jurnalevaluasiprosespemantauanjentikdaerahkepadatanjentikrendah-120131060617-phpapp02.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    EVALUASI PROSES PEMANTAUAN JENTIK DI DAERAH KEPADATAN JENTIK RENDAH (STUDI DI KELURAHAN

    PANGGUNG LOR KOTA SEMARANG)

    Lidia Fibriana Putri

    Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, FIK, Universitas Negeri Semarang

    ABSTRAK

    Kepadatan jentik berpengaruh terhadap kasus DBD. Apabila hasil pemantauan jentik menunjukkan kepadatan jentik rendah maka diasumsikan kasus DBD akan menurun, begitu juga sebaliknya. Namun di Kelurahan Panggung Lor, kasus DBD tinggi padahal kepadatan jentiknya rendah. Ketidaksesuaian ini menimbulkan ketidakpercayaan pada kebenaran data hasil pemantauan jentik yang dilatarbelakangi oleh proses pemantauan jentik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hasil evaluasi proses pemantauan jentik di daerah kepadatan jentik rendah (Studi di Kelurahan Panggung Lor Kota Semarang). Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan rancangan studi evaluasi dengan pendekatan kualitatif tentang kondisi pemantauan jentik di daerah kepadatan jentik rendah pada tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan. Informan dalam penelitian berjumlah 11 orang yang terdiri dari ketua FKK, jumantik dan masyarakat yang ditentukan dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Instrumen yang digunakan adalah panduan wawancara, lembar observasi dan lembar dokumentasi. Analisis data menggunakan metode analisis isi (content analysis). Simpulan dari penelitian ini perencanaan pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor meliputi sosialisasi secara ceramah berurutan dari DKK sampai RT melalui PKK setiap bulan, perekrutan jumantik secara penunjukkan oleh kepala kelurahan dan pokja 4 PKK dengan kriteria kader sebagai jumantik, dan pelatihan jumantik secara rutin tiap tahun di DKK serta tiap bulan di puskesmas dan pokja 4 PKK. Pelaksanaan pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor meliputi persiapan berupa pengumpulan data rumah dan pendekatan ke masyarakat tiap bulan di PKK, kunjungan rumah oleh jumantik yang tidak rutin dilakukan tiap minggu, pemantauan jentik secara mandiri oleh masyarakat, penyuluhan DBD secara individual dan kelompok setiap bulan mengenai pengenalan, gejala, dan nyamuk penular DBD, cara pemantauan jentik, PSN, dan 3M serta pencatatan hasil pada formulir JPJ-1. Monitoring pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor hanya berupa pemantauan wilayah setempat tanpa pemetaan wilayah tapi tidak setiap bulan, dan data pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor dilaporkan setiap bulan ke puskesmas dan diolah menjadi ABJ. Saran yang diberikan dari hasil penelitian adalah diharapkan dilakukan perbaikan pada tahapan pelaksanaan, monitoring, dan pelaporan data pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas Bulu Lor, dan jumantik Kelurahan Panggung Lor.

    ABSTRACT

    Larvae density was influential towards the DHF incident. If the results of monitoring larvae indicate low larvae density, it is assumed DHF cases will decrease. However in Kelurahan Panggung Lor, DHF cases high whereas its larvae density low. This incompatibility caused distrust in the truth of data produced by monitoring larvae is

    1

  • 2

    motivated by monitoring larvae process. The purpose of this research is to find out the results of evaluation of process monitoring larvae in the low larvae density areas (Study in Kelurahan Panggung Lor Kota Semarang). Kind of this research is descriptive research using evaluation study design with qualitative approach about the condition of monitoring larvae in low larvae density areas at the planning, implementation, monitoring and reporting stage. Number of informants in this research is 11 people consists of a FKK chairman, Jumantik and community that were determined by purposive sampling and snowball sampling technique. The instruments that are used is the interview guide, observation sheets and documentation sheets. Analysis of the data using content analysis methods. The conclusions of this research, planning of monitoring larvae in Kelurahan Panggung Lor include socialization by sequentially explanation from DKK to RT throught PKK every month, jumantik recruitment by appointment with criteria kader as jumantik, jumantik training is done routine every year in DKK and every month in public health center and pokja 4 PKK. Implementation of monitoring larvae in Kelurahan Panggung Lor include preparation form of home data collection and approaches to community every month in PKK, home visits by jumantik are not routinely done every week, monitoring larvae independently by the community, DBD counseling by individual and group every month about introduction, symptoms, and mosquito-borne dengue fever, ways of monitoring larvae, PSN, and 3M as well as recording the results on the form JPJ-1. Monitoring of monitoring larvae in Kelurahan Panggung Lor only form of local area monitoring without mapping the area but not every month, and data of monitoring larvae are reported monthly to the Public Health Center and processed into ABJ. Advice given from the results of the study is expected to repairs on the stage of implementation, monitoring, and reporting of monitoring larvae data in Kelurahan Panggung Lor by the Semarang Health Departement, Bulu Lor Public Health Center, and Panggung Lor jumantik. Kata Kunci : Evaluasi, Pemantauan Jentik, Kepadatan Jentik

    PENDAHULUAN

    Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular dengan perjalanan penyakitnya cepat (Depkes RI, 2009:121) yang disebabkan virus dengue yang ditularkan dari manusia ke manusia lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus (Dantje T. Sembel, 2009:63). Data tahun 2009 menunjukkan incident rate (IR) DBD di Indonesia 68,22 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) 0,89% (Depkes RI, 2010:47), yang jauh dari target IR < 20 per 100.000 penduduk dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 dengan IR 59,02 per 100.000 penduduk

    dan CFR sebesar 0,86% (Depkes RI, 2009:122). Penyebaran DBD di Indonesia sampai tahun 2009 dari 497 kabupaten/kota tercatat 384 kabupaten/kota atau 77,26% yang terjangkit DBD (Depkes RI, 2010:49). Salah satu provinsi dengan IR tinggi (5,74 per 10.000 penduduk) yaitu Jawa Tengah (Dinkes Prov. Jawa Tengah, 2010:129). Dari 35 kabupaten dan kota di Jawa Tengah, pada tahun 2009 Kota Semarang menduduki peringkat pertama DBD dengan IR 26,69 per 10.000 penduduk (DKK Semarang, 2010:22), bahkan sampai akhir tahun 2009 di Kota Semarang masih terjadi KLB di 50 Kelurahan, 14 Puskesmas dan 7 Kecamatan (DKK Semarang, 2010:24). Data IR DBD tahun 2010 di

  • 3

    Kota Semarang sebesar 368,7 per 100.000 penduduk. Salah satu kelurahan di Kota Semarang yang memiliki IR DBD tinggi (514,9 per 100.000 penduduk) pada tahun 2010 adalah Kelurahaan Panggung Lor. Selain itu pada tahun yang sama di Kelurahan Panggung Lor terjadi KLB DBD karena ditemukannya kematian akibat DBD (CFR 1,4%) padahal tahun-tahun sebelumnya tidak ditemukan kasus meninggal. Hal ini menunjukkan DBD merupakan masalah kesehatan yang serius di Kelurahan Panggung Lor.

