244
EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman, Andrea Wantogia, Noorain A. Diu, Sutantri Malango, Sri Ama Gumohung, Devianti Ibrahim, Irawati Mohamad, Dian Tantia Ningrum, Nurdjamilah Hijriah Miolo, Usman Y. Lapasau, Melnim Mentari, Sri Farilah S. Yahya, Mega Adipu, Meilan Lotup, Siti Rabia Hunawa Mohi, Zein Mokodongan, Stepin, Putri Warsono, Siskawati Tawape, Nova Bokosi, Noermayang Kaluku, Syarafina Dewiyana Taha, Sharen Ganap, Nursiya Safarini Mohamad, Miftina Suleman, Wulandari Manoppo, Nurfadila Olii. KANTOR BAHASA GORONTALO BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2018

kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

EUFORIA SENJA

Antologi Cerpen Kelas Menulis

Fitriyani Rahman, Andrea Wantogia, Noorain A. Diu, Sutantri Malango, Sri Ama Gumohung, Devianti Ibrahim, Irawati Mohamad,

Dian Tantia Ningrum, Nurdjamilah Hijriah Miolo, Usman Y. Lapasau, Melnim Mentari, Sri Farilah S. Yahya, Mega Adipu,

Meilan Lotup, Siti Rabia Hunawa Mohi, Zein Mokodongan, Stepin, Putri Warsono, Siskawati Tawape, Nova Bokosi, Noermayang

Kaluku, Syarafina Dewiyana Taha, Sharen Ganap, Nursiya Safarini Mohamad, Miftina Suleman, Wulandari Manoppo, Nurfadila Olii.

KANTOR BAHASA GORONTALO

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

2018

Page 2: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

ii

EUFORIA SENJA

Antologi Cerpen Kelas Menulis

Penyunting

Sukardi Gau dan Darmawati Majid

Penata Letak

Nur Fitri Yanuar Misilu

Sampul

Wisnu Wijanarko

Penerbit

Kantor Bahasa Gorontalo

Alamat Redaksi

KANTOR BAHASA GORONTALO

Jalan Dokter Zainal Umar Sidiki,

Tunggulo, Kecamatan Tilongkabila,

Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo

Telepon/Faksimile (0435)831336

Pos-el: [email protected]

ISBN : 978-602-53283-0-5

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian

atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 3: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

iii

DAFTAR ISI

Daftar Isi ............................................................................... iii

Kata Pengantar Kepala Kantor Bahasa Gorontalo ...... v

Prakata ...................................................................................vii

1. Euforia Senja, Fitriyani Rahman 1 — 12

2. Permintaan Misterius, Andrea Wantogia 13 — 31

3. Hujan Penolong, Noorain A. Diu 33 — 43

4. Cinta dalam Diam, Noorain A. Diu 45 — 55

5. Tetesan Hujan, Sutantri Malango 57 — 64

6. Di Balik Tumbilotohe, Sri Ama Gumohung 65 — 77

7. Neraca, Devianti Ibrahim 79 — 91

8. Senja Biru, Irawati Mohamad 93 — 101

9. Tasbih Berbandul Salib, Dian Tantia Ningrum 103 — 109

10. Rumah Berjalan Nenek Sri, Nurdjamilah Hijriah Miolo 111 — 116

11. Desiran Jingga Danau Limboto, Usman Y. Lapasau 117 — 121

12. Monika Olemu, Melnim Mentari 123 — 127

13. Rasa Senja, Sri Farilah S. Yahya 129 — 134

14. Roda Bentor, Mega Adipu 135 — 141

Page 4: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

iv

15. Gadis Penjual Kantong Plastik, Meilan Lotup 143 — 147

16. Mamehuato, Siti Rabia Hunawa Mohi 149 — 158

17. Terlalu Besar Harapan, Zein Mokodongan 159 — 166

18. Karena, Stepin 167 — 174

19. Anna Uhibbuka Fillah, Putri Warsono 175 — 182

20. Kulakukan Semua karena Allah, Siskawati Tawape 183 — 186

21. Pasir Penutup, Nova Bokosi 187 — 191

22. Puzzle Kesedihan, Noermayang Kaluku 193 — 201

23. Randy, Syarafina Dewiyana Taha 203 — 208

24. Penantian yang Terbalaskan, Sharen Ganap 209 — 211

25. Kaniya dan Saniya, Nursiya Safarini Mohamad 213 — 216

26. Di Balik Jutek Ada Kebaikan, Miftina Suleman 217 — 222

27. Senyum yang Pudar, Wulandari Manoppo 223 — 227

28. Diva, Nurfadila Olii 229 — 234

Page 5: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

v

Kata Pengantar

Kepala Kantor Bahasa Gorontalo

Menulis sejatinya tidaklah mudah. Terlebih lagi hasil

pengamatan terhadap sebuah persoalan dengan sudut pandang

yang terkadang mengandalkan imajinasi dan kreativitas. Kita

dengan mudah bisa berkomentar di lini masa seseorang,

menanyakan kabar atau sekadar menanggapi status yang baru

saja dimutakhirkannya di akun media sosialnya itu. Tapi,

ketika bersentuhan dengan menulis cerita pendek, tunggu

dulu.

Sekumpulan cerita pendek para remaja Gorontalo kali

ini lahir dari Kelas Menulis, sebuah program Kantor Bahasa

Gorontalo yang bertujuan menularkan minat menulis dan

menumbuhkan apresiasi sastra kepada siswa. Tahun ini,

Kantor Bahasa Gorontalo telah melatih 30 siswa sekolah

menengah kejuruan yang telah diseleksi (siswa SMKN 1

Gorontalo) untuk mengasah kemampuan mereka menulis

dalam hal cerita pendek. Dari 40 naskah yang tercipta,

akhirnya dipilih 28 naskah untuk dicetak dan diterbitkan.

Membaca kisah mereka akan mengenalkan pembaca

pada Gorontalo dari jarak yang lebih dekat, pada tradisi

Tumbilotohe, pada bentor. Pembaca akan mampu melihat dari

Page 6: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

vi

sudut pandang mereka, bagaimana mereka menghadapi dunia

sekolah, pergaulan, juga menyikapi perubahan di sekitar

mereka

Kelas Menulis tahun ini dilatih oleh Pegawai Kantor

Bahasa Gorontalo, Darmawati M.R, yang juga merupakan

salah satu dari lima Energing Writers Ubud Writers and Readers

Festival 2018 yang karyanya terpilih, dengan harapan, prestasi

tersebut dapat memberikan semangat tersendiri bagi para

peserta untuk konsisten berkarya di masa yang akan datang.

Seperti pada umumnya karya pertama, karya-karya

yang terhimpun dalam antologi cerpen yang diberi judul

Euforia Senja ini masih sederhana dalam segi penceritaan,

pengembangan karakter tokoh, penempatan latar dan unsur-

unsur cerita pendek lainnya. Tema percintaan, kekaguman

pada senja, keluarga yang terbelah, ketertarikan terhadap

lawan jenis masih menjadi tema yang banyak ditulis. Akan

tetapi, satu hal yang membuat kami bangga adalah antusiasme

mereka selama program berjalan dan kemauan keras mereka

dalam berusaha untuk menulis dengan baik. Bukan hal yang

mudah, kita tahu.

Akhirnya, kami berharap buku kumpulan cerita

pendek ini mampu menyemangati, terutama mereka yang

karyanya dimuat dalam antologi ini, dan mereka yang belum

Page 7: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

vii

memiliki kesempatan berkarya namun memiliki semangat

yang besar di bidang kepenulisan.

Gorontalo, Oktober 2018

Dr. Sukardi Gau, M.Hum.

Page 8: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

viii

Page 9: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

ix

Prakata

Program kelas menulis siswa SMK di Gorontalo yang

dilaksanakan oleh Kantor Bahasa Gorontalo merupakan bentuk kerja

sama dengan SMK Negeri 1 Gorontalo untuk mewujudkan salah satu

program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Kantor Bahasa Gorontalo

sebagai pelaksana mencoba memfasilitasi kreativitas dan kepedulian

siswa terhadap program literasi yang digalakkan di sekolah.

Dalam antologi ini, terdiri atas 28 naskah cerpen yang

merupakan hasil tulisan siswa dari program kelas menulis. Penulisan

cerpen ini telah melalui proses yang tidak singkat, pada saat

penyusunan cerpen siswa-siswa mendapatkan bimbingan langsung

dari pihak kantor bahasa. Setelah cerpen ini selesai ditulis, proses

penyuntingan dilakukan oleh pihak Kantor Bahasa Gorontalo.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Kantor Bahasa

Gorontalo yang dengan senang hati telah bersedia mengadakan

program kelas menulis di SMK Negeri 1 Gorontalo. Semoga melalui

karya tulis ini dapat membangkitkan minat baca siswa-siswa lain

sebagai bentuk apresiasi terhadap literasi. Kami juga berharap buku

ini dapat mendorong pembaca untuk semakin cinta pada dunia tulis

menulis.

Gorontalo, Oktober 2018

Penulis

Page 10: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

x

Page 11: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

1

EUFORIA SENJA

Fitriyani Rahman

Senja mewarnai langit sore di Desa Biluhu. Aku

selalu suka berada di kampung halaman Mama ini,

terutama saat senja. Suasana jadi begitu menentramkan

hati. Hanya ada suara ombak yang saling berkejaran dan

kicau burung yang merdu. Apalagi jika mama sudah

menghidangkan kasubi1 dan dabu-dabu2 terasi yang begitu

menggiurkan.

Namun, tetap saja aku rindu. Rindu akan pasien-

pasienku yang bawel, hiruk pikuk di rumah sakit, canda

tawa sesama rekan kerja dokter, dan rindu akan ruang

operasi yang menantang adrenalin.

“Permisi. Boleh aku duduk di sini?”

Suara berat menyadarkanku dari lamunan. Aku

melirik ke sumber suara tadi lalu kembali berpaling ke

arah lain. “Kenapa harus bertanya dulu? Bukankah

tempat ini memang diciptakan Tuhan untuk digunakan

oleh makhlukNya?”

“Ya, aku tahu. Tapi, aku hanya takut mengganggu

ciptaanNya yang indah ini.”

“Maksudmu?”

“Sudahlah. Itu tidak terlalu penting. Kamu tahu

tentang pepatah yang mengatakan tak kenal maka tak

sayang?”

1 Kasubi = singkong, ubi kayu. 2 Dabu-dabu = Sambal mentah yang dibuat dari cabai, tomat, dan bawang.

Page 12: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

2

“Tanpa bertanya pun, kamu sudah tahu apa

jawabannya.”

“Namamu?”

“Fitri.”

“Hanya itu?”

“Bukankah perempuan ditakdirkan untuk memiliki

nama yang singkat?”

“Alasannya?”

“Karena suatu saat nanti, tepat di belakang namanya

akan diisi dengan nama terakhir dari pasangan sehidup

dan sesurganya.”

“Betul juga.” Senja mulai hilang ditelan malam.

“Bukankah sebaiknya kau kembali ke rumahmu?” ujar

lelaki itu mengingatkanku. Namun, sebelum aku

sempurna beranjak dan berjarak darinya, ia berkata,

“Fitri, besok pukul empat, aku tunggu kamu di sini, ya?”

Entah apa yang mendorongku untuk mengangguk.

Mungkin karena senyumnya yang manis. Ia tampak

seperti laki-laki baik.

***

“Namamu? Kemarin aku tak sempat

menanyakannya.” Tanyaku memecah keheningan yang

ada.

“Adrian. Panggil Adi aja, biar singkat, kalau boleh

panggil sayang juga.”

“Apaan, sih. Enggak lucu, tahu.”

“Siapa coba yang bilang lucu?”

“Terserah. By the way, kamu tahu tidak apa arti

namamu?”

Page 13: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

3

Adrian menggelengkan kepalanya, “Aku tidak tahu

dan tidak mau tahu akan hal itu.”

“Kenapa?”

“Pemberi nama itu telah lama lenyap digerogoti

waktu.”

“Siapa maksudmu?”

Adrian menghela napas kasar sebelum menjawab,

“Perempuan itu.”

“Mamamu?”

“Entahlah. Aku telah lupa akan sosok itu.”

Lelaki itu lalu menceritakan seluk-beluk

kehidupannya padaku. Gadis yang baru ia kenal kemarin

sore. Dari percakapan kami itulah aku mengetahui bahwa

dia adalah seorang anak broken home.

Mamanya berselingkuh dengan bos papanya dan

meninggalkan ia sewaktu berumur 15 tahun. Walau aku

tidak tahu bagaimana rasanya menjadi Adrian, tapi

melalui sikapnya, saat ini aku mengerti tidak mudah

menjadi dirinya. Yang terkuat sekalipun akan tetap

membutuhkan seseorang untuk menguatkannya.

“Lalu, bagaimana dengan keluargamu?” Tiba-tiba, ia

bertanya balik kepadaku.

“Ya, begitulah. Seperti keluarga pada umumnya.”

Jelasku singkat.

“Kamu tinggal di sini?”

“Tidak. Aku datang ke sini untuk menengok nenek.

Kamu sendiri?”

“Ya, begitulah. Hanya sekadar mengisi waktu luang

dan bermain-main.”

Page 14: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

4

“Kamu… suka senja?”

“Hmmm… iya.”

“Kenapa?”

“Menurutku, senja itu indah. Meski terkadang senja

bisa menjadi serakah. Ia menghilang sesaat setelah

berhasil mencuri rona bahagia orang-orang yang

melihatnya.”

“Tapi aku tidak akan menjadi serakah seperti senja.”

Aku mengernyit tanda tak mengerti.

“Sejujurnya aku jatuh hati padamu. Sudah beberapa

hari ini aku sering memperhatikanmu.” Ia terlihat

menghela napas panjang sebelum melanjutkan

perkataannya. “Wajah kamu mengingatkan aku pada

mama yang berusaha keras aku lupakan.”

Sebelum sempat menanggapi apa yang ia katakan,

tiba-tiba aku melihat darah segar muncul dari hidungnya.

“Kamu kenapa?” Tanyaku panik seraya memberikan

beberapa helai tisu untuk menyumbat darah segar itu.

Aku menyuruhnya untuk menyandarkan kepalanya di

pohon dengan sedikit diangkat ke atas agar darah segar

itu tidak keluar lebih banyak lagi.

“Kelelahan mungkin.” Katanya.

Adrian tampaknya tidak sadar ketika sehelai kertas

putih yang terlipat jatuh dari kantongnya. Diam-diam

aku melihat kertas itu. Isinya cukup mengejutkan.

Ternyata itu adalah hasil pemeriksaan dokter. Di kertas

itu tertera ia positif mengidap leukemia kronis. “Sejak

kapan kamu mengidap penyakit itu?”

Ia terlihat terkejut. “Dari mana kamu tahu?”

Page 15: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

5

“Ini.” Aku lalu menunjukkan kertas yang tadi

kutemukan.

Ternyata lelaki itu bukan hanya pandai

menyembunyikan luka batinnya tetapi pandai pula

menyembunyikan penyakitnya.

***

Semenjak hari itu aku dan Adrian semakin dekat.

Tidak kusangka dia pernah menjadi salah seorang Briptu

di Polda Gorontalo. Setelah akhirnya memutuskan untuk

mengundurkan diri karena penyakit yang sekarang

menyerang dirinya. Ia lalu memutuskan melanjutkan

perusahaan papanya. Aku sendiri kembali disibukkan

dengan berbagai operasi di rumah sakit.

Sesekali kami saling mengunjungi satu sama lain.

Atau bahkan saling berkunjung ke rumah. Mama tampak

lebih senang dengan kehadiran Adrian dibandingkan

dengan luka lamaku itu.

“Fit, sering-sering ajak Adrian ke sini, ya?”

“Tanpa diajak pun, ia akan tetap datang, Ma.” Semoga

saja.

“Anaknya baik, ramah, dan sopan lagi. Mama suka

kepribadian dia. Maafkan mama yang lalu memaksamu

dengan Zi.”

“Udahlah, Ma, lagian itu sudah jadi bagian masa

laluku.”

“Anak mama sekarang sudah dewasa, ya. Mmm…

Mama sama Papa setuju kok kalo kamu sama dia. Apalagi

kalau hubungan kalian bisa mengarah ke hubungan yang

lebih serius.”

Page 16: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

6

Ya, begitulah percakapan antara aku dan Mama

ketika Adrian sudah sering berkunjung ke rumah. Aku

pun sering berkunjung pula ke rumahnya. Papa Adrian

sangat ramah. Beliau bahkan sudah menganggap aku

seperti anaknya sendiri. Adrian tidak beda jauh dengan

papanya. Sifat keduanya sangat mirip bahkan hampir

tidak ada bedanya.

Waktu ke waktu tidak ada yang berubah dari Adrian.

Hanya saja badannya yang dulu terlihat berisi kini

semakin kurus. Bintik-bintik merah mulai muncul di

kulitnya. Berbagai gejala Leukemia lainnya mulai

bermunculan. Akhirnya, ia harus bolak-balik rumah sakit.

***

Hampir delapan bulan belakangan aku tidak lagi

melihat Adrian. Aku sudah mencarinya ke mana-mana.

Namun, hasilnya nihil. Bahkan ketika aku datang ke

rumahnya, sudah tidak ada penghuninya sama sekali.

Ini yang aku takutkan. Di saat aku sudah begitu

menyayanginya lalu ia menghilang begitu saja.

Terkadang laki-laki memang bisa seberengsek itu.

Mereka tidak benar-benar memahami perempuan.

Semakin hari, rindu ini meminta untuk segera

dipertemukan dengan seseorang yang aku sendiri tidak

tahu di mana keberadaannya. Ia bahkan tak mau repot

untuk meninggalkan semacam pesan perpisahan.

“Fit.” Sapa Wira membuyarkan lamunanku. Dia

adalah sahabat sekaligus rekan kerjaku di rumah sakit.

“Eh iya, kenapa?”

“Mau sampai kapan kamu begini terus?”

Page 17: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

7

“Hah?”

“Jangan pura-pura bego. Aku tahu kamu masih terus

memikirkan Adrian. Buat apa, Fit?”

“Ra…”

“Aku tahu kamu sayang dia. Aku tahu, Fit. Tapi bisa

nggak, sih, kamu pakai otakmu? “Kamu nggak pernah ada

di posisi aku, Wira.”

“Oke, di sini aku bukan menyudutkan kamu, tapi

seenggaknya kamu bisa berpikir logis.”

“Entahlah. Semuanya kacau.”

“Bukan kacau, tapi kamu yang memperumit

segalanya. Nggak usah dipikir, lepasin aja. Beres, kan?”

“Semua itu nggak semudah yang kamu ucapin.”

“Aku tahu itu. Tapi setidaknya kamu mencoba dulu.

Oh iya, aku masih harus melayani beberapa pasien. Kali

ini aku serahin semuanya sama kamu. Pikirin baik-baik

dan jangan sampai ada kata menyesal.”

Setelah Wira beranjak pergi, kata-katanya kembali

terngiang-ngiang dalam pikiranku. Bukan tidak mau

melepaskan, tapi rasa penasaran akan hal apa yang

membuat Adrian tiba-tiba menghilang tanpa

mengucapkan selamat tinggal yang membuatku uring-

uringan. Aku khawatir padanya, juga rindu.

Senja akan tiba sebentar lagi. Dengan masih

memakai jas dokter dan pikiran yang melayang entah ke

mana, aku berjalan menuju halaman parkir rumah sakit.

Aku tiba-tiba ingin sekali ke Benteng Otanaha.

Page 18: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

8

Sekitar lima belas menit kemudian aku sampai di

tempat yang kutuju. Dari atas Benteng Otanaha, senja

terlihat lincah melukis langit, sempurna dan indah.

Aku ingat saat kamu mengatakan bahwa tidak akan

serakah seperti senja. Tapi apa? Nyatanya itu hanya omong

kosong belaka.

“Maaf aku membuatmu begitu lama menunggu.”

“A… A… Adrian?”

“Iya, ini aku.”

“Kamu jahat. Kamu bilang nggak akan serakah seperti

senja. Kamu jahat, jahat.” Aku perlahan memukuli

dirinya. Isak tangisku semakin menjadi. Marah, sedih,

senang, dan juga bahagia bercampur aduk jadi satu.

“Aku punya alasan untuk semua ini, Fit.”

“Apa?” Tanyaku sendu.

“Aku beberapa bulan yang lalu pergi ke Bandung

bersama Papa untuk urusan bisnis sekaligus melakukan

pengobatan di sana. Alhamdulillah sekarang aku sudah

pulih, ini semua karena kamu. Aku tidak mengucapkan

selamat tinggal atau bahkan tidak mengabarimu bukan

karena inginku. Tapi aku takut saat aku melihat atau

mendengar suaramu aku jadi tidak ingin ke sana. Di sana

aku benar-benar bekerja keras mengurus bisnis dan juga

menahan rindu.”

Aku terdiam sejenak. Berusaha mencerna apa yang

Adrian katakan.

“Papamu bagaimana?”

“Beliau memilih untuk tinggal di sana.”

“Berarti kamu akan pergi lagi?”

Page 19: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

9

“Hei, dokterku yang cantik. Wajahmu terlalu jelek

untuk bersedih.” Tuturnya masih sempat bercanda dalam

keadaan seperti ini. Baguslah, dia tidak berubah. Hanya

bertambah tampan dan sehat.

“Ini bukan saatnya bercanda, Adrian.” Sindirku.

“Aku kembali karena ingin menepati janjiku, bahwa

aku tidak akan menjadi serakah seperti senja. Aku akan

selalu menjadi senja yang tidak akan meninggalkan

langitnya. Lalu maukah kamu tumbuh tua bersamaku?

Merawat anak-anak kita kelak hingga rambut ini

memutih?”

Aku mengangguk. Lalu, dia dengan tulus mencium

keningku. Senja kali ini memberikan bahagia yang sangat

berarti tidak hanya bagi Adrian, tetapi bagiku juga.

Benteng Otanaha benar-benar menjadi saksi atas

semuanya.

***

Samar-samar terdengar sedikit kegaduhan. Awalnya

aku hanya melihat sedang berada di ruangan yang serba

putih. Namun, lama-kelamaan orang-orang asing yang

tidak aku kenal mulai berdatangan dan berdiri di

hadapanku. Salah satu dari mereka seperti memastikan

aku dalam keadaan baik-baik saja.

“Adrian mana?” Dua kata itu langsung meluncur

tiba-tiba dari mulutku.

Mereka yang ada di ruangan ini hanya bungkam.

“Adrian mana?” Aku berteriak setengah ingin

menangis. Aku bingung. Bahkan tidak tahu apa yang

Page 20: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

10

sedang terjadi sekarang. Hal yang terakhir aku ingat

adalah saat kami berdua berada di Benteng Otanaha.

Tiba-tiba seorang lelaki yang yang masih muda

datang menenangkanku.

“Mari kita mulai dari awal. Perkenalkan namaku

Mamad. Aku adalah ketua Rumah Sakit Cahya sekaligus

seorang detektif dan ilmuwan. Sebelum itu kamu harus

minum terlebih dahulu agar sedikit lebih tenang.”

Ujarnya seraya menyodorkanku segelas air putih. Mau

tidak mau aku menuruti perintahnya. Aku merasa

badanku sangat lelah seperti pulang dari perjalanan jauh.

“Kamu ingat ini tahun berapa?”

“2017 bukan?”

Ia menggelengkan kepalanya, “Ini tahun 2022.”

“Hah?” Aku terkejut. Apa ini hanya halusinasi semata?

“Saat itu aku sedang melakukan riset pengembangan

alat ini di Benteng Otanaha.” Ia menunjuk alat yang

berada di sampingku kini.

“Alat apa ini?” tanyaku penasaran.

“Aku menemukanmu tergeletak bergelimang darah

di sudut Benteng Otanaha. Awalnya kukira kamu sudah

meninggal. Tapi setelah memeriksa denyut nadimu, kamu

ternyata masih berdetak. Aku langsung membawamu ke

tempat ini,” ucap pria itu tanpa memedulikan

pertanyaanku barusan. “Kamu mengalami koma selama

tujuh tahun. Kemarin kamu akhirnya sadar. Tapi seluruh

ingatanmu hilang. Maka dari itu kami menjadikanmu

sebagai uji coba pertama alat ini. Dan akhirnya berhasil.

Page 21: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

11

Ingatanmu pulih walau tidak semuanya. Hanya terfokus

pada beberapa titik saja.”

“Kamu sungguh tidak tahu dengan isu berita pada

tahun 2017?”

Aku menggelengkan kepalaku.

“Ada seorang lelaki yang sering mengincar dokter

perempuan yang cantik. Dia menggunakan serum HTF-

2 ketika melancarkan aksinya, agar si korban tidak sadar

bahwa dia sedang melakukan aksinya. Kamu beruntung,

sebab korban-korban lain ditemukan dalam keadaan

dimutilasi. Matanya yang hilang sebelah atau pernah ada

korban yang tubuhnya dipotong-potong kemudian

dibiarkan begitu saja.”

“Saat itu aku sedang bersama Adrian. Tapi, kenapa

dia tidak menolongku? Kenapa saat aku sudah pulih dia

tidak menemani aku?”

Lelaki itu diam sejenak. Lalu menghela napas

panjang. Ia lalu berkata,

“Dia yang telah melakukan semua ini.”

“Tidakkah kamu sadar dengan tingkah lakunya yang

mencurigakan namun terlihat biasa saja? Pertama, dia

terus memperhatikanmu saat berada di desa Biluhu

bahkan dengan mudahnya mengucapkan bahwa ia telah

jatuh hati padamu. Kedua, saat ia meninggalkanmu tanpa

memberi kabar sama sekali. Saat itu sebenarnya dia

tengah melakukan persiapan melakukan rencana jahatnya

padamu. Dia tidak pergi, akan tetapi terus mengikutimu

kapan saja.”

Page 22: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

12

“Fakta yang lebih mengejutkan lagi, kamu perlu tahu

bahwa dia sendirilah yang membunuh mamanya. Apa

yang ia ceritakan hanya sebuah pernyataan omong

kosong yang ia karang.”

“Kamu pasti bertanya-tanya dari mana aku

mendapatkan semua informasi ini, bukan? Semua ini aku

dapatkan dari hasil interogasi yang aku lakukan padanya

dan juga dari alat ini.”

Seketika duniaku hancur mendengar apa yang

dikatakan lelaki ini. Untuk kecewa aku pun tidak bisa, aku

terlalu lemah. Ternyata dia sama serakahnya dengan

senja. Euforia senja ternyata hanya sesaat.

Membahagiakan tapi terlanjur membutakan

penikmatnya.

Page 23: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

13

PERMINTAAN MISTERIUS

Andrea Wantogia

Kami berdua terdiam. Saling berpandangan dalam

keheningan. Kulihat rona merah lenyap di wajah Rara.

Jantungku berdetak cepat. Merasa was-was. Keringatku

semakin bercucuran sementara ujung jari-jari tangan

terasa dingin. Cuaca panas Gorontalo menambah

keringatku semakin bersemangat keluar dari pori-pori

kulit. Aku sangat takut. Bahkan, tiupan angin kecil

mampu membuatku terlonjak kaget. Suasana sangat

mencekam. Rasanya ada yang sedang mengawasi kami di

suatu tempat tersembunyi. Tidak, aku tidak boleh

ketakutan. Tidak ada apa-apa. Yang melakukannya hanya

orang iseng yang tidak punya kerjaan.

“Lapor polisi yuk, Re?” ucap Rara dengan suara

tercekat. “Ini udah termasuk teror.”

“Yakin polisi mau mendengarkan kita yang cuma

anak sekolah?”

Aku menghela napas kemudian melirik sekitar

kamarku. Memastikan kalau tidak ada ‘sesuatu’ yang

mengawasi kami. “Ra, udah berapa kali dapat e-mail

seperti itu?”

“Lima.”

“Lima?!” aku terkejut. “Dari kapan?”

“Dua bulan yang lalu sampai sekarang.” Jawab Rara

lemah. Dia meluruskan kakinya di karpet bulu kemudian

Page 24: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

14

membawa bantalku ke pangkuannya. “Kalau ngana3

berapa?”

“Cuma tiga. E-mail pertama dikirim tahun lalu dan e-

mail ketiga dikirim dua bulan yang lalu.” Aku mengambil

smartphone Rara kemudian membaca e-mail yang baru ia

terima 15 menit yang lalu. Sebuah e-mail penyebab

keterdiaman kami.

Dari : [email protected]

Subjek : Tinggal hari ini!

Isi : Bermainlah denganku! Jika gagal akan

hancur, jika berhasil ada hadiah!

Sangat mengerikan. Siapa pula pengirim e-mail itu?

Tubuhku langsung merinding begitu membaca isi e-mail

singkat itu. E-mail itu seperti memaksa, walaupun dari

kalimatnya terlihat mengajak. Membuat si penerima mau

tak mau harus mengiyakan.

“Juga, torang baku iko dengan dorang punya permainan.”

4 Ucapku mantap. Kalau aku tahu siapa pelakunya, akan

kuhajar.

***

“Rere, ngana yakin mau ikut permainannya?” Tanya

Rara khawatir.

“Shhhttt… pelankan suaranya! Nanti ada yang

dengar. Kantin lagi banyak orang….” Bisikku. Saat ini

aku dan Rara sedang berada di kantin sekolah. Aku sudah

mengirim jawaban di e-mail tersebut namun belum ada

balasan. Sejujurnya, jauh di dalam lubuk hatiku, aku

3 Kamu 4 Ayo, kita ikuti saja permainan mereka.

Page 25: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

15

takut. Bagaimana kalau si pengirim itu ternyata seorang

psikopat? Aku dibunuh lalu dimutilasi kemudian

potongan tubuhku dibuang di Sungai Bone?

“Hai.” Aku mendongakkan kepalaku. Ada Sasa yang

berdiri tepat di samping meja kami. Dia sedang membawa

semangkuk binthe biluhuta5. “Kita6 boleh duduk di sini?

Meja yang lain penuh soalnya.”

Aku langsung melihat ke arah Rara. Wajahnya

langsung berubah jadi ketus. “Kenapa harus di sini? Tidak

ada tempat lain apa?” Rara menatap Sasa dengan

kebencian sementara Sasa tersenyum tak enak. Saat SMP,

Sasa adalah teman dekatku dan Rara. Tapi ada suatu

insiden yang membuat Rara menjauhinya saat kami kelas

satu SMA. Sampai kami duduk di kelas dua, kami masih

tetap bertengkar. Aku sempat kecewa dengan Sasa dulu,

makanya aku ikut menjauhi Sasa. Tapi sekarang aku

sudah bisa memaafkannya karena sesuatu.

“Hush, Ra. Tidak boleh begitu. Kursi ini beserta meja

bukan ngana punya, kantin punya,” Rara langsung

membuang muka. “Silakan Sa, duduk.” Ucapku pada Sasa

lalu menunjuk kursi di sebelahku.

Uh, kalau ada Sasa di sini, berarti aku dan Rara tidak

bisa mengobrol tentang e-mail misterius itu. Lagipula

kenapa aku merahasiakan ini, ya? Seolah-olah aku ini

seperti agen rahasia yang sedang dalam misi

5 Binte Biluhuta = jagung yang disiram; makanan berkuah khas Gorontalo seperti sup jagung yang dicampur ikan atau udang, rasanya manis, asin, dan pedas. 6 Saya

Page 26: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

16

menyelamatkan bumi. Ya sudah. Pasti Sasa tidak paham.

“Ra, sudah dapat e-mail balasan?”

“Belum. Padahal kita penasaran permainannya apa.”

“Sama.” Timpalku.

Tak disangka-sangka, Sasa bertanya membuatku

terkejut. “Ngoni 7 menerima e-mail misterius juga?”

Rara mengernyitkan dahi kemudian balik bertanya.

“Maksudnya?”

“E-mail yang mengajak main. Jika gagal akan hancur,

jika menang ada hadiah.” Jawab Sasa. Ia menirukan bunyi

e-mail itu.

Aku terkejut. Aku menatap Rara. Entah apa yang ada

di pikirannya. Tapi dia mengangkat alis. Memberi sebuah

kode untuk jujur. “Iya. Torang8 dapat itu juga.”

“Serius?!” Sasa terlihat semangat. Dia terlihat tidak

berselera dengan makanannya lagi. “Ayo, torang ikut

permainannya sama-sama!”

“Iya.” Aku menjawab asal. Aku kebingungan.

Bel masuk sudah berbunyi. Rara mengajakku segera

kembali ke kelas. Di perjalanan, Rara berceloteh. Tapi aku

sedang tidak fokus. Aku sedang memikirkan sesuatu.

Bagaimana mungkin aku, Rara, dan Sasa mendapat

sebuah e-mail misterius yang sama? Oke, ini memang

sebuah kebetulan. Tapi kenapa harus kita bertiga?

Kenapa Sasa langsung tahu e-mail misterius yang kita

bicarakan itu? Kenapa Sasa tiba-tiba ingin duduk bersama

kita di kantin? Padahal sebelumnya dia terlihat cuek?

7 Kalian 8 Kita

Page 27: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

17

***

Hari ini hari Minggu. Sasa meneleponku bahwa dia

mendapat e-mail balasan. Dia bilang dia ingin aku dan

Rara berkumpul di taman kota. Maka di sinilah aku.

Bersiap mengikuti permainannya. Sasa telah tiba lebih

dulu. Tak lama Rara pun muncul. Kami lalu duduk di

sebuah bangku panjang di bawah pohon yang rindang di

sudut taman. Aku duduk di tengah, sementara kiri dan

kananku ada Rara dan Sasa. Anak-anak berlari kesana-

kemari, bermain ayunan atau meluncur di perosotan. Di

luar taman, banyak pedagang makanan yang terlihat

sibuk menyiapkan pesanan. Ada yang menjual bakso, es

kelapa muda, es teler, dan masih banyak lagi yang tidak

mungkin kusebutkan satu-persatu. “Ini isi e-mail

balasannya.”

Sasa menyodorkan smartphone-nya kepadaku. Aku

berhenti menatap sekitar taman kemudian mengalihkan

pandanganku kepada layar smartphone Sasa.

Dari :[email protected]

Subjek : Pecahkan!

Isi :

1. Benteng yang diberi nama Otanaha, Otahiya, dan

Ulupahu adalah untuk mengingat perjuangan. Naha,

Paha, dan Limonu dalam perang melawan Hemuto.

2. Kolam renang Lahilote

3. Pentadio Resort

Dahiku berkerut kebingungan. Akhir-akhir ini, aku

terlalu banyak mengerutkan dahi. Lama-lama aku akan

keriput kalau begini terus. Ini maksudnya apa? Apakah e-

Page 28: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

18

mail itu menyuruh kami ke sana? Ke objek wisata yang

disebutkan?

“Jadi nanti torang ke sana?”

“Iya,” Sasa mengangguk. “Ini pasti akan

menyenangkan! Kita jadi kayak detektif!”

Aku memutar bola mataku. Ya, ya, ya. Sasa pasti

bahagia. Dia ingin menjadi detektif. Apalagi diberi tugas

seperti ini. Tentu dia yang paling semangat.

***

Minggu berikutnya, kami sepakat berkumpul di

kolam renang Lahilote pada pagi hari. Sasa yang

menyarankan kami untuk pergi ke sini duluan karena

jarak rumah kami lebih dekat dengan Lahilote dibanding

benteng Otanaha atau Pentadio Resort. Lahilote ini

bersebelahan dengan rumah adat Dulohupa dan

gelanggang. Biaya masuknya cukup murah. Cukup

membayar 7.500 rupiah untuk anak-anak dan 10.000

rupiah untuk orang dewasa.

Seketika aku teringat sesuatu. Lima tahun lalu aku

pernah ke sini bersama keluarga. Saat itu aku masih

membayar biaya masuk untuk anak-anak. Sekarang aku

harus membayar biaya masuk untuk dewasa. Rasanya aku

sedikit tidak rela bahwa aku bukan anak-anak lagi.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 tapi Rara dan Sasa

tak kunjung datang. Uh, aku lelah menunggu mereka

berdua. Sudah kutelepon tapi kata mereka sudah di jalan.

Mereka lewat jalan mana sampai-sampai mereka tidak

kunjung tiba?

Page 29: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

19

Kulihat seekor kucing menghampiriku. Kucing itu

lalu menggosok-gosokkan kepalanya di kakiku. Aku jadi

ingat Abu, kucingku yang kupungut di pinggir jalan dulu.

Abu saat itu sedang sakit. Kata orang-orang sih kakinya

dilindas bentor. Dia jadi kesulitan berjalan. Aku sangat

kasihan padanya waktu itu maka dia kubawa pulang.

Semenjak kurawat, Abu berubah menjadi kucing yang

cantik dan menggemaskan. Tapi, sepertinya waktuku

untuk merawat Abu telah habis. Dia melarikan diri dari

rumah dan tak pernah kembali sampai sekarang. Aku jadi

merindukannya. Rindu mengelus-elus bulunya sembari

mengobrol dengan Rara di kamar.

“Rere! Maaf lama.” Sasa tiba dengan raut wajah

sedikit menyesal. Syukurlah Sasa tiba sebelum aku

menjadi gila kemudian ngajak ngobrol batu.

“Maafin aku juga, Re!” Rara menyusul. Aku

mendiamkan mereka. Kesal sekali karena mereka lama

datang.

***

Suasana di Lahilote sangat ramai di hari libur. Di

kolam renang, anak-anak menjadi sangat riuh oleh

teriakan-teriakan mereka. Terlihat di kolam renang

untuk orang dewasa sangat padat, padahal dulu Lahilote

tidak seramai ini. Di tahun 2014, pernah ada kejadian

seorang anak kecil mati tenggelam yang menyebabkan

Lahilote kurang pengunjung beberapa waktu.

“Apa yang harus kita lakukan di sini?” tanyaku. Kami

bertiga berdiri di samping pintu ruang ganti perempuan.

Page 30: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

20

“Entahlah. Aku pikir begitu kita masuk ke sini, kita

akan mendapat petunjuk.” Jawab Sasa.

Mungkinkah kita menyalahi aturan main? Di isi e-

mail tersebut, Lahilote berada di urutan kedua. Mungkin

kita harus ikuti urutannya dengan pergi ke benteng

Otanaha terlebih dahulu.

“Berteduh, yuk. Panas nih.” Keluh Rara. Tangannya ia

pakai untuk menutup muka supaya tidak terkena

sengatan matahari.

Memang benar matahari sangat panas. Apalagi

sekarang sudah pukul 11.00 siang. Kami akhirnya

berjalan menuju tribune untuk duduk. Aku memilih

tempat duduk di paling atas sambil memperhatikan

sekitar. Siapa tahu mendapat petunjuk. Tapi sampai dua

jam lebih kami duduk di sana, hasilnya tetap nihil juga.

Kami tidak mendapat apa-apa.

***

Sekitar pukul 14.00 kami sampai di Pentadio Resort

yang terletak di Pentadio Barat, Telaga Barat, Kota

Gorontalo. Kira-kira dari kolam renang Lahilote ke

Pentadio membutuhkan waktu sekitar setengah jam.

Begitu melewati gerbang, kami disambut oleh kolam ikan

yang di tengahnya ada patung. Kolam tersebut tadinya

untuk ikan tapi entah kenapa sekarang telah ditumbuhi

eceng gondok.

Di samping kiri gerbang ada National Village, pusat

kuliner dan kerajinan nusantara. Kami jalan terus

kemudian belok kanan. Kalau belok kiri sih tempat parkir.

Page 31: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

21

Untuk memasuki Pentadio lebih dalam, harus membayar

biaya masuk seharga 3.000 rupiah untuk satu orang.

“Capek, jalan terus.” Keluh Rara lagi.

“Untung adem ya, ada banyak pohon. Coba kalau

tidak ada, Rara mungkin meleleh saking panasnya.”

Candaku. Tapi mereka berdua tidak tertawa. Ah, tidak

seru!

Aku melirik di sebelah kananku. Ada wahana untuk

anak-anak seperti komidi putar atau kora-kora mini yang

berbentuk putri duyung. Tapi sayangnya, catnya sudah

mengelupas dan sebelah tangan putri duyung lepas yang

malah membuat anak-anak ketakutan, bukannya tertarik

menaiki kora-kora mini itu. Ada musala dan tempat foto-

foto yang harus membayar biaya masuk seharga

Rp10.000.

“Habis itu kita ngapain?” tanyaku lagi. Kita bertiga

sekarang lebih mirip anak hilang, kurasa.

“Foto-foto, yuk!” ajak Sasa tidak masuk akal. Ah,

sebenarnya, sih, foto-foto termasuk hal yang wajar tapi

tujuan utama kita di sini, kan, memecahkan

permainannya!

“Rugi sudah datang jauh-jauh tapi tidak foto-foto.”

Sasa tidak menyerah mengajak kami berfoto-foto. Rara

mendelik, menentang ajakan Sasa.

“Kita tidak mau foto sama orang yang mau merebut

pacar temannya.” Sinis Rara pada Sasa.

“Hah? Pacar? Sejak kapan Grey jadi pacarmu? Dan

ingat, ya, kita sama sekali tidak ada niat rebut Grey.”

Page 32: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

22

“Terus apa maksudnya membuntuti Grey malam

itu?”

Oke, aku sangat tahu bagaimana Rara. Dia akan

mengingat semua dengan jelas yang membuat ia sakit

hati. Tapi ‘malam itu’ yang dimaksud Rara, sih, aku juga

masih ingat. Kejadiannya juga belum lama, sekitar

setahun yang lalu. Jadi, waktu itu Rara sangat menyukai

Grey, teman sekelas kami saat kelas sepuluh dan Grey

sepertinya menyukai Rara juga. Itu terlihat bagaimana ia

menyanggupi semua ajakan Rara. Tapi ternyata ada

seorang anak kelas mengatakan ke Rara bahwa dia

melihat Sasa sedang membuntuti Grey malam itu. Rara

marah besar. Apalagi Sasa tidak mau mengatakan

mengapa ia membuntuti Grey. Dia juga jadi menjauhi aku

dan Rara.

Soal Grey, dia sekarang berbeda kelas dengan aku

dan Rara. Sasa juga berbeda kelas dengan kita begitu naik

ke kelas 2. Grey termasuk cowok populer di sekolah.

Kulitnya sangat putih dan wajahnya mirip artis kesukaan

Rara. Makanya, Rara sangat menyukainya.

“Tidak, tidak ada maksud apa-apa.” jawab Sasa

gelagapan. Kenapa dia?

“Tuh, kan. Tidak bisa menjawab berarti ada apa-

apanya.”

