Jurnal Pelatihan Berbasis Active Learning

Embed Size (px)

Citation preview

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI ELECTRICAL CONTROL TEKNISI SERVIS BUILDING MAINTENANCE UNIT MELALUI PELATIHAN BERBASIS ACTIVE LEARNING Oleh: Peno Suryanto NIM. 0151424032

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi electrical control teknisi servis building maintenance unit melalui pelatihan berbasis active learning di CV. PGM. Penelitian ini juga bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta pelatihan berbasis active learning. Penelitian ini merupakan penelitian action research. Kasus dalam penelitian ini adalah teknisi servis building maintenanceunit yang berjumlah 8 orang. Penelitian dimulai dari observasi kemudian tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Analisis data dilakukan dengan perbandingan antara hasil observasi awal dengan hasil observasi setiap siklus. Data dideskriptifkan metode percentage correlation. Peningkatan aktivitas peserta diukur dari setiap siklusnya dan peningkatan pencapaian kompetensi diukur dari hasil pre test dan post test pada setiap siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pelatihan berbasis active learning aktivitas pembelajaran dan kompetensi teknisi servis building maintenance unit menjadi lebih baik. Pada siklus pertama dengan metode tugas mandiri, diskusi dan demontrasi, metode pada siklus kedua ditambah dengan pemberian motivasi dan pada siklus ketiga metode permainan. Aktivitas pembelajaran peserta pelatihan pada siklus pertama 48,78 % meningkat menjadi 56, 62% pada siklus kedua dan meningkat menjadi 67,65% pada siklus ketiga. Peningkatan pencapaian kompetensi siklus pertama 24, 17%, meningkat menjadi 35% pada siklus kedua dan pada siklus ketiga 51,73%.

Kata Kunci : Pelatihan berbasis active learning, kompetensi, Aktivitas peserta, tugas mandiri, diskusi dan demontrasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara kuantitas SDM di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 220 juta jiwa. Jumlah tersebut merupakan SDM terbanyak di Asia Tenggara dan masuk 5 besar di dunia. SDM yang memasuki usia produktif mencapai 70% dari jumlah penduduknya. Berdasarkan aspek kualitas SDA Indonesia sangat memprihatinkan. Kualitas SDM Indonesia menduduki peringkat 112 dari 127 negara. Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai 30% dan pengangguran terbuka mencapai angka 12 juta (Mulyasa, 2007:3). Berdasarkan data tersebut mutlak diperlukan peningkatan kualitas SDM. Hariandja (2004:168-169) menyatakan beberapa alasan mengapa pelatihan harus dilakukan atau menjadi bagian yang sangat penting dari kegiatan manajemen sumber daya manusia. Alasan tersebut adalah 1) pegawai baru yang direkrut belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan 2) perubahan-perubahan dalam lingkungan kerja dan tenaga kerja 3) meningkatkan daya saing perusahaan dan produktivitas 4) menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada. Manajemen-manajemen perusahaan pada umumnya masih memandang bahwa pelatihan merupakan pemborosan. Permasalahan tersebut disampaikan oleh Sutikno (2007:57) yang menemukan sebuah perusahaan yang mempunyai 6000 karyawan tidak mempunyai anggaran pelatihan tenaga kerja pada tahun 2004. Selain itu, permasalahan pelaksanaan pelatihan masih mengutamakan pelatihan manajerial

daripada karyawan. Hasil penelitian yang dipaparkan oleh Pfeffer (1996:19) melaporkan bahwa 17% pejabat eksekutif, adminitrasi dan manejerial menerima pelatihan yang diberikan oleh perusahaan mereka dalam satu tahun, sedangkan untuk operator hanya 4% saja. Selain peningkatan SDM, era globalisasi memerlukan pendukung infrastruktur yang modern. Hotel, mall, apartemen dan perkantoran menjadi pendukung berjalannya ekonomi, bahkan menjadi kebutuhan utama era globalisasi. Padahal lahan yang digunakan untuk bangunan semakin sempit. Imbasnya Bangunan Bertingkat

