Upload
nanda-dwi-pratiwi
View
7
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
new
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Enterobiasis
1. Pengertian
Enterobiasis adalah kejadian infeksi kecacingan yang diakibatkan
oleh masuknya cacing spesies Enterobiasis vermicularis pada tubuh
manusia yang ditandai dengan timbulnya rasa gatal daerah sekitar anus
pada kasus infeksi berat.
2. Gejala dan Patologi klinis
Enterobiasis dapat menyebabkan pruritus ani yang disebabkan
karena cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina,
sehingga penderita merasa gatal dan menggaruk dan menimbulkan luka di
sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga
penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah.
Gejala Enterobiasis yaitu berkurangnya nafsu makan, berat badan
menurun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggertak dan
insomnia, tetapi kadang-kadang sukar untuk membuktikan hubungan
sebab dengan cacing kremi. ( Srisasi Gandahusada; 2004 )
Infeksi lebih sering ditemukan pada anak–anak dan wanita. Pada
wanita yang terinfeksi berat, sering mengeluarkan cairan mukoid dari
vagina, uterus, tuba falopii dan sering juga ditemukan cacing yang
mengadakan enkapsulasi (pembentukan kapsul) di organ–organ tersebut. (
Onggowaluyo, JS, 2001 )
7
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
8
3. Epidemiologi
Penyebaran kejadian enterobiasis lebih luas daripada cacing lainnya.
Penularan dapat terjadi pada keluarga atau kelompok yang sama (asrama,
rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu diruangan sekolah
atau kafetaria sekolah dan menjadi sumber infeksi bagi anak sekolah.
Dalam lingkungan rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang
terinfeksi cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan ( 92 % ) dilantai,
meja, kursi, bufet, tempat duduk, kakus (toilet seats), bak mandi, alas
kasur, pakaian dan tilam. Hasil penelitian menunjukan angka prevalensi
pada berbagai golongan manusia 3 % - 80 %.. Penelitian di daerah Jakarta
Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita
enterobiasis adalah kelompok usia 5 – 9 tahun, mencapai angka 54,1 %.
Binatang anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat
menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.
Sementara itu frekwensi tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak
ditemukan pada golongan ekonomi lemah. Frekwensi pada orang kulit
putih lebih tinggi dari pada orang negro terkait dengan faktor immunitas
tubuhnya secara genetik. (Sutanto I, Is Suhariah ismid, Pudji K,
Sjarifuddin, Saleha S ; 2008)
Kebersihan perorangan penting untuk mencegah terjadinya
enterobiasis. Kuku tangan hendaknya dipotong pendek, tangan dicuci
bersih sebelum makan. Guna mengendalikan penyebaran telur, anak yang
menderita enterobiasis sebaiknya memakai celana panjang jika hendak
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
9
tidur, supaya alas tidur (kasur) tidak terkontaminasi telur cacing dan
tangan tidak dapat menggaruk daerah perianal. ( Sutanto I, Is Suhariah
Ismid, Pudji K, Sjarifuddin, Saleha S ; 2008 )
Makanan hendaknya diupayakan semaksimal mungkin untuk dapat
dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung telur. Pakaian dan
alas tidur hendaknya dicuci bersih dan diganti tiap hari. ( Sutanto I, Is
Suhariah Ismid, Pujdi K, Sjarifuddin, Saleha S ; 2008 )
B. Enterobius vermicularis
Enterobius vermicularis adalah cacing yang yang termasuk dalam
kelompok cacing gilig (nematoda) dan memiliki habitat hidup di dalam usus
manusia.
a. Klasifikasi Enterobius vermicularis
Taksonomi Enterobius vermicularis menurut Jeffry dan Leach
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Metazoa
Philum : Nemathelmintes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Plasmidia
Ordo : Rhabditia
Famili : Oxyuroidea
Genus : Enterobius
Spesies : Enterobius vermicularis ( Jeffry dan Leach. 1983 )
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
10
b. Morfologi
Stadium perkembangan Enterobius vermicularis dimulai dari telur
kemudian menetas dan menjadi stadium dewasa.
1) Telur
Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 butir
setiap harinya selama 2-3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati.
