adalah
Portagen.
4). Formula Protein Hidrolisat.
Pada tubuh yang terkena penyakit sehingga tidak dapat mencerna
protein yang masuk melalui makanan tidak dapat dicerna oleh usus dan
dikeluarkan lagi melalui feses. Keadaan ini harus diberikan susu formula
yang mengandung protein yang sudah mengalami hidrolisis terlebih
dahulu. Formula ini yang dapat ditemukan di Indonesia adalah
Nutramigen.
5). Formula Kacang Kedelai
kadang-kadang bayi tidak mendapatkan ASI melainkan PASI.
Pemberian PASI pada bayi biasanya akan terkena diare, batuk-batuk.
Dalam hal ini ada kemungkinan bayi tidak dapat menerima protein susu
sapi, sehingga menimbulkan alergi, susu formula dari susu sapi tersebut
dapat diganti dengan formula ini , oleh karena protein kedelai
mengandung asam-asam amino dengan pola susunan yang berlainan
dengan protein susu sapi maka formula susu kedelai dapat menggantikan
formula susu sapi. Contoh formula kedelai adalah: Nutri-soya dan
Prosobee.
6). Formula Semi Elementer.
Adakalanya terdapat gangguan yang serius pada usus bayi sebagai
akibat infeksi usus, setelah disingkirkan usus melalui pembedahan atau
oleh karena kelainan bawaan pada saluran pencernaan, sehingga
menyebabkan berkurangnya toleransi terhadap susu formula biasa. Bayi
yang demikian menunjukkan intoleransi terhadap laktosa, tidak dapat
menyerap dengan baik lemak yang terdapat dalam susu formula biasa.
Pemberian formula biasa akan mengakibatkan diare terus menerus
sehingga kebutuhan zat-zat gizi untuk pertumbuhan bayi tidak dapat
terpenuhi. Untuk memperbaiki keadaan itu maka bahan makanan yang
diberikan harus dapat mengurangi tekanan terhadap saluran pencernaan.
Zat-zat gizi yang diberikan pada penderita ini harus mudah dicerna dan
diserap oleh saluran pencernaan yang sedang sakit. Terdapat dua macam
produk yang dipasarkan di Indonesia yaitu: Pregestimil dan Pepti Junior
(Muchtadi, 1994).
d. Perhitungan pemberian susu
Perhitungan susu didasarkan pada kebutuhan makanan bayi. Anak yang
tumbuh secara kontinu memerlukan jumlah nutrisi yang meningkat.
Untuk mempertahankan perkembangan yang normal makanan harus
disuplai untuk memenuhi hal yang berikut :
1) Kebutuhan basal
2). Pertumbuhan
3). Kehilangan dalam eliminasi
4). Aktivitas otot
Tabel 2.1 memperlihatkan masukan energi harian, didasarkan potensial,
dari bayi dengan berat badan tertentu. Dengan menggunakan table ini, dalam
hubungannya dengan berapa banyak energi yang diberikan sejumlah tertentu
susu, maka ada kemungkinan untuk menghitung makanan total harian untuk
bayi tertentu. Jumlah ini kemudian dibagi dengan jumlah makanan yang harus
diterima bayi untuk mencapai jumlah setiap pemberian makanan.
Tabel 2.1 Masukan energi harian yang dianjurkan (1 kal=0.004 MJ)
Umur (bulan) Kal/kg berat badan MJ/kg berat badan
Lahir – 3 bulan
3 – 6 bulan
120
115
0.48
0.46
6 – 9 bulan
9 – 12 bulan
110
105
0.44
0.42
Sumber : Sacharin (1993)
Kebutuhan makanan bayi tidak saja didasarkan pada kebutuhan kalori
tetapi juga pada umur bayi dan masukan yang adekuat. Faktor penting lain
yang perlu dipertimbangkan adalah kebutuhan cairan. Hal ini ditaksirkan
sebesar 165 ml per kg/hari untuk seorang bayi normal yang sehat. Untuk bayi
yang baru lahir, kebutuhan cairan agak kurang sedikit, tetapi kebutuhan cairan
harus dipuaskan dan ini merupakan prioritas dilakukan dengan kebutuhan
nutrisi pada beberapa hari pertama.
