1
HAMDI JEMPOT L IMA perajin sibuk me- rangkai sisik ikan ka- kap di sebuah ruangan berukuran 15 m2 di bilangan BTN Wayaime, Kota Ambon, Maluku. Jemari mereka lincah meng- untai satu per satu sisik ikan kakap merah menjadi aksesori seperti bros, anting-anting, kalung, penjepit rambut, dan penjepit jilbab. “Kami mengerjakan ini sejak enam tahun silam,” kata Theo- dora de Lima Matrutty ketika ditemui di bengkel suvenirnya akhir Maret. Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu melibatkan empat maha- siswanya dalam usaha suvenir itu. Di bengkel, terdapat sejumlah baskom dan loyang yang berisi ribuan sisik ikan kakap merah kering sebagai bahan utama suvenir indah dan unik. Lem, logam, dan kain sebagai bahan pelengkap juga tersedia. Tiap perajin itu berperan untuk menghasilkan sebuah suvenir. Ada yang mengguna- kan lem merangkai sisik ikan kakap merah dan logam. Yang lain menjahit dan meng- untai sisik ikan hingga menjadi sebuah suvenir unik yang siap dijual. Sisik ikan bernilai ekonomi di tangan Theodora. Sebelum- nya, sisik ikan itu mencemari pasar-pasar tradisional dan Teluk Ambon. Limbah sisik ikan yang dibu- ang para pedagang ikan me- nimbulkan bau pesing. Pence- kerajinan yang menghasilkan uang,” ujar dia. Hasil karya itu kemudian menjadi daya tarik rekan-rekan kerjanya di fakultas. “Saya pakai barangnya un- tuk promosi sendiri. Ternyata teman-teman saya tertarik. Ke- mudian memesan kepada saya. Lalu berkembang lebih luas, sesuai permintaan warga,” kata dia. Karya Theodora berkembang menjadi usaha kerajinan rumah tangga. Yang tadinya sisik ikan hanya digunakan untuk mem- buat anting-anting dan bros, kini sudah dijadikan berbagai jenis aksesori. Keuntungan bersih Theodora mengaku dalam sehari dapat memproduksi ra- tusan aksesori. Dalam sehari, ia bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp250 ribu. “Kami bekerja tidak memi- liki target produksi. Setiap hari kami buat saja sesuai dengan kebutuhan pasar. Namun, ka- lau ada permintaan besar, kami kadang kewalahan,” kata dia. Biasanya, pesanan datang dari kumpulan ibu-ibu, baik dari kantor pemerintah, swasta, maupun pesanan organisasi. Banjir pesanan terjadi saat acara-acara besar di Maluku seperti saat pelaksanaan Sail Banda Agustus 2010. Selain itu, mereka mendapat pesanan dari warga Belanda keturunan Maluku. Untuk mendukung usaha, ia dibantu suami dan mempeker- jakan mahasiswa serta sejum- lah keluarga dekatnya. Selain itu, terdapat sejum- lah tenaga tetap yang khusus menyuplai limbah sisik ikan kakap merah. Khusus mahasiswa yang ikut kerja di bengkel itu, mereka kerja di luar jam kuliah. “Dari pekerjaan ini, sudah banyak mahasiswa yang berhasil me- nyelesaikan kuliah. Mereka sudah ada bekerja di tempat lain,” ujar dia. Karena usahanya makin ber- kembang, Theodora tidak ha- nya mengandalkan bahan baku sisik ikan dari Kota Ambon. Bahan baku di pasok dari Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Sisik ikan yang berwarna putih itu juga dibuat aneka warna sesuai dengan ke- butuhan produksinya. Untuk bahan dasar sisik ikan, selama ini tidak terbentur masalah. Namun, bahan dasar pendukung lainnya