Upload
lydang
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH
NOVEMBER 2016
(Kajian Triwulan III-2016)
VISI
Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi
pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
MISI
Menjalankan kebijakan BI dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas
pengelolaan uang dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah
maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
FUNGSI
1. Fungsi Statistik dan surveillance
2. Fungsi Kajian
3. Fungsi Komunikasi dan Pelaksanaan Program
4. Fungsi Sistem Pembayaran
5. Fungsi Manajemen Intern dan koordinasi Wilayah
TUGAS POKOK
1. Memberikan masukan kepada Dewan Gubernur kondisi ekonomi dan keuangan daerah di wilayah
kerjanya;
2. Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan ekonomi dan keuangan daerah, yang
didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian/riset serta memfasilitasi pengendalian
inflasi, pemberdayaan sektor riil dan UMKM.
3. Melaksanakan kegiatan perizinan dan pengawasan serta operasionalisasi sistem pembayaran tunai dan
non tunai sesuai dengan kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya
4. Melaksanakan kebijakan stabilitas keuangan , program perluasan dan pemerataan akses dan
keterjangkauan keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif
5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung fungsi-fungsi utama.
Kalender Publikasi KEKR
Triwulan I
Mei
Triwulan II
Agustus
Triwulan III
November
Triwulan IV
Februari
Penerbit :
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan - Tim Ekonomi Moneter
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Jl. Cut Meutia No.15, Banda Aceh - Indonesia
Telp : 0651-33200 / Fax : 0651-34116
Publikasi KER secara online dapat diperoleh di:http://www.bi.go.id/web/id/DIBI1/Regional/Publikasi/
2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat dan
karuniaNya sehingga buku “Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Aceh Periode November 2016” ini
akhirnya dapat dipublikasikan. Buku ini memaparkan informasi mengenai perkembangan beberapa indikator
perekonomian daerah, diantaranya pertumbuhan ekonomi, perbankan, sistem pembayaran dan keuangan
daerah yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan informasi internal maupun eksternal Bank
Indonesia. Secara umum, hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Aceh periode triwulan
laporan mendeskripsikan bahwa perekonomian Aceh menunjukkan kecenderungan sedikit menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dalam kesempatan ini, kami menghaturkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penyusunan buku ini. Harapan kami, kerja sama yang telah tercipta dapat terus berlanjut dan
ditingkatkan pada masa yang akan datang.
Kami menyadari bahwa kualitas dan informasi yang disajikan masih perlu terus disempurnakan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari seluruh pihak yang berkepentingan
dengan buku ini.
Kami berharap, semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.
Banda Aceh, November 2016
Kepala Perwakilan,
Ahmad Farid
Deputi Direktur
8 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
A. PDRB
Sektoral (Rp Triliun) 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
7,17 7,51 7,68 7,30 7,58 7,66 8,02 7,87 7,90 7,84 2,05
Pertambangan & Penggalian 3,43 3,36 3,20 2,95 2,49 2,39 2,33 2,08 2,27 1,89 (14,16)
Industri Pengolahan 2,18 2,21 2,07 1,77 1,58 1,64 1,70 1,51 1,54 1,51 (2,38)
Pengadaan Listrik, Gas 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 5,24
Pengadaan Air 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 4,61
Konstruksi 2,54 2,56 2,62 2,68 2,43 2,49 2,61 3,15 2,81 2,92 16,10
Perdagangan Besar & Eceran, &
Reparasi Mobil & Sepeda Motor 4,10 4,24 4,40 4,29 4,27 4,43 4,58 4,45 4,44 4,61 0,02
Transportasi & Pergudangan 2,11 2,13 2,19 2,33 2,21 2,24 2,31 2,33 2,25 2,34 (1,80)
Penyediaan Akomodasi & Makan
Minum 0,29 0,30 0,30 0,31 0,31 0,31 0,32 0,33 0,33 0,34 8,84
Informasi & Komunikasi 1,00 1,02 1,04 1,05 1,03 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09 1,94
Jasa Keuangan 0,43 0,44 0,44 0,45 0,45 0,41 0,46 0,48 0,48 0,48 19,69
Real Estate 0,95 0,97 0,99 1,00 1,02 1,03 1,05 1,06 1,08 1,09 6,48
Jasa Perusahaan 0,16 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,17 0,18 9,93
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial
Wajib
2,07 2,02 2,14 2,25 2,16 2,21 2,34 2,35 2,22 2,60 7,01
Jasa Pendidikan 0,55 0,55 0,57 0,64 0,58 0,60 0,63 0,65 0,63 0,65 3,09
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 0,69 0,71 0,70 0,73 0,73 0,75 0,77 0,79 0,80 0,81 2,92
Jasa lainnya 0,34 0,34 0,35 0,35 0,36 0,37 0,36 0,37 0,38 0,39 8,90
PDRB 28,05 28,57 28,90 28,32 27,42 27,80 28,75 28,71 28,42 28,78 2,22
PDRB Non Migas 24,83 25,45 26,13 26,11 25,76 26,29 27,18 27,35 26,78 27,54 3,31
Sumber: BPS Provinsi Aceh, Diolah
Komponen (Rp Triliun)
2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II IV
Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga 15,34 15,45 15,73 15,83 15,78 15,89 16,27 16,34 16,38 16,70 2,52
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 0,53 0,54 0,49 0,50 0,49 0,49 0,49 0,50 0,51 0,54 9,46
Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah 4,53 5,08 5,73 7,82 4,30 5,20 5,94 9,06 4,00 5,69 (13,25)
Pembentukan Modal Tetap Bruto 9,23 9,07 9,27 9,36 9,18 9,12 9,59 10,72 9,91 10,22 11,79
Perubahan Inventori -0,09 0,12 -0,04 0,05 -0,05 0,02 -0,05 0,00 0,01 -0,01 (76,19)
Ekspor Luar Negeri 0,81 1,53 1,11 1,26 0,44 0,29 0,60 0,34 0,36 0,17
Impor Luar Negeri 0,28 0,33 0,26 0,37 0,87 0,66 0,48 0,44 0,35 0,41 (69,87)
Net Ekspor Antar Daerah -1,99 -2,98 -3,07 -6,15 -1,85 -2,54 -3,61 -7,80 -2,41 -4,11 2,82
P D R B 28,05 28,57 28,90 28,32 27,42 27,80 28,75 28,71 28,42 28,78 2,22
PDRB Non Migas 24,83 25,45 26,13 26,11 25,76 26,29 27,18 27,35 26,78 27,54 3,31
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 9
B. INFLASI
Kota yoy,%
I-15 II-15 III-15 IV-15 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16
Banda Aceh 5,40 6,12 4,30 1,27 5,40 6,12 4,30 1,27 3,10 2,01 3,17
Lhokseumawe 5,44 6,36 4,55 2,44 5,44 6,36 4,55 2,44 4,63 3,03 4,79
Meulaboh 5,67 6,47 2,86 0,58 5,67 6,47 2,86 0,58 3,12 2,19 3,81
Aceh 5,45 6,24 4,19 1,53 5,45 6,24 4,19 1,53 4,45 2,34 3,73
Kota
Kelompok
Bahan
Makanan Kesehatan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok dan
Tembakau
Pendidikan,
Rekreasi
dan Olah
Raga
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas dan
Bahan
Bakar
Sandang
Transpor,
Komunikasi
dan Jasa
Keuangan
Total
Banda Aceh 10,40 2,72 5,29 3,06 0,41 5,57 -3,58 3,17
Lhokseumawe 12,54 4,35 3,87 0,87 1,34 4,51 -2,81 4,79
Meulaboh 9,22 1,43 5,39 2,55 0,55 2,39 -4,17 3,81
Aceh 10,89 3,04 4,89 2,36 0,71 4,83 (3,45) 3,73
Sumber: BPS Provinsi Aceh, Diolah
C. PERBANKAN (BERDASARKAN LOKASI BANK)
Indikator Umum
Indikator
2014 2015
2016
I II III IV I II III IV I II III
Total Aset (Rp Miliar)
37.641 41.770 44.760 42.211 41.275 45.798 48.709 43.494 45.767 46.756 43.659
Pertumbuhan (yoy)% 2,58 6,68 7,88 10,75 9,66 9,64 8,82 3,04 10,88 2,09 -10,37
Pertumbuhan (mtm)% 1,83 2,59 2,62 (2,94) 4,46 1,09 13,36 (9,51) 4,31 -8,98 -10,66
DPK (Rp Miliar) 23.234 26.236 28.124 26.694 27.846 31.426 34.621 31.054 31.651 33.271 33.414
Pertumbuhan (yoy)% 6,64 10,53 7,59 10,02 19,85 19,78 23,10 16,34 13,66 5,87 -3,49
Pertumbuhan (mtm)% (1,32) 1,49 2,96 (4,89) 5,59 3,20 15,15 (9,11) 3,09 -4,36 -3,88
Pembiayaan (Rp Miliar)
23.826 24.709 24.635 25.229 25.379 26.359 26.375 27.227 27.544 28.627 29.094
Pertumbuhan (yoy)% 10,72 8,72 4,48 7,14 6,52 6,68 7,06 7,92 8,53 8,60 10,31
Pertumbuhan (mtm)% 1,22 1,62 1,52 0,84 1,45 2,00 0,80 1,92 1,78 1,60 0,96
FDR % 102,55 94,18 87,60 94,51 91,14 83,88 76,18 87,68 87,03 86,04 87,07
NPL-gross % 4,78 4,97 4,97 4,36 4,62 4,38 4,30 3,64 3,84 3,72 3,48
NPL-Nominal 1.139 1.227 1.223 1.101 1.174 1.155 1.133 990 1.058 1.065 1.013
10 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Simpanan)
SIMPANAN
2014 2015
2016
I II III IV I II III IV I II III
Total (Rp Miliar) 23.234 26.236 28.124 26.694 27.846 31.426 34.621 31.054 31.651 33.271 33.414
Pertumbuhan (yoy) 6,64 10,53 7,59 10,02 19,85 19,78 23,1 16,34 13,66 5,87 -3,49
Giro (Rp Miliar) 6.682 8.081 9.476 5.547 7.007 9.076 11.124 6.106 7.300 7.276 7.912
Pertumbuhan (yoy)% -29,97 -26,39 -24,91 -19,22 4,86 12,32 17,4 10,07 4,2 -19,83 -28,88
Tabungan (Rp Miliar) 11.212 11.260 11.740 14.687 12.570 12.648 13.655 17.024 14.561 15.652 15.730
Pertumbuhan (yoy)% 53,51 56,69 47,49 13,14 12,11 12,33 16,31 15,91 15,84 23,75 15,20
Deposito (Rp Miliar) 5.341 6.895 6.908 6.459 8.270 9.702 9.842 7.924 9.789 10.343 9.772
Pertumbuhan (yoy)% 8,04 23,77 24,22 46,32 54,86 40,71 42,47 22,69 18,37 6,61 -0,72
Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan
PINJAMAN
2014 2015
2016
I II III IV I II III IV I II III
Total Pembiayaan (Rp Miliar) 23.826 24.709 24.635 25.229 25.379 26.359 26.375 27.227 27.544 28.626 29.094
Pertumbuhan (yoy) % 10,72 8,72 4,48 7,14 6,52 6,68 7,06 7,92 8,53 8,6 10,31
Modal Kerja (Rp Miliar) 7.872 8.084 7.806 7.884 7.418 7.803 7.646 8.048 7.970 8.451 8.577
Pertumbuhan (yoy)% 0,2 0 -6,95 -1,97 -5,77 -3,48 -2,04 2,08 7,44 8,31 12,18
Investasi (Rp Miliar) 2.271 2.359 2.337 2.494 2.676 2.907 2.907 3.102 3.241 3.431 3.678
Pertumbuhan (yoy)% 74,27 19,50 13,14 17,52 17,86 23,22 24,41 24,39 21,12 18,01 26,53
Konsumsi (Rp Miliar) 13.683 14.265 14.493 14.851 15.284 15.649 15.822 16.077 16.333 16.744 16.838
Pertumbuhan (yoy)% 10,71 10,81 10,43 10,97 11,70 9,70 9,17 8,26 6,86 7,00 6,60
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Indikator (Rp Miliar)
2014 2015
2016
I II III IV I II III IV I II III
Pembiayaan Per Sektor 23.826 24.709 24.635 25.229 25.379 26.359 26.375 27.227 27.544 28.626 29.094
Pertanian 1.058 1.184 1.299 1.480 1.648 1.911 1.899 2.052 2.127 2.216 2.279
Pertambangan 35 33 34 31 29 39 34 37 36 34 33
Industri Pengolahan 1.802 1.825 1.279 1.292 1.277 1.279 1.268 1.384 1.473 1.483 1.753
Listrik Gas dan Air 100 104 100 119 109 102 96 193 185 194 188
Konstruksi 446 515 616 744 646 823 862 905 742 788 775
Perdagangan 4.916 5.172 5.441 5.694 5.490 5.659 5.551 5.745 5.791 6.113 6.101
Pengangkutan 65 84 92 98 94 95 97 104 121 128 137
Jasa Dunia Usaha 659 372 239 240 228 215 196 201 217 256 306
Jasa Sosial Masy. 859 769 856 509 528 536 505 492 486 648 665
Lainnya 13.886 14.649 14.679 15.023 15.329 15.701 15.866 16.115 16.366 16.767 16.855
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (diolah)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 11
C. SISTEM PEMBAYARAN
Indikator
(Rp Miliar)
2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III
Transaksi Kliring
Nominal Transaksi
(Rp Miliar)
660,56 1.135,86 1.099,19 1.199,15 1.431,67 1.060,80 1.914,00 3.478,61 4.080,96 4.620,56 3.565,46
Volume
Transaksi 19.395 42.009 37.519 44.839 50.937 30.809 56.237 77.688 73.218 91.770 84.306
Transaksi Kas (Rp Miliar)
Inflow 1.335,17 588,25 1.857,12 1.339,90 923,14 918,31 1.652,70 606,80 1.623,98 967,77 2.224,22
Outflow 1.258,10 2.136,43 2.390,58 2.302,82 1.046,70 2.701,37 2.900,90 2.987,52 1.210,53 4.390,12 2.373,45
Netflow 77,07 -1.548,18 -533,46 -962,92 -123,56 -1.783,07 -1.248,20 -2.380,72 413,45 -3.422,35 -149,23
12 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 13
RINGKASAN EKSEKUTIF
GAMBARAN UMUM
Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan III tahun 2016
mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Namun
demikian, tingkat pertumbuhan tersebut masih tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan perekonomian triwulan III-2015 yang mengalami kontraksi. Secara
sektoral, penurunan pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut bersumber dari
menurunnya kinerja di sektor-sektor utama Aceh, yakni sektor pertanian,
perdagangan, administrasi pemerintahan. Dari sisi permintaan, komponen yang
mengalami penurunan adalah komponen konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Namun demikian, dari sisi penawaran adanya peningkatan kinerja
pada sektor konstruksi mampu menahan laju penurunan pertumbuhan ekonomi
Aceh. Peningkatan pada beberapa komponen dari sisi permintaan seperti investasi
(PMTB) menjadi salah satu faktor yang dapat menahan penurunan kinerja ekonomi
pada triwulan laporan.
Kinerja pendapatan Aceh pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan
dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Senada dengan kinerja
pendapatan, kinerja realisasi belanja Provinsi Aceh pada triwulan laporan tercatat
meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya.
Tekanan inflasi Aceh pada triwulan III-2016 mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya maupun dengan rata-rata inflasi yoy pada triwulan III
dalam tiga tahun terakhir. Namun demikian, tingkat inflasi pada triwulan laporan
lebih tinggi daripada inflasi yoy triwulan II-2016. Kelompok bahan makanan
merupakan kelompok yang paling dominan berpengaruh atas meningkatnya angka
inflasi Aceh pada triwulan-III 2016. Namun, deflasi pada kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan serta rendahnya inflasi pada kelompok Perumahan,
air, listrik, gas, dan bahan bakar turut meredam laju inflasi Aceh di triwulan
laporan, sehingga masih berada dalam target inflasi nasional 4±1%
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan III 2016,
sektor korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan
sektor pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Kualitas kredit
yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi di Aceh berada di level yang perlu
untuk mendapat perhatian lebih khusus atau kurang baik. Hal ini tercermin dari
indikator Non Performing Loans (NPL) kredit berdasarkan lokasi proyek pada sektor
korporasi di Aceh yang berada di atas level aman 5%. Walaupun aktivitas konsumsi
cenderung melambat di triwulan III-2016, kualitas kredit yang disalurkan oleh
perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini
tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB
maupun multiguna di level yang berada jauh dibawah critical point 5%.
Menjelang perayaan hari raya Idul Adha 1437 H. Aliran uang kartal melalui Bank
Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau
cenderung keluar dari Bank Indonesia dan menuju perbankan maupun masyarakat.
Namun demikian, aliran uang kartal menunjukkan adanya penurunan net outflow
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan sistem pembayaran non tunai yang
14 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi
volume maupun nominal. Penurunan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut
terjadi karena pada triwulan II-2016 terdapat transfer gaji ke-14 bagi para pegawai
negeri sipil yang tidak terjadi di triwulan III-2016.
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Aceh hingga bulan Agustus 2016
cenderung meningkat dibanding bulan Agustus 2015. Tingkat Kemiskinan di
Provinsi Aceh berdasarkan data terakhir bulan Maret 2016 menurun dibandingkan
dengan kondisi kemiskinan pada bulan Maret 2015. Menurunnya tingkat kemiskinan
di Aceh tersebut diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat kemiskinan di daerah
pedesaan.
Perekonomian Aceh sepanjang tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat. Dari
sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan tumbuh terbatas akibat peningkatan
harga komoditas dunia, namun tertahan oleh produksi komoditas unggulan yang
melambat. Sementara itu sektor pertambangan dan industri pengolahan
diperkirakan masih mengalami kontraksi. Dari sisi permintaan, peningkatan
konsumsi diperkirakan memberikan andil utama dalam pertumbuhan namun defisit
neraca perdagangan daerah Aceh masih menjadi penghambat. Seiring dengan
realisasi proyek pemerintah dan pilkada serentak, pada triwulan I-2017,
perekonomian Aceh diperkirakan akan tumbuh meningkat dibandingkan tahun
2016. Dari sisi inflasi, pada akhir tahun 2016 inflasi Aceh diperkirakan masih
berada dibawah target inflasi nasional +4% (yoy). Namun demikian tekanan dari
inflasi kelompok volatile food masih terjadi akibat dampak cuaca buruk. Seiring
dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, pada triwulan I-2017 inflasi Aceh juga
diperkirakan akan meningkat seiring dengan risiko pencabutan subsidi listrik
golongan 900 Va per Januari 2017.
Pertumbuhan Ekonomi Aceh pada
triwulan III-2016 tercatat sebesar
2,22%(yoy) mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Kinerja ekonomi Aceh pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 2,22% (yoy),
lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
sebelumnya sebesar 3,31%. Pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas juga tercatat
mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekonomi
tanpa Migas Aceh tumbuh sebesar 3,31%(yoy) atau turun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,24% secara tahunan. Pencapaian
pertumbuhan ekonomi tanpa migas tersebut juga tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama di tahun 2015 yang tumbuh sebesar 4,24%(yoy)
Secara sektoral, penurunan pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut bersumber dari
menurunnya kinerja di sektor-sektor utama Aceh, yakni sektor pertanian,
perdagangan, administrasi pemerintahan. Sektor pertanian mengalami penurunan
pertumbuhan baik dibandingkan dengan tahun maupun triwulan sebelumnya. Pada
triwulan II-2016, tercacat pertumbuhan sektor terbesar di Aceh tersebut tumbuh
sebesar 2,42%(yoy), turun dari periode triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
4,28%(yoy). Namun demikian, penurunan di sektor-sektor tersebut dapat tertahan
oleh pertumbuhan dari sektor konstruksi serta menurunnya kedalaman kontraksi
sektor pertambangan dan industri pengolahan. Sektor konstruksi pada triwulan
laporan tercatat mengalami pertumbuhan yang positif pada level 16,10%(yoy), naik
dibandingkan dengan posisi yang sama di tahun sebelumnya yang terkontraksi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 15
sebesar 0,02%(yoy).
Dari sisi permintaan, adanya penurunan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan disebabkan oleh adanya penurunan di hampir semua komponen-komponen
utama permintaan. Penurunan tersebut termasuk pada komponen konsumsi rumah
tangga dan konsumsi pemerintah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Ketiga komponen tersebut merupakan komponen-komponen terbesar yang
menyusun perekonomian Aceh di sisi permintaan. Secara tahunan, komponen
pembentukan modal tetap bruto mengalami pertumbuhan sebesar 11,79%(yoy),
konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar 13,25%(yoy), konsumsi LNRT
mengalami pertumbuhan sebesar 9,46%(yoy), sedangkan komponen konsumsi
rumah tangga tumbuh sebesar 2,52%(yoy).
Realisasi pendapatan dan realisasi belanja
Provinsi Aceh pada triwulan III-2016
secara umum mengalami peningkatan
dibandingkan realisasi pada periode yang sama
tahun sebelumnya.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Kinerja pendapatan pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan III 2016 laporan
tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi pada periode sama
tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan
III-2015 adalah sebesar 41,59% dari target pendapatan tahunan, sementara pada
triwulan III-2016 mencapai sebesar 72,9% dari target pendapatan tahunannya.
Hal ini senada dengan kinerja realisasi belanja pemerintah Provinsi Aceh yang pada
triwulan-III 2016 tercatat meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode
sama tahun sebelumnya. Persentase realisasi belanja yang dikelola oleh pemerintah
provinsi meningkat dari sebesar 65,14% pada triwulan III tahun lalu menjadi
68,33% pada tahun 2016.
Inflasi Aceh pada Triwulan III 2016
mengalami peningkatan sebagai imbas
menurunnya tekanan inflasi kelompok volatile
food
ASESMEN INFLASI DAERAH
Secara tahunan, laju inflasi Provinsi Aceh pada triwulan III 2016 mencapai 3,73%
(yoy), menurun dibandingkan triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar 4,19% (yoy) (Grafik 2.7). Namun demikian, Inflasi tahunan Aceh
pada triwulan III 2016 lebih tinggi daripada inflasi nasional yang tercatat sebesar
3,07% (yoy). Sejalan dengan inflasi bulanan dan triwulanan, tekanan inflasi pada
periode ini didorong oleh kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, serta kelompok sandang
Di sisi lain, sebagai penahan laju inflasi tahunan di bulan Juni 2016, terdapat deflasi
untuk kelompok, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Deflasi ini terjadi
terutama disebabkan adanya penyesuaian atau penurunan tarif angkutan dan
pengiriman barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga
bahan bakar bensin dan solar per tanggal 1 April 2016.
Berdasarkan disagregasinya, laju inflasi Aceh pada triwulan III-2016 untuk
komoditas Core dan Volatile Food secara year on year masing-masing tercatat
mengalami inflasi sebesar 2,44% (yoy) dan 12,24% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masing-masing mengalami inflasi
sebesar 2,12% (yoy) dan 6,20% (yoy). Sedangkan untuk kelompok Administered
Prices tercatat mengalami deflasi sebesar 1,30% (yoy) di triwulan laporan,
meningkat dibandingkan dengan deflasi kelompok administred price di triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 1,70%
Menurut kontribusinya tekanan inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok volatile
food. Komoditas pada kelompok ini yang memberikan andil inflasi tinggi antara lain
16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
Cabai Merah, Beras, Ikan Segar, dan Tongkol. Selain itu inflasi tahunan Aceh pada
triwulan laporan juga disumbang beberapa komoditas dari kelompok administered
price yaitu rokok kretek dan rokok kretek filter
Stabilitas Keuangan daerah di
Aceh masih menunjukan kerentanan sebagai imbas perlambatan
perekonomian.
ASESMEN PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN, DAN SISTEM
PEMBAYARAN
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan III 2016,
sektor korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan
sektor pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Dari sisi
pembiayaan, terlihat perbaikan pertumbuhan jumlah pembiayaan sektor korporasi
oleh perbankan pada triwulan-III 2016. Walaupun mengalami perbaikan dari sisi
pertumbuhan pembiayaan, kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor
Korporasi di Aceh masih berada di level yang perlu untuk mendapat perhatian lebih
khusus atau kurang baik. Hal ini tercermin dari indikator Non Performing Loans
(NPL) kredit pada sektor Korporasi di Aceh yang berada di atas level aman 5%.