e. Penyiapan Pemberian Susu Formula
Baik alternatif pertama maupun kedua, memiliki satu syarat mutlak susu
harus bersih dan steril agar bebas dari kuman penyakit. Jika tidak, bayi malah
terserang sakit perut dan diare. Karena itu, pastikan kebersihan dan sterilitas
susu bayi, botol susu, sampai dot susu.
1). Langkah-langkah menyiapkan susu bersih dan steril
a) Sediakan peralatan penyimpan susu yang layak, seperti:
i). Botol susu
Idealnya menyediakan 8 botol ukuran penuh (250 ml/8 oz) jika
bayi mendapat susu botol secara penuh (tidak disusui sama sekali).
ii). Dot
Gunakan dot dalam jumlah cukup untuk cadangan, dan simpanlah
dalam keadaan siap pakai dalam wadah steril, agar sewaktu-waktu
dapat dipakai jika diperlukan. kenali jenis-jenis dot agar
memudahkan pemilihannya dan tepat dalam penggunaannya.
b). Cuci sampai bersih
Taruh semua botol susu, dot, tutup botol, ring botol, sendok yang telah
dibilas terlebih dahulu, ke dalam air panas yang telah diberi sabun cair.
Cuci dengan seksama dengan cara :
i). Taruh semua botol susu, dot, tutup botol, ring botol, sendok yang
telah dibilas terlebih dahulu, ke dalam air panas yang telah diberi
sabun cair. Cucilah dengan seksama.
ii). Sikat bagian dalam botol menggunakan sikat botol untuk
membuang sisa-sisa susu yang tertinggal. Sikat dengan teliti
seputar leher botol pada bagian dalam dan luarnya juga.
iii). Gosokkan garam dapur pada bagian dalam dot dan gerakkan
dengan memeras dan memijit bagian ujung dot. Cara ini dapat
menghilangkan sisa-sisa susu yang tertinggal.
iv). Bilaslah semua botol susu, dot, dan peralatan lainnya dengan
seksama di bawah air yang mengalir. Gunakan peniti untuk
membersihkan lubang dot yang tersumbat.
c). Sterilkan agar terbebas dari kuman penyakit
Isilah sebuah ember bersih dengan air dingin dan tambahkan
tablet atau cairan untuk mensterilkan. Setelah tablet larut di dalam air,
masukkan seluruh peralatan ke dalam ember, celupkan botol-botol
hingga terisi penuh oleh air agar tidak naik dan mengapung ke atas.
Aduk-aduklah seluruh peralatan hingga sama sekali tidak terlihat lagi
adanya gelembung-gelembung udara. Diamkan selama waktu
minimum yang diperlukan, kemudian ambillah peralatan-peralatan
yang dibutuhkan dan bilaslah dengan air panas. Lalu keringkan di atas
kertas tisu dapur. Selain menggunakan tablet pensteril, bisa pula
mensterilkan dengan cara:
i). Merebus.
Cucilah seluruh peralatan hingga bersih, lalu rebus selama 25
menit. Semua peralatan harus benar-benar terendam seluruhnya.
ii). Menggunakan alat steril listrik uap panas.
Cara cepat untuk mensterilkan dan terjamin higienis, namun hanya
dapat memuat beberapa botol dan dot susu saja. Namun masih
harus mencuci semua botol dan dot hingga bersih terlebih dahulu
f. Cara penyiapan susu formula
Beberapa cara yang perlu diketahui dalam menyiapkan susu formula untuk
bayi terutama untuk pertama kalinya mempunyai bayi :
1). Awali dengan mencuci tangan sebelum membuat susu untuk bayi
2). Kemudian masukkan air hangat ke dalam botol susu. Jangan gunakan air
mendidih atau air dingin.