seperti aluminium sulit diperoleh di Kota Ambon dan harus dibeli dari Pulau Jawa. “Kalau di Ambon kan mahal dan sulit didapat, kami mem- belinya dari Yogya, Bandung, dan Bali,” kata dia. Untuk pemasaran, selama ini hasil produksinya hanya di jual di rumahnya, karena belum memiliki tempat usaha permanen di Ambon. Selain itu, untuk pemasar- an, Theodora sering diajak mengikuti pameran usaha kecil menengah (UKM) di sejumlah kota, yakni Jakarta, Bandung, Bali, Yogyakarta, Makassar, dan Manado. Yang membanggakan, ia dua kali diajak duta besar Indone- sia di Belanda untuk mengi- kuti pameran produk kerajinan rakyat di Belanda pada 2010 dan 2011. “Setiap pameran, produk kerajinan sisik ikan kami terjual habis,” kata dia. Theodora bangga bahwa usahanya telah mengurangi pencemaran lingkungan lim- bah sisik ikan kakap. “Ikan kakap merah tidak hanya memiliki daging yang berprotein tinggi, tapi sisiknya juga bernilai ekonomi tinggi.” Pelanggan tetap aksesori sisik ikan, Susan Sundari menikmati hasil jerih payah Theodora. “Yang menarik, ada baju yang dimodifikasi dari sisik ikan,” kata guru SMA di Am- bon itu. Dia mengaku sering membawa tamu warga negara Eropa untuk membeli berba- gai kerajinan sisik ikan yang diproduksi Theodora. (N-4) [email protected] Suvenir sisik ikan kakap karya Theodora asal Ambon itu dua kali dipamerkan di Belanda. Tiap pameran, hasil kerajinan tangan itu habis dibeli pengunjung. maran lingkungan itu menjadi perhatian Theodora. Pada 2004, ia meminta tolong kepada seorang pedagang ikan di pasar tradisional dekat ru- mahnya agar mau menyisihkan sisik ikan untuknya. Pedagang ikan itu, tambah- nya, sempat bingung karena ia mau ambil sisik ikan. ‘‘Saya prihatin saja, kalau setiap hari kotoran sisik ikan kakap merah dibuang ke laut, berapa banyak sampah dari sisik ikan tersebut mengotori laut, belum lagi dengan sampah lainnya. Kalau bukan kita yang melakukan ini, mau siapa lagi,” kata ibu dua anak itu. Theodora sempat bingung untuk apa sisik ikan itu. Awal- nya, ia mencuci dan merendam sisik ikan tersebut dengan de- tergen untuk menghilangkan bau amis. Ternyata, harus dijemur lagi baru bau amis sisik ikan itu hilang. Kemudian, ia membuat rangkaian bunga yang terbuat dari sisik ikan itu. Percobaan itu menghasilkan bunga yang indah dan unik. Setelah percobaan demi per- cobaan dengan menggunakan buku-buku panduan, akhirnya dia menghasilkan beragam suvenir yang indah. “Sisik ikan yang tadinya sampah sekarang menjadi hasil PERAJIN: Dosen Universitas Pattimura Ambon Theodora de Lima Matrutty merapikan sisik ikan kakap merah yang telah diberi warna di rumahnya di kawasan BTN Wayame, Maluku, Kota Ambon, beberapa waktu lalu. SUVENIR: Jepitan rambut, kalung, cincin, gelang, bros, merupakan hasil karya dari sisik ikan yang biasa dibuang. Menempa Sampah Sisik Ikan Jadi Suvenir Indah PEWARNAAN: Limbah sisik ikan kakap merah menjadi menarik setelah proses pewarnaan dan siap dirangkai untuk menjadi suvenir. FOTO-FOTO: MI/HAMDI JEMPOT Yang menarik, ada baju yang dimodifikasi dari sisik ikan.” Susan Sundari Pecinta kerajinan sisik ikan 7 N N USA NTARA NTARA JUMAT, 8 APRIL 2011

