31
POLA KEYAKINAN MASYARAKAT TERHADAP PERHITUNGAN JAWA DALAM KEGIATAN PERKAWINAN DI DESA SAMIR KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG ARTIKEL OLEH NILA ROBIATUN NUR NIM. 106811402031 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

POLA KEYAKINAN MASYARAKAT TERHADAP

PERHITUNGAN JAWA DALAM KEGIATAN PERKAWINAN

DI DESA SAMIR KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN

TULUNGAGUNG

ARTIKEL

OLEH

NILA ROBIATUN NUR

NIM. 106811402031

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

SEPTEMBER 2010

Page 2: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

Pola Keyakinan Masyarakat Terhadap Perhitungan Jawa Dalam Kegiatan

Perkawinan di Desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung

Nila Robiatun Nur *

Abstrak: Kemampuan orang Jawa dalam membaca tanda-tanda jaman diwariskan secara turun temurun. Ramalan, petungan, dan keberuntungan nasib manusia mengacu kepada perubahan musim, siklus alam, suara hati dan bisikan gaib. Bagi masyarakat Jawa, kelahiran, kematian,jodoh, dan rejeki adalah takdir Tuhan. Namun demikian manusia tetap diberi kewenangan untuk berikhtiar.Penelitian ini bertujuan unruk mendeskripsikan: 1) dasar keyakinan masyarakat menggunakan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan, 2) faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan, 3) pihak-pihak yang berkompeten dalam hal perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di masyarakat Desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, 4) cara perhitungan jawa dalam kegiatan perkawinan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, penelitian ini dilakukan pada Masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara dan Dokumentasi. Dalam penelitian ini data yang didapatkan langsung dari penelitian yaitu data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari buku-buku atau bahan pustaka, dokumen yang menggambarkan keadaan masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung (monografi). Temuan penelitian menunjukkan bahwa dasar keyakinan masyarakat menggunakan perhitungan jawa dalam kegiatan perkawinan di desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung adalah sebagai berikut: (1) Alasan incest (larangan kawin); (2) Alasan Tidak Melangggar Ajaran Agama; (3) Alasan Kekurang Sempurnaan Kegiatan Perkawinan; (4) Alasan panggilan adat; (5) Alasan Kewajiban dan Pertimbangan Neptu; (6) Alasan Keselamatan; (7) Alasan Peristiwa yang Pernah Terjadi; (8) Alasan Sekedar Mengikuti; (9) Alasan Pelestarian ke Generasi; (10) Alasan Kecermatan Bertindak. Dari kesepuluh alasan tersebut yang paling dominan menjadi dasar keyakinan masyarakat menggunakan pergitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan adalah alas an keselamatan dan alasan Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung antara lain adalah: (1) Pengalaman Terdahulu; (2) Kepercayaan Kepada Tuhan YME; (3) Adat Istiadat yang Berlaku di Masyarakat; (4) Ketaatan Kepada Pemuka Masyarakat/Orang Tua. ada dua pihak yang berkompeten dalam perhitungan jawa dalam kegiatan perkawinan dua

Page 3: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

pihak tersebut yaitu dukun manten dan tokoh masyarakat. Faktor yang paling mempengaruhi keyakinan masyarakat terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan adalah faktor pengalaman terdahulu. Terdapat dua pihak yang berkompeten dalam hal perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di desa Samir, pihak tersebut adalah dukun manten dan tokoh masyarakat. Perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di desa Samir meliputi: perhitungan perjodohan, penentuan hari baik dalam pelaksanaan perkawinan, meramalkan letak rumah kedua calon pengantin, dan penyelesaian masalah. Perhitungan tersebut bisa jadi berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada: 1) Masyarakat untuk melestarikan perhitungan Jawa sebagai warisan budaya dengan menggunaan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan layak dipergunakan sebagai bahan untuk menentukan hari baik dalam pelaksanaan kegiatan perkawinan, 2) Bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam perhitungan jawa Agar penentuan hari pelaksanaan kegiatan perkawinan dan perjodohan bisa tepat maka harus benar-benar teliti dalam melakukan perhitungan.

Kata Kunci : pola keyakinan masyarakat, perhitungan jawa, perkawinan

Jawa, sebuah pulau yang kaya akan tradisi dan budaya. Dari hal yang

paling kecil sampai yang besar mempunyai filosofi. Salah satunya adalah

memiliki tradisi perhitungan hari dan pasaran dalam melaksanakan aktifitas

kehidupan, khususnya dalam kegiatan perkawinan. Paradigma Jawa tersebut

adalah salah satu kebudayan Jawa yang merupakan bagian dari khazanah Jawa.

Meskipun masih dipertahankan oleh sebagian besar masyarakat Jawa akan tetapi

hal tersebut sudah mulai ditinggalkan masyarakat Jawa yang merupakan

peninggalan leluhurnya, akibat dari pengaruh kebudayaan modern.