3). Masukkan susu ke dalam botol yang telah berisi air hangat sesuai takaran
yang dianjurkan pada petunjuk pemakaian.
4). Pasang cincin dan tutup botol, dan putar erat-erat hingga tertutup rapat.
Buka tutup botol lalu pasang dot susu. Jangan sentuh ujung dot dengan
jari. Lalu pasang cincin botol dan putar hingga rapat. Periksa suhu susu
dengan meneteskannya di punggung tangan. Susu harus hangat, bukan
panas.
5). Buatlah susu untuk satu kali pemakaian saja. Bila masih tersisa, boleh
disimpan di suhu kamar/lemari es, sebaiknya tidak lebih dari 1 jam.
Tabel 2.2. Pemberian susu menurut usia
Usia Jumlah Sendok Jumlah Air Hangat Frekuensi 0 - 7 hari 2 60 ml 8 kali 7 - 14 hari 3 90 ml 7 kali
1/2 - 1 bulan 4 120 ml 6 kali 1 - 2 bulan 5 150 ml 6 kali 2 - 3 bulan 6 180 ml 5 kali
3 bulan 7 210 ml 5 kali
Sumber : Buklet Prenagen “tips menyiapkan susu sehat dan bersih untuk si
kecil
Ukuran sendok takar: 4,4 g ; 1 liter = 135 g susu bubuk + 900 ml air
Gunakan hanya sendok takar yang disertakan dalam kemasan. Jika
susu bubuk yang dicampurkan lebih banyak atau lebih sedikit yang
dianjurkan, bisa terjadi dehidrasi atau menyebabkan bayi kurang gizi.
Jangan mengubah komposisi air dan susu bubuk yang diberikan tanpa
konsultasi dahulu pada dokter. Siapkan hanya satu botol susu setiap
kalinya. Ikuti instruksi penyajian setepat mungkin.
g. Mempersiapkan Susu Botol
Hal-hal yang harus diperhatikan saat memberikan susu botol pada bayi :
1). Keluarkan botol susu dari dalam lemari pendingin dan balikkan posisi dot
ke arah atas. Cairkan susu dengan merendamnya di dalam air panas.
Jangan gunakan oven microwave untuk keperluan ini, karena susu dapat
menjadi terlalu panas walaupun botol susu masih tetap terasa dingin di
luar.
2). Periksa aliran susu yang keluar: harus 2-3 tetes per detik. Lubang dot yang
terlalu kecil akan menyulitkan bayi menghisap, sementara jika terlalu
besar dapat menyebabkan bayi tersedak. Apabila dot sudah tidak baik,
gantilah dengan dot steril lainnya dan periksalah aliran susunya terlebih
dahulu.
3). Periksalah temperatur/suhu air susu dengan meneteskan beberapa tetes
susu pada pergelangan tangan susu harus terasa hangat suam-suam kuku.
4). Putarlah ring botol sedemikian rupa agar udara dapat masuk ke dalam
botol, agar memudahkan bayi menghisap susu dengan lancar.
h. Perbedaan ASI dan Susu Formula
Berikut perbedaaan keunggulan ASI dibandingkan susu formula.
1). Sumber Gizi Sempurna
ASI : Mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Antara lain faktor
pembentuk sel-sel otak, terutama DHA dalam kadar tinggi. ASI juga
mengandung whey (protein utama dari susu yang berbentuk cair) lebih
banyak dari pada casein (protein utama dari susu yang berbentuk
gumpalan) dengan perbandingan 65:3, komposisi ini menyebabkan protein
ASI lebih mudah diserap oleh tubuh bayi.
Susu Formula : Tidak seluruh zat gizi yang tergandung di dalamnya
dapat diserap oleh tubuh bayi. Misalnya : protein susu sapi tidak mudah
diserap karena mengandung lebih banyak casein. Perbandingan whey :
casein susu sapi adalah 20:80.