JUMAT, 8 APRIL 2011 Menempa Sampah Sisik Ikan Jadi Suvenir ... filekami buat saja sesuai dengan ... kadang kewalahan,” kata dia. Biasanya, pesanan datang dari kumpulan ibu-ibu, baik

  • Upload
    vocong

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JUMAT, 8 APRIL 2011 Menempa Sampah Sisik Ikan Jadi Suvenir ... filekami buat saja sesuai dengan ... kadang kewalahan,” kata dia. Biasanya, pesanan datang dari kumpulan ibu-ibu, baik

HAMDI JEMPOT

LIMA perajin sibuk me-rangkai sisik ikan ka-kap di sebuah ruang an berukuran 15 m2 di

bilangan BTN Wayaime, Kota Ambon, Maluku.

Jemari mereka lincah meng-untai satu per satu sisik ikan

kakap merah menjadi aksesori seperti bros, anting-anting, kalung, penjepit rambut, dan penjepit jilbab.

“Kami mengerjakan ini sejak enam tahun silam,” kata Theo-dora de Lima Matrutty ketika ditemui di bengkel suvenirnya akhir Maret.

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu melibatkan empat maha-siswanya dalam usaha su venir itu.

Di bengkel, terdapat sejumlah baskom dan loyang yang berisi ribuan sisik ikan ka kap merah kering sebagai bahan utama suvenir indah dan unik. Lem, logam, dan kain sebagai bahan pelengkap juga tersedia.

Tiap perajin itu berperan untuk menghasilkan sebuah suvenir. Ada yang mengguna-kan lem merangkai sisik ikan kakap merah dan logam.

Yang lain men jahit dan meng-untai sisik ikan hingga menjadi sebuah suvenir unik yang siap dijual.

Sisik ikan bernilai ekonomi di tangan Theodora. Sebelum-nya, sisik ikan itu mencemari pasar-pasar tradisional dan Teluk Ambon.

Limbah sisik ikan yang dibu-ang para pedagang ikan me-nimbulkan bau pesing. Pence-

kerajinan yang menghasilkan uang,” ujar dia.

Hasil karya itu kemudian menjadi daya tarik rekan-rekan kerjanya di fakultas.

“Saya pakai barangnya un-tuk promosi sendiri. Ternyata teman-teman saya tertarik. Ke-mudian memesan kepada saya. Lalu berkembang lebih luas, sesuai permintaan warga,” kata dia.

Karya Theodora berkembang menjadi usaha kerajinan rumah tangga. Yang tadinya sisik ikan hanya digunakan untuk mem-buat anting-anting dan bros, kini sudah dijadikan berbagai jenis aksesori.

Keuntungan bersih Theodora mengaku dalam

sehari dapat memproduksi ra-tusan aksesori. Dalam sehari, ia bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp250 ribu.

“Kami bekerja tidak memi-liki target produksi. Setiap hari kami buat saja sesuai dengan kebutuhan pasar. Namun, ka-lau ada permintaan besar, kami kadang kewalahan,” kata dia.

Biasanya, pesanan datang dari kumpulan ibu-ibu, baik dari kantor pemerintah, swasta, maupun pesanan organisasi. Banjir pesanan terjadi saat aca ra-acara besar di Maluku se perti saat pelaksanaan Sail

Banda Agustus 2010. Selain itu, mereka mendapat pesanan dari warga Belanda keturunan Maluku.

Untuk mendukung usaha, ia dibantu suami dan mempeker-jakan mahasiswa serta sejum-lah keluarga dekatnya.

Selain itu, terdapat sejum-lah tenaga tetap yang khusus menyuplai limbah sisik ikan kakap merah.

Khusus mahasiswa yang ikut kerja di bengkel itu, mere ka kerja di luar jam kuliah. “Dari pekerjaan ini, sudah banyak mahasiswa yang berhasil me-nyelesaikan kuliah. Mereka sudah ada bekerja di tempat lain,” ujar dia.

Karena usahanya makin ber-kembang, Theodora tidak ha-nya mengandalkan bahan baku sisik ikan dari Kota Ambon.

Bahan baku di pasok dari Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Sisik ikan yang berwarna putih itu juga dibuat aneka warna sesuai dengan ke-butuhan produksi nya.

Untuk bahan dasar sisik ikan, selama ini tidak terbentur masalah. Namun, bahan dasar

pendukung lainnya seperti aluminium sulit diperoleh di Kota Ambon dan harus dibeli dari Pulau Jawa.

