Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISSN 2442-5699
1 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
KAIDAH PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM
KARYA TULIS ARTIKEL ILMIAH
Asrofi *)
*)
Guru SMP NU KaranggenengLamongan
Abstrak
Penggunaan ragam bahasa dalam penulisan karya tulis ilmiah harus mengikuti kaidah tata
bahasa Indonesia dan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Tujuan dalam penulisan
ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ilmiah dalam karya tulis ilmiah, khususnya artikel ilmiah,
serta melihat implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia dalam artikel ilmiah. Kaidah
penggunaan bahasa Indonesia dalam karya tulis artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan
metode tinjauan pustaka.
Sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan kaidah tata bahasa
Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Standar berbahasa yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini meliputi
pemilihan kata yang tepat, kalimat efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman penulisan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam artikel ilmiah, masih dapat ditemui
penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan standar aturan berbahasa Indonesia.
Kata Kunci :Kaidah, bahasa Indonesia, artikel ilmiah.
1. PENDAHULUAN
Penggunaan bahasa dalam kehidupan
sehari-hari akan menyesuaikan dengan
kebutuhan penggunanya. Kesesuaian antara
bahasa dan pemakaiannya ini disebut ragam
bahasa. Bahasa yang digunakan saat seorang
guru mengajar di dalam kelasakan berbeda
dengan bahasa yang digunakannya saat
mengobrol atau bercengkrama dengan
keluarganya. Bahasa itu akan berubah lagi saat
ia mengikuti rapat rutin di tingkat RT
(RukunTetangga). Dalam penggunaan bahasa
(Indonesia) dikenal berbagai macam ragam
bahasa dengan pembagiannya masing-masing,
seperti ragam formal-semi formal-nonformal;
ujaran tulisan; jurnalistik; iklan; populer dan
ilmiah.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2001) dijelaskan bahwa ilmiah
adalah bersifat ilmu secara ilmu pengetahuan;
memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa karya tulis ilmiah adalah karya tulis
yang bersifat keilmuan. Sifat keilmuan ini
terlihat pula dalam penggunaan bahasanya.
Ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah
karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa
ilmiah.Ragam bahasa ilmiah merupakan
bahasa dalam dunia pendidikan. Karena
penutur ragam bahasa ini adalah orang yang
berpendidikan, bahasa yang digunakan adalah
bahasa yang dipelajari di sekolah/institusi
pendidikan. Ragam bahasa ini dikenal pula
dengan istilah ragam bahasa baku/standar.
Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 13—14),
ragam bahasa ini memiliki dua ciri, yaitu
kemantapan dinamis dan kecendikiawan.
Kemantapan dinamis berarti aturan dalam
ragam bahasa ini telah berlaku dengan mantap,
tetapi bahasa ini tetap terbuka terhadap
perubahan (terutama dalam kosakata dan
istilah). Ciri kecendikiawan terlihat dalam
penataan penggunaan bahasa secara teratur
danlogis. Ragam bahasa ini bersifat kaku dan
terikat pada aturan-aturan bahasa yang
berlaku.
Sebagai bahasa baku, terdapat standar
tertentu yang harus dipenuhi dalam
penggunaan ragam bahasa ilmiah. Standar
tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan
ejaan bahasa Indonesia baku. Tata bahasa
Indonesia yang baku meliputi penggunaan
kata, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan
kaidahbaku. Kaidah tata bahasa Indonesia
yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia
sesuai dengan aturanberbahasa yang
ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia.
Sementara itu, kaidah ejaan bahasa Indonesia
yang baku adalah kaidah ejaan bahasa
Indonesia yang disempurnakan. Sesuai dengan
ragam bahasanya, aturan-aturan ini mengikat
penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah.
ISSN 2442-5699
2 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
Karya tulis ilmiah terdiri dari beberapa
macam yaitu skripsi, tesis, disertasi (tugas
akhir dalam pendidikan tinggi); laporan
penelitian; makalah seminar; artikel ilmiah;
dan laporan eksekutif. Pembahasan karya tulis
ilmiah dalam tulisan ini akan difokuskan pada
artikel ilmiah. Pemilihan ini dilakukan dengan
dasar pemikiran artikel ilmiah yang dimuat
dalam jurnal/ majalah ilmiah merupakan salah
satu bentuk karya tulis ilmiah yang sudah
dipublikasikan.
II. KAJIAN TEORI
Dari Wikipedia bahasa Indonesia
kaidah merupakan patokan atau ukuran
sebagai pedoman bagi manusia dalam
bertindak. Kaidah juga dapat dikatakan
sebagai aturan yang mengatur prilaku manusia
dan prilaku kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan kaidah penggunaan bahasa
Indonesia merupakan pedoman dalam
penulisan bahasa Indonesia agar sesuai dengan
tata bahasa yang baku sehingga menjadi
penulisan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Pengertian dari karya ilmiah sendiri
adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang
memaparkan hasil penelitian atau pengkajian
yang telah dilakukan oleh seseorang atau
sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika
keilmuan. Terdapat berbagai jenis karangan
ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah
seminar atau simposium , artikel jurnal, yang
pada dasarnya kesemuanya itu merupakan
produk dari kegiatan ilmuwan.
Karya ilmiah atau akademik menuntut
kecermatan dalam penalaran dan bahasa.
Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu
(termasuk laporan penelitian) harus memenuhi
ragam bahasa standar (formal) atau bukan
bahasa informal atau pergaulan.Ragam bahasa
karya tulis ilmiah atau akademik hendaknya
mengikuti ragam bahasa yang penuturnya
adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu.
Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa
baku untuk menghindari ketaksaan atau
ambigiutas makna karena karya tulis ilmiah
tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian,
ragam bahasa karya ilmiah sedapat-dapatnya
tidak mengandung bahasa yang sifatnya
kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik.
Tujuannya agar karya tersebut dapt tetap
dipahami oleh pembaca yang tidak berada
dalam situasi atau konteks saat karya tersebut
diterbitkan. Masalah ilmiah biasanya
menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau
konseptual yang sulit dicari alat peraga atau
analoginya dengan keadaan nyata. Untuk
mengungkapkan hal semacam itu, diperlukan
struktur bahasa keilmuan adalah
kemampuannya untuk membedakan gagasan
atau pengertian yang memang berbeda dan
strukturnya yang baku dan cermat. Dengan
karakteristik ini, suatu gagasan dapat
terungkap dengan cermat tanpa kesalahan
makna bagi penerimanya.
Dalam suatu karya ilmiah,
penggunaan bahasa memiliki arti yang sangat
penting. Bahasa adalah alat komunikasi lingual
manusia, baik secara lisan maupun tertulis.
Bahasa juga merupakan salah satu faktor
pendukung kemajuan suatu bangsa karena
bahasa merupakan sarana untuk membuka
wawasan bangsa (khususnya pelajar dan
mahasiswa) terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang. Dengan kata lain,
bahasa merupakan sarana untuk menyerap dan
mengembangkan pengetahuan. Pada
umumnya, negara maju mempunyai struktur
bahasa yang sudah modern dan mantap.
Untuk penggunaan bahasa dalam suatu
karya ilmiah berarti menitikberatkan suatu
bahasa sebagai alat komunikasi berupa tulisan.
Karena itu, penggunaan bahasa dalam karya
ilmiah sangatlah penting. Pemenuhan kaidah
kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa
keilmuan. Oleh karena itu, aspek kebahasaan
dalam karya ilmiah sebenarnya adalah
memanfaatkan kaidah kebahasaan untuk
mengungkapkan gagasan secara cermat.
Kaidah ini menyangkut struktur kalimat, diksi,
perangkat peristilahan, ejaan, dan tanda baca.
Dalam menulis karya ilmiah sebaiknya
menggukan kata-kata atau kalimat yang sesuai
dengan kaidah dan bahasa yang penuturannya
terpelajar dengan bidang tertentu, ini berguna
untuk menghindari ketaksaan atau ambigu
makna karna karya ilmiah tidak terikat oleh
waktu. Dengan demikian, ragam bahasa
penulisan karya ilmiah tidak mengandung
bahasa yang sifatnya konstektual,
III. METODOLOGI
Kaidah penggunaan bahasa Indonesia
dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan
dengan tinjauan pustaka dan observasi
terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-
majalah ilmiah. Sebagai alat bantu untuk
mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan
kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan
ISSN 2442-5699
3 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat
Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia, EjaanBahasa Indonesia
yang Disempurnakan, dan Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Implementasi penggunaan
bahasa dalam artikel ilmiah dilihat secara acak
dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa
Indonesia.
Pembahasan mengenai kaidah penggunaan
bahasa dalam karya tulis artikel ilmiah ini
meliputi pendahuluan, menjelaskan dasar
pemikiran tulisan ini secara sederhana, kajian
teori, metodologi, pembahasan dan penutup
yang terdiri kesimpulan dan saran.
IV. PEMBAHASAN
a. Format Penulisan
Artikel ilmiah merupakan tulisan
ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Setiap jurnal memiliki syarat penyajian tulisan
yang berbeda-beda. Walaupun begitu, unsur-
unsur tulisan yang biasa dapat ditemui adalah
abstrak, kata kunci, pendahuluan (latar
belakang, rumusan masalah,tujuan dan
manfaat penelitian, sertametode penelitian),
batang tubuh (hasil dan pembahasan
penelitian), dan kesimpulan. Karena
keterbatasan tempat dalam jurnal ilmiah,
pembatasan jumlah halaman dalam artikel
ilmiah berlaku ketat.
Tiap bidang ilmu mempunyai konvensi naskah
yang berbeda-beda. Namun secara umum,
pembagian dalamsebuah kerangka pikiran
(tulisan maupun ujaran) terdiri atas
pendahuluan, isi, dan penutup. Setiap bagian
tersebut berkaitan satu sama lain sehingga
membangun satu kepaduan yang utuh.
Secara tradisional, bidang ilmu dibagi
menjadi ilmu alam dan sosial. Jika
diperhatikan, ada perbedaan format penulisan
pada karya tulis ilmiah dua bidang ilmu ini.
Ilmu alam menggunakan alam sebagai objek
penelitiannya. Dalam penulisan karya tulis
ilmiah bidang ilmu alam, langkah-langkah
penelitian dicantumkan secara terperinci
sehingga keteraturan/ urutan penulisan terlihat
secara eksplisit. Berbeda dengan ilmu alam,
ilmu sosial menggunakan perilaku manusia
sebagai objek penelitiannya. Oleh karena itu,
dalam karya tulis ilmiah bidang sosial,
pembahasan penelitian disajikan dalam bentuk
penggambaran (deskriptif).
b. Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata atau diksi dalam sebuah
karya tulis ilmiah akan mempengaruhi kesan
dan makna yang ditimbulkan. Hal ini
merupakan salah satu unsur dalam artikel
ilmiah. Pemilihan kata dalam satu ragam
bahasa berkaitan dengan ketepatan pemilihan
kata dan kesesuaian pemilihan kata.
Menurut Gorys Keraf (2005: 87),
ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan
menggunakan kata secara tepat yang berarti
menggunakan kata sesuai dengan makna yang
ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian
pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan
lingkungan berbahasa. Dalam artikel ilmiah,
suasana dan lingkungan bahasa yang
digunakan adalah formal dengan bahasa
standar/baku. Dalam makalah ini, dibahas
beberapa hal yang berkaitan dengan ketepatan
dan kesesuaian pemilihan kata dalam artikel
ilmiah, yaitu:
1. Sinonim
a. pekerja-buruh-pegawai-karyawan
Semua pekerja wajib bekerja dengan
jujur.
Semua buruh wajib bekerja dengan
jujur.
Semua pegawai wajib bekerja dengan
jujur.
Semua karyawan wajib bekerja dengan
jujur.
Sinonim merujuk pada kata-kata dengan
makna yang (hampir) serupa. Pada
contoh penggunaan sinonim di atas,
bahasa yang standar (baku) adalah
pegawai dan atau karyawan.
b. menerangkan—menjelaskan—
menuturkan
Seorang guru menerangkan nilai-nilai
moral
Seorang guru menjelaskan nilai-nilai
moral
Seorang guru menuturkan nilai-nilai
moral
Untuk menghindari kebosanan karena
menggunakan kata yang itu-itu saja,
dapat
dipilih sinonim yang penggunaannya
tepat (sesuai konteks)
2. Kata umum—kata khusus
Kendaraan—Kendaraan bermotor—
Kendaraan (bermotor) umum—Angkot
a. kendaraan yang berbahan bakar bensin
menimbulkan polusi udara.
ISSN 2442-5699
4 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
b. kendaraan bermotor yang berbahan
bakar bensin menimbulkan polusi udara.
c. kendaraan umum yang berbahan bakar
bensin menimbulkan polusi udara.
d. angkot yang berbahan bakar bensin
menimbulkan polusi udara.
Setiap kata yang digunakan pada kalimat-
kalimat di atas, semakin lama semakin
khusus. Hal ini terlihat dari semakin khusus
(sempit) makna yang digunakan pada kata-
kata di atas (sesuai urutannya). Kata yang
semakin sempit tujuannya itulah yang
disebut dengan kata khusus.
3. Kata indria
Kata indria merupakan kata yang
menunjukkan perasaan/ pengalaman
dengan pancaindra, seperti panas, manis,
keras, apak, desing, dan mengilat.
Penggunaan kata-kata indria ini dapat
saling tumpang tindih. Gejala seperti ini
disebut dengan sinestesia. Perhatikan
contoh berikut.
a. Bicaranya tajam menusuk hati.
b. Mata pisau itu tajam
4. Kelangsungan pilihan kata
Kelangsungan pilihan kata berkaitan kata
demi kata yang dipilih sehingga dapat
menyampaikan gagasan secara tepat,
efektif, dan efisien. Hal ini menyangkut
penghamburan kata, ambiguitas makna,
kesalahan ejaan, dsb. Perhatikan contoh-
contoh berikut:
SALAH BENAR
Selebriti Selebritas
Resiko Risiko
Terlanjur Telanjur
Walikota Wali kota
Dia punya nama Namanya
Banyak para ibu Banyak ibu/para
ibu
5. Istilah dan jargon
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang
secara cermat mengungkapkan makna
konsep, proses, keadaan, atau sifat yang
khas dalam bidang ilmu tertentu. Sementara
itu, jargon adalah kata-kata teknis atau
rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu,
dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan
rahasia, atau kelompok-kelompok khusus
lainnya (Keraf, 2005: 107). Antara istilah
dan jargon, terdapat ketumpangtindihan
makna. Pada dasarnya, jargon merupakan
bahasa atau kata yang khusus sekali.
6. Kata populer dan ilmiah
Kata populer adalah kata yang lazim
digunakan oleh masyarakat luas dalam
kegiatan sehari-hari. Kata ini tentu berbeda
dengan kata ilmiah yang merujuk pada
bahasa ilmiah. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan contoh berikut:.
a. air kencing—urin (kata populer—kata
ilmiah)
b. daftar—register (kata populer—kata
ilmiah)
c. acara—program (kata populer—kata
ilmiah)
7. Kata slang
Kata slang adalah kata yang digunakan
pada ragam percakapan yang khas.
Misalnya, bahasa gaul. Bahasa seperti ini
tidak bisa digunakan dalam karya tulis
ilmiah karena merupakan bahasa
nonstandar.
8. Idiom
Idiom adalah pola-pola struktural yang
menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa
yang umum, biasanya berbentuk frase,
sedangkan artinya tidak bisa diterangkan
secara logis atau gramatikal dengan
bertumpu pada makna-makna yang
membentuknya (Keraf, 2005: 109)
Contohnya, makan garam, banting
tulang.Selain itu, dalam menulis karya tulis
ilmiah perhatikan pula penggunaan kata
depan yang dilekatkan secara idiomatis
pada kata kerja tertentu, seperti berbahaya
bagi, selaras dengan, terdiri atas.
c. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang
dapat mengungkapkan gagasan penutur/
penulisnya dengan baik sehingga pendengar/
pembaca akan menangkap gagasan di balik
kalimat tersebut dengan tepat. Karena tujuan
seseorang menulis adalah mengkomunikasikan
gagasan yang dimilikinya, kalimat efektif
merupakan sarana yang tepat untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam kegiatan menulis,
populer maupun ilmiah, laporan maupun
artikel, kalimat yang digunakan berupa kalimat
efektif. Menurut Gorys Keraf (1993) syarat-
syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut.
ISSN 2442-5699
5 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
1. Kesatuan Gagasan
Kesatuan gagasan mengacu pada
bagaimana perilaku fungsi-fungsi kalimat
dalam satu kalimat. Syarat utama untuk
membentuk sebuah kalimat lengkap adalah
adanya fungsi subjek dan predikat. Jika
dirasa perlu, fungsi-fungsi ini dapat
ditambahkan dan diperluas dengan fungsi
lainnya.
Contoh:
a. Pada pembiayaan mudhabarah tidak
berpartisipasi dalam manajemen bisnis
yang dibiayainya. Kalimat di atas
tidak menunjukkan kesatuan gagasan
karena subjek dalam kalimat di atas
tidak ada. Siapakah yang tidak
berpartisipasi dalam manejemen bisnis
yang dibiayainya? Mengacu kepada
siapakah partikel –nya pada kata
dibiayainya? Bandingkan dengan
kalimat berikut. Pada
pembiayaanmudhabarah, konsumen
tidak berpartisipasi dalam manajemen
bisnis yang dibiayainya.
b. Karena asam amino ini merupakan
faktor pembatas pada pakan nabati.
Kata karena merupakan konjungsi
yang menunjukkan hubungan
alasan/sebab. Konjungsi ini berfungsi
menghubungkan anak kalimat
(alasan/sebab) dengan induk kalimat
dalam kalimat majemuk bertingkat.
Pada kalimat di atas, penyebab (induk
kalimat) tidak nampak.
2. Koherensi yang baik dan kompak.
Koherensi yang baik dan kompak mengacu
pada hubungan antarunsur pembentuk
kalimat. Dalam hal ini, urutan kata menjadi
hal yang perlu diperhatikan. Perhatikan
contoh berikut:
a. Tes tersebut dibuat oleh guru bidang
studi yang berjumlah 25 item.
b. Tes yang berjumlah 25 item tersebut
dibuat oleh guru bidang studi.
3. Penekanan
Dalam sebuah kalimat, umumnya terdapat
satu hal/topik yang ingin ditekankan.
Melalui beberapa cara, penekanan tersebut
akan terasa nyata. Coba perhatikan contoh
berikut ini.
a. Beberapa daerah sudah mencapai TFR
kurang dari dua dan angka prevelensi
kontrasepsi yang cukup tinggi.
b. TFR kurang dari dua dan angka
prevelensi kontrsepsi yang cukup tinggi
sudah dicapai beberapa daerah.
c. Beberapa daerah pun sudah mencapai
kurang dari dua angka prevelensi
kontrasepsi yang cukup tinggi.
Dari contoh di atas, terlihat cara untuk
memberi penekanan adalah meletakkan
topik di awal kalimat atau menggunakan
partikel penekan (pun). Selain cara di atas,
dapat pula digunakan pertentangan atau
repetisi (pengulangan).
4. Variasi
Untuk menghindari kebosanan karena
menggunakan kata atau pola kalimat yang
itu-itu saja,digunakan variasi. Dalam
kosakata, variasi berkaitan erat dengan
sinonim. Untuk lebih jelasnya,perhatikan
kembali pembahasan mengenai pilihan kata
(sinonim).
5. Paralelisme
Paralelisme menekankan pada
penggunakan jenis dan pola yang sama
dalam kalimat. Fungsi-fungsi dalam satu
kalimat terbentuk dari pola yang sama.
Misalnya, jika dalam sebuah kalimat
terdapat predikat lebih dari satu, imbuhan
dalam predikat-predikat tersebut sama.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut.
a. Fungsi enzim di antaranya adalah
membantu proses metabolisme dan
dapat digunakan mencegah infeksi.
b. Fungsi enzim di antaranya adalah
membantu proses metabolisme dan
mencegah infeksi.
6. Penalaran atau Logika
Salah satu ciri bahasa ilmiah adalah logis.
Hal ini berarti pernyataan dalam kalimat
yangdigunakan dalam karya tulis ilmiah
sesuai dengan logika. Perhatikan contoh
berikut.
Secara umum, pendekatan kultural lebih
optimis daripada kedua pendekatan
sebelumnya.