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami perlambatan pada triwulan
III-2016. Penurunan tersebut juga terkonfirmasi dari Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) di triwulan III-2016 masing-masing
sebesar 121,44 dan 144,0, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yaitu
masing-masing sebesar 121,9 dan 115,2. Namun demikian Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK) yang tercatat sebesar 128,89, lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 128,7 yang menunjukkan bahwa optimisme konsumen
terhadap situasi perekonomian di tahun 2016 masih terjaga. Penurunan tingkat
pengangguran di Aceh hingga mencapai level 7,57% pada bulan Agustus 2016 dari
9,93% pada periode yang sama sebelumnya juga dinilai dapat menjadi indikasi
peningkatan stabilitas keuangan rumah tangga perorangan di Aceh. Kualitas kredit
yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup
baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit
berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada jauh dibawah critical
point 5%.
Aliran uang kartal menunjukkan
adanya net outflow. Aktivitas
kliring menunjukan penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari
sisi volume maupun nominal
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Seiring dengan momen Idul Adha 1437H, Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia
di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau
cenderung keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat. Posisi netflow
mengalami pertumbuhan negatif sebesar 95,6% (qtq). Kondisi netflow ini lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami outflow sebesar Rp3,42
miliar menjadi outflow sebesar Rp149,23 milyar pada triwulan laporan.
Pertumbuhan tahunan netflow mencatat peningkatan outflow sebesar 12% (yoy),
menurun signifikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
tumbuh sebesar 191,9%.
Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia
melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal. Secara
triwulanan, pada triwulan III-2016 penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI
tercatat sebesar 84.306 Data Keuangan Elektronik (DKE) atau menurun sebesar
8,13% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 91.770 DKE. Nilai
transaksi yang diproses melalui SKNBI sebesar Rp3,56 triliun atau menurun
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 17
22,83% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp4,62 triliun. Penurunan
aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut terjadi karena pada triwulan II-2016
terdapat transfer gaji ke-14 bagi para pegawai negeri sipil yang tidak terjadi di
triwulan III-2016.
Tingkat pengangguran Aceh per Agustus 2016 menurun senada dengan tingkat kemiskinan per Maret
2016 yang juga menurun.
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Hingga bulan Agustus 2016 jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh mencapai
2.258 juta orang, atau meningkat sebanyak 75 ribu orang dari jumlah angkatan
kerja di bulan Agustus 2015 sebanyak 2.183 juta orang. Namun demikian,
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh pada Agustus 2016
mencapai 7,57%, lebih rendah dibandingkan TPT bulan Agustus 2015 sebesar
9,93%. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan jumlah angkatan kerja selama
periode tahun 2015 hingga tahun 2016 masih dapat diserap oleh pasar tenaga
kerja terkait dengan peningkatan berbagai aktivitas ekonomi dan proyek di
Aceh.
Sampai dengan periode bulan Maret 2016, tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh
mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Maret 2015. Jumlah penduduk
miskin di Aceh pada bulan Maret 2016 mencapai 848 ribu jiwa (16,73%) atau
menurun sebanyak 3 ribu orang jika dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang
mencapai 852 ribu orang (17,08%).
Perekonomian dan Inflasi Aceh tahun
2016 dan triwulan I-2017 diperkirakan
mengalami peningkatan.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Aceh pada triwulan IV-2016 diperkirakan akan tumbuh antara 2,26%
dan 3,26% dan secara keseluruhan tahun 2016 diperkirakan mengalami
pertumbuhan antara 2,4% dan 3,4%. Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada
triwulan-IV 2016 diperkirakan akan berasal dari pengeluaran konsumsi rumah
tangga dan investasi seiring dengan peningkatan konsumsi menjelang persiapan
pilkada serentak 2017 serta realisasi belanja proyek pemerintah. Sementara itu,
dari sisi penawaran sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan masih
menjadi sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi Aceh di tengah risiko
penurunan harga komoditas dunia. Pada triwulan I-2017, perekonomian Aceh
diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,69-4,69%, peningkatan konsumsi masyarakat
saat pilkada serentak 2017 diperkirakan menjadi pemicu utama pertumbuhan
ekonomi Aceh periode ini.
Pada akhir tahun 2016, inflasi Aceh diperkirakan akan meningkat pada kisaran
2,96% - 3,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi Aceh pada triwulan IV-2015
sebesar 1,53%. Penyesuaian harga BBM pada bulan April 2016 terkait
perkembangan harga minyak dunia yang cenderung menurun telah mengurangi
tekanan inflasi.Namun demikian, risiko cuaca buruk di akhir tahun dan kurangnya
pasokan cabai menjadi issue yang harus dimitigasi. Pada triwulan I-2017 inflasi
Aceh diperkirakan akan berkisar antara 3,16% - 4,16% sebagai dampak
pencabutan subsidi listrik golongan 900Va per Januari 2017.
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 19
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Perekonomian Aceh dengan migas pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar
2,22% (yoy) atau mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
3,01% (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang sebelumnya tumbuh sebesar
3,54%). Di samping itu, pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas pada triwulan laporan
juga tercatat menurun dari 4,95% (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang
sebelumnya tumbuh sebesar 4,75%) menjadi sebesar 3,31% (yoy) pada bulan laporan.
Adanya penurunan kinerja ekonomi pada triwulan laporan didorong oleh adanya
penurunan pertumbuhan di dua sektor utama di Aceh, yakni sektor pertanian,
perdagangan, dan administrasi pemerintahan. Namun demikian, penurunan tersebut
dapat tertahan oleh sektor konstruksi yang kembali menjadi penyumbang pertumbuhan
terbesar, yaitu 1,66%, kemudian diikuti oleh sektor Administrasi Pemerintahan
kontribusi pertumbuhan sebesar 0,60%.
Sementara itu, dari sisi permintaan, sumber pertumbuhan ekonomi Aceh berasal dari
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan kontribusi sebesar 3,93%, Konsumsi
Rumah Tangga 1,43%, serta net ekspor 0,20%. Pertumbuhan terbesar berasal dari
Komponen pada PMTB sebagai akibat dari naiknya investasi proyek pembangunan
multiyears yang dilakukan pemerintah daerah Provinsi Aceh.
1.1. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DARI SISI PENAWARAN
Pada triwulan III-2016 struktur ekonomi
Aceh relatif tidak berubah dibandingkan
tahun struktur ekonomi tahun sebelumnya.
Struktur perekonomian Aceh pada
triwulan-III 2016 masih didominasi oleh
sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan dengan proporsi sebesar
27,85%. Kondisi yang sama juga masih
terjadi di sektor perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil sepeda motor yang
masih berada pada posisi kedua dengan
share terhadap ekonomi Aceh sebesar
15,59%. Sementara itu, sektor terbesar
ketiga dalam struktur ekonomi Aceh
ditempati oleh sektor konstruksi dengan
proporsi sebesar 10,31% (Grafik 1.1).
Grafik 1. 1. Struktur Ekonomi Aceh Sisi Penawaran
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 20
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Kondisi perekonomian Aceh pada triwulan III-2016 sedikit mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekonomi Aceh pada triwulan laporan tercatat tumbuh
sebesar 2,22% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya
sebesar 3,31% (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,54%).
Pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas juga tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Kinerja ekonomi tanpa Migas Aceh tumbuh sebesar 3,31%(yoy) atau turun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,24% secara tahunan (Angka tersebut merupakan koreksi data dari BPS
yang sebelumnya tumbuh sebesar 4,75%(yoy)) . Pencapaian pertumbuhan ekonomi tanpa migas tersebut juga
tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2015 yang tumbuh sebesar 4,24%(yoy)
(Grafik 1.2).
Secara sektoral, penurunan pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut bersumber dari menurunnya
kinerja di sektor-sektor utama Aceh, yakni sektor pertanian, perdagangan, administrasi
pemerintahan. Sektor pertanian mengalami penurunan pertumbuhan baik dibandingkan dengan tahun
maupun triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2016, tercacat pertumbuhan sektor terbesar di Aceh tersebut
tumbuh sebesar 2,42%(yoy), turun dari periode triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,28%(yoy).
Penurunan di sektor pertanian ini terjadi seiring dengan menurunnya penjualan komoditas pangan, khususnya
padi akibat gagal panen yang disebabkan oleh banjir serta masih tingginya gelombang laut yang menyebabkan
produksi di subsektor perikanan mengalami penurunan. Serangan hama pada tanaman perkebunan juga ikut
menjadi salah satu faktor menurunnya produksi hasil pertanian pada triwulan laporan. Sektor perdagangan
pada triwulan laporan juga ikut mengalami penurunan seiring dengan menurunnya tingkat penjualan di
subsektor perdagangan mobil dan kendaraan. Sementara itu, penurunan yang terjadi pada sektor administrasi
pemerintahan seiring dengan kembali menurunnya pendapatan dan aktivitas para pegawai negeri sipil pasca
disalurkannya gaji ke-13 dan 14 pada triwulan sebelumnya.
Namun demikian, penurunan di sektor-sektor tersebut dapat tertahan oleh pertumbuhan dari sektor konstruksi
serta menurunnya kedalaman kontraksi sektor pertambangan dan industri pengolahan. Sektor konstruksi pada
triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan yang positif pada level 16,10%(yoy), naik dibandingkan
dengan posisi yang sama di tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,02%(yoy).
Di sisi lain, adanya penurunan kedalaman kontraksi sektor pertambangan dan industri pengolahan mampu
menahan penurunan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi Aceh sehingga tidak turun terlalu dalam. Sektor
Tabel 1. 1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Provinsi Aceh
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 21
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
pertambangan terkontraksi pada level 14,16%(yoy), lebih baik jika dibandingkan dengan kontraksi pada
periode yang sama di tahun sebelumnya yang sebesar 25,70%(yoy). Di sisi lain, sektor industri pengolahan di
Aceh yang terkait erat dengan kegiatan pertambangan di Aceh juga ikut mengalami perbaikan kontraksi dari
yang sebelumnya terkontraksi sebesar 16,64%(yoy) menjadi terkontraksi 2,38%(yoy). Perbaikan kinerja di
sektor pertambangan dan penggalian ini terjadi dikarenakan adanya peningkatan produksi gas dan batubara di
triwulan laporan seiring dengan mulai membaiknya harga komoditas gas dan batu bara1. (Tabel 1.1).
Di samping pertumbuhannya yang terus memperlihatkan kinerja yang positif, sektor konstruksi pada triwulan
laporan juga kembali menjadi sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi
Aceh. Kontribusi sektor ini tercatat sebesar 1,66%, lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi share sektor
paling besar di Aceh, yakni sektor pertanian yang tercatat memberikan andil sebesar 0,57%. Peningkatan di
sektor konstruksi Aceh didorong oleh realisasi berbagai kegiatan pembangunan multiyears utama tahun ini,
antara lain renovasi Masjid Baiturrahman, fly over di Simpang Surabaya, dan Jembatan Lamnyong di
Darussalam.
Sementara itu, sektor administrasi pemerintahan memberikan kontribusi sebesar 0,60% atau turun
dibandingkan dengan tahun dan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut seiring dengan adanya penurunan
daya beli dan konsumsi masyarakat pasca realisasi gaji ke-13 dan 14 yang sama-sama terjadi pada triwulan
sebelumnya. Sementara itu, sektor-sektor lain tercatat memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi
Aceh di bawah angka 0,40% antara lain sektor jasa keuangan 0,37%, sektor Real Estate 0,25%, sektor jasa
lainnya 0,12%, dan sektor jasa akomodasi dan makan minum sebesar 0,10%.
Adapun sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan pada triwulan laporan masih
memberikan kontribusi negatif meskipun dengan kedalaman kontraksi yang lebih kecil seiring dengan adanya
peningkatan kembali aktivitas produksi gas dan batu bara2 dibandingkan dengan tahun dan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan ini sektor pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi sebesar -0,96%,
sedangkan dari sisi industri pengolahan memberikan kontribusi negatif terhadap ekonomi Aceh sebesar -0,13%
(Grafik 1.3).
1 Rilis PDRB Provinsi Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2Rilis PDRB Provinsi Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh
Grafik 1. 2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aceh
Grafik 1. 3. Kontribusi Pertumbuhan Sektor-Sektor
Ekonomi Aceh (yoy(%)
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
-1,93 -2,09
-0,29
1,42
3,65
3,01
2,22
3,763,32
4,24
5,01
3,95
4,95
3,31
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
23,0
24,0
25,0
26,0
27,0
28,0
29,0
30,0
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp Triliun
PDRB PDRB Non Migas
YoY YoY
0,57
-0,96
-0,13
0,010,00
1,66
0,00
-0,14
0,100,070,370,250,06
0,60
0,070,080,12
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
Pertan
ian, K
ehu
tanan
, &…
Pertam
ban
gan &
Pen
ggalian
Ind
ustri Pen
golah
an
Pen
gadaan
Listrik, Gas
Pen
gadaan
Air
Ko
nstru
ksi
Perd
agangan
Besar &
Eceran,…
Transp
ortasi &
Pergu
dan
gan
Pen
yediaan
Akom
od
asi &…
Info
rmasi &
Ko
mu
nikasi
Jasa Keu
angan
Real Estate
Jasa Perusah
aan
Ad
min
istrasi Pem
erintah
an,…
Jasa Pend
idikan
Jasa Keseh
atan &
Kegiatan
…
Jasa lainn
ya
Persen(%)
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 22
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Perekonomian Aceh pada triwulan IV-2016 diperkirakan akan mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan laporan. Peningkatan dari sisi permintaan diperkirakan akan bersumber
dari komponen konsumsi pemerintah yang mengalami peningkatan seiring dengan realisasi anggaran
pemerintah yang masih sebesar 64% sampai dengan triwulan laporan. Sisa anggaran sebanyak 36% tersebut
diperkirakan mampu untuk membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Aceh dari sisi permintaan. Di
samping itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan IV-2016 diperkirakan akan mengalami
peningkatan seiring dengan masih berlangsungnya kegiatan pembangunan infrastruktur, khususnya di kota
Banda Aceh hingga akhir tahun 2016 mendatang. Hasil Survei Konsumen KpwBI Provinsi Aceh sampai dengan
bulan Oktober dan November juga mengindikasikan adanya peningkatan optimisme masyarakat terhadap
kondisi perekonomian Aceh sehingga diperkirakan konsumsi masyarakat juga akan mengalami peningkatan.
Dari sisi penawaran, sektor konstruksi, pertanian, perdagangan, dan administrasi pemerintahan diperkirakan
masih akan menjadi lokomotif pendorong pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV-2016. Berbagai
realisasi proyek pembangunan infrastruktur yang masih berlangsung hingga akhir tahun diperkirakan akan
mengalami eskalasi yang lebih meningkat dibandingkan dengan triwulan laporan seiring dengan realisasi
anggaran pemerintah. Sektor perdagangan pada triwulan IV-2016 mendatang diperkirakan akan mengikuti
siklus tahunannya di mana volume perdagangan akan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan
berbagai program akhir tahun dan cuci gudang yang biasanya dilakukan oleh para pedagang grosir dan eceran.
Sementara itu, faktor realisasi APBA di Provinsi Aceh diperkirakan akan membantu meningkatkan berbagai
transaksi yang dilakukan pada sektor jasa pemerintahan yang merupakan sektor terbesar keempat di Aceh. Di
sisi lain, sektor pertanian selaku sektor paling besar di Aceh juga diperkirakan akan mengikuti tren kenaikan
akhir tahun seiring dengan adanya kegiatan panen raya di beberapa sentra padi di Aceh, khususnya di
kabupaten Bireun dan Aceh Utara. Namun demikian, risiko yang berpotensi mengganggu pertumbuhan di
sektor ini masih terbilang cukup besar seiring dengan masih tingginya intensitas hujan di beberapa daerah di
Aceh. Risiko tersebut berpotensi untuk mengganggu potensi produksi di subsektor perikanan, bahan pangan,
dan hasil perkebunan.
SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN
Pada triwulan III-2016, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih menjadi sektor terbesar
di dalam struktur ekonomi Aceh dengan proporsi sebesar 27,85% atau bernilai Rp8,19 Triliun. Pada
triwulan laporan tercatat sektor pertanian mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi triwulan
sebelumnya. Tren penurunan pertumbuhan sektor pertanian ini telah terjadi sejak triwulan IV-2015. Pada
triwulan laporan, sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 2,05%(yoy), turun dibandingkan dengan periode
yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 4,52%(yoy) serta triwulan sebelumnya yang sebesar
2,91%(yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh adanya penurunan produksi dari komoditas hasil pangan
dan perikanan serta beberapa di komoditas perkebunan. Penurunan di sektor bahan pangan, khususnya terjadi
pada produksi padi terjadi seiring dengan masih banyaknya gagal panen atau puso akibat banjir di sebagian
besar sentra padi di Aceh, termasuk di Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Barat, dan Aceh Besar. Kondisi hujan
yang masih memiliki intensitas tinggi tersebut juga ikut mempengaruhi penurunan produksi komoditas kopi di
Aceh yang menghambat pembentukan bunga dan buah kopi. Serangan hama penggerek yang menyerang
ratusan hektar perkebunan kakao di Aceh Utara dan Pidie juga ikut berperan dalam penurunan kinerja di
sektor ini. Sementara itu, ketinggian gelombang di perairan laut Aceh yang rata-rata berada pada level
moderate dan high juga ikut mempengaruhi jumlah tangkapan ikan seiring dengan sedikitnya para nelayan
yang mau untuk pergi melaut akibat tingginya risiko yang dapat terjadi selama melaut (Grafik 1.4).
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 23
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
1,38
0,59
1,26
2,16
1,20
0,800,57
0,27
0,27
0,27
0,28
0,28
0,28
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
I II III IV I II III
2015 2016
%% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
19% 19% 19% 20% 19% 19% 19%
27% 26% 26% 26% 27% 26% 26%
18% 18% 18% 17% 17% 18% 18%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Average
Pangan Hortikultura Perkebunan
Peternakan Jasa Pertanian Kehutanan
Perikanan
Pada triwulan III-2016, kontribusi pertumbuhan sektor pertanian terhadap ekonomi Aceh tercatat sebesar
0,57%. Angka tersebut merupakan angka pertumbuhan kontribusi terbesar ketiga setelah sektor konstruksi
dan sektor administrasi pemerintahan yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 1,66% dan 0,60%
(Grafik 1.5). Angka kontribusi tersebut tercatat mengalami penurunan baik dibandingkan dengan periode
triwulan sebelumnya maupun dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Data pada tahun 2015 yang dirilis oleh BPS
menunjukkan pangsa terbesar sektor pertanian Aceh
pada triwulan laporan masih berasal dari subsektor
tanaman perkebunan (26%). Adapun subsektor
tanaman pangan berada pada urutan kedua dengan
pangsa sebesar 19%. Sementara itu, subsektor
perikanan berada pada posisi ketiga dengan jumlah
share sebesar 18%. Sejak tahun 2010, angka share
ekonomi di sektor pertanian tersebut terpantau tidak
terlalu mengalami banyak perubahan dengan dominasi
subsektor perkebunan (Grafik 1.6).
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Aceh pada triwulan menunjukkan adanya tendensi penurunan kinerja
sektor pertanian pada triwulan-IV 2016 (Grafik 1.8).Dari sisi pembiayaan di sektor pertanian, pertumbuhan
kredit yang disalurkan pada sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat mengalami telah mulai mengalami
peningkatan setelah sejak triwulan IV-2013terjadi tren penurunan penyaluran kredit di sektor ini. Jumlah
kredit ke sektor pertanian pada triwulan laporan tumbuh 20,01%(yoy), sedikit naik jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 15,98% (Grafik 1.7). Sementara itu, tingkat Non Performing Loan (NPL)
sektor pertanian yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,47%, turun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,71%.
Grafik 1. 4. Pertumbuhan Sektor Pertanian
Grafik 1. 5. Pangsa dan Kontribusi Sektor Pertanian
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 6. Pangsa Subsektor Pertanian
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
7,587,66
8,02
7,877,91 7,88
8,19
5,00
2,13
4,52
7,87
4,30
2,912,05
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
7,25
7,50
7,75
8,00
8,25
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp Triliun
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
YoY
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 24
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2016 diperkirakan akan mengalami peningkatan namun
dalam skala yang terbatas seiring dengan kondisi cuaca yang masih belum terlalu mendukung.
Adanya potensi peningkatan itu khususnya dapat terlihat dari rencana panen di subsektor bahan pangan,
khususnya padi di berapa kabupaten sentra padi di Aceh. Panen tersebut diperkirakan mampu menambah
kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi di subsektor pertanian. Namun demikian, dengan masih tingginya
curah hujan di Aceh hingga pertengahan triwulan IV-2016 membuat risiko pertumbuhan ekonomi dari sektor
ini hanya tumbuh di bawah pertumbuhan potensialnya. Panen kopi akhir tahun yang sempat terganggu akibat
intensitas hujan juga diperkirakan akan kembali membaik. Adanya hama tanaman kakao pada triwulan III-
2016 diperkirakan akan berkurang pada triwulan IV-2016 seiring dengan intensifnya berbagai kegiatan
antisipasi serta pembasmian hama tersebut sejak melalui metode rehabilitasi Kakao dan metode pemulihan
dan peremajaan kakao dalam jaringan sel (fisiology rejuvenation) yang merupakan hasil kerjasama antara
Forum Kakao Aceh, Pemerintah, dan para petani kakao pada awal triwulan IV-2016. Dengan usaha tersebut,
diharapkan produksi kakao dapat kembali meningkat pada triwulan IV-2016. Namun demikian, kondisi cuaca
dan gelombang tinggi masih berpotensi untuk menurunkan potensi pertumbuhan sektor pertanian dari
subsektor perikanan.
SEKTOR PERDAGANGAN BESAR, ECERAN, REPARASI MOBIL & SEPEDA MOTOR
Sektor perdagangan sebagai sektor kedua terbesar di Aceh pada triwulan laporan tercatat masih
berada dalam level pertumbuhan yang positif meskipun mengalami sedikit penurunan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2016 sektor perdagangan mengalami pertumbuhan sebesar
1,53%(yoy), sedikit menurun dibandingkan dengan kinerja pertumbuhan pada triwulan yang sama di tahun
sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,29%(yoy). Capaian pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan juga
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
1,64%(yoy) (Grafik 1.9). Penurunan di sisi perdagangan ini dipengaruhi oleh penurunan penjualan di subsektor
perdagangan mobil dan kendaraan seiring dengan kondisi daya beli masyarakat yang mengalami penurunan.
Di samping itu, pasca realisasi gaji ke-13 dan 14 PNS di Aceh pada triwulan sebelumnya membuat terjadinya
penurunan transaksi perdagangan dan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan. Dari sisi kontribusinya
terhadap perekonomian Aceh, sektor perdagangan memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 0,00% atau
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi sebesar 0,31%(Grafik 1.10).
Grafik 1. 7. Perkembangan Kredit Sektor Pertanian
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum
Grafik 1. 8. Realisasi Ekonomi Sektor Pertanian
Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
0,00%
25,00%
50,00%
75,00%
100,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Rp triliunKredit Pertanian
Growth (yoy)]
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
0,00%
4,00%
8,00%
12,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
PDRB Pertanian SKDU Pertanian
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 25
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
4,27
4,43
4,58
4,454,45
4,524,58
4,174,65
4,13
2,76
4,09
1,93
0,02 0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
4,1
4,2
4,3
4,4
4,5
4,6
4,7
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp TriliunPerdagangan Besar & Eceran, &
Reparasi Mobil & Sepeda MotorYoY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Rp triliunKredit Perdagangan Growth (yoy)]
Grafik 1. 9. Pertumbuhan Sektor Perdagangan
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 10. Pangsa dan Kontribusi Sektor
Perdagangan
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Momen penurunan sektor perdagangan tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) Bank Indonesia Provinsi Aceh yang menunjukkan terdapatnya penurunan pertumbuhan pada sektor
perdagangan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 1.12). Namun demikian, pertumbuhan kredit
yang disalurkan pada sektor perdagangan di triwulan laporan tercatat mengalami kenaikan. Tercatat
pertumbuhan kredit yang disalurkan hingga triwulan III-2016 pada sektor perdagangan sebesar 9,90%, naik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,00%. Hal tersebut menyiratkan akan adanya
potensi bagi kenaikan pertumbuhan sektor perdagangan di triwulan mendatang. Namun demikian, tingkat Non
Performing Loan (NPL) di sektor ini tercatat sebesar 9,14% atau masih berada di atas level aman NPL 5,00%
(Grafik 1.11).