“Kalau di Ambon kan mahal dan sulit didapat, kami mem-belinya dari Yogya, Bandung, dan Bali,” kata dia.

Untuk pemasaran, selama ini hasil produksinya hanya di jual di rumahnya, karena belum memiliki tempat usaha permanen di Ambon.

Selain itu, untuk pemasar-an, Theodora sering diajak mengikuti pameran usaha kecil menengah (UKM) di sejumlah kota, yakni Jakarta, Bandung, Bali, Yogyakarta, Makassar, dan Manado.

Yang membanggakan, ia dua kali diajak duta besar Indone-sia di Belanda untuk mengi-kuti pameran produk kerajinan rakyat di Belanda pada 2010 dan 2011.

“Setiap pameran, produk kerajinan sisik ikan kami terjual habis,” kata dia.

Theodora bangga bahwa usahanya telah mengurangi pencemaran lingkungan lim-bah sisik ikan kakap.

“Ikan kakap merah tidak hanya memiliki daging yang berprotein tinggi, tapi si siknya juga bernilai ekonomi tinggi.”

Pelanggan tetap aksesori sisik ikan, Susan Sundari menikmati hasil jerih payah Theodora.

“Yang menarik, ada baju yang dimodifikasi dari sisik ikan,” kata guru SMA di Am-bon itu. Dia mengaku sering membawa tamu warga negara Eropa untuk membeli berba-gai kerajinan sisik ikan yang diproduksi Theodora. (N-4)

[email protected]

Suvenir sisik ikan kakap karya Theodora asal Ambon itu dua kali dipamerkan di Belanda. Tiap pameran, hasil kerajinan tangan itu habis dibeli pengunjung.

maran lingkungan itu menjadi perhatian Theodora.

Pada 2004, ia meminta tolong kepada seorang pedagang ikan di pasar tradisional dekat ru-mah nya agar mau me nyisihkan sisik ikan untuk nya.

Pedagang ikan itu, tambah-nya, sempat bingung karena ia mau ambil sisik ikan.

‘‘Saya prihatin saja, kalau setiap hari kotoran sisik ikan kakap merah dibuang ke laut, berapa banyak sampah dari sisik ikan tersebut mengotori laut, belum la gi dengan sampah lainnya. Kalau bu kan kita yang melaku kan ini, mau siapa lagi,” kata ibu dua anak itu.

Theodora sempat bingung untuk apa sisik ikan itu. Awal-nya, ia mencuci dan merendam sisik ikan tersebut dengan de-tergen untuk menghilangkan bau amis.

Ternyata, harus dije mur lagi baru bau amis sisik ikan itu hilang. Kemudian, ia membuat rangkaian bunga yang terbuat dari sisik ikan itu.

Percobaan itu menghasilkan bunga yang indah dan unik. Setelah percobaan demi per-cobaan dengan menggunakan buku-buku panduan, akhirnya dia menghasilkan beragam suvenir yang indah.

“Sisik ikan yang tadinya sam pah sekarang menjadi hasil

PERAJIN: Dosen Universitas Pattimura Ambon

Theodora de Lima Matrutty merapikan sisik ikan kakap merah yang

telah diberi warna di rumahnya di kawasan

BTN Wayame, Maluku, Kota Ambon, beberapa

waktu lalu.

SUVENIR: Jepitan rambut, kalung, cincin, gelang, bros, merupakan hasil karya dari sisik ikan yang biasa dibuang.

MenempaSampah Sisik IkanJadi Suvenir Indah

PEWARNAAN: Limbah sisik ikan

kakap merah menjadi menarik

setelah proses pewarnaan dan siap

dirangkai untuk menjadi suvenir.

FOTO-FOTO: MI/HAMDI JEMPOT

Yang menarik, ada baju

yang dimodifikasi dari sisik ikan.”Susan SundariPecinta kerajinan sisik ikan

7NNUSANTARANTARAJUMAT, 8 APRIL 2011