Pertanyaan yang muncul dari kalimat di
atas adalah, siapa yang merasa lebih
optimis? Apakah mungkin, sebuah
pendekatan (dalam hal ini pendekatan
kultural) dapat merasakan optimisme?
ISSN 2442-5699
6 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
Perasaan (optimis) tentunya dapat
dirasakan oleh manusia, bukan pendekatan.
Selain syarat di atas, ada pula satu hal lagi
yang perlu diperhatikan, yaitu panjang
kalimat. Logikanya, semakin kompleks dan
panjang kalimat, maka semakin sulit pula
kalimat tersebut dipahami.Perhatikan
kalimat berikut.
Salah satu sistem yang sangat mungkin
dikembangkan di Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama islam adalah
dengan mengoptimalkan fungsi zakat, di
antaranya dengan menciptakan akumulasi
modal yang diharapkan dapat menciptakan
dunia usaha baru, terutama pada sektor
ekonomi kerakyatan dalam bentuk industri
skala kecil sehingga dari sektor ekonomi
yang dibentuk akan dapat menyerap
banyak tenaga kerja yang pada akhirnya
akan berdampak kepada ekonomi rakyat.
Dalam makalah yang disampaikan Felicia
N. Utorodewo dalam seminar ‖Sejarah
Bahasa
Melayu/Bahasa Indonesia dalam
Jurnalistik‖ di FIB UI disebutkan penelitian
Mencher mengenai panjang kalimat, yaitu:
Tabel 1. Hubungan Antara Panjang Kalimat
dan Keterbacaan
Panjang
Kalimat
Keterbacaan
8 kata atau
kurang
Sangat mudah
dipahami
11 kata Mudahdipahami
14 kata Agak mudah
dipahami
17 kata Standar
21 kata Agak sulit dipahami
25 kata Sulit dipahami
29 kata atau lebih Sangat sulit dipahami
Dalam bahasa Indonesia belum diadakan
penelitian yang dipublikasikan mengenai
keefektifan kalimat berdasarkan jumlah
kata. Namun, penelitian di atas dapat
memberikan sedikit gambaran mengenai
hubungan antara keefektifan kalimat dan
jumlah kata dalam satu kalimat. Walaupun
begitu, adapengecualian untuk kalimat
panjang dengan pembagian yang jelas.
Perhatikan pula contoh berikut:
Berdasarkan rumusan masalah seperti
yang telah diungkapkan sebelumnya, maka
tujuan studi yang ingin dicapai adalah
menganalisis derajat desentralisasi fiskal
pada awal otonomi daerah pemerintah
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Timur; menganalisis tingkat kemandirian
pemerintahan kabupaten dan kota pada
awal otonomi daerah di Provinsi Jawa
Timur; menganalisis elasitisas Pendapat
Asli Daerah (PAD) pada awal otonomi
daerah di Provinsi Jawa Timur;
mengetahui jenjang posisi pemerintahan
kabupaten dan kota pada awal otonomi
daerah di Provinsi Jawa Timur.
d. Paragraf
Dalam buku Komposisi (Keraf, 1997:
62—66) dikatakan bahwa paragraf
merupakan himpunan dari kalimat-kalimat
yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk
membentuk sebuah gagasan. Paragraf
merupakan perluasan pikiran dari kalimat.
Pembagian paragraf berdasarkan fungsinya
dalam satu karangan akan mempermudah
pembaca memahami struktur karangan.
Sebuah karangan yang dalam studi
kasus ini berupa artikel ilmiah minimal
terdiri atas tiga pembagian, yaitu
pendahuluan, isi, penutup. Hal ini berlaku
pula dalam penulisan paragraf. Dalam
sebuah paragraf, terdapat kalimat pembuka,
isi, dan penutup. Oleh karena itu, sebuah
paragraf yang standar minimal terdiri atas
tiga kalimat.
Dalam sebuah paragraf, terdapat
kalimat yang menunjukkan gagasan
utamanya. Kalimat tersebut disebut kalimat
topik. Dari kalimat topik inilah sebuah
paragraf kemudian dikembangkan. Dalam
mengembangkan satu kalimat topik
menjadi paragraf, perlu pula diperhatikan
masalah urutan yang logis dan kepaduan
bahasa. Kepaduan bahasa ini akan terlihat
dari penggunaan kata-kata yang merujuk
padabagian sebelumnya sehingga topik
yang dibahas dalam sebuah paragraf tidak
meluas tak terarah.
e. Pedoman Penulisan
Dalam setiap bahasa, terdapat
pedoman penulisan yang perlu
diperhatikan. Pedoman ini dibuat untuk
mempermudah penggunaan dan
pemahaman terhadap suatu bahasa. Dalam
ISSN 2442-5699
7 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
bahasa Indonesia, terdapat dua panduan
yang dijadikan acuan, yaitu Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) dan
PedomanUmum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EyD). KBBI
merupakan pedoman mengenai tata cara
penulisan dan makna kata. Hal ini berbeda
dengan EyD yang berisi aturan-aturan
mengenai pungtuasi (tanda baca).
Pedoman penulisan yang terdapat
dalam KBBI dan EyD bersifat mengikat
penggunanya. Makalah ini tidak akan
membahas aturan dalam kedua pedoman
tersebut satu per satu. Apabila dibutuhkan,
seorang peneliti/penulis tidak perlu merasa
ragu atau malu untuk membuka-buka
kembali kedua pedoman ini. Apa yang akan
dibahas dalam makalah ini hanyalah
aturan-aturan yang lebih bersifat khusus.
Setiap bidang ilmu mempunyai
kekhasan dalam tata cara penulisan. Ada
aturan-aturan khusus yang berlaku
mengikat penggunanya. Berikut ini
beberapa aturan khusus kebidangan
1. Penggunaan istilah asing
Dalam buku Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(2003) telah
Dijelaskan bahwa huruf miring dalam
cetakan dipakai untuk menuliskan nama
ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang
telah disesuaikan ejaannya Hal ini
menujukkan bahwa penggunaan kata
atau ungkapan asing dalam artikel
ataupun karya tulis lainnya
diperbolehkan. Namun, apabila kata
atau ungkapan yang digunakan tersebut
belum banyak digunakan, ada baiknya
diberikan penjelasan. Dengan begitu,
pembaca tidak bingung. Perhatikan
contoh berikut:
a. Pengambilan keputusan strategik
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
(value) atau harapan (expectation).
b. Investasi (pembiayaan)
2. Lambang
Ada banyak karya tulis yang
menggunakan satuan. Mien E. Rifai
(1995) menyatakan, ―Satuan dasar yang
dianut secara universal memakai Satuan
Sistem Internasional (biasa disingkat SI
dari Systeme international d’unites).‖
Contoh SI adalah:
kilogram—kg→ 5 kg
meter—m→ 10 m
ampere—A→ 2 A
Penulisan satuan tidak diawali dengan
huruf kapital. Namun, jika satuan tersebut
diambil dari nama orang, penulisan dalam
bentuk singkatnya menggunakan huruf
kapital. Penulisan satuan dalam bentuk
singkat tidak menggunakan titik.
Sama seperti satuan dasar, penulisan
satuan mata uang tidak diawali dengan
huruf kapital. Namun, penulisan satuan
mata uang dalam bentuk singkat,
menggunakan lambang dan huruf kapital.
Perhatikan contoh berikut.
10.000 rupiah→ Rp10.000,00
80.5 dolar Amerika→ US$80.5
25 yen→Y25
catatan: dalam bahasa Indonesia, desimal
ditunjukkan dengan penggunaan koma.
Sebaliknya dalam bahasa Inggris, desimal
ditunjukkan dengan penggunaan titik.
Lambang usur zat (kimia) dituliskan
berdasarkan aturan yang sudah berlaku
internasional. Penulisan unsur zat dalam
bahasa Indonesia tidak ditulis dalam cetak
miring kecuali jika tidak menggunakan
ejaan Indonesia. Contoh:
karbon—carbon→C
kuprum→Cu
Selain satuan dan lambang kimia, dalam
bidang-bidang ilmu tertentu, terdapat pula
rumus. Rumus ini ―bahasa‖ tersendiri
yang tidak boleh diubah-ubah
penulisannya.
f. Penulisan nama Latin
Dalam bidang keilmuan tertentu,
penggunaan nama Latin tidak bisa
dihindarkan. Penggunaan nama Latin akan
menjelaskan spesies makhluk hidup secara
spesifik. Lalu, bagaimanakah cara
penulisannya?
Dalam Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(2003:21) disebutkan, ―Huruf kapital
digunakan sebagai huruf pertama unsur-unsur
nama orang.‖ Namun, bagaimana dengan
unsur-unsur nama hewan atau tumbuhan?
Selain itu, disebutkan pula, ―Huruf miring
dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama
ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya.‖ (2003:26) Penjelasan
lebih lanjut mengenai penulisan nama Latin ini
ISSN 2442-5699
8 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
dijelaskan Mien A. Rifai (1995:14), huruf
miring digunakan pada nama ilmiah, marga,
jenis, anak jenis, varietas, dan forma makhluk.
Akan tetapi, nama ilmiah takson di atas tingkat
marga tidak ditulis dengan huruf miring.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-
contoh berikut:
Oryza sativa Linnaeus
Oryza sativa Linn.
Oryza sativa merupakan nama Latin untuk
padi. Sebagaimana dijelaskan pada EyD,
penulisan nama diawali dengan huruf kapital.
Oleh karena itu, huruf O pada Oryza kapital.
Namun, berbeda dengan tata cara penulisan
nama orang, huruf kapital hanya dipakai pada
huruf pertama kata pertama. Jadi, huruf spada
kata sativa tidak kapital. Huruf L pada kata
Linnaeus dan Linn. mengacu pada nama orang
(penemu). Oleh karena itu, tidak ditulis dengan
huruf miring.
Felis domesticus strain Himalaya
Pada contoh di atas, kata Himalaya tidak
menunjuk pada penemu jenis kucing tersebut.
Kata himalaya mengacu pada tempat/ daerah
asal kucing tersebut. Petunjuk mengenai hal
itu adalah adanya kata
strain sebelum himalaya.
Oryza sp.
Felis sp.
Pongo spp.
Untuk menyingkat penulisan nama Latin,
dapat dituliskan sp. atau spp. di belakang kata
pertama nama Latin. Penulisan sp. dan spp. ini
merujuk pada spesies dan subspesies. Tata
cara penulisannya tidak dalam cetak miring.
g. Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris
Bahasa Inggris diakui sebagai bahasa
internasional. Begitu pula dalam karya tulis
ilmiah. Agar dapat mempublikasikan hasil
penelitiannya pada masyarakat luas (dalam hal
ini masyarakat internasional), ada banyak
peneliti yang menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar dalam karya tulis
ilmiahnya.
Jika karya tulis ilmiah menggunakan
bahasa pengantar Inggris (atau bahasa asing
lainnya), pedoman dan aturan yang digunakan
sesuai dengan bahasa yang digunakan. Jadi,
jika bahasa pengantar yang digunakan adalah
bahasa Inggris, pedoman dan aturan yang
digunakan adalah pedoman dan aturan bahasa
Inggris. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di
luar bahasa Inggris (bahasa Indonesia atau
Latin) ditulis dalam cetak miring.
V. PENUTUP
Kesimpulan
Ragam bahasa yang digunakan dalam
karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah
atau disebut juga bahasa standar (baku).
Sebagai salah satu jenis dari karya tulis ilmiah,
artikel ilmiah pun ditulis dengan menggunakan
ragam bahasa ilmiah. Bahasa standar ini
adalah bahasa yang dipelajari dalam institusi
pendidikan. Sebagai bahasa standar, ada
aturan-aturan tata bahasa dan pedoman ejaan
yang perlu diikuti. Standar berbahasa yang
perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini
meliputi pemilihan kata yang tepat, kalimat
efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman
penulisan.
Berdasarkan pengamatan dapat
diketahui bahwa dalam artikel ilmiah masih
dapat ditemui penggunaan bahasa yang tidak
sesuai dengan standar aturan berbahasa
Indonesia. Penggunaan bahasa yang tidak
sesuai tersebut dapat ditemukan berupa
ketidaktepatan dalam penggunaan/
penyusunan kata, kalimat, danparagraf.
Saran
Penulisan bahasa dalam karya tulis
ilmiah yang berupa artikel ilmiah harus tetap
sesuai dengan kaedah penulisan bahasa
Indonesia yang sudah ditetapkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan
PedomanUmum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EyD) baik dalam
penggunaan/penyusunan kata, kalimat,
maupun paragraf.
Perlunya diadakan sosialisasi tentang
kaedah penggunaan bahasa Indonesia dalam
karya tulis ilmiah agar penulisan artikel ilmiah
sesuai dengan standar aturan berbahasa
Indonesia baik dalam penggunaan/penyusunan
kata, kalimat, maupun paragrafnya.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Alwi, Hasan, dkk (2003): Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Balai Pustaka.
Keraf, Gorys (1997): Komposisi: Sebuah
Pengantar Kemahiran Bahasa.
Ende—Flores, Penerbit Nusa Indah.
Keraf, Gorys (2005): Diksi dan Gaya Bahasa.
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
ISSN 2442-5699
9 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2013
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Diknas RI. (1989): Pedoman Umum
Pembentukan Istilah.Jakarta, Balai
Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Diknas RI. (2001): Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai
Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Diknas RI. (2003): Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Jakarta, Balai
Pustaka.
Rifai, Mien A. (1995): Pegangan Gaya
Penulisan, Penyuntingan, dan
Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia.
Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press.
Utorodewo, Felicia N. (2003): Makalah Materi
Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar
Penulisan Ilmiah.
Utorodewo, Felicia N. (2003): Bahasa
Jurnalistik dalam seminar Sejarah
Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia
dalam Jurnalistik. Proram Studi
Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Jakarta, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia.
Internet
http://hasanahrainism.blogspot.com/2011/12/p
eranan-dan-pentingnya-bahasa-dalam.html
ISSN 2442-5699
10 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
ANALISIS FAKTOR HARGA DAN PELAYANAN TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN DI RUMAH MAKAN BEBEK JENDRAL LAMONGAN
Ratna Handayati *)
*)Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Aspek kepuasan konsumen akan menentukan seberapa besar kemampuan perusahaan bertahan
di tengah persaingan. Konsumen sebagai pelanggan merasa puas atau tidak puas tergantung dari
kualitas pelayanannya.selain kualitas harga juga berpengaruh terhadap keputusan pembelian karena
melihat dari segi ekonomis setiap konsumen berbeda-beda sesuai tingkat golongan atau kemampuan
konsumen membeli suatu prodak yang diinginkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahi besarnya pengaruh harga dan pelayanan
terhadap keputusan pembelian di Rumah Makan Bebek Jendral Lamongan dan Untuk mengetahui
faktor mana yang lebih dominan antara harga dan pelayanan terhadap keputusan pembelian di Rumah
Makan Bebek Jendral Lamongan.
Hubungan antara harga dan pelayanan peneliti menggunakan metode Uji Validitas Uji
Reliabilitas, Analisis Regresi Linier Berganda dan Uji – t. Dari analisis regresi berganda diperoleh Y
= 4,5 + 0,35 X1 + - 0,04 X2 karena nilai X1 positif,sedangkan X2 negatif maka pengaruh yang
dihasilkan adalah cukup baik. Besarnya pengaruh harga terhadap keputusan pembelian di Rumah
makan bebek jendral Lamongan adalah 16% dan besarnya pengaruh pelayanan terhadap keputusan
pembelian di Rumah makan bebek jendral adalah 3%. Dari hasil uji t diperoleh thitung X1 (1,13) dan X3
(0,21) maka harga dan pelayanan mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian di rumah
makan bebek jendral Lamongan. Variabel Harga mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan pelayanan, itu dapat dilihat dari besarnya pengaruh harga terhadap keputusan pembelian
adalah sebesar 1,13 sedangkan variabel pelayanan mempengaruhi keputusan konsumen di Rumah
Makan Bebek Jendral Lamongan sebesar 0,21.
Kata kunci: Harga, pelayanan dan keputusan pembelian
PENDAHULUAN
Penerapan strategi yang tepat
merupakan salah satu faktor penting guna
kemajuan suatu usaha dalam menghadapi
persaingan. Aspek kepuasan konsumen akan
menentukan seberapa besar kemampuan
perusahaan bertahan di tengah persaingan.
Konsumen sebagai pelanggan merasa puas
atau tidak puas tergantung dari kualitas
pelayanannya (Kotler dan Kevin 2009:177).
Alasan dipilihnya kepuasan karena banyak
perusahaan memfokuskan pada kepuasan
konsumen, karena menciptakan kedekatan
secara emosional. Kepuasan dan
ketidakpuasan konsumen atas produk
berpengaruh terhadap pola perilaku
selanjutnya. Apabila konsumen merasa puas,
maka besar kemungkinan membeli produk
yang sama. Menurut Wahyudin dan Muryati
(2001:192) bagi perusahaan-perusahaan yang
berkawasan konsumen, kepuasan adalah
sasaran sekaligus kiat pemasaran.
Dalam era persaingan bisnis saat ini
yang semakin ketat dibidang usaha makanan,
rumah makan bebek jendral berupaya untuk
mempertahankan pelanggannya. Hal ini
dilakukan dengan berusaha memberikan
kualitas layanan yang terbaik kepada para
konsumen atau pelanggannya. Alasan
dipilihnya bebek jendral dalam penelitian ini
dikarenakan rumah makan ini memiliki
keunikan yakni mengusung menu khas
tradisional dan pengunjung menikmati
makanan.
Permasalahannya kemudian adalah
bagaimana tingkat kepuasan konsumen atau
pelanggan rumah makan bebek jendral
berdasarkan kualitas layanan yang diberikan.
Untuk mengetahui hal tersebut maka harus
dilakukan analisis dalam kerangka penelitian
agar tingkat kepuasan konsumen atau
pelanggan dapat diketahui. Dengan demikian
perusahaan akan mendapatkan fakta yang
sangat besar perannya sebagai dasar
menentukan kebijakan dan mengambil
keputusan yang berkaitan dengan
konsumennya. Oleh karena itu, dalam rangka
mengetahui adanya kemungkinan
ISSN 2442-5699
11 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
ketiadakpuasan konsumen atau pelanggan
dengan layanan yang diberikan oleh rumah
makan bebek jendral, maka perlu dikaji
kepuasan para konsumen atau pelanggannya
setelah mendapat layanan dari restoran
tersebut.
Perumusan masalah adalah : 1)
Apakah faktor harga dan pelayanan
berpengaruh terhadap keputusan pembelian
konsumen ; 2) Faktor manakah diantara
harga dan pelayanan yang lebih dominan
berpengaruh terhadap keputusan pembelian
di Rumah Makan Bebek Jendral Lamongan?
Tujuan Penelitian ini adalah : 1)
Mengetahui besarnya pengaruh harga dan
pelayanan terhadap keputusan pembelian di
Rumah Makan Bebek Jendral Lamongan ; 2)
Untuk mengetahui faktor mana diantara
harga dan pelayanan yang lebih dominan
berpengaruh terhadap keputusan pembelian
di Rumah Makan Bebek Jendral Lamongan.
Pemasaran menurut Kotler (1972 : 7)
merupakan sekumpulan aktifitas manusia
yang ditujukan untuk memfasilitasi dan
melaksanakan pertukaran. Sedangkan
Pemasaran menurut Alma adalah : proses
perencanaan dan pengembangan produk,
distribusi, penetapan harga dan strategi
komunikasi yang memungkinkan perusahaan
mendapatkan keuntungan.
Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa pemasaran adalah
kegiatan untuk memuaskan kebutuhan
konsumen dengan melaksanakan kegiatan-
kegiatan perencanaan strategi, penentuan
harga, promosi dan distribusi terhadap suatu
produk.
