Upload
vuongtuyen
View
231
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
iv
PENGARUH PRYDA CLAW NAILPLATE DAN PEREKAT TERHADAP
KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA SAMBUNGAN MIRING ( SCARF
JOINT )
Adik Kurniawan 2010
Skripsi
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
v
Motto
“Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”
( QS. Al Mujadallah )
Akal dan belajar itu seperti raga dan jiwa , Tanpa raga, jiwa hanyalah udara hampa Tanpa jiwa, jiwa adalah kerangka tanpa makna
( Khalil Gibran)
Masa depan tidak terletak pada orang-orang yang berhati kecil, melainkan pada mereka yang berjiwa besar dan pemberani
( Ronald Reagen )
Jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan jadikan hari
esok lebih baik dari hari ini
Jangan takut untuk melakukan kesalahan, tetapi jadikanlah kesalahan sebagai jalan menuju kebaikan
Persembahan
Kupersembahkan karyaku ini kepada :
Bapak, Ibu dan adik-adikku yang tidak henti-hentinya
memberikan do’a dan dukungannya kepadaku.
Teman seperjuangan Andrew, Aries, Wayan, Wahyoe terima kasih
atas kerja samanya.
Temen temen kampus ku yang tidak bisa aku sebutkan satu
persatu, hanya bisa aku ucapkan terima kasih atas dukungan dan
do’a nya.
vi
ABSTRAK
Adik Kurniawan 2010. “PENGARUH PRYDA CLAW NAILPLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA SAMBUNGAN MIRING ( SCARF JOINT )”. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyediaan bentang kayu untuk memenuhi pembangunan saat ini membutuhkan kayu yang cukup panjang dan besar dimensinya, sedangkan panjang kayu yang tersedia di pasaran sangatlah terbatas. Untuk memperoleh kayu dengan bentang yang panjang diperlukan penyambungan. Kegagalan pada suatu struktur yang memakai sambungan sering disebabkan oleh gagalnya sambungan. Oleh karena itu, pada penyambungan kayu perlu diketahui pengaruh jenis sambungan dan alat sambungnya terhadap perilaku mekanikanya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen laboratorium. Dalam penelitian ini menggunakan dua macam benda uji yaitu: benda uji pendahuluan dan benda uji kuat lentur sambungan. Kemudian dari hasil uji pendahuluan dapat digunakan untuk menentukan panjang kritis (Lcr) benda uji kuat lentur. Benda uji kuat lentur meliputi benda uji kuat lentur balok tanpa sambungan dan benda uji balok dengan sambungan miring (scarf joint). Jumlah benda uji kuat lentur adalah 12 buah balok dengan tiga variasi, masing-masing variasi dibuat 3 buah balok uji yaitu Balok Tanpa Sambungan (BTS), Sambungan Miring (scarf joint) variasi 1, 2, dan 3. Pengujian balok dilakukan dengan pembebanan statik untuk kondisi pada jarak sepertiga bentang dari tumpuan (third loading point). Pembebanan dihentikan apabila balok telah mengalami kerusakan.
Hasil pengujian kuat lentur balok tanpa sambungan diperoleh kuat lentur sebesar 720,20 kg/cm2 dan modulus elastisitas sebesar 132676,44 kg/cm2, sedangkan hasil pengujian kuat lentur sambungan miring (scarf joint) variasi 1, 2, 3 berturut-turut adalah 163,63 kg/cm2; 218,09 kg/cm2; 238,67 kg/cm2 dan besarnya modulus elastisitas berturut-turut adalah 68918,88 kg/cm2; 80824,67 kg/cm2; 93714,26 kg/cm2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sambungan miring variasi 3 dapat menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan miring variasi 1, 2. Peningkatan yang terjadi secara linier tersebut diakibatkan adanya aksi komposit sehingga mengalami transformasi tegangan pada penampang balok.
Kata kunci : sambungan miring (scarf joint), kuat lentur, modulus elastisitas
vii
ABSTRACT
Adik Kurniawan 2010. “THE EFFECT OF PRYDA CLAW NAILPLATE AND ADHESIVE ON THE FLEXIBILITY STRENGTH OF TIMBER BEAM IN THE SCARF JOINT”. Thesis, Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.
Provision of timber to meet the current development requires a long wood and large dimensions, while the length of wood that are available in the market is very limited. To get the wood with long spans are required connection. The failure of a structure with joint is frequently caused by the joint failure. For that reason, in making the wood connection, there should be knowledge about the effect of joint types and the connector on the mechanic behavior.
The method employed in this research was laboratory experimental. The research employed two tested object: introductory and joint flexibility strength tested objects. The result of preliminary test then can be used for determining the critical length (Lcr) of flexibility strength tested object. The flexibility strength tested object includes the beam flexibility strength tested object without joint and the one with scarf joint. The number of flexibility strength tested object is 12 timber beams with three variations, each of which is made into 3 tested beams: Beam Without Connection (BTS), Scarf joint with variation 1, 2, and 3. The beam testing was done with static loading for the condition on the third loading point. The loading was stopped if the beam damages.
The result flexibility testing for beam without connection, the flexibility strength of 720.20 kg/cm2 and elasticity modulus of 132676.44 kg/cm2, meanwhile the result of beam flexibility testing for scarf joint beam of variations 1, 2, 3 are 163.63 kg/cm2; 218.09 kg/cm2; 238.67 kg/cm2, respectively and the elasticity modulus are 68918.88 kg/cm2; 80824.67 kg/cm2; 93714.26 kg/cm2, respectively. The use of pryda claw nailplate variation 3 can be concluded that the scarf joint of variation 3 can become the better alternative than the one of variations 1, 2. The linear increase occurs as a result of composite action so that the strain transformation occurs on the beam plane.
Keywords: scarf joint, flexibility strength, elasticity modulus.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, petunjuk, dan
hidayah-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan tugas akhir yang berjudul “PENGARUH PRYDA CLAW NAIL
PLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU
PADA SAMBUNGAN MIRING ( SCARF JOINT )”.
Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat yang
harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Melalui penyusunan tugas
akhir ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi penyusun
sehingga dapat menjadi bekal di kemudian hari.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini tidak mungkin dapat
terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penyusun
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Non-Reguler Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Purnawan Gunawan, ST, MT selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan dengan baik.
4. Ir.Budi Utomo, MT selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan dengan baik.
5. Ir.Sumardi, MD selaku pembimbing akademis.
6. Tim Penguji Pendadaran Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ix
7. Segenap staf pengajar dan staf administrasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
9. Semua pihak yang telah berkenan membantu dalam penyusunan tugas akhir
ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna serta
mempertimbangkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bersifat dinamis
sejalan dengan dinamika pemikiran manusia. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada
umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya.
Surakarta, Januari 2010 Penyusun
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………….…………………………………………......... i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………….……………………........................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT................................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
DAFTAR NOTASI ................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. xv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3. Batasan Masalah ................................................................................ 3
1.4. Tujuan Penelitian............................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1.1 Sifat –Sifat Kayu .................................................................... 7
2.1.1.1 Sifat Fisik Kayu ......................................................... 7
2.1.1.2 Sifat Mekanik Kayu ................................................... 9
2.1.1.3 Sifat Kimia Kayu ....................................................... 12
2.1.2 Mutu Kayu ............................................................................. 13
2.1.3 Sambungan Kayu ................................................................... 14
2.1.4 Macam Penggunaan Kayu ...................................................... 16
xi
2.1.5 Alat Sambung ........................................................................ 17
2.1.6 Pengertian Plat Pryda ............................................................. 18
2.1.7 Penol Epoxy ........................................................................... 19
2.1.8 Sambungan Miring (Scarf Joint ) ........................................... 19
2.1.9 Sambungan Plat ..................................................................... 19
2.2. LANDASAN TEORI ........................................................................ 20
2.2.1. Kriteria Perencanaan Balok .................................................... 20
2.2.2. Panjang Kritis Balok .............................................................. 22
2.2.3. Kadar Air ............................................................................... 22
2.2.4. Berat Jenis ............................................................................. 23
2.2.5. Kerapatan ............................................................................... 23
2.2.6. Modulus Elastisitas ................................................................ 24
2.2.7. Lendutan Balok ...................................................................... 25
2.2.8. Kuat Lentur ............................................................................ 26
2.2.9. Balok Komposit ..................................................................... 28
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Tinjauan Umum ................................................................................ 29
3.2. Bahan Penelitian ................................................................................ 29
3.2.1 Kayu ...................................................................................... 29
3.2.2 Plat Pryda .............................................................................. 30
3.2.3 Perekat ................................................................................... 30
3.3. Langkah Penyambungan .................................................................... 30
3.4. Peralatan Penelitian ........................................................................... 31
3.4.1 Peralatan Pembuatan Benda Uji ............................................. 31
3.4.2 Peralatan Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika Balok ............ 31
3.4.3 Peralatan Pengujian untk Balok Sambungan ........................... 33
3.5. Benda Uji .......................................................................................... 35
3.5.1 Benda Uji Pendahuluan .......................................................... 35
3.5.2 Benda Uji Balok Kayu ........................................................... 36
3.6. Tahapan Metodologi Penelitian ......................................................... 38
3.6.1 Tahap Persiapan Awal............................................................ 38
xii
3.6.2 Tahap Pemilihan Bahan dan Peralatan .................................... 39
3.6.3 Tahap Uji Pendahuluan .......................................................... 39
3.6.4 Tahap Pembuatan Benda Uji Kayu Kruing ............................. 39
3.6.5 Tahap Pemeriksaan Kadar Air dan Berat Jenis Sebelum Pengujian...................................................................................40
3.6.6 Tahap Pengujian Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas ........... 42
3.6.7 Tahap Analisis Hasil Penelitian .............................................. 45
3.7. Kerangka Pikir . ................................................................................ 45
BAB 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Data Pengujian ............................................................... 47
4.1.1 Perhitungan Data Pengujian Kadar Air ................................... 47
4.1.2 Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis ................................. 48
4.1.3 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser Pada Uji Pendahuluan................................................................49
4.1.4 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur ................................ 51
4.1.5 Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas .................... 55
4.1.5.1 Perhitungan Modulus Elastisitas Berdasarkan Pengujian.......................................................................55
4.1.5.2 Perhitungan Modulus Elastisitas dengan Rumus Estimasi Kuat Acuan.....................................................60 4.1.5.3 Perhitungan Modulus Elastisitas dengan Rumus...........61
4.2. Pembahasan....................................................................................... 64
4.2.1 Kadar Air . ............................................................................. 64
4.2.2 Berat Jenis ............................................................................. 64
4.2.3 Kuat Lentur . .......................................................................... 64
4.2.4 Modulus Elastisitas . .............................................................. 65
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 67
5.2. Saran ................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68
xiii
LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi
DAFTAR NOTASI
a = Jarak beban terhadap tumpuan ( cm ) b = Lebar balok ( mm ) Fc // = Gaya desak sejajar serat ( kg/cm2 ) Fc = Gaya desak tegak lurus serat ( kg/cm2 ) Ft // = Gaya tarik sejajar serat ( kg/cm2 ) Ft = Gaya tarik tegak lurus serat ( kg/cm2 ) Fv // = Gaya geser sejajar serat ( kg/cm2 ) Fv = Gaya geser tegak lurus serat ( kg/cm2 ) Gm = Berat jenis ( gr/cm3 ) h = Tinggi balok ( mm ) I = Momen inersia penampang (mm4) It = Momen inersia total penampang ( cm4 ) IT = Momen inersia penampang tertransformasi ( cm4 ) Lcr = Panjang Kritis ( cm ) Ls = Jarak tumpuan ( cm ) MOE = Modulus Elastisitas ( kg/cm2 ) MOR = Kuat lentur ( kg/cm2 ) m = Kadar air ( % ) mw = Massa benda uji pada kadar air w ( g ) Mmaks = Momen maksimum ( kg.cm )
n = rasio modulus elastisitas bahan )(1
2
EE
Pmaks = Beban maksimum ( kg ) q = Berat sendiri sampel ( kg/cm ) Q = Momen pertama yang ditinjau terhadap garis netral ( mm3 ) Vw = Volume benda uji pada kadar air w ( cm³ ) Wd = Berat benda uji setelah kering oven ( gram ) Wg = Berat benda uji sebelum dikeringkan ( gram ) y = Ordinat titik berat ( cm ) = Defleksi balok ( cm ) = Kerapatan kayu ( kg/m3 )
w = Kerapatan pada benda uji pada kadar air w ( g/cm³ ) τ = Tegangan geser akibat lentur ( kg/cm2 )
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kadar air yang cocok untuk bermacam-macam konstruksi ................. 7
Tabel 2.2 Hubungan antara berat jenis kayu dengan kelas berat kayu ................ 8
Tabel 2.3 Klasifikasi keawetan kayu di Indonesia.............................................. 9
Tabel 2.4 Sifat-sifat mekanik kayu yang penting ............................................... 10
Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu ................................. 13
Tabel 2.6 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilihan secara masinal pada kadar air 15% ........................................................................... 14 Tabel 3.1 Benda Uji Pendahuluan...................................................................... 35
Tabel 3.2 Jumlah benda uji balok. ..................................................................... 36
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Air Kayu Kruing ......................................... 48
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Berat Jenis Kayu Kruing ....................................... 49
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing...................................... 50
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Kuat Geser Kayu Kruing ....................................... 51
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing...................................... 53
Tabel 4.6 Perubahan Kuat Letur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan scarf joint menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy..........54
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Kayu Kruing . ........................ 56
Tabel 4.8 Data pembacaan beban dan lendutan balok tanpa sambungan sampel 1 ................................................................................................58
Tabel 4.9 Perubahan modulus elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan sambungan miring (scarf joint) menggunakan pryda clw nailplate
dan penol epoxy......................................................................................59
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva tegangan dan regangan bahan kayu dengan gaya aksial sejajar serat (Edlund, 1995) ...............................................................12 Gambar 2.2 Kondisi pembebanan ...................................................................... 21
Gambar 2.3 Distribusi tegangan ........................................................................ 21
Gambar 2.4 Pengujian Modulus Elastisitas ......................................................... 24
Gambar 2.5 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen .................................... 27
Gambar 3.1 Timbangan electrik dengan ketelitian 1 gram .................................. 31
Gambar 3.2 Oven dengan kapasitas suhu 200 οC ................................................. 32 Gambar 3.3 Universal Testing Machine (UTM) .................................................. 32
Gambar 3.4 Loading Frame dan Hidraulic Jack ................................................. 33
Gambar 3.5 Hydraulic Pump .............................................................................. 33
Gambar 3.6 Load cell ......................................................................................... 34
Gambar 3.7 Tranducer ....................................................................................... 34
Gambar 3.8 Dial Gauge ..................................................................................... 35
Gambar 3.9 Sketsa dimensi benda uji pengujian kuat lentur ............................... 37
Gambar 3.10 Benda uji pengujian kuat lentur ..................................................... 38
Gambar 3.11 Gambar benda uji ............................................................................ 40
Gambar 3.12 Benda uji kadar air kayu kruing ...................................................... 41
Gambar 3.13 Diagram Bidang Momen dan Bidang Geser .................................... 42
Gambar 3.14 Setting alat pengujian kuat lentur balok ........................................... 44
Gambar 3.15 Bagan kerangka pikir tahapan metodologi penelitian....................... 46
Gambar 4.1 Grafik Kuat Lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan scarf joint menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy........54 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Beban Dan Lendutan Proporsional Pada Balok
Tanpa Sambungan 1 .......................................................................... 57 Gambar 4.3 Grafik Modulus Elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan
sambungan miring (scarf joint) menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy...................................................................................59
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Berkas Kelengkapan Skripsi
Lampiran B : Hasil Uji Pendahuluan
Lampiran C : Hasil Uji Kuat Lentur
Lampiran D : Hasil Analisa Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas
Lampiran E : Gambar Alat
Lampiran F : Gambar Bahan Pengujian
Lampiran G : Dokumentasi Pengujian
xvii
Provision of landscape timber to meet the current development requires a long
wood and large dimensions, while the length of wood that are available in the
market is very limited. To get the wood with long spans are required connection.
Failure to wear a connection structure which is often caused by failure of the
connection. Therefore, the joining of wood to note the influence of the connection
and equipment continued to mechanical behavior.
The method used in this study is the method of laboratory experiments. In this
study using two kinds of test objects: a preliminary test objects and test objects
strong flexible connection. Then from the results of preliminary tests can be used
to determine the critical length (LCR) test object strongly resilient. A strong test
of flexible objects include a strong test of flexible objects without a connection
block and the block test object with the connection side (scarf joint). Number of
flexible objects is a powerful test of 12 fruit blocks with three variations, each
variation made 3 pieces of test beams Beam Without Connection (BTS), The
Slopes (scarf joint) variation 1, 2, and 3. Beam test carried out by static loading
conditions at a third distance from the pedestal landscape (third point loading).
Loading was stopped when the beams have been damaged.
Bending strength test results of beams obtained without strong flexible connection
of 720.20 kg/cm2 and modulus of elasticity of 132,676.44 kg/cm2, whereas the
bending strength test side connection (scarf joint) variation 1, 2, 3, respectively
163 , 63 kg/cm2; 218.09 kg/cm2; 238.67 kg/cm2 and the amount of elastic
modulus, respectively 68,918.88 kg/cm2; 80,824.67 kg/cm2; 93,714.26 kg/cm2.
So that it can be concluded that the connection side 3 variations can be a better
alternative than the side connection variations 1, 2. Increases linearly happens is
the result of composite action that transformed the tension in the cross-section
beams.
Keywords: connection side (scarf joint), a strong flexible, elastic modulus
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan kayu, baik jumlahnya
maupun macam jenisnya, sehingga mudah didapat dan relatif murah harganya.
Oleh karena itu, pemakaian kayu untuk konstruksi bangunan ditinjau dari segi
ekonomisnya sangatlah menguntungkan.
Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang mempunyai berat jenis ringan
dan proses pengerjaannya dapat dilakukan dengan mudah dan peralatan yang
sederhana. Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga
tidak ada istilah limbah pada konstruksi kayu. Penggunaan kayu kini telah meluas
dalam berbagai fasilitas manusia baik itu dalam skala besar maupun kecil. Dalam
hal ini terutama ditekankan pada penggunaan kayu dibidang teknik sipil, yaitu
untuk bangunan gedung, jembatan, pelabuhan atau perumahan sebagai bahan
utama maupun pelengkap.
Penebangan hutan secara liar di Indonesia (Illegal-logging), berakibat semakin
berkurang pula persediaan kayu dengan kualitas baik, berdimensi besar dan
panjang, bahkan kalaupun ada harganya terlalu mahal. Sehingga ini menimbulkan
suatu pemikiran bagaimana kita bisa memanfaatkan dan meningkatkan kualitas
kayu yang tersedia saat ini guna memenuhi kebutuhan tersebut
Penyediaan bentang kayu untuk memenuhi pembangunan saat ini membutuhkan
kayu yang cukup panjang dan besar dimensinya, sedangkan panjang kayu yang
tersedia di pasaran sangatlah terbatas. Masalah bentang kayu yang cukup panjang
ini dapat diatasi dengan menyambung beberapa kayu menjadi satu kesatuan
bentang yang utuh dan panjang sesuai dengan bentang kayu yang direncanakan
sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Pada umumnya bentang kayu yang
panjang memiliki satu, dua bahkan lebih sambungan, padahal sambungan itu
xix
sendiri merupakan titik terlemah dari sambungan kayu. Oleh karena itu pemilihan
macam sambungan harus sesuai dengan sifat mekanik bentang kayu yang akan
digunakan.
Dalam menyusun suatu sambungan konstruksi bangunan kayu umumnya terdiri
dari dua batang kayu atau lebih yang saling disambungkan satu sama lain,
sehingga menjadi satu batang kayu yang panjang. Sambungan dapat berupa
batang mendatar maupun tegak lurus. Sambungan panjang mendatar umumnya
digunakan untuk menyambung balok gording, balok tembok, balok bubungan dan
sebagainya, sedangkan sambungan tegak lurus biasanya digunakan untuk
menyambung tiang-tiang penyangga. Sambungan kayu ada beberapa macam
misalnya sambungan tegak (scarf joint), sambungan miring (scarf joint),
sambungan jari (finger joint). Dalam penelitian ini hanya meninjau untuk jenis
sambungan mendatar yaitu sambungan miring (scarf joint)
Sambungan pada konstruksi bangunan baik itu beton, baja maupun kayu
merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada konstruksi tersebut. Oleh
karena itu dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh dari jumlah
alat sambung kayu terhadap kuat lenturnya dan keefektifan dari sambungan
miring (scarf joint) dengan perekat penol epoxy, yang mana pada penelitian
terdahulu hanya menggunakan penol epoxy menghasilkan kekuatan yang masih
lemah sehingga diperlukan perkuatan menggunakan pryda jenis claw nailplate
serta perekat penol epoxy.
1.2 Rumusan Masalah
Kebutuhan akan kayu dengan bentang yang panjang memerlukan suatu
sambungan dengan kekuatan yang tinggi, maka perlu dilakukan penelitian
xx
terhadap jenis sambungan yang digunakan sehingga memperoleh kekuatan yang
diinginkan. Dalam penelitian ini dipilih sambungan miring (scarf joint)
menggunakan alat sambung pryda jenis claw nailplate dan perekat penol epoxy
untuk mengetahui seberapa besar kuat lentur yang dihasilkan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Kayu yang digunakan yaitu kayu kruing, dengan perbandingan kemiringan
benda uji 1b:4h.
b. Alat sambung yang digunakan adalah plat pryda jenis claw nailplate dengan
tipe 6C2, dengan panjang 15,42 cm, dan lebar 5,14 cm, tebal 0,1 cm, dan
perekat penol epoxy.
c. Jenis sambungan konstruksi yang digunakan adalah sambungan miring (scarf
joint) d. Dimensi pengujian kuat lentur sambungan scarf joint dengan tampang
( 6 cm x 10 cm x 220 cm ).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang didapat dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui besarnya nilai kuat lentur kayu kruing uji sambungan miring
(scarf joint) dengan menggunakan plat pryda jenis claw nailplate serta perekat
penol epoxy.
b. Mengetahui hambatan yang mungkin terjadi dalam penyambungan kayu
tersebut dengan menggunakan plat pryda jenis claw nailplate.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis:
xxi
Dapat mengetahui pengaruh sifat mekanik kayu kruing berupa kuat lentur dari
sambungan miring (scarf joint), menggunakan plat pryda jenis claw nailplate,
dengan perekat penol epoxy.
b. Manfaat Praktis:
Memberikan alternatif pertimbangan dari sambungan miring (scarf joint)
menggunakan plat pryda jenis claw nailplate khususnya dalam penyediaan
bentang yang ada.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Peningkatan pembangunan dibidang prasarana fisik di Indonesia mengakibatkan
semakin meningkat pula penggunaan bahan kayu. Ditinjau dari segi struktur,
bangunan kayu lebih aman terhadap bahaya gempa dan ditinjau dari segi
arsitektur, bangunan kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi. Disamping itu
kayu sebagai bahan yang dapat diperbaharui. Kayu juga menjadi bahan bangunan
yang relatif ekonomis.
Kayu merupakan hasil hutan dan sumber kekayaan alam, merupakan bahan
mentah yang mudah diproses untuk digunakan sesuai dengan kemajuan teknologi.
Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak terdapat pada bahan-bahan
lain, diantaranya memiliki kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang hampir
seimbang, kayu mudah dibentuk dan dapat diperoleh dimana saja (Dumanauw,
1990).
Menurut Benny Puspantoro (2002), kayu sebagai bahan bangunan mempunyai
sifat yang menguntungkan dan merugikan. Sifat yang menguntungkan dari kayu
adalah antara lain:
xxii
a. Mudah didapat dan relatif murah harganya dibandingkan bahan bangunan lain
seperti beton dan baja.
b. Mudah dikerjakan tanpa alat-alat berat khusus, misalnya mudah dipotong,
dihaluskan, diukir ataupun disambung sabagai suatu konstruksi.
c. Bentuknya indah alami sehingga sering diexpose serat-seratnya sebagai hiasan
ruang.
d. Isolasi panas, sehingga rumah yang banyak menggunakan bahan kayu akan
terasa sejuk nyaman.
e. Tahan zat kimia, seperti asam atau garam dapur.
f. Ringan, mengurangi berat sendiri dari bangunan, sehingga dapat menghemat
ukuran fondasinya.
g. Serba guna, artinya dapat dipakai sebagai konstruksi bangunan, seperti kuda-
kuda atap, langit-langit, pintu jendela, tiang atau dinding, selain itu dapat juga
untuk alat bantu kerja sementara seperti bekesting untuk cor beton, bouwplank,
tangga kerja dan lain sebagainya.
Sedangkan sifat yang merugikan dari kayu yaitu antara lain:
a. Mudah terbakar dan menimbulkan api, sehingga rumah yang banyak memakai
bahan kayu kalau terbakar sulit dipadamkan karena api mudah menjalar dari
satu tempat ke tempat lainnya melalui bahan kayu ini.
b. Kekuatan dan keawetan kayu sangat tergantung dari jenis dan umur pohonnya,
sedang kayu yang ada diperdagangan sulit ditaksir umurnya.
c. Cepat rusak oleh pengaruh alam, hujan/air menyebabkan kayu cepat lapuk,
panas matahari menyebabkan kayu retak-retak.
d. Dapat dimakan serangga-serangga kecil sepertai rayap, bubuk dan kumbang.
e. Dapat berubah bentuknya, menyusut atau memuai, tergantung kadar air yang
dikandungnya. Bila kandungan airnya banyak kayu akan memuai, sebaliknya
kalau kering kayu akan menyusut.
Penggunaan kayu dalam pembuatan rumah atau bangunan besar lainnya sering
dibutuhkan kayu berukuran panjang ( lebih dari 4m ), dimana bahan tersebut
jarang terdapat dipasaran tempat penjualan kayu. Untuk memperoleh kayu yang
berukuran panjang diperlukan sambungan. Dengan adanya teknik sambungan
xxiii
tersebut dihasilkan kayu-kayu berukuran panjang untuk gelagar, palang, tiang
maupun konstruksi atap yang dirakit untuk membangun rumah.
Menurut Wirjomartono (1976), Dengan adanya alat sambung baru, disamping
dapat menghemat pemakaian kayu juga dapat dibuat bangunan-bangunan besar
seperti kuda-kuda untuk pabrik, gedung dan bangunan-bangunan lain yang
memerlukan bentangan kayu yang panjang.
Kayu sebagai bahan konstruksi harus bersifat baik dengan ketentuan bahwa segala
sifat dan kekurangan yang berhubungan dengan pemakaiannya sebagai bahan
konstruksi tidak akan mengurangi nilai konstruksi. Kekuatan kayu dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti angka kerapatan, penyimpangan arah serat, cacat
karena retak kayu atau mata kayu, kadar air serta beban (Yuni Maryati, 2008).
2.1.1. Sifat - Sifat Kayu
2.1.1.1 Sifat Fisik Kayu
a. Kadar air
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang ada di dalam
sepotong kayu dinyatakan sebagai prosentase dari berat kayu
kering oven, banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi
tergantung dari suhu dan kelembaban udara di sekitarnya dan
tergantung dari jenis kayu. Semua sifat fisik kayu sangat
dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu, oleh karena itu
dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku bangunan perlu
diketahui kandungan kadar airnya (Dumanauw, 1990).
Berikut ini diberikan daftar kadar air yang cocok untuk bermacam-macam
konstruksi yang tertera pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kadar air yang cocok untuk bermacam-macam konstruksi
xxiv
Konstruksi Kadar Lengas
Alat-alat pertanian, jembatan, pagar-pagar dan sebagainya. 18%
Meja kursi untuk kebun, kuda-kuda yang terlindung 16%
Perkakas rumah seperti tempat tidur, meja, kursi dan sebagainya 12%
Sumber: Suwarno Wiryomartono 1976
b. Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu terhadap volume air yang
sama dengan volume kayu tersebut dengan menggunakan berat kayu kering
sebagai dasar. Faktor tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies
dapat berpengaruh terhadap berat jenis, demikian pula letak bagian kayunya
berpengaruh terhadap berat jenis kayu (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), kemungkinan kondisi kayu yang dipakai
untuk menyatakan berat jenis adalah:
a. Volume basah, yaitu volume dimana dinding sel sama sekali basah atau jenuh
dengan air atau berada pada kondisi titik jenuh serat atau di atasnya.
b. Volume pada keadaan seimbang, yaitu kayu pada kondisi kadar air di bawah
titik jenuh serat.
c. Volume kering tanur, yaitu kondisi berat konstan setelah dikeringkan dalam
tanur pada suhu ± 103°C.
Berdasarkan berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan kedalam kelas-kelas
sesuai Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Hubungan antara berat jenis kayu dengan kelas berat kayu
Kelas Berat Kayu Berat Jenis
Sangat berat Berat Agak berat Ringan
Lebih besar dari 0,90 0,75 - 0,90 0,60 - 0,75
Lebih kecil dari 0,60
xxv
Sumber: Dumanauw J.F. (1990)
c. Higroskopik
Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air
atau kelembaban. Suatu petunjuk, bahwa kayu sangat dipengaruhi oleh
kelembaban dan suhu disekitarnya. Yang termasuk dalam sifat higroskopik
kayu adalah kadar lengas dan kembang susut kayu (Dumanauw,1990).
d. Keawetan Kayu
Keawetan alami ialah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur
perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan makhluk
lainnya yang diukur dengan jangka waktu tahunan (Dumanauw,1990).