“Sudah. Torang di sini bukan untuk bertengkar, kan?”

aku melerai. “Yuk, foto. Kenang-kenangan.” Aku

mengeluarkan ponselku kemudian mengaktifkan kamera

depan. Kuarahkan kameranya ke arah kami bertiga.

Cekrek!

Page 33: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

23

“Woy! Kita belum siap!” seru Rara heboh. Dia

mencoba merebut kameraku namun dengan gesit, aku

cepat menghindar kemudian lari menjauhi Rara dan Sasa.

Kulihat hasil foto itu lalu tertawa. “Hahaha, muka

ngoni jelek! Hahaha.” Rara menampilkan wajah muram.

Marah kepada Sasa. Sasa pun begitu. Lucu sekali.

“Heh, Rara! Hapus!” Pinta Sasa.

Rara dan Sasa dengan semangatnya berlari

menghampiriku. Aku menjauh dan mereka mengejar.

Mereka berteriak menyuruhku berhenti tapi mana

mungkin aku mendengarkan? Kami bertiga pun saling

mengejar dengan diiringi tawa. Sepertinya Pentadio

adalah saksi bisu bagaimana kita berbaikan seperti dulu.

Yang jelas, aku merasakan kebahagiaanku kembali

walaupun kami lagi-lagi tidak menemukan petunjuk.

***

Hari ini, Rabu, tanggal merah yang berarti aku libur

sekolah. Sasa sudah menelepon akan menjemputku dan

Rara untuk pergi ke Benteng Otanaha. Kami sudah

pasrah kalau kali ini lagi-lagi tidak ada petunjuk. Oh iya,

begitu kami mengiyakan ajakan bermainnya, kami sudah

tidak mendapat satupun e-mail lagi membuatku tidak

tahu harus apa. Senang? Karena aku sudah tidak diteror

oleh e-mail misterius itu, atau marah? Karena mungkin

berarti e-mail itu hanya main-main dan tidak ada

gunanya kita mengikuti permainannya. Entahlah. Tepat

pukul 13.00 siang, kami sampai di Benteng Otanaha.

Kami membayar biaya masuknya sebesar Rp5.000 per

orang.

Page 34: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

24

“Gila, kita tidak mau naik tangga.” Ucap Rara lalu

menatap horor tangga yang menjulang di depannya.

Benteng Otanaha ini memang terletak di atas bukit

di daerah Dembe. Di sana, ada tiga benteng: benteng

Otanaha, Ulupahu, dan Otahiya. Tapi objek wisata ini

sering disebut benteng Otanaha. Mungkin karena agak

repot kalau menyebutkan tiga-tiganya, capek lah. Untuk

mencapai benteng Otanaha, ada dua jalan yaitu bisa

melewati ratusan tangga atau melewati jalan yang

berliku-liku. Jalan yang disediakan itu harus ditempuh

menggunakan kendaraan. Di tangganya tersedia empat

tempat peristirahatan dan jumlah tangganya kalau

dijumlahkan ada 348 buah anak tangga.

“Tidak ada jalan lain, Ra. Kalau bawa kendaraan, sih,

bisa lewat jalan beraspal itu.” Sahutku. Aku menaiki

tangga duluan, meninggalkan Sasa dan Rara. “Ayo, Sa!

Tinggalin Rara aja!”

“Ih, Sasa! Rere! Tunggu!”

***

“Kakiku pegal, duh.” Keluh Rara begitu kami tiba di

Benteng Otanaha. Rara duduk di anak tangga paling atas

sambil meluruskan kakinya.

Aku sangat semangat. Angin bertiup mengibarkan

pakaian dan kerudungku. Sasa kelabakan. Kerudungnya

menjadi tidak rapi karena tertiup angin. Aku dan Sasa

pergi ke sisi kanan benteng Otanaha. “Indah banget ya,

Sa.”

Sasa tersenyum lalu mengangguk. “Iya.”

Page 35: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

25

Di hadapan kami, terhampar Danau Limboto yang

ditumbuhi oleh eceng gondok. Pematang sawah yang

menjadi sumber penghasilan masyarakat Gorontalo.

Semuanya terhampar begitu saja seperti karpet hijau.

“Itu benteng Ulupahu, ya?” Rara datang menyusul

aku dan Sasa. Kami bertiga berdiri berjajar: Rara, aku,

kemudian Sasa.

“Iya, tumben tahu, Ra. Ngana kan yang paling bodoh

dengan pelajaran sejarah.” Ucap Sasa mengejek.

“Ih, gini-gini kita tahu, loh, sejarah Benteng Otanaha.”

“Coba kenapa benteng ini dinamai Otanaha, Otahiya,

dan Ulupahu?” tantang Sasa.

“Otanaha maksudnya bentengnya Naha. Ota dalam

bahasa Gorontalo itu benteng, sementara Naha itu konon

orang yang menemukan benteng. Otahiya maksudnya

bentengnya Ohihiya, istrinya Naha. Sementara Ulupahu

itu berasal dari nama anak Naha. Kita pintar, kan?”

“Iya, tapi kita masih lebih pintar dari ngana. Hahaha.”

“Ih Sasa!” Mereka berdua lalu tertawa sambil

berdebat siapa yang lebih pintar. Aku hanya diam.

Menikmati angin yang menampar pelan wajahku. Aku

senang, sangat senang. Ternyata hanya dengan e-mail

misterius yang tidak jelas kebenarannya itu bisa membuat

Rara dan Sasa baikan.

“Re.” Sasa memanggil. “Kok torang nggak dapat

petunjuk apa-apa, ya?”

“Iya. Kayak sia-sia tahu, torang kesana-kemari.”

Timpal Rara.

Page 36: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

26

Aku menarik napas. Aku tahu akhirnya pasti akan

begini. “Ya sudah, torang lupakan saja ini. Yuk, pulang.”

“Eh, tunggu!” Rara menahan tanganku. “Ada yang

janggal di sini.”

“Apa?” tanyaku deg-degan. Raut wajah Rara terlihat

serius.

“Sa, ngana kok bisa tahu torang dapat e-mail

misterius? Kok ngana juga bisa tiba-tiba ingin duduk

bersama torang? Biasanya ngana cuek, kan? Yang

membuat kita tidak ingin kasih maaf ke ngana karena

ngana seperti tidak merasa bersalah.”

Pertanyaan Rara, membuatku teringat dengan

kebingunganku selama ini. “Terus, kenapa cuma ngana

yang mendapat e-mail balasan? Padahal torang bertiga

juga sama-sama dapat e-mail ajakan bermain. Kenapa

nama pengirim e-mail mencirikan sepertimu? Catholmes.

Cat artinya kucing, ngana suka kucing, kan? Holmes

maksudnya dari Sherlock Holmes. Kita tahu ngana

mengidolakan dia dan sering menggunakan nama Holmes

di belakang ngana pe nama.”

“Jadi, ngoni menuduh kita yang mengirim e-mail

balasan itu?” Raut wajah Sasa berubah. Seperti tak

menyangka kita menuduhnya.

“Ngana tahu kenapa kita sudah kasih ngana maaf

duluan padahal ngana tidak meminta maaf? Kita diberi

tahu ngana pe teman sebangku, dorang bilang ngana suka

mo minta maaf tapi tidak berani. Dan kayaknya masuk

Page 37: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

27

akal ngana bikin ini supaya bisa dekat lagi deng9 torang.

Jujur, Sa. Ngana yang kirim e-mail, kan?” Lanjutku tak

menghiraukan Sasa.

“Bukan kita, Re! Serius. Kalau soal ingin berteman

lagi deng ngoni, butul. Tapi soal permainan itu sama sekali

bukan kita uti!”

“Sudahlah. Ayo Re, torang pulang. Buang-buang

waktu di sini.”

Drrrt… drrrt… drrrt.

Smartphone-ku bergetar. Tanda pesan masuk. Aku

segera membukanya, takut-takut kalau dari orang tua.

Eh? Ada yang mengirimiku pesan suara lewat sms. Aku

memutar pesan suara itu dan tubuhku langsung

merinding.

“Alfa Kilo Uniform Mama Echo November Uniform

November Golf Golf Uniform Kilo Alfa Lima India Alfa

November Delta India Bravo Echo Lima Alfa Kilo Alfa

November Golf Siera Echo Kilo Oscar Lima Alfa Hotel.”

Suara itu seperti berasal dari suara robot perempuan.

Aku terdiam kaku begitu tahu maksud kodenya apa. Itu

adalah kode untuk mengeja yang biasa dipakai dalam

militer atau penerbangan. Maksud dari kode itu adalah

aku menunggu kalian di belakang sekolah.

Tubuhku lemas. Aku ketakutan. Ini seperti di film-

film teror alien yang pernah kutonton.

***

9 Dengan

Page 38: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

28

Aku memegang erat lengan Sasa dan Rara. Kami

sedang menuju belakang sekolah. Kakiku terasa lemas

sekali. Uh, kenapa aku sangat penakut. Padahal sekarang

masih sore. Sesampainya di belakang sekolah, tidak ada

apa-apa. Aku menutup mataku berharap ini hanya mimpi.

Sasa memaksaku untuk ke sini, membuktikan bahwa

bukan dia pengirim e-mail itu.

Brak!

Pintu gudang di seberang kami terbuka dengan

kencang. Aku terlonjak. Jantungku rasanya meloncat

keluar dari tempatnya. Aku sangat kaget. Kututup

mataku rapat-rapat.

“Grey?” Rara memekik kencang.

Hah? Grey? Kubuka mataku dan di sana berdirilah

Grey dengan wajah pucatnya. Hah? Ini semua kerjaan

Grey? Untuk pertama kalinya aku takut melihat Grey.

Rara menghampiri Grey dengan riang. Kuncir

rambutnya yang sebahu bergerak kesana-kemari.

“Grey, kenapa di sini?” Tanya Rara lembut. Grey

diam.

“Kita mau mengatakan sesuatu.” Ucap Grey datar.

Dia tidak seperti biasanya. Biasanya wajahnya ceria,

riang, dan penuh canda. “Kita… bukan dari bumi….”

Hah? Apa maksudnya?

“Hahaha, Grey bercanda lucu, deh.” Rara tertawa.

“Akhirnya Grey mengakui.” Ucap Sasa datar.

Hah? Apa yang terjadi di sini? Aku dan Rara

bingung. Kulihat wajah Sasa dan Grey bergantian.

Page 39: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

29

“Kita berasal dari planet Wisterya, planet yang

terletak jauh dari orbit. Kita ada di sini karena pesawat

kita rusak dan jatuh ketika melakukan penelitian terhadap

bumi. Kita ingin pulang, tapi kita tidak bisa masuk ke

planet Wisterya tanpa kalung pengenal.”

Jadi maksudnya Grey ini… alien? “Kita tidak

percaya.” Sahutku. Rara menimpali. “Sama.”

“Ini benar, Re! Ra! Ngana tahu, Ra? Kenapa kita

membuntuti Grey waktu itu? Kita menyadari keanehan

dari dia! Dan benar saja, aku melihat dia berubah wujud

menjadi kucing!” Jadi Grey adalah alien atau kucing jadi-

jadian?

“Sasa benar. Rere, ngana tidak mengenali kita?” Aku

menggeleng. Serius, aku belum pernah bertemu dengan

Grey sebelumnya. “Akulah Abu, ngana pe kucing.”

Apa? Aku tidak salah dengar, kan?

Tiba-tiba tubuh Grey mengecil. Kakinya menjadi

empat. Tubuhnya dipenuhi bulu-bulu. Aku terkejut,

sangat terkejut! Tak percaya dengan yang kulihat ini.

Grey berubah menjadi kucing! Berubah menjadi Abu

kucingku!

“Kita bisa berubah wujud sesuai yang kita mau

dengan cara memperhatikan sesuatu yang ingin kita tiru.

Kita berubah menjadi kucing begitu, kita memperhatikan

kucing itu. Saat kita jadi kucing, kita ditabrak bentor dan

kaki kita patah. Kemudian ngana membawa kita pulang.

Merawat kita dengan baik. Kita tidak pernah bertemu

dengan manusia seperti itu yang mau menolong hewan.

Boleh kita minta satu pertolongan lagi? Tolong, bantu

Page 40: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

30

kita kembali ke planet asal. Kita ingin ngoni bantu karena

kita tahu cuma ngoni tiga yang mau bantu. Tapi kita takut

bilang yang sebenarnya.”

Aku diam membisu. Bantu dia? Dengan cara apa?

“Ngana ingat kalung berlian di leher kita dulu?” Aku

mengangguk. “Itu adalah tanda pengenal sebagai izin

masuk ke planet Wisterya. Ngana masih

menyimpannya?”

Aku mengangguk. Kalung itu selalu kubawa di dalam

tasku. Sebenarnya aku sangat menginginkan bertemu

Abu di suatu tempat dan memakaikan kalung itu di

lehernya lagi.

“Maaf merepotkan ngoni. Maaf telah bikin ngoni

menjauhi Sasa. Soal permainan teka-teki itu, sebenarnya

ngoni tidak perlu ke sana. Cukup perhatikan huruf yang

dikapital. Dari HEmuto yang huruf ‘H’ dan ‘E’ adalah

huruf kapital. Lahilote dengan huruf kapital ‘L’ dan

Pentadio resort dengan huruf kapital ‘P’. Maka, kalau

digabungkan akan menjadi kata HELP yang berarti

tolong. Kita menunggu kalian untuk menyadari itu tapi

ngoni tidak mengerti juga. Maka, kita menggunakan cara

tadi yang kita kirimkan di ponselnya Rere.” Ah, sekarang

aku paham. Mengapa aku tidak menyadari itu, ya? Bodoh

sekali.

“Dan soal nama e-mail itu, cat yang berarti kucing.

Kita memang kucingnya Rere dan Holmes itu kita tahu

bahwa dia adalah seorang detektif kesukaan Sasa yang

sering dia bicarakan saat kalian mengobrol bertiga di

kamar.” Grey menjelaskan semuanya membuatku

Page 41: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

31

semakin bodoh karena tidak memikirkan itu sampai sana.

“Dan wajah kita ini, memang sengaja kita bikin mirip idola

Rara yang sering kalian bicarakan di kamar. Kita bilang,

kan, tadi kita meniru sesuatu. Namaku Grey juga berasal

dari nama Gray yang berarti abu-abu karena namaku

versi kucing adalah Abu.” Jadi Abu yang selalu duduk

diam ketika kita bertiga mengobrol di dalam kamar itu

karena sebenarnya dia mendengarkan apa yang kita

bicarakan? Semuanya nampak jelas sekarang.

“Jadi, bolehkah kita meminta kalung itu?” Grey

bertanya padaku.

“Oh iya…,” aku tersadar. Segera aku mengambil

kalung itu dalam tasku dan kuserahkan padanya. “Ini

memang punya ngana, jadi tidak perlu ngana minta.”

“Terima kasih.” Grey tersenyum lalu memakai

kalung itu di lehernya. Bandul di kalung itu menyala

berwarna hijau terang. Akhirnya aku bisa

mengembalikan kalung itu pada Abu walaupun dalam

wujud yang berbeda.

Wusss… wuss… wus.

Dari arah langit sebuah bentor terbang tanpa awak

melaju lalu mendarat di hadapanku. Grey tersenyum lalu

naik ke bentor kemudian melambai kepada kami bertiga.

“Selamat tinggal.” Grey pun pergi kembali ke

planetnya dengan bentor terbang. Tak kusangka kucing

yang kupungut di jalan itu adalah alien dan aku berjanji

tidak akan menuduh orang lagi tanpa bukti yang jelas dan

hanya dengan asumsiku yang bodoh.

Page 42: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

32

Page 43: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

33

HUJAN PENOLONG

Noorain A. Diu

Memendam tanpa mengucapkan sangatlah tak

mudah dilakukan. Semarah apapun tak akan diketahui jika

tidak dikatakan. Terlebih lagi ada gengsi untuk

mengutarakannya.

Eka Saputri Wijaya biasa dipanggil Eka, remaja yang

sedang bersekolah di SMK Negeri 1 Gorontalo, Kelas

XII. Dia adalah remaja yang sangat menyukai permainan

online seperti Mobile Legend. Banyak yang heran karena

kesukaannya itu, secara… dia, kan, perempuan. Dalam

setiap hari, Eka tidak pernah melewatkan waktu untuk

bermain.

Eka mempunyai seorang sahabat yang baik, namanya

adalah Randy Putra Pratama atau biasa disapa Randy.

Mereka sudah berteman sejak kecil. Mungkin karena

rumah Randy berada tak jauh dari rumah Eka.

Suatu hari, tepat saat jam istirahat tiba, Eka bermain

game di kelasnya. Seperti biasa, Randy mendatangi dan

mengajak Eka untuk pergi makan bersama di kantin.

Tetapi kali ini Eka menolak.

“Eka, manjo torang mo pigi ka kantin” 10

“Eh, kita tidak mau. Ngana saja yang pigi,” 11 tolak Eka

sambil tetap bermain. Matanya tak lepas dari layar

ponselnya.

“Oke. Duluan, aa.”

10 Eka, ayo kita pergi ke kantin 11 Aku tidak mau. Kamu saja yang pergi

Page 44: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

34

Randy pun pergi meninggalkan Eka dengan geleng-

geleng kepala. Sejak sahabatnya itu kena demam Mobile

Legend, mereka semakin jarang bersama. Belum lagi ia

keluar dari kelas Eka, ia menabrak seseorang.

“Aduh, kalau jalan liat-liat,” Rina berkata sambil

memegang kepalanya.

“Maaf… maaf aku tidak sengaja. “

“Iya, lain kali pakai mata kalau jalan.”

“Kalau pakai mata, mana bisa? Kan, kaki yang

berjalan.” Goda Randy. Ia baru sadar kalau Rina gadis

yang manis. Apalagi kalau sedang marah seperti itu.

Sebuah ide terlintas di kepalanya.

Dari pada tak ada teman.

“Bagaimana kalau aku traktir kamu makan di kantin?

Sebagai permohonan maafku?

“Ehmmm…” Rina bingung menjawabnya.

“Ayolah, please?” Bujuk Randy tak menyerah.

“Baiklah.” Rina pun luluh hatinya melihat ketulusan

Randy.

Ketika mereka berdua akan keluar kelas, Eka melihat

mereka, tapi ia memilih tidak mau ambil pusing dan

melanjutkan permainannya.

Setibanya di kantin, Randy dan Rina pun memesan

makanan.

Seusai makan, tak lama kemudian bel berbunyi.

Semua siswa pun masuk ke kelas masing-masing

termasuk Randy dan Rina. Jam belajar telah selesai

pertanda semua siswa boleh pulang. Seperti biasa Randy

menunggu Eka untuk datang ke kelasnya. Akan tetapi

Page 45: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

35

ternyata Eka tidak datang-datang. Randy pun mengambil

tas dan menuju ke gerbang sekolah untuk menunggu bus

menjemput. Di tengah perjalanan, Randy berpikir kenapa

Eka tidak datang seperti biasanya. Dia pun berencana

untuk mendatangi rumah Eka dan menanyakan hal

tersebut.

Sorenya, Randy ke rumah Eka. Ia pun mengetuk

pintu dengan sopan. Bik Inah, pembantu Eka yang

membukakan pintu.“Permisi, ti Eka ada?”

“Oh, ti Eka ada kaluar.” 12

“Kalo boleh tau ada ka mana?” 13

“Saya tidak tahu. Maaf saya banyak pekerjaan.”

Bik Inah menutup pintu dan meninggalkan Randy

terbengong-bengong.

Selain dikejutkan oleh sikap Bik Inah barusan, Randy

heran dengan sikap Eka. Tidak biasanya sahabatnya itu

keluar rumah di sore hari. Eka itu gadis rumahan. Pasti

ada sesuatu yang luput ia perhatikan.

Randy melihat ke arah kamar Eka yang berada di

lantai dua dan melihat juga ke atas, ke sisi lain. Rumah

yang begitu besar itu tampak sepi, di sekeliling rumah itu

terdapat pohon cemara, di sebelah kanan juga terdapat

sebuah taman yang begitu indah. Melihat taman itu,

Randy teringat masa kecil mereka. Mereka juga bermain

di bawah pohon itu, kadang mengamati semut yang

berjalan beriringan. Tak ingin bersedih hati, Randy

memutuskan segera pergi dari tempat itu. Sebenarnya

12 Oh, Eka lagi keluar? 13 Kalau boleh tahu ke mana?

Page 46: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

36

Eka tidak keluar, dia hanya tidak ingin bertemu dengan

Randy, mengingat kejadian di sekolah tadi. Ia tak

menyangka hatinya bakal sakit melihat sahabatnya itu

berjalan dengan Rina. Dia tidak tahu kenapa dia tidak

mau bertemu dengan Randy padahal mereka sudah

bersahabat selama tiga tahun. Baru kali ini dia merasa

semuanya berbeda.

Setiba di rumah sepulang sekolah tadi, Eka sudah

berpesan terlebih dahulu kepada pembantunya, ”Jika

Randy datang, bilang aku sedang keluar ya, Bi?” Setiap

hari, mereka sudah terbiasa berada di dekat satu sama

lain. Entah sekadar mengerjakan PR atau Eka curhat

tentang cowok yang sedang dia sukai. Randy hanya

mendengarkan dengan sabar.

Sejak kejadian itu, Eka mulai menghindari Randy.

Dia menghabiskan waktunya untuk bermain Mobile

Legend. Hanya itu yang menemani hari-harinya. Ketika

sedang asyik bermain tiba-tiba ia melihat Randy datang.

Ia buru-buru beranjak dari tempat duduknya, berniat

menghindari Randy lagi.

Sebelum Eka sempat berdiri, Randy sudah menarik

tangan Eka tetapi langsung ditepis Eka sekuat tenaga.

Setengah berlari ia keluar kelas. Rina yang melihat

kejadian itu langsung bertanya kepada Randy yang sudah

siap mengejar Eka.

“Ti14 Eka kenapa, Ran?”

“Tidak tahu.” Aku susul dia dulu, ya.”

14 Kata sandang untuk sapaan perempuan dalam bahasa Gorontalo

Page 47: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

37

Hingga bel berbunyi pertanda jam istirahat telah

usai, Randy tidak menemukan Eka.

Ketika esoknya tiba di kelas, Rina melihat Eka

sedang duduk asyik bermain game. Rina pun

menghampiri Eka, berniat memberi tahu jika Randy

mencarinya. Eka sadar dengan kedatangan Rina, karena

itu ia sengaja pindah dan bergabung dengan teman yang

lain. Merasa bahwa Eka tak suka bertemu, dia pun

kembali duduk di kursinya.

Tak lama kemudian bel pertanda pulang sekolah

berbunyi. Eka bergegas mengatur barang-barangnya dan

segera pergi meninggalkan kelas karena dia tidak mau

bertemu dengan Randy. Tetapi ketika sampai di parkiran

sekolah, Eka melihat Randy menuju ke arahnya, dia pun

segera melangkahkan kaki dengan cepat. Randy

mengejarnya akan tetapi Eka keburu pergi menaiki

mobilnya. Randy pun dengan segera mengambil motor

dan mengejar mobil Eka tetapi tetap saja semua sia-sia.

Brio merah itu telah lenyap dari pandangannya. Randy

pun akhirnya sadar jika Eka memang tak ingin bertemu

dengannya. Ia menyerah, meskipun ia tidak tahu apa

alasan sahabat kecilnya itu menjauhinya.

Udara yang begitu sejuk mengenai kulit seorang

gadis yang sedang bersantai di teras depan kamarnya. Ia

memandang bintang-bintang yang begitu indah dari

kejauhan. Segelas susu putih dan roti bakar menambah

kenikmatan tersendiri bagi dirinya. Eka mengingat masa-

masa dia bersama dengan Randy. Kini lelaki yang dia

anggap baik itu malah membuat dia kecewa.

Page 48: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

38

“Oh, Tuhan, apa kita pe salah? Kinapa ba kase cobaan

yang seperti ini pa kita, kita tidak mau bakalae dengan

sahabat sandiri yang so lama kita kanal. Kita so anggap dia

sebagai tape keluarga sandiri. Tuhan tolong kase baku bae

akang samua ini, kita nya mampu ba terima.”15

Tanpa disadari air mata jatuh dari pipi manis Eka dia

menangis mengingat semuanya.

Hari ini orang tua Eka datang dari Bandung, bukan

hanya ayah dan ibunya tetapi ada tante beserta anaknya

bernama Saskia dan omnya juga datang. Selama ini, Eka

memang hanya tinggal bersama dua orang pembantu.

Ayahnya bekerja sebagai direktur sebuah perusahaan jasa

transportasi sedangkan ibunya mempunyai butik di

beberapa daerah. Ayahnya baru dipindahkan ke luar kota

Gorontalo. Eka diajak untuk pergi bersama mereka tetapi

dia menolak dengan alasan bahwa dia sudah betah di

Gorontalo. Ia juga ingin belajar mandiri.

“Buat persiapan kalau Eka nanti kuliah di luar negeri,

Pa.” Eka berusaha meyakinkan ayahnya.

“Eka, Tantemu ingin jalan-jalan ke Pulau Saronde,

kamu ikut, ya? Biar Saskia ada teman sebaya.”

Ini bagus untuk pikiranku yang sedang mumet.

Perjalanan ke Saronde memerlukan waktu kurang

lebih dua jam dari kota Gorontalo. Sesampainya mereka

di dermaga Kwandang, mereka pun segera mencari

perahu untuk menyeberang. Selama perjalanan, Saskia

15 Oh Tuhan, apa salahku? Kenapa cobaan yang Engkau beri seperti ini, aku tidak ingin bertengkar dengan sahabat yang sudah lama kukenal.aku sudah menganggapnya sebagai keluarga. Tuhan, tolong perbaiki kembali semua ini, aku tidak sanggup menerima.

Page 49: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

39

yang ceria bercerita tentang banyak kejadian lucu yang

dia alami sehingga suasana jadi gembira. Eka pun lupa

dengan Randy untuk sesaat. Eka sangat bahagia karena

bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Setelah

puas bermain air, mereka pun segera kembali ke kota.

Esok hari, Eka pergi ke mall bersama Saskia. Saskia

anak yang menyenangkan. Ketika sampai di mall, Eka

justru melihat melihat Randy sedang makan bersama

Rina di salah satu restoran. Mereka berdua sedang asyik

bercakap-cakap hingga tidak menyadari keberadaan Eka.

Rasa sakit itu muncul lagi tetapi kali ini rasa itu melebihi

yang sebelum-sebelumnya. Entah kenapa ia ingin sekali

mendatangi Randy dan menumpahkan semua keluh

kesahnya, tapi ia kecewa karena Randy tidak

memperjuangkan persahabatan mereka. Ia pun segera

mengajak Saskia pergi dari tempat itu. Mereka

memutuskan singgah membeli makanan ringan di salah

satu gerai makanan yang berada di lantai tiga.

Sambil menunggu pesanan, Eka mengambil hp dan

bermain game. Saskia pamit membeli sesuatu di toko

sebelah. Ketika sedang asyik bermain tiba-tiba suara yang

sangat dikenalnya mengusik keasyikannya bermain.

“Tetap tidak mo kaluar ngana pe hobi bermain itu

ee.”16

Eka terkejut melihat Randy sudah berada di

depannya. Kenapa Randy bisa tahu kalau dia ada di tempat

itu?

16 Hobimu bermain ini tidak pernah bisa hilang

Page 50: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

40

Sakit hatinya, kesal, dan ingin menangis, itu yang

dirasakan saat ini. Ia menyesal harus bertemu Randy hari

ini. Dengan rasa marah, Eka mengambil tasnya dan

langsung menarik tangan Saskia yang baru saja kembali

duduk. Saskia heran dengan sikap sepupunya, tapi tetap

mengikuti langkah Eka. Sebelum pergi, Eka masih

sempat berkata kepada Randy.

“Itu bukan urusan li ngana, mulai skarang ba jao dari

pa kita pe hidup. Kita tidak butuh taman macam ngana!”17

Perkataan itu keluar dari mulutnya tanpa bisa ia cegah.

Randy mencoba mencegah dengan memegang

tangan tetapi Eka memberontak untuk dilepaskan,

setelah berhasil melepaskan diri, Eka langsung pergi.

Ada apa dengan sahabatnya itu? Ada masalah apa

sebenarnya. Ingin sekali dia mencari perempuan itu tetapi

ia takut Eka akan bertambah marah. Melihat Eka gelisah

dalam pikirannya, Saskia bertanya tentang kejadian

barusan. “Kenapa ngana18 dengan laki laki yang tadi?”

“Hmmm, dia itu pengkhianat. Sudah, tidak usah tanya

dia! Bekeng benci.”19

“Oh, oke.”

Kenapa dia memarahi Randy, mengapa dia

merasakan hal yang aneh kepadanya. Bukannya selama

ini dia tidak begitu? Bagaimana bisa semua ini terjadi.

Pikiran itu terus melayang-layang di otaknya. Perasaan

17 Itu bukan urusanmu, mulai saat ini menjauh dari hidupku. Aku tidak butuh teman sepertimu. 18 kamu 19 Sudah, tidak usah menanyakan dia. Membuat benci saja.

Page 51: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

41

kehilangan itu menyadarkan Eka bahwa dia ternyata

membutuhkan Randy lebih dari sekadar sahabat.

Langit tertutup awan gelap, terdengar bunyi petir

kemudian tak lama turunlah hujan. Eka dan Saskia

mencari tempat untuk berteduh. Dia menemukan halte

tak jauh dari mereka tapi telah banyak orang yang duluan

berteduh. Hujan semakin bertambah deras. Eka tetap

berlari sambil menarik tangan Saskia. Ia setengah kuyup.

Lengkaplah penderitaannya hari ini.

Sudah hampir setengah jam menunggu, hujan tak

kunjung berhenti juga. Tiba-tiba seseorang memegang

pundak dari arah belakang, Eka langsung membalikkan

badan. Ternyata orang itu adalah Randy. Serasa kakinya

ingin sekali melangkah pergi menjauh dari orang itu tapi

apalah daya hujan semakin bertambah deras. Eka harus

pasrah dengan keadaan itu.

“Kinapa ngana selalu menghindar kalo baku dapa deng

kita, aa?” 20

Eka hanya terdiam, tak menjawab pertanyaan itu.

Merasa kesal karena pertanyaan tak dijawab, Randy

membalikkan badan Eka ke hadapannya dan bertanya

kembali.

“Kinapa ngana selalu menghindar kalo baku dapa deng

kita? Apa kita pe salah?” Tanya Randy kembali.

“Kita tidak suka balia pa ngana jalan dengan cewek selain

kita!” 21 Jawab Eka dengan nada kesal.

20 Kenapa kamu selalu menghindari saat bertemu denganku? 21 Aku tidak suka melihatmu pergi dengan perempuan lain selain aku

Page 52: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

42

Mendengar jawaban yang diberikan, Randy kaget,

bagaimana bisa seorang Eka bisa menyimpan perasaan

yang begitu berarti pada dirinya.

“Oh jadi ngana cemburu lia kita bajalan deng ti Rina?

Torang dua cuman baku taman tidak lebih, tadi itu dia minta

tolong ba pilih baju untuk dia pe cowok pe kado ulang tahun.

Pas-pas kita ada lewat jadi tidak ada salahnya, to, ba tolong.

Selama ini kita ba cari-cari turus pa ngana, cuman ngana

selalu menghindar dari kita. Cie, cemburu hahaha…”22

Randy menjelaskan semua pada Eka agar dia tidak salah

paham lagi.

Mendengar semuanya, Eka menundukkan kepala

karena malu, pipinya memerah. Senang dan bahagia itu

yang dirasakan oleh Eka saat ini. Di bawah hujan yang

deras masalah itu selesai. Hujan itu menjadi penolong

menyelesaikan masalah mereka. Saskia yang melihatnya

pun tersenyum melihat mereka berdua. Dia bisa

merasakan apa yang sekarang dirasakan oleh sepupunya

itu.

Setelah hujan berhenti mereka pergi ke rumah Eka,

Randy berkenalan dengan keluarganya, bahkan orang tua

Eka sudah setuju kalau Randy pacaran sama Eka.

Bermain game akan tetap menjadi kesukaannya karena

Randy tak pernah mempermasalahkan hal itu.

22 Oh, jadi kamu cemburu melihatku pergi dengan Rina? Kita hanya berteman, tidak lebih, tadi dia hanya minta tolong padaku untuk memilihkan kado baju yang cocok untuk ulang tahun pacarnya. Kebetulan aku lewat, jadi tidak ada salahnya, kan, menolong? Selama ini aku terus mencarimu tapi kamu terus menghindar.

Page 53: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

43

Kebahagiaan ini jangan sampai berakhir, pinta Eka pada

Tuhan.

Eka sadar ternyata yang selama ini yang dia rasakan

adalah sebuah kecemburuan, dia menyukai Randy tetapi

tak pernah dia ungkapkan. Memendam tanpa

mengucapkan sangatlah tak mudah dilakukan. Semarah

apapun tak akan diketahui, jika tidak diungkapkan.

Page 54: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

44

Page 55: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

45

CINTA DALAM DIAM

Siti Fatma Dwi Adha Mohi

“Kalian pernah tidak, mencintai seseorang dalam

diam?”

***

Reina adalah seorang gadis yang bertubuh tinggi,

mempunyai mata yang indah dengan bulu mata yang

lentik. Ia mempunyai gigi gingsul di sebelah kiri yang

menjadi daya tarik tersendiri ketika tersenyum, dengan

jilbab yang sering ia pakai, menutupi rambutnya yang

panjang dan hitam. Kulitnya sawo matang. Ayah ibunya

memberinya nama Putri Reina Pakaya. Lahir di

Gorontalo, tanggal 22 Februari 2001 silam. Selain cantik,

Reina juga cerdas. Ia selalu mendapatkan juara kelas.

Meski demikian, ia masih sempat aktif di berbagai

organisasi yang ada di sekolahnya. Selain cantik dan

cerdas, Reina juga seorang gadis yang ceria. Tidak heran

jika ia mempunyai banyak teman di sekolah, baik laki-laki

maupun perempuan.

Teman-teman Reina lebih sering memanggilnya

Rein dibandingkan Reina, karena mereka tahu ia sangat

menyukai hujan. Banyak yang menyukai sifatnya yang

ceria, banyak juga yang sering curhat dan meminta saran

kepadanya. Walaupun begitu, Reina sangat tertutup

dengan orang lain. Tidak pernah mengeluh, apalagi

meminta saran kepada teman-teman. Bagi Reina, orang-

orang tidak begitu peduli dengan masalah yang

dihadapinya, melainkan hanya sebatas ingin tahu saja

Page 56: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

46

tanpa memberi solusi yang tepat. Ketika memiliki

masalah, yang akan ia dilakukan pertama adalah mengadu

dan meminta solusi kepada Allah. Cepat atau lambat,

seseorang pasti akan merasakan apa yang pernah ia perbuat.

Itulah prinsip Reina, yang selalu membuat ia tenang

ketika sedang menghadapi masalah. Ada dua orang teman

yang dipercaya oleh Reina sedari SMP, Titan dan Agus.

Yup, hanya mereka berdua.

***

”Putri Reina Pakaya?” Panggil Pak Wawan yang

sedang mengabsen nama-nama yang ada di kelas.

“Hadir, Pak.” Ucap Reina sambil mengangkat

tangan.

“Tirsa Tangipu?” Panggil Pak Wawan kemudian,

masih mengabsen.

“Saya tidak menyalin jawabannya Rein kok, Pak!”

Tirsa yang tak lain adalah Titan, yang sibuk menyalin PR

Matematika milik Reina, terkejut saat namanya dipanggil

oleh Pak Wawan. Kelas yang hening, seketika ribut

karena tertawa melihat ekspresi dan tingkah Titan, yang

langsung berdiri dari tempat duduknya.

“Ooh…. Kamu tidak mengerjakan PR lagi, ya?” Kata

Pak Wawan yang ikut terkejut melihat tingkah Titan.

“Hehehe. Satu nomor aja kok, Pak.” Ucap Titan ke

Pak Wawan, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang

tidak gatal

“Hmmm….” Pak Wawan hanya bisa menggelengkan

kepala.

Page 57: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

47

“Kenapa nggak bilang, sih, kalo Pak Wawan itu cuma

ngabsen doang?” Ucap Titan sambil mendorong pundak

Reina ke depan dengan pelan karena kesal.

“Hahahaha! Kamu, sih, terlalu serius nyalin

jawabannya. Aku pikir kamu tahu kalau Pak Wawan

sementara ngabsen!” Reina memegang perutnya yang

sakit karena tertawa.

“Udah aah… nggak usah ketawa!”

“Oke, maaf-maaf.” Reina berusaha menahan tawanya.

“Baiklah anak-anak…” Belum selesai Pak Wawan

berbicara, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu.

“Assalamu’alaikum. Ini buku yang tadi Bapak suruh

ambilkan?” Seorang cowok bertubuh tinggi berdiri tegap

di depan pintu kelas XI IPA 1. “Wa’alaikumussalam. Oh

iya, taruh saja di meja Bapak. Terima kasih ya, Nak.”

”Iya, sama-sama. Saya permisi dulu, Pak.” ucap pria

itu setelah meletakkan buku di atas meja guru,

bersalaman dengan Pak Wawan dan berlalu pergi keluar

kelas.

“Rein! Kamu liat cowok yang tadi nggak? Udah

ganteng, tinggi, punya kumis tipis, lesung pipit, hidung

tinggi lagi.” Titan berceloteh sambil menempelkan

telapak tangannya ke dagu dengan nada suara berbisik.

“Entahlah.” Reina cuek, tidak memedulikan apa yang

dikatakan oleh Titan.

“Halaaah. Bilang aja kalo suka, kali!”

“Suka, suka.... Kenal aja enggak!”

“Astaga, masa iya, sih, nggak kenal? Dia itu kakak

kelas kita, namanya Muhammad Risky Hussain, kelas XII

Page 58: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

48

IPA 2. Dia itu pintar, katanya sih orangnya pendiam,

sikapnya dingin lagi, tapi yang aku lihat dia itu banyak

teman, murah senyum, pokoknya nggak keliatan kayak

orang pendiamlah.” Titan masih berbisik, takut ditegur

karena bicara pada saat Pak Wawan menjelaskan materi.

“Ssstt… diam aja kenapa, sih. Entar dimarahin lagi

sama Pak Wawan, baru tahu rasa!” Reina berkata dengan

suara yang ditekan, dia merasa terganggu saat ia

berusaha konsentrasi dengan pelajaran.

Muhammad Risky Hussain. Ya, Reina memang tidak

mengenalnya sejak kelas satu SMA. Yang dikatakan oleh

Titan benar, ia adalah seorang cowok yang bertubuh

tinggi, mempunyai kumis tipis, lesung pipit, pintar,

hidung yang tinggi, dan yah, Reina harus mengakui jika

Risky itu tampan. Bukan karena ia tertarik atau suka.

Karena Rein bukan tipe cewek yang mudah jatuh cinta

dengan penampilan fisik.

***

“Rein, Agus, ke kantin, yuk,” ajak Titan setelah

mendengar bunyi bel istirahat. Mereka bertiga pun keluar

kelas dan langsung menuju kantin yang berada di lantai

bawah, tidak jauh dari lapangan basket.

”Kalian berdua duluan saja, ya, aku mau ke

perpustakaan sebentar.” ucap Reina setelah mereka

selesai makan dan membayar makanan.

“Jangan lama-lama, tinggal lima menit lagi bel

masuk, loh.” Ucap Agus dan langsung bergegas masuk ke

kelas bersama Titan.

Page 59: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

49

Tiba di perpustakaan, Reina langsung memasukkan

beberapa digit di layar komputer atau password dirinya

sebagai siswa. Saat itulah, ia melihat Risky masih duduk

tenang di salah satu kursi yang ada di dalam perpustakan.

Reina tidak memedulikannya dan bergegas mengambil

dua buku fiksi untuk ia baca saat jam literasi nanti. Saat

memberikan dua buku fiksi tersebut kepada guru penjaga

perpustakaan, Risky juga langsung memberi bukunya

untuk diberi tanggal pengembalian buku. Tanpa melihat

ke arah Risky, ia langsung bergegas masuk kelas.

Bruuk…. Tanpa sengaja ia menabrak Aldi yang tiba-tiba

muncul di belokan perpustakaan.

“Aduh…. Maaf, Kak, nggak sengaja,” ucap Reina

merasa bersalah dan malu karena sudah menabrak Kak

Aldi.

“Aduuuh…. Tadi Risky, sekarang Reina. Kalian

sengaja, ya, bikin badan Kak Aldi sakit semua,” seru Aldi

sambil memegang kakinya karena tidak sengaja diinjak

Reina tadi.

“Hehehe… Maaf Kak, Rein nggak sengaja.”

“Okelah, nggak pa-pa. Oh iya, dari mana? Ada sesuatu

yang pengen Kak Aldi bilang ke kamu.”

”Dari perpus. Oh iya, sesuatu apa, kak?”

“Risky itu suka sama kamu, loh!” Ucap Kak Aldi

mengangkat alisnya yang tebal itu dengan suara yang

sedikit dipelankan.

“Oh…” Ucap Reina mencoba tidak peduli padahal

tiba-tiba hatinya berdebar-debar. Ia juga heran kenapa ia

senang mendengar hal itu.

Page 60: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

50

“Cuma oh?”

“Kak, duluan, ya. Udah masuk soalnya.” Ucap Reina.

“Maaf soal yang tadi!” Ia berlari mundur meninggalkan

Kak Aldi yang sedikit berteriak, karena bel masuk sudah

berbunyi.

“Eh…. Iya, hati-hati itu kamu bisa jatuh kalau larinya

kayak gitu.”

***

Reina sengaja meninggalkan Aldi, bukan karena

malu dengan apa yang Aldi bilang saat itu, tapi ia

berusaha tidak peduli, apalagi bel masuk sudah berbunyi.

Dia heran, alasan apa yang membuat Risky

menyukainya? Pertama kali mengenal Risky saja pada

saat dia mengantarkan buku di kelas Reina dua hari yang

lalu. Entahlah! Bodo amat. Lagian juga, mungkin yang

dikatakan oleh Kak Aldi tidak benar, mustahil jika Kak Risky

menyukaiku. Aku saja baru mengenalnya.

Semenjak Aldi mengatakan hal itu, sikap Risky

terhadap Reina agak aneh. Sejak kemarin ia merasa Risky

sering mengikutinya. Saat Reina mondar-mandir dari

kelas ke kantin pun, ia melihat Risky. Yang pasti, sejak

saat itu, yang tadinya masa bodo, Reina kini penasaran.

Apakah yang dikatakan oleh Aldi itu benar?