Bauran pemasaran terdiri dari 7
variabel yaitu 1) Price (harga), pada
umumnya menetapkan harga terdapat
beberapa tujuan yang hendak dicapai
menurut Kotrler (1998:109) dalam bukunya
manajemen pemasaran menyebutkan bahwa
tujuan dari penetapan harga adalah: a)
Bertahan hidup. Agar perusahaan dapat
bertahan hidup lama maka dalam pembuatan
harga pokok yang dihasilkan harus benar-
benar fleksibel, agar perusahaan dapat
menjual produknya sesuai dengan kondisi
pasar. b) Memaksimumkan pendapatan
jangka pendek. Dengan menentukan tingkat
harga yang nantinya dapat memaksimumkan
pendapatan dari penjualan. c) Pertumbuhan
penjualan maksimum. Penetapan harga bagi
sebagian perusahaan merupakan upaya untuk
meraih pertumbuhan penjualan sebesar-
besarnya. d) Menyaring pasar secara
maksimum. Disini perusahaan ingin meraih
segmen pasar yang ada, mulai dari atas
sampai yang bawah. e) Unggul dalam mutu
produk. Suatu peusahaan yang selalu
menjaga mutu produknya akan
membebankan biaya-biaya penelitian pada
harga jual produknya, sehingga harga jual
selalu tinggi. 2) Product (produk). Menurut
Kotler (2000:394) produk adalah segala
sesuatu yang dapat di tawarkan dipasar,
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen. Sedangkan menurut W.J.Stanton
produk adalah seperangkat atribut baik
berwujud maupun tidak berwujud, termasuk
didalamnya masalah warna, harga, nama baik
pabrik, nama baik toko yang menjual
(pengecer) dan pelayanan pabrik serta
pelayanan pengecer, yang diterima oleh
pembeli guna memuaskan keinginannya. 3)
Place (Tempat / Distribusi) Definisi
menurut Philip Kotler mengenai tempat
adalah : ―The various the company
undertakes to make the product accessible
and available to target customer‖. Berbagai
kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
membuat produknya mudah diperoleh dan
tersedia untuk konsumen sasaran. 4)
Promotion (Promosi). Menurut Alma
(2003:37) promosi adalah kombinasi strategi
yang paling baik dari variable-variabel
periklanan, personal selling dan direct
selling, yang kesemuanya direncanakan
untuk memperoleh dan mencapai target
penjualan. 5) People (Orang). Menurut
Alma (2003:37) People berarti orang yang
melayani ataupun merencanakan pelayanan
terhadap para konsumen karena sebagian
besar jasa dilayani oleh orang lain, maka
orang tersebut perlu diseleksi, dilatih,
dimotivitasi, sehingga member kepuasaan
terhadap pelanggan. Setiap karyawan harus
berlomba-lombaberbuat kebaikan terhadap
konsumen dengan sikap perhatian,
responsive, inisiatif, pandai memecahkan
masalah, sabar dan ikhlas. 6) Process
(Proses). Proses ini terjadi diluar pandangan
konsumen. Konsumen tidak tahu bagaimana
proses yang terjadi, berkat dukungan
karyawan. Yang penting semua proses
operasional, apalagi yang berhubungan
dengan konsumen harus betul-betul
memuaskan. Semua nilai rantai, yang ikut
dalam proses tersebut, harus bekerjasama
ISSN 2442-5699
12 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
dengan penampilan yang prima (Alma,
2003:38). 7) Service (Pelayanan atau Jasa).
Swasta (2001:21) menyatakan bahwa
pelayanan adalah perihal atau cara melayani
yang semestinya atau kemudahan-
kemudahan yang diberikan sehubungan
dengan jual beli barang dan jasa. Sedangkan
menurut Kotler (1997:476) merumuskan
bahwa pelayanan adalah setiap tindakan atau
unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu
pihak ke pihak lain yang secara prinsip
intangibel dan tidak menyebabkan
perpindahan kepemilikan apapun. Dari
definisi di atas dapat disimpulkan
pelayanan/jasa adalah proses interaksiantar
pelanggan dan penyedia jasa untuk dapat
dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan
pelanggan sehingga pelanggan merasa puas.
Kualitas Layanan merupakan output
dari industri jasa yang tidak kelihatan, tidak
memilikiwujud sehingga sulit untuk di ukur
kualitasnya. Untuk mengukur kualitas layan
dibutuhkan suatu metode untuk dapat
menyeimbangkan antara persepsi dan
harapan dari pengguna jasa itu sendiri.
Dimensi Kualitas Layanan/Jasa
melalui serangkaian penelitian terhadap
berbagai macam industri jasa Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry (1985) berhasil
mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok
kualitas jasa, yaitu : 1) Reliabilitas, meliputi
dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja
(performance) dan sifat dapat dipercaya
ependability). Hal ini berarti perusahaan
mampumenyampaikan jasanya secara benar
sejak awal (right from the first
time),memenuhi janjinya secara akurat dan
andal (misalnya, menyampaikan jasa
sesuaidengan janji yang disepakati),
menyampaikan data (record) secara tepat,
danmengirimkan tagihan yang akurat 2)
Responssivitas atau daya tanggap, yaitu
kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan
menyampaikan jasa secara cepat. Beberapa
contoh diantaranya : ketepatan waktu
pelayanan, pengiriman slip transaksi
secepatnya, kecepatan menghubungi kembali
pelanggan, dan penyampaian layanan secara
cepat. 3) Kompetensi, yaitu penguasaan
keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa
sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Termasuk didalamnya adalah pengetahuan
dan keterampilan karyawan kontak,
pengetahuandan keterampilan personil
dukungan operasional, dan kapabilitas riset
organisasi. 4) Akses, meliputi kemudahan
untuk dihubungi atau ditemui
(approachability) dankemudahan kontak. Hal
ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah
dijangkau, waktumengantri atau menunggu
tidak terlalu lama, saluran komunikasi
perusahaanmudah dihubungi (contohnya,
telepon, surat, email, fax, dan seterusnya),
dan jamoperasi nyaman. 5) Kesopanan
(courtesy), meliputi sikap santun, respek,
atensi, dan keramahan parakaryawan kontak
(seperti resepsionis, operator telepon, bell
person, teller bank,kasir, dan lain-lain). 6)
Komunikasi, artinya menyampaiakan
informasi kepada pelanggan dalam
bahasayang mudah mereka pahami, serta
selalu mendengarkan saran dan
keluhanpelanggan. Termasuk didalamnya
adalah penjelasan mengenai jasa/layanan
yangditawarkan, biaya jasa, trade off antara
jasa dan biaya, serta proses penanganan
masalah potensial yang mungkin timbul. 7)
Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat
dipercaya. Kredibilitas mencangkup
namaperusahaan, reputasi perusahaan,
karakter pribadi karyawan kontak, dan
interaksi dengan pelanggan (hard selling
versus soft selling approach). 8) Keamanan
(security), yaitu bebas dari bahaya, risiko
atau keragu-raguan. Termasukdidalamnya
adalah keamanan secara fisik (physical
safety), keamanan finansial(financial
security), privasi, dan kerahasiaan
(confidentiality). 9) Kemampuan memahami
pelanggan, yaitu berupaya memahami
pelanggan dankebutuhan spesifik mereka,
memberikan perhatian individual, dan
mengenalpelanggan regular. 10) Bukti fisik
(tangibles), meliputi penampilan fasilitas
fisik, peralatan, personil, danbahan-bahan
komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis,
kop surat, dan lain-lain).
Keputusan Pembelian Konsumen
dengan tujuan pemasaran untuk memenuhi
dan memuaskan kebutuhan serta keinginan
dari pelanggan sasaran. Untuk meraih
keberhasilan, pemasar harus melihat lebih
jauh bermacam-macam faktor yang
mempengaruhi pembeli dan mengembangkan
pemahaman mengenai bagaimana konsumen
melakukan keputusan pembelian. Menurut
Craven, Hills dan Woodruff (2002:137),
keputusan pembelian adalah suatu keputusan
ISSN 2442-5699
13 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
yang dibuat untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan konsumen dengan cara
mengevaluasi lebih dari satu alternatif yang
dipengaruhi oleh alasan utama melakukan
pembelian yang meliputi cara pembelian,
produk dan situasi. Sedangkan menurut
kotler (2000:201) keputusan pembelian
adalah suatu proses pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh konsumen sebelum
membeli suatu produk.
Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa, keputusan pembelian
adalah suatu proses pengambilan keputusan
ang dilakukan oleh konsumen sebelum
membeli suatu produk dimana hal ini
konsumen terlebih dahulu mengevaluasi
berbagai alternatif yang ada sebelum
memutuskan untuk membeli suatu produk
tertentu yang dianggap paling sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut.
METODE PENELITIAN
Sebelum melakukan penelitian harus
diketahui terlebih dahulu jenis penelitian apa
yang dilakukan. Hal ini tersebut untuk
memudahkan dalam menentukan cara
pemecahan masalah yang dihadapi. Dalam
penyusunan skripsi ini penelitian yang
dilakukan adalah penelitian explanator
research yaitu penelitian yang menyoroti dan
menguji hubungan antara variable sekaligus
menguji kebenaran hipotesis yang
dirumuskan. (Sudjana, 1996:160).
HASIL ANALISIS
Hasil analisisnya adalah 1) Uji
Validitas diperoleh hasil untuk variabel X1
(Harga) dan X2 (Pelayanan) > r tabel (0,279).
Jadi dapat disimpulkan bahwa semua
instrument yang digunakan dalam penelitian
ini bersifat valid. 2) Uji reliabilitas diperoleh
r9 sebesar (0,686), karena r9 lebih besar
daripada (0,60) maka instrument yang
digunakan dalam penelitian ini reliable dan
dapat digunakan dalam pengambilan data. 3)
Koefisien Korelasi diatas menunjukkan hasil
sebagai berikut : a) Besarnya pengaruh harga
terhadap keputusan pembelian pada Rumah
makan Bebek jendral Lamongan diketahui
dari nilai korelasi (r2) sebesar 0,16 (16%).
Dengan demikian menunjukkan bahwa harga
berpengaruh terhadap keputusan pembelian
pada Rumah makan Bebek jendral
Lamongan sebesar 16%. b) Besarnya
pengaruh pelayanan terhadap keputusan
pembelian pada Rumah makan Bebek jendral
Lamongan diketahui dari nilai korelasi (r2)
sebesar 0,03 (3%). Dengan demikian
menunjukkan bahwa pelayanan berpengaruh
terhadap keputusan pembelian pada Rumah
makan Bebek jendral Lamongan sebesar 3%.
Mengacu pada pendapat Sugiyono tentang
interpretasi nilai r dapat diketahui bahwa
nilai rx1 sebesar 0,16 (16%), rx2 sebesar 0,03
(3%) mempunyai hubungan (pengaruh) yang
sangat rendah terhadap keputusan pembelian.
4) Uji t, dari uji secara parsial yang
dilakukan, diperoleh hasil uji yang dilihat
dari nilai t hitung menunjukkan bahwa : a)
Variabel Harga (X1) dari hasil analisa uji t
(uji parsial) didapat nilai thitung sebesar 1,13
dengan penanganan signifikan 5% didapat
ttabel sebesar 2,00. Karena thitung < ttabel.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa H0 diterima dan H1 ditolak , yang
berarti terdapat pengaruh yang signifikan
secara parsial antara variabel harga (X1)
terhadap keputusan pembelian (Y). b)
Variabel Pelayanan (X2) dari hasil analisa uji
t (uji parsial) didapat nilai thitung sebesar 0,21
dengan penanganan signifikan 5% didapat
ttabel sebesar 2,00. Karena thitung < ttabel.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa H0 diterima dan H1 ditolak , yang
berarti terdapat pengaruh yang signifikan
secara parsial antara variabel pelayanan (X1)
terhadap keputusan pembelian (Y).
PENUTUP
Simpulan
Dari analisis didapatkan bahwa : 1)
Dari analisis regresi berganda diperoleh Y =
4,5 + 0,35 X1 + - 0,04 X2 karena nilai X1
positif,sedangkan X2 negatif maka pengaruh
yang dihasilkan adalah cukup baik. Besarnya
pengaruh harga terhadap keputusan
pembelian di Rumah makan bebek jendral
Lamongan adalah 16% dan besarnya
pengaruh pelayanan terhadap keputusan
pembelian di Rumah makan bebek jendral
adalah 3%. Dari hasil uji t diperoleh thitung X1
(1,13) dan X3 (0,21) maka harga dan
pelayanan mempunyai pengaruh terhadap
keputusan pembelian di Rumah makan bebek
jendral Lamongan. 2) Variabel Harga
mempunyai pengaruh yang lebih besar
dibandingkan dengan pelayanan, itu dapat
dilihat dari besarnya pengaruh harga
terhadap keputusan pembelian adalah sebesar
1,13 sedangkan variabel pelayanan
ISSN 2442-5699
14 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
mempengaruhi keputusan konsumen di
Rumah makan Bebek jendral Lamongan
sebesar 0,21
Saran
Beberapa yang dapat disarankan
adalah : 1) Bagi pemilik Rumah Makan Bebek
jendral Lamongan hendaknya untuk
senantiasa melengkapi fasilitas yang teradapat
di Warung Apung Rahmawati Lamongan dan
mempertimbangkan kebijakan penentuan
harga yang ditetapkan oleh Warung Apung
Rahmawati Lamongan. 2) Bagi karyawan
Rumah Makan Bebek jendral hendaknya
berusaha untuk senantiasa meningkatkan
pelayanan. 3) Bagi peneliti selanjutnya,
hendaknya memperluas obyek penelitian, tidak
hanya pada variabel harga, produk dan
pelayanan tetapi juga variabel-variabel lain
seperti promosi, tempat dan lain-lain sehingga
diperoleh informasi yang lebih lengkap
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan konsumen pada Rumah Makan
Bebek jendral Lamongan.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchori. 2009. Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran Jasa.
Cetakan Kedelapan. Bandung :
Alfabeta.
Assauri, S. 1999. Manajemen Pemasaran:
Dasar, Konsep, Strategi: Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Craven,D. 1996.Pemasaran Strategi. Edisi
Empat. Terjemahan oleh Lina Salim.
Jakarta Erlangga
Http://repository.usu.ac.id/handle/123456789
/17381
Http://rajapresentasi.com/feed/com
Kotler dan Armstrong,2001. Prinsip-Prinsip
Pemasaran . Terjemahan oleh Damus
Sihombing. Jakarata. Erlangga.
Kotler, P,dan Amstrong, G. 1997. Dasar-
Dasar Pemasaran. Terjemahan oleh
Wilhelmus, W. Bakowatun. Jakarta.
Intermedia
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 2009.
Manajemen Pemasaran. EdisiDua
Belas. Jakarta : PT . Index
Munif, Ahmad. 2008. Pengaruh keragaman
Penawaran Barang Dan Pelayanan
Terhadap Loyalitas Konsumen Pada
Swalayan Tiara Banjaranyar.
Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Lamongan
Philip Kotler, 1997. Manajemen pemasaran,
Jakarta, PT.Prenhallindo.
Philip Khotler, 1988. Manajemen
Pemasaran, Yogyakarta, BPFE.
Tjiptono, Fandy. 2001. Pemasaran
Strategis. Yogyakarta : Andi Offset.
Tjiptono, Fandy. 2005. Pemasaran Jasa.
Malang : Bayu Media Publishing
Tjiptono,Fandy. 1997. Strategi Pemasaran,
Andi - Yogyakarta,
Williams, Lesley. 2007. Manajemen
Pemasaran. Cetakan Pertama. Jakarta
: PPM
Yazid. Pemasaran Jasa. Edisi Kedua.
Cetakan Keempat. 2008. Yogyakarta
ISSN 2442-5699
15 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM
PERJANJIAN FIDUSIA KENDARAAAN BERMOTOR
Dhevi Nayasari Sastradinata *)
*)
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
Abstrak Perjanjian fidusia merupakan perjanjian yang timbul dalam praktek berdasarkan
kebutuhan masyarakat akan adanya suatu perjanjian yang dianggap aman bagi para pihak,
yaitu pelaku usaha dapat memberikan barang yang dipakai oleh konsumen,tanpa
mengalihkan hak kepemilikan atas barang obyek kepada konsumen,sampai dengan harga
(angsuran) dibayar lunas dengan menggunakan metode yuridis normatif.
Perjanjian fidunsia kendaraan bermotor berbentuk perjanjian baku dan merupakan
bentuk perjanjian jual beli dengan cicilan. Untuk memastikan adanya perlindungan hukum
bagi kreditur pada jaminan perjanjian fidusia perlu di pahami tentang jaminan fidusia, benda
jaminan fidusia dan latar belakang timbulnya perjanjian jaminan fidusia. Pada ahirnya untuk
mempertegas perlindungan hukum krediturdalam perjanjian jaminan fidusia, perlu diimbangi
dalam pembentukan lembaga eksekusi jaminan dan sosial tentang pelaksanaan fidusia.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Perjanjian Fidunsia
PENDAHULUAN
Dalam dunia perdagangan kita mengenal
berbagai macam perjanjian, salah satu
diantaranya adalah ―Perjanjian Fidusia―.
Perjanjian ini timbul dalam praktek karena
adanya tuntutan kebutuhan yang semakin
berkembang dalam masyarakat. Stabilitas
ekonomi dan keuangan merupakan salah satu
persyaratan penting dalam membangun dan
menggerakkan roda perekonomian.
Dengan memenuhi persyaratan ini,
masyarakat dapat membuat perjanjian apa saja.
Pasal 1320 KUHPerdata disebut sebagai
ketentuan yang mengatur asas konsesualisme,
yaitu perjanjian adalah sah apabila ada kata
sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian. Klausula-klausula dalam perjanjian
tersebut telah dibuat sebelumnya oleh salah satu
pihak tanpa melibatkan pihak yang lain, dan
pihak yang lain tersebut tinggal
menandatangani saja perjanjian yang sudah
disediakan. Penyewa beli atau konsumen
menerima dan memenuhi klausula-klausula
yang telah dipersiapkan dengan risiko tidak
akan memperoleh barang yang menjadi obyek
perjanjian, apabila ia tidak menandatangani
perjanjian. Lembaga sewa beli merupakan
lembaga hukum perjanjian yang
perkembangannya didasarkan pada asas
kebebasan berkontrak sebagai asas pokok dari
hukum perjanjian, yang diatur dalam Pasal
1338 Juncto Pasal 1320 KUHPerdata. Secara
harfiah lembaga sewa beli dilandasi oleh
lembaga jual beli dan sewa menyewa. Secara
khusus perundang-undangan yang melandasi
jual beli tunai dan sewa menyewa adalah sama,
keduanya memiliki dasar hukum yang diatur
dalam KUHPerdata dan dikelompokkan sebagai
perjanjian bernama, sementara sewa beli ini
termasuk dalam perjanjian tidak bernama yang
timbul dalam praktek. Dalam praktek perjanjian
sewa beli menggunakan perjanjian baku atau
standar, yaitu dituangkan dalam bentuk
formulir. Dari segi biaya dan waktu bentuk
perjanjian memang lebih hemat karena penjual
tinggal menyodorkan formulir yang sudah
dipersiapkan sebelumnya, sedang calon pembeli
tinggal menyatakan kehendaknya untuk
menerima atau menolak isi perjanjian tersebut.
Perjanjian baku yang ditetapkan sepihak
tersebut, menunjukkan bahwa, lembaga sewa
beli dalam praktek memiliki ciri tersendiri,
yaitu upaya memperkuat hak penjual dari
berbagai kemungkinan yang terburuk, selama
masa kontrak atau sebelum waktu pelunasan
angsuran, untuk menjamin kepentingan penjual.
Hal ini yang membuat perjanjian baku yang
dipergunakan dalam pranata fidusia sering
ISSN 2442-5699
16 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
merupakan penyebab utama bagi timbulnya
masalah di pihak pembeli dari pada leasing.