Telur cacing berbentuk asimetrik ini tidak berwarna, mempunyai
dinding yang tembus sinar dan berisi larva yang hidup. Ukuran telur
Enterobius vermicularis lebih kurang 30 mikron kali 50-60 mikron . (
Soedarto ; 1995 ). Telur ini mempunyai kulit yang terdiri dari dua
lapisan luar yang berupa albuminous translucent, bersifat chemical
protection. ( Soejoto dan Soebari. 1996 )
2) Cacing dewasa
Cacing kremi (Enterobius vermicularis) dewasa berukuran kecil,
berwarna putih. Ukuran cacing betina jauh lebih besar daripada cacing
jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan yang jantan
sampai sepanjang 5mm. Di daerah anterior sekitar leher, kutikulum
cacing melebar. Pelebaran yang khas pada cacing ini disebut sayap
leher (cervical alae). Usufagus cacing ini juga khas bentuknya oleh
karena mempunyai bulbus esophagus ganda (double-bulp-
oesophagus). Tidak terdapat rongga mulut pada cacing ini, akan tetapi
dijumpai adanya tiga buah bibir. Ekor cacing betina lurus dan runcing
sedangkan yang jantan mempunyai ekor yang melingkar. Di daerah
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
11
ujung posterior ini dijumpai adanya spikulum adanya spikulum dan
papil-papil. Cacing jantan jarang dijumpai oleh karena sesudah
mengadakan kopulasi dengan betinanya ia segera mati. ( Soedarto.
1995 ).
c. Siklus hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Enterobius
vermicularis dan tidak diperlukan hospes perantara. Cacing dewasa betina
mengandung banyak telur pada malam hari dan akan melakukan migrasi
keluar melalui anus ke daerah : perianal dan perinium. Migrasi ini disebut
Nocturnal / migration. Di daerah perinium tersebut cacing-cacing ini
bertelur dengan cara kontraksi uterus, kemudian telur melekat didaerah
tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif pada tempat tersebut, terutama
pada temperatur optimal 23-26 ºC dalam waktu 6 jam (Soedarto, 1995).
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan
telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi
kedaerah perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan.
Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira I bulan karena telur-telur
cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah
pengobatan. (Srisari G, 2006).
d. Daur hidup
Enterobiasis vermicularis dapat menyebabkan infeksi yang bersifat
kosmopolit. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Enterobius
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
12
vermicularis dan tidak diperlukan hospes perantara. Cacing dewasa
terutama hidup didalam sekum dan sekitar apendiks manusia.
Cacing betina gravid ulkusnya berisi telur. Cacing tersebut turun ke
colon sampai rectum pada malam hari, kemudian cacing terbut keluar dari
anus dan meletakkan telur cacing ini cepat sekali menjadi infektif setelah
2-3 jam. ( Tomia Yamaguchi ; 1992 )
Bila telur infektif di telan, larva stadium pertama menetap di
duodenum. Larva rabditiform yang dikeluarkan berubah menjadi dewasa
di jejunum dan bagian atas ileum. Kopulasi terjadi disekitar sekum. Lama
siklus mulai telur tertelan sampai menjadi cacing dewasa di butuhkan
waktu antara 2-4 minggu. ( Jeffry dan Leach. 1983 ).
e. Cara penularan
Cara penularan Enterobius vermicularis dapat melalui empat
jalan, yaitu :
1) Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection) atau
pada orang lain sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif
misalnya alas tempat tidur atau pakaian dalam penderita
2) Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang
infektif.
3) Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada
penderita sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal
mengadakan migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi
cacing dewasa. ( Soedarto. 1995 )
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
13
4) Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh
angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan. (Sutanto I, Is
Suhariah Ismid, Pudji K, Sjarifuddin, Saleha S ; 2008)
f. Distribusi geografis
Cacing ini tersebar luas di seluruh dunia, baik didaerah tropis
maupun didaerah subtropis. Penyebaran ini lebih banyak ditemukan
didaerah dengan suhu dingin dari pada daerah dengan suhu panas.
Sehingga bisa terjadi kemungkinan daerah yang lembab lebih banyak
terinfeksi enterobiasis dibanding dengan daerah panas. Penyebaran cacing
ini juga di tunjang oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan
lainnya. ( Onggowaluyo,JS, 2001 ).
C. Spesimen Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Kecacingan
1. Spesimen pemeriksaan infeksi cacing perut.
Ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium untuk penegakan infeksi
kecacingan sangat dipengaruhi oleh ketepatan pengambilan spesimen yang
didasari oleh kebiasaan hidup dari jenis cacing yang akan dideteksi
tersebut.
Secara umum kelompok cacing perut memiliki habitat hidup di
dalam usus dan memiliki kebiasaan bertelur di dalam usus, sehingga telur
cacing akan bercampur dengan faeses pada saat terjadi proses pencernaan
makanan. Kelompok cacing dengan perilaku demikian sangat tepat
ditegakkan diagnosis laboratoriumnya menggunakan spesimen
pemeriksaan dari faeses. Yang termasuk dalam kelompok cacing ini
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
14
adalah dari golongan cacing yang siklus hidupnya melalui tanah (soil
transmitted helminth) yang meliputi Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, cacing tambang dan Strongyloides stercoralis.