Banyak (BBB) akan menjadi alternatif, bahkan, di Jakarta, Surabaya, Medan dan Palangkaraya BBB menjadi kebutuhan. Berdirinya BBB diikuti kemunculan berbagai teknologi yang mendukungnya. Teknologi untuk BBB salah satunya adalah Building Maintenance Unit (Gondola). Building Maintenance Unit digunakan sebagai mesin bantu perawatan permukaan luar bangunan bertingkat banyak. Seperti negara tropis lainnya, Indonesia mempunyai tingkat polusi yang tingggi. Perawatan gedung sangat diperlukan untuk negara dengan tingkat polusi tinggi. Oleh karena itu, penggunaan Building Maintenance unit di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan penggunaan building maintenance unit di Indonesia menarik prospek bisnis. Hal ini dibuktikan dengan munculnya perusahaan-perusahaan yang menyediakan gondola. Kemunculan perusahaan tersebut tidak diimbangi sumber daya yang berkompetensi di dalamnya, sehingga dapat menimbulkan permasalahan kecelakaan kerja. Tahun 2008, kecelakaan gondola terjadi sebanyak 8 kali. Kecelakaan-kecelakaan tersebut 10 pekerja meninggal dunia. Fakta rendahnya kompetensi teknisi building maintenance unit dialami oleh CV. PGM. Pada perusahaan tersebut produktivitas teknisi tidak sesuai dengan harapan manajemennya. Target waktu penyelesaian proyek sering terlambat dan masih terjadi kerusakan setelah proyek selesai. Ketidak sesuaian produktivitas yang diinginkan oleh manajemen dengan kenyataan yang dialami oleh teknisi tersebut merupakan bukti nyata rendahnya kompetensi teknisi perusahaan itu. Teknisi servis building maintenance unit seharusnya memiliki beberapa kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaanya. CV. PGM (YPM)

mengembangkan kompetensi teknis, kompetensi perilaku dan kompetensi konsep diri. Khusus untuk kompetensi teknik seorang teknisi terdapat 4 kompetensi utama yaitu 1) mengoperasikan building maintenance unit, 2) menginstalasi building maintenance unit 3) melakukan pemeliharaan dan perbaikan building maintenance unit, dan 4) electrical control building maintenance unit. Kompetensi electrical control building maintenance unit menjadi

permasalahan utama bagi CV. YPM Pada pekerjaan-pekerjaan electrical control sering perusahaan tersebut memanggil teknisi dari perusahaan lain. Hal tersebut disebabkan karena teknisi merasa belum mampu mengerjakan pekerjaan electrical

control. Bahkan, teknisi menganggap bahwa pekerjaan electrical control sangat membahayakan dirinya. Kompetensi electrical control yang rendah disebabkan karena rekruitmen teknisi servis building maintenance unit berasal dari pelamar yang mempunyai keahlian mesin otomotif. Keahlian mesin otomotif dianggap paling mendekati dengan mesin gondola pada waktu rekruitmen. Di samping itu, banyaknya lulusan dari program keahlian tersebut sewaktu CV. YPM berdiri. Konsekuensi permasalahan tersebut menuntut perusahaan mengembangkan kompetensi electrical control building maintenance unit bagi teknisi servis Pelatihan dengan pendekatan active learning belum umum digunakan di dalam perusahaan. Johnston (1995) menyebut pelatihan metode active learning dengan pelatihan yang partisipatif. Mujiman (2006) mengembangkan pelatihan dengan metode active learning dan disebutnya dengan pelatihan berbasis mandiri. Silberman (2006) mengembangkan pula pelatihan dengan metode active learning yang kemudian disebut sebagai active training. Kelemahan kedua pelatihan dengan metode active learning tersebut belum secara langsung bertujuan untuk kompetensi dan masih dikembangkan untuk pelatihan manajerial. C. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada upaya meningkatkan kompetensi electrical control melalui pelatihan berbasis active learning bagi teknisi servis building maintenance unit di CV. PGM. Peningkatan kompetensi electrical control diperlukan oleh CV. PGM karena penguasaan teknisi servis sangat rendah dalam kompetensi ini. Metode pelatihan berbasis active learning digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar pesertanya yang akan berbengaruh terhadap efektifitas pelatihan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses yang harus dilakukan untuk meningkatkan aktivitas peserta pelatihan berbasis active learning bagi teknisi servis building maintenance unit di CV. PGM?

2. Bagaimana proses yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi electrical control teknisi servis building maintenance unit melalui pelatihan berbasis active learning di CV. PGM? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui proses yang harus dilakukan untuk meningkatkan aktivitas peserta pelatihan berbasis active learning bagi teknisi servis building maintenance unit di CV. PGM. 2. Mengetahui proses yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi electrical control teknisi servis building maintenance unit melalui pelatihan berbasis active learning di CV. PGM F. Manfaat Penelitian Secara lebih khusus, penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat kepada : 1. Peserta Pelatihan a. Meningkatkan kompetensi electrical control building maintenance unit yang dapat mendukung kinerjanya di perusahaan. b. Meningkatkan aktifitas pembelajaran pada peserta pelatihan sehingga mampu melaksanakan program long life education 2. Perusahaan a. Meningkatkan kompetensi electrical control teknisi servis building

maintenance unit b. Mampu melaksanakan kewajiban perusahaan dalam mengembangkan sumber daya manusia 3. Peneliti a. Mendapatkan bukti ilmiah tentang hasil pelaksanaan pelatihan berbasis active learning b. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat berdasarkan ilmu yang dipelajarinya selama kuliah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Pengertian Pelatihan Griffin (2004:426) menjelaskan pengertian pelatihan (training) dan pengembangan mengajarkan untuk karyawan memperjelas teknikal konsep atau pelatihan. Pelatihan biasanya bagaimana

karyawan

operasional

melaksanakan pekerjaannya. Pengertian pelatihan tersebut dilengkapi oleh Sugiyono (2002:1-2) yang menjelaskan pengertian pelatihan, pendidikan dan pengembangan. Latihan (training) adalah semua kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pegawai pada pekerjaan yang sedang dan akan segera dihadapi. Pendidikan (education) merupakan suatu aktivitas pengembangan sumber daya manusia yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi pegawai di luar pekerjaan yang sedang dihadapi. Sedangkan pengembangan (development) merupakan kegiatan yang diarahkan untuk menyiapkan pegawai pindah ke jabatan baru karena adanya pengembangan, perubahan atau pertumbuhan dalam organisasi. Berdasarkan beberapa ungkapan tentang pengertian dan tujuan pelatihan serta ciri-ciri yang digambarkan dalam suatu pelatihan tersebut, maka pelatihan dapat diartikan sebagai suatu upaya melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang atau sekelompok orang dalam suatu tugas pekerjaan tertentu dan dilaksanakan dalam waktu relatif singkat pada tempat tertentu. 2. Pendekatan dan Model Pelatihan Proses pelatihan secara umum dilakukan melalui dua pendekatan yaitu; pendekatan menerima (receptive) yang digunakan sebagai fase diagnostik atau lebih dikenal dengan sebutan pendekatan bottom-up, dan pendekatan instruksi (directive) yang digunakan sebagai fase instruksional atau disebut dengan pendekatan top-down. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Friedman, et al. (1985:2), yaitu; although the adaptive and directive approaches may appear

contradictory, both can be effective when used appropriately. In fact, both are necessary. Karyawan sebagai peserta pelatihan tergolong orang dewasa, oleh sebab itu prinsip-prinsip yang diterapkan dalam proses pelatihannya harus mengacu kepada prinsip pembelajaran orang dewasa. Dalam pembelajaran orang dewasa (andragogy) Knowles (1980:41) menjelaskan tentang konsep andragogi dengan the art and science of helping adults learn, yaitu seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar. Proses pembelajaran orang dewasa pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi 1)orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep yang datang dari luar dirinya,2)rang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda 3)orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar seirama dengan adanya peran sosial yang mereka tampilkan, 4)orang dewasa memiliki perspektif waktu dan orientasi belajar, sehingga cenderung memiliki perspektif untuk secepatnya untuk mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Model pelatihan adalah suatu bentuk pelaksanaan yang di dalamnya terdapat program pelatihan dan tata cara pelaksanaannya. Model pelatihan paling tidak ada 9 (sembilan ) model pelatihan, masing-masing model memiliki tujuan dan prosedur penyelenggaraan yang berbeda-beda (Hamalik, 2007:21-22). Model-model pelatihan tersebut adalah sebagai berikut; 1) Public Vocational (Refreshing Course) 2) Apprentice Training 3) Vestibule Training (Off the job training) 4) On the job training (latihan sambil bekerja) 5) Pre employment training (pelatihan sebelum penempatan) 6) Induction training (latihan penempatan) 7) Supervisor training (latihan pengawas) 8)Understudy Training 9) Sistem kemagangan (Internship training) 3. Asas-asas Pelatihan Dale Yoder (1962:235) yang mengemukakan asas-asas umum pelatihan sebagai berikut: (a) Individual differences, (b) Relation to job analysis, (c) Motivation, (d) Active participation, (e) Selection of trainers, (g) Trainers training, (h) Training methods, dan (i) Principles of learning. Perencanakan dan

pelaksanakan suatu pelatihan harus memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan perseorangan peserta pelatihan baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun motivasi. Metode adalah setiap kegiatan yang ditetapkan oleh sumber belajar untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan (Sudjana, 1993:10). Di dalam memilih metode pelatihan yang tepat, perlu mempertimbangkan beberapa hal. Sudjana (1993:29-35) menegaskan bahwa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran adalah: (1) manusia, yang meliputi sumber belajar dan warga belajar, serta masyarakat sekitar; (2) tujuan belajar; (3) bahan; dan (4) waktu dan fasilitas 4. Konsep Pelatihan Berbasis Active Learning Pelatihan berbasis active learning merupakan konsep pelatihan yang bertujuan untuk menguasai kompetensi melalui strategi belajar aktif dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimilikinya. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar dan strategi penyampaiannya baik penetapan waktu, tempat, irama, tempo, cara belajar, maupun evaluasi belajar dilakukan oleh pembelajar sendiri. onsep pelatihan berbasis active learning secara sederhana terdapat empat karakteristik yaitu kepemilikan kompetensi sebagai tujuan pelatihan, belajar aktif sebagai strategi belajar, keberadaan motivasi belajar sebagai prasyarat

berlangsungnya belajar, dan paradigma konstruktivisme sebagai landasan konsep.

Kompetensi

Tujuan Belajar

Active Learning Motivasi Belajar

Strategi Pelatihan

Prasyarat Pelatihan

Konstruktivisme

Landasan Konsep

Gambar 1. Anatomi konsep pelatihan berbasis active learning

5. Aktivitas Belajar

Belajar merupakan proses dan memerlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku menjadi melakukan kegiatan, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada belajar tanpa adanya aktivitas. Aktivitas dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu aktivitas fisik dan aktivitas psikis. Paul D. Dierich membagi aktivitas belajar menjadi delapan kelompok yaitu (Wina Sanjaya, 2007:134-135) 1) kegiatan-kegiatan visual 2) Kegiatan-kegiatan lisan 3)kegiatankegiatan mendengarkan 4) kegiatan-kegiatan menulis 5)kegiatan-kegiatan

menggambar 6)kegiatan-kegiatan metrik 7)kegiatan-kegiatan mental 8) Kegiatankegiatan emosional 6. Pengertian Kompetensi Penelitian pertama tentang kompetensi dilakukan oleh David McClelland pada tahun 1973. Menurut Prihadi (2004:82) David McClelland dan beberapa pakar psikologi lainnya memulai pendekatan kompetensi untuk mengukur kinerja efektif atau superior pada suatu pekerjaan. Keseluruhan proses penelitian mereka di dokumentasikan oleh Boyatzis dalam sebuah buku yang berjudul The Competent Manajer (1982). Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, pengertian kompetensi dalam penelitian ini mengaju pada pengertian yang lebih teknis. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mardapi, dkk (Muslich, 2008 : 15) yang menyatakan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan kedua hal tersebut dalam melaksanakan tugas dilapangan kerja. Oleh karena itu, pengukuran kompetensi dapat dilakukan dengan observasi atau kombinasi antara observasi dengan tes pengetahuan. 7. Kompetensi Electrical Control Teknisi Servis Building Maintenance Unit Kompetensi electrical control teknisi servis building maintenance unit merupakan kemampuan yang diperlukan oleh teknisi dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan perawatan dan perbaikan building maintenance unit salah satunya adalah electrical control. Pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan servis antara lain mengidentifikasi kerusakan pada komponen, kemampuan menguji electrical control dan kemampuan melakukan pelacakan kerusakan dan perbaikan sistem electrical control.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas, Upaya Peningkatan Kompetensi Electrical Control Teknisi Servis Building Maintenance Unit Melalui Pelatihan Berbasis Active Learning dilakukan di CV. PGM Yogyakarta. Dipilihnya perusahaan ini disebabkan hanya perusahaan inilah yang bergerak di bidang building maintenance unit di wilayah Yogyakarta. Waktu pelatihan dilaksanakan pada tanggal 7-15 Desember 2009. Pemilihan waktu ditentukan oleh kesepakatan antara perusahaan dan peneliti.. B. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart yang dikutip Suwarsih Madya (2007:67) C. Studi Kasus Penelitian Kasus dalam penelitian ini adalah pelatihan yang dilaksanakan peneliti di CV. PGM. Peserta pelatihan dalam penelitian ini adalah teknisi servis building maintenance unit. Jumlah peserta direncanakan 10 teknisi servis dan dalam pelaksanaannya 8 peserta. Hal ini disebabkan karena 2 teknisi servis CV. PGM sedang bekerja di luar kota. Walaupun demikian, dengan jumlah peserta yang ada maka pelatihan masih dapat dilaksanakan. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, dokumentasi, wawancara dan angket. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai pelaksanaan pelatihan untuk mengetahui aktivitas peserta. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen atau catatan yang mendukung dalam proses pembelajaran. Dokumen yang digunakan antara lain: Rencana Pelaksanaan Pelatihan, Lembar Tugas Mandiri, dan daftar tugas serta evaluasi hasil uji kompetensi E. Instrumen Penelitian

Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan lembar observasi. Test dipergunakan untuk memperoleh data kompetensi peserta pelatihan. Sedangkan lembar observasi dipergunakan untuk memperoleh data aktivitas belajar peserta pelatihan. Kedua intrumen tersebut disusun dan dikembangkan dari kisi-kisi sebagai berikut: 1. Tes Kompetensi Tes kompetensi bertujuan untuk mengetahui kompetensi peserta pelatihan sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan. Kisi-kisi tes dalam kompetensi peserta pelatihan adalah sebagai berikut: a. Kompetensi dasar melakukukan pekerjaan dengan komponen electrical control Tabel 2. Kisi-kisi tes kompetensi melakukan pekerjaan pada komponen electrical control No Indikator No Butir Jumlah 1 2 Memahami cara kerja komponenkomponen electrical control Mengidentifikasi spesifikasi komponen-komponen electrical control Melakukan pengecekan komponenkomponen electrical control 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11 6 5

3

12,13,14,15

4

b. Kompetensi dasar melakukukan pengujian rangkaian electrical control Tabel 3. Kisi-kisi tes kompetensi melakukan pengujian rangkaian electrical control No Indikator No Butir Jumlah 1 2 Memahami rangkaian pengendali start-stop dan pembalik putaran arah Menguji rangkaian pengendali startstop dan pembalik putaran arah 1,2,3,4,5,6, 7, 8 9,10,11,121 3,14, 15 8 7

c. Kompetensi dasar melakukukan pelacakan dan perbaikan kerusakan electrical control Tabel 4. Kisi-kisi tes kompetensi melakukan pelacakan dan perbaikan kerusakan electrical control No Indikator No Butir Jumlah 1 2 Mengetahui kemungkinan kerusakan electrical control Melacak dan memperbaiki kerusakan electrical control dengan indikasi motor listrik Melacak dan memperbaiki kerusakan dengan indikasi pada panel 1,2,3,4 5, 6,7,8,9,10 4 6

3

11,12,13,14, 15

6

2. Lembar observasi Lembar observasi bertujuan untuk memperoleh data aktivitas belajar peserta pelatihan. Kisi-kisi pada lembar observasi adalah sebagai berikut: Tabel 5. Kisi-kisi aktivitas belajar peserta pelatihan No Indikator No Butir 1 2 3 Aktivitas dalam melaksanakan tugas mandiri Aktivitas peserta dalam diskusi Aktivitas peserta dalam demontrasi 1,2,3 4,5,6,7,8,9,1 0,11,12 13,14,15,16, 17 Jumlah 2 9 5

F. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis analisis, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk memberikan gambaran tentang kemajuan atau peningkatan aktivitas belajar dan kompetensi pesertan. Metode percentage corelation (Purwanto, 2008:102). sebagai berikut :Np R 100 SM

Rumus penilaian aktivitas belajar peserta adalah

Keterangan : Np R = Nilai persen yang dicari = Skor mentah yang diperoleh peserta pelatihan

SM = Skor maksimum ideal dari hasil observasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil observasi awal terlihat dalam Tabel 2 menunjukkan secara ringkas kemampuan peserta pelatihan pada setiap kompetensi dasar. Kompetensi dasar melakukan pekerjaan pada komponen electrical control menunjukkan nilai tertinggi 11, nilai terendah 5 dan tingkat ketercapaian kompetensi secara klasikal adalah 55%. Pencapaian kompetensi menguji rangkaian electrical control mempunyai nilai tertinggi 11, nilai terendah 2. Secara umum tingkat pencapaian kompetensi menguji rangkaian electrical control adalah 50,83 %. Sedangkan pada kompetensi melacak dan memperbaiki kerusakan electrical control mempunyai nilai tertinggi 7, terendah 2 dan tingkat pencapaian kompetensi secara klasikal 35,83% Tabel 6. Hasil Pre test kompetensi electrical control peserta pelatihanNo 1 2 3 4 5 6 Statistik Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata nilai Total Nilai kelas Nilai Ideal Kelas Tingkat Pencapaian Kompetensi KD1 11 5 8,25 66 120 55% KD2 11 2 7,63 61 120 50,83% KD3 7 2 5,38 43 120 35,83%

Keterangan : KD1 = Melakukan pekerjaan pada komponen electrical control KD2 = Menguji rangkaian electrical control KD3 = Melakukan perbaikan electrical control

Pelaksanaan pelatihan pada siklus pertama diarahkan untuk aktivitas peserta pelatihan, sehingga peserta pelatihan diarahkan untuk belajar secara mandiri melalui tugas mandiri, belajar secara kelompok melalui diskusi dan mendemontrasikan kompetensinya kepada instruktur dan observer. Siklus kedua berusaha untuk meningkatkan aktivitas peserta dalam melaksanakan tugas mandiri. Proses memotivasi peserta pelatihan dilakukan dengan pandangan ke depan sistem penggajian di perusahaan yang berbasis kompetensi (RBT/Remunerasi berbasis kompetensi).Siklus ketiga difokuskan pada permasalahan aktivitas dalam diskusi yang rendah. Usaha peningkatan aktivitas dilaksanakan dengan kreatifitas metode diskusi yang diselingi dengan

permainan. Permainan membuat proses diskusi menyenangkan bagi peserta pelatihan. Perasaan senang akan melepaskan peserta dari beban pikiran Aktivitas belajar merupakan prinsip penting dalam metode belajar active learning, karena proses belajar sebenarnya adalah proses perubahan tingkah laku. Peningkatan aktivitas belajar akan meningkatkan kualitas pembelajaran. Hasil peningkatan setiap siklus dapat dilihat pada tabel berikut ini : No 1 2 3 4 Tabel 13. Peningkatan aktivitas pembelajaran dalam pelatihan Aktivitas Siklus I Siklus II Siklus III 47,22 % 66,67 % 69,44 % Dalam tugas mandiri Dalam Diskusi Dalam demontrasi Total Aktivitas41,20 % 63,33 % 48,78 % 45,37 % 70,33 % 56, 62% 62,50 % 75,83 % 67, 65 %

Tabel di atas dapat menunjukkan bahwa untuk peningkatan aktivitas pembelajaran peserta pelatihan pada setiap siklus. Pada siklus pertama aktivitas belajar dalam mengerjakan tugas mandiri 47,22% meningkat menjadi 66,67% pada siklus kedua dan 69,44 pada siklus ketiga. Aktivitas pembelajaran dalam diskusi terjadi peningkatan pada setiap siklus. Pada siklus pertama aktivitas pembelajaran dalam diskusi 41,20% meningkat menjadi 45,37% pada siklus kedua dan meningkat tajam menjadi 62,50%. Peningkatan yang singnifikan dari siklus 2 menuju ke tiga tersebut disebabkan oleh modifikasi diskusi menjadi belajar yang menyenangkan. Aktivitas pembelajaran dalam demontrasi meningkat walaupun cenderung lebih linier. Pada siklus pertama 63, 33% meningkat menjadi 70,33 pada siklus kedua, demikian pula pada siklus ketiga menjadi 75, 83%. Tidak terdapat perubahan metode demontrasi pada setiap siklus karena yang digunakan adalah metode problem base learning. Secara keseluruhan aktivitas pembelajaran peserta pelatihan terlihat meningkat pada setiap siklusnya. Aktivitas pembelajaran pada siklus pertama 48, 67% meningkat menjadi 45, 37% dan pada siklus ketiga meningkat 67, 65%. Hal ini menunjukkan bahwa metode active learning dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta pelatihan Keberhasilan sebuah pelatihan salah satunya diukur dari meningkatnya kompetensi peserta pelatihan. Pelatihan berbasis active learning ini juga mengukur peningkatan

kompetensi pada setiap siklusnya. Tingkat pencapaian kompetensi electrical control pada setiap sikus dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 14. Peningkatan kompetensi electrical control pada pelatihan berbasis active learning No 1 Siklus dan Kompetensi Siklus Pertama - Melakukan pekerjaan pada komponen electrical control Siklus Kedua - Menguji rangkaian electrical control Siklus Ketiga - Melakukan pelacakan dan perbaikan electrical control Pre Test55%

Post Test79,17%

Peningkatan

24,17%

2

50,83%

85,83%

35%

3

35,83%

87,5%

51,73%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan kompetensi melakukan pekerjaan pada komponen electrical control dari 55% menjadi 79,17 % dan besarnya peningkatan sebesar 24,17% . Pada siklus kedua terdapat peningkatan

kompetensi menguji rangkaian electrical control dari 50,83% menjadi 85,83%, sehingga besarnya peningkatan mencapai 35%. Pada siklus ketiga terjadi peningkatan kompetensi melakukan pelacakan dan perbaikan kerusakan electrical control dari 35,83% menjadi 87,5% sehingga besarnya peningkatan pada siklus ketiga 51,73%

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses yang digunakan untuk meningkatan aktivitas pembelajaran pada pelatihan berbasis active learning bagi teknisi servis building maintenance unit di CV. PGM dilakukan dengan tiga metode yaitu pemberian tugas mandiri, diskusi dan demontrasi. Pada siklus pertama aktivitas pembelajaran masih rendah sebesar48,78 %. Pelatihan

memerlukan teknik pemotivasian peserta pelatihan melalui

ceramah tentang sistem penggajian berbasis kompetensi. Hasilnya pada siklus kedua aktivitas dalam pembelajaran meningkat menjadi 56,62%. Hambatan pada siklus kedua adalah kecilnya peningkatan aktivitas belajar dalam diskusi. Oleh karena itu sebelum diskusi dimulai, dilakukan permainan diskusi. Hasilnya pada siklus ketiga aktivitas pembelajaran meningkat menjadi 67, 65%. 2. Proses yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas peserta pelatihan berbasis active learning bagi teknisi servis building maintenance unit di CV. PGM dilakukan dengan 3 siklus. Siklus pertama dengan metode tugas mandiri, diskusi kelas dan demontrasi mampu meningkatkan kompetensi melakukan pekerjaan pada kompone-komponen electrical control sebesar 24,17%. Siklus kedua

dengan metode teknik motivasi, tugas mandiri, diskusi dan demontrasi dapat meningkatkan kompetensi menguji rangkaian electrical control sebesar 35%. Siklus ketiga dengan metode tugas mandiri, permainan, diskusi dan demontrasi meningkatkan kompetensi melakukan pelacakan dan perbaikan kerusakan electrical control sebesar 51,73%. B. Implikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan berbasis active learning dengan metode tugas mandiri, diskusi dan demontrasi mampu meningkatkan aktivitas pembelajaran dan kompetensi electrical control peserta pelatihan. Aktivtas pembelajaran dan kompetensi peserta akan lebih meningkat apabila dilakukan teknik

pemotivasian dengan benar dan diselingi permainan.

Indikator keberhasilan

penelitian antara lain meningkatnya aktivitas peserta pelatihan yaitu dalam mengerjakan tugas mandiri, diskusi dan demontrasi. Disamping itu, kegiatan berimplikasi juga kepada perusahaan untuk mengembangkan sumber daya manusia. C. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada pelatihan berbasis active learning dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran dan kompetensi pesertanya. Oleh karena itu, peneliti menyarankan sebagai berikut: 1. Perusahaan sebaiknya menggunakan strategi pelatihan berbasis active learning dalam mengembangkan sumber daya manusianya. Terbukti dengan terjadinya peningkatan kompetensi peserta pelatihan ini. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan menggunakan metode active learning. Selain itu berdasarkan penelitian ini penggunaan sistem penggajian berbasis kompetensi dapat meningkatkan aktivitas belajar teknisi servis building maintenance unit maka kami menyarankan agar pihak perusahaan menggunakan sistem penggajian berbasis kompetensi. 2. Peneliti selanjutnya agar meneliti pelatihan berbasis active learning dengan variasi metode-metode lainnya. Dengan metode-metode lain memungkinkan terjadinya peningkatan aktivitas pembelajaran. Aktivitas pembelajaran akan meningkatkan pula kompetensi peserta pelatihan.Selain itu dengan banyaknya penelitian pelatihan berbasis active learning akan menambah referensi dapat lebih lengkap dan aplikasi pelatihan berbasis active learning di masyarakat lebih terpercaya.

DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal (2008) Penelitian Tindakan Kelas Bagi Pengembangan Profesi Guru, Cetakan ke 4, Bandung: Yrama Widya Arief, Zaenudin. (1997). Andragogi. Bandung : Angkasa. Armstrong, Michael (2004) Performance Management, Yogyakarta: Tugu Publisher. Gerber, Rod & Lankshear, Colin (2003) Training for a Smart Workforce, New York: Rodledge Publisher Griffin, Ricky W (2004) Manajemen Edisi Ketujuh, Jilid 1(Alih bahasa oleh Gina Gania), Jakarta: Erlangga Friedman, P.G and Yarbrough, E.A. (1985). Training Strategis From Start to Finish. New Jersey: Prentice-Hall. Hamalik,Oemar (2005) Proses Belajar Mengajar, Cetakan Keempat, Jakarta: PT. Bumi Aksara Hamalik,Oemar (2008) Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Cetakan Kelima, Jakarta: PT. Bumi Aksara Hariandja, Marihot Tua Efendi (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Jakarta:Grasindo Harris, Roger. Et. Al. (1997). Competency-based Education and Training: Between a Rock and a Whirlpool. Australia: Macmillan Education Australia PTY. LTD. Hutapea, Parulian dan Thoha, Nurianna (2008) Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus,dan Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Kunandar (2007) Guru Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mujiman, Haris (2006) Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mulyasa, E (2007) KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya Muslich, Masnur (2008) KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstekstual, Jakarta: Bumi Aksara

Nitisemito, A.S. (1982). Manajemen Personalia, Jakarta : P.T Gramedia. Permana, Aditya Wahyu (2007) Pengembangan Desain Materi Pelatihan Sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi Karyawan Teknis Divisi Pertanian PT. Nusa Indo Agromadani Surabaya Petruzella, Frank D (2002) Elektronika Industri (Diterjemahkan oleh Sumanto), Yogyakarta: Andi Pfeffer, Jeffrey (1996) Keunggulan Bersaing Melalui Manusia (dialih bahasakan oleh Agus Maulana), Jakarta: Binarupa Aksara Prihadi, Syaiful F (2004) Assessment Centre: Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan Kompetensi. Jakarta :PT. Gramedia Pustaka Utama. Purwanto, Ngalim (2008) Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya Pusat Bahasa Depdiknas (2006) Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga susunan WJS Poerwadarminta, Jakarta: Balai Pustaka. Pusdiklat Depdiknas (2007) Pelatihan Berbasis Kompetensi, Jakarta: Depdiknas Pusdiklat Depdiknas (2008) Prinsip-prinsip Manajemen Pelatihan, edisi ketiga Jakarta : Depdiknas Ruky, Ahmad S (2006) Sistem Manajemen Kinerja (Performance Managing System), Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Silbermen, Melvin L (2006) Active Training: a Handbook of Techniques, Design, Case Exemples and Tips, San Fransisco: Pfeiffer Smith, A (1992) Training and Development in Australia, Sidney: Butterworths Soelaiman dan Magarisawa, Mabuchi (1984) Mesin Tak Serempak Dalam Praktek, Jakarta: Pradnya Paramitha Sudjana (1993) Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Nusantara Press. Sugiyono (2005) Manajemen Diklat , Bandung : Alfabeta. Sutikno, Bambang (2007) The Power of Emphaty in Leadership, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Suwarsih Madya. (2006). Teori dan praktek Penelitian Tindakan Kelas (Action Research). Bandung : Alfabeta

Suyitno (2008) Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Mata Diklat Pengukuran Teknik melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Di SMK N 1 Ngawen, Skripsi, Yogyakarta: UNY. Tukiman (2007) Peningkatan Kualitas Pembelaran IPS dengan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) di SMP Negeri 2 Ponjong Gunung Kidul, Tesis, Yogyakarta:UNY. Uno, Hamzah B (2008) Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: PT. Bumi Aksara Wardiman Djojonegoro. (1998). Pengembangan sumber daya manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta : Depdiknas. Wina Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Wiriaatmadja, Rochiati. (2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.