Adanya salah satu contoh persoalan yang
timbul dalam perjanjian sewa beli, adalah
klausula-klausula yang memberikan hak kepada
penjual untuk menuntut dan penarikan barang
menurut perjanjian yang dilakukannya. Jika
terjadi persoalan, umumnya yang ditarik adalah
obyek dari perjanjian. Penarikan menurut
Undang-Undang akan memerlukan waktu yang
relatif lama, karena harus melalui perintah
Hakim. Untuk menghindari risiko tersebut,
sering pihak penjual menempuh jalan pintas
dengan penarikan barang obyek sewa beli
(otomotif) secara langsung. Adanya
ketidakseimbangan dalam perjanjian tersebut
memberi dampak pada perlindungan hak yang
sepihak pada penjual dari pada pembeli,
sehingga lebih banyak resiko atau kerugian
yang harus dipikul oleh pembeli. Tentu hal ini
tidak dikehendaki dan tidak dibenarkan oleh
hukum, karena hukum bertujuan untuk
memberi keadilan dan mengayomi semua
pihak. Penentuan isi atau klausula-klausula
yang layak, termasuk yang diakui dan
diwajibkan perlu dituangkan dalam suatu
perundang-undangan atau peraturan bagi
pranata fidusia. Seperti halnya suatu perjanjian
antara pelaku usaha yang pada umumnya lebih
kuat, dihadapkan dengan pihak konsumen yang
cenderung mempunyai posisi lemah, bagi pihak
yang lemah hanya terdapat dua pilihan, yaitu
apabila mereka membutuhkan jasa atau barang
yang ditawarkan kepadanya, maka ia harus
menyetujui semua syarat-syarat yang diajukan
kepadanya, tanpa menghiraukan apakah
konsumen mengetahui dan atau memahami
urusan perjanjian tersebut atau tidak, dan
sebaliknya, apabila mereka tidak menyetujui
syarat-syarat yang diajukan kepadanya, maka
mereka harus meninggalkan atau tidak
mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha
tersebut (take it or leave it contract).
Dengan memberikan perlindungan
hukum kepada konsumen maka lahirlah
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK), yaitu Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yang diundangkan pada tanggal 20 April 1999
yang efektif mulai berlaku sejak tanggal 20
April 2000, yang dapat membatasi kebebasan
penerapan klausula baku, sehingga dapat
tercipta suatu perjanjian baku yang didasari
oleh asas kebebasan berkontrak yang tidak
bertentangan dengan Pasal 18 UUPK. Pasal 1
ayat (10) UUPK menyebutkan bahwa:
“Klausula Baku adalah setiap aturan atau
ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen”.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian hukum yang di lakukan
adalah yuridis normatif (hukum normatif).
Metode Penelitian Hukum normatif adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Oleh
karena itu penelitian hukum ini di fokuskan
untuk mengkaji penelitian hukum tentang
kaidah – kaidah atau norma – norma dalam
hukum positif, yakni norma hukum positif,
yakni norma hukum yang terkait dengan
Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam
perjanjian Sewa beli kendaraan bermotor di
lamongan.
HASIL PENELITIAN
Fidusia dalam bahasa Indonesia dapat
di sebut juga dengan istilah ―penyerahan hak
milik secara penguasaan‖. Sedangkan
pengertian fidusia dalam pasal 1 anka 1 UUF
adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa
benda hak kepemilikanya di alihkan tetap dalam
penguasaan pemilik benda. Hubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak atau lebih
didahului oleh perbincangan-perbincangan di
antara para pihak dan adakalanya mewujudkan
suatu perjanjian atau perikatan, tetapi
adakalanya tidak mewujudkan perjanjian atau
perikatan.1 Hubungan hukum yang timbul
karena perjanjian itu mengikat kedua belah
pihak yang membuat perjanjian, sebagaimana
daya mengikat Undang-Undang. Hal ini sesuai
dengan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang
1 Ibid., hlm. 9-10.
ISSN 2442-5699
17 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
berbunyi: ―Semua persetujuan yang dibuat
secara sah berlaku sebagai Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya‖.
Ikatan yang lahir dari perjanjian yang
demikian dinamakan perikatan. Jadi dapat
dikatakan bahwa perikatan menimbulkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuat.
Perjanjian merupakan sendi yang penting dari
Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak
mengandung peraturan-peraturan hukum yang
berdasarkan atas janji seseorang. Perjanjian
menerbitkan suatu perikatan antara para pihak
yang membuatnya. Dengan demikian hubungan
hukum antara perikatan dan perjanjian adalah
bahwa perjanjian menerbitkan perikatan.
Perjanjian adalah sumber perikatan di samping
sumber lain, yaitu Undang- Undang. Hal ini
dapat dilihat dari Pasal 1233 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa Tiap-tiap perikatan
dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
Undang-Undang. Dari definisi yang
dikemukakan oleh Subekti, dapat disimpulkan
bahwa perikatan memiliki unsur-unsur sebagai
berikut, yaitu:2
1. Adanya hubungan hukum, yaitu
hubungan yang akibatnya diatur oleh
hukum.
2. Adanya pihak kreditur dan debitur,
yaitu pihak yang aktif berpiutang
(kreditur) dan berhak atas prestasi
tertentu, sedangkan debitur adalah
pihak yang diwajibkan memberikan
prestasi tertentu.
3. Adanya prestasi, yaitu hal yang
dijanjikan untuk dilaksanakan baik oleh
kreditur maupun oleh debitur
sebagaimana diatur dalam Pasal 1234
KUH Perdata yang menyatakan bahwa
Tiap perikatan adalah untuk berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Perikatan untuk memberikan sesuatu
berupa menyerahkan sesuatu barang
atau memberikan kenikmatan atas suatu
barang, misalnya pihak yang
menyewakan berkewajiban
memberikan barang atau kenikmatan
dari obyek sewamenyewa kepada
2 Hardi Kartono, op.cit., hlm. 34-35.
penyewa. Perikatan untuk berbuat
sesuatu berupa perjanjian.
Perjanjian adalah sesuatu yang kongkrit
yang dapat dilihat dengan pancaindera. Dalam
praktek, perjanjian disebut juga kontrak yang
menentukan hubungan hukum antara para
pihak, sedangkan perikatan bersifat abstrak
namun diberi akibat oleh hukum, karena para
pihak harus mematuhi hubungan hukum yang
terjadi di antara para pihak. Perjanjian dapat
melahirkan lebih dari satu perikatan, seperti
dalam perjanjian jual beli, akan lahir perikatan
untuk membayar, menyerahkan barang,
menjamin dari cacat tersembunyi, menjamin
barang yang dijual dari tuntutan pihak ketiga
dan lain-lain. Perikatan yang bersumber dari
Undang-Undang pada umumnya perikatan yang
dilahirkan dan ditentukan secara khusus oleh
Undang- Undang, seperti ganti rugi, kewajiban
mendidik anak, pekarangan yang berdampingan
dan lain-lain.
Tujuan dari penggunaan barang atau
jasa tersebut menentukan termasuk konsumen
kelompok mana pengguna tersebut. Dalam
pasal 1 angka 2 UUPK No. 8 Tahun 1999
disebutkan bahwa:
―Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang, dan jasa yang tersedia dalam
masyarakat baik lagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan‖.
Pada penjelasan pasal tersebut
disebutkan bahwa konsumen dalam istilah
ekonomi terdiri dari konsumen ahir dan
konsumen antara. Konsumen ahir adalah
pengguna atau pemakai suatu produk,
sedangkan konsumen antara adalah konsumen
yang menggunakan suatu produk sebagai
bagian dari proses produksi suatu produk
lainya. Pengertian konsumen yang dimaksud
dalam UUPK adalah konsumen ahir. Pasal 1
angka 3 menjelaskan bahwa:
―Pelaku uasaha adalah pelaku setiap orang
perorangan atau badan usaha baik yang
berbentuk badan hokum maupun badan bukan
hokum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi‖
Sebagaimana tujuan dari UUPK yaitu untuk
ISSN 2442-5699
18 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
memberikan perlindungan terhadap konsumen
melalui segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hokum, pada Pasal 4 UUPK diatur
mengenai hak konsumen yang seharusnya
dipenuhi oleh pelaku usaha. Menurut Pasal 4
UUPK, hak konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keslamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang
diajukan;
c. Hak atas informassi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat atau
keluhanya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan
dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani
secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif berdasarkan suku, agama,
budaya, daerah, pendidikan, kaya,
miskin, dan status social lainya;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi
ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan lainya.
Konsumen juga dilindungi dari
kemungkinan timbulnya kerugian berdasarkan
pemanfaatan posisi yang tidak seimbang dari
pelaku usaha dengan adanya larangan
pencantuman klausula baku sebagaimana di
atur dalam pasal UUPK. Terhadap pelanggaran
dari ketentuan ini, UUPK menentukan ancaman
batal demi hokum atas klausula tersebut, dan
sanksi pidana paling lama lima (5) tahun atau
denda paling banyak dua miliar rupiah kepada
pelaku usaha (Pasal 62 ayat (1) UUPK). Dalam
upaya memberikan perlindungan kepada
knsumen, konsumen tidak hanya dihadapkan
pada persoalan ketidak mengertian dirinya
ataupun kejelasan akan pemanfaatan,
penggunaan maupun pemakaian barang
dan/atau jasa yang disediakan oleh pelaku
usaha, karena kurang atau terbatasnya suatu
informasi yang disediakan, melainkan juga
terhadap bargaining position yang kdang kala
tidak sangat seimbang, yang pada umumnya
tercermin dalam perjanjian baku yang tidak
informatif, serta tidak dapat ditawar-tawar lagi
oleh konsumen. Ketentuan-ketentuan dalam
KUHPerdata yang berlaku dalam menentukan
tanggung jawab perdata dari pelaku usaha
berdasarkan kontrak adalah ketentuan tentang
keabsahan suatu perjanjian sebagaimana diatur
dalam pasal 1320 KUHPerdata dan ketentuan-
ketentuan tentang ganti rugi akibat breach of
contract/non performance atau wanprestasi
sebagaimana diatur dalam pasal 1243
KUHPerdata.
Pelaksanaan tanggung jawab yang dapat
dituntut dalam perjanjian fidusia adalah
tanggung jawab berdasarkan kontrak. Hal ini
karena antara pelaku usaha dan konsumen
terjadi hubungan hokum yang di dasarkan
kepada kontrak atau perjanjian. Dengan
demikian apabila terjadi kerugian yang di
sebabkan karena kelalaian, kesalahan atau
wanprestasi yang di sebabkan karena
musnahnya barang yang menjadi obyek
perjanjian, maka konsumen dapat menuntut
tanggung jawab dari penjual dengan
membuktikan bahwa kerugian di deritanya
benar-benar terjadi karena apa yang seharusnya
menjadi tanggung jawab penjual dalam
KUHPerdata, ketentuan tentang tanggung
jawab yang dapat di tuntut dalam hal terjadi
wanprestasi di atur dalam pasal 1243 juncto
1246 KUHPerdata yang mengatur tentang ganti
kerugian yang meliputi penggantian biaya, rugi
dan bunga. Dalam pasal 1553 KUHPerdata,di
nyatakan bahwa apabila barang itu musnah
karena sesuatu peristiwa yang terjadi di luar
kesalahan salah satu pihak, Perjanjian sewa-
menyewa gugur demi hokum.
Dari perkataan ―gugur demi hukum‖ ini
kita simpulkan, masing-masing pihak sudah
tidak dapat memuntut sesuatu apa-apa dari dari
pihak lawanya, yang berarti kerugian akibat
musnahnya barang yang di persewakan harus di
pikul sepenuhnya oleh pihak yang
menyewakan. Namun apabila musnahnya suatu
ISSN 2442-5699
19 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
barang yang di persewakan itu akibat lalainya si
penyewa, maka resiko akan beralih kepadanya.
Adapun sanksi ―peralihan resiko‖ ini di
atur dalam pasal 1247 KUHPerdata, yang
menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan
untuk memberikan suatu kebendaan tertentu,
keberadaan itu semenjak perikatan di lahirkan
adalah atas tanggung jawab si berpiutang. Jika
si berpiutang lalai akan menyerahkanya, maka
semenjak kelalaianya, kebendaan adalah atas
tanggung jawab si berhutang. Dalam praktek
dewasa ini, peralihan resiko yang berhubungan
dengan tanggung jawab atas obyek (barang
otomotif) selalu menggunakan lembaga
asuransi.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pelaksanaan perlindungan hukum bagi
kreditur dalam suatu perjanjian jaminan
fidusia lahir pembuatan atas pembebanan
jaminan fidusia yang dibuat secara notaril,
dan terus dipertegas dengan pendaftaran
dari akta perjanjian tersebut, Undang
Undang Fidusia telah berupaya
memberikan suatu teknis perlindungan bagi
kepentingan kreditur, hanya disayangkan
system tersebut tidak diaplikasikan dengan
menegaskan secara konkrit, dalam suatu
system pelaksanaan perlindungan melalui
eksukusi terhadap jaminan fidusia, yang
pada akhirnya memberikan pilihan bagi
kreditur untuk menempuh jalan damai yang
berarti memberikan tambahan biaya lain,
dan memberikan apresiasi yang buruk dan
tidak maksimal menyangkut perlindungan
hokum bagi kreditur.
2. Adapun kelemahan-kelemahan dalam
pelaksanaan perlindungan hokum bagi
kreditur pada suatu perjanjian perdamaian
antara lain disebabkan baik oleh peraturan
Undang Undang Fidusia yang bemberikan
posisi lemah bagi kreditur seperti tidak
adanya ketegasan dalam eksekusi
menyangkut pelaksananaan eksekusi,
padahal objek jaminan fidusia menyangkut
benda bergerak yang perpindahannya
sangat cepat sehingga rawan terjadi
penggelapan. Selain itu sering dalam suatu
perjanjian jaminan fidusia tidak adanya
penegasan perlu adanya pengawasan oleh
penerima fidusia terhadap benda jaminan
fidusia yang dikuasai oleh debitur.
Saran – Saran
1. Sebaiknya perlu didiskusikan atau
diseminarkan tentang pembentukan lembaga
eksukusi terhadap perjanjian jaminan
fidusia, mengingat bahwa fidusia merupakan
lembaga jaminan atas benda bergerak yang
penguasaan fisiknya oleh pemberi fidusia.
Sehingga secara logika rawan untuk
berpindah tangan.
2. Perlu adanya penyadaran hukum dan
sosialisasi mengenai pelaksanaan fidusia,
sehingga kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam Undang Undang Fidusia
dapat diminimalisasi dalam perjanjian
fidusia. Misalnya dengan pembentukan
kesepakatan pengawasan terhadap objek
fidusia
DAFTAR PUSTAKA Jhony Ibrahim & Metode Penelitian Hukum
Normatif, Bayu Media Publishing
malang, 2006, Hlm 57.
Duma Barurung, Asas Kebebasan Berkontrak
Dan Perlindungan Konsumen Pada
Perjanjian Kredit, makalah pada dialog
Sehari PP-INI dengan Perbanas, Jakarta,
tanggal 29 Mei 2002.
JCT.Simorangkir dan Woerjarno Sastrapranoto,
Pelajaran Hukum Indonesia, Gunung
Agung.
Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir
Dari Perjanjian Buku I, Citra aditya
Bakti, Bandung, 1995.
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen
Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000.
Subekti, R., Apek-Aspek Hukum Perikatan
Nasional, Alumni, Bandung, 1976.
_______, Hukum Perjanjian, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1979.
_______, Pembinaan Hukum Nasional, Alumni
Bandung, 1981.
_______, Pokok-Pokok Hukum Perdata,
Intermasa, Jakarta, 1984.
_______, Aneka Perjanjian, Citra aditya Bakti,
Bandung, 1989.
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Cetakan
Kehidupan Lima, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1992.
ISSN 2442-5699
20 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Setiawan. R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan,
Binacipta, Badung, 1994.
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum
Bisnis, Alumni, Bandung, 1994
Satrio, J., HukumPerikatan, Perikatan Ynag
Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai
Perjanjian Tak Bernama : Pandangan
Masyarakat Dan Sikap Mahkamah
Agung, Alumni, Bandung, 1999, hlm.
144
Man Suparman dan Endang, Hukum Asuransi
Pertanggungan Usaha Perasurasian,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999
ISSN 2442-5699
21 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
TANGGUNG JAWAB BADAN PERTANAHAN NASIONAL
TERHADAP SERTIFIKAT YANG DIBATALKAN OLEH
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Bambang Eko Muljono*)
*)Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat
ukur, di beri sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebagai tanda bukti hak, sertifikat berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
Permasalahan tanah yang sering terjadi ada kaitannya dengan legalitas atau bukti
kepemilikan sebut saja sertipikat. Badan Pertanahan Nasional merupakan badan yang
bertanggung jawab dan diberi wewenang untuk menerbitkan dan membatalkan sertipikat.
Banyak putusan pengadilan khususnya Pengadilan Tata Usaha Negara yang dengan jelas
memutuskan pembatalan sertipikat, namun pelaksanaannya belum dilaksanakan. Untuk itu
dengan dilatar belakangi permasalahan ini maka penulis tergerak untuk menulis skripsi yang
berjudul : ―Tanggung Jawab Badan Pertanahan Nasional Terhadap Sertipikat Yang
Dibatalkan Peradilan Tata Usaha Negara‖.
Bedasarkan uraian-uraian dalam pembahasan dari bab ke bab, makadapat ditarik
kesimpulan bahwa, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 tahun 2011 tentang
pembatalan sertifikat pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Naisonal
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan
Kasus Pertanahan , Pasal 73 ayat (1) Pemutusan hubungan hukum atau pembatalan hak atas
tanah atau pembatalan data pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan oleh Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Pasal 58 ayat (1) tentang Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan keputusan, peralihan dan/atau
pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap , Pasal 75 tentang Kakanwil dalam menerbitkan keputusan
pembatalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 atas nama Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia.
PENDAHULUAN
Negara Indonesia kaya akan sumber daya
alamnya, salah satunya adalah tanah. Dalam
hukum tanah, pengertian tanah telah diberi
batasan sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembar Negara
Republik Indonesia Tahun 1960, Nomor 104)
yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok
Agraria. Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang Pokok Agraria yang berbunyi , ―Atas
dasar hak menguasai dari negara....adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang....‖, berarti dalam hal
ini yang dimaksud dengan tanah adalah
permukaan bumi. Tanah merupakan sumber daya
alam yang dikuasai oleh negara, yang perlu
dijaga kelestariannya dan dimanfaat-kan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi
generasi sekarang maupun bagi generasi yang
akan datang. Tanah yang disebut dengan
permukaan bumi ini dapat digunakan dan
dimanfaatkan oleh orang-orang yaitu dengan
pemberian hak-hak yang telah diatur dalam
Undang-Undang yang disebut dengan hak atas
tanah. Hak atas tanah adalah hak atas sebagian
tertentu permukaan bumi, yang berbatas,
berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar
Jadi dengan demikian bahwa, hak-hak atas tanah
ISSN 2442-5699
22 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
yang diberikan kepada orang-orang harus sesuai
dengan aturan yang berlaku, mengingat tanah
merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Sertipikat hak atas tanah pada umumnya
merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas
tanah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan
Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
menentukan ―Sertipikat adalah surat tanda bukti
hak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan masing-masing
sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan‖. Dengan melihat pengertian
sertipikat tersebut, maka dapat diketahui bahwa
Sertipikat hak atas tanah akan memberikan
kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah
tersebut yang berkenaan jenis hak atas tanah,
subyek hak dan obyek hak. Terdapat berbagai
jenis hak atas tanah, sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Pokok Agraria, salah
satunya yaitu hak milik. Dengan demikian
sertipikat hak milik atas tanah merupakan surat
tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat. Namun walaupun
sertipikat hak milik atas tanah merupakan tanda
bukti hak atas tanah, namun hal tersebut belum
dapat memberikan kepastian hukum bagi
pemegang haknya. Oleh karena itu bagi pihak
yang merasa memiliki tanah yang telah
diterbitkan sertipikat hak milik atas tanah dapat
mengugugat di pengadilan.
Gugatan terhadap terbit-nya Sertipikat hak
milik atas tanah, selain disebabkan karena
sertipikat merupakan alat bukti kepemilikan hak
atas tanah, sertipikat juga merupakan salah satu
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat
penetapan (beschiking). Oleh karena itu maka
sertipikat hak atas tanah juga merupakan suatu
keputusan pemerintahan yang bersifat konkret
dan individual, yang merupakan pengakuan hak
atas tanah bagi pemegang hak tersebut.