Kinerja sektor perdagangan pada triwulan laporan diperkirakan akan mengalami peningkatan
seiring dengan adanya peningkatan volume transaksi jual beli menjelang akhir tahun 2016.
Peningkatan tersebut khususnya diperkirakan akan berasal dari subsektor perdagangan besar dan eceran yang
mengikuti siklus perdagangan di mana pada akhir tahun permintaan dan sirkulasi barang mengalami
peningkatan. Peningkatan tersebut diprediksikan berasal dari kegiatan cuci gudang dan diskon besar-besaran
yang dilakukan oleh para produsen barang-barang grosir dan eceran. Konsumsi rumah tangga juga
diperkirakan akan mengalami peningkatan sebagai akibat dari realisasi anggaran pemerintah yang semakin
besar pada triwulan akhir nanti sehingga permintaan akan barang-barang konsumsi diperkirakan akan
mengalami peningkatan. Hal tersebut juga didukung oleh hasil Survei Konsumen KPwBI Provinsi Aceh yang
memperlihatkan adanya peningkatan keyakinan dan optimisme konsumen yang terindikasi dari kenaikan IKK
(Indeks Keyakinan Konsumen dari 121,44 dan 141,42 pada bulan September dan Oktober menjadi 123,60
pada bulan November 2016.
Grafik 1. 11. Perkembangan Kredit PHR Grafik 1. 12. Realisasi Ekonomi Sektor PHR
-3,00%
-2,00%
-1,00%
0,00%
1,00%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
PDRB Perdagangan SKDU Perdagangan
0,650,74
0,66
0,43
0,31
0,00
15,25%
15,50%
15,75%
16,00%
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
I II III IV I II
2015 2016
%% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 26
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
-0,02-0,01
0,00
1,931,67 1,66 1,66
15,25%
15,50%
15,75%
16,00%
-1
0
1
1
2
2
3
I II III IV I II III
2015 2016
%% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
SEKTOR KONSTRUKSI
Pada triwulan III-2016, sektor konstruksi masih menjadi salah satu lokomotif utama pertumbuhan
ekonomi Aceh. Selain mencapai pertumbuhan paling tinggi kedua setelah sektor administrasi
pemerintahan, sektor konstruksi juga menjadi sektor dengan kontribusi terbesar terhadap
pertumbuhan ekonomi Aceh. Pada triwulan laporan, sektor ketiga terbesar di Aceh ini mampu mencatatkan
pertumbuhan sebesar 16,10%(yoy), naik dibandingkan dengan periode triwulan yang sama di tahun
sebelumnya yang pertumbuhannya terkontraksi sebesar 0,02%(yoy) (Grafik 1.13). Data penjualan semen
hingga bulan Oktober juga menunjukkan adanyaa peningkatan pertumbuhan konsumsi semen dari 0,08%(yoy)
pada triwulan III-2015 menjadi 0,13%(yoy) pada triwulan laporan.
Peningkatan pertumbuhan tersebut didukung oleh terealisasinya berbagai proyek multiyears, yaitu
pembangunan fly over Simpang Surabaya, Jembatan Lamnyong, serta renovasi dan pengembangan Masjid
Raya Baiturrahman. Ketiga proyek tersebut memberikan kontribusi cukup dominan terhadap pertumbuhan di
sektor ini. Sementara itu, pada triwulan laporan, sektor konstruksi menjadi sumber pertumbuhan utama pada
ekonomi Aceh pada triwulan laporan dengan kontribusi sebesar 1,66%, atau sama dengan dengan kontribusi
pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.14).
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum
Tren kinerja positif sektor konstruksi diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga triwulan IV-2016.
Peningkatan tersebut seiring dengan masih berlangsungnya kegiatan pembangunan infrastruktur utama di
Aceh hingga tahun 2017 mendatang. Di akhir tahun ini diperkirakan akselerasi pembangunan akan semakin
cepat seiring percepatan target tahap mediate hingga akhir tahun 2016 sebelum nanti memasuki tahap akhir
penyelesaian pembangunan infrastruktur pada tahun 2017. Berbagai proyek tersebut masih berupa kelanjutan
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Rp triliun
Kredit KonstruksiGrowth (yoy)]
Grafik 1. 13. Pertumbuhan Sektor Konstruksi Grafik 1. 14. Pangsa dan Kontribusi Sektor Konstruksi
Grafik 1. 15. Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
2,43 2,492,61
3,15 2,84 2,90 3,03
-0,20 -0,10 -0,02
17,55 16,73 16,42 16,10
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp Triliun Konstruksi YoY
Meskipun pertumbuhan sektor konstruksi cukup besar
dan terus mengalami peningkatan, yakni sebesar
16,10%(yoy), namun kondisi penyaluran kredit
perbankan kepada lapangan usaha ini masih terus
mengalami penurunan. Tren penurunan tersebut mulai
terjadi semenjak triwulan II tahun 2015. Adanya
penurunan kredit ini juga dapat mengindikasikan adanya
fenomena carryover di mana proyek konstruksi yang
terealisasi merupakan realisasi dari proyek-proyek yang
sudah dicanangkan pada triwulan-triwulan sebelumnya.
Pada triwulan III-2016, jumlah kredit konstruksi kembali
mengalami penurunan pertumbuhan dari -4,31% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi -10,04% (yoy) pada
triwulan laporan.
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 27
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
pembangunan fly over Simpang Surabaya, Jembatan Lamnyong, serta pembangunan dan renovasi masjid
Baiturrahman.
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
Tren kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian masih berlanjut hingga triwulan laporan.
Namun demikian, posisi pada triwulan laporan tercatat lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Kontraksi pada triwulan laporan tercatat menurun dengan kontraksi sebesar 14,16%(yoy), lebih
baik jika dibandingkan dengan kontraksi yang lebih dalam pada triwulan sebelumnya yang sebesar
29,98%(yoy). Angka tersebut juga tercatat lebih baik jika dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan
sebelumnya yang tercatat terkontraksi sebesar 25,70%(yoy) (Grafik 1.16). Adapun andil dari sektor ini
terhadap ekonomi Aceh sebesar -0,96%, lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang memberikan
andil sebesar -1,75% (Grafik 1.17).
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Adanya peningkatan produksi kembali pada komoditas gas dan batu bara di Aceh menjadi pemicu utama
adanya peningkatan di sektor ini. Peningkatan harga gas dan batu bara3 pada triwulan laporan menjadi salah
satu pemicu utama adanya peningkatan aktivitas produksi di sektor ini. Harga gas pada bulan triwulan laporan
tercatat sebesar 2,85 USD/MMBtu, naik dibandingkan dengan periode sebelumnya yang masih berada di
bawah 2,50 USD/MMBtu. Sementara itu, harga batu bara di pasar internasional pada triwulan laporan tercatat
naik dan mencapai US$ 63,93 per ton dan merupakan rekor harga tertinggi selama tahun 2016 sampai dengan
triwulan III-2016. Kembali naiknya harga komoditas batu bara kali ini disebabkan oleh adanya penurunan
tingkat produksi batu bara di Cina dan di beberapa negara lain pengekspor batu bara.
Beberapa tantangan lain yang dihadapi oleh sektor ini adalah masih terbatasnya sumber-sumber minyak dan
gas baru di Aceh. Sampai dengan saat ini, tercatat ada empat perusahaan minyak dan gas yang telah
melakukan studi dan discovery lokasi satu blok gas baru di Aceh dan diperkirakan dapat mulai berproduksi
kembali pada tahun 2018. Sebanyak 68% share di sektor pertambangan bersumber dari subsektor
pertambangan minyak dan gas sehingga dengan berakhirnya produksi LNG Aceh akan sangat berdampak
signifikan terhadap kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian.
3Rilis PDRB Provinsi Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh
Grafik 1. 16. Pertumbuhan Sektor Pertambangan-
Penggalian
Grafik 1. 17. Pangsa dan Kontribusi Sektor
Pertambangan–Penggalian
-2,46 -2,44-2,08 -2,09
-0,73
-1,75
-0,96
0,00%
2,50%
5,00%
7,50%
10,00%
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
I II III IV I II III
2015 2016
%Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
2,49 2,39
2,332,08
2,27
1,67
2,00
-27,10 -28,37-25,70
-28,85
-9,10
-29,98
-14,16
-35,00
-28,00
-21,00
-14,00
-7,00
0,00
0,00
1,00
2,00
3,00
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp Triliun Pertambangan & Penggalian YoY
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 28
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Kontraksi pada kinerja sektor pertambangan diperkirakan akan sedikit berkurang pada triwulan
berikutnya. Perbaikan tersebut sebagian besar didukung oleh kembali naiknya harga batu bara di pasar
komoditas dunia. Perbaikan tersebut berpeluang besar untuk kembali mendorong para perusahaan batu bara
di Aceh untuk kembali meningkatkan produksi batu baranya pada triwulan laporan.
SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Pada triwulan laporan sektor industri pengolahan tercatat masih mengalami kontraksi namun
dengan tingkat yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor Industri
pengolahan tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,38%(yoy) atau mengalami perbaikan kinerja jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 13,89%(yoy) (Grafik 1.18).
Terkontraksinya sektor ini berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh yang memberikan
kontribusi negatif sebesar 0,13% (Grafik 1.19). Namun demikian, kontribusi negatif tersebut juga
menunjukkan perbaikan setelah pada triwulan sebelumnya memberikan kontribusi negatif sebesar 0,69%.
Adanya peningkatan di sektor ini pada triwulan laporan tidak terlepas dari adanya peningkatan produksi pupuk
yang mengalami peningkatan seiring dengan kembali menurunnya harga gas yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Penurunan harga gas tersebut mendorong industri pupuk kembali berdaya saing. Di samping itu,
beroperasinya kembali pabrik pupuk secara penuh setelah libur sebulan penuh pada Ramadhan pada triwulan
II-2016 juga ikut menjadi salah satu aspek peningkatan produksi pada triwulan laporan. Peningkatan Proyek
LNG Storage & Regasification Terminal yang dikelola salah satu perusahaan di subsektor pengilangan migas
masih memberikan perbaikan kinerja sektor Industri Pengolahan. Aktivitas pengolahan (Regasifikasi) tersebut
memberikan kontribusi terhadap perbaikan kontraksi di sektor ini.
Grafik 1. 18. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Grafik 1. 19. Pangsa dan Kontribusi Sektor Industri
Pengolahan
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
1,58
1,64 1,70
1,511,53
1,41
1,66
-27,66
-24,68
-16,64-14,82
-3,10
-13,89
-2,38
-30,0
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
1,2
1,3
1,4
1,5
1,6
1,7
1,8
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp Triliun Industri Pengolahan YoY
-1,59-1,46
-0,98
-0,78
-0,17
-0,69
-0,13
4,00%
4,50%
5,00%
5,50%
6,00%
-2
-2
-1
-1
0
I II III IV I II III
2015 2016
% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 29
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Adanya kontraksi di sektor pertambangan dan sektor
industri pengolahan disebabkan karena adanya pola
keterkaitan yang erat di antara kedua sektor
tersebut. Beberapa subsektor industri pengolahan
yang terkait langsung dengan sektor pertambangan
adalah subsektor pengolahan batubara dan
pengilangan migas, galian logam, galian non logam,
dan logam dasar. Sebanyak 46% pangsa di sektor
Industri pengolahan berasal dari subsektor industri
batu bara dan pengilangan migas.
Sementara itu, industri kimia-farmasi dan industri
makanan-minuman memiliki pangsa pasang masing-
masing sebesar 28% dan 18% (Grafik 1.20). Berakhirnya produksi gas di Aceh berdampak pada kinerja
industri pengolahan terutama subsektor pengilangan migas. Industri pengilangan migas membutuhkan
pasokan gas alam yang merupakan bahan baku untuk diolah. Ketiadaan bahan baku tersebut membuat
industri pengilangan migas mengalami penurunan yang signifikan.
Adanya peningkatan kinerja pada triwulan laporan juga didorong oleh pertumbuhan kredit untuk sektor
industri pengolahan yang tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 15,92%(yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 38,25%(yoy) pada triwulan laporan. Angka tersebut juga tercatat sedikit lebih baik
dibandingkan dengan periode pertumbuhan kredit pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang
besarnya -0,82%(yoy)(Grafik 1.21).Adanya harapan di sektor industri pengolahan yang searah dengan kondisi
kredit di sektor ini juga ikut dikonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia
Provinsi Aceh yang juga menunjukkan adanya tren peningkatan kegiatan usaha selama triwulan dari triwulan
II-2015 sampai dengan triwulan laporan meskipun dalam skala yang terbatas (Grafik 1.22). Adanya rencana
eksplorasi blok gas baru yang dilakukan oleh empat perusahaan besar dalam dan luar negeri diprediksikan
akan semakin membantu memacu pertumbuhan di sektor ini.
Peningkatan produksi pupuk di Aceh diprediksi masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun
sehingga diperkirakan akan mampu mengurangi kedalaman kontraksi sektor industri pengolahan
pada triwulan IV-2016. Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga gas khusus untuk
industri maka insentif bagi industri untuk memproduksi diperkirakan akan semakin besar pada triwulan
Grafik 1. 20. Pangsa Subsektor Industri Pengolahan
BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 21. Perkembangan Kredit Sektor industri
Pengolahan
Grafik 1. 22. Realisasi Ekonomi Sektor Industri
Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
53% 48% 46% 45%38%
46% 46%
15%16% 17% 19%
21%18% 18%
25% 28% 29% 27%31%
28% 28%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Average
Industri Kimia, Farmasi danObat Tradisional/Mfg. ofChemicals & Pharmaceuticals& Botanical Products
Industri Makanan danMinuman/Mfg. of FoodProducts & Beverages
Industri Batubara danPengilangan Migas/Mfg. of Coal& Refned Petroleum Products
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Rp triliunKredit Industri Pengolahan
-3,00%
0,00%
3,00%
6,00%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
PDRB Pertanian SKDU Pertanian
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 30
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
49,67%
1,61%
15,35%
31,91%
-0,03%0,54%
0,95% Pengeluaran
Konsumsi Rumah
Tangga
Pengeluaran
Konsumsi LNPRT
Pengeluaran
Konsumsi
Pemerintah
Pembentukan ModalTetap Bruto
Perubahan Inventori
laporan. Di samping itu, permintaan akan pupuk di akhir tahun juga diperkirakan akan meningkat seiring
dengan akan dimulainya masa bercocok tanam tanaman pangan. Permintaan konsumen di akhir tahun juga
diperkirakan akan mendorong kinerja industri pengolahan lain yang berbasiskan produk hasil pertanian.
1.2. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DARI SISI PERMINTAAN
Tabel 1. 2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh
Dari sisi permintaan, adanya penurunan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan disebabkan
oleh adanya penurunan di hampir semua komponen-komponen utama permintaan. Penurunan
tersebut termasuk pada komponen konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Ketiga komponen tersebut merupakan komponen-komponen terbesar yang menyusun
perekonomian Aceh di sisi permintaan. Secara tahunan, komponen pembentukan modal tetap bruto mengalami
pertumbuhan sebesar 11,79%(yoy), konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar 13,25%(yoy), konsumsi LNRT
mengalami pertumbuhan sebesar 9,46%(yoy), sedangkan komponen konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar
2,52%(yoy).
Dari sisi kontribusi terhadap perekonomian Aceh, komponen pembentukan modal tetap bruto memberikan
kontribusi paling besar terhadap ekonomi Aceh dengan kontribusi sebesar 3,95%. Kontribusi terbesar kedua
berasal dari komponen konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 2,90%. Sementara itu, komponen
konsumsi pemerintah dan LNRT menjadi kontributor terbesar ketiga dan keempat dengan nilai kontribusi
masing-masing sebesar 1,78% dan 0,16%. (Tabel 1.2 dan Grafik 1.23).
Kondisi struktur ekonomi Aceh dari sisi permintaan setelah adanya pergantian tahun dasar dari tahun 2000
menjadi tahun 2010 sedikit mengalami perubahan. Pada triwulan laporan, komponen konsumsi rumah tangga
I II III IV I II III III-16 III-15 II-16 III-16 III-15 II-16
Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga15.78 15.89 16.27 16.34 16.38 16.61 16.68 0.46 2.42 1.36 2.52 3.47 4.53
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 0.49 0.49 0.49 0.50 0.51 0.53 0.54 2.05 0.97 3.86 9.46 1.20 8.31
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.30 5.20 5.94 9.06 3.97 5.59 5.16 -7.82 14.39 41.01 -13.25 3.74 7.65
Pembentukan Modal Tetap Bruto 9.18 9.12 9.59 10.72 9.98 10.22 10.72 4.86 5.09 2.44 11.79 3.39 12.04
Perubahan Inventori -0.05 0.02 -0.05 0.00 0.01 -0.01 -0.01 66.04 -417.04 -179.87 -76.19 16.52 -145.47
Ekspor Luar Negeri 0.44 0.29 0.60 0.34 0.36 0.17 0.18 8.38 110.50 -54.06 -69.87 -45.70 -41.47
Impor Luar Negeri 0.87 0.66 0.48 0.44 0.35 0.41 0.32 -21.86 -26.57 17.46 -33.97 82.72 -37.96
Net Ekspor Antar Daerah -1.85 -2.54 -3.61 -7.80 -2.45 -4.07 -3.56 -12.65 42.04 66.48 -1.57 17.83 60.05
P D R B 27.42 27.80 28.75 28.71 28.42 28.63 29.39 2.65 3.44 0.75 2.22 -0.29 3.01
Growth qtq (%) Growth yoy(%)2016Komponen (Rp Triliun)
2015
Grafik 1. 23. Laju dan Kontribusi Pertumbuhan
PDRB dari Sisi Permintaan (yoy, %)
Grafik 1. 24. Struktur PDRB Sisi Permintaan
4,538,31 7,65
12,04
-145,47
-41,47
-37,96
60,05
2,90
0,161,78
3,95
-0,08 -0,43 -0,90
-5,64
-8,0
-4,0
0,0
4,0
8,0
-225,0
-150,0
-75,0
0,0
75,0
Pengelu
ara
n
Konsum
si R
um
ah
Tangga
Pengelu
ara
nKonsum
si L
NPRT
Pengelu
ara
n
Konsum
si
Pem
erin
tah
Pem
bentu
kan
Modal T
eta
p B
ruto
Peru
bahan
Invento
ri
Ekspor L
uar N
egeri
Impor L
uar N
egeri
Net E
kspor A
nta
r
Daera
h
Persen
(%)
Persen
(%)
Pertumbuhan (yoy) Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 31
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
masih memiliki share paling besar dengan proporsi sebesar 58,12%. Di sisi lain, posisi share ekonomi paling
besar kedua pada triwulan laporan diduduki oleh komponen pembentukan modal tetap bruto (37,33%), dan
pengeluaran konsumsi pemerintah berada pada posisi ketiga dengan jumlah share terhadap struktur ekonomi
sebesar 17,96% (Grafik 1.24).
Kondisi kinerja ekonomi Aceh dari sisi permintaan diperkirakan akan mengalami perbaikan pada triwulan IV-
2016. Perbaikan tersebut terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga, pemerintah, serta pembentukan
modal tetap bruto yang terkait erat dengan realisasi akhir tahun APBA Aceh yang masih tersisa sebesar 36%
untuk realisasi fisik dan 34% untuk realisasi keuangan hingga akhir Desember mendatang. Sementara itu,
dengan adanya peningkatan dari komponen yang bersifat konsumtif tersebut membuat perkiraan akan net
ekspor Aceh baik luar negeri maupun antardaerah akan mengalami pendalaman kontraksi pada triwulan IV-
2016.
KONSUMSI
Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang lebih rendah baik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Konsumsi rumah tangga mengalami penurunan dari 4,53%(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
2,52%(yoy) pada triwulan laporan. Angka tersebut juga tercatat mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,47%(yoy) (Grafik 1.25). Penurunan
pada komponen konsumsi rumah tangga ini didorong oleh adanya penurunan daya beli masyarakat pasca
realisasi gaji ke-13 dan 14 yang telah direalisasikan pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi rumah
tangga yang cukup signifikan terjadi pada sub-komponen hotel dan restoran, transportasi/angkutan, dan
komunikasi yang masing-masing tumbuh sebesar 6,30%(yoy), 4,41%(yoy) dan 3,44%(yoy). Pada triwulan ini
sendiri konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 2,90% atau naik dibandingkan kontribusi pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,62% pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.26).
Data dari BPS menunjukkan bahwa hingga tahun 2015 komponen terbesar dalam konsumsi rumah tangga
rata-rata secara tahunan adalah konsumsi non makanan yaitu sebesar 53% sementara konsumsi makanan
sebesar 47% (Grafik 1.24). Komponen non makanan terdiri dari 10 sub komponen yang didominasi oleh
konsumsi transportasi yang sebesar 12% dan konsumsi perumahan, air, listrik yang sebesar 8% (Grafik 1.27
dan 1.28)\
Grafik 1. 25. Perkembangan Konsumsi RT
Grafik 1. 26. Kontribusi Konsumsi RT
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
15,8 15,9 16,3 16,3 16,4 16,6 16,7
2,93 2,823,47 3,20
3,80
4,53
2,52
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
15,0
15,5
16,0
16,5
17,0
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp Triliun
Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga
1,82 1,90 1,771,60 1,69 1,61
1,961,82
2,17
2,90
52,0%
54,0%
56,0%
58,0%
60,0%
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 32
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Adanya peningkatan penurunan di komponen konsumsi rumah tangga ini didorong oleh kenaikan konsumsi
pada sub komponen transportasi dan perabotan serta peralatan rumah tangga. Kenaikan pertumbuhan sub
komponen transportasi terkonfirmasi dari data penjualan kendaraan bermotor untuk keperluan konsumsi pada
triwulan III-2016. Penjualan kendaraan bermotor untuk konsumsi mengalami penurunan cukup drastis dari
31,14%(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 2,89%(yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.29).
Kondisi penurunan penjualan yang terjadi pada kendaraan konsumsi juga terjadi pada penjualan listrik yang
digunakan oleh rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari turunnya pertumbuhan penggunaan listrik
rumah tangga sebesar 8,42%(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun
sebelumnya yang sebesar 9,09%(yoy) (Grafik 1.30).
Penurunan kinerja juga ditunjukkan komponen konsumsi pemerintah di mana pada komponen ini
mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan laporan, pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 13,25%(yoy) pada triwulan
III-2016 atau menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,65%(yoy)
Grafik 1. 27. Pangsa Sub komponen Konsumsi Rumah
Tangga
Grafik 1. 28. Pangsa Sub komponen Konsumsi Rumah
Tangga Non Makanan
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 29. Penjualan Kendaraan Bermotor (Konsumsi) Grafik 1. 30. Penggunaan Listrik Rumah Tangga
Sumber : Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Aceh,
diolah BI Aceh
Sumber : PLN Aceh, diolah BI Aceh
48% 47% 47% 47% 46% 47% 47%
52% 53% 53% 53% 54% 53% 53%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Average
NonMakanan
Makanan
5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
8% 8% 8% 8% 8% 8% 8%
5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
3% 3% 3% 3% 3% 3% 3%
11% 12% 12% 11% 12% 12% 12%
6% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Average
Komunikasi
Transportasi/Angkutan
Kesehatan
Perabot, Peralatanrumahtangga danPemeliharaan Rutin RumahPerumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar Lainnya
-50,00%
-25,00%
0,00%
25,00%
50,00%
75,00%
0,0
10.000,0
20.000,0
30.000,0
40.000,0
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Jumlah kendaraan konsumsi
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
0
75
150
225
300
375
450
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Konsumsi Listrik RT (Juta kwh)Growth
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 33
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
(Grafik 1.31). dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi positif sebesar 1,49%
(Grafik 1.32).
Penurunan pada komponen konsumsi pemerintah ini disebabkan oleh adanya penurunan pada konsumsi
kolektif maupun konsumsi individu yang masing-masing menurun sebesar 15,85%(yoy) dan 9,57%(yoy).
Adanya pemotongan anggaran baik di APBD maupun APBN berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah
konsumsi pemerintah pada triwulan III-2016 jika dibandingkan dengan triwulan III di tahun sebelumnya.
Terdapat empat kabupaten Kebijakan Pemotongan Dana Alokasi Umum oleh pemerintah pusat dengan total
pemotongan sebesar Rp305 miliar dan berpeluang untuk mengurangi pertumbuhan ekonomi dari komponen
konsumsi pemerintah.
Dengan share terbesar ketiga setelah pembentukan modal tetap bruto dan konsumsi rumah tangga, maka
fluktuasi di komponen ini juga akan berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan ekonomi Aceh. Pada triwulan
laporan, kontribusi komponen konsumsi pemerintahan terhadap perekonomian Aceh tercatat sebesar 1,78%
atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi positif
sebesar 1,49% (Grafik 1.32).
Grafik 1. 31. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Grafik 1. 32. Kontribusi Konsumsi Pemerintah
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Pada triwulan akhir tahun 2016 diperkirakan kinerja ekonomi dari komponen konsumsi baik rumah
tangga maupun pemerintah akan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut masih akan bergantung
dari realisasi APBA pemerintah Aceh yang sampai dengan triwulan III-2016 terlah terealisasi sebesar 65%.
Dengan sisa APBA sebanyak 35% yang direncanakan akan direalisasikan hampir seluruhnya pada tahun akhir
tahun 2016 (100% untuk fisik dan 95% untuk keuangan) maka diprediksikan konsumsi dari dua komponen ini
akan meningkat cukup besar pada triwulan laporan. Kondisi tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil penjualan
listrik rumah tangga yang mengalami peningkatan pertumbuhan sampai dengan bulan Oktober 2016 yang
mencapai 8,99%(yoy), naik dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 7,03%(yoy).
4,3 5,2 5,9 9,1 4,0 5,6 5,2
-5,10
2,24 3,74
15,82
-7,75
7,65
-13,25
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
I II III IV I II III
2015 2016
%Rp Triliun
Pengeluaran Konsumsi PemerintahY on Y
-0,80
0,42 0,77
4,99
-1,07
1,43
-2,74 0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
-4
-2
0
2
4
6
I II III IV I II III
2015 2016
%Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 34
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Penurunan pertumbuhan investasi juga terlihat dari adanya penurunan pertumbuhan penjualan unit kendaraan
bermotor untuk kepentingan investasi dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya.
Kendaraan bermotor untuk investasi terdiri dari bus, truk, dan becak motor. Pada triwulan laporan, penjualan
kendaraan bermotor untuk investasi ini mengalami pertumbuhan 2,89%(yoy), menurun signifikan
INVESTASI
Pada triwulan laporan, pertumbuhan investasi Aceh mengalami sedikit penurunan dari
12,04%(yoy) pada triwulan II-2016 menjadi 11,79% pada triwulan laporan (Grafik 1.31). Dengan
pertumbuhan yang demikian, komponen investasi ini memiliki kontribusi sebesar 3,95% terhadap ekonomi
Aceh di triwulan laporan. Kontribusi tersebut merupakan kontribusi paling besar diantara komponen-komponen
ekonomi Aceh dari sisi permintaan.
Grafik 1. 33 Perkembangan Investasi
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 34 Realisasi Pengadaan Semen di Aceh
Sumber : Kemenperin dan Kemendag,
diolah BI Aceh
Peningkatan investasi di Aceh didorong oleh Anggaran
dan Belanja Aceh (APBA) untuk sektor infrastruktur
yang mengalami peningkatan realisasi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Proyek pembangunan
multiyears yang dilakukan pemerintah baik
pembangunan jalan, jembatan, tugu, landscape dan
infrastruktur Masjid Raya Baiturrahman serta
pembangunan sarana umum lainnya ditambah
pembelian barang-barang modal mampu menstabilkan
pertumbuhan pada komponen investasi ini.
Penurunan investasi infrastruktur terkonfirmasi oleh
penurunan pertumbuhan penjualan semen di Provinsi
Aceh yang tumbuh sebesar 26,10%(yoy) pada periode
laporan, sedikit menurun jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar
26,42%, namun jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan
II di tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar
0,82%(yoy). Sampai dengan triwulan III-2016, tercatat
realisasi pembangunan untuk fisik telah mencapai 64%,
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan target awal
realisasi fisik sebesar 65% pada triwulan III-2016.
Grafik 1. 35. Perkembangan Penjualan Kendaraan
Bermotor (Investasi)
Sumber : Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Aceh, diolah BI
Aceh
Grafik 1. 36. Perkembangan Kredit Investasi
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
9,2 9,1 9,3 9,4 9,2 9,1 9,6 10,7 10,0 10,2 10,7
12,29
7,745,08
0,91-0,62
0,583,39
14,52
8,72
12,0411,79
-7,5
0,0
7,5
15,0
22,5
7,5
8,3
9,0
9,8
10,5
11,3
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
%Rp Triliun
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Y on Y
-9,60%-6,17%
-0,82%
43,05%
23,00%26,42% 26,10%
-25%
0%
25%
50%
0
100
200
300
400
I II III IV I II III
2015 2016
yoy(%)Ribu Ton
Konsumsi Semen
-25,00%
0,00%
25,00%
50,00%
75,00%
100,00%
0,0
100,0
200,0
300,0
400,0
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
% Kendaraan Bermotor (Investasi)g(%)_Kendaraan Bermotor (Investasi)
0,00
2,00
4,00
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Investasi (Miliar) Growth (yoy)]
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 35
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
dibandingkan dengan triwulan II-2016 yang mengalami pertumbuhan sebesar 31,03% (Grafik 1.35).Namun
demikian, dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan dengan tujuan investasi mengalami peningkatan
pertumbuhan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan ini, jumlah kredit yang
disalurkan untuk tujuan investasi tumbuh sebesar 26,53%(yoy), naik dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 18,01% (yoy) (Grafik 1.36).
Komponen investasi pada triwulan IV-2016 diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring
dengan masih berlanjutnya program-program pembangunan infrastruktur di Aceh hingga akhir
tahun. Peningkatan tersebut masih akan didominasi oleh kegiatan investasi fisik yang terkait dengan program-
program utama pemerintah Aceh dalam hal infrastruktur. Di sisi lain, adanya potensi peningkatan kinerja
ekonomi dari komponen ini juga dikonfirmasi oleh data penjualan kendaraan investasi hingga bulan Oktober
2016 yang menunjukkan adanya peningkatan dari 7,79%(yoy) pada bulan September menjadi 24,05%(yoy)
pada bulan laporan.
EKSPOR IMPOR
Kinerja ekspor Aceh pada triwulan laporan tercatat masih mengalami kontraksi meskipun dengan
posisi kontraksi yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor triwulan III-2016
mengalami kontraksi sebesar 76,19%(yoy), lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
terkontraksi sebesar 145,41%(yoy). Kontraksi tersebut didorong oleh adanya penurunan ekspor barang dari
Aceh ke luar negeri. Dengan adanya kontraksi tersebut, komponen ekspor memberikan kontribusi negatif
terhadap ekonomi Aceh sebesar -0,44%. Sementara itu, pertumbuhan impor Aceh pada triwulan laporan
tercatat mengalami kontraksi sebesar 69,87%(yoy) dengan kontribusi terhadap ekonomi Aceh sebesar
0,38%(yoy).
Grafik 1. 38. Perkembangan Impor (Dengan
Migas) Provinsi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 37. Perkembangan Ekspor (Dengan Migas)
Provinsi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
0,8 1,5 1,1 1,3 0,4 0,3 0,6 0,3 0,4 0,2 0,2
-230,01
177,29
8,75
-149,23
-41,35-86,72
16,52
-100,83-116,12-145,47
-76,19
-400,0
-200,0
0,0
200,0
0,0
0,8
1,5
2,3
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
%Rp Triliun Ekspor Luar Negeri Y on Y
0,3 0,3 0,3 0,4 0,9 0,7 0,5 0,4 0,3 0,4 0,3
-56,32
-20,46-26,35
0,18
-45,18
-81,37
-45,70
-73,12
-17,74
-41,47
-69,87
-100,0
-50,0
0,0
50,0
0,0
0,5
1,0
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
%Rp TriliunImpor Luar Negeri Y on Y
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 36
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Penurunan pada ekspor Aceh tersebut disebabkan
adanya penurunan jumlah ekspor barang hingga
mencapai 87,87%, sedangkan ekspor jasa masih
tumbuh positif. Tidak adanya ekspor migas dan
turunnya ekspor barang nonmigas terutama pada
komoditi perkebunan (kopi, teh, dan rempah-rempah)
dan bahan bakar mineral pada triwulan laporan
menjadi faktor utama penurunan nilai ekspor luar
negeri Aceh pada triwulan laporan.
Sementara itu, impor antardaerah Aceh masih tetap
mengalami kondisi net ekspor yang negatif. Angka
defisit dari net ekspor antardaerah Aceh pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp3,56 triliun atau lebih kecil
dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,11 triliun (Grafik 1.39).
Hasil survei perdagangan antar wilayah yang dilakukan oleh KpwBI Provinsi Aceh pada tahun 2015 juga
memperlihatkan adanya fenomena neraca perdagangan antardaerah Aceh yang masih defisit. Hasil survei
tersebut menyimpulkan bahwa aliran perdagangan daerah menunjukkan pola pembelian dan penjualan
komoditas utama seperti Beras yang kurang efektif. Ketidak-efektifan tersebut terjadi karena
barang/komoditas yang dijual dari Aceh dijual dalam bentuk nilai tambah yang lebih rendah ke Provinsi lain
(Khususnya Sumatera utara) untuk kemudian produk tersebut dibeli kembali oleh Aceh dengan nilai tambah
lebih tinggi. Kondisi neraca perdagangan antardaerah yang mengalami defisit ini menjadi salah satu faktor
pendorong belum optimalnya pertumbuhan ekonomi di Aceh sehingga perlu untuk mendapatkan perhatian dari
seluruh pihak yang terkait agar tercipta perekonomian Aceh yang lebih sehat, mandiri, dan berkelanjutan.
Grafik 1. 39. Ekspor Impor Luar Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
0,18 0,32
-0,14
-3,56-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
Ekspor Impor Net Ekspor Net EksporAntardaerah
Rp Triliun
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 37
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
BOX 1 : Progressdan Tantangan Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur dalam
Rangka Memperkuat Struktur Industri dan Ekonomi Aceh Pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan elemen yang sangat esensial agar proses pembangunan di
segala bidang dapat terselenggara dengan baik. Saat pembangunan ekonomi suatu daerah berjalan dengan
baik maka pembangunan di berbagai bidang lain termasuk bidang sosial, hukum, politik, dan lainnya akan
sangat terbantu. Salah satu indikator utama bahwa pembangunan ekonomi suatu daerah sudah cukup baik
adalah kemampuan suatu daerah untuk memproduksi berbagai macam produk yang memiliki value added.
Proses produksi barang-barang yang memiliki nilai lebih (value added) tersebut tidak dapat dipisahkan dari
keberadaan industri pengolahan di daerah tersebut. Keberadaan sektor industri di suatu daerah daapt menjadi
indikator seberapa maju daerah tersebut dibandingkan dengan daerah lainnya. Keberadaan industri
pengolahan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor-sektor lainnya. Beberapa keunggulan tersebut
antara lain kemampuan sektor ini untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar, kemampuan
menciptakan nilai tambah dari setiap input yang diolah serta nilai kapitalisasi yang ditanam di sektor ini selalu
dalam jumlah yang cukup besar.
Industri Manufaktur di Provinsi Aceh
Tantangan paling signifikan yang dihadapi oleh struktur perekonomian Aceh adalah masih besarnya proporsi
kegiatan yang bersifat konsumtif yang menopang perekonomian Aceh, seperti konsumsi rumah tangga dan
konsumsi pemerintah yang memiliki proporsi sebesar 58,12% dan 17,96% (Data triwulan III tahun 2016). Di
lihat dari sisi sektoralnya, sektor industri pengolahan hanya memiliki proporsi sebesar 5,63% terhadap total
ekonomi Aceh padahal sektor ini memiliki potensi yang besar untuk dapat menggerakkan perekonomian Aceh
yang lebih berkelanjutan (sustainable).
Sampai dengan tahun 2015, tercatat sudah ada 43 Industri Besar dan Sedang (IBS) di Aceh dengan cakupan
industrinya sebagian besar berasal dari subsektor Industri makanan (81%), sedangkan sisanya berasal dari
subsektor industri bahan kimia (11%), dan industri bahan galian nonlogam (5%) sedangkan sisanya berasal
dari sektor lainnya (3%). Berdasarkan penyerapan tenaga kerja, sejak tahun 2012 – 2015 tercatat penyerapan
tenaga kerja terus mengalami tren kenaikan meskipun pada tahun 2015 tercatat sedikit mengalami penurunan
kuantitas penyerapan tenaga kerja akibat berkurangnya jumlah industri di Aceh. Pada tahun 2015, hanya
terdapat 43 IBS di Aceh yang menyerap 9.159 tenaga kerja. Jumlah tersebut masih belum optimal jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk Aceh yang mencapai 5 juta jiwa.
4
1
2
3
4 3
9
3
1
2 2 2 2 2
3
2.604
280 216
499 224
1.069 1.342
2.224
28 64 89 63 52 119 286
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
-
2
4
6
8
10
Sebaran Industri Besar dan Sedang di Aceh
Jumlah IBS Jumlah TK IBS
81%
11%
5% 3%
Subsektor Ibs
IndustriMakanan
Industri BahanKimia
Industri BahanGalian NonLogamLainnya
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 38
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
BOX 1 : Progressdan Tantangan Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur dalam
Rangka Memperkuat Struktur Industri dan Ekonomi Aceh Industri Di Aceh Mayoritas Masih Didominasi Oleh Industri Skala Kecil Menengah (IKM)
Tantangan lain yang terjadi di sektor industri Aceh adalah masih didominasi oleh industri berskala kecil dan
menengah dengan kontribusinya ke perekonomian relatif tidak terlalu signifikan. Belum optimalnya kontribusi
tersebut dapat terlihat dari sisi jumlah serapan tenaga kerja serta kuantitas output yang dihasilkan. Dari sisi
tenaga kerja, IKM masih didominasi oleh industri mikro dengan jumlah pegawai hanya 1 s.d 4 orang. Dari
jumlah IKM tersebut, sebanyak 72% pekerja yang bekerja pada sektor ini tidak dibayar atau berasal dari
anggota keluarga dan dikelola oleh pemilik usaha sendiri.
Tantangan Peningkatan Daya Saing Industri di Aceh
Sampai dengan saat ini, pengembangan industri pengolahan di Aceh masih menghadapi berbagai tantangan,
khususnya dari sisi infrastruktur dan regulasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan perijinan. Berikut
disampaikan beberapa tantangan utama dalam penyelenggaraan industri pengolahan di Aceh:
1. Kapasitas Listrik
o Kapasitas terpasang grid 250 Kv di Aceh sebesar 464 MW pada tahun 2016 belum mencukupi peak load
di Aceh yang mencapai 494 MW sehingga pada beberapa daerah masih mengandalkan sistem isolated
20Kv.
o Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik di Aceh, peak load akan meningkat hingga 762 MW pada
tahun 2020. Peningkatan tersebut sebagian besar diperkirakan akan berasal dari peningkatan sektor
industri dan rumah tangga hingga tahun 2020.
2. Upaya Pelayanan Perizinan 1 Pintu Belum Optimal dan Insentif Fiskal Daerah Belum Optimal
untuk Diimplementasikan.
3. Masih belum kompetitifnya sisi tenaga kerja, pengupahan, peraturan upah dan SDM
o Sebagian besar tingkat pendidikan di Aceh masih didominasi oleh tamatan SMA, SMP, dan SD.
o Upah minimum yang tidak terlalu kompetitif (Rp2,1 juta/bulan)
o Belum ada upah minimum Kota / Kabupaten (Belum terdapat dewan upah kota/kab)
o Tidak ada enforcement UMP karena tidak ada SDM khusus untuk mengawasi
o Belum ada upah minimum sektoral untuk industri
o Dalam 3 tahun terakhir IPM Aceh berada di bawah rata-rata nasional
27,92%
72,08%
Status Tenaga Kerja
Dibayar
TidakDibayar
34.217
29.792
1.353 130 -
-
10.000
20.000
30.000
40.000
1 2-4 5-9 10-14 15-19 Jumlah
Tenaga
Kerja
IKM Menurut Jumlah Tenaga Kerja
KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROV. ACEHNOVEMBER 2016 39
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
BOX 1 : Progressdan Tantangan Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur dalam
Rangka Memperkuat Struktur Industri dan Ekonomi Aceh
Strategi Kebijakan Percepatan Transformasi Industri
Berdasarkan beberapa kendala yang dihadapi oleh Provinsi Aceh dalam menarik para investor dalam
mendirikan berbagai industri di Aceh, Pemerintah Aceh dapat menyiapkan langkah-langkah strategis
pengembangan industri sebagai berikut:
1. Memulai dan mengefektifkan pembangunan infrastruktur primer pendukung penyelenggaraan kawasan
industri, khususnya terkait dengan kesediaan listrik, termasuk pembangunan pembangkit tenaga listrik,
pembangunan gardu listrik di kawasan industri terintegrasi. Di samping itu, perlu juga adanya keetrsediaan
saluran air bersih di kawasan industri tersebut.
2. Investasi untuk pengembangan infrastruktur transportasi hasil industri dan bahan input/faktor produksi
termasuk khususnya pembangunan ruas jalan dan pelabuhan.
3. Perlu adanya jaminan kepada para investor dalam hal permasalahan hak penggunaan lahan di Aceh.
4. Pengoptimalan dan percepatan program KEK Lhokseumawe dan Aceh Utara, Kawasan Industri Ladong, dan
technopark sebagai sarana penelitian untuk industri berbasis hasil pertanian.
5. Penghapusan berbagai regulasi atau qanun rekomendasi kepal daerah untuk pembangunan industri
6. pembentukan technopark sebagai sarana penelitian dan pengembangan untuk industri berbasis pertanian.
7. Pembuatan dan pengoptimalan Balai Latihan Kerja untuk komoditas sektor pertanian utama seperti kelapa
sawit, kakao, dan kopi.
8. Penyediaan sumber daya manusia yang mampu diserap oleh industri, antara lain dengan membangun
sekolah kejuruan dan penyiapan badan pengelola kawasan industri.
Babel Kepri Aceh Riau Jambi Sumut SumbarLampun
gBengkul
u
Series1 2.341. 2.178. 2.118. 2.095. 1.906. 1.811. 1.800. 1.763. 1.605.
Perbandingan Ump Sumatera (Ribu Rp)
26,91%
21,96%25,96%
8,87%
16,04%0,26%
Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja
SLTA
SLTP
SD
Belum TamatSD
Diploma,Sarjana
41 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 2 Perkembangan Keuangan Daerah
Kinerja pendapatan pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan III 2016 laporan tercatat
mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun
sebelumnya. Penerimaan pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan III-2015
adalah sebesar 41,59% dari target pendapatan tahunan, sementara pada triwulan III-
2016 mencapai sebesar 72,9% dari target pendapatan tahunannya.
Hal ini senada dengan kinerja realisasi belanja pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan-
III 2016 tercatat meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun
sebelumnya. Persentase realisasi belanja yang dikelola oleh pemerintah provinsi
meningkat dari sebesar 65,14% pada triwulan III tahun lalu menjadi 68,33% pada tahun
2016.
5.1 PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan pemerintah Aceh pada tahun 2016 sebesar 70% dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota dan 30%
dikelola oleh pemerintah Provinsi (Grafik 3.1). Proporsi pendapatan daerah oleh pemerintah Kabupaten / Kota
Aceh cenderung berada dalam tren yang yang meningkat dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Target
pendapatan pemerintah kabupaten/kota Aceh tahun 2016 adalah sebesar Rp27 triliun, meningkat 17%
dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara itu, target pendapatan pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2016
adalah sebesar Rp13 Triliun, meningkat sebesar 4% dibandingkan dengan tahun 2015.
Grafik 3. 1. Pangsa Pendapatan Daerah Aceh Grafik 3. 2. Pertumbuhan Target Pendapatan Aceh
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Struktur total pendapatan pemerintah Aceh baik provinsi maupun kabupaten/kota selama kurun waktu lima
tahun terakhir didominasi oleh dana perimbangan dan dana Otsus plus. Dana Otsus plus merupakan gabungan
dari dana otsus, penyesuaian, dan lainnya (Grafik 3.3). Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih
tergolong memiliki pangsa yang rendah.
Pada tahun 2016, dana perimbangan dan Otsus plus Aceh masing-masing mencapai Rp21 triliun dan Rp14 triliun,
atau merupakan dua komponen terbesar dari pendapatan dengan pangsa masing-masing 53% dan 36% dari
total pendapatan Aceh. Proporsi ini berubah dari tahun lalu dimana komponen dana perimbangan dan dana otsus
ialah 47% dan 42% dikarenakan terdapat peningkatan dana perimbangan pada pemerintah Kota/Kab.
Sementara itu, PAD hanya mencapai 11% dari total pendapatan Aceh (Grafik 3.4). Hal ini mencerminkan masih
besarnya ketergantungan Aceh terhadap anggaran pusat dan potensi fiskal yang ada di Aceh masih dapat
ditingkatkan.
60% 62% 60% 60%64% 65%
70%
40% 38% 40% 40%36% 35%
30%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
23%
13%
17%
30%
13%
29%
14%
23%
16%10%
8%
4%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 42
BAB 2 Perkembangan Keuangan Daerah
Grafik 3. 3. Perkembangan Struktur Pendapatan Aceh
Grafik 3. 4. Struktur Pendapatan Aceh 2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Jika dilihat lebih rinci pendapatan Aceh tahun 2016, pendapatan yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota
Aceh lebih didominasi oleh dana perimbangan yang mencapai Rp21 Triliun (Grafik 3.5). Pada tahun 2016,
bantuan keuangan pemerintah provinsi yang berasal dari otsus mengalami peningkatan karena adanya
keputusan pemerintah untuk meningkatkan pangsa penyaluran otsus kepada pemerintah kabupaten/kota.
Sementara itu, pendapatan yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Aceh didominasi oleh Otsus yang mencapai
Rp9 Triliun (Grafik 3.6).
Grafik 3. 5. Struktur Pendapatan Kab/Kota Aceh 2016
Grafik 3. 6. Struktur Pendapatan Provinsi Aceh 20156
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan III 2016 laporan tercatat mengalami peningkatan
dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan Pemerintah
Provinsi Aceh pada triwulan III-2015 adalah sebesar Rp4.9994,96 Milyar atau 41,59% dari target pendapatan
tahunan, sementara pada triwulan III-2016 mencapai Rp9.143,86 Milyar atau sebesar 72,9% dari target
pendapatan tahunannya (Tabel 3.1).
Tabel 3. 1. Realisasi Pendapatan Daerah Triwulan Laporan
Komponen
Pendapatan
Realisasi Pendapatan
III 2015 III 2016
Nilai (RpJuta) % Nilai (RpJuta) %
PAD 612.95 32,55% 1.476.20 71,75%
Perimbangan 1.328.43 80,05% 1.201.94 71,94%
Otsus+ 3.053.57 36,06% 6.465.70 73,36%
Total
Pendapatan
Provinsi
4.994.96 41,59% 9.143.86 72,90%
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Rp35
Rp40
Rp45
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tri
liun
PAD Perimbangan Otsus+
11%
53%
36% PAD
Perimbangan
Otsus+
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Tri
liun
Otsus+
Perimbangan
PAD
Rp-
Rp2
Rp4
Rp6
Rp8
Rp10
Rp12
Rp14
Tri
liun
Otsus+
Perimbangan
PAD
43 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 2 Perkembangan Keuangan Daerah
5.2 BELANJA DAERAH
Belanja pemerintah Aceh pada tahun 2016 sebesar 71% dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota dan 29%
dikelola oleh pemerintah Provinsi (Grafik 3.7). Senada dengan struktur pendapatan daerah, terdapat tren
peningkatan proporsi belanja oleh pemerintah Kota/Kabupaten dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Target
belanja pemerintah kabupaten/kota Aceh tahun 2016 adalah sebesar Rp31 triliun, meningkat 31% dibandingkan
dengan tahun 2015. Sementara itu, target belanja pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2016 adalah sebesar
Rp13 Triliun, atau hanya meningkat sebesar 1% dibandingkan dengan tahun 2015 (Grafik 3.8).
Grafik 3. 7. Pangsa Belanja Daerah Aceh Grafik 3. 8. Pertumbuhan Target Belanja Aceh
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Struktur total belanja pemerintah Aceh dalam kurun waktu enam tahun terakhir, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota masih didominasi oleh belanja pegawai. Namun, belanja modal dalam dua tahun terakhir ini
mengalami peningkatan (Grafik 3.9). Pada tahun 2016, belanja pegawai dan belanja modal masing-masing
mencapai Rp13 triliun dan Rp10 triliun dan merupakan dua komponen terbesar dari belanja dengan pangsa
masing-masing 35% dan 26% dari total belanja pengeluaran pemerintah Aceh (Grafik 3.10). Hal ini
mencerminkan pemerintah Aceh sudah mulai concern untuk meningkatkan realisasi belanja pada komponen
yang produktif dan memiliki dampak yang berkelanjutan seperti belanja modal.
Grafik 3. 9. Perkembangan Struktur Belanja Aceh
Grafik 3. 10. Struktur Belanja Aceh 2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Jika dilihat lebih rinci belanja pemerintah Aceh tahun 2016, belanja yang dikelola oleh pemerintah
kabupaten/kota Aceh lebih didominasi oleh belanja pegawai yang mencapai Rp12 Triliun (Grafik 3.11).
Sementara itu, belanja yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Aceh didominasi belanja barang dan jasa yang
mencapai Rp4 Triliun (Grafik 3.12).
57%60% 59% 57%
61%65%
71%
43%40% 41% 43%
39%35%
29%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
18%
12%
17%
32%
14%
31%
4%
19% 24%
13%
-5%
1%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Rp35
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tri
liun
Belanja Pegawai Belanja Modal
Belanja Barang Belanja Bansos
35%
26%
25%
1%
13%
Belanja Pegawai
Belanja Modal
Belanja Barang
Belanja Bansos
Belanja Lainnya
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 44
BAB 2 Perkembangan Keuangan Daerah
Grafik 3. 11. Struktur Belanja Kab/Kota Aceh 2016
Grafik 3. 12. Struktur Belanja Provinsi Aceh 2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja realisasi belanja Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan-III 2016 tercatat meningkat dibandingkan
dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Persentase realisasi belanja yang dikelola oleh
pemerintah provinsi meningkat dari sebesar 65,14% pada triwulan III tahun lalu menjadi 68,33% pada tahun
2016. Realisasi belanja modal pada periode laporan telah mencapai Rp 955,94 miliar, meningkat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu yang baru. Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa meningkat
dari Rp 1.642,85 miliar pada triwulan III-2015 menjadi Rp 2.053,3 miliar pada triwulan III-2016 (Tabel 3.2).
Tabel 3. 2. Realisasi Belanja Daerah Triwulan Laporan
Komponen
Belanja
Realisasi Belanja
III 2015 III 2016
Nilai (RpJuta) % Nilai (RpJuta) %
Belanja Pegawai 628.193 65,14% 699.593 68,33%
Belanja Modal 564.628 24,46% 955.949 37,02%
Belanja Barang 1.642.857 35,02% 2.053.305 48,58%
Belanja Bansos 231.212 89,55% 216.261 87,47%
Belanja Lainnya - 0,00% 3.614.695 75,42%
Total Belanja
Provinsi 628.193 65,14% 699.593 68,33%
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Tri
liun
Belanja Bansos
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Pegawai
Rp-
Rp2
Rp4
Rp6
Rp8
Rp10
Rp12
Rp14
Tri
liun
Belanja Lainnya
Belanja Bansos
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Pegawai
46 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016
94BAB 3
Perkembangan Inflasi Aceh
Tekanan inflasi Aceh pada triwulan-III 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan pada
triwulan laporan tercatat meningkat dari 2,34% (yoy) pada triwulan-II
2016 menjadi 3,73% (yoy) pada triwulan laporan.
Inflasi Aceh triwulan-III 2016 (yoy) yang tercatat sebesar 3,73% jauh
lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi YoY pada triwulan III dalam
tiga tahun terakhir yaitu sebesar 4,88%.
Kelompok bahan makanan merupakan kelompok yang paling dominan
berpengaruh atas meningkatnya angka inflasi Aceh pada triwulan-III 2016.
Namun, deflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan
serta rendahnya inflasi pada kelompok Perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar turut meredam laju inflasi Aceh di triwulan laporan, sehingga masih
berada dalam target inflasi nasional 4±1%.
Inflasi triwulan-III 2016 di tiga kota pantauan tercatat masing-masing Banda
Aceh 3,17%, Lhokseumawe 4,79%, dan Meulaboh 3,81% (yoy).
KONDISI UMUM PERKEMBANGAN INFLASI ACEH TRIWULAN III 2016
Aceh mengalami laju inflasi secara tahunan / year on year sebesar 3,73% (yoy) pada triwulan III 2016. Laju
inflasi tersebut meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi tahunan
sebesar 2,34%, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi year on year pada triwulan III
dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) yaitu sebesar 4,88% (yoy). Sejalan dengan laju inflasi tahunan, inflasi
Aceh secara triwulanan (qtq) maupun bulanan (mtm) juga tercatat mengalami peningkatan pada level
moderat di triwulan laporan (grafik 2.1).
Inflasi Aceh dihitung berdasarkan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) di tiga kota pantauan inflasi, yaitu
Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh dengan nilai sebesar 3,73%(yoy) dan 0,98%(mtm) pada triwulan-
III 2016. Laju inflasi tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi inflasi tahunan nasional di
triwulan yang sama yang tercatat sebesar 3,07% (yoy). Namun, bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi
tahunan seluruh provinsi di kawasan Sumatera yang tercatat sebesar 4,28% (yoy), laju inf lasi Aceh di
triwulan laporan masih lebih rendah. Inflasi Aceh berada di urutan ke-7 terendah setelah provinsi Jambi.
Inflasi tertinggi di kawasan Sumatera terjadi di Provinsi Sumatera Utara (Grafik 2.2) yang mencapai
6,02% (yoy).
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi year on year, quarter
to quarter, dan month to month di Aceh (%)
Grafik 2.2. Perbandingan Inflasi year on year di kawasan
Sumatera (%)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
%
Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi Tahunan (yoy)
3,73
6,02
5,10
3,27 3,02
3,86 4,37 4,62
2,46
4,26
3,07
0
1
2
3
4
5
6
7
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016 47
BAB 3 Perkembangan Inflasi Aceh
ASESMEN ARAH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH TERKINI
Mencermati tren perkembangan inflasi tahunan Provinsi Aceh serta arah perkembangan inflasi Aceh pada bulan
September dan Oktober 2016, diperkirakan Aceh akan mengalami inflasi secara year on year pada triwulan IV
2016 dengan tingkat inflasi yang masih berada dalam target inflasi nasional 4±1%. Tekanan inflasi year on
year di triwulan IV 2016 diprediksi menurun bila dibandingkan dengan laju inflasi di triwulan III 2016.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) hingga minggu ketiga Oktober 2016, tren harga di
Provinsi Aceh cenderung bervariasi. Namun demikian, berdasarkan analisis bobot, diperkirakan terjadi inflasi
bulanan (mtm) di Aceh untuk periode November 2016 dengan tingkat yang rendah. Komoditas penyumbang
inflasi berasal dari komoditas cabe merah dan beras. Meningkatnya curah hujan di bulan Oktober
menyebabkan beberapa sentra beras diLhokseumawe, Aceh Besar dan Pidie terancam gagal panen. Selain itu,
adanya serangan virus bulai yang menyebabkan penyakit kuning daun di sejumlah daerah penghasil cabai di
Lhokseumawe turut membuat pasokan cabe merah berkurang di pasar. Di sisi lain, permintaan komoditas
cabai relatif stabil, hal tersebut mengakibatkan harga di pasar mulai merangkak naik.
Sebagai peredam laju inflasi di bulan November 2016, terdapat penurunan harga pada komoditas Tongkol &
Udang seiring dengan kembali normalnya aktivitas melaut nelayan yang sempat terhambat pada bulan
September walaupun masih terhambat oleh curah hujan tinggi. Minimnya gangguan di jalan penghubung Aceh-
Sumatera Utara juga berimbas pada normalisasi barang kebutuhan pokok yang pasokannnya masih
mengandalkan Sumatera Utara seperti minyak goreng, telur ayam ras dan buah-buahan.
INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA
INFLASI BULANAN (MONTH TO MONTH /MTM)
Rata-rata laju inflasi Aceh secara bulanan pada bulan Juli, Agustus, September 2016 sebesar 0,50% jauh lebih
besar dibandingkan rata-rata inflasi bulanan di triwulan yang sama pada tahun 2015 yang tercatat sebesar
0,05%. Meningkatnya inflasi bulanan pada periode ini disumbang oleh kelompok bahan makanan yang
mengalami rata-rata inflasi bulanan sebesar 1,13%, disusul oleh kelompok pendidikan, rekreasi, & olahraga
serta kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok masing-masing sebesar 0,60% dan 0,32% (mtm).
Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat bahwa inflasi bulanan kelompok bahan makanan meningkat secara
signifikan pada bulan September 2016. Beberapa komoditas bahan makanan yang mengalami kenaikan harga
yakni Cabai Merah, tongkol dan cabai hijau. Harga cabai cenderung melonjak seiring dengan permintaan cabai
yang sangat tinggi pada event meugang dan Idul Adha di bulan September 2016. Lonjakan harga ini juga tidak
dapat diantisipasi oleh stok yang mencukupi seiring dengan mulai berhentinya musim panen pada bulan
Agustus.
48 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016
94BAB 3
Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Bulanan Aceh (mtm %)
Kelompok
2014 Rata-rata
2015 Rata-rata
2016 Rata-Rata Jul Agu Sep Jul Agu Sep Jul Agu Sep
Bahan Makanan 4,04 -0,64 0,63 1,34 1,75 -2,57 -0,63 -0,49 1,00 -1,04 3,44 1,13
Makanan jadi,
minuman, rokok 0,24 0,17 0,32 0,24 0,31 -0,69 1,21 0,28 0,36 0,39 0,21 0,32
Perumahan, air,
listrik, gas,
b.bakar
6,36 -1,35 -0,68 1,44 0,27 0,72 0,11 0,37 0,05 0,33 0,22 0,20
Sandang 0,09 0,02 -0,02 0,03 -0,03 0,13 0,28 0,13 0,77 -0,26 0,14 0,22
Kesehatan 7,34 2,54 2,31 4,06 0,34 2,73 0,18 1,08 0,19 0,53 0,23 0,32
Pendidikan,
rekreasi, olahraga 0,51 0,43 1,10 0,68 0,30 0,88 -1,02 0,06 0,62 1,12 0,07 0,60
Transpor,
komunikasi, jasa
keu.
-2,44 -8,24 4,52 -2,05 -0,03 -0,10 0,15 0,01 0,72 -0,09 -0,01 0,21
UMUM 1,41 0,21 0,50 0,71 0,55 -0,25 -0,15 0,05 0,52 0,01 0,98 0,50
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
Lebih lanjut, Kurangnya pasokan ikan basah di Pasar Pusong, Lhokseumawe, menyebabkan harga ikan
merangkak naik di bulan September 2016. Pasca hari raya Idul Adha, mayoritas nelayan cenderung tidak
melaut salam libur lebaran, sehingga pasokan ikan di pasar cenderung berkurang. Hal tersebut juga terjadi di
beberapa pasar di kota Banda Aceh dan Meulaboh. Adanya tradisi larangan melaut selama sepekan pasca hari
Raya Idul Adha turut mempengaruhi kenaikan harga ikan di pasar-pasar Tradisional. Para nelayan baru
melakukan aktivitasnya mencari ikan pada hari ketujuh Idul Adha.
Grafik 2.3. Inflasi Kelompok Rata-Rata
Grafik 2.4. Inflasi Kelompok (mtm)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
INFLASI TRIWULANAN (QUARTER TO QUARTER/QTQ)
Inflasi triwulanan Aceh pada periode laporan tercatat sebesar 1,51% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,66% (qtq). Laju inflasi triwulanan di periode ini juga lebih tinggi bila
dibandingkan dengan laju inflasi di triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,15%
1,13
0,320,20 0,22
0,32
0,60
0,21
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2Bahan M
akanan
Makanan ja
di, m
inum
an,
rokok
Peru
mahan, a
ir, listrik
,
gas, b
.bakar
Sandang
Kesehata
n
Pendid
ikan, re
kre
asi,
ola
hra
ga
Tra
nspor, k
om
unik
asi, ja
sa
keu.
mtm
(%
)
3,44
0,21 0,22 0,14 0,230,07
-0,01-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
Bahan M
akanan
Makanan ja
di, m
inum
an,
rokok
Peru
mahan, a
ir, listrik
, gas,
b.b
akar
Sandang
Kesehata
n
Pendid
ikan, re
kre
asi,
ola
hra
ga
Tra
nspor, k
om
unik
asi, ja
sa
keu.
mtm
(%
)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016 49
BAB 3 Perkembangan Inflasi Aceh
(qtq). Sejalan dengan inflasi bulanannya, secara triwulanan nilai inflasi terbesar terjadi di kelompok Bahan
bahan makanan yang mengalami inflasi secara triwulanan sebesar 3,39%, disusul oleh kelompok pendidikan,
rekreasi, & olahraga serta kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok masing-masing sebesar 1,81% dan
0,96% (qtq) (Grafik 2.5 & Tabel 2.2). Namun, secara umum pergerakan kenaikan harga di triwulan III 2016
masih relatif stabil untuk seluruh kelompok barang dan jasa, dengan tidak adanya lonjakan inflasi triwulanan
yang melebihi target nasional 4±1%.
Tabel 2.2. Perbandingan Inflasi Triwulanan (qtq)
Kelompok 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III
Bahan Makanan -1,65 2,02 4,02 6,50 -5,85 4,36 -1,50 3,68 1,94 1,48 3,39
Makanan jadi, minuman, rokok 1,31 0,66 0,73 0,45 1,56 0,73 1,10 0,66 1,18 2,01 0,96
Perumahan, air, listrik, gas,
b.bakar 2,66 0,80 2,05 2,55 1,38 0,36 0,02 0,76 -0,73 0,08 0,60
Sandang 2,03 1,97 2,54 0,09 1,01 2,78 0,82 -1,03 1,52 3,65 0,66
Kesehatan 0,69 0,51 0,77 0,31 2,18 0,92 0,38 1,00 0,64 0,41 0,96
Pendidikan, rekreasi, olahraga 1,78 0,38 1,96 0,07 0,63 0,22 3,27 0,04 0,40 0,11 1,81
Transpor, komunikasi, jasa
keu. 0,79 0,84 0,89 10,22 -6,21 2,38 0,16 0,02 -1,93 -2,18 0,62
UMUM 0,90 1,09 2,13 3,86 -1,66 1,86 0,15 1,21 0,30 0,66 1,51
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sejalan dengan inflasi bulanan, komoditas kelompok bahan makanan yang dominan berpengaruh dalam
peningkatan laju inflasi secara triwulanan pada periode laporan adalah Cabai Merah, daging sapi & kambing,
ikan segar. Meningkatnya permintaan masyarakat seiring dengan adanya perayaan hari raya Idul Adha di
Bulan September 2016 serta minimnya pasokan menjadi faktor utama yang membuat sejumlah harga bahan
makanan tersebut merangkak naik.
Naiknya harga cabai merah terjadi di sejumlah pasar tradisional di kota pantauan inflasi yakni Banda Aceh,
Meulaboh, dan Lhokseumawe. Kenaikan harga komoditas cabai merah tersebut mencapai lebih dari 50% dari
harga normal. Naiknya harga cabai merah juga diikuti dengan kenaikan harga cabai rawit sebagai produk
barang substitusi. Fenomena tingginya harga cabai merah di pasaran disebabkan oleh berkurangnya pasokan
komoditas tersebut di pasar. Berdasarkan pemantauan harga bahan pokok di Pasar Peunayong Banda Aceh,
harga cabai merah naik mulai dari harga Rp40.000/kilogram menjadi Rp60.000/kilogram sejak minggu ke-2
September 2016. Menurut para pedagang, beberapa sentra pertanian cabai merah baik dari petani lokal
maupun luar daerah mengalami gagal agal panen akibat musim hujan, sehingga tanaman banyak yang
membusuk. Sementara itu, tingkat konsumsi masyarakat Aceh di bulan September 2016 meningkat seiring
dengan adanya perayaan hari raya idul Adha 1437 H
50 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016
94BAB 3
Perkembangan Inflasi Aceh
Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Provinsi Aceh
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Harga cabai yang naik signifikan di Bulan September 2016 justru berkebalikan dengan fenomena yang terjadi
di triwulan II tepatnya Juni 2016. Harga komoditas cabai merah di sejumlah Pasar Tradisional Banda Aceh &
Lhokseumawe sempat mengalami penurunan akibat banyaknya pasokan di pasar, sehingga walaupun
permintaan meningkat di Bulan Ramadhan, kenaikan harga komoditas cabai dapat diantisipasi. Hal tersebut
yang menyebabkan komoditas cabai memiliki andil yang besar dalam meningkatnya inflasi Aceh secara
triwulanan pada periode laporan.
Lebih lanjut, oleh karena adanya tradisi “meugang” di Aceh menjelang perayaan hari raya Idul Adha,
masyarakat Aceh cenderung mengkonsumsi daging lebih banyak dari hari-hari biasa. Tradisi meugang adalah
tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat dan yatim piatu oleh masyarakat Aceh,
Indonesia. Tradisi tersebut dilaksanakan setahun tiga kali yakni saat memasuki bulan Ramadhan, dan saat
perayaan hari raya Idul Adha, dan Idul Fitri.
Berdasarkan perkembangan harga sejumlah bahan makanan pokok, Harga daging sapi di Pasar Peunayong,
Banda Aceh berkisar Rp140.000/kilogram, harga ini naik Rp10.000/kilogram dari harga hari biasa. Walaupun
demikian, kenaikan harga daging sapi di Aceh diperkirakan bersifat temporer dan masih dalam tingkatan
moderat. Setelah sepekan pasca hari raya Idul Adha 1437 H, harga daging sapi tersebut kembali normal di
kisaran Rp130.000/Kilogram.
Komoditas ikan segar dan tongkol juga sempat mengalami kenaikan harga di Bulan September 2016.
Berdasarkan hasil pantauan harga di pasar tradisional Lhokseumawe, Ikan bandeng yang awalnya bertahan
Rp18.000 per kilogram naik menjadi Rp24.000 per kilogram, sedangkan harga ikan tongkol naik dari Rp29.000
per kilogram menjadi Rp24.000 per kilogram. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh berkurangnya pasokan
ikan di pasar pasca meugang dan perayaan hari raya Idul Adha di Aceh karena nelayan untuk tidak melaut.
Namun demikian, kenaikan harga tersebut bersifat temporer dan harga kembali normal setelah sepekan sejak
perayaan Idul Adha 1437 H.
0,901,09
2,13
3,86
-1,66
1,86
0,15
1,21
0,30
0,66
1,51
-2
-1
0
1
2
3
4
5
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
qtq (%) 3,39
0,960,60 0,66
0,96
1,81
0,62
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
Bahan M
akanan
Makanan ja
di, m
inum
an,
rokok
Peru
mahan, a
ir, listrik
,gas, b
.bakar
Sandang
Kesehata
n
Pendid
ikan, re
kre
asi,
ola
hra
ga
Tra
nspor, k
om
unik
asi,
jasa k
eu.
qtq (%)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016 51
BAB 3 Perkembangan Inflasi Aceh
INFLASI TAHUNAN (YEAR ON YEAR/YOY)
Secara tahunan, laju inflasi Provinsi Aceh pada triwulan III 2016 mencapai 3,73% (yoy), menurun
dibandingkan triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,19% (yoy) (Grafik 2.7).
Namun demikian, Inflasi tahunan Aceh pada triwulan III 2016 lebih tinggi daripada inflasi nasional yang
tercatat sebesar 3,07% (yoy). Sejalan dengan inflasi bulanan dan triwulanan, tekanan inflasi pada periode ini
didorong oleh kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, serta kelompok sandang
yang masing-masing tercatat sebesar 10,89% (yoy), 4,89% (yoy), dan 4,83% (yoy).
Di sisi lain, sebagai penahan laju inflasi tahunan di bulan Juni 2016, terdapat deflasi untuk kelompok,
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Deflasi ini terjadi terutama disebabkan adanya penyesuaian atau
penurunan tarif angkutan dan pengiriman barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga
bahan bakar bensin dan solar per tanggal 1 April 2016.
Laju inflasi Aceh secara year on year untuk triwulan III 2016 yang tercatat 3,73%(yoy) masih berada dalam
target inflasi nasional 4±1%. Secara year to date Inflasi Aceh pada periode laporan mencapai 2,49% (ytd),
sehingga apabila tidak terjadi lonjakan harga yang signifikan dalam 3 (tiga) bulan terakhir, sangat
dimungkinkan inflasi Aceh akhir tahun 2016 masih berada dalam target inflasi nasional. Berdasarkan data
perkembangan inflasi Aceh terkini, risiko meningkatnya laju inflasi Aceh di akhir tahun bersumber pada
komoditas volatile foods.
Tabel 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan (yoy)
Kelompok 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III
Bahan Makanan 2,69 1,87 6,71 11,49 6,39 8,83 3,07 0,35 8,65 5,66 10,89
Makanan jadi, minuman, rokok 5,97 5,07 3,63 2,90 3,44 3,50 3,89 4,11 3,71 5,04 4,89
Perumahan, air, listrik, gas,
b.bakar 4,96 5,43 6,07 7,99 6,95 6,48 4,36 2,54 0,41 0,13 0,71
Sandang 7,11 11,00 6,35 6,34 5,71 6,55 4,76 3,59 4,11 4,99 4,83
Kesehatan 3,45 3,97 2,75 2,10 3,81 4,24 3,84 4,55 2,97 2,45 3,04
Pendidikan, rekreasi, olahraga 5,79 6,10 4,18 3,95 3,06 2,90 4,22 4,19 3,94 3,82 2,36
Transpor, komunikasi, jasa
keu. 12,52 9,73 2,56 13,04 5,17 6,78 6,00 -3,80 0,59 -3,89 -3,45
Aceh 5,73 5,45 5,07 8,09 5,45 6,24 4,19 1,53 3,55 2,34 3,73
Nasional 7,32 6,70 4,53 8,38 6,38 7,26 6,83 3,35 4,45 3,45 3,07
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sejalan dengan laju inflasi triwulanan dan bulanan. Meningkatnya laju inflasi Aceh untuk kelompok Bahan
Makanan untuk secara year on year utamanya disebabkan oleh kenaikan harga pada komoditas cabai merah.
Selain itu, komoditas beras, ikan segar dan cumi-cumi juga mengalami kenaikan harga di Bulan September
2016 apabila dibandingkan dengan harga yang berlaku di periode yang sama tahun lalu, namun kenaikan
harga tersebut masih berada dalam tingkatan wajar.
Meningkatnya harga cabai merah di Aceh disebabkan oleh berkurangnya pasokan komoditas tersebut di tengah
meningkatnya permintaan masyarakat seiring dengan berlangsungnya perayaan Idul Adha 1437 H. Pasokan
cabai merah berkurang oleh karena tingginya intensitas hujan di bulan September 2016 sehingga mengganggu
proses panen petani lokal. Selain itu, pasokan komoditas cabai merah dari Sumatera Utara juga turut
terganggu akibat meningkatnya aktivitas dan adanya erupsi gunung Sibanung. Permasalahan lainnya juga
timbul dari serangan virus bulai yang menyebabkan penyakit kuning daun di sejumlah daerah penghasil cabai
di Lhokseumawe. Sehingga, harga cabai merah di sejumlah pasar tradisional merangkak naik, terlebih lagi
permintaan masyarakat tengah meningkat di bulan September 2016 oleh karena perayaan Idul Adha dan
tradisi Meugang.
52 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016
94BAB 3
Perkembangan Inflasi Aceh
Kenaikan harga secara tahunan di Aceh juga terjadi untuk komoditas beras, hal tersebut disebabkan harga
gabah dari petani lokal juga naik. Berdasarkan data yang diperoleh, selama September 2016 rata-rata harga
Gabah Kering Petani (GKP) di tingkat petani Rp 4.537 per kilogram atau naik 1,29 persen dan di tingkat
penggilingan Rp 4.621 per kilogram atau naik 1,26 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada
Agustus 2016. Dari data Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) BI Aceh, rata-rata harga beras di Bulan
September 2016 mencapai Rp145.000 per sak, lebih tinggi dari harga beras di periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp138.000 per sak.
