Upload
vuongdang
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN FENOMENA TRANSPORT LAPISAN TIPIS KLOROFIL (SPIRULINA SP) HASIL DEPOSISI SPIN
COATING
Disusun Oleh :
RACHMAN HAKIM ADITYA
M 0207052
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juni, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: Kajian Fenomena Transport Lapisan Tipis Klorofil (Spirulina Sp) Hasil Deposisi Spin Coating
Yang ditulis oleh :
Nama : Rachman Hakim Aditya
NIM : M 0207052
Telah diuji dan dinyatakan lulus oleh dewan penguji pada
Hari : Senin
Tanggal : 18 Juni 2012
Dewan Penguji :
1. Drs. Usman Santosa M. S. .
NIP. 19510407 197503 1 003
2. Viska Inda Variani, S. Si., M. Si.
NIP. 19720617 199702 2 001
3. Dr. Eng. Budi Purnama, M.Si ..
NIP. 19731109 200003 1 001
4. Utari, S.Si, M.Si. .
NIP. 19701206 200003 2 001
Disahkan oleh
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ahmad Marzuki., S.Si., Ph.D NIP. 19680508 199702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual skripsi saya yang berjudul
Kajian Fenomena Transport Lapisan Tipis Klorofil (Spirulina Sp) Hasil
Deposisi Spin Coating adalah hasil kerja saya atas arahan pembimbing dan
sepengetahuan saya hingga saat ini, isi skripsi tidak berisi materi yang telah
dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau materi yang telah diajukan untuk
mendapatkan gelar kesarjanaan di Universitas Sebelas Maret atau di Perguruan
Tinggi lainnya, jika ada maka telah dituliskan di daftar pustaka skripsi ini dan
segala bentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di bagian ucapan
terimakasih. Isi skripsi ini boleh dirujuk atau difotokopi secara bebas tanpa harus
memberitahu penulis.
Surakarta, 5 Juni 2012 Rachman Hakim A.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KAJIAN FENOMENA TRANSPORT LAPISAN TIPIS KLOROFIL (SPIRULINA SP) HASIL DEPOSISI SPIN
COATING
RACHMAN HAKIM ADITYA M0207052
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Telah dilakukan pengukuran celah energi Eg pada bahan semikonduktor
organik spirulina sp yang ditumbuhkan di atas subtrat PCB dengan spin coating. Pengukuran energi gap berdasarkan karakterikstik I-V pada suhu 276 K-298 K dengan metode pengukuran four-point probe yang sudah dimodifikasi. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar deposisi terhadap gap energi suatu bahan semikonduktor organik. Diperoleh hasil bahwa energi gap Eg meningkat dengan bertambahnya kecepatan putar dan kemudian menunjukkan tren konstan pada Eg Eg ini disinyalir akibat perubahan struktur lapisan tipis yang terbentuk. Ketika kecepatan
apisan tipis berubah menjadi diskrit dengan kenaikan kecepatan putar deposisi.
Kata Kunci : energi gap, spin coating, four-point probe, bahan semikonduktor
organik, spirulina sp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
STUDY OF TRANSPORT PHENOMENA ON THIN FILM CHLOROPHYLL (SPIRULINA SP) DEPOSITED BY SPIN
COATING
RACHMAN HAKIM ADITYA M0207052
Physics Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University (UNS)
ABSTRACT
In this research, has been measured energy gap of organic semiconductor
Spirulina sp fabricated above PCB substrate by spin coating. Four point probe modification is performed to measure an energy gap through I-V dependence of temperature at range 276 K-298 K. It aims to know a rotational speed dependence of the energy gap on organic semiconductor materials. The results show that the energy gap Eg increases with the increased of rotational speed and then it tend a constant in at Eg 4000 rpm. Eg change is presumably due to changes in the structure of a thin layer is formed. When the rotational speed is low, a thin continuous layer is formed. Meanwhile, the structure transformed into discrete thin layers with increasing rotational speed.
Keywords: energy gap; spin coating; four-point probe; semiconduktor organics
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Diwajibkan atas kamu berperang padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(QS.Al Baqarah:216)
Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga.
(HR. Muslim)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Dengan rahmat Allah SWT, karya ini kupersembahkan
kepada:
bapakku, yang selalu memberi semangat dan arahan.