2). Mudah Dicerna.
ASI : Pembentukan enzim pencernaan bayi baru sempurna pada usia
kurang lebih lima bulan.ASI mudah dicerna bayi karena mengandung
enzim-enzim yang dapat membantu proses pencernaan, antara lain lipase
(untukmenguraikan lemak), amylase (untuk menguraikan karbohidrat) dan
protease (untuk menguraikan lemak). Sisa metabolisme yang akan
disekresikan (dikeluarkan) melalui ginjal pun hanya sedikit, sehingga
kerja ginjal bayi menjadi lebih ringan, metabolisme ini penting karena
merupakan proses pembakaran zat-zat didalam tubuh menjadi energi, sel-
sel baru dan lain-lain.
Susu Formula : Sulit dicerna karena tidak mengandung enzim
pemcernaan serangkaian proses di pabrik mengakibatkan enzin-enzim
pencernaan tidak berfungsi. Akibatnya lebih banyak sisa pencernaan yang
dihasilkan dari proses metabolisme, yang membuat ginjal harus bekerja
keras.
3). Komposisi sesuai Dengan Kebutuhan
ASI : Komposisi zat gizi ASI sejak hari pertama menyusui biasanya
berubah dari hari ke hari. Perubahan komposisi ASI ini terjadi dalam
rangka menyesuaikan diri dengan kebutuhan gizi bayi. Misalnya
kolostrum (cairan bening berwarna kekuningan yang biasanya keluar pada
awal kelahiran sampai kira-kira seminggu sesudahnya) terbukti
mempunyai kadar protein yang sangat tinggi, serta kadar lemak dan
laktosa (gula susu) yang lebih rendah dibandingkan ASI mature (ASI yang
keluar hari ke-10 setelah melahirkan). Kandungan kolostrum yang seperti
ini akan membantu sistem pencernaan bayi baru lahir yang memang belum
berfungsi optimal.
Selain itu, komposisi ASI pada saat menyusui (fore milk) berbeda
dengan komposisi pada akhir menyusui (hind milk). Kandungan protein
fore milk (berwarna bening dan encer) tinggi, tetapi kandungan lemaknya
rendah bila dibandingkan hind milk (berwarna putih dan kental). Walau
tampak sehat, pertambahan berat badan bayi yang hanya mendapat fore
milk kurang baik. Hingga dianjurkan untuk tidak terlalu cepat
memindahkan bayi untuk menyusui pada payudara yang lain, bila ASI
pada payudara yang sedang diisap belum habis. ASI ibu yang melahirkan
bayi prematur juga sesuai dengan kebutuhan bayi, dengan protein lebih
tinggi dan lebih mudah diserap.
Susu Formula : Komposisi zat gizinya selalu sama untuk setiap kali
minum (sesuai aturan minum).
4). Mengandung Zat Pelindung
ASI : Mengandung banyak zat pelindung, antara lain immunoglobulin dan
sel-sel darah putih hidup, yang perlu untuk membantu kekebalan tubuh
bayi. Selain itu, ASI mengandung zat yang tidak terdapat dalam susu sapi
dan tidak dapat dibuat duplikasi atau tiruannya dalam susu formula, yaitu
faktor bifidus zat ini penting untuk merangsang pertumbuhan bakteri
lactobacillus bifidus yang membantu melindungi usus bayi dari
peradangan atau penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi beberapa jenis
bakteri merugikan seperti keluarga coli.
Susu Formula : Hanya sedikit mengandung immunoglobulin dan
sebagian besar merupakan jenis yang tidak dibutuhkan tubuh bayi, selain
itu mengandung el-sel darah putih dan sel-sel lain dalam keadaan hidup.
5). Cita Rasa Bervariasi
ASI : Cita rasa ASI bervariasi sesuai dengan jenis senyawa atau zat yang
terkandung didalam makanan dan minuman yang dikonsumsi ibu
Susu Formula : Bercita rasa sama dari waktu ke waktu.