Selanjutnya, kenaikan harga ikan segar dan cumi-cumi pada bulan September 2016 disebabkan karena
berkurangnya pasokan komoditas tersebut di pasaran. Dalam menyambut tradisi Meugang dan perayaan Idul
Adha, nelayan Aceh memiliki tradisi untuk tidak melaut, sehingga hal tersebut membuat pasokan ikan segar
dan cumi-cumi berkurang dari biasanya. Selain itu, frekuensi terjadinya angin kencang dan hujan lebat di
bulan September 2016 cukup banyak sehingga turut menghambat aktivitas nelayan dalam melaut.
Berdasarkan pantuan perkembangan harga di pasar tradisional Lhokseumawe pada triwulan laporan, harga
Ikan Bandeng naik dari semula Rp18.000 per kilogram menjadi Rp24.000 per kilogram. Sedangkan harga ikan
tongkol yang semula dapat diperoleh Rp24.000 per kilogram naik menjadi Rp29.000 per kilogram.
Perkembangan harga komoditas hasil laut di Aceh sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Pemanfaatan fasilitas
cold storage diharapkan mampu membantu nelayan untuk mengatur pasokan ikan segar di pasar.
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Aceh (yoy) Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Triwulan-III 2016 (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
DISAGREGASI INFLASI1
Pada triwulan III 2016, laju inflasi untuk komoditas Core dan Volatile Food secara year on year masing-masing
tercatat mengalami inflasi sebesar 2,44% (yoy) dan 12,24% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 2,12% (yoy) dan 6,20% (yoy). Sedangkan untuk
kelompok Administered Prices tercatat mengalami deflasi sebesar 1,30% (yoy) di triwulan laporan, atau
mengalami penurunan dibandingkan dengan deflasi komoditas Administred Prices di triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 1,70% (yoy) (grafik 2.9).
1Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP (Classification of Individual Consumption According to Purpose), BPS juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat
fundamental.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
yoy (%) Aceh Nasional10,89
4,89
0,71
4,83
3,042,36
-3,45
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Bahan M
akanan
Makanan ja
di,
min
um
an, ro
kok
Peru
mahan, a
ir, listrik
,gas, b
.bakar
Sandang
Kesehata
n
Pendid
ikan, re
kre
asi,
ola
hra
ga
Tra
nspor, k
om
unik
asi,
jasa k
eu.yoy(%)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016 53
BAB 3 Perkembangan Inflasi Aceh
Menurut kontribusinya tekanan inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok volatile food sebesar 2,50%(Grafik
2.10). Komoditas pada kelompok ini yang memberikan andil inflasi tinggi antara lain Cabai Merah, Beras, Ikan
Segar, dan Tongkol. Selain itu inflasi tahunan Aceh pada triwulan laporan juga disumbang beberapa komoditas
dari kelompok administered price yaitu rokok kretek dan rokok kretek filter dengan rata-rata andil inflasi
sebesar 0,27% (yoy).
Grafik 2.9. Disagregasi Inflasi Tahunan
Provinsi Aceh
Grafik 2.10. Kontribusi Disagregasi Inflasi
Provinsi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Meningkatnya harga Cabai Merah di Aceh secara year on year pada Triwulan III 2016 disebabkan adanya
serangan virus bulai yang menyebabkan penyakit kuning daun di sejumlah daerah penghasil cabai di
Lhokseumawe. Berkurangnya pasokan cabai merah di pasar disaat permintaan masyarakat tengah meningkat
di bulan September 2016 menyebabkan harga komoditas tersebut merangkak naik. Di samping itu, adanya
perayaan hari raya Idul Adha, dan frekuensi terjadinya fenomena cuaca buruk, angin kencang disertai hujan
lebat di bulan September 2016 membuat nelayan enggan melaut. Hal tersebut menyebabkan pasokan ikan
segar, dan tongkol di pasar berkurang dan mengakibatkan harga turut meningkat.
Grafik 2.11. Pergerakan Harga Komoditas
Beras Premium
Grafik 2.12. Pergerakan Harga Komoditas
Daging Ayam
Sumber: http://hargapanganaceh.com/, diolah BI Aceh
Sedangkan untuk komoditas beras juga terlihat mengalami kenaikan harga bila dibandingkan dengan harga
yang berlaku di periode yang sama tahun lalu. Namun kenaikan harga tersebut masih dalam tingkat moderat.
Naiknya harga beras berasal dari naiknya harga jual Gabah Kering Panen (GKP) petani. Terjadinya fenomena
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
%,yoy IHK Core
Volatile Adm Price
(1)
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
%,yoyCore Volatile Adm Price
9.850
10.250
10.750 10.600
10.500
10.950
11.150
10.850 10.800
11.250 11.200
11.500
12.100
11.900
11.350
8.500
9.000
9.500
10.000
10.500
11.000
11.500
12.000
12.500
Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep
2015 2016
Rp/Kg
12.300
20.650
13.650
19.950
21.150
23.700
21.000 21.100
29.600
28.050
25.900 25.200
32.400
33.350
26.800
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep
2015 2016
Rp/Kg
54 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016
94BAB 3
Perkembangan Inflasi Aceh
inflasi yang menaikkan harga barang-barang secara umum menyebabkan petani juga menyesuaikan harga jual
gabah yang diproduksi untuk mempertahankan taraf kesejahteraan hidupnya. Harga beras di Aceh pada
triwulan III 2016 relatif masih stabil dengan kenaikan harga pada tingkat moderat.
Grafik 2.13. Pergerakan Harga Komoditas Bumbu-Bumbuan
Sumber: http://hargapanganaceh.com/, diolah BI Aceh
Menurut survei pemantauan harga yang dilakukan oleh Disperindag Provinsi Aceh pada website Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Aceh, komoditas yang memiliki kenaikan harga secara year on year
pada Triwulan III 2016 yakni cabai merah, cabai rawit, beras (Grafik 2.11-2.13). Sementara itu untuk
komoditas Bawang Merah terpantau masih relatif stabil dengan adanya kenaikan harga yang tidak terlalu
signifikan.
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep
2015 2016
Rp/Kg Cabe merah biasa Cabe rawit Bawang merah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016 55
BAB 3 Perkembangan Inflasi Aceh
PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA
Laju inflasi tahunan untuk masing-masing kota pantauan inflasi di triwulan III 2016 adalah Banda Aceh 3,17%,
Lhokseumawe 4,79%, dan Meulaboh 2,19% (yoy), capaian tersebut masih berada dibawah target inflasi
nasional di akhir tahun 2016 sebesar 4±1%. Capaian inflasi tahunan kota Banda Aceh di triwulan III 2016
masih lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi kota tersebut di periode yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 4,30% (yoy) (Grafik2.14 & 2.15).
Sedangkan untuk capaian Inflasi tahunan kota Lhokseumawe dan Meulaboh di periode triwulan III 2016
meningkat bila dibandingkan dengan inflasi tahunan kota tersebut di periode yang sama tahun sebelumnya
masing-masing tercatat sebesar 4,55%(yoy) dan 2,86%(yoy) (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Pergerakan Inflasi 3 Kota di Provinsi Aceh
Kota yoy,%
III-14 IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16
Banda Aceh 4,53 7,83 5,40 6,12 4,30 1,27 3,10 2,01 3,17
Lhokseumawe 5,12 8,53 5,44 6,36 4,55 2,44 4,63 3,03 4,79
Meulaboh 7,52 8,20 5,67 6,47 2,86 0,58 3,12 2,19 3,81
Aceh 5,07 8,09 5,45 6,24 4,19 1,53 3,55 2,34 3,73
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
Untuk Kota Banda Aceh, komoditas Bahan Makanan menjadi kelompok yang memiliki laju inflasi tertinggi
sebesar 10,40% (yoy) disusul oleh kelompok Makanan Jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 5,29%
(yoy). Hal yang serupa juga dapat dilihat dari perkembangan inflasi tahunan kota Lhokseumawe dan Meulaboh
pada triwulan III 2016. Laju inflasi tahunan kota Lhokseumawe untuk triwulan III 2016 didorong oleh kenaikan
harga kelompok Bahan makanan sebesar 12,54% (yoy), kelompok Makanan jadi, minuman, rokok, tembakau
sebesar 3,87% (yoy), serta kelompok Sandang sebesar 4,51% (yoy). Sedangkan untuk laju inflasi kota
Meulaboh didorong oleh kelompok Bahan Makanan 9,22%(yoy), kelompok Makanan Jadi, Minuman, rokok, dan
Grafik 2.14. Pergerakan laju Inflasi Tahunan
Kota Pantauan Aceh
Grafik 2.15. Inflasi Bulanan
Kota Pantauan Aceh Triwulan-III 2016
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
0
1
2
3
4
5
6
Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
2015 2016
YoY (%)
Banda Aceh Lhokseumawe
Meulaboh Aceh
3,173,81
3,73
4,79
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
2015 2016
Title
Banda Aceh Lhokseumawe
Meulaboh Aceh
0,78
0,83
1,44
0,98
56 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016
94BAB 3
Perkembangan Inflasi Aceh
tembakau 5,39% (yoy). Di sisi lain, kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan mengalami deflasi
di tiga kota Pantauan Inflasi (tabel 2.5).
Tabel 2.5. Inflasi menurut kota dan kelompok barang dan jasa di Provinsi Aceh (yoy%)
Kota
Kelompok
Bahan Makanan
Makanan jadi,
minuman, rokok,
tembakau
Perumahan, air, listrik,
gas & bahan bakar
Sandang Kesehatan Pendidikan,
rekreasi, olahraga
Transpor, komunikasi,
jasa keuangan
Inflasi Total
Banda Aceh 10,40 5,29 0,41 5,57 2,72 3,06 -3,59 3,17
Lhokseumawe 12,54 3,87 1,34 4,51 4,35 0,87 -2,81 4,79
Meulaboh 9,22 5,39 0,55 2,39 1,43 2,55 -4,17 3,81
Aceh 10,89 4,89 0,71 4,83 3,04 2,36 -3,45 3,73
Sumber : BPS Provinsi Aceh
Penyebab inflasi di ketiga kota pantauan inflasi Aceh juga tergambar dalam andil komoditas-komoditas di kota
tersebut terhadap inflasi. Pada kota Banda Aceh, komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Cabai
Merah, Rokok Kretek Filter, dan Cumi-cumi. Sedangkan untuk kota Lhokseumawe komoditas yang memberikan
andil tertinggi adalah Daging Ayam Ras, Cabai Merah, dan Tongkol/Ambu-ambu. Untuk kota Meulaboh
komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Tongkol/Ambu-ambu, Mie, dan Cabai Merah. Komoditas
yang konsisten memberikan andil inflasi tahunan terbesar di 3 kota adalah Cabai Merah. Sementara itu, andil
komoditas lainnya terhadap inflasi bervariasi di antara ketiga kota pantauan inflasi tersebut (Tabel 2.6).
Tabel 2.6. Komoditas Pemberi Andil Inflasi Triwulan III Tahun 2016 (yoy%)
Banda Aceh Lhokseumawe Meulaboh
Komoditas Andil Inflasi
Komoditas Andil Inflasi
Komoditas Andil Inflasi
Cabai Merah 0,34 Daging Ayam Ras 0,41 Tongkol/Ambu-ambu 0,70
Rokok Kretek Filter 0,30 Cabai Merah 0,39 Mie 0,36
Cumi-cumi 0,28 Tongkol/Ambu-ambu 0,36 Cabai Merah 0,23
Udang Basah 0,21 Bawang Merah 0,29 Rokok Kretek Filter 0,21
Emas Perhiasan 0,18 Cabai Rawit 0,25 Beras 0,21
Rokok Kretek 0,15 Cumi-cumi 0,25 Kopi Manis 0,18
Minyak Goreng 0,14 Gula Pasir 0,21 Emas Perhiasan 0,16
Jeruk 0,13 Kacang Panjang 0,20 Bawang Merah 0,16
Beras 0,13 Minyak Goreng 0,15 Pir 0,15
Bawang Merah 0,13 Beras 0,15 Rokok Kretek 0,15
Sumber : BPS Provinsi Aceh
Bila dilihat dari 23 kota di Sumatera, pada bulan September 2016, seluruhnya mengalami inflasi tahunan.
Inflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga yaitu sebesar 9,12% (yoy) dan terendah di Kota Metro sebesar 2,80%.
Kota-kota pantauan inflasi di Provinsi Aceh tercatat mengalami inflasi yang relatif lebih rendah diantara kota-
kota lainnya di Sumatera (Tabel 2.7).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016 57
BAB 3 Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.7 Perbandingan Inflasi Kota
Kota Y o Y (%) Kota Y o Y (%)
SIBOLGA 9,12 BUNGO 4,11
MEDAN 7,66 MEULABOH 4,09
BUKIT TINGGI 6,14 BATAM 3,91
PADANG 6,13 TANJUNG PANDAN 3,88
BENGKULU 5,72 LUBUKLINGGAU 3,83
PANGKAL PINANG 5,69 TANJUNG PINANG 3,59
PEMATANG SIANTAR 5,5 DUMAI 3,43
PADANGSIDIMPUAN 5,36 TEMBILAHAN 3,34
JAMBI 5,09 BANDA ACEH 3,04
LHOKSEUMAWE 4,65 BANDAR LAMPUNG 2,90
PALEMBANG 4,27 METRO 2,80
PEKANBARU 4,26
Sumber : BPS Provinsi Aceh
TPID PROVINSI ACEH
Salah satu bentuk koordinasi antara Pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu upaya dalam
pengendalian inflasi adalah melalui pembentukan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) baik di level Pusat maupun
Daerah yang dikenal dengan sebutan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Dalam rangka menindaklanjuti
surat Instruksi Menteri Dalam Negeri atau Inmendagri Nomor 027/1696/SJ Perihal Menjaga Keterjangkauan
Barang dan Jasa di Daerah dimana pada poin ketujuh Instruksi tersebut menyebutkan bahwa “Segera
membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah
koordinasi dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah”.
Sehubungan dengan hal tersebut, sampai dengan triwulan III 2016 seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh
telah memiliki TPID masing-masing, yakni dengan rincian di 23 kabupaten/kota dan 1 (satu) TPID Provinsi di
Provinsi Aceh. Kabupaten / Kota yang baru membentuk TPID pada tahun 2016 antara lain: Kabupaten Aceh
Barat Daya (24 Mei 2016), Gayo Lues (12 Maret 2016), Langsa (18 Maret 2016), Nagan Raya (29 Februari
2016).
Untuk TPID Aceh, Surat Keputusan (SK) Pembentukan TPID telah mengalami beberapa pembaharuan, dimana
TPID Aceh pertama kali dibentuk dengan adanya dasar hukum SK Gubernur Aceh No.580/703/2009 tanggal 26
November 2009 yang diperbarui dengan SK Gubernur Aceh No. 580/473/2011 tanggal 8 Agustus 2011,
selanjutnya diperbaharui melalui SK Gubernur No.580/128/2015 tanggal 29 Januari 2015 dimana jabatan
ketua TPID yang semula dijabat oleh Asisten II menjadi Sekretaris Daerah Aceh. Sementara Asisten II yang
membidangi ekonomi ditetapkan sebagai sekretaris TPID.
Dalam rangka penguatan kegiatan dan koordinasi terkait dengan stabilitas harga, TPID Provinsi Aceh juga
selalu melibatkan instansi vertikal diantaranya adalah BPS Provinsi Aceh, Bulog Sub Divre Aceh, Pertamina,
PLN, dll. Hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan koordinasi terutama dalam hal stabilisasi harga bahan
pangan pokok dan ketersediaan energi (BBM, Listrik, dan Gas Elpiji) serta meningkatkan kualitas asesmen
terhadap perkembangan inflasi Provinsi Aceh.
58 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER-2016
94BAB 3
Perkembangan Inflasi Aceh
Adapun Adapun kegiatan koordinasi TPID Provinsi Aceh sepanjang triwulan III tahun 2016 antara lain
melakukan Rapat Koordinasi TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota Se-Aceh pada tanggal 1 September 2016
di Kabupaten Aceh Tamiang. Kesimpulan dan tindak lanjut rapat adalah sebagai berikut:
a) Melaksanakan rencana pengendalian inflasi sesuai dengan roadmap pengendalian Inflasi Aceh yang telah
disahkan oleh ketua TPID Aceh pada bulan Agustus 2016
b) Melakukan Sinergi program SKPA dalam rangka pengendalian inflasi Aceh periode Tw IV-2016, antara lain:
Melaksanakan Program Toko Tani Indonesia keliling yang dilaksanakan pada minggu pertama bulan
Agustus 2016.
Membentuk tim pengawasan LPG 3 Kg.
Perbaikan irigasi & panen raya periode gadu diharapkan dapat menghambat inflasi, khususnya dari
kelompok volatile food.
Pembinaan Gabungan Kelompok Peternak yang terintegrasi dengan fungsi Rumah Potong Hewan
(RPH).
Memperlancar pelaksanaan bongkar muat kontainer barang kebutuhan pokok dari Tanjung Priok ke
pelabuhan Malahayati pada tanggal 22 Agustus 2016.
Memberikan Subsidi bagi kapal perintis untuk penanganan stagnasi transportasi laut.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 60
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan III 2016, sektor
korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan sektor
pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Hal ini senada dengan hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha yang mengindikasikan penurunan kinerja perusahaan pada
periode laporan. Kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi di Aceh
berada di level yang perlu untuk mendapat perhatian lebih khusus atau kurang baik. Hal
ini tercermin dari indikator Non Performing Loans (NPL) kredit pada sektor Korporasi di
Aceh yang berada di atas level aman 5%.
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami penurunan pertumbuhan pada
triwulan III-2016. Namun demikian kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke
sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non
Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level
yang berada jauh dibawah critical point 5%. Selain itu tren penurunan tingkat
pengangguran di Aceh dapat berkontribusi pada peningkatan ketahanan sektor rumah
tangga perseorangan.
KETAHANAN SEKTOR KORPORASI
4.1.1. Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Perekonomian Aceh di triwulan III-2016 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya karena menurunnya
kinerja di sektor-sektor utama Aceh, yakni sektor pertanian, perdagangan, administrasi pemerintahan. Hal ini
senada dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan tendensi bahwa
kegiatan usaha pada triwulan III- 2016 menurun dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Penurunan kegiatan
usaha tersebut tercermin pada saldo bersih tertimbang (SBT) 1 kegiatan usaha sebesar -2,83%, atau lebih
rendah dibandingkan SBT akhir triwulan II 2016 yang masih tercatat positif sebesar 6,35%. Penurunan kinerja
sektor ekonomi berdasarkan SKDU didorong oleh adanya SBT negatif di sektor industri pengolahan sebesar
1,74%, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor menunjukkan SBT sebesar -
0,22%, dan sektor transportasi dan pergudangan yang menunjukkan SBT -1,79%.
Sementara itu, berdasarkan SKDU, rata-rata kapasitas produksi terpakai menurun dari 81,38% pada triwulan
III 2015 menjadi 76,21% pada triwulan laporan. Indikasi penurunan kapasitas produksi terjadi pada sektor
pertambangan yang secara rata-rata mengalami penurunan dari 90% pada tahun sebelumnya menjadi 76,88%
pada periode laporan. Penurunan ini dikonfirmasi oleh ekspor bahan bakar mineral Aceh yang mengalami
perlambatan pada periode laporan.
Namun demikian, berdasarkan hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
dan Kota Lhokseumawe menunjukkan optimisme dari kontak yang berasal dari sektor pertanian, pengolahan
dan logistik yang berpendapat bahwa situasi ekonomi di tahun 2016 dapat menunjang penjualan dan produksi
sektor tersebut.
1Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.
61 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
4.1.2. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang dimiliki oleh nasabah korporasi di Aceh pada triwulan III-2016
mencapai Rp1,46 triliun atau terkontraksi sebesar 11,53%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 25,99%. Komposisi DPK korporasi di Aceh pada triwulan laporan masih didominasi oleh jenis
simpanan Giro dengan proporsi 60,87%, kemudian diikuti dengan deposito dengan proporsi 22,19%, dan
terakhir Tabungan dengan proporsi 16,94%. Secara nominal struktur DPK Aceh tergambar pada Grafik 4.2.
Grafik 4. 1. Perkembangan DPK Korporasi Grafik 4. 2. Komposisi DPK Korporasi
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Penurunan tingkat pertumbuhan DPK korporasi di Provinsi Aceh terutama diakibatkan oleh penurunan
tingkat pertumbuhan Giro. Pada triwulan laporan ini, kontraksi Giro korporasi adalah sebesar 2,06% (yoy)
dengan posisi sebesar Rp894 miliar, menurun secara signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 49,75% (yoy). Penurunan giro korporasi terjadi sesuai dengan tren tahunannya
dimana pada periode ini perusahaan seringkali melakukan pembayaran untuk modal pelaksanaan proyek.
Deposito korporasi mengalami kontraksi sebesar 20,84%(yoy) dengan posisi sebesar Rp326 miliar, menurun
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 0,72%, sedangkan Tabungan
korporasi terkontraksi sebesar 25,85% (yoy) dengan posisi sebesar Rp249 miliar atau mengalami
peningkatan kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 11,50% (yoy).
Grafik 4. 3. Perkembangan Giro Korporasi
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Grafik 4. 4. Perkembangan Tabungan Korporasi
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
I II III IV I II III
2015 2016
Rp M
ilyar
DPK Korporasi Pertumbuhan DPK Korporasi(yoy)
60,87%16,94%
22,19% Giro Korporasi
TabunganKorporasi
DepositoKorporasi
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
I II III IV I II III
2015 2016
Rp M
ilyar
Giro Korporasi Growth Giro Korporasi
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III
2015 2016
Rp M
ilyar
Tabungan Korporasi Growth Tabungan Korporasi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 62
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Pada triwulan laporan, suku bunga Giro korporasi berada pada level 1,31% atau menurun dibandingkan
suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 1,61% (Grafik 4.8). Hal ini senada dengan suku bunga Tabungan
korporasi yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya dari sebesar 3,40% menjadi 2,68% pada
triwulan laporan. Suku bunga Deposito korporasi juga cenderung sedikit menurun di level 6,27%
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,27%. Penurunan suku bunga DPK Korporasi di Aceh sejalan
dengan rangkaian penyesuaian BI-7 Days Repo Rate2 sejak awal tahun 2016, dari sebelumnya 5,50% pada
bulan April 2016 menjadi 5,25% pada bulan Juni 2016 hingga mencapai 5% pada bulan September 2016.
Grafik 4. 5. Perkembangan Deposito Korporasi Grafik 4. 6. Perkembangan Suku Bunga DPK Korporasi
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Pembiayaan sektor Korporasi oleh perbankan berdasarkan lokasi proyek pada Triwulan-III 2016 menunjukkan
penurunan kontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit Bank Umum yang diterima oleh
sektor korporasi di Aceh pada akhir Triwulan-III 2016 mencapai Rp32,78 triliun, terkontraksi sebesar 2,07%
(yoy) atau mengalami perlambatan kontraksi dibandingkan dengan kontraksi kredit korporasi pada Triwulan-II
2016 sebesar 2,10% (yoy) (Grafik 4.7).
Grafik 4. 7. Perkembangan Kredit ke Korporasi Grafik 4. 8. Perkembangan NPL Kredit ke Korporasi
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
2 Penggunaan BI 7 Day Repo Rate sebagai suku bunga acuan berlaku mulai tanggal 19 Agustus 2016. Sebelum periode tersebut suku bunga acuan menggunakan BI Rate
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III
2015 2016
Rp M
ilyar
Deposito Korporasi Growth Deposito Korporasi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III
2015 2016
%
Giro Tabungan Deposito
-10%
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
Kredit Ke KorporasiKredit TotalGrowth Kredit Korporasi (yoy, Kiri))
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
I II III IV I II III
2015 2016
%
Rp T
riliun
Kredit Ke Korporasi NPL Kredit ke Korporasi
63 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
Kredit yang disalurkan oleh Bank Umum di Aceh tersebut diterima oleh tiga sektor korporasi utama di Aceh yaitu
sektor Perdagangan Besar & Eceran, Pertanian, Kehutanan & Perikanan serta sektor Industri Pengolahan yang
mencapai 50,08% dari total kredit yang disalurkan ke sektor Korporasi di Aceh.
Kredit yang diterima oleh korporasi pada sektor pertanian di Aceh mencapai Rp1,24 triliun atau mengalami
kontraksi pada triwulan laporan, yaitu sebesar 26,10% (yoy). Tingkat pertumbuhan tersebut menurun
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit triwulan sebelumnya yang mencapai sebesar 19,37% (yoy).