2. Spesimen pemeriksaan enterobiasis.
Spesies cacing perut yang tidak termasuk dalam kelompok soil
transmitted helminth adalah Enterobius vermicularis. Cacing ini tidak
memiliki perilaku bertelur di dalam usus, namun pada malam hari cacing
betina gravid akan berjalan menuju anus dan bertelur di daerah perianal.
Dapat dipahami bahwa telur cacing ini tidak akan bercampur
dengan faeses. Spesimen faeses untuk bahan pemeriksaan laboratorium
memang masih memberikan kemungkinan untuk ditemukan telur cacing
namun peluangnya hanya menempel di bagian luar faeces pada saat faeses
keluar dari anus dan menyentuh telur. Telur cacing Enterobius
vermicularis jarang ditemukan dalam faeses, hanya 5 % yang positif pada
orang-orang yang terinfeksi penyakit ini. ( Soejoto dan Soebari ; 1996 )
Keberadaan telur cacing pada daerah perianal tersebut memberikan
pemahaman bahwa spesimen apusan perianal akan dapat memberikan
hasil yang maksimal pada pemeriksaan laboratorium untuk penegakan
diagnosis enterobiasis. Guna menghindari hasil negatif palsu hendaknya
spesimen apusan perianal ini diambil sebelum daerah perianal terpapar air
dalam pencucian. Perilaku cebok, kencing dan mandi setelah bangun tidur
pagi hendaknya menjadi faktor yang diperhatikan dalam pengambilan
spesimen apusan perianal.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
15
D. Diagnosis Laboratorium Infeksi Kecacingan
Pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosis infeksi
kecacingan dari specimen pemeriksaan faeses dan apusan perianal dapat
dilakukan dengan berbagai teknik.
a) Pemeriksaan laboratorium dengan spesimen faeses
1. Cara langsung
Metode pemeriksaan telur cacing ini paling sederhana dan paling
mudah dilakukan. Teknik ini dapat dikerjakan menggunakan kaca
penutup maupun tanpa kaca penutup.
Prinsip dasar pembuatan sediaan dengan cara langsung yaitu,
membuat sediaan setipis mungkin yang tidak ada gelembung udara di
dalamnya. Pemeriksaan cacing ini hanya dapat memberikan hasil
secara kualitatif dengan hasil positif dan negative saja.
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung ini sering pula disebut dengan teknik
konsentrasi. Dalam metode ini telur cacing tidak lagsung dibuat
sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan sedemikian
rupa sehingga telur diharapkan dapat terkumpul. Teknik konsentrasi
merupakan teknik yang sering dikerjakan karena memberikan peluang
ditemukannya telur cacing lebih besar dari pemeriksaan cara langsung,
selain itu biasanya relatif murah dan mudah dalam mengerjakannya.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
16
Teknik konsentrasi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Teknik sedimentasi/pengendapan (Metode Faust-Rossel, 1964 )
Prinsip dari teknik sedimentasi ini adalah mengkonsentrasikan
telur cacing dengan bantuan alat sentrifuge sehingga telur cacing
terendapkan, yang selanjutnya diamati secara mikroskopis.
b. Teknik flotasi (pengapungan) dengan larutan NaCl jenuh ( Metode
Willis, 1921 )
Prinsip dari teknik ini adalah adanya perbedaan berat jenis telur
cacing dengan larutan NaCl jenuh, dimana berat jenis telur cacing
lebih kecil dari berat jenis NaCl jenuh sehingga telur cacing akan
mengapung pada permukaan larutan NaCl jenuh. Selanjutnya telur
yang mengapung tersebut ditangkap dengan kaca penutup dan
dilakukan pengamatan secara mikroskopis.
3. Teknik Kato (Kato dan Miura, 1954) dan Kato Katz ( Ritchi, 1960 )
Teknik Kato sering pula disebut dengan teknik sediaan tebal,
karena teknik ini dibuat tidak menggunakan kaca penutup. Teknik ini
hanya dapat diaplikasikan untuk spesimen faeses yang memiliki
konsistensi minimal lembek hingga agak keras. Apabila spesimen
berupa faeses cair, teknik ini tidak tepat dijadikan pilihan.
Kelebihan teknik Kato ini adalah dapat melakukan penghitungan
jumlah telur cacing dari spesimen faeses yang diperiksa sehingga dapat
diketahui derajat infeksi penderita.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
17
Prinsip dari pemeriksaan tekni Kato ini adalah melakukan
pewarnaan dasar sediaan dengan pewarna malacheet green sehingga
dasar sediaan akan berwarna kehijauan dan telur cacing yang tidak
terwarnai akan tampak lebih jelas. Dengan demikian lebih mudah
untuk diidentifikasi. (Illhude HD, 1992)
b) Pemeriksaan laboratorium dengan spesimen apusan perianal
Pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosis infeksi
kecacingan menggunakan spesimen apusan perianal biasanya bertujuan
untuk mengidentifikasi kejadian enterobiasis. Hal ini didasari perilaku
cacing betina dewasa yang bertelur di daerah sekitar anus (perianal).