Ibuku tercinta yang sudah berada disurga
Keluarga besarku, aku yang malas selalu tercambuk
oleh kesuksesan kalian, bukan iri tapi usaha untuk sama
suksesnya.
Tika adiwena sang pemberi semangat
Teman seperjuanganku, aku tidak pernah berhenti
berharap karena dukungan dan motivasi kalian.
Almamater yang kubanggakan, khususnya Jurusan
Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
KATA PENGANTAR
-Nya berupa ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Kajian Fenomena Transport Lapisan Tipis Klorofil (Spirulina Sp) Hasil Deposisi Spin Coating
Laporan penelitian ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan pembimbing Akademik yang
telah memberi lecutan semangat kepada penulis.
2. Dr. Eng. Budi Purnama, M.Si selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan,
saran, serta persahabatan yang berarti banyak bagi penulis selama
penyusunan skripsi.
3. Utari, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan, saran, serta
dukungan yang berarti banyak bagi penulis selama penyusunan skripsi.
4. Segenap staff jurusan dan laborat atas bantuan yang diberikan, semoga
Allah membalas kebaikan kalian.
Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuannya mendapat berkah
dari Allah S.W.T. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak
kekurangan dalam penyusunan skrip siini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan. Amin.
.
Surakarta, 5 Juni 2012
Rachman Hakim A.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN.. ...................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ iv
HALAMAN ABSTRACT .............................................................................. v
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DARTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR SIMBOL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah......................................................................... 2
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1. Material Semikonduktor............................................................. 4
2.2. Pita Energi Semikonduktor ........................................................ 4
2.3. Material semikonduktor organik ................................................ 6
2.4. Klorofil ....................................................................................... 7
2.5. Spirulina sp ................................................................................ 9
2.6. Fenomena Transport................................................................... 9
2.6.1. Kecepatan Termal ............................................................. 10
2.6.2.Kecepatan Hanyut .............................................................. 10
2.6.3. Mobilitas dan Konduktivitas ............................................. 11
2.7. Konduktivitas Semikonduktor sebagai Fungsi Suhu ................. 12
2.8. Spin Coating ............................................................................... 12
2.9. Piknometer .................................................................................. 14
2.10.Scanning Tunneling Microscopy (STM) ................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 17
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 17
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 17
3.2.1. Alat penelitian ................................................................... 17
3.2.2. Bahan penelitian ................................................................ 20
3.3. Tahapan Prosedur Penelitian ...................................................... 21
3.3.1. Persiapan Alat dan Bahan ................................................. 21
3.3.2. Isolasi Dye Klorofil ........................................................... 22
3.3.2.1 Ekstraksi................................................................... 22
3.3.2.2 Kromatografi ............................................................ 22
3.3.3. Karakteristik Absorbansi Klorofil Larutan Spirulina Sp . 24
3.3.4. Simulasi Data Lapisan Tipis ............................................. 26
3.3.5. Penumbuhan Lapisan Tipis ............................................... 29
3.3.6. Ketebalan Lapisan Tipis Klorofil ..................................... 31
3.3.7. Pengamatan Fenomena Transport .................................... 33
3.3.8. Analisis Celah Energi ....................................................... 34
3.3.9. Mikrostruktur Lapisan Klorofil ........................................ 35
3.3.10. Analisa dan Kesimpulan ................................................. 36
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 37
4.1. Ketebalan Lapisan Tipis Klorofil................................................ 37
4.2. Hasil Preparasi Larutan Klorofil ................................................ 39
4.3 Hasil Uji Absorbansi Larutan Klorofil ....................................... 40
4.4 Energi Gap .................................................................................. 42
4.5 Morfologi Permukaan Lapisan Tipis Spirulina pada Subtrat
PCB ............................................................................................. 45
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 46