Sumber : Dewi Handayani RSUPN Cipto Mangunkusumo, 2005.
C. Kerangka Teori
Setelah memperhatikan seluruh teori, maka disusun kerangka teori sebagai berikut
:
Gambar 2.1 :Kerangka konsep
STATUS GIZI
(Soetjiningsih, 1993).
E. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dapat dirumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
Variabel Variabel Independent Dependent ( variabel bebas) ( variabel terikat)
Kelompok Bayi yang diberikasi ASI
Ketahanan makanan keluarga
Asuhan bagi Ibu danAnak
Pemanfaatan YanKes dan
Sanitasi lingkungan
Pendidikan Keluarga
Kecukupan Makanan (ASI Eksklusif) Keadaan Kesehatan
Struktur Ekonomi
Politik dan Ideologi
Potensi Sumber Daya Manusia
Politik dan Idiologi
Keberadaan dan Kontrol Sumber Daya Keluarga: Manusia, Ekonomi dan Organisasi
Ekskklusif
Kelompok bayi yang diberi ASI Non Eksklusif
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan status gizi pada bayi yang
diberikan ASI eksklusif dan non eksklusif.
G. Variabel Penelitian
1. Variabel independent (bebas) : Pemberian ASI eksklusif and non eksklusif
2. Variabel dependent (terikat) : Status gizi.
H. Definisi Operasional
1. ASI eksklusif
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan pada bayi usia 0 - 6 bulan tanpa
penambahan makanan atau minuman lainnya.
Alat ukur : lembar wawancara terpimpin
Dengan skala Nominal.
2. ASI non eksklusif
ASI eksklusif adalah Pemberian ASI yang ditambah dengan pemberian
makanan tambahan yang biasa disebut dengan MP-ASI.
Alat ukur : Lembar wawancara terpimpin.
Dengan skala Nominal.
3. Status gizi
Status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan konsumsi makanan dan
dipengaruhi kesehatan tubuh yang diukur dengan metode antropometri
berdasarkan indeks B/U.
Alat ukur Dengan perhitungan Z skor.
Dengan skala interval.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan.
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kuantitatif dengan metode
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini oleh peneliti adalah cross sectional
(pendekatan silang) yaitu dengan menggabungkan variabel sebab dan akibat yang
terjadi pada objek penelitian diukur dalam waktu yang bersamaan (Notoatmojo,
2002).
B. Populasi dan Sampel.
1. Populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi berusia 3 – 12 bulan yang
berkunjung diPuskesmas Pandanaran Semarang.
2. Sampel
Dalam sampel yang digunakan memiliki kriteria inklusi antara lain :
a. Bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan cukup bulan
b. Bayi mendapatkan ASI eksklusif atau non eksklusif sebagai makanannya.
c. Selama dilakukan pengambilan data bayi dalam keadaan sehat.
Setelah dilakukan penelitian selama 2 minggu didapatkan jumlah sampel 30
bayi yang memenuhi kriteria dengan ketetapan 9 bayi dengan ASI eksklusif dan
21 bayi dengan non eksklusif.
C. Metode Pengumpulan Data.
Pengambilan data dimulai setelah memperoleh perijinan dari Puskesmas
Pandanaran Semarang. Sampel atau subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Kelompok bayi dengan ASI eksklusif
2. Kelompok bayi denang ASI non eksklusif
Sampel yang telah memenuhi syarat dilakukan wawancara terpimpin pada ibu
dengan lembar wawancara yang berisi data responden, data identitas sampel yaitu
nama, jenis kelamin, umur, dan kemudian dilakukan penimbangan berat badan.
D. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data.
1. Metode pengolahan data.
a. Data ASI eksklusif dan non eksklusif
1). Editing (proses penyuntingan).