Apusan perianal yang diambil dari tersangka penderita biasanya
menggunakan alat sampling berperekat.
Prinsip dasar dari metode pemeriksaan ini adalah mengambil telur
cacing dari daerah perianal menggunakan scotch adhesive tape yang
selanjutnya diamati secara mikroskopis. Selanjutnya metode ini lebih
sering dikenal dengan metode Graham Scotch. ( Illhude HD, 1992 )
Beberapa pakar dan lembaga penelitian banyak mengembangkan
metode ini, diantaranya adalah metode N-I-H, metode pita plastik perekat,
metode anal swab dan lain-lain.
1. Metode N-I-H (National Institude of Heatlh)
Pengambilan sampel menggunakan kertas selofan yang
dibungkuskan pada ujung batang gelas dan diikat dengan karet gelang
pada bagian sisi kertas selofan, kemudian ditempelkan didaerah
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
18
perianal. Batang gelas dimasukkan ke dalam tutup karet yang sudah
ada lubang di bagian tengahnya. Bagian batang gelas yang
mengandung selofan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
kemudian ditutup karet. Hal ini dimaksudkan agar bahan pemeriksaan
tidak hilang dan tidak mudah terkontaminasi. ( Hardidjaja Pinardi
MPH & TM. 1994 )
2. Metode pita plastik perekat (“cellophane tape“ atau “adhesive tape”)
(Brooke dan Melvin, 1969)
Pengambilan spesimen menggunakan alat berupa spatel lidah
atau batang gelas yang ujungnya dilekatkan adhesive tape, kemudian
ditempelkan di daerah perianal. Adhesive tape diratakan di kaca objek
dan bagian yang berperekat menghadap ke bawah. Pada waktu
pemeriksaan mikroskopis, salah satu ujung adhesive tape ditambahkan
sedikit toluol atau xylen pada perbesaran rendah dan cahayanya
dikurangi. ( Lynnes S Garcia, David A Bruckner. 1996 )
3. Metode Anal Swab ( Melvin dan Brooke, 1974)
Pengambilan spesimen menggunakan swab yang pada ujungnya
terdapat kapas yang telah dicelupkan pada campuran minyak dengan
parafin yang telah di panaskan hingga cair. Kemudian swab disimpan
dalam tabung berukuran 100 x 13mm dan disimpan dalam lemari es.
Jika akan digunakan untuk pengambilan spesimen, swab diusapkan di
daerah permukaan dan lipatan perianal swab diletakkan kembali ke
dalam tabung.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
19
Pada saat pemeriksaan, tabung yang berisi swab diisi dengan
xylen dan dibiarkan 3 sampai 5 menit, kemudian disentrifuge pada
kecepatan 500 rpm selama 1 menit. Sedimen diambil lalu diperiksa
dengan mikroskup. ( Lynnes S Garcia, David A Bruckner. 1996 )
4. Graham Scotch Tape Alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada
ujungnya dilekatkan adhesive tape. ( Srisasi Gandahusada, Herry D,
Wita Pribadi. 2004 ). Teknik penggunaan alat ini ditemukan oleh
Graham (1941). Teknik ini digunakan karena pada awalnya dianggap
sederhana dari pada menggunakan teknik N-I-H (National Institude of
Health) yang digunakan oleh Hall pada tahun 1937. ( Craig and
Faust’s. 1970 )
Pengambilan spesimen dilakukan sebelum pasien defekasi,
kencing dan mandi. Dalam pemeriksaan di laboratorium digunakan
alat bantu berupa mikroskup dengan perbesaran 10 kali dan sedikit
penambahan toluen atau xylen. Xylen atau toluen digunakan untuk
memberi dasar warna untuk telur dan membuat jernih. ( Brown
Harrold W. 1983 ).
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
20
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1. kerangka teori
F. Kerangka konsep
Gambar 2.2. kerangka konsep
G. Hipotesis
Ada perbedaan yang signifikan pada hasil pemeriksaan telur
Enterobius vermicularis pada spesimen faeses dan apusan perianal.
Jenis spesimen pemeriksaan
Hasil uji Laboratorium kejadian Enterobiasis
Hasil uji Laboratorium Metode pemeriksaan
Laboratorium
Waktu penggambilan
spesimen
Ketepatan pemilihan spesimen pemeriksaan
Penggunaan alat
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)