Sudah sejak zaman dahulu, kemampuan orang Jawa dalam melihat

perubahan alam dan kehidupan. Bahkan hingga sekarang peninggalan para leluhur

berupa hitungan-hitungan, prediksi, tata cara dan perlambang masih digunakan

oleh masyarakat umum. Kepekaan yang disertai dengan ketajaman spiritual

mampu memberikan sebuah makna pada pergantian hari, bulan, tahun, dan windu.

Kicauan burung dan perilaku binatang pun mampu memberikan sebuah pertanda,

karena masyarakat Jawa menyadari bahwa alam merupakan tempat perlambang

kehidupan.

Pemberian makna dan arti tidak dimaksudkan untuk mendahului takdir,

melainkan sebagai bentuk usaha kita agar lebih berhati-hati dalam menjalani

Page 4: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

hidup. Inilah nilai-nilai hidup yang perlu kita junjung tinggi sebagai referensi

dalam memaknai segala kejadian hidup.

Kemampuan orang Jawa dalam membaca tanda-tandan jaman diwariskan

secara turun termurun. Ramalan, petungan, dan keberuntungan nasib manusia

mengacu kepada perubahan musim, siklus alam, suara hati dan bisikan gaib. Bagi

masyarakat Jawa, kelahiran, kematian,jodoh, dan rejeki adalah takdir Tuhan.

Namun demikian manusia tetap diberi kewenangan untuk berikhtiar.

Begitu pedulinya terhadap kehidupan yang aman, tenteram lahir batin,

maka para sesepuh, pinisepuh Jawa akan memberi makna pada segala peristiwa

yang terjadi. Kepekaan perasaan yang disertai ketajaman spiritual mendominasi

indra keenamnya. Pergantian hari, bulan, tahun dan windu pasti mengandung

maksud.

Walaupun demikian, segala kemampuan manusia itu tidak merupakan

bawaan dari alam (yang juga dinamakan “naluri”, karena sudah terprogram di

dalam gennya, seperti halnya pada hewan), tetapi harus dikuasainya dengan

belajar (Koentjaraningrat, 2005:16).

Lebih lanjut Koentjaraningrat (1985:20) kebudayaan adalah keseluruhan

gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar secara

keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu, atau kebudayaan merupakan semua

hasil karya, rasa dan cipta manusia/masyarakat. Karya berarti menghasilkan

teknologi dan kebudayaan kebendayaan (jasmaniah) atau material yang

diperlukan manusia untuk menguasai alam; Rasa meliputi jiwa manusia,

mewujudkan kaedah-kaedah dan nilai-nilai kemasyarakatan untuk pengaturan

masalah-masalah masyarakat, agama dan lain-lain; Cipta merupakan kemampuan

mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidup bermasyarakat dan

menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan untuk diamalkan pada masyarakat.

Selain itu menurut Soekanto (dalam Wisadirana, 2004:23) kebudayaan

adalah keseluruhan dari pernyataan pikiran dan perasaan manusia material dan

immaterial untuk menyesuaikan diri kapada lingkungan dan meningkatkan taraf

hidupnya atau merupakan cara hidup yang dibina oleh suatu masyarakat guna

memenuhi kebutuhan pokoknya (untuk kebutuhan hidup dan kelangsungan

hidup). Kebudayaan juga dapat disebut sebagai akumulasi dari semua obyek

Page 5: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

material pada organisasi kemasyarakatan, cara tingkah laku, pengetahuan,

kepercayaan dan aktifitas-aktifitas lain yang dikembangkan dalam pergaulan

manusia.

Masyarakat desa yang pada umumnya masih menjaga tradisi yang ada

dimasyarakatnya masih menggunakan perhitungannya jawa dalam sendi-sendi

kehidupannya. Misalnya saja dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan

rumah, bepergian, perjodohan, mencari pekerjaan/rejeki, menetukan sifat manusia

dan lain sebagainya. Namun seiring dengan berkembangnya jaman tradisi-tradisi

tersebut mulai mengalami perubahan dan pengembangan.

Menurut Wisadirana masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang

bersifat homogeny, tertib dan tentram dalam kehidupan sosialnya, menerima

keadaan dan hidup tanpa ada persilihan serta menolak segala bentuk

pembaharuan, meskipun dalam kenyatannya anggapan-anggapan tersebut tidak

selalu benar (Wisadirana, 2004:41).

Hal mendasar dalam pembangunan desa dewasa ini adalah bagaimana

merubah sistem nilai budaya masyarakat agar cocok dengan perubahan sosial

yang diharapkan. Hal ini sangat terkait dengan sistem nilai budaya masyarakat

desa. Sebagai faktor mental sistem nilai budaya (cultural value sistem) dan sikap

(attitude) menimbulkan pola pikir tertentu yang berpengaruh pada tindakan

seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari atau keputusan yang penting dalam

hidupnya, Sayogjo (dalam Yuliati, 2003:52).