Seiring dengan perlambatan perekonomian pada sektor industri pengolahan, posisi kredit yang disalurkan
kepada sektor industri pengolahan mengalami kontraksi sebesar 14,02% (yoy) pada triwulan laporan dengan
baki debet sebesar Rp306,70 miliar, tingkat kontraksi tersebut menurun dibandingkan triwulan II-2016 yang
terkontraksi hingga 31,90% (yoy). Kredit ke sektor perdagangan di Aceh mencapai Rp594,71 miliar dan masih
mengalami kontraksi sebesar 36,03% (yoy), tingkat kontraksi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 22,04%.
Grafik 4. 9. Komposisi Kredit Perbankan Di Aceh
Grafik 4. 10. Perkembangan Kredit dan NPL
Sektor Industri Pertanian
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Grafik 4. 11. Perkembangan Kredit dan NPL Korporasi Sektor
Perdagangan
Grafik 4. 12. Perkembangan Kredit dan NPL Korporasi
Sektor Pengolahan
Kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi meningkat. NPL kredit Bank Umum yang
disalurkan kepada sektor Korporasi di Aceh pada akhir Triwulan-III 2016 tercatat sebesar 6,51% (yoy), sedikit
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,18 % (yoy) (Grafik 4.18). Jika dilihat berdasarkan
sektor Korporasi utama, NPL Kredit yang disalurkan sektor Perdagangan di Aceh pada akhir Triwulan-III 2016
masih berada pada level yang tinggi yaitu sebesar 13,75%. Kondisi tersebut berbeda dengan rasio NPL kredit
yang disalurkan Bank Umum ke korporasi di sektor industri pengolahan dan pertanian yang masih terjaga rendah
di bawah level 5% yaitu masing-masing hanya sebesar 0,04% dan 2,58%.
7%
14%
29%
50%
Perdagangan
IndustriPengolahan
Pertanian
Sektor Lainnya
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV I II III
2015 2016
%
Rp T
riliun
Kredit Ke Pertanian NPL Pertanian (kanan)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I II III
2015 2016
%
Rp M
ilia
r
Kredit Ke Perdagangan NPL PHR (kanan)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III
2015 2016
%
Rp M
ilyar
Kredit Ke Industri Pengolahan
NPL Industri Pengolahan (kanan)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 64
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Grafik 4.13. Perkembangan Suku Bunga Kredit Korporasi Di Aceh
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Tingkat suku bunga kredit korporasi
terus menunjukkan tren penurunan
seiring dengan rangkaian
penyesuaian BI-7 Days Repo Rate
sejak awal tahun 2016. Pada triwulan
laporan, suku bunga kredit korporasi
berada pada level 11,30% atau
sedikit menurun dibandingkan suku
bunga triwulan sebelumnya sebesar
12,27% (Grafik 4.13).
KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.1. Sumber kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Konsumsi di Aceh cenderung mengalami penurunan pada triwulan III-2016. Hal ini juga terkonfirmasi dari
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) di triwulan III-2016 masing-masing
sebesar 121,44 dan 144,0, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 121,9 dan
115,2. Namun demikian Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tercatat sebesar 128,89, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 128,7 yang menunjukkan bahwa optimisme konsumen terhadap
situasi perekonomian di tahun 2016 masih terjaga. Selain itu penurunan tingkat pengangguran di Aceh hingga
mencapai level 7,57% pada bulan Agustus 2016 dari 9,93% pada periode yang sama sebelumnya juga dinilai
dapat menjadi indikasi peningkatan stabilitas keuangan rumah tangga perorangan di Aceh.
4.2.2. Eksposur Perbankan Terhadap Sektor Rumah Tangga
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang dimiliki oleh nasabah perorangan di Aceh pada triwulan III-2016
mencapai Rp24,71 triliun atau tumbuh sebesar 43%, meningkat dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 23,31%. Komposisi DPK perorangan di Aceh pada triwulan laporan masih didominasi oleh
jenis simpanan Tabungan dengan proporsi 62,41%, kemudian diikuti dengan deposito dengan proporsi 28,48%,
dan terakhir giro dengan proporsi 9,11%. Secara nominal struktur DPK Aceh tergambar pada Grafik 4.15.
Grafik 4. 14. Perkembangan DPK Perseorangan Grafik 4. 15. Komposisi DPK Perseorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Peningkatan tingkat pertumbuhan DPK perorangan di Provinsi Aceh terutama diakibatkan oleh peningkatan
tingkat pertumbuhan tabungan. Pada triwulan laporan ini, pertumbuhan tabungan perorangan adalah
0
2
4
6
8
10
12
14
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
I II III IV I II III
2015 2016
%
Rp T
riliun
Jumlah Kredit Korporasi (kanan)
BI 7 D RR
Suku Bunga Kredit Korporasi
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
DPK Perseorangan Pertumbuhan DPK Perseorangan(yoy)
9,11%
62,41%
28,48% Giro
Perseorangan
Tabungan
Perseorangan
Deposito
Perseorangan
65 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
sebesar 15,90% (yoy) dengan posisi sebesar Rp15,42 triliun atau menurun dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 24,40% (yoy). Pertumbuhan Deposito perorangan adalah sebesar
109,66%(yoy) dengan posisi sebesar Rp7,04 triliun, meningkat signifikan dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 17,29%, sedangkan pertumbuhan Giro perorangan adalah
sebesar 264,35% (yoy) dengan posisi sebesar Rp2,25 triliun atau meningkat secara signifikan dibandingkan
tingkat pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 36,95% (yoy).
Grafik 4. 16. Perkembangan Tabungan Perseorangan Grafik 4. 17. Perkembangan Deposito Perseorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Pada triwulan laporan, suku bunga Deposito perorangan berada pada level 6,62% atau sedikit meningkat
dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 6,51% (Grafik 4.8). Namun demikian suku bunga
tabungan perorangan menurun dibanding triwulan sebelumnya dari sebesar 1,73% menjadi 1,61% pada
triwulan laporan. Suku bunga giro perorangan juga cenderung menurun di level 1,13% dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 1,53%.
Grafik 4. 18. Perkembangan Giro Perseorangan Grafik 4. 19. Perkembangan Suku Bunga DPK
Perseorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kredit berdasarkan lokasi proyek yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor Rumah Tangga perorangan di
Aceh memiliki proporsi sebesar 55,31% dari total kredit. Pembiayaan kredit yang disalurkan kepada individu
perorangan di Provinsi Aceh mengalami peningkatan pertumbuhan (Grafik 4.20). Pada akhir Triwulan-III 2016
kredit yang disalurkan perbankan kepada perorangan mencapai Rp18,13 triliun atau tumbuh sebesar 35,57%
(yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan kredit rumah tangga di Triwulan-II 2016 sebesar
35,57 % (yoy). Kredit rumah tangga terdiri dari Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp2,55 triliun
(14,08%), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Rp1,66 triliun (9,16%), dan Multiguna sebesar Rp13,37 triliun
(73,56%)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
Tabungan Perseorangan
Pertumbuhan Tabungan Perseorangan (YoY, Kanan)
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
Deposito Perseorangan
Pertumbuhan Deposito Perseorangan (YoY, Kanan)
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
0
500
1000
1500
2000
2500
I II III IV I II III
2015 2016
Rp M
ilyar
Giro Perseorangan
Pertumbuhan Giro Perseorangan (YoY, Kanan)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III
2015 2016
%
Giro Tabungan Deposito
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 66
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Mayoritas kredit perorangan di Aceh disalurkan untuk skim multiguna yang pada triwulan III-2016 mencapai
Rp13,37 triliun, atau tumbuh sebesar 49,02% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 10,28%. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang disalurkan Bank Umum ke sektor Rumah Tangga di
Aceh di Triwulan-III 2016 mencapai Rp1,66 triliun, dimana tingkat pertumbuhannya meningkat dibandingkan
triwulan lalu yang terkontraksi sebesar 2,24%, menjadi tumbuh sebesar 19,53% (yoy) pada triwulan laporan.
Selain dalam bentuk KKB, kredit Bank Umum yang diterima oleh sektor Rumah Tangga di Aceh juga berupa KPR
sebesar Rp2,57 triliun pada Triwulan-III 2016 . Kredit dalam bentuk KPR yang diterima oleh sektor rumah tangga
mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan sebesar 5,69% (yoy) atau sedikit meningkat
dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,60% (yoy).
Grafik 4. 20. Perkembangan Kredit Perorangan Grafik 4. 21. Perkembangan Kredit Multiguna
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Grafik 4. 22. Perkembangan KKB Grafik 4. 23. Perkembangan KPR
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini
tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level
yang berada dibawah critical point 5%. NPL KPR pada Triwulan-III 2016 sebesar 2,57% atau sedikit meningkat
dari triwulan sebelumnya sebesar 2,53%, sedangkan NPL KKB pada periode laporan mencapai 1,07%, sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,06% sedangkan NPL kredit multiguna hanya sebesar
0,43% atau sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dengan tingkat NPL 0,45% (Grafik 4.24).
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
Kredit Perorangan Kredit Total
Pertumbuhan (yoy,kanan)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
Multiguna Pertumbuhan yoy Multiguna (kanan)
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
0,5
1
1,5
2
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
KKB Pertumbuhan yoy KKB (kanan)
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
KPR Pertumbuhan yoy KPR (kanan)
67 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
Grafik 4. 24. Perkembangan NPL Kredit Perorangan Grafik 4. 25. Perkembangan Suku Bunga Kredit
Perorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Tingkat suku bunga kredit perorangan terus menunjukkan tren penurunan seiring dengan rangkaian
penyesuaian BI-7 day repo rate sejak awal tahun 2016. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit perorangan
berada pada level 10,87% atau menurun dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 11,99%
(Grafik 4.25).
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.3.1. Asesmen Penyaluran Pembiayaan UMKM
Penyaluran kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Aceh pada Triwulan-III 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit yang disalurkan perbankan kepada UMKM
di triwulan pelaporan ini mencapai Rp9,73 triliun, atau tumbuh sebesar 15,73% (yoy), meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,42% (yoy).
Namun demikian, hingga akhir Triwulan-III 2016 pangsa penyaluran kredit UMKM hanya mencapai 29,68% dari
total kredit yang disalurkan perbankan ke Provinsi Aceh. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penyaluran kredit
kepada usaha mikro, kecil, dan menengah di Aceh masih cukup rendah. Apabila dilihat berdasarkan skala
usahanya, kredit UMKM masih didominasi oleh kredit skala kecil (Grafik 4.27). Kredit UMKM skala kecil (Rp 50juta
– Rp500 juta) yang disalurkan pada Triwulan-III 2016 mencapai Rp4,72 triliun, disusul oleh kredit skala mikro
(di bawah Rp50 juta) dengan baki debet sebesar Rp2,92 triliun dan kredit skala menengah (Rp500 juta – Rp5
miliar) senilai Rp2,08 triliun.
Grafik 4. 26. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4. 27. Komposisi Kredit UMKM
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III
2015 2016
%
Giro Tabungan Deposito
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
5
10
15
20
I II III IV I II III
2015 2016
%
Rp T
riliun
Posisi Kredit Perorangan
BI 7D RR (kanan)
Suku Bunga Kredit Perorangan (kanan)
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III
2015 2016
Rp T
riliun
Total Pembiayaan UMKM (kiri) Pertumbuhan (yoy)
Menengah
21%
Kecil49%
Mikro30%
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 68
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Terkait dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), outstanding Kredit Untuk Rakyat (KUR) dengan total baki debet
tercatat sebesar Rp500,62 miliar (Grafik 4.23) dengan jumlah debitur sebanyak 11.615 debitur (Grafik 4.24).
Penyaluran KUR (total baki debet) Provinsi Aceh tersebut tumbuh sebesar 22,53% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang telah terkontraksi sebesar 7% (yoy) (Grafik 4.24).
Grafik 4. 28. Perkembangan Penyaluran
KUR Aceh
Grafik 4. 29. Perkembangan
Debitur KUR Aceh
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
4.3.2. Program Akses Keuangan dan Pengembangan UMKM
Daging sapi merupakan komoditas yang pola konsumsinya cukup unik di Aceh. Setiap tiga kali dalam setahun,
masyarakat Aceh merayakan hari raya Idul Adha, Idul Fitri dan menjelang Ramadhan dengan tradisi Meugang.
Meugang adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat dan yatim piatu oleh
masyarakat Aceh. Selain pola konsumsinya yang unik, preferensi masyarakat Aceh terhadap daging sapi juga
cenderung sangat spesifik. Mayoritas masyarakat Aceh kurang menyukai daging beku dan lebih memilih untuk
mengkonsumsi daging segar dari varietas sapi Aceh.
Sapi Aceh merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2907/Kpts/OT.140/6/2011, yang mempunyai sebaran asli geografis di
Provinsi Aceh yang dibudidayakan secara turun temurun. Sapi Aceh umumnya diternakkan oleh masyarakat
sebagai penghasil daging. Sapi Aceh yang dijumpai di beberapa kabupaten di Provinsi Aceh memiliki fisik lebih
besar dari sapi Sumatera karena lebih banyak disilangkan dengan sapi Benggala (Zebu) Penampilan Produksi
Berat Lahir Berat lahir pedet betina sapi Aceh 14,75 kg dan pedet jantan 15,9 kg dengan angka kelahiran rata-
rata 65-85% Produksi Daging Berat karkas sapi Aceh jantan berkisar 129,9 kg dan sapi Aceh betina 109,8 kg.
Sedangkan persentase karkas rata-rata 49-51%.
Sayangnya, permintaan sapi varietas Aceh yang tinggi, seringkali tidak dapat dipenuhi oleh pasokan yang ada
dan hal ini berdampak pada fluktuasi harga daging sapi di tingkat konsumen, khususnya saat hari raya
keagamaan. Pada hari biasa, harga daging sapi Aceh dapat mencapai Rp120.000/kg sedangkan pada saat
menjelang meugang dapat melonjak hingga Rp160.000/kg.
Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya mengawal kebijakan stabilitas sistem keuangan dan pengendalian
inflasi daerah, KPwBI Provinsi Aceh bekerjasama dengan pemerintah Daerah melakukan berbagai
pengembangan UMKM dan sosialisasi akses keuangan. Salah satu program unggulan yang dilaksanakan oleh
Bank Indonesia sejak tahun 2014 adalah pengembangan program pengendalian inflasi klaster sapi pada salah
satu sentra sapi di Provinsi Aceh, yaitu Kabupaten Pidie dan Aceh Barat. Dalam pengembangan program klaster
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III
2015 2016
Rp M
ilia
r
Total Pembiayaan KUR (Kiri) Pertumbuhan (yoy)
-70%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
I II III IV I II III
2015 2016
Jumlah Debitur KUR (kiri) Pertumbuhan (yoy)
69 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
ini KPw BI Provinsi Aceh menyasar 3 permasalahan utama dari budidaya sapi, yaitu pakan, pembibitan dan
kelembagaan.
Gambar 4.1 Sapi Indukan Yang Diberikan Inseminasi
Buatan
Gambar 4.2. Anakan Sapi Hasil Inseminasi Buatan
Salah satu kendala dalam budidaya sapi pedaging di Aceh adalah keterbatasan pasokan bibit sapi. Proses
pengembangbiakan sapi masih mengandalkan proses kawin alami, selain itu peternak sapi tidak memiliki target
tertentu untuk penambahan jumlah sapi – anakan. Issue yang berkembang saat ini, adalah ketersediaan sapi
bakalan yang berkurang sehingga harga sapi-bakalan sudah cukup tinggi yang berakibat harga jual sapi siap
potong juga tinggi. Hal ini berakibat harga sapi Aceh tidak kompetitif untuk di ekspor keluar Aceh. Hal ini menjadi
salah satu sebab ketersediaan sapi yang siap potong tidak mencukupi.
Untuk mengatasi hal tersebut sejak tahun 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Aceh melaksanakan program
sinkronasi birahi dan pelaksanaan program inseminasi buatan. Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam
program inseminasi buatan adalah ketidaksesuaian antara waktu ovulasi dengan pemberian /injeksi sperma.
Melalui upaya terapi hormon / sinkronasi birahi diharapkan masalah tersebut dapat teratasi.
Program inseminasi buatan ini dilaksanakan pada semester II-2015 kepada 62 indukan sapi dan sembilan bulan
kemudian 54 anakan baru telah lahir dalam periode yang tidak terlalu berjauhan. Melalui program inseminasi
buatan ini peternak dapat memperoleh berbagai keuntungan antara lain memperoleh bibit yang unggul seperti
yang diinginkan, mendapatkan anak yang unggul dengan cepat, meningkatkan nilai jual, mengatur kelahiran
yang serentak apabila peternak memiliki induk yang banyak, mudah untuk melakukan perawatan induk dan
anak, menentukan jenis kelamin anakan, serta mempermudah pemasaran.
Dengan adanya pemanfaatan teknologi tepat guna dalam bentuk sinkronisasi birahi dan inseminasi buatan, maka
diharapkan permasalahan minimnya bibit sapi unggul di Aceh dapat teratasi dan menjadi model percontohan
yang dapat direplikasi oleh peternak sapi lain di Provinsi Aceh. Melalui metode ini diharapkan diperoleh dua
manfaat, di satu sisi petani menjadi lebih sejahtera dikarenakan memiliki target pertambahan jumlah sapi anakan
dari sapi betina yang dimilikinya, selain itu apabila pasokan daging sapi terjaga dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat, maka diharapkan fluktuasi harga daging sapi di Aceh dapat diminimalisir.
71 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan
adanya net outflow, namun leebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukan penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal
KINERJA SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
Seiring dengan momen Idul Adha 1437H, Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan
Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau cenderung keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan
masyarakat. Posisi netflow mengalami pertumbuhan negatif sebesar 95,6% (qtq). Kondisi netflow ini lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami outflow sebesar Rp3,42 miliar menjadi outflow
sebesar Rp149,23 milyar pada triwulan laporan. Pertumbuhan tahunan netflow mencatat peningkatan outflow
sebesar 12% (yoy), menurun signifikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh sebesar
191,9%.
Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) mengalami pertumbuhan sebesar 129,8% (qtq) dari
sebesar Rp967,77 miliar pada triwulan II 2016 menjadi Rp2,23 triliun pada triwulan III 2016. Sebaliknya, aliran
uang kartal dari Bank Indonesia menuju perbankan dan masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan tercatat
sebesar Rp2,37 triliun atau menurun 45,9% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp4,39 triliun. Posisi net
outflow yang tinggi saat triwulan III sejalan dengan pola historisnya. Hal ini didorong
oleh peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan/masyarakat seiring dengan masuknya
hari raya Idul Adha 1437 H.
Secara tahunan, pertumbuhan posisi inflow pada triwulan laporan mengalami perlambatan dari 105,39% (yoy)
pada triwulan II 2016 menjadi 134,6% (yoy) pada triwulan III 2016. Namun demikian pertumbuhan posisi
outflow sebesar 81,8% (yoy) tidak sebesar triwulan sebelumnya yang mencapai 162,5% (yoy).
Dalam rangka meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Aceh secara rutin melaksanakan kegiatan kas keliling baik di dalam kota (Banda Aceh dan sekitarnya), luar kota,
maupun remote area (daerah terpencil). Pada periode triwulan II-2016 telah dilaksanakan kegiatan kas keliling
di Kota Banda Aceh sebanyak 20 kali, dan di Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 27 s.d 30 Mei 2016 dan di Kota
Sabang tanggal 8 s.d 10 Juni 2016 yang seluruhnya terserap ke masyarakat. Selain itu untuk memenuhi
kebutuhan uang layak edar masyarakat di wilayah pesisir barat Aceh, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Grafik 5. 1. Perkembangan Inflow Outflow Grafik 5. 2. Perkembangan Uang Tidak Asli
Sumber : BI Aceh
-4000
-3000
-2000
-1000
0
1000
2000
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Outflow Inflow Netflow
27
71
118
44
210
17
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III
2015 2016
Lem
bar
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 72
BAB 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Aceh juga telah membuka kas titipan sejak 25 Februari 2016 bertempat di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk,
Cabang Blangpidie.
Penemuan uang palsu di Provinsi Aceh pada triwulan laporan meningkat menjadi
sebanyak 10 lembar dari triwulan sebelumnya sebanyak 2 lembar (grafik 5.2). Penemuan tersebut antara lain
berasal dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Secara nominal, uang palsu yang ditemukan berada dalam pecahan Rp100.000
sebanyak 5 lembar, 4 lembar dalam pecahan Rp50.000 dan 1 lembar pecahan Rp5.000.
Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume
maupun nominal (Grafik 5.).
Secara triwulanan, pada triwulan III-2016 penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebesar 84.306
Data Keuangan Elektronik (DKE) atau menurun sebesar 8,13% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
sebesar 91.770 DKE. Nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI sebesar Rp3,56 triliun atau menurun 22,83%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp4,62 triliun.
Penurunan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga
sebagaimana terkonfirmasi dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia. IKK pada triwulan berjalan berada pada level optimis dan tercatat sebesar 121,44 atau sedikit lebih
rendah dibandingkan IKK triwulan sebelumnya sebesar 121,9.
Secara tahunan, volume transaksi ritel melalui SKNBI pada periode triwulan III-2016 tercatat meningkat sebesar
49,91% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 56.237 DKE. Nilai transaksi yang
diproses melalui SKNBI sebesar meningkat 86,28% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp1,91 triliun.
Grafik 5. 3. Perkembangan Nilai Kliring Grafik 5. 4. Perkembangan Volume Kliring
Sumber : BI Aceh
Aktivitas kliring yang meningkat signifikan pada triwulan laporan didorong oleh implementasi Peraturan Bank
Indonesia No.17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal
oleh Bank Indonesia yang berlaku efektif per 1 Januari 2016. Dengan adanya peraturan tersebut, SKNBI Generasi
II melayani transfer dana masyarakat melalui sistem kliring sebanyak 5 kali dalam sehari (sebelumnya 4 kali),
sementara Layanan Kliring Warkat Debit ditingkatkan menjadi 4 kali dalam sehari (sebelumnya 1 kali) dengan
jam layanan 9,5 jam (sebelumnya 8 jam) dan nilai maksimal transaksi Rp500 juta pertransaksi (sebelumnya Rp
-1
0
1
2
3
4
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
I II III IV I II III
2015 2016
%
Rp
Milia
r
Nominal (Kiri) g_NomKliring(QtQ)
g_NomKliring(YoY)
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
I II III IV I II III
2015 2016
%
Volume (kiri)
g_VolKliring(QtQ)
g_VolKliring(YoY)
73 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
100 juta). Selain itu, penyempurnaan dalam SKNBI Generasi II juga mencakup perluasan akses kepesertaan
terhadap Penyelenggaraan Transfer Dana Selain Bank Umum, yaitu menambah juga Penyelenggara Transfer
Dana (PTD) Non Bank khusus untuk Layanan Transfer Dana (Kliring Kredit). Hal ini memungkinkan masyarakat
melakukan transfer dana ke seluruh wilayah Indonesia secara aman, murah dan efisien.
75 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Aceh hingga bulan Agustus 2016 mencapai
64,26%, atau meningkat dibanding bulan Agustus 2015 yang mencapai 63,44%.
Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh berada pada level 7,57%,
menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,93%.
Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh berdasarkan data terakhir bulan Maret 2016 tercatat
sebesar 16,73%. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada
bulan Maret 2015 yang mencapai 17,08%. menurunnya tingkat kemiskinan di Aceh
tersebut diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan
sebesar 0,73%, sementara itu tingkat kemiskinan di daerah perkotaan cenderung
meningkat sebesar 1,22%.
KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Aceh
berdasarkan survei tenaga kerja BPS per Agustus
2016 menunjukkan jumlah angkatan kerja di
Provinsi Aceh mencapai 2.258 juta orang, atau
meningkat sebanyak 75 ribu orang dari jumlah
angkatan kerja di bulan Agustus 2015 sebanyak
2.183 juta orang.
Namun demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) di Provinsi Aceh pada Agustus 2016
mencapai 7,57%, lebih rendah dibandingkan TPT
bulan Agustus 2015 sebesar 9,93%. Hal ini
mengindikasikan pertumbuhan jumlah angkatan
kerja selama periode tahun 2015 hingga tahun
2016 masih dapat diserap oleh pasar tenaga kerja
terkait dengan peningkatan berbagai aktivitas
ekonomi dan proyek di Aceh.
Grafik 4. 1. Perkembangan Kondisi Ketenagakerjaan Aceh (%)
Jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2015, jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2016 di sektor
pertanian mengalami penurunan, namun penduduk yang bekerja di industri pengolahan dan sektor jasa-jasa
masing-masing mengalami peningkatan.
Sektor pertanian masih merupakan sektor utama yang mempengaruhi keadaan ketenagakerjaan di Provinsi
Aceh. Pekerja di sektor pertanian mencapai 735 ribu orang, menurun sebanyak 147 ribu orang dibandingkan
dengan bulan Agustus 2015 sebanyak 882 ribu orang. Penurunan ini dapat terjadi sebagai dampak penurunan
harga komoditas pertanian yang mengakibatkan preferensi masyarakat Aceh untuk bekerja di sektor pertanian
berkurang & lebih memilih untuk bekerja di sektor industri dan jasa/perdagangan.
Sedangkan pekerja di sektor industri adalah sebanyak 289 ribu orang atau meningkat sebesar 39 ribu orang
dibandingkan dengan bulan Agustus 2015 sebanyak 250 ribu orang. Hal ini selaras dengan data Produksi Industri
Manufaktur Sedang (IBS) yang dirilis oleh BPS Aceh yang mengalami kenaikan sebesar 10,10% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya, walaupun produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil cenderung
menurun Sehingga berdasarkan data ini dapat diindikasikan bahwa tenaga kerja Aceh di sektor industri diserap
oleh sektor Industri Manufaktur Sedang.
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016
TPAK 65,32 63,06 66,37 63,44 64,24 64,26
TPT (rhs) 6,75 9,02 7,73 9,93 8,13 7,57
0
2
4
6
8
10
12
61
62
63
64
65
66
67%%
TPAK TPT (rhs)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 76
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Masyarakat
Pekerja di sektor Jasa-Jasa meningkat sebanyak 229 ribu orang dari 834 ribu orang pada bulan Agustus 2015
menjadi 1063 ribu pada bulan Agustus 2016. Peningkatan ini dapat disebabkan karena beralihnya pekerja di
sektor pertanian ke sektor perdagangan dan jasa kemasyarakatan (Grafik 4.2).
Grafik 4. 2. Perkembangan Tenaga Kerja Aceh menurut Lapangan Kerja
Utama (dalam ribu jiwa)
Grafik 4. 3 Porsi Tenaga Kerja menurut Status Pekerjaan Utama
Secara sederhana, pendekatan kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi
berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori
berusaha dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sedangkan selebihnya termasuk pekerja informal.
Berdasarkan identifikasi ini, maka pada bulan Agustus 2016 sebesar 895 ribu orang (42,88%) bekerja pada
kegiatan formal dan 1,2 juta orang (57,12%) bekerja pada kegiatan informal. Situasi ini menggambarkan bahwa
sebagian besar tenaga kerja di Provinsi Aceh adalah tenaga kerja di sektor informal, yang artinya tenaga kerja
di Provinsi Aceh mayoritas tidak memiliki perlindungan yang memadai bagi tenaga kerja. Karena pekerja di
sektor informal tidak dilindungi dengan hak-hak yang didapatkan oleh tenaga kerja di sektor formal.
Status pekerjaan utama yang terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 0,35% diikuti oleh
berusaha sendiri sebesar 0,19% kemudian pekerja keluarga/tidak dibayar 0,11% lalu berusaha dibantu buruh
tidak tetap sebesar 0,03%. Pekerja dengan status berusaha sendiri mengalami penurunan paling banyak
dibanding yang lain yakni sebanyak 118 ribu orang. Hal ini senada dengan penurunan jumlah tenaga kerja di
sektor jasa-jasa, karena mayoritas pekerja di sektor jasa-jasa adalah pekerja yang berusaha sendiri.
4.2. KESEJAHTERAAN
Sampai dengan periode bulan Maret 2016,
tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh mengalami
penurunan dibandingkan dengan bulan Maret
2015. Jumlah penduduk miskin di Aceh pada
bulan Maret 2016 mencapai 848 ribu jiwa
(16,73%) atau menurun sebanyak 3 ribu orang
jika dibandingkan dengan periode Maret 2015
yang mencapai 852 ribu orang (17,08%) (Grafik
4.4).
Grafik 4. 4. Perkembangan Kemiskinan Aceh
Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada Maret 2015 yaitu 17,08%, terdapat penurunan
persentase penduduk miskin sebesar 0,37%. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut bersumber dari
0
200
400
600
800
1000
1200
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016
Pertanian
Ind.pengolahan
Jasa-jasa
421
288
88
807
200
283
Berusaha Sendiri
Berusaha dibantuburuh tdktetap/Buruh tdkdibayarBerusaha dibantubutuh tetap
Buruh/Karyawan/Pegawai
15
16
17
18
19
20
750
800
850
900
950
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015
%
Rib
u J
iwa
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Orang)
Angka Kemiskinan (rhs)
77 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
penurunan angka kemiskinan di daerah pedesaan sebesar 3,57% sedangkan di daerah perkotaan meningkat
sebesar 1,22%. Peningkatan dana desa yang diimplementasikan dalam berbagai proyek pembangunan
diperkirakan menjadi faktor pendorong adanya penurunan angka kemiskinan kemiskinan di Aceh, khususnya di
pedesaan (Grafik 4.5).
Grafik 4. 5. Perkembangan Angka Kemiskinan
Grafik 4. 6. Angka Kemiskinan Nasional Menurut Provinsi
Tingkat kemiskinan di Aceh saat ini menduduki urutan ke-7 tertinggi dibandingkan 33 Provinsi lainnya (Grafik
4.6). Adapun 10 provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi lainnya dari rendah ke tinggi berturut-turut
adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Gorontalo, Bengkulu, Aceh, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Tengah dan Lampung (grafik 4.7).
Nilai Tukar Petani (NTP) Aceh yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani yang mayoritas
tinggal di pedesaan pada triwulan III-2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dari
sebesar 95,83 menjadi 95,1. Angka realisasi NTP subsektor tanaman pangan, hortikultura, perikanan, tanaman
perkebunan rakyat pada triwulan III-2016 masing-masing mengalami mengalami penurunan dibandingkan
dengan angka NTP pada triwulan sebelumnya, kecuali sektor peternakan (Grafik 4.7 dan 4.9). Apabila
dibandingkan dengan provinsi lainnya di wilayah Sumatera, NTP Aceh berada di posisi ke-4 terendah (Grafik
4.8).
Grafik 4. 7. Perkembangan NTP Aceh Grafik 4. 8. NTP Tiap Provinsi di Wilayah
Sumatera
Sumber: BPS Prov Aceh diolah BI Aceh Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%
Kota Desa
0
5
10
15
20
25
30
DKIJ
Kals
el
Bante
n
Ria
u
Kalu
t
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Suls
el
Sulb
ar
Sultengg
DIY
Lam
bung
NTB
Bengkulu
Malu
ku
PapBar
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
I II III IV I II III
2015 2016
It Ib NTP
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
Aceh (16,73%)
Nasional 10,86%
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 78
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Masyarakat
Grafik 4. 9. NTP Aceh Menurut Sub Sektor
Sumber: BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Dimensi lain yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi kemiskinan adalah tingkat kedalaman dan keparahan
dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan
kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode Maret 2016, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan sebesar 0,33. Indeks
Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dari 19,44 pada Maret 2015 menjadi 19,11 pada Maret 2016. Hal
ini serupa dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang penurunan sebesar 0,31. Indeks ini mengalami
penurunan dari 11,13 pada Maret 2015 menjadi 10,82 pada Maret 2016.
Grafik 4. 10. Indeks Kedalaman Kemiskinan & Indeks Keparahan Kemiskinan Aceh
Grafik 4. 11. Indeks Kedalaman Kemiskinan & Indeks Keparahan Kemiskinan Nasional
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Indikator lain untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah.
Pembangunan manusia di Provinsi Aceh terus mengalami perbaikan. Data terakhir pada tahun 2015 mencatat
bahwa IPM Aceh mencapai 69,45, atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
namun demikian masih lebih rendah daripada IPM nasional sebesar 69,55. Capaian IPM yang terus meningkat
dari tahun ke tahun merupakan indikasi positif bahwa kualitas manusia di Aceh semakin membaik dari aspek
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (Grafik 4.12).
Aspek terakhir yang menggambarkan kualitas hidup manusia yaitu standar hidup layak yang digambarkan
melalui indikator pengeluaran per kapita. Indikator ini memperlihatkan tingkat kesejahteraan yang dapat
dinikmati oleh penduduk dan sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian. Data publikasi BPS terakhir
mencatat selama periode 5 tahun (2011-2015) pengeluaran per kapita Aceh menunjukkan peningkatan dari
80
85
90
95
100
105
110
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
T.Pangan Hortikultura Perikanan
TP Rakyat Peternakan
0
1
2
3
4
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%
Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan
0
1
2
3
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015 2016
% Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan
79 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
tahun ke tahun. Pengeluaran per kapita Aceh tahun 2015 tercatat sebesar Rp8,53 juta, atau telah mengalami
peningkatan sebesar Rp235,57 ribu dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp8,3 Juta (Grafik 4.13).
Grafik 4. 12. Indeks Pembangunan Manusia Aceh
Grafik 4. 13. Pengeluaran Per Kapita Aceh (Dalam Ribu Rp)
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
67,09
67,45
67,81
68,30
68,81
69,45
66,53
67,09
67,70
68,31
68,90
69,55
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Aceh Nasional
7.933,73
8.043,67 8.134,01
8.288,79 8.297,48
8.533,05
2010 2011 2012 2013 2014 2015
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 81
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
Perekonomian Aceh pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran
2,4% - 3,4% (yoy).
Dari sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yang
cukup signifikan sementara itu sektor pertambangan dan industri pengolahan
diperkirakan masih mengalami kontraksi. Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi
diperkirakan memberikan andil utama dalam pertumbuhan namun defisit neraca
perdagangan daerah Aceh masih menjadi penghambat.
Pada tahun 2016 inflasi Aceh diperkirakan masih berada pada level antara 2,39% -
3,39% (yoy). Tekanan diperkirakan bersumber dari inflasi kelompok volatile food.
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH
Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III 2016 sebesar 2,22% atau berada di bawah proyeksi pada
triwulan sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,62% – 4,62%. Perekonomian
Aceh tumbuh dibawah potensi optimumnya dikarenakan terjadi perlambatan ekspor, terutama ekspor
batubara, bahan kimia anorganik dan ekspor produk pertanian serta perlambatan konsumsi pemerintah
yang terjadi karena penundaan Dana Alokasi Umum di 4 Kabupaten / Kota di Aceh.
Tabel 7. 1. Perkembangan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Aceh (yoy,%)
2015 2016 2017
I II III IIIP IVP 2016P IP
(0,72) 3,66 3,54 2,22 3,2-4,2 2,26-3,26 2,4-3,4 3,69-4,69
Sumber : BPS Provinsi Aceh
*) Angka perkiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Perekonomian Aceh pada triwulan IV 2016 diperkirakan akan tumbuh positif antara 2,26% dan 3,26% sehingga
secara keseluruhan di tahun 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 2,4% sampai 3,4%, lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan perekonomian Aceh tahun 2015 yang mengalami kontraksi 0,72%.
Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan-IV 2016 diperkirakan masih akan berasal dari pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring dengan peningkatan konsumsi menjelang persiapan
pilkada serentak 2017, peningkatan alokasi dana desa serta percepatan realisasi belanja pemerintah di akhir
tahun. Sementara itu, dari sisi penawaran sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan masih
menjadi sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi Aceh di tengah risiko penurunan harga komoditas dunia.
Tabel 7. 2. Hasil Proyeksi PDRB Aceh Sisi Permintaan (yoy, %)
Sektor 2016
2016P 2017
I II III IVP IP
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
3,80% 4,53% 2,52% 3,53% 3,59% 1,72%
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 4,97% 8,31% 9,46% 5,82% 8,14% 5,03%
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah -7,75% 7,65% -13,25% -3,41% -4,22% 17,20%
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,72% 12,04% 11,79% -2,01% 7,29% 6,39%
Net Ekspor 6,80% 47,91% 5,71% -9,01% 6,26% 17,61%
Total 3,65% 3,01% 2,22% 2,76% 2,90% 4,19%
Sumber : Proyeksi BI Aceh
82 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
Dari sisi permintaan, keseimbangan internal dan eksternal yang baru diperkirakan kembali terbentuk seiring
dengan permintaan domestik yang masih tetap kuat serta meningkatnya ekspor komoditas non migas.
Permintaan domestik yang kuat diperkirakan ditandai dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga dan realisasi proyek-proyek pemerintah di Provinsi Aceh.
Agenda pilkada serentak di Aceh pada tahun 2017 merupakan salah satu faktor yang mendorong peningkatan
pertumbuhan komponen konsumsi di tahun 2016, karena berdasarkan historisnya, kegiatan kampanye dan
persiapan pilkada akan memberikan dampak terhadap peningkatan konsumsi. Dengan kondisi optimis ini
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah pada tahun 2016 masing-masing diperkirakan sebesar
5,04% dan 1,71%. Namun, disisi lain, pilkada serentak ini juga memiliki risiko menghambat pertumbuhan jika
konsentrasi pilkada membuat proyek-proyek pemerintah pada tahun 2016 menjadi terbengkalai. Alokasi dana
desa dari pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh sebesar Rp3,8 Triliun atau meningkat sebesar 123,5%
dibandingkan tahun sebelumnya diperkirakan dapat memberikan stimulus perekonomian bagi masyarakat
Aceh, khususnya di daerah pedesaan apabila serapannya dapat dimaksimalkan.
Kinerja neraca perdagangan Aceh tahun 2016 diperkirakan masih belum pulih jika dibandingkan dengan era
sebelum habisnya ekspor gas Aceh pada triwulan IV 2014. Namun demikian, dengan semakin besarnya concern
pemerintah pada upaya peningkatan daya saing komoditas unggulan, diharapkan terjadi perbaikan kinerja
ekspor sehingga net ekspor Aceh diperkirakan akan tumbuh positif hingga 6,26%. Ketergantungan Aceh
terhadap pasokan barang dari daerah lain (Sumatera Utara) masih menjadi faktor utama dalam pertumbuhan
ekonomi Aceh pada tahun 2016. Peningkatan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah diperkirakan
akan meningkatkan defisit neraca perdagangan Aceh sebesar 13,44%. Selain itu, proyek-proyek infrastruktur
yang terlaksana pada tahun 2016 diperkirakan juga akan meningkatkan impor luar negeri Aceh.
Sementara itu, seiring dengan realisasi megaproyek infrastruktur listrik & pengairan serta pengembangan
sumber pertumbuhan ekonomi baru, investasi pada tahun 2016 diperkirakan akan meningkat. Dana investasi
yang masuk terkait beberapa megaproyek yang diselenggarakan di Provinsi Aceh serta pembangunan pabrik
semen baru di Kabupaten Pidie pada tahun 2016 juga diharapkan dapat mendorong perekonomian Aceh dari
sisi permintaan. Investasi masih tetap akan tumbuh positif pada tahun 2016 sebesar 7,29%. Program
pemerintah untuk meningkatkan daya saing daerah lewat pengembangan kawasan strategis, agropolitan,
minapolitan serta kawasan industri; peningkatan realisasi investasi serta pertambahan nilai tambah produk
komoditas unggulan yang dikonkritkan melalui sinergi program SKPA pada tahun 2016 dapat pemenuhan
pasokan bahan pangan dan beberapa komoditas inti yang saat ini masih dipenuhi lewat antar-daerah. Upaya
pemerintah untuk memperbaiki kondisi keamanan, serta mempromosikan investasi akan semakin memperkuat
peran investasi dalam pertumbuhan.
Dari sisi penawaran, sektor utama yang diperkirakan akan menjadi penyangga ekonomi Aceh pada tahun 2016
adalah sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Sektor pertanian diproyeksikan mengalami
peningkatan seiring dengan tren membaiknya harga komoditas seperti sawit, kakao dan kopi. Namun demikian,
menurunnya produksi beberapa komoditas unggulan Aceh seperti kopi pada musim panen triwulan III-2016
menghambat peningkatan pertumbuhan sektor pertanian lebih jauh. Dengan kondisi tersebut, sektor pertanian
diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan sebesar 2,97%.
Seiring dengan meningkatnya investasi di Aceh terkait dengan megaproyek nasional, pembangunan kawasan
industri dan kawasan khusus serta pembangunan pabrik semen baru, sektor konstruksi diharapkan dapat
menyumbang andil pertumbuhan yang cukup tinggi. Pada tahun 2016 sektor konstruksi diperkirakan tumbuh
sebesar 9,45%, jauh lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 4,53%.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016 83
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Aceh masih terhambat sektor pertambangan dan industri pengolahan yang
terkontraksi cukup dalam. Penghentian ekspor mineral mentah dan morotarium tambang serta berhentinya
produksi gas masih menjadi pemicu utama menurunnya kinerja sektor ini. Berhentinya ekspor batubara di Aceh
juga turut menyumbang terkontraksinya sektor pertambangan yang diperkirakan dapat mencapai 13,69% pada
tahun 2016.
Dari sisi eksternal, terdapat beberapa risiko yang masih perlu diwaspadai, antara lain: lemahnya pertumbuhan
ekonomi global, ketidakpastian ekonomi Tiongkok yang meningkat serta risiko dampak lanjutan dari langkah
peningkatan suku bunga acuan federal reserve. Namun demikian harga komoditas dunia berada dalam tren
peningkatan pada tahun 2016 sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk unggulan Aceh
yang mayoritas masih berupa bahan mentah.
Pada triwulan I-2017 perekonomian aceh diperkirakan dapat tumbuh positif dengan rentang 3,69-4,69%
beberapa faktor yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Aceh antara lain kelanjutan megaproyek
pemerintah di sektor air, energi dan transportasi serta mulai berjalannya berbagai proyek pemerintah daerah
seperti Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri Aceh dan kawasan perhatian investasi yang diharapkan
dapat mendorong pertumbuhan investasi hingga 6,39%. Selain itu membaiknya ekspor Aceh seiring dengan
perbaikan harga komoditas dunia juga diharapkan mampu mengurangi defisit neraca perdagangan Aceh.
Dengan kondisi tersebut, beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah Aceh untuk dapat menjaga
pertumbuhan ekonomi Aceh antara lain:
1. Memberikan stimulus perekonomian berupa percepatan realisasi APBA, tren peningkatan pertumbuhan
pengeluaran pemerintah terutama untuk proyek pembangunan harus dipertahankan karena merupakan
sumber utama penopang pertumbuhan Aceh.
2. Merumuskan kebijakan untuk menurunkan defisit neraca perdagangan Aceh, diantaranya melalui upaya
pembuatan model kerjasama perdagangan antar daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten / kota
yang memprioritaskan pemenuhan komoditas strategis dari Aceh sendiri, selain itu percepatan
pembangunan pabrik-pabrik pengolahan harus dilakukan agar produk dengan nilai tambah yang terbesar
berada di Aceh.
3. Melakukan penguatan daya saing daerah. Tren peningkatan ekspor non migas Aceh saat ini harus
dipertahankan dan bahkan ditingkatkan melalui upaya: (i) Peningkatan nilai tambah komoditas pertanian
dan perkebunan seperti gabah, kopi, CPO, karet, dan kokoa melalui integrasi dengan industri pengolahan
pertanian sebagai sektor unggulan baru Aceh; (ii) Meningkatkan kemudahan dalam berusaha dan
berinvestasi di Aceh melalui pembentukan kawasan khusus seperti kawasan industri maupun kawasan
ekonomi khusus; (iv) Menumbuhkan sektor perdagangan & akomodasi melalui peningkatan infrastruktur,
regulasi maupun tata kelola pariwisata potensial di Aceh; (v) pembentukan forum peningkatan daya saing
daerah dan Regional Investment Relation Unit untuk meningkatkan awareness Aceh sebagai daerah
berpotensi, baik dan terpercaya.
84 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH NOVEMBER 2016
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
7.2. INFLASI PROVINSI ACEH
Tabel 7. 3. Perkembangan dan Perkiraan Inflasi Aceh (yoy, %)
2015 2016 2017
I II III IV I II III IIIP IVP IP
5,44 6,24 4,18 1,53 3,55 2,34 3,73 1,74 – 2,74% 2,96-3,96 3,16-4,16
Sumber : BPS Provinsi Aceh
*) Angka perkiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Laju inflasi Aceh pada triwulan laporan yaitu 3,73%, berada di atas range proyeksi KPw BI Provinsi Aceh namun
masih lebih rendah sasaran inflasi nasional sebesar 4±1%. Deviasi proyeksi ini terjadi akibat lonjakan harga
komoditas cabai merah akibat menurunnya pasokan dari Sumatera Utara sebagai dampak gangguan hama.
Secara keseluruhan inflasi Aceh pada tahun 2016 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015
dengan kisaran 2,96% - 3,96% (yoy). Faktor utama penyebab peningkatan inflasi Aceh pada tahun 2016 adalah
kebijakan pemerintah dalam penghapusan subsidi tarif listrik secara bertahap, serta risiko cuaca buruk pada
akhir tahun.
Kedepan, pada triwulan I-2017, inflasi Aceh diperkirakan berada pada kisaran 3,16% - 4,16% (yoy) atau
berpotensi lebih tinggi dibandingkan inflasi Aceh pada triwulan I-2016 sebesar 3,55%. Penyesuaian tarif listrik
rumah tangga sebagai dampak pencabutan subsidi listrik golongan 900Va mulai pada bulan Januari 2017
diprediksi dapat menjadi sumber tekanan inflasi di tahun 2017.
Koordinasi intensif antara BI dan pemerintah dalam Tim pengendalian inflasi Daerah (TPID) Aceh diperlukan
untuk menjaga laju inflasi sehingga inflasi Aceh pada akhir tahun 2016 agar berada dalam kisaran target yaitu
4±1%. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga laju inflasi antara lain:
1. Senantiasa memonitor perkembangan harga, stok dan produksi komoditas bahan makanan sebagai dasar
dalam pelaksanaan intervensi pengendalian harga melalui program operasi pasar, beras sejahtera dan
pasar murah.
2. Sinergi program kerja SKPA untuk pengendalian inflasi di Aceh sesuai dengan dokumen roadmap TPID
Aceh.
3. Pengalokasian APBN dan APBD dalam memperbaiki konektivitas perhubungan dan energi untuk
mendukung kelancaran distribusi barang dan mendukung peningkatan ketersediaan pasokan.
4. Mendorong upaya pengembangan infrastruktur dan antisipasi kerusakan infrastruktur khususnya
infrastruktur yang mendukung produksi bahan pangan dan terkait transportasi untuk menjamin
kelancaran pasokan barang.
5. Melakukan diseminasi dan komunikasi terkait inflasi untuk menjaga ekspektasi harga di masyarakat.
6. Meningkatkan kelancaran distribusi barang ke masyarakat melalui pasar alternatif, seperti Toko Tani
Indonesia atau optimalisasi pasar induk.
7. Melakukan upaya untuk meningkatkan kecukupan dan kemandirian pangan Aceh melalui upaya
pengembangan agroindustri, pemanfaatan bibit unggul, serta aplikasi metode dan teknologi tepat guna.
8. Melaksanakan kerjasama perdagangan antar provinsi/kabupaten/kota terkait pemenuhan stok komoditas
strategis di Aceh secara tepat waktu dan tepat guna.
9. Mendorong peningkatan stok untuk menjaga ekspektasi pasar, salah satunya melalui optimalisasi program
Sistem Resi Gudang (SRG) dan pemanfaatan cold storage serta cold chain.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 86
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
Administered price Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah Aceh yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi
masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah.
Faktor Fundamental Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,
eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non Fundamental Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar
kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan
(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah
(administered price)
Indeks Ekspektasi Konsumen Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan
skala 1–100.
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala
1–100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui
peningkatan modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada
pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan
cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri
minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan
sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah.
87 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
LAMPIRAN
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah
negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
Sektor ekonomi dominan Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai
pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 88
LAMPIRAN
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Ahmad Farid
KOORDINATOR PENYUSUN
Handoko
EDITOR
Akhmad Ginulur
TIM PENULIS
Akhmad Ginulur
Ridwan Sobirin
Fadhil Muhammad
Muhamad Yoga Pranata
KONTRIBUTOR
Unist Statistik, Survei & Liaison
Unit Operasional Kas
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI ACEH
JL. Cut Mutia No.15, Banda Aceh
Telp. (0651) 32320 ext. 8205| Fax. (0651) 34116
Softcopy dapat diunduh pada tautan:
http://www.bi.go.id/web/id/publikasi/ ekonomi_regional/aceh/