108
i Pengantar Redaksi IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu. Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit dua kali dalam setahun, yakni bulan April dan Oktober. Apa yang ada ditangan pembaca yang budiman saat ini merupakan jurnal pendidikan Widyadari Nomor 16 Tahun X Oktober 2014. Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal Pendidikan Widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIP PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik. Semoga penerbitan Jurnal Pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang baik untuk membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya. Redaksi

Jurnal Widyandari Bulan Oktober Tahun 2014

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Widyandari Bulan Oktober Tahun 2014

Citation preview

i

Pengantar Redaksi

IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu

pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan

wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu.

Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil

mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit

dua kali dalam setahun, yakni bulan April dan Oktober. Apa yang ada ditangan

pembaca yang budiman saat ini merupakan jurnal pendidikan Widyadari Nomor 16

Tahun X Oktober 2014.

Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi

ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan

pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal Pendidikan

Widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIP

PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP

PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik.

Semoga penerbitan Jurnal Pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang

baik untuk membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik,

dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya.

Redaksi

DAFTAR ISI

Pengantar Redaksi ......................................................................................... i

Daftar Isi ..................................................................................................... ii

Pengaruh Perhatian Orang Tua Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi

Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran

2013/2014.

I Ketut Westra, S.Pd.,M.Pd.……………………………………………….. 1

Pengaruh Metode Humor Terhadap Hasil Belajar Biologi

I Nengah Suka Widana dan Ni Kadek Mita Pratiwi…………………………… 11

Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe Stad Dengan Pendekatan Jas Pada Mata Pelajaran Biologi

I Wayan Sucipta………………………………………………………………... 22

Kepengawasan Pendidikan Kejuruan dalam Perspektif Budaya Organisasi

dan Manajemen Strategic.

I Nyoman Rana………………………………………………………………... 33

Metode Outbound Untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas

XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kadek Suhardita……………………………………………………………….. 45

Efektivitas Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy Untuk

Meningkatkan Kemandirian Belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

IKIP Pgri Bali Tahun Akademik 2014/2015

I Gede Tresna,S.Pd.,M.Pd……………………………………………………… 59

Pengaruh Akuntansi Konservatisma Terhadap Return Saham

Putu Diah Asrida……………………………………………………………….. 69

Implementing Cooperative Learning Model Type Numbered Head Together

(NHT) to Improve Activities and Learning Outcomes of Math of Ninth Year

(IX A) Student Semester 2 at SMP Negeri 1 Mengwi in academic year

2013/2014.

I Made Artamayasa, S.Pd. …………………………………………………….. 80

Meningkatkan Kemampuan Menulis Naskah Drama Melalui Model

Pembelajaran CIRC Siswa Kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi Tahun

Pelajaran 2014/2015 Oleh

Ni Gusti Ayu Made Supradnyani, S.Pd. ………………………………………. 87

Orientasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Bali: Penguatan Peran

Sastra (Paribasa Bali) Bagi Siswa Sekolah Menegah Atas

I Nyoman Sadwika …………………………………………………………….. 93

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

1

PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN KEBIASAAN BELAJAR

TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VIII

SMP GANESHA DENPASAR

TAHUN AJARAN 2013/2014

Oleh:

I Ketut Westra, S.Pd, M.Pd

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa

kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014 baik secara

parsial maupun secara bersama-sama. Populasi dalam penelitian ini sejumlah

343 siswa. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan tehnik Cochran

sejumlah 181 siswa. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan

dengan menggunakan metode kuisioner dan pencatatan dokumen, selanjutnya

dilakukan analisis dengan menggunakan analisis product moment dan analisis

regresi dua prediktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada pengaruh

perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP

Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014, 2) ada pengaruh kebiasaan

belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar

tahun ajaran 2013/2014, dan 3) ada pengaruh perhatian orang tua dan

kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP

Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014”.

Kata kunci: perhatian orang tua, kebiasaan belajar, dan prestasi belajar IPS

ABSTRACT

This research aims to investigate the effect of the attention of parents

and study habit toward IPS learning achievement of eight grade students of

SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014 both partially and

simultaneously. Population in this research were 343 students. Sample was

taken using Cochran technique which were 181 students. Data that used in

this research collected by questionairre method and documentation, thus were

analyzed using product moment and two predictor regression. The results of

this research show that: 1) there is an effect of the attention of parents toward

IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar

in academic year 2013/2014, 2) there is an effect of the study habit toward

IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar

in academic year 2013/2014, and there is an effect of the attention of parents

and study habit toward IPS learning achievement of eight grade students of

SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014.

Keywords: the attention of parents, study habit, and IPS learning achievement

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

2

I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu hal yang mempunyai peranan

penting dalam perkembangan dan kelangsungan hidup manusia. Pendidikan

bukan lagi menjadi sebuah keharusan dalam kehidupan manusia, melainkan

menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Hakikat pendidikan yang

bertujuan untuk memberikan perubahan baik secara pemikiran, sikap, mental

dan tingkah laku dirasa mampu menjadi bekal utama bagi individu untuk

memenuhi segala kebutuhan dan menghadapi permasalahan-permasalahan

yang muncul di sekitarnya.

Keberhasilan dunia pendi-dikan dapat ditandai dengan bukti bahwa

terjadinya perkembangan kebudayaan dalam masyarakat yang merambah ke

dalam peningkatan kemampuan manusia dalam menghadapi perubahan

zaman. Tujuan utama dalam pendidikan itu sendiri adalah memaksimalkan

kemampuan yang ada dalam setiap individu, tetapi secara lebih jelas hal ini

dapat dilihat melalui prestasi belajar yang diperoleh melalui proses

pendidikan.

Individu yang telah masuk ke dalam dunia pendidikan formal akan

melalui tahap evaluasi pembelajaran yang nantinya akan menghasilkan

sebuah indeks prestasi. Individu merupakan titik pusat proses pendidikan

yang mempunyai peranan sangat penting. Dalam diri manusia atau individu

tersebut terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi keberhasilan

pendidikan yang dapat dilihat dari prestasi belajar yang diperolehnya.

Prestasi belajar yang bagus tentunya didukung oleh faktor intern individu

yang bagus dan juga faktor ekstern yang memadai. Jika dipandang secara

umum, baik dari faktor intern maupun ekstern ada beberapa variabel yang

mempengaruhi prestasi belajar antara lain kompetensi siswa, kecakapan guru

dalam mengajar, kecerdasan intelektual siswa, disiplin belajar, lingkungan

belajar, minat serta kebiasaan belajar siswa dan lain-lain.

Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar itu

sendiri, karena belajar merupakan suatu proses , sedangkan prestasi belajar

adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut. Bagi seorang siswa belajar

merupakan sebuah kewajiban yang harus ia kerjakan dalam tujuannya

memperoleh ilmu.

Keberhasilan seorang siswa dapat diindikasikan melalui bagaimana

proses belajar yang ia alami dalam pendidikannya. Disadari atau tidak, setiap

individu tentu pernah melakukan aktivitas belajar, karena aktivitas belajar

tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang mulai sejak lahir sampai

mencapai umur tua. Belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung

dalam interaksi antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap

dan kebiasaan yang bersifat relatif, baik melalui pengalaman, latihan maupun

praktek.

Prestasi belajar atau hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang

dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana

tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa

huruf atau kata atau simbol (Dimyati dan Mujiono, 1999 : 200).

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

3

Berhasil tidaknya kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan yang

diinginkan akan tergantung pada faktor dan kondisi yang mempengaruhinya.

Secara umum disebutkan “Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor

intern dan faktor ekstern.Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu

yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar

individu yang sedang belajar (Slameto, 2013 : 56).

Prestasi belajar merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

perubahan proses belajar. Siswa sebagai pelajar merupakan salah satu unsur

yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Berhasil tidaknya bagi

diri siswa akan tampak pada perubahan yang terjadi pada diri siswa.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam proses

pembelajaran yang berpusat pada individu, tentunya dapat kita telaah dari

dua faktor, salah satunya faktor intern individu tersebut atau dalam hal ini

adalah siswa. Faktor intern berupa kecerdasan yang ada dalam siswa dapat

menjadi tolak ukur awal bagi prestasi belajar yang akan dicapai. Kecerdasan

siswa tidak begitu saja muncul secara alamiah melainkan juga berkembang

atas faktor-faktor yang mempengaruhinya. Individu yang lahir dalam sebuah

lingkungan keluarga, secara otomatis perkembangannya akan dipengaruhi

oleh kondisi atau situasi dari keluarga tersebut. Terlebih lagi, keluarga

merupakan tempat sosialisasi primer dan pertama bagi seorang manusia.

Berbicara tentang keluarga maka akan identik dengan orang tua.

Orang tua yang memiliki peranan sentral dalam mendampingi tumbuh

kembang anak. Ketika proses pembelajaran atau pendidikan dilalui oleh

individu maka faktor orang tua menjadi sangat penting, selain harus

memberikan sarana dan prasarana bagi pendidikannya, perhatian dan

motivasi orang tua juga merupakan faktor yang dibutuhkan individu dalam

mencapai hasil belajar yang maksimal. Perhatian orang tua dapat diwujudkan

dalam suatu proses pemberian bantuan kepada individu agar dapat memilih,

menyiapkan, menyesuaikan dan menetapkan dirinya dalam kegiatan belajar

sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Perhatian orang tua dapat

memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan

tekun mengingat anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik

untuk belajar.

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena

dengan merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan

demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan

keluarga” (Supriyadi, 2013: 140). Orang tua harus dapat memposisikan diri

sebagai tempat paling nyaman untuk anak bertanya dan mengadu tentang

kesulitan-kesulitan yang dialaminya dalam belajar. Menjalin komunikasi

yang baik dan secara intens menanyakan kepada anak tentang keadaannya di

sekolah atau seputaran belajarnya, maka anak akan merasa diperhatikan dan

semakin giat belajar.

Orang tua dalam memberikan perhatian kepada anak tidak bersifat

terus menerus, namun dapat memilih sekiranya anak sedang sangat

membutuhkan perhatian. Hal ini dapat terjadi pada anak saat sedang

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

4

menghadapi ulangan misalnya. Maka orang tua memandang bahwa situasi

pada saat itu sangat membutuhkan perhatian agar anak dapat belajar dengan

sungguh-sungguh. Sumitro (1999: 25) menjelaskan “perbeda-an kualitas

dapat dipengaruhi oleh keadaan yang akan, sedang maupun yang telah terjadi

sebelumnya sehingga akan memberikan efek terhadap rangsangan yang

dibentuk”. Situasi sedang menghadapi ulangan adalah salah satu contoh

kualitas rangsangan yang membuat orang tua memberikan perhatian.

Selain perhatian orang tua, hal lain yang juga menjadi salah satu

faktor penentu prestasi belajar adalah kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar ini

dikaitkan dengan bagaimana siswa melakukan proses belajar dalam upayanya

memahami materi-materi yang telah disampaikan di sekolah.

Kebiasaan belajar dikaitkan erat dengan kebiasaan belajar siswa, baik

di sekolah maupun di luar sekolah. Seperti contoh, kebiasaan belajar siswa

yang lebih dapat berkonsentrasi dengan membuat rangkuman sendiri dari

buku pelajaran yang ada, kebiasaan belajar dengan mendengarkan dan lain

sebagainya. Kebiasaan belajar siswa bergantung pada bagaimana seorang

siswa menemukan kenyamanan dan dapat memperoleh hasil yang optimal

dalam melakukan kegiatan belajar. Banyak sekali disajikan teori yang

membahas bagaimana kebiasaan belajar yang baik dan efektif agar

mendapatkan prestasi belajar yang memuaskan.

”Kebiasaan belajar adalah serangkaian kegiatan yang berhubungan

dengan suatu peristiwa yang sifatnya otomatis yang dilakukan dengan sadar

dan mengakibatkan tingkah laku yang baru berupa penambahan pengetahuan,

keterampilan dan kebiasaan dalam belajar” (Tirtonegoro, 1994: 67).

Menurut Burghardt (1973) yang dikutip Syah (2000 : 118) “kebiasaan

belajar timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan

menggunakan stimulasi yang berulang-ulang”. Dalam proses belajar,

pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang diperlukan. Karena

proses penyusutan atau pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah

laku baru yang relatif menetap dan otomatis.

Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran

sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang

sangat lambat. Oleh karena itu, mereka seringkali harus menempuh cara

berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.

Bagaimanapun keadaan dan kemampuan siswa, mereka berhak mendapatkan

pembelajaran yang sama. Siswa harus dapat memahami dan mengerti setiap

materi yang disampaikan dalam proses belajar. Banyak metode yang telah

disediakan bagi kalangan pendidik untuk diterapkan kepada siswa agar siswa

dapat menyerap materi. Ada metode ceramah, dimana pendidik berperan aktif

menerangkan materi sedangkan siswa menjadi pendengar, adapula metode

yang menerapkan peran siswa yang aktif dalam pembelajaran.

Apapun cara yang dipilih, perbedaan kebiasaan belajar tersebut

menunjukkan cara terbaik dan ternyaman bagi setiap individu untuk bisa

menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Jika kita bisa memahami

bagaimana perbedaan kebiasaan belajar setiap orang, mungkin akan lebih

mudah bagi kita jika suatu ketika, misalnya kita harus memandu seseorang

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

5

untuk mendapatkan kebiasaan belajar yang tepat dan memberikan hasil yang

maksimal bagi dirinya. Penelitian tentang metode mengajar yang paling

sesuai ternyata semuanya menemukan hasil yang kurang memuaskan, karena

setiap metode mengajar bergantung pada cara atau kebiasaan belajar siswa,

pribadinya dan kesanggupannya. Biasanya dicari metode mengajar yang

paling sesuai dengan siswa “rata- rata” yang sebenarnya juga tidak

berpengaruh secara signifikan.

Sesuai dengan paparan di atas, adapun tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui: 1) pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS

siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, 2)

pengaruh kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII

SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, dan 3) pengaruh

perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa

kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini tergolong menggunakan rancangan ex post facto.

Adapun populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

seluruh siswa kelas VIII semester 1 SMP Ganesha Denpasar yang terdiri dari

8 kelas dengan jumlah populasi sebanyak 343 siswa yang terdiri dari 187

siswa laki-laki dan 156 siswa perempuan. Dari jumlah populasi sebanyak 343

orang siswa, selanjutnya diambil sampel dengan menggunakan teknik

pengambilan sampel menurut Cochran. Sesuai dengan hasil penghitungan,

jumlah sampel yang diambil sebanyak 181 orang siswa.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner untuk variabel perhatian orang tua dan kebiasaan belajar.

Sedangkan, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang

prestasi belajar IPS siswa.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif,

analisis product moment, dan analisis regresi dua prediktor.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui kecen-derungan variabel perhatian orang tua,

digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase

kecenderungan perhatian orang tua dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 1

Persentase Kecenderungan Variabel Perhatian Orang Tua

Skor Kategori Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif

>120 Tinggi 168 92,818%

90-119 Cukup 13 7,182%

60-89 Kurang 0 0%

<59 Rendah 0 0%

Jumlah 181 100%

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

6

Untuk mengetahui kecen-derungan variabel kebiasaan belajar,

digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase

kecenderungan kebiasaan belajar dapat dilihat dari tabel berikut .

Tabel 2

Persentase Kecenderungan Variabel Kebiasaan Belajar

Skor Kategori Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif

>80 Tinggi 52 28,730%

60-79 Cukup 129 71,270%

40-59 Kurang 0 0%

<39 Rendah 0 0%

Jumlah 181 100%

Untuk mengetahui kecen-derungan variabel prestasi belajar IPS digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase

kecenderungan prestasi belajar IPS dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 3

Persentase Kecenderungan Variabel Prestasi Belajar IPS

Skor Kategori Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif

>84,4 Tinggi 28 15,496%

79-83,4 Cukup 113 62,431%

73,6-78 Kurang 29 16,022%

<73,6 Rendah 11 6,077%

Jumlah 181 100%

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

7

Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien rxy = 0,540, selanjutnya

koefisien rxy = 0,540 dikonsultasikan dengan tabel nilai-nilai r Product

Moment, dengan N = 181 dan taraf signifikasi 5% diperoleh Nilai r yang

mendekati adalah 0,138. Mengingat koefisien rxy = 0,540 lebih besar dari r

Product Moment = 0,138, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis Nol (Ho) yang diuji, yang menyatakan bahwa, “Tidak Ada Pengaruh

Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP

Ganesha Denpasar Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014” ditolak dan

Hipotesis Alternatif (Ha) diterima, “Ada Pengaruh Perhatian Orang Tua

terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar

Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014”.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien rxy = 0,640, selanjutnya

koefisien rxy = 0,640 dikonsultasikan dengan tabel nilai-nilai r Product

Moment, dengan N = 181 dan taraf signifikasi 5% diperoleh Nilai r yang

mendekati adalah 0,138. Mengingat koefisien rxy = 0,640 lebih besar dari r

Product Moment = 0,138, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis

Nol (Ho) yang diuji, yang menyatakan bahwa, “Tidak Ada Pengaruh

Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP

Ganesha Denpasar Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014” ditolak dan

Hipotesis Alternatif (Ha) diterima, “Ada Pengaruh Kebiasaan Belajar

terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar

Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014”.

Selanjutnya analisis regresi dilakukan untuk menguji hipotesis ketiga

seperti ringkasan analisis regresi pada tabel berikut.

Tabel 4

Ringkasan Analisis Regresi

Sumber

Variasi Db JK RK Freg Ft5%

Regresi (reg)

Residu (res)

2

178

1500,7267501

1548,8851123

750,363375

8,70160175

86,2328058

-

3,04

-

Total 180 3049,6118624 - - -

Berdasarkan tabel di atas, Freg lebih besar daripada dengan nilai F tabel

atau 86,232 > 3,04. Sedangkan Hipotesis Nol (Ho) yang diuji berbunyi “tidak

ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi

belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran

2013/2014” ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar

terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun

ajaran 2013/2014.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

8

Prestasi belajar yang tinggi yang dicapai di sekolah merupakan

harapan semua pihak, baik pihak siswa sendiri, guru, orang tua bahkan

pemerintah. Menurunnya prestasi belajar peserta didik pada seluruh jenjang

di Indonesia saat ini termasuk SMP, menyebabkan perlu diselidikinya faktor -

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut. Pada dasarnya prestasi

belajar yang diraih siswa merupakan hasil suatu proses dalam suatu sistem yang saling berhubungan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar pun dapat terjadi saling berhubungan antara satu faktor dengan faktor

yang lain.

Untuk mendapatkan prestasi belajar tidaklah semudah yang

dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan

berbagai tantangan yang harus dihadapi. Penilaian terhadap hasil belajar

siswa diperlukan dalam tujuannya mengetahui sejauh mana keberhasilan

sasaran belajar yang dilakukan selama ini. Prestasi merupakan hasil kegiatan

belajar yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik

menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya

perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti

prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah ada penilaian terhadap prestasi

belajar siswa. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau

dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan

sebagai prestasi yang dicapai oleh seseorang siswa pada jangka waktu

tertentu dan dicatat dalam buku hasil belajar siswa.

Perhatian orang tua dapat menjadi indikasi faktor perkembangan

psikologis yang akan membawa dampak pada kemampuan anak menghadapi

problematika dalam tujuannya meningkatkan prestasi belajar di sekolah.

Orang tua selaku motivator terdekat bagi individu atau siswa menjadi salah

satu pendukung terbesar dalam usaha siswa untuk mendapatkan hasil yang

baik dalam belajarnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Jalaluddin (2000 : 15)

yang menyatakan bahwa perhatian yang cukup dari orang tua seperti,

memonitoring hasil belajar anak, menyediakan media pembelajaran, dan

memberi motivasi dapat menjadi faktor penunjang keberhasilan belajar anak.

Mengecek hasil belajar anak, merupakan salah satu bagian dari kegiatan

memonitoring kegiatan belajar anak dan hasil yang nak telah peroleh selama

kegiatan belajarnya.

Orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya” (Patmonodewo,

2008 : 123). Disinilah peran orang tua untuk memberikan arahan agar anak

dapat belajar secara berkelanjutan dan sistematis. Orang tua dapat

memberikan cara belajar yang tepat bagi anak dan sesuai dengan mobilitas

belajar anak atau tipe-tipe belajar anak itu sendiri.

Pengertian perhatian orang tua yang dimaksud disini adalah

tanggapan siswa atas perhatian orang tuanya terhadap pendidikan anaknya

yaitu tanggapan tentang bagaimana cara orang tuanya memberikan bimbingan

dirumah, memperhatikan dan memenuhi kebutuhan alat-alat yang menunjang

pelajaran, memberikan dorongan untuk belajar, memberikan pengawasan,

mem-berikan pengarahan pentingnya belajar” (Suryabarata, 2000 : 233).

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

9

Perhatian orang tua adalah konsentrasi dan pemusatan pemikiran

yang dilakukan orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak-

anaknya termasuk di dalamnya perkembangan pendi-dikannya. Peran ini

tidak dapat digantikan oleh siapapun bahkan guru di sekolah, karena orang

tua adalah pendidik utama dan pertama bagi individu. Selain itu bagaimana kebiasaan belajar intern pribadi siswa juga

menjadi faktor pendorong yang kuat bagi keberhasilan belajar.

Kebiasaan belajar atau learning style adalah suatu karakteristik

kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak

yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi

terhadap lingkungan belajar.

Kebiasaan belajar dimulai dari cara mengikuti pelajaran, belajar

mandiri di rumah, belajar kelompok, cara mempelajari buku dan sikap dalam

menghadapi ujian/ ulangan/tes. Cara atau kebiasaan belajar diatas harus

dimulai oleh diri sendiri dengan membiasakan diri dan mendisiplinkan diri

dalam belajar. Hindari belajar dalam tempo dan kadar belajar yang berat saat

akan ujian sebab kurang membantu dalam keberhasilan belajar. Kebiasaan

belajar harus dimulai sejak dini kepada seorang siswa. Hal ini dimaksudkan

agar siswa merasa terbiasa melakukan kegiatan belajar dalam kese-hariannya.

Kebiasaan belajar menjadi faktor yang cukup vital dalam membentuk

aktivitas belajar siswa. Kebiasaan belajar yang dapat dibentuk secara sengaja

maupun tidak sengaja merupakan bentuk dari usaha individu dalam mencapai

tujuan pendidikan yang baik. Jika kebiasaan belajar semakin membaik maka

tingkat perkembangan individu maupun siswa dalam segi prestasi dapat

diperhitungkan.

Kebiasaan belajar tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan bagi tiap

individu atau siswa, melainkan harus dilihat juga tipe-tipe siswa dan

kebiasaan belajar seperti apa yang nyaman bagi siswa. Faktor-faktor

pendukung kebiasaan belajar yang baik pun patut diperhatikan secara

seksama agar tujuan belajar yang diharapkan dapat tercapai.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bila perhatian dari

orang tua bagus maka akan diperoleh hasil dan prestasi belajar yang tinggi.

Begitu juga apabila kebiasaan belajar yang dipilih siswa tepat maka hasilnya

akan baik pula.

IV. PENUTUP

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan hasil penelitian dapat

ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) ada pengaruh perhatian orang

tua terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar

tahun pelajaran 2013/2014, 2) ada pengaruh kebiasaan belajar terhadap

prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran

2013/2014, dan 3) ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar

terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun

pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan atas simpulan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat

disampaikan adalah sebagai berikut: 1) Meskipun dari hasil penelitian

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

10

menunjukkan bahwa ada pengaruh Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi

Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran

2013/2014 baru mencapai 13,86%. Sehubungan dengan hal tersebut perlu

adanya upaya konkret yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anak

dalam belajar yaitu dengan memberikan motivasi kepada anak, menyediakan

fasilitas belajar yang memadai, memberitahu cara mengatur jadwal belajar, memberikan makanan bergizi, menegur anak bila lalai tugas dan tanggung

jawab, menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak, memberikan

contoh teladan dan memberitahukan hal-hal apa yang boleh dilakukan dan

tidak boleh dilakukan anak di sekolah maupun di rumah dalam belajar.

Melalui peningkatan perhatian orang tua maka akan diiringi dengan

peningkatan prestasi belajar IPS siswa, 2) Hasil penelitian juga menunjukkan

bahwa Ada Pengaruh Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa

Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014. Bila ditinjau

dari sumbangan efektif Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar mencapai

35,35%, kenyataan ini menunjukkan bahwa kebiasaan belajar yang baik harus

diperhatikan oleh kalangan pendidik maupun orang tua dalam memberikan

upaya yang maksimal agar prestasi belajar siswa dapat menjadi semakin

baik.Mengingat kebiasaan belajar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka

harus menjadi tugas siswa untuk membenahi baik secar ainternal maupun

eksternal kebiasaan belajarnya, dan 3) Walaupun secara keseluruhan prestasi

belajar IPS siswa sudah memadai dan memenuhi kriteria minimum, tetapi

masih perlu adanay upaya-upaya dalam rangka mencapai prestasi belajar IPS

siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014 yang

optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut siswa diharapkan belajar tidak

tergantung karena kebutuhan untuk belajar, melainkan sebagai suatu

kewajiban. Bagi guru IPS diharapkan mampu meningkatkan kompetensinya

dalam mengajar dan juga dapat memberikan pemahaman tentang arti penting

dan makna IPS untuk digunakan sebagai kajian masalah sosial di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

Jalaludin, H. 2000. Psikologi Anak. Yogyakarta: Sumber Baru

Patmonodewo, S. 2008. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Supriyadi. 2013. Strategi Belajar dan Mengajar. Yogyakarta: Jaya Ilmu.

Suryabarata, S. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Syah, M. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press.

Tirtonegoro. 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

11

PENGARUH METODE HUMOR TERHADAP HASIL BELAJAR

BIOLOGI

I Nengah Suka Widana dan Ni Kadek Mita Pratiwi

Prodi. Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali.

ABSTRACT

The research objective was to determine differences in learning outcomes

that follow the teaching methods of biology humor with conventional methods.

Research conducted classified research Quasi Experiment (quasi-experimental),

using the design of the nonequivalent control group. The study population such as

students of class X semester SMAN 2 Mengwi 2013/2014 academic year

consisting of 12 classes. Samples were taken from the population randomly

(simple random) to obtain two classes, where class X2 and X3 as an experimental

group as a control group. The type of data that is required in the form of data from

study biology (quantitative data). Data collection techniques taken with the post

test, then analyzed by parametric statistical tests using t-test. From t-test

calculation results obtained t count equal to 4.246 with a significance level of 5%

and 74 hp, so the values obtained ttabel 1,980. This means that t count> t table

(4.246> 1.980), so that it can be concluded that there is a learning effect method

biology humor on learning outcomes of students of class X semester SMAN 2

Mengwi school year 2013/2014. Based on the average results of learning in the

experimental group (humor method) amounted to 73.28 while the control group

(conventional method) amounted to 64.026. It shows that there are significant

differences and the application of learning methods with humor gives better

impact compared to conventional methods.