5.1. Simpulan .................................................................................... 46
5.2. Saran .......................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xv
LAMPIRAN LAMPIRAN .......................................................................... xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuan
Resitivitas Ohm. Meter
Kecepatan putar sudut Radian P er Menit
Konduktivitas (Ohm-Centimeter)-1
Mobilitas listrik Meter/Volt Detik
Rapat Arus Ampere/Centimeter2
Konstanta Boltzman Joule/Kelvin
n Jumlah muatan (elektron atau hole)
Eg Energi gap elektron Volt
t Tebal Meter
h Tebal Meter
A Luas penampang Meter2
m Massa Gram
Vikositas Kilogram/Detik Meter
V Volume Meter3
Massa jenis Gram/Mililiter
T Suhu Kelvin
R Hambatan Ohm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1.(a) Isolator, (b) Semikonduktor, dan (c) Konduktor ................................ 5
Gambar 2.2. Struktur elektronik material semikonduktor organik .............................. 7
Gambar 2.3. Struktur klorofil ....................................................................................... 8
Gambar 2.4.Spektrum absorbsi cahaya tampak klorofil a dan klorofil b..................... 8
Gambar 2.5. Proses Spin Coating ................................................................................ 13
Gambar 2.6.Skema komponen penyusun STM............................................................ 16
Gambar 3.1. Substrat PCB (Printed Circuit Board ) dengan konfigurasi jarak antar
elektroda 0,25×103 m ............................................................................ 19
Gambar 3.2. Skema pengukuran I-V meter terhadap perubahan suhu ......................... 19
Gambar 3.3. Bagan prosedur penelitian ....................................................................... 21
Gambar 3.4. Proses kromatografi larutan klorofil ....................................................... 23
Gambar 3.5. Set UV-Visible Spectrophotometer Perkin Elmer Lambda 25 ................ 24
Gambar 3.6. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan
perubahan massa jenis .......................................................................... 26
Gambar 3.7.Larutan Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan
variasi luas penampang ........................................................................... 27
Gambar 3.8.Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan
perubahan jumlah tetes .............................................................................. 28
Gambar 3.9. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan
perubahan vikositas ................................................................................. 29
Gambar 3.10. spin coater merk Chemat Technology ................................................... 30
Gambar 3.11. Proses penumbuhan lapisan tipus dengan metode spin coating ............ 31
Gambar 3.12. Piknometer ............................................................................................. 32
Gambar 3.13. Set Alat Fenomena Current Drift .......................................................... 34
Gambar 3.14. Set Alat STM ......................................................................................... 35
Gambar 4.1. Grafik ketebalan lapisan spirulina sp terhadap jumlah lapis .................. 38
Gambar 4.2. Larutan hasil ekstraksi bubuk spirulina sp .............................................. 39
Gambar 4.3. Tiga fraksi warna larutan klorofil hasil kromatografi ............................. 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Gambar 4.4. (a) Grafik serapan larutan klorofil untuk 3 fraksi warna hasil
kromatografi dan (b). Perbandingan grafik serapan fase larutan dan
lapisan tipis klorofil spirulina Sp hasil spin coating dengan substrat
kaca ......................................................................................................... 40
Gambar 4.5. Grafik hubungan arus I sebagai fungsi suhu T pengukuran lapisan
tipis spirulina sp hasil deposisi spin coating .......................................... 42
Gambar4.6. Grafik hubungan ln R terhadap 1/T, dengan variasi kecepatan putar ........ 43
Gambar 4.7.Nilai Eg sebagai fungsi kecepatan putar untuk lapisan tipis
spirulina sp dengan 7 lapis ................................................................... 44
Gambar 4.8. Modifikasi morfologi permukaan lapisan tipis klorofil spirulina sp
hasil STM dengan 5 lapis untuk jangkauan scan 450 nm × 450 nm
untuk kecepatan putar (a) 3000 rpm, (b) 3500 rpm, (c) 4000 rpm,
serta (d) 5000 rpm. ............................................................................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Simulasi Perhitungan Ketebalan LapisanTipis Metode Spin Coating
Lampiran 2 : Perhitungan Ketebalan LapisanTipis Klorofil
Lampiran 3 : Perhitungan Nilai Energi Gap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, bahan semikonduktor organik menjadi objek penelitian sangat
menarik setelah diketahui luasnya aplikasi devais pada bidang optik dan elektronik,
antara lain seperti Field Effect Transistor (FET), Organics Light Emitting Diodes
(OLED), dan Sel Surya (Agus dkk, 2007). Salah satu bahan semikonduktor organik
adalah warna hijau daun atau dye dari berbagai macam daun ataupun buah-buahan.