    Karena belum ditemukannya vaksin yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan DBD (Saleha Sungkar, 2007:168) maka upaya pencegahan dan pengendalian DBD dilakukan melalui pengendalian vektor yang lebih ditekankan pada pemberdayaan masyarakat. Adapun pemberdayaan masyarakat tersebut berupa kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang digerakkan melalui penyuluhan DBD dan pemantauan jentik. Kegiatan pemantauan jentik tersebut dilakukan oleh juru pemantau jentik atau yang dikenal sebagai jumantik setiap satu bulan kemudian hasil pemeriksaan jentik ini direkapitulasi menjadi ABJ..

    Jika hasil pemantauan jentik menunjukkan ABJ >95% (kepadatan jentik rendah) berarti upaya pengendalian vektor berhasil. Jika upaya pengendalian vektor berhasil maka diasumsikan kasus DBD akan menurun atau bahkan tidak ditemukan kasus lagi karena keberadaan nyamuk sebagai vektor penular berkurang, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, sangat diperlukan hasil pemantauan jentik yang akurat sehingga penentuan

    upaya pencegahan dan pemberantasan DBD tepat.

    Kelurahan Panggung Lor pada tahun 2010 menduduki peringkat ke-3 kelurahan dengan kepadatan jentik rendah di Kota Semarang. Hal ini mengindikasikan sudah berhasilnya pengendalian vektor di Kelurahan Panggung Lor. Namun, pada kenyataannya walaupun kepadatan jentik di Kelurahan Panggung Lor rendah dan upaya pengendalian vektor telah dinyatakan berhasil, kasus DBD di Kelurahan Panggung Lor masih tinggi bahkan Kelurahan Panggung Lor masih merupakan daerah endemis. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Teguh Widiyanto (2007) yang menyatakan faktor keberadaan jentik berhubungan dengan kejadian DBD (p

  • 4

    menilai kebenaran data hasil pemantauan jentik perlu dinilai kesesuaian antara proses pemantauan jentik yang melatarbelakangi munculnya data dengan tataran idealnya.

    Kegiatan Pemantauan Jentik

    Kegiatan pemantauan jentik adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. Aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit DBD. Juru Pemantau Jentik

    Juru pemantau jentik (jumantik) adalah kelompok kerja kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue di tingkat desa/kelurahan dalam wadah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau Forum Kesehatan Kelurahan (Depkes RI, 1992). Tugas pokok jumantik adalah melakukan pemantauan jentik, penyuluhan kesehatan, menggerakkan pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan periodik, serta melaporkan hasil kegiatan tersebut kepada supervisor dan petugas puskesmas, sehingga akan dapat dihasilkan sistem pemantauan jentik yang berjalan dengan baik (Tim Penanggulangan DBD Depkes RI, 2004). Metode Pemantauan Jentik

    Metode pemantauan jentik yang paling sering digunakan adalah survei larva secara visual. Survei ini dilakukan dengan cara melihat dan mencatat ada tidaknya larva dalam tempat perindukan nyamuk dan tidak

    dilakukan pengambilan/pemeriksaan jenis larva. Metode ini paling sering digunakan dalam pemantauan jentik (Widya Hary Cahyati, 2006:47).

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil evaluasi proses pemantauan jentik di daerah kepadatan jentik rendah Kelurahan Panggung Lor yang terdiri dari (1) gambaran perencanaan pelaksanaan pemantauan jentik, (2) gambaran pelaksanaan pemantauan jentik, (3) gambaran monitoring pelaksanaan pemantauan jentik, dan (4) gambaran pelaporan dan pengolahan data informasi pemantauan jentik.

    METODE

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah studi evaluasi (Moch. Imron dan Amrul Munif, 2010:122) dengan pendekatan kualitatif (Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni, 2010:49) dimana peneliti mengevaluasi proses pemantauan jentik secara retrospektif dan prospektif (Moch. Imron dan Amrul Munif, 2010:122) dengan menggambarkan kondisi pemantauan jentik di daerah kepadatan jentik rendah pada tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan secara obyektif yang diperoleh dari hasil mengamati fokus penelitian, mencatat apa yang terjadi di tempat penelitian, melakukan analisis isi terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di tempat penelitian dan membuat laporan penelitian secara mendetail (Sugiyono, 2011:14).

    Informasi proses pemantauan jentik tersebut didapatkan dengan cara observasi tentang pelaksanaan pemantauan jentik, wawancara tentang proses pemantauan jentik yang

  • 5

    dilakukan pada partisipan, dan dokumentasi. Partisipan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling (Sugiyono, 2011:218221). Penentuan partisipan dengan teknik purposive sampling didasarkan pada kriteria : 1. ketua Forum Kesehatan Kelurahan

    (FKK) Panggung Lor tahun 2010 2011

    2. juru pemantau jentik (Jumantik) FKK Panggung Lor yang : bertugas memantau jentik

    selama tahun 2010 2011 bertugas memantau jentik di

    RW dengan angka bebas jentik >95% selama bulan Januari Mei 2011

    bertugas memantau jentik di RW yang ditemukan kasus demam berdarah dengue pada bulan Januari Mei 2011berdasarkan data dari Puskesmas Bulu Lor

    3. masyarakat Kelurahan Panggung Lor yang : tinggal di Kelurahan Panggung

    Lor lebih dari 1 tahun sampai penelitian berlangsung

    tinggal di RW dengan angka bebas jentik >95% selama bulan Januari Mei 2011

    tinggal di RW yang ditemukan kasus demam berdarah dengue pada bulan Januari Mei 2011 berdasarkan data dari Puskesmas Bulu Lor

    bersedia dijadikan informan penelitian

    Dari kriteria di atas ditetapkan partisipan sebanyak 5 orang, yang terdiri dari : 1. ketua FKK Panggung Lor

    2. Jumantik FKK Panggung Lor di RW 10 dan RW 6 (1 Jumantik per RW)

    3. masyarakat RW 10 dan RW 6 Kelurahan Panggung Lor (1 orang per RW yang dipilih secara random)

    Sedangkan, teknik snowball sampling digunakan karena data yang telah dikumpulkan dari partisipan sebelumnya belum mampu memberikan informasi yang memuaskan, maka ditentukan partisipan lain yang dapat digunakan sebagai sumber data berdasarkan rekomendasi partisipan sebelumnya sampai tidak ditemukan data baru lagi. Jadi partisipan secara keseluruhan berjumlah 11 orang, yang terdiri dari : 1. ketua FKK Panggung Lor 2. Jumantik FKK Panggung Lor di

    RW 10 dan RW 6 (2 Jumantik per RW)

    3. masyarakat RW 10 dan RW 6 Kelurahan Panggung Lor (3 orang per RW yang dipilih secara random).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    GAMBARAN PERENCANAAN PEMANTAUAN JENTIK Sosialisasi Pemantauan Jentik

    Sosialisasi pemantauan jentik merupakan langkah awal untuk memperkenalkan kegiatan pemantauan jentik kepada masyarakat. Perkenalan ini menciptakan kesan pertama masyarakat tentang kegiatan pemantaun jentik. Kesan pertama masyarakat penting karena akan mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilakunya terhadap pemantauan jentik. Oleh karena itu, perlu diciptakan kesan yang baik melalui interaksi antara agen sosialisasi dengan

  • 6

    masyarakat sebagai sasaran sosialisasi. Agen sosialisasi yakni orang-orang di sekitar masyarakat yang mentransmisikan nilai-nilai atau norma-norma tertentu dalam hal ini pemantauan jentik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi, agen sosialisasi yang sesuai adalah significant others (orang yang paling dekat). Significant others yang sesuai untuk agen sosialisasi pemantauan jentik di kelurahan adalah Forum Kesehatan Kelurahan (FKK). FKK merupakan wadah partisipasi bagi masyarakat dalam pengembangan pembangunan kesehatan di tingkat kelurahan untuk merencanakan, menetapkan, koordinasi, dan penggerak kegiatan serta monitoring evaluasi pembangunan kesehatan di kelurahan (Dinkes Kota Semarang, 2010:5).

    Waktu dan tempat pelaksanaan sosialisasi pemantauan jentik berdasarkan kesepakatan masyarakat dengan petugas FKK. Di Kelurahan Panggung Lor sosialisasi ini dilakukan setiap bulan dimulai dari tingkat kelurahan sampai RT. Pelaksanaan sosialisasi pemantauan jentik dilakukan secara kontinyu. Hal ini bertujuan untuk menggerakkan masyarakat agar terlibat dalam pemantauan jentik. Keterlibatan masyarakat ini dapat membuat kegiatan pemantauan jentik berjalan dengan baik. Apabila pemantauan jentik berjalan dengan baik maka akan didapat data hasil pemantauan jentik yang sesuai keadaan sebenarnya, sehingga kepadatan jentik dan kejadian DBD dapat dipantau. Adapun dampak apabila sosialisasi pemantauan jentik tidak dilakukan adalah tidak adanya kepedulian dan peran serta masyarakat dalam

    pemantauan jentik, sehingga kegiatan pemantauan jentik tidak terlaksana yang akhirnya membuat data kepadatan jentik yang dilaporkan pada puskesmas atau DKK tidak sebenarnya. Perekrutan Juru Pemantau Jentik

    Juru Pemantau Jentik (jumantik) atau Petugas Pemantau Jentik (PPJ) adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk pemantauan jentik rutin, mengumpulkan dan melaporkan data pemantauan jentik rutin, penyuluhan, dan menggerakkan masyarakat (Pemerintah Kota Semarang, 2010:5). Menurut Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue oleh Juru Pemantau Jentik yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006, perekrutan jumantik dilaksanakan oleh puskesmas sesuai dengan tatacara yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Dirjen Binkesmas atau sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang berwenang lainnya.

    Jika dilihat dari uraian teori di atas, pelaksanaan perekrutan jumantik di Kelurahan Panggung Lor belum sesuai. Hal ini dikarenakan perekrutan jumantik di Kelurahan Panggung Lor dilaksanakan oleh kepala kelurahan dan pokja 4 PKK dengan cara penunjukkan langsung tanpa ada tatacara khusus. Ketua pokja 4 PKK Kelurahan Panggung Lor selaku Petugas KB (PKB) kelurahan ditunjuk kepala kelurahan sebagai jumantik kelurahan. Selanjutnya jumantik kelurahan menunjuk pokja 4 RW selaku PKB RW sebagai jumantik RW dan jumantik RW menunjuk sub PKB RT sebagai jumantik RT. Berperannya PKB sebagai jumantik dikarenakan kesulitan mencari masyarakat yang bersedia

  • 7

    menjadi kader. Selain itu, di Kota Semarang belum ada tatacara khusus perekrutan jumantik. Pemantauan jentik di Kota Semarang secara umum diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah. Kriteria jumantik di Kelurahan Panggung Lor yang sesuai dengan uraian di atas yaitu jumantik berasal dari Kelurahan Panggung Lor dan kader sebagai jumantik. Kader yang dimaksud adalah orang yang pernah mendapatkan informasi dan mengikuti pelatihan kesehatan termasuk tentang pemantauan jentik dan bersedia menyampaikannya kepada masyarakat.

    Perekrutan jumantik bertujuan mencari sumber daya manusia yang berkompeten melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan pemantauan jentik rutin, penyuluhan, dan penggerakkan masyarakat untuk PSN DBD. Kriteria jumantik menurut Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD oleh jumantik (Depkes RI, 2006) berfungsi sebagai panduan untuk memudahkan pencarian sumber daya manusia yang berkompeten tersebut. Selain itu, kemauan juga menjadi kriteria jumantik, karena tanpa kemauan jumantik tidak akan bisa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan maksimal. Jumantik dapat direkrut dari kader kesehatan. Hal ini dilatarbelakangi karena baik jumantik maupun kader kesehatan memiliki peran yang sama untuk membantu pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Menurut Perda Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010, kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bersedia secara sukarela, mampu, dan memiliki waktu

    melaksanakan kegiatan kesehatan di lingkungannya. Kader dapat direkrut sebagai jumantik dengan pertimbangan kader telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan kesehatan, telah terbiasa terlibat dalam kegiatan kesehatan, kepercayaan masyarakat pada kader, dan dekat dengan masyarakat, sehingga dalam melaksanakan tugasnya tidak mengalami kendala untuk pendekatan ke masyarakat. Kesulitan mencari masyarakat yang bersedia menjadi jumantik di Kelurahan Panggung Lor menunjukkan bahwa tidak adanya kepedulian masyarakat mengenai pemantauan jentik. Tidak adanya imbalan dapat juga menjadi latar belakang rendahnya kemauan masyarakat untuk terlibat dalam pemantauan jentik. Oleh karena itu, apabila perekrutan jumantik hanya berdasarkan penunjukkan tanpa disertai tatacara atau pedoman, bisa mengakibatkan jumantik tidak sepenuh hati dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, apalagi penunjukkan tersebut dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi yang bisa menyebabkan kesediaan jumantik hanya karena rasa tidak enak hati. Hal ini mempengaruhi proses dan hasil kerja jumantik. Pelatihan Juru Pemantau Jentik

    Menurut Petunjuk bagi Kelompok Kerja Pemberantasan Penyakit DBD (pokja DBD) tahun 1995, pelatihan jumantik merupakan salah satu kegiatan awal untuk mempersiapkan penggerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan DBD. Pelatihan kepada jumantik secara kontinyu ini dapat meningkatkan pengetahuan, kesiapan, dan kemampuan jumantik dalam melaksanakan pemantauan jentik, menggerakkan masyarakat

  • 8

    dalam PSN DBD, dan melakukan penyuluhan pemberantasan DBD baik secara individu maupun kelompok. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yuli Kusumawati dan S. Darnoto (2006) yaitu pelatihan meningkatkan pengetahuan kader tentang pemberantasan penyakit DBD. Peningkatan pengetahuan kader menciptakan rasa percaya diri kader, sehingga membuat kader merasa lebih siap untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, pelatihan membekali kader dengan kemampuan sehingga kader lebih mahir dan berkompeten.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan diketahui bahwa pelatihan pemantauan jentik dilakukan dengan berurutan dari tingkat kota ke tingkat RT. Pelatihan oleh DKK dan puskesmas dilakukan di DKK dan Puskesmas dengan mengundang jumantik secara perwakilan. Adapun cara pelatihan pemantauan jentik dengan penjelasan materi tentang cara pemantauan jentik, tempat-tempat penampungan air apa saja yang harus diperiksa, dan cara menaburkan abate ke tempat-tempat penampungan air. Materi yang telah diberikan kepada jumantik oleh DKK, puskesmas, dan pokja 4 kelurahan disampaikan turun ke RW dan RT saat arisan dan PKK oleh jumantik RW dan RT.

    Pelatihan merupakan bekal bagi jumantik untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam pemantauan jentik, penyuluhan, dan penggerakan masyarakat untuk PSN DBD. Dalam pemberian bekal ini harus memperhatikan pelatih, materi, dan waktu pelatihan. Pelatih harus memiliki kompetensi dalam hal pemantauan jentik dan pengendalian DBD, seperti tenaga kesehatan, petugas DKK, dan

    petugas puskesmas. Apabila pelatih tidak berkompeten bisa dipastikan jumantik yang dilatih juga tidak akan memiliki kemampuan yang kompeten. Hal ini membuat proses pemantauan jentik tidak sesuai tataran idealnya sehingga mempengaruhi hasil pemantauan jentik. Materi pelatihan harus benar dan berkembang, karena apabila materi tidak sesuai akan menimbulkan pengetahuan dan pemahaman yang keliru yang akan mempengaruhi kinerja dan hasil kerja jumantik. Selain itu, perlu juga dilakukan praktek langsung saat pelatihan agar jumantik lebih mahir dan terbiasa dalam melaksanakan tugasnya. Waktu pelatihan mengacu pada frekuensi pelatihan. Pelatihan harus diberikan kontinyu agar jumantik tidak lupa dan kemampuan jumantik dapat terus dikembangkan. Pelatihan ini sangat diperlukan jumantik agar dalam pelaksanaan tugasnya tidak terjadi kekeliruan, keadaan yang sebenarnya dapat diidentifikasi jumantik dengan benar. GAMBARAN PELAKSANAAN PEMANTAUAN JENTIK Persiapan Pemantauan Jentik

    Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan diketahui bahwa pengumpulan data penduduk dan rumah/bangunan untuk pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor dilakukan dengan pengumpulan kartu keluarga (KK). KK dikumpulkan ke sekretaris RT secara langsung atau melalui sub PKB RT dan dasawisma, dan selanjutnya KK tersebut dikumpulkan ke RW dan kelurahan. Tahap pertemuan pemantauan jentik dan pendekatan kepada masyarakat di Kelurahan Panggung Lor dilakukan setiap bulan dengan durasi tiap

  • 9

    pertemuan 11,5 jam. Pertemuan di kelurahan dilakukan di balai desa bersamaan dengan rakor pokja 4 PKK dan PKK kelurahan. Selanjutnya hasil pertemuan pemantauan jentik di tingkat kelurahan disampaikan ke tingkat RW bersamaan dengan PKK RW. Dari pertemuan RW hasil pertemuan disampaikan ke tingkat RT bersamaan dengan PKK RT, dalam pertemuan ini sekaligus dilakukan pendekatan kepada masyarakat. Hal yang menjadi bahasan dalam pertemuan pemantauan jentik mengenai pemantauan jentik, posyandu, KB, dan lain-lain yang bersangkutan dengan pokja 4 PKK dan kesehatan. Adapun hal yang disampaikan pada pendekatan ke masyarakat tentang pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik. Di Kelurahan Panggung Lor tidak ada rencana kerja khusus pemantauan jentik. Rencana kerja pemantauan jentik termasuk dalam program pokja 4 PKK yang diberikan secara lisan kepada jumantik saat pertemuan.

    Pengumpulan data penduduk dan rumah/bangunan bertujuan untuk mengetahui cakupan sasaran pemantauan jentik yaitu rumah/bangunan yang akan diperiksa. Oleh karena itu, selain pengumpulan data melalui KK, pengumpulan data rumah/bangunan perlu dilakukan karena data rumah/bangunan kosong tidak dapat diketahui melalui KK dan dalam satu rumah kemungkinan bisa dihuni lebih dari satu KK. Bila hanya dilakukan pengumpulan data penduduk saja bisa terjadi kesalahan pengumpulan dan pengolahan data. Dimungkinkan pemeriksaan jentik yang seharusnya dilakukan di tempat penampung air tiap rumah/bangunan justru dilakukan pada tiap KK dan kemungkinan rumah/bangunan kosong

    tidak diperiksa padahal berpotensi juga sebagai tempat perkembangbiakan vektor. Hal ini mengakibatkan tidak bisa diketahuinya kepadatan jentik per wilayah. Data rumah/bangunan yang dibutuhkan untuk menghasilkan angka bebas jentik sebagai indikator kepadatan jentik bila digantikan dengan data penduduk, maka hasil pemantauan jentik tidak menggambarkan kepadatan jentik sebenarnya.

    Pertemuan pemantauan jentik bertujuan untuk membahas dan mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pemantauan jentik. Pendekatan ke masyarakat bertujuan untuk mengenali karakteristik masyarakat dan menggerakkan masyarakat dalam pemantauan jentik. Dengan pendekatan ke masyarakat masalah-masalah terkait penerimaan masyarakat akan lebih mudah diidentifikasi. Diharapkan dengan pertemuan dan pendekatan ke masyarakat pelaksanaan pemantauan jentik berjalan lancar dan kendala-kendala pemantaun jentik dapat diatasi. Pertemuan dan pendekatan ke masyarakat ini harus dilakukan secara kontinyu agar perkembangan pemantauan jentik dapat dimonitoring dan ditindaklanjuti dengan tepat.

    Rencana kerja bertujuan untuk memudahkan dan mengarahkan jumantik dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, rencana kerja juga bertujuan untuk memudahkan petugas kesehatan/supervisor dalam melakukan bimbingan dan monitoring kepada jumantik. Rencana kerja harus memuat rincian kegiatan, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan penanggung jawab kegiatan (Dirjen PPM-PLP, 1995:30, 33). Oleh karena itu, rencana kerja pemantauan jentik harus dibuat secara rinci dan detail. Jumantik Kelurahan

  • 10

    Panggung Lor seharusnya memiliki rencana kerja pemantauan jentik tersendiri. Selain itu penyampaian rencana kerja secara lisan seharusnya diberikan juga secara tertulis agar jumantik tidak lupa.

    Sedangkan pada tahapan penentuan rumah/keluarga yang akan dikunjungi/diperiksa tidak dilakukan karena kunjungan rumah oleh Jumantik hanya dilakukan sesekali dan pemeriksaan dilakukan mandiri oleh masyarakat. Penentuan rumah/keluarga yang akan dikunjungi diperlukan agar pelaksanaan pemantauan jentik lebih terkontrol dan perkembangan hasil pemantauan jentik dapat dipantau. Apabila rumah/keluarga yang akan dikunjungi tidak ditentukan dan bahkan kunjungan rumah tidak dilakukan, hasil pemantauan jentik yang sebenarnya tidak akan diketahui. Kunjungan Rumah

    Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan diketahui bahwa kunjungan rumah di Kelurahan Panggung Lor tidak rutin, hanya dilakukan sekali dua kali saja. Kegiatan yang dilakukan jumantik Kelurahan Panggung Lor saat kunjungan rumah hanya memeriksa keberadaan jentik di tempat-tempat penampungan air di luar rumah, memberi pengarah kepada pemilik rumah untuk memeriksa jentik, membersihkan lingkungan rumah, dan memberikan penyuluhan DBD tapi tidak secara detail.

    Kunjungan rumah bertujuan untuk memeriksa jentik dan memberikan penyuluhan pada masyarakat secara individual. Selain itu, kunjungan rumah oleh jumantik juga berfungsi untuk monitoring pelaksanaan PSN DBD masyarakat. Dilaksanakannya kunjungan rumah membuat masyarakat

    selalu melakukan PSN DBD sebagai bentuk kesiapan bila sewaktu-waktu rumahnya dikunjungi. Saat kunjungan rumah dilakukan pemeriksaan tempat-tempat penampungan air sehingga akan dihasilkan data pemantauan jentik yang sesungguhnya. Saat kunjungan rumah juga dilakukan penyuluhan DBD secara individu pada pemilik rumah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam PSN DBD (I Wayan Sudiadnyana, 2009:19), mengidentifikasi permasalah yang dihadapi masyarakat dalam pemantauan jentik dan memberikan solusinya, dan mengetahui ada tidaknya kasus DBD di wilayah yang dikunjungi. Dengan kunjungan yang berulang-ulang disertai penyuluhan diharapkan masyarakat dapat melaksanakan PSN DBD secara teratur dan terus-menerus (Dirjen P2PL, 2010:3-4). Pemantauan Jentik

    Pemantauan jentik adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (Jumantik) (Dirjen P2PL, 2010:2).

    Pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor merupakan pemantauan jentik rutin (dilakukan oleh jumantik dan masyarakat). Pemantauan jentik oleh jumantik hanya sesekali saja tergantung waktu luang jumantik yang sebelumnya telah diberitahukan terlebih dahulu kepada masyarakat. Pemantauan jentik oleh masyarakat dilakukan setiap minggu dan hasilnya dilaporkan kepada jumantik saat pertemuan PKK RT. Adapun sasaran pemantauan jentik oleh jumantik adalah tempat-tempat penampungan air

  • 11

    yang ada di luar rumah, sedangkan tempat-tempat penampungan air di dalam rumah seperti bak mandi dipantau oleh pemilik rumah masing-masing. Alasan pemantauan jentik tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh jumantik karena sebagian besar masyarakat Kelurahan Panggung Lor tidak bersedia bila rumahnya diperiksa oleh jumantik.

    Tujuan kegiatan pemeriksaan jentik adalah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular demam berdarah dengue termasuk memotivasi keluarga/masyarakat dalam melakukan PSN DBD. Pemantauan jentik rutin baik oleh jumantik maupun masyarakat dilakukan rutin tiap minggu. Hal ini dikarenakan pemantauan jentik rutin bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pemantauan jentik tiap minggu dan upaya PSN DBD yang dilihat dari ABJ. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Abd. Rachman Rosidi dan Wiku Adisasmito (2006) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pemantauan jentik dengan angka bebas jentik (p=0,048). Jumantik harus melakukan pemeriksaan jentik karena hal itu merupakan tugas dan tanggung jawabnya. Masyarakat harus ikut serta dalam pemeriksaan jentik karena hal itu berkaitan dengan pencegahan DBD secara pribadi. Kendala ketidaksediaan masyarakat bila rumahnya diperiksa jumantik, bisa ditangani dengan pemeriksaan jentik secara mandiri oleh masyarakat dan melaporkan hasilnya pada jumantik. Namun dalam pelaksanaannya, masyarakat harus dibekali pengetahuan dan kemampuan memantau jentik agar tidak terjadi kesalahan saat pelaksanaan maupun identifikasi hasil pemantauan jentik. Walaupun dilakukan mandiri oleh

    masyarakat, jumantik juga perlu memonitoring pelaksanaan dan hasil pemantauan jentik untuk menghindari manipulasi data oleh masyarakat. Selain itu, data hasil pemantauan jentik oleh masyarakat harus dilaporkan tepat waktu dan rutin agar pengolahan data tidak terkendala. Penyuluhan DBD

    Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan diketahui bahwa penyuluhan DBD kepada masyarakat di Kelurahan Panggung Lor dilakukan bersamaan dengan program pokja 4 PKK. Penyuluhan khusus DBD hanya dilakukan di Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang sewaktu-waktu dan di Puseksmas Bulu Lor setiap bulan yang dihadiri oleh perwakilan dari jumantik. Penyuluhan di DKK dan puskesmas disampaikan dengan slide presentasi. Penggunaan media ini sangat mendukung penyuluhan karena media/alat peraga berfungsi memperjelas informasi yang ingin disampaikan dan membangkitkan suasana penyuluhan sehingga sasaran penyuluhan tertarik, lebih mengerti, dan diharapkan dapat menularkan dan menerapkan informasi yang didapat untuk pengendalian DBD. Sedangkan penyuluhan di kelurahan diberikan dengan penjelasan dan ceramah. Penyuluhan kepada masyarakat dengan cara materi yang dijelaskan oleh DKK dan puskesmas kepada jumantik disampaikan di kelurahan kepada jumantik RW lainnya. Selanjutnya jumantik RW ini menyampaikan materi tersebut di tingkat RW dan RT saat pertemuan PKK. Adapun materi yang diberikan pada penyuluhan DBD kelompok di Kelurahan Panggung Lor mengenai pengenalan DBD, gejala-gejala DBD, nyamuk penular DBD,

  • 12

    cara pemantauan jentik, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan upaya 3M (menguras, menutup, mengubur).

    Menurut Azwar (1983) dalam Heri D.J Maulana (2009), penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan mampu melakukan anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan DBD adalah pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengendalian penyakit DBD. Adanya peningkatan pengetahuan masyarakat ini diharapkan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam pengendalian DBD. Penyuluhan DBD kepada masyarakat di Kelurahan Panggung Lor merupakan bentuk penyuluhan individual yang dilakukan saat kegiatan pemantauan jentik. Penyuluhan individual merupakan pendekatan individual yang didasari setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk pendekatan ini meliputi bimbingan dan penyuluhan serta wawancara (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:57). Selain itu, penyuluhan DBD di Kelurahan Panggung Lor juga dilakukan secara kelompok bersamaan dengan pertemuan PKK/arisan di RT dan RW serta pertemuan rakor pokja 4 PKK di Kelurahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa selain penyuluhan secara individu yang dilakukan melalui kegiatan PJR, penyuluhan DBD kepada masyarakat luas juga dilakukan secara

    kelompok (seperti pada pertemuan kader, arisan, dan selapanan) dan secara massal (seperti pada saat pertunjukkan film layar tancap, ceramah agama, dan pertemuan musyawarah desa) (Dirjen P2PL, 2010:16). Penyuluhan kelompok oleh kader ini sangat berperan untuk menyadarkan dan menggerakkan masyarakat melaksanakan PSN DBD sesuai dengan hasil penelitian Paiman Soeparmanto dan Setia Pranata (2000) yang menyatakan pendidikan kesehatan berbasis masyarakat dimana penyuluhan dilakukan oleh pemuka masyarakat, kader kesehatan, dan ibu-ibu PKK dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam PSN DBD. Pencatatan Hasil

    Hasil pemantauan jentik dicatat pada Kartu Jentik Rumah/Bangunan (lihat lampiran 5) yang ditinggalkan di rumah/bangunan dan pada formulir JPJ-1 untuk pelaporan ke puskesmas dan yang terkait lainnya (Dirjen P2PL, 2010:4). Cara pencatatan hasil pemantauan jentik tersebut dengan menuliskan nama dan alamat pemilik rumah yang diperiksa serta menuliskan tanda (+) bila ditemukan jentik dan tanda (-) apabila tidak ditemukan di kolom yang tersedia. Pencatatan di Kartu Jentik Rumah/Bangunan dilakukan per minggu setiap bulannya selama satu tahun. Sedangkan pencatatan di JPJ-1 dilakukan per minggu selama satu bulan.

    Jika dilihat dari uraian teori di atas, pencatatan hasil pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor kurang sesuai. Hal ini dikarenakan hasil pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor hanya dicatat pada formulir PJB 1 atau JPJ-1. Di rumah

  • 13

    masyarakat Kelurahan Panggung Lor tidak ditemukan Kartu Jentik Rumah/Bangunan, Kartu Jentik Rumah/Bangunan digantikan dengan papan pemantauan jentik per RT yang dipasang di depan rumah jumantik RT. Selain dua formulir tersebut, digunakan juga formulir pemantauan jentik tingkat kelurahan dari FKD untuk merekap hasil pemantauan jentik sekelurahan.

    Pencatatan hasil pemantauan jentik di formulir JPJ-1 bertujuan untuk memudahkan pelaporan dan pengolahan data pemantauan jentik serta sebagai bukti dokumentasi pelaksanaan pemantauan jentik. Pencatatan hasil pemantauan jentik di Kartu Jentik Rumah/Bangunan bertujuan untuk memudahkan monitoring perkembangan pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN DBD di tiap rumah. GAMBARAN MONITORING PEMANTAUAN JENTIK Pemantauan Wilayah Setempat

    Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan diketahui bahwa pemantauan wilayah setempat di Kelurahan Panggung Lor dilakukan oleh ketua FKK dan jumantik RW. Pemantauan wilayah setempat ini dilaksanakan hanya sewaktu-waktu dan tanpa diberitahukan terlebih dahulu kepada masyarakat. Dalam pemantauan wilayah setempat dilakukan pemantauan jentik secara sampel 10 rumah per RT dengan teknik dari RW I diambil 10 rumah, RW II 10 rumah, dan seterusnya sampai kira-kira 5 RW dalam sehari. Penentuan RW secara acak bergantian. Selain memantau jentik, dalam pemantauan wilayah setempat juga dilakukan peninjauan papan pemantauan jentik yang dipasang di rumah sub PKB RT. Bila

    tidak ada pemantauan wilayah setempat, pemeriksaan jentik sepenuhnya dipercayakan kepada petugas PKB RT dengan didampingi Bu RT.

    Jika dilihat dari hasil wawancara di atas, pemantauan wilayah setempat di Kelurahan Panggung Lor kurang sesuai dengan teori. Hal ini dikarenakan pelaksanaan pemantauan wilayah setempat tidak rutin. Padahal maksud dari pemantauan wilayah setempat adalah untuk mengetahui perkembangan hasil penggerakan PSN DBD di masing-masing RW setiap bulannya (Dirjen PPM-PLP, 1995:25). Indikator yang digunakan adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Selain itu hasil pemantauan tidak dicatat pada Formulir Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) (lihat lampiran 6). Padahal melalui formulir PWS dapat diketahui perkembangan ABJ dari tiap-tiap RW, jumlah penderita DBD, dan kegiatan-kegiatan penggerakan PSN DBD di masing-masing RW pada bulan yang bersangkutan sehingga diharapkan agar RW yang kepadatan jentiknya masih tinggi dapat lebih meningkatkan kegiatan penggerakan PSN DBD di lingkungannya. Pemetaan Wilayah per RW

    Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan diketahui bahwa pemetaan wilayah per RW dari hasil pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor tidak pernah dilakukan. Bila ada rumah yang positif saat pemantaun jentik, jumantik RT langsung menghimbau agar tempat penampungan air dikuras dan diberi abate. Selain itu, jika ada laporan kasus DBD, jumantik kelurahan melaporkan kepada puskesmas dan selanjutnya

  • 14

    pihak puskesmas melakukan PE dan fogging.

    Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa pemetaan wilayah di Kelurahan Panggung Lor tidak sesuai dengan teori. Seharusnya disamping teguran langsung kepada masyarakat, pemetaan wilayah dari hasil pemantauan jentik juga perlu dilakukan karena pemetaan wilayah ini mempermudah mengetahui kepadatan jentik tiap RW sebagai indikator PSN DBD, sehingga mempercepat deteksi dan pengendalian DBD. Pemetaan wilayah per RW ini dilakukan dengan memetakan wilayah RW berdasarkan ABJ. RW dengan ABJ >95% merupakan wilayah kepadatan jentik rendah dan berada pada status aman DBD. Sedangkan RW dengan ABJ

  • 15

    yang dilaporkan dengan keadaan di lapangan dan ketepatan waktu pelaporan. Ketidaksesuaian data yang dilaporkan dengan kenyataannya menimbulkan kesalahan hasil dari proses pemantauan jentik. Ketidaktepatan waktu pelaporan mengakibatkan penggunaan data ganda dari laporan bulan sebelumnya atau penggunaan data fiktif untuk laporan ke puskesmas dan DKK. Kesalahan ini mengakibatkan kepadatan jentik dari laporan hasil pemantauan jentik tidak dapat digunakan untuk menggambarkan keberhasilan upaya pengendalian vektor yang sesungguhnya dan tidak dapat digunakan untuk deteksi kejadian DBD. Hal ini mempengaruhi pengambilan kebijakan tentang upaya pengendalian vektor dan pemberantasan DBD sebagai tindak lanjut dari proses pemantauan jentik. Pengolahan Data Pemantauan Jentik Ukuran pengolahan data hasil pemantauan jentik yang biasa digunakan adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). ABJ adalah persentase antara rumah/TTU yang tidak ditemukan jentik terhadap seluruh rumah/TTU yang diperiksa. (Thomas Suroso, 2003:52). Pengolahan data ABJ ini dilakukan oleh jumantik sesuai petunjuk yang ada di formulir pemantauan jentik. Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan diketahui bahwa pengolahan data pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor sudah sesuai dengan teori. Pengolahan data pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor dilakukan oleh jumantik RW dan ketua FKK selaku jumantik kelurahan. Cara pengolahan data pemantauan jentik didasarkan pada

    petunjuk pengolahan data yang ada di bawah formulir pemantauan jentik. Data yang diolah adalah data prosentase rumah dan/atau bangunan yang tidak ditemukan jentik pada kegiatan pemantauan jentik, dimulai dari tingkat RT sampai kelurahan. Hambatan yang dihadapi ketua FKK dalam pengolahan data pemantauan jentik adalah keterlambatan pengumpulan data dari RW dengan alasan jumantik RW lupa.

    SIMPULAN

    1. Perencanaan pelaksanaan pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor meliputi sosialisasi pemantauan jentik secara ceramah berurutan dari DKK sampai RT melalui PKK setiap bulan, perekrutan jumantik secara penunjukkan oleh kepala kelurahan dan pokja 4 PKK dengan kriteria kader sebagai jumantik, dan pelatihan jumantik secara rutin tiap tahun di DKK serta tiap bulan di puskesmas dan pokja 4 PKK.