Keywords: Methods humor, learning outcomes

PENDAHULUAN

Jika dikaji lebih mendalam permasalahan pendidikan sebenarnya bermula

dari kurang efektifnya proses pembelajaran. Oleh karena itu upaya apapun yang

dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus diawali dan difokuskan

pada usaha memperbaiki kualitas pembelajaran dengan mengoptimalkan semua

komponen yang terkait di dalamnya. Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari

beberapa indikator, yaitu proses dan capaian hasil belajar. Dari segi proses

pembelajaran dapat dilihat, misalnya bagaimana peserta didik dapat menikmati

pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan, artinya jika suatu

pembelajaran tidak berhasil membangkitkan motivasi dan meningkatkan hasil

belajar peserta didik, maka pembelajaran itu tidak dikatakan efektif. Bentuk

komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan adalah menggunakan

humor. Meskipun tidak semua guru memiliki sifat humoris dan dapat

menciptakan suasana menyenangkan dalam interaksinya, namun hambatan

tersebut dapat diatasi dengan berbagai sumber yang memungkinkan terciptanya

pembelajaran menyenangkan. Sifat humoris guru dan kemampuan guru

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

12

menggunakan berbagai sumber untuk menciptakan suasana yang humoris akan

membuat peserta didik lebih kreatif dan penuh tawa. Humor dapat juga dipelajari

dan dikaji seperti layaknya ilmu pengetahuan yang lain (Marketerbodoh, 2012).

Apa yang terjadi pada humor merupakan suatu paradox dan merupakan sarana

untuk menimbulkan kelucuan. Lucu dalam bahasa Jawa identik dengan guyonan

atau bercanda, artinya berdimensi ketidakseriusan. Namun ternyata dibalik hasil akhir berupa kata “lucu” tersebut, ada sebuah proses yang sangat serius dalam

penciptaannya. Metode humor adalah salah satu bentuk komunikasi dan interaksi

pembelajaran yang dapat memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan

kualitas pembelajaran dengan menggunakan kata-kata, bahasa atau gambar yang

mampu menggelitik peserta didik untuk tertawa, sehingga menciptakan

pembelajaran yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu meningkatkan

pemahaman dan mempertinggi daya ingat sehingga akan memberi peluang kepada

peserta didik untuk memfungsikan otak memori dan otak berpikirnya secara

optimal. Khanifatul (2013), bahwa tidak semua orang memiliki sense of humor.

Biasanya seseorang yang cerdas cenderung bersifat linier atau saklek, tertutup,

dan tidak humoris. Dananjaya dalam Khanifatul (2013), humor adalah sesuatu

yang dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik

perasaan lucunya sehingga terdorong untuk tertawa. Berdasarkan paparan

tersebut, masalah yang dikaji dalam penelitian ini apakah ada perbedaan hasil

belajar biologi antara peserta didik dengan metode humor dengan metode

konvensional pada peserta didik kelas X semester genap SMAN 2 Mengwi Tahun

Pelajaran 2013/2014? Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui

perbedaan hasil belajar Biologi antara yang dibelajarkan dengan metode humor

dan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2

Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014.

Teori psikologi menjelaskan teori humor pada delapan kelompok yaitu (1)

teori keunggulan (Superiority Theory) dimana seseorang akan tertawa mendadak

jika memperoleh perasaan unggul karena dihadapkan pada pihak lain yang

melakukan kekeliruan atau mengalami hal yang tidak menguntungkan. Kodzan

(2010) bahwa teori ini dapat menerangkan mengapa penonton tertawa jika

melihat badut sirkus yang membentur tiang, jatuh tersandung dan lainnya. (2)

Teori Instink menurut McDougall dan McGhee dalam Ritmehati (2008) bahwa

humor dianggap telah muncul sejak awal kehidupan manusia, sebelum proses

kognitif yang kompleks terbentuk. (3) Teori Inkongruitas menurut Goldstein dan

McGhee dalam Ritmehati (2008) bahwa humor terjadi apabila ada pertemuan

antara ide-ide atau situasi yang bertentangan atau bertolak belakang sehingga

terjadi penyimpangan dari ketentuan yang lazim. (4) Teori Kejutan, Goldstein

dan McGhee dalam Akhmad (2013), bahwa kejutan, dadakan, atau tiba-tiba

merupakan kondisi yang dapat menimbulkan humor. (5) Teori kelepasan dan

keringanan, menurut Goldstein dan McGhee dalam Khanifatul (2013),

menyatakan perasaan humor terjadi disebabkan tensi yang menyertai pikiran

kadang-kadang melampaui batas kontrol sehingga menimbulkan gelombang

emosi yang besar. (6) Teori Konfigurasi, menjelaskan bahwa humor dirasakan

bilamana elemen yang semula dipandang tidak ada kaitannya satu sama lain, tiba-

tiba tampak berkaitan atau membentuk sebuah kesatuan. Menurut teori ini,

apresiasi secara tiba-tiba dimunculkan oleh adanya peningkatan pemahaman

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

13

terhadap situasi yang ada atau yang dihadapi. Penggagas Teori ini antara lain

Mainer, Schller, dan Scheerer. (7) Teori Psikoanalisis Sigmund Freud, menurut

Goldstein dan McGhee dalam Khanifatul (2013) menyatakan hal-hal yang

menyenangkan cenderung menjurus pada pelepasan energi kejiwaan. Apabila

energi terbentuk karena pikiran diarahkan ke objek tertentu, tetapi energi tersebut

tidak dapat dimanfaatkan maka energi tersebut mungkin dapat dilepaskan melalui humor. (8) Teori Ambivalensi, lebih menekankan adanya emosi atau perasaan

yang berbeda atau bertolak belakang. Dalam Antropologi, teori humor dikaji pada

relasi humor (joking relationship) di antara siapa saja atau dalam ikatan

kekerabatan bagaimana humor itu terjadi. Teori ini dikemukakan pertama kali

oleh Apte pada 1985. Teori Humor dalam teori kebahasaan menurut Victor

Rasikin dalam artikel Jokes dinamakan script-based semantic theory (teori

sematik berdasarkan skenario). Berdasarkan teori ini tingkah laku manusia

ataupun kehidupan pribadinya telah terpapar dan terekam dalam sebuah peta

semantik. Penyimpangan yang terjadi pada peta semantik tersebut akan merusak

keseimbangan dan akan menimbulkan kelucuan. Marketerbodoh (2012),

menyatakan bahwa Teori ketidak seimbangan, putus harapan dan bisosiasi. Teori

ini dicetuskan oleh seorang Arthur Koestler. Dia mengatakan, “Hal yang

mendasari semua bentuk humor ialah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi

atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus, konteks yang menimbulkan

bermacam-macam asosiasi.” Contoh humor bisosiasi adalah sebagai berikut:

“beberapa orang sipir penjara mengajak para tahanan bermain kartu dengan

mereka, para tahanan yang bermain curang dibuang ke luar penjara” Schopen

Hauer dalam Nurjanah (2012). Menurut teori ini, humor timbul karena kita

menemukan hal-hal yang tidak diduga, atau kalimat (juga kata) yang

menimbulkan dua macam asosiasi. Yang pertama kita sebut tehnik belokan

mendadak (unexpected turns) kata yang kedua, asosiasi ganda (puns). Teori

pelepasan inhibisi, diambil dari teori Sigmund Freud dalam Resta (2011) yaitu

kita banyak menekan ke alam bawah sadar kita, pengalaman-pengalaman yang

tidak enak atau keinginan-keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Salah satu

diantara dorongan yang ditekan adalah dorongan agresif. Dorongan agresif masuk

ke alam bawah sadar dan bergabung dengan kesenangan bermain dari masa

kanak-kanak kita. Contoh pelepasan inhibisi adalah ketika sedang jatuh untuk

menetralkan suasana maka kita akan tertawa.

Manfaat Humor, menurut Darmansyah dalam Khanifatul (2013),

berdasarkan penelitiannya terungkap bahwa humor diperlukan dalam

pembelajaran, karena salah satu bentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran

yang menyenangkan adalah menggunakan humor. Humor dalam pembelajaran

dapat membuat peserta didik secara emosional memacu mereka agar tertawa, akan

tercipta suasana yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu menciptakan

pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan

menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya

ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan

otak memori dan otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan humor di ruang

kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi stress, meningkatkan

motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru dan peserta didik, dan

meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses hendaknya mempunyai

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

14

persediaan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat humor (jenaka) atau memiliki

kepandaian berkelakar. Manfaat humor dalam pembelajaran, (a) membangun

hubungan dan meningkatkan komunikasi; (b) sarana menghilangkan stres; (c)

menjadikan pembelajaran lebih menarik; (d) memperkuat daya ingat.

Penerapan humor selama proses pembelajaran meliputi merencankan, dan

memunculkan selingan humor. Merencanakan humor tidak mengharuskan seorang guru menjadi pencipta atau perancang humor, bahkan tidak harus memiliki syarat

sense of humor yang tinggi. Namun, diperlukan sedikit kemampuan untuk

memilih dan meramu humor. Guru bisa memperolehnya dari berbagai sumber

yang dianggap bermanfat dan memberikan kesenangan dalam pembelajaran, dapat

melalui (a) Gambar atau film kartun; (b) Cerita singkat Lucu atau Anekdot

Humor; Cerita singkat lucu bisa didapat dari beberapa sumber, seperti pengalaman

hidup, cerita dalam kehidupan sehari-hari, atau jika kesulitan mendapatkan cerita

lucu guru bisa mencari buku-buku humor atau dari internet (Cen35, 2013). (c)

Karikatur; (d) Pertanyaan atau Soal Humor dalam Tes. Contoh Soal yang bersifat

humor, Hewan apa yang matanya, mulutnya, hidungnya dikaki? Jawabannya:

kodok keinjek. Kenapa kentut bau? Jawabannya: Biar yang nggak bisa dengar,

bisa merasakan baunya (Akhmad, 2013). (e) Plesetan kata, berikut adalah

beberapa contoh plesetan kata, Sebuas-buasnya ibu macan, tak mungkin makan

semur jengkol (Nurjanah 2012). Agar sisipan humor dalam pembelajaran lebih

efektif maka penting untuk menentukan waktu yang tepat untuk

menyampaikannya. Waktu yang tepat untuk menggunakan humor dalam

pembelajaran menurut Darmansyah dalam Khanifatul (2013) adalah pada

pertemuan awal, saat jeda strategis dan pada akhir sesi pembelajaran. Berdasarkan

teori-teori tersebut, maka terhadap masalah dihipotesiskan bahwa ada perbedaan

hasil belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor

dan menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester

Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi experiment, karena gejala

yang diselidiki ditimbulkan terlebih dahulu dengan sengaja, dan mempunyai

kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2013).

Dalam eksperimen digunakan dua kelompok sampel, yaitu kelompok perlakuan

(kelompok eksperimen) dan kelompok kontrol, dengan Non Equivalent posttest-

only Control Group Design. Populasi berupa semua peserta didik kelas X

semester genap SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 12

kelas. Dari populasi tersebut dipilih secara random 2 kelas sebagai sampel

penelitian, sebagai kelompok eksperimen (kelas X2) dan kontrol (kelas X3).

Variabel yang terlibat dalam penelitian, sebagai variabel bebas yaitu

metode humor, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar biologi peserta

didik kelas X SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014. Langkah-

langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data meliputi tahap persiapan, (a)

menyiapkan ijin penelitian, (b) menyusun dan merancang perangkat

pembelajaran, yan terdiri dari rancangan proses pembelajaran (RPP) dan LKPD

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

15

yang mendukung pembelajaran. (c) Kelompok kontrol dengan metode

konvensional sedangkan kelompok eksperimen diberikan pembelajaran dengan

metode humor. (d) Menyusun tes (instrumen) untuk mengumpulkan data hasil

belajar.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data hasil belajar biologi

peserta didik, merupakan data primer dan kuantitatif. Adapun teknik yang digunakan yaitu (a) observasi, terhadap profil sekolah SMAN 2 Mengwi dan

peserta didiknya secara umum. (b) Metode Tes, Metode ini digunakan untuk

memperoleh data tentang hasil belajar peserta didik baik pada kelompok kontrol

dan eksperimen dikumpulkan dengan pemberian post tes. Instrumen pengumpul

data berupa tes pada Kompetisi Dasar (KD) Keanekaragaman hayati. Tes hasil

belajar biologi peserta didik yang digunakan dalam penelitian ini disusun

berdasarkan kisi-kisi instrumen yang telah disusun sebelumnya. Skor yang

diperoleh merupakan skor mentah yang diperoleh dari menunjukkan setiap nilai

yang diperoleh dari tiap-tiap soal. Skor berkisar 0 sampai 100. Melalui uji

validitas instrumen penelitian, diperoleh bahwa instrument yang digunakan telah

valid, dan uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach diketahui

instrumen telah memenuhi syarat sebagai instrument yang reliabel. Instrument

tersebut disiapkan dengan membuat soal, dimana soal tersebut sebelumnya telah

diujicobakan kepada kelas X.1 yang bukan merupakan sampel penelitian. Hal ini

dilakukan untuk uji validitas dan reliabelitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Dalam penelitian data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar

biologi peserta didik dari kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Pebruari sampai dengan Maret 2014 di

SMA Negeri 2 Mengwi. Perhitungan ukuran sentral (mean, modus, median) dan

ukuran sebaran data (standar deviasi) disajikan pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar Biologi

Data

Statistik

Hasil Belajar Biologi

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 73,78 64,02

Modus 69,00 59,00

Median 73,50 63,00

Standar Deviasi 8,76466 1,02759

Varians 76,81 105,59

Skor Minimum 55,00 45,00

Skor Maksimum 90,00 86,00

Rentangan 35 41

Deskripsi Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen. Data hasil belajar

biologi peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

16

(kelompok eksperimen) dengan rentangan skor sebesar 35, n= 38; skor

maksimum= 90; banyak kelas interval=6; panjang kelas interval=6; rata-

rata=73,78; simpangan baku (SD) =8,76, modus =69,00, dan median =73,5. Tabel

2 berikut memuat ringkasan distribusi frekuensi hasil belajar biologi yang

mengikuti pembelajaran dengan metode humor (kelompok eksperimen).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol.

Kelas Kelas

Interval

Nilai

Tengah Frekuensi

Frekuensi

Komulatif Persentase

1 45-51 48,00 5 5 13,1%

2 52-58 55,00 6 11 15,7%

3 59-65 62,00 11 22 28,9%

4 66-72 69,00 8 30 21,0%

5 73-79 76,00 5 35 13,1%

6 80-86 83,00 3 38 7,8%

Jumlah 38 100%

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 23,6% peserta didik memperoleh skor di

sekitar rata-rata, sebanyak 28,9% peserta memperoleh skor di atas rata-rata dan

sebanyak 47,29% memperoleh skor di bawah rata-rata.

Deskripsi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol. Data tentang hasil

belajar biologi peserta didik yang dibelajarkan dengan model konvensional

(kelompok kontrol), rentangan skor sebesar 41; n=38; skor maksimum=86;

banyak kelas interval=7; panjang kelas interval=7; rata-rata=64,02; simpangan

baku (SD)=1,0275; modus=59,00; dan median=63,00. Berikut ringkasan distribusi

frekuensi data hasil belajar biologi peserta didik yang mengikuti pembelajaran

model konvensional (Kelompok kontrol).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol.

Kelas Kelas

Interval

Nilai

Tengah Frekuensi

Frekuensi

Komulatif Persentase

1 45-51 48,00 5 5 13,1%

2 52-58 55,00 6 11 15,7%

3 59-65 62,00 11 22 28,9%

4 66-72 69,00 8 30 21,0%

5 73-79 76,00 5 35 13,1%

6 80-86 83,00 3 38 7,8%

Jumlah 38 100%

Tabel 3 menunjukkan bahwa 28,9% peserta didik memperoleh skor di sekitar rata-

rata, 41,9% memperoleh skor di atas rata-rata dan 28,8% di bawah rata-rata.

Uji prasyarat, sebelum dilakukan uji hipotesis dengan uji-t maka terlebih

dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas, uji homogenitas varians. (a)

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

17

Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk meyakinkan bahwa uji statistik

parametrik yang digunakan dalam pengujian hipotesis benar-benar dapat

dilakukan. Hal ini penting karena jika sebaran data tidak mengikuti arah normal

maka uji-t tidak dapat dilakukan. Uji normalitas dalam penelitian ini

menggunakan rumus Chi-kuadrat (X2) pada 2 kelompok, yaitu kelompok

eksperimen (x1) dan kelompok kontrol (x2). Penghitungan uji Chi-kuadrat (X2)

menunjukkan bahwa harga X2hitung < X

2tabel untuk kedua kelompok data. Ini berati

H0 diterima (gagal ditolak), maka kedua kelompok data terdistribusi normal.

Ringkasan uji normalitas untuk kedua kelompok tersebut disajikan pada tabel 4.

(b) Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa perbedaan

yang diperoleh dari uji-t benar-benar berasal dari perbedaan antar kelompok,

bukan disebabkan oleh perbedaan di dalam kelompok. Pengujian homogenitas

varians menggunakan uji F pada taraf signifikansi 5% (α=0,05). Ringkasan uji F

untuk data hasil belajar biologi antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol sebesar 1,41 yang lebih kecil dari F tabel pada taraf signifikansi 5%

dengan dk = (35,37) sebesar 1,79 hal ini berarti bahwa data hasil belajar biologi

peserta didik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai

varians yang homogen.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Sampel

No Kelompok

Sampel

Jumlah

Sampel

X2

hitung X2tabel Kesimpulan

1 X1 38 2,8 11,07 Normal

2 X2 38 8,08 11,07 Normal

Uji Hipotesis, hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar

4,246 sedangkan harga ttabel untuk dk = n1 + n2 – 2 = 38 +38 -2 =74 pada taraf

signifikansi 5% adalah ttabel = 1,980 (uji dua pihak/ two tail test). Ini berati

hipotesis nol (H0) ditolak dan Ha diterima, oleh karena itu dapat diinterpretasikan

bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara yang mengikuti

pembelajaran dengan metode Humor dan menggunakan metode konvensional

pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran

2013/2014. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kelompok peserta didik yang

mengikuti pembelajaran dengan humor memiliki skor hasil belajar biologi rata-

rata sebesar 73,28, sedangkan kelompok peserta didik yang mengikuti

pembelajaran konvensional memiliki skor hasil belajar biologi rata-rata sebesar

64,026. Jadi hasil analisis data dan uji-t menunjukkan bahwa hasil belajar biologi

peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor lebih baik

daripada hasil belajar biologi kelompok peserta didik yang mengikuti

pembelajaran model konvensional. Berikut ini disajikan rekapitulasi hasil uji t

pada Tabel 5.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

18

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil uji-t TS (5%) dan dk =74

No Kelompok N Dk Rata-

rata

thitung ttabel Keterangan

1 Eksperimen 38 74 73,28 4,246 1,980 Ha.

diterima

2 Kontrol 38 74 64,026

Pembahasan

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil

belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor dan

menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap

SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014, dan hasil belajar peserta didik

yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor secara rata-rata lebih baik

dibandingkan dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran model

konvensional. Sejalan dengan pendapat Darmansyah dalam Khanifatul (2013),

berdasarkan penelitiannya, bahwa humor diperlukan dalam pembelajaran, karena

dapat membentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan.

Penyertaan humor dalam pembelajaran membuat peserta didik secara emosional

memacu mereka tertawa, tercipta suasana menyenangkan yang pada gilirannya

menciptakan pembelajaran menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan

menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya

ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan

bagian otak memori dan bagian otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan

humor di ruang kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi

stress, meningkatkan motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru

dan peserta didik, dan meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses

hendaknya mempunyai persediaan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat humor (jenaka)

atau memiliki kepandaian berkelakar. Dengan demikian maka pembelajaran

metode humor berpengaruh positif dalam meningkatkan hasil belajar biologi.

Berpengaruh positifnya pembelajaran dengan metode humor terhadap hasil belajar

biologi, hal tersebut terjadi karena dalam pembelajaran metode humor tercipta

komunikasi dan interaksi pembelajaran yang dapat memberikan dampak yang

baik terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan kata-kata,

bahasa, atau gambar yang mampu menggelitik peserta didik untuk tertawa

sehingga terciptanya suatu proses pembelajaran yang menyenangkan yang pada

gilirannya mampu meningkatkan pemahaman dan memprtinggi daya ingat

sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan otak

memori dan otak berpikirnya secara optimal. Berdasarkan uraian tersebut maka

metode pembelajaran humor dapat meningkatkan hasil belajar. Sehingga metode

pembelajaran humor dapat diterapkan dikelas sebagai alternatif untuk

memperkaya ragam variasi metode pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

19

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan

bahwa ada pengaruh penerapan metode humor terhadap hasil belajar biologi

peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Mengwi. Dimana hasil belajar biologi peserta

didik yang dibelajarkan dengan metode humor lebih baik daripada peserta didik

yang dibelaajarkan dengan model konvensional.

Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, dapat diajukankan beberapa saran sebagai

berikut, (1) kepada praktisi pendidikan khususnya guru biologi disarankan untuk

menerapkan metode humor sebagai pembelajaran yang inovatif dan dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran untuk

meningkatkan hasil belajar peserta didik. (2) Bagi sekolah, dalam kegiatan belajar

mengajar di sekolah hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

pertimbangan untuk mengadakan perbaikan dalam pembelajaran serta dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dikembangkan

dalam mata pelajaran lain. (3) Bagi peneliti lain, oleh karena penelitian ini

dilaksanakan terbatas pada peserta didik kelas X semester genap SMA Negeri 2

Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, maka disarankan pada peneliti yang menaruh

perhatian terhadap pendidikan, untuk mengembangkan penelitian dalam ruang

lingkup yang lebih baik dan lebih luas.

DAFTAR RUJUKAN

Adnyani. 2009. “Pengaruh Penerapan Improving Learning dengan Strategi

Pembelajaran Inkuiri terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta didik

Kelas VIII SMP Negeri 2 Denpasar Tahun Pelajaran 2012/2013".(tidak

diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.

Akhmad. 2013. Pentingnya rasa humor guru dikelas. http://akhmad sudrajat.

wordpress. com/2013/05/16/rasa-humor/. (diakses pada sabtu 23

Nopember 2013. Anonim. 2012. Humor itu serius. http://marketerbodoh. blogspot.

com/2012/07/humor-itu-serius. html. rabu (diakses tanggal 5 maret 2014

jam 12.05)

Ayutri. 2007. “Pengaruh penerapan strategi pembelajaran kelompok peserta didik

dengan gaya kepemimpinan heroik (student team heroic leadership) yang

dilengkapi tugas terstruktur terhadap hasil belajar matematika pada

peserta didik kelas VIII SMP Dharmasastra Sempidi tahun Ajaran

2012/201” . (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.

Bergambarku. 2014. Kumpulan-gambar-kartun-lucu-terbaru-7. http://www.

bergambarku.com/?attachment_id=464. (diakses pada tanggal 11 januari

2014. Pukul 12.30)

Cen35. 2013. “50 Tebak-tebakan lucu dan jawabannya”. http://cen35. blogspot.

com/2013/02/50-tebak-tebakan-lucu-dan-jawabannya. html. (diakses

pada tanggal 20 januari pukul 14.200).

Chaniagorandy. 2012. Humor Psikologi. http://chaniagorandy. blogspot.

com/2012/03/humor-psikologi. html (diakses pada senin 3 maret 2014

jam 12.05)

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

20

Fitria. 2012. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Motivasi Peserta

didik terhadap Hasil Mata Pelajaran Akuntansi Kelas X SMK N 1 Kota

Jambi. http://www. scribd. com/doc/81368530/29/Pengertian-

Pembelajaran-Konvensional-Ceramah. (diakses tanggal 1 januari 2014

pukul 13.35)

Ikatan alumni SMU N 4 Depok. 2008. Humor seputar Hewan dan Tumbuhan. http://smun4depok. forumotion. com/t340-humor-seputar-hewan-dan-

tumbuhan. (diakses tanggal 17 maret 2014 pukul 11.00)

Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

----------(2013). Humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan atau

menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga

terdorong untuk tetawa.

Kodzan. 2010. Sekilas Pengetahuan tentang Humor. http://kodzan.

blogspot.com/2010/07/sekilas-pengetahuan-tentang-humor. html. rabu, 5

(diakses tanggal 5 maret 2014 jam 12.05)

Koekoehiman. 2013. Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi.

http://imankoekoeh. blogspot. com/2013/12/tes-pengukuran-penilaian-

dan-evaluasi. html (diakses pada 3 maret 2014 jam 12.30)

Koyan. 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja-Bali: Universitas Pendidikan

Ganesha Press

Maiyusrisusanti. 2013. happy with math. http://susantimaiyusri.blogspot. com/

2013/01/proposal-penelitian-pengaruh-penerapan_29. html. (diakses

tanggal 25 desember 2013).

Muhammadkholik. wordpress. com/2011/11/08. Metode Pembelajaran

Konvensional

Munawar, I. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. http:

indramunawar. blogspot. com/2009/06/faktor-faktor-yang-

mempengaruhi-hasil. html (diakses tanggal 4 Desember 2013 pukul

10.30)

Nurul. 2008. Pengaruh Pembelajaran Aktif Card Sort terhadap Prestasi Belajar

IPA (Sains) Peserta didik Kelas VIII MTs AL- MUHAJIRIN Tahun

Pelajaran 2012/2013. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.

Nurjanah. 2012. Humor sehat. http://nurjanahpsikodista. blogspot.

com/2012/06/humor-sehat. html. (diakses tanggal 3 maret 2014 pukul

12.05

Resta. 2011. Sociology Community. http://resta-ariestya. blogspot.

com/2011/11/teori-superioritas-degradasi.html#!/2011/11/teori-

superioritas-degradasi. html. (diakses tanggal 2 Desember 2013 pukul

11.45)

Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta. Bandung

Ritmehati. 2008. Humor dalam bingkai psikologi. http://ritmehati.

wordpress.com/2008/06/26/humor-dalam-bingkai-psikologi/ (diakses

tanggal 3 maret 2014 pukul 12.00)

Sari Yuliantari. 2008. Pengaruh Penerapan Experiental Learning terhadap Prestasi

Belajar Matematika peserta didik kelas VII Semester genap SMP PGRI 3

Denpasar Tahun Pelajaran 2011/2012. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP

PGRI Bali.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

21

Shanti. 2012. Kartun ayam menonton film horror. http:// www. make4fun.

com/images/Animal-photos/907-Horror-Movie (diakses tanggal 22 maret

2014 pukul 12.35).

Sociology Community. 2011. Teori Superioritas Degradasi. Sociology

Comunityhttp://resta-ariestya. blogspot. com/2011/11/teori-superioritas-

degradasi. html#!/2011/11/teori-superioritas-degradasi. html (diakses tanggal 5 maret 2014 pukul 12.10).

Susanti. 2013. “Pengaruh penerapan strategi pembelajaran menyenangkan dengan

humor pada peserta didik kelas VIII di SMPN 6 bukittinggi”. http://winft.

wordpress. com/category/teori-humor/. [diakses pada tanggal 28

Desember 2013]

Sugiyono. 2013. “Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi

Pendidikan & Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Triadnyani. 2008. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Course

Review Horay terhadap motivasi dan Hasil Belajar Matematika peserta

didik kelas vii smp Sunari Loka Kuta Tahun Pelajaran 2011/2012”.

(Tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.

Winarsunu, T. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang:

Universitas Muhammadiyah Malang.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

22

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN

PENDEKATAN JAS PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

Oleh: I Wayan Sucipta

Guru SMK NegeriI 1 Petang Pemkab.Badung

Abstract

The purpose of this research is to know the application of coorporative study,

STAD type with JAS approach in biology lesson. This research is a class action

research (PTK) with a circle planning.The target of ths reseach are the activities

and achivement of student in biology lesson.The result of data analysis shows the

increasing of student study activities everage in biology lesson from 61,67

(70,80%) in circle I to 78,83 (89,58%) in cilcle II, increase 17,16 (19,50%).The

increasing about 19,50% has reached far away over the target of criteria either the

scoring processas well as the examination of hypotesa which has been determined

of 10%.The achievement and the completeness of student‟s study in this research,

has been successful in increasing the achievement or the completeness student‟s

study from circle I to circle II.Based on the result from the research of action,

which is recorded from 10 students (45,45%) which are incompleteness in circle I,

decrease to 1 student (4,55%) who are incompleteness at the end of circle II.If we

see from the student‟s study achievement, at the begining it is only 12 students

54,54%, are completeness and at the circle II are increasing to 21 students

(95,45%).For the categories of incompleteness student scoring, in circle I are

recorded 10 studens (45,45%)drastically becomes 1 student (4,55%) at the end of

circle II, decreased 40,91%.If it is related to criteria of the success determined

previously for hypotesa that is increasing 10%.From the result of the research can

be concluded that the application of coorporative study STAD type with JAS

approach has reached the goal sucessfully.

Key words: activity, study achievement, STAD, dan JAS.

Pendahuluan

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry)

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan

kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip,

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di sekolah

menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

23

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA menekankan

pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

siswa menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA

diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk

memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam

sekitar.

Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman

belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini

meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan

bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan

keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data

serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan

memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau

memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui

kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah

yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar

Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang

lahir dan berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian,

belajar Biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang

sudah jadi, tetapi dituntut pula menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep

tersebut melalui observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran Biologi siswa

dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah

dapat dikembangkan keterampilan sains (keterampilan proses Ilmiah),sehingga

pengalaman belajar yang benar-benar bermakna tentang sains dapat diperoleh

subjek didik.

Keterampilan sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk

menguasai pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan

hidup (life skill), karena dengan keterampilan sains yang dimiliki, siswa secara

mental siap untuk menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.

Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekadar transfer ilmu

dari guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan

materi (objek), dan guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator, dan

supervisor. Itulah perubahan mendasar dalam pola pembelajaran Biologi yang

harus diakomodir dan disikapi secara positif oleh guru Biologi seiring dengan

penerapan KTSP.

Meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir oleh guru,

bukan berarti guru serta merta terbebas dari masalah-masalah yang berhubungan

dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas sepertinya akan

selalu memunculkan permasalahan seiring dengan perkembangan pribadi siswa

dan seiring pula dengan perkembangan sekolah dan tuntutan masyarakat yang

semakin dinamis. Terkait dengan hal tersebut, tugas guru adalah merespon dan

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

24

mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul sepanjang masih dalam

batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya suasana belajar yang

lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran Biologi pada siswa

Kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015, khususnya

terhadap penguasaan materi/Kompetensi Dasar: “Mengidentifikasi lingkungan

abiotikdanbiotik.”

Dalam proses pembelajaran, guru telah berupaya agar semua siswa ikut

berpartisipasi aktif.Pembelajaran dengan mempergunakan beberapa macam media

yang ada di sekolah telah dilakukan, berbagai bentuk penugasan telah pula

diberikan kepada siswa, baik di dalam maupun di luar kelas. Namun dalam

berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas

dan prestasi belajar masih relatif rendah.

Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan

konsultasi dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin

menjadi penyebab timbulnya masalah. Beberapa faktor kemungkinan penyebab

rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa, di antaranya:

1) minat dan motivasi belajar siswa yang belum optimal;

2) penyampaian materi dari guru;

3) pengelolaan kelas; dan

4) kesulitan beradaptasi dan kerjasama di antara siswa.

5) pemilihan metode dan pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh

guru.

Dari berbagai faktor di atas ada sinyalemen, rendahnya aktivitas dan prestasi

belajar siswa lebih mengarah pada faktor ke-5, yaitu pemilihan metode dan

pendekatan pembelajaran yang kurang tepat diterapkan oleh guru pada siswa kelas

XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang untuk mata pelajaran Biologi, khususnya

materi/Kompetensi Dasar: “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan

biotik.” Sebagai upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul, maka dilakukan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Pendekatan

dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian

tindakan ini adalah “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-

Achievement Divisions)” dan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS).

Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan

sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap perbedaan antar-individu, baik

menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi, agama, ras, gender,

budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran

kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

25

teamwork. Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan

interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam

menguasai materi pelajaran demi tercapainya prestasi belajar yang optimal.

Demikian pula halnya dengan pendekatan pembelajaran JAS. Pendekatan

pembelajaran ini telah dikaji dari berbagai aspek yang pada akhirnya dapat

digunakan sebagai pendekatan pembelajaran Biologi yang handal. Pendekatan ini

menekankan pada gaya dalam menyampaikan materi yang eksploratif

memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik. Pendekatan pembelajaran

JAS secara komprehensif memadukan berbagai pendekatan antara lain; eksplorasi

dan investigasi, konstruktivisme, keterampilan proses dengan cooperative

learning. Pendekatan pembelajaran JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran

yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga selain dapat membuka

wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik, pendekatan ini

memungkinkan peserta didik dapat mempelajari berbagai konsep dan cara

mengaitkannya dengan dunia nyata sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna.

Pendekatan pembelajaran JAS adalah salah satu inovasi pendekatan

pembelajaran Biologi maupun untuk kajian ilmu lain yang bercirikan

memanfaatkan lingkungan sekitar dan simulasinya sebagai sumber belajar melalui

kerja ilmiah, serta diikuti pelaksanaan belajar yang berpusat pada siswa. Belajar

adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun pemahaman atau makna. Hal ini

menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran JAS memberi keleluasaan kepada

siswa untuk membangun gagasan yang muncul dan berkembang setelah

pembelajaran berakhir. Di sisi lain dengan pendekatan pembelajaran JAS tampak

secara eksplisit bahwa tanggung jawab belajar berada pada siswa dan guru

mempunyai tanggungjawab menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,

motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Pendekatan

pembelajaran JAS dalam implementasinya menekankan pada pembelajaran yang

menyenangkan. Ini merupakan salah satu komponen dari PAKEM yang

mempunyai kepanjangan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Namun dalam pendekatan pembelajaran JAS, karakter menyenangkan, terekspresi

secara eksklusif dalam istilah bioedutainment (asal kata bio = biology; edu =

education, dan tainment = intertainment), yakni merupakan strategi pembelajaran

Biologi yang menghibur dan menyenangkan melibatkan unsur ilmu atau sain,

proses penemuan ilmu (inqury), keterampilan berkarya, kerjasama, permainan

yang mendidik, kompetisi, tantangan dan sportivitas.Berdasarkan latar pemikiran

yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini diformulasikan dengan judul

“Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi

Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Jelajah Alam

Sekitar (JAS) di Kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang Tahun Peljaran

2014/2015.”

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

26

Pada akhirnya diharapkan, melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan pendekatan JAS tersebut nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya

semangat kebersamaan, saling membantu dan saling memotivasi di antara siswa,

yang pada gilirannya juga dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar

mereka pada mata pelajaran Biologi, khususnya materi/Kompetensi Dasar:

“Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik.”

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK.

Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action

Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk

mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subjek penelitian di kelas

tersebut.

Menurut Sulipan, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan

Karya Tulis Ilmiah Online (http://www.ktiguru.org) berjudul ”Penelitian

Tindakan Kelas (Classroom Action Research)”, pertama kali penelitian tindakan

kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya

dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave

Ebbutt, dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model

penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti

melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun

pengelolaan sumber daya manusia. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu

tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi,

mengembangkan, dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Arikunto (2002:82) menjelaskan, penelitian tindakan adalah penelitian

tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya

langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Sesuai dengan

jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, maka

penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Targart

(dalam Arikunto, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus

berikutnya. Setiap siklus meliputi; planning (rencana), action (tindakan),

observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi).Langkah pada siklus berikutnya

adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa

identifikasi permasalahan.

Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

27

Penjelasan alur diatas adalah:

1. Rancangan/rencana awal. Sebelum mengadakan penelitian, terlebih dahulu

menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di

dalamnya instrument penelitian dan Perangkat pembelajaran atau rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP).

2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini guru menerapkan tindakan yang telah

disusun dan direncanakan sebelumnya, yang tidak lain adalah langkah-langkah

kegiatan pembelajaran terkait dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif

tipe STAD yang telah dipilih dan ditetapkan.

3. Pengamatan atau observasi. Tahap ini pelaksanaannya bersamaan dengan

tahap sebelumnya, yakni pelaksanaan tindakan. Jika pelaksana tindakan (guru)

sekaligus bertindak sebagai pengamat (dalam penelitian tindakan individual, di

mana guru bertindak sekaligus sebagai peneliti tanpa kolaborasi dengan pihak

lain), maka instrumen pengamatan sebaiknya telah disiapkan secara terstruktur

dan sistematis.

4. Refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan dan memikirkan

kembali tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum dilakukan,

keberhasilan dan kekurangannya, hambatan-hambatan yang dihadapi selama

melakukan tindakan, dan lain sebagainya. Apabila guru pelaksana tindakan juga

berstatus sebagai pengamat (peneliti), maka refleksi dilakukan terhadap diri

sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan

”dialog” dengan dirinya sendiri untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan

Permasalahan Perencanaan

Tindakan - I

Pelaskanaan

Tindakan - I

Refleksi - I

Perencanaan

Tindakan - II

Refleksi - II

Pengamatan/

Pengumpulan DataI

Pelaksanaan

Tindakan - II

Pengamatan/

Pengumpulan DataII

Permasalahan

Baru, Hasil

Refleksi

Bila Permasalahan

Belum Terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

Siklus Berikutnya

Rancangan Penelitian Model Kemmis dan Targat

(Sumber: Nana Sudjana, 2009:21)

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

28

memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rencana, atau untuk menemukan hal-

hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan ”self

evaluation”, introspeksi, otokritik, dan sebagainya yang sudah barang tentu

diharapkan bisa bersikap objektif. Untuk menjaga objektivitas yang diharapkan

seringkali diperlukan hasil refleksi itu divalidasi atau minimal dikonsultasikan

dengan teman sejawat, ketua jurusan, kepala sekolah, atau pihak lain yang

kompeten dalam bidang itu. Jadi pada intinya, kegiatan refleksi adalah kegiatan

evaluasi tindakan, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi

tindak lanjut dalam perencanaan siklus penelitian berikutnya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya

berlangsung dua kali pertemuan atau tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45

menit). Setiap siklus penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu

perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalam

setiap siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar dan prestasi

belajar siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal

ini adalah melalui format observasi dan lembar soal tes yang telah disiapkan oleh

guru.

Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus

setelah diolah diperoleh hasil aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan rata-

rata dari 61,67 (70,08%) pada siklus I menjadi 78,83 (89,58%) pada siklus II,

yang berarti mengalami peningkatan sebesar 17,16 (19,50%).

Demikian pula halnya dengan prestasi belajar dan atau ketuntasan belajar

siswa dari siklus I ke siklus II cenderung mengalami peningkatan yang sangat

signifikan. Dari 10 siswa (45,45%) yang tidak tuntas pada siklus I menurun

menjadi hanya 1 siswa (4,55%) yang tidak tuntas dan memerlukan remidi pada

akhir siklus II. Sementara itu jumlah siswa yang tuntas tetapi tidak perlu

pengayaan juga meningkat, dari 6 siswa (27,27%) pada siklus I menjadi 9 siswa

(40,91%) pada siklus II. Berikutnya adalah siswa yang “tuntas dengan predikat

memuaskan” dan “sangat memuaskan”, masing-masing sebanyak 2 (9,09 %) dan

4 (18,18%) pada siklus I dan meningkat pada akhir siklus II, yaitu masing-masing

menjadi 9 (40,91%) dan 3 (13,64%). Baik yang tuntas memuaskan maupun yang

tuntas sangat memuaskan, keduanya adalah termasuk kategori siswa yang perlu

mendapat program pengayaan. Jumlah siswa dalam kategori yang terakhir itu

secara kumulatif pada akhir siklus II adalah sebanyak 12 siswa (54,54%).

2. Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 3 dan 4 tersebut

dengan jelas diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

29

pengamatan mengalami peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS,

melalui tindakan guru yang berupa pembentukan kelompok belajar secara acak

terstruktur ditambah dengan label nama pada baju siswa untuk memudahkan

observasi dan memberikan penilaian sepertinya cukup ampuh untuk menggugah

motivasi dan gairah belajar siswa. Siswa seolah menjadi sangat terkesan dengan

penciptaan suasana belajar, terlebih setelah mereka diajak secara langsung

melakukan pengamatan dan memberikan perlakuan terhadap lingkungan yang

menjadi sasaran dalam pembelajaran yakni komponen lingkungan abiotik dan

biotik di lingkungan sekolah, melalui pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS).

Antusiame mereka juga meningkat, dikarenakan dalam proses penilaian yang

sangat beda ketimbang sebelumnya yang kali ini kelihatan lebih serius dan resmi

dari guru. Kiranya itu yang membuat mereka untuk dapat tampil sebaik mungkin

dalam rangka mendapat penilaian yang terbaik dari guru selama proses

pembelajaran.

Model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran

mengidentifikasi lingkungan komponen abiotik dan biotik, diakui cukup

mendorong para siswa untuk berlomba dan terpacu meningkatkan aktivitas belajar

mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan agak sungkan urun pendapat berubah

menjadi proaktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru

maupun dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula

pemalas, pelamun dan kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan

bersemangat belajar; dari yang semula kelihatan peragu dan penakut berubah

menjadi penuh percaya diri dalam kegiatan tanya jawab; dari yang semula

kelihatan tak peduli dan egois berubah menjadi penuh antusias dan mau berbagi

dengan teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana

tersajikan pada tabel 3 di atas, di mana aktivitas belajar siswa dalam segala aspek

pengamatan dari 70,08% pada siklus I meningkat menjadi 89,58% pada akhir

siklus II, yang berarti naik sebesar 19,50%.

Berdasarkan kriteria penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan,

prosentase aktivitas belajar sebesar 89,58% itu tergolong tinggi sekali. Demikian

pula angka prosentase kenaikan sebesar 19,50% tersebut jelas jauh melampaui

kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian hipotesis yang

telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%.

Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang

dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian ini bisa diterima kebenarannya

secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi,

khususnya pada materi/Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi komponen

lingkunganabiotikdan biotik” terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 PetangTahunPelajaran 2014/2015.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

30

Memang harus diakui, bahwa dengan model pembelajaran kooperatif seperti

yang diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi

“kesannya” agak ramai dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara

tepukan meriah dan gelak tawa riang dari para siswa untuk memberikan

“applause” dan support atau karena munculnya spontanitas perilaku jenaka dari

teman sekelas ketika berdiskusi ataupun saat mengerjakan tugas-tugas kelompok

dan tanya jawab.. Meskipun begitu suasana kelas tetap kondusif bagi proses

pembelajaran, dan bahkan siswa sepertinya merasakan adanya suasana belajar

yang menyenangkan (joyful learning atau learning is fun).

Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data prestasi belajar siswa

mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Semula pada siklus I hanya 12

siswa (6 + 2 + 4) atau sebesar 54,54% yang tuntas belajar, pada siklus II

meningkat cukup tajam menjadi 21 siswa (9 + 9 + 3) atau sebesar 95,45. Jadi

untuk kategori ini terjadi peningkatan sebesar 40,91%. Sementara itu untuk

kategori penilaian hasil yang lain, yakni kategori siswa yang tidak tuntas, dari

semula pada siklus I sebanyak 10 siswa (45,45%) yang tidak tuntas pada siklus II

berkurang drastis menjadi hanya 1 siswa (4,55%) yang tidak, yang berarti

berkurang sebesar 40,91%.

Angka prosentase kenaikan, baik bagi yang tuntas maupun prosentase

pengurangan bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II masing-masing

40,91%. Jika dihubungkan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan

sebelumnya untuk pengujian hipotesis, yakni kenaikan 10%, maka hal itu tentu

cukup membanggakan. Terlebih lagi bila dilihat dari segi kriteria keberhasilan

secara klasikal yang telah ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh siswa dalam

kelas harus mencapai ketuntasan belajar. Sementara dari penilaian hasil di akhir

siklus II ini hanya menyisakan 4,55% yang tidak tuntas, itu sama artinya 95,45%

siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil analisis tersebut dapat

dipahami lebih jauh bahwa tindakan guru menerapkan pembelajaran kooperatif

tipe STAD dengan pendekatan JAS telah berhasil mencapai tujuannya.

Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) yang dirumuskan

dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan

meyakinkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

pendekatan JAS pada pembelajaran Biologi, khususnya pada materi atau

Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik”

terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas XII

AHP2SMK Negeri 1 PetangTahunPelajaran 2014/2015.

Simpulan

Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini

merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan, sebagai

berikut:

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

31

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS

padamata pelajaran Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar

“Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik” terbukti telah

berhasil meningkatkan sebesar19,50% (dari semula70,08% pada siklus I

menjadi 89,58% pada akhir siklus II) aktivitas belajar siswa Kelas XII

AHP2SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. 2.Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan

JAS pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi

Dasar “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik” terbukti

juga telah berhasil menurunkan sebesar 40,90% (dari semula 45,45% yang

tidak tuntas pada siklus I menjadi 4,55% yang tidak tuntas pada akhir siklus II)

atau berhasil meningkatkan sebesar 40,92% (dari semula; 27,27 + 9,09 + 18,18

= 54,54%) menjadi (40,91 + 40,91 + 13,64 = 95,46 %) prestasi belajar atau

ketuntasan belajar siswa Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 Petang Tahun

Pelajaran 2014/2015.

Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi telah

berhasil mencapai tujuan yang diinginkan yakni dapat meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa.

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad

21, Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Madya., Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action

Research). Bandung: Alfabeta

Marianti, A.,Kartijono, N.E. 2005. JelajahAlamSekitar (JAS). Dipresentasikan

pada Semiar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum dan Desain

Inovasi Pembelajaran Jurusan Biologi FMIPA UNNES dalam rangka

pelaksanaan PHK A2. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA UNNES.

Marianti, A. 2006.Jelajah Alam Sekitar (JAS) Suatu Pendekatan dalam

Pembelajaran Biologi dan Implementasinya. Bunga Rampai Pendekatan

Pembelajaran Jelajah Alam Sekitar (JAS) Upaya membelajarkan Biologi

Sebagaimana Seharusnya Belajar Biologi.Semarang: Jurusan Biolgi

FMIPA UNNES.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan

Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Pemerintah RI. 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Cemerlang.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

32

---------. 2006. UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung:

Citra Umbara.

Ridlo, S. 2005. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS). Dipresentasikan pada

Semiar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum dan Desain Inovasi

Pembelajaran Jurusan Biologi FMIPA UNNES dalam rangka

pelaksanaan PHK A2. Semarang: Biologi FMIPA UNNES. Rusman.2011. Model-model Pembelajaran :Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudjana, Nana.1989. Penilaian Hasil Proses BelajarMengajar. Bandung: PT

Remaja.

Sulipan.Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online: Penelitian Tindakan Kelas

(Classroom Action Research: http://www.ktiguru.org/)

Surakhmad, Winarno. 1980. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung:

Jemmars.

Curriculum Vitae:

N a m a : I Wayan Sucipta

N I P : 19620617 200604 1 008

Pengalaman Masa Kerja : 22 tahun 03 bulan

Tempat dan Tanggal Lahir : Selat, 17 Juni 1962

Alamat : Br. Selat Anyar, Desa Selat, Kec.

Abiansemal, Kab. Badung.

Instansi Tempat Tugas : SMK Negeri 1 Petang

Alamat : Jln. Raya Pucak Mangu, Pelaga, Pelaga,

Petang, Badung

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

33

KEPENGAWASAN PENDIDIKAN KEJURUAN

DALAM PERSPEKTIF BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN

STRATEGIC

Oleh

I Nyoman Rana

Korwas Pendidikan Pemkab. Badung

Abstract

There is an emerging new paradigm. It is a vocational education decentralization

in the organization cultural perspective and strategic management in an

educational system of national, regional, local, school and class. Therefore, there

is a broad concept, from theoretical to practical, which can be used for fixing the

misunderstanding of the management implementation. With it, we are expected to

be the pioneer for doing an improvement in school management image.

Afterwards, a dynamic process of creating a culture and management is highly

demanded. This is the primary core of a leadership which can make one realize

that a leadership and a culture is 2 side of the same coin. On one side, cultural

norms explain how an organization select the leader to be promoted and who

would be followed by the others. On the other side, it can be explained that the

most important thing for a leader is create and manage a culture. Therefore, it is

required a unique talent from a leader for understanding and working with culture.

It can be a final action from a leader to change the culture when it appears to not

perfectly functioning.

Keywords: educational supervision, vocational, culture, organization, strategic

management.

Abstrak

Paradigma baru desentralisasi pendidikan kejuruan dalam perspektif budaya

organisasi dan manajemen strategic pada sistem pendidikan nasional, regional,

lokal, sekolah dan kelas. Dengan demikian kita mempunyai konsep yang luas,

baik secara teoritis maupun praktis, sekaligus dapat memperbaiki kesalahpahaman

terhadap pelaksanaan manajemen selama ini, dan selanjutnya kita diharapkan

menjadi pelopor perbaikan citra manajemen di sekolah. Kemudian, sangat

diperlukan proses dinamis dalam pembentukan kebudayaan dan manajemen.

Hal ini akan merupakan inti sari dari kepemimpinan dalam membuat

seseorang menyadari bahwa kepemimpinan/kepengawasan dan budaya

(kebudayaan) merupakan dua sisi yang berada pada koin yang sama. Di satu

sisi, norma-norma budaya menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan

menjelaskan kepemimpinan siapa yang akan dipromosikan, siapa yang akan

mendapat perhatian dari pengikutnya. Di sisi lain, dapat dijelaskan bahwa

satu-satunya hal yang terpenting dilakukan oleh pimpinan adalah membuat

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

34

dan mengatur budaya. Oleh karena itu, diperlukan bakat unik dari seorang

pemimpin adalah kemampuannya untuk memahami dan bekerja dengan

budaya Hal itu akan merupakan sebuah tindakan terakhir kepemimpinan

untuk merubah budaya ketika budaya itu terlihat sebagai fungsi yang tidak

sempurna.

Kata kunci: kepengawasan pendidikan, kejuruan, budaya, organisasi,

manajemen, strategic.

A. Pendahuluan

Globalisasi mendorong Megatrend peradaban baru serta skills toward

2020, memberikan corak ragam terhadap perubahan sosial politik dan tatanan

budaya di Indonesia akhirnya menuntut perubahan, pada paradigma pendidikan

nasional yang semula sentralistik menjadi desentralistik, yaitu peran pemerintah

(governmental role) menjadi peran masyarakat (community role).

Paradigama baru dalam dunia pendidikan akan berimplikasi pula dalam

manajemen strategic pendidikan yang mengetengahkan peran masyarakatnya

(community role) yang kita kenal dengan desentralisasi pada manajemen

pendidikan yang operasionalnya di sekolah. Paradigma ini, yang disemangati oleh

UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan

pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan

pendidikan, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU

Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, PP

Nomer 25 Tahun 2000 tentang pelimpahan kewenangan pemerintah dan propinsi

sebagai daerah otonomi, yang memberikan kewenangan kepada daerah otonomi

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, PP. Nomor 17 Tahun 2007 tentang pengelolaan dan

penyelenggaraan pendidikan, PP. Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian

urusan pemerintahan anatara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan daerah

kabupaten/kota, PP. Nomor 50 tahun 2007 tentang pengelolaan pendidikan oleh

pemerintah daerah.

Pentingnya budaya organisasi dan manajemen strategic dalam sistem

pendidikan secara umum, nasional, regional, lokal, sekolah dan kelas. Dengan

demikian kita mempunyai konsep yang luas, baik secara teoritis maupun praktis,

sekaligus dapat memperbaiki kesalahpahaman terhadap pelaksana manajemen

selama ini, dan selanjutnya kita diharapkan menjadi pelopor perbaikan citra

manajemen di sekolah. Bagian ini akan membahas tentang:

1. Apa unsur-unsur budaya tersebut?

2. Apa unsur-unsur budaya organisasi?

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

35

3. Bagaimanakah gambaran dari sebuah budaya organisasi?

4. Apa yang dimaksud dengan manajemen strategic?

5. Apa yang dipergunakan menganalisis penerapan Budaya organisasi

dan manajemen strategic dalam pendidikan kejuruan?

B. PEMBAHASAN

Pengertian Budaya

Kroeber dan Kluchon tahun 1952 menemukan 164 definisi Budaya.

Para ahli antropologi dan sosial dan banyak ahli lainnya telah banyak

mempersoalkan apa sebenarnya arti dari budaya dunia (global cultur). Karena

ini adalah suatu istilah yang cukup abstrak, sehingga sangat sulit untuk

didefinisikan, dan mungkin akan berbeda bagi orang yang berbeda pula.

Sesuai dengan tujuan kita, maka budaya disini didefinisikan sebagai suatu

keyakinan-keyakinan yang dipelajari (the learned beliefs), nilai-nilai, norma-

norma, simbol-simbol, dan tradisi yang secara umum dijumpai pada

sekelompok orang. Hal ini merupakan suatu kualitas yang tersebar pada suatu

kelompok orang yang membuat mereka unik/khas.

Budaya itu selalu bersifat dinamis dan disebarkan kepada orang lain.

Singkatnya, budaya adalah merupakan cara hidup orang (way of life),

kebiasaan-kebiasaan (customs), dan script dari suatu kelompok orang

(Gudykunst & Ting-Toomey, 1988).

Kuntjaraningrat (dalam Husaini Usman, 2010:183) menyatakan

bahwa budaya berasal dari bahasa Sansekerta, budayah, sebagai bentuk jamak

budhi, yang artinya budi atau akal. Dalam bahasa Inggrisnya, budaya sama

dengan culture. Culture berasal dari bahasa Latin, colere yang artinya segala

daya dan upaya manusia untuk mengubah alam.

Kemudian, Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi

mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut :

Edward. Burnett Culture or civilization, take in its wide technografhic

sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals,

law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a

member of society. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas

meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adat

istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat

sebagai anggota masyarakat. Vijay Sathe, Culture is the set of important

assumption (opten unstated) that members of a community share in

common.

Budaya merupakan seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama

anggota masyarakat. Edgar H. Schein menyatakan bahwa budaya adalah

suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

36

kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi

eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan

oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai

cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan

masalah-masalah tersebut.

Berdasarkan pandangan dari para pakar maka budaya dapat kita

pahami yang terkait dengan kandungan yang harus ada pada budaya itu

sendiri, diantaranya; (1) ilmu pengetahuan‟ (2) kepercayaan, (3) seni, (4)

moral, (5) hukum, (6) adat istiadat, (7) perilaku/kebiasaan (norma)

masyarakat, (8) asumsi dasar, (9) sistem nilai, (10) pembelajaran/pewarisan,

dan (11) Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal

Kemudian Organisasi menurut J.R.Schermerhon (dalam Pabundu Tika

2006:3) mendefinisikan Organization is a collection of people working

together in a division of labor to achieve a common purpose, yang dapat

dimaknai organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk

mencapai tujuan bersama. Di lain, pihak C.J. Bernard mengatakan bahwa

organisasi adalah kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem aktivitas-

aktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara

sadar.

Dalam Philip Selznick mengatakan organisasi adalah pengaturan

personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan

melalui alokasi fungsi dan tanggungjawab. Oleh karena itu, berdasarkan

definisi di atas hal yang tercakup dalam organisasi adalah sebagai berikut; (1)

kumpulan dua orang atau lebih, (2) kerjasama, (3) tujuan bersama, (4) sistem

organisasi kegiatan, (5) pembagian tugas dan tanggungjawab personil.

Setelah kita mengetahui pengertian budaya dan organisasi di atas,

selanjutnya kita dapat mendalami unsur-unsur pertalian yang ada dalam

budaya organisasi, berdasarkan pendapat para ahli Peter F.Ducker, Phithi

Amunuai, Edgar Schein dalam Pabundu Tika 2006:5 mensintesiskan sebagai

berikut:

3. Asumsi dasar

Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai

pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk

berperilaku.

4. Keyakinan yang dianut

Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan

dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung

nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar,

tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip

menjelaskan usaha.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

37

5. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya

organisasi

Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin

organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau

perusahaan tersebut.

6. Pedoman mengatasi masalah

Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering

muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi

internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar

dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.

7. Berbagi nilai (sharing of value)

Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling

diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.

8. Pewarisan (Learning process)

Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu

diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai

pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan

tersebut.

9. Penyesuain (adaptasi)

Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma

yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi

organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan.

Keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi, apakah perusahaan,

lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun organisasi sosial lainnya, akan

selalu dikaitkan dengan managemen strategic yang dilakukan oleh

pemimpin dari organisasi itu. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan

unsur kunci dalam menentukan efektivitas maupun tingkat produktivitas

suatu organisasi.

Konsep budaya memperlihatkan keterkaitan dengan kepemimpinan.

Budaya/Kebudayaan merupakan sebuah fenomena dinamis yang berada di

sekitar kita dari waktu ke waktu, yang berperan secara terus menerus dan

membentuk interaksi dengan yang lainnya sehingga terbentuk sikap

kepemimpinan dan susunan yang membimbing dan membatasi tingkah laku.

Ketika seseorang membawa budaya pada tingkatan organisasi dan

mungkin juga membawanya ke dalam kelompok-kelompok di dalam

organisasi tersebut, seseorang akan dapat melihat dengan jelas bagaimana

kebudayaan itu terbentuk, melekat, berkembang, dan pada akhirnya

menggerakkan. Pada saat yang sama, bagaimana kebudayaan juga

membatasi, menstabilkan, dan memberikan susunan dan arti kepada anggota

kelompok. Proses dinamis pembentukan kebudayaan dan manajemen ini

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

38

adalah inti sari kepemimpinan dan membuat seseorang menyadari bahwa

kepemimpinan dan budaya (kebudayaan) merupakan dua sisi yang berada

pada koin yang sama.

Di satu sisi, norma-norma budaya menjelaskan bagaimana sebuah

organisasi akan menjelaskan kepemimpinan siapa yang akan dipromosikan,

siapa yang akan mendapat perhatian dari pengikutnya. Di sisi lain, dapat

dijelaskan bahwa satu-satunya hal yang terpenting dilakukan oleh pimpinan

adalah membuat dan mengatur budaya. Oleh karena itu, diperlukan bakat unik

dari seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memahami dan bekerja

dengan budaya, dan itu merupakan sebuah tindakan terakhir kepemimpinan

untuk merubah budaya ketika budaya itu terlihat sebagai fungsi yang tidak

sempurna.

Menurut Robbins (1996 : 294) bahwa manfaat/fungsi Budaya Organisasi

budaya organisasi sebagai berikut:

1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan

yang lain.

2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih

luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk

dilakukan oleh karyawan.

5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang

memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Sehubungan dengan manfaat/fungsi tersebut di atas, Robbins

(1996:289) memaparkan bahwa ada 7 ciri-ciri budaya organisasi sebagai

berikut:

1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung

untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan

menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.

3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil

bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai

hasil tersebut.

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen

memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar

tim-tim, ketimbang individu-individu.

6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

39

7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya

organisasi yang sudah baik.

Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini,

akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran

ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para

anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di

dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).

Sistem pendidikan Indonesia selama ini cenderung terlihat lebih

berorientasi dan terfokus pada input pendidikan dan prosesnya. Input

pendidikan seperti sarana dan prasarana dan kurikulum beserta prosesnya

memang sangat penting bagi keberhasilan seseorang dalam belajar, tetapi

hal ini saja tidak cukup. Karena itu untuk memperbaiki keadaan di atas,

sistem pendidikan di Indonesia sudah harus mulai lebih difokuskan pada

pengendalian kualitas/mutu lulusannya berbasis manajemen strategic.

Mutu terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen ini

saling terkait dan bekerja secara bersama-sama dalam sebuah sistem, yang

dikenal dengan sistem pendidikan. Komponen-komponen itu terdiri dari

input, proses dan output, serta outcome yang bermutu.

Penjaminan mutu adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai

bagian atau unsur dari sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau

layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan yang

direncanakan/dijanjikan. Dalam penjaminan mutu terkandung proses

penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara

konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh

kepuasan.

Agar sasaran mutu dapat tercapai maka perlu dikelola dengan

menggunakan manajemen strategic. Manajemen strategic dapat dilakukan

melalui pelaksanaan fungsi manajemen melalui model PDCRA (Plan-Do-

Check-Review-Action) secara maju berkelanjutan.

Di lain pihak, dapat memanfaatkan manajemen Strategic.

Manajemen strategic merupakan seni dan ilmu dalam penyusunan,

penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional

yang dapat memungkinkan suatu lembaga mencapai sasarannya.

Manajemen strategic adalah proses penetapan tujuan organisasi,

pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran

tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan

dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.

Selanjutnya, ruang lingkup dan model manajemen strategic sebagai

bidang ilmu yang menggabungkan kebijakan bisnis dengan lingkungan

dan tekanan strategic, yang meliputi, yaitu: pengamatan lingkungan,

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

40

perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi, serta

pengendalian, yang seterusnya menjadikan karakteristik keputusan

strategi; (1) rare, (2) consequential, (3) directive.

Kemudian manajemen strategic mengkombinasikan aktivitas-

aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai

tujuan organisasi. Demikian hal nya bahwa Managemen strategic adalah

suatu proses untuk selalu menempatkan posisi organisasi pada titik yang

strategic, sehingga di dalam perkembangan selanjutnya organisasi akan

terus memperoleh prospek strategic. Managemen strategic

mengintegrasikan antara perencanaan strategic dengan upaya yang bersifat

selalu meningkatkan kualitas organisasi, efisiensi anggaran, optimalisasi

penggunaan sumber daya orang, evaluasi program, pemantauan dan

penilaian kinerja serta pelaporan kinerja. Membicarakan hubungan antara

organisasi dan lingkungannya dan memberi petunjuk bagaimana

menghadapi serta menanggulangi perubahan sehingga organisasi tetap

mampu mengendalikan arah perjalanan menuju sasaran yang dikehendaki.

Dalam menuju sasaran seyogyanya memandang aspek manajemen

strategic menjadi hal yang sangat penting, yaitu:

1. Perumusan Strategi (Strategy Formulation): mencerminkan adanya

tujuan dan sasaran organisasi untuk menjabarkan misi organisasi.

2. Implementasi Strategi (Strategy Implementation): menggambarkan

operasionalisasi cara mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

3. Evaluasi Strategi (Strategy Evaluation): merupakan aktivitas untuk

mengukur , mengevaluasi dan memberikan umpan balik kinarja

organisasi.

4. Pengintegrasian fungsi-fungsi organisas: manajemen strategic

memberikan arahan menyeluruh untuk lembaga dan terkait erat

dengan bidang perilaku organisasi.

Oleh karena itu, pendekatan strategic terhadap manajemen

memerlukan arahan dan tujuan yang eksplisit. Hal ini, dapat dimaknai

bahwa manajemen pendidikan kejuruan menjadikan sangat penting

mengenai visi dan misi seperti yang digambarkan oleh Foreman dalam

Tony Bush (2010:35) bahwa:

“Kondisi kontemporer menuntut pemimpin untuk memproses visi

masa depan yang lebih jelas bagi dirinya sendiri dan organisasinya,

dan mampu mengkomunikasikan atau mendemonstrasikan dirinya

sebagai figur yang persuasif dan berpendirian..., Tanpa visi, maka

organisasi dan orang-orang didalamnya tidak mempunyai arahan

yang jelas, tidak mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

41

masa depan dan tidak memiliki komitmen. Visi merupakan ciri

khas peran kepemimpinan”

Dalam upaya membentuk visi dalam pendidikan kejuruan,

pemimpin harus menghindari “top down” tang akan memaksa staft

pengambil keputusan untuk menerima gagasannya. Manakala visi telah

terwujud, selanjutnya misi sering digunakan mengekspresikan tujuan

organisasi, bahkan misi harus dapat menjelaskan seluruh tujuan dan

filosofi serta sering dinyatakan lebih spesifik/kalimat pendek. Statemen

misi bagi milton keynes college di Inggris menggabungkan beberapa ciri

utama:

“Poin penting dari perencanaan dan manajemen Strategic adalah

lembaga pendidikan. Misi menegaskan tujuan dan mewujudkan

filosofi serta nilai-nilai pendidikan. Ia merupakan referensi

penting bagi kita dalam membuat keputusan, menentukan

strategi dan kebijakan implementasi, menilai sikap dan

mengevaluasi perilaku. Ia memberi informasi dan bimbingan

menuju arah yang kita tuju” (Limb, 1992:168).

Kesuksesan yang paripurna manajemen strategic

berangkat dari visi, misi dan aksi yang jelas. Hal ini, dalam

menuju arah yang tepat sasaran kita dapat memanfaatkan

analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari strengths,

weaknesses, opportnities and threats (kekuatan, kelemahan,

peluang, ancaman). Analisis SWOT sudah menjadi ala t yang

umum digunakan dalam perencanaan strategic pendidikan,

demikian pula pada pendidikan kejuruan yang kental dengan i su-

isu kontemporernya. Ia tetap merupakan alat yang efektif dalam

menempatkan posisi institusi.

Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan aspek-

aspek penting dari hal-hal tersebut di atas: Kekuatan, kelemahan,

Peluang, dan Ancaman. Tujuan pengujian ini adalah untuk

memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi

ancaman dan membangun peluang.

Aktivitas SWOT dapat diperkuat dengan menjamin

analisa tersebut berfokus pada kebutuhan pelayanan pada

pelanggan dan konteks kompetitif tempat institusi beroperasi. Ini

adalah dua variabel kunci dalam membangun atau

mengembangkan strategi jangka panjang institusi. Strategi ini

harus dikembangkan dengan berbagai metode yang dapat

memungkinkan institusi mampu mempertahankan diri dalam

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

42

menghadapi serta mampu memaksimalkan daya tariknya bagi

para pelanggan. Jika pengujian tersebut dipadukan dengan

pengujian misi dan nilai, maka akan ditemukan sebuah identitas

institusi yang berbeda dari para pesaingnya. Begitu sebuah

identitas yang memiliki merupakan icon spesial akan mampu

dikembangkan dalam sebuah institusi. Oleh karenanya

karakteristik mutu dalam institusi pendidikan kejuruan akan

diperoleh dengan nyata melalui SWOT. Hal ini, akan lebih

mudah diidentifikasi, dianalisis, terprogram, tersistem sehingga

menjadi sesuatu yang didambakan dari peletakan manajemen

strategic, selanjutnya budaya organisasi akan memunculkan

keunikan-keunikan yang menjadi kunci keunggulan.

C. Penutup

1. Budaya itu terdiri dari unsur-unsur, yaitu: (1) ilmu pengetahuan, (2)

kepercayaan, (3) seni, (4) moral, (5) hukum, (6) adat istiadat, (7)

perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, (8) asumsi dasar, (9) sistem nilai,

(10) pembelajaran/pewarisan, dan (11) Masalah adaptasi eksternal dan

integrasi internal

2. Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasi, sebagai berikut:

1) Asumsi dasar

Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai

pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk

berperilaku.

2) Keyakinan yang dianut

Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan

dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung

nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar,

tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip

menjelaskan usaha.

3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya

organisasi

Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin

organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau

perusahaan tersebut.

4) Pedoman mengatasi masalah

Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering

muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi

internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar

dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.

5) Berbagi nilai (sharing of value)

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

43

Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling

diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.

6) Pewarisan (Learning process)

Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu

diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai

pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan

tersebut.

7) Penyesuain (adaptasi)

Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma

yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi

organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan

3. Gambaran manajemen strategic dengan organisasi adalah Managemen

strategic merupakan suatu proses untuk selalu menempatkan posisi

organisasi pada titik yang strategic, sehingga di dalam perkembangan

selanjutnya organisasi akan terus memperoleh prospek strategic.

Managemen strategic mengintegrasikan antara perencanaan strategic

dengan upaya yang bersifat selalu meningkatkan kualitas organisasi,

efisiensi anggaran, optimalisasi penggunaan sumber daya orang, evaluasi

program, pemantauan dan penilaian kinerja serta pelaporan kinerja.

4. Manajemen strategic adalah proses penetapan tujuan organisasi,

pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran

tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan

dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.

5. penerapan Budaya organisasi dan manajemen strategic dalam pendidikan

kejuruan, melalui Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan

aspek-aspek penting dari hal-hal tersebut di atas: Kekuatan,

kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Tujuan pengujian ini adalah

untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan,

mereduksi ancaman dan membangun peluang.

REFERENSI:

Bush, T and Marianne Coleman, (1998) Leadership and Strategic Management

in Education. Sage Publication company, EMDU, University of

Leicester

Edward Sallis (1993) Total Quality Management Education, kogan page limited,

London

http://pascasarjana-stiami.ac.id/26 Mei 2011

Kartono, Kartini, (1994), Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

44

Nawawi, Hadari, (1995), Kepemimpinan yang Efektif, Gajah Mada University

Press, Yogyakarta.

Northouse (2010), Leadership, Teory and Practice, SAGE Publications,

London, New Deli.

Soetopo, H., (2010). Perilaku Organisasi, Teori dan Praktik di Bidang

PendidikanI. PT. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung.

Thoha, Miftah, (1996), Perilaku Organisasi, PT. Raja Erfindo Persada, Jakarta.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

45

METODE OUTBOUND

UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB BELAJAR SISWA

KELAS XI IPA 3 SMA NEGERI 1 BUSUNGBIU

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Kadek Suhardita (IKIP PGRI Bali)

Email: [email protected]

Abstract

The responsibility of the student as a learner is learning well, school projects that

have been given to him, discipline in carrying out school rules. This means that

each student is required to carry out these responsibilities and absolutely without

exception, but in fact many students who feel overwhelmed by their obligations as

learned. Based on observations made directly to class XI IPA 3 SMAN 1

Busungbiu, and after conducting interviews directly with a supervising teacher is

informed that there are some students showed a low learning responsibility. Based

on observations obtained by researchers attempted to approach by conducting

research with the title "the application of the method to increase the responsibility

of outbound students of class XI IPA 3 SMAN 1 Busungbiu 2013/2014 school

year. The goal of this research is to improve student learning responsibility with

outbound methods. Approaches used in this study is action research approach

counseling. Based on the results of evaluations, a quantitative increase occurred

on average 26.49% and an increase of 65.2% in groups with high category, but the

researchers looked still needs to be improved so that developments truly optimal.

Later in the second action cycle, increased responsibility significant student

learning which ranged from 65.2% to 83.8% with a very high category and when

viewed in groups seen an increase of 28.64%. This means that the method can

improve the responsibility outbound student learning.

Key words: Responsibility learning, Method Outbound.

A. Latar belakang masalah

Manusia adalah mahluk yang memiliki akal, perasaan dan kehedak tidak ada

manusia yang sehat akalnya yang bisa melepaskan diri dari rasa tanggung jawab.

Tanggung jawab bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia,

bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Tanggung jawab setiap

orang berbeda-beda sesuai dengan kedudukannya, seperti didalam masyarakat semakin

tinggi kedudukan seseorang semakin tinggi pula tanggung jawabnya. Dalam kegiatan

belajar mengajar (KBM) di sekolah setiap siswa harus menanamkan rasa

tanggungjawab pada diri masing-masing. Tanggungjawab siswa sebagai pelajar

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

46

adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan

kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya setiap siswa

wajib dan mutlak melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali, akan

tetapi kenyataannya banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban

mereka sebagai pelajari. Siswa berangkat ke sekolah tidak lagi untuk tujuan

belajar, akan tetapi dijadikan sebagai ajang untuk ketemu, kumpul dengan teman-

teman, ngobrol dan lain sebagainya. Sementara tugas sejatinya untuk belajar dan

menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok tapi ini realita dan potret siswa

masa kini selalu menginginkan sesuatu tanpa bersusah payah menyerah sebelum

berjuang, kalah sebelum bertanding. Oleh karena itu rasa tanggung jawab

sangatlah penting di dalam mencapai prestasi belajar. Rasa tanggung jawab juga

tidak muncul secara otomatis pada diri seseorang karena itu, penanaman dan

pembinaan tanggung jawab pada anak hendaknya dilakukan sejak dini agar sikap

dan tanggung jawab ini bisa muncul pada diri anak.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada siswa kelas

XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu, dan setelah mengadakan wawancara secara

langsung dengan salah seorang guru BK diperoleh informasi bahwa memang ada

beberapa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran

2013/2014 menunjukkan perilaku yang berbeda jika dibandingkan dengan kelas

lain di sekolah terutama dalam tanggung jawab yang ditandai dengan; 1)

kesadaran, 2) kecintaan/kesukaan, dan 3) keberanian dalam melakukan sesuatu

atau berbuat dan siap menerima resiko yang akan terjadi. Apabila kurangnya

tanggung jawab dalam belajar yang dimiliki oleh siswa dibiarkan begitu saja tanpa

adanya penanganan tertentu dari pihak sekolah maka akan berpengaruh pada hasil

belajar siswa. Selama ini usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah sebatas

pemberian informasi sehingga dikatakan tidak berhasil dengan optimal.

Mengingat akan pentingnya peranan tanggung jawab yang dimiliki oleh

siswa dalam belajar, dan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,

peneliti berupaya melakukan pendekatan dengan mengadakan penelitian dengan

judul “metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa kelas

XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014.

B. Kajian Teoritik

1) Pengertian Out Bond

Kusnadi (2002:24) menjelasakan definisi outbound ditinjau dari fungsinya

sebagai sarana pelatihan/pendidikan, secara garis besar dibagi ke dalam dua

definisi, yaitu :

1) Definisi Psikososial (Psychosocial), Berhubungan dengan fungsi kegiatan

outbound sebagai sarana pembelajaran mengenai hubungan antar manusia

(relationship), pembentukan karakter dan kerja sama team (team

building). Definisi outbound ditinjau dari sudut pandang psikososial

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

47

adalah : Suatau proses pembelajaran yang berlangsung di alam terbuka,

dengan cakupan materi meliputi pendidikan lingkugan hidup seperti

konservasi, pelatihan mengenai petualangan, terapi dan rekreasi di alam

terbuka. Seringkali melibatkan kelompok kecil yang secara aktif berperan

serta dalam kegiatan petualangan untuk mengembangkan kepribadian

mereka di bawah arahan instruktur atau pemimpin group

tersebut.Kelompok-kelompok kecil dalam kegiatan outbound

berpartisipasi dalam aktivitas petualangan di alam terbuka yang

terorganisir dan secara mendasar menjadikan diri mereka sendiri sebagai

sumber daya untuk mengatasi masalah. Tema yang biasa diusung adalah

penekanan terhadap pengalaman yang langsung dirasakan pada saat

melakukan kegiatan outdoor, baik untuk tujuan individu, sosial,

pendidikan, terapi dan lingkungan hidup.

2) Definisi Lingkungan Hidup (Environmental), Erat kaitanya dengan

proses pembelajaran hubungan manusia dan alam sekitar. Metode yang

mengharuskan seseorang dengan segala indera yang dimilikinya,

mengalami proses pembelajaran dengan melakukan (learning by doing)

dan semua itu dilakukan di alam terbuka. Dalam pendidikan outdoor,

penekanan proses belajar adalah hubungan antara manusia dan alam

Kegiatan outbound sendiri bertujuan menumbuhkan dan menciptakan

suasana saling mendorong, mendukung serta memotivasi dalam sebuah

kelompok. Selain mengembangkan kemampuan apresiasi atau kreativitas dan

penghargaan terhadap perbedaan dalam sebuah kelompok juga memberikan

kontribusi memupuk jiwa kepemimpinan, kemandirian, keberanian, percaya

diri, tanggung jawab dan empati yang merupakan nilai dasar yang harus

dimiliki setiap orang. Yang diterjemahkan melalui experiential learning yang

akan memberikan pengalaman langsung kepada peserta pelatihan dengan

simulasi permainan. Peserta langsung merasakan sukses dan gagal dalam

pelaksanaan tugas. Sisi menarik dari metode pembelajaran outbound adalah

permainan sebagai bentuk penyampaiannya. Dalam permainan skill, individu

tidak hanya ditantang berpikir cerdas namun juga memiliki kepekaan sosial.

Dalam outbound peserta akan lebih banyak dituntut mengembangkan

kemampuan ESQ (emotional and spiritual quotient) nya, disamping IQ

(intellegent quotient). Metode outbound training memungkinkan peserta

dalam aktivitasnya melakukan sentuhan-sentuhan fisik dengan latar alam yang

terbuka sehingga diharapkan melahirkan kemampuan dan watak serta visi

kepemimpinan yang mengandung nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, toleransi,

kepekaan yang mendalam, kecerdasan serta rasa kebersamaan dalam

membangun hubungan antar manusia yang serasi dan dinamis. Menurut

Badiatul (2009) dalam As‟adi (2009:26) mendefinisikan outbound sebagai

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

48

kegiatan yang menyenangkan dan penuh tantangan. Bentuk kegiatannya

berupa permainan simulasi kehidupan melalui permainan-permainan (games)

yang kreatif, rekreatif, dan edukatif, baik secara individual maupun kelompok

dengan tujuan untuk pengembangan diri maupun kelompok.

2) Tujuan dan Manfaat Outbound

Pengalaman dalam kegiatan outbound memberikan masukan yang positif

dalam perkembangan kedewasaan seseorang. Pengalaman itu mulai dari

pembentukan kelompok. Kemudian setiap kelompok akan menghadapi bagaimana

cara bekerja sama. Bersama - sama mengambil keputusan dan keberanian untuk

mengambil risiko. Setiap kelompok akan menghadapi tantangan dalam memikul

tanggung jawab yang harus dilalui. Tujuan utama kegiatan pelaksanaan outbound

adalah melatih para peserta untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan

yang ada dengan membentuk sikap professionalisme para peserta yang didasarkan

pada perubahan dan perkembangan karakter, komitmen serta kinerja yang

diharapkan akan semakin lebih baik. Sikap dan perilaku profesionalisme seperti

ini meliputi :

1) Terbentuknya suatu komitmen yang utuh dari setiap peserta melalui

4C, yaitu : (a). peningkatan kompetensi (competency), (b). pembentukan

kosepsi (conception) pemikiran yang komprehensif, (c). terjadinya

hubungan (connection) yang semakin erat diantara para bawahan dan

atasan, serta (d). munculnya keyakinan akan kepercayaan (confidence)

diri akan kemampuan masing-masing pesera yang akan berpengaruh

dalam membangun rasa memiliki dan bukan sekedar menjadi karyawan.

Perubahan ini akan terlihat dari bertumbuh kembangnya rasa tanggung-

jawab dalam melakukan tugas di unit kerjanya masing-masing.

2) Pola perilaku yang berkarakter dalam melakukan tugas-tugas kehidupan,

berdisiplin, bertanggung jawab, berorientasi ke masa depan,

mengutamakan tugas pengabdian, memiliki sikap, etika dan etos kerja

yang tinggi.

3) Meningkatkan semangat kerja dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawab masing-masing, serta meningkatkan keberanian peserta dalam

mengambil setiap resiko (risk taking) dari setiap tantangan yang dihadapi.

4) Team building yang solid yang didasarkan pada saling pengertian, kerja

sama, koordinasi, menghargai perbedaan, sikap mengutamakan tugas

daripada Kepentingan pribadi. Dan meyakini bahwa keberhasilan

merupakan buah dari kerjasama dan kebersamaan.

5) Peningkatan kematangan Emotional Question (EQ) melalui program Olah

Rasa yang menjadi porsi perhatian outbound bahkan perhatiannya kepada

pengembangan Spiritual Quotion (SQ) akan sangat membantu peserta

dalam meningkatkan kematangan kemampuan menghadapi berbagai

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

49

tantangan dan hambatan dalam setiap penyelesaian tugas-tugas yang

dihadapi.

Adapun manfaat dari kegiatan pelatihan outbound secara umum adalah :

1) Manfaat psikologis, yaitu (a) menumbuhkan rasa percaya diri, (b)

meningkatkan pemahaman tentang konsep diri, (c) meningkatkan harga

diri, (d) meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru,

(e) meningkatkan keberanian untuk menguji kemampuan diri, (f)

memberikan sensasi positif saat mencoba hal baru.

2) Manfaat sosiologis yaitu : (a) mengembangkan sikap peduli pada orang

lain, (b) mengembangkan kemampuan komunikasi, (c) mengembangkan

rasa memiliki, (d) mengembangkan kemapuan untuk memberi umpan

balik positif, (e) mengembangkan kemampuan untuk membangun

persahabatan, (f) mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan

diri.

3) Manfaat edukasional yaitu : (a) mengembangkan pengetahuan tentang

pendidikan outdoor, (b) meningkatkan pengetahuan tentang konservasi

alam, (c) meningkatkan kesadaran pentingnya daya dukung lingkungan

dalam kehidupan, (d) meningkatkan tanggungjawab dalam melestarikan

lingkungan, (e) mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan

masalah, (f) mengembangkan penguasaan akademis, (g) meningkatkan

kesadaran dan klarifikasi nilai kehidupan.

4) Manfaat phisikal yaitu : (a) meningkatkan kesegaran jasmani, (b)

mengembangkan ketrampilan organ tubuh, (c) mengembangkan kekuatan

tubuh, (d) melatih kemampuan koordinasi gerak tubuh, (e) memberikan

porsi latihan tambahan, (f) mengembangkan keseimbangan tubuh.

5) Manfaat spiritual yaitu : (a) meningkatkan keinginan selalu berbuat sebaik

mungkin pada diri sendiri maupun orang lain, (b) meningkatakn sikap

berani, tangguh dan pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah

yang ada, (c) selalu mempunyai kesadaran bahwa apapun kesuksesan

yang didapatnya selalu karena atas keterlibatan dan kemurahan Tuhan.

3) Klasifikasi Materi Outbound

Materi yang digunakan dalam teknik outbound ini adalah : Low Impact,

bentuk permainan: (a) Spider Net (Jaring Laba - laba), tujuan: kerjasama team dan

partisipasi terpadu, membuat perencanaan yang matang, efesiensi waktu dan

memacu produktifitas, menumbuhkan tanggung jawab. (b) Instalasi jembatan tali

(High Roof), berjalan di atas jembatan yang terbuat dari tambang ataupun bilahan

bambu, tujuan: melatih keberanian mengambil resik, meningkatkan rasa percaya

diri, melatih kegigihan dalam mencapai tujuan, kemandirian. (c) Truss fall, tujuan:

membangun rasa percaya terhadap rekan kerja dan diri sendiri . (d) Flying Fox,

tujuan: melatih keberanian mengambil resiko, meningkatkan rasa percaya diri. (e)

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

50

Rappeling. (f) Kayak yaitu mendayung sendiri perahu kecil (kayak), tujuannya :

untuk melatih kemandirian, yakin kepada diri sendiri. (g) Panjat dinding yaitu

memanjat dinding ataupun jalinan tambang yang dibentangkan dengan tegak

seperti dinding, tujuannya : melatih keberanian, melatih mental, melatih kekuatan

yang ada pada diri sendiri.

4. Pelaksanaan Outbound

Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan Outbound di lapangan, antaralain;

1) Tahap Experience/Pengalaman: dimana peserta diajak untuk merasakan

pengalaman/kondisi tertentu melalui sebuah simulasi games outbound

yang dipimpin oleh Master Games Outbound.

2) Tahap Processing /Berproses: merupakan tahap untuk berinteraksi dengan

anggota kelompoknya, dalam tahap ini peserta diminta untuk membahas

dan mendiskusikan manfaat/ pemecahan masalah dari tugas-tugas yang

diberikan

3) Tahap Generalizing/ Melebur: merupakan tahap untuk menyimpulkan

hasil dari diskusi kelompok, menyepakati hal-hal yang telah disetujui dan

dimengerti oleh masing-masing anggota.

4) Tahap Implementation/ Implementasi atau penerapan; merupakan tahap

akhir, dimana para peserta Outbound diminta untuk merefleksikan dan

menerapkan pengalaman pembelajaran kelompok yang telah diperolehnya

selama program Outbound kedalam system kerja dan kehidupan mereka

sehari-hari

5. Tanggung Jawab Belajar

Zuriah, (2011:69) menyatakan bahwa "tanggung jawab belajar adalah

sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus di

lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat (kehidupan sosial), dan Negara".

Burhanudin (2000 : 43) berpendapat tentang, pengertian tanggung jawab adalah

"kesanggupan yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk dapat menetapkan

sikap dan berani memikul resiko terhadap suatu perbuatan yang dilakukan".

Sedangkan menurut Mudjijono (2012: 40) menyatakan bahwa, tanggung jawab

belajar adalah sikap yang berkaitan dengan janji atau tuntutan terhadap hak, tugas,

kewajiban sesuai dengan aturan, nilai, norma, adat-istiadat yang dianut warga

masyarakat. Berdasarkan beberapa pengertian tentang tanggung jawab belajar

tersebut di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan tanggung jawab

adalah perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam hidup sehari-hri, karena

tanpa tanggung jawab, maka semuanya akan menjadi kacau, dengan

menumbuhkan perilaku tanggung jawab, seseorang akan dipercaya orang lain,

selalu tepat dalam melaksanakan sesuatu, dan mendapatkan hak dengan

sewajarnya.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

51

6. Wujud Tanggung Jawab Belajar Siswa

Seorang pelajar harusnya memiliki rasa tanggung jawab. Adapun tanggung

jawab pelajar sebagai berikut:

1. Menyelesaikan tugas yang diberikan guru tepat pada waktunya.

2. Berani menanggung resiko dari setiap perkataan, sikap dan perbuatanya.

3. Menghindari sikap buruk, salah sangka, dan lalai.

4. Tidak suka melempar kesalahan kepada orang lain.

5. Mengerjakan tugas berdasarkan hasil karya sendiri.

Apabila siswa telah mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut di atas,

maka siswa akan menjadi siswa yang baik, cerdas, banyak teman, dan

berkepribadian luhur, siswa yang demikian sudah barang tentu akan menjadi

siswa yang berhasil.

7. Aspek-Aspek Tanggung Jawab Belajar

Menurut Burhannudin (2000: 47) menjelaskan tiga aspek tanggung jawab,

antara lain:

1) Kesadaran

Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana mengatahui/mengerti

dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sadar berarti tahu, kenal,

mengerti dapat memperhitungkan inti, guna sampai kepada soal akibat dari

sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang di lakukan. Kesadaran ini

merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan

Tuhan yang lain. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia merupakan bentuk

unik dimana manusia dapat menempatkan diri sebagai manusia sesuai

dengan yang diyakininya sehingga manusia itu dikatakan sebagai mahluk

ciptaan tuhan yang paling sempurna. Dengan kesadaran yang dimiliki,

manusia tersebut akan mampu berfikir sebelum melakukan sesuatu untuk

menghindari terjadinya masalah. Kesadaran ini sangat penting ditumbuh

kembangkan dalam diri manusia, karena manusia tidak akan dapat hidup

dengan baik tanpa memiliki kesadaran. Segala sesuatu yang dilakukan

harus di dahului dengan kesadaran. Manusia yang selalu memanfatkan

kesdarannya akan selalu berucap dengan lembut, bermanfaat, benar apa

adanya, tenang, menenangkan, menyenangkan, berharga, tepat waktu dan

bertujuan. Seseorang baru dapat dimintai tanggung jawab bila sadar

tentang apa yang di perbuatnya.

2) Kecintaan/ Kesukaan

Kecintaan/kesukaan merupakan kegemaran dan kesenangan yang

akan dilakukan oleh seseorang. Kecintaan/kesukaan ini akan menimbulkan

rasa kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban. Apabila dalam diri

seseorang sudah tertanam rasa kecintaan/kesukaannya terhadap suatu

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

52

pekerjaan, maka seseorang tersebut akan rela mengorbankan segalanya

untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kecintaan/kesukaan ini tumbuh

dalam diri seseorang dikarenakan manusia itu memiliki keinginan atau

motivasi untuk mampu mencapai suatu tujuan di dalam hidupnya. Dengan

rasa kecintaan/kesukaan tersebut seseorang akan selalu bertanggung jawab

atas apa yang di perbuat.

3) Keberanian

Berani berbuat berarti bertanggung jawab. Keberanian adalah suatu

sikap untuk berbuat sesuatu dengan tidak terlalu merisaukan

kemungkinan-kemungkinan buruk. Berani disini didorong oleh rasa

keiklasan karena tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap segala

macam rintangan yang timbul kemudian sebagian konsekuensi dari tindak

perbuatan. Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang menuntut

keberanian dari dalam dirinya. Dengan keberanian yang dimiliki seseorang

akan merasa senang dan iklas menjalani sesuatu. Seseorang yang berani

memiliki ciri-ciri patang menyerah, memiliki tekat yang pasti, percaya

diri, konsistensi, optimisme, dan berani menangung segala resiko dari

setiap perbuatan yang dilakukan.

METODOLOGI PENELITIAN

Teknik pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

penelitian tindakan bimbingan konseling (PTBK) karena langkah yang ditempuh

dalam upaya meningkatkan tanggung jawab belajar siswa melalui proses

pembelajaran di dalam kelas. Pelaksanaan penelitian tindakan bimbingan

konseling (PTBK) ini dirancang dalam bentuk siklus dan pada masing-masing

tahapan (siklus) terdiri dari empat kegiatan yaitu : (1) perencanaan kegiatan, (2)

pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi.

HASIL PENELITIAN

Dalam pembahasan sub hasil penelitian ini akan dijelaskan hal-hal sebagai

berikut : (1) hasil tindakan tahap pertama, (2) hasil tindakan tahap kedua.

1. Hasil Tindakan Tahap Pertama

Pada pembahasan hasil tindakan tahap pertama ini akan diuraikan langkah-

langkah sebagai berikut : (1) implementasi tindakan, dan (2) refleksi.

a. Perencanaan

1. Peneliti membuka dengan salam dan doa

2. Peneliti menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilakukan

3. Menjelaskan waktu dalam kegiatan yang dilakukan

4. Memberikan rambu-rambu tentang permainan yang akan dilakukan dalam

outbound.

5. Perkenalan dan pengakraban masing-masing kelompok.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

53

6. Memilih ketua kelompok.

7. Memberi kesempatan peserta ountbound untuk bertukar cerita dengan

peserta lainnya.

b. Pelaksanaan Tindakan

Dalam tahap pelaksanaan tindakan ini, tindakan yang akan dilakukan

adalah:

1. Permainan mulai dilaksanakan.

2. Pada saat permainan dilakukan peneliti mengobservasi, apakah ada peserta

yang tidak kompok/bertindak sesuai kehendaknya.

3. Peneliti mencari penyebab hal diatas dengan melakukan diskusi

kelompok.

4. Setelah diskusi, peneliti melakukan refleksi.

5. Peneliti menyampaikan kapan dilaksanakan bimbingan selanjutnya.

Kegiatan ini diulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan yaitu dua

minggu dengan dua kali kegiatan dalam satu minggu, sehingga di dalam satu

siklus ini terjadi tindakan selama empat kali termasuk dengan evaluasi. Hasil

tindakan siklus I (pertama) didapatkan sutau hasil sebagai berikut.

c. Refleksi

Berdasarkan hasil yang dicapai oleh siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1

Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 setelah tindakan tahap pertama, ternyata

masih belum menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi

rata-rata 26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan

kategori cukup, karena hasil yang diperoleh belum maksimal sehingg peneliti

memandang masih perlu ditingkatkan agar perkembangan yang terjadi benar-

benar optimal. Selanjutnya diadakan suatu peninjauan terhadap proses tindakan

Tabel 4.1

Peningkatan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1

Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Setelah Siklus Tindakan I

No Subjek

Skor

Sebelum

Tindakan

Skor

Setelah

Tindakan I

Pening

katan

(%)

Keberh

asilan

(%)

Kategori

1

2

3

4

5

Ni Wayan MS

I KadekY.H

I Komang S.P

Ni Gusti A.T R

Ni Wayan D

45

55

55

50

54

62

64

67

69

64

37,77

16,36

21,81

38

18,51

62%

64%

67%

69%

64%

Cukup

Cukup

Cukup

Cukup

Cukup

Jumlah 259 326 326

Rata-rata 51,58 65,2

26,49 65,2% Cukup

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

54

yang telah dilakukan dengan mencari kelemahan-kelemahan pada tindakan siklus

pertama.

Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut di atas, maka maka peneliti

merancang kembali bentuk outbond baru yang merupakan perbaikan dari siklus I,

yaitu dengan melakukan kembali pada siklus II. Setelah semua dirancang dengan

baik, termasuk pembuatan satuan layanan yang baru dan lengkap selanjutnya

diulangi mengadakan suatu action (tindakan) siklus II.

2. Hasil Tindakan Tahap Kedua

Kemajuan seperti apa yang disebutkan di atas, secara kuantitatif dapat dilihat

pada hasil evaluasi tindakan (action) tahap kedua dan data yang didapatkan dapat

dilihat dalam tabel 4.2 di bawah.

Berdasarkan hasil tindakan siklus II yang terlihat dalam tabel di atas

tampak jelas peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA

Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 yang berkisar antara 65,2 %

sampai dengan 83,8% dengan kategori tinggi dan jika dilihat secara berkelompok

terlihat mengalami peningkatan sebesar 28,64%.

Peningkatan tanggung jawab belajar siswa yang terjadi pada siklus II

dapat dilihat pada grafik 4.1 di bawah.

Grafik 4.1

Peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1

Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Setelah Siklus I dan II

Tabel 4.2

Peningkatan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1

Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Sebelum Tindakan, Setelah Siklus I dan II

N

o Subjek

Skor

Setelah

Tindakan

I

Skor

Setelah

Tindakan

II

Pening

katan

(%)

Kebe

rhasil

an

(%)

Kategori

1

2

3

4

5

Ni Wayan MS

I KadekY.H

I Komang S.P

Ni Gusti A.T R

Ni Wayan D

62

64

67

69

64

81

79

83

86

90

30,64

23,43

23,88

24,63

40,62

81%

79%

83%

86%

90%

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Jumlah 326 419 143,2 419

Rata-rata 65,2

83,8 28,64 83,8 Tinggi

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

55

PEMBAHASAN

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan selama dua tahap tindakan (action)

tersebut, ternyata terjadi peningkatan terhadap tanggung jawab belajar siswa

Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 baik

setelah tindakan siklus pertama maupun setelah tindakan siklus kedua.

Peningkatan ini terjadi akibat dari pelaksanaan bimbingan yang dilaksanakan tepat

sasaran dan juga akibat dari potensi yang dimiliki oleh para siswa, terutama kasus

cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pelaksanaan tindakan, di mana

baru dua siklus diberikan bimbingan sudah mampu mengatasi rendahnya

kemampuan berkomunikasi para siswa.

1. Ni Wayan M.S hasil awal diperoleh skor sebesar 45 atau 45% dengan kategori

rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar

33,77% dengan jumah skor 62, peningkatan signifikan terjadi setelah

diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 30,64 menjadi 81% dengan

kategori tinggi.

2. I Kadek Y.H hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori

rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar

16,36% dengan jumah skor 64, peningkatan signifikan terjadi setelah

diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 23,43 skor yang diperoleh

sebanyak 79 dengan 79% dengan kategori tinggi.

3. I Komang S.P hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori

rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar

21,81% dengan jumah skor 67, peningkatan signifikan terjadi setelah

diberikan tindakan pada siklus II yaitu 23,88 skor yang diperoleh sebesar 83

dengan 83% dengan kategori tinggi.

4. Ni Gusti A.T.R hasil awal diperoleh skor sebesar 50 atau 50% dengan

kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

56

sebesar 38 % dengan jumah skor 69, peningkatan signifikan terjadi setelah

diberikan tindakan pada siklus II yaitu 24,63 skor yang diperoleh sebesar 86

dengan 86% dengan kategori sangat tinggi.

5. Ni Wayan D hasil awal diperoleh skor sebesar 54 atau 54% dengan kategori

rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar

18,51 % dengan jumah skor 64, peningkatan signifikan terjadi setelah

diberikan tindakan pada siklus II yaitu 40,62skor yang diperoleh sebesar 90

dengan 90% dengan kategori sangat tinggi.

Berdasarkan penjelasan di atas jika dilihat secara berkelompok dapat

diuraikan sebagai berikut :

1). Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus pertama ternyata masih belum

menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi rata-rata

26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan

kategori tinggi, namun peneliti memandang masih perlu ditingkatkan agar

perkembangan yang terjadi benar-benar optimal.

2). Pada siklus tindakan kedua, tanggung jawab belajar siswa mengalami

peningkatan yang cukup signifikan berkisar antara 65,2 % sampai dengan

83,8% dengan kategori tinggi dan jika dilihat secara berkelompok terlihat

mengalami peningkatan sebesar 28,64%.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil-hasil penelitian

dapat ditarik suatu simpulan :

1) Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilaksanakan, secara kuantitatif

terjadi peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri

1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 baik secara individual maupun secara

berkelompok.

2) Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus pertama ternyata masih belum

menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi rata-rata

26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan

kategori tinggi, namun peneliti memandang masih perlu ditingkatkan agar

perkembangan yang terjadi benar-benar optimal. Selanjutnya pada siklus

tindakan kedua, peningkatan tanggung jawab belajar siswa cukup signifikan

yang berkisar antara 65,2 % sampai dengan 83,8% dengan kategori sangat

tinggi dan jika dilihat secara berkelompok terlihat mengalami peningkatan

sebesar 28,64%.

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diajukan beberapa saran tindak :

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

57

1. Bagi sekolah agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman

dalam menyusun program bimbingan dengan menyelipkan sedikit permainan

dalam rangka meningkatkan tanggung jawab belajar siswa

2. Bagi guru (khususnya guru BK) agar senantiasa menggunakan jenis

bimbingan yang beraneka/bervariasi, dan salah satu alternatif guru dapat

menerapkan metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar

siswa

3. Bagi siswa diharapkan untuk selalu lebih bertanggung jawab dalam segala hal,

terlebh dalam belajar sebagai bentuk kewajiban sekolah.

REFERENSI

Ancok. (2002). Outbound Manajemen Training. Yogyakarta: Uli Press

As‟adi,Muhammad.2009. The Power Of Outbound Training. Jogjakarta:Power

Books (IHDINA).

Burhanuddin, Salam H. 2000. Etika Individual. Jakarta: Rineka Cipta

Dimas. 2011. Pengertian Outbound. Tersedia di :

http://sekolahalamjogja.wordpress.com/promo, diunduh tanggal 6 maret

2012

Juntika Achmad, 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Kusnadi (2002:24) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang

dilakukan untuk tujuan rekreasi. Surabaya, Refika Aditama Muhamad Surya. 2010. Psikologi Konseling. Bandung:

Maestro.

Mudjijono. 2012. Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial. Singaraja: Jurusan

Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidika Universitas Pendidikan

Ganesha

Natawidjaja Rochman, 1987. Pendekatan-pendekatan dalam Penyluhan

Kelompok I. Bandung: Diponegoro

Natawidjaja Rochman. (1997). Penelitian Tindakan. Himpunan tulisan. Bandung:

IKIP

Nurul, Zuriah. 2011. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Persefektif Perubahan.

Jakarta: Bumi Aksara

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (dasar dan profil),

Ghalia Indonesia.

________, 2005. Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok: Universitas

Negeri Padang.

Rusmana Nandang, 2009, Bimbingan Dan Konseling Kelompok di Sekolah

(Metode, Teknik dan Aplikasi), Rizqi. Bandung

Romlah, Tatiek. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas

Negeri Malang.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

58

Sudiasa. 1997. Laporan Penelitian Peningkatan Konsep Diri Akademik. Singaraja

: STKIP Singaraja

Suharsimi Arikunto. 1992. Penelitian TindakanKelas. Jakarta

: Bumi Aksara.

Suherman. 2008. Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan PPB

UPI

Tohirin. 2010. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja.

Grafindo Persada.

----------. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Wardani. dkk. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :

Universitas Terbuka

Winkel W.S. dan M.M. Sri Hastuti. (2004). Bimbingan dan Konseling di Instritusi

Pendidikan. Media Abadi : Yogyakarta.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

59

EFEKTIVITAS KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIORAL

THERAPY UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR

MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING IKIP PGRI BALI

TAHUN AKADEMIK 2014/2015

Oleh

I Gede Tresna

PRODI BK FIP IKIP PGRI BALI

Abstract

The research was conducted at the Student Guidance and Counseling in the

academic year 2014/2015. The purpose of this research is to increase the

independence of learning using Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling.

This study uses a model of action research guidance and counseling with a

number of subjects 5 students as research samples. Measuring instruments used

in this study is the questionnaire. Based on the results of data analysis showed

that the results of the first cycle of action has increased, but still including the

medium category, so it needs to be fixed in the next cycle to be more increased.

Results of the second cycle showed that a significant increase in self-sufficiency

seen from the observation that showed high and very high category. It can be

concluded that the counseling Rational Emotive Behavioral Therapy Can Improve

Student Learning Independence.

Keywords: Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling

I. Latar Belakang Masalah

Kemandirian berarti hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa

bergantung pada orang lain”. Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua

faktor yang menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen

terhadap kelompok. Oleh sebab itu, individu yang mandiri adalah yang berani

mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari

tindakannya. Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang

diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan proses

menuju kesempurnaan. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat

yang menyelaraskan dan mengoordinasikan seluruh aspek kepribadian.

Menurut Yasin Setiyawan (dalam Martinis Yamin. 2012 : 114)

kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri

dimana dapat dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang dan dapat

dinilai. Berangkat dari definisi tersebut di atas, maka dapatlah diambil pengertian

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

60

kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri yang tumbuh

dan berkembang karena disiplin dan komitmen. sehingga dapat menentukan diri

sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai.

Menurut Hendra Surya ( 2003 : 114 ), Belajar mandiri adalah proses

menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk

menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau

pengaruh asing di luar dirinya. Belajar mandiri lebih mengarah kepada

pembentukan kemandirian dalam cara-caranya belajar. kemandirian belajar pada

setiap peserta didik akan nampak jika telah menunjukkan perubahan dalam

belajar. Peserta didik belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang

dibebankan padanya secara mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.

Peserta didik sebagai individu yang melaksanakan proses pembelajaran di sekolah

dituntut untuk berperilaku yang baik walaupun terdapat banyak perbedaan dengan

individu lainnya.

Berdasarkan hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa mahasiswa yang

kemandirian belajarnya tidak maksimal. Mahasiswa merasa bebas dan lepas

ketika jam pelajaran kosong, terlambat mengumpulkan tugas dengan alasan tidak

mendapatkan informasi, ketergantungan anggota kelompok saat membuat tugas

dan enggan untuk belajar apabila tidak ada ujian semester. Melihat kenyataan

tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mahassiwa

supaya lebih mandiri dalam kegiatan belajar dan pengerjaan tugas akademik

perkuliahan. Salah satu cara yang digunakan untuk mengubah rendahnya

kemandirian belajar pada mahasiswa adalah melalui Konseling Rational Emotive

Behavioral Therapy (REBT).

Komalasari (2011 :201) mengatakan bahwa pendekatan Rational Emotive

Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan Behavioral kognitif yang

menekankan pada kerterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran.

Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki

tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya di dapat melalui belajar

sosial. Disamping itu, individu juga memiliki kapasitas belajar kembali untuk

berpikir rasional.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti melakukan suatu penelitian

mengenai Penerapan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)

untuk Meningkatkan Kemandirian belajar Mahasiswa IKIP PGRI Bali Tahun

Akademik 2014/2015.

II. Rumusan Masalah

Adapun rumusan penelitian ini adalah Apakah Penerapan Konseling Rational

Emotive Behavioral Therapy (REBT) dapat meningkatkan Kemandirian Belajar

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014 /

2015?

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

61

III. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan ini adalah

Untuk meningkatkan Kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014 / 2015 melalui penerapan Konseling

Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT).

IV. Landasan Teori

A. Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)

1. Pengertian Konseling REBT

Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan

Behavioral kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah

laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavioral Therapy (REBT) di

kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar

pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk

berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping

itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir

rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-

pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional. (Komalasari. 2011 : 201)

Menurut Albert Ellis (dalam Komalasari. 2011 : 207) manusia pada

dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan

irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,

bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu

menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh

evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan

psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak

logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir

penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Perkembangan

kepribadian dimulai dari bahwasanya manusia tercipta dengan (a) dorongan yang

kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri. (b) Kemampuan untuk self-

destruktive, hedonis buta dan menolak aktualisasi diri.

Menurut Gerald Corey (2007) dalam bukunya “Teori dan Praktek

Konseling dan Psikoterapi” terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan

masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa

lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang dengan

dimensi-dimensi perasaan.

Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling

di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling yang menekankan

kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan dan

berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam dalam cara

berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan perilaku.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

62

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa terapi

rasional emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir

klien yang tidak logis, tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang logis

dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan keyakinan-keyakinan

irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas

keyakina-keyakinan yang irasional.

2. Tujuan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)

Tujuan utama konseling dengan pendekatan Rational Emotive Behavioral

Therapy (REBT) adalah membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup

dengan lebih rasional dan lebih produktif. Ellis dan Benard (1986:213)

mendeskripsikan beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendeketan

Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT). Sub tujuan ini dapat membantu

individu mencapai nilai untuk hidup (to survive) dan untuk menikmati hidup (to

enjoy). Tujuan tersebut adalah : memiliki minat diri (self interest),memiliki minat

sosial (social interest),Memiliki pengarahan diri (self direction), toleransi

(tolerance), fleksibel (flexibility), memiliki penerimaan (acceptance), dapat

menerima ketidakpastian (acceptance of uncertainty), dapat menerima diri sendiri

(self acceptance), dapat mengambil resiko ( risk taking), memiliki harapan yang

realistis (realistic expectation), memiliki tolerance terhadap frustasi yang tinggi

(high frustration tolerance), dan memiliki tanggung jawab pribadi (self

responsibility)

3. Langkah Konseling Rational Emotif Behavioral Therapy

Adapun langkah-langkah konseling Behavioral dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Langkah pertama

Menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan

dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien

mengembangkan nilai-nilai sikapnya yang menunjukkan secara kognitif

bahwa klien telah memasukkan banyak keharusan, sebaiknya dan semestinya

klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dan

keyakinan irasional, agar klien mencapai kesadaran.

b. Langkah kedua

Membawa klien ketahapan kesadaran dengan menunjukan bahwa dia

sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosionalnya untuk tetap

aktif dengan terus menerus berfikir secara tidak logis dan dengan mengulang-

ulang dengan kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan mengabadikan

masa kanak-kanak, terapi tidak cukup hanya menunjukkan pada klien bahwa

klien memiliki proses-proses yang tidak logis.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

63

c. Langkah ketiga

Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan

gagasan-gagasan irasional. Maksudnya adalah agar klien dapat berubah

fikiran yang jelek atau negatif dan tidak masuk akal menjadi yang masuk

akal.

d. Langkah keempat

Adalah menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupanya

yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional. Maksudnya adalah

mencoba menolak fikiran-fikiran yang tidak logis untuk masuk dalam dirinya.

4. Teknik – teknik Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy

Rational Emotive Behavioral Therapy menggunakan berbagi teknik yang

bersifat kognitif, afektif, Behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Kognitif.

Teknik Kognitif Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara

berpikir klien. Adapun tahap teknik kognitif adalah sebagai berikut.

1) Tahap Pengajaran

Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara

serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan

bagaimana ketidaklogikaan berpikir itu secara langsung menimbulkan

gangguan emosi kepada klien tersebut.

2) Tahap Persuasif

Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan

yang ia kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba

meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap

oleh klien itu adalah tidak benar.

3) Tahap Konfrontasi

Konselor mengubah ketidaklogikaan berpikir klien dan membawa

klien kearah berpikir yang lebih logika.

4) Tahap Pemberian Tugas

Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan

tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul

dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari

pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya

berpikir.

B. Kemandirian Belajar

1. Pengertian Kemandirian Belajar

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri sendiri”.

Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada

orang lain, peserta didik dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

64

dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun bernegara. Menurut Stephen

Brookfield (dalam Martinis Yamin. 2012:115) mengemukakan bahwa

kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh diri sendiri,

kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya. Prayitno (1995:54)

mengungkapkan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang terdapat pada

seseorang yang timbul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri, bukan karena

pengaruh orang lain. Kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk

mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain.

Desi Susilawati, (Dalam Subliyanto, 2011) mendiskripsikan kemandirian

belajar sebagai berikut: a) Peserta didik berusaha untuk meningkatkan tanggung

jawab dalam mengambil keputusan, b) Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat

yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran, c) Kemandirian bukan

berarti memisahkan diri dari orang lain, d) Pembelajaran mandiri dapat

mentransfer hasil belajarnya yang berupapengetahuan dan keterampilan dalam

berbagai situasi, e) Peserta didik yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai

sumber daya dan aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan dan

kegiatan korespondensi, f) Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih

dimungkinkan seperti berdialog dengan peserta didik, mencari sumber,

mengevaluasi hasil dan mengembangkan berpikir kritis, g) Beberapa institusi

pendidikan menemukan cara untuk mengembangkan belajar mandiri melalui

program pembelajaran terbuka.

Berdasarkan pengertian diaras dapat disimpulkan bahwa kemandirian

belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang

lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan

masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila peserta didik aktif

mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya

merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan peserta

didik juga mau aktif dalam proses pembelajaran.

2. Aspek-aspek Kemandirian Belajar

Anton Sukarno (1989:64) menyebutkan bahwa anak yang mempunyai

kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya yang mandiri dimana

kegiatan belajarnya dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Adapun ciri-ciri mandiri

tersebut adalah sebagai berikut : “(a) percaya diri adalah Suatu keadaan yang

yakin pada kemampuan diri sendiri sehingga dalam beraktifitas tidak tergantung

pada orang lain. (b) disiplin, artinya seseorang dapat menggunakan waktu yang

dimilikinya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. (c) inisiatif, yaitu

kemampuan mengembangkan ide-ide atau cara-cara baru dalam memecahkan

masalah dan menemukan idea tau cara baru dalam menemukan peluang dan (d)

tanggung jawab, Suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

65

itu merupakan hak maupun kewajiban ataupun pelaksanaan dan sebagai

kewajiban untuk melakukan sesuuatu atau perilaku menurut cara tertentu.

V. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan dan konseling

(PTBK), yaitu suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan,

yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, tanggung jawab, dan pencapaian

makna dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugasnya,

memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu,

serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut

dilakukan (Ridwan, 2012:29).

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang menggunakan jenis penelitian tindakan Bimbingan

Konseling (PTBK). Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik dalam

mengatasi masalah belajar yang dihadapinya, dan secara tidak langsung hal

tersebut akan berdampak terhadap prestasi belajar peserta didik. Adapun ilustrasi

rancangan penelitian, akan disajikan dalam bentuk gambar seperti berikut.

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Tindakan (Wardani, 2007).

VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan siklus I sampai dengan siklus II,

maka dapat dikemukakan bahwa setiap tindakan dapat berjalan dengan baik sesuai

dengan rencana. Kekurangan yang terdapat pada siklus I telah diperbaiki pada

pelaksanaan tindakan siklus II dengan peningkatan hasil yang signifikan. Ini bisa

dilihat dalam tabel berikut.

Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy

(REBT)

Kemandirian Belajar

Siswa Rendah

Kemandirian Belajar

siswa Meningkat

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

66

Tabel 5.1

Skor kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali

Tahun Akademik 2014/2015 sebelum tindakan, setelah tindakan siklus I dan

setelah tindakan siklus II

No

Sub

jek

KEMANDIRIAN BELAJAR PERSENTASE

PENINGKATAN

Sebelu

m

Tinda

kan

Prosen

tasi

(%)

Kateg

ori

Siklus

I

Prosen

tase

(%)

Kateg

ori

Siklus

II

Prosen

tase

(%)

Kategori

Siklus 1

(%)

Siklus 2

(%)

1 37 37 Rendah 45 45 Sedang 88 88 Tinggi 21,62 95,55

2 38 38 Rendah 47 47 Sedang 85 85 Tinggi 23,68 80,85

3 33 33 Rendah 50 50 Sedang 92 92 Sangat

Tinggi 51,51 84

4 39 39 Rendah 53 53 Sedang 94 94 Sangat

Tinggi 35,89 77,35

5 35 35 Rendah 45 45 Sedang 79 79 Tinggi 28,57 75,55

Berdasarkan tabel di atas, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Eka Y, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar

37 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah

diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa

meningkat menjadi 45 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam

tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan

tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian

belajar sebesar 88 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar

tinggi.

2. Erna, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar

38 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah

diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa

meningkat menjadi 47 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam

tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan

tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian

belajar sebesar 85 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar

tinggi.

3. Winarti, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian

belajar 33 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah,

setelah diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah

bisa meningkat menjadi 50 % tetapi belum optimal karena masih berada

dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah

diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor

kemandirian belajar sebesar 96 %, ini berada dalam tingkat kategori

kemandirian belajar sangat tinggi.

4. Bram, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar

39 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

67

diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa

meningkat menjadi 53 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam

tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan

tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian

belajar sebesar 94 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar

sangat tinggi.

5. Juli, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar

35 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah

diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa

meningkat menjadi 45 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam

tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan

tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian

belajar sebesar 79 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar

tinggi.

Kemandirian belajar kelima Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP

PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 dari kondisi awal, setelah tindakan siklus

I dan setelah tindakan siklus II dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut.

Grafik 5.1

Peningkatan kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP

PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 sebelum tindakan, setelah tindakan siklus

I

dan setelah tindakan siklus II

37 45

88

38

47

85

33

50

92

39

53

94

35

45

79

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

68

VII. Simpulan

Penelitian tindakan ini dilakukan pada Mahasiswa Bimbingan dan

Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 yang dijadikan sebagai

subjek penelitian untuk mengetahui kemandirian belajar mahasiswa. Peneliti

menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kelima mahasiswa yang

mengalami kemandirian belajar rendah diberikan layanan konseling Rational

Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan teknik kognitif.

Hasil konseling yang dilakukan pada siklus I dari lima orang peserta didik

yang diberikan tindakan memang terjadi peningkatan kemandirian belajarnya,

namun kelima orang peserta didik tersebut belum bisa meningkatkan kemandirian

belajarnya secara optimal, ini bisa dilihat dari kategori peningkatan kemandirian

belajar yang didapatkan oleh kelima peserta didik tersebut masih dalam kategori

sedang. Hasil konseling yang dilakukan pada siklus II kelima peserta didik yang

diberikan tindakan menunjukkan peningkatan kemandirian belajar secara

signifikan. Jadi konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan

teknik kognitif dapat meningkatkan kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan

dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015.

DAFTAR PUSTAKA

Benard, Ellis. 1986. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.

Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Jakarta :

Refika Aditama.

Komalasari, Gantina dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT.Indeks.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil).

Jakarta : Ghalia Indonesia.

Ridwan. 2012. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Bandung :

Alfabeta

Subliyanto. 2011. Kemandirian Belajar. (online). Tersedia di

http://Subliyanto.blogspot.com/2011/05/kemandirian-belajar.html. Diakses

tanggal 11 Januari 2014

Sukarno Anton. 1989. Ciri-ciri Kemandirian Belajar. Jakarta : Kencana Prenada

Media.

Surya Hendra. 2003. Kemandirian Belajar. Yogyakarta : Araska

Yamin, Martinis. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan

Pendidikan. Jambi : Refrensi.

Zuhairini, dkk. 2002. Dasar Pemrograman WEB Dinamis Menggunakan PHP.

Andi, Yogyakarta.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

69

PENGARUH AKUNTANSI KONSERVATISMA TERHADAP RETURN

SAHAM

Oleh:

Putu Diah Asrida

Dosen Pendidikan Ekonomi – FPIPS IKIP PGRI Bali

ABSTRACT

Company stock as an invetsment commodity classified as high risk with high

profit level as well, because the nature of the commodity is very sensitive to

change that occur. Investors in investing goal is to maximize return, without

forgetting the investment risk factor that must be faced. Return is one of the

factors that motivates investors to invest and also a reward for the courage of

investors to bear risks on its investments. The risks that wants to be reduced or

suppressed by investors, suggest that investors are adapting principles of

conservatism. This study is intended to determine how are the influences of

accounting conservatism to return stock companies listed on the Jakarta Stock

Excange. Based analysis shows that there is no significant relationship between

accounting conservatism and stock returns in companies listed on the Jakarta

Stock Excange.

Keywords: company’s return and accounting konservatism

A. Latar Belakang Masalah

Pasar Modal merupakan suatu wadah yang dapat digunakan untuk

menghimpun pengerahan dana jangka panjang, khususnya obligasi dan saham

dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Mekanismenya

adalah menyediakan dana-dana jangka menengah dan jangka panjang bagi

investor dunia usaha, pemerintah dan perorangan (Anoraga, 2003:8). Pasar modal

juga memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return)

bagi pemilik dana sesuai karakteristik investasi yang dipilih, yaitu investor dapat

menginvestasikan dananya baik dalam bentuk obligasi, saham, atau instrumen

pasar modal lainnya.

Nilai dari saham dapat merupakan indikator yang tepat untuk mengukur

tingkat prestasi dan efektivitas perusahaan. Pertimbangan yang digunakan oleh

investor adalah berdasarkan informasi keuangan berupa kondisi keuangan

perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan seperti neraca, laporan laba-

rugi, arus kas dan catatan atas laporan keuangan serta informasi non keuangan

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

70

seperti inflasi, deflasi, kebijakan pemerintah maupun keadaan politik. Tingginya

harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek menunjukkan adanya

permintaan yang bertambah terhadap saham tersebut. Bertambahnya permintaan

akan saham suatu perusahaan menggambarkan bahwa posisi perusahaan cukup

kuat dengan prospek jangka panjang yang baik, namun sebaliknya harga saham

akan semakin menurun bila permintaan akan saham tersebut turun.

Saham perusahaan sebagai komoditi investasi tergolong berisiko tinggi

dengan tingkat keuntungan yang tinggi pula, karena sifat komoditinya sangat peka

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik perubahan di luar negeri maupun

di dalam negeri. Perubahan tersebut dapat berdampak positif dan dapat pula

berdampak negatif, sehingga risiko dari suatu investasi juga perlu

dipertimbangkan oleh investor disamping return yang diperoleh. Tujuan investor

dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor risiko

investasi yang harus dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang

memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian

investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Sumber-sumber

return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dalam bentuk saham

ditunjukkan oleh besarnya dividen yang diperoleh dan capital gain (loss)

merupakan kenaikan (penurunan) harga surat berharga.

Perbedaan antara return aktual dengan return yang diharapkan dapat diartikan

sebagai risiko investasi. Risiko maupun return, bagaikan dua sisi mata uang yang

selalu berdampingan. Artinya, dalam berinvestasi, disamping return yang

diharapkan investor juga harus memikirkan atau memperhatikan risiko yang

harus ditanggung. Oleh karena itu, investor harus pandai-pandai mencari alternatif

investasi yang menawarkan tingkat return diharapkan yang paling tinggi dengan

tingkat risiko tertentu, atau investasi yang menawarkan return tertentu pada

tingkat risiko rendah (Tandelilin, 2001:47)

Risiko yang ingin diperkecil atau ditekan oleh investor, mengisyratkan bahwa

investor tersebut mengadaptasi prinsip konservatisma. Prinsip Konservatisma

merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi dalam artian bahwa prinsip

tersebut bertindak sebagai batasan untuk penyajian data akuntansi yang relevan

dan andal, yang menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik

akuntansi yang dapat diterima, maka alternatifnya adalah memilih yang paling

kecil dampaknya terhadap modal pemegang saham (Belkaoui, 2006:288). Prinsip

ini menyiratkan bahwa para akuntan harus melaporkan nilai yang terendah dari

beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan serta nilai yang

tertinggi dari beberapa nilai yang mungkin untuk utang dan beban. Oleh karena

itu, beban yang belum terjadi akan diakui sedini mungkin dan mengakui

pendapatan selambat mungkin. Pengakuan pendapatan baru akan dicatat pada saat

pendapatan tersebut terbukti nyata bahwa perusahaan memang berhak karena

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

71

telah mendapat dan berusaha untuk itu serta dapat mengukurnya dengan baik dan

obyektif.

Masalah konservatisma merupakan masalah penting bagi investor, dan

menurut Wolk (2000), Givolly dan Hayn (2002) terdapat indikasi kecenderungan

peningkatan konservatisma secara global, dan sampai saat ini masih terjadi

pertentangan mengenai manfaat konservatisma dalam laporan keuangan, yaitu:

sebagian peneliti berpendapat bahwa laba yang dihasilkan dari metoda yang

konservatif kurang berkualitas, tidak relevan, dan tidak bermanfaat, sedangkan

sebagian lainnya berpendapat sebaliknya. Peneliti yang memiliki pandangan

kedua menganggap bahwa laba konservatif, yang disusun menggunakan prinsip

akuntansi yang konservatif mencerminkan laba minimal yang dapat diperoleh oleh

perusahaan sehingga laba yang disusun dengan metoda yang konservatif tidak

merupakan laba yang dibesar-besarkan nilainya dan dapat dianggap sebagai laba

yang berkualitas (Dewi, 2003:507). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Watts (2003) dalam Sari (2004:1045), konservatisma berperan penting dalam

menyajikan laba dan aktiva yang konservatif. Pernyataan ini juga didukung oleh

penelitian yang dilakukan Mayangsari dan Wilopo (2002) yang menyatakan

bahwa semakin konservatif metoda akuntansi yang diterapkan maka akan semakin

kecil manajemen laba. Dengan demikian, laba yang konservatif akan membatasi

pembayaran dividen yang terlalu tinggi (Rahayu, 2005:4). Pembatasan

pembayaran dividen yang terlalu tinggi kepada para investor, akan memberikan

reaksi , baik yang bersifat positif maupun negatif.

Teori sinyal dividen, menyatakan bahwa pengumuman dividen mengandung

informasi mengenai laba saat ini dan masa depan, apabila pengumuman dividen

tersebut meningkat (menurun) berarti manajer mempunyai keyakinan bahwa laba

akan mengalami peningkatan (penurunan). Selain itu pembayaran dividen

merupakan good news yang nantinya direspon positif oleh pasar (Pradnyawati,

2004:3). Penelitian ini didasari teori sinyal dividen bahwa emiten tidak akan

memberikan sinyal yang negatif yang akan merugikan dirinya sendiri. Emiten

akan memberikan sinyal yang positif dengan harapan untuk memaksimalkan

utilitasnya. Terhadap berbagai bentuk pembayaran dividen (Van Horne, 1988),

banyak orang merasa bahwa stabilitas dividen berpengaruh positif terhadap harga

pasar perusahaan. Dividen stabil mungkin cenderung memecahkan masalah

ketidakpastian yang melekat dalam pikiran investor (Ahmad, 2004:192), karena

pembayaran dividen yang diumumkan oleh perusahaan merupakan sinyal yang

baik berkaitan dengan prospek perusahaan di masa mendatang, secara otomatis

pasar akan memberikan respon yang positif, yaitu semakin banyaknya permintaan

pasar terhadap saham yang dijual perusahaan.

Dari penjelasan diatas, perlu dilakukan pengujian kembali sebagai dukungan

terhadap teori-teori dan penelitian-penelitian tentang akuntansi konservatisma

sebelumnya, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

72

adalah ” Bagaimanakah pengaruh akuntansi konservatisma terhadap return saham

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta?”

B. Tinjauan Teoritis

Penelitian yang dilakukan oleh Watts (2003) dalam Sari (2004 : 1045),

konservatisma berperan penting dalam menyajikan laba dan aktiva yang

konservatif. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

Mayangsari dan Wilopo (2002) yang menyatakan bahwa semakin konservatif

metoda akuntansi yang diterapkan maka akan semakin kecil manajemen laba.

Dengan demikian, laba yang konservatif akan membatasi pembayaran dividen

yang terlalu tinggi (Rahayu, 2005:4). Pembatasan pembayaran dividen yang

terlalu tinggi kepada para investor, akan memberikan reaksi, baik yang bersifat

positif maupun negatif. Teori sinyal dividen, dikembangkan pertama kali oleh

Bhattacharya (1979), kemudian dilanjutkan oleh John dan Willian (1985), serta

Miller dan Rock (1985) yang menyatakan bahwa pengumuman dividen

mengandung informasi mengenai laba saat ini dan masa depan. Apabila

pengumuman dividen tersebut meningkat (menurun) berarti manajer mempunyai

keyakinan bahwa laba akan mengalami peningkatan (penurunan).

Penelitian ini didasari oleh teori sinyal dividen bahwa emiten tidak akan

memberikan sinyal yang negatif yang akan merugikan dirinya sendiri. Emiten

akan memberikan sinyal yang positif dengan harapan untuk memaksimalkan

utilitasnya. Terhadap berbagai bentuk pembayaran dividen (Van Horne;1988),

banyak orang merasa bahwa stabilitas dividen berpengaruh positif terhadap harga

pasar perusahaan. Dividen stabil mungkin cenderung memecahkan masalah

ketidakpastian yang melekat dalam pikiran investor (Ahmad, 2004:192), karena

pembayaran dividen yang diumumkan oleh perusahaan merupakan sinyal yang

baik atau good news berkaitan dengan prospek perusahaan di masa mendatang,

secara otomatis pasar akan memberikan respon yang positif, yaitu semakin

banyaknya permintaan pasar terhadap saham yang dijual perusahaan, walaupun

nantinya dividen yang dibagikan tersebut mempunyai nilai nominal yang kecil

akibat dari prinsip konservatif yang diadopsi oleh perusahaan, karena yang akan

menarik minat investor untuk menanamkan sahamnya adalah prinsip perusahaan

dalam menghadapi dan menyingkapi faktor risiko, yaitu perusahaan akan

meminimalkan risiko yang akan terjadi, selain itu investor juga melihat dampak

keuntungan yang dapat diberikan oleh perusahaan yang konservatif tersebut,

dengan menghasilkan laba yang berkualitas, bukan laba yang dibesar-besarkan

oleh manajemen perusahaan, dimana memberikan efek yang maksimal bagi

pengguna laporan keuangan, karena laba yang dicantumkan adalah laba minimal

yang dapat diperoleh perusahaan (laba yang nilainya lebih kecil dibandingkan

dengan akuntansi yang optimis/liberal) dan sebagian besar keuntungan perusahaan

akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Dalam jangka waktu panjang,

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

73

investor diharapkan akan mendapatkan keuntungan atau pendapatan dalam bentuk

kenaikan harga saham.

C. Metoda Penelitian

Obyek dalam penelitan ini adalah perusahaan manufaktur yang go public di

Bursa Efek Jakarta yang yang membagikan dividen minimal dua tahun. Variabel

dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu variabel independen

(akuntansi konservatisma) dan dependen (return saham). Variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut:

1) Akuntansi konservatif

Dalam Dewi (2003 : 507) Konservatisma adalah reaksi yang hati-hati

(prudent reaction) menghadapi ketidakpastian yang melekat dalam

perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan resiko

yang terdapat dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan.

Perhitungan akuntansi konservatisma dengan rumus:

CONACCit = Niit - CFOit........................................................................(1)

Keterangan notasi :

CONACCit = Tingkat konservatisma

Niit = Net Income sebelum extraordinary item ditambah

depresiasi dan akumulasi

CFOit = Cash flow dari kegiatan operasional

Hasil perhitungan CONACCit di atas dikalikan dengan -1 kemudian

dibagi dengan total asset (sebagai deflator) sehingga semakin besar

konservatisma ditunjukkan dengan semakin besarnya CONACCit.

Perhitungan ini diadopsi dari Givoly dan Hyan (2000) dalam Sari (2004).

2) Return saham

Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk

berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor untuk

menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.

perhitungan return saham individual dapat dirumuskan sebagai berikut:

1

1

t

ttt

P

DPPRi ……………………………….....……......................(2)

Keterangan notasi :

Ri = Return saham individual

Pt = Harga saham pada periode t

Pt-1 = Harga saham pada periode t-1

Dt = Besarnya dividen per lembar saham periode t

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

74

Metoda penentuan sampel yang digunakan adalah non probability sampling.

Menurut Sugiyono (2004 : 73) non probability sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi

setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Bagian teknik

non probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sebelum model regresi linier

sederhana digunakan untuk menguji hipotesis, maka terlebih dahulu akan

dilakukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi yaitu asumsi klasik yang

meliputi :Uji autokolerasi, Uji Heteroskedastisitas, Uji Normalitas.

Analisis Korelasi adalah ukuran keeratan hubungan antara kedua peubah tersebut.

Karena itu ukuran ini harus mencangkup terhadap kedua peubah itu. Sugiyono

(2004 : 183).Rumus korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

r =

2222.

iiii

iiii

YYnXXn

YXYXn..................................................(3)

Keterangan notasi:

n : Jumlah data

r : Koefisien korelasi

Xi: Akuntansi konservatif

Yi: Return saham

Teknik analisis ini dipergunakan untuk mengetahui ketergantungan satu variable

bebas. Adapun model regresi linear sederhana dengan menggunakan persamaan

berikut :

Yi = + Xi + i.............................................4)

Keterangan notasi :

= Konstanta atau titik perpotongan dengan sumbu Y, bila X=0

= Slope atau garis arah regresi yang menyatakan perubahan nilai Y

akibat perubahan 1 Unit X

Yi = Return saham Akuntansi

Xi = Akuntansi Konservatisma

i = Variabel/nilai pengganggu

Dari model regresi linear sederhana di atas, untuk menguji hipotesis maka

dilakukan dengan : Uji signifikan Parsial ( t-test).

D. Hasil Penelitian

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

75

Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberi informasi

tentang karakteristik variabel penelitian, antara lain nilai mean untuk akuntansi

konservatif (CONACC) adalah 0,112592593 dan mean untuk return saham adalah

0,076666667. Deviasi standar untuk variabel bebas lebih dari 50 persen dari

mean, hal ini menunjukkan bahwa adanya variasi yang besar atau adanya

kesenjangan yang besar antara nilai terbesar dan terkecil. Sebelum model regresi

linear sederhana digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis, maka terlebih

dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik yang meliputi autokorelasi yaitu nilai

DW lebih besar dari batas atas (du) 1,32 dan kurang dari 4 – 1,32 (4-du), maka

dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokrelasi positif maupun negatif atau

dengan kata lain tidak ada autokorelasi pada model regresi. Heteroskedastisitas,

dimana nilai signifikan variabel CONNAC diatas 0,05 hal ini berarti data bebas

dari heteroskedastisitas. Dan normalitas, dilihat nilai Kolmogorov-Smirnov

sebesar 0,844676733 dan tidak signifikan pada 0,05 (karena p=0,473442197 >

dari 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Hasil

analisis korelasi yaitu terdapat korelasi antar variabel-variabel yang diteliti.

Ditunjukkan bahwa nilai r-nya berkisar antara 0,20-0,399 yaitu sebesar 0,2859

dimana hal ini menyatakan bahwa terdapat tingkat hubungan yang rendah. Hasil

analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh akuntansi

konservatif terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Jakarta. Model regresi linear sederhana digunakan menguji hipotesis dengan

indikasi R Square 8,2 persen yang berarti model dengan 1 variabel bebas dengan

sig 0,148 menunjukkan akuntansi konservatif belum mampu menjelaskan

pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu return saham perusahaan sebesar 8,2

persen dan sisanya 91,8 persen dijelaskan oleh variabel lain. Dapat dibuat suatu

persamaan model regresi sederhana sebagai berikut:

Yi= 0,06073 + 0,142Xi + i ………………..(4.1)

Keterangan notasi:

Y = Return Saham Perusahaan

Xi = Akuntansi Konservatif

i = Variabel/nilai pengganggu

Untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa akuntansi konservatif

berpengaruh signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Jakarta, maka dilakukan uji terhadap koefisien regresi

(uji t). Dari hasil uji t menunjukkan besarnya t hitung = 1,492 < t tabel = 2,06 dan

tingkat signifikansi sebesar 0,148 yang lebih besar dari α = 0,05, maka H0 gagal

untuk ditolak, ini berarti bahwa akuntansi konservatif tidak berpengaruh

signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Jakarta.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

76

Gagalnya menolak Ho disebabkan oleh return saham perusahaan tidak

dipengaruhi penerapan akuntansi konservatif oleh suatu perusahaan, namun

banyak hal lain yang lebih berpengaruh yaitu:

1. Dipengaruhi oleh kondisi sistem perekonomian makro, seperti yang kita

ketahui ada dua faktor yang mempengaruhi investor menginvestasikan

sahamnya yaitu faktor eksternal dan internal, dimana faktor eksternal

terbagi menjadi tiga yaitu keamanan, stabilitas ekonomi, dan kondisi

masyarakat. Ketiga faktor tersebut pada tahun pengamatan belum

terpenuhi, seperti yang kita ketahui bahwa inflasi yang terjadi pada tahun

1997-1998 menyebabkan krisis moneter yang berkepanjangan, dimana

ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan pada tahun 2001-2005,

sudah kembali dihantam dengan gencarnya serangan terorisme dan

bencana alam (tsunami, banjir, gempa bumi dll) hal ini menyebabkan

terjadinya krisis kepercayaan yang membuat banyak investor, baik

individu maupun institusi menunda waktunya untuk mengalokasikan

atau menginvestasikan dananya di bursa saham.

2. Keberanian seorang pialang dalam mengambil dan memperhitungkan

kondisi suatu saham baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang

dan kemampuan pialang saham dalam memperoleh informasi yang

terkait dengan suatu perusahaan yang telah go public, diasumsikan

bahwa investor lebih percaya terhadap nalurinya dan informasi (rumor)

yang beredar dilingkungan tersebut, ini dikuatkan oleh penelitian yang

dilakukan oleh O Connor (Canbas et al 1997) yang menggunakan

variabel fundamental internal perusahaan pada 127 perusahaan selama

periode Januari 1950-Maret 1996. O Connor menggunakan 33 rasio

keuangan dan menemukan bahwa data-data keuangan perusahaan tidak

terlalu menarik bagi investor. Investor kurang memperhatikan rasio-rasio

keuangan ini dalam melakukan penilaian saham. Hal ini juga dikuatkan

oleh penelitian yang dilakukan oleh Susi dan Setiawan (2003) yang

menemukan bahwa masing-masing rasio profitabilitas yakni Return On

Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan

Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

perubahan harga saham. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh

Suharli (2005 : 99) yang menemukan bahwa rasio hutang dan tingkat

risiko tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap return saham.

Hal ini menyebabkan akuntansi konservatif secara parsial tidak memiliki

pengaruh terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Jakarta.

E. Kesimpulan dan Saran

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

77

Berdasarkan pembahasan atas hasil pengujian hipotesis dengan regresi linear

sederhana pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa variabel akuntansi

konservatif (CONNAC) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat

keyakinan 95 persen, dengan nilai t hitung sebesar 1,492 lebih kecil dari t tabel

sebesar 2,06 dan tingkat signifikansi sebear 0,148 lebih besar dari 0,05. Hal ini

juga diperkuat oleh korelasi antar variabel-variabel yang diteliti, dimana

ditunjukkan bahwa nilai r-nya berkisar antara 0,20-0,399 yaitu sebesar 0,2859

yang menyatakan bahwa terdapat tingkat hubungan yang rendah, sedangkan

variasi return saham 8,2 persen dijelaskan oleh variasi akuntansi konservatisma,

dan sisanya 91,8 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke

dalam penelitian ini. Ini berarti bahwa hipotesis yang dikemukakan yang

menyatakan bahwa akuntansi konservatif berpengaruh terhadap return saham

tidak terbukti dan sebaiknya untuk lebih menyempurnakan skripsi ini diberikan

tambahan variabel lain dan data diperluas.

Saran yang dapat diberikan adalah pihak manajemen perusahaan sebaiknya

memperhatikan segala informasi, rumor maupun berita yang terkait dengan saham

yang dipegang, sehingga dapat menentukan waktu yang tepat dalam menentukan

saat membeli dan menjual saham yang dimiliki dan akhirnya mendapatkan return

saham yang positif.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin. 2004. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio.

Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

Anonim. 2004. Analisis Pengaruh Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan dan

Kepermanenan Arus Kas dalam Penentuan Pembayaran Dividen Meningkat.

Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 7:h:1-24.

Anonim. 2005. Pengaruh Variabel-variabel Fundamental dan Teknikal Terhadap

Harga Saham. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi-Universitas

Malang.

Anwer, Bruce, Richard, dan Mary Stanford-Harris. 2001. The Role of Accounting

Conservatism in Mitigating Bondholder-Shareholder Conflicts over Dividend

Policy and in Reducing Debt Costs. The Accounting Review, 8(4):h:867-890.

Belkaouli A.R. 2006. Teori Akuntansi. Edisi ke 5. Jakarta: Salemba Empat.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

78

Dahlia Sari. 2004. Hubungan antara Akuntansi Konservatif dengan Konflik

Bondholders-Shareholders Seputar Kebijakan Dividen dan Peringkat Obligasi

Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 6:h:1-23, Denpasar.

Eka Pradnyawati. 2004. Pengaruh Komponen Arus Kas dan Laba Akuntansi

terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ.

Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.

Edisi ke 1. Semarang: Universitas Diponogoro.

Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ke 2.

Yogyakarta: BPFE.

Martalia. 2005. Hubungan Akuntansi Konservatif dengan Kebijakan Dividen dan

Pertumbuhan Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Jakarta. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana

Marzuki. 2000. Metodelogi Riset. Cetakan Ke 7. Yogyakarta: BPFE

Nata Wirawan. 2002. Statistik 2. Edisi Ke 2. Denpasar: Keraras Emas

Pandji Anoraga dan Piji Pakarti. 2003. Pengantar Pasar Modal. Edisi Revisi.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Putri Rahayu. 2005. Hubungan Akuntansi Konservatisma dengan Kebijakan

Dividen, Leverage, dan Pertumbuhan Perusahaan pada Perusahaan

Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Ratna Dewi. 2003. Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan Terhadap

Earnings Respon Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 6:h: 507-

525.

Sekar Mayangsari dan Wilopo. 2002. Konservatisma Akuntansi, Value Relevance

dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Ohlson (1996).

Jurnal Riset Akuntansi, 5:h:291-309.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke 6. Bandung: Alfabeta.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

79

Suharli, Michell. 2005. Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi

Return Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta. Dalam

Jurnal Akuntansi & Keuangan, 7(2):h:99-116.