Yaitu meneliti setiap pertanyaan yang telah diisi oleh responden untuk
mengetahui kelengkapan pengisian, yang dilakukan ditempat
pengumpulan data, sehingga jika ada kekurangan data dapat segera
dilengkapi.
2). Koding (proses penyandian).
Yaitu mengolah informasi dengan menggunakan kunci jawaban yang
telah disusun dalam bentuk angka untuk mempermudah proses pengolahan
selanjutnya. Pada kuesioner, jawaban yang benar diberi kode 1 dan
jawaban yang salah diberi kode 0.
3). Tabulating (tabulasi).
Yaitu kegiatan memasukan data hasil penelitian kedalam tabel-tabel
sesuai kriteria.
4). Entry Data.
Memasukan data ke dalam komputer dengan menggunakan aplikasi
program SPSS 12.0.
b. Data Status Gizi
Data status gizi dapat diperoleh dengan menghitung status gizi
menggunakan program nutrisof atau.rumus Z-Skor indeks BB/U Dalam hal ini
peneliti menggunakan program nutrisof dan rumus Z-Skor indeks BB/U
adalah sebagai berikut :
Z – Skore : X – M
SB
Keterangan :
X : Berat Badan aktual hasil pengukuran
M : Nilai Baku median Berat Badan
SB : Nilai Simpangan Baku
Berat badan dengan timbangan bayi merk Tanita dan umur dengan bulan lahir.
2. Analisa data.
Pada penelitian perbedaan status gizi pada pemberian ASI eksklusif dan ASI
non eksklusif ini data status gizi dihitung menggunakan nutrisof dan sebelum
dilakukan uji beda data diuji terlebih dahulu dengan uji kenormalan kolmogorof
Smirnov Test, dari hasil uji didapatkan bahwa data berdistribusi normal dan
kemudian data dilakukan uji beda dengan T-Test untuk mengetahui perbedaan
status gizi pada kelompok ASI Eksklusif dan kelompok ASI Non Eksklusif yang
menggunakan program komputer SPSS versi 12.0.
E. Etika Penelitian
1. Informed concent (Lembar persetujuan), diberikan kepada responden yang diteliti
yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian yang
sebelumnya telah diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian.
Terdapat pada lampiran : II.
2. Anonamity (kerahasiaan identitas), kerahasiaan identiras responden penelitian
dijaga oleh peneliti dan hanya digunakan semata-mata untuk kepentingan
penelitian.
3. Right to with draw (hak untuk mengundurkan diri), responden berhak
mengundurkan diri selama proses penelitian. Hal ini tidak berpengaruh terhadap
pelayanan yang diberikan selama pengobatan di Puskesmas Pandanaran
Semarang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Pandanaran selama dua minggu
dimulai pada tanggal 4 Juli hingga 11 Juli dengan jumlah sampel yang memenuhi syarat
sebanyak 30 orang. Data diuji kenormalan dengan Kolmogorov Smirnov Test dan
didapatkan data normal dan kemudian dilakukan uji T-Test untuk uji beda dengan
program komputer SPSS 12.0
A. HASIL PENELITIAN
1. Status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif
Pada kelompok ASI eksklusif nilai status gizi terendah dengan nilai Z
Skore -0.30 dan nilai status gizi tertinggi dengan nilai Z Skore 1.11 dengan nilai
rata-rata Z Skore -0.4644.
Gambar 4.1. Status gizi bayi kelompok ASI eksklusif.
BAIK KURANGKst
0
20
40
60
80
100
Percen
t
88.89%
11.11%
Berdasarkan gambar 1 persentasi status gizi pada kelompok ASI Eksklusif
presentase tertinggi status gizi baik dengan persentasi 88,9 % dan persentasi
terendah pada nilai status gizi kurang dengan persentasi 11,1 %.
2. Status gizi bayi yang diberi ASI non eksklusif.
Pada kelompok ASI non eksklusif nilai status gizi terendah dengan nilai Z
Skore -0.10 dan nilai status gizi tertinggi dengan nilai Z Skore 2.62 dengan nilai
rata-rata Z Skore -0.1324.
Gambar 4.2 : Status gizi bayi kelompok ASI non eksklusif.
LBIH BAIKKst
0
20
40
60
80
100
Perce
nt
4.76%
95.24%
Berdasarkan gambar persentasi status gizi pada kelompok ASI non
eksklusif nilai tertinggi pada status gizi baik dengan persentasi 95,2% dan
persentasi terendah pada nilai status gizi lebih dengan persentasi 4,8%.
3. Perbedaan status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dan bayi yang diberi ASI
non eksklusif.
Pada kelompok ASI Eksklusif nilai status gizi terendah dengan nilai Z
Skore -0.30 dan nilai status gizi tertinggi dengan nilai Z Skore 1.11 dengan nilai
rata-rata Z Skore -0.464, sedangkan pada kelompok ASI Non Eksklusif nilai
status gizi terendah dengan nilai Z Skore-0.10 dan nilai status gizi tertinggi
dengan nilai Z Skore 2.62 dan nilai rata-rata -0.132. dapat dilihat pada gambar
4.3.
Gambar 4.3 : Perbedaan status gizi berdasarkan nilai rata-rata pada kelompok bayi ASI eksklusif dan kelompok ASI non eksklusif.
eksklusif non ksklusif
eks/non eksklusif
-0.50
-0.40
-0.30
-0.20
-0.10
0.00
Mean
statu
sgizi
-0.464
-0.132
Dari hasil uji kenormalan dengan Kolmogorov Smirnov Test didapatkan
data berdistribusi normal maka data dilakukan uji beda dengan Independent T-
Test dan didapatkan angkasignifikan (p value) sebesar 0,435 karena nilai
tersebut lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dengan kemaknaan tidak ada
perbedaan yang pada kelompok ASI eksklusif dan ASI non eksklusif.
B. PEMBAHASAN
1. Status Gizi Bayi
Menurut Depkes RI, 2000 status gizi dipengaruhi oleh asupan makanan
dan penyakit infeksi, apabila asupan makanan yang diberikan cukup maka
pertumbuhan bayi dan status gizi akan baik karena didalam ASI terdapat zat-zat
antibodi yang dapat mencegah timbulnya penyakit infeksi.
a. Status gizi bayi ASI eksklusif
Dari hasil penelitian didapatkan pada kelompok ASI eksklusif
terdapat status gizi baik dengan persentasi 88,9 % dan persentasi terendah
pada nilai status gizi kurang dengan persentasi 11,1 %.buruk. Faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI atau produksi ASI adalah kemauan Ibu dan
segi emosional Ibu (Satoto, 1990). Menurut penelitian lebih dari 80 %
kegagalan seorang ibu menyusui dalam memberikan ASI Eksklusif adalah
faktor psikologis ibu menyusui (Utami, 2005).
Menurut Muchtadi (1994), dari hasil penelitiannya dilaporkan bahwa
menyusui dengan ASI tidak selalu adanya hubungan yang mesra terutama
cara menyusui tersebut tidak dilakukan dengan sepenuh hati atau setengah
terpaksa, hal tersebut dapat mempengaruhi volume ASI sehingga asupan
ASI pada bayi sedikit dan akan mempengaruhi perkembangan sibayi.
Menurut Utami ( 2005) jumlah ibu yang memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya sampai berumur enam bulan saat ini masih rendah, yaitu
kurang dari 2 % dari jumlah total ibu yang melahirkan dikarenakan
pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI masih rendah, tata laksana rumah
sakit yang salah dan banyaknya ibu yang mempunyai pekerjaan diluar
rumah.
b. Status gizi bayi ASI non eksklusif.
Dari hasil penelitian status gizi pada kelompok ASI non eksklusif
nilai tertinggi pada status gizi baik dengan persentasi 95,2% dan persentasi
terendah pada nilai status gizi lebih dengan persentasi 4,8%.