Ketersediaan bahan tersebut di Indonesia melimpah dan karakteristik mengingat letak
geografi berada pada daerah tropis.
Pengkajian pemanfaatan dye sebagai bahan dasar devais diawali dengan
penemuan Grätzel mengenai dye-sensitized solar cell (DSSC) (Halme, 2002). Kunci
teknologi dari hasil penemuan tersebut adalah adanya struktur sambungan (junction)
seperti/like p-n pada dye. Semenjak itu, para peneliti mengkaji secara lebih mendetail
mekanisme transfer energi foton menjadi energi listrik pada bahan semikonduktor
organik. Meskipun demikian fenomena transport dari bahan organik semikonduktor
masih belum dipahami secara detail, sehingga dipandang perlu untuk melakukan
kajian pada masalah tersebut.
Mekanisme pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia pada bahan
semikonduktor organik adalah eksitasi pembawa muatan klorofil dari aras bawah
menuju aras atas. Kedua level energi tersebut dikenal sebagai HOMO (Highest
Occupied Molecular Orbital) untuk level energi teratas dan LUMO (Lowest
Unoccupied Molecular Orbital) untuk level energi terbawah. Selisih energi HOMO-
LUMO dikenal sebagai lebar celah energi atau energi gap (Triyana dkk, 2004).
Dye/klorofil yang tereksitasi kemudian mengalir menjadi muatan dalam satu
rangkaian tertutup. Sehingga bahan semikonduktor organik dengan energi gap kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
2
menarik untuk diteliti selain klarifikasi mekanisme melalui reaksi redoks yang
mengakibatkan dye tereksitasi (Zahn et.al, 2006; Koeppea et.al, 2007;Lin et.al, 2011;
Operamolla et.al, 2011)
Pada penelitian ini, fenomena transport eksitasi pembawa muatan (dye)
lapisan tipis Spirulina Sp hasil deposisi spin coating akibat pengaruh suhu akan
dikaji. Lebar celah energi yang dilampaui akan dievaluasi ketergantungannya
terhadap kecepatan putar deposisi.
1.2. Perumusan Masalah
Pada penelitian ini, akan mencari keterkaitan energi gap dengan kecepatan
putar deposisi lapisan tipis semikonduktor organik Spirulina Sp hasil deposisi spin
coating di atas subtrat PCB (Printed Circuit Board) dari pengamatan fenomena
trasport pembawa muatan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menumbuhkan lapisan tipis klorofil Spirulina sp di atas PCB (Printed Circuit
Board) dan kaca preparat dengan menggunakan metode spin coating.
2. Mengetahui pengaruh kecepatan putar terhadap nilai energi gap klorofil
Spirulina sp.
3. Mengetahui karakteristik morfologi permukaan lapisan klorofil terhadap
perubahan kecepatan putar.
1.4. Batasan Masalah
Penelitian ini diberi batasan sebagai berikut:
1. Penumbuhan lapisan tipis klorofil Spirulina sp dilakukan dengan
menggunakan metode spin coating.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
3
2. Pengukuran hanya dibatasi pada suhu di bawah suhu kamar (276 K) hingga
mendekati suhu kamar (298 K).
3. Metode uji I-V dengan metode four point probe yang sudah dimodifikasi.
1.5. Manfaat Penelitian
Dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai fenomena
transport dan dapat mengkaji lebih lanjut untuk penelitian selanjutnya tentang
fenomena transport dari bahan organik semikonduktor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Semikonduktor
Berdasarkan sifat daya hantar listriknya, material zat padat dikelompokkan
ke dalam tiga bagian yaitu isolator, semikonduktor, dan konduktor. Material
semikonduktor merupakan material yang mempunyai celah energi relatif kecil.
Semikonduktor memiliki sifat antara konduktor dan isolator, dimana pada
temperatur yang sangat rendah dia akan bersifat isolator dan ketika suhu
dinaikkan maka dapat bersifat konduktor. Daya hantar semikonduktor ini
berkaitan erat dengan keadaan elektron pada pita valensi dan pita konduksi
(Omar, 1974).