Seperti halnya pada masyarakat di desa Samir Kecamatan Ngunut

Kabupaten Tulungagung pada umumnya mereka masih menggunakan perhitungan

Jawa tersebut dalam berbagai kegiatan utamanya dalam kegiatan perkawinan.

Pada awalnya mencari kecocokan calon pengantin dengan menggunakan

perhitungan neptu (perhitungan jumlah hari dan pasaran) dari kedua calon

pengantin, kemudian mencari hari baik untuk pelaksanaan perkawinan tersebut.

Apabila perhitungan dari kedua calon pengantin tidak cocok maka perkawinan

tersebut terancam gagal. Masyarakat masih mempunyai keyakinan terhadap

perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan, apabila dilaksanakan sesuai dengan

perhitungan yang ada akan berdampak dengan kehidupan selanjutnya.

Page 6: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

Oleh karena itu penulis merasa layak dan perlu untuk mengetahui

bagaimana pola keyakinan masyarakat terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan

perkawinan di Desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”penelitian

kualitatif” yang bersifat deskriptif.

Kirk dan Miller (dalam Moleong, 1990:2) mendefinisikan bahwa

penelitaian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam penelitian sosial yang secara

fundamental tergantung pada manusia dan pengawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya.

Sejalan dengan metode ini maka peneliti mengadakan pengamatan secara

langsung ke lokasi penelitian.

Metode kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan. Pertama,

menyesuaikan metode penelitian kualitatif lebih mudah apabila berhadapan

dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajkan secara langsung hakikat

hubungan antara peneliti dengan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan

dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

fenomenologis, sebagaimana penuturan Moleong (1990:9) bahwa ”pendekatan

fenomonologis berusaha memahami arti peristiwa dengan kaitan-kaitannya

terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu, jadi pendekatan

fenomonogis dimaksud untuk mendapatkan gambaran secara mendalam

mengenai masalah-masalah yang ada berusaha melukiskan kondisi yang ada di

dalam situasi dalam penelitian ini yaitu mengenai pola keyakinan masyarakat

desa samir kecamatan ngunut Kabupaten Tulungagung terhadap perhitungan

jawa dalam kegiatan perkawinan.

Dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti merupakan konsekuensi dari

kedudukannya sebagai instrumen penelitian. Dalam penelitian ini peneliti sendiri

merupakan alat pengumpul data yang utama. Moleong (1991:14) menyatakan

bahwa hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan

Page 7: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

responden atau dengan obyek lainnya dan hanya manusialah yang mampu

mengerti kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Posisi peneliti dalam penelitian

ini bertindak sebagai instrumen kunci sekaligus sebagai alat pengumpul data.

Peneliti mengambil obyek penelitian pada masyarakat Desa Samir, sebuah

masyarakat desa yang masih kental dengan tradisi-tradisi Jawa. Penelitian ini

dilaksanakan di desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

Masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung masih

banyak yang menggunakan perhitungan Jawa pada berbagai kegiatan khususnya

dalam kegiatan perkawinan.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

(1) Wawancara, Dalam penelitian ini peneliti berposisi sebagai pewawancara dan

sasaran wawancara terdiri dari berbagai pihak antara lain perangkat desa Samir,

Masyarakat desa Samir, orang-orang yang berkompeten dalam hal perhitungan

Jawa khususnya perhitungan Jawa pada kegitan perkawinan. (2) Dokumentasi,

Untuk memperkuat penelitian ini, maka diperlukan dokumentasi sehingga

berguna untuk melengkapi hasil penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara

menelaah dokumen-dokumen resmi, arsip, hasil penelitian, laporan dan literatur

penting yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dimana hal ini berguna

sebagai bukti untuk suatu pengujian dan dapat digunakan untuk mengecek

keabsahan atau kesesuaian data. Pada teknik ini peneliti menggunakan dokumen

monografi sebagai bahan untuk mengetahui kondisi masyarakat desa Samir

Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

HASIL

Dasar keyakinan masyarakat menggunakan perhitungan Jawa dalam

kegiatan perkawinan di Desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung

adalah sebagai berikut:

a. Alasan incest (larangan kawin)

b. Alasan Tidak Melangggar Ajaran Agama

c. Alasan Kekurang Sempurnaan Kegiatan Perkawinan

d. Alasan Panggilan Adat

e. Alasan Kewajiban dan Pertimbangan Neptu

Page 8: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

f. Alasan Keselamatan

g. Alasan Peristiwa yang Pernah Terjadi

h. Alasan Sekedar Mengikuti

i. Alasan Kecermatan Bertindak

j. Alasan Pelestarian ke Generasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan terhadap perhitungan Jawa

dalam kegiatan perkawinan di Desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung

a. Pengalaman Terdahulu

b. Kepercayaan Kepada Tuhan YME

c. Adat Istiadat yang Berlaku di Masyarakat

d. Ketaatan Kepada Pemuka Masyarakat/Orang Tua

Pihak-Pihak Yang Berkompeten Dalam Hal Perhitungan Jawa Dalam

Kegiatan Perkawinan di masyarakat Desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung

a. Dukun Manten

Berdasarkan penelitian di desa Samir ada dua orang yang berkompeten

dalam hal Perhitungan Jawa khususnya dalam kegiatan perkawinan, atau yang

lebih sering disebut dengan istilah dukun manten. Dua orang tersebut adalah

Mbah Marji dan Mbah Semo.

b. Tokoh Masyarakat

Di desa Samir selain dukun manten juga terdapat orang-orang yang ahli

dalam perhitungan Jawa. Orang tersebut diantaranya adalah Bapak Parman.

Perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di masyarakat desa Samir

Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung

a. Perhitungan Perjodohan

Dalam masyarakat desa Samir perhitungan perjodohan tidak begitu

digunakan. Perhitungan perjodohan yang bagus apabila antara neptu laki-laki dan

perempuan setelah dijumlah menghasilkan angka 27. Perjodohan yang tidak baik

apabila neptu laki-laki dan perempuan apabila dijumlah menghasilkan 24 atau 14,

apalagi kalau neptu antara pria dan wanita sama-sama 12 ini malah tidak baik.

Apabila jumlah neptu antara kedua calon pengantin berjumlah 24 atau 14 jarang

Page 9: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

orang yang berani melanjutkan. Yang tidak baik juga itu antara pasaran Wage dan

Pahing disebut Geyeng.

b. Menentukan Hari yang baik dalam pelaksanaan kegiatan perkawinan

Untuk menentukan hari yang tepat untuk perkawinan itu dengan

menjumlahkan neptu dari laki-laki dan perempuan, kemudian mecarikan hari yang

baik yang kemudian jumlah hari dan neptu keduanya dibagi tiga-tiga yang bisa

menyisakan angka 2 atau habis tidak baloh menyisakan 1. Kalau bisa sisa 2 itu

malah lebih bagus. Misalnya saja laki-laki lahir pada hari Ahad Wage neptunya 9,

perempuannya lahir pada hari Rabu Wage neptunya 11, 9+11=20. Kemudian

mencarikan hari yang dua belasan yaitu Senin Kliwon=12. 9+11+12=32 dibagi

tiga terus menyisakan dua hari itu bisa dipakai.

PEMBAHASAN

Pada masyarakat desa Samir perhitungan Jawa merupakan suatu hal yang

harus dipakai dalam kegiatan perkawinan. Sehingga perhitungan Jawa tersebut

menjadi adat yang mendarah daging dalam masyarakat. Meskipun ada yang tidak

meyakini perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan namun mereka mengakui

akan tetap menggunakan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan mereka

dengan alasan panggilan adat yang masih berlaku dalam masyarakat. Warga

masyarakat yang menggunakan perayaan perkawinan modern pun tidak

melupakan perhitungan Jawa dari kegiatan perkawinan. Hal ini sangatlah sulit

diubah meskipun jaman kini sudah semakin maju. Karena hubungan antara

masyarakat satu dengan lainnya sangatlah erat oleh karena itu mereka harus

melaksanakan apa yang pada umumnya menjadi kebiasaan dalam masyarakat, dan

apabila ada warga yang tidak menggunakan apa yang pada umunya dilakukan

oleh masyarakat maka sudah barang tentu akan menjadi bahan pembicaraan. Sifat

masyarakat desa Samir yang demikian seperti halnya sifat masyarakat yang

dijelaskan oleh Wisadirana bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang

Page 10: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

bersifat homogeny, tertib dan tenteram dalam kehidupan sosialnya, menerima

keadaan tanpa ada perselisihan serta menolak segala bentuk pembaharuan

(Wisadirana, 2004:41). masyarakat menggunakan perhitungan Jawa dalam

kegiatan perkawinan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, karena

sudah terbukti ada masyarakat yang melanggar atau tidak menggunakan

perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan dan akhirnya mereka mendapat

celaka. Karena hal tersebutlah masyarakat meyakini adanya perhitungan Jawa dan

menggunakannya dalam kegiatan perkawinannya. Seperti halnya yang dijelaskan

oleh Suriasumantri bahwa Satu karakteristik dari suatu keyakinan adalah bahwa ia

memiliki pertalian dengan dunia luar (tidak hanya pada pengalaman sekarang dari

individu tetapi juga pada keseluruhan pengalamannya). Suatu keyakinan dapat

dikatakan sebagai sekumpulan keadaan suatu organisme yang terikat bersama

karena memperoleh pertalian dengan dunia luar, sebagian atau seluruhnya

(Suriasumantri, 2001:72).