Di Indonesia kelas keawetan kayu dapat dibagi dalam lima kelas. Kelas awet kayu
yang penting adalah seperti yang terdapat pada Tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Klasifikasi keawetan kayu di Indonesia
Kelas awet I II III IV V a. Selalu berhubungan dengan
tanah lembab 8
tahun 5
tahun 3
tahun sangat pendek
sangat pendek
b. Hanya terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dilindungi terhadap pemasukan air dan kelemasan
20 tahun
15 tahun
10 tahun
beberapa tahun
sangat pendek
c. Dibawah atap tidak berhubungan
dengan tanah lembab dan dilindungi terhadap kelemasan
tak terbatas
tak terbatas
sangat lama
beberapa tahun
pendek
d. Seperti diatas (c) tetapi dipelihara yang baik ,selalu dicat dan
sebagainya
tak terbatas
tak terbatas
tak terbatas
20 tahun
20 tahun
e. Serangan oleh rayap tidak jarang agak cepat
sangat cepat
sangat cepat
f. Serangan oleh bubuk kayu kering
tidak tidak hampir tidak
tidak berarti
sangat cepat
Sumber: Oey Djoen Seng (1951) LPHH-Bogor
2.1.1.2 Sifat Mekanik Kayu
xxvi
Sifat-sifat mekanik kayu atau kekuatan kayu adalah kemampuan kayu untuk
menahan muatan dari luar. Muatan dari luar ialah gaya-gaya di luar benda yang
mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda.
Sifat-sifat mekanik kayu yang penting adalah seperti yang terdapat pada Tabel 2.4
berikut:
Tabel 2.4 Sifat-sifat mekanik kayu yang penting
Sifat-sifat Bagaimana atau dimana sifat ini penting
A. sifat Kekuatan
Kekuatan lentur
Kekuatan tekan sejajar serat
Kekuatan tekan tegak lurus
serat
Kekuatan tarik sejajar serat
Kekuatan geser sejajar serat
B. Sifat Elastik
Modulus elastisitas
Menentukan beban yang dapat dipikul suatu
gelagar
Menentukan beban yang dapat dipikul suatu
tiang atau pancang yang pendek
Penting dalam rancangan sambungan-
sambungan antara suku-suku kayu dalam suatu
bangunan dan pada penyangga gelagar
Penting untuk suku bawah (busur) pada
penopang kayu dan dalam rancangan
sambungan antara suku-suku bangunan
Sering menentukan kapasitas beban yang dapat
dipikul oleh gelagar pendek
Ukuran ketahanan terhadap pembengkokan,
yaitu berhubungan langsung dengan kekakuan
gelagar juga suatu faktor untuk kekuatan atau
tiang panjang
Sumber: US. Forest Products Laboratory (1974)
Dalam Wiryomartono (1976), karena kayu bersifat anisotrop maka sifat
mekaniknya ke berbagai arah serat berbeda, antara lain disebutkan:
xxvii
a. Kayu lebih kuat mendukung gaya tarik sejajar serat daripada tarik menurut
arah tegak lurus serat ( Ft // > Ft ).
b. Kayu lebih kuat mendukung gaya desak sejajar serat daripada desak menurut
arah tegak lurus serat (Fc // > Fc ).
c. Kayu lebih kuat mendukung gaya tarik daripada gaya desak pada arah sejajar
serat (Ft // > Fc // ).
d. Kayu lebih kuat mendukung gaya geser tegak lurus arah serat daripada geser
searah arah serat ( Fv > Fv // ).
e. Kayu mempunyai dukungan lentur yang lebih besar daripada dukungan desak.
Adapun sifat-sifat mekanik yang ditinjau dalam penelitian ini, yaitu:
a. Kuat Lentur
Dumanauw (1990), menyebutkan bahwa kuat lentur adalah kekuatan untuk
menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan
beban-beban mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh
kayu tersebut.
Terdapat 2 (dua) macam kekuatan lentur yaitu :
1). Kekuatan lentur statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya
secara perlahan-lahan.
2). Kekuatan lentur pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya
yang mengenainya
secara mendadak
b. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas adalah nilai yang mengukur hubungan antara tegangan dengan
regangan pada batas sebanding dan menggambarkan fleksibilitas dan kekakuan.
Semakin tinggi nilai modulus elastisitas, maka kayu akan lebih kaku dan
sebaliknya semakin rendah nilai modulus elastisitasnya maka kayu akan lebih
xxviii
fleksibel (Awaludin, Ali, Irawati, Inggar Septhia, 2005). Kurva tegangan dan
regangan bahan kayu dengan gaya aksial sejajar seratdapat diihat pada Gambar
2.1 berikut.
Tegangan
Batas Sebanding
Keruntuhan
Regangan
Gambar 2.1 Kurva tegangan dan regangan bahan kayu dengan gaya aksial
sejajar serat ( Edlund, 1995 )
Modulus elastisitas merupakan sifat elastis kayu yang penting
sebagai ukuran ketahanan terhadap perpanjangan apabila kayu
mengalami tarikan, atau pemendekan apabila kayu mengalami
tekanan selama pembebanan berlangsung dengan kecepatan
pembebanan konstan. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur
adalah besaran modulus elastisitas.
2.1.1.3 Sifat Kimia Kayu
Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena
menentukan kegunaan suatu jenis kayu dan digunakan untuk membedakan jenis-
jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu
terhadap serangan makhluk pengrusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan
pengerjaan dan pengolahan kayu, sehingga didapat hasil yang maksimal
(Dumanauw,1990).
xxix
Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari
3 unsur :
1) Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa.
2) Unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin.
3) Unsur yang diendapkan dalam kayu selama pertumbuhan dinamakan zat
ekstraktif.
2.1.2 Mutu Kayu
Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu untuk Bangunan Gedung (SNI
Kayu 2002), cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu adalah seperti yang
terdapat pada Tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu
Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Mata kayu: Terletak di muka lebar Terletak di muka sempit Retak Pinggul Arah serat Saluran damar Gubal Lubang serangga Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak
1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu 1/5 tebal kayu 1/10 tebal atau lebar kayu 1 : 13 1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda - tanda serangga hidup Tidak diperkenankan
1/4 lebar kayu 1/6 lebar kayu 1/6 tebal kayu 1/6 tebal atau lebar kayu 1 : 9 2/5 tebal kayu Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda - tanda serangga hidup Tidak diperkenankan
1/2 lebar kayu 1/4 lebar kayu 1/6 tebal kayu 1/4 tebal atau lebar kayu 1 : 6 1/2 tebal kayu Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda - tanda serangga hidup Tidak diperkenankan
xxx
melintang)
Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu Untuk Bangunan Gedung ( SNI Kayu 2002 )
Berdasarkan penggolongan kelas kuat atau mutu kayu secara masinal ( grading
machine ) pada kandungan air standar 15% menurut SNI-3- 2002 dapat dilihat
pada Tabel 2.6 berikut :
Tabel 2.6 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilihan secara masinal pada kadar air 15%
Kode
mutu
Modulus
Elastisitas
Lentur
Ew
Kuat
Lentur
Fb
Kuat tarik
sejajar serat
Ft//
Kuat tekan
sejajar serat
Fc//
Kuat
Geser
Fv
Kuat tekan
Tegak lurus
Serat
Fc
E26 22000 66 60 46 6.6 24
E25 24000 62 58 45 6.5 23
E24 23000 59 56 45 6.4 22
E23 22000 56 53 43 6.2 21
E22 21000 54 50 41 6.1 20
E21 20000 56 47 40 5.9 19
E20 19000 47 44 39 5.8 18
E19 18000 44 42 37 5.6 17
E18 17000 42 39 35 5.4 16
E17 16000 38 36 34 5.4 15
E16 15000 35 33 33 5.2 14
E15 14000 32 31 31 5.1 13
E14 13000 30 28 30 4.9 12
E13 14000 27 25 28 4.8 11
E12 13000 23 22 27 4.6 11
E11 12000 20 19 25 4.5 10
E10 11000 18 17 24 4.3 9
2.1.3 Sambungan Kayu
xxxi
Sambungan kayu adalah dua bentang atau lebih yang saling disambung satu sama
lain, sehingga menjadi batang kayu yang panjang. Sambungan dapat berupa
batang mendatar maupun tegak lurus.
Menurut Benny Puspantoro (2002), untuk mendapatkan sambungan yang kuat dan
awet, maka cara mengerjakan sambungan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Kayu yang akan disambung harus merupakan pasangan yang pas, artinya tidak
boleh terlalu longgar, karena akan mudah lepas atau bergeser, dan juga tidak
boleh terlalu kencang atau sempit, karena kalau dipaksakan akan ada bagian
yang rusak atau pecah.
b. Cara mengerjakan sambungan kayu tidak boleh sampai merusak kayu, misal:
tidak boleh dipukul secara langsung tetapi diberi bantalan pelindung, salah
gergaji akan mengurangi luas penampang kayu.
c. Sebelum kedua kayu yang akan disambung disatukan, lebih dahulu bidang-
bidang sambungannya diberi cairan pengawet agar tidak mudah lapuk, karena
biasanya daerah sambungan mudah dimasuki air dan air yang tertinggal akan
menyebabkan pelapukan.
d. Sambungan kayu diusahakan agar terlihat dari luar, untuk memudahkan
kontrol dan perbaikan.
Sambungan kayu juga mengalami suatu gaya, maka bentuk sambungan biasanya
disesuaikan dengan gaya yang akan dialami oleh sambungan tersebut. Gaya-gaya
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Gaya tarik
Bila yang bekerja gaya tarik maka sambungan kedua batang kayu tersebut
harus saling mengait agar tidak mudah lepas (misal pada sambungan miring
berkait atau ekor burung ).
b. Gaya desak
Bila yang bekerja gaya desak maka diusahakan agar permukaan batang yang
disambung saling menempel rapat (misal pada sambungan lurus tekan).
c. Gaya puntir
xxxii
Bila ada gaya puntir maka sambungan kedua batang harus saling
mencengkeram agar tidak mudah terjungkit lepas ( misal pakai sambungan
takikan lurus rangkap untuk tiang, sambungan purus dan lobang untuk
sambungan sudut ).
d. Gaya lintang dan monen
Gaya lintang menyebabkan sambungan akan saling bergeser, momen akan
menyebabkan suatu lenturan, maka sambungan harus kuat dan halus (misal
pakai sambungan pengunci).
2.1.4. Macam Penggunaan Kayu
Penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian tertentu tergantung dari sifat-sifat
kayu yang bersangkutan dan persyaratan teknis yang diperlukan. Jenis-jenis kayu
yang mempunyai persyaratan untuk tujuan pemakaian tertentu antara lain dapat
dikemukan sebagai berikut :
a. Bangunan (konstruksi)
Persyaratan teknis : kuat, keras, berukuran besar dan mempunyai keawetan
alam yang tinggi.
Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, cengal, giam, jati, kapur, kempas,
keruing, lara, rasamala.
b. Veneer biasa
Persyaratan teknis : kayu bulat berdiameter besar, bulat, bebas cacat dan
beratnya sedang.
Jenis kayu : meranti merah, meranti putih, nyatoh, ramin, agathis, benuang.
c. Industri kertas
Persyaratan teknis : lunak, mudah dikerjakan.
Jenis kayu : bambu, cemara, firs, pinus dan tumbuhan berdaun jarum lainnya.
d. Mebel
Persyaratan teknis : berat sedang, dimensi stabil, dekoratif, mudah dikerjakan,
mudah dipaku, dibubut, disekrup, dilem dan dikerat.
xxxiii
Jenis kayu : jati, eboni, mahoni, rengas, ramin, meranti, sonokeling.
2.1.5 Alat Sambung
Alat sambung adalah bahan untuk penyatukan dua buah permukaan bahan dengan
ikatan pada permukaan bahan menggunakan bermacam-macam alat sambung.
Berdasarakan jenisnya alat penyambung dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Perekat :
1) Perekat alam, contoh perekat alam seperti:glutin dan gassein.
2) Perekat sintesis terdiri dari :
a) PVA-resinoid dispersion atau lem putih.
b) Perekat kondensasi, terdiri dari cairan dan zat pengeras
3) Epoxy –Resin
4) Perekat kontak
5) Perekat Termoplastis, yaitu : Cellulose Adhesive, Acrylie Resin Adhesive,
Polyvinyl Adhesive.
6) Perekat Termosetting, yaitu Urea Formaldehyde Resin, Phenolic Resin,
Resorsiol Resin.
b. Sambungan paku, keuntungan paku sebagai alat sambung :
1). Efisiensi sambunganya cukup besar.
2). Perlemahan kayu akibat sambungan relatif kecil.
3). Cepat dalam perkerjaan.
4). Tidak membutuhkan tenaga ahli.
5). Harga paku relatif murah.
c. Sambungan baut
Baut banyak dipakai sebab mudah dalam pelaksanaanya, tersedia banyak ukuran,
mudah didapat, dan dapat dibongkar pasang. Kelemahan baut adalah
efisiensinya rendah dan deformasi besar.
d. Sambungan gigi, bila pada kuda-kuda konvensional umum dipakai sambungan
gigi, maka pada kuda-kuda konstruksi saat ini menggunakan paku atau pelat
baja penyambung (pelat konektor) yang lain. Banyak ragam pelat paku dan
xxxiv
sejenisnya seperti ”gang nail” oleh J. Celvit Juriet pada tahun 1955, dan
dipatenkan pertama kali pada tahun 1959. Dipasaran saat ini beredar plat baja
konektor yang diproduksi oleh pryda Australia yaitu pryda nailplate, yang
merupakan pelat baja galvanis berpaku dan bergerigi. Ada dua jenis plat ini
yaitu nail on plate ( yang pemasanganya cukup dipaku ), dan claw nailplate
(yang pemasanganya dengan cara memberikan tekanan pada pelat baja tersebut
hingga gerigi terbenam secara merata pada kedua permukaan kayu yang
disambung, yaitu dengan menggunakan mesin press khusus).
2.1.6 Pengertian Plat Pryda
Pryda didirikan pada tahun1964 di Australia, Pryda Australia merupakan publik
yang bergerak dalam rekayaasa pembuatan dan penggunaan alat sambung kayu
yang terbuat dari logam dengan fokus penggunaannya pada bangunan prefabrikasi
serta keperluan industri yang lain. Salah satu inovasi hasil produksinya adalah
claw nail plate, yaitu lempengan pelat baja dimana gerigi sebagai pengikatnya.
Dalam Pryda Training Manual (2008), ukuran pryda claw nailplate untuk
sambungan batang kayu lurus tersedia dalam 30 ukuran, yang disajikan dalam
bentuk kode angka dan huruf. Misalnya 4C3 ; 4 (empat) menyatakan panjang 4
inch ; C merupakan kode dari claw nailplate ; dan 3 (tiga) menyatakan lebar 3
inch.
Keunggulan dari pelat ini adalah :
a. Tidak mengurangi luasan kayu karena menggunakan gerigi sebagai pengikat,
Sehingga perlemahan akibat sambungan relatif kecil, dan dapat diabaikan.
b. Beban pada penampang lebih merata.
c. Mempunyai kekuatan tinggi karena terbuat dari bahan baja.
d. Tahan lama dan tidak memerlukan perawatan khusus.
2.1.7 Penol - Epoxy
xxxv
Perekat penol epoxy diproduksi oleh PT. Henkel Indonesien.cimanggis, Depok
Indonesia. Penol Epoxy terdiri dari dua macam komponen yaitu komponen
perekat (resin) dan komponen pengeras (hardener). Komponen resin adalah
cairan bening tidak berbau, lebih cair dibandingakan dengan komponen hardener.
komponen hardener adalah cairan berwarna kuning transparan liat.