Selain itu gugatan atas terbitnya sertipikat
hak milik atas tanah disebabkan karena sistem
pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia,
adalah sistem publikasi negatif. Sistem publikasi
negatif dapat diartikan bahwa kebenaran data
fisik dan data yuridis yang tercantum didalam
sertipikat harus diterima sepanjang tidak ada alat
bukti lain yang membuktikan sebaliknya, dengan
kata lain bahwa Sertipikat bukan merupakan alat
bukti yang bersifat mutlak. Pendaftaran tanah
dalam sistem publikasi negatif, negara tidak
menjamin kepastian dan kebenaran data yang
disajikan dalam sertipikat, hal inilah yang
menimbulkan peluang bagi pihak lain yang
keberatan atas terbitnya sertipikat hak atas yaitu
sertipikat hak milik atas tanah suatu bidang tanah
tertentu menggugat pihak yang namanya
tercantum dalam sertipikat tersebut, atau
menggugat pejabat yang berwenang menerbitkan
atau mengeluarkan Sertipikat hak milik atas
tanah tersebut. Oleh karena itu apabila suatu
Sertipikat Hak Milik atas tanah terdapat adanya
cacat hukum administrasi atau terdapat putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap/inkracht, maka per-masalahan hak
milik atas tanah dapat diselesaikan oleh
pemerintah (dalam hal ini Badan Pertanahan
Nasional) dengan melakukan pengkajian dan
penanganan kasus pertanahan tersebut.
Pengkajian dan penanga-nan kasus
pertanahan adalah bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum kepada para pihak yang
bersengketa, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Naisonal Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian
dan Penanganan Kasus Pertanahan, yang
menetapkan ―Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum akan penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di
Indonesia‖.
Dalam hal penyelesaian kasus pertanahan
terhadap putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap maupun
adanya suatu cacat yuridis dalam penerbitan
suatu Sertipkat Hak Milik Atas Tanah, maka
terhadap sertipikat hak milik atas tanah tersebut
dapat dilakukan suatu tindakan hukum
pemerintah dalam hal ini pejabat yang berwenang
untuk melakukan pembatalan.
Kewenangan untuk me-lakukan pembatalan
terhadap sertipikat hak atas tanah termasuk juga
pembatalan sertipikat hak milik atas tanah adalah
berada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional
ISSN 2442-5699
23 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Republik Indonesia, sebagaimana yang diatur
dalam ketentuan Pasal 73 ayat (1) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, yang
menetapkan ―Pemutusan hubungan hukum atau
pembatalan hak atas tanah atau pembatalan data
pemeliharaan data pendaftaran tanah
dilaksanakan oleh Kepala BPN RI‖. Selain itu
dalam ketentuan Pasal 58 ayat (1) menetapkan “
Kepala BPN RI menerbitkan keputusan,
peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah
untuk melaksanakan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Dengan kewenangan yang dimiliki oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia untuk menerbitkan Keputusan
Pembatalan Hak atas tanah termasuk juga
pembatalan sertipikat hak milik atas tanah,
maka akan menimbulkan tanggungjawab
terhadap penerbitan Keputusan tersebut.
Selanjutnya kewenangan untuk menerbitkan
Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah dapat
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 58 ayat (2) yang
menetapkan ―Penerbitan keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
didelegasikan kepada Deputi atau Kakanwil‖.
Selanjutnya pelimpahan kewenangan dalam
pembatalan hak atas tanah dapat dilihat dalam
Pasal 74 menetapkan:
―Kakanwil mempunyai kewenangan untuk
membatalkan:
a. Keputusan Pemberian Hak atas tanah yang
dikeluarkan oleh Kakan yang terdapat cacat
hukum administrasi dalam penerbitannya;
b. Keputusan pemberian hak atas tanah yang
kewenangan pemberiannya dilimpahkan
kepada Kakan dan Kanwil untuk
melaksnaakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Hak milik atas satuan Rumah Susun untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap; dan
d. pendaftaran hak atas tanah asal
penegasan/pengakuan hak yang terdapat cacat
hukum administrasi dalam penerbitannya
dan/atau untuk melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap‖.
Namun dalam ketentuan Pasal 75
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011,
menetapkan ―Kakanwil dalam menerbitkan
keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 atas nama Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia‖. Dari
ketentuan Pasal 58 ayat (2) tersebut bermakna
bahwa adanya pelimpahan ke-wenangan secara
delegasi dari Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia kepada Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
dalam hal penerbitan Keputusan Pembatalan,
tetapi apabila dilihat dalam ketentuan Pasal 75
terlihat bahwa ―Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia melimpahkan
kewenangan kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional dalam bentuk
mandat”, karena Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional bertindak atas nama Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Berarti dalam hal ini telah terjadi inkonsistensi
rumusan norma dalam Peraturan Nomor 3 Tahun
2011, sehingga terlihat adanya
ketidakharmonisan dalam Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 tersebut, terutama dalam
hal tanggungjawab apabila terjadi gugatan
terhadap diterbitkannya Keputusan Pembatalan
sertipikat hak milik atas tanah. Ketidak-
harmonisan suatu norma menyebabkan terjadinya
konflik norma. Konflik norma secara luas dapat
dilihat dari pendapat Lars Lindahl yang
menyatakan: ―in a wide, norms are in conflict
when they do not “get on well” together‖. (secara
luas, norma disebut sebagai konflik ketika
mereka tidak dapat ―harmonis‖ bersama-sama).
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu sarana
atau upaya pencarian untuk mengembang-kan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara
menemukan, dan mengemuka-kan suatu
kebenaran dengan melakukan suatu analisa.
Menurut Peter mahmud Marzuki, ―penelitian
hukum adalah suatu proses untuk menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu
hukum yang dihadapi. Menurut Morris L. Cohen
dan Kent C. Dalam ilmu hukum teradapat dua
ISSN 2442-5699
24 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
jenis penelitian hukum yaitu penelitian hukum
normatif dan penelitian hukum sosiologis atau
empiris. Penelitian hukum Normatif disebut juga
sebagai penelitian hukum doktrinal dan juga
disebut penelitian hukum perpustakaan.
Penelitian mengenai tanggungjawab Kepala
Kantor Wiayah Badan Pertanahan Nasional yang
digunakan adalah penelitian hukum normatif,
dalam hal ini penelitian terhadap sinkronisasi dari
Pasal-Pasal dalam Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2011 khususnya tentang pembatalan
sertipikat hak milik atas tanah.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengertian pendaftaran tanah Dalam pasal
1 angka 20 PP 24/1997 yang dimaksud sertipikat
adalah:
―surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ayat (22) huruf c UUPA untuk
hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,
hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah di
bukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.‖
Pasal 32 PP 24/1997 disebutkan bahwa:
―(1) Sertifikat merupakan tanda bukti yang
berlaku, apabila data fisik dan data yuridis
tersebut sesuai dengan data yang ada
dalam surat ukur dan buku tanah hak yang
bersangkutan‖.
―(2) Dalam hal ada suatu bidang tanah sudah
diterbitkan sertifikat secara sah atas nama
orang atau badan hukum yang memperoleh
tanah tersebut dengan itikad baik dan
secara nyata menguasainya, maka pihak
lain yang merasa mempunyai hak atas
tanah itu tidak dapat menuntut
pelaksanaaan atas hak tersebut apabila
dalam 5 tahun sejak diterbitkannya
sertifikat telah mengajukan keberatan
secara tertulis kepada pemegang hak
sertifikat dan kepala kantor pertanahan
yang bersangkutan ataupun tidak
mengajukan gugatan kepengadilan
melakukan penguasaan atau penerbitan
sertifikat tersebut. ―
Sedangkan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c
UUPA disebutkan bahwa:
― pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini
meliputi pemberian surat-surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat. ―
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian
dan Penanganan Kasus Pertanahan, dalam rangka
penyelesaian kasus pertanahan dilakukan suatu
tindakan hukum dari Badan Pertanahan Nasional
berupa Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah
termasuk juga Pembatalan Sertipikat Hak Milik
Atas Tanah. Pembatalan Sertipikat Hak Atas
Tanah merupakan suatu bentuk penyelesain
sengketa hak atas tanah yang disebabkan karena
Sertipikat Hak Atas Tanah yang merupakan
Suatu Keputusan (beshickking) menimbulkan
kerugian pihak tertentu.
Bentuk-bentuk pembatalan sertipikat hak
atas tanah
1. Sertifikat cacat hukum
2. Sertifikat palsu
3. Sertifikat asli tapi palsu
4. Sertifikat ganda
Ada 3 (tiga) tata cara pembatalan hak atas tanah,
yaitu:
1. Pembatalan hak atas tanah karena cacat
hukum administrasi yang diterbitkan karena
permohonan.
2. Pembatalan hak atas tanah karena cacat
hukum administrasi yang diterbitkan tanpa
ada permohonan.
3. Pembatalan hak atas tanah karena
melaksanakan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
Sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum
administrasi, yang telah dialihkan kepada pihak
lain, proses penyelesaiannya sebagai berikut:
a. pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar
Umum lainnya bahwa sertipikatnya terdapat
cacat hukum administrasi sesuai dengan hasil
Risalah Pengolahan Data;
b. pencatatan dalam Buku Tanah bahwa
sertipikat yang terdapat cacat hukum
administrasi tidak dapat dialihkan lagi selama
belum dilakukan pembetulan atas cacat
hukum administrasi yang ditemukan;
c. dilakukan Gelar Istimewa untuk menentukan
dapat tidaknya pembatalan sertipikat yang
terdapat cacat hukum administrasi dengan
putusan:
1) tindakan pembatalan sertipikat tanpa
ISSN 2442-5699
25 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
menunggu putusan pengadilan;
2) tindakan pembatalan sertipikat
dilaksanakan setelah terdapat putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam hal terdapat gugatan ke pengadilan
dengan keputusan pengadilan yang menguatkan
adanya cacat hukum administrasi, BPN RI tidak
melakukan upaya banding atau kasasi dan
langsung melaksanakan putusan pengadilan
berupa pembatalan sertipikat yang cacat hukum
administrasi.‖
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas
Tanah yang didasarkan putusan pengadilan
adalah putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap mempunyai
makna bahwa terhadap suatu putusan pengadilan
telah tidak ada upaya hukum lagi atau upaya
hukum masih tersedia, namun para pihak yang
berperkara tidak menggunakan upaya hukum
tersebut dan telah lewat tenggang waktu
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-
Undang.
Terdapatnya putusan Pengadilan yang
menyebabkan batalnya suatu suatu Sertipikat Hak
Milik Atas Tanah, tidak serta merta Sertipikat
Hak Milik tersebut menjadi batal, melainkan
pembatalan tersebut harus dilakukan oleh instansi
pemerintah yang memiliki wewennag untuk
melakukan pembatalan terhadap Sertipikat Hak
Atas Tanah dan harus didasarkan atas
permohonan dari pihak yang berkepentingan. Hal
ini dapat dilihat dari Putusan Mahkamah Agung
Nomor 350 K/Sip/1968 tanggal 3 Mei 1969 dan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 716
K/Sip/1973 tanggal 5 September 1973.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2011 merupakaan peraturan yang diterbitkan atas
dasar kekuasaan regulasi yang materi muatannya
bersifat pengaturan. Kekuasaan regulasi
merupakan kekuasaan mengatur yang diberikan
kepada pemerintah untuk melaksanakan
kekuasaan legislatif atau dengan kata lain untuk
menjalankan segala sesuatu hal pokok yang
dituangkan dalam kekuasaan legislasi.
Dibentuknya suatu peraturan regulasi bertujuan
untuk melaksanakan kekuasaan legislasi atau
untuk menjalankan segala sesuatu hal pokok
yang dituangkan dalam kekuasaan legislasi,
sehingga Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2011 merupakan peraturan regulasi yang
dikeluarkan oleh adanya suatu delegasi
wewenang atau delegated legislation.
Jadi dalam hal dilakukan pembatalan
Sertipikat Hak Milik Atas Tanah baik karena
cacat hukum administrasi maupun sebagai
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap diterbitkan
suatu Keputusan sebagai bentuk dari tindakan
hukum dari pejabat yang diberikan wewenang
untuk menerbitkan Keputusan pembatalan hak
milik atas tanah. Terkait dengan wewenang
dalam melakukan Pembatalan Sertipikat Hak
Atas Tanah termasuk Sertipikat Hak milik Atas
tanah dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 73 ayat
(1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, yang
menetapkan bahwa:
―Pemutusan hubungan hukum atau
pembatalan hak atas tanah atau pembatalan data
pemeliharaan data pendaftaran tanah
dilaksanakan oleh Kepala Badan Pertanahan
Republik Indonesia‖.
Penggunaan wewenang harus berdasarkan
peraturan Perundang-Undangan (asas
wetmatigheid);
1. Larangan menyalahgunakan wewenang;
2. Larangan bertindak sewenang-wenang;
3. Wajib bertindak sesuai dengan norma-norma
kepatutan;
4. Wajib memberikan ganti rugi atas
kerugian yang ditimbulkan oleh
tindakan yang dilakukan.
Peraturan kebijakan dibentuk karena
adanya kewenangan diskresioner atau Freies
ermessen administrasi negara yang mengandung
dan aspek pokok yaitu: pertama, kebebasan
menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang
yang dirumuskan dalam peraturan dasar
wewenangnya, kedua, kebebasan untuk
menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan
kapan wewenang yang dimiliki administrasi
negara dilaksanakan. Oleh karena itu wewenang
freis Ermessen ini dilakukan dalam hal-hal
sebagai berikut: Belum ada Peraturan Perundang-
Undangan yang mengatur tentang penyelesaian
secara kongkrit terhadap suatu masalah tertentu,
sedangkan masalah tersebut menuntut
ISSN 2442-5699
26 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
penyelesaian segera.
1. Peraturan Perundang-Undangan yang
menjadi dasar bertindak aparat pemerintah
memberikan kebebasan sepenuhnya untuk
bertindak.
2. Adanya delegasi wewenang dari Perundang-
Undangan, maksudnya aparat pemerintah
diberi kekuasaan untuk mengatur, meninjau
dan menentukan tindakan sendiri atas
tanggungjawabnya sendiri.
3. Tindakan dilakukan dalam hal-hal tertentu
yang mengharuskan untuk bertindak.
Berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat (2)
dan pasal 73 ayat (2) tersebut, kata ―dapat
mendelegasikan‖ dan ―dapat dilimpahkan‖
mengandung makna bahwa Kepala Badan
Pertanahan Nasional sebagai penerima delegasi
kewenangan dari Presiden (delegataris)
melimpahkan lebih lanjut sebagian
kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional, karena Peraturan
dasar yang menjadi dasar penerbitan Keputusan
Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah
memberikan kewenangan kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional untuk
mendelegasikan sebagian wewenangnya tersebut.
Sebagaimana pendapat dari Mr. H. Mustamin
Daeng Matutu. Al kajangi, dkk yang menyatakan
bahwa:
Jelaslah setiap organisasi, bukan saja
pucuk pimpinan yang boleh mengalihkan
sebagian wewenangnya kepada bawahan-
bawahan langsungnya, tetapi bawahan-bawahan
itu dapat pula mengalihkan sebagian wewenang
yang diperolehnya melalui pengalihan dari atasan
langsungnya kepada bawahan langsungnya juga.
Dengan kata lain, bukan saja ―delegation‖ tetapi
juga ―subdelegation‖ boleh saja dilakukan dalam
setiap organisasi asalkan tidak mendelegasikan
keseluruhan wewenangnya secara total.
Berkaitan dengan tanggungjawab
pribadi tidak dikenal asas ―Superior
Respondeat‖ (atasan ber-tanggungjawab atas
perbuatan bawahan). Jadi tanggungjawab aparat
pemerintah dalam melaksakan tugasnya maupun
dalam memberikan pelayanan publik apabila
terjadi suatu maladministrasi, maka yang
bertanggungjawab adalah aparat pemerintah
sendiri secara pribadi, dalam hal ini
tanggungjawab yang ditimbulkan tidak melihat
sumber wewenang yang diperoleh dari aparat
pemerintah. Sehingga konsekuensi yang
ditimbulkan atas tanggungjawab pribadi atas
tindakan pemerintah berkaitan dengan tanggung
jawab administrasi, tanggungjawab pidana dan
tanggung gugat perdata, karena tanggungjawab
pribadi seorang pejabat atau organ pemerintah
berhubungan dengan adanya maladministrasi.
Selanjutnya dalam tanggungjawab
jabatan organ atau pejabat pemerintah berkaitan
dengan legalitas atau keabsahan tindakan
pemerintah. Ruang Lingkup legalitas tindak
pemerintahan meliputi: wewenang, prosedur,
substansi. Wewenang yang dimaksudkan dalam
hal ini adalah bahwa tindak pemerintah harus
didasarkan pada kewenangan yang sah, dimana
sumber wewenang pemerintah diperoleh melalui
tiga sumber yaitu, atribusi, delegasi dan mandat.
Selanjutnya dalam hal prosedur dikenal tiga asas
umum yang menjadi tumpuan utama prosedur
dalam hukum administrasi yaitu asas negara
hukum, asas demokrasi dan asas instrumental.
Asas negara hukum dapat memberikan
perlindungan hak, asas demokrasi dapa
memberikan keterbukaan informasi, dan asas
instrumental yang dimaksud adalah dapat
berdaya guna bagi masyarakat. Dan Substansi
yang dimaksud yaitu bahwa tindakan pemerintah
dibatasi secara substansial yaitu harus didasari
pada tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh
Peraturan yang menjadi dasanya. Atau dengan
kata lain, aspek substasial menyangkut ―apa dan
―untuk apa‖, cacat substansial menyangkut
―apa‖ merupakan tindakan sewenang-wenang;
cacat substansial menyangkut ―untuk apa‖
merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang.
Tanggung jawab jabatan merupakan
tanggungjawab yang timbul dalam kaitannya
dengan tindakan atau perbuatan hukum
pemerintah, dimana tanggungjawab ini
didasarkan pada adanya asas legalitas.
Selanjutnya tanggungjawab jabatan dapat dilihat
dalam legalitas tindakan pejabat harus sesuai
dengan prosedur tertentu, yang dimaksudkan
dengan prosedur yaitu bahwa tindakan
pemerintah harus bertumpu pada asas negara
hukum, asas demokrasi dan asas instrumental.
Dan terhadap legalitas substansi tindakan pejabat
menyebabkan bahwa setiap tindakan pejabat
ISSN 2442-5699
27 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
harus sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan,
apabila legalitas substansial ini tidak dipenuhi
dalam artian bahwa tindakan pejabat yang
didasari suatu wewenang tidak sesuai dengan
tujuan, sehingga menyebabkan terjadi suatu
penyalahgunaan wewenang. Menurut Praktek
―Conseil d’Etat‖ di Perancis, tindakan yang
demikian disebut dengan ―deteurnement de
pouvoir‖.
PENUTUP
1. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan
sertifikat Sertipikat Hak Atas Tanah yang
merupakan Suatu Keputusan (beshickking)
menimbulkan kerugian pihak tertentu, dimana
pembatalan Sertipikat hak Atas tanah
termasuk Sertipikat Hak milik Atas tanah
bertujuan untuk memutuskan, menghentikan
atau menghapus hubungan hukum antara
subyek hak atas tanah dengan obyek hak atas
tanah.
2. Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dalam menerbitkan
Keputusan Pembatalan Hak Milik Atas Tanah
adalah kewenangan yang diperoleh secara
subdelegasi. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa pertimbangan, yaitu:
- Kepala Badan Pertanahan Nasional
memperoleh kewenangan delegasi dari
presiden (delegataris) membentuk
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2011 sebagai peraturan dasar dalam
penerbitan Keputusan Pembatalan
Sertipikat Hak Atas Tanah, dimana dalam
rumusan Pasal 58 ayat (2) yang
menetapkan “....dapat didelegasikan
kepada Deputi atau Kakanwil”,
mengandung makna Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 sebagai
peraturan dasar untuk menerbitkan
Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Atas
tanah termasuk juga Sertipikat Hak Milik
Atas Tanah menentukan bahwa Kepala
Badan Pertanahan Nasional yang
berkedudukan sebagai delegataris dapat
mendelegasikan lebih lanjut wewenangnya
untuk menerbitkan Keputusan Pembatalan
Sertipikat Hak Milik Atas Tanah kepada
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR
Dwi Purnama Julianti, 2009, ―Analisis Yuridis
Pembatalan Hak Atas Tanah di Kantor
Pertanahan Kota Medan‖, Sekolah Pascasarjana
Univeistas Sumatera Utara, Medan,, diakses 8
Agustus 2012.
Sriyanti Achmad, 2008, ―Pembatalan dan
Peneribitan Sertipikat Hak Atas Tanah Pengganti
(Studi Kasus Pembatalan Sertipikat Putusan MA
987 K/ PDT/ 2004)‖, Program Pascasarjana
Universitas Diponogoro, Semarang, , 8 Agustus
2012.