***

Minggu lalu Reina merasa risi dengan keanehan

sikap Risky yang tiba-tiba sering mengikutinya. Tapi

lama kelamaan, sudah mulai terbiasa. Awalnya ia tidak

peduli dan tidak mau tahu semua tentang cowok itu. Tapi

entah kenapa, rasa risi itu berganti dengan rasa

Page 61: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

51

penasaran. Mulai merasa nyaman dengan kehadiran

Risky di sekitarnya. Hingga sampai di titik mereka

menjadi sangat dekat. Reina sudah mulai menyukainya.

Kini Reina sangat terbuka kepada Risky, begitu pula

sebaliknya. Mereka sering melakukan hal-hal konyol,

kadang istirahat pun mereka menghabiskan waktu hanya

untuk mengobrol di bawah pohon di depan perpustakaan.

Mereka sering chatting sampai tengah malam. Tanpa

sadar, Reina kini sudah jarang menghabiskan waktu

bersama Titan dan Agus. Begitu pula dengan Risky, ia

sudah jarang ngumpul bareng Aldi dan kawan-kawannya.

Agus pernah menegur Reina agar tidak terlalu dekat

dengan Risky, apalagi sampai menyukainya. Memang

kenapa jika aku menyukainya?

Seharusnya Reina mendengar kata-kata sahabatnya

untuk tidak menyukai cowok itu. Akhir-akhir ini sikap

Risky berubah dan menjauhinya begitu saja. Ketika ia

menghampiri Risky, cowok itu malah mengacuhkannya

dan langsung pergi meninggalkan Reina.

“Gus... akhir-akhir ini Kak Risky kayak menjauh gitu,

deh. Nggak kayak biasanya.” Reina akhirnya curhat ke

Agus. “Memang begitu kok orangnya, kamu aja yang

terbawa perasaan!” ucap Agus tanpa menoleh ke arah

Reina.

“Tapi, kan…” belum selesai Rein bicara, Agus

langsung pergi keluar kelas. “Kenapa, sih, kalian kayak

gini? Kalian marah? Tan…?” ucap Rein sambil

memegang tangan Titan di atas meja, meminta

penjelasan kenapa mereka juga ikut berubah.

Page 62: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

52

Titan hanya melirik ke arah Reina. Titan tidak tahu

harus berbuat apa. Ia kecewa karena sikap Reina yang

sudah jarang mempunyai waktu bersama mereka, tapi

kasihan melihat Reina sekarang sudah dijauhi Agus dan

Risky. Tidak mungkin jika ia juga harus menjauhinya.

“Oke... gini Rein.” Ucap Titan sambil mengatur posisi

duduknya hingga bisa berhadapan dengan Reina “Kamu

tahu kenapa Agus kayak gitu? Dia itu sebenarnya suka

sama kamu, Rein! Ingat nggak waktu dia nasihatin kamu

supaya tidak terlalu dekat dengan Kak Risky? Waktu itu

dia tidak main-main, dia benar-benar tidak suka dengan

Kak Risky! Selain karena dia cemburu, dia curiga Kak

Risky itu cuma mau manfaatin kamu! Yang suruh Kak

Risky menjauh dari kamu juga, Agus.”

“Haah? Agus? Suka? Apaan, sih, jangan ngaco! Dia

nggak punya hak, loh, buat ngejauhin aku sama Kak Risky!

Agus sudah kuanggap sebagai sahabat, apa karena aku

sudah anggap dia sahabat jadi bisa mengusir siapa saja

yang menghampiri kehidupanku? Jangan bersikap bodoh,

Agus!” ucap Reina sedikit berteriak karena jengkel apa

yang dikatakan oleh Titan.

“Jangan pernah bilang Agus bodoh! Yang bodoh itu

kamu! Kamu tahu apa alasan Agus ngelakuin itu? Dan

kamu tahu kenapa Kak Risky tiba-tiba deketin kamu?”

“Yaaa... karena, Kak Risky itu... kan…” jawab Reina

ragu. Ia masih belum mengerti apa yang sebenarnya

terjadi.

“Kak Risky mengira kamu adalah adiknya yang

bernama Ica, yang kebetulan seumuran dan mirip sama

Page 63: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

53

kamu. Kak Risky juga sering memanggilnya Rein, karena

Ica sangat menyukai momen di saat hujan turun. Tapi,

Kak Risky harus berpisah dengannya, karena Ica dibawa

pergi oleh ayahnya ke Bandung, sedangkan Kak Risky

harus tetap tinggal bersama ibunya di Gorontalo. Orang

tua mereka berpisah, Rein. Nah, melihat kamu di kelas

saat dia mengantarkan buku waktu itu, dia pikir kamu

adalah Ica yang sudah kembali ke Gorontalo dan sengaja

mengganti nama supaya tidak ketahuan oleh Kak Risky.”

“Jangan asal bicara, Titan! Sejak kapan kamu tahu

kehidupannya Kak Risky?”

“Agus yang cerita. Agus juga berusaha meyakinkan

Kak Risky bahwa kamu benar-benar bukan Ica.”

“Tapi Agus tahu dari mana semua itu?”

“Sebenarnya, Kak Risky itu adalah kakak tirinya

Agus. Agus memang tidak pernah cerita soal ayahnya

yang menikah lagi. Apalagi sejak dia tahu, Kak Riskylah

yang menjadi kakak tirinya dan kamu sangat mirip

dengan adiknya, Ica. Selama ini Agus sayang padamu

Rein.”

Rein hanya diam dan tidak tahu apa yang harus

dilakukannya. Rein sudah terlanjur mencintai Kak Risky.

Ia tidak menyangka kalau Kak Risky hanya

menganggapnya sebagai Ica, bukan Reina!

“Tan... Sakit! Sakit!” ucap Reina yang tiba-tiba

menangis dan memeluk Titan. “Kenapa nggak bilang dari

awal, sih, kalau Kak Risky itu hanya mengira aku sebagai

Ica!”

Page 64: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

54

“Maaf Rein. Agus sudah pernah mengingatkanmu.

Seharusnya aku yang turun tangan untuk menjauhkanmu

dari Kak Risky, tapi waktu itu aku tidak mempunyai

alasan yang kuat.”

***

Dua bulan kemudian.

Agus, Titan, Risky dan Aldi tertawa terbahak-bahak

di bawah pohon di depan perpustakaan, mengingat

kejadian dua bulan yang lalu saat Reina menangis di

pelukan Titan. Reina hanya diam, sedikit malu jika

mengingat kembali kejadian itu. Tapi ia juga merasa

sangat marah karena dibohongi oleh mereka berempat.

“Hahahaha! Sumpah. Aku nggak nyangka kalau Rein

percaya gitu aja! Apalagi terjebak perangkap yang sama

sekali tidak kupikirkan.” ucap Aldi yang memegang

perutnya karena sakit terlalu banyak tertawa, hingga

memukul-mukul pahanya sendiri.

“Iya-iya bener! Apalagi pas Rein nangis di dalam

kelas. Sumpah, aku nahan ketawa, loh, saat itu.

Huhuhuhu... Tan, sakit…. Hahaha!” Ucap Titan, sambil

mempraktikkan Rein menangis pada saat itu.

“Hahaha! Kamu aja nggak tahan, apalagi aku! Liat aja

waktu itu aku langsung keluar kelas tanpa menoleh dan

tidak mau mendengar apa yang akan dikatakannya lagi.”

“Iih, udah aah… nggak usah dibahas lagi! Itu juga

kan kalian kerja sama, sedangkan aku cuma sendirian

nggak tahu apa-apa!” ucap Reina sedikit jengkel dan malu

karena mereka tidak mau berhenti membicarakan

kejadian tersebut.

Page 65: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

55

“Eh. Udah-udah.” Ucap Kak Risky yang sudah

berhenti tertawa sejak tadi. “Kasihan tahu, Reinnya.”

“Cie-cie… belain nih. Hahaha!” ejek Titan.

“Kayaknya, ada yang baper, nih,” lanjutnya lagi.

“Baper, baper. Kagaklah, orang Rein udah jadian sama

Aldi, ngapain aku cemburu. Lagian waktu itu, kan, aku

cuma disuruh sama anak satu ini!” ucap Risky sambil

menarik telinga Aldi.

“Aaah. Sakit, tahu! Rein tolongin aku, nih, abangmu

galak!” ucap Aldi mengadu ke Rein.

“Abang, abang! Abang tukang bakso kali yaa…

Hahaha!” ucap Rein.

“Hahahahaha!” semua pun ikut tertawa.

Seandainya kamu tahu. Yang selama ini aku lakuin, tuh

bukan karena disuruh Aldi, aku memang benar-benar sudah

mencintaimu sejak lama. Ya! Semenjak aku tahu namamu,

Puri Reina Pakaya. Selain Aldi, mungkin akan ada yang

memperhatikanmu. Walau hanya dalam diam. Risky hanya

tersenyum dengan hatinya yang sakit melihat Rein telah

bahagia bersama Aldi.

Page 66: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

56

Page 67: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

57

TETESAN HUJAN

Sutantri Malango

Malam itu, hujan yang begitu deras melanda Kota

Gorontalo. Seorang gadis tengah termenung di tepi sisi

tempat tidurnya dengan posisi kaki menekuk dan tubuh

yang gemetar. Ia menangis, menangis tiada hentinya.

Membayangkan tragedi yang menimpanya dua minggu

yang lalu, saat-saat terakhir ia melihat dengan matanya

saat kedua orang tuanya terkapar kaku tak bernyawa di

bawah guyuran hujan. Ia menyalahkan semua yang

terjadi, termasuk hujan yang turun saat itu. Jika saja saat

itu hujan tidak turun, mungkin saat ini orang tuanya

masih bersamanya.

“Rini, buka pintunya, Nak, kamu tidak bisa begini

terus.” Lirih seorang wanita paruh baya sambil terus

mengetuk pintu kamar keponakannya. Wanita ini juga

sangat terpukul dengan peristiwa yang menimpa

keponakannya itu. Kepergian adik dan adik iparnya itu

begitu cepat, meninggalkan trauma yang mendalam

kepada anak mereka. Mendengar suara sang bibi, Rini

bergegas menghampiri bibinya.

“Bibi… tolong Rini, Bi, Rini takut.” Rini terisak

sambil memeluk erat bibinya. “Kenapa hujan selalu turun,

Bi? Rini benci hujan!” Mendengar bentakan

keponakannya itu, bibi Rini kian memeluk erat tubuh Rini

seraya berkata, “Kamu tidak boleh bicara seperti itu, Nak,

hujan itu rahmat Tuhan. Kalau tidak ada hujan, makhluk

di muka bumi ini tidak bisa hidup.”

Page 68: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

58

“Bohong! Itu semua bohong. Buktinya hujan

membawa pergi ti mama dan ti papa. Hujan itu pembawa

sial, Rini benci hujan!” Teriak Rini histeris sambil

berlinang air mata. Bibinya hanya bisa ikut menangis

dalam diam melihat keadaan gadis bermata indah itu.

Telah lama berselang setelah kepergian orang

tuanya. Rini sampai harus ditangani oleh seorang dokter

yang sabar, yang tiap dua kali seminggu datang

memeriksa keadaannya. Dalam kunjungannya itu, Rini

harus disuntik obat penenang karena kondisinya sangat

memprihatinkan.

Baru satu bulan, Rini dinyatakan pulih. Namun,

kepribadian Rini seolah-olah hilang di bawah hujan saat

itu, saat ia menemukan kedua orang tuanya. Sebelum

tragedi itu, Rini dikenal sebagai anak yang sangat ceria,

pintar. Anak yang baru duduk di sekolah menengah

pertama itu sering menyebar tawa.

“Mas, aku harus bagaimana? Keadaan Rini semakin

memburuk.” Isak Bibi Rini dibalik telepon genggam.

“Kamu tenang, ya. Mas akan coba menghubungi

psikiater teman Mas agar mau membantu kita,” balas

suara dari seberang sana.

“Semoga saja, Mas, kasihan Rini. Dia sangat

tersiksa. Mohon lakukan yang terbaik!” Ucap bibinya.

* * *

“Tidak!”

Ia mendapati Rini sedang terengah-engah dan

tampak susah bernapas. “Kamu mimpi buruk lagi, Nak?”

Rini hanya memeluknya erat.

Page 69: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

59

Tuhan, angkatlah penderitaan anak malang ini.

Hari telah berganti, tetapi tidak ada tanda-tanda

yang menandakan perubahan terhadap diri Rini.

Pamannya telah berusaha mengundang psikiater dari luar

negeri tetap saja hasilnya nihil. Minggu pagi ini paman

dan bibi Rini memutuskan mengajak Rini ke rumah Oma

(ibu dari bibi dan ibunya) yang berada di Desa Kabila.

Sudah lama mereka tidak berkunjung ke sana. Dalam

perjalanan, Rini hanya diam sambil menatap ke arah luar

kaca jendela. Begitu indah pemandangan sawah yang

berwarna kuning menandakan padi siap untuk panen.

Tanpa terasa, air mata Rini kembali menetes

membayangkan dulu setiap libur sekolah ia pergi ke

rumah neneknya bersama ayah dan ibunya. Kini semua itu

tinggallah kenangan. Sesampainya di rumah oma, Rini

langsung melangkah dengan dingin dan tatapan yang

datar. Kakek dan neneknya hanya ikut menatap Rini

dengan tatapan sedih, memaklumi semua perilaku cucu

yang paling mereka sayangi itu.

Malam pun menjelang, kakeknya hanya menatap

Rini dengan sedih, melihat anak itu hanya duduk berdiam

diri di teras rumah dengan air mata berlinang di pipi.

Terbesit ide kecil di pikiran kakeknya untuk mengajak

Rini melihat pasar malam di desa seberang, di desa

Suwawa. Desa itu berjarak tak terlalu jauh dari rumah

mereka.

“Rini, ayo ikut kakek. Kita pergi ke desa seberang

untuk melihat pasar malam.” Ajak kakeknya dengan

lembut. Rini hanya bisa menghela napasnya, menyadari

Page 70: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

60

maksud baik kakeknya di balik suara lembutnya itu. Rini

pun luluh. Meski ia tak punya keinginan sama sekali

untuk pergi. Ia sangat lelah, lelah untuk hidup. Seakan

semuanya telah hilang dalam dirinya. Hanya saja ia tidak

mau mengecewakan kakeknya.

Dalam perjalanan menuju pasar malam itu, Rini dan

kakeknya menaiki sepeda, ditemani lentera kecil yang

mereka gunakan untuk menerangi jalan.

“Cuacanya sangat indah, Rini, coba kamu lihat begitu

banyak bintang malam ini,” ucap kakeknya berusaha

untuk membuka percakapan. Laki-laki tua itu sangat

sedih melihat cucunya yang muram.

“Hmmm,” balas Rini yang berada di belakang sang

kakek tanpa niat sedikitpun untuk menatap langit.

Tiba-tiba ban sepeda yang mereka kendarai bocor.

Memaksa mereka berhenti.

“Kenapa harus bocor? Perjalanan sudah setengah,

apa yang harus kita lakukan?” Helaan napas berat

kakeknya terdengar saat mata tuanya itu tertuju pada

bagian belakang ban sepeda.

“Lebih baik kita pulang, Kek.”

“Rini, ini bisa diperbaiki, Nak, tinggal sedikit lagi kita

sampai. Kamu istirahat saja dulu di pondok itu. Bawa

lentera ini.” Kakeknya menunjuk ke arah pondok kecil

yang terletak di tengah sawah, yang biasa digunakan para

petani di desanya untuk beristirahat.

Hanya anggukan kecil yang dilakukan Rini untuk

mengiyakan permintaan kakeknya. Dengan langkah

gontai, Rini berjalan melewati sawah dengan membawa

Page 71: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

61

lentera kecil untuk segera duduk di pondok kecil itu. Dari

pondok itu, Rini bisa melihat kakeknya serius

memperbaiki ban yang bocor. Namun, tiba-tiba saja

terdapat kecoak kecil berjalan melintas di kaki Rini, yang

sontak membuat lentera di tangannya terlepas. Lentera

itu pun pecah dan mengakibatkan percikan api. Dalam

waktu sekejap, percikan api itu membesar dan langsung

merambat ke seluruh persawahan sehabis panen yang

memang sangat kering. Api kian membesar dan

menyebar ke seluruh persawahan dan membuat Rini

terjebak di dalamnya. Ia tidak bisa keluar. Sang kakek

yang menyaksikan hal itu berteriak sekuat tenaga

memanggil bantuan. Ia tidak bisa menyelamatkan Rini

seorang diri. Sayangnya, saat itu tidak ada penduduk desa

di sekitar, hanya ada banyak persawahan yang membuat

kakeknya kewalahan mencari bantuan. Mungkin orang-

orang juga pergi ke pasar malam. Rini terus menangis,

meminta tolong, ia tidak bisa melihat apapun karena api

yang begitu besar. Sekelilingnya begitu panas. Ia bahkan

bisa merasakan api di sekujur tubuhnya. Akibatnya, Rini

jatuh tak sadarkan diri.

Rini terbangun dan menemukan dirinya di ruangan

serba putih dan bermandi cahaya. Dengan sekuat tenaga,

Rini berusaha menerobos cahaya itu. Dari balik cahaya, ia

melihat dua sosok manusia yang begitu familier baginya.

Rini mengucek matanya sambil terus berjalan mendekati

sosok itu. Betapa terkejutnya ia saat menyadari bahwa

kedua sosok itu adalah sosok yang sangat ia rindukan,

Page 72: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

62

sosok yang begitu ia sayangi dan cintai. Kedua sosok itu

tersenyum menatapnya.

“Papa! Mama! Rini sangat merindukan kalian,

tolong jangan tinggalkan Rini sendiri lagi.”

“Sayang, mama dan papa selalu berada di sisimu.

Kami tidak pernah pergi, Nak.” Ibunya tersenyum penuh

kasih.

“Iya sayang. Mama dan papa selalu bersamamu.

Berhenti menyalahkan sekitarmu, Nak. Kepergian kami

itu sudah takdir. Kamu harus melanjutkan hidup. Ada

banyak orang yang sangat menyayangimu,” tambah sang

ayah.

“Seandainya saja saat itu hujan tidak turun, mobil

yang kita kendarai tidak akan tergelincir,” isak Rini.

“Sshhhhh. Sayang, hujan tidak pernah bersalah atas

kepergian kami. Papamu yang memang sengaja

membanting setir untuk menghindari ranting pohon

yang nyaris mengenaimu di jok mobil bagian belakang.

Kamu memang tidak tahu karena saat itu kamu sedang

tidur lelap.

Rini ingin bersuara tapi dadanya sesak.

“Saat ban mobil ayah tergelincir, kita terhempas

keluar mobil. Setelah kita terhempas, barulah hujan turun

sangat lebat, membuat kamu terbangun dan langsung

menyaksikan kami terkapar kaku tak bernyawa,” tambah

ibunya lagi.

“Maafkan papa, Nak. Papa melakukan itu demi

keselamatanmu. Kami sangat menyayangimu, jangan

Page 73: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

63

hidup dengan terus menyalahkan sekitarmu, kami selalu

bersama di dalam hatimu.” Ayahnya kembali bicara.

“Rini ingin ikut kalian, jangan tinggalkan Rini, Rini

hanya ingin kalian!” Teriak Rini.

“Kamu tidak boleh bicara begitu, Nak. Dunia kita

telah berbeda. Kamu harus menjalankan hidupmu dengan

baik, jangan buat kami kecewa. Kamu harus bahagia dan

membanggakan kami. Paman, bibi, kakek, nenekmu,

mereka selalu bersamamu,” ucap ibunya seraya pergi

menjauh dari dekapan Rini dan hilang begitu saja dari

penglihatnnya, diikuti sang ayah.

“Mama, papa? Jangan pergi!” Bersamaan dengan

teriakan itu, Rini tersadar dari mimpinya. Ia barusan

merasakan ada tetesan air yang mengenai wajahnya. Saat

tersadar Rini melihat api yang sudah padam. Hanya

tersisa kepulan asap kecil.

“Apakah tadi turun hujan? Padahal cuaca tadi begitu

cerah tanpa mendung sedikitpun.” Rini berbicara pada

dirinya sendiri.

“Rini? Kamu di mana?” Terdengar teriakan paman

dan kakeknnya dari jauh.

“Rini di sini!” Balas Rini dengan teriakan.

“Astaga Rini, kamu tidak apa-apa? Kami sangat

mengkhawatirkanmu.” Paman langsung memeluknya.

“Rini tidak apa-apa, hmmm, apakah tadi turun

hujan?” tanya Rini pada pamannya, kakek, dan beberapa

orang yang berada di situ.

Page 74: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

64

“Iya, sayang, tadi saat kakek pergi mencari bantuan,

hujan turun begitu deras. Entah kenapa itu bisa terjadi,

padahal cuaca tadi begitu cerah.” Jawab kakek.

“Oh, mungkinkah hujan yang sudah menyelamatkan

nyawamu?” ucap sang paman dengan senyuman. Seolah

tersadar, Rini terbayang akan mimpinya tadi saat

bertemu papa dan mamanya, juga perkataan mereka yang

membuat ia sadar, bahwa benar apa yang dikatakan

bibinya beberapa waktu lalu. Hujan adalah karunia Tuhan

yang begitu berharga.

Semenjak kejadian itu, Rini kembali bangkit seperti

semula dengan ceria, bahagia, dan selalu menyebar tawa.

Rini telah menjalankan hidupnya secara normal walau

tanpa mama dan papanya. Ia telah berjanji untuk

membanggakan semua orang yang menyayanginya dan

satu lagi, ia telah memutuskan bahwa hujan adalah yang

sangat ia tunggu-tunggu kehadirannya. Dari hujan dia

bisa belajar bahwa hujan selalu siap datang kapan saja

sekalipun kehadirannya tidak pernah diinginkan. Dan ia

mulai menghargai setiap tetesan dari hujan, sama dengan

caranya menghargai seluruh kehidupan seluruh makhluk

di muka bumi ini.

Page 75: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

65

DI BALIK TUMBILOTOHE

Sri Ama Gumohung

"Aku cinta sama kamu, Anisa"

"Kamu mabuk lagi?"

"Tidak, aku serius."

***

Langit senja binasa dihalau malam berbintang.

Gemerlap cahaya jingga kian tampak di mana-mana.

Kepulan asap menanjak ke angkasa, sebelum akhirnya

lenyap bersama angin. Tidak ada rumah yang

terlewatkan, masing-masing berhiaskan lampu minyak

tradisional yang mampu menyelimuti seantero kota. Pun

kerlap-kerlipnya mengisi kehampaan di setiap jalanan.

Sesekali bunyi meriam bambu beradu menciptakan

keramaian. Tradisi tumbilotohe23, begitu orang-orang

Gorontalo menyebutnya. Tradisi khusus untuk

menyambut Idul Fitri yang dilakukan selama tiga malam

terakhir berturut-turut sebelum malam takbir.

Selepas buka puasa, Anisa membaringkan tubuh di

kasur. Sorot matanya bertumpu pada langit-langit kamar.

Otaknya dipenuhi rekaan kejadian beberapa tahun silam.

Jauh sebelum sepeninggal ayahnya, saat-saat seperti ini

akan menjadi hari paling bahagia. Salat berjamaah, buka

puasa bersama, jalan-jalan, ah, betapa Anisa merindukan

itu semua. Sekarang, bahkan penghuni rumah tinggal ibu

dan dirinya. Kakaknya yang paling tua telah menikah dan

23 Tradisi malam pasang lampu botol di Gorontalo pada tiga malam terakhir sebelum hari raya Idul Fitri

Page 76: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

66

tinggal di luar daerah. Sedang kakak yang kedua bekerja

di negeri orang. Hambar, malam yang harusnya istimewa

menjadi tidak berarti sama sekali.

Anisa hanyut dalam masa lalu. Terlalu manis untuk

tidak dikenang. Sudah malam kedua tumbilotohe. Ia rindu

menggantung lampu botol di depan rumah dan bermain

kembang api. Bercanda di depan tv sambil menunggu

salat tarawih lalu berangkat menuju masjid bersama.

Ayah yang selalu tersenyum mendengar Anisa

menceritakan kegiatannya seharian penuh. Kakak yang

terus menerus curhat karena tidak sanggup menahan

lapar dan dahaga ketika siang. Kadang Anisa tidak segan-

segan melontarkan kalimat, ”Bo payah ti kaka ini24, Nisa

saja tahan,” disusul gelak tawa sarkastis. Kemudian

ibunya berperan sebagai pelerai pertengkaran kecil dan

saling mengejek di antara mereka yang terjadi setelah

itu. Amat sangat indah, namun segalanya sirna ditelan

waktu.

Anisa memejamkan mata erat-erat. Bersedih dalam

waktu lama tidak akan mengembalikan apa yang telah

lewat. Gadis itu menggeliat dengan kepala yang masih

berbantalkan tangan. Telinganya menangkap

keheningan. Seketika kejadian konyol tadi malam

terngiang di kepala. ”Aku cinta sama kamu Anisa.” Aneh,

kata yang semestinya tidak diucapkan bagi sesama

perempuan, kecuali lesbi. Anisa bangkit dan menegakkan

duduknya. Matanya yang masih sayu terfokus pada

24 Kakak ini lemah

Page 77: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

67

handphone yang menyala di atas meja belajar. Lima

panggilan tak terjawab datang dari sahabatnya, Fani.

Keningnya berkerut, tumben sekali. Berhubung tidak

punya pulsa, Anisa mengklik tombol panggil lalu segera

dimatikan. Menunggu panggilan balik, Anisa bermaksud

ke kamar mandi untuk mencuci muka. Belum sempat dia

berdiri, telepon masuk dari Fani begitu cepat.

“Halo?”

“Halo, Nisa? Habis tarawih jalan-jalan, yuk? Malam

pasang lampu bagini rame.”25

“Asalkan jemput!”

“Nde oke26!”

Bermodalkan sepeda motor, Anisa dan Fani melaju

membelah jalanan Limboto. Bambu-bambu tempat

menggantung lampu, yang dipatok dengan aneka bentuk

sepanjang jalan, sanggup membuat keduanya bak berada

di lorong cahaya. Embusan angin malam merasuk

menembus pori-pori kulit. Tibalah mereka di pelataran

menara Limboto. Tujuan awal Fani memang mengajak

Anisa ke tempat ini. Satu demi satu anak tangga mereka

pijaki, hingga akhirnya mencapai tumpuan terakhir. Dari

puncak menara, mereka bisa melihat seluruh kota

bermandikan cahaya yang berkedap-kedip. Terang-

benderang, kota itu bersinar terang. Sayang, jika suatu

waktu tradisi ini akan hilang dimakan masa. Mengingat

zaman yang semakin modern. Anisa terdiam

mengkhawatirkan masa itu tak lama lagi datang.

25 Malam pasang lampu seperti ini pasti ramai 26 Baiklah

Page 78: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

68

“Nisa, kamu tahu LGBT, kan?” Tak ada angin, tak

ada hujan, Fani tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang

sukses membuat Anisa terkejut.

“Apa tadi kamu bilang? LGBT? Memangnya

kenapa?” Pandangannya ia alihkan pada Fani. Matanya

menatap mantap, membutuhkan segera jawaban maksud

dari pertanyaan itu.

“Kalau aku sukanya sama perempuan?”

Kali ini, Anisa tertegun. Tak satu pun kata keluar

dari mulutnya. Perempuan itu kaget bukan kepalang. Jika

itu lelucon, pasti itu adalah lelucon yang paling tidak lucu.

Bagaimana mungkin jeruk makan jeruk? Otaknya makin

tidak keruan. Sejenak ia berpikir, saat ini LGBT memang

sedang menyebar di kalangan remaja. Perkara gila

menurutnya.

“Hahaha! Bercanda, Sa,” tawa Fani pecah, gadis itu

menggandeng bahu Anisa. ”Pulang Yuk?”

Anisa mengernyit bingung, ia terlanjur serius

menanggapi. Sebab, sahabatnya itu akhir-akhir ini

bertingkah aneh. Fani sering membicarakan seputar artis

tomboi luar negeri. Waktu itu mereka menonton film

yang kurang lebih bercerita hubungan sesama jenis.

Anisa tidak mengerti antusiasme Fani yang begitu tinggi.

Sempat mengada-ada, Anisa mengira Fani sudah tidak

normal. Dan detik ini, kalimat yang dilontarkan Fani

seolah mengindikasikan bahwa sangkaan Anisa benar

adanya. Ia menilik lekat-lekat wajah sahabatnya. Semoga

tidak, semoga tidak, ya Tuhan. Toh, katanya juga cuma

Page 79: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

69

bercanda. Pinta Anisa dalam hati. Lantas mereka

meninggalkan tempat itu.

Tidak terhitung lagi berapa kali Anisa meliuk-liuk di

tempat tidur. Gelisah. Entah mengapa, kejadian tadi

terasa begitu mengusik. Padahal jelas-jelas Fani cuma

bercanda, tidak lebih. Ada hal lain yang mengganggu

pikirannya. Mendengar perkataan Fani, ia teringat

sesuatu. Sahabatnya, Eca yang tepat betul serupa laki-

laki. Anisa pernah menjumpai Eca sedang merokok.

Mabuk juga pernah.

”Kalau kamu masih suka kita berteman, jangan

lakukan ini lagi!” Kala itu Anisa marah dan membentak

Eca mati-matian. Pelan-pelan Eca menyingkirkan

kebiasaan buruknya. Tapi gaya tomboi sulit dihilangkan.

Anisa sebenarnya nyaman berteman dengan Eca, mereka

sering berduaan dan beredarlah rumor di sekolah kalau

mereka lesbian. Anisa tidak menghiraukan awalnya. Kan

tomboi belum tentu lesbi. Teori tersebut hancur tatkala

Eca yang notabene perempuan, mengutarakan langsung

perasaan cintanya pada malam pertama Tumbilotohe.

“Nisa, bangun sahur!” Wanita paruh baya menepuk-

nepuk pundak Anisa lembut, berharap anak itu segera

bangun.

Anisa bergumam pelan, memberi tanda bahwa ia

sudah bangun. Menggaruk-garuk leher, tapi mata

tertutup rapat enggan dibuka. Ibunya tahu, pasti belum

sadar sepenuhnya. Terbukti, Anisa membalikkan badan

dan kembali memeluk bantal guling.

“Nisaaa, Nisaaa bangun!”

Page 80: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

70

Anisa bergumam, lagi. Dia mengerjap dan mendapati

jam dinding menunjukkan pukul empat lewat. Imsak!

Serunya dalam hati. Matanya membulat lekas, buru-buru

ia melonjak dari tempat tidur.

”Mama kelamaan, sih, banguninnya,” komentarnya

sembari merapikan rambut yang acak-acakkan. ”Menuju

mi goreng dan melampauinya!” Lanjut Anisa ala pemeran

film kartun Toy Story yang sering ia tonton sewaktu kecil.

”Lama apanya, kamunya saja yang susah bangun.”

Ibunya mengernyit heran.

Di hadapan meja makan, Anisa menyantap lahap mi

goreng. Sementara ibunya mengamati dengan raut muka

sendu.

”Kamu tidak bosan, No’u? Tiap hari cuma bisa sahur

mi goreng saja,” samar-samar terdengar nada penyesalan.

“Maaf, mama belum punya cukup uang buat beli makanan

enak untuk kamu.”

Anisa berhenti makan sejenak, lalu meminum

seteguk air putih. ”Tidak apa, Ma, lagian mi goreng selalu

bisa mengundang selera Nisa untuk sahur, aromanya itu,

loh!” ucap Anisa sambil tersenyum, berupaya

menenangkan hati ibunya.

Hari ini, Anisa memiliki jadwal kajian di sekolah.

Maklum, bulan puasa begini sekolahnya mengadakan

tablig akbar yang wajib diikuti siswa. Meski Anisa bukan

tipe muslimah yang taat-taat amat, tapi hatinya

terdorong ingin berubah sebagai remaja tobat. Tentu saja

ia tidak sendirian. Fani dan Eca diajaknya turut serta.

Sebetulnya ia tidak yakin seratus persen Eca mau diajak

Page 81: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

71

pergi, tapi apa salahnya mencoba. Bagaimanapun, Anisa

ingin sahabatnya berubah. Ketika dihubungi tadi, Eca

mengindahkan permintaan Anisa.

“Dasar perempuan tidak berguna!”

Pekikkan keras seorang wanita, dapat didengar

hingga teras rumah. Kini Anisa dan Fani berada tepat di

depan pintu rumah Eca. Mereka berniat hendak

menjemput untuk berangkat berbareng ke sekolah.

Namun kelihatannya terjadi pertengkaran di dalam.

Anisa dan Fani saling bertatapan, masing-masing

mengangkat kening semacam mengisyaratkan “lalu?”

Setelah cukup lama menunggu, Fani memberanikan diri

mengucapkan salam dan mengetuk pintu serta

memanggil-manggil nama Eca. Berulang kali, hingga

akhirnya pintu terbuka. Cepat-cepat Eca keluar dan

membanting pintu.

“Ayo,” ajak Eca langsung menarik kedua tangan

temannya,” ini cara pakainya bagaimana?” Ia

menyodorkan jilbab segi empat hitam yang terpaut di

tangan, bisa jadi itu milik ibunya. Rambutnya digunting

sependek mungkin persis laki-laki. Gadis itu memakai

celana jeans hitam dan jaket bomber coklat. Sungguh

berbeda dengan Anisa dan Fani yang memilih

mengenakan gamis.

"Demi doraemon dan kawan-kawannya, musnahkan Eca

segera!"

Anisa melirik susah payah, ia canggung setengah

mati. Apalagi ketika Eca menatapnya intens. ”A..nu eh

itu," ia menggigit bibir bawahnya, ingin sekali membantu

Page 82: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

72

Eca memakai jilbab tapi tertahan karena jantungnya

serasa mau copot saat itu juga. Mujur, Fani segera

mengambil jilbab itu dan membantu Eca

memasangkannya di kepala. Diam-diam Anisa mengucap

syukur dalam hati. Ia mendengus lega. Tanpa sadar, Eca

memperhatikan gerak-geriknya yang mendadak kikuk

itu.

Karena malam itu, ya? Pikir Eca.

Pacaran, tema kajian yang cukup bagus. Anisa

teringat pacarnya, Adrian. Mereka tengah menjalin

hubungan jarak jauh. Baru-baru ini ia diberi kabar,

pacarnya akan kembali ke Gorontalo besok. Ia senang,

tapi di sisi lain ia takut. Tersadar akan firman Allah Swt.

terkait larangan berpacaran. Tidak apa-apalah, kalau

dipikir-pikir pacaran mereka juga tidak berlebihan seperti

kata orang. Anisa bermonolog, melupakan fakta bahwa

pacaran adalah jalan mendekati zina.

Malam terakhir tumbilotohe, wajah Anisa berseri-seri.

Setelah sekian lama menahan rindu, ia akan berjumpa

dengan Adrian. Tak mau terlihat jelek, Anisa

mempercantik diri dengan berdandan. Kali ini,

penampilannya sedikit berbeda. Kalau dulu ia

membiarkan rambutnya terurai, sekarang ia menutupinya

dengan kerudung.

”Sempurna,” ucap Anisa di depan cermin seraya

tersenyum simpul.

Cukup lama menunggu, Adrian datang dengan

balutan jaket hoodie. Perlahan namun pasti, Adrian

melangkah mendekati Anisa. Mungkin efek karena lama

Page 83: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

73

tak bertemu, jantung Anisa berdebar lebih cepat dari

biasanya. Sama halnya ketika pertama kali bertemu

Adrian dulu. Beberapa saat Adrian memperhatikan Anisa

dari ujung kepala sampai kaki. Tangannya dimasukkan

kedalam saku jaket.

“Aku mau kita putus, Sa.”

Ucapan Adrian membuat hati Anisa mencelus.

“Aku pikir…”

“Maaf Sa, aku bosan. Kita masih bisa temenan, kok.”

Malam ini, di bawah sinaran lampu tumbilotohe, Anisa

menundukkan kepala. Tumpah, air matanya tak kuasa ia

bendung. Anisa menarik napas dalam-dalam.

“Bosan kamu bilang?A ku menyesal pernah percaya

sama kamu.” Sekali lagi air matanya meluncur bebas.

Eca datang sekonyong-konyong, dengan celana yang

sobek di bagian lutut dan kaus putih polos serta sepatu

kets yang dipakai, ia duduk di samping Anisa dan

memeluknya. “Laki-laki tidak tahu diri. Pergi kamu!”

Tanpa rasa bersalah, Adrian berlalu pergi. Anisa

menangis tersedu-sedu dalam dekapan Eca. Jari-

jemarinya meremas kuat baju yang Eca pakai.

“Sudahlah, Sa, laki-laki seperti itu tidak pantas kamu

tangisi.”

“Tapi aku sayang, aku sayang sama dia.”

Eca termenung. Mungkin memikirkan kata ‘sayang’

yang barusan Anisa ucapkan. Ada rasa tak wajar yang

menggeluti diri Eca. Rasa itu seolah bereaksi membentuk

naluri ingin memiliki. ”Aku juga sayang sama kamu.”

Page 84: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

74

Ingin sekali kalimat itu ia muntahkan di hadapan Anisa,

namun ia urungkan.

“Pipi kamu kenapa, Ca?” tangan Anisa menyentuh

bagian pipi Eca yang lebam.

“Aw! Sakit.” Eca menahan tangan Anisa, ”Ditampar

Papa,” ujarnya lirih.

“Kok, bisa?” Tampang Anisa serius, ia mengelap air

mata dan membetulkan posisi duduk.

“Entahlah,” dengan meraba pipinya yang sedikit

bengkak. ”Sudah sering kali malah.”

“Semua orang tua pasti sayang anaknya, Eca. Tidak

mungkin dia menampar kamu tanpa alasan.”

Eca terkekeh pelan. ”Kamu beruntung, Sa. Kamu

hanya belum merasakan bagaimana hidup tanpa kasih

sayang orangtua,” ia tersenyum hampa. ”Dari kecil, aku

tinggal dengan omaku. Papa dan mama menitipkanku

karena mereka sibuk dengan pekerjaannya. Di tempat

Oma, pergaulanku parah. Sampai suatu hari aku pindah

ke rumah orang tuaku.” Eca menoleh Anisa yang sedari

tadi mencermati. ”Mereka tidak bisa terima kondisiku

yang seperti ini,” Eca mendengus, ”tomboi” senyum kecut

mengakhiri kalimatnya.

“Kamu harus berubah Eca. Ingat masa depan kamu!”

Rasa iba menyergap hati Anisa. Roman mukanya beralih

sedih.

“Tega kamu, Sa!”

Teriakan Fani yang entah bagaimana bisa berada di

situ, sontak menjadikan Anisa dan Eca mengalihkan

pandangan.

Page 85: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

75

“Dulu Adrian, sekarang Eca, siapa lagi?”

Dahi Anisa berkerut bingung, ia berdiri dan

menghampiri Fani.

“Dulu, aku relakan Adrian demi kamu Anisa!”

Fani semakin menjadi-jadi. Beruntung mereka

berada di tempat yang jauh dari keramaian.

“Maksud kamu apa, Fani?”

“Bodoh,” Fani berdecih, ”Dulu aku pernah cerita ke

kamu, Sa. Aku suka kakak kelas kita. Setiap hari aku ajak

kamu ke kantin lewat kelas XI IPS 1, kelas Adrian,

Anisa!”

“Kamu tidak pernah bilang nama Adrian, Fan. Mana

aku tahu.”

“Kamu memang tidak pernah peka, Anisa! Kamu

tidak melihat tatapan aku yang lain kalau berhadapan

dengan Adrian. Kamu tidak mau melihat tingkah aku

yang beda ketika berada dekat Adrian. Aku bahkan

menyimpan foto-fotonya. Dan kamu, sahabat aku, tidak

pernah sadar itu, Sa!”

Anisa diam membisu. Tolol, ia merutuk dirinya.

“Makanya, pas aku tahu kamu berpacaran dengan

Adrian, hati aku hancur Anisa. Dan yang ada saat itu

hanya Eca, Sa. Kamu ke mana?”

“Maaf Fani, aku….”

“Sekarang terserah kamu. Terserah kamu mau bilang

aku tidak waras lagi, terserah. Terus terang aku mulai

jatuh cinta sama Eca. Aku sayang dia, Anisa!”

“Astaghfirullahal’azim, istighfar Fani!” seru Anisa

lantang.

Page 86: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

76

Seperti terkesima, Eca terpaku di sela-sela

percekcokan.

“Aku….”

“Cukup Fani!” potong Eca.” Kamu kira aku tenang

dengan kondisi menjijiKkan ini?” Erangnya. ”Rasa itu

refleks Fani. Tidak peduli seberapa kuat aku menahan,

hasrat itu datang dengan sendirinya, membuatku resah.

Aku mencintai Anisa. Selama ini aku mendekatimu tidak

lain karena kamu dekat dengan Anisa. Tapi aku sadar,

semua hanyalah semu. Sampai kapan pun aku tidak akan

pernah bisa memiliki Anisa. Aku sadar, aku perempuan.”

"Tapi," kalimat Fani tertahan, memang benar, ia

tidak sepatutnya bertingkah seperti itu.

"Aku tahu ini sulit, tapi aku mau berubah. Aku yakin,

orang tuaku pasti malu punya anak model sepertiku."

* * *

Anisa memperhatikan wanita muslimah dari balik

dinding kaca. Wanita itu, setelah meninggalkan surat

permintaan maafnya pada Anisa, ia menghilang. Ia tidak

pernah menyangka Fani telah menjadi seorang ustazah

yang kini tengah mengajar anak-anak mengaji. Belum

lama ini, Anisa juga menerima kiriman undangan

pernikahan, tertera nama Eca di sana. Walaupun mereka

belum bersua satu sama lain, setidaknya hati Anisa

tenang mengetahui kabar sahabat-sahabatnya. Ia

berharap bisa bertemu di pesta pernikahan Eca nanti.

Anisa beranjak, masuk ke dalam mobil dan meninggalkan

tempat itu.

Page 87: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

77

Usai Eca mengutarakan keinginannya untuk

berubah, Fani berlari pergi tanpa kata-kata. Sejak insiden

itu, Anisa mulai menuntun Eca hari demi hari. Mereka

rutin mengikuti kajian dan belajar agama di masjid

terdekat. Tumbilotohe tiga tahun lalu telah meninggalkan

bekas yang dalam di hati Anisa.

Page 88: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

78

Page 89: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

79

NERACA

Devianti Ibrahim

Jika ditinjau dari pemikiran anak akuntansi, neraca

berarti keseimbangan. Namun, jika ditinjau dari pemikiran

anak hukum, neraca sering diartikan sebagai sebuah keadilan.