Keunggulan dari perekat ini adalah :
a. Lem ini tidak menyusut dan mengisi rongga-rongga pada sambungan (gapfill).
b. Kekuatan bahan ini melebihi dari kekuatan bahan yang menempel.
c. Tahan terhadap air dan beberapa bahan kimia lain seperti alkohol, alkali, asam.
2.1.8 Sambungan Miring ( Scarf Joint )
Sambungan miring (scarf joint) pada umumnya merupakan sambungan yang
digunakan untuk balok panjang yang akan menerima gaya lentur.
Menurut Pandhi Cahyadi (2008). Dari hasil pengujian kuat lentur sambungan
miring (scarf joint) 1:1, 1:2, 1:4 berturut-turut adalah: 64,138 kg/cm2; 95,843
kg/cm2; 224,027 kg/cm2. dan besarnya modulus elastisitas berturut-turut adalah :
82328.40 kg/cm2; 85957,94 kg/cm2; 86110,23 kg/cm2. Berdasarkan hasil
pengujian disimpulkan bahwa sambungan miring 1:4 menjadi alternatif yang lebih
baik dibandingkan dengan sambungan miring 1:1, sambungan miring 1:2.
2.1.9 Sambungan Plat
Sambungan balok yang mendukung lenturan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara:
a. Plat-plat sambung di atas dan bawah
Dengan cara ini apabila balok mendukung beban sehingga terjadi momen
lentur, maka plat yang berada di atas akan mengalami tegangan desak
sedangkan plat di bawah mengalami tegangan tarik. Tegangan tarik yang
timbul akibat mendukung momen luar akan menyebabkan timbul gaya tarik
sejajar serat, sedangkan tegangan desak akan menimbulkan gaya desak.
xxxvi
b. Plat-plat sambung di samping
Luas penampang plat sambung yang diletakkan di samping harus lebih besar
dari luas penampang balok yang disambung. Hal ini dimaksudkan agar plat-
plat sambung tersebut mampu memberikan daya dukung momen yang lebih
besar daripada momen yang didukung balok di tempat sambungan. Pada balok
rangkap tidak diijinkan hanya menggunakan satu plat sambung diantara dua
bagian saja.
2.2 LANDASAN TEORI 2.2.1 Kriteria Perencanaan Balok
Berdasarkan teori mekanika untuk tegangan geser balok tampang segi empat yang
dibebani gaya tranversal statik akan timbul tegangan dan regangan internal.
Sebagai bentuk perilaku perlawanan balok (Timoshenko dan Gere,1996).
Untuk mencari besarnya kuat lentur perlu diperhatikan momen yang terjadi pada
saat pembebanan. Gambar 2.2 berikut menggambarkan momen yang terjadi pada
saat pembebanan.
1/3 L 1/3 L
p/2 p/2
Mmax = 1/6 pl
1/3 L
BMD
SFD
Gambar 2.2. Kondisi pembebanan
Sedangkan pada Gambar 2.3 berikut menggambarkan distribusi tegangan.
xxxvii
hy
b
Gambar 2.3 Distribusi tegangan
Perhitungan kesetimbangan statis balok bertumpu sederhana untuk kondisi
pembebanan seperti pada Gambar 2.2 menggunakan Persamaan (2.1) dan (2.2 ) :
RA = DA = 1/2P dan RB = DB 1/2P …………………….…………….…….... (2.1)
Mmaks = 1/6 P.l….…………………………..………………………….……...(2.2)
Hubungan tegangan-regangan terhadap perilaku balok yang dibebani beban
dengan arah tranversal sumbu longitudinal diperoleh Persamaan (2.3) s/d (2.6) :
IyM .
………………………………………………………………….….(2.3)
yILP .3/1.
………………………………………………………………...(2.4)
yLIP.3/1
. ………………………………………………………...….……..(2.5)
bIQV..
…………………………………………………………..……….…(2.6)
dengan:
σ = tegangan normal akibat lentur (MPa)
M = momen lentur (Nmm)
y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm)
I = momen inersia penampang (1/12 bh3) (mm4)
τ = tegangan geser akibat lentur (MPa)
Q = momen pertama pada kedalaman yang ditinjau terhadap garis netral (mm3)
= b . ½ h . ½ y = b ½ h . ¼ h = 1/8 b h2
b = lebar balok (mm)
2.2.2 Panjang Kritis Balok
xxxviii
Panjang kritis balok akan terjadi kegagalan lentur dan geser secara bersamaan
pada kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan, maka
perhitungan ditentukan dengan Persamaan 2.7
.8..6 hLcr ………………………………………………………...........…....(2.7)
dengan :
Lcr = panjang kritis balok terjadi lentur dan geser (mm) σ = tegangan lentur (MPa) h = tinggi balok (mm) τ = tegangan geser (MPa)
2.2.3 Kadar Air
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang ada didalam sepotong kayu dinyatakan
sebagai prosentase dari berat kayu kering oven. Kadar air dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.8 :
%100xmdW
dWgW ...............………………………………....…..............(2.8)
Dengan:
m = kadar air benda uji (%)
Wg = berat benda uji sebelum dikeringkan (gram)
Wd = berat benda uji setelah kering oven (gram)
2.2.4 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu terhadap volume air yang sama
dengan volume kayu tersebut dengan menggunakan berat kayu kering sebagai
dasar. Faktor tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies dapat
berpengaruh terhadap berat jenis, demikian pula letak bagian kayunya
berpengaruh terhadap berat jenis kayu.
Berdasarkan SNI 3 (2002), berat jenis kayu dapat dihitung dengan Persamaan 2.9
sebagai berikut:
xxxix
Berat jenis (Gm) = )100/1(1000 m ....................................................(2.9)
Dimana : g
g
VW
Dengan: = kerapatan kayu (kg/m3) Vg = volume kayu basah (cm3)
Wg = berat kayu basah (kg) m = kadar air sampel (%)
2.2.5 Kerapatan
Kerapatan adalah perbandingan berat kadar air awal dengan volume. Berdasarkan
SNI 3 (2002), kerapatan dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.10.
w = w
w
Vm
...................…................…………………………………...............(2.10)
Dengan:
w = kerapatan pada benda uji pada kadar air w (g/cm³)
m w = berat benda uji pada kadar air w (g)
V w = volume benda uji pada kadar air w (cm³)
2.2.6 Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas merupakan sifat elastis kayu yang penting sebagai ukuran
ketahanan terhadap perpanjangan apabila kayu mengalami tarikan, atau
pemendekan apabila kayu mengalami tekanan selama pembebanan berlangsung
dengan kecepatan pembebanan konstan. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur
adalah besaran modulus elastisitas.
Nilai modulus elastisitas (MOE) terpusat di tengah bentang dapat dihitung dengan
Persamaan 2.11.
ILPMOE
..48. 3
…………………………………...........……………..…….(2.11)
dengan :
MOE = modulus elastisitas (MPa)
P = beban maksimum (N)
L = panjang balok (mm)
xl
δ = lendutan balok (mm)
I = momen inersia (mm4)
1/3 L
p/2p/2
Mmax 1/6PL
1/3 L 1/3 L
Gambar 2.4 Pengujian Modulus Elastisitas
Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa defleksi maksimum terjadi di tengah bentang dan
untuk mencari modulus elastisitas berdasarkan defleksi maksimum, sehingga
modulus elastisitas dapat dicari menggunakan Persamaan 2.12.
Modulus Elastisitas (E) t
ss
t IqLaL
I
ap
3845
4324
.2 4
22
(kg/cm2) .............(2.12)
Dengan: P = beban maksimum (kg)
Ls = jarak tumpuan (cm)
q = berat sendiri sampel (kg/m)
It = momen inersia total penampang (cm4)
δ = defleksi balok (cm)
a = jarak 1/3 L
Perhitungan modulus elastisitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus estimasi. Perhitungan modulus elastisitas lentur (Ew) dilakukan dengan
Persamaan 2.13 – 2.16 : 7.016000GEw MPa.......................................................................................(2.13)
Dimana :
G = berat jenis pada kadar air 15 % = b
b
GG33,11
.......................................(2.14)
xli
Gb = berat jenis dasar = m
m
aGG265,011
......................................................(2.15)
30
30 ma .....................................................................................................(2.16)
2.2.7 Lendutan Balok
Pembebanan lateral pada balok mengakibatkan terjadinya lendutan. Besarnya
lendutan maksimum yang terjadi akibat pembebanan terpusat dengan jarak 1/3
dari jarak tumpuan, ditinjau dalam Persamaan 2.17.
)43.(..24
. 22 aLIE
aPmak ………………………………………..…………(2.17)
dengan :
δmak = lendutan maksimum (mm)
P = beban pada balok (N)
a = jarak beban terhadap tumpuan (mm)
L = panjan balok (mm)
E = modulus elastisitas balok (Mpa)
I = momen inersia (mm4)
2.2.8 Kuat Lentur
Dumanauw (1990), menyebutkan bahwa kuat lentur adalah kekuatan untuk
menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan
beban-beban mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh
kayu tersebut. Terdapat 2 (dua) macam kekuatan lentur yaitu : 1. Kekuatan lentur statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya
secara perlahan-lahan.
2. Kekuatan lentur pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya
secara mendadak.
Kuat lentur (MOR) ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.18 – 2.19.
untuk kondisi pembebanan terpusat ditengah bentang :
xlii
2..2..3
tbLPMOR mak ..................…………………………………………............(2.18)
untuk kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan :
2...3
hbapMOR .......................……………………………………..........…......(2.19)
Dengan :
MOR = kuat lentur benda uji (MPa)
Pmak = beban maksimum yang bekerja pada benda uji (N)
L = panjang benda uji (mm)
b = lebar benda uji (mm)
t = tebal benda uji (mm).
a = jarak tumpuan terhadap baban (mm)
h = tinggi balok (mm)
Untuk mencari besarnya kuat lentur perlu diperhatikan momen yang terjadi pada
saat pembebanan. Gambar 2.5 berikut menggambarkan bidang geser dan bidang
momen yang terjadi pada saat pembebanan.
1/3 L 1/3 L
p/2 p/2
Mmax = 1/6 pl
1/3 L
BMD
SFD
Gambar 2.5 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen
Dari Gambar 2.5 terlihat bahwa momen mencapai maksimum pada tengah
bentang, kuat lentur yang dicari merupakan kuat lentur yang terjadi pada momen
xliii
maksimum, sehingga persamaan yang digunakan adalah Persamaan 2.20 sebagai
berikut:
Kuat Lentur ( MOR )t
s
t I
aPqLy
IyM
281
.2
(kg/cm2)............................(2.20)
Dengan:
P = beban maksimum (kg) a = jarak 1/3 L
M = momen maksimum (kg.cm) It = momen inersia total (cm4)
Ls = jarak tumpuan (cm) y = ordinat titik berat (cm)
q = berat sendiri sampel (kg/cm)
2.2.9 Balok Komposit
Balok komposit adalah balok yang terdiri atas lebih dari satu bahan. Sebagai
contoh, balok sandwich yang terdiri atas dua muka tipis dari bahan berkekuatan
relatif tinggi yang dipisahkan oleh sebuah inti tebal dari bahan berkekuatan relatif
rendah. Karena pada bagian muka mempunyai jarak terbesar dari sumbu netral
( dimana tegangan lentur terbesar ), maka bagian tersebut berfungsi seperti flens
pada balok I. Inti berfungsi sebagai pengisi dan memberikan dukungan pada muka
serta menstabilkan terhadap kerut atau tekuk.
Modulus elastisitas bahan yang jauh lebih besar E2 > E1 ( sehingga n>1 ) akan
mempengaruhi momen inersia penampang. Hal ini mengakibatkan penampang
pada balok mengalami transformasi yang mana tegangan pada bahan sebanding
dengan modulus elastisitasnya, dan dapat diasumsikan bahwa tegangan normal di
inti dapat diabaikan sehingga bahan dapat beraksi sebagai kesatuan utuh untuk
menahan semua tegangan lentur.
Perhitungan tegangan tertransformasi pada balok komposit dapat menggunakan
Persamaan 2.21 sebagai berikut:
xliv
nI
yM
T
.. .......................................................................................................(2.21)
dengan:
σ = tegangan lentur (MPa)
M = momen lentur (Nmm)
y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm)
IT = momen inersia tertransformasi (mm4)
n = rasio modulus elastisitas bahan )(1
2
EE
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tinjauan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kuat lentur sambungan miring
(scarf joint), juga untuk memberikan alternatif terbaik dari tipe sambungan yang
diujikan untuk mendapatkan kuat lentur maksimal. Sebagai dasar panjang
sambungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang sudah
pernah dilakukan pada sambungan miring (scarf joint) menggunakan perekat
penol epoxy didapatkan kuat lentur terbesar pada perbandingan 1b : 4h.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
laboratorium. Metode eksperimental laboratorium adalah suatu penelitian yang
berusaha untuk mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain
dalam kondisi terkontrol secara ketat dan dilakukan di laboratorium dengan urutan
kegiatan yang sistematis dalam memperoleh data sampai data tersebut berguna
sebagai dasar pembuatan keputusan atau kesimpulan.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel terikat dan variabel
bebas. Variabel terikat dari penelitian ini adalah nilai kuat lentur dari balok,
xlv
sedangkan variabel bebasnya adalah varasi jumlah alat sambung pada sambungan
miring (scarf joint) dan perekat.
3.2. Bahan Penelitian
3.2.1. Kayu
Kayu yang digunakan adalah kayu kruing. Kayu kruing sangatlah mudah
didapatkan dan relatif murah harganya dibandingkan dengan bahan bangunan lain.
Selain itu kayu kruing mempunyai berat jenis yang ringan dan proses
pengerjaannya dapat dilakukan dengan mudah dan peralatan yang sederhana.
Kayu kruing yang digunakan sebagai benda uji penelitian berukuran 6/10 x 220
cm, dengan jarak antar tumpuan 200 cm.
3.2.2. Plat Pryda Jenis pryda yang digunakan adalah pryda jenis claw nailplate dengan tipe 6C2,
dengan panjang 15,42 cm, tebal 0,1 cm dan lebar 5,14 cm. Jenis pryda ini terdiri
plat dengan gerigi sebagai pengikat pada batang kayu, sehingga kayu dapat
tersambung dan terikat kuat satu dengan yang lainya, sehingga mampu menahan
gaya tarik dan gaya tekan.
3.2.3. Perekat Bahan perekat yang digunakan jenis perekat termosetting yang dapat mengeras
pada suhu kamar, yaitu penol epoxy. Penol epoxy terdiri dari dua macam
komponen yaitu komponen perekat (resin) dan komponen pengeras (hardener).
Komponen resin adalah cairan bening tidak berbau, lebih cair dibandingkan
dengan komponen hardener, komponen hardener adalah cairan berwarna kuning
transparan liat.
3.3. Langkah Penyambungan Benda uji yang telah dibentuk sesuai dengan ukuran panjang dan besar yang telah
direncanakan, kemudian bagian dalam sambungan kayu diberi perekat penol
xlvi
epoxy secara merata. Permukaan kayu yang akan disambung dengan pryda claw
nailplate diberi pengikat menggunakan strapless kayu. Kayu yang telah diikat
harus rapat dan lurus agar pembebanan dapat merata dan tidak mengalami
kerusakan. Pemasangan plat pryda claw nailplate dengan cara memberikan
tekanan pada pelat baja tersebut hingga gerigi terbenam secara merata pada kedua
permukaan kayu yang disambung, yaitu dengan menggunakan mesin tekan (press)
khusus.
3.4 Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu: peralatan pembuatan benda uji dan peralatan pengujian sifat fisika dan
mekanika balok.
3.4.1. Peralatan Pembuatan Benda Uji a. Mesin gergaji (circular panel saw), digunakan untuk membelah dan
memotong bahan baku sesuai dengan ukuran yang direncanakan.
b. Gergaji, digunakan untuk pembuatan sambungan miring (scarf joint).
c. Meteran, digunakan untuk mengukur panjang, lebar dan tinggi bahan baku.
d. Alat-alat kelengkapan untuk pembuatan sambungan balok adalah:
siku-siku besi, busur, spidol, pahat, ketam dan kikir.
3.4.2. Peralatan Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika Balok
a. Timbangan elektric
Timbangan elektric adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran
berat suatu benda. Alat ini memiliki ketelitian 1 gram. Alat ini digunakan
dalam pengukuran kerapatan dan kadar air benda uji pendahuluan. Timbangan
elektrik dapat dilihat pada Gambar 3.1.
xlvii
Gambar 3.1 Timbangan elektric dengan ketelitian 1 gram
b. Oven
Oven adalah alat yang digunakan untuk mengeringkan suatu benda. Alat ini
digunakan pada saat pengujian kadar air. Pengeringan kayu dilakukan dengan
tujuan untuk mencari berat kering. Pengeringan benda uji dihentikan setelah
didapatkan berat benda uji stabil. Oven yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki kapasitas suhu hingga 200 οC. Oven dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Oven dengan kapasitas suhu 200 οC
c. Univesal Testing Machine (UTM)
Universal Testing Machine (UTM) digunakan untuk menguji kuat tarik, kuat
tekan dan kuat geser benda uji. Alat ini menggunakan sistim hidrolis untuk
memberikan gaya pada benda uji. Pada penelitian ini Universal Testing
Machine (UTM) digunakan untuk menguji kuat geser kayu kruing. Universal
Testing Machine (UTM) dapat dilihat pada Gambar 3.3.
xlviii
Gambar 3.3 Universal Testing Machine (UTM)
3.4.3 Peralatan Pengujian untuk Balok Sambungan a. Loading Frame dan Hydraulic Jack
Loading frame digunakan untuk menguji kuat lentur benda uji. Alat ini berupa
portal segi empat yang terbuat dari baja dengan balok portal, dapat diatur
ketinggiannya dan berdiri di atas lantai. Loading Frame terdapat tempat
kedudukan pengujian sambungan balok scarf joint dengan tumpuan sendi-rol.
Hydraulik jack merupakan alat yang memberikan beban pada benda uji
Kapasitas maksimal hidraulic jack adalah 25 ton. Loading frame dan
hydraulic jack dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Loading Frame dan Hydraulic Jack
b. Hydraulic Pump
Hydraulic Pump digunakan untuk memberikan pembebanan secara bertahap
pada hydraulic jack saat pengujian benda uji. Sistem kerja alat ini adalah
dengan cara memompa untuk memberikan tekan pada hydraulic jack.
Hydraulic pump dapat dilihat pada Gambar 3.5.
xlix
Gambar 3.5 Hydraulic Pump
c. Load cell
Load cell digunakan untuk mengetahui interval penambahan beban yang
diberikan pada benda uji. Alat ini dihubungkan dengan Transducer untuk
membaca penambahan beban yang terjadi. Kapasitas alat ini adalah 50 ton.
Load cell dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Load cell
d. Transducer
Transducer digunakan untuk membaca secara digital data interval
penambahan beban yang diterima load cell. Untuk mendapatkan data
penambahan beban secara digital alat ini dihubungkan dengan load cell.
Besarnya interval penambahan beban dapat diatur sesuai kebutuhan.
Transducer dapat dilihat pada Gambar 3.7
l
Gambar 3.7 Transducer
e. Dial Gauge
Dial Gauge adalah alat yang digunakan untuk mengukur besarnya lendutan
yang terjadi. Alat ini memiliki kapasitas maksimal 20 mm dengan ketelitian
0,01 mm. Dial gauge dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Dial Gauge
3.5. Benda Uji
3.5.1. Benda Uji Pendahuluan
Ukuran dan bentuk benda uji untuk pengujian sifat fisika dan mekanika kayu
mengikuti standar ISO (Internasional Standard Organization), meliputi benda uji
kerapatan dan kadar air, kuat tekan sejajar serat, kuat geser sejajar serat, kuat
lentur (MOR) dan Modulus elastisitas (MOE). setiap pengujian dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali sehingga jumlah total pengujian beban adalah 12
spesimen, seperti terlihat dalam Tabel 3.1.
li
Tabel 3.1. Benda Uji Pendahuluan No Jenis pengujian Jumlah
1 Kerapatan dan Kadar air 3
2 Kuat Geser 3
3 Kuat Tekan Sejajar Serat 3
4 Kuat Lentur (MOR) dan Modulus Elastisitas (MOE) 3
Jumlah 12
3.5.2. Benda Uji Balok Kayu
Benda uji yang digunakan berupa balok kayu dengan jumlah 12 buah, dengan
klasifikasi benda uji sebagai berikut:
a. 3 buah untuk balok kayu utuh tanpa sambungan.
b. 3 buah untuk balok kayu variasi 1 yaitu dengan memasang plat claw
nailplate tipe 6C2 pada sisi samping kiri dan kanan batang kayu.
c. 3 buah untuk balok kayu variasi 2 yaitu dengan memasang plat claw
nailplate tipe 6C2 pada samping sisi kiri, dan sisi kanan batang kayu, dengan
penambahan plat claw nailplate tipe 6C2 yang dipasang pada sisi bawah
batang kayu.
d. 3 buah untuk balok kayu variasi 3 yaitu dengan memasang plat claw
nailplate tipe 6C2 pada sisi samping kiri, kanan, dengan penambahan plat
claw nailplate tipe 6C2 yang dipasang pada sisi bawah dan sisi atas batang
kayu.
Penamaan-penamaan dan kode balok dan jumlah benda uji kuat lentur dapat
dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Jumlah benda uji balok
Jenis Balok Kode
Benda Uji
Dimensi
cm
Jumlah Benda
Uji
Balok tanpa sambungan BTS 6 x 10 3
Balok scarf joint 1 SJ 1 6 x 10 3
Balok scarf joint 2 SJ 2 6 x 10 3
Balok scarf joint 3 SJ 3 6 x 10 3
lii
Keterangan :
BTS : Balok utuh tanpa sambungan SJ 1 : Sambungan miring (scarf joint) dengan pemasangan pryda claw
nail plate pada kedua sisi tinggi kayu. SJ 2 : Sambungan miring (scarf joint) dengan pemasangan pryda claw nail plate pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar. SJ 3 : Sambungan miring (scarf joint) dengan pemasangan pryda claw nail plate pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar. Sketsa alat sambung
15,42 cm
5,14 cm
Plat pryda jenis claw nail plate dengan tipe 6C2, dengan panjang 15,42 cm, dan
lebar 5,14 cm, tebal 0,1 cm.
Gambar 3.9 Sketsa dimensi benda uji pengujian kuat lentur
Keterangan :
Balok Utuh : Balok utuh tanpa sambungan Variasi 1 : Sambungan miring (scarf joint) dengan pemasangan pryda claw
nail plate pada kedua sisi tinggi kayu. Variasi 2 : Sambungan miring (scarf joint) dengan pemasangan pryda claw
BALOK UTUH
VARIASI 1
b = 6 cm
10
b = 6 cm
10
b = 6 cm
10
b = 6 cm
10
VARIASI 2
VARIASI 3
4 h
4 h
4 h
liii
nail plate pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar. Variasi 3 : Sambungan miring (scarf joint) dengan pemasangan pryda claw nail plate pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar.
Gambar 3.10 Benda uji pengujian kuat lentur
3.6 Tahapan Metodologi Penelitian
Tahapan metodologi penelitian merupakan urutan-urutan kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis, logis dengan mempergunakan alat bantu ilmiah
yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran suatu objek permasalahan.
Secara garis besar pelaksanaan penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tahap 1 : Tahap persiapan awal
b. Tahap 2 : Tahap pemilihan bahan dan peralatan
c. Tahap 3 : Tahap uji pendahuluan
d. Tahap 4 : Tahap pembuatan benda uji kayu
e. Tahap 5 : Tahap pengeringan benda uji sambungan miring
f. Tahap 6 : Tahap pengujian
g. Tahap 7 : Tahap analisis pengujian
3.6.1 Tahap Persiapan Awal
Tahap persiapan awal adalah tahapan dimana semua bahan dan peralatan yang
akan digunakan dalam penelitian disiapkan terlebih dahulu, antara lain bahan,
peralatan, maupun program kerjanya sehingga penelitian dapat berjalan dengan
lancar. Peralatan yang akan digunakan diperiksa terlebih dahulu untuk mengetahui
kelayakan alat dalam pelaksanaan penelitian.
liv
3.6.2 Tahap Pemilihan Bahan dan Peralatan
Bahan utama penelitian ini adalah balok kayu kruing yang telah dipilih batang
yang lurus, tidak mempunyai cacat fisik dan tidak mempunyai mata kayu dengan
ukuran yang disyaratkan dan plat pryda jenis claw nailplate dengan tipe 6C2,
dengan panjang 15,42 cm, tebal 0,1 cm dan lebar 5,14 cm serta perekat penol
epoxy. Peralatan yang digunakan adalah gergaji, serut kayu, meteran, mistar siku,
palu, serta pensil atau spidol.
3.6.3 Tahap Uji Pendahuluan
Tahap uji pendahuluan meliputi kadar air, uji lentur, uji geser yang dilakukan di
Laboratorium UNS. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan panjang
benda uji kayu Lcr.
3.6.4 Tahap Pembuatan Benda Uji Kayu Kruing
Siapkan balok kayu kemudian kayu dilukis dengan pensil kayu sehingga
membentuk sambungan miring dengan perbandingan 1b:4h. Setelah itu kayu
digergaji sesuai dengan garis lukisan yang telah diukur. Permukaan kayu pada
sambungan diserut supaya memudahkan pada waktu penyambungan. Setelah
permukaan kayu pada sambungan digergaji dan diserut, kemudian kayu diberi
perekat penol epoxy lalu kayu dirakit atau disambung menjadi satu. Kemudian
menggunakan strapless sebagai pengikat sementara agar kayu tidak bergeser.
Setelah itu pelat diletakan dengan posisi pelat baja berada di atas dan di bawah
permukaan kayu lalu dipress menggunakan mesin khusus. Untuk lebih jelasnya
pada Gambar 3.11 dibawah ini :
lv
Gambar 3.11 Gambar Benda Uji
3.6.5 Tahap Pemeriksaan Kadar Air dan Berat Jenis Sebelum Pengujian
Kayu kruing yang telah dipilih kemudian dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan selama kurang lebih dua minggu agar diperoleh kayu kruing yang kering
udara. Pengeringan dilakukan dibawah atap dimana angin bisa berhembus dengan
bebas, karena apabila dikeringkan di bawah sinar matahari akan menyebabkan
kayu pecah-pecah dan melengkung.
Banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi tergantung dari suhu dan
kelembaban udara disekitarnya dan tergantung dari jenis kayu. Kadar air besarnya
bervariasi menurut jenis kayu dan perbedaan umur kayu. Kayu dari mulai
ditebang sampai siap dibuat produk akan mengalami penurunan kadar air.
Kayu kruing yang telah mencapai kering udara diperiksa kadar airnya di
Laboratorium Bahan Struktur Fakultas Teknik UNS agar memenuhi syarat kadar
lengas antara 12 % - 18 % atau rata-rata 15 %. Setelah kayu kruing tersebut
memenuhi syarat maka kayu kruing dapat dibuat benda uji.
Untuk mengetahui kadar air dan berat jenis kayu sebelum pengujian dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Masing-masing benda uji dipotong dengan ukuran panjang, lebar, dan tebal
kira-kira 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm.
lvi
b. Potongan kayu terebut kemudian dihitung volumenya dan ditimbang sehingga
didapatkan berat awal (Wg).
c. Potongan kayu dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105 oC.
d. Setelah 24 jam potongan kayu diambil dan ditimbang beratnya, didapat berat
kayu setelah kering oven (Wd).
e. Kadar air dan berat jenis dihitung dengan Persamaan 2.8 dan Persamaan 2.9:
Kadar air m
%100xW
WWg
d
d ....................................................................(2.8)
Dengan: m = kadar air (%)
Wg = berat benda uji sebelum dikeringkan (gram)
Wd = berat benda uji setelah kering oven (gram)
Berat jenis (Gm) = )100/1(1000 m ................................................................(2.9)
Dimana : g
g
VW
Dengan: = kerapatan kayu (kg/m3)
Wg = berat kayu basah (kg)
Vg = volume kayu basah (cm3)
m = kadar air sampel (%)
Pengujian kadar air kayu dilakukan dengan menggunakan oven, jangka sorong
dan timbangan. Benda uji kadar air dapat dilihat pada Gambar 3.12.
2 0 m m20m
m
2 0 ± 5 m m
Gambar 3.12 Benda Uji kadar air kayu kruing
3.6.6 Tahap Pengujian Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas
lvii
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah Loading Frame beserta
perlengkapannya untuk mengetahui adanya lentur pada balok yang terjadi akibat
adanya beban luar. Beban luar tersebut mengakibatkan balok mengalami
deformasi dan regangan sehingga menimbulkan retak lentur di sepanjang bentang
balok, pada pengujian lentur kayu kruing ini pembebanan yang dilaksanakan
merupakan pembebanan bertahap. Pengujian balok dilakukan pada tumpuan
sederhana sendi-rol dengan 2 titik pembebanan pada jarak sepertiga bentang bebas.
Diagram pembebanan pada pengujian kuat lentur dapat lihat pada Gambar 3.13.
1/3 L 1/3 L
p/2 p/2
Mmax = 1/6 pl
1/3 L
BMD
SFD
Gambar 3.13 Diagram Bidang Momen dan Bidang Geser
Rumus-rumus yang digunakan :
lviii
Modulus Elastisitas (MOE) t
ss
t IqLaL
I
ap
3845
4324
.2 4
22
(kg/cm2).........(2.12)
Dengan: P = beban maksimum (kg)
Ls = jarak tumpuan (cm)
q = berat sendiri sampel (kg/m)
It = momen inersia total penampang (cm4)
δ = defleksi balok (cm)
a = jarak 1/3 L
Kuat Lentur ( MOR )t
s
t I
yaPLq
IyM
..
2..