Menurut Soekirman (1999) status gizi dipengaruhi oleh penyebab
langsung makanan anak dan penyakit infeksi dan faktor tidak langsung
yaitu ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak serta pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan, apabila pola pegasuhan ibu seperti
pengetahuan pemberian makanan yang tidak tepat atau melebihi ukuran
akan mengakibatkan gizi lebih.
2. Perbedaan status gizi bayi yang diberi ASI Eksklusif dan ASI Non
Eksklusif.
Status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh asupan makanan juga dipengaruhi
oleh infeksi. Dalam keadaan gizi baik tubuh mempunyai kemampuan yang
cukup untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi sedagkan keadaan
gizi yang lebih akan mudah terkena penyakit infeksi (Aritonang, 1996).
Pada kelompok ASI eksklusif terdapat status gizi buruk dimungkinkan
karena masalah kemauan atau ketidak tahuan ibu akan kebutuhan pemberian
ASI, sehingga bayi kurang mengkonsumsi ASI.
Pada kelompok ASI non eksklusif yang mempunyai status gizi lebih
kemungkinan dalam pemberiannya melebihi aturan pemberian, karena pada
anak yang diberi susu formula tidak ada hubungan psikologis sehingga bayi
tidak dapat mengontrol dirinya dan pemberian susu formula dilakukan oleh ibu
atau pembantunya dan mereka cenderung untuk memaksakan jumlah konsumsi
susu yang lebih banyak dari yang seharusnya terlebih pada susu formula yang
banyak mengandung lemak sehingga bayi yang diberi susu formula akan lebih
gemuk karena kelebihan lemak (Nadesul, 1999).
Hasil analisa uji beda didapatkan angka signifikan (p value) sebesar 0.435
karena nilai tersebut lebih besar dari 0.05 maka Ho diterima yaitu tidak ada
perbedaan pada kedua kelompok tersebut karena status gizi tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi tapi juga
dipengaruhi langsung oleh faktor kesehatan, dimana kondisi individu sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap berbagai penyakit akibat kurang gizi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Kelompok bayi yang diberi ASI Eksklusif berstatus gizi baik 88,9 % dan
berstatus gizi buruk 11,1% menunjukakan bahwa status gizi tidak hanya
dipengaruhi oleh makanan.
2. Kelompok bayi yang diberi ASI Non eksklusif berstatus gizi baik 95,2 % dan
berstatus gizi lebih 4,8 % menunjukkan bahwa bayi cenderung untuk
dipaksakan mengkonsumsi makanan lebih dari jumlah yang seharusnya.
3. Tidak ada perbedaan status gizi bayi dengan pemberian ASI eksklusif dan ASI
non eksklusif.
B. SARAN
1. Bagi ibu yang memberikan ASI secara eksklusif untuk berkonsultasi bila ada
masalah dalam pemberian ASI dan menghindari pemberian ASI non eksklusif.
2. Bagi ibu yang bekerja untuk tetap memberikan ASI sacara eksklusif dengan
memompa ASI secara teratur untuk memperlancar produksi ASI dan
menyimpannya dalam botol dan disimpan dalam kulkas atau termos yang diberi
es.
3. Bagi tenaga kesehatan khususnya yang bergerak dalam kesehatan ibu dan anak
untuk meningkatkan informasi tentang pentingnya ASI eksklusif dan
mempersiapkan mental dan ilmu bagi ibu hamil mengenai ASI dan menyusui.
4. Bagi instalasi terkait untuk menerapkan peraturan Menteri Kesehatan
(permenkes) No.450/2004, bahwa bayi harus diberi ASI saja hingga usia enam
bulan, bukan empat bulan.
5. Bagi penelitian lebih lanjut untuk menspesifikan lebih lanjut hal-hal yang dapat
mempengaruhi status gizi dalam pemberian makanan bayi.