Susi dan Rudi Setiawan. 2003. Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap

Harga Saham Industri Barang Konsumsi yang Tergabung dalam Indeks LQ 45

yang Go Public di Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Akuntansi, 8(1), Bandar

Lampung.

Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi 1.

Yogyakarta: BPFE

Universitas Udayana, Tim Peneliti. 2005. Buku Pedoman Penulisan Usulan

Penelitian, Skripsi dan Mekanisme Pengujian. Denpasar: Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

80

Implementing Cooperative Learning

Model Type Numbered Head Together (NHT)

to Improve Activities and Learning Outcomes of Math

of Ninth Year (IX A) Student Semester 2

at SMP Negeri 1 Mengwi in academic year 2013/2014

I Made Artamayasa

Guru SMP Negeri 1Mengwi, Badung

ABSTRACT

Class Action Research (PTK) is aimed (1) to increase the activity of class

IX students of SMP Negeri 1 Mengwi A school year 2013/2014 in mathematics

through the implementation of Cooperative Learning Model Numbered Head

Together (NHT), (2) for improved its results IXA grade students learn math SMP

Negeri 1 Mengwi school year 2013/2014 through the implementation of

Cooperative Learning Model Numbered Head Together (NHT).

This study subjects IXA grade students of SMP Negeri 1 Mengwi in the

second semester of academic year 2013/2014, amounting to 32 people consisting

of 19 women and 13 men.

Data from this study were collected using a test, and to analyze the

resulting data used descriptive analysis. Data obtained from the results of the

implementation of this study show that (1) the implementation of cooperative

learning model type Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in

class IX A Mengwi SMP Negeri 1 school year 2013/2014 can improve students'

learning activities (2) Application of the model Cooperative learning Type

Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in class IX A SMP

Negeri 1 Mengwi 2013/2014 school year can improve students' mathematics

learning outcomes. The results showed an increase of preliminary data on average

only reaches 72.41 class, in the first cycle increased to 75.59 and the second cycle

increased to 84.22.

Based on the findings and discussion of the results of this study can be put

forward the following suggestions. (1) With this model may provide a model that

is easy, effective in the management of classroom learning. (2) In order to obtain a

better quality of learning in school then the manager changed the conventional

classroom setting into a dynamic class, easy to set up in accordance with the

pattern of the desired learning.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

81

Keywords: Cooperative Learning Model Type NHT, mathematics learning

outcomes

PENDAHULUAN

Menurut Hudoyo (dalam Kusuma Yudha, 2008:16), ”belajar matematika,

siswa perlu memahami konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam

bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep

dan struktur-struktur tersebut”. Oleh karena itu, siswa harus memahami konsep-

konsep sebelum memiliki keterampilan dalam memecahkan soal. Ini berarti

bahwa pemahaman konsep yang kuat akan sangat membantu siswa dalam

memahami suatu pokok bahasan matematika.

Metode ceramah yang digunakan guru berdampak tidak baik pada hasil

belajar siswa. Hal ini tercermin dari masih banyaknya siswa yang harus

menempuh program remedial untuk mencapai ketuntasan hasil belajarnya.

Rendahnya hasil belajar siswa dapat dilihat dari rata-rata nilai ulangan tengah

semester 2 siswa di SMP Negeri 1 Mengwi tahun Pelajaran 2013/2014.

Nilai ulangan tersebut menunjukkan bahwa dari 32 siswa, 14 siswa atau

43,75 % siswa memiliki rata-rata nilai ulangan UAS belum mencapai kriteria

ketuntasan minimal (KKM) yaitu 77. Sehingga ketuntasan klasikalnya sebesar

56,25%. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya tangkap siswa terhadap

penjelasan guru dan bahkan terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam

belajar matematika. Melihat fenomena tersebut, “pemilihan upaya pembelajaran

yang akan memberi peluang tercapainya tujuan yang optimal, baik dari segi hasil

belajar, hasil kerja (produk), maupun proses belajar perlu dilakukan” (Abimanyu,

2009:36). Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang

melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar guna

meningkatkan hasil belajar matematika di setiap jenjang pendidikan. Salah satu

model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model

pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada

pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup

hanya mengetahui dan menghafal konsep-konsep matematika, tetapi juga

dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan persoalan

matematika dengan baik dan benar. Melalui model pembelajaran ini, siswa dapat

mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika

ada teman dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan. Salah satu model

pembelajaran kooperatif yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar peserta

didik dalam mata pelajaran matematika adalah pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT).

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

82

Dari uraian di atas, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian

dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas IX A Semester 2 di SMP Negeri 1 Mengwi Tahun

Pelajaran 2013/2014”.

Berdasarkan latar belakang tersebut ,rumusan masalah dalam penelitian

yang akan dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Apakah Implementasi Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dapat

meningkatkan aktivitas siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran

2013/2014 pada mata pelajaran matematika? (2) Apakah Implementasi Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi

tahun pelajaran 2013/2014?

Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas siswa Kelas IX A

SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran

matematika melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Numbered Head Together (NHT) dan untuk meningkakan hasil belajar

matematika siswa Kelas IXA SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014

melaui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head

Together (NHT). Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1)Memberikan informasi kepada guru matematika mengenai model pembelajaran

kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), sehingga dapat diterapkan

sesuai dengan situasi dan kondisi di sekolahnya (2) Memberikan sumbangan

pemikiran tentang implementasi model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered

Head Together (NHT), sehingga dapat diimplementasikan atau dikembangkan

dalam KBM dalam rangka meningkatkan kualitias proses dan hasil belajar (3)

Memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan kreativitas

pembelajaran Matematika dan dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan penelitian-

penelitian yang relevan.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok

kecil yang bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan penguasaan tentang

materi yang dipelajari siswa serta terjadi proses saling membantu di antara

anggota-anggota kelompok. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif,

guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok

harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan

mereka. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama

merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi

pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan salah

satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

83

meningkatkan penguasaan akademik. Kerangka berpikir yang digunakan adalah

dengan karakteristik yang dimiliki oleh model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT), siswa akan lebih tertarik dalam mengikuti

pembelajaran di kelas karena siswa tidak hanya terpaku mendengarkan penjelasan

yang diberikan guru, tetapi siswa dapat berdiskusi dan bersama-sama

memecahkan persoalan matematika dengan siswa lain. Melalui proses inilah,

siswa akan menjadi lebih aktif.. Selain itu, siswa juga dapat bertukar pikiran

dengan siswa lain dalam mendiskusikan permasalahan yang diberikan sehingga

siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dapat belajar menyatukan berbagai

pendapat yang berbeda dalam sebuah kelompok.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (classroom action

research) yang secara umum bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran

Matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014,

sehingga dapat meningkatkan kompetensi dasar matematika siswa. Subjek

penelitian tindakan kelas ini adalah semua siswa kelas IX A SMP Negeri 1

Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 32 orang yang terdiri dari 13

orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Objek dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: 1) aktivitas belajar matematika, 2) hasil belajar Matematika.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri

dari tahapan-tahapan perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Data

aktivitas siswa dianalisis secara diskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi

dan refleksi . Untuk data hasil belajar siswa dianalisis secara diskriptif yaitu

dengan menentukan skor rata-rata hasil tes ( M ) yang selanjutnya dikonversikan

ke dalam skala 100.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Keadaan awal hasil dan aktivitas belajar siswa didapat dari tes hasil belajar

dan observasi diawal tahun pelajaran serta hasil belajar siswa klas IX A pada

semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 yang menunjukkan nilai matematika

siswa rata-rata 72,41. Untuk menyiapkan pelaksanaan tindakan pada siklus I maka

dilakukan langkah-langkah atau persiapan yang terdiri dari atas : (a)Menetapkan

topik : 5.1 Bilangan berpangkat positif. (b)Menyiapkan administrasi guru yang

terdiri dari : silabus, program tahunan, program semester, agenda dan jurnal ,

buku nilai , analisis ulangan dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang

disusun untuk 2 kali pertemuan dengan materi pembelajaran pangkat tak

sebenarnya. (c)Menyusun tes hasil belajar dan instrumen penilaian yang berupa

observasi. (d)Menyiapkan rancangan pembelajaran yang menyangkut strategi

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) .

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

84

Berdasarkan hasil observasi dan hasil belajar siswa selama pelaksanaan

pembelajaran pada siklus I, didapat bahwa pada awal pelaksanaan model

pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ditemukan beberapa hambatan diantaranya

a). ada kelompok yang belum maksimal dalam kerjasam kelompok untuk

meemecahkan masalah yang diberikan akibat dari pembagian kelompok yang

kurang merata tingkat kemampuan sehingga dalam melaksanakan aktivitas

kelompok ada yang diam dan ada yang aktif, b). belum terbiasanya siswa

menyampaikan ide akibat dari adanya rasa malu dalam mengemukakan pendapat

sehingga apa yang dipikirkan dengan apa yang sampaikan tidak sesuai dan

c).Pengelolaan kelas yang kurang optimal karena belum terbiasa . Hambatan-

hambatan tersebut dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kegiatan

pembelajaran pada siklus kedua.

Untuk perencanaan siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I hanya

memperbaiki dalam pembentukan kelompok berdasarkan dari hasil belajar siklus I

dan dalam pelaksaan tindakan berbeda pada permasalahan yang diberikan pada

siswa. Hasil observasi tentang aktivitas siswa belajar siklus II dilakukan pada

pembelajaran materi pokok bilangan berpangkat bulat dan bentuk akar, untuk tiga

kali tatap muka.

Rata-rata hasil belajar yang dicapai besarnya 84,22 dengan ketuntasan

klasikal 93,75% ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar yang

sebelumnya rata-rata 75,59 dan ketuntasan klasikal hanya 75% . Hasil belajar

siklus II ini tergolong sudah mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan.

Yaitu, penelitian ini dikatakan berhasil jika rata-rata hasil belajar siswa berada

pada kategori tuntas dan ketuntasan klasikal lebih dari 85%.

Pembahasan

Data awal yang diperoleh dengan rata-rata 72,41 menunjukkan bahwa

kemampuan anak/siswa dalam mata pelajaran matematika masih sangat rendah

mengingat kriteria ketuntasan belajar siswa untuk mata pelajaran ini di SMP

Negeri 1 Mengwi adalah 77. Dengan nilai yang sangat rendah seperti itu maka

peneliti mengupayakan untuk dapat meningkatkan prestasi belajar anak/siswa

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together

(NHT). Akhirnya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT),sesuai teori yang ada, peningkatan rata-rata

prestasi belajar anak/siswa pada siklus I dapat diupayakan dan mencapai rata-rata

75,59. Namun rata-rata tersebut belum maksimal karena hanya 25 siswa

memperoleh nilai di atas KKM sedangkan yang lainnya belum mencapai KKM.

Sedangkan prosentase ketuntasan belajar mereka baru mencapai 57 %.

Pada siklus II perbaikan prestasi belajar siswa diupayakan lebih maksimal

dan peneliti membuat perencanaan yang lebih baik, menggunakan alur dan teori

dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

85

benar dan lebih maksimal. Peneliti giat memotivasi siswa agar giat belajar,

memberi arahan-arahan, menuntun mereka untuk mampu menguasai materi

pelajaran pada mata pelajaran matematika lebih optimal. Akhirnya dengan semua

upaya tersebut peneliti mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada siklus II

menjadi rata-rata 84,22 dengan persentase ketuntasan mencapai 93,75% Upaya-

upaya yang maksimal tersebut menuntun kepada penelitian bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) mampu

meningkatkan prestasi belajar anak/siswa.

SIMPULAN dan SARAN

Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut.(1)

Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

dalam pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun

pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa .(2) Penerapan

model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam

pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran

2013/2014 dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Berdasarkan temuan-temuan dan pembahasan hasil penelitian ini dapat

dikemukakan saran-saran berikut.

(1) Dengan model pembelajaran ini dapat memberikan model yang mudah,

efektif dalam pengelolaan pembelajaran dikelas.

(2) Untuk memperoleh kualitas pembelajaran yang lebih baik maka pihak

pengelola di sekolah mengubah seting kelas yang konvensional menjadi

kelas yang dinamis, mudah diatur sesuai dengan pola pembelajaran yang

diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli. 2009. Strategi Pembelajaran. Bandung: Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Almustofa. 2005. “Pengertian Hasil Belajar”. Tersedia pada

http://www.ilmupengetahuan.net/hasil-belajar-2.html (diakses tanggal 17

Februari 2012).

Arnyana, Ida Bagus Putu. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Singaraja: Fakultas

Pendidikan MIPA Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja.

Dahar , Ratna Wilis .1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta. Penebit Erlangga.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

86

Dimyati dan Mudjiono . 2006. Belajar dan Pembelajaran. Cetakan Ketiga

.Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.

Jhony. 2012. ”Model Pembelajaran Cooperative Numbered Head Together

(NHT)”. Tersedia pada http://id.shvoong.com/social-

sciences/education/2258709-model-pembelajaran-cooperative-numbered-

head/ (diakses tanggal 17 Februari 2012).

Nurkancana, W dan Sunartana .1992. Evaluasi hasil belajar .Surabaya : Usaha

Nasional.

Putrawan, Agus. 2011. ”Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas

VI SD”. Tersedia pada

http://agusjengkol.wordpress.com/2011/06/21/penerapan-pendekatan-

pembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw-untuk-meningkatkan-keaktifan-dan-

hasil-belajar-ips-siswa-kelas-vi-sd/ (diakses tanggal 17 Februari 2012).

Santyasa Wayan, dkk. 2005. Pedoman Guru pembelajaran Teks Matematika

Bermuatan model Perubahan Konseptual dan Komunitas Belajar. Produk

RUKK Menristek Tahun 2005 IKIP Negeri Singaraja.

Sudjana, 1992. Metode Statistik Bandung : Tarsito Bandung.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung.Remaja

Rosdakarya.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

87

Meningkatkan Kemampuan Menulis Naskah Drama

Melalui Model Pembelajaran CIRC

Siswa Kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi

Tahun Pelajaran 2014/2015

Oleh

Ni Gusti Ayu Made Supradnyani, S.Pd.

Guru SMP Negeri 1 Mengwi, Badung

` ABSTRACT

This research is a classroom action research (PTK), which aims to determine

whether there is an increase in the ability to write plays through learning model CIRC

IXD grade students of SMP Negeri 1 Mengwi school year 2014/2015. PTK is conducted

in two cycles. Subjects in this study were IXD grade students of SMP Negeri 1 Mengwi

school year 2014/2015, amounting to 38 people consisting of 14 men and 24 women.

The method used in this study is the observation method, a method of

assignment, and interview methods. Data obtained from observation and wawncara

analyzed by descriptive qualitative data were obtained from the assignment playwriting

quantitatively analyzed descriptively.

The result shows once concluded that the CIRC learning model can improve the

ability of playwriting class students of SMP Negeri IXD 1Mengwi school year

2014/2015. This is indicated by the value of playwriting students, namely, completeness

rata79,26 with 63% in the first cycle and an average of 85.32 with 89% of cycle

completeness II.Terjadi increase in value of 6.06.

Based on the results of the study suggested as follows. (1) Teacher Indonesian to

implement in the CIRC learning model for teaching playwriting. (2) Teachers in general

and Indonesian teachers in particular in order to continue to innovate model of learning so

as to improve student achievement.

Keywords: CIRC learning model, writes, Script Writing

PENDAHULUAN

Salah satu kompetensi dasar pada kurikulum SMP mata pelajaran Bahasa

Indonesia kelas IX adalah Menulis Naskah Drama. Melalui pembelajaran

keterampilan tersebut, diharapkan siswa mampu menulis naskah drama dan

menghasilkan karya yang baik. Namun, harapan tersebut belum tercapai dan

mendapatkan banyak kendala. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang

dilakukan di kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi, diketahui bahwa pembelajaran

menulis naskah drama di kelas tersebut masih perlu ditingkatkan. Siswa

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

88

memperoleh nilai 82 (KKM) ke atas sebanyak 30% dari jumlah siswa. Sedangkan

siswa dikatakan tuntas jika minimal 85% dari jumlah siswa memperoleh nilai 82

(KKM) ke atas. Hal itu disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mencari ide

untuk menulis naskahnya.

Pembelajaran menulis naskah drama dalam proses belajar mengajar tidak

akan sukses apabila siswa dan guru tidak bisa bekerja sama. Dalam artian

siswanya sendiri harus mempunyai minat untuk menulis naskah drama, dan guru

bisa secara kreatif menggunakan strategi khusus dalam menumbuhkan minat

siswa untuk menulis naskah drama. Oleh karena itu, strategi guru dalam

pembelajaran menulis naskah drama juga sangat penting dilaksanakan, demi

menumbuhkan minat siswa dalam menulis naskah drama sehingga siswa menjadi

lebih antusias dan semangat dalam mengikuti pelajaran menulis naskah drama.

Seseorang akan dapat menulis jika pemikirannya telah diisi dengan pengetahuan.

Salah satu cara memperoleh pengetahuan adalah dengan membaca. Membaca

membantu kita mengasah kepekaan dan kreativitas. Hal ini penting untuk

membantu kita dalam keterampilan menulis. Akan tetapi, betapapun sulitnya

keterampilan menulis harus dibiasakan sejak dini karena menulis dapat dijadikan

sarana pengembangan diri. Salah satunya adalah dengan menulis karya sastra.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba menggunakan model

pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition). Model

pembelajaran CIRC memadukan kegiatan membaca dengan menulis. Dalam

pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu, setiap siswa bertanggung jawab

terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide

untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas , sehingga terbentuk

pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Proses pembelajaran ini

mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.

Dengan demikian, proses belajar mengajar menulis naskah drama diharapkan

dapat mengalami kemajuan dan akan menghasilkan naskah drama yang kreatif.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Apakah

melalui model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan menulis

naskah drama, siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran

2014/2015?

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis

naskah drama melalui model pembelajaran CIRC siswa kelas IXD SMP Negeri 1

Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Secara teoritis hasil

penelitian ini dapat melengkapi kajian tentang upaya peningkatan kemampuan

menulis melalui model pembelajara CIRC dan membuka kemungkinan untuk

dilakukan penelitian tandakan lanjutan tentang penelitian sejenis. (2) Dengan

mengikuti pembelajaran menulis drama melalui model pembelajaran CIRC,siswa

dapat menulis dengan lebih mudah dan dapat menghasilkan naskah drama yang

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

89

kreatif. (3) Penelitian ini dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan

pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran menulis. Hasil

penemuan dalam penelitian ini memotivasi guru untuk melaksanakan

pembelajaran menulis dengan model pembelajaran CIRC. (4) Hasil penelitian ini

memberikan sumbangsih bagi sekolah dalam meningkatkan kemampuan siswa

menulis sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Keterampilan menulis adalah keterampilan yang paling kompleks.

Keterampilan ini melibatkan cara berpikir yang teratur dan kemampuan

mengungkapkannya dalam bentuk bahasa tulis. Keterampilan menulis merupakan

salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat langsung, produktif, dan

ekspresif.

CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition,

termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya

merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan

Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan

lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah

dasar.

Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut .

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.

2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.

3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan

memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.

4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.

5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.

6. Penutup.

Keterampilan menulis naskah drama merupakan salah satu keterampilan

bidang apresiasi sastra yang mulai diajarkan di SMP. Melalui pembelajaran

keterampilan tersebut, diharapkan siswa mampu menulis naskah drama dan

menghasilkan karya yang baik. Namun, siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi

belum bisa memenuhi harapan tersebut. Siswa belum bisa menulis naskah drama

dengan baik. Siswa yang bisa mendapat nilai tuntas dalam menulis naskah drama

hanya sebanyak 30%. Siswa kesulitan dalam mencari ide untuk menulis

naskahnya. Siswa juga belum memahami cara penulisan dialog dalam drama.

Dengan menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated

Reading and Composition) dapat diduga bahwa proses pembelajaran akan lebih

efektif. Kegiatan pembelajaran ini memadukan kegiatan membaca dengan

menulis. Siswa menulis naskah drama bersama anggota kelompoknya. Sebelum

siswa menulis, guru membagikan naskah cerpen yang bisa diubah menjadi naskah

drama. Siswa membaca dan memperhatikan naskah tersebut bersama-sama. Dari

naskah yang dibagikan oleh guru tersebut, siswa menjadi lebih berminat untuk

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

90

menulis naskah drama. Sesama anggota kelompok bisa saling mengungkapkan ide

masing-masing. Dari hasil membaca dan kerja sama antar anggota kelompok akan

terwujud sebuah naskah drama yang baik. Dengan demikian kemampuan menulis

naskah drama siswa dapat ditingkatkan

METODELOGI PENELITIAN

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IXD SMP

Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2014/2015. Kelas IXD berjumlah 38 orang,

terdiri atas 24 orang perempuan dan 14 orang laki-laki. Siswa kelas IXD dipilih

sebagai subjek penelitian karena peneliti sebagai guru mata pelajaran Bahasa

Indonesia di kelas IXD menemukan masalah dalam membelajarkan keterampilan

menulis naskah drama pada siswa di kelas tersebut. Kelas IXD hasil belajarnya

paling rendah dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya terutama dalam menulis

naskah drama.

Berdasarkan kondisi kelas yang demikian, penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan di kelas IXD SMP Negeri 1Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.

Objek atau sasaran yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah

kemampuan menulis naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran

CIRC siswa SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015.

Kondisi awal tentang kemampuan menulis siswa kelas IXD SMP Negeri 1

Mengwi tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh dari nilai rata-rata menulis

sebelumnya yaitu 75. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pelajaran Bahasa

Indonesia di kelas IX SMP Negeri 1 Mengwi adalah 82. Memperhatikan hal

tersebut , membuktikan rendahnya minat siswa menulis naskah drama.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober tahun

pelajaran 2014/2015. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil

penelitian ini adalah tes prestasi belajar sedangkan metode analisis datanya adalah

analisis deskriptif.

Penelitian ini dikatakan berhasil jika prestasi belajar siswa meningkat dari

siklus sebelumnya. Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah ketuntasan

belajar dengan rata-rata minimal 85% siswa mendapat nilai 82 ke atas dalam

menulis naskah drama.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Agustus 2014 mengenai menulis

naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative,

Integrated, Reading, and Composition). Pada hari pertama ini, guru membagikan

cerpen yang akan diubah menjadi naskah drama. Siswa bersama anggota

kelompok membaca dan mencermati cerpen tersebut. Setelah membaca cerpen,

semua anggota kelompok mengungkapkan ide masing-masing tentang perbedaan

gaya penulisan cerpen dengan penulisan naskah drama. Setelah pengajaran materi

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

91

mengenai perbedaan gaya penulisan cerpen dengan penulisan naskah drama,

dilanjutkan dengan penugasan menulis naskah drama yang dilaksanakan pada hari

Sabtu, 9 Agustus 2014 selama 2x 40 menit

Berdasarkan hasil tes prestasi siklus I dapat digambarkan bahwa dari 38

orang siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi yang mengikuti pembelajaran

menulis naskah drama dengan model pembelajaran CIRC pada siklus I ini,

ditemukan enam orang siswa atau 15,78% mendapat nilai 83. Delapan belas orang

siswa atau 47,37% mendapat nilai 82. Satu orang siswa atau 2,63 % mendapat

nilai 79. Satu orang siswa atau 2,63 % mendapat nilai 78. Satu orang siswa atau

2,63% mendapat nilai 77. Dua orang siswa atau 5,26% mendapat nilai 76. Lima

orang siswa atau 13,16% mendapat nilai 75. Satu orang siswa atau 2,63%

mendapat nilai 72. Dua orang siswa atau 5,26% mendapat nilai 70. Satu orang

siswa atau 2,63% mendapat nilai 65.

Model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan menulis

naskah drama belum dapat dikatakan berhasil karena siswa yang mendapatkan

nilai 82 ke atas hanya 24 orang siswa atau 63,16%. Sedangkan siswa yang

memperoleh skor kurang dari 82 sebanyak 14 orang siswa atau 36,84%.

Pembelajaran menulis naskah drama ini berhasil apabila 85% dari jumlah siswa

mendapatkan nilai 82 ke atas.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I berdasarkan

observasi, penugasan, dan wawancara, maka perlu diadakan refleksi karena hasil

yang diharapkan dari penelitian ini belum mencapai target yang diharapkan yaitu

ketuntasan mencapai 85%. Hasil refleksi tersebut adalah (1) siswa mengalami

kesulitan dalam struktur yakni pada pengungkapan latar cerita. (2) siswa belum

bisa memilih diksi yang tepat. (3) siswa juga masih belum memahami penggunaan

ejaan yang benar seperti penggunaan tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan

penggunaan singkatan yang tidak tepat.

Siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Agustus 2014 kemudian

dilanjutkan pada hari Sabtu, 16 Agustus 2014 mengenai menulis naskah drama

dengan model pembelajaran CIRC. Pada siklus II, ada beberapa perbaikan

tindakan yang dilakukan berdasarkan refleksi tindakan pada siklus I sesuai dengan

langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan pada siklus II

Secara klasikal, penulisan naskah drama dengan model

pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa pada siklus

II dikatakan berhasil. Siswa yang mendapatkan nilai 82 ke atas sebanyak tiga

puluh empat orang atau 89,47%. Dengan demikian target yang sudah ditetapkan

yaitu minimal 85% siswa harus mendapat skor lebih dari atau sama dengan 82

sudah dapat dicapai.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

92

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian ini maka

dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut.

Model pembelajaran CIRC ( Cooperative Integrated Reading and

Compotition) dapat meningkatkan kemampuan menulis naskah drama pada siswa

kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini tampak dari

hasil yang diperoleh pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I, ketuntasan kelas

mencapai 63% dengan rata-rata 79,26 sedangkan pada siklus II, ketuntasan kelas

mencapai 89% dengan rata-rata nilai 85,32. Pembelajaran menulis naskah drama

dengan model pembelajaran CIRC ini dikatakan berhasil karena siswa mendapat

skor 82 (KKM) ke atas sebanyak 34 orang atau 89%. Dengan demikian target

yang sudah ditetapkan yaitu 85% siswa harus mendapat skor 82 ke atas sudah

dapat dicapai.

Saran-saran yang perlu disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Model Pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan menulis

naskah drama siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran

2014/2015. Oleh karena itu, disarankan kepada guru untuk menerapkan

model pembelajaran tersebut pada saat mengajarkan materi menulis

naskah drama.

2. Disarankan kepada guru-guru pada umumnya dan guru Bahasa Indonesia

khususnya, agar terus melakukan inovasi model pembelajaran sehingga

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anindyarini, Atikah.dkk. 2008. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Pusat

Perbukuan Depdiknas.

Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.

Jakarta: Balai Pustaka.

Bahri, Syaiful & Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumu Angkasa.

Karmini, Ni Nyoman. 2000. Teori dan Apresiasi Drama. Tabanan: IKIP Saraswati

Tabanan.

Keraf Gorys. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.

Marahim, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.

Ngalimun. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta : Asswaja Pressindo.

Poerwadarminta, W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:

Balai Pustaka.

Rianto, Yatim. 2001. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: SIC.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

93

Tarigan, Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Yahya, I Nyoman. 2013.Panduan Penulisan Penelitian Tindakan Kelas. Denpasar: CV.

Dwi Cipta Mediatama.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

94

ORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL

BALI: PENGUATAN PERAN SASTRA (PARIBASA BALI) BAGI SISWA

SEKOLAH MENEGAH ATAS

oleh

I Nyoman Sadwika

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

IKIP PGRI BALI

Abstract

Bali literary works (Paribasa Bali) has a huge potential in establishing the

character of the students, so that students have a strong character rooted in cultural

values. Literary works (Paribasa Bali) is one of the literary works that can be used

as a reference in character education. Paribasa Bali containing local knowledge

are expected to contribute in shaping the character of the students. The problems

discussed in this experiment are (1) the concept of local knowledge Bali (Paribasa

Bali) teaches character education to students. (2) the types of education any

character found in Paribasa Bali. The method used is descriptive qualitative

method. Used survey strategy aims to collect large variable gauges through

interviews. The aim of this study is to identify the concepts and types of education

of characters that can be taught to students through literature, especially Paribasa

Bali.

Keywords: Orientation, Paribasa Bali, character Value

PENDAHULUAN

Pergeseran etika dan moral masyarakat telah dirasakan sangat drastis pada

era globalisasi belakangan ini. Beberapa peristiwa yang dialami dan dilakukan

kalangan anak-anak, remaja, dan orang dewasa telah menunjukkan terjadinya

degradasi moral, distorsi, disintegrasi, dan disharmoni seperti yang diindikasikan

oleh aneka konflik, eksploitasi sumberdaya, kesenjangan sosial ekonomi, konversi

lahan, dan berbagai sisi gelap lainnya. Kekerasan sepertinya menunujukkan

bahwa kata-kata atau bahasa telah kehilangan kekuatannya sebagai sarana

berkomunikasi. Fenomena memburukknya hubungan antara sesama manusia

dalam kondisi tertentu (saling menghina, menghujat dan menuding), semakin

ramainya pejabat dan dan para petinggi pemerintah yang korupsi, dekadensi moral

dikalangan remaja berbentuk tawuran, penggunaan narkoba, sex

bebas,demonstrasi yang berakhir ricuh, penyerangan sekelompok warga berdalih

agama, mutilasi dan lain-lain.

Memang ironis bahwa bangsa dan negara Indonesia yang sejatinya adalah

bangsa dan negara yang berbudaya yang memiliki kekayaan budaya yang luar

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

95

biasa. Tetapi sikap dan prilakunya tidak mencerminkan peradaban. Karena itu,

revitalisasi budaya melalui berbagaai langakah pengkajian sangat dibutuhkan

untuk membangun karakter bangsa yang kokoh. Masalah pendidikan karakter

akhir-akhir ini menjadi topik yang sangat menarik diperbincangakan oleh karena

kondisi masyarakat yang sangat memperihatinkan. Isu pendidikan karakter

dicanangkan kembali secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Substansinya adalah

pemerintah ingin memperoleh dukungan sepenuhnya dari seluruh rakyat

Indonesia. Di era globalisasi ini konsep pendidikan karakter yang berbasis

paribasa Bali yang berisi kearifan lokal diharapkan dapat memberikan kontribusi

tersendiri dalam membentuk karakter seseorang sejak dini. Salah satu unsur

budaya Bali yang dikaji dalam kesempatan ini adalah Paribasa Bali sebagi genre

sastra lisan Bali tradisional. Paribasa Bali merupakan permainan kata-kata dan

bunyi yang digunakan dalam praktik berbahasa masyarakat Bali untuk

memperindah bahasa dengan tujuan membangkitkan rasa senang, memotivasi, dan

menyadarkan bahkan menyindir lawan bicara.

Orientasi pembentukan karakter positif sejak dini dikalangan masyarakat

dan pendidikan karakter positif diberikan secara kontinyu diharapkan dapat

memberikan penyadaran, khususnys pada generasi muda tentang etika berprilaku

baik di dalam keluarga, masyarakat, dan terhadap lingkungan.

PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan Karakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,

jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,

watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat,

dan berwatak. Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter dalam

konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang

melanda di Negara Indonesia. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya

pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan

terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalah gunaan obat-

obatan, pornografi, kolusi, korupsi nepotisme dan perusakan milik orang lain

sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara

tuntas. Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.

Banyak sarana yang bisa mempengaruhi kepribadian seseorang sejak

dalam kandungan, ketika lahir, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang

dilihat, dirasakan, dialami, dan dikerjakan akan terekam dengan baik dalam

ingatan seseorang. Rekaman tersebut merupakan bekal dalam membentuk

kepribadian. Semua masyarakat tentu menginginkan hidup aman, sehat sejahtera,

menginginkan generasi yang baik, bukan yang buruk. Tetapi kadang-kadang

harapan dan kenyataan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Akibat dari unsur

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

96

negatif yang tanpa disadari menjadi unsur pembentuk kepribadian, karakter, dan

akhlak manusia. Di dalam berbagai budaya di Indonesia setiap suku tentu ada

bentuk-bentuk pendidikan yang dapat dijadikan, rujukan dan refrensi untuk

membentuk manusia menjadi manusia yang terhormat. Tetapi akibat kurangnya

pengenalan terhadap budaya khususnya tentang sastra paribasa Bali, dan karena

generasi sekarang lebih banyak diperkenalkan dengan media elektronik yang

serba gampang dan instan, sehingga pembentukan karakter dalam kehidupan

sehari-hari menjadi sangat berkurang. Rasa toleransi, rasa persaudaraan,

kebersamaan, kerukunan, kejujuran, kreativitas, semangat, dan tolong menolong

sudah semakin menipis.

Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan lainnya yang berhubungan

dengan sifat, sikap moral, etika, tatakrama dan sebagainya semakin tidak

tersampaikan. Didalam undang-undang Sisdiknas tahun 2003, disebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Nilai-nilai karakter yang dikembangakan disekolah, menurut Indonesia

Heritage Foundation (IHF) dalam Gunawan (2014 : 42) merumuskan sebilan

karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu ; (1) cinta pada

Allah dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab disiplin dan mandiri, (3)

jujur, (4) hormat dan antun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, (6) percaya

diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah (7) keadilan dan kepemimipinan,

(8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.

Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian

nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan

prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang

dikelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam

hubungannya dengan sesama manusia, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam

hubungannya dengan kebangsaan, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam

hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (4) nilai-nilai perilaku manusia

dalam hubungannya dengan diri sendiri, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia

dalam hubungannya dengan lingkungan. Hal inilah yang digunakan acuan dalam

penelitian ini.

Jenis - Jenis Pendidikan Karakter dalam Ungkapan dan Paribasa Bali

Pendidikan karakter dimaksudkan sebagai pembentukan karakter, usaha

pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari

pendidikan dan penanaman moral atau nilai-nilai luhur pada siswa. Pendidikan

karakter itu sendiri merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menanamkan

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

97

nilai-nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat

istiadat, dan nilai-nilai keIndonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian

siswa supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang

berkarakter sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama ( Suyanto, 2011:76).

Tujuan pendidikan karakter adalah agar siswa menjadi orang yang bermartabat,

orang yang terpuji, dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya

bangsa yang religious, menanamkan jiwa kepemimipinan dan tanggung jawab

peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, mengembangkan kemampuan

peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan,

dan mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan. Sebagai suatu kearifan lokal

yang berasal dari pandangan hidup dan sudah menjadi tradisi turun temurun, maka

kearifan local dikaitkan dengan pendidikan karakter bangsa mempunyai fungsi-

fungsi, agar fungsi tersebut dapat maksimal maka makna dalam ungkapan

tradisional seperti dalam Paribasa Bali tersebut perlu diinfrensikan agar selaras

dengan perkembangan jaman. Mengingat degradasi moral melanda Indonesia

maka Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan delapan belas pendidikan

karakter, yang dituangkan pada setiap bidang ilmu dalam pembelajaran di

sekolah-sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan

adalah usaha sadar yang terencana, proses pendidikan yang terencana itu

diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik dapat mengembangkan potensinya. Akhir dari proses pendidikan

adalah kemampuan peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dalam mengarungi kehidupan (Sanjaya, 2007:2). Pemaksimalan

makna akan mengembangkan fungsi kearifan local sebagai pandangan, acuan, dan

tauladan, dalam menjaga karakter bangsa.

Adapun fungsi ungkapan dalam Paribasa Bali tersebut antara lain:

1. Kepedulian terhadap Sesama

a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni sadar akan

hak dan kewajiban diri dan orang lain ini tercermin dalam

sesonggan (pepatah). Buka sepite, pedaduanan tatuekne buka anake

menyama tuah ajake dadua „ Seperti sepit (penjepit) selalu berduaan

atau berpasangan. Yang memiliki makna sehebat apaun kita tanpa

dibantu oleh orang lain akan tidak berarti apa-apa, janganlah kita

merasa mampu bekerja sendirian tanpa bantuan orang lain. Infrensi

dari arti tersebut adalah orang yang arogan dan sombong karena

merasa diri hebat bisa melakukan segala-galanya, orang yang

demikian cendrung mengabaikan orang lain, tidak menghormati

pemikiran dan sikap orang lain karena merasa diri serba bisa. Orang

tersebut sesungguhnya tidak tahu apa-apa yang seharusnya

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

98

dikerjakan. Memahami hak dan kewajiban sangat dibutuhkan dalam

kehidupan siswa. Nilai karakter ini tampaknya sejak dulu sudah

mendapat perhatian dari leluhur kita, sebagaimana dapat dicermati

misalnya, dalam sesonggan, “ geng yasa geng goda”, besar jasa

besar pula godaannya, gede kayune gede papahne, besar pohonnya

besar pula rantingnya, serta dalam sesenggakan,” buka benange

suba kadung maceleban” seperti benang terlanjur basah, sesonggan

“geng yasa geng goda” mendidik kita untuk tabah, bertanggung

jawab akan hak dan kewajiban semakin besar hasil yang didapat

(hak) semakin besar pula kewajiban kita membayar pajak pada

negara. Disamping itu siswa juga harus diajarkan bertanggung

jawab, ulet, tekun, tabah, dan selalu berpikir positf mana hak dan

mana kewajiban yang harus dikerjakan seperti, sesenggakan “buka

benange suba kadung maceleban” sebagai siswa harus bekerja

sampai tuntas tidak boleh setengah-setengah meskipun hak yang di

terima kurang sesuai dengan harapan.

b. Nilai karakter patuh kepada aturan-aturan sosial, sikap menurut dan

taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan

kepentingan umum, terdapat dalam Sesonggan (Pepatah) Caruk

gong, muah aud kelor, „semua perangkat gamelan atau menarik daun

kelor dari batangnya‟ yang memiliki makna di ibaratkan seperti

siswa yang sudah terjun ke masyarakat apabila ada kegiatan apapun

semuanya ikut bekerja tanpa terkecuali. Dalam kehidupan sehari-

hari dilingkungan manapun berada diharapkan dapat hidup saling

tolong menolong berat dan ringan harus ditopang bersama-sama

demi kemajuan bersama. Nilai karakter patuh pada aturan aturan-

aturan sosial dengan cara bersikap dan bertindak dalam menghadapi

masalah dengan menghindari sikap lupa diri, terburu-buru, ceroboh,

dan bertindak berdasarkan pertimbangan yang matang. Niali

karakter ini tercermin pula dalam beberapa sesonggan, antara lain,

“gangsaran tinda kuangan daya”, bertindak tanpa berpikir terlebih

dahulu “dija kadena langite endep”,jangan mengira ada langit yang

rendah, sangat baik dipakai untuk menasehati dan mendidik anak-

anak yang kurang bisa mengendalikan diri atau cendrung bersifat

ceroboh serta terburu-buru sehngga tidak mentaati aturan-aturan

yang berlaku. Sikap ceroboh, dan terburu-buru tersebut dalam

mengambil suatu keputusan sangat merugikan dalam kehidupan.

c. Nilai karakter menghargai karya dan prestasi orang lain, sikap dan

tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang

berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati

keberhasilan orang lain terkandung dalam sesonggan (pepatah)

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

99

Aduk sera aji keteng tatuekne, karusakang baan anak padidi sane

tiosan. „Makanan yang di,campur dengan terasi berlebihan

maknanya, diibaratkan seperti pekerjaan yang sudah dilakukan oleh

masyarakat dengan baik tetapi hasil akhirnya dirusak oleh satu

orang‟. Artinya perbuatan apapun yang dilakukan harus selalu

berhati-hati apalagi menyangkut orang banyak persatuan dan

kesatuan harus dikedepankan. Nilai karakter sikap menghargai karya

dan prestasi orang lain yang berhubungan dengan sifat, sikap

menghargai yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian

sendiri. Nilai karakter ini dapat dicermati pula dalam sloka, “buka

slokane tusing ada lemete elung” tak ada sesuatu yang lentur itu

patah, nilai yang terkandung dalam sloka itu menandakan adanya

bentuk kompromi dan tidak melakukan hal balas dendam dalam

menyelesaikan masalah, selalu menghargai karya orang lain

sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan Suarka (dalam jurnal

Aksara 2010 : 103).

d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni, santun,

sifat halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata

prilakunya kesemua orang, tersurat dalam sesawangan

(perumpamaan) Kemikane luir madu juruh, tatuekne, kemikane

manis nyunyur. „Suaranya manis bagaikan madu gula, maknanya

suaranya sangat manis, pintar, jujur, sopan, santun.‟ Siswa yang baik

adalah Siswa yang memegang teguh kata-kata yang diucapakan

(santun, satya wacana). Nilai tatakrama dan santun berhubungan

dengan sikap hormat kepada orang lain yang patut dihormati dengan

penuh kesadaran dan prilaku sopan dalam bertindak serta santun

dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari, nilai sopan santun tampak

tercermin pula dalam dibalik makna sesonggan “kuping ngliwatin

tanduk”, “ degag delem”, makecuh mulet menek”, dan dibalik

makna sesenggakan ; “ buka guake ngadanin iba” , buka jangkrike

galak di bungut, buka naar krupuku gedenan kriak” mengandung

makna durhaka, sombong, dan angkuh. Karena itu sesonggan

tersebut dipakai menasehati anak-anak agar tidak berbuat durhaka,

sombong, dan angkuh tetapi menghormati orang yang patut

dihormati.

e. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu demokratis

terdapat dalam sesenggakan (ibarat) Buka ngae bajune, sikutang

keraga, tatuekne, buka melaksana, makeneh, wiadin ngomong yan

tibakang marep teken anak len, patut imbangang malu ka deweke

padidi. „ seperti membuat baju ukur dulu pada diri sendiri,

maknanya seperti berbuat berpikir, maupun berbicara kalau di

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

100

terapkan pada orang lain harus sesuaikan dulu dengan diri sendiri,

artinya siswa dalam berbuat, berpikir, maupun berbicara harus

disesuaikan dengan situasi dan kondisi, memiliki rasa demokrasi

cara berpikir, bersikap, dan bertindak menilai sama hak dan

kewajiban diri sendiri dengan orang lain.

2. Nilai kebangsaan

a. Nilai karakter Nasionalis yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat

yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang

tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,

dan politik bangsanya terkandung dalam sesenggakan ( ibarat) buka

sumangahe, ngutgut kanti mati, tatuekne buka anak ane nindihin

kenehne diastun ngemasin mati. „ seperti semut merah menggigit

sampai mati, maknanya, seperti seseorang yang membela tanah air

sepenuh jiwa dan raga mempertaruhkan nyawanya. Hendaknya

siswa mentauladani sikap tersebut sebagai generasi muda penerus

bangsa.

b. Nilai karakter menghargai keberagaman yakni sikap memberikan

respek/kehormatan terhadap berbagai macam hal baik yang

berbentuk fisik, sifat, adat istiadat, budaya, suku, dan

agama.terkandung dalam wewangsalan (tamsil) belahan pane

belahan paso, selebingkah beten biu tatuekne ade kene ada keto,

gumi linggah ajak liu. „pecahan gerabah, pecahan baskom, dibawah

pohon pisang, maknanya ada yang seperti ini ada yang seperti itu,

dunia ini milik kita bersama‟. Maksudnya, sebagai siswa harus

saling hormat menghormati, harga menghargai, sehingga tercipta

kerukunan walaupun ada perbedaan satu sama lain. Cara lain yang

ditawarkan pula dalam mencermati keberagaman tersebut

dituangkan dalam bentuk sesenggakan “buka besine teken

sangiane” ibarat besi dengan batu asah yakni terjadi sikap saling

mengalah satu sama lain demi tujuan bersama. sebagaimana

diketahui Indonesia dicirikan oleh keberagaman dalam berbagai

aspek, seperti suku, ras, agama, bahasa daerah, ideologi, tatakrama,

karena itu pemahaman terhadap keberagaman dan perbedaan itu

perlu ditanamkan sejak dini sehingga tercipta suatu kondisi dimana

dalam perbedaan dan keberagaman masyarakat kita tetap memiliki

satu kedudukan yang sama saling menghargai dan menghormati satu

sama lainnya. .

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

101

3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa

(Religius)

Berkaitan dengan nilai karakter yang berhubungan dengan

Tuhan Yang Maha Esa, pikiran, perkataan, dan tidakan seseorang yang

diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau

ajaran agamanya terdapat dalam bebladbadan (metafora), I Made

Molog mula kereng mawang putihin timpalne, tatuekne mamisunayang,

I Made Molog memang suka membawang putihkan temannya‟

maknaya memfitnah. Dalam agama siswa diajarkan tidak boleh

memfitnah teman, dan menjatuhkan teman untuk kepentingan sendiri

sehingga merugikan orang lain perbuatan tersebut sangat melanggar

ajaran agama. Selain itu nilai karakter dalam wujud keyakinan pada

Tuhan Yang Maha Esa dituangkan dalam bentuk sesapaan, misalnya

ketika orang-orang melakukan pembicaraan dan ada suara cecak

terdenganr, maka mereka mengucapkan sesapaan “turun Saraswati”

maksudnya apa yang diucapkan diberkati Tuhan (dalam manifestasinya

sebagai dewi Saraswati). Begitu pula, ketika masyarakat Bali kencing

disuatu tempat atau bukan di WC umpamanya atau mungkin ditegalan

yang tak dikenal mereka mengucapkan, jero-jero megingsir jebos tiang

manyuh maksudnya minta ijin supaya yang tinggal didaerah tempat

kencing itu yang tidak dapat dilihat secara kasat mata pergi sejenak

sehingga apa yang kita lakukan terberkati.

4. Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri meliputi;

a. Jujur

Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,

tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. Terdapat

dalam sesawangan (perumpamaan), munyine jangih kadi sunarine

tempuh angin, tatuekne, jangih, ngulangunin, tur lengut pisan. „

tutur bahasanya nyaring bagai sunari yang di hembus angin,

maknanya halus, merdu, dan indah sekali. Siswa yang jujur adalah

siswa yang memilki tutur kata, tindakan,pekerjaan yang baik, halus,

dapat dipercaya, dan dipertanggung jawabkan.

b. Bertanggung jawab

Merupakan sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas

dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya siswa lakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, (alam, sosial, dan

budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat dalam

sesonggan (pepatah), sekah gelah nyen man tunden maktinin,

tatuekne, gumi Indonesia ene mula iraga ngelah, iraga patut

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

102

ngutamayang, „ tempat dewa-dewi (dalam agama hindu) siapa yang

disuruh menyembahnya, sama halnya dengan bumi Indonesia yang

tercinta ini memang kita yang memiliki harus kita yang menjaganya.

Sebagai siswa yang bertanggung jawab harus melaksanakan tugas

dan kewajiban terhadap Tuhan, nusa dan bangsa.

c. Kerja keras

Merupakan suatu prilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan

tugas (belajar/bekerja) dengan sebaik-baiknya. Terdapat dalam

sesonggan (pepatah), sapuntul-puntulan besine yening sangih dadi

mangan, tatuekne,lamun apa je belogne yening malajah pasti lakar

dueg, „ setumpul-tumpulnya besi apabila diasah pasti akan

tajam,‟maknanya sebodoh bodohnya siswa apabila mau sungguh-

sungguh dalam mengatasi permasalahan, pekerjaan maupun belajar

pasti akan berhasil dan pintar,dalam menanamkan nilai kerja keras

dalam paribasa dapat dilakukan juga melalui pujian atau cara sopan

dalam sindiran. Nilai prilaku upaya sungguh-sungguh dalam bekerja

dalam paribasa Bali disampaikan secara sopan dalam paribasa Bali

dapat tercermin dalam sesonggan, seperti, “cenik-cenikan punyan

sotong”, keci-kecilan pohon jambu biji, “ yeh ngetel bisa molongin

batu” setetes air dapat melobangi batu, sesenggakan, seperti, “buka

petapan ambengane”, ibarat alang-alang, sesonggan dan

sesenggakan tersebut dipakai untuk menasehati, mendidik anak-

anak agar memiliki sikap kerja keras, prilaku yang sungguh-

sungguh, belajar yang kuat seperti pohon jambu kecil tapi kuat,

begitu juga dengan setetes air lama-lama bisa melobangi batu .

Semua manusia memiliki potensi yang baik. Manusia harus belajar

dari kecil karena pada usia muda, pikiran, konsentrasi dan

kecerdaasan anak-anak sangat tajam serta sudah tua akan dijadikan

sebagai pengayom inilah yang diumpamakan seperti alang-alang.

Siswa sangat perlu diberikan nasehat paribasa Bali ini supaya

mampu mengerjakan dan menyelesaikan tugas dan kewajiban

dengan baik.

d. Percaya diri

Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap

pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Terdapat

dalam bladbadan (metafora), prakpak balok kaden sundih, awak

belog ngaku ririh,‟ bara balok dikira api lampu templek, dirinya

bodoh mengaku pintar‟ maknanya sebagai siswa harus memiliki

sikap percaya diri, keyakinan dan kemampuan diri sendiri sehingga

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

103

dapat bersaing dalam kehidupan sehari-hari, meskipun ilmu yang

dimiliki kurang memadai tetapi kalau sudah memiliki keyakinan,

percaya diri niscaya semuanya dapat teratasi. Adakalanya dalam

masyarakat Bali, pengakuan sikap, prilaku bijaksana dan percaya

diri seseorang terindikasi melalui sikap rendah hati seseorang.

Karena itu, sikap rendah hati dan percaya diri menjadi indikator bagi

tingkah laku manusia Bali, sebagai mana tercermin dalam ungkapan

“eda ngaden awak bisa depang anake ngadanin”, sikap percaya

diri berkaitan dengan sikap tidak menyombongkan diri meskipun

dipuji, suka menerima saran atau kritikan untuk meningkatkan

prestasi.

e. Cinta ilmu

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunujukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

Terdapat dalam sesonggan (pepatah) song beduda buin titinin,

tatuekne, buka anake ane plapan melaksana, ngidepang ilmu

pengetahuan di sahananing laksana.‟ Lobang beduda (semacam

serangga yang sering buat lubang ditanah) dibuatkan jembatan, hal

ini sangat baik diajarkan pada siswa dalam berbuat, berbicara, harus

selalu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sehingga apa yang

dicita-citakan dapat diraih dan berhasil.

f. Berpkir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu cara kenyataan atau logika untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang

telah dimiliki. Tersurat dalam sesenggakan (ibarat), buka padine ane

misi nguntul, ane puyung sunggar, tatuekne buka anake pradnyan

alep tur mendep, sakewala anake ane belog punggung, sombong

ngucicak. „ seperti padi yang penuh berisi menunduk, sedangakan

yang kosong berdiri, makna seperti siswa yang sangat pandai diam,

tidak banyak bicara, tetapi siswa yang bodoh terlalu banyak bicara

dan sombong. Artinya sebagai siswa harus rajin belajar, berpikir

logis, kritis, dan inovatif demi bangsa dan negara.

g. Mandiri

Sesuatu sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Seperti terdapat dalam

sesenggakan (ibarat), buka ulungan durene, nyaputin iba, tatuekne,

buka anake ane tanggar teken awakne apang tuara kasengkalen

tipal. „ seperti jatuhnya buah duren, berselimut sendiri, maknanya

sebagai siswa harus bersikap dan berprilaku mandiri tidak

tergantung orang lain. Ini sangat baik dipakai mendidik anak-anak

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

104

supaya bisa hidup tabah, kuat, berani mengambil resiko, dan berpikir

fositif dalam mengerjakan tugas-tugas pribadi maupun tugas negara.

5. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan

pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-

upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu

ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang

membutuhkan. Nilai ini berhubungan dengan sikap, sifat, perhatian,

karena dewasa ini masyarakat sudah mulai melakukan illegal loging

secara besar-besaran sehingga pemanasan global terjadi. Pada era

reformasi sekarang mengelola kekayaan alam, hutan, dan hasil bumi

lainnya sudah semakin meraja lela sehingga hutan menjadi rusak,

lingkungan rusak, dan kekayaan alam semakin menipis sebenarnya

masyarakat yang baik adalah masyrakat yang eling, ingat, dan selalu

waspada sehingga tidak terjadi kerusakan dimana-mana. Nilai karakter

ini maknanya dapat dilihat dalam sindiran berikut, sesonggan, ngalih

baling ngaba alutan, buta tumben ngedat, takut ngetel payu makebios,

sau kerep dungki langah, mengandung makna tidak mampu mengelola

kekayaan alam dengan baik (berhasil guna, tepat sasaran) menyebabkan

hidup ini hancur berantakan (takut ngetel payu makebios), cendrung

boros tidak mau lagi menanam hutan hanya menebang saja sehingga

banjir dan pemanasan global terjadi (sau kerep dungki langah),

membuat hidup menjadi menderita, pas-pasan (ngalih balang ngaba

alutan), sesonggan tersebut sering digunakan menyindir sikap dan

tingkah laku orang yang angkuh, sombong, dan conkak, dengan tujuan

untuk menyadarkan orang tersebut bahwa kepentingan pribadi yang

dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merusak

lingkungan sangat merugikan orang banyak.

KESIMPULAN

Ungkapan-ungkapan tradisional yang merupakan mutiara kata dari nenek

moyang mengandung pesan moral yang dapat berlaku sepanjang jaman. Ungkapan-

ungkapan tradisional tersebut dibuat sebagai petuah, nasehat yang disampaikan secara

tersirat dengan memperhatikan estetika bahasa yang tinggi. Seiring dengan tergerusnya

akar budaya maka perlu adanya penguatan karakter bangsa. Lebih lanjut karakter bangsa

perlu dijaga agar tetap terjaga.paribasa bali merupakan genre sastra lisan Bali tradisional

yang sangat kaya dengan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut memiliki

kontribusi strategis dalam pembentukan karakter bangsa. Manusia berkarakter adalah

manusia yang memiliki kesehimbangan dan keharmonisan dalam hal rasa. Untuk itu

revitalisasi budaya melalui pengkajian sebagai aset budaya termasuk paribasa Bali,

merupakan upaya penting dan strategis dalam rangka penguatan dan ketahanan budaya.

Nomor 16 Tahun X Oktober 2014

ISSN : 1907-3232

105

Karakter-karakter yang tampak kental pada ungkapan-ungkapan paribasa Bali

adalah pembentukan karakter, hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan

dengan diri sendiri, hubungan dengan sesama, hubungan dengan lingkungan, dan nilai

kebangsaan. Untuk memahami ungkapan dalam paribasa Bali tersebut perlu adanya

orientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal upaya pengembangan makna sesuai

dengan konteks dapat maksimal, lebih lanjut siswa dapat menerima dan mengaplikasikan

dalam tutur dan tindakan untuk pembelajaran karakter baik bagi diri sendiri, orang lain,

maupun bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ginarsa, Ketut t. th. Paribasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep, dan Implementasi. Bandung:

Penerbit Alfabeta.

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Buku Pedoman Pendidikan Karakter di Sekolah

Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian

Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Jakarta: Direktorat Jendral

Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Suarka, I Nyoman. 2010. Aksara Jurnal Bahasa dan Sastra. Balai Bahasa Denpasar.

Nomor 36, TH XXII, Desember 2010

Suyanto. 2011. “Pendidikan Karakter di Sekolah Perlu Direvitalisasi” Majalah Diknas

Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.

Yudhoyono, Susilo Bambang. 2011. “Mari Kita Kerja Keras melalui Jalur Pendidikan”

Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.