Karena banyaknya pengalaman dari masyarakat yang tidak menggunakan

atau melanggar perhitungan Jawa dan terbukti mereka mendapatkan musibah hal

itu juga menjadi salah satu faktor yang mendorong warga desa Samir untuk

menggunakan perhitungan Jawa dalam pelaksanaan kegiatan perkawinan. baik itu

dari pengalaman pribadi, orang lain maupun dari cerita yang pernah mereka

dengar. Untuk menghindarkan kejadian yang tidak diinginkan maka digunakan

perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan dan sebisa mungkin harus

menghindari larangan-larangan yang ada dalam perhitungan Jawa karena menikah

itu digunakan untuk selamanya agar semuanya mendapat keselamatan. Menurut

keterangan dari beberapa informan banyak masyarakat desa Samir yang tidak

Page 11: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

menggunakan perhitungan Jawa/melanggar larangan dari perhitungan Jawa dan

akhirnya meraka mendapatkan musibah. Pengalaman terdahulu inilah yang

menjadi faktor yang paling mempengaruhi keyakinan masyarakat desa Samir

terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan. pengalaman terdahulu

yang menjadi faktor yang mendorong keyakinan masyarakat desa Samir terhadap

perhitungan Jawa ini senada dengan penjelasan Plato yang menyatakan bahwa

untuk mendukung suatu keyakinan didukung olah tiga persyaratan:

a. Hal itu memang benar dan sesuai dengan faktanya

b. Dia yakin bahwa hal itu benar

c. Terdapat bukti-bukti yang mendukung keyakinannya. (Plato dalam

Sjamsuri, 1989:5).

Perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat

dalam diri masyarakat desa Samir. Adat yang berlaku dalam masyarakat sedikit

banyak juga mempunyai pengaruh terhadap keyakinan masyarakat terhadap

perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan. Karena perkawinan demikian

pentingnya dalam kehidupan maka padanya berlaku bermacam-macam aturan

yang kemudian menjadi tradisi. Bagi orang yang memegang adat, tujuan

utamanya adalah untuk memenuhi adat itu sendiri dan demi mendapatkan

keselamatan baik itu waktu pelaksanaan kegiatan perkawinan maupun untuk

kehidupan kedepannya. Adat istiadat itu secara khusus terdiri dari nilai-nilai

budaya, pengetahuan dan keyakinan yang dijadikan pedoman atau acuan dalam

pola kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Perkawinan merupakan masalah

yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia dalam masyarakat. Oleh

karena itu perkawinan sifatnya individu tetapi sosial. Perkawinan tidak

Page 12: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

menyangkut individu yang mau kawin saja, tetapi juga menyangkut kerabat.

Seperti tujuan perkawinan dari segi adat juga mnyebutkan oleh Hadikusumo

yaitu: (1) kelengkapan pemeliharaan; (2) kekerabatan tetap utuh; (3) memelihara

derajat hubungan; (4) memelihara wujud warisan supaya harta warisan dapat

dipergunakan anak cucunya dengan baik (Hadikusumo, 1990:10).

Masyarakat desa Samir pada umumnya begitu taat dan menuruti apa yang

diusulkan oleh pihak-pihak yang berkompeten tersebut. Hal tersebut sebagaimana

sifat masyarakat desa yang diungkapkan oleh Wisadirana yang menjelaskan

bahwa masyarakat desa sebagai masyarakat paternalistik yaitu suatu masyarakat

dimana anggota-anggotanya mempunyai sifat pasrah diri terhadap atasan atau

orang yang dianggap kedudukannya lebih tinggi (pemuka adat/masyarakat dan

atau pamong desa). Mereka dianggap sebagai bapak yang dapat melindungi dan

harus dihormati serta dipatuhi. Jadi masyarakat ini sifatnya membapakan pada

atasan dan biasanya pada desa yang semakin terpencil, maka sifat tersebut akan

semakin nyata (Wisadirana, 2004:49).

Digunakannya perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan bertujuan

agar pelaksanaan kegiatan perkawinan tidak ada halangan suatu apapun,

semuanya selamat dan untuk kehidupan pengantin ke depannya. Perhitungan Jawa

yang salah dalam kegiatan perkawinan bisa menimbulkan musibah baik pada saat

itu juga atau di masa yang akan datang.

Penggunaan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan yang terpenting

adalah untuk menentukan hari baik pelaksanaan ijab qabul sedangkan untuk acara

temu manten atau perayaan mengikuti saat ijabnya. Oleh karena itu mengetahui

neptu/ weton kedua calon pengantin sangatlah penting untuk mencari hari baik

Page 13: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

dalam pelaksanaan perkawinannya. juga untuk mengetahui apakah jumlah neptu

keduanya tepat atau tidak, juga harus memperhatikan asal usul dari calon

pengantinnya. Weton adalah perhitungan hari lahir kedua calon mempelai

(Hariwijaya, 2005:7). Koentjaraningrat (1999:38) menyebutkan bahwa weton

adalah perhitungan hari kelahiran kedua calon pengantin, berdasarkan kombinasi

warna system perhitungan tanggal masehi dengan perhitungan tanggal sepasaran

(mingguan orang Jawa). Weton dimaksudkan sebagai ramalan nasib masa depan

kedua mempelai apabila jatuh kepada kebaikan, itulah doa yang diharapkan oleh

kedua orang tua. Namun apabila jatuh kepada hal yang kurang beruntung,

diharapkan kedua mempelai berdoa dan bertawakan kepada Tuhan YME agar

selamat dunia akhirat. Pada masyarakat desa Samir tidak terlalu menggunakan

perhitungan perjodohan yang rumit. Berikut adalah perhitungan perjodohan yang

berlaku di masyarakat desa Samir: Perhitungan perjodohan yang bagus apabila

antara neptu laki-laki dan perempuan setelah dijumlah menghasilkan angka 27.