    2. Pelaksanaan pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor meliputi persiapan pemantauan jentik yang hanya berupa pengumpulan data rumah dan pendekatan ke masyarakat tiap bulan di PKK, kunjungan rumah oleh jumantik yang tidak rutin dilakukan tiap minggu, pemantauan jentik secara mandiri oleh masyarakat, penyuluhan DBD secara individual saat jumantik berkunjung dan kelompok setiap bulan di PKK mengenai pengenalan, gejala, dan nyamuk penular DBD, cara pemantauan jentik, PSN, dan 3M serta pencatatan hasil pada

  • 16

    formulir JPJ-1 tanpa dicatat di Kartu Pemantauan Jentik Rumah/Bangunan.

    3. Monitoring pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor hanya berupa pemantauan wilayah setempat tanpa pemetaan wilayah tapi tidak setiap bulan.

    4. Data pemantauan jentik di Kelurahan Panggung Lor dilaporkan setiap bulan ke puskesmas dan diolah menjadi ABJ.

    UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang membantu penelitian ini antara lain : Ketua Jurusan dan Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang, Sie PKPKL Dinas Kesehatan Kota Semarang, Kepala Kelurahan, Jumantik dan Masyarakat Kelurahan Panggung Lor.

    DAFTAR PUSTAKA Abdul Rachman Rosidi, Wiku

    Adisasmito, 2006, Hubungan Faktor Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan Angka Bebas Jentik di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Jawa Barat, Jurnal MKB Volume XII No 2 Tahun 2009.

    Amellia Rahmadhani, Evaluasi

    Pelaksanaan Kegiatan Juru Pemantau Jentik dalam Mengupayakan Peningkatan Atribut Surveilans, Dalam :

    http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/296/gdlhub-gdl-s1-2011-rahmadhani-14756-abstrak-e.pdf, Diakses tanggal 4 Mei 2011.

    Azizah Gama T dan Faizah Betty R,

    2010, Analisis Faktor Resiko Kejadian Demam Berdarah Dengue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali, Jurnal Eksplanasi Vol. 5 No. 2 Edisi Oktober 2010.

    Budioro B, 2002, Pengantar

    Administrasi Kesehatan Masyarakat, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

    Burhan Burgin, 2008, Metodologi

    Penelitian Kualitatif, Jakarta : Rajagrafindo Persada.

    Dantje T. Sembel, 2009, Entomologi Kedokteran, Yogyakarta : Penerbit ANDI.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Profil Kesehatan Indonesia 2008, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

    ____________________, 2010, Profil Kesehatan Indonesia 2009, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

    Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2009, Semarang : Dinas Kesehatan Kota Semarang.

  • 17

    ___________________________,

    2010, Buku Pegangan Kader Kesehatan dan Tokoh Masyarakat, Semarang : Dinas Kesehatan Kota Semarang.

    ___________________________, 2011, Data Morbiditas DBD dan ABJ Kota Semarang 2010, Semarang : Dinas Kesehatan Kota Semarang.

    Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2010, Profil Kesehatan Jawa Tengah 2009, Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

    Dirjen PPM&PL, 1995, Menuju Desa Bebas Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Depkes RI.

    _______________, 1996, Kumpulan

    Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Dirjen PPM&PL.

    _______________, 2003, Surveilans

    Epidemiologi Penyakit, Jakarta : Depkes RI.

    _______________, 2004, Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Salah Satu Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD), Buletin Harian Tim Penanggulangan DBD Depkes RI Edisi Selasa, 9 Maret 2004.

    ______________, 2004, Kebijaksanaan Program P2-DBD dan Situasi Terkini DBD Indonesia, Jakarta : Depkes RI.

    Dirjen P2PL, 2010, Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Depkes RI.

    ___________, 2010, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue dan Pemeriksaan Jentik Berkala, Jakarta : Depkes RI.

    Dwi Rohini, 2005, Evaluasi Pelaksanaan PSN DBD dalam Rangka Upaya Peningkatan ABJ di Puskesmas Buaran Kabupaten Pekalongan Tahun 2005, Skripsi, Universitas Diponegoro.

    Frida N, 2008, Mengenal Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Penerbit Pamularsih.

    Heri D.J. Maulana, 2009, Promosi Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Irien Setianingsih, 2007, Hubungan Kepadatan Penduduk, Kepadatan Rumah, Kepadatan Jentik, dan Ketinggian Tempat dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang Tahun 2007 dengan Pendekatan Spasial, Skripsi, Universitas Diponegoro.

    93

  • 18

    Juni Prianto L. A, dkk, 2002, Atlas Parasitologi Kedokteran, Jakarta : Gramedia.

    Moch. Imron, Amrul Munif, 2010, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Jakarta : Sagung Seto.

    Paiman Soeparmanto dan Setia Pranata, 2000, Peningkatan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Berbasis Masyarakat dengan Penyuluhan Kesehatan, Berita Kedokteran Masyarakat Volume 22 No 2, Juni 2006 Hal 75-81.

    Ririh Y, Anny V, 2005, Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.. 1 No. 2 Januari 2005.

    Saleha Sungkar, 2007, Pemberantasan Demam Berdarah Dengue : Sebuah Tantangan yang Harus Dijawab, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 57, Nomor 6, Juni 2007.

    Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan, Yogyakarta : Nuha Medika.

    Soekidjo Notoatmodjo, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta.

    Srisasi Gandahusada, Herry D. Illahude, Wita Pribadi, 2000, Parasitologi Kedokteran, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

    Sri Sugirilyati, 1995, Evaluasi Program Pemberantasan Vektor Intensif Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Madya Dati II Bogor, Tesis, Universitas Indonesia.

    Sugiyono, 2011, Metode Penelitian

    Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Penerbit Alfabeta.

    Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.

    Teguh Widiyanto, 2007, Kajian Manajemen Lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Purwokerto Jawa Tengah, Tesis, Universitas Diponegoro.

    Thomas Suroso, 2003, Pencegahan dan

    Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

    Thomas Suroso, 2006, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

    Upik Kesumawati Hadi, Susi Soviana, 2000, Ektoparasit :

  • 19

    Pengenalan, Diagnosis dan Pengendaliannya, Bogor : IPB.

    Walikota Semarang, 2010, Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, Semarang : Pemerintah Kota Semarang.

    Widia Hary Cahyati, 2006, Dinamika Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit, Jurnal Kemas Volume II No. 1, Juli 2006 Hal. 40-50.

    Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya, Jakarta : Erlangga.

    Yuli Kusumawati dan S. Darnoto, 2008, Pelatihan Peningkatan Kemampuan Kader Posyandu dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Surakarta, Warta Volume 11 No. 2, September 2008.