Bukankah keseimbangan dan keadilan memiliki makna yang

serupa? Yang berbeda di sini hanyalah penggunaan

kosakatanya, tidak dengan maknanya. Untuk anak akuntansi,

keseimbangan saldo antara debet dan kredit sangatlah penting.

Bukankah begitu pun dengan anak hukum? Bukankah keadilan

sangat diperlukan dalam suatu negara?

Jika keadilan tidak diperlukan, lalu apa gunanya sang

Hakim? Bukankah Hakim dipekerjakan untuk memberikan

keadilan yang murni? Jika benar seperti itu, lalu mengapa

banyak sekali tikus yang berkeliaran dengan gesit di negara

yang kaya akan rempah-rempah ini? Mengapa mereka tidak

dihadapkan dengan sebuah palu dan jeruji besi? Ah, jika begini

ceritanya, ada sebuah kemungkinan bahwa telah terjadi

pertukaran kertas berharga antara si tikus dan sang hakim.

Sungguh, mengagumkan! Hanya dengan sehelai kertas, si

tikus dapat duduk dengan tenang di kursi kebesarannya.

Hanya dengan sehelai kertas si tikus dapat berjalan seraya

mengangkat dagunya dengan begitu tenang. Ckck, apakah ini

yang dinamakan keadilan? Jika begini situasinya, akan jadi

apa Indonesia nantinya? Apakah hanya akan jadi tameng bagi

tersangka yang sesungguhnya?

Ah, ralat! Hakim mengatakan bahwa ia telah mengetuk

palu dengan benar, dan menghukum orang yang memang

Page 90: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

80

sudah seharusnya dihukum. Bila benar, mengapa orang yang

tidak tahu-menahu diadili dan dihadapkan dengan jeruji besi?

Coba pikirlah! Ia memiliki keluarga, ia memiliki seorang anak,

ia memiliki tanggung jawab yang harus

dipertanggungjawabkan.

Akan jadi seperti apa nasib keluarganya? Nasib anak-

anaknya? Dan bagaimana dengan perannya sebagai kepala

keluarga? Apakah beberapa penyataan tersebut masih belum

bisa menggerakkan hatimu, Pak Hakim? Oh, tidak! Kurasa

hatimu masih belum tergerak dan mungkin memang tidak

akan tergerak, kurasa engkau sekarang tengah tertawa

membaca isi surat ini, dan kurasa engkau hanya akan

mengabaikan surat ini lalu membuangnya dengan kasar. Jika

kau berpikir ini hanya spekulasi semata, jadi mari kita

buktikan, Pak Hakim.

Ttd.

Afni Danial

Prak!

Seperti dugaan si pengirim surat. Hakim itu, Yusuf,

benar-benar membuang sehelai kertas HVS berukuran A4

itu dengan kasar dan penuh amarah tentunya. Namun,

seketika emosinya memudar begitu saja digantikan

dengan rasa penasaran mengenai siapa pengirim surat

tersebut. Alisnya mengerut kecil, mencoba memikirkan

siapa pengirim surat yang lebih pantas dicurigai agar

mudah diselidiki. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja

kecurigaannya mengacu pada tersangka yang baru saja

diadili pagi tadi.

Page 91: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

81

Yusuf tertegun, mungkinkah pengirim surat itu

adalah anak dari tersangka yang diadilinya pagi tadi? Ah,

ia benar-benar mengapresiasi keberanian gadis itu.

Refleks, ia tertawa remeh. Lalu empat detik setelahnya

meraih ponsel yang ada di atas meja kerja, membuka

aplikasi kontak dan berhenti tepat di nama kontak,

“Pengawal Simon”.

“Iya, halo?” Terdengar suara berat khas lelaki dari

seberang.

“Cari informasi mengenai anak bernama Afni Danial.

Setelah menemukan informasinya, beritahu saya dan

bawa dia ke rumah saya. Secepatnya.”

“Baik, Pak Hakim.”

Tut...tut...tut.

Sambungan telepon terputus. Yusuf memijit

pelipisnya. Sesungguhnya, gadis itu memang sedikit

membuatnya agak terancam. Yang ia takutkan ialah gadis

itu memiliki bukti yang dapat mencemarkan nama

baiknya sebagai hakim, menurunkannya dari jabatan

yang ia duduki saat ini, hingga yang lebih fatal lagi ia

akan berhadapan langsung dengan jeruji besi.

***

“Eh, kita 27dengar ada anak lo tikus di sini.” Sahut

Rahmat, salah seorang siswa di kelas XI Akuntansi 3

yang memang hobi menggosip.

27 Saya

Page 92: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

82

“Wolo, wolo? Anak lo tikus?28 Hahaha!” Dita

menambahi. Kali ini mengakhiri sindiran tersebut dengan

tawa paksa.

“Wey, sapa poli ini ey?29 Ckck...” Puput yang baru

datang segera masuk dalam aksi sindir-menyindir itu.

Tak peduli dengan tas yang masih menyampir di kedua

bahunya.

“Podaha depe anak olo somo jadi tikus lo Akuntansi

3!”30 sahut salah seorang siswi yang diketahui namanya

Virda.

“Dia mobilang pa depe Papa ngoni seh.”31

“Depe Papa di penjara bagitu moba ini pa torang?

Waaa, bo lucu!”32

Afni menghela napas pelan, mencoba menganggap

bahwa semua sindiran yang dilontarkan teman-temannya

itu hanya angin lalu. Namun, semakin lama sindiran

mereka semakin menjadi yang mau tidak mau membuat

gendang telinga gadis itu panas serasa baru saja terbakar.

“Anggap semua itu angin lalu, Afni.”

Afni terkejut. Gadis itu menoleh ke kiri, ke sumber

suara. Di sana, ia mendapati Reza yang tengah tersenyum

padanya. Dan Afni tahu itu senyum motivasi yang biasa

diberikan Reza padanya.

“Angin lalu? Kau jalankan otakmu, pikirlah kalimat

yang mereka lontarkan untukku. Apa kau masih akan

28 Apa? Apa? Anaknya tikus? 29 Hey, siapa lagi ini? 30 Hati-hati anaknya juga akan jadi tikusnya Akuntasi 3 31 Diia akan mengadukan kalian pada ayahnya 32 Ayahnya ada di penjara, masa bisa melabrak kita? Lucu!

Page 93: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

83

berkata padaku agar menganggap itu hanyalah angin

lalu?” Ia tertawa kecil seraya membuang pandangannya

ke arah lain.

“Jadi, kau ingin meladeni mereka dengan berkata

bahwa yang melakukan penggelapan uang bukan

papamu?”

“Jika itu bisa membersihkan nama papaku, kenapa

tidak?”

Reza memperbaiki cara duduknya agar lebih leluasa

menatap Afni, lalu berkata, “Afni, dengarkan aku baik-

baik. Jika kau meladeni mereka, hal itu tidak akan

mengubah apapun. Justru, hal itu akan lebih cepat

memicu otak mereka berpikir kalau memang benar

ayahmu yang melakukannya. Kenapa? Sebab, umumnya

orang percaya pepatah yang mengatakan bahwa maling

tidak akan pernah mengaku.”

Afni balas menatap lelaki itu, lalu bertanya, “Jadi,

maksudmu aku hanya duduk diam saja? Membiarkan

mereka menginjak-injak harga diriku? Membiarkan

mereka menyebarkan gosip yang tidak-tidak tentang

papaku?”

“Afni, pikirkanlah baik-baik!” bentak Reza. Seakan

kesal dengan sikap keras kepala gadis di hadapannya itu.

“Kau mudah mengatakannya karena kau tidak

merasakan apa yang kurasakan, Reza. Coba bayangkan

jika kau berada di posisiku sekarang. Apa yang akan kau

lakukan? Apa kau akan mengatakan sindiran mereka

hanya angin lalu bagimu? Apa kau akan membiarkan

mereka terus menyebarkan gosip yang tidak benar

Page 94: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

84

tentang papamu?” Afni menjeda sejenak, “Kurasa tidak.”

lanjutnya.

“Kupikir kau cerdas dalam segala hal.”

Afni mengernyit, “Maksudmu?”

“Lupakan. Aku tidak ingin berdebat denganmu hanya

karena hal ini. Lagi pula, Ibu Astuti akan segera masuk.”

kata Reza akhirnya.

***

“Bawalah ini, Nak.” Seorang pria setengah baya

memberikan benda hitam menyerupai bentuk L terbalik.

Afni mengernyit sekaligus kaget melihat benda yang

disodorkan pria itu kepadanya. “Ini maksudnya apa, Pa?

Papa kenapa memberikan ini padaku?”

“Papa tahu orang seperti apa Hakim Yusuf. Dia akan

melakukan segala cara agar aibnya tidak menyebar.

Termasuk membunuhmu. Ia tidak segan-segan

melakukannya walau kau masih remaja.”

“Tapi, Pa...” kalimat gadis itu terhenti kala pria yang

dipanggil papa oleh Afni itu menggenggam tangannya

dengan erat, “Kau masih ingat apa yang Papa ajarkan?”

Afni mengangguk sebagai jawaban.

Pria itu tersenyum, “Lakukanlah jika memang

mendesak, nak. Dan pakailah sarung tangan agar sidik

jarimu tidak terbaca.”

Afni mengembuskan napas pasrah, “Baiklah.”

***

“Atas dasar apa kau berani mengirimiku surat itu,

gadis sok tahu?” tanyanya dengan suara berat khas pria

Page 95: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

85

setengah baya ditemani dengan senyum sinis yang seakan

enggan memudar dari bibir hitamnya.

“Tidak butuh dasar apa pun menghadapi pengecut

sepertimu.”

“Wah, wah! Aku mengapresiasi keberanianmu, Nak.

Kurasa kau mewarisi seluruh gen papamu.”

“Katakanlah apa tujuanmu yang sebenarnya

memanggilku kemari.”

Pria itu, Yusuf. Menatap Afni dengan tajam lalu

berkata, “Aku hanya ingin tahu bukti apa yang kau miliki

tentang pemalsuan keadilan yang telah kulakukan?”

Afni tertawa remeh, “Kau memercayai ancamanku

rupanya.”

“Jangan bermain-main denganku atau nyawamu

akan melayang di sini dengan sia-sia.”

Afni merogoh saku celana jins yang dikenakannya,

mengeluarkan sebuah flashdisk berwarna putih. Ia

tersenyum sinis, menatap Yusuf dengan tenang seraya

berucap, “Aku memiliki rekaman video berdurasi 4 menit

2 detik. Dalam rekaman video itu ditampilkan bahwa

seorang hakim telah menerima kertas putih yang

panjangnya tujuh inci dan lebar dua tiga per empat inci.

Dan setelah kuamati baik-baik, dalam kertas itu tertera

jumlah nilai mata uang sebesar Rp16.000.000,00 dan

yang bertandatangan adalah Paris Abuba.”

Gadis itu berhenti sejenak seraya duduk di sofa

hitam. Kemudian beralih menatap pria itu lagi, “Itu bukan

namamu. Bukan juga nama papa. Tapi itu adalah nama

yang melaporkan papaku pada atasannya bahwa ada

Page 96: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

86

anggota tentara berpangkat Sersan II melakukan

penggelapan uang. Lagipula, kau sangat bodoh.

Bernegosiasi tidak melihat CCTV yang ada.”

Yusuf menghela napas, meneguk ludah dengan kasar,

berusaha menyembunyikan gemetar yang mulai

menguasai tubuhnya. Lalu bertanya, “Kau, kau tahu dari

mana yang melaporkan papamu adalah pria bernama

Paris Abuba?”

“Hakim tidak sebodoh itu!” hardik Afni.

Yusuf mundur selangkah lalu mengambil sepucuk

pistol dari saku celana hitam katunnya. Dan sepersekian

detik kemudian, menodongkan pistol itu tepat di dahi

Afni.

Huh, mo mati di sini ti Afni atau tida, ye?33

Afni melakukan hal yang sama. Ia mengeluarkan

sepucuk pistol lalu menodongkan pistol tersebut tepat di

dahi hakim busuk itu.

Semoga tida mo sala bidikan,34 Ya Allah.

“Aku ragu dengan kemampuan seorang anak remaja

yang berani menodongkan pistol padaku dengan tenang

seperti itu.”

“Jika kau membunuhnya, aku pun akan

membunuhmu, Afni. Dia, Ayahku.” Sahut seorang lelaki

dari belakang Afni yang jaraknya berkisar satu setengah

meter. Lelaki itu menodongkan pistol ke arah Afni tepat

di tengkuk gadis itu.

“Reza... kau?”

33 Apakah Afni akan mati di sini atau tidak? 34 Semoga tidak akan salah membidik

Page 97: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

87

Sungguh, Afni tidak menyangka ini. Lelaki yang

dianggap seperti sahabat selama ini adalah anak dari pria

yang telah menjebloskan papanya ke dalam jeruji besi itu?

Ah, dunia ini begitu kecil.

“Untuk apa mengorbankan Ayahku demi gadis tidak

tahu terima kasih sepertimu? Selama ini aku sudah

membantumu menemukan siapa pelaku sebenarnya,

mendukung keputusanmu walau tahu itu akan merusak

reputasi Ayahku, dan saat aku mengungkapkan

perasaanku, kau mengatakan bahwa itu hanya rasa suka

sementara layaknya melihat barang baru?”

Reza tertawa sinis, kembali melanjutkan ucapannya,

“Ingatlah, Afni. Kita telah berteman selama dua tahun dan

kau mengatakan perasaanku hanya rasa suka kepada

barang baru yang diketahui tidak akan bertahan lama?

Kau salah, Afni. Aku sudah menyukaimu sejak lama. Ini

bukan rasa suka terhadap barang baru, bukan rasa kagum

atau debaran karena kita bersahabat.”

“Tidak masalah. Aku tahu kau anak yang berbakti,

jadi tidak apa jika kau ingin membunuhku.” kata Afni

akhirnya.

Sedangkan, Yusuf yang melihat perdebatan kedua

remaja itu menggunakan peluang tersebut untuk

menghabisi Afni dan segera mengambil flashdisk yang

dimiliki gadis itu. Ia tidak ingin aibnya menyebar hingga

membuat reputasi yang telah ia bangun selama ini hancur

begitu saja.

Dor!

Page 98: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

88

Tembakan dari Yusuf tepat mengenai bahu kiri Afni.

Gadis itu terduduk sembari mengerang kesakitan saat

peluru menembus masuk ke bagian dalam bahu kirinya.

Dadanya naik turun menggambarkan bagaimana

kesakitan yang ia rasakan sekarang.

Afni menatap Yusuf dengan tatapan yang menahan

sakit sekaligus sinis dalam waktu yang bersamaan. Ia

mengarahkan pistolnya pada Yusuf berharap bidikan

yang akan ia lakukan tidak salah.

“Afni...” panggil Reza. Lelaki itu maju selangkah

berusaha mendekati Afni. Namun, langkahnya terhenti

seketika saat Yusuf berucap, “Tetaplah di posisimu, Reza.

Atau Ayah tidak segan-segan mengarahkan pistol ini

tepat di jantungnya.”

Reza diam. Ia tahu betul bagaimana sikap ayahnya.

Ancaman bukan hal yang main-main untuk pria itu.

Sembari menahan sakit akan bahu kirinya yang

berlumuran darah, ia terus membidik anggota tubuh

Yusuf yang dapat membuat pria itu tidak berdaya tetapi

tidak mati. Afni ingin melihat Yusuf masuk ke dalam

jeruji besi itu menggantikan Ayahnya.

Dor! Dor!

“Aaargh!” terdengar erangan keras dari mulut Yusuf.

Pria itu tersungkur bersimbah darah di tubuhnya.

Afni melakukan dua tembakan sekaligus untuk

melumpuhkan Yusuf. Satu, tepat di paha kanan dan

satunya lagi tepat di bahu kanan pria itu. Akibatnya,

Yusuf tidak bisa membalas tembakan yang dilayangkan

Afni karena ia hanya bisa menembak menggunakan

Page 99: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

89

tangan kanan. Sementara, ia tidak berdaya sebab paha

kanannya memegang peranan penting untuk berjalan

atau menopang tubuhnya. Gadis itu sangat cerdik!

“Papa!” Reza memekik seraya melempar pistol yang

digenggamnya. Lelaki itu segera menghampiri Yusuf

yang sepertinya akan kehilangan kesadaran dalam waktu

perkiraan tujuh detik.

Afni menghela napas kasar, tidak menyangka akan

melakukan hal semacam itu. Ia mendekati Reza dan

Yusuf, kemudian berkata, “Maafkan aku, Reza. Aku tidak

bermaksud membunuh Ayahmu. Lagipula, Ayahmu tidak

akan meninggal, ia kemungkinan hanya akan kehilangan

kesadaran dalam waktu yang cukup lama.”

“Bagaimana kalau Tuhan berkata lain dan

mengambil nyawa Ayahku karena tembakan yang kau

layangkan?”

Afni tertawa getir, “Dia sudah dewasa. Kulitnya lebih

tebal dari remaja sepertiku. Andai kata, kau menghalangi

Ayahmu agar tidak melakukan pemalsuan keadilan, hal

ini tidak akan terjadi. Memfitnah Ayahku, memalsukan

bukti yang ada, mengganti jaksa yang bertugas, itu bukan

cara untuk balas dendam.”

“Aku tidak ingin tahu atas dasar apa ayahku

melakukan itu kepada papamu. Tetapi, yang kusesali di

sini, mengapa aku membantumu menemukan pelaku yang

sebenarnya hingga kau melakukan hal yang tidak

kusangka seperti ini.”

“Ayahmu yang memulainya, Reza. Mengertilah.”

Page 100: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

90

“Pergilah, Afni. Aku tidak ingin melihatmu.

Anggaplah kita tidak pernah berteman dan anggap aku

tidak pernah mengatakan perasaanku padamu.”

Afni terdiam sesaat, “Sudah kukatakan bahwa rasa

suka yang kaumiliki itu hanya rasa suka terhadap barang

baru, Reza.”

“Berhentilah mengoceh. Enyahlah dari hadapanku

sekarang.”

“Jika rasa suka yang kau miliki bukan sekadar rasa

suka terhadap barang baru, di saat-saat genting seperti

ini kau tidak akan memihak siapa pun. Apalagi, aku di sini

juga menjadi korban.”

“Itu bukan alasan agar aku memberikan perhatianku

padamu.”

“Jadilah temanku jika kau tidak ingin menjadi

sahabatku lagi.”

“Tawaranmu tidak menarik. Aku juga tidak berminat

meralat ucapanku beberapa menit yang lalu. Di mataku

kau tetaplah orang yang telah menodai kehormatan

ayahku.”

Afni menunduk, menyeka dengan kasar air rasa asin

yang jatuh di pipinya. Kemudian kembali menatap Reza

seraya berkata, “Aku menghargai keputusanmu.”

Setelahnya, gadis itu berlalu. Meninggalkan Reza

yang sibuk menelepon ambulans untuk membawa

ayahnya ke RSUD Aloei Saboe.

Baru beberapa langkah berjalan keluar dari rumah

Yusuf, Afni segera berbalik. Menatap Reza kemudian

Page 101: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

91

berkata, “Aku akan menyerahkan flashdisk itu kepada

petugas kepolisian.”

Reza menatapnya seakan tidak percaya, tetapi

sepersekian detik kemudian menunduk, kembali menahan

tubuh Yusuf agar tetap berada di atas pahanya. Selain itu,

ia melakukan hal tersebut hanya untuk mengabaikan

ucapan Afni.

Afni menghela napas, tetap fokus menatap Reza.

Mengabaikan darah yang enggan berhenti keluar dari

bahu kanannya.

“Aku mencintaimu, Reza.” Tutur gadis itu sebelum

berlalu dengan tergesa.

Page 102: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

92

Page 103: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

93

SENJA BIRU

Irawati Mohamad

Sore itu, di tepi laut biru orang-orang yang datang

tidak terlalu ramai, hanya beberapa saja yang terlihat

berjalan kesana-kemari melewati tempatku berdiri.

Tujuan kami datang ke sini sama, melihat senja. Senja di

sini sangatlah indah dan aku tidak bohong. Mataku

bergerak menjelajah lingkungan sekitar, siapa tahu ada

objek yang bisa aku abadikan sembari menunggu senja.

Mataku tertuju pada satu orang perempuan yang berdiri

sendirian menghadap ke laut. Siapa dia? Aku tidak pernah

melihatnya sebelum ini. Apakah dia pendatang baru?

Tanpa sadar bibirku tertarik ke atas membentuk

senyuman. Cantik. Satu kata yang terlintas di pikiranku.

Takut dia pergi, aku pun mulai membidikkan kamera

kearahnya. Lihatlah berapa banyak aku mengambil

fotonya. Banyak sekali. Kegiatanku terhenti kala senja

mulai menarik perhatianku, arah kameraku berubah agar

tidak ketinggalan mengabadikan momen ini. Hmmm, hari

ini aku mendapat dua objek yang cocok untuk aku koleksi

di laptopku.

Pukul 22.00 aku tidak bisa tidur, terus memikirkan

wajah gadis itu. Apakah ini yang namanya cinta? Ini

adalah yang pertama kali bagiku. Rasanya sangat indah.

“Belum tidur?” Tiba-tiba suara seseorang yang

berada di tempat tidur sebelah mengagetkanku. Indra,

teman sekamarku.

Page 104: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

94

“Belum. Eh, kamu kenal dengan gadis ini?” tanyaku

sambil memperlihatkan foto gadis itu kepada Indra.

“Ini ‘kan Lian. Kamu ketemu di mana?”

“Tadi saat melihat senja. Kamu kenal dia?”

“Nggak terlalu kenal, sih. Cuma yang aku tahu dia

pindah ke lingkungan ini dua hari yang lalu.”

“Pantas aku belum pernah melihat wajahnya di

sekitar sini. Apa dia menyukai senja sama sepertiku?

Kalau iya, berarti dia jodohku. Hahaha.”

“Terserah, yang penting kamu senang.” cibir Indra

yang membuatku tertawa. Indra tidak percaya dengan

cinta pada pandangan pertama. Tetapi diriku percaya,

buktinya aku telah merasakannya sore tadi.

Melihat Indra yang mulai tertidur aku pun

menyimpan laptop di dalam tas. Kutarik selimut dan

mulai memejamkan mata. Semoga malam ini aku

bermimpi indah tentang gadis itu.

Tepat pukul delapan keesokan harinya, aku telah

bersiap-siap menuju kampus. Di depan kos aku melihat

Indra yang tengah menyalakan motornya. Sepertinya aku

mempunyai ide.

“Ndra! Aku boleh numpang?” tanyaku

menghampirinya.

“Boleh. Asal isi bensinku, ya?”

“Iya iya.”

Saat aku mulai bersiap naik ke motornya, aku melihat

gadis itu. Iya gadis senja, begitulah sebutanku padanya.

Gadis senja itu berjalan melewati motor Indra, senyuman

menghiasi wajahnya. Astaga senyum itu adalah senyum

Page 105: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

95

terindah yang pernah aku lihat. Aku ingin menyapanya

tetapi Indra telah menjalankan motornya sehingga

membuatku hanya melihatnya dari jauh.

“Matamu bisa keluar kalau melihatnya seperti itu.”

Kata Indra yang membuatku segera menatap ke depan.

“Lebay kamu. Tapi wajahnya membuatku tidak bisa

berpaling, sungguh definisi cantik yang sempurna.”

“Sekarang kamu yang lebay. Dasar, budak cinta!”

Aku tertawa mendengar cibiran Indra. Ya benar, aku

budak cinta. Wajar, Lian, si gadis senja adalah cinta

pertamaku dan mungkin akan menjadi yang terakhir.

Tidak terasa motor Indra telah sampai di parkiran

kampus. Ternyata aku terlalu banyak melamun tentang

Lian pagi ini.

“Mana bayarannya?” Indra menagih janjiku.

“Nanti kalau pulang aja, ya? Aku buru-buru mau

ketemu sama Pak Upik, nih.” Kataku sambil menepuk

bahu Indra.

“Tumben kamu mau ketemu dia? Ada apa?”

“Tugasku bermasalah, jadi aku harus berkonsultasi

padanya. Duluan, ya.”

Dengan sedikit berlari aku memasuki area kampus.

Kakiku melangkah menuju ruang Pak Upik yang berada

di ujung koridor lantai dua. Semoga saja Pak Upik sedang

berada di ruangannya sehingga urusanku dengannya

cepat selesai.

Tok...tok...tok.

Page 106: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

96

Kuketuk pintu yang ada di depanku. Napasku agak

tersengal karena berlari dari parkiran sampai ke lantai

dua.

“Masuk!” Aku mendengar suara Pak Upik yang

menyahut. Doaku terkabul.

“Assalamualaikum, Pak.”

“Wa’alaikumussalam. Silakan duduk. Ada apa?”

“Terima kasih, Pak. Tujuan saya ke sini mau

berkonsultasi dengan Bapak untuk tugas yang Bapak

berikan kemarin dulu pada saya.

“Oh, kamu Jurusan Psikologi, ‘kan? Memangnya hari

ini kamu tidak ada kelas?”

“Iya pak, saya Diki dari Jurusan Psikologi. Kuliah

saya nanti siang, Pak.”

“Diki Mokoginta yang nilainya tinggi itu? Wah,

senang rasanya saya bertatap muka secara langsung

denganmu. Kebetulan saya juga mau menanyakan

tentang suatu hal pada kamu.”

“Bapak mau nanya apa?” tanyaku heran.

“Ada baiknya pertanyaan itu saya simpan setelah

kamu bertanya tentang konsultasi tugasmu.”

“Baik, Pak.”

Setelah 45 menit aku berbicara mengenai tugasku,

Pak Upik pun mulai menanyakan hal yang membuatku

penasaran.

“Begini, saya mempunyai seorang istri. Dia itu gadis

yang pendiam tetapi hangat kepada keluarga. Satu tahun

yang lalu kami mempunyai anak laki-laki yang tampan.

Dia sangat senang dan bahagia merawat anak kami.

Page 107: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

97

Tetapi dua bulan belakangan ini dia menjadi sangat

pendiam. Makan seperlunya, tersenyum seadanya,

bahkan dia jarang tertawa atau bahkan tidak pernah

tertawa lagi. Menurutmu ada apa dengannya?”

Ternyata ini masalah pribadi Pak Upik. Aku cukup

senang karena menjadi tempat berceritanya dosen tegas

itu. Aku juga heran mengapa dia menceritakan ini. Aku

kan belum pernah berumah tangga.

Dosen-dosen bercerita, kamu punya potensi jadi

psikolog andal. Kamu bisa dengan cerdas menganalisis

contoh kasus yang diberikan padamu. Saya jadi ingin tahu

pendapatmu mengenai masalah saya. “Seperti membaca

pikiranku, Pak Upik menjelaskan alasannya menanyakan

pendapatku.

“Bapak sudah menanyakan pada istri Bapak?”

“Sudah. Bahkan setiap malam saya menanyakan

padanya tetapi dia menjawab tidak apa-apa. Saya sungguh

pusing.”

“Perempuan itu kalau mengatakan tidak apa-apa

berarti dia ada apa-apa. Siapa tahu dia takut

membicarakan masalahnya kepada Bapak.” Aku teringat

Melnim, mantan pacarku di SMA. Setiap dia mengatakan

tidak apa-apa, pasti ada sesuatu yang salah.

“Tapi, ada apa dengannya? Kenapa dia takut kepada

suaminya sendiri?”

“Siapa tahu Bapak melakukan kesalahan atau

mungkin saja ini menyangkut anak.”

“Saya rasa saya tidak mempunyai kesalahan

kepadanya. Kalau anak kami, rasanya tidak ada kesalahan

Page 108: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

98

apa-apa. Saya tidak pernah memarahi keduanya karena

saya sangat menyayangi mereka berdua.”

“Kalau boleh tahu, Bapak mengajar disini sejak

kapan?”

“Dua bulan lalu.”

“Mungkin itu penyebabnya.”

“Maksudmu?”

“Sejak Bapak jadi dosen di sini, apakah Bapak sering

pulang terlambat?”

“Biasanya saya pulang jam sepuluh malam karena

jadwal saya sangat banyak. Apa ada hubungannya dengan

istri saya?”

“Bisa saja, Pak. Mungkin karena Bapak sering pulang

terlambat dan berangkat pagi-pagi sekali jadi istri Bapak

merasa ada yang kurang. Yaitu perhatian dan kasih

sayang.”

“Wah kamu benar sekali. Dua bulan belakangan ini

saya kurang memberi perhatian kepadanya. Kalau malam

saya mendapati istri saya sudah tertidur bersama anak

saya. Dan jika pagi hari, saya hanya memberi perhatian

kepada anak saya saja.”

“Kalau begitu lebih baik bapak meluangkan waktu

dengan istri bapak. Soal jadwal, mungkin Bapak bisa

mengaturnya agar tidak mengurangi waktu pribadi.”

“Terima kasih atas saranmu. Senang rasanya

meluapkan perasaan saya selama ini, sekali lagi terima

kasih. Kapan-kapan kamu akan saya pertemukan dengan

keluarga kecil saya.”

Page 109: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

99

“Sama-sama, Pak. Saya juga mengucapkan terima

kasih kepada Bapak karena sudah membantu saya juga.”

Aku penasaran ingin menanyakan sesuatu, tetapi

apakah Pak Upik akan menceritakannya?

“Kalau kamu ingin bertanya, silakan. Saya bersedia

menjawabnya.”

“Kalau boleh tahu, Bapak dan istri bapak bertemu di

mana? Dan bagaimana sampai Bapak menikahinya?”

Pertanyaan ini adalah modal untukku. Siapa tahu aku

bisa mempraktikkan ini pada Lian. Kulihat wajah Pak

Upik agak bingung, kemudian ia tersenyum menoleh

kepadaku.

“Saya ketemu dengannya di pinggir pantai. Saya

sangat menyukai warna matahari terbenam. Kebetulan

dia juga berada di situ, tetapi setelah saya berkenalan

dengannya dia mengaku bahwa ia tidak suka senja. Saya

tanya kenapa dan dia menjawab bahwa senja akan

menenggelamkan warna biru air menjadi warna hitam.

Dia tidak menyukai hitam.”

Cerita Pak Upik hampir sama dengan kisah cintaku.

Apakah Lian akan terbuka kepadaku seperti istri Pak

Upik?

“Cerita Bapak sangat memberikan inspirasi kepada

saya. Doakan saya, Pak, agar kisah cinta saya sama seperti

Bapak.”

“Akan saya doakan. Semoga lancar.” Kata Pak Upik

dengan senyuman khasnya.

“Terima kasih, Pak, saya permisi. Assalamualaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

Page 110: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

100

Sore ini semoga aku bertemu dengan Lian lagi. Agar

aku bisa mengungkapkan perasaanku. Tunggu aku, senja

dan Lian.

Senja yang kutunggu datang. Sore itu aku

melihatnya lagi. Dia sendirian menatap laut biru dengan

mata teduhnya. Aku memotretnya terlebih dahulu

sebelum menjalankan aksiku. Rencananya, aku akan

mengungkapkan isi hati saat matahari akan terbenam. Ya,

di saat senja.

Matahari mulai turun secara perlahan diikuti dengan

langkah kakiku mendekatinya. Jantungku berdetak lebih

kencang, tanganku berkeringat. Aku gugup sekarang.

“Hai. Namamu Lian, ya?” Akhirnya aku bisa

menyapanya. Awalnya ia kebingungan, tetapi saat

melihat wajahku yang agak gugup ini dia tersenyum

hangat.

Tidak tahukah dia bahwa senyumannya memberikan

efek dahsyat bagiku?

“Hai juga.”

Rasanya aku ingin terbang saking senangnya

mendengar suara lembutnya.

“Sendiri?” Lian mengangguk.

“Namaku Diki. Semoga kita bisa dekat,” ucapku

sambil tersenyum malu. “Sebenarnya tujuan aku kesini

untuk me…“

“Lian!!!” Ucapanku terhenti karena mendengar suara

seseorang menanggil nama Lian. Siapa?

Orang itu berlari dan akhirnya ia memeluk Lian dan

membuatku terdiam. Apa artinya ini? Orang yang

Page 111: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

101

memeluk Lian adalah dosen yang tadi pagi curhat tentang

istrinya kepadaku. Apakah Lian istri Pak Upik? Tidak. Itu

tidak mungkin.

“Diki? Kamu di sini? Oh iya, kamu sudah kenal Lian?

Dia istriku.”

Cukup. Perkataan itu memperjelas semuanya. Aku

menyukai istri orang. Rasanya sungguh sakit.

“Ini istri Bapak? Saya sudah mengenalnya, Pak.”

Sejak kemarin. Bahkan saya menyukainya. Kata-kata itu

tidak mampu kuucapkan.

“Bagus kalau begitu. Semoga kalian bisa akrab, ya.”

Aku memandang kedua orang itu, mereka sangat

cocok. Aku berjalan mundur secara perlahan, takut

mengganggu kemesraan pak Upik dan Lian yang

menatap ke arah laut.

Aku tersenyum ternyata kisah cintaku berakhir

seperti ini. Tetapi aku tidak menyesal merasakan

perasaan ini. Menurutku kisah cintaku indah, seindah

senja yang sering kufoto. Unik, seunik warna laut yang

biru bercampur warna senja kemerah-merahan. Inilah

kisah cintaku. Kisah cinta yang berawal dari senja dan

berakhir di senja. Terima kasih Lian, aku akan selalu

mengingat perasaan ini.

Page 112: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

102

Page 113: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

103

TASBIH BERBANDUL SALIB

Dian Tantia Ningrum

Langit kembali bersedih dan menumpahkannya

menjadi butiran-butiran kristal air yang jatuh ke bumi.

Kilatnya yang saling menyambar memberikan rasa

dingin yang menusuk hingga ke tulang di pagi ini, dan

hal itu menandakan bahwa salah seorang gadis harus

naik kendaraan umum. Berjalan kaki di cuaca seperti ini

sama saja cari penyakit. Gadis itu harus naik bentor35.

Gadis itu adalah aku, Aisyah Putri Mooduto. Gadis yang

terlahir di kota yang memiliki makanan khas Binthe

Biluhuta36 memiliki bukit Tilongkabila, Sungai Bone dan

Bolango yang bertemu mengalir bersama ke laut lepas

dan juga Danau Limboto yang tidak kalah menarik dari

Danau Toba. Inilah kotaku, Kota Gorontalo.

***

Aku terus menatap arloji yang melingkar di

pergelangan tangan kananku. Arloji itu menunjukkan

pukul 6 lewat 45 menit WITA yang artinya aku harus

sampai dalam waktu 10 menit atau tidak aku akan

terlambat.

“Om, bole capat sadiki? Saya somo terlambat.”37 Ucapku

pada pengendara bentor dan si lawan bicara hanya

berehem ria sembari menambah kecepatan laju bentornya.

Tidak sampai 10 menit akhirnya aku sampai di sekolahku,

35 Kendaraan khas Gorontalo yang diambil dari akronim Becak motor 36 Jagung yang disiram; makanan berkuah khas Gorontalo seperti sup ajgung yang dicampur ikan atau udang, rasanya manis, asin, dan pedas. 37 Om, bisakah dipercepat? Saya akan terlambat

Page 114: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

104

SMK Negeri 1 Gorontalo. Setelah turun dari bentor, aku

langsung lari menuju kelasku yang berada di area paling

belakang.

“Aisyah, tumben kamu baru datang? Biasanya pagi-

pagi sudah mengomel karena ada yang tidak piket.” Ucap

Nisa saat aku baru sampai di depan pintu dengan napas

yang masih tersengal-sengal. Ya, aku ketua kelas.

Mengontrol piket adalah salah satu tanggung jawabku.

“Diam Nis, kamu tidak tahu tadi hujan dan juga

bentor yang kutumpangi lambat sekali, bahkan lebih

cepat lariku daripada laju bentor itu.” Ucapku panjang

lebar sembari masuk kelas dan meletakkan tasku. Nisa

pun mengikuti dan duduk disampingku.

“Aisyah, di kelas kita akan ada murid baru. Cowok,

ganteng lagi.” Ucap Nisa dengan ekspresi yang sedang

membayangkan sesuatu.

“Lalu?” tanyaku tak acuh karena sama sekali tidak

tertarik.

“Aisyah, dia itu pindahan dari ibukota. Cowok,

ganteng, tinggi, putih, dan kamu hanya bilang ‘lalu’?

Kalau saja aku belum jadi kekasih Akbar, aku pasti sudah

akan menggoda dia nanti.”

Aku hanya menggelengkan kepala mendengar

ocehan Nisa, dan beberapa menit kemudian Pak Salman

datang bersama seorang cowok. Mungkin itu murid baru

yang dikatakan Nisa tadi.

“Selamat pagi semuanya, hari ini kita kedatangan

murid baru. Silakan perkenalkan namamu, Nak,” kata Pak

Salman kepada cowok itu.

Page 115: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

105

“Nama saya Alex Christian, kalian bisa memanggil

saya Alex. ”

“Namanya Alex.” Bisik Nisa padaku.

“Aku tidak peduli.” Jawabku ketus, sedari tadi aku

tidak terlalu tertarik pada perkenalan anak baru itu, tapi

entah mengapa aku merasa dia terus saja menatapku.

Mungkin, hanya firasatku saja. Ya, mungkin saja.

***

“Aisyah, Alex bakalae deng38 kakak kelas lagi.” Ucap

Nisa sambil berlari ke arahku.

“Lagi? Anak itu membuat malu kelas kita saja, baru

enam bulan sekolah tapi selalu membuat keributan,”

ucapku kesal.

Aku heran pada anak itu, dia baru saja bersekolah 6

bulan yang lalu tapi selalu saja membuat keributan, ini

adalah ke-4 kalinya dia berkelahi, di dalam otaknya hanya

ada berkelahi, bolos, merokok dan bersenang-senang. Dia

bahkan pernah bertanya padaku tempat clubbing yang

terkenal di kota ini dan mengajakku kesana, “Ayolah

Aisyah, lepaslah kerudung itu dan ayo bersenang-senang

denganku,” ucapnya kala itu dan aku hampir saja

menamparnya jikalau Nisa tidak menahanku.

“Itu dia.” Bisik Nisa padaku.

Alex tiba di kelas dan melihat ke arahku, wajahnya

murung seperti memikirkan sesuatu. Kurasa dia dimarahi

habis-habisan tadi. Kulihat dia berjalan ke arahku masih

dengan ekspresi wajah yang sama.

38 Berkelahi dengan

Page 116: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

106

“Ngana39 memang tidak pernah kapok, ya, sudah di

beri sur….” Ucapanku terhenti. Alex merengkuhku ke

dalam pelukannya. Alex memelukku di depan Nisa dan

ruang BK. Aku segera melepaskan pelukannya.

“Sakit jiwa ngana, Lex.”

“Apa aku sangat menjijikkan? Apa benar aku seperti

sampah yang bahkan tidak layak untuk didaur ulang?”

Alex pergi setelah mengatakan hal itu.

***

Hari ini adalah hari kelima Alex tidak hadir karena

diskors. Tapi ucapannya hari itu masih menghantui

kepala dan berputar di pikiranku. Pertanyaannya itu

seolah menamparku, dan membuatku merasa sangat

kejam. Aku tahu setiap pertanyaannya mengandung

kesedihan sekaligus kemarahan. Dan hari ini aku

memutuskan datang ke rumahnya meminta maaf. Aku

mendapatkan alamat Alex dari Putra, teman sekelasku

yang dekat dengan Alex. Rumah Alex terletak di Jalan

Palu, dan sepertinya rumahnya adalah rumah yang paling

besar di jalan itu.

Setelah menempuh waktu sekitar 20 menit, aku

sampai di rumah Alex. Dan Alex? Dia tepat ada di

depanku. Dia sangat terkejut saat melihatku tadi, dan

sekarang kami hanya berdiam diri di ruang tamunya yang

memiliki tanda salib di dinding atas ruang tamu.

“Mau apa kamu kemari?” Tanya Alex, memecahkan

keheningan di antara kami.

39 kamu

Page 117: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

107

“Aku ingin minta maaf karena kejadian lima hari

yang lalu, tidak seharusnya aku sangat marah padamu.”

“Tenanglah aku sudah melupakan kejadian kemarin,

dan lagi pula aku yang seharusnya minta maaf karena

memelukmu tanpa izin.” Ucapnya sambil tersenyum. Aku

berani bersumpah, senyum Alex sangat menawan, pantas

saja anak-anak di sekolah tergila-gila padanya.

“Apa kau tahu Aisyah? Aku memiliki penyakit yang

tak bisa disembuhkan,” sambungnya.

“Ha? Penyakit apa?” tanyaku karena terkejut.

“Rindu.” Jawabnya, kali ini tersenyum lebar.

“Rindu?”

“Iya, aku adalah seorang perindu. Para perindu tak

akan pernah sembuh dari rindu.” Aku hanya bisa

tersenyum mendengar penjelasannya, kurasa otaknya

benar-benar rusak karena tidak sekolah selama lima hari.

“Ngana tidak sedang mabuk, kan?” Tanyaku

meledek.

“Aku rindu kamu Aisyah, aku senang kamu datang.

Akuilah, kamu datang bukan untuk meminta maaf tapi

karena mengkhawatirkanku, kan? Apa kamu juga

memikirkanku?” Alex menyerangku dengan beberapa

pertanyaan. Aku hanya menunduk sambil memikirkan

jawabannya. Tidak memikirkannya? Hanya dia yang ada

di kepalaku lima hari terakhir.

“Keluarga kamu pada ke mana? Kok sepi?”

Cerita pun mengalir dari bibir Alex.

Hari ini aku mengetahui beberapa sisi lain dan juga

tentang silsilah keluarga Alex. Dia adalah seorang anak

Page 118: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

108

yang dibesarkan dalam keluarga yang baik, alasan dia

menjadi seperti sekarang adalah pemberontakan terhadap

ayahnya yang dengan semena-mena memisahkan dia

dengan sang bunda dengan alasan agar dia hidup mandiri

dan tidak bergantung pada keluarganya, karena dia

adalah anak tunggal. Jadi dia menjadi nakal dan selalu

dipanggil ke ruang BK dengan maksud agar sang bunda

bisa datang menjenguknya atau memarahinya, tapi apalah

daya sampai berkelahi menjadi salah satu hobinya

sekarang ini tetap saja ibu yang dia harapkan tidak pernah

datang. Sekarang aku paham mengapa dia merasa seperti

sampah yang bahkan tidak layak untuk didaur ulang.

Setelah hari itu aku menjadi sangat dekat dengan

Alex. Ada perasaan yang tidak bisa kupungkiri. Benar, ini

adalah perasaan lebih, aku ingin lebih dekat dengan Alex,

dan hari ini aku percaya jika tidak ada yang namanya

persahabatan lelaki dan perempuan yang tetap berlanjut

tanpa adanya rasa lebih. Aku mencintai Alex

Christian.Tapi salib itu….