Semikonduktor mempunyai energi gap (Eg) relatif kecil (~ 1eV) dan
terdapat pita valensi dan konduksi. Pita valensi yang penuh dengan elektron dan
pita konduksi yang kosong, sehingga bahan ini akan bersifat isolator pada
temperatur rendah. Akan tetapi bila temperatur dinaikan, sebagian dari elektron
valensi akan mendapat energi termal yang lebih besar dari Eg, sehingga elektron
akan bergerak menuju pita konduksi. Elektron-elektron akan bebas dan mudah
bergerak walaupun hanya dipengaruhi oleh medan yang kecil, sehingga mudah
untuk menghantarkan listrik. Kekosongan elektron dalam pita valensi disebut hole
(Sanyoto dkk, 2010).
2.2. Pita Energi Semikonduktor
Berdasarkan struktur pita energi, zat padat diklasifikasikan sebagai
isolator, semikonduktor dan konduktor menurut populasi elektron dalam pita-pita
energi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Gambar 2.1. (a) Isolator, (b) Semikonduktor, dan (c) Konduktor
Pada gambar 2.1a. terlihat bahwa pita valensi terisi penuh dan pita
konduksi keadaan kosong namun memiliki celah energi yang cukup lebar untuk
elektron tereksitasi ke pita konduksi. Perpindahan ini hampir tidak mungkin
kecuali ditambahkan energi yang cukup besar misalnya dengan pemanasan.
Material yang memiliki diagram pita energi seperti ini tidak mudah
menghantarkan arus listrik, sehingga termasuk dalam kelompok material isolator.
Pada gambar 2.1b. memiliki celah energi sempit, maka jika temperatur
naik sebagian elektron di pita valensi naik ke pita konduksi dengan mudah dan
meninggalkan tempat kosong (hole) di pita valensi. Baik elektron yang telah
berada di pita konduksi maupun hole di pita valensi akan bertindak sebagai
pembawa muatan untuk terjadinya arus listrik. Konduktivitas listrik naik dengan
cepat dengan naiknya temperatur.
Pada 0 K elektron terdistribusi dalam pita valensi sampai tingkat tertinggi
yang disebut tingkat Fermi. Pada temperatur kamar elektron di sekitar tingkat
energi Fermi mendapat tambahan energi dan mampu naik ke orbital di atasnya
yang masih kosong. Elektron yang naik ini relatif bebas sehingga medan listrik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dari luar akan menyebabkan elektron bergerak dan terjadilah arus listrik. Oleh
karena itu material dengan struktur pita energi seperti ini, di mana pita energi
yang tertinggi tidak terisi penuh, merupakan konduktor yang baik (juga disebut
metal) seperti pada gambar 2.1c (Sudaryatno dkk, 2006)
2.3. Material semikonduktor organik
Material semikonduktor organik adalah material organik yang memiliki
karakteristik semikonduktor dan memiliki struktur utama yaitu atom karbon. Pada
semikonduktor organik, masing-masing atom karbon bergabung membentuk suatu
rantai utama. Ikatan yang terjadi antara atom-atom karbon pada semikonduktor
organik menentukan sifat elektronik semikonduktor organik tersebut.
Semikonduktor organik dapat digolongkan menjadi dua yaitu semikonduktor
organik jenuh yang mana keempat elektron valensi pada tiap atom karbon
digunakan untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom lain, sedangkan
semikonduktor organik tidak jenuh masih mempunyai elektron bebas pada atom-
atom karbonnya, yang tidak terikat yang pada akhirnya menimbulkan sifat
konduktif bahan. Keberadaan orbital molekular yang tumpang tindih antara setiap
elektron valensi yang terikat pada rantai atom karbon merupakan penyebab utama
munculnya sifat semikonduktor pada bahan organik.
Molekul-molekul dalam bahan organik berinteraksi melalui interaksi Van
der Waals yang lemah, sehingga mengakibatkan pita valensi dan pita konduksi
terbentuk pada setiap molekul (Ishii dkk., 1999). Bagian teratas dari keadaan yang
ditempati oleh elektron pada pita valensi disebut Highest Occupied Molecular
Orbital (HOMO), sedangkan bagian terbawah dari keadaan yang tidak ditempati
elektron pada pita disebut dengan Lowest Unoccupied Molecular Orbital
(LUMO), atau dapat juga dikatakan bahwa HOMO merupakan analog bagi pita
valensi dalam kajian semikonduktor berbasis bahan anorganik, sedangkan LUMO
merupakan analog bagi pita konduksi (Triyana dkk, 2004).
Struktur elektronik bahan yang digunakan pada piranti fotovoltaik organik
dapat digambarkan pada Gambar 2.2. Level vakum (Vacuum Level) selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
ditulis VL, yaitu suatu level energi sedemikian rupa sehingga tidak ada muatan
bebas pada level itu. Energi ionisasi (I) merupakan celah energi yang memisahkan
HOMO dengan VL. Afinitas elektron (A) merupakan energi yang memisahkan
LUMO dengan VL. Fungsi kerja ( ) merupakan energi yang memisahkan antara
VL dengan lefel fermi. Celah energi (Eg) merupakan lebar celah energi antara
HOMO (pita valensi) dan LUMO (pita konduksi).
Gambar 2.2. Struktur elektronik material semikonduktor organik
(Ishii et.al, 1999)
2.4. Klorofil
Klorofil merupakan pigmen utama yang berperan dalam reaksi fotokimia
pada pusat reaksi fotosintesis. Fungsi utama klorofil di dalam perangkat
fotosintesis diantaranya sebagai penyerap cahaya, pentransfer energi eksitasi ke
pusat reaksi dan pemisah muatan pada membran fotosintetik (Budiyanto dan Ma
Chung, 2008). Dalam proses fotosintesis, radiasi yang terbesar adalah cahaya
tampak. Proses penyerapan cahaya dalam fotosintesis yang berperan adalah
molekul pigmen yang terdapat di dalam kloroplas yang dikenal sebagai klorofil
(Sanyoto dkk, 2010).
Klorofil memiliki struktur molekuler seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.3. Klorofil mengandung satu inti porfirin dengan satu atom Mg yang
terikat kuat ditengah, dan satu rantai dihidrokarbon panjang tergabung melalui
gugus asam karboksilat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Gambar 2.3. Struktur klorofil (Rothemund, 1956)
Klorofil dibedakan menjadi yaitu klorofil a dan klorofil b. Tetapi klorofil a
dan klorofil b mempunyai komposisi yang hampir sama. Klorofil a dan klorofil b
mempunyai sifat serapan pada spektrum yang sama. Semua klorofil memiliki sifat
dapat berfluorescense, yakni apabila mendapat penyinaran dengan spektrum
cahaya tertentu (excitation spectrum), maka cahaya yang diteruskan (emission
spectrum) adalah cahaya pada spektrum yang berlainan. Klorofil a banyak
menyerap cahaya biru violet dan merah. Klorofil b banyak menyerap cahaya
biru dan orange dan memantulkan cahaya kuning hijau. Grafik absorbansi
klorofil a dan b ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Spektrum absorbsi klorofil a dan klorofil b (Solomon et.al, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Pigmen klorofil menyerap lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru
(400-450 nm) dan merah (650-700) dibandingkan pada warna hijau (500-600)
tumbuhan dapat memperoleh seluruh kebutuhan energi mereka dari spektrum
merah dan biru didalam wilayah cahaya tampak, warna hijau pada daun
disebabkan karena klorofil menyerap cahaya merah dan biru serta meneruskan
dan mementulkan cahaya hijau.
2.5. Spirulina sp
Spirulina sp merupakan salah satu jenis dari Mikro Alga yang banyak
hidup di danau- danau atau perairan dengan kadar garam yang tinggi. Karena
memilki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Spirulina sp adalah sianobakteria
yang berbentuk filamen yang menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang
bernilai tinggi antara lain karotenoida (Tri dan Suharyanto dkk, 2001). Spirulina
sp mempunyai pigmen fotosintesis, pigmen fotosintesis yang mendominasi
Spirulina sp adalah klorofil a, klorofil b dan beta karoten. Spirulina sp memiliki
kandungan klorofil lebih tinggi dibandingkan pigmen lainnya yang dimiliki
Spirulina sp.
2.6. Fenomena Transport
Beberapa proses fenomena transport pada perangkat semikonduktor
mencakup current drift, diffusion current, rekombinasi, generasi, emisi termionik,
dan ionisasi dampak. Fenomena transport merupakan suatu proses kejadian yang
menyebabkan bergeraknya pembawa muatan dalam bahan semikonduktor dari
pita valensi ke pita konduksi. Bergeraknya pembawa muatan pada bahan antara
lain pengaruh medan listrik dan gradien konsentrasi pembawa. Sifat pembawa
muatan bergantung pada jenis penghantarnya, pada semikonduktor pembawanya
elektron dan hole. Selain pengaruh medan listrik pembawa muatan juga
dipengaruhi proses bergeraknya muatan yaitu kecepatan termal, kecepatan hanyut,
tumbukan, hamburan, mobilitas dan konduktivitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2.6.1. Kecepatan Termal
Pada semikonduktor tipe-n dalam kesetimbangan termal, elektron dalam
pita konduksi semikonduktor merupakan partikel bebas. Gerakan elektron dan
hole dalam semikonduktor yang menerima energi termal yaitu energi yang
disebabkan oleh pengaruh suhu elektron dan hole tersebut yang bergerak secara
acak atau random sering disebut juga kecepatan random. Oleh karena itu,
persamaan energi kinetik dari elektron yaitu :
12 2 = 32 (2.1)
dengan merupakan massa efektif konduksi pada elektron bebas,
merupakan kecepatan termal, k adalah konstanta Boltzman, dan T adalah suhu
dalam derajat Kelvin (Sze, 1985).
2.6.2. Kecepatan Hanyut
Kecepatan hanyut terjadi Jika pada semikonduktor diberikan medan listrik
E, elektron akan mendapatkan gaya -q dari medan listrik yang dipercepat
sepanjang arah medan (elektron berlawanan arah terhadap medan listrik).
kecepatannya akan terus meningkat selama belum bertumbukan dengan ion.
Namun jika elektron menumbuk ion, elektron akan kehilangan energinya, dan
masuk ke dalam kondisi steady state dan mendapatkan kecepatan tertentu yang
disebut kecepatan hanyut, yang arahnya berlawanan dengan arah medan listrik.
Sehingga kecepatan hanyut dapat dirumuskan sebagai berikut (Sze, 1985)
= (2.2)
= (2.3)
dengan vn merupakan kecepatan hanyut, q adalah muatan listrik, adalah waktu
antara bertumbukan, adalah massa elektron, adalah medan listrik. Tanda
negatif menunjukan muatan negatif elektron.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2.6.3. Mobilitas dan Konduktivitas
Dari persamaan kecepatan hanyut diatas dapat ditentukan mobilitas
elektron. Mobilitas elektron merupakan perbandingan antara kecepatan hanyut
terhadap medan listrik atau kecepatan per satuan medan, sehingga persamaan
mobilitas menjadi
= µ (2.4)
µ = (2.5)
mobilitas µ merupakan salah satu parameter dalam gerakan pembawa muatan,
karena mobilitas menunjukkan gerakan elektron dalam medan listrik.
µ adalah mobilitas listrik dengan satuan (SI) meter/volt detik, jika dihubungkan
dengan rapat arus listrik dengan arah arus searah dengan medan listrik. Satuan
kerapatan arus dalam A/cm2.
= = µ (2.6)
Konduktifitas didefinisikan sebagai aliran muatan listrik melalui sebuah benda
karena pengaruh medan listrik. Perpindahan panas terjadi karena perpindahan
elektron-elektron yang bergerak cepat diikuti oleh tumbukan antara elektron-
elektron tersebut, satuan konduktifitas dalam (ohm-cm)-1. Ekivalen sebelumnya,
rapat arus hole dirumuskan
= µ (2.7)
Sehingga rapat hanyut total
= + = ( µ + µ ) (2.8)
Serta konduktivitas total adalah
= ( µ + µ ) (2.9)
Kontribusi elektron dan hole untuk konduktivitas dihubungkan dengan
resistivitas dari semikonduktor, yaitu kebalikan dari , yaitu:
= 1 = 1( µ + µ ) (2.10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2.7. Konduktivitas Semikonduktor sebagai Fungsi Suhu
Konduktivitas semikonduktor meningkat seiring dengan naiknya suhu. Hal
ini dapat dijelaskan bahwa jumlah pembawa muatan n bertambah sebanding
dengan jumlah elektron yang dapat melompat dari pita terlarang. Pada suhu 0 K
tidak ada elektron yang mempunyai cukup energi untuk melompat, akan tetapi
dengan naiknya suhu, energi elektron bertambah. Pada suhu di atas 0 K sejumlah
elektron valensi dalam silikon, germanium, dan timah tereksitasi dan
menyeberangi celah energi. Hal yang sama terjadi pada semikonduktor senyawa.
Distribusi elektron yang mendapat energi termal adalah
= 2 2 2 3 2 3 4 exp 2 (2.11)
dengan n merupakan jumlah elektron / m3 pada pita konduksi (atau jumlah lubang
/m3 dalam pita valensi). Pada pita terlarang bahan semikonduktor intrinsik, energi
rata rata E terdapat di tengah tengah celah, Eg/2. Oleh karena itu
~ 0 2 (2.12)
~ 2 (2.13)
T merupakan suhu absolut (K) dan k merupakan konstanta Boltzman.
Konduktivitas berbanding lurus dengan jumlah pembawa muatan n, oleh karena
itu
= 0 2 (2.14)
Dengan 0 konstanta pembanding yang mencakup faktor faktor q dan
(Omar, 1974).
2.8. Spin Coating
Metode spin coating merupakan metode penumbuhan film tipis pada
substrat dengan cara meneteskan cairan ke pusat substrat yang diputar. Material
coating dideposisi atau diletakkan dibagian tengah substrat baik dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
manual ataupun dengan bantuan robot. Material tersebut dituangkan atau
disemprotkan di atas substrat. Prinsip fisika dari spin coating adalah
keseimbangan antara gaya viskositas pelarut dengan gaya sentrifugal dikontrol
oleh kecepatan spin. Variabel parameter proses yang termasuk dalam spin coating
adalah viskositas atau kekentalan larutan, kandungan material, kecepatan anguler
dan waktu putar (Faozi, 2011).
Bahwa ketebalan maupun keseragaman lapisan tipis bergantung pada
proses spin coater dengan variasi kecepatan serta viskositas yang berbeda pula.
Secara umum jika viskositas berkurang dan kecepatan spin coater tinggi maka
akan diperolah lapisan film yang seragam. Perhitungan ketebalan lapisan tipis
pada waktu tertentu dituliskan sesuai persamaan (2.15)
= 0 1 + 4 2 03 12 (Huang dan Ken, 2003) (2.15)
dimana
h(t) : Ketebalan pada waktu (cm) t : Waktu putar (waktu)
: Kecepatan putar (rpm) : Massa jenis bahan (gr/cm2) 0 : Ketebalan awal (cm) : Viskositas (kg/s.cm)
Gambar 2.5. Proses Spin Coating (Luurtsema, 1997)
Pada Gambar 2.5. menunjukkan beberapa tahapan dalam proses spin
coating, antara lain:
a. Tahap penetesan cairan (Dispense)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Pada bagian cairan ini dideposisisikan di atas permukaan substrat, kemudian
diputar dengan kecepatan tinggi. Kemudian lapisan yang telah dibuat akan
dikeringkan sampai pelarut pada lapisan tersebut benar-benar sudah menguap.
Proses dispense tersebut dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Static dispense, proses disposisi sederhana yang dilakukan pada larutan di
atas pusat substrat. Pada proses ini menggunakan kecepatan 1 sampai 10
cc, bergantung pada kekentalan cairan dan ukuran substrat yang
digunakan. Adanya kecepatan yang sangat tinggi dan ukuran substrat yang
lebih besar dapat memastikan cairan tersebut benar-benar telah tersebar
rata di atas substrat.
2) Dynamic dispense, proses deposisi dengan kecepatan putar yang kecil kira-
kira 500 rpm. Pada proses ini cairan yang tersebar di atas substrat akan
sedikit terbuang dan substrat menjadi lebih basah, sehingga lapisan yang
terbentuk akan lebih tebal.
b. Tahap percepatan dan penyebaran (spreading)
Setelah tