12
JURNAL PERJALANAN ALAMIAH DAN FAKTOR RISIKO DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK-ANAK Disusun Oleh: SITI SYARIFAH DIASFARI 1102011261 Pembimbing: dr. Hapsari Triandriyani, M.Kes, SpKK dr. Gayanti Germania, SpKK dr. Christilla Citra Aryani, SpKK Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin Periode 3 Agustus - 5 September 2015

Jurnal Reading FIX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnaaal reading

Citation preview

JURNALPERJALANAN ALAMIAH DAN FAKTOR RISIKO

DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK-ANAK

Disusun Oleh:

SITI SYARIFAH DIASFARI

1102011261

Pembimbing:

dr. Hapsari Triandriyani, M.Kes, SpKK

dr. Gayanti Germania, SpKK

dr. Christilla Citra Aryani, SpKK

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin

Periode 3 Agustus - 5 September 2015

Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo

PERJALANAN ALAMIAH DAN FAKTOR RISIKO DERMATITIS ATOPIK

PADA ANAK-ANAK

ABSTRAK

Dermatitis atopik (DA) adalah salah satu penyakit inflamasi alergi yang paling

umum yang ditandai dengan lesi kulit yang gatal terutama pada masa bayi. Hal ini

dianggap sebagai langkah awal perjalanan atopik dan memiliki program penyakit yang

variabel. Banyak anak-anak dengan Dermatitis Atopik dapat mengatasi gejala DA seiring

dengan bertambahnya usia dan dapat berkembang menjadi alergi pernapasan seperti asma

dan rhinoconjunctivitis pada usia tertentu. Tentu saja perjalanan alamiah DA telah

didukung oleh banyak studi cross-sectional dan longitudinal di banyak negara. Secara

umum, dermatitis atopik cenderung lebih parah dan menetap pada anak-anak, terutama

jika mereka memiliki beberapa faktor risiko termasuk faktor genetik. Tampaknya bahwa

sekitar 40% -70% dari anak dengan DA akan sembuh ketika mereka mencapai usia 6-7

tahun. Namun, diamati pula bahwa lebih dari setengah dari anak-anak dengan DA

berkembang menjadi alergi pernapasan pada akhir masa kanak-kanak.

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) adalah merupakan suatu penyakit inflamasi kronis pada kulit

yang umumnya diderita pada bayi dan anak-anak,dan sering dengan gejala yang jelas

pada beberapa individu. Tercatat bahwa prevalensi kumulatif DA telah meningkat 8% -

30% dari anak-anak di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir, dan kecenderungan

meningkat dengan tajam telah diamati di Korea. Prevalensi dermatitis atopik oleh

International Study of Asma dan Alergi in Childhood (ISAAC) di Korea, yang telah

dilakukan setiap 5 tahun sejak tahun 1995 telah menunjukkan bahwa prevalensi kumulatif

DA pada anak-anak sekolah dasar Korea telah meningkat terus dari 19,7% pada tahun

1995 menjadi 35,6% pada tahun 2010.

Ada banyak laporan mengenai peningkatan risiko asma setelah DA pada anak usia

dini dan lebih dari setengah dari anak-anak dengan eksim berkembang menjadi asma

pada akhir masa kanak-kanak. Oleh karena itu, sejumlah besar pasien dan orang tua

bertanya-tanya apakah Dermatitis atopik dapat terus berlanjut sepanjang seluruh hidup

pasien atau dapat disembuhkan.

PERJALANAN ALAMIAH

Perjalanan Atopik

Menurut beberapa penelitian, anak-anak yang mengalami eksim pada usia dini (<2

tahun))atau di tahun pertama kehidupan, memiliki risiko yang tinggi dalam timbulnya

penyakit asma. The Tucson Children’s Respiratory Study menemukan bahwa eksim

selama tahun pertama kehidupan merupakan faktor risiko independen untuk mengi yang

persisten dan 18% dari anak-anak dengan mengi di usia 6 tahun pernah mengalami eksim

sebelum usia 2 tahun. Studi kohort yang diikuti pasien yang mencapai usia hingga 22

tahun dan ditemukan bahwa asma pada masa anak-anak sangat terkait dengan eksim,

sedangkan asma pada usia dewasa tidak. Dalam Jerman Multicenter Atopy Study,

terungkap bahwa tingkat keparahan penyakit dan sensitisasi atopik adalah penentu utama

dari peningkatan risiko mengi berikutnya atau hiperaktivitas bronkus.

Remisi, kekambuhan, dan persistensi

Beberapa penelitian secara garis besar mengungkapkan bahwa dari setengah anak-

anak yang memiliki gejala dermatitis atopik pada usia dini, akan pulih sebelum anak-anak

memasuki sekolah dasar.Insidensi dan prevalensi dermatitis atopik menurun karena

pasien semakin dewasa. The Korean National Health Insurance Corporation melaporkan

bahwa 26,5% bayi di bawah 2 tahun didiagnosis dengan DA dan angka menurun secara

dramatis dari 11,6% pada usia 3 tahun menjadi 4,6% pada usia 19 tahun. Selain itu,

menurut studi Korea ISAAC yang dilakukan pada tahun 2010, prevalensi didiagnosis

dan gejala DA dalam 12 bulan pada anak usia 6 sampai 7 tahun masing -masing 35,6%

dan 20,6%. Dengan temuan ini, diduga bahwa lebih dari 40% dari anak-anak yang

menderita DA selama periode usia dini cenderung menunjukkan gejala DA yang

menghilang.

Sebuah studi Korea baru-baru ini mengungkapkan bahwa 70,6% dari anak-anak

dengan DA yang berkembang di bawah 1 tahun menunjukkan penyembuhan yang

lengkap pada usia 5 tahun.Dalam sebuah penelitian kohort berisiko tinggi, dilaporkan

bahwa sepertiga dari anak-anak yang memiliki gejala DA yang berkembang setelah usia

2 tahun sebagian besar non-atopik dan tidak berhubungan dengan peningkatan risiko

alergi pernapasan pada usia 7 tahun.

Sampai awal 1990-an,DA dikenal sebagai penyakit yang terjadi terutama pada masa

bayi dan menghilang sekitar usia 2 sampai 3 tahun. Namun,kemudian dilaporkan oleh

kelompok studi kohort kelahiran yang lain dengan 1.314 anak sejak lahir sampai usia 7

tahun, 43,2% dari anak-anak yang menderita gejala awal DA kurang dari 2 tahun setelah

kelahiran menunjukkan remisi yang lengkap dan 18,7% pasien menunjukkan gejala yang

terus menerus hingga usia 3 tahun. Kurang dari setengah dari pasien dengan DA memiliki

penyembuhan yang lengkap pada usia 7 tahun dan hanya 60% dari mereka sembuh pada

masa dewasa, yang mengindikasikan dermatitis atopik kronis.

Dalam sebuah penelitian kohort yang berisiko tinggi yang dilakukan di Kanada, dua-

pertiga dari anak-anak DA berkembang selama usia 2 tahun pertama kehidupan dan

hanya 42% dari mereka memiliki gejala DA yang persisten pada usia 7 tahun.Studi lain

juga melaporkan 37% dari anak-anak yang memiliki gejala awal DA terus memiliki DA

pada usia 7 tahun.

Sebuah studi yang dilaporkan di Taiwan menunjukkan bahwa anak laki-laki mungkin

memiliki perjalanan penyakit lebih lama dan tingkat remisi yang lebih rendah

dibandingkan dengan anak perempuan di antara anak-anak dengan gejala awal-awal DA.

Selain itu, kelompok usia awal (di bawah usia 1 tahun) menunjukkan penyakit dengan

onset yang cepat dan tingkat remisi yang lebih tinggi daripada kelompok usia akhir-onset

(antara 1 sampai 2 tahun). Walaupun begitu , penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

onset awal DA memiliki tingkat remisi yang lebih rendah.

Tabel 1. Ringkasan usia dan tingkat resolusi dermatitis atopik di masing-masing

negara

FAKTOR RISIKO

1. Faktor genetik dan lingkungan

Faktor genetik dan sensitisasi atopik adalah penentu utama prognosis dermatitis

atopik. Sejarah atopik dari keluarga, jenis makan, saudara, status sosial ekonomi dan

beberapa faktor lingkungan termasuk paparan alergen didalam dan luar ruangan,serta

asap tembakau,memiliki pengaruh yang relevan terhadap dermatitis atopik pada masa

bayi.

Peters et al, mempelajari perjalanan DA pada masa pubertas dan faktor risiko

terhadap kejadian, kekambuhan dan menetapnya DA sampai remaja. Mereka melaporkan

bahwa probabilitas kejadian, kekambuhan dan menetapnya DA pada remaja berkisar

antara 0,14%, 9,3%, dan 28,3% tanpa menilai faktor risiko dan 21,4%, 81,7%, dan 87,6%

dengan semua faktor risiko. Secara khusus, riwayat orangtua dermatitis atopik dan atau

rhinitis dan alergi pada usia sekolah merupakan prediksi yang paling berhubungan

dengan DA diatas usia pubertas.

Hal ini secara luas diketahui bahwa awal DA dikaitkan dengan nilai positif pada skin

test terhadap makanan dan alergen inhalan. Namun,penelitian lain melaporkan bahwa

skin test positif terhadap tungau debu rumah pada usia 7 tahun tidak berhubungan dengan

saat perkembangan DA; Walaupun begitu, skin test positif untuk kucing dan alergen

jamur secara signifikan terkait dengan DA yang persisten.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa alergi makanan merupakan faktor risiko yang

kuat untuk pengembangan penyakit alergi lainnya pada akhir masa kanak-kanak.

Komorbiditas dengan alergi makanan secara signifikan menurunkan usia onset DA.

Riwayat keluarga DA juga dapat menjadi faktor risiko yang signifikan untuk

perkembangan DA. Sehubungan dengan faktor yang berkaitan dengan peningkatan dan

kekambuhan DA,onset awal DA memiliki probabilitas yang lebih tinggi dari peningkatan

dari onset akhir DA, dan stres psikologis dan gangguan tidur cenderung secara signifikan

berkontribusi terhadap tingkat kekambuhan yang lebih tinggi.

2. Protein Filaggrin

Filaggrin (FLG) adalah protein yang memfasilitasi akhir diferensiasi epidermis dan

pembentukan barier pada kulit yang merupakan lapisan paling atas dari epidermis. Barier

yang tidak mudah larut ini merupakan kunci untuk melindungi kulit terhadap agen

lingkungan dan mencegah kehilangan air di epidermal. Pada kulit normal,pada akhir

diferensiasi keratinosit, FLG, produk degradasi, agregat filamen keratin dan pemaparan

keratinosit membentuk penghalang yang efektif terhadap alergen eksternal .

Mutasi FLG dianggap sebagai faktor risiko utama untuk DA, terutama pada pasien

yang memiliki onset DA pada usia 2 tahun atau lebih muda. Banyak laporan sangat

mendukung hipotesis bahwa pasien DA cenderung memiliki defek pada barier kulit,dan

ada hubungan antara DA dengan kromosom pada lokus 1q21, yang berisi kompleks

diferensiasi epidermal di mana FLG berada. Palmer et al.,pertama melaporkan bahwa

kehilangan fungsi mutasi FLG menyebabkan fungsi barier mengalami gangguan yang

bermanifestasi sebagai gejala khas DA. Mereka juga menemukan bahwa ada hubungan

kausal antara DA dan pembawa heterozigot dari 2 nol FLG mutasi, dengan risiko yang

relatif 13,4. Banyak penelitian kohort tentang mutasi FLG, pada pasien dermatitis atopik ,

dilaporkan sekitar 25% sampai 50% dari pasien DA memiliki mutasi FLG. Sejauh ini,

lebih dari 40 FLG mutasi yang telah dilaporkan, dan frekuensi serta prevalensi mutasi

LFG yang berbeda antara negara-negara.

Hubungan yang signifikan diamati pada kedua mutasi, R501X dan 2282del4 dan

pada subjek DA Amerika Eropa, tetapi frekuensi mutasi R501X adalah 3 kali lebih tinggi

untuk DA eksim herpetikum daripada DA tanpa eksim herpetikum. Selain itu, studi

tentang mutasi FLG yang dilakukan di negara-negara Asia termasuk Jepang, Cina,

Taiwan, dan Korea melaporkan bahwa hanya 2 mutasi identik (R501X dan E2422X) yang

ditemukan di orang Eropa dan Asia.

Dalam sebuah studi dari Korea, mutasi FLG nol E2422X tidak terdeteksi dalam

pasien dengan DA atau kontrol subjek kontrol. Mutasi nol R501X terdeteksi hanya pada

1 anak dengan DA (0,1%). Anak-anak dengan DA secara signifikan lebih sering memiliki

delesi 3321delA (2,4%) dibandingkan dengan subyek kontrol (0,0%, P <0,001). Anak-

anak dengan DA secara signifikan juga memiliki frekuensi gabungan alel mutasi 3 FLG

nol yang jauh lebih tinggi (2,6%) dibandingkan dengan kontrol (0,0%, P <0,001). Mutasi

nol 3321delA tidak bermakna dikaitkan dengan keparahan DA (P = 0,842). Ketika pasien

dengan DA dibagi menjadi DA alergi dan DA non-alergi, 2 kelompok tersebut

terminologinya tidak berbeda dalam hal frekuensi 3321delA.

Mutasi FLG nampaknya memainkan peran dalam kronisitas penyakit dan sensitisasi

IgE pada pasien dengan DA. Studi terbaru menunjukkan bahwa pasien dengan awal DA

dan FLG mutasi memiliki kecenderungan untuk memiliki penyakit persisten sampai

dewasa.

3. Vitamin D

Hubungan antara tingkat serum vitamin D dan dermatitis atopik belum sepenuhnya

diidentifikasi; dengan demikian, masalah ini masih kontroversial. Ini bisa menjadi hanya

dugaan, tapi vitamin D mungkin memiliki peran penting dalam imunitas kulit

antimikroba dalam DA.

Vitamin D sangat diperlukan untuk proliferasi, diferensiasi dan fungsi normal

keratinosit. Jika terjadi gangguan dan penurunan fungsi metabolisme vitamin D, bisa

langsung mempengaruhi keratinosit dan fungsi intrinsik mereka.

Setelah Wang et al. menunjukkan bahwa vitamin D memainkan peran penting dalam

imunitas antimikroba, kelompok lain menegaskan terdapat hubungan langsung antara

metabolisme vitamin D dan fungsi pertahanan bawaan kulit.Sebuah penelitian baru oleh

kelompok kerja Jepang, melaporkan bahwa pasien dengan DA, memiliki kadar serum

vitamin D yang rendah yang berkorelasi dengan tingkat serum cathelicidin peptida yang

rendah. Cathelicidin dan defensin dikenal sebagai keluarga antimikroba gen peptida

dalam kulit dan diaktifkan oleh peradangan kulit, infeksi kulit dan penyinaran UVB.

4. Obesitas

Obesitas telah terbukti memiliki beberapa efek pada sistem kekebalan tubuh yang

mungkin memodulasi keparahan penyakit atopik. Namun, hubungan antara obesitas dan

dermatitis atopik belum pasti. Sebuah studi kohort retrospektif case-kontrol pediatrik

sebelumnya menunjukkan bahwa obesitas yang terus terjadi lebih dari 5 tahun dan mulai

pada awal kehidupan (sebelum usia 5 tahun) berhubungan dengan peningkatan risiko DA

dan keparahan DA. Oleh karena itu, intervensi untuk menurunkan berat badan mungkin

menjadi strategi penting untuk pengobatan DA pada anak-anak.

KESIMPULAN

Dermatitis atopik umumnya cenderung lebih parah dan persisten pada anak kecil,

terutama jika mereka memiliki beberapa faktor risiko, termasuk faktor genetik. Sekitar

40% -70% kasus DA pada masa anak-anak akan terpecahkan pada saat mereka mencapai

usia 6-7 tahun. Namun, kami juga mengamati bahwa lebih dari setengah dari anak-anak

dengan DA berkembang menjadi alergi pernafasan, seperti asma dan rhinoconjunctivitis

pada akhir masa kanak-kanak. Oleh karena itu, strategi intervensi dini untuk mengurangi

tingkat dermatitis atopik yang persisten dan mencegah riwayat atopik akan menjadi

pekerjaan rumah utama bagi semua alergi.