“Aisyah, sedang apa kamu? Memikirkan aku?” Suara

itu membuatku tersadar dari lamunanku, itu adalah Alex.

Seseorang yang jadi tokoh utama di pikiranku akhir-akhir

ini.

“Percaya diri sekali kamu, aku sedang memikirkan

bagaimana caranya kita panen padi saat kita menanam

jagung.” Ucapku. Alex tertawa mendengar perkataanku

barusan.

“Sepertinya kamu terlalu banyak makan micin, oh ya,

apa kamu sebentar akan beribadah?” Tanyanya.

Page 119: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

109

“Sholat maksudmu?”

“Ah iya, sholat. Jika iya, apakah kamu bisa

menanyakan pertanyaanku pada Tuhanmu?”

“Sebentar lagi aku akan ke mushola. Menanyakan

apa?”

“Tanyakan pada Tuhanmu, apakah aku yang bukan

umatnya bisa mencintai salah satu hambanya?”

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.”

“Sepertinya filosofi yang mengatakan wanita selalu

peka itu tidak sepenuhnya benar, apakah harus kukatakan

lebih jelas? Aku mencintaimu Aisyah Putri Mooduto.”

Ucapnya dengan senyuman yang mampu mencairkan hati

siapapun yang melihatnya, dan perkataannya sukses

membuatku membatu beberapa saat. Inikah rasanya cinta

yang terbalaskan? Aku pun tersenyum dan langsung

berlari kecil menjauhinya.

“Ada apa? Apa aku ditolak?” Tanyanya dengan

sedikit berteriak karena aku sudah agak jauh.

Akupun berbalik lalu tersenyum, dan berkata.

“Tanyakan pertanyaan yang sama pada Tuhanmu.”

Tasbih dan salib tidak akan pernah cocok berada di satu tempat

yang sama.

Page 120: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

110

Page 121: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

111

RUMAH BERJALAN NENEK SRI

Nurdjamilah Hijriah Miolo

Rindu sudah . . .

Menumpuk di ruang hatiku

Kapan aku bisa kembali?

Menginjakkan kakiku ke tanahmu

Kampung halamanku, Bogor.

Rumah berjalan itu mengitari kawasan Kota

Gorontalo. Botol-botol plastik yang berserakan adalah

menjadi kebahagiaan bagi wanita tua itu.

“Alhamdulillah, dapat banyak botol hari ini.

Lumayan untuk bisa makan sekali.” Tutur Nenek Sri

dengan semringah.

Hasil dari jerih payahnya memungut botol-botol

plastik biasa hanya mendapat Rp20.000. Hidup sebagai

pendatang di daerah orang tidaklah mudah baginya.

Apalagi tak ada satu pun orang yang ia kenal.

Empat belas tahun sudah, ia tak pernah menginjak

tanah kelahirannya, Bogor. Ia berharap hasil upahnya

yang ia simpan selama bertahun-tahun bisa membawanya

kembali ke kampung. Tapi, apa daya uang Rp20.000

kadang hanya bisa beli makan pagi dan sore.

“Hei, ba apa ngana40 di situ?” Bentak wanita setengah

baya sambil memelototi matanya kepada sang nenek.

“Tidak ba apa-apa, hanya mo ambil botol plastik.”

40 Sedang apa kamu

Page 122: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

112

“Ah, ba akal, ba pancuri ngana?” 41 lanjut wanita itu

lagi.

“Astagfirullah, ora mbah.”

“Hmmm, mana ada pota’o mo mangaku. Alasan ambe

botol padahal mo ambe barang laeng, pigi ngana!” 42 Bentak

wanita itu, kali ini dengan nada yang lebih tinggi.

“I… iya.” Jawab Nenek Sri dengan gelagapan.

Diambilnya gerobak dan keluar dari kawasan perumahan.

***

Di langit sana, bulan purnama bersinar begitu indah.

Penuh pesona berhiaskan bintang yang gemerlapan.

Nenek Sri masih berjalan sambil mendorong gerobak

dengan tubuh gemetar, entah karena perjalanan yang ia

telusuri terlalu jauh atau karena ia belum makan dari pagi.

Diambilnya uang dalam saku yang kini tinggal

Rp5000. Tempat jualan rongsokan kini sudah tertutup,

tak ada lagi tambahan uang untuk membeli makanan.

Sayang juga, jika harus menggunakan uang tabungan. Ia

pun tetap melanjutkan langkah. Ia melewati sebuah

restoran mewah dan gembira menemukan beberapa botol

bekas lagi. Ia memperhatikan seseorang yang sebaya

dengannya yang sedang tertawa riang melihat tingkah

laku cucu-cucunya yang lucu. Nenek Sri Nampak

termenung sambil berlinang air mata. Di usia yang sudah

tua seharusnya ia beristirahat dan diperhatikan oleh

41 bohong, kau sedang mencuri? 42 mana ada pencuri yang mau mengaku. Alasan ingin mengambil botol, padahal akan mengambil barang lain. Pergi kamu!

Page 123: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

113

keluarganya. Namun, itu hanya mimpi bagi seorang

Nenek Sri.

“Permisi, Nek? Sudah selesai ambil botolnya?” tegur

seorang satpam.

Nenek Sri spontan kaget dan langsung menghapus

air matanya.

“Eh, i… iya mas, sudah.”

“Kalau begitu, silakan pergi. Ada oto yang mau parkir

di situ.”

“Iya, Mas.”

Malam yang indah ini seakan menjadi saksi kesekian

kalinya pilu Nenek Sri. Air mata jatuh tanpa permisi di

pipi nenek renta itu. Dengan segenap hati, ia melanjutkan

perjalanan menuju warung makan yang berada tak jauh

dari restoran mewah tadi, bermodalkan uang lima ribu

rupiah di tangan. Nenek Sri sudah bisa makan makanan

khas Gorontalo, Binthe Biluhuta. Baginya makanan ini

lebih enak jika dibanding makan nasi yang tak berlauk.

Setelah mengisi perutnya, wanita itu kembali

berjalan, mencari tempat nyaman untu beristirahat.

Nenek Sri tak punya rumah. Gerobak miliknya adalah

rumah yang paling nyaman untuk wanita berkeriput itu.

Oleh masyarakat yang sering melihatnya, gerobak itu

diberi nama “Rumah berjalan Nenek Sri”.

Malam semakin larut, jalanan sudah mulai sepi. Ia

menemukan satu area kosong dekat sebuah ruko. Ia

memarkir gerobaknya. Lalu mulai menghitung uang

tabungannya yang berupa recehan. Uang recehan itu

Page 124: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

114

dibiarkan berserakan di atas kardus, agar mudah di

hitung .

“Allhamdulillah, sepertinya ini sudah cukup untuk

pulang. Bisa beli oleh-oleh sedikit untuk keluargaku.

Pulang, pulang, ya, pulang,” ia bergumam dengan

gembira. Beratapkan langit beralaskan kardus, mata

wanita tua itu terpejam begitu lelap. Wajah yang kusam,

ditambah badan mungil yang semakin bungkuk. Tapi,

semua itu akan terbalaskan kebahagiaan. Ia akan segera

bertemu keluarganya di kampung.

***

“Dodol pocong, dodol pocong, Rp10.000 empat.”

“Bu, dodol pocongnya 20 biji.” Nenek Sri

menyerahkan uangnya.

“Iya, bagus buat oleh–oleh, Nek?” Komentar penjual

dodol berkerudung kuning.

“Hehehe, iya, Bu... Terima kasih.” Jawab nenek sambil

menyodorkan selembar uang Rp50.000.

Karena ini hari Sabtu, pasar Telaga cukup ramai

pengunjung. Wanita tua itu, rela tubuhnya berdesak-

desakan dengan pembeli yang lain. Seharian ini Nenek Sri

memanjakan mata di pasar Gorontalo. Memburu oleh-

oleh untuk keluarganya. Selesai berbelanja, ia pun menuju

travel untuk memesan tiket kepulangannya ke Bogor.

Tapi, sebelum melangkah lebih jauh, tiba-tiba tak

jauh di depannya berhenti sebuah sepeda motor. Seorang

perempuan muda bergegas turun dari motor itu dan

membawa sebuah keranjang kayu, lalu meletakkanya di

dalam bak sampah, lalu buru-buru pergi dari tempat itu.

Page 125: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

115

Perilaku perempuan itu membuat Nenek Sri penasaran

dengan apa isi keranjang yang dibawanya.

“Subhanallah.” Pekik Nenek Sri terkejut, saat melihat

isi dalam keranjang itu. Isinya adalah bayi kembar dan di

tubuh sang bayi ada banyak tanda memar kebiruan.

“Om, tolong Om.” Teriak Nenek Sri saat melihat

abang bentor yang lewat di jalanan.

“Ya, Nek, kenapa?”

“Tolong bantu saya, bawa bayi kembar ini ke rumah

sakit terdekat.”

“Nenek periksa denyut nadinya dulu.” Abang bentor

itu menjadi panik melihat bayi kebiruan yang dibawa

Nenek Sri.

“Alhamdulillah, masih hidup. Ayo cepat ke rumah

sakit.” Seru Nenek Sri.

Nenek itu tak bergeming lagi dan terlihat seperti

orang kebingungan, sebelum ia naik ke bentor ia baru

ingat gerobaknya. Ia pun menitipkan gerobaknya di

rumah warga sekitar situ. Lalu bergegas naik di bentor.

Nenek Sri meremas-remas jari tangan, raut mukanya

pucat pasi sejak tadi dan menggigit bibirnya karena

cemas. Sesekali ia melihat bayi kembar di pangkuannya.

Akhirnya mereka tiba di UGD. Bayi itu langsung

ditangani para perawat dan seorang dokter perempuan.

“Bagaimana kondisi bayi itu, Dokter? Mereka baik-

baik saja, kan? Mereka tidak apa-apa, kan?”

“Mereka kekurangan cairan, Nek. Ini bayi siapa?

Mana orang tuanya?”

Page 126: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

116

“Saya menemukannya di jalan, Dok. “

Dokter melihat Nenek Sri lalu ke abang bentor di

sebelahnya. Ia melihat kejujuran di mata mereka berdua.

***

Sudah pukul 07.00 malam, tapi bayi kembar itu belum

sadarkan diri juga. Tiba-tiba Nenek Sri teringat sesuatu.

Ia harus membayar tiketnya. Ia lebih panik dari

sebelumnya dan tampak sangat frustrasi. Tapi ada bayi

itu. Mereka lebih membutuhkan uang dari pada diriku.

Sesaat suara azan menggema tak jauh dari kamar

perawatan bayi itu.

“Allahu Akbar, tiada tempat untuk bersandar selain

diriMu.”

Wanita tua itu beranjak pergi menuju masjid,

mencurahkan segala kesedihan yang membebani

kepalanya.

Selesai salat, ia masih duduk tepekur di lantai masjid.

“Aku ingin pulang ya, Allah, tapi kasihan mereka.”

Lirihnya.

“Mungkin aku ditakdirkan untuk hidup bersama

anak kembar itu.” Nenek Sri membulatkan tekad.

Page 127: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

117

DESIRAN JINGGA DANAU LIMBOTO

Usman Y. Lapasau

Rindu, rindu tak bertuan

Aku tak mengerti

Kepada siapa rindu ini bertumpuk

Teruntuk senja,

hadirkan insan serupa dirimu

Mungkin indah namun hanya sesaat

Bait demi bait menjadi saksi

Di mana ‘kan kutemui?

Anat seakan tak hasrat sendiri

Namun apalah daya

Akankah dia hadir?

Mustahil

Seperti biasa pemuda itu duduk dengan coretan

aksara. Tidak pernah tidak ia mengunjungi tempat itu.

Senja, satu satunya alasan yang menariknya setiap hari.

Semburat jingga yang menyembul, menghadirkan nuansa

tidak biasa bagi Ali. Baginya, senja memiliki cara indah

untuk mengucapkan selamat tinggal. Ketika malam

hendak membawa pergi, ia seolah memberi isyarat bahwa

ia akan kembali.

Sore ini, di tengah-tengah genangan air yang luas,

Ali bermain dengan penanya. Berperahu menyusuri

Danau Limboto sembari mengecap senja. Danau dengan

luas 3000 hektar ini terletak di kecamatan Limboto,

Kabupaten Gorontalo.

Page 128: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

118

Bait demi bait ia rangkai membentuk puisi. Di

sela-sela merangkai kata telinganya mendengar sesuatu,

kepalanya melirik kesana-kemari namun tiba-tiba

terhenti pada satu titik dan membuat matanya terhenti

pada titik itu. Seorang gadis sedang berdiri menatap

danau.

Ali berusaha kembali mencoret-coret dan

melupakan gadis itu, namun pandangannya lagi-lagi

terarah ke sana. Lalu ia menulis.

“Terlihat indah, namun hati seolah takut. Senja, hati

ini merasakan titik keanehan. Sosok gadis datang dalam

hidupku. Membuat pandangan tak henti menatapnya. Ingin

sekali mendekat, namun hati berkata lain. Akankah ada

petunjuk?

Tiba-tiba perasaan terasa bahagia hendak ingin

menarik senja lalu menyampaikan rasa ini. Jantung

berdetak kencang, angin yang lalu lalang menambah

keistimewaan hari itu. Sosok gadis cantik dengan uraian

rambut dan berkulit putih langsat mengalahkan

semuanya. Ketika Ali akan menghampiri gadis itu, ia tiba-

tiba menghentikan dayung.

“Apakah ia mau kuajak kenalan?”

“Ah tidak, pasti ia menolak.”

Ali mencoba memikirkan hal ini lagi. Lalu ia

bergumam dalam hati lagi.

“Jangan menyerah Al, kamu pasti bisa!” Ia

berdebat dengan dirinya sendiri.

Kemudian ia mendayungi kembali perahu,

kemudian mendekati sosok gadis itu. Jantung semakin

Page 129: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

119

berdetak kencang, kaki mulai dingin membuat Ali gugup

meengeluarkan sepatah kata, setelah itu ia menarik napas

lalu dikeluarkan lewat mulut. Sampai beberapa kali hal itu

dilakukan. Ia memberanikan diri.

“Hei, kamu sendiri saja?”

Gadis ini kaget, melihat kedatangan Ali.

“Hari mulai malam, kamu mau apa di sini?”

Melihat gadis itu hanya diam, Ali lanjut bertanya.

Gadis itu terkekeh pelan lalu berkata, “Aku suka

senja.”

Gadis ini. Ali bergumam dalam hati

“Tapi senja sudah menghilang, sebaiknya kamu

pulang.” Wanita itu diam sampai Ali menawarkan.

“Pulanglah denganku kamu akan aman, wanita

tidak baik pulang sendirian.”

Awalnya gadis itu ragu, namun dia pikir apa

salahnya menerima tawaran itu. Akhirnya ia mengikuti

Ali. Selama perjalanan suasana sunyi senyap, tak ada satu

pun kata yang terucap dari mulut mereka. Dengan

percaya diri Ali memulai percakapan

“Apa yang membuatmu menyukai senja?”

“Fenomena itu mengajarkan pergi dengan cara

indah, tanpa membuat orang yang melihat terluka.” Ali

tertegun mendengar pernyataan gadis itu.

“Walaupun ia sudah pergi, setidaknya ia akan

kembali, membawa keindahan yang membuat orang

terpesona.”

Tak lama, mereka tiba di rumah gadis itu.

Page 130: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

120

“Terima kasih, ya.” Kata gadis itu. Lalu segera

berbalik masuk ke pekarangan rumahya.

“Hei, namamu siapa?” Ali berbisik namun cukup

untuk didengar gadis itu.

“Dinda. Namaku Dinda.”

“Aku Ali.”

Dinda tersenyum dan berbalik. Ali ditinggal

sendiri dalam kebahagiaan.

***

Setelah mereka saling kenal satu sama lain

akhirnya timbul dalam hati benih-benih cinta. Seolah

kedua insan saling menyimpan rasa namun entah kenapa

sulit diungkapkan.

Sore itu angin bertiup kencang membuat Ali dan

Dinda menikmati indahnya Danau Limboto. Ditambah

dengan suara burung berkicau dan langit biru terang

seakan terasa itu hari paling indah. Jarum jam semakin

mengejar angka tak terasa fenomena alam yang mereka

nanti telah tiba.

“Dinda, di sore ini, aku ingin menyampaikan

sesuatu.”

“Apa yang ingin kamu katakan?”

“Senjalah menjadi saksi atas ucapanku ini, mohuto

yi’o mowali maituwa’u?” (Maukah kau menjadi istriku?)

Dinda terdiam, napasnya sudah tak beraturan lagi.

Tanpa berpikir ia mengatakan.

“Tentu saja, aku mau menjadi istrimu.”

Ali mengunjungi rumah Dinda untuk melamar.

Namun raganya seolah tak mampu menghadapi ini.

Page 131: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

121

Tetapi mau tidak mau ia harus melakukannya. Tiba di

depan pintu Ali mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

“Maaf, Nak. Dinda sudah kami jodohkan dari

kecil.” Pernyataan ayah Dinda membuat langit Ali runtuh

seketika. Ia lalu mengambil buku catatan yang selalu dia

bawa. Di sana ia menulis puisi. Lalu menitipkannya pada

Ayah Dinda.

SELAMAT TINGGAL

Angin, angin biarkan aku terlelap.

Rasanya tubuh seolah ingin berbicara.

Membuat malam ini menjadi saksi.

Di bawah indahnya purnama.

Ingin kumelangkah namun raga,

seolah tak setuju.

Aku tak dapat berbuat apa.

Skenario telah dibuat.

Selamat tinggal.

Page 132: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

122

Page 133: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

123

MONIKA OLEMU

Melnim Mentari

“Monika Olemu?”

Niku menarik selimutnya sampai menutupi

wajahnya dan berguling-guling di atas tempat tidur

seperti cacing kepanasan. Gadis itu terus mengulang

perkataan yang sama sejak satu jam yang lalu, “Monika

olemu… monika olemu.”

Sampai keesokan harinya, Niku bangun lebih awal

dari biasanya. Sialnya, pagi ini gadis itu terlihat sangat

kacau karena ia terus menerus merutuki hal gila yang

terjadi tadi malam. Baru kali ini ada yang memintanya

menikah, bukan menjadi pacar.

“Menikah dengannya sementara kami berdua baru

pacaran satu bulan? Hanya satu bulan pacaran?” ujar

gadis itu membolak balik kalimatnya.

Memang tak ada yang bisa menebak jalan pikiran

seorang Usman. Pria itu sering berubah sikap, kadang

dingin, kadang hangat. Orang-orang di sekitarnya harus

menyesuaikan diri. “Ah, paling te usman mabo sto” ‘Usman

mabuk barangkali’, gumam Niku.

Bagi Niku, pernikahan bukanlah sesuatu yang

mudah diputuskan. Pernikahan juga butuh cinta dan

membangun cinta tidak bisa dilakukan dalam waktu yang

singkat seperti pertemuannya dengan Usman satu bulan

lalu. Meskipun ia mengakui ada ketertarikan sejak awal

bertemu, rasanya mustahil baginya untuk bisa langsung

jatuh cinta pada pria itu.

Page 134: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

124

Sementara itu, di saat Niku sedang frustrasi, hal

yang sama juga menimpa Usman. Pria itu juga gelisah di

tempat tidurnya.

“Jangan bilang , dia kira kita so ‘saya sudah’ gila!

Apa yang ada pa depe pikiran pas kita pangge kawen e? (ajak

nikah, ya?)”

“Usman berbicara dengan mata terpejam. Pria itu

seperti kehilangan akal sehatnya setelah kejadian

semalam.

***

“No’u, jam 7 malam kita mo jemput ngana.” Suara

Usman di telepon. Niku berdebar.

“Mo ba apa so (mau apa)?” Niku berusaha tenang.

“Pokoknya, ngana pe pilihan bo dua. Kita mo

jemput ato…? (Pilihanmu cuma dua, saya jemput

atau….)”

“Ato apa?”

“Torang kawen (kita menikah).”

“Hp Niku terjatuh dari tangannya.

Pukul 7 malam, Niku sudah rapi. Gaun biru tua

membalut tubuh rampingnya. Rambutnya yang panjang

dan bergelombang ia biarkan tergerai sebahu. Polesan

make up tipis membuat Niku lebih cantik dari biasanya.

Usman terpanah sejenak. Seakan ia tersihir

dengan pesona Niku malam ini. Usman tak rela berkedip

walau hanya sekali saja. Dia baru sadar saat Niku

membelai pipinya dengan manja.

Page 135: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

125

“Ala ey, ganteng skali ngana ini uti. (Kamu tampan

sekali).”

“Kita pe calon maitua (istri) cantik sekali ini

malam.” Usman akhirnya menyahut. Mobil Honda Brio

itu melesat pergi meninggalkan kawasan Telaga.

***

Tepat 20 menit, Usman dan Niku sampai di

kediaman keluarga Manorapon, yang tak lain kekasihnya,

Niku dibuat terhenyak ketika melihat rumah Usman yang

sepeti Istana.

“Usman, ini ngana pe rumah?”

“Tidak, rumah lo ponggo (setan Gorontalo) ini.”

Candanya.

“Serius uti, iyo?” Niku bergidik.

“Bukan. Ini Cuma rumah kita pe mama papa.”

“Sama saja popo (idiot).”

“Oh. Ini cewe yang ngana bilang, Usman?” Sebuah

suara nan jernih terdengar. Seorang perempuan paruh

baya. Cantik sekali.

“Iya, mama! Cantik to Usman pe calon maitua?”

“Iya sayang… baru tida mo kase masuk di rumah

dia ini? (Tidak mau persilakan dia masuk?)’”

“Manjo (mari) masuk sayang.” Sambil mengajak

Niku masuk.

Mereka bertiga beriringan menuju halaman

belakang yang sudah ditata rapi. Sedemikian rupa

menjadi tempat makan malam yang santai. Beberapa

orang telah berada di sana.

***

Page 136: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

126

Beberapa kerabat lainnya menyambut dan

menyalami Usman.

“Siapa wanita cantik di sebelahmu itu Usman?”

“Tunanganku, Om.”

“Wah… wah luar biasa anak muda ini.”

Diam-diam Usman memperhatikan Niku.

Dipandangnya gadis itu baik-baik seakan ia tersihir

dengan kecantikan Niku malam ini.

“Betapa cantiknya jika kau jadi pengantin, Niku.”

Gumam Usman setengah berbisik pada Niku.

Acara makan malam selesai, yang paling pertama

pamit adalah Niku. Gadis itu beralasan bahwa dia harus

menemani ibunya pergi ke pasar besok.

Sebagai kekasih yang baik, Usman mengantar Niku

kerumahnya.

***

Tepat pukul tiga sore, Usman meraih hpnya.

“Ya, siapa, ya?“ Canda Niku.

“Siapa lagi kalo bukan ngana pe calon paitua

(suami)?’”

“Yeee, ge’er. Emang kita mo tarima so (memangnya

saya mau terima)?”

“Pastilah diterima. Siapa coba yang mau menolak

keluarga Manorapon yang hanya satu-satunya di

Gorontalo.” Kata Usman penuh percaya diri.

“Bilang ke Mamamu, ya, kami mau datang

sebentar malam.” Sahut Usman sebelum menutup

teleponnya.

***

Page 137: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

127

Usman terlihat sibuk menata rambutnya serapi

mungkin. Ia menawan dengan kemeja kerawang

berwarna navy denga aksen bunga merah di pergelangan

tangan. Usman lagi-lagi memperhatikan dari cermin

dalam kamarnya. Ia akan ikut mama dan papanya

melamar Niku.

Setelah siap, mereka bertiga menuju rumah Niku.

“Bismillah.” Perasaan Usman campur aduk,

bahagia, gugup , takut, dan cemas.

“Assalamu’alaikum, Papa.” Usman memberi salam.

“Wa’alaikummusalam, tunggu sebentar,”

terdengar suara wanita setengah baya dari dalam.

Mama Usman melihat sebuah foto yang

tergantung di atas sofa. Mama Usman tiba-tiba pucat.

Papa Usman juga kaget melihat foto laki-laki itu. Mama

Usman segera menarik tangan suaminya pergi dari situ.

Usman mengejar ke mobil.

“Mama? Kenapa? Ada apa? Ia bingung melihat

perubahan yang terjadi di wajah mamanya.

“Naik, ke rumah sekarang juga!” Perintah papa

Usman.

“Lho, mana tamunya? Perasaan tadi ada orang

yang memberi salam.” Mama Niku terheran-heran

melihat ruang tamunya kosong melompong.

* * *

Ayah Niku adalah masa lalu Mama Usman.

Mereka tidak jadi menikah karena Mama Usman sudah

dijodohkan dengan Papa Usman yang sekarang. Mereka

berdua harus berpisah saat masih saling mencintai.

Page 138: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

128

Page 139: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

129

RASA SENJA

Sri Farilah S. Yahya

Semilir angin menemani hilangnya senja, senja

yang tak memiliki beban dan selalu memanjakan setiap

mata yang memandang. Itulah senja yang tak

menyembunyikan luka. Namun masih ada senja yang lain.

Senja yang selalu terlihat sempurna meski kesempurnaan

itu digunakan untuk menutupi setiap luka yang dimiliki.

Ya! Dialah Senja Winara Permata, gadis cantik yang

bertubuh ramping, berkulit kuning langsat, dan

disempurnakan dengan gelar queen-nya SMA Atlanta.

“Mama? Kok Mama menangis?” panggil Senja.

“Bukan ngana pe urusan!”43 Jawab Nina, Ibu Senja

dan segera berlalu dari hadapan senja.

Sepertinya malam ini akan terasa panjang, batinnya.

Terdengar riuh ramai di lapangan SMA Atlanta.

Para murid perempuan yang menyerukan seorang nama

yang memiliki kesempurnaan. Dia cassanova-nya Atlanta,

siapa lagi kalau bukan Azka Pratama. Wajahnya yang

tampan sekaligus memiliki bentuk tubuh sempurna,

tinggi berisi. Siapa yang tak mengenal cowok tampan ini

meski penampilannya urakan luar biasa, rambut yang

berantakan, baju jauh dari kata rapi, dasinya tersampir

sembarangan.

“Azka… semangat!” teriak seorang sisiwi dari sisi

lapangan

43 Bukan urusanmu

Page 140: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

130

“Azka… kita dukung ngana!” teriak siswi lainnya

ikut-ikut histeris dan masih banyak teriakan-teriakan alay

dari siswi-siswi lainnya.

Namun seperti biasa Azka hanya menggeleng-

gelengkan kepala. Menurutnya siswi-siswi itu hanya

membuang waktu agar bisa mendapatkan perhatian. Juga

mengganggu konsentrasi. Padahal mereka tahu yang bisa

menarik perhatiannya hanya gadis itu. Hanya Senja.

Azka adalah putra tunggal pemilik sekolah

sehingga dia bisa melakukan apapun tanpa ada yang

berani melarang. Gelar cassanova itu diberikan karena

Azka yang selalu gonta-ganti pacar dalam sehari. Bolos

untuk sekadar merokok atau tawaran adalah hal yang

biasa baginya.

Di tempat lain, Senja menatap tumpukan buku

yang baru saja ia letakkan di atas meja Pak Ardi. “Hari

yang sangat melelahkan.” Senja berkata pada dirinya

sendiri.

Dengan gontai senja berjalan ke arah kelasnya,

namun belum sampai di tempat tujuan, langkah gadis itu

terhenti karena teriakan seorang cowok berkacamata

tebal. Adit.

“Kenapa teriak-teriak?”

“Ke kantin, yuk?” Adit langsung menggenggam

tangan Senja dan menuju ke kantin. Tapi, belum sempat

mereka melangkah, tiba-tiba ada tangan yang menarik

kerah bajunya dengan kasar, lalu memaksanya

melepaskan genggamannya di tangan Senja.

Page 141: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

131

“Tak usah ba pegang-pegang! Ngana suka mo mati!

(Tidak perlu pegang-pegang. Kamu mau mati, ya)?” ucap

cowok itu kasar.

“Eh… Azka.”

Senja yang sadar akan hawa panas yang berasal

dari Azka, segera menyuruh Adit pergi.

“Nanti malam siap-siap! Jam delapan kita jemput!”

Suara Azka berubah jadi lembut ketika berbicara kepada

Senja.

“Ka mana? Tumben, biasanya tidak pernah ba

pangge bajalan (ngajak jalan).” Sahut Senja dengan nada

malas.

“Baku dapa (bertemu) dengan kita pe orang tua.”

“Apa?” Senja berharap dia tidak salah dengar.

“Pilihan li ngana cuma dua, datang baku dapa

dengan kita pe ortu atau….”

“Ato apa?”

“Torang tunangan!” tegas Azka

“Torang ini masih kalas sablas (kita ini masih kelas

sebelas).”

“Kiyapa? Ngana tidak serius dengan torang dua pe

hubungan? Apa cuma dari awal kita yang serius?”

(Kenapa? Kamu tidak serius dengan hubungan kita

berdua?)

“Kamu ini kenapa? Posesif sekali.”

“Ada yang salah dengan itu? Saya hanya

perjuangkan apa yang saya mau.”

“Astaga… Azka, kita ini serius dengan ngana.

Cuma kita masih…”

Page 142: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

132

“Kalo ngana serius kinapa musti ba pikir? Ato

jangan-jangan ngana ada cowok lain selain kita?” tegas

Azka, tanpa sadar pertanyaan itu telah melukai hati Senja.

”Kenapa dia? Jawab? Azka membentaknya dengan

kasar tanpa memerdulikan tatapan dari siswa-siswi yang

mulai ramai ada di koridor sekolah.

Senja menggeleng, kedua matanya tiba-tiba

memanas “Apa maksud kamu, Azka?”

“Sudah, kalau memang kamu tidak serius, lebih

baik kita putus!” Azka pun meninggalkan Senja begitu

saja.

* * *

Angka jarum jam semakin sibuk mengejar waktu

namun itu tak dihiraukan oleh Senja. Ia masih berkutat

dengan rumus kimia yang harus ia pecahkan. Haus

menyergap tenggorokannya hingga memaksa gadis itu

melangkah ke dapur. Langkahnya tertahan melihat

ibunya yang baru memasuki rumah dengan langkah

sempoyongan.

”Kenapa, Ma? Mama mabuk lagi?”

“Bukan urusanmu, sana masuk kamar lagi!”

Hardik mamanya.

“Ini urusan Senja, Mama kan ma….”

Plaakkk!

Senja merasakan perih di pipinya. Ia menatap

perempuan di depannya, tak percaya bahwa orang yang

selama ini dia hargai yang menamparnya.

Page 143: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

133

“Diam. Tidak usah campuri urusan mama lagi.

Atau Mama akan beri yang lebih dari itu!” Perempuan itu

berlalu meninggalkan putrinya.

Dengan pipi membengkak, senja pun berlari

kembali ke dalam kamar. Senja berusaha agar tak

menangis namun usaha itu sia-sia. Air mata itu terus

mengalir. Begitu banyak masalah yang terjadi. Mulai dari

pertengkaran dengan Azka yang berujung berakhirnya

hubungan mereka, dan sekarang pipinya yang

membengkak karena ulah dari orang yang ia sayangi.

Ibu senja merupakan sosok yang begitu baik

dulunya, tapi setelah kematian ayahnya, perempuan itu

berubah. Ia sering minum-minuman keras, berjudi, suka

berfoya-foya dan menyiksa anaknya.

Senja berharap kehadiran Azka dapat mengobati

kegundahannya karena perilaku mamanya yang suka

mabuk-mabukan. Tapi dia salah. Hanya dia sendiri yang

bisa mengatasi semua lukanya. Ia pun memutuskan untuk

fokus pada sekolahnya. Ia melarikan semua kesedihannya

dan mengalihkan perhatiannya pada pelajaran. Semua

kegiatan ekstra kurikuler dia ikuti hingga tak ada

waktunya untuk melamun lagi. Semua tenaga, waktu dan

pikirannya habis tercurah di sekolah, hingga ketika

sampai di rumah, ia hanya tahu tidur, untuk kembali

beraktivitas keesokan harinya. Nilai-nilai Senja pun

meroket. Dari nilai rata-rata, dia akhirnya bisa menjadi

juara di sekolah dengan nilai tertinggi. Luka dan patah

hati telah membuatnya fokus pada satu hal saja. Prestasi.

Page 144: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

134

Tak semua kata pepatah itu benar! Terkadang, yang

kita anggap mampu melindungi itulah yang mampu menyakiti.

Ada banyak pilihan hidup tetapi untuk menentukan pilihan

yang tepat itu tidak mudah. Luka terdalam adalah luka yang

tak terlihat oleh mata, kesedihan terdalam adalah yang tak

terucap oleh kata-kata. Mama sudah dewasa. Aku akan

membiarkannya menyembuhkan lukanya sendiri.

Page 145: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

135

RODA BENTOR

Mega Adipu

Anak itu berkulit sawo matang, matanya yang

bulat, memiliki pipi yang besar dan lesung pipi, tubuh

yang pendek. Dia anak sedikit populer di sekolahnya.

Untuk soal pelajaran, dia paling jago dalam hal berdebat.

Kalau sudah berdebat, teman-teman sekelas pasti

menyerah. Di kelas, dia sering dijuluki si mulut forum

politik.

“So44 jam berapa ini?” ucap Mega sambil melihat

jam dinding. Matanya melotot tak percaya melihat waktu

yang ditunjukkan jam dinding di kamarnya.

“Cepat jo mandi, No’u!45 So mo terlambat kamu.”46

Tegur seorang laki-laki yang paling ditakutinya.

“Iya papa, ini ti No’u so mo mandi.” Ucap Mega

terburu-buru.

Anak itu bergegas ke kamar mandi, sementara

papanya memanaskan bentor yang sangat terkenal di

Gorontalo. Bentor, perpaduan dari becak dan motor

adalah kendaraan umum yang banyak dipakai masyarakat

Gorontalo. Jumlahnya sudah beribu-ribu termasuk

bentor papanya. Beberapa menit kemudian anak itu

keluar rumah dengan pakaian yang sudah rapi dengan

seragam putih abu-abu dan jilbab putih serta tas ransel di

punggungnya. Mega segera naik ke bentor papanya.

44 sudah 45 Panggilan sayang untuk anak perempuan di Gorontalo 46 Cepatlah mandi, sayang. Kamu akan terlambat.

Page 146: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

136

“Cepat No’u! Sudah jam 6 lewat 30 menit.” Teriak

papanya lagi.

“Iya papa.”

Sesampai di sekolah, Mega turun dari bentor dan

segera mencium tangan papanya. Laki-laki itu lalu

memberinya uang saku lima ribu rupiah. Setiap hari

papanya itu hanya memberikan uang jajan lima ribu saja.

Ia harus berhemat di sekolah membagi uang itu untuk

fotokopi materi pelajaran bila diminta oleh guru dan

untuk jajannya saat istirahat.

Mega bergegas meninggalkan papanya menuju

gerbang sekolah, menuju kelasnya yang ada di belakang.

Dia harus memutar lapangan olahraga yang luasnya bisa

menampung ribuan siswa. Setibanya di kelas, ia bergegas

menyimpan tas dan mengambil sapu yang ada di sudut

kelas. Hari ini ia piket.

“Terlambat lagi? Begitulah kalau naik bentor.

Lambat,” hahahaha. Seorang anak berkulit putih

meledeknya. Namun, gadis itu tak peduli. Ia tetap

menyapu dan membersihkan kelas dengan cepat.

Papanya selalu mengajarkan kesabaran padanya. Jangan

mendendam, Nak, tidak baik. Ia ingat papanya selalu bilang

begitu.

Tak lama, bel pertanda pelajaran pertama

berbunyi. Ia meletakkan sapu dan menuju kursinya.

“Anak-anak, hari ini kita debat, ya. Ibu akan bagi

kelas menjadi beberapa kelompok.” Kata Bu Guru ketika

ia telah masuk di kelas Mega. Teman-teman Mega pun

berebut ingin sekelompok dengan Mega.

Page 147: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

137

“Bagus sekali, Mega.” Puji Bu Guru setelah

mendengar paparan Mega dalam debatnya.

“Lagi-lagi anak bentor, mungkin dia sudah pakai

opo-opo (guna-guna) supaya semua guru menunjuknya

saat akan berdebat.” Teriak murid yang mengejeknya

tadi.

Mega pura-pura tidak mendengar. Bu Guru hanya

geleng-geleng kepala.

Mega duduk di halte bus menunggu kedatangan

papanya. Di sekitarnya, anak-anak bergerombol di satu

bentor lain, tiga sampai lima anak naik beramai-ramai.

Pemandangan yang wajar di kotanya. Mega tersenyum.

Waktu sudah semakin siang. Biasanya, kalau papanya

terlambat begini, dia sedang banyak penumpang.

Setelah beberapa lama, akhirnya bentor papanya

terlihat juga.

“Ati’olo (kasihan). Maaf ya, papa terlambat

menjeput No’u soalnya hari ini banyak penumpang yang

harus Papa antar.”

“Tidak apa, Papa. Alhamdulillah kalau papa

banyak penumpang.”

Saat sampai di rumah, Mega segera makan siang.

Setelah cukup beristirahat, ia menyalakan laptop, itu hasil

ia menabung uang jajannya selama dua tahun. Ia lalu

tenggelam menyaksikan video para polisi sedang lari

pagi.

“Kamu ingin sekali menjadi seorang polisi, No’u?”

tanya mamanya sambil mendekat kepada Mega itu.

Page 148: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

138

“Ingin sekali, Ma. Tapi, jadi polisi membutuhkan

biaya yang besar.”

Papa Mega yang berada tidak jauh dari mereka

berkata “Insyaallah kalau Papa punya rezeki, Papa akan

mewujudkan mimpimu, Nak.”

Anak itu hanya bisa mengaminkan hal itu. Meski

kedengarannya mustahil, tidak ada salahnya punya mimpi,

kan? Mega berkata pada dirinya sendiri.

* * *

“Pa, boleh antar Mega ke toko buku?”

“Boleh, Nak. Tunggu sebentar, ya.”

Saat tiba di toko buku, pandangan Mega

tertumbuk pada sebuah buku bersampul seorang laki-laki

berseragam polisi. Mega pun mengambil buku itu.

Tetapi, sebelum tangannya sempat menyentuh buku itu,

ada tangan lain yang juga terulur ke arah buku yang

sama.

“Maaf, Bapak mau ambil buku ini?” tanya Mega

sopan.

“Kalau kamu mau ambil, silakan, saya cari yang

lain saja.” Jawab laki-laki yang ternyata adalah polisi juga.

“Tidak, Pak, saya tidak mau ambil buku ini. Bapak

yang lebih cocok punya buku ini.” Ucap Mega lagi.

“Jangan panggil saya Bapak, saya masih dua puluh

satu tahun. Kelihatan sudah tua, ya.” Mega menatap

wajah laki-laki itu. Ada keramahan di sana.

“Maaf, Kak. Baiklah. Saya permisi dulu.”

Page 149: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

139

Rupanya buku yang dicari anak itu tidak ada.

Anak itu pun keluar dari toko itu dan menghampiri

papanya yang menunggu di bentor.47

“Mana buku yang kamu beli?” tanya papanya.

“Tidak ada, Papa, kita pulang saja.”

***

Beberapa bulan kemudian Mega mulai sibuk

dengan persiapan ujian nasional. Dia lebih memilih

mengurung diri di kamarnya. Belajar dengan tekun.

Tanpa sepengetahuan Mega, papanya terus menabung

untuk persiapannya masuk ke kepolisian. Masih jauh dari

cukup, tapi laki-laki itu tak ingin putus asa.

“Belum cukup ya, Pa?” Istrinya gelisah.

Laki-laki itu hanya mengangguk.

“Kan anak kita sudah bilang, kalau dia lulus

sekolah nanti akan bekerja, dia tidak akan melanjutkan

sekolahnya.”

“Tapi setidaknya anak kita bisa sukses. Papa tidak

mau anak kita itu seperti kita,” kata laki-laki itu lirih.

Beberapa hari kemudian selesai ujian nasional,

Mega membaca pengumuman kalau ia lulus dengan nilai

yang sangat memuaskan.

“Papa, ti No’u lulus, coba lihat nilai aku, Pa!” Mega

berlari tak sabar menghampiri ayahnya.

“Alhamdulillah, Nak.”

“Lihat ada anak bentor, setelah lulus anak itu akan

menjadi gelandangan karena ayahnya tidak punya uang

47 Kendaraan khas masyarakat Gorontalo yang diambil dari akronim becak dan motor.

Page 150: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

140

untuk melanjutkan sekolahnya.” Teriak seorang murid.

Teman sekelas Mega yang sering mengejeknya.

Tanpa memerdulikan anak itu, Mega dan papanya

segera pergi meninggalkan sekolah.

“Papa, setelah aku menerima ijazah, aku mau

langsung melamar kerja ya, Pa?” Kata Mega ketika

bentor mereka sudah berada di jalan raya.

“Ya sudah, mana yang terbaik buatmu saja, maaf

Papa tida bisa menyekolahkan ti No’u lagi.” Balas

papanya.

“Tidak apa, Pa. Aku mengerti. “

Ketika bentor mereka sudah dekat dari rumah,

mereka berdua dikejutkan oleh mobil kepala sekolah yang

ada di depan rumah.

Mega segera turun, disusul papanya setelah

memarkirkan bentor.

“Assalamu’alaikum, Bu, Pak.“ Di ruang tamu,

ibunya sedang menjamu Pak Adriansyah, bersama

seorang laki-laki yang wajahnya tak asing bagi Mega.

Laki-laki di toko buku.

“Mega, Pak Adriansyah datang menawarkan

beasiswa untukmu, Nak. Nilaimu tertinggi se-Provinsi

Gorontalo. Polda Gorontalo punya program untuk siswa-

siswa lulusan SMA berprestasi.

“Alhamdulillah, ya Allah.” Mega langsung sujud

syukur.

Laki-laki di samping Pak Kepala Sekolah

tersenyum melihat Mega.

Page 151: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

141

“Adi, anak saya yang menyampaikan itu. Dia

cerita ketemu kamu di toko buku.” Pak Adriansyah

berkata lagi.

“Terima kasih, Pak. Terima Kasih, Kak. Papa,

Mama, Mega bisa jadi polisi juga. “

Papa dan Mama Mega menangis haru.

Tidak ada hasil yang mengkhianati proses. Jerih

payahnya belajar terbayarkan.

Mega mempersiapkan dirinya sungguh-sungguh.

Ia membuktikan jika dirinya memang pantas mendapat

beasiswa itu. Ia dan Adi bersahabat dan akhirnya karena

telah sama-sama mengenal dengan baik, mereka

memutuskan menikah. Kehidupan keluarga Mega telah

berubah. Ia berhasil membelikan ayahnya sepuluh bentor

lagi sehingga papanya sekarang hanya tinggal di rumah

menunggu setoran. Roda kehidupan terus berjalan. Selalu

ada kehidupan yang lebih baik, untuk mereka yang

bersungguh-sungguh berusaha.

Page 152: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

142

Page 153: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

143

GADIS PENJUAL KANTONG PLASTIK

Meilan Lotup

Takdir memang tidak selalu sesuai dengan apa yang

kita impikan. Siapa yang tidak tahu itu? Terkadang

membawa ke dalam lubang kebahagiaan. Terkadang

membawa ke dalam lubang penderitaan. Kita tak bisa

melawan takdir, hanya bisa menerima dan menjalaninya.

Itu yang diyakini Putri, gadis berusia sepuluh tahun

yang harus membanting tulang di usianya yang masih

sangat muda. Ia menjadi penjual kantong plastik di pasar

yang tak jauh dari rumahnya.

* * *

Menginjakkan kaki di kota kelahiran setelah lama

tak jumpa adalah hal yang sangat membahagiakan bagi

setiap orang. Rindu akan adat istiadat, budaya, bahasa,

orang-orang, serta suasana dari kota tersebut. Tapi tidak

bagi wanita berusia 22 tahun ini. Dia, Yurni Botutihe,

seorang wanita berperawakan tinggi, kulit sawo matang,

wajah oval cantik dengan lesung pipit di sebelah kanan,

tak lupa kacamata minus bertengger manis di hidungnya.

Setelah berhasil menempuh pendidikan S1-nya di Jakarta,

ia pun kembali pulang ke Gorontalo.

Pernah dibacanya di salah satu blog, bahwa Kota

Gorontalo telah berkembang pesat. Ia rindu pada aroma

dan rasa Binte Biluhuta48, sup kuah jagung yang bikin

48 Jagung yang disiram; makanan berkuah khas Gorontalo seperti sup jagung yang dicampur ikan atau udang, rasanya manis, asin, dan pedas.

Page 154: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

144

ketagihan. Hari itu, ia akan mencoba memasak Binte

Biluhuta lagi.

Pasar hari itu lumayan ramai. Orang-orang

berdesakan. Suara penjual mie, ikan, tahu bergantian

memenuhi pendengarannya.

Perhatian Yurni lalu terpaku pada gadis kecil

yang mengenakan baju agak lusuh dengan menenteng

beberapa kantong plastik besar warna putih sembari

menawarkan pada orang-orang yang lewat untuk

membeli kantong plastiknya. Gadis kecil itu bahkan tak

segan menawarkan jasa angkat barang. Beberapa

pertanyaan berkecamuk di pikiran Yurni ketika melihat

gadis itu.

Gadis sekecil itu apakah tak sekolah?

Di mana orang tuanya?

Tanpa sadar bulir-bulir air jatuh dari kedua sudut

mata wanita itu, membasahi kacamata yang tampak sudah

mulai kabur. Apalagi melihat orang-orang melewati anak

itu tanpa berniat membeli satu pun kantong plastik

miliknya.

Sejam berlalu, Yurni masih memandang anak itu,

hingga gadis kecil itu berjalan ke luar pasar. Mungkin

sudah lelah menjual. Hanya satu dua ibu yang mau

membeli kantong plastik miliknya. Selebihnya, ibu-ibu

sudah membawa tas dan keranjang sendiri dari rumah

mereka.

Ia mengikuti langkah gadis kecil itu hingga

berhenti di sebuah pondok kecil terbuat dari kayu yang

berada tak jauh dari pasar. Di sana berkumpul anak-anak

Page 155: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

145

penjual kantong plastik yang lain. Seperti menunggu

seseorang.

Pondok apa ini? Gumam Yurni memandang dari

jarak dekat tempat itu.

Tak lama kemudian muncul seorang pria berusia

30 tahunan membawa papan tulis putih sedang. Dari

situlah Yurni mengerti. Pondok itu tempat anak-anak

pasar itu belajar. Tempat mereka menimba ilmu walau

nampak kurang layak.

***

Pagi ini, cuaca sangat mendukung kedatangan

Yurni ke pasar. Ia masih penasaran dengan gadis kecil

penjual kantong plastik. Tak peduli kalau harus mencium

bau amis dari dalam pasar, karena rasa penasarannya

sangatlah besar. Seakan sudah mengenal lama anak itu.

Mungkin sebuah kebetulan ataukah takdir, baru

saja memikirkannya Yurni langsung bertemu gadis kecil

itu. Malahan gadis kecil itu menawarkan kantong plastik

padanya.

"Mau beli kantong plastiknya, Kak?"

“Boleh deh. Satu saja, ya.”

“Terima kasih, Kak.” Sahut gadis itu gembira dan

segera menyerahkan satu kantong plastik.

Putri berbalik saat merasakan tepukan di

pundaknya. Di depannya ada seorang nenek berambut

putih sebahu yang sedang kewalahan membawa

belanjaannya di kantong plastik kecil-kecil.

Page 156: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

146

"Kamu bicara dengan siapa, Nak? Aku ingin

membeli kantong plastikmu itu. Cepatlah." Kata nenek

itu.

Tiba-tiba terdengar kegaduhan. Dompet nenek

itu diambil paksa oleh seorang pencopet. Nenek itu panik.

“Aduh, bagaimana saya bisa pulang kalau begini?”

Putri merasa kasihan melihat si Nenek, dengan

ketulusan hati Putri memberikan satu lembar sepuluh

ribuan untuk Nenek itu.

Yurni tersentuh dengan kebaikan hati gadis itu.

Tak lama, gadis itu pun pulang ke rumahnya. Di

depan pintu rumah sederhana itu, telah menunggu

seorang perempuan berkacak pinggang.

"Pulang kenapa sampai siang begini? Mana uang

hari ini?" Anak kecil itu menunduk takut saat ibunya

bertanya sampai Yurni kasihan melihatnya.

"Maaf, Ibu, Putri….”

"Oh, pasti kamu belajar lagi di pondok itu, kan?

Putri dengar! Kamu itu perempuan, jadi tidak perlu kamu

sekolah! Kamu itu sebaiknya cari aja uang, terus besarnya

ibu kawinkan biar tidak bikin pusing terus.”

“Bu, jangan begitu, kasihan Putri masih kecil,”

Yurni berusaha menenangkan ibu itu. Tapi, perempuan

itu tak mendengarnya sama sekali.

Yurni bingung. Dirinya seperti tak ada di sana.

Yurni marah. Sangat marah. Melihat seorang ibu

menyuruh anak sendiri berjualan kantong plastik di pagi

hari dan melarang anak untuk bersekolah. Harusnya

seorang ibu memberikan pendidikan pada anak mereka.

Page 157: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

147

Itu hak mereka. Apa dia tidak berpikir, siapa tahu saja

dengan belajar dapat membuat masa depan anak menjadi

cerah dan bisa saja mengubah nasib keluarganya. Ingin

rasanya Yurni membuka pikiran ibu si Putri ini. Tapi

bagaimana caranya jika ibu itu tak bisa mendengarnya

sama sekali. Saking marahnya, Yurni menangis. Tapi

tiba-tiba ia tak sadarkan diri.

***

“Yurni, kamu sudah sadar, Nak?”

Ia berada di ruangan serba putih. Ia merasa asing.

Ia seperti telah tidur bertahun-tahun lamanya. Wanita

itu perlahan menyesuaikan retina dengan cahaya yang

menerobos masuk ke dalam matanya. Aroma obat-obatan

menyeruak menyerbu penciumannya.

Ini rumah sakit.

Di mana Putri? Kenapa aku berada di sini?

"Kamu sudah sadar, Nak?” Yurni menolehkan

kepalanya saat mendengar suara. Seorang wanita paruh

baya menatapnya penuh khawatir.

Itu ibu. Tapi dia mirip seseorang. Dia mirip ibu Putri.

Page 158: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

148

Page 159: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

149

MAMEHUATO

Siti Rabia Hunawa Mohi

Waktu terus bergulir. Jeritan bass dan treble yang

menggema seketika berubah menjadi lagu galau dalam

waktu sedetik. Jarum jam yang berputar seakan menatap

gadis itu dengan iba. Ia mengacak rambutnya dengan

kesal. Seolah-olah frustrasi akan bunyi yang masuk ke

dalam gendang telinganya.

Gadis bernama lengkap Sitti Nurafni Danial itu

menghela napas kasar lalu beranjak menuju ruang

tengah. Di sana, ia mendapati seorang lelaki yang tengah

asik dengan benda pipih dalam genggamannya. Segera,

Afni menghampiri lelaki itu.

“Kakak!”

“Wolo?”49 Fahri merespon dengan intonasi malas.

“Look at my face.”

“Mamehuato wa’u, mamehuato!” 50 Fahri memekik

seraya melompat dari ranjangnya dengan cemas. Sontak

saja alis Afni mengerut, bingung akan tingkah Fahri.

“Kakak! Remote DVD mana? Aku ingin

mengecilkan volume musiknya.”

Alih-alih merespon ucapan Afni, Fahri malah

jingkrak-jingkrak tak jelas seraya memekik, “Wuuu!

Mamehuato wa’u uti, mamehuato!”

49 Apa? 50 Saya akan tertabrak.

Page 160: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

150

“Kakak! Kecilkan volumenya. Aku ingin

mengerjakan tugas tapi konsentrasiku terganggu dengan

bunyi musik ini.”

“Latipo uti, latipo! Mamehuato wa’u.”51 Pekikan

Fahri semakin kencang diikuti wajahnya yang juga

semakin cemas dan tegang dalam waktu yang bersamaan.

“Wuuu! Lehuato loma’o.”52 Raut wajah Fahri yang

tadinya cemas dan tegang kini berubah menjadi muram

saat jagoannya ditabrak oleh truk dalam game yang

dimainkan sedetik lalu.

Setelahnya, Fahri menatap Afni tajam.

“Ada apa?”

“Tidak apa-apa.” Jawab Afni.

Tatapan gadis itu beralih ke layar ponsel yang ada

dalam genggaman Fahri, penasaran akan game yang baru

saja dimainkan kakaknya itu. “Tadi, game apa yang kakak

mainkan?”

Fahri menatap layar ponselnya lalu menjawab,

“Subway Surfer’s.”

Sontak saja Afni tertawa keras setelah mendengar

jawaban Fahri. Fahri yang tidak tahu akan hal apa yang

ditertawakan adiknya mengernyit seketika, lalu bertanya,

“Kenapa kau tertawa?”

Gadis itu berdeham pelan, bermaksud meredakan

tawanya. Ia menggeleng pelan, lalu menatap Fahri. “Kak,

apa kau tidak malu? Kau memainkan game lama, berbeda

51 Tunggu ya, tunggu! Saya akan tertabrak. 52 Terlanjur menabrak

Page 161: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

151

dengan remaja lelaki zaman sekarang yang sibuk

memainkan game Mobile Legends.”

“Aku tidak mencuri, kenapa harus malu?” Afni

tersenyum mendengar jawaban Fahri, beruntung

kakaknya tidak terlalu larut akan perkembangan zaman.

“Keluarlah. Aku ingin melanjutkan permainanku.” Sahut

Fahri sedetik setelahnya.

Mendengar hal itu, Afni mendengus kesal. Lalu

beranjak dari posisinya menuju ambang pintu. Namun,

saat akan memutar knop pintu, Afni teringat akan

sesuatu.

Segera ia berbalik, menatap Fahri. “Kak!” panggil

Afni.

Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar

ponsel, Fahri merespon singkat. “Mmm, kenapa?”

Afni terdiam sesaat, mencari kalimat yang pas

untuk dikatakan agar bisa membujuk Fahri mengiyakan

perkataannya. Dua detik kemudian, sebaris kalimat

langsung menghampiri otak gadis itu. Ia menghela napas

sebelum mengatakan kalimat yang hinggap di otaknya.

“Kak, sebentar sore aku ingin ke rumah Vani.”

Ucap Afni.

Fahri mengangguk ringan, “Lalu?”

“Kakak mau, kan, mengantarku?” tanya Afni

dengan intonasi yang was-was sekaligus memelas,

berharap Fahri mau mengantarnya ke rumah Vani.

“Jam berapa memang?” tanya Fahri.

“Sekitar jam lima sore.”

Page 162: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

152

Sesaat, Fahri menekan tombol pause pada game

yang tengah dimainkannya. Lalu menatap Afni seraya

berkata, “Baiklah. Tapi jangan terlambat sedetik pun. Jika

terlambat sedetik saja, lebih baik kau naik bentornya Om

Daeng.”

Bentor53 Om Daeng yang disebut-sebut kakaknya

berjalan pelan sekali, suka macet di jalan. Mendengar hal

itu, Afni bergidik ngeri. Membayangkan bagaimana

nantinya ia akan naik bentor milik Om Daeng. Mungkin ia

akan sampai di rumah Vani setelah salat Isya.

Afni kemudian menepis pikirannya mengenai Om

Daeng, beralih menatap Fahri lagi. “Iya, iya. Aku pastikan

akan tepat waktu sebentar nanti.” Kata gadis itu.

“Pona’olo!54 Aku ingin melanjutkan

permainanku.” Fahri berucap seraya mengibas-ngibaskan

tangannya ke arah Afni layaknya orang yang tengah

mengusir ayam.

Melihat tingkah Fahri, Afni mendengus kesal lagi

sembari memutar bola matanya malas lalu berbalik dan

membanting pintu kamar. Membuat Fahri terperanjat

seketika.

***

“Stop!” Gadis itu memekik diiringi telapak

tangannya yang menepuk-nepuk bahu Fahri.

Fahri menghentikan kemudi sesaat, melepas helm

dan menatap Afni yang kini telah turun dari motor. “Ini

rumahnya?” tanya Fahri.

53 Kendaraan khas masyarakat Gorontalo yang diambil dari akronim becak dan motor 54 Pergilah!

Page 163: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

153

Afni mengangguk sebagai jawaban. “Aku masuk

ya, kak? Daaa!”

“Afni!” panggil Fahri. Sang pemilik nama

menghentikan langkahnya, kemudian berbalik menatap

Fahri, “Kenapa?”

“Pulang jam berapa?”

“Perkiraanku jam 7 lebih. Kenapa?”

“Kakak jemput, ya?”

Afni terdiam sesaat, menimbang-nimbang

tawaran yang diberikan Fahri. Lalu empat detik

setelahnya mengangguk.

Afni berjalan pelan memasuki halaman rumah

Vani. Di sana, ia mendapati teman-temannya yang sudah

siap ditemani dengan berbagai kegiatan. Ada yang duduk

manis dengan benda pipih dalam genggamannya, ada

yang mengobrol satu sama lain, dan ada juga yang sibuk

membolak-balikkan buku cetak.

Segera, Afni menghampiri mereka sembari

membuka percakapan singkat, “Sudah lama, Reza?”

Lelaki bertubuh agak besar dan berkulit coklat itu

menggeleng lalu menjawab, “Tidak. Kami juga baru saja

sampai, mungkin sekitar jam empat.”

“Afni!”

Merasa namanya disebut, Afni menoleh ke sumber

suara. Ia menatap Dita dengan alis terangkat, “Ya?”

“PJ mana?” tanya Dita.

Afni mengernyit, “Maksudnya?” Gadis itu tidak

mengerti akan pertanyaan yang diajukan Dita.

“Pajak Jadian mana?” Dita mengulangi.

Page 164: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

154

Seketika, Afni dan Reza saling pandang. Merasa

terpojok akan suasana yang diciptakan Dita. Afni

menggigit bibir bawahnya pelan, kesal kepada sahabatnya

yang satu itu.

“Oh! Jadi, Reza sama Afni sudah menjadi sepasang

kekasih sekarang?” Puput memekik, semakin

memojokkan Reza dan Afni.

Afni menghela napas pelan, menatap Puput lalu

berkata, “Put, tadi saat menuju ke sini aku sempat melihat

Aldo makan bersama seorang cewek.”

Puput diam. “Jangan sangkut pautkan Aldo!” Afni

terkekeh. Hanya itu cara yang ampuh agar Puput bisa

diam.

“Sudahlah. Kalian seperti tidak pernah jadian

saja.” Virda menengahi, “Lagi pula, kita ke sini untuk

mengerjakan tugas. Bukan untuk memojokkan Afni dan

Reza.” Lanjutnya.

“Afni!”

Tidak. Dita tidak memanggil Afni. Tidak juga

dengan teman-temannya yang lain. Namun, Afni

mengenali suara itu. Itu suara...

“Kakak?”

Fahri berjalan menghampiri adiknya, menarik

tangan Afni dengan kasar sembari berkata, “Pulang!”

Gadis itu terkejut akan perlakuan yang diberikan

Fahri padanya. Malu. Ia malu karena dimarahi dan diajak

pulang dengan kasar di depan teman-temannya. Terlebih

lagi di sana ada Reza.

Page 165: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

155

Afni menyentak tangan Fahri, menatap kakaknya

dengan marah, “Ada apa, kak? Lagi pula, kenapa kakak ke

sini? Ini belum jam tujuh, bahkan baru sekitar tujuh belas

menit aku di rumah Vani dan kakak menyuruhku untuk

pulang?”

Fahri menatapnya dengan tajam, “Pulang, Afni!”

Afni menggeleng keras, “Tidak! Aku bahkan

belum mengerjakan tugasku. Tidak, aku tidak mau!”

“Bagaimana kau akan mengerjakan tugasmu jika

hanya asik bercanda seperti itu? Lagi pula, kau bisa

mengerjakannya sendiri. Mereka yang membutuhkan

otakmu, harusnya mereka yang datang ke rumah. Bukan

malah sebaliknya!”

“Kakak! Aku tidak suka kakak merendahkan

teman-temanku! Aku juga tidak butuh teman yang

cerdas, aku hanya butuh teman yang pengertian!”

Setelah berkata demikian, Afni berbalik. Kembali

menuju teras rumah Vani. Namun, dengan sigap Fahri

mencekal tangannya.

“Pulang, Afni!” Fahri membentak.

“Kakak, sebenarnya kenapa saat ini? Jika ada

masalah jangan lampiaskan padaku.”

“Aku tidak ingin berdebat denganmu, Afni. Akan

lebih baik, kau pulang sekarang.” Kata Fahri tanpa

berniat melepaskan cekalan tangannya pada Afni.

Tetapi, dengan sigap Afni menyentak dengan

kasar tangan Fahri kemudian berkata, “Kak, aku ini sudah

besar, jangan perlakukan seperti anak kecil!” Afni mulai

menangis. “Mengertilah, Kak.”

Page 166: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

156

Fahri mengembuskan napas pelan, menatap Afni

lamat-lamat. “Aku melakukan ini karena suatu alasan,

Afni. Dan kau tidak perlu tahu itu.”

Gadis itu tertawa remeh, “Aku memang tidak

perlu tahu semua tentangmu, apalagi jika itu menyangkut

privasimu. Tapi, kurasa aku berhak tahu jika alasan itu

ada kaitannya denganku.”

“Sudah kubilang kau tidak perlu tahu alasannya.”

Fahri mengacak rambutnya kasar, kesal akan sikap keras

kepala adiknya itu.

“Aku perlu tahu, Kak! Katakan saja, apa

alasannya? Aku berhak tahu!”

“Alasannya apa, itu tidak penting dan tidak perlu

kau ketahui.”

“Aku berhak tahu, Kak! Jika tidak penting, kau

pasti tidak akan semarah ini padaku.”

“Aku menyukaimu, Afni.” Kata Fahri akhirnya.

“Aku menyayangimu lebih dari sayang seorang kakak

terhadap adiknya.

Afni tertegun. Tidak percaya akan kalimat yang

dilontarkan kakaknya.

“Kak...” kalimatnya terhenti kala lelaki itu dengan

cepat berkata, “Tidak apa. Aku juga tidak akan

memaksamu untuk menjadi kekasihku. Dan aku juga

sadar bahwa perasaan ini seharusnya tidak pernah

hinggap di hatiku.”

“Kak, kau tidak bisa seperti ini. Hilangkan

perasaanmu itu.” Sahut Afni dengan nada dingin lantas

melihat ke objek lain, asal bukan pada wajah Fahri.

Page 167: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

157

“Aku sudah berusaha, Afni. Aku sudah berusaha

menghilangkan perasaan itu sedari lama. Tapi, tidak

kunjung berhasil juga.”

“Kuharap ini hanya leluconmu, Kak.”

“Kurasa kau bisa membedakan setiap ekspresiku.”

Kata Fahri.

“Jika begitu, maka menjauhlah. Enyahlah dari

hadapanku, Kak. Jangan pernah sekalipun mendekatiku.

Kita ini saudara kandung, Demi Tuhan!”

Afni berlalu, meninggalkan Fahri yang diam

mematung menatapnya.

“Afni!” panggil Fahri.

Namun, sang pemilik nama seakan enggan

menoleh apalagi sampai merespon panggilan lelaki itu.

“Afni! Bagaimana aktingku? Sudah sempurna?”

Fahri memekik kegirangan. Seolah-olah ia merasa akting

yang diperagakannya tadi telah sempurna.

Deg!

Mendengar kalimat tanya yang diajukan Fahri,

sontak saja membuat Afni menghentikan langkahnya.

Gadis itu diam mematung. Tidak percaya akan apa yang

terjadi saat ini.

Dua detik setelahnya, ia berbalik. Menatap Fahri.

“Maksud, Kakak?” tanya Afni. Kini jarak antara

dirinya dan Fahri hanya sekitar satu setengah meter, jadi

Fahri dapat dengan jelas mendengarkan setiap kalimat

yang dilontarkan gadis itu.

Fahri tersenyum canggung, merasa bersalah atas

apa yang dilakukannya beberapa menit lalu. “Maaf, ya?”

Page 168: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

158

“Kurasa aku telah menjadi bahan percobaanmu.

Kau egois, Kak. tidak memikirkan bagaimana perasaanku

nantinya.”

“Aku minta maaf karena hal ini. Lagipula, jika aku

meminta izin padamu terlebih dahulu kau pasti tidak akan

mau. Dan ini saat yang pas karena di sini ada teman-

temanmu jadi aku bisa membiasakan mentalku yang

biasanya gugup jika berhadapan dengan orang banyak.”

Fahri jeda sejenak, “Oh, ya, satu lagi. Aku juga sudah

harus pentas di kampus besok, datang ya? Ajak teman-

temanmu juga.” Jelas Fahri.

Page 169: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

159

TERLALU BESAR HARAPAN

Zein Mokodongan

Matahari mulai menampakkan senyumannya di

ufuk timur. Aku mulai melangkahkan kaki menelusuri

jalanan yang sepi, orang-orang masih dalam bunga

tidurnya masing-masing. Paduan suara dari gemercik

Sungai Bone dan burung cui menambah keindahan

suasana pagi ini.

“Masih pagi-pagi ngana so pigi di sekolah?” 55Sapa

tanteku yang sedang menyiram tanaman

“Iya, kenapa?”

“Tidak apa.”

Aku memang senang datang lebih awal ke

sekolah. Jalanan sepi dan belum banyak orang yang lalu

lalang. Sekolahku, satu-satunya di desa. Teman-teman

lebih suka bersekolah di kota, padahal sama aja. Mau

sekolah di kota dan di desa, ujung-ujungnya putus

sekolah karena salah pergaulan.

Aku punya dua orang sahabat, Afni dan Nia. Kami

selalu bersama-sama di sekolah, banyak teman-teman

yang iri terhadap pertemanan kami. Aku sangat

bersyukur bisa berteman dengan mereka, walaupun

kadang kami selalu bertengkar atau salah paham.

‘’Kamu sudah sampai? Cepat sekali.” Nia sedang

merapikan mejanya.

“Iya, saya bawa kunci, jadi harus cepat datang.”

55 Masih terlalu pagi kamu sudah pergi ke sekolah?

Page 170: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

160

Sejujurnya aku selalu iri sama Nia. Dia bisa dekat

dengan guru-guru. Mungkin karena dia anak pintar.

Hari ini adalah hari Senin. Aku sudah yakin 100%

banyak anak-anak yang akan dihukum karena bolos di

hari sabtu. Paling hukumannya hormat bendera atau

membersihkan toilet sekolah.

Aku dan Nia menunggu sosok Afni yang selalu

terlambat. Aku, setiap hari selalu berusaha datang lebih

pagi dari Nia tapi tak pernah bisa.

“Wah…kalian sudah tiba!” Afni muncul

mengagetkan aku dan Nia.

‘’Sudah dari tadi!’’ Jawab kami serempak.

“Saya kira upacara sudah mulai.”

Teng…teng…teng… akhirnya bel upacara

memenuhi semua telinga siswa-siswi.

Aku, Nia, dan Afni langsung bergegas ke

lapangan.

“Eh, sebentar jadi ulangan T.I.K?” Bisik Afni pada

Nia di tengah upacara.

‘’Bisa tidak diam dulu. Ini upacara. Hormati

negara kita dong.“ Nia terusik.

‘’Tahu, ah.’’

Akhirnya serangkaian tahap-tahap upacara

selesai. Menurutku upacara adalah hal paling

mengerikan.

Baru saja selesai berdiri lama-lama, aku baru ingat

kalau hari ini, siswa-siswa yang bolos pada hari Sabtu

akan dihukum. Kepala sekolah mulai beraksi menghadapi

murid-murid nakal, aku tidak pernah absen dari

Page 171: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

161

kelompok itu. Tiba-tiba mataku melotot hampir meloncat

ketik mendapati Nia ikut bergabung dengan kami.

“What are you doing here, Nia?’’ tanyaku kaget

melihatnya. Dia tak mungkin berada di sini.

“Nothing, kapan kamu belajar bahasa Inggris?’’

Jawabnya santai.

‘’Nia? Kenapa kamu di sini?” Kepala sekolah

bertanya dengan raut wajah yang sama seperti wajahku

tadi.

‘’Saya di luar, Pak, pas mata pelajaran terakhir.”

“Sengaja atau tidak?” Pak Kepsek menatap Nia

penuh selidik.

“Sengaja, Pak.”

‘’Alasannya?”

‘’Saya tidak suka cara mengajar guru bahasa

Inggris, pake hukuman gosok penghapus di muka. Bapak

tahu bahan kimia yang ada di dalam tinta itu bisa merusak

kulit, bahkan bisa kudisan. Itu alasan saya tidak masuk,

Pak.” Nia tegas dan tidak ragu menyampaikan alasannya.

‘’Kalau Bapak mau bukti, ini Bapak lihat muka

saya saja.” Aku yang berdiri tepat di samping Nia,

langsung spontan melihat wajah Nia. Memang ada

bintik-bintik merah di sana. Beberapa bagian kecil ada

yang terkelupas.

Bapak Kepala Sekolah terdiam, benar-benar tidak

ada tanggapan.

‘’Baiklah, akan saya undang Bu Guru Bahasa

Inggris ke ruangan saya nanti.”

Page 172: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

162

Gara-gara kasus Nia, siswa lain tidak jadi

dihukum. Kami diperintahkan masuk kelas. Aku salut

melihat tingkah Nia tadi, bayangkan saja, Kepala Sekolah

bahkan tidak menghukumnya karena alasan yang

bagaikan peluru yang sangat mematikan.

‘’Hei, ada siswa baru.’’ Afni memecahkan hening.

‘’Mana?’’ Sahutku dengan wajah penasaran.

‘’Saya duluan ke kelas, ya?” Ucap Nia sambil

berlalu.

‘’Kamu tidak penasaran dengan siswa baru?”

tanya Afni.

‘’Nanti juga ketemu, sekolah kita ini kan tidak

besar.”

Nia pun berlalu meninggalkan aku dan Afni.

Dasar anti sosial, sahutku dalam hati.

Aku dan Afni langsung menuju kelas 11 IPS 2,

kelas anak baru yang kami bicarakan tadi. Itulah pertama

kali aku percaya bahwa Tuhan memang baik menciptakan

cowok secakep itu. Rasanya seperti bertemu pangeran.

“Cakep sekali dia.” Ucap Afni.

“Rapi juga. “ Aku menimpali.

“Eh ayo masuk, yuk, tuh Bu Guru T.I.K. sudah

menuju kelas kita.”

Sial. Aku belum puas melihat wajah cowok itu.

Setelah selesai ulangan kami bertiga berjalan

menuju kantin.

Tiba-tiba di jalan menuju kantin, kami bertemu

siswa baru tadi. Hatiku benar-benar meleleh bagaikan es

batu diletakkan di bawah matahari.

Page 173: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

163

Di kantin aku mendadak hilang selera makan. Tak

ada angin dan hujan, tiba-tiba pangeran itu muncul dan

meminta izin duduk bersama kami.

Aku melihatnya diam-diam. Tapi ternyata,

pandangannya terfokus ke Nia.

“Hai.” Dia menyapa Nia.

“Hai, juga.” Jawab Nia santai.

“Boleh kenalan?”

“Nia.” Nia menjawab singkat.

“Fadel.”

Mereka lalu bercakap layaknya aku dan Afni

seolah tidak ada di sana. Tapi, dari percakapan itu, aku

jadi tahu, Fadel adalah siswa pindahan dari Kwandang,

salah ibu kota Kabupaten Gorontalo Utara. Dia pindah ke

sini karena ikut orang tuanya yang ditugaskan menjadi

dokter di puskesmas kami. Fadel adalah anak tunggal.

Dia cukup ramah untuk ukuran seorang anak baru. Aneh

mengapa dia bisa mudah bergaul dengan Nia yang anti

sosial. Kami bertiga ditraktir milu siram, sebagai salam

perkenalan.

Setelah makan, kami kembali menuju kelas.

Karena kelas kami berdampingan, Fadel memutuskan

berjalan bersama dengan kami. Aku dan Afni merasa

heran dan bingung melihat Nia yang dari tadi asik

tertawa cekikikan dengan Fadel.

Tiga minggu telah berlalu sejak kedatangan Fadel

di sekolah kami. Nia dan Fadel semakin akrab. Hari demi

hari mereka semakin tidak terpisahkan. Hal itu membuat

Page 174: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

164

aku cemburu berat. Tiap hari mereka selalu bersama. Aku

dan Afni bagaikan pembasmi nyamuk saja.

Aku baru sadar kalau aku sedang jatuh cinta. Tapi,

aku beda jauh dengan Nia. Nia adalah sosok yang disiplin,

pintar, asik, tegas, dan cantik. Aku? Kebalikan dari semua

sifat Nia itu.

Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan

mengubah pola hidupku ini. Gumamku dalam hati. Aku

akan merebut Fadel dari Nia, bagaimanapun caranya.

Apalagi dari yang aku lihat, sepertinya Nia hanya

menganggap Fadel sebagai teman. Satu hal yang

membuatku ragu, Fadel punya rasa terhadap Nia. Aku

tahu dari cara dia membuat Nia selalu tertawa di setiap

hari.

Hari ini, aku berangkat pukul 05.45 pagi. Tapi

tetap saja, aku sudah keduluan Nia. Nia sudah ada di

bangkunya. Tiba-tiba sesuatu terbesit di pikiranku, ingin

rasanya aku jujur kepada Nia.

‘’Pagi Nia,” sapaku.

“Tumben ngana pagi-pagi so ada,”56 sahutnya.

“Sebenarnya ada yang mau aku bilang ke kamu,

Nia. Tapi, ini antara kita berdua saja, ya?”

“Apa itu?”

“Aku suka sama Fadel.”

“Lalu?”

“Boleh kamu batasi kedekatan kamu dengan

Fadel?”

56 Tumben kamu masih pagi sudah ada?

Page 175: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

165

“Sorry, aku juga mulai suka sama dia. Dia itu lucu.

Tahu caranya bikin orang tertawa.”

“What?” Aku kaget mendengarnya. “Kamu tega,

Nia.” Baru saja aku ingin berbalik pergi, tiba-tiba Afni

sudah ada di dekat kami.

“Kalian kenapa?”

“Aku sudah tidak mau berteman dengan dia,” aku

menunjuk Nia dengan malas.

“Kamu tidak punya hak aku dekat dengan siapa,

meski kita berteman baik.” Balas Nia tak kalah enggan.

Aku pergi, keluar dari kelas. Baru ketika jam

pelajaran mulai, aku masuk. Begitu terus yang terjadi

selama tiga hari. Aku dan Nia saling menghindar satu

sama lain. Afni yang terbelah antara mau memihak Nia

atau membelaku. Afni akhirnya bosan dan terbersit di

kepalanya satu ide. Dia mengajak Fadel, Nia, dan aku

bertemu di kantin pas istirahat.

“Daripada kalian begini terus, ikut saja dengan

solusi yang aku tawarkan, ya?” Kata Afni memulai

pembicaraan.

“Ada apa sebenarnya?” Fadel yang mengantuk

tiba-tiba sadar dan bertanya.

“Aku dan dan Nia suka sama kamu.” Kataku tiba-

tiba. Aku juga sudah bosan dengan keadaan ini.

Fadel, Nia, dan Afni sama-sama terbelalak ke

arahku.

“Guys, sebenarnya aku suka sama Afni. Aku

mendekati Nia karena ingin cari tahu tentang Afni. Aku

dan Afni sudah dijodohkan dari kecil.” Kata Fadel ragu.

Page 176: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

166

“Apa?” Kali ini giliran aku dan Nia yang terbelalak

ke arah Fadel.

Suara sesuatu yang mendebuk lantai di samping

kami jauh lebih mengagetkan. Afni jatuh tak sadarkan

diri.

Page 177: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

167

KARENA

Stepin

“Tidak… Tidak boleh, kamu tidak boleh sekolah!”

"Tapi, Yah. Aku suka sekali sekolah. Mohon

izinkan aku.” Untuk kali ke sekeian aku mencoba

membujuk Ayah.

"Tetap tidak boleh!"

Fiiiuuh… ingatan tentang bagaimana marahnya

Ayah pada saat aku izin untuk sekolah masih terngiang-

ngiang di kepalaku bagaikan kaset rusak. Bagaimana

tidak, aku hanyalah anak kecil berumur tujuh tahun yang

tinggal di desa terpencil, lebih tepatnya di desa

Dulamayo, salah satu desa yang berada di Provinsi

Gorontalo. Desa kami jauh dari pusat kota. Ayah perlu

aku untuk membantunya di kebun. Sekolah hanya

menghabiskan biaya yang ia tidak punya.

Namaku Amel, nama yang sama dengan nama ibu.

Ayahku bernama Dani. Ayah sengaja memberi nama yang

sama dengan ibu, dan setiap kali aku bertanya alasannya,

Ayah selalu menjawab karena aku mirip sama ibu. Ibu

meninggal saat melahirkanku. Hanya Ayahlah yang

kupunya saat ini.

Hari ini seperti hari-hari kemarin. Aku pergi ke

sekolah tanpa sepengetahuan Ayah. Setelah ayah

melarangku untuk sekolah, bukan berarti aku benar tidak

sekolah. Tanpa sepengetahuan Ayah, diam-diam aku

datang ke sekolah. Aku tidak ikut belajar dengan duduk

di kelas memakai seragam seperti anak-anak lain. Aku

Page 178: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

168

hanya mengintip saja lewat jendela pada saat guru sedang

mengajar. Aku sangat ingin bersekolah dan mencapai

cita-cita. Aku ingin menjadi seorang penulis ternama

suatu saat nanti. Tapi sepertinya aku harus membuang

jauh-jauh pikiranku itu.

Sebelum kelas bubar, aku kembali pulang ke

kebun. Akupun segera berlari ke kebun sebelum Ayah

sampai. Dengan napas tersendat-sendat akhirnya aku

sampai juga di kebun. Ayah sudah berada di sana. Sedang

marah.

"Dari mana saja kamu, Amel?" Ayah sedang

menatapku. Seram sekali tatapan itu.

“Dari mana saja kamu, Amel?" Ayah mengulangi

pertanyaannya. Kali ini dengan nada suara yang lebih

tinggi.

"Da… dari rumah teman, Yah.”

“Jangan bohong! Ayah tidak pernah mengajarimu

berbohong!”

“Benar, Yah, Amel tidak bohong.”

“Lalu apa ini?” Tanya ayah sambil melempar

beberapa buku pelajaran ke arahku.

“I… i… itu….”

Sekali lagi Ayah lihat kamu mencoba, tidak akan

Ayah maafkan.” Ayah melangkah pergi.

Aku pulang ke rumah tak lama kemudian. Aku ke

kamar Ayah. Tadi aku belum sempat meminta maaf. Tapi,

Ayah tak ada di kamarnya. Aku mencari sampai malam.

Tapi Ayah tak pulang-pulang.

Page 179: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

169

Paginya, aku mencoba ke kebun. Aku baru ingat

kalau Ayah tidak menginap di rumah, pasti ia tidur di

pondok kecil yang ada di kebun. Benar saja. Ayah di sana.

Termenung sedih.

"Amel minta maaf, Yah.”

Ayah tetap diam. Tak melihatku sama sekali.

“Amel hanya ingin belajar dan bersekolah. Hanya

itu tidak lebih."

“Pergi!”

“Ta… tapi, Yah.”

“Tidak ada tapi-tapian sekarang. Pergi dari sini.

Dasar anak tidak berguna, pembangkang, tidak tahu diri.

Pergi kamu! Jangan pernah kamu menampakkan muka di

hadapanku lagi."

Dengan hati penuh kecewa dengan sikap Ayah,

aku berjalan menjauh. Sekilas, aku merasa seperti

mendengar ayah mengucapkan sesuatu. “Maafkan Ayah,

Nak.” Ah, mungkin hanya halusinasiku saja. Aku terus

berjalan tanpa tahu arah. Terik matahari terasa

menyengat dan peluh membanjiri tubuhku. Perutku yang

sudah berbunyi sejak tadi. Pasti karena tadi malam aku

tidak makan. Kepalaku semakin sakit dan semua yang

kulihat serasa berputar. Seketika semua menjadi gelap.

“Saya juga tidak tahu siapa anak ini, tadi saya

menemukannya di jalan… sekilas aku mendengar ada

yang bercakap-cakap. Entah siapa aku tidak tahu.

“Di mana aku?”

“Kamu ada di klinik, sayang.” Sebuah suara yang

tadi kudengar mengagetkanku.

Page 180: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

170

"Kenapa aku bisa ada di sini?" Tanyaku sambil

berusaha bangun. Tapi, kepalaku terasa sangat berat.

“Tadi saya menemukanmu pingsan di jalan, jadi

saya bawa ke sini.”

“Terima kasih banyak, Tante. Maaf karena sudah

merepotkan.”

“Tidak apa-apa. Nama kamu siapa?”

“Amel, Tante."

“Oh, Amel. Nama yang bagus. Jangan panggil

Tante dong, panggil saja Bu Maya.”

“Iya tan… eh Bu Maya."

“Amel, rumah kamu di mana?” tanya bu Maya

setelah aku ada di mobil. Baik sekali dia mengantarku

pulang.

“Saya sudah tidak punya rumah, Bu. Ayah saya

mengusir saya pergi.” Air mataku keluar lagi tanpa bisa

kutahan.

“Masa?”

Mau tidak mau aku menjelaskan semua yang

terjadi antara aku dan Ayah.

“Bagaimana kalau kamu ikut Ibu saja ke kota?”

Tanyanya setelah aku selesai bercerita.

"Maksud Ibu?" Aku tidak percaya dengan apa

yang kudengar barusan.

”Ibu tinggal sendiri. Kalau kamu mau, Ibu akan

senang sekali dapat teman.” Dia tampaknya sungguh-

sungguh. “Anak saya yang perempuan meninggal lima

tahun lalu. Kamu mengingatkanku dengan dia.”

Page 181: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

171

Katanya-katanya itu memantapkan hatiku

mengikutinya. Selamat tinggal, Ayah.

***

Setelah dua jam berkendara, kami tiba di

rumahnya. Rumah yang besar dan mewah.

“Rumahnya besar sekali, Bu.” Aku tak tahan

berkomentar.

“Dan sekarang, rumah yang besar itu tidak akan

kesepian lagi. Kan, sudah ada kamu.” Bu Maya menatapku

dengan mata yang berbinar-binar. Aku terharu melihat

ketulusannya.

“Kita makan malam dulu ya, habis itu kamu

istirahat.”

“Baik, Bu.”

Keesokan harinya aku bangun dan langsung

bergegas mandi. Ketika keluar kamar mandi, aku melihat

sepasang seragam sekolah dasar tergeletak di tempat

tidur. Aku masih menatap seragam itu ketika Bu Maya

mengetuk pintu.

“Semoga seragam itu cocok buatmu, Amel.”

“Bu… Amel….” Aku tidak tahu kata-kata apa

yang pantas aku ucapkan. Tuhan telah

mempertemukanku dengan seorang malaikat.

“Sudah, Ibu paham. Kamu mau sekali bersekolah,

kan?” Setahu Ibu, anak yang sungguh-sungguh ingin

sekolah, tidak akan mengecewakan.” Seragam itu Ibu beli

buat anak Ibu. Tapi, belum sempat ia kenakan… Tuhan

sudah mengambilnya lebih dulu.”

Aku memeluk Bu Maya.

Page 182: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

172

“Bu Maya jangan sedih lagi, ya? Amel janji akan

belajar yang rajin.”

“Anak baik.” Ia melepaskan pelukanku dan

mengusap rambutku pelan. Ia sudah tersenyum lagi. Ayo

kita makan. Sarapannya sudah dingin.”

***

Lima belas tahun kemudian.

“Sayang, apa kamu yakin mau ke kampung

sendirian?” Tanya pemilik suara yang selalu menemaniku

selama ini. Bu Maya. Ia sudah tua, tapi kecantikannya

tidak pernah pudar. Pasti karena kebaikan hatinya.

Aku sudah menjadi penulis terkenal. Berkat Bu

Maya yang selalu mendukungku. Ia menggemblengku,

menyekolahkan, dan mengikutkanku di sebuah kelas

menulis yang bergengsi. Aku sudah menerbitkan dua

buku di usia yang belia. Remaja seumuranku sangat

menyukai karyaku karena merasa membaca kisah mereka

di sana.

Lima belas tahun berlalu tanpa aku pernah

bertemu ayah. Aku sudah merasa ini waktunya. Aku pun

pamit pada Bu Maya. Aku rindu Ayah dan khawatir

dengan nasibnya.

“Maafkan ibu, Nak, Ibu tidak bisa menemanimu

ke kampung.”

“Tidak apa-apa, Bu. Ibu istirahat saja di rumah, ya.

Amel tidak akan lama di kampung.”

“Iya, hati-hati.”