Perjodohan yang tidak baik apabila neptu laki-laki dan perempuan apabila

dijumlah menghasilkan 24 atau 14, apalagi kalau neptu antara pria dan wanita

sama-sama 12 ini malah tidak baik. Apabila jumlah neptu antara kedua calon

pengantin berjumlah 24 atau 14 jarang orang yang berani melanjutkan. Hal ini

diberi istilah ngungkurne. Yang tidak baik juga itu antara pasaran Wage dan

Pahing disebut Geyeng karena bisa kalah salah satu pihak. Perhitungan ini bisa

jadi berbeda anatara daerah satu dengan daerah lainnya. Di masyarakat desa Samir

mencari hari baik dalam melaksanakan kegiatan perkawinan merupakan suatu hal

yang tak bisa dielakkan lagi. Untuk menentukan hari baik dalam pelaksanaan

kegiatan perkawinan di masyarakat desa Samir menggunakan sistem ponco sudo.

Page 14: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

Berdasarkan temuan penelitian untuk menentukan hari yang tepat untuk

perkawinan itu dengan menjumlahkan neptu dari laki-laki dan perempuan,

kemudian mecarikan hari yang baik yang kemudian jumlah hari dan neptu

keduanya dibagi tiga-tiga yang bisa menyisakan angka 2 atau habis tidak baloh

menyisakan 1. Kalau bisa sisa 2 itu malah lebih bagus. Misalnya saja laki-laki

lahir pada hari Ahad Wage neptunya 9, perempuannya lahir pada hari Rabu Wage

neptunya 11, 9+11=20. Kemudian mencarikan hari yang dua belasan yaitu Senin

Kliwon=12. 9+11+12=32 dibagi tiga terus menyisakan dua hari itulah yang bisa

digunakan. Wuku, bulan, tahun dan windu juga harus diperhatikan. hari-hari yang

dilarang untuk melaksanakan kegiatan perkawinan adalah:

1. Hari meninggalnya orang tua baik orang tua laki-laki maupun orang tua

perempuan

2. naas pengantin laki-laki dan perempuan

3. Akad Pahing, Selasa Wage, Rabo Legi, Kamis Pon, Sabtu Kliwon, hari-

hari itu tidak ada dalam tanggalan maksudnya hari satu Suro tidak pernah

dan tidak akan pernah jatuh pada hari-hari itu

4. Sementara bulan-bulan yang tidak boleh itu bulan tanggal 1 Suro ini

lahirnya tahun, bulan selo bulan ini tidak baik untuk pelaksanaan kegiatan

perkawinan namun baik untuk mbeguru (mencari ilmu), bulan puasa tapi

bulan ini masih bisa untuk dipakai

5. Wuku yang tidak boleh untuk dipakai itu Sinto, Rigan, Langker, Tambir,

Bolo wuku-wuku ini was kamis ringkel (pangapesane jalma manungso) itu

tidak boleh dipakai untuk hajat apapun.

Page 15: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

Cara mencari hari naas itu habisnya hari kelahiran misalnya saja lahir pada hari

kemis legi neptu 13 jadi harinya dihitung sampai tiga belas itu jatuh di hari Rabu

pasarannya juga dihitung sampai tiga belas jatuh di pasaran Wage jadi hari

naasnya jatuh di hari Rabo Wage Hari-hari yang bagus yang bisa dipakai untuk

melaksanakan kegiatan perkawinan ada di Rabo Wage, Ahad Pon, Jumat Pon,

Selasa Pahing, Sabtu Legi, Kamis Legi, Kamis Legi, Senin Kliwon, Jumat Wage.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat dirumuskan kesimpulan penelitian

sebagai berikut:

1. Dasar keyakinan masyarakat desa Samir menggunakan perhitungan Jawa

dalam kegiatan perkawinan adalah sebagai berikut: (1) Alasan incest (larangan

kawin); (2) Alasan Tidak Melangggar Ajaran Agama; (3) Alasan Kekurang

Sempurnaan Kegiatan Perkawinan; (4) Alasan panggilan adat; (5) Alasan

Kewajiban dan Pertimbangan Neptu; (6) Alasan Keselamatan; (7) Alasan

Peristiwa yang Pernah Terjadi; (8) Alasan Sekedar Mengikuti; (9) Alasan

Pelestarian ke Generasi; (10) Alasan Kecermatan Bertindak. Dari kesepuluh

alasan tersebut alasan yang paling dominan menjadi dasar keyakinan

masyarakat desa Samir menggunakan perhitungan Jawa dalam kegiatan

perkawinan adalah alasan keselamatan. Jarang sekali bahkan bisa dikatakan

tidak ada warga masyarakat desa Samir yang tidak menggunakan perhitungan

Jawa dalam kegiatan perkawinan karena mereka takut akan bala/musibah yang

Page 16: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

akan didapat, selain itu perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah

menjadi adat yang mendarah daging pada masyarakat desa Samir.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan terhadap perhitungan Jawa dalam

kegiatan perkawinan di masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung antara lain adalah: (1) Pengalaman Terdahulu; (2) Kepercayaan

Kepada Tuhan YME; (3) Adat Istiadat yang Berlaku di Masyarakat; (4)

Ketaatan Kepada Pemuka Masyarakat/Orang Tua. Dari keempat faktor

tersebut faktor yang paling dominan yang mendorong masyarakat untuk

meyakini perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan adalah faktor

pengalaman terdahulu. Mereka meyakini perhitungan Jawa dalam kegiatan

perkawinan karena sudah banyak terbukti orang yang melanggar/tidak

menggunakan perhitungan Jawa banyak mendapat musibah.

3. Pihak-pihak yang berkompeten dalam hal perhitungan Jawa dalam kegiatan

perkawinan di masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung ada dua pihak yaitu dukun manten dan tokoh masyarakat. Di

desa Samir ada dua orang yang dikenal sebagai dukun manten orang tersebut

adalah Mbah Marji dan Mbah Semo. Mbah Marji dikenal lebih modern

daripada Mbah Semo, Mbah Semo masih menggunakan adat Jawa kental.

Sedangkan tokoh masyarakat yang berkompeten diantaranya adalah Bapak

Parman. Meskipun beliau bukan berfrofesi sebagai dukun manten tapi banyak

warga yang meminta tolong untuk mencarikan hari baik untuk pelaksanaan

kegiatan perkawinan mereka.

4. Perhitungan Jawa Dalam Kegiatan Perkawinan di Masayarakat Desa Samir

Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung meliputi: (1) Perhitungan

Page 17: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

Perjodohan, Perhitungan perjodohan yang bagus apabila antara neptu laki-laki

dan perempuan setelah dijumlah menghasilkan angka 27. Perjodohan yang

tidak baik apabila neptu laki-laki dan perempuan apabila dijumlah

menghasilkan 24 atau 14, apalagi kalau neptu antara pria dan wanita sama-

sama 12 ini malah tidak baik. Apabila jumlah neptu antara kedua calon

pengantin berjumlah 24 atau 14 jarang orang yang berani melanjutkan. Yang

tidak baik juga itu antara pasaran Wage dan Pahing disebut Geyeng karena bisa

kalah salah satu pihak.(2) Menentukan Hari yang baik dalam pelaksanaan

kegiatan perkawinan, Untuk menentukan hari yang tepat untuk perkawinan itu

dengan menjumlahkan neptu dari laki-laki dan perempuan, kemudian

mecarikan hari yang baik yang kemudian jumlah hari dan neptu keduanya

dibagi tiga-tiga yang bisa menyisakan angka 2 atau habis tidak baloh

menyisakan 1. Kalau bisa sisa 2 itu malah lebih bagus. Misalnya saja laki-laki

lahir pada hari Ahad Wage neptunya 9, perempuannya lahir pada hari Rabu

Wage neptunya 11, 9+11=20. Kemudian mencarikan hari yang dua belasan

yaitu Senin Kliwon=12. 9+11+12=32 dibagi tiga terus menyisakan dua hari

itulah yang bisa digunakan. Wuku, bulan, tahun dan windu juga harus

diperhatikan (3) Meramalkan Letak Rumah Kedua Calon Pengantin, Berikut

ini arah rumah serta yang tidak diperbolehkan untuk menikah di masyarakat

desa Samir: Nyigar kupat (beradu pojok), sunduk waton (berada dalam satu

deret dua atau tiga rumah tetangga dekat baik itu sebelah kanan atau kiri),

segoro getih (ngangkah dalan siji, menyeberang satu jalan) baik itu utara

selatan atau timur barat, turun telu (turun tiga, satu saudara buyut), pancer wali

(tunggal bapak, anak saudara laki-laki), mumah murep, masih saudara (saudara

Page 18: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

laki-laki dengan saudara perempuan. Menurut adat yang berlaku masyarakat

desa Samir tidak diperbolehkan untuk menikah dengan orang-orang yang

berada pada desa-desa tertentu, desa-desa tersebut antara lain: Karangsono,

Salakkembang, Selorejo, Desa yang huruf awalnya berawal sama yaitu S

misalnya saja dengan orang desa Sumberjo, Sumberingin, Salakkembang, atau

disebut dengan sautan desa. Ada beberapa warga yang gagal menikah

dikarenakan terhalang masalah larangan tersebut. Dan apabila ada warga yang

harus melaksanakan perkawinan dengan larangan-larangan tersebut maka

kepadanya berlaku beberapa aturan yang harus dilaksanakan. Perhitungan Jawa

dalam kegiatan perkawinan bisa berlainan antara di daerah satu dengan daerah

lainnya.

Saran

1. Bagi Masyarakat

Untuk melestarikan perhitungan Jawa sebagai warisan budaya, maka

penggunaan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan layak dipergunakan

sebagai bahan untuk menentukan hari baik dalam pelaksanaan kegiatan

perkawinan serta menentukan baik buruknya perjodohan. Pada dasarnya maksud

dari perhitungan Jawa pada kegiatan perkawinan pada dasarnya baik namun

masyarakat diharapkan harus lebih bijak dalam menyikapi perhitungan Jawa

tersebut. Masalah-masalah yang muncul dalam perkawinan bukan semata-mata

karena kesalahan dari perhitungan Jawanya namun ada banyak faktor yang

mendasari hal tersebut. Selain untuk melestarikan adat yang ada dalam

masyarakat hal itu juga bertujuan agar kegiatan perkawinan yang dilaksanakan

bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan.

Page 19: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

2. Bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam perhitungan Jawa

Agar penentuan hari pelaksanaan kegiatan perkawinan dan perjodohan

bisa tepat maka harus benar-benar teliti dalam melakukan perhitungan.

Memperhatikan neptu dari kedua calon pengantin, hari, pasaran, bulan, wuku,

tahun, windu serta hari-hari yang dilarang untuk melaksanakan kegiatan

perkawinan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya hendaknya melakukan penelitian dengan

subyek yang lebih luas sehingga dapat melengkapi penelitian sebelumnya. Perlu

diperhatikan bahwa penelitian ini menggunakan subyek masyarakat dalam satu

desa, tidak dikenakan pada maysarakat pada satu kecamatan, atau menggunakan

subyek pada masyarakat lain. Agar membahas hal yang belum diletiliti tidak

hanya pola keyakinan masyarakat terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan

perkawinan tetapi bisa menggunakan persepsi masyarakat, dampak terhadap

kehidupan perkawinan, hubungan perhitungan Jawa dengan keharmonisan rumah

tangga dan lain sebagainya.

DAFTAR RUJUKAN

Abizar. 1988. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Dipdikbut Dirjen DiktiArikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka CiptaBeretha, I Nyoman. 1982. Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa.

Jakarta: Ghalia IndonesiaHadikusuma, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar

MajuHariwijaya. 2004. Perkawinan Adat Jawa. Jogyakarta: Hanggar KreatorHasansulama & Mahmudin, E & Sugarda, Tarya. 1983. Sosiologi Pedesaan.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan KebudayaanIrwanto,2002. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Prehalindo

Page 20: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2B78A6143733... · Web viewPerhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat istiadat dalam diri masyarakat

Junaidi, Wawan. Ciri-ciri Masyarakat Desa. (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/08/ciri-ciri-masyarakat-desa.html, diakses tanggal 20 April 2010)

Koentjaranibgrat. 2005. Pengantar Anthropologi. Jakarta: PT Rineka CiptaKoentjaraningrat. 1984. Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Lembaga

Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas IndonesiaMa’arat. 1988. Psikologi sikap manusia perkembangan serta pengukurannya.

Bandung: Ghalia IndonesiaMiles. M. B, dan Huberman, A M. 1992. Analisis data kualitatif: Buku Sumber

Tentang Metode-Metode Baru. Diterjemahkan oleh T. Rohidi. Jakarta: Penertbit Universitas Indonesia

Moleong, Lexi. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja RosadakaryaPurwadi & Maziyah, Siti. 2009. Horoskop Jawa. Yogyakarta: Media AbadiRahmat, Jalaludin. 1988. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja KaryaSanapiah, Faisal. 1980. Metode Penelitian Kualltatif; Dasar-Dasar dan

Aplikasinya. Malang: YA3Sjamsuri. 1989. Pengantar Teori Pengetahuan. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan KebudayaanSukonco, lambang hadi. 1 Agustus 2008. Sistem Penanggalan Jawa.

(http://www.lambanghadisukonco.co.cc/2009/08/sistim-penanggalan-jawa-primbon-jawa.html, diakses Tanggal 20 April 2010)

Sumarji.__________Ukon-Ukon Ilmu Jawi Alip Klawu.Samir,Ngunut,Tulungagung

Suriasumantri, Jujun S. 2001. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Tjakraningrat, Harya. 2005. Kitab Primbon Berajemur Adammakna. Yogyakarta: CV. Buana Raya

Vardiansyah, Dani. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta: Indeks

Wisadirana, Darsono. 2004. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM PersYuliati, Yayuk. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Media. _____________(http://read/xml/2009/02/19/15225857//budaya-jawa.html, diakses tanggal 11 Mei 2010)