81
.2
( kg/cm2 )..................(2.20)
Dengan:
P = beban maksimum (kg) M = momen maksimum (kg.cm)
Ls = jarak tumpuan (cm) It = momen inersia total penampang (cm4)
q = berat sendiri sampel (kg/cm) y = ordinat titik berat (cm)
Pembebanan yang dilakukan merupakan pembebanan yang bertahap untuk
mengetahui kuat lentur yang maksimum dari beberapa alternatif perbandingan
sambungan miring ( scarf joint).
Tahapan pengujian kuat lentur dan modulus elastisitas adalah sebagai berikut:
a. Setting alat, meliputi:
1) Menyiapkan alat-alat pengujian yang terdiri atas dial gauge, load cell,
transducer dan hydraulic jack.
2) Memasang benda uji kayu pada loading frame.
3) Memasang alat-alat pengujian dengan langkah sebagai berikut:
a) Memasang hydraulic jack pada loading frame, dipastikan stabil dan
tidak bergoyang
b) Memasang load cell diantara kayu dan hydraulic jack, dipastikan
kedudukan alat stabil dengan 2 titik pembebanan pada jarak sepertiga
bentang bebas.
lix
c) Memasang transducer yang sudah terpasang dengan trafo step-down
dan dihubungkan dengan load cell.
d) Memasang 2 buah dial gauge di tengah balok.
b. Pengujian kuat lentur
Langkah pengujian adalah sebagai berikut:
1) Pembebanan benda uji dilakukan secara perlahan-lahan dengan hydraulic
pump. Pembebanan diatur dengan kenaikan beban sebesar 50 kg secara
teratur. Pencatatan terhadap lendutan yang terjadi dengan membaca dial
gauge pada tiap penambahan beban.
2) Pencatatan beban maksimum yang mampu ditahan benda uji hingga benda
uji mengalami keruntuhan dan tidak mampu menahan beban lagi.
Untuk lebih jelasnya setting alat pengujian kuat lentur balok dapat dilihat pada
Gambar 3.14.
107
9
2
5
3
4
1
68
Gambar 3.14 Setting alat pengujian kuat lentur balok
Keterangan :
1. Loading Frame 6. Balok kayu
2. Load cell 7. Perata beban
3. Transducer 8. Penyalur beban
4. Hydraulic jack 9 .Perletakan rol
lx
5. Dial gauge 10.Perletakan sendi
3.6.7 Tahap Analisis Hasil Penelitian
Dari hasil pengujian yang diperoleh kemudian dilakukan analisis data untuk
mengetahui besarnya beban maksimum dan lendutan saat terjadi patah, sehingga
dapatmengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada setiap benda uji dan pola
keruntuhannya sehigga dapat ditentukan jenis sambungan yang efektif.
Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode yang sesuai untuk mengetahui:
1. Kuat lentur maksimum pada sambungan miring (scarf joint) yang
menggunakan pelat baja pryda claw nailplate dan perekat penol epoxy.
2. kuat lentur maksimum antara sambungan miring (scarf joint) dengan
perbedaan letak dan jumlah pelat baja claw nailplate 2, 3 dan 4 buah.
Setelah memperoleh beban dan lendutan kemudian dibuat grafik hubungan antara
beban dan lendutan masing-masing benda uji sehingga dari tabel tersebut dapat
diketahui alternatif penggunaan sambungan yang dapat menahan kuat lentur.
3.7 Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan penyederhanaan dari tahapan-tahapan jalannya
penelitian. Dengan adanya kerangka pikir, penelitian yang dilakukan akan
berjalan sesuai dengan tahapan yang direncanakan. Penjelasan kerangaka pikir
dapat dilihat pada tahapan-tahapan penelitian diatas. Secara garis besar bagan
Kerangka Pikir tahapan metode penelitian dapat dilihat dalam Gambar 3.15.
Mulai
Persiapan bahan dan peralatan penelitian: - balok kayu kruing ukuran 6/10 x 220 cm - loading frame dan hidraulic jack - hidraulic pump - dial gauge - load cell - transducer - timbangan elektrik dan oven
lxi
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan Data Pengujian
Pemilihan kayu: - batang lurus, tidak cacat fisik dan
tidak ada mata kayu - ukuran kayu 6/10 x 220 cm
Pemeriksaan kadar air dan berat jenis sebelum pengujian
Pembuatan sambungan kayu menggunakan sambungan miring (scarf joint) dengan perbandingan 1b:4h dengan alat
sambung pryda claw nailplate dan penol epoxy dengan variasi penempatan dan jumlah alat sambung 2, 3 dan 4 buah
Pengujian kuat lentur dan modulus elastisitas akibat adanya beban luar dengan pembebanan bertahap
Analisis data hasil penelitian
Selesai
Uji Pendahuluan meliputi uji lentur dan uji geser untuk menentukan
panjang kritis
Gambar 3.15 Bagan kerangka pikir tahapan metodologi penelitian
lxii
Data hasil pengujian benda uji yang dilakukan di laboratorium, kemudian
dianalisis dengan ketentuan yang disyaratkan dalam SNI Kayu 2002 tentang Tata
Cara Perencanaan Struktur Kayu. Sehingga didapat hasil perhitungan sebagai
berikut:
a. Hasil perhitungan data pengujian berat jenis kayu kruing.
b. Hasil perhitungan data pengujian kuat lentur dan kuat geser uji pendahuluan.
c. Hasil perhitungan data pengujian kuat lentur kayu kruing tanpa sambungan,
sambungan miring dengan pemasangan claw nailplate pada kedua sisi tinggi
kayu (SJ-1), sambungan miring dengan pemasangan claw nailplate pada
kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (SJ-2) dan sambungan miring dengan
pemasangan claw nailplate pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar
(SJ-3) dengan penol epoxy.
d. Hasil perhitungan data pengujian modulus elastisitas kayu kruing tanpa
sambungan, sambungan miring dengan pemasangan pryda pada kedua sisi
tinggi kayu (SJ-1), sambungan miring dengan pemasangan pryda pada kedua
sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (SJ-2) dan sambungan miring dengan
pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar (SJ-3).
4.1.1 Perhitungan Data Pengujian Kadar Air
Perhitungan kadar air kayu kruing merupakan nilai kadar air dari 3 (tiga) buah
benda uji yang didapat dari hasil pengujian di Laboratorium bahan Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Nilai kadar air kayu kruing dianggap
dapat mewakili seluruh balok kayu kruing yang akan dibuat sambungan pada
penelitian ini.
Perhitungan kadar air kayu kruing menggunakan Persamaan (2.8), di bawah ini
contoh perhitungan benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : l (panjang) = 2,40 cm
t (tebal) = 2,40 cm
b (lebar) = 3,60 cm
Berat awal (Wg) = 18 gram
Berat setelah dioven (Wd) = 16 gram
lxiii
Kadar air
%100xW
WWgmd
d ......................................................................(2.8)
%5,12%10016
1618
xm
Selanjutnya data perhitungan kadar air kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Air Kayu Kruing.
No Sampel
Dimensi Berat Awal/Wg ( gram )
Berat Setelah Dioven/Wd ( gram )
Kadar Air ( % )
Kadar Air Rata-rata ( % )
l (cm)
t (cm)
b ( cm )
1 2,40 2,40 3,60 18,00 16,00 12,50 13,53 2 2,50 2,50 3,60 18,00 16,00 12,50
3 2,60 2,70 3,8 18,50 16,00 15,60 4.1.2 Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis
Berdasarkan nilai berat jenis kayu kruing yang didapat merupakan nilai berat jenis
dari 3 (tiga) buah benda uji. Nilai berat jenis kayu kruing dianggap dapat
mewakili seluruh balok kayu kruing yang akan dibuat sambungan pada penelitian
ini. Dari hasil pengujian di Laboratorium bahan Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surakarta, didapat data berat jenis kayu kruing seperti tercantum
pada Tabel 4.2.
Perhitungan berat jenis kayu kruing menggunakan Persamaan (2.9), di bawah ini
Contoh perhitungan benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : l (panjang) = 2,40 cm
t (tebal) = 2,40 cm
b (lebar) = 3,60 cm
Kadar air (m) = 12,50 %
Volume = l x t x b = 20,74 cm3
lxiv
36
3
kg/m 867,8910.74,20
10.18
VWo
Berat jenis (Gm) = )100/1(1000 m ................................................................(2.9)
3
, gram/cm 77,0100/5,1211000
89,867
mG
Selanjutnya data perhitungan berat jenis kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Berat Jenis Kayu Kruing.
No Sampel
Dimensi Volume (cm3)
Berat Awal (gram)
Kadar Air ( % )
Berat Jenis (gr/cm3)
Berat Jenis Rata-rata ( gr/cm3)
l (cm)
t (cm)
b (cm)
1 2,40 2,40 3,60 20,74 18,00 12,50 0,77 0,69 2 2,50 2,50 3,60 22,50 18,00 12,50 0,71
3 2,60 2,70 3,80 26,68 18,50 15,60 0,60
4.1.3 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser Pada Uji
Pendahuluan
Sebelum menentukan panjang balok dan jarak tumpuan pada pengujian kuat
lentur terlebih dahulu dilakukan pengujian pendahuluan. Uji pendahuluan yang
dilakukan meliputi uji kuat lentur dan uji kuat geser sejajar serat. Dari hasil
pengujian di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta, didapat data berat jenis kayu kruing seperti tercantum pada Tabel 4.3.
a. Berikut ini contoh perhitungan kuat lentur benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : t (tebal) = 21 mm
b (lebar) = 19 mm
l (panjang) = 270 mm
P (beban) = 2000 N
MOR = 22 21.19.2270.2000.3
..2..3
hbLP = 96,67 MPa
lxv
Selanjutnya data perhitungan kuat lentur kruing dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing.
No Kode benda uji
Dimensi Beban maksimum
(N)
MOR = 2..2
..3hbLP
lebar (mm)
tebal (mm)
panjang (mm)
Hasil (MPa)
Rata-rata (MPa)
1 MBK LT-1 19 21 270 2000 96,67 114,25 2 MBK LT -2 19,5 20 270 2300 108,32
3 MBK LT -3 20 21 270 3000 137,76 Keterangan benda uji MBK LT x M : Uji Mekanik BK : Balok Kayu LT : Lentur x : Benda Uji ke - b. Berikut ini contoh perhitungan kuat geser benda uji ke-1 kayu kruing.
Diketahui data : t (tebal) = 28 mm
b (lebar) = 24 mm
A (luas) = 672 mm²
P (beban) = 3400 N
τ = 672
3400
AP = 5,06 MPa
Selanjutnya data perhitungan kuat geser kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Kuat Geser Kayu Kruing.
No Kode benda uji
Dimensi Luas
(mm²)
Beban maksimum
(N)
Kuat geser lebar (mm)
tebal (mm)
Hasil (MPa)
Rata-rata (MPa)
1 MBK GS-1 24 28 672 3400 5,06 6,53 2 MBK GS-2 24 26,8 643,2 1800 2,80
3 MBK GS-3 24 27 648 7600 11,73 Keterangan benda uji MBK GS x M : Uji Mekanik BK : Balok Kayu
lxvi
GS : Geser Sejajar Serat x : Benda Uji ke c. Perhitungan Panjang Kritis Balok (Lcr)
Balok kayu kruing yang digunakan untuk pengujian kuat lentur berukuran 6/10,
maka panjang kritis balok tersebut adalah :
Lcr = .8..6 h
= 53,6.8
100.25,114.6
= 1312,21 mm
4.1.4 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur
Berdasarkan hasil dari pengujian di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta, maka diperoleh data-data berupa beban
maksimum dan defleksi atau lendutan yang terjadi pada balok kayu kruing. Dari
data-data tersebut dan dengan data lainnya dapat dihitung nilai kuat lentur yang
terjadi pada balok kayu kruing tersebut.
Perhitungan kuat lentur kayu kruing menggunakan Persamaan (2.20), di bawah ini
contoh perhitungan benda uji ke-1.
Diketahui data : p (panjang balok) = 221,40 cm
h (tinggi balok) = 9,80 cm
b (lebar balok) = 5,80 cm
Ls (jarak tumpu) = 200 cm
y (ordinat titik berat) = 4,90 cm
Pmax (beban maksimum) = 1450 kg
a (jarak P ke tumpuan) = 66,67 cm
q (berat sendiri) = 0,06 kg/cm
lxvii
It (Momen inersia) = 380,980,5121 xx
= 454,91 cm4
Kuat Lentur ( MOR ) t
s
t I
aPqLy
IyM
281
.2
( kg/cm2 ).........................(2.20)
91,454
90,467,662
145020006,081 2 xxxx
2/00,524 cmkg Selanjutnya data perhitungan kuat lentur kayu kruing tercantum pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing.
No
Kode
Sampel
h
(cm)
b
(cm)
Ls
(cm)
Pmax
(kg)
q
(kg/cm)
Kuat
Lentur
kg/cm2
Kuat
lentur
rata-rata
kg/cm2
1 BTS-1 9,80 5,80 200 1450 0,06 524,00
720,20
2 BTS-2 10,00 5,80 200 2200 0,07 762,27
3 BTS-3 9,50 5,60 200 2200 0,06 874,32
4 SJ 1-1 9,80 5,80 200 350 0,07 129,55 163,63 5 SJ 1-2 9,80 5,40 200 500 0,06 196,48
lxviii
6 SJ 1-3 9,90 5,70 200 450 0,07 164,88
7 SJ 2-1 9,80 6,00 200 600 0,06 211,59
218,09 8 SJ 2-2 9,60 5,80 200 600 0,07 228,46
9 SJ 2-3 9,90 5,80 200 600 0,06 214,22
10 SJ 3-1 9,80 5,80 200 600 0,06 218,77
238,67 11 SJ 3-2 9,60 5,90 200 650 0,06 242,52
12 SJ 3-3 9,90 5,80 200 700 0,06 254,74
Setelah menghitung kuat lentur rata-rata dari masing-masing benda uji, kemudian
dibuat grafik perubahan kuat lentur. Grafik perubahan kuat lentur digunakan
untuk melihat perbedaan perubahan kuat lentur yang terjadi antara balok tanpa
sambungan dengan ketiga jenis sambungan miring (scarf joint) menggunakan
pryda jenis claw nailplate dan penol epoxy. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Kuat Lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan scarf joint menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy.
lxix
Dari Gambar 4.1. kemudian dianalisa berapa prosentase besarnya perubahan
kekuatan yang terjadi antara balok tanpa sambungan dan ketiga jenis sambungan
miring (scarf joint) menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perubahan Kuat Letur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan
scarf joint menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy. No Kode Sampel Kekuatan Lentur Rata-rata
(kg/cm2)
Perubahan kuat Lentur
(%)
1 BTS 720,20 0
2 SJ 1 163,63 77,28
3 SJ 2 218,09 69,72
4 SJ 3 238,67 66,86
4.1.5 Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas
4.1.5.1 Perhitungan Modulus Elastisitas Berdasarkan Pengujian
Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta, maka didapat data-data berupa beban
bertahap dan defleksi/lendutan yang diderita oleh balok kayu kruing. Dengan data
tersebut dan dengan data-data lain dapat dihitung nilai modulus elastisitas dari
balok kayu kruing tersebut.
Perhitungan modulus elastisitas kayu kruing menggunakan Persamaan (2.12), di
bawah ini contoh perhitungan modulus elastisitas balok tanpa sambungan.
Diketahui data : l (panjang balok) = 221,40 cm
h (tinggi balok) = 9,80 cm
b (lebar balok) = 5,80 cm
Ls (jarak tumpuan) = 200 cm
y (ordinat titik berat) = 4,90 cm
Pmax (beban proposional) = 1250 kg
Proposional = 3,86 kg/cm²
a (jarak P ke tumpuan) = 66.67 cm
lxx
q (berat sendiri) = 0,06 kg/cm
It (Momen Inersia) = 380,1180,5121 xx = 454,91 cm4
Untuk menghitung nilai modulus elastisitas digunakan beban proposional dan
lendutan proposional.
Modulus Elastisitas (E) t
ss
t IqLaL
I
ap
3845
4324
.2 4
22
(kg/cm²)
86,391,45438420006,05)67,6642003(
86,391,45424
67,662
12504
22
xxxxxxx
xx
x
2/ 36,101757 cmkg
Selanjutnya untuk data perhitungan modulus elastisitas kayu kruing tercantum
pada Tabel 4.7 sebagai berikut :
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Kayu Kruing.
No Kode
Sampel
h b Ls q P
Prop.
prop.
E E
rata-rata
(cm) (cm (cm (kg/cm) (kg) (mm) (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 )
1 BTS-1 9,80 5,80 200 0,06 1250 3,86 101757,36
132676,44 2 BTS-2 10,00 5,80 200 0,07 1800 3,85 138047,67
3 BTS-3 9,50 5,60 200 0,06 1500 3,38 158224,28
4 SJ 1-1 9,80 5,80 200 0,07 250 1,66 49048,76
68918,88 5 SJ 1-2 9,80 5,40 200 0,06 350 1,21 99775,90
6 SJ 1-3 9,90 5,70 200 0,07 300 1,65 57931,98
7 SJ 2-1 9,80 6,00 200 0,06 350 1,80 60339,06
80824,67 8 SJ 2-2 9,60 5,80 200 0,07 250 1,13 76253,41
9 SJ 2-3 9,90 5,80 200 0,06 350 1,03 105881,55
10 SJ 3-1 9,80 5,80 200 0,06 400 1,55 82556,38
93714,26 11 SJ 3-2 9,60 5,90 200 0,06 350 1,26 92763,70
12 SJ 3-3 9,80 5,80 200 0,06 400 1,21 105822,71
lxxi
Untuk mencari beban proporsional maupun lendutan proporsional dapat
menggunakan grafik hubungan beban dan lendutan kemudian dibuat garis linear,
sehingga beban dan lendutan proposional dapat dibaca. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4.2, sedangkan perhitungan dan pembacaan grafik yang
lainnya terdapat pada daftar lampiran.
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Proporsional pada Balok Tanpa Sambungan 1.
lxxii
Tabel 4.8 Data pembacaan beban dan lendutan balok tanpa sambungan sampel 1
No Beban
Lendutan (mm)
Keterangan Dial kiri
Dial Kanan Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 0,65 0,72 0,69 3 100 1000 1,31 1,66 1,49 4 150 1500 2,18 2,90 2,54 5 200 2000 3,83 4,74 4,29 6 250 2500 4,37 5,44 4,91 7 300 3000 5,05 6,34 5,70 8 350 3500 6,07 7,71 6,89 9 400 4000 6,94 8,74 7,84
10 450 4500 10,48 11,25 10,87 11 500 5000 12,04 12,97 12,51 12 550 5500 13,16 14,30 13,73 13 600 6000 14,52 15,91 15,22 14 650 6500 15,82 17,43 16,63 15 700 7000 17,20 19,04 18,12 16 750 7500 19,63 21,79 20,71 17 800 8000 20,95 23,28 22,12 18 850 8500 22,47 24,97 23,72 19 900 9000 23,92 26,42 25,17 20 950 9500 26,16 28,76 27,46 21 1000 10000 27,44 30,28 28,86 22 1050 10500 29,44 32,28 30,86 23 1100 11000 31,80 35,07 33,44 24 1150 11500 33,06 36,54 34,80 25 1200 12000 34,56 38,24 36,40 26 1250 12500 36,65 40,58 38,62 Batas Proporsional 27 1300 13000 39,51 43,81 41,66 28 1350 13500 42,03 46,46 44,25 29 1400 14000 45,02 49,84 47,43 30 1450 14500 47,62 52,79 50,21
Setelah menghitung modulus elastisitas rata-rata dari masing-masing benda uji,
kemudian dibuat grafik perubahan modulus elastisitas. Grafik perubahan modulus
elastisitas digunakan untuk melihat perbedaan perubahan modulus elastisitas yang
terjadi antara balok tanpa sambungan dengan ketiga jenis variasi sambungan
lxxiii
miring (scarf joint) menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy. Agar
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.
Gambar 4.3 Grafik Modulus Elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan miring (scarf joint) menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy.
Dari Gambar 4.3. Kemudian dianalisa berapa besar prosentase perubahan
kekuatan yang terjadi antara balok tanpa sambungan dengan ketiga jenis variasi
sambungan miring (scarf joint) menggunakan pryda claw nailplate dan penol
epoxy. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Perubahan modulus elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan
sambungan miring (scarf joint) menggunakan pryda claw nailplate dan penol epoxy.
No Kode Sampel Modulus Elastisitas
Rata-rata (kg/cm2)
Perubahan Modulus
Elastisitas (%)
1 BTS 132676,44 0
2 SJ 1 68918,88 48,05
3 SJ 2 80824,67 39,08
lxxiv
4 SJ 3 93714,26 29,37
4.1.5.2 Perhitungan Modulus Elastisitas dengan Rumus Estimasi Kuat Acuan
Perhitungan modulus elastisitas lentur (Ew) dilakukan dengan rumus estimasi kuat
acuan: 7.016000GEw MPa
Dimana :
G = berat jenis pada kadar air 15 % = b
b
GG33,11
Gb = berat jenis dasar = m
m
aGG265,011
30
30 ma
Dari hasil pengujian diperoleh data:
m = 13,53 %
Gm = 0,69 gr/cm3 = 6900000 kg/m3
27.07,0 kg/cm 6 123399,7 MPa 976,1233969,01600016000
69,063,0133,01
63,0133,01
63,069,055,0265,01
69,0265,01
55,030
53,133030
30
xGExG
GG
xxaGGG
ma
w
b
b
m
mb
Jadi berdasarkan rumus estimasi kuat acuan didapat nilai modulus elastisitas
lentur:
Ew = 123399,76 kg/cm2
lxxv
5,8 cm
9,8 cm
y
z o
h1
h2
5,8 cm
9,8 cm
y
z o
1,54 cm
5,14cm
0,1 cm
4.1.5.3 Perhitungan Momen Inersia Tertransformasi Akibat Komposit
Sambungan Miring Scarf Joint 1-1
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 0,01 = 1,54 cm
h2 = h1 = ½ x 9,8 = 4,9 cm
IT = Iw + Is
= 23 )0)(8,98,5()8,98,5(121 xx + ( 23 )0)(14,554,1()14,554,1(
121 xx ) x 2
= 472,34 cm4
xnI
aPqLyxn
IyM
T
s
T
281
.2
34,472
95,467,662
35020006,081 2 xxxx
x 1,54
= 192,14 cm4
lxxvi
74,05 cm0,1 cm
6 cm
9,8 cm
y
z o
0,1 cm
h1
h2
5,14 cm0,1 cm
6 cm
9,8 cm
y
z o
1,54 cm
5,14cm
0,1 cm
74,05 cm0,1 cm
6 cm
9,8 cm
y
z o
0,1 cm
h1
h2
5,14 cm0,1 cm
6 cm
9,8 cm
y
z o
0,1 cm 0,1 cm
1,54cm
5,14cm
0,1 cm
Sambungan Miring Scarf Joint 2-1
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 5,14 = 74,05 cm
cm
xxx
xxxx
AAy
h 35,5)1,004,74()14,554,1(2)8,96(
)1,005,74(85,9()14,554,1(9,42)8,96(8,921
1
111
h2 = h – h1 = 9,9 – 5,35 = 4,55 cm IT = Iw + Is
= 23 )8,92135,5)(8,96()8,96(
121 xxx + 2 ( 23 )8,9
2135,5)(14,554,1()14,554,1(
121 xxx )
+ 23 )1,02155,4)(1,005,74()1,005,74(
121 xxx
= 670,50 cm4
xnI
aPqLyxn
IyM
T
s
T
281
.2
50,670
45,467,662
60020006,081 2 xxxx
x74,05
= 9986,92 cm4
lxxvii
Sambungan Miring Scarf Joint 3-1
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 5,14 = 74,05 cm
h2 = h1 = ½ x 10 = 5 cm
IT = Iw + Is
= 23 )0)(8,96()8,96(121 xx + ( 23 )0)(14,554,1()14,554,1(
121 xx ) x 2
(+ 23 )95,4)(1,005,74()1,005,74(121 xx ) x 2
= 868,34 cm4
T
s
T I
aPqLyxn
IyM
281
.2
x n
34,868
9,467,662
60020006,081 2 xxxx
x 74,05
2/79,8486 cmkg
Dari hasil perhitungan diperoleh inersia rata-rata tertransformasi sambungan
miring variasi 1, 2, 3 berturut turut sebagai berikut 475,49 cm4 : 675,56 cm4:
842,43 cm4, sehingga perbandingannya adalah 1: 1,4: 1,8 .
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kadar Air
lxxviii
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang ada di dalam sepotong kayu yang
dinyatakan sebagai prosentase dari berat kayu kering oven, banyaknya kandungan
air pada kayu bervariasi tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekitarnya
dan tergantung dari jenis kayu. Kadar air besarnya bervariasi menurut jenis kayu
dan perbedaan umur kayu. Kayu dari mulai ditebang sampai siap dibuat produk
akan mengalami penurunan kadar air. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai
kadar air rata-rata kayu kruing adalah 13,53 %, sehingga dalam pengujian ini
kondisi kayu yang digunakan telah memenuhi syarat kering udara.
4.2.2 Berat Jenis
Faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu antara lain tempat tumbuh dan iklim,
letak geografis dan spesies serta letak bagian kayu. Semakin besar berat jenis kayu
umumnya makin kuat pula kayunya dan semakin kecil berat jenis kayu, akan
berkurang pula kekuatannya. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai berat
jenis rata-rata kayu kruing adalah 0,69 gr/cm3. Sehingga kayu kruing termasuk
kayu dengan kelas berat sedang atau agak berat.
4.2.3 Kuat Lentur
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kuat lentur rata-rata kayu kruing utuh
adalah 720,20 kg/cm2, nilai kuat lentur rata-rata sambungan miring (scarf joint)
variasi 1 adalah 163,63 kg/cm2, nilai kuat lentur rata-rata sambungan miring (scarf
joint) variasi 2 adalah 218,09 kg/cm2 dan nilai kuat lentur rata-rata sambungan
miring (scarf joint) variasi 3 adalah 238,67 kg/cm2.
Jika dibandingkan dari keempat jenis variasi benda uji kayu kruing, maka kayu
utuh memiliki kuat lentur yang paling tinggi daripada ketiga jenis sambungan
tersebut. Hal ini disebabkan karena serat-serat kayu pada kayu kruing utuh masih
baik sehingga mampu menahan gaya momen lentur yang terjadi, tidak seperti
yang terjadi pada ketiga jenis sambungan tersebut, serat kayu banyak yang
terpotong dan rusak pada proses penyambungan kayu.
lxxix
Pada penelitian yang sudah dilakukan pada sambungan miring (scarf joint)
menggunakan perekat menghasilkan kuat lentur maksimal pada perbandingan
1:4h dengan nilai 224,03 kg/cm2. Sedangkan pada penelitian ini menghasilkan
kuat lentur maksimal 238,67 kg/cm2.
Dengan melihat hasil kuat lentur dari sambungan miring (scarf joint) 1, 2 dan 3,
maka mengalami peningkatan secara linier. Hal ini disebabkan karena adanya aksi
komposit dimana kekuatan bahan plat pryda lebih besar dibanding kayu, sehingga
mempengaruhi nilai n dan momen inersia penampang. Hal ini mengakibatkan
penampang pada balok mengalami transformasi yang mana tegangan yang
diterima plat akan ditransfer ke balok kayu dan beraksi sebagai kesatuan utuh
untuk menahan tegangan lentur.
4.2.4 Modulus Elastisitas
Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa modulus elastisitas balok tanpa
sambungan lebih besar daripada modulus elastisitas balok sambungan dengan
ketiga jenis sambungan miring (scarf joint). Dari tabel tersebut dapat dilihat hasil
modulus elastisitas dari sambungan miring (scarf joint) 1, 2 dan 3 mengalami
peningkatan secara linier. Pebedaan nilai modulus elastisitas itu dikarenakan
adanya aksi komposit dimana Eplat > Ekayu ( sehingga n>1 ) akan mempengaruhi
momen inersia penampang. Hal ini mengakibatkan penampang pada balok
mengalami transformasi yang mana tegangan pada bahan sebanding dengan
modulus elastisitasnya, sehingga dapat beraksi sebagai kesatuan utuh untuk
menahan semua tegangan.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai modulus elastisitas rata-rata kayu
kruing utuh adalah 132676,44 kg/cm2, nilai ini mendekati perhitungan modulus
elastisitas dengan rumus estimasi kuat acuan dengan nilai adalah Ew= 123399,76
kg/cm2. Perbedaan yang terjadi pada modulus elastisitas disebabkan karena
perhitungan modulus elastisitas dipengaruhi kadar air, kadar air akan
mempengaruhi nilai kuat lentur dan modulus elastisitas, semakin sedikit nilai
kadar air maka semakin kuat kapasitas lentur maupun modulus elastisitasnya
sehingga modulus elastisitas pada saat pengujian nilainya akan berbeda dengan
lxxx
modulus elastisitas dengan menggunakan rumus estimasi kuat acuan (Ew), dan
kekurang telitian dalam membaca penurunan pada dial gauge saat melakukan
pengujian sehingga data defleksi atau penurunan balok kayu yang terbaca kurang
akurat.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik sifat mekanik kayu kruing pada sambungan miring (scarf joint)
adalah sebagai berikut:
a. Nilai kuat lentur sambungan miring (scarf joint) variasi 1 , 2, dan 3 secara
berturut-turut adalah 163,63 kg/cm2, 218,09 kg/cm2, 238,67 kg/cm2.
b. Sambungan miring (scarf joint) variasi 3 dapat menjadi alternatif
sambungan yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan miring
(scarf joint) variasi 1 dan 2. Hal ini disebabkan karena adanya aksi
komposit dimana Eplat > Ekayu ( sehingga n>1 ) akan mempengaruhi
momen inersia penampang. Hal ini mengakibatkan penampang pada balok
mengalami transformasi yang mana tegangan pada bahan sebanding
dengan modulus elastisitasnya, sehingga dapat beraksi sebagai kesatuan
utuh untuk menahan tegangan lentur.
5.2 Saran
Beberapa saran yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yang telah
dilakukan yang mungkin dapat bermanfaat, antara lain:
1. Perlu dikembangkan variasi dan jenis pryda claw nailplate pada sambungan
kayu kruing agar mampu meningkatkan kekuatan kayu sambungan sehingga
bisa mendekati kekuatan dari kayu utuh.
lxxxi
2. Dalam penggunaan perekat sebagai alat sambung proporsi pencampuran
perekat harus tepat dan sebaiknya perekat dioleskan secara merata pada bagian
yang akan direkatkan.
3. Sebaiknya dalam pembacaan dial gauge dilakukan dengan cermat agar
terhindar dari kesalahan pembacaan.
4. Dalam penggunaan pryda claw nailplate sebagai alat sambung untuk
menahan kuat lentur masih perlu dipertimbangkan kembali mengingat hasil
kuat lenturnya yang masih jauh dari yang diharapkan.
lxxxii
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 5,14 = 74,05 cm
cmxx
xxxx
AAy
h 45,5)1,004,74()8,96(
)1,005,74)(1,0218,9()8,96(8,9
21
1
111
h2 = h – h1 = 9,9 – 5,45 = 4,45 cm
IT = Iw + Is
= 23 )8,92145,5)(8,96()8,96(
121 xxx + 23 )1,0
2145,4)(1,005,74()1,005,74(
121 xxx
= 631,78 cm4
xnI
aPqLy
IyM
T
s
T
281
.2
78,631
35,467,662
60020006,081 2 xxxx
74,05 cm0,1 cm
6 cm
9,8 cm
y
z o
0,1 cm
9,8 cm
h1
h2
5,14 cm0,1 cm
6 cm
9,8 cm
y
z oh2
lxxxiii
= 2/92,139 cmkg
74,05 cm0,1 cm
5,8 cm
9,8 cm
y
z o
0,1 cm
9,8 cm
h1
h2
5,14 cm0,1 cm
5,8 cm
9,8 cm
y
z o
0,1 cm 0,1 cm
Diketahui data :
Es ( plat ) = 200000 Mpa
Ew ( kayu ) = 13000 Mpa
)(EwEsn = 38,15
13000200000
n (5,14) = 15,38 x 5,14 = 74,05 cm
h2 = h1 = ½ x 10 = 5 cm
IT = Iw + Is
= 23 )0)(8,98,5()8,98,5(121 xx + ( 23 )95,4)(1,005,74()1,005,74(
121 xx ) x 2
= 817,80 cm4
80,817
9,467,662
60020006,081 2 xxxx
2/69,121 cmkg
xnI
aPqLy
IyM
T
s
T
281
.2
lxxxiv
p (panjang balok) = 221,40 cm
h (tinggi balok) = 9,80 cm
b (lebar balok) = 5,80 cm
Ls (jarak tumpu) = 200 cm
y (ordinat titik berat) = 4,90 cm
Pmax (beban maksimum) = 1450 kg
a (jarak P ke tumpuan) = 66,67 cm
q (berat sendiri) = 0,06 kg/cm
lxxxv
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN Kode Balok Uji : BTS 1 Sampel : 1 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
No Beban
Lendutan (mm)
Keterangan Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 0,65 0,72 0,69 3 100 1000 1,31 1,66 1,49 4 150 1500 2,18 2,90 2,54 5 200 2000 3,83 4,74 4,29 6 250 2500 4,37 5,44 4,91 7 300 3000 5,05 6,34 5,70 8 350 3500 6,07 7,71 6,89 9 400 4000 6,94 8,74 7,84 10 450 4500 10,48 11,25 10,87 11 500 5000 12,04 12,97 12,51 12 550 5500 13,16 14,30 13,73 13 600 6000 14,52 15,91 15,22 14 650 6500 15,82 17,43 16,63 15 700 7000 17,20 19,04 18,12 16 750 7500 19,63 21,79 20,71 17 800 8000 20,95 23,28 22,12 18 850 8500 22,47 24,97 23,72 19 900 9000 23,92 26,42 25,17 20 950 9500 26,16 28,76 27,46 21 1000 10000 27,44 30,28 28,86 22 1050 10500 29,44 32,28 30,86 23 1100 11000 31,80 35,07 33,44 24 1150 11500 33,06 36,54 34,80
lxxxvi
25 1200 12000 34,56 38,24 36,40 26 1250 12500 36,65 40,58 38,62 Batas Proporsional 27 1300 13000 39,51 43,81 41,66 28 1350 13500 42,03 46,46 44,25 29 1400 14000 45,02 49,84 47,43 30 1450 14500 47,62 52,79 50,21
lxxxvii
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN Kode Balok Uji : BTS 2 Sampel : 2 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO Beban
Lendutan (mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 0,03 0,02 0,03 3 100 1000 1,09 1,08 1,09 4 150 1500 2,03 2,72 2,38 5 200 2000 2,99 3,03 3,01 6 250 2500 3,83 3,90 3,87 7 300 3000 4,76 4,77 4,77 8 350 3500 5,26 5,32 5,29 9 400 4000 6,17 6,57 6,37
10 450 4500 9,67 9,36 9,52 11 500 5000 10,75 10,52 10,64 12 550 5500 11,91 11,30 11,61 13 600 6000 12,94 12,34 12,64 14 650 6500 14,08 13,31 13,70 15 700 7000 14,71 13,95 14,33 16 750 7500 15,45 15,08 15,27 17 800 8000 16,60 16,20 16,40 18 850 8500 17,40 17,30 17,35 19 900 9000 18,54 18,45 18,50 20 950 9500 19,46 20,18 19,82 21 1000 10000 20,15 20,87 20,51 22 1050 10500 21,41 22,20 21,81 23 1100 11000 22,18 23,11 22,65
lxxxviii
24 1150 11500 23,26 24,12 23,69 25 1200 12000 24,84 25,76 25,30 26 1250 12500 25,85 26,69 26,27 27 1300 13000 26,45 27,29 26,87 28 1350 13500 27,46 28,19 27,83 29 1400 14000 28,48 29,12 28,80 30 1450 14500 29,55 30,92 30,24 31 1500 15000 30,75 32,21 31,48 32 1550 15500 31,55 33,07 32,31 33 1600 16000 32,64 34,42 33,53 34 1650 16500 33,00 34,84 33,92 35 1700 17000 34,12 36,54 35,33 36 1750 17500 35,55 38,21 36,88 37 1800 18000 37,13 39,91 38,52 Batas Proporsional 38 1850 18500 39,85 42,79 41,32 39 1900 19000 41,77 45,02 43,40 40 1950 19500 45,08 48,65 46,87 41 2000 20000 47,82 51,69 49,76 42 2050 20500 50,05 56,26 53,16 43 2100 21000 52,69 58,06 55,38 44 2150 21500 56,03 61,42 58,73 45 2200 22000 61,65 67,04 64,35
lxxxix
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
xc
Kode Balok Uji : BTS 3 Sampel : 3 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO
Beban
Lendutan
(mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 0,92 0,94 0,93 3 100 1000 1,75 1,88 1,82 4 150 1500 2,43 2,73 2,58 5 200 2000 3,28 3,80 3,54 6 250 2500 4,20 4,89 4,55 7 300 3000 5,04 5,87 5,46 8 350 3500 5,95 6,91 6,43 9 400 4000 6,89 8,05 7,47
10 450 4500 9,12 10,95 10,04 11 500 5000 10,43 11,02 10,73 12 550 5500 11,53 12,33 11,93 13 600 6000 12,84 13,33 13,09 14 650 6500 14,12 14,61 14,37 15 700 7000 14,99 15,19 15,09 16 750 7500 16,22 16,43 16,33 17 800 8000 17,42 17,64 17,53 18 850 8500 18,19 18,43 18,31 19 900 9000 19,37 19,62 19,50 20 950 9500 20,31 20,55 20,43 21 1000 10000 21,00 21,33 21,17 22 1050 10500 21,90 22,84 22,37 23 1100 11000 22,79 23,75 23,27 24 1150 11500 23,93 24,93 24,43 25 1200 12000 25,19 26,15 25,67 26 1250 12500 26,57 27,62 27,10 27 1300 13000 27,63 28,71 28,17 28 1350 13500 29,22 30,3 29,76 29 1400 14000 30,72 31,83 31,28 30 1450 14500 32,29 33,46 32,88 31 1500 15000 33,71 33,98 33,85 Batas Proporsional 32 1550 15500 36,11 37,41 36,76 33 1600 16000 38,76 40,01 39,39 34 1650 16500 39,36 40,61 39,99 35 1700 17000 40,43 41,71 41,07 36 1750 17500 41,80 43,08 42,44 37 1800 18000 43,38 44,63 44,01
xci
38 1850 18500 46,00 47,14 46,57 39 1900 19000 48,04 49,16 48,60 40 1950 19500 50,14 51,24 50,69 41 2000 20000 53,08 54,29 53,69 42 2050 20500 54,59 55,76 55,18 43 2100 21000 56,98 58,05 57,52 44 2150 21500 63,36 70,81 67,09 45 2200 22000 71,09 79,35 75,22
xcii
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN Kode Balok Uji : SJ 1.1 Sampel : 1 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO Beban
Lendutan (mm)
Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 2 0 0 0,00 0,00 0,00 3 50 500 1,23 1,49 1,36 4 100 1000 5,70 5,64 5,67 5 150 1500 9,49 9,28 9,39 6 200 2000 13,02 12,03 12,53 7 250 2500 16,53 16,63 16,58 Batas Proporsional 8 300 3000 22,63 22,72 22,68 9 350 3500 35,23 35,30 35,27
xciii
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
Kode Balok Uji : SJ 1.2 Sampel : 2 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO Beban
Lendutan (mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 1,94 0,89 1,42 3 100 1000 3,48 2,02 2,75 4 150 1500 3,92 2,42 3,17 5 200 2000 5,23 3,45 4,34 6 250 2500 6,02 4,05 5,04 7 300 3000 8,37 6,65 7,51 8 350 3500 12,69 11,45 12,07 Batas Proporsional 9 400 4000 17,51 16,35 16,93 10 450 4500 18,27 29,85 24,06 11 500 5000 40,67 42,25 41,46
xciv
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
Kode Balok Uji : SJ 1.3 Sampel : 3 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO
Beban
Lendutan
(mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0,00 2 50 500 1,88 1,36 1,62 3 100 1000 5,46 5,30 5,38 4 150 1500 7,28 7,30 7,29 5 200 2000 11,05 10,50 10,78 6 250 2500 13,04 12,50 12,77 Batas Proporsional 7 300 3000 16,70 16,30 16,50 8 350 3500 20,78 19,30 20,04 9 400 4000 28,34 27,20 27,77 10 450 4500 45,34 46,20 45,77
xcv
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN Kode Balok Uji : SJ 2.1 Sampel : 1 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS NO
Beban
Lendutan (mm)
Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0,00 2 50 500 2,60 2,76 2,68 3 100 1000 5,06 5,46 5,26 4 150 1500 7,44 7,80 7,62 5 200 2000 10,34 10,74 10,54 6 250 2500 12,59 13,00 12,80 Batas Proporsional 7 300 3000 15,47 15,86 15,67 8 350 3500 17,59 18,35 17,97 9 400 4000 22,88 21,81 22,35
10 450 4500 34,87 23,24 29,06 11 500 5000 37,52 25,84 31,68 12 550 5500 41,42 29,59 35,51
xcvi
13 600 6000 48,42 36,59 42,51
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
Kode Balok Uji : SJ 2.2 Sampel : 2 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO
Beban
Lendutan
(mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 1,76 1,30 1,53 3 100 1000 4,46 3,60 4,03 4 150 1500 6,45 6,20 6,33 5 200 2000 9,46 9,53 9,50 6 250 2500 11,14 11,53 11,34 7 300 3000 14,01 14,39 14,20 Batas Proporsional 8 350 3500 18,49 18,69 18,59 9 400 4000 23,77 24,05 23,91
10 450 4500 40,77 41,05 40,91
xcvii
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
Kode Balok Uji : SJ 2.3 Sampel : 3 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO Beban
Lendutan
(mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0,00 2 50 500 1,23 1,21 1,22 3 100 1000 3,40 3,16 3,28 4 150 1500 4,84 4,72 4,78 5 200 2000 5,99 5,91 5,95 6 250 2500 7,38 7,13 7,26 7 300 3000 8,69 8,68 8,69 8 350 3500 10,29 10,22 10,26 Batas Proporsional 9 400 4000 13,00 13,05 13,03
10 450 4500 15,30 14,34 14,82 11 500 5000 16,34 15,58 15,96
xcviii
12 550 5500 17,97 17,25 17,61 13 600 6000 30,14 31,83 30,99
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
Kode Balok Uji : SJ 3.1 Sampel : 1 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO
Beban
Lendutan
(mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 0,75 1,79 1,27 3 100 1000 3,19 3,90 3,55 4 150 1500 4,41 5,10 4,76 5 200 2000 5,80 6,79 6,30 6 250 2500 7,36 8,59 7,98 7 300 3000 8,96 10,28 9,62 Batas Proporsional 8 350 3500 11,11 12,98 12,05 9 400 4000 14,60 16,33 15,47
10 450 4500 17,46 19,33 18,40 11 500 5000 21,25 23,50 22,38 12 550 5500 27,72 28,79 28,26
xcix
13 600 6000 37,25 38,50 37,88
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
Kode Balok Uji : SJ 3.2 Sampel : 2 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO Beban
Lendutan
(mm) Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0,00 2 50 500 0,16 0,17 0,16 3 100 1000 3,51 5,11 4,31 4 150 1500 5,22 6,91 6,07 5 200 2000 6,90 8,56 7,73 6 250 2500 8,14 9,84 8,99 7 300 3000 10,02 11,69 10,86 8 350 3500 11,92 13,35 12,64 Batas Proporsional 9 400 4000 17,45 18,47 17,96
10 450 4500 20,19 22,38 21,29 11 500 5000 24,42 26,24 25,33
c
12 550 5500 29,61 31,49 30,55 13 600 6000 33,07 35,09 34,08 14 650 6500 44,32 45,21 44,77
TABEL PEMBACAAN BEBAN – LENDUTAN
Kode Balok Uji : SJ 3.3 Sampel : 3 Jenis Pengujian : Uji Lentur Keruntuhan Lentur Tempat : Lab. Struktur FT.UNS
NO Beban
Lendutan (mm)
Keterangan
Dial kiri
Dial Kanan
Rata Defleksi
(kg) (N) (mm) (mm) (mm) 1 0 0 0 0 0 2 50 500 2,83 2,32 2,58 3 100 1000 3,65 2,80 3,23 4 150 1500 4,40 3,34 3,87 5 200 2000 5,62 4,58 5,10 6 250 2500 7,20 6,21 6,71 7 300 3000 8,22 7,26 7,74 8 350 3500 9,63 8,94 9,29 Batas Proporsional 9 400 4000 12,60 11,54 12,07
10 450 4500 16,00 14,73 15,37 11 500 5000 18,75 17,51 18,13
ci
12 550 5500 21,83 20,66 21,25 13 600 6000 25,28 23,96 24,62 14 650 6500 29,60 29,26 29,43 15 700 7000 39,54 40,04 39,79