Perjalananku ke kampung hari itu adalah dua jam

terlama dalam hidupku.

Page 183: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

173

Semoga Ayah baik-baik saja. Tiba-tiba aku merasa

bersalah. Anak macam apa yang tidak pernah mencari tahu

tentang ayahnya? Tapi, dia kan mengusirmu? Tapi tetap saja

kamu tidak boleh pergi begitu saja. Kamu tidak pamit.

Perdebatan itu terjadi di kepalaku sepanjang perjalanan.

Aku melihat rumah lama kami. Tertutup rapat.

“Assalamualaikum, Ayah? Ini Amel. Buka

pintunya, Yah.” Aku mengetuk pintu. Lama. Tak ada

yang menyahut. Aku mengetuk lagi.

“Permisi, adik ini cari siapa, ya?” Seorang ibu

menghampiriku.

“Saya lagi cari Ayah saya, Bu. Pak Dani.

Rumahnya ya ini. Ibu kenal? Saya anaknya, Pak Dani.”

“Amel? Kamu Amel? Ibu itu segera memelukku.

“Tunggu di sini, ya.”

Belum sempat aku menjawab, ibu itu berbalik

pergi. Rumahnya tak jauh dari rumahku. Pantas saja aku

tidak kenal. Lima belas tahun yang lalu, rumah itu belum

ada di sini.

“Ini, Nak. Ayahmu menitipkan ini 15 tahun yang

lalu.” Ia menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat.”

“Ini apa, Bu?”

“Bacalah, Nak.”

Aku membuka amplop itu dengan perasaan tidak

enak.

Amel sayang, Ayah tahu kamu pasti akan kembali

suatu saat nanti. Jadi mungkin setelah kamu menbaca surat

ini, Ayah sudah tidak ada di dunia ini. Amel maafkan ayah,

Page 184: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

174

Nak. Ayah tidak bisa menjadi orang tua yang baik untuk kamu.

Ayah juga orang tua yang sangat buruk karena tidak

mengizinkan kamu sekolah dan belajar. Tapi satu hal yang

harus kamu tahu Amel, Ayah sangat menyayangimu. Alasan

ayah tidak mengizinkanmu sekolah bukan karena ayah tidak

percaya dengan pendidikan. Asal kamu tahu Amel. Dulu,

ibumu seorang guru yang sangat baik. Bahkan saat

mengandung kamu saja, ibumu tetap pergi ke sekolah untuk

mengajar. Bahkan sampai kandungannya berumur sembilan

bulan. Dia tetap pergi ke sekolah. Sehingga pada saat mau

melahirkan kamu saja, dia harus dilarikan dari sekolah ke

klinik. Kata dokter, Ibumu kelelahan. Kondisinya itu tidak

memungkinkan ia selamat saat melahirkanmu.

Karena itulah, Nak. Ayah sangat membenci sekolah.

Sekolah yang menjauhkan Ibumu dari Ayah.

Ayah mengusirmu karena Ayah tak ingin kamu

melihat ayah sekarat. Saat Ibumu melahirkanmu, Ayah

pingsan. Dokter sempat memeriksa Ayah. Ayah kanker paru-

paru. Pasti karena kebanyakan merokok. Umur Ayah hanya

tinggal delapan tahun. Ayah membuatmu membenci Ayah agar

kamu tak perlu merasa kehilangan.

Maafkan Ayah, Nak. Semoga kamu bisa jadi penulis

seperti cita-citamu.

Ayah sayang kamu, Amel.

Aku menangis sejadi-jadinya. Ibu yang tadi memberiku

surat memelukku erat.

“Makam Ayahmu ada di belakang rumah ini,

Nak.”

Page 185: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

175

ANAA UHIBBUKA FILLAH

Putri Warsono

Ini pertama kali aku terpukau. Aku tidak bisa

menerjemahkan rasa ini. Apakah ini cinta atau hanya rasa

kagum. Suara dia melantunkan ayat-ayat suci Alquran

membuatku hanyut oleh suara merdunya. Azhar

namanya.

Pagi ini, hari Jumat. Semua santri pesantren

Hubulo, Desa Kramat, Bone Bolango, berkumpul di

musala. Aku adalah salah satu santriwati di pesantren ini.

Namaku Anisya Afriliani Monoarfa. Orang-orang

menyapaku dengan Nisya. Tinggi badanku 150 cm. Aku

memiliki lesung pipit mungkin karena itu banyak yang

bilang aku adalah si munggil yang manis.

Aku memiliki dua orang sahabat yaitu Aisyah dan

Zahra. Aisyah adalah anak yang pendiam, cuek, tapi kalau

masalah novel dia akan berubah cerewet. Mungkin itu

yang menyebabkan dia pakai kacamata. Aku sering

mengejeknya si kutu buku. Kalau si Zahra, hobinya

makan. Jam yang paling ia sukai adalah jam istirahat. Saat

itulah dia bisa ke kantin untuk makan sepuasnya. Tak

heran, Zahra bertubuh gemuk. Kami sekarang duduk di

kelas XI Jurusan IPA.

Pagi itu, tadarus Alquran dipimpin Ustaz Arif.

Itulah kegiatan rutin kami setiap jumat di pesantren ini.

Aku, Aisyah, dan Zahra bergegas kembali setelah

pengajian berakhir.

Page 186: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

176

“Assalamu’alaikum.” Kak Azhar sudah ada di

depan kami bertiga. Ia memang kakak angkatan kami.

“Wa’alaikumussalam, Kak.” Balas kami serempak.

“Nisya, kamu katanya ditunjuk untuk ikut

muhadara besok. Ceramah antarkelas. Mewakili kelasmu,

ya?” Ucap Kak Azhar.

“Baik, Kak. Insyaallah.”

Kak Azhar adalah ketua osis di pesantren kami.

Sebab itulah ia mencari perwakilan kelas untuk mengikuti

muhadara. Selain pintar, ia juga memiliki akhlak mulia,

tampan, penghapal Alquran lagi.

Aku disekolahkan di pesantren ini sebab orang

tuaku ingin aku menjadi anak saleh dan berbakti kepada

kedua orang tua. Terutama papa. Ia ingin sekali aku

menjadi hafizah. Alhamdulillah. Aku sekarang sudah hafal

25 juz. Semoga saat aku lulus di pesantren ini aku bisa

menghafal lima juz sisanya.

Saat sampai di kelas, aku langsung mengambil

buku Mahfudzot. Ustaz Ahmad yang akan mengajar. Di

pesantren kami, bapak dan ibu guru biasa dipanggil ustaz

dan ustazah.

Ketika aku merapikan buku tepat pada saat jam

terakhir usai, aku baru sadar kalau Alquran milikku

ketinggalan di musala tadi pagi.

“Nisya, ke asrama, yuk?” Zahra sudah berada di

dekat mejaku.

“Aku ke musala dulu, ya? Alquranku ketinggalan.”

”Aku duluan kalau begitu.”

Page 187: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

177

Aku mengangguk tapi Zahra sudah tidak melihat

karena ia sudah berbalik.

Mendekati musala, aku mendengar suara lelaki

yang membacakan ayat suci Alquran. Sangat merdu dan

syahdu. Indah sekali.

Aku masuk dari pintu belakang dan berusaha

tidak menimbulkan suara sama sekali. Aku mencari di

semua sudut musala di bagian akhwat, sebutan bagi santri

perempuan. Alquran itu tidak ada. Aku hanya bisa melihat

sebuah punggung yang khusyuk mengaji di dekat podium

mesjid.

“Assalamu’alaikum, kamu mencari ini, ya?” Laki-

laki yang belum kukenal tiba-tiba muncul dan Alquran

berwarna biru milikku ada di tangannya. Saking

seriusnya mencari, aku tidak sadar kalau suara yang

mengaji tadi sudah berhenti. Diakah yang mengaji semerdu

itu?

“Wa’alaikumussalam, eh iya, Kak.”

“Maaf ya, tadi aku pakai ngaji. Kebetulan saat aku

selesai salat Zuhur tadi, aku melihatnya tergeletak di

dekat lemari mukena.”

“Tidak apa-apa, Kak. Terima kasih. Saya pamit

dulu. Assalamu’alaikum.”

“Waalaikum salam.”

Suaranya merdu, wajahnya tampan.

“Astagfirullah, Nisya. Apa yang kamu pikirkan?”

Aku memarahi diriku sendiri.

Aku tiba di asrama. Aku lupa kalau Aisyah dan

Zahra yang sudah menunggu.

Page 188: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

178

“Kamu dari mana saja? Kok lama sekali ke

musala?” Tanya Aisyah.

“Iya, ini kan sudah lewat waktu Zuhur. Mendekati

Asar malah.” Zahra tak mau kalah.

“Aduh maaf. Ini. Tadi aku ke musala cari Alquran

ini. Ternyata lagi dipakai sama cowok. Jadi ya, begitu

lah.”

“Siapa?”

Entahlah, aku tidak sempat bertanya.”

“Ya sudah, kamu ganti pakaian dulu.” Baru kita

makan sama-sama.” Ucap Aisyah.

Aku mengganti pakaian dengan pikiran kacau.

Siapa laki-laki tadi, ya? Kenapa aku tidak sempat menanyakan

namanya.

Eh itu dia.

“Nisya…bNis?”

“I… iya kenapa?” ucapku kaget.

“Dari tadi kamu mengkhayal, kamu mau pesan

makanan apa?” Aisyah sudah mulai tidak sabar.

“Maaf… maaf. Iya. Aku mau nasi lalapan saja, ya.

Dengan Es Teh.”

Selesai makan, kami kembali ke asrama. Aku tetap

tak bisa konsentrasi. Suara merdu itu seperti

mengikutiku.

Hari ini, hari Sabtu. Ada muhadara. Aku bersiap

menuju lapangan pesantren. Sebentar di lapangan. Segera

aku mempersiapkan materi yang akan kubawa.

Di sana sebagian besar santri sudah berkumpul.

Acara pun dimulai. Kak Azhar sudah siap di posisi

Page 189: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

179

pemimpin. Ia lalu memanggil perwakilan kelas satu demi

satu untuk membawakan ceramah. Aku, Aisyah, dan

Zahra duduk di lapangan. Mereka berdua ikut

menemaniku. Memberi dukungan katanya. Akhirnya,

namaku dipanggil. Utusan kelas XI IPA 1. Aisyah dan

Zahra memberikanku semangat. Bismillah.

Aku merasa sedikit gugup untuk maju namun

dengan tekad yang kuat aku memberanikan diri.

Saat aku berceramah, santri-santri terdiam.

Apakah mereka terhipnotis ceramahku? Aku tidak tahu.

Aku hanya berharap Allah membantuku melewati hari ini.

Tepuk tangan yang meriah bergemuruh saat aku selesai

ceramah. Kak Azhar tersenyum dan memberikan selamat

dari tempatnya. Ia lalu memanggil utusan-utusan kelas

yang lain.

“Saatnya mari kita dengar ceramah dari kelas XII

IPA 2 yang akan dibawakan oleh Moh. Arga Saputra,

santriawan baru di pesantren kita.”

Itu dia! Moh. Arga Saputra. Lelaki yang beberapa

hari ini bermain-main di otakku, yang memiliki suara

indah itu.

“Aisyah, Zahra. Itu yang meminjam Alquranku.

“Aku berbisik ke Asyah dan Zahra.

“Benar, Nis?” Aisyah dan Zahra bersamaan

menjawab.

“Dia cakep juga, Nis.” Zahra menggodaku.

Aku mencoba menyimak ceramah Kak Arga.

Masyaallah. Ceramahnya membuat anak-anak santri

menangis.

Page 190: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

180

* * *

Selesai sudah acara muhadara hari itu. Kami

memburu kantin karena lapar. Ketika lagi asyik

mengobrol dengan Aisyah dan Nisya, Kak Arga

menghampiri meja kami.

“Nis, aku kemarin belum sempat bilang terima

kasih.” Ia berkata dengan kikuk.

“Tidak apa-apa, Kak. Terima kasih.”

“Ya sudah, silakan lanjutkan makan.”

Aisyah dan Zahra tersenyum ke arahku.

Selesai kami makan, tiba-tiba ponselku berbunyi

tanda pesan WhatsApp. Aku membaca pesan itu. Hanya

mengirimkan salam. Kubalas dengan bertanya siapa.

Ini Arga. Hatiku seketika berdebar membaca nama

itu di layar hp.

Maaf ya, aku tadi dapat nomor kamu dari Azhar. Ini

nomorku. Simpan, ya. Semoga kita bisa berteman baik.

Iya, Kak. Tidak-apa-apa.

Aku mencubit pipiku sendiri. Ya Tuhan, ini bukan

mimpi!

Hari demi hari berlalu. Setiap hari kami bertukar

cerita melalui WA. Hanya sebatas itu. Santri dilarang

pacaran. Aturan itu sangat tegas di pesantren kami. Aku

dan Kak Arga tahu itu. Kami pun sangat membatasi diri

dalam berkomunikasi. Hanya seputar pelajaran dan hari-

hari kami. Ia membantuku menghapal Alquran. Jarang

kami membahas perasaan kami masing-masing. Tapi,

suatu malam ia bilang kalau ia berharap, Allah

mempertemukan kami berdua berjodoh. Dia serius

Page 191: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

181

dengan hubungan kami. Aku hanya menjawab amin. Aku

berserah diri kepada Sang Mahakuasa.

Tiba saatnya Kak Arga mengikuti ujian nasional.

Aku mendoakannya. Semoga Allah mempermudahnya

menjawab soal-soal dan bisa mengikuti UN dengan baik

dan sehat. Pada hari kelulusan, pihak pesantren

mengumumkan nilai Kak Arga sebagai nilai tertinggi

tahun itu. Kak Arga menjadi santri terbaik. Aku ikut

tersenyum dengan itu.

Setelah acara kelulusan dia menemuiku. Untuk

pamit.

“Nisya, jaga diri baik-baik, ya. Semoga Allah

memudahkan langkah kita.”

Lima tahun telah berlalu. Aku, Aisyah, dan Zahra

lulus dari pesantren itu dengan nilai yang sangat

memuaskan. Aku kembali ke rumah dan tinggal bersama

mama dan papa. Aku sudah hapal 30 juz. Kabar itu yang

paling Ayah tunggu.

Hari-hariku lalu disibukkan dengan pendaftaran

kuliah. Papa pun membantuku mengurusnya. Aku

melanjutkan kuliah di Universitas Negeri Gorontalo dan

mengambil Program Studi Ilmu Keperawatan. Aisyah

dan Zahra mengambil program studi yang sama yaitu

Pendidikan Kimia. Kami tetap berteman baik. Kak Arga

tak pernah berkabar sama sekali. Aku pun memutuskan

fokus ke kuliah.

Suatu hari, sepulang dari kampus, aku melihat

mobil Avanza putih terparkir di depan rumah.

Page 192: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

182

Mobil Om Toni. Om Toni adalah sahabat papa

sejak kecil. Mereka terpisah karena Om Toni harus

bertugas ke Manado.

“Nisya, simpan tasmu dulu, ya. Papa dan Om Toni

mau bicara.”

“Ada apa, Pa?” Sahutku begitu duduk di samping

Papa. Entah kenapa, wajah Om Toni mengingatkanku

pada Arga.

“Om Toni ingin melamar Nisya untuk anaknya,

Nak. “

“Bukannya Om Toni tidak punya anak laki-laki,

Pa?” Iya kan, Om?” Aku sudah menganggap Om Toni

seperti paman sendiri. Jadi aku tak sungkan bertanya

padanya.

“Betul, Nisya. Arga ini anak angkat Om.”

“Arga? Anak angkat?” Hatiku kembali berdebar.

Arga yang samakah, ya Allah?

“Ini fotonya, Nisya. Kata Arga, hanya kamu

perempuan yang ingin dia jadikan istri.”

Aku melihat foto yang diberikan Om Toni.

Masyaallah. Betul Arga yang sama.

Apa mungkin ini semua jawaban atas doa-doaku?

Allah Maha Adil. Dia memberikan apa yang telah

kutunggu selama lima tahun lalu. Wajah Kar Arga masih

sama dengan yang kuingat di kepala.

“Iya, Pa. Aku menerima lamaran ini.” Jawabku tak

kuasa menyembunyikan senyum.

Inilah takdir yang Allah rencanakan. Allah adalah

pembuat skenario terbaik.

Page 193: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

183

KULAKUKAN SEMUA KARENA ALLAH

Siskawati Tawape

Terdengar suara azan sudah berkumandang. Hari

ini adalah hari aku memulai hidup yang baru. Yaitu hari

di mana tidak ada kata pacaran lagi. Aku pun beranjak

bangun, untuk bersiap-siap salat subuh. Setelah salat aku

langsung mandi lalu mengganti pakaian dengan seragam

sekolah.

Aku bergegas untuk sarapan pagi dengan

makanan yang sudah disiapkan Bunda. Aku makan

dengan lahap.

Hari demi hari aku lewati, tanpa seseorang yang

dulu pernah hadir di hari-hariku. Aku pun selalu tegar

dan semangat, walaupun dia sudah bukan lagi prioritasku.

Prioritasku saat ini adalah Tuhanku, yaitu Allah

Swt. dan keluargaku. Aku tak pusing orang-orang

mengatakan aku jomblo. So... aku kan nggak sendiri,

masih ada Allah, Malaikat, dan orang tuaku yang selalu

ada di tiap detik, menit, jam, dan hari-hariku.

Aku mulai hidupku penuh dengan manfaat. Aku

ingin lebih dekat dengan Allah dan memperbanyak

amalku sebelum malaikat maut menjemputku.

Hari-hariku pun penuh dengan lantunan ayat-

ayat suci Alquran. Aku pun terasa bahagia karena

sekarang sudah tiada lagi kata galau karena seorang laki-

laki.

Seminggu kemudian aku pun mulai mengikuti

kegiatan islami di masjid sekolah. Hari demi hari, terlihat

Page 194: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

184

perubahan yang mungkin nggak aku sadari. Saking aku

nggak sadar teman-temanku memanggilku ustazah. Oh,

my God! Sampai segitunya perubahanku. Tapi nggak apa-

apa mereka ngatain aku ustazah, mungkin karena

perubahanku yang sangat drastis. Ditambah aku sering

ceramah di dalam kelas, gimana nggak dibilang ustazah

Berbulan-bulan kemudian, aku pun mulai

memakai pakaian syar’i. Aku yang dulu sering tak

memakai jilbab, sekarang ke mana-mana memakai jilbab.

Karena aku mendapat ilmu islam di mana “Jika wanita

keluar tanpa menggunakan jilbab, maka dia menambah

langkah kaki ayahnya menuju ke jalan neraka. “

Setelah aku menggunakan pakaian syar’i, banyak

sekali omongan-omongan orang tentang aku. Ada yang

bilang aku seperti ibu-ibu pengajian yang hobinya pakai

jilbab panjang dan lebar. Dan yang lebih parah ibuku

sendiri mengatakannnya.

Aku pun terdiam. Sekali lagi aku hanya bisa diam

dan mendoakan orang-orang yang mengataiku agar

diberi kesadaran. Hari terus berlalu, masih saja aku jadi

bahan omongan mereka. Degan hati yang tegar aku tetap

berada pada prinsipku yaitu hijrah. Kulakukan semua

karena Allah.

Bertahun-tahun kemudian, yang kemarinnya aku

memakai pakaian syar’i, sekarang aku memakainya dan

menutupi wajahku dengan cadar. Aku pun semakin

diolok-olok. Sampai-sampai memancing Bundaku lebih

marah kepadaku. Ia bahkan mengatakan aku teroris. Aku

Page 195: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

185

pun tak membantahnya, dengan hati yang kecewa aku

langsung menuju kamarku.

Keesokan harinya, Bundaku tak henti-hentinya

memarahiku. Sampai sampai bunda sudah tidak mau

menganggapku anaknya. Mungkin karena ia malu

dengan pakianku saat ini.

Hari demi hari hidupku penuh dengan cacian dan

makian dari orang-orang. Aku berusaha bertahan

meskipun banyak orang yang tak suka cara berpakaianku.

Tapi aku tegar. Aku kan hanya menjalankan perintah

Allah yang telah diwajibkan untuk kaum hawa dan telah

tertuliskan di dalam Alquran.

Aku selalu berdoa kepada Allah untuk meminta

pertolongannya. Karena aku yakin pertolongan dari Allah

tidak pernah terlambat.

Beberapa bulan kemudian, aku pun jarang

dimarahi Bundaku. Sampai aku heran. Tapi, sisi lain aku

senang. Karena dengan hati yang tulus dan sabar,

Bundaku akhirnya mengerti dengan apa yang aku

lakukan selama ini. Aku sangat berterima kasih kepada

Allah karena telah membuka mata dan hati Bundaku.

Waktu terus berlalu, sampai tiba di mana hari aku

jatuh sakit. Aku pun cuek dengan penyakit yang ada di

tubuh ini. Seiring berjalan waktu, aku sadar penyakit itu

bukan penyakit biasa. Bukannya sembuh, malah

bertambah parah. Aku tidak bisa lagi meninggalkan

tempat tidurku.

Page 196: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

186

Penyakit yang menyerangku adalah leukemia.

Bunda mendengar diagnosa dokter dengan hati hancur.

Ia memelukku erat.

Setelah satu bulan dirawat di rumah sakit, aku pun

pulang ke rumah dengan raut wajah yang sedih dan

terlihat pucat. Aku tak lupa berdoa dan salat kepada Allah

dan meminta agar aku disembuhkan dari penyakit ini.

Setelah semakin bertambah parah, aku pun berdoa

kepada Illahi, “Jika memang ajalku tak jauh lagi, aku siap

Tuhan. Aku siap jika engkau mengambil nyawaku, aku

sudah tak sanggup Tuhan....”

Bundaku sibuk menemukan dokter yang tepat.

Ketika Bunda akhirnya menemukan dokter itu, Allah

berkehendak lain. Saat aku sudah mau berobat keluar

negeri, tiba-tiba napasku sesak, dan di akhir napasku ini

aku mengucapkan terima kasih kepada Bunda, karena

telah menyayangiku dengan tulus dan mengucapkan maaf

jika aku pernah menyakiti hatinya. Bunda pun menangis

terus menerus. Bunda pun mengatakan, “Jangan

tinggalkan Bunda.... Bunda tidak mau kehilanganmu,

maafkan Bunda yang dulu pernah menolak keputusanmu

untuk memakai pakaian syar’i.” Dengan perlahan-lahan

napasku sudah mulai habis.

“Aku sudah memaafkan Bunda jauh dari sebelum

bunda meminta maaf.” Akupun mengatakan kalimat

terakhirku dengan mengatakan, “Laa ilaaha illaallah....”

Page 197: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

187

PASIR PENUTUP

Nova Bokosi

Nada yang tidak beraturan itu seakan menjadi

hiburan tersendiri baginya serta keringat yang meluncur

dari pelipis menjadi perpaduan yang sangat komplet bagi

Ila siang itu. Bagaimana tidak, anak yang berumur 12

tahun itu sangat kelelahan dan kelaparan karena harus

pulang berjalan kaki. Setiap langkahnya ditatap oleh

ribuan mata dengan perasaan yang bermacam-macam,

mungkin ada yang kasihan ataupun sibuk

menertawakannya ditambah lagi Ila membayangkan

cacing-cacing di perutnya mungkin sudah berjoget

karena minta diisi.

Ila Zakaria adalah siswi di SMP Negeri 8 Kota

Gorontalo. Gadis mungil itu memiliki lesung pipit, gigi

gingsul dengan kulitnya yang sawo matang dan tubuh

yang ramping.

Langkah itu harus terhenti, dilihatnya rumah

yang sejak dulu ia huni bersama keluarga kini sudah tak

mempunyai atap dan sebagian dindingnya sudah

dirobohkan. Tapi jangan salah paham dulu, ini bukan

peristiwa tentang eksekusi rumah atau pengusiran dari

rumah melainkan rumah itu berhasil dijual atau kurang

lebih sudah laku dan dibeli oleh pemilik toko busana yang

cukup sukses di Kota Gorontalo ini.

Ibunya berjalan ke arah Ila

”Ila, ba ganti baru makan saja! Abis itu tolong ti

mama mo ba angkat barang di rumah sablah (Ila, ganti

Page 198: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

188

pakaianlah segera, lalu bantu Mama angkat barang ke

rumah sebelah).

”Iya, Mama.” Kata Ila.

Ila segera berjalan menuju rumah sebelah. Rumah

kosong itu dipinjamkan sementara oleh pemilik rumah itu

yang kebetulan sudah dibeli sampai rumah Ila jadi dan

bisa ditinggali.

Selesai mengganti pakaian, Ila segera makan.

Setelah Itu Ila membantu orang tuanya memindahkan

barang ke rumah itu sambil menikmati lagu yang setiap

hari diputar oleh kakek tua yang biasa dipanggil Aba

Suna yang berada di samping rumahnya.

Setelah selesai, Ila menghempaskan tubuh

mungilnya ke kursi sambil menonton TV. Tidak lama

hujan kembali turun semakin lama semakin keras. Sudah

seminggu ini Kota Gorontalo diguyur hujan.

Sedang asyik-asyiknya Ila menikmati

istirahatnya, ia terkaget dengan berita yang ada di TV.

”Hari ini tanggul yang terletak di Sungai Bulango

telah roboh karena kapasitas penampungan air sudah

penuh, akibatnya diperkirakan air akan naik dan

menerobos rumah warga.” Kata penyiar TV tersebut.

“Astaga banjir, semoga tidak sampai ke sini.” Kata

Ila dengan suara kecil. Karena kelelahan, Ila tertidur di

kursi. Tiba-tiba Ila terbangun karena mendengar

tetangga sebelah rumah memberitahukan bahwa air

sudah mulai naik dan akan menuju rumah-rumah warga.

Perkataan itu sontak membuat Ila kaget, tapi aneh, Ayah

Page 199: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

189

Ila dengan santainya mengatakan, “Tidak butul itu, air

tidak mo sampe di sini.”

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam tapi

Paman, Ibu, serta Ila dan kakaknya tampak gelisah.

Mereka bingung harus berkemas atau tidak. Masalahnya

banyak tetangga yang sudah bersiap-siap mengamankan

barang-barang mereka dari ancaman banjir. Hingga

paman Ila berkata,”Lebih baik, barang-barang elektronik

saja yang kita amankan.” Ibu Ila pun menyetujuinya.

Bersama-sama mereka mengangkat barang-barang itu ke

dataran yang lebih tinggi. Sedangkan Ayah hanya tidur

di kamarnya tanpa memerdulikan mereka sedikitpun.

Tidak tergerak sedikitpun hatinya untuk menolong

mereka.

Malam semakin larut, hujan kembali mengguyur

kota Gorontalo. Dinginnya malam menusuk sampai ke

tulang-tulang. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar

teriakan Aba Suna yang berlari kesana-kemari, “woy

taluhe woy!” (Woi, air!) Suara itu merusak mimpi Ila.

Merasa ada yang aneh, Ila pun segera membangunkan

kakaknya.

Di lain tempat, Ayah dan Ibunya harus mengalami

kejadian konyol. Ketika ibu memutar tubuhnya ke kiri

tidak sengaja tangan tersebut menghempas air

membuatnya kaget dan segera membangunkan Ayah.

Ketika mereka berdiri kasur tempat mereka tidur

ternyata sudah mengapung di atas air bagaikan perahu

yang sedang berlayar dan mulai bergerak kesana-kemari.

Page 200: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

190

Kejadian itu justru membuat mereka lebih panik. Segera

saja ibu dan ayah keluar dari kamar.

Air sudah masuk ke dalam rumah. Suasana

menjadi kacau. Tidak berlama-lama lagi kami pun berlari

menyelamatkan barang masing-masing. Wajah-wajah

mengantuk saling bertabrakan, tapi ada satu orang yang

bahkan lebih sibuk, itulah Ayah Ila. Ia panik, sepertinya

mencari barang yang sangat penting kemudian marah-

marah sendiri.” Dompet Bapak di mana?”

Ibu pun menjawab, ”Coba cari dulu, jangan dulu

marah-marah.” Ia pun kembali mencarinya.

“Bukannya ti Papa ada simpan di atas lamari itu

dompet?” kata Ila. Ayahnya segera memeriksa lemari

tersebut ternyata benar. Ayahnya pun tersenyum geli

ternyata ia lupa dompet tersebut telah disimpannya di

atas lemari tadi.

Langsung saja mereka mencari cara agar air itu

tidak masuk ke rumah, karena banjir itu mengalir deras.

Muncullah ide di kepala Ila.

“Ibu, pakai saja pasir yang di muka rumah itu. Itu

pasir kita jadikan penutup di pinggir selokan.”

“Oh betul juga.” Sahut Ayah Ila menyetujui usulan

anaknya.

Langsung saja mereka beramai-ramai

mengangkat pasir keras itu di ember masing-masing.

Setelah penimbunan itu dirasa cukup, mereka mulai

mengeluarkan air yang berada di dalam rumah itu

menggunakan ember dan gayung. Tidak terasa air di

Page 201: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

191

dalam rumah tinggal sedikit. Kejadian itu memakan

waktu dua jam.

Azan Subuh telang berkumandang, Ila dan

keluarganya kembali tidur dan sekarang tepukan yang

disambut suara tawa teman-teman Ila memenuhi ruang

kelas karena ia baru saja menceritakan pengalamannya

semalam yang membuat ia harus di hukum karena

terlambat datang ke sekolah.

Page 202: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

192

Page 203: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

193

PUZZLE KESEDIHAN

Noermayang Kaluku

Saronde, Gorontalo.

Ini liburan paling menyedihkan bagiku. Ketika

aku melihat Bapak dan Ibu bertengkar. Adikku menangis

sambil memeluk bantal. Teriak-teriakan yang menggema

di mana-mana. Kapan ini akan berakhir? Kenapa liburan

yang awalnya menyenangkan harus berakhir seperti ini?

Kenapa harus terjadi perpisahan?

***

Aku kembali ke kota setelah liburan menyedihkan

itu terjadi. Kata ibu, aku harus ikut dengannya. Tapi

hatiku tidak ingin memilih antara Ibu atau Bapak. Aku

ingin mereka kembali seperti dulu. Kembali bersama.

Akhirnya kuputuskan untuk menyewa kamar yang tidak

jauh dari rumah bapak maupun ibu. Sedangkan adik yang

masih kecil ikut dengan Ibu.

Aku mulai mencari kesibukan dengan

mendaftarkan diri ke salah satu kampus terbaik di

Gorontalo. Kampusnya tidak jauh dari tempatku, hanya

sekali naik bentor sudah sampai. Aku mulai menata

hidupku kembali. Walaupun luka ini belum sembuh. Rasa

rindu untuk berkumpul kembali masih sangat terasa dan

air mataku terus mengalir jika mengingat hal ini.

Di kampus aku dikenal sebagai anak tidak suka

bergaul. Karena masih trauma dengan kejadian itu. Aku

tidak suka dengan orang yang berusaha mendekat.

Page 204: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

194

Bahkan ketika ada yang tersenyum aku jarang

membalasnya.

Ketika sedang duduk sendiri di taman. Aku

melihat seorang gadis seumuranku sedang berjalan

sambil membawa begitu banyak map. Lalu beberapa map

yang dibawanya tiba-tiba saja terjatuh.

“Perlu bantuan?”

“Oh, ya. Makasih.”

Lalu dia duduk di sampingku.

“Via.” Katanya sambil memberikan tangan.

“Feli,” entah kenapa aku mau diajaknya kenalan.

“Aku sering melihatmu,” lanjutnya lagi.

“Di mana?”

“Di kelasmu. Aku sering melihatmu sendiri.”

“Ya, aku memang suka sendiri.”

Semenjak kejadian itu aku dan Via menjadi sangat

dekat. Kami sering berbagi cerita dan selalu bersama.

Apalagi kami satu fakultas, yaitu Fakultas Ilmu

Pendidikan. Bisa dibilang kami sekarang sahabatan.

***

Akhir semester tiba. Dosen menyuruh kami untuk

magang di salah satu sekolah dasar terpencil di desa

Pinogu. Sebuah desa yang jauh di atas gunung. Selama

dua minggu kami menyiapkan diri untuk tinggal di sana

selama tiga bulan. Untunglah aku dipasangkan dengan

Via, jadi aku tidak perlu beradaptasi dengan orang baru.

Kami pun berangkat ke desa Pinogu. Akses ke

sana cukup sulit. Kami harus naik mobil selama kurang

lebih satu setengah jam. Sesampainya di pintu masuk

Page 205: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

195

menuju desa Pinogu kami harus memilih antara jalan kaki

atau menyewa ojek. Dua-duanya sama-sama memakan

waktu enam sampai delapan jam. Akhirnya kami memilih

untuk menyewa ojek biar kami tidak sendirian.

Ongkosnya sih, lumayan mahal. Satu kali angkut satu

juta. Motornya pun unik. Dimodifikasi sedemikian rupa

supaya bisa melewati jalan yang sangat menanjak ini.

Sepanjang perjalanan kami harus beberapa kali

turun dari motor. Karena jalannya sangat menanjak.

Ditambah lagi dengan hari yang sudah gelap. Sebenarnya

jaraknya tidak terlalu jauh. Kata tukang ojek yang

membawa kami kalau jalannya tidak menanjak seperti ini

kami akan sampai di desa kurang lebih satu jam.

Kami sampai di desa ketika Subuh. Kami disambut

oleh pemandangan matahari terbit yang sangat

menakjubkan. Rasanya terbayar sudah rasa lelah kami

dengan pemandangan ini. Ditambah dengan hijaunya

perkebunan kopi di desa ini. Sungguh, pemandangan

yang jarang kami temui di kota.

Kepala desa menyarankan kami untuk istirahat

terlebih dahulu. Supaya besok kami bisa langsung

mengajar. Selama di sini, kami akan tinggal di rumah Pak

Kepala Desa.

***

Hari ini hari pertama kami mengajar di sekolah.

Mengikuti upacara dengan guru dan calon siswa-siswi

kami. Guru di sini hanya berjumlah tiga orang, empat

dengan Kepala Sekolah. Sedangkan murid-muridnya

kurang lebih ada 50 orang. Setiap guru harus mengajar

Page 206: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

196

dua kelas sekaligus. Bangunannya pun hanya terdiri dari

lima ruangan. Tiga ruang kelas yang masing-masing

dibagi dua, satu perpustakaan dan satunya lagi ruang

Kepala Sekolah yang sekaligus menjadi ruang guru.

Mereka bersyukur dengan kehadiran kami.

Setidaknya kami dapat mengurangi beban mereka. Aku

pun bersyukur, siapa tahu dengan pergi ke sini dapat

mengobati luka akibat perceraian ibu dan bapak. Murid-

murid di sekolah ini menyambut kami dengan baik.

“Setiap murid di sini mempunyai ceritanya

masing-masing.” Kata Pak Kepala Sekolah pada kami

seusai upacara.

“Maksudnya, Pak?”

Beliau tidak menjawabnya. Beliau hanya

tersenyum menatap kami. Aku jadi penasaran apa

maksudnya.

Aku mengajar di kelas V dengan jumlah murid 15

orang. Sedangkan Via mengajar di kelas VI.

Alhamdulillah, selama mengajar di sini tidak ada

kesulitan yang berarti bagi kami. Hanya saja stok buku di

sekolah ini sangatlah kurang. Tidak jarang aku harus

membagi kelompok supaya semuanya dapat melihat buku.

Memang banyak yang menyumbangkan buku kemari.

Tapi karena akses ke sini sangat sulit, tak jarang banyak

proses pengiriman yang tertunda.

***

Tak terasa aku sudah satu setengah bulan.

Penduduk yang ramah, pemandangan yang indah, apalagi

kopi khas Pinogu buatan Ibu Kepala Desa enak sekali.

Page 207: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

197

Rasa dan aromanya bikin aku lebih betah tinggal di sini.

Kalau Via selalu bilang ingin pulang, aku malah tidak

ingin pulang.

Benar kata Kepala Sekolah, setiap siswa di sini

punya ceritanya masing-masing. Salah satunya Dila.

Hampir setiap hari dia datang terlambat kalau ditanya dia

selalu tidak menjawab. Bukan hanya itu aku selalu

melihatnya sendiri. Bahkan ketika istirahat ketika teman-

temannya asyik bermain di luar, dia malah duduk sendiri

atau malah tidur di kelas. Suatu kali aku bertanya

kepadanya.

“Kamu tidak main dengan mereka?”

“Tidak, Bu.”

“Kenapa?”

“Karena saya suka sendiri.”

Mendengar jawaban itu aku jadi teringat ketika

aku dan Via berkenalan.

Karena aku merasa ada yang mengganjal.

Akhirnya aku mengikutinya sepulang sekolah. Rumahnya

cukup jauh. Melewati kebun kopi yang cukup luas. Lalu

aku melihatnya memasuki sebuah gubuk kecil. Di sana

aku melihat seorang nenek yang sudah renta dan seorang

anak kecil, kira-kira usianya satu setengah tahun. Dengan

tergesa-gesa dia memasuki gubuk itu dan berganti

pakaian. Setelah itu membuat kayu bakar, menimba air

dan memasukkannya ke panci. Kemudian dia mengambil

sedikit beras dan memasukkannya ke panci yang sudah

berisi air. Air mataku mengalir ketika melihatnya.

Page 208: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

198

Sungguh sebuah pukulan hebat yang memukulku saat ini.

Akhirnya kuputuskan untuk mendekati anak itu.

“Assalamualaikum.”

“Walaikum.... Kenapa ibu ada di sini?” Dila sontak

kaget ketika melihatku.

Kami duduk di bangku yang menghadap langsung

ke kebun kopi. Setelah Dila membereskan peralatannya

memasak tadi.

“Ibu tadi mengikutimu.”

“Kenapa?”

“Ibu ingin tahu kenapa kamu sering terlambat.”

“Maaf, Bu.”

“Tidak apa-apa. Orang tua kamu ke mana?”

“Orang tua saya sudah meninggal tahun lalu

karena kecelakaan.” Jawabnya dengan isakan. Tak lama

kami mendengar adiknya menangis.

“Sebentar ya, Bu.” Katanya sambil berlari dan

menghapus air matanya.

Akupun membantunya mengurus nenek dan

adiknya. Dia menggendong adiknya di punggung,

sedangkan aku menyuapi neneknya yang sedang sakit.

Lalu kami pergi ke kebun kopi untuk memetik biji kopi di

sana. Upah yang diberikan lima ribu rupiah per kilo.

Tidak jarang mereka memberikan upah lebih karena

merasa kasihan padanya. Uang itu dipakai untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan obat untuk

neneknya.

“Kenapa kamu suka menyendiri?”

“Saya sebenarnya tidak suka menyendiri.”

Page 209: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

199

Aku bingung mendengar pernyataannya. “Saya

ingin main dengan yang lain. Tapi saya sudah kelelahan,

Bu. Waktu istirahat di sekolah adalah waktu saya untuk

istirahat.”

Untuk kedua kalinya aku dipukul dengan sangat

keras. Seorang anak umur sebelas tahun harus

menanggung beban yang begitu berat. Mengurus adik

dan neneknya yang sedang sakit, bekerja banting tulang

untuk memenuhi kebutuhan. Semua pekerjaan itu dia

lalukan sendiri tanpa mengeluh. Waktu yang diberikan

pihak sekolah untuk istirahat selama 30 menit adalah

waktu yang sangat berharga untuknya.

“Dila, kamu mau dengar cerita Ibu?” Kataku

seusai memetik biji kopi.

“Cerita apa, Bu?”

“Ibu adalah seorang anak dari orang tua yang

berpisah. Ibu baru lulus SMA tapi sudah merasakan

perpisahan orang tua. Awalnya ibu kira ibu adalah orang

yang paling tidak beruntung di dunia ini. Tapi setelah

bertemu denganmu ibu merasa malu. Ibu banyak

mengeluh. Ternyata masih banyak orang yang lebih tidak

beruntung dari Ibu.”

Dila terdiam. Kami berjalan menyusuri luasnya

kebun kopi. Tiba-tiba Dila memberikan sebuah puzzle

dari tasnya.

“Untuk apa ini?”

“Saya sering bermain puzzle kalau sedang sedih.

Coba ibu bermain puzzle, pasti ibu tidak akan sedih lagi,”

katanya. “Ibu bilang puzzle itu seperti hati kita kalau

Page 210: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

200

sedang sedih. Rasanya seperti terpisah-pisah. Jadi kita

harus menyatukannya kembali walaupun terasa sangat

sulit.”

Aku tersenyum dan menerima puzzle itu.

***

Masa magang kami telah usai. Aku dan Via harus

kembali ke kota untuk mengerjakan skripsi. Walaupun

sebenarnya aku tidak ingin pulang. Namun mau

bagaimana lagi tugas kami sebagai mahasiswa

menunggu. Setelah berpamitan dengan kepala desa. Kami

pun pergi ke sekolah untuk berpamitan pada murid-murid

kami.

Di sekolah, kami pun pergi ke kelas untuk

berpamitan pada murid-murid kami. Mereka semua

tampak sedih ketika melihatku. Terlebih lagi Dila yang

menangis ketika melihatku.

“Kamu kenapa menangis?” dia tidak menjawab.

Dia hanya memelukku dengan sangat erat seolah tak

ingin dilepas.

“Yang tegar, ya?” Dila mengangguk.

Aku dan Via sudah kembali ke kota. Rasanya baru

kemarin kami naik motor untuk pergi ke Pinogu.

Sekarang aku dan Via duduk menghadap laptop sambil

menikmati harumnya kopi pemberian ibu kepala desa

sebagai oleh-oleh.

Aku mulai menerima perpisahan ini. Mulai

mempererat kembali hubunganku dengan orang tuaku.

Seperti yang dikatakan Dila, aku harus mengutuhkannya

Page 211: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

201

kembali. Seperti puzzle yang ia berikan. Terima kasih,

Dila.

Page 212: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

202

Page 213: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

203

RANDY

Syarafina Dewiyana Taha

Hujan kembali menerpa kota Gorontalo sore ini.

Beberapa orang berlarian mencari tempat berteduh.

Aroma kopi hangat yang begitu nikmat mengundangku

untuk menyesapnya sedikit, lalu memandang kembali

keluar jendela kafe.

Akhir-akhir ini, hujan sering turun. Yah, tidak

heran. Ini Desember, bulan yang tepat bagi hujan turun.

Ngomong-ngomong soal hujan, aku ingin

memperkenalkan diri. Namaku Putri Berliana Labagow,

biasa dipanggil Putri. Mungkin kalian berpikir bahwa aku

adalah cewek populer, cantik, stylish, anak gaul, dan masih

banyak lagi. Hei, aku bukan seperti itu. Sebaliknya, aku

hanyalah perempuan biasa. Orang-orang bilang bahwa

aku manis. Yah, tidak heran, aku memiliki bulu mata yang

lentik, bola mata berwarna coklat, pipi yang chubby,

hidung pesek, dan bibir merah ranum. Ditambah lagi aku

pendek dan mungil, sehingga menambah kesan yang

imut, katanya.

Oke, aku terlalu banyak berkoar-koar. Ternyata

hujan belum reda. Hmmm, hujannya benar-benar awet. Eh

cowok di sana itu ganteng juga.

"Eum... permisi, bolehkah saya duduk di sini?”

Aku menoleh ke asal suara itu, ternyata seorang cowok.

"Tentu saja." Balasku disertai senyuman. Cowok

itupun duduk di depanku. "Kafenya rame, emang setiap

hari begini, ya?" tanya cowok itu.

Page 214: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

204

"Hmmm, iya, di sini emang rame," kataku, sambil

melirik para pengunjung kafe. Benar katanya, kafe hari ini

begitu ramai. "Baru kali ini aku melihatmu di sini, kamu

pelanggan baru, ya?" lanjutku.

"Ah iya, aku baru pindah ke sini." Katanya sopan.

Aku perhatikan, sepertinya dia memang berasal dari luar

daerah. Caranya berbicara, terasa asing di telingaku. Dia

memiliki bola mata yang indah, warna hitam. Bulu mata

yang lentik, alis tebal, rahang yang kokoh, bibir tipis yang

begitu merah. Apakah dia memakai lipstik? Aish, tidak

mungkin.

"Hei, ada apa? Kenapa geleng-geleng kepala?"

Uh… oh, wajahnya begitu dekat denganku. Ya ampun,

dia ganteng banget! "Lagi-lagi kamu melamun,"

kekehnya sambil memundurkan wajahnya. Aish, betapa

malunya aku, kurasa sekarang pipiku merah seperti

tomat.

"Eum... hehe maaf. Aku tadi cuman... cuman... ee…

anu...." Kenapa aku tergagap begini, sih?

"Anu apa? Oh aku tahu, pasti kamu terpesona kan

sama kegantenganku? Ngaku deh." Katanya sambil

memainkan alis. Astaga, cowok ini ternyata begitu narsis.

Dengan cepat aku membalas. "Apa? Terpesona?

Ya ampun, narsis banget, sih, kamu. Aku tadi cuman lagi

inget-inget besok ada PR apa.” Huh, kenapa aku paling

bodoh mencari alasan, sih? Lihat, kan, dia malah cengar-

cengir mendengar alasanku.

Page 215: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

205

"Baiklah, alasan diterima." Emang aku

menyuruhnya apa menerima alasanku? Dasar cowok

menyebalkan!

"Ngomong-ngomong, kita belum kenalan.

Kenalkan namaku Randy Valero Bramasta, panggil aja

Randy." Katanya sambil mengulurkan tangan, aku pun

membalas uluran tangan itu.

"Putri."

"Putri aja? Tengah sama belakangnya nggak ada,

ya?" Cowok ini banyak tanya. "Ada. Tapi aku

males kasih tahu kamu," kataku jutek.

"Jangan jutek-jutek, dong. Manisnya jadi kurang."

Tuh, kan. Apa aku bilang. Cowok ini benar benar

menyebalkan!

"Gimana tidak jutek, kamu nyebelin!"

Cowok itu, malah ketawa-ketawa sendiri bak

orang gila. Setelah tawanya reda, dia pun berkata. "Ya

udah kalau kamu gak mau ngasih tahu, cepet atau lambat

aku bakalan tahu nama kamu," ucapnya, sambil

mengedipkan mata.

Huh? Cepat atau lambat? Emang kita bakalan

ketemuan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi

kepalaku. Layaknya bisa baca pikiran dia menyahut lagi,

“udah, gak usah dipikirin. Ntar rambutmu bisa rontok."

Apa katanya? Rontok? Dasar cowok....

"Hujannya udah reda, kamu nggak mau balik?"

Kutolehkan kepalaku ke luar jendela. Benar, hujan sudah

reda. Aku harus cepat pulang. Bisa-bisa aku dimarahin

mama. Buru-buru aku membereskan barang-barangku.

Page 216: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

206

“Mau kuantar pulang, gak?” Gerakanku terhenti.

"Gak, makasih. Aku bisa pulang sendiri."

“Ya sudah kalau nggak mau, tapi aku tetep temenin

kamu nyariin bentor. Gimana?"

Hmmm…. boleh juga. "Oke, deh." Jawabku

singkat dan jelas.

Sebelum keluar, aku membayar di kasir. Tapi

gerakanku malah dihalangi oleh cowok itu. “Biar aku aja

yang bayar.”

“Totalnya berapa ya, Mbak?” Bukannya

menjawab, kasir itu malah terpesona sama kegantengan

Randy. Karena aku sebal, dengan muka datar aku

bertanya. “Mba, barapa depe total? Saya deng dia somo capat

pulang ini. Mo riki akan supaya tidak mo basah di jalan.”57

Mungkin karena mendengar suaraku yang begitu datar,

mbaknya tersadar lalu meminta maaf. Setelah dia

menyebutkan total yang harus dibayar, mbak kasir itu

meminta maaf kembali.

Setelah keluar dari kafe itu, tiba-tiba Randy

bertanya “Kamu tadi ngomong apa sama mbak kasirnya?”

Aku hanya tersenyum saat dia bertanya seperti

itu. Cowok itu pasti tidak mengerti apa yang aku katakan

tadi. Hihihi. “Gapapa, kok, gak usah dipikirin. Ntar

rambutmu rontok lagi,” kataku sambil tersenyum jahil.

Akhirnya aku bisa membuatnya kesal, yesss!

57“Totalnya berapa mba? Kami buru-buru mau pulang. Takut kehujanan nanti”

Page 217: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

207

“Iya juga, ya, kan ada kamu buat mikirinnya. Jadi,

aku gak usah susah-susah buat mikir.” Dia terbahak.

Nyebelin! Sekarang aku kembali dibuat kesal.

“Oh ya, aku pinjam hp-mu, dong.”

Uh? “Buat apa?” Walaupun aku dibuat bingung

olehnya. Aku tetap memberikan hp-ku. “Untuk jaga-jaga,

di sini udah ada nomorku. Jadi, kalau ada apa-apa, hubungi

aku. Oke?”

Akupun mengangguk.

“Oke, kalau gitu. Kamu pulang, ya, sudah malam.

Ntar dimarahin mama kamu, loh.”

Lho? Kok dia tahu? “Oke, kalau gitu aku pulang

dulu. Daaa.” ucapku.

“Iya-iya, hati-hati, ya.”

Setelah hari itu, aku semakin dekat dengannya.

Setiap hari dia menjemputku sepulang sekolah, jalan-

jalan bersamanya, menceritakan hal-hal lucu. Apapun itu.

Semakin hari semakin dekat, akhirnya kami pun

berpacaran. Tapi entah mengapa, akhir-akhir ini dia

berbeda seperti biasa.

“Ran, kamu kenapa? Kenapa sikapmu jadi dingin

begini?” Aku heran, kenapa dia jadi begitu dingin

kepadaku. Apakah aku pernah berbuat salah?”

“Enggak kok, perasaan kamu aja kali.” Hmmm…

iya ya, perasaan aku aja. Gak mungkin dia menyembunyikan

sesuatu dariku.

Sampai suatu hari, dia pergi dari kehidupanku.

Meninggalkanku sendirian. Di tempat yang sama.

Tempat pertama kali aku bertemu dengannya. Hatiku

Page 218: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

208

hancur, dia pergi begitu saja. Masih terngiang-ngiang di

kepalaku kata-kata itu. “

“Aku mau kita putus,” ucapannya membuatku

bagaikan tersambar petir. “Ke… kenapa? Kenapa harus

diakhiri?” aku terbata bertanya.

“Aku rasa hubungan ini udah nggak bisa

dilanjutin. Hubungan ini udah nggak kayak dulu lagi.”

Dengan mata terpejam dia berkata seperti itu.

“Kenapa, Ran? Apa salahku? Selama ini hubungan

kita baik-baik aja. Kenapa harus diakhiri?” Tak terasa air

mataku menetes. Satu, dua, tiga. Tak bisa kubendung lagi

tangisan itu.

“Maafin aku, Put.” Setelah berkata seperti itu, dia

pergi begitu saja. Pergi meninggalkanku.

Aku menangis sejadi-jadinya, tak peduli dengan

tatapan-tatapan itu. Aku terus menangis. Tiba-tiba aku

merasakan sentuhan dipundakku. Aku tersadar, dan

menoleh ke samping. Kudapati pelayan kafe yang

tersenyum lega, “Akhirnya, Mbak sadar juga! Loh mbak

nangis?”

Uh? Kusentuh pipiku. Ah ya, aku sedang

menangis.

“Nggak papa, Mbak. Terima kasih, ya.” Balasku

dengan senyuman.

Pelayan itu pun pergi.

Ternyata hanya imajinasiku saja. Akupun

tersenyum memandangi hujan yang belum juga reda.

“Boleh saya duduk di sini?”

“Randy...!”

Page 219: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

209

PENANTIAN YANG TERBALASKAN

Sharen Ganap

Dua tahun lamanya aku memendam perasaan

kepada kakak kelasku, Kak Adit. Aku melihatnya pertama

kali saat dia menabrakku karena buru-buru masuk ke

kelasnya. Aku yang kaget karena ditabrak langsung jatuh

terduduk. Kak Adit langsung mengulurkan tangannya

untuk mengangkat aku dan kemudian meminta maaf.

Walaupun sakit tapi nggak apa-apa, deh. Orang yang

nabrak aja gantengnya minta ampun. Hehe… maaf lebay

dikit.

Kak Adit adalah seorang siwa kelas XII IPA 3.

Nama lengkapnya adalah Aditya Putra. Tubuhnya yang

tinggi dan atletis membuatnya terlihat tampan dengan

kulit putih bersih tanpa ada noda sedikitpun. Kak Adit

adalah kapten basket di sekolahku. Sungguh dia adalah

sosok yang begitu sempurna di mataku, seperti pangeran

di dongeng-dongeng saja.

Sebelumnya perkenalkan, namaku Dilla Fauzia.

Aku adalah siswa kelas XI IPS 1. Tinggiku sekitar 165

cm, kulit putih, rambut hitam panjang yang selalu kuurai.

Kata teman-teman, aku cantik.

Semenjak insiden aku ditabrak sama Kak Adit,

kami jadi dekat. Awalnya hanya rasa kagum biasa, namun

seiring berjalannya waktu lama-kelamaan berubah

menjadi rasa suka yang amat mendalam. Rasa suka itu

pun membuat aku selalu mencari tahu apa yang sering

Kak Adit lakukan, sampai apa yang disukai dan tidak

Page 220: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

210

disukainya. Akupun selalu meng-update kegiatan yang

dilakukan, dia ada di mana, sama siapa, sampai lagi

ngapain. Lambat laun perasaan ini sudah semakin

membara dan tak dapat lagi kutahan. Secara diam-diam

aku menulis surat dan menaruhnya di dalam laci Kak Adit

saat semua siswa sudah pulang sekolah

Kak Adit, maafkan saya yang sudah lancang menulis

surat ini, tapi harus kak Adit tahu kalau aku sudah memendam

perasaan suka ke Kak Adit selama dua tahun terakhir. Surat

ini aku tulis untuk mewakili perasaanku sama Kakak.“ Dilla.

Pagi harinya aku sengaja datang lebih pagi untuk

melihat apakah Kak Adit sudah membaca surat itu atau

belum. Aku mengintip dari luar jendela kelasnya. Yang

benar saja, surat itu sudah ada di tangan Kak Adit. Setelah

kulihat wajahnya, dia senyum-senyum sendiri membaca

surat dariku. Oh Tuhan, apakah ini pertanda baik?

Dengan rasa senang aku pun langsung beranjak

dan pergi ke kelas untuk mengikuti pelajaran seperti biasa

namun dengan perasaan yang berbeda. Akhirnya setelah

dua tahun memendam perasaan ini, aku pun

memberanikan diri untuk mengungkapkannya. Semoga

awal yang baik, ya Tuhan.

Bel istirahat pun berbunyi, aku yang sudah

kelaparan langsung beranjak dari tempat dudukku untuk

segera ke kantin. Namun saat aku akan melewati pintu

kelas, ternyata sudah ada Kak Adit yang berdiri di situ.

Dan tanpa sengaja mata kami berdua saling bertatapan.

Duh, malu banget rasanya.

“ Dilla, beneran ini surat dari kamu? “ tanya Kak Adit

Page 221: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

211

“ Be... ben... benar, Kak.” Jawabku gugup. Untung

saja kelas sudah sepi. Hingga tidak ada yang melihatku

kikuk begini.

Tanya kak adit lagi, “Kamu suka sama saya?”

“Iya, udah dari dua tahun lalu, Kak, semenjak

Kakak nabrak saya waktu itu.” Ucapku spontan. Tidak ada

jalan keluar lagi. Aku sudah kepalang basah mengakui

perasaanku ke Kak Adit. Biar nyemplung sekalian.

“Sebenarnya Kak Adit juga suka sama kamu.

Cuman Kak Adit malu ngungkapinnya. Soalnya, kakak

pikir kamu udah punya pacar. “

“Punya pacar? Apaan, sih. Aku itu sukanya cuman

sama Kakak.“ Ucapku ketus.

“Iya deh, maaf. Gini aja deh, kamu mau nggak jadi

pacar Kakak?“

Page 222: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

212

Page 223: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

213

KANIYA DAN SANIYA

Nursiya Safarini Mohamad

Aku, Saniya memiliki sahabat sejak kecil.

Namanya Kaniya. Kami dibesarkan di Gorontalo, negeri

Hulontalo yang kaya kuliner dan pemandangan alam.

“Saniya, aku punya kain Karawo58 baru. Ibu baru

saja menjahitnya kemarin.”

“Wah, cantik sekali motifnya.”

“Ibu menjahitkan juga untukmu. Bisa kita pakai

saat perpisahan sekolah.”

Tiba-tiba, Saniya menjadi sedih.

“Kenapa?”

“Sebentar lagi perpisahan. Aku akan kembali ke

desa. Kita pasti akan lama tidak bertemu.”

“Betul juga. Tapi, tenang saja. Kita akan berpisah

seperti bulan dan bintang.”

“Hah? Bulan dan bintang? Maksud kamu apa,

Kaniya?”

“Walaupun bulan dan bintang jaraknya sangat

berbeda, tetapi mereka selalu menerangi satu sama lain.

Begitu juga dengan kita berdua yang jauh di mata tapi

dekat di hati.”

Air mata pun mengalir dengan sendirinya dan

membasahi wajah, suasana menjadi hening.

58 Kerajinan tangan khas daerah Gorontalo yang dibuat dengan cara disulam

Page 224: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

214

“Eh, ini kenapa jadi sedih? Ibu muncul dari dapur

membawa milu siram59 yang beraroma sangat harum dan

mengundang selera.”

“Ini, Ma. Saniya sedih karena akan kembali ke

desa.”

“Oh, begitu. Saniya, memangnya kamu tidak ingin

kuliah, Nak?”

Saniya diam. Betapa ia ingin kuliah, tapi ia tahu

keadaan orang tuanya sangat tidak memungkinkan.

Biayanya dari mana?

“Tante akan carikan informasi mengenai beasiswa

jika kamu ingin lanjut, Nak.” Ibu seperti mampu membaca

pikiran Saniya. “Begitu Tante dapat informasinya, Tante

akan mengabari keluargamu di Pohuwato.”

“Terima kasih, Tante.”

“Ayo, makan dulu? Makan bisa menghilangkan

kesedihan katanya.”

Kaniya bangga memiliki ibu seperti ibunya.

Tak terasa perpisahan tiba. Saniya pun kembali

ke Pohuwato. Tapi kabar gembira segera datang. Saniya

lolos menjadi salah satu penerima beasiswa Bidikmisi. Ia

diterima di Fakultas Pertanian. Kaniya diterima di

Fakultas Ekonomi.

Meskipun berbeda fakutas, Saniya dan Kaniya

tetap tak terpisahkan. Mereka selalu berusaha berkumpul

dalam satu minggu. Saniya diizinkan tinggal di rumah

59 Makanan berkuah khas Gorontalo seperti sup jagung yang dicampur ikan atau udang, rasanya manis, asin, dan pedas.

Page 225: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

215

Kaniya yang anak tunggal seperti memiliki saudara

perempuan.

“Makasih, ya, Ma. Sudah mengizinkan Saniya

tinggal di sini. Tentu saja, sayang. Saniya sudah ibu

anggap sebagai anak sendiri.

“Sama sama. Mama ke dapur dulu, mau cuci

piring.” “Biar saya saja, Tante.” Saniya sudah muncul di

depan pintu kamar Kaniya.

“Sama-sama saja, yuk, Saniya? Biar mama

istirahat. Sahut Kaniya tidak mau kalah.

Begitulah, Saniya dan Kaniya menjadi gadis

kebanggaan. Mereka cerdas dan ramah, serta suka

menolong.

Cobaan datang ketika ayah Kaniya difitnah oleh

teman satu kantornya menggelapkan uang

perusahaannya. Mama Kaniya sampai uring-uringan

berhari-hari. Untungnya ada Saniya yang menemani

Kaniya melalui ujian berat itu.

Tok-tok…tok.

“Kaniya?”

Kaniya keluar dengan mata sembab. “Ada apa?”

“Sini, deh, aku ingin memberitahumu sesuatu.

Semoga bisa menolong ayahmu.”

“Benar itu, Saniya?” Kaniya lompat memeluk

sahabatnya.

Kaniya mengangguk. “Ayo, kita temui ibumu.”

“Bapak Saniya tak sengaja mendengar

pembicaraan di sebuah warung makan di Pohuwato, Ma.

Nama Ayah disebut-sebut.” Bapak Saniya pun diam-diam

Page 226: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

216

meminjam hp yang punya warung dan merekam

pembicaraan itu.

Seolah mendapat suntikan tenaga, Ibu Kaniya

langsung memeluk Saniya.

Tok...tok...tok...

Terdengar ketukan pintu dari kamar mereka. Dan

ternyata itu mama.

“Ehh... mama ada apa?”

“Sekarang kamu dan Saniya bersiap-siap, ya, hari

ini mama sama papa mau ngajak kalian berdua ke Saronde.

Kita butuh liburan setelah kejadian kemarin.

“Horeee... siap, Ma.”

“Mama tunggu di mobil.”

Page 227: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

217

DI BALIK JUTEK ADA KEBAIKAN

Miftina Suleman

Via dan Nana adalah dua sahabat baik. Via

orangnya baik, cantik, tinggi tapi jutek. Sedangkan Nana

orangnya baik, cantik, pendek, murah hati, namun

sifatnya masih kekanak-kanakan.

Persahabatan mereka dimulai sejak mereka duduk

di kelas satu SMP. Sekarang mereka sudah kelas dua

SMA. Mereka pun sekolah di SMK Negeri 1 Gorontalo.

Pagi yang cerah, Via sudah berada di kelas.

Namun tak lama kemudian Nana datang.

"Hai, Via."

"Hai juga Nana. Kok tumben datangnya telat?"

"Iya nih, hari ini aku bangunnya agak

kesiangan."

"Ngomong-ngomong, sebentar malam kamu ada

acara nggak?"

"Memangnya kenapa?"

"Aku pengen mengajak kamu makan di rumah

makan yang baru di buka di Gorontalo."

"Ayo, bagaimana kalau pulang sekolah saja?"

"Kayaknya itu ide yang bagus."

Tak lama kemudian bel sekolah berbunyi

menandakan bahwa sudah istirahat. Via mengajak Nana

pergi ke kantin. Di pertengahan menuju kantin, mereka

menabrak seorang laki-laki yang tidak dikenal oleh

mereka.

Page 228: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

218

"Eh, kalo jalan pake mata, dong, gak liat apa ada

orang jalan di depan kamu?" seru Via kesal. Via memang

gadis yang gampang sekali marah. Dia sangat terkenal

dengan kejutekannya.

"Eh, maaf-maaf nggak sengaja." Jawab cowok itu.

"Iya, nggak papa kok. Maafin teman aku, ya, dia

nggak sengaja, Via." Jawab Nana

"Lain kali, kalau jalan liat-liat!" Via masih kesal.

"Iya, maafin aku, ya. Eh, bisa kenalan, gak?

Namaku Fahri." Fahri spontan memperkenalkan diri.

“Nana.”

"Kamu namanya siapa?" tanya Fahri ke arah Via.

"Via."

"Ruangan kepala sekolah di mana, ya?”

“Lurus aja, nanti pas ada belokan, kamu ke kanan.

Ruang Pak Kepsek tepat di ujung belokan itu.” Nana yang

menjawab lagi. Via membuang muka. Tanpa basa-basi,

Via menarik tangan Nana untuk segera pergi

meninggalkan Fahri.

“Ngapain sih kamu ramah banget sama orang

yang tidak dikenal? Via masih kesal rupanya.

"Via, kayaknya cowok yang tadi tuh murid baru

ya, kok aku tidak pernah liat?"

"Mungkin." Jawab Via pendek.

Tak lama kemudian bel berbunyi menandakan

bahwa jam istirahat selesai.

Tiba di kelas mereka, Fahri masuk bersama

dengan guru.

"Selamat siang anak-anak."

Page 229: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

219

"Siang, Bu."

"Anak-anak kalian kedatangan murid baru

pindahan dari Kalimantan. Namanya Fahri."

"Hai, teman-teman perkenalkan namaku Fahri.

Semoga kita bisa berteman baik.

"Via, betul kan, Fahri itu murid baru di sekolah

kita.” Nana tersenyum senang, tapi Via tidak peduli.

"Iya benar, itukan cowok yang menabrak kita

pada saat kita pergi ke kantin." Jawab Via dengan kesal.

"Apakah sudah ada yang mengenal Fahri

sebelumnya?" tanya ibu guru.

“Iya, Bu." jawab Nana sambil mengangkat

tangannya.

"Na, apaan, sih? Bikin malu saja." Kata Via sambil

menurunkan tangannya Nana. Beberapa menit kemudian

bel sekolah berbunyi menandakan bahwa waktu sudah

menunjukkan pukul 01:30 artinya semua siswa pulang.

Hari demi hari Fahri menjadi dekat dengan Nana

dan Via. Via pun diam-diam menyukai Fahri yang ramah

dan pintar.

"Via, ternyata kamu baik juga, ya." Ujar Fahri

suatu hari.

"Memangnya kenapa?" tanya Via.

"Kamu tidak seperti yang kuduga." Jawab Fahri

"Maksud kamu?" tanya Via dan Nana dengan

bersamaan .

"Hmmm.... Yaudah, lupakan saja." Jawab Fahri

dengan menatap wajah Via

Page 230: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

220

"Eh.... teman-teman, minggu besok kita ke

Benteng Otanaha, yuk. Lama aku tidak ke sana sejak

direnovasi. Katanya semakin cantik pemandangannya.

Via sudah suntuk di rumah.”

"Ayo, aku juga belum pernah ke sana.” Fahri

tampak bersemangat.

Keesokan harinya mereka bertiga pergi ke

Benteng Otanaha untuk refresing. Benteng itu tampak

anggun menghadapi zaman. Pemandangan Danau

Limboto di bawah sana menenangkan perasaan mereka

bertiga. Fahri diam-diam mengamati Via. Nana diam-

diam memperhatikan Fahri. Ketika puas berfoto dengan

berbagai pose konyol, mereka pun lelah dan memutuskan

pulang. Tiba-tiba, Via terpeleset di salah satu anak

tangga. Untung saja ada Fahri yang sigap di

belakangnya. Kalau tidak, entah apa yang terjadi.

“Makasih ya, Fahri.” Via kikuk. Perasaannya

berdebar-debar ketika tubuhnya ditangkap oleh Fahri

tadi.

Setelah mereka pulang dari Benteng Otanaha,

Fahri sudah memutuskan, dia menyukai Via. Via yang

jutek tapi baik.

"Na, kok tumben kamu datangnya sendirian?"

"Iya nih, Via hari ini nggak bisa masuk."

"Memang kenapa?" tanya Fahri dengan cemas

"Via sakit."

"Sakit apa?"

"Ginjal.” Nana tak bisa menyembunyikan

kesedihannya.

Page 231: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

221

“Aduh, kasihan sekali!"

“Via tak suka dikasihani, Fahri. “

“Baiklah, terima kasih sudah memberitahuku. Sore

ini kita ke sana, yuk?”

“Tunggu saja sampai ia masuk. Ia ke Manado

berobat.”

“Oh, begitu.” Fahri galau karena harus bertemu

Via dalam waktu yang masih lama lagi."

Satu hal yang Fahri tidak tahu, Nana

menyukainya sejak ia tak sengaja menabrak Via pada hari

pertamanya tiba di sekolah. Nana suka senyum Fahri,

juga kebaikan Fahri selama mereka bersahabat. Namun

ketika Nana tahu bahwa Fahri hanya menyukai Via, Nana

merasa kesal dan marah kepada Via.

Sejak kejadian itulah Nana mulai menjauhi Via

dan Fahri. Via terus berusaha sembuh tapi ia kehilangan

Nana. Pada suatu kesempatan ketika akhirnya Via

kembali ke sekolah, Via pun menanyakan hal itu pada

Nana.

"Na, kenapa sih belakangan ini kamu selalu

menjauhiku dan Fahri?

"Aku menjauhi kalian karena aku sayang sama

Fahri."

"Apa? Jawab Via dengan terkejut.

"Sejak Fahri menabrak kita lalu dia mengajak

kenalan, saat kejadian itulah aku sudah mempunyai

perasaan kepadanya. Namun perasaanku berubah pada

saat kita bertiga menjadi sahabat. Hari demi hari kita

lewati bersama, perasaanku muncul kembali pada saat

Page 232: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

222

kita pergi ke Benteng Otanaha. Namun beberapa hari

kemudian aku mendengar bahwa Fahri menembakmu.

Aku merasa kesal waktu aku mendengarnya."

Via terdiam mendengar penjelasan Nana. Namun

beberapa menit kemudian Via berkata,

"Kenapa kamu baru menceritakan semuanya

kepadaku?"

"Karena aku tidak mau persahabatan kita hancur."

"Kamu salah mengambil keputusan. Maka dari

inilah persahabatan kita hancur. Lalu bagaimana aku bisa

memperbaiki hubungan kita dan bisa membuatmu

bahagia?”

Nana diam. Via pun tahu apa yang akan dia

lakukan.

* * *

"Fahri, jika kamu mencintaiku maukah kamu

menikahi Nana kelak?"

Page 233: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

223

SENYUM YANG PUDAR

Wulandari Manoppo

Namaku Dinda, lengkapnya Adinda Wulandari.

Nama depanku diambil dari nama Ayah, Adan dan nama

Ibuku, Indah. Tak punya saudara membuatku bosan di

rumah. Setiap hari harus mendengarkan perdebatan

mereka. Apakah hanya untuk itu aku dilahirkan? Ah, aku

tak peduli. Selama aku mendapatkan apa yang aku

inginkan. Asalkan mereka tidak berpisah. Biar saja

mereka bertengkar tiap hari. Tapi jangan berpisah.

Gubraaakkk!!!

Aku hampir terlonjak dari tempat dudukku.

Terdengar pintu dibanting. Mereka mulai lagi.

Sesekali aku memilih untuk tidak pulang ke

rumah. Rumah teman menjadi satu-satunya tempatku

mengalihkan pikiran. Pulang ke rumah berarti masuk ke

neraka.

Ibu sepertinya tak pernah benar-benar sayang

padaku, pada Ayah. Apa karena Ayah berasal dari

keluarga miskin? Tapi kenapa aku yang harus mendapat

dampaknya?

“Kok jendelanya dibiarkan terbuka, Nak? Nanti

kamu masuk angin.” Itu suara ayah. Saking asyiknya

melamun, aku tidak menyadari kedatangan Ayah. Dia

sudah berada di kamarku.

Mungkin aku harus bertanya langsung padanya.

“Ayah?”

“Ya, Nak?”

Page 234: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

224

“Mengapa ayah dan ibu selalu bertengkar?”

Ayah tampak menarik napas.

“Sini, duduk dekat Ayah. “Ayah duduk di tepi

tempat tidurku.

Enam belas tahun yang lalu, sebelum kamu lahir,

Ibumu adalah majikan Ayah. Ayah bekerja sebagai sopir

di rumah orang tua Ibumu. Ayah bertemu ibumu saat

pertama kali menjemputnya di bandara. Ia wanita yang

sangat sibuk.

“Sekarang pun masih, Yah.” Ayah tersenyum.

Tanpa bisa Ayah cegah, Ayah jatuh cinta pada

ibumu. Ia wanita yang sangat peduli pada sesama. Pernah

suatu hari, kami harus singgah di sebuah pondok di tepi

jalan karena Ibumu melihat seekor kucing kecil tengah

kedinginan. Ibumu tampak tak tega meninggalkan kucing

itu. Ia pun membawanya. Sayangnya kucing itu tidak

berumur panjang.” Mata Ayah menerawang saat

bercerita.

“Ibumu sangat sayang padamu, Nak. Dia hanya

sedih karena harus meninggalkanmu terus. Dia marah-

marah itu hanya melepas stres karena pekerjaannya.”

“Tapi ibu melampiaskanya pada Ayah.”

“Tidak apa, Nak. Ibu mau menerima Ayah saja,

Ayah sangat bersyukur.”

“Kenapa Ibu mau sama Ayah?”

“Rasa suka itu misterius, Nak. Tidak bisa

dikendalikan kau akan suka atau sayang pada siapa.” Ayah

lalu tersenyum dan mengusap rambutku perlahan.” Suatu

saat kau pasti mengerti.

Page 235: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

225

Bertahun-tahun kemudian aku mulai mengerti

apa yang dikatakan Ayah hari itu. Aku merasakan apa

yang ayah rasakan saat Dion, seorang murid baru yang

datang dari kabupaten terjauh di Gorontalo pindah

bersekolah di sekolahku. Dion mengingatkanku pada

kesabaran Ayah. Sebagai murid baru, ia selalu diejek

anak-anak karena ayahnya hanya tukang bentor. Tapi,

Dion tidak pernah menggubris mereka semua.

Tapi, aku hanya menyimpan perasaanku sendiri.

Sekolahmu harus selalu jadi prioritasmu, Dinda. Begitulah

dalam sekali percakapanku perempuan yang

melahirkanku tapi seperti tak menginginkanku. Hanya

itu yang dia katakan sebelum kembali pergi dengan koper

kerjanya. Entah untuk terbang ke mana lagi.

Aku dan Dion menjadi dekat dalam sebuah tugas

kelompok. Kami harus menulis esai tentang remaja dan

narkoba. Dion anak yang cerdas, tapi tak pernah mau

menonjolkan kemampuannya secara terang-terangan.

Nilainya tak pernah di bawah sembilan. Sikap itu pula

yang akhirnya meredakan ejekan teman-teman pada Dion

dan berbalik menghormatinya.

“Aku menyukaimu, Adinda.”

Bakso yang sedang berusaha kukunyah lolos

masuk ke kerongkonganku karena kaget dengan

pengakuannya barusan. Saat itu kami sedang makan di

kantin sekolah yang sepi karena jam istirahat belum tiba.

“Eh maaf, aku membuatmu kaget, ya? Ini minum

dulu.” Ia menyodorkan es teh.

Aku meneguknya untuk sembunyi dari rasa kaget.

Page 236: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

226

“Aku tak bisa, Dion.“

“Kenapa?”

"Aku tak boleh memikirkan hal selain sekolah.”

“Kalau begitu, aku akan menunggumu. Sampai

kita tamat. Tidak, sampai aku selesai kuliah dan diterima

bekerja.

Aku minum lagi. Gila, anak ini serius rupanya.

“Sebenarnya, selain itu aku masih takut.”

“Takut kenapa?” Dion menatapku lekat.

“Aku pernah terluka. Kau tahu, kan, keadaan

orang tuaku. Aku tak percaya ada rasa yang bisa

membuatmu tidak membentak seseorang. Ibu begitu

sayangnya pada Ayah, tapi, tak tahan untuk tidak

bertengkar dalam sehari pun.”

“Aku tahu. Tapi tidak semua pasangan sama.”

“Pembicaraan ini harusnya kita tunda.“

Dion melempar pandangannya ke lapangan sepak

bola.

“Aku juga menyukaimu, Dion. Tapi aku tak bisa.

Setidaknya tidak sekarang.”

Dion berdiri dan meninggalkanku sendiri.

Kenapa hatiku sakit? Dion bukannya hanya

berusaha masuk di kehidupanku dan memberi sedikit

warna? Kenapa aku tidak memberinya kesempatan?

“Tidak Dinda, sekolah harus menjadi prioritas.”

Kembali suara Ibu terngiang di kepalaku.

Tapi, kehadiran Dion telah mengembalikan

senyumku yang lama pudar sejak Ibu berubah menjadi

sosok yang dingin di rumah. Dion berhasil membuatku

Page 237: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

227

tertawa akan sikapnya yang konyol. Aku benci ini. Aku

benci harus menyakiti Dion.

Sejak saat itu, Dion menjauh. Dia bahkan minta

pindah sekolah. Hari itu di kantin, hari terakhir aku

berbicara dan bertemu dengannya.

Tuhan, mengapa hanya sebentar rasa senang kau

biarkan menyelimutiku. Kini kau menggantinya dengan

rasa kehilangan sekali lagi. Aku benci ketika dua hati

harus berpisah karena alasan yang salah.

Maafkan aku Dion, aku hanya takut apa yang

menimpa Ayah terjadi padaku. Air mataku jatuh tanpa

sanggup aku cegah.

Dion, Langit kita sama, tetapi mengapa saat aku

berteriak merindukanmu kau tak mendengarkannya?

Aku menatap langit yag tak satupun kulihat benda langit

yang selalu bekerlap-kerlip di sana.

Page 238: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

228

Page 239: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

229

DIVA

Nurfadila Olii

Hidup sederhana tak menjadi penghalang bagi

Diva. Anak remaja yang duduk di bangku kelas II IPA

SMA Kartika itu tidak putus asa untuk terus bisa

melanjutkan pendidikannya dengan giat belajar. Diva

anak yang pintar dan selalu berprestasi di kelasnya. Selain

itu, Diva juga gemar menulis puisi.

Diva telah ditinggal ayahnya untuk selamanya

sejak ia masih menginjak usia lima tahun. Sekarang, ia

hanya tinggal berdua dengan ibunya di rumah yang

ukurannya bisa dibilang kecil. Meskipun begitu, rumah

itu terlihat begitu terawat. Ada halaman kecil di depan

dan di belakang, dihiasi dengan berbagai macam tanaman.

Ibu Diva bekerja sebagai tukang jahit. Walau

pendapatannya tak seberapa, penghasilan Ibu Diva

lumayan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari

dan untuk biaya sekolah Diva.

Setiap hari minggu ataupun setiap hari libur, Diva

membantu ibunya dengan mengantarkan jahitan yang

sudah selesai dengan jalan kaki. Para pelanggan Ibu Diva

tinggal tidak jauh-jauh dari rumahnya. Diva yang sudah

terbiasa dengan pekerjaannya tidak pernah mengeluh

atau merasa lelah. Ia justru merasa sedih dan kasihan

kepada ibunya yang banting tulang untuk memenuhi

kebutuhan mereka sehari-hari, juga biaya sekolahnya.

Diva bertekad akan terus belajar agar ia bisa mencapai

Page 240: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

230

cita-citanya dan dengan itu ia bisa membahagiakan serta

membanggakan ibunya satu saat nanti.

Suatu hari, Diva berada di halaman belakang

rumahnya. Ia duduk di bawah pohon yang rindang dan

menikmati suasana sore hari setelah selesai mengantar

jahitan. Baru saja ia membuka novel yang ingin

dibacanya, ibunya memanggilnya.

“Diva, ada Andre.”

“Tolong minta dia ke sini saja, Bu.”

Andre adalah sahabat Diva sejak SD. Ia adalah

anak tunggal dari keluarga yang cukup berada. Ayahnya

adalah pemilik toko roti di daerah itu. Andre sudah

dianggap ibu Diva sebagai anaknya sendiri dan begitupun

sebaliknya. Meskipun dari keluarga berada, keluarga

Andre adalah orang baik dan ramah karena itulah Diva

bisa dekat dengan Andre dan keluarganya.

"Kamu lagi apa, Va?" kata Andre setelah datang

dan duduk di samping Diva.

“Tadinya sebelum kamu datang sih, saya mau baca

ini." Diva mengacungkan novel di tangannya. Ada apa,

Ndre?”

"Besok ada lomba menulis puisi, yang akan

diadakan di sekolah kita. Nah, puisi yang terbaik akan

mewakili sekolah kita ke tingkat pusat."

"Lalu? Apa hubungannya denganku?”

”Kamu ikut tidak? Kamu kan suka bikin puisi.

Siapa tahu kamu bisa menang. Hadiahnya beasiswa untuk

bisa melanjutkan pendidikan di Universitas Sastra loh."

Kata Andre semangat.

Page 241: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

231

"Boleh juga, tapi aku masih agak ragu, Ndre."

Diva menundukan kepalanya. Andre yang melihat

keraguan di wajah Diva pun mencoba menghibur

sahabatnya.

"Va, coba saja dulu, jangan berputus asa sebelum

kamu berusaha. Kamu tidak usah memikirkan menang

atau kalah, bagus tak bagusnya puisimu yang penting

kamu sudah menyalurkan apa yang kamu punya dan

berusaha untuk yang terbaik.”

“Baiklah, aku akan coba dan berusaha jadi yang

terbaik, makasih ya, Ndre. Kamu selalu mendukung dan

selalu ada buat aku.”

Diva menggenggam tangan Andre dengan rasa

terima kasih yang besar.

Keesokan harinya, saat upacara bendera yang

wajib dilaksanakan setiap hari Senin selesai, seluruh siswa

masuk ke kelas masing-masing. Tidak berapa lama

seorang guru Bahasa Indonesia masuk ke kelas Diva dan

mendaftar siswa yang ingin mengikuti lomba puisi. Ada

beberapa siswa yang mendaftar lomba tersebut, termasuk

Diva sendiri.

Hari lomba menulis puisi pun tiba. Para peserta

lomba sudah berkumpul di aula yang sudah ditentukan

oleh panitia. Tidak lama kemudian lomba pun dimulai.

Para peserta diberikan waktu selama 120 menit untuk

menulis sebuah puisi. Dengan rasa penuh percaya diri,

Diva mulai membuat tulisan-tulisan di atas kertas yang

sudah disediakan panitia.

Page 242: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

232

Sehari setelah itu, pengumuman hasil penilaian

juri terhadap puisi-puisi dari masing-masing siswa pun

diumumkan.

“Baiklah, puisi terbaik yang akan mewakili SMA

Kartika ke tingkat pusat adalah karya dari adik kita, Diva

Kaila Putri dari Kelas Sebelas IPA 2.” Mendengar

namanya yang disebutkan, Diva sangat gembira. Andre

segera memberinya selamat.

Diva tak percaya sekaligus merasa sangat bahagia

bahwa ia akan mewakili sekolahnya ke tingkat pusat.

Hari di mana Diva akan mewakili sekolahnya

untuk lomba puisi pun tiba. Diva merasa bangga bisa

mewakili sekolahnya walaupun nanti ia tak bisa

memastikan akan memenangkan lomba ini. Diva hanya

bisa berdoa dan berusaha.

Setelah lembaran puisi para peserta sudah

dikumpulkan, para juri pun mulai sibuk dengan

penilaiannya masing-masing. Diva hari itu ditemani

Andre. Kurang lebih satu jam menunggu, pembawa acara

sudah akan mengumumkan hasil penilaian para juri. Dari

sepuluh peserta yang mengikuti lomba tersebut, hanya

tiga yang akan terpilih menjadi juara dan akan membawa

pulang hadiah dan beasiswa untuk bisa masuk ke

Universitas Sastra. Ada juga uang tunai untuk tabungan

bagi yang juara. Diva dan Andre sangat tegang

menantikan pengumuman itu.

“Bapak dan Ibu serta adik-adik peserta, yang

menjadi pemenang dalam lomba puisi tingkat pusat

pertama diraih oleh siswa SMA Jaya Bakti atas nama

Page 243: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

233

Sriputri Ananda dengan judul puisi ‘Hujan’, pemenang

kedua diraih oleh siswa SMA Kartika atas nama Diva

Kaila Putri dengan judul puisi ‘Sang Malam’, dan yang

pemenang ketiga diraih oleh SMA Bina Nusantara atas

nama Sulastri dengan judul puisi ‘Malaikat’.” Mendengar

apa yang dibacakan juri Diva dan Andre meneteskan air

mata bahagia dengan rasa syukur yang sangat besar.

Lomba puisi itu mengubah hidup Diva. Dan dia

sangat berterima kasih pada Andre yang telah

mendukungnya. Diva semakin giat belajar. Diva yang

giat belajar naik kelas dengan nilai yang memuaskan dan

meraih peringkat dalam kelasnya.

Tidak terasa dua semester telah berlalu, Diva

lulus dengan nilai yang sangat memuaskan dan sekali lagi

ia bisa membanggakan sang ibu. Dengan berbekal

beasiswa yang ia menangkan saat lomba puisi itu kini

Diva sudah kuliah di Universitas Sastra, Jakarta.

Sambil kuliah, Diva mulai menciptakan karya-

karyanya, esai, puisi, cerpen maupun novel.

Keseriusannya berkarya dan berlatih menjadikan tulisan-

ulisan Diva sangat menonjol. Perlahan, tulisan dan nama

Diva dikenal di Indonesia. Ia mendapat penghasilan yang

lumayan hingga bisa menghidupi ia dan ibunya. Ibunya

tetap menjahit, tapi kini, hal itu hanya untuk mengisi

waktu luangnya. Dari penghasilannya sebagai penulis,

Diva bisa mendirikan ibunya sebuah butik. Diva sungguh

bersyukur, atas jalan yang dipilihkan Tuhan untuknya.

Kesuksesan Diva perlahan membuktikan bahwa

anggapan orang yang mengatakan kalau penulis itu

Page 244: kantorbahasagorontalo.kemdikbud.go.id€¦ · EUFORIA SENJA Antologi Cerpen Kelas Menulis Fitriyani Rahman , Andrea Wantogia Noorain A. Diu, Sutantri Malango , Sri Ama Gumohung Devianti

Euforia Senja

234

hanya pekerjaan yang menghabiskan waktu dan

menghasilkan sedikit uang itu salah.