Titut Rosawati, 2010, ―Analisis Pembatalan
Sertipikat Hak Milik Atas Oleh Badan
Pertanahan Nasional sebagai Pelaksanaan
Eksekusi Putusan Pengadilan (Studi Kasus
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor
2096.K/Pdt/1987 tanggal 28 Desember 1987 dan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 4-X.C-2005 tanggal 14 Juli 2005)‖,
Program Kenotariatan Universitas Indonesia,
Depok, , 9 Agustus 2012.
Yulia Darini Triatusi, ―Analisis Yuridis
Pembatalan Keputusan pemberian hak atas tanah
dan/ atau sertipikat hak atas tanah berdasarkan
Putusan Pengadilan‖ , 9 Agustus
BUKU
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia (
Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaaannya ), Edisi Revisi
2005
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No
3 Tahun 2011 ( Pengkajian dan Penanganan
Kasus Pertanahan ).
UNDANG-UNDANG
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA ).
Undang-undang No. 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (Lembar
Negara Republik Indonesia Tahun 1986,
ISSN 2442-5699
28 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Nomor 77) jis .
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (Lembar Negara Republik Indonesia
Tahun 2004, Nomor 35) jis .
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (Lembar Negara Republik
Indonesia Tahun 2009, Nomor 160).
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran.
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan.
INTERNET
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5
464/1/09E01888.pdf
http://eprints.undip.ac.id/18339/1/SRIYANTI_A
CHMAD.pdf
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/13107
3-T%2027401-Analisis%20pembatalan-HA.pdf
ttp://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_de
tail&sub=
PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=
38810&obyek_id=4
CATATAN KAKI
1 Boedi Harsono; 2008, Hukum Agraria
Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Djambatan:Jakarta, hal. 18
2 W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum
Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta: Yogyakarta, hal. 107
3 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan
Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak
Atas Tanah Negara dan Seri Hukum
Pertanahan II-Sertifikat dan Permasalahanya
(Jakarta, Prestasi Pustaka, 2002 ), hal 122.
4 Philipus M. Hadjon, et.al, Op.cit, h. 20-21
5 Adrian Sutedi (1), Op. cit, h. 12
6 Indroharto, Usaha Memahami Undang-
Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Buku II, ( Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1996), hal.
7 Philipus M. Hadjon, Op.cit, h. 15
8 Lukman Hakim, Op. cit, h. 45
9 Titiek Sri Djatmiati, Op. cit, h. 89
10 Lukman Hakim, Op.cit, h. 46
11 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006,
Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h. 6
12 Titiek Sri Djatmiati, Op. cit, h. 94
.
ISSN 2442-5699
29 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
FUNGSI DAN PERANAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT (LPM) DALAM PEMBANGUNAN DI DESA DI
KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2015
Abid Mukhtarom *)
ABSTRAK Lembaga PembedayaanMasyarakat (LPM)adalahLembaga Kemasyarakatan yang
tumbuhdari,oleh,danuntukmasyarakat,merupakanwahanapartisipasidan aspirasi masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang bertumpupadamasyarakat,yang
bertujuanuntukMeningkatnyakesadaran masyarakatdalamkehidupanberbangsadan bernegara
didalamwadahnegara Kesatuan RepublikIndonesia berdasarkan Pancasila danUUD 1945,Sedangkan
fungsi dan perananLembaga PembedayaanMasyarakat (LPM) sebagaimitra kerja Pemerintahanadalah
Penanamandanpemupukanrasapersatuandankesatuan masyarakatdesa/kelurahan. Pengkoordinasian
perencanaan pembangunan.Dalam hal ini, di setiap penyusunan rencana pembangunan desa
diperlukannya sinergisitas atau kerjasama yang baik antara Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
(LPM) dengan kepala desa, dengan demikian diharapkan rancangan pembangunan yang dihasilkan
dapat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh desa tersebut yang pada akhirnya
bermuara pada meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.
Jenis penelitian yang diambil oleh peneliti adalah termasuk jenis penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode analisis kualitatif.LokasiPenelitianAdalah L PMKecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa Pelang,
Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung.Adapunteknikpengumpulandatayangdilakukan adalah Studi literatur,
Studilapangan.Analisisdatayangdigunakandalampenelitianiniadalahtermasuk analisis kualitatif yaitu
dengan mendeskripsikan serta menjelaskan data yang telah diperoleh dan selanjutnya dijabarkan
dalam bentuk penjelasan yang sebenarnya yaitu; Pengumpulandata, Reduksidata, Penyajiandata dan
PenarikanKesimpulanatauVerifikasi.
Dalam merealisasikan tujuan pembangunan, maka segenap potensi alam harus digali,
dikembangkan, dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.Begitu pula dengan Potensi manusia berupa
penduduk yang banyak jumlahnya harus ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga,
mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam secara maksimal, dan
pelaksanaan program pembangunan tercapai.Adanya Tingkat partisipasi masyarakat dalam
memberikan dukungan dan keberhasilandalammemberdayakan masyarakat yang tinggi guna
meningkatkan pembangunan.
Kata kunci : fungsi dan peran LPM, pembangunan
PENDAHULUAN
Masyarakatmerupakan sekumpulan orang
yang mendiamidaerah tertentu. Manusia memiliki
naluri untuk selalu bersama dan berkumpul
dengan sesamanya.Dalamperkembangannya
muncul berbagai kelompok sosial yang lahir dan
terbentuk lembaga-lembaga.Lembaga
kemasyarakatan itu berperan penting dalam
proses kehidupan suatukelompok sosial.Lembaga
kemasyarakatan merupakan suatu sistem norma
khususyang menata suatu rangkaian tindakan
yangberpola guna memenuhikebutuhan manusia
dalamkehidupan bersama, dimana lembaga
kemasyarakatanharusmempunyaisistemnormayan
g mengaturtindakanyang terpolakanserta
tindakannya
bertujuanuntukmemenuhikebutuhanmanusia.
ISSN 2442-5699
30 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Berdasarkan Undang-undang No 6 pasal
23 Tahun 2014 dijelaskan bahwa pemerintah
daerah diberi wewenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan rumah tangganya,
dengan kata lain bahwa pemerintah daerah
mempunyai wewenang untuk mengurus urusan
pemerintahannya sendiri dan kepentingan
masyarakat setmpat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan
sebagian dari cita-cita reformasi untuk
mewujudkan pemerintahan yang berorientasi
kepada politik desentralisasi. Pada dasarnya
otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan
kasejahteraan masyarakat dengan memperhatikan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat secara baik,
diharapkan melalui aspirasi dan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan sampai dengan
pengawasan akan lebih mudah mengembangkan
sumber daya lokal secara optimal demi
mendukung terwujud-nya welfare state melalui
otonomi daerah.
Desa berdasarkan Undang-Undang
nomer 6 pasal 22 Tahun 2014 adalah Penugasan
dari Pemerintah dan/atau PemerintahDaerah
kepada Desa meliputi
penyelenggaraanPemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa,pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaanmasyarakat Desa
Lembaga PembedayaanMasyarakat
(LPM)adalahLembaga Kemasyarakatan yang
tumbuhdari,oleh,danuntukmasyarakat,merupakan
wahanapartisipasidan aspirasi masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan yang
bertumpupadamasyarakat,yang
bertujuanuntukMeningkatnyakesadaran
masyarakatdalamkehidupanberbangsadan
bernegara didalamwadahnegara Kesatuan
RepublikIndonesia berdasarkan Pancasila
danUUD 1945,Meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengendali pembangunan, Meningkatnya
kemampuan masyarakat sebagai Sumber Daya
Manusia (SDM) untukmengolah
danmemanfaatkan potensi Sumber Daya Alam
(SDA)terutamadalambidang
AgrobisnisdanPariwisata,Meningkatnyaekonomi
kerakyatan dalam upayapengentasan kemiskinan.
Sedangkan fungsi dan perananLembaga
PembedayaanMasyarakat (LPM) sebagaimitra
kerja Pemerintahanadalah
Penanamandanpemupukanrasapersatuandankesat
uan masyarakatdesa/kelurahan.
Pengkoordinasian perencanaan
pembangunan.Sebagai wadah partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan.Menggaliserta
memanfaatkan potensidanmenggerakkanswadaya
gotong royong
masyarakatuntukpembangunan,sebagaimediakom
unikasiantara
masyarakatdenganpemerintahdanantar
masyarakatitusendiri,memberdayakandan
menggerakkanpotensipemudadalampembanguna
n,mendorong mendirikandan memberdayakan
peranan wanita dalam mewujudkan
kesejahteraan keluarga,
membangunkerjasamaantarlembagayangada
dimasyarakat dalamrangka meningkatkan
pembangunan ekonomikerakyatan
untukmeningkatkantarafhidup masyarakat.
Dalam hal ini, di setiap penyusunan
rencana pembangunan desa diperlukannya
sinergisitas atau kerjasama yang baik antara
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
dengan kepala desa, dengan demikian diharapkan
rancangan pembangunan yang dihasilkan dapat
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang
dimiliki oleh desa tersebut yang pada akhirnya
bermuara pada meningkatnya tingkat
kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.
Terkaitdenganhaltersebutmakapenelititert
arikuntukmeneliti tentang Fungsidan
PeranLembagaPemberdayaan Masyarakat(LPM)
dalamPembangunan Di Desa Di Kabupaten
Lamongan Tahun 2015.
METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang diambil oleh
peneliti adalah termasuk jenis penelitian
deskriptif dengan menggunakan metode analisis
kualitatif.LokasiPenelitianAdalah
L PM Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
ISSN 2442-5699
31 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung.Adapunteknikpengumpulandatayan
gdilakukan adalah Studi literatur, Studilapangan.
Analisisdatayangdigunakandalampenelitianiniada
lahtermasuk analisis kualitatif yaitu dengan
mendeskripsikan serta menjelaskan data yang
telah diperoleh dan selanjutnya dijabarkan dalam
bentuk penjelasan yang sebenarnya yaitu;
Pengumpulandata, Reduksidata, Penyajiandata
dan PenarikanKesimpulanatauVerifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN
Kedudukan DanWewenang Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
DalamPembangunan di desa dalam
SistemPemerintahan Desa.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
yang selanjutnya disingkat LPM adalah wadah
yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai
mitra Pemerintah LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung dan Kelurahan dalam
menampung dan mewujudkan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat dibidang
pembangunan. Kedudukan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) merupakan
Lembaga Kemasyarakatan yang bersifat lokal
dan secara organisasi berdiri sendiri dan
berkedudukan di desa.
LPM Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung membentuk Lembaga
Kemasyarakatan yang namanya Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat disingkat LPM. LPM
yang dibentuk meneruskan yang sudah dibentuk
sebelumnya dan melakukan penyesuaian dari
yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan
sosial budaya masyarakat DesaLPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung. LPM mempunyai tugas membantu
Kepala LPM Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung. dalam: Merencanakan
pembangunan berdasarkan
musyawarah, Menggerakan dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan, Menumbuhkan kembangkan
kondisi dinamis masyarakat dalam
meningkatkan ketahanan di Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung..
ISSN 2442-5699
32 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Wewenang Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM) DalamPembangunan
DiDesaDalamSistemPemerintahanDesa adalah
(1) Merencanakan pembangunan berdasarkan
musyawarah,(2) Mengerakan dan menigkatkan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pembagunan,(3) Menumbuh kembangkan kondisi
dinamis masyarakat dan menigkatkan ketahanan
di Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung.
Dalam merencanakan pembangunan
berdasarkan musyawarah di LPM Desa
Kebonagung Kecamatan Babat, LPM Kelurahan
Sidokumpul Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung, dibutuhkan adanya aspirasi dan
dukungan dari masyarakat dalam hal ini seluruh
warga dan perangkat desa agar pelaksanaan
pembangunan dapat terlaksana dengan baik. Hal-
hal yang dapat dilakukan agar aspirasi dan
dukungan dari masyarakat dapat berjalan adalah
Pertama dengan memberikan informasi yang
jelas kepada masyarakat tentang kondisi nyata
dari pembangunan desa. Yang kedua bersikap
Jujur dan menghindari dari praktek KKN, hal ini
berguna untuk memberikan rasa percaya dan
aman dengan kondisi Kecamatan Kedungpring:
Desa Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan
Sugio: Desa Jubellor, Desa Gondanglor;
Kecamatan Sukodadi: Desa Sukodadi;
Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung, Desa
Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung.Yang ketiga adanya perencanaan
yang baik, sistimatis dan berkelanjutan.
Mengerakan dan menigkatkan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pembagunan
adalah cara dimana memberikan motifasi dan
dorongan kepada masyarakat Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung, untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan LPM disini sebagai wadahnya.
Dengan dukungan aparatur desa dan warga LPM
Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung adalah harga mutlak dari
pembangunan di desa Gondangjero.
Menumbuh kembangkan kondisi dinamis
masyarakat dan menigkatkan ketahanan di LPM
Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung dengan adanya pembangunan yang
ISSN 2442-5699
33 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
sistemstis dan berkelanjutan,juga adanya
dukungan dari masyarakat Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan Mantup,
Desa Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung.kondisi dinamis pasti akan dapat
terlaksana. Hal ini dapat memberikan ketahanan
di desa sehingga masyarakat menjadi
berkembang.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat(LPM)
dalam menjalankan fungsi dan perannya
dalam Pembangunan di Desa. Untuk menjalankan fungsi dan Perannya
dalam pembangunan LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung, harus
sesuai dengan peraturan desa dan kelurahan
yang sudah dibuat. Namun ada beberapa fungsi
yang baik untuk dijalakan guna menigkatkan
pembangunan LPM Kecamatan Kedungpring:
Desa Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan
Sugio: Desa Jubellor, Desa Gondanglor;
Kecamatan Sukodadi: Desa Sukodadi;
Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung, Desa
Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan
Mantup, Desa Kedungsoko, Desa Sukosari;
Kecamatan Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat:
Desa Kebonagung, yaitu (1) Sebagai wadah
partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan;(2) Menanamkan
pengertian dan kesadaran akan penghayatan
dan pengamalan Pancasila; (3) Menggali,
memanfaatkan, potensi dan menggerakan
swadaya gotong royong masyarakat untuk
membangun; (4) Sebagai sarana
komunikasi antara Pemerintah dan
masyarakat serta antar warga masyarakat itu
sendiri;(5)Meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan masyarakat; (6)Membina dan
menggerakkan potensi pemuda dalam
pembangunan; (7) Membina kerjasama
antar lembaga yang ada dalam
masyarakat untuk pembangunan;(8)
Pelaksanaan tugas-tugas lain dalam
rangka membantu Pemerintah Desa untuk
menciptakan ketahanan yang mapan.
Sebagai wadah partisipasi masyarakat
dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan. Adanya wadah yang baik guna
menigkatkan pembangunan desa sehingga
aspirasi masyarakat dapat tersampaikan dengan
baik dan juga dukungan dari pemerintah desa
untuk menerima aspirasi masyarakat akan
mempermudah merencanakan dan melaksanakan
pembangunan di Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan
Mantup, Desa Kedungsoko, Desa Sukosari;
Kecamatan Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat:
Desa Kebonagung.
Menanamkan pengertian dan kesadaran
akan penghayatan dan pengamalan Pancasila
adalah sebagai dasar Desa dalam pembangunan.
Adanya pembahaman yang baik dan
penghayatan Pancasila menjadikan
pembangunan mempunyai arah dan
tujuan.Karena desa tidak mungkin lepas dari
NKRI sebagai Negara kesatuan dan
pembangunan yang berkesinambungan.
Menggali, memanfaatkan, potensi dan
menggerakan swadaya gotong royong
masyarakat untuk membangun adalah
mengetahui potensi LPM Kecamatan
ISSN 2442-5699
34 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung, hal ini
diharapkan terjadi karena masyarakat harus
memahami potensi yang ada. Masyakarat LPM
Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung, sebagian
besar mata pencarihanya adalah Petani, Namun
tidak sertamerta mereka menjadi Petani,
masyarakat desa dapat meningkatkan
penghasilanya dengan adanya LPM yaitu
mengenali, memanfaatkan,potensi dan
mengerakan swadaya gotong-royong. Contohnya
petani dengan beternak ayam atau sapi.
Sebagai sarana komunikasi antara
Pemerintah dan masyarakat serta antar warga
masyarakat itu sendiri, adanya jembatan
penghubung antara pemerintah dan masyarakat
desa menjadikan tolak ukur keberhasilan dari
pembangunan Desa LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung. Karena
tidak adanya kerjasama dari kedua belah pihak
maka sulit rasanya pembangunan akan dapat
terlaksana. LPM sebagai wadah atau perwakilan
dari rakyat di desa.
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
masyarakat adanya LPM di desa dapat menjadi
sarana pengetahuan dan meningkatkan
ketrampilan di masyarakat Desa LPM
Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung.Hal ini
tidak lepas dari partisipasi dari pengurus LPM
sendiri. Jika Masyarakat LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung., diikutkan
andil dalam pembangunan Desa. Namun akan
berlaku sebaliknya jika hanya orang tertentu
maka tidak mungkin pengetahuan dan
ketrampilan tersebut tidak dapat tersalurkan
dengan baik pada masyarakat Desa LPM
Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung.
Membina dan menggerakkan potensi
pemuda dalam pembangunan yang harus
dilakukan LPM dan pemerintah Desa adalah
ISSN 2442-5699
35 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
mengerakan potensi pemuda setempat sebagai
generasi yang akan datang. Karena dengan
pemuda LPM Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan
Mantup, Desa Kedungsoko, Desa Sukosari;
Kecamatan Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat:
Desa Kebonagung yang ikut langsung dapat
menigkatkan pembangunan desa. Banyak
dukungan dan kesempatan yang diberikan dapat
membuat pemuda LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung lebih
kreatif dan inovatif. Namun hal ini tidak boleh
lepas dari pengawasan dan motivasi pemerintah
Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung.
Adanya Membina kerjasama antar
lembaga yang ada dalam masyarakat untuk
pembangunan dapat dilakukan dengan cara
kerjasama antar lembaga yang terkoordinasi dan
terkoordinir sesuai dengan visi dan Misi Desa
LPM Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan
Mantup, Desa Kedungsoko, Desa Sukosari;
Kecamatan Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat:
Desa Kebonagung. Semakin banyak bantuan
antar lembaga yang terkoordinasi dengan baik
maka program pembangunan yang digalakan
LPM dan pemerintah LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa Tlanak;
Kecamatan Sugio: Desa Jubellor, Desa
Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung maka
dapat terlaksana dengan baik.
Pelaksanaan tugas-tugas lain dalam
rangka membantu Pemerintah Desa untuk
menciptakan ketahanan yang mapan, dengan
cara memberikan penyuluhan dan pengetahuan
terbaru tentang perkembangan LPM dan
pemerintah LPM Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan Sugio:
Desa Jubellor, Desa Gondanglor; Kecamatan
Sukodadi: Desa Sukodadi; Kecamatan
Lamongan: Desa Tanjung, Desa Made;
Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan
Mantup, Desa Kedungsoko, Desa Sukosari;
Kecamatan Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat:
Desa Kebonagung, sehingga dapat memberikan
informasi dan kebijakan yang terbaru. Adanya
dukungan dari semua warga dan pemerintah
desa dapat menihkatkan ketahanan yang mapan.
Dan juga bisa dengan melakukan kebijakan-
kebijakan lain yang menunjang pembangunan
Kecamatan Kedungpring: Desa Sidomlangean,
Desa Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
ISSN 2442-5699
36 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa Kedungsoko,
Desa Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung.
1. Kendala-kendala yangtimbul dalam
pelaksanaan fungsi dan peranannya
dalamrangkapemberdayaan masyarakat. Adapun Kendala-kendala yangtimbul dalam
pelaksanaan fungsi dan peranannya
dalamrangkapemberdayaan masyarakat dalam
penelitian ini yaitu
a. Tidak adanya Pelaksanaan sistem
manajeman yang baik
PJM setiap tahun terlaksana di
Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan
Sugio: Desa Jubellor, Desa Gondanglor;
Kecamatan Sukodadi: Desa Sukodadi;
Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung,
Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun,
Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan
Mantup, Desa Kedungsoko, Desa
Sukosari; Kecamatan Deket: Desa
Tukkerto; Kecamatan Sambeng: Desa
Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung. Namun dalam manajeman
yang dilaksanakan. Suatu organisasi
untuk dapat berkembang dan
mempertahankan eksistensinya
diperlukan kinerja yang baik dan
sungguh-sungguh baik dari pengurus
maupun dari anggota LPM itu sendiri.
Untuk menunjang hal tersebut di
perlukan upaya peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan melalui
pemberian latihan dan bimbingan agar
LPM bisa memahami
kemampuanya/potesinya yang di
perlukan untuk berkembang, artinya
suatu penilaian kapasitas kemampuan
kinerja suatu organisasi yang dilakukan
secara bersama-sama oleh pengurus dan
anggota sangat diperlukan sebagai salah
satu cermin pribadi suatu
organisasi,yang hasilnya menjadi
pijakan untuk memperkuat dan
mengembangkan kemampuan dalam
usaha mencapai cita-citanya.
b. Kurang Adanya keterbukaan dalam
informasi.
Informasi menjadi hal yang berharga
dari suatu organisasi khususnya LPM
karena dengan informasi yang baik dan
penyampaian informasi yang sesuai
dengan kenyataan menjadikan sesuatu
yang berharga. Dengan informasi yang
baik dan benar maka kebijakan LPM
dapat dilaksanakan dengan baik pula,
sehingga tidak adanya permasalahan
didalam masyarakat Desa dalam proses
pembangunan. Adapun informasi yang
baik adalah sesuai,baik, dapat
dipahami,sumber dapat dipertangung
jawabkan dan nyata.
c. Adanya unsur politik sektoral dalam
kepengurusan/ Nepotisme Inilah yang
menjadi permasalahan banyak LPM
yang tidak independen dalam
kebijakanya karena ada unsur politik
sektoral dalam kepengurusan /
nepotisme, banyaknya kasus yang
terjadi pengurus LPM sama dengan
pengurus Desa. Karena kasusnya
pengurus LPM yang memihak dalam
pemilihan Kepala desa. Dan lain
sebagainnya. Namun hal ini tidak serta
merta menjadi hal buruk dalam
pemerintahan desa atau LPM karena jika
dijalakan sesuai dengan kepentingan
masyarakat Desa maka akan berjalan
sangat baik.
d. ―LPM di desa yang kami teliti
kelihatannya masih belum maksimal
menjalankan perannya di dalam
menyalurkan aspirasi masyarakat desa
dalam pembangunan desa.Para
anggota/pengurus LPM jarang berdialog
dengan masyarakat sehingga aspirasi
masyarakat tidak dapat mereka ketahui‖
(Informan : warga masyarakat Desa
Kalipang, Kebonagung, Adirejo Dan
Sidokumpul).
e. Hasil penelitian terbuka dengan para
informan juga mengungkapkan bahwa
ISSN 2442-5699
37 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
LPM yang ada di desa-desa di wilayah
10 kecamatan di kabupaten lamongan
sudah berfungsi di dalam penyusunan
rencana pembangunan desa namun
belum optimal. Berikut pernyataan
beberapa informan yang sempat
dipenelitiani. “Setiap rencana
pembangunan desa secara partisipatif
disusun dalam suatu forum/rapat yang
diadakan untuk hal tersebut yang
dilaksanakan oleh LPM dan melibatkan
semua unsur terkait baik pemerintah
desa, pengurus BPD, tokoh masyarakat,
dan warga desa yang dianggap perlu
dilibatkan. Namun harus diakui bahwa
fungsi ini belum optimal dapat
dilaksanakan oleh LPM karena berbegai
kendala seperti keterbatasan SDM dan
minimnya dana operasional kegiatan‖
(Informan : Ketua LPM Desa Sugio,
Kebonagung, Adirejo Dan Sidokumpul).
2. Tingkat partisipasi masyarakat dalam
memberikan dukungandan
keberhasilandalammemberdayakan
masyarakat Dalam merealisasikan tujuan
pembangunan, maka segenap potensi alam
harus digali, dikembangkan, dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya.Begitu pula
dengan Potensi manusia berupa penduduk
yang banyak jumlahnya harus ditingkatkan
pengetahuan dan keterampilannya sehingga,
mampu menggali, mengembangkan dan
memanfaatkan potensi alam secara maksimal,
dan pelaksanaan program pembangunan
tercapai.Adanya Tingkat partisipasi
masyarakat dalam memberikan dukungan
dan keberhasilandalammemberdayakan
masyarakat yang tinggi guna meningkatkan
pembangunan.
Berbagai rencana dan program-program
pembangunan sebagai wujud pelaksanaan
pemerintahan telah dibuat dan
diimplementasikan di daerah kecamatan,baik
yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
melalui Instansi-instansi.
Vertikal di daerah,maupun pemerintah
itu sendiri.Salah satu program pemerintah
yaitu pembangunan yang dilaksanakan oleh
masyarakat secara swadaya, atau oleh
lembaga-lembaga non-pemerintah lainnya
yang memiliki program-program
pembangunan berupa pemberdayaan
masyarakat.
Dalam mewujudkan tujuan program
pembangunan pada setiap lembaga
dibutuhkan suatu pola manajerial dalam
pengelolaan pembangunan, pola manajerial
tersebut dimaksudkan agar hasil
pembangunan dan program-program
pemerintahan lainnya dapat dirasakan dan
dinikmati manfaatnya oleh masyarakat.Salah
satu hal yang dibutuhkan adalah kesadaran
dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat
dalam menunjang suksesnya pelaksanaan
program pembangunan.Selain itu juga
diperlukan kebijaksanaan pemerintah untuk
mengarahkan serta membimbing masyarakat
untuk bersama-sama melaksanakan program
pembangunan.
Partisipasi masyarakat merupakan modal
utama dalam upaya mencapai sasaran
program pemerintah diseluruh wilayah
Republik Indonesia.Keberhasilan dalam
pencapaian sasaran pelaksanaan program
pembangunan bukan semata-mata didasarkan
pada kemampuan aparatur pemerintah, tetapi
juga berkaitan dengan upaya mewujudkan
kemampuan dan keamanan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan program
pembangunan. Adanya partisipasi msyarakat
akan mampu mengimbangi keterbatan
Biaya dan kemampuan pemerintah dalam
pencapaian pelaksanaan program
pembangunan tersebut.
Berdasarkan hal di atas, berbagai hal
diusahakan oleh LPM yaitu : penyediaan
bantuan yang menunjang kegiatan
masyarakat, perumusan kebijakan yang dapat
memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk turut serta dalam program pelaksanaan
pembangunan. Pemberian kreatifitas, dan
motivasi bagi tumbuhnya partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program
pembangunan.
ISSN 2442-5699
38 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Dalam realitasnya, tidak semua anggota
masyarakat ikut berpartisipasi, dengan
berbagai macam alasan.Hal ini disadari karena
adanya beberapa factor yang
mempengaruhi.Disini diperlukan upaya untuk
meyakinkan masyarakat tentang partisipasi
dalam pembangunan, yaitu adanya
komunikasi antara pemerintah desa dengan
masyarakat atau sebaliknya. Keadaan seperti
ini akan merubah sikap serta tindakan
masyarakat yang selanjutnya menjadi
dukungan untuk berpartisipasi.
Hal ini menunjukkan betapa besar peran
pemerintah dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat demi tercapainya pelaksanaan
program pembangunan maksimal.
Sebagai sarana partisipasi masyarakat di
desa telah di bentuk lembaga-lembaga seperti
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
dan Lembaga Pemberdayaan kesejahteraan
Masyarakat (LPKM). Melalui lembaga ini
masyarakat di harapkan dapat membantu
mempercepat atau mengefektifkan
pembangunan di Kecamatan dan
Pembangunan Nasional pada Umumnya.
Peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, selain perhatian di
harapkan pada aspek keadilan dan pemerataan
pembangunan serta hasil-hasil hendaknya
pembangunan juga berorientasi pada
kepentingan masyarakat yang betul-betul
sesuai dengan apa yang di butuhkan dan
dirasakan oleh mereka. Demikian pula halnya
dengan pembangunan di Desa LPM PJM
setiap tahun terlaksana di Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa
Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa
Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagung. Namun dalam manajeman yang
dilaksanakan, nampaknya dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan terutama
pembangunan sarana-sarana umum seperti
jalan raya, jembatan, pos kamling, sarana
ibadah, sarana pendidikan dan sebagainya.
Keseluruhan dari empat pembahasan
yang berasal dari hasil penelitian yang
dikemukakan di atas memberikan gambaran
bahwa pelaksanaan fungsi LPM dalam
pembangunan desa pada 10 kecamatan lokasi
sampel ternyata dari lima fungsi pokok LPM
yang diteliti ternyata hanya empat fungsi yang
pelaksanaannya sudah cukup efektif namun
juga belum maksimal yaitu fungsi menyusun
rencana pembangunan desa, fungsi
melaksanakan rencana/program pembangunan
desa, fungsi menggerakkan partisipasi, fungsi
swadaya masyarakat dalam pembangunan
desa dan fungsi menampung aspirasi
masyarakat. Tetapi untuk fungsi
menyalurkanaspirasi masyarakat sudah
dapatdilaksanakan namun masih
kurangefektif. Hasil penelitian ini
secarakeseluruhan dapat
memberikangambaran tentang
efektivitaspelaksanaan peran dan fungsi LPM
dalampembangunan desa di Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa
Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi: Desa
Sukodadi; Kecamatan Lamongan: Desa
Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun, Desa
Mayong ;Kecamatan Kembangbahu: Desa
Pelang, Kecamatan Mantup, Desa
Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan Sambeng:
Desa Ardirejo; Kecamatan Babat: Desa
Kebonagungpada umumnya.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan atas masalah
yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Wewenang Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM) DalamPembangunan
DiDesaDalamSistemPemerintahanDesa
ISSN 2442-5699
39 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
adalah (1) Merencanakan pembangunan
berdasarkan musyawarah,(2) Mengerakan
dan menigkatkan partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan pembagunan,(3)
Menumbuh kembangkan kondisi dinamis
masyarakat dan menigkatkan ketahanan di
Kecamatan Kedungpring: Desa
Sidomlangean, Desa Tlanak; Kecamatan
Sugio: Desa Jubellor, Desa Gondanglor;
Kecamatan Sukodadi: Desa Sukodadi;
Kecamatan Lamongan: Desa Tanjung, Desa
Made; Kecamatan Karangbinangun: Desa
karangbinangun, Desa Mayong ;Kecamatan
Kembangbahu: Desa Pelang, Kecamatan
Mantup, Desa Kedungsoko, Desa Sukosari;
Kecamatan Deket: Desa Tukkerto;
Kecamatan Sambeng: Desa Ardirejo;
Kecamatan Babat: Desa Kebonagung..
b. Untuk menjalankan fungsi dan Perannya
dalam pembangunan LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa
Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi:
Desa Sukodadi; Kecamatan Lamongan:
Desa Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun,
Desa Mayong ;Kecamatan Kembangbahu:
Desa Pelang, Kecamatan Mantup, Desa
Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat:
Desa Kebonagung. Harus sesuai dengan
peraturan desa dan kelurahan yang sudah
dibuat. Namun ada beberapa fungsi yang
baik untuk dijalakan guna menigkatkan
pembangunan LPM Kecamatan
Kedungpring: Desa Sidomlangean, Desa
Tlanak; Kecamatan Sugio: Desa Jubellor,
Desa Gondanglor; Kecamatan Sukodadi:
Desa Sukodadi; Kecamatan Lamongan:
Desa Tanjung, Desa Made; Kecamatan
Karangbinangun: Desa karangbinangun,
Desa Mayong ;Kecamatan Kembangbahu:
Desa Pelang, Kecamatan Mantup, Desa
Kedungsoko, Desa Sukosari; Kecamatan
Deket: Desa Tukkerto; Kecamatan
Sambeng: Desa Ardirejo; Kecamatan Babat:
Desa Kebonagung, yaitu (1) Sebagai
wadah partisipasi masyarakat dalam
merencanakan dan melaksanakan
pembangunan;(2) Menanamkan pengertian
dan kesadaran akan penghayatan dan
pengamalan Pancasila; (3) Menggali,
memanfaatkan, potensi dan menggerakan
swadaya gotong royong masyarakat untuk
membangun; (4) Sebagai sarana
komunikasi antara Pemerintah dan
masyarakat serta antar warga masyarakat itu
sendiri;(5)Meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan masyarakat; (6)Membina
dan menggerakkan potensi pemuda
dalam pembangunan; (7) Membina
kerjasama antar lembaga yang ada
dalam masyarakat untuk pembangunan;(8)
Pelaksanaan tugas-tugas lain dalam
rangka membantu Pemerintah Desa
untuk menciptakan ketahanan yang
mapan.
c. Adapun Kendala-kendala yangtimbul dalam
pelaksanaan fungsi dan peranannya
dalamrangkapemberdayaan masyarakat
dalam penelitian ini yaitu (1) Tidak adanya
Pelaksanaan sistem manajeman yang baik,
(2) Kurang Adanya keterbukaan dalam
informasi. (3) Adanya unsur politik sektoral
dalam kepengurusan/ Nepotisme, (4)
Keseluruhan dari empat pembahasan yang
berasal dari hasil penelitian yang
dikemukakan di atas memberikan gambaran
bahwa pelaksanaan fungsi LPM dalam
pembangunan desa pada sepuluh kecamatan
lokasi sampel ternyata dari lima fungsi
pokok LPM yang diteliti ternyata hanya
empat fungsi yang pelaksanaannya sudah
cukup efektif namun juga belum maksimal
yaitu fungsi menyusun rencana
pembangunan desa, fungsi melaksanakan
rencana/program pembangunan desa, fungsi
menggerakkan partisipasi, fungsi swadaya
masyarakat dalam pembangunan desa dan
fungsi menampung aspirasi masyarakat.
Tetapi untuk fungsi menyalurkan aspirasi
masyarakat sudah dapat dilaksanakan namun
masih kurang efektif. Hasil penelitian ini
secara keseluruhan dapat memberikan
gambaran tentang efektivitas pelaksanaan
peran dan fungsi LPM dalam pembangunan
desa di kecamatan pada umumnya.
d. Dalam merealisasikan tujuan pembangunan,
maka segenap potensi alam harus digali,
ISSN 2442-5699
40 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
dikembangkan, dan dimanfaatkan sebaik-
baiknya. Begitu pula dengan potensi
manusia berupa penduduk yang banyak
jumlahnya harus ditingkatkan pengetahuan
dan keterampilannya sehingga, mampu
menggali, mengembangkan dan
memanfaatkan potensi alam secara
maksimal, dan pelaksanaan program
pembangunan tercapai. Adanya Tingkat
partisipasi masyarakat dalam memberikan
dukungan dan keberhasilan dalam
memberdayakan masyarakat yang tinggi
guna meningkatkan pembangunan.
Rekomondasi
Setelah kita menyimpulkan hasil analisis, maka
penulis akan mencoba mengemukakan saran-
saran sesuai kegunaan dalam penelitian ini,
yaitu :
a. Bagi Masyarakat Desa, Adanya keterbukaan
dalam informasi. Informasi menjadi hal yang
berharga dari suatu organisasi khususnya
LPM karena dengan informasi yang baik dan
penyampaian informasi yang sesuai dengan
kenyataan menjadikan sesuatu yang berharga.
Sehingga informasi yang ada harus di
sampaikan dengan baik dan benar,melalui
pemerintah Desa dilanjutkan ke rapat
pengurus LPM dan Kemasyarakat Desa.
b. Bagi LPM, Menghilangkan adanya unsur
politik sektoral dalam kepengurusan/
Nepotisme Inilah yang menjadi permasalahan
banyak LPM yang tidak independen dalam
kebijakanya karena ada unsur politik sektoral
dalam kepengurusan / nepotisme maka dari itu
harus dihilangkan. Ke depan, pengurus LPM
harus dipilih dari orang-orang yang punya
kemampuan dalam pengelolaan pembangunan
desa, serta mempunyai kemauan, kepedulian
dan komitmen yang tinggi dalam
pemberdayaan masyarakat. Hal yang bisa
dilakukan adalah dengan pemilihan pengurus
LPM secara pemilu.
c. Bagi Pemerintah, Untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan fungsi LPM dalam
pembangunan desa maka kualitas SDM para
pengurus LPM harus ditingkatkan melalui
pelatihan di bidang manajemen pembangunan
yang dilakukan lembaga pemerintah/ tim
Pembina atau akademisi.Untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan fungsi LPM dalam
pembangunan desa maka LPM harus dapat
membangun kerjasama yang baik dan
harmonis dengan Pemerintah Desa dan
dengan BPD. Dengan menyesuaikan PJM
disetiap desa sehingga program pemerintah
desa dan LPM dapat berjalan dengan
bersama/sejalan
ISSN 2442-5699
41 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
TINJAUAN YURIDIS ASAS SUBSIDIARITAS YANG DIUBAH
MENJADI ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PENEGAKAN
HUKUM PIDANA LINGKUNGAN
Joejoen Tjahyani *)
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, harus didasarkan pada norma hukum dengan
memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat
hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kesadaran dan kehidupan masyarakat
dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang sedemikian rupa sehingga
perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup. Penelitian ini bertujuan memahami dan menganalisis secara yuridis asas
subsidiaritas yang di ubah menjadi asas ultimum remedium dalam penegakan hokum pidana
lingkungan.. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersumber pada data sekunder
dan metode pengumpulan serta pengolahan data dengan studi kepustakaan.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan. Di pengadilan melalui hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Di luar
pengadilan melalui mediasi, litigasi dan arbitrasi.
Asas subsidiaritas yang diatur dalam UU no 23 Tahun1997 (UUPLH) telah diubah menjadi
asas ultimum remedium seperti yang ditegaskan dalam UU No 32 Tahun 2009. Pada dasarnya kedua
asas tersebut sama yaitu tidak langsung menerapkan sanksi pidana dalam penegakan hukum
lingkungan. Perbedaannya asas subsidiaritas merupakan preventif dalam penegakan hukum pidana
lingkungan, tetapi asas ultimum remedium dapat langsung diterapkan apabila pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali terhadap baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan.
Asas ultimum remedium mempunyai kelemahan yaitu dalam penafsiran penegakan hukum
administrasi dianggap tidak berhasil karena sanksi administrasi terdiri dari teguran tertulis, paksaan
pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan.
Akhirnya penegakan hukum lingkungan hendaknya dilakukan secara optimal baik melalui
pengadilan maupun di luar pengadilan ,sehingga kasus penecenaran dan atau perusakan lingkungan
dapat ditekan. Disamping itu asas subsidiaritas dan asas ultimum remedium diperjelas pengertiannya
sehingga tidak salah tafsir.
Kata Kunci : Asas Subsidiaritas, Asas Ultimum Remedium, Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang. Hal ini telah tercantum
dalam UUD 1945 pasal 18 ayat (1). Di sisi lain
bahwa kualitas lingkungan hidup (LH) yang
semakin menurun telah mengancam
kelangsungan hidup manusia dan mahluk
hidup lainnya sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan LH yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua
pemangku kepentingan. Karena itu diperlukan
kewenangan pemerintah daerah dalam
perlindungan dan pengelolaan LH.
Dengan ketentuan dalam UU No 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
maka kewenangan pemerintahan daerah akan
sedemikian kuat dan luas sehingga diperlukan
suatu peraturan perundang-undangan yang ketat
untuk menghindari ketidakteraturan dalam
menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan
hidup terutama dalam masalah
penanganan penegakan hukum lingkungan
ISSN 2442-5699
42 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
dalam era otonomi daerah. Kewenangan
pemerintah Daerah menurut UU No 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah sangatlah
besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan
kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang
lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan. Sistem
Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No
32 tahun 2004 terbagi dalam Sistem
Pemerintahan Administratif dan Otonomi.
Dalam Sistem Pemerintahan Administratif
Bahwa kualitas LH yang semakin menurun
telah mengancam kelangsungan hidup manusia
dan mahluk hidup lainnya sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan LH
yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh
semua pemangku kepentingan Kewenangan
pemerintah dalam perlindungan dan
pengelolaan LH juga diatur dalam UU No 32
Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan LH (UUPPLH).
Pemerintah Daerah berperan sebagai
pembantu dari penyelenggaraan pemerintah
pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi.
Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan
Otonomi Pemerintahan Daerah adalah mandiri
dalam menjalankan urusan rumah tangganya.
Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat
perlengkapannya sendiri sebagai
pegawai/pejabat daerah dan bukan
pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang
untuk menyelenggarakan rumah tangga sendiri
berarti pula membiarkan bagi daerah untuk
berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu,
daerah memerlukan sumber keuangan sendiri
dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari
sumber keuangan sendiri, memerlukan
pengaturan yang tegas agar di kemudian hari
tidak terjadi perselisihan antara pusat dan
daerah mengenai hal tersebut diatas.
Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sangatlah penting untuk
dilihat dalam era otonomi daerah sekarang ini
karena lingkungan hidup sudah menjadi isu
internasional yang
mempengaruhi perekonomian suatu negara.
Pemerintahan daerah diberikan kekuasaan yang
sangat besar dalam mengelola daerahnya
terutama sekali pemerintahan kota atau
kabupaten. Dalam penelitian ini akan dibahas
mengenai kewenangan pemerintah daerah
terhadap perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di era otonomi daerah.
B.. METODOLOGI
Penelitian hukum ini menggunakan
tipe penelitian hukum normatif. "Menurut
Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif
merupakan penelitian hukum kepustakaan,
yaitu dengan meneliti bahan pustaka sebagai
data sekunder. Tipe penelitian hukum normatif
didasari oleh kerangka konsepsional dan
kerangka teoritis, juga terdiri dari penelitian
terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum
dan taraf sinkronisasi vertikal maupun
horisontal."
C. LANDASAN TEORI
Dalam UU nomor 32 tahun 2004
memperlihatkan kewenangan pemerintah pusat
yang ingin dibagi kepada daerah. Urusan yang
menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan
wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan
wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan
kebutuhan hidup minimal, prasarana
lingkungan dasar; sedangkan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat
dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Jika dilihat bunyi pasal 13 ayat (1) huruf (j) dan
pasal 14 ayat (1) huruf (j) UU No 32 Tahun
2004 telah mewajibkan pemerintah daerah
dalam pengendalian LH.
Untuk menjamin berlakunya Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004, tim kerja
Menko Wasbangpan dan Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup/Bapedal telah
mencoba merumuskan interpretasi kewenangan
pengendalian lingkungan hidup menurut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu :
1. Secara umum, kewenangan
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dapat dibedakan
menjadi :
a. Kewenangan Pusat
b. Kewenangan Propinsi
c. Kewenangan Kabupaten/Kota.
2. Kewenangan Pusat terdiri dari
kebijakan tentang :
ISSN 2442-5699
43 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
a. Perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan
secaramakro;
b. Dana perimbangan keuangan
seperti menetapkan dan
alokasikhusus untuk mengelola
lingkungan hidup;
c. Sistem administrasi negara seperti
menetapkan sisteminformasi dan
peraturan perundang-undangan di
bidangpengelolaan lingkungan
hidup;
d. Lembaga perekonomian negara
seperti menetapkan kebijakanusaha
di bidang lingkungan hidup;
e. Pembinaan dan pemberdayaan
sumber daya manusia;
f. Teknologi tinggi strategi seperti
menetapkan kebijakan dalam
pemanfaatan teknologi strategi
tinggi yangmenimbulkan dampak;
g. Konservasi seperti menetapkan
kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup kawasan konservasi antar
propinsi danantar negara;
h. Standarisasi nasional;
i. Pelaksanaan kewenangan tertentu
seperti pengelolaanlingkungan
dalam pemanfaatan sumber daya
alam lintasbatas propinsi dan
negara, rekomendasi laboratorium
lingkungan dsb.
3. Kewenangan Propinsi terdiri dari :
a. Kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang bersifatlintas
Kabupaten/Kota;
b. Kewenangan dalam bidang
tertentu, seperti perencanaan
pengendalian pembangunan
regional secara makro,penentuan
baku mutu lingkungan propinsi,
yang harus sama atau lebih ketat
dari baku mutu lingkungan
nasional, menetapkan pedoman
teknis untuk menjamin
keseimbangan lingkungan yang
ditetapkan dalam rencanatata ruang
propinsi dan sebagainya.
c. Kewenangan dekonsentrasi seperti
pembinaan AMDAL untuk usaha
atau dan kegiatan di luar
kewenangan pusat.
4. Kewenangan Kabupaten/Kota terdiri
dari :
a. Perencanaan pengelolaan
lingkungan hidup;
b. Pengendalian pengelolaan
lingkungan hidup;
c. Pemantauan dan evaluasi kualitas
lingkungan;
d. Konservasi seperti pelaksanaan
pengelolaan kawasanlindung dan
konservasi, rehabilitasi lahan dsb.
e. Penegakan hukum lingkungan
hidup
f. Pengembangan SDM pengelolaan
lingkungan hidup.
Kewenangan pemerintah daerah dalam
perlindungan dan pengelolaan LH juga diatur
dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan LH pasal 63
mengenai tugas dan wewenang pemerintah dan
pemerintah daerah yaitu :
1. Dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, pemerintah bertugas
dan berwenang :
a. Menetapkan kebijakan nasional;
b. Menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria;
c. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH
nasional;
d. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai KLHS;
e. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL;
f. Menyelenggarakan inventarisasi
sumber daya alam nasional dan
emisi gas rumah kaca;
g. Mengembangkan standar kerja
sama;
h. Mengoordinasikan dan
melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan
LH;
i. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai sumber daya
alam hayati dan nonhayati,
keanekaragaman hayati, sumber
ISSN 2442-5699
44 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
daya genetik, dan keamanan hayati
produk rekayasa genetik;
j. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai pengendalian
dampak perubahan iklim dan
perlindungan lapisan ozon;
k. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai B3, limbah,
serta limbah B3;
l. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai perlindungan
lingkungan laut;
m. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai pencemaran
dan/atau kerusakan LH lintas batas
Negara;
n. Melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan nasional, peraturan
daerah, dan peraturan kepala
daerah;
o. Melakukan pembinaan dan
pengawasan ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan
lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
p. Mengembangkan dan menerapkan
instrument LH;
q. Mengoordinasikan dan
memfasilitasi kerjasama dan
penyelesaian perselisihan
antardaerah serta penyelesaian
sengketa;
r. Mengembangkan dan
melaksanakan kebijakan
pengelolaan pengaduan
masyarakat;
s. Menetapkan standar pelayanan
minimal;
t. Menetapkan kebijakan mengenai
tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan
local, dan hak masyarakat hokum
adat yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan LH
u. Mengelola informasi lingkungan
hidup nasional
v. Mengoordinasikan,
mengembangkan, dan
menyosialisasikan pemanfaatan
teknologi ramah LH;
w. Memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
x. Mengembangkan sarana dan
standar laboratorium LH;
y. Menerbitkan izin lingkungan;
z. Menetapkan wilayah ekoregion,
dan;
aa. Melakukan penegakan hukum LH.
2. Dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, pemerintah provinsi
bertugas dan berwenang :
a. Menetapkan kebijakan tingkat
provinsi;
b. Menetapkan dan melaksanakan
KLHS tingkat provinsi;
c. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH
;provinsi;
d. Menetapkan dan melaksanankan
kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL;
e. Menyelenggarakan inventarisasi
sumber daya alam dan emisi gas
rumah kaca pada tingkat provinsi;
f. Mengembangkan dan
melaksanakan kerja sama
kemitraan;
g. Mengoordinasikan dan
melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup lintas
kabupaten/kota;
h. Melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan, peraturan daerah, dan
peraturan kepala daerah
kabupaten/kota;
i. Melakukan pembinaan dan
pengawasan ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan
lingkungan dan peraturan
perundang-undangan di bidang
perlindungan dan
pengelolaanlingkungan hidup;
j. Mengembangkan dan menerapkan
instrument lingkungan hidup;
ISSN 2442-5699
45 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
k. Mengoordinasikan dan
memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian perselisihan antar
kabupaten/antar kota serta
penyelesaian sengketa;
l. Melakukan pembinaan, bantuan
teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program
kegiatan;
m. Melaksanakan standar pelayanan
minimal;
n. Menetapkan kebijakan mengenai
tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hokum adat, kearifan
local, dan hak masyarakat hokum
adat yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pada tingkat
provinsi;
o. Mengelola informasi lingkungan
hidup tingkat provinsi;
p. Mengembangkan dan
menyosialisasikan pemanfaatan
teknologi ramah lingkungan hidup;
q. Memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
r. Menerbitkan izin lingkungan pada
tingkat provinsi; dan
s. Melakukan penegakan hokum
lingkungan hidup pada tingkat
provinsi.
(3) Dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah
kabupaten/kota bertugas dan berwenang:
a. Menetapkan kebijakan tingkat
kabupaten/kota;
b. Menetapkan dan melaksanakan
KLHS tingkat kabupaten/kota;
c. Menetapkan dan
melaksanakankebijakan mengenai
RPPLH kabupaten/kota;
d. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL;
e. Menyelenggarakan inventarisasi
sumber daya alam dan emisi gas
rumah kaca pada
tingkatklabupaten/kota;
f. Mengembangkan dan
melaksanakan kerja sama dan
kemitraan;
g. Mengembangkan dan menerapkan
instrument lingkungan hidup;
h. Memfasilitasi penyelesaian
sengketa;
i. Melakukan pembinaan dan
pengawasan ketaatan penanggunng
jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan
lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
j. Melaksanakan standar pelayanan
minimal;
k. Menetapkan kebijakan mengenai
tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hokum adat, kearifan
local, dan hak masyarakat hokum
adat yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota;
l. Mengelola informasi lingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota;
m. Mengembangkan dan
melaksanakan kebijakan system
informasi linkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;
n. Memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
o. Menerbitkan izin lingkungan pada
tingkat kabupaten/kota; dan
p. Melakukan penegakan hokum
lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota.
Dengan adanya kewenangan
pemerintah baik dalam UU No 32 Tahun 2004
maupun UU No 32 Tahun 2009, maka harus
terdapat kesesuaian dalam pelaksanaan
kewenangan di bidang lingkungan hidup.
D. PEMBAHASAN
Menurut Menteri Negara
Lingkungan Hidup Sonny Keraf, bahwa
desentralisasi adalah mendelegasikan secara
bertahap wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pengelolaan sumber daya alam secara selektif.
Dalam penerapan desentralisasi itu, menurut
ISSN 2442-5699
46 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Sonny harus tercakup pula pemeliharaan
lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem
tetap terjaga dan lestari. Dengan demikian,
kendati desentralisasi ala Indonesia tersebut
pada awalnya merupakan reaksi politik untuk
mempertahankan stabilitas dan integritas
teritorial, namun paradigma otonomi demi
kesejahteraan masyarakat lokal tetap bisa
diwujudkan tanpa merusak kualitas lingkungan
hidup setempat.
Permasalahan yang dihadapi oleh
Pemerintah Daerah sekarang adalah
Pemerintahan daerah harus meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah mereka untuk
memenuhi target APBD (Anggaran Penerimaan
dan Belanja Daerah) sehingga jalan termudah
untuk memenuhi itu semua adalah
mengeksploitasi kembali lingkungan hidup
karena cara tersebut adalah cara yang biasa
dilakukan pemerintah pusat untuk memenuhi
APBN, dan cara ini akan terus dilakukan oleh
Pemerintah daerah dengan baik.
Sehingga jika waktu yang lalu
pemusatan eksploitasi lingkungan hidup hanya
di daerah-daerah tertentu seperti Daerah
Istimewa Aceh, Riau, Irian Jaya/ Papua,
Kalimantan dan sebagian Proponsi di Pulau
Jawa maka sekarang semua pemerintah daerah
di Indonesia akan mengekspoitasi lingkungan
hidup sebesar-besarnya untuk memenuhi target
APBD untuk daerah-daerah yang mempunyai
sumber kekayaan lingkungan hidup yang besar,
sehingga akan dapat terbayang semua daerah
kota dan kabupaten di Indonesia akan
melakukan eksploitasi lingkungan hidup secara
besar-besaran. Karena desentralisasi dalam UU
No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dipunyai oleh daerah kota dan kabupaten.
Permasalahan yang timbul adalah
antisipasi dari pemerintah pusat sebagai
pemegang kewenangan tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Karena seperti
kita ketahui kewenangan Pemerintah Pusat
adalah:
Perencanaan nasional dan pengendalian
pembangunan secaramakro;
Dana perimbangan keuangan seperti
menetapkan dan alokasi khusus untuk
mengelola lingkungan hidup;
Sistem administrasi negara seperti
menetapkan system informasi dan
peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup;
Lembaga perekonomian negara seperti
menetapkan kebijakan usaha di bidang
lingkungan hidup;
Pembinaan dan pemberdayaan sumber
daya manusia;
Teknologi tinggi strategi seperti
menetapkan kebijakan dalam
pemanfaatan teknologi strategi tinggi
yang menimbulkan dampak;
Konservasi seperti menetapkan
kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup kawasan konservasi antar
propinsi dan antar negara;
Standarisasi nasional;
Pelaksanaan kewenangan tertentu
seperti pengelolaan lingkungan dalam
pemanfaatan sumber daya alam
lintasbatas propinsi dan negara,
rekomendasi laboratorium lingkungan
dsb.
Kewenangan yang diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dalam pengelolaan lingkungan tidak bisa
dijadikan suatu kesempatan untuk
mengeksploitasi lingkungan sehingga
lingkungan menjadi rusak dan tidak bisa
dipergunakan lagi bagi kelangsungan bangsa ini
dan hal ini dilakukan hanya untuk mengejar
Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah
sehingga hanya untuk hal yang jangka pendek
investasi jangka panjang dikuras habis.
Jika dilihat Kewenangan Pemerintah
Pusat juga besar dalam hal ini sehingga perlu
diberdayakan peran pemerintah dalam
pengelolaan lingkungan dan juga fungsi dari
pemerintah sebagai suatu instansi pengawas
jika terjadi pengelolaan lingkungan yang tidak
baik pada pemerintah daerah.Dalam hal ini
perlu dikaji kembali berbagai kebijakan yang
ada pada pemerintah daerah sehingga tidak ada
kebijakan-kebijakan yang berupa peraturan
daerah yang merugikan lingkungan dan tidak
memperhatikan keadaan masyarakat.
Oppenheim mengatakan dalam
Nederlands Gemeenterecht bahwa kebebasan
bagian-bagian negara sama sekali tidak boleh
ISSN 2442-5699
47 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
berakhir dengan kehancuran hubungan negara.
Di dalam pengawasan tertinggi letaknya
jaminan, bahwa selalu terdapat keserasian
anatara pelaksanaan bebas dari tugas
pemerintah daerah dan kebebasan pelaksanaan
tugas negara oleh penguasa negara itu.
Van Kempen juga menulis dalam
Inleiding tot het Nederlandsch Indisch
Gemeenterecht´ bahwa otonomi mempunyai
arti lain daripada kedaulatan( souvereniteit),
yang merupakan atribut dari negara, akan tetapi
tidak pernah merupakan atribut dari bagian-
bagiannya seperti Gemeente, Provincie dan
sebagainya, yang hanya dapat memiliki hak-hak
yang berasal dari negara, bagian-bagian mana
justru sebagai bagian-bagian dapat berdiri
sendiri( zelfstandig) akan tetapi tidak mungkin
dapat dianggap merdeka (onafhnjelijk), lepas
dari, ataupun sejajar dengan negara.
Dapatlah ditambahkan, bahwa
pengawasan itu dimaksudkan pula agar daerah
selalu melakukan kebijakannya dengan sebaik-
baiknya sehingga produk kebijakan berupa
peraturan daerah tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berada
diatasnya. Hal ini juga memerlukan peran
penting dan koordinasi yang baik antara Meteri
Negara Lingkungan Hidup dengan aparat
Pemerintahan Daerah sehingga dapat
terjalinnya kerjasama yang baik antara pusat
dan daerah dalam pengelolaan lingkungan.
Pengawasan oleh Pemerintah Pusat dapat
dibenarkan untuk membangun negara Indonesia
karena Pemerintah Pusat yang bertanggung
jawab secara keseluruhan terhadap
penyelenggaraan Pemerintah Negara dan
Daerah. Pengawasan terhadap segala tindakan
Pemerintah Daerah termasuk juga Keputusan-
keputusan Kepala Daerah terutama Peraturan-
peraturan Daerah yang ada dapat diawasi, jika
menilik sifatnya bentuk pengawasan bisa dibagi
dalam:
1. Pengawasan preventif
2. Pengawasan represif
3. Pengawasan umum
Dan pemerintah Pusat juga harus
diawasi oleh lembaga negara yang lain terutama
lembaga perwakilan yang fungsinya berupa
pengawasan, karena Pemrintah Pusat juga
mempunyai kebijakan yang menyangkut
pengelolaan lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari uraian diatas maka kewenangan
pemerintah pusat dalam melaksanakan
pengawasan otonomi daerah sangatlah penting
dalam lingkungan hidup. Sehingga jika terjadi
berbagai masalah maka pemerintahan pusat
harus menanganinya secara baik karena
pemerintah pusat masih mempunyai
kewenangan untuk mengadakan berbagi
evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah
dapat menjalankan kewenanganya secara
proporsional dalam bidang pengelolaan
lingkungan hidup.
Pemerintah Pusat dalam melakukan
kewenangannya di bidang pengelolaan
lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan
yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan
dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jangan
sampai pengurangan kewenangan pemerintah
Pusat di bidang lingkungan hidup tidak bisa
mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan
hidup demi mengejar Pemasukan APBD
khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.
Kesesuaian kewenangan pemerintah di
bidang LH tidak hanya antara pusat dan daerah
saja, tetapi juga antara UU pemerintah daerah
dengan UU perlindungan dan pengelolaan LH.
Saran
Kewenangan Pemerintah Pusat dan
Daerah dalam pengelolaan lingkungan
sangatlah besar sehingga perlu adanya
pembatasan yang jelas dalam pengelolaan
lingkungan tersebut. Juga perlunya kesesuaian
dalam menjalankan kewenangan.
Yang perlu dicermati adalah kewenangan
Pemerintah Daerah yang sangat besar sehingga
perlu adanya bentuk pengawasan yang baik
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sehingga
jangan sampai terjadi berbagai kebijakan yang
merusak lingkungan yang terjadi di setiap
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia.
Pemerintah Pusat harus aktif dalam melakukan
pengawasan sehingga pembangunan yang
ISSN 2442-5699
48 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
berwawasan lingkungan dapat dijalankan
dengan baik oleh Pemerintah Indonesia baik
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Barda Nawawi, Kebijakan Hukum Pidana,
Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2008
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa
Di Luar Pengadilan, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2001
Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Grup, 2005
Philipus M. Hadjon, (Koordinator Tim),
Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 2005
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum,
Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar
Baru, Bandung.
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2012.
B. PERATURAN DAN PERUNDANG-
UNDANGAN.
Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
ISSN 2442-5699
34 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal Karya Pendidikan
1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Karya
Pendidikan meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat: [email protected]
2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)
4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit kajian pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil dan pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)
6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir.
Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.
7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47).
8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku:
Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E.
1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead:
Competency Based Teacher Education. Berkeley:
McCutchan Publising Co.
Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis
Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-
1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Russel, T. 1998. An Alternative Conception:
Representing Represensation. Dalam P.J. Black &
A.
Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science
(hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah:
Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan
Pendidikan Program Profesional dalam
Memenuhi
kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
Artikel dalam koran:
Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan
ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos,
hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama
pengarang):
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih
Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:
Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan:
Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976.
Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh
Arief
Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
ISSN 2442-5699
36 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014
Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum
Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan
Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu
Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia
Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan.
Malang: PPS IKIP MALANG.
Makalah seminar, lokakarya, penataran:
Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah.
Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya
Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah,
Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin,
9-11 Agustus.
Internet (karya individual)
Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of
STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm
before the Storm, (Online),
(http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.ht
ml, diakses 12 Juni
1996)
Internet (artikel dalam jurnal online):
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar
dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan.
(Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id,
diakses 20 Januari 2000).
Internet (bahan diskusi):
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing
Internet sites. NETTRAIN Discussion List,
(Online), ([email protected],
diakses 22 November 1995).
Internet (e-mail pribadi):
Naga, D.S ([email protected]). 1 Oktober 1997.
Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah
9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku.
10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.
11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul
karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.
ISSN 2442-5699
37 Jurnal Karya Pendidikan Vol 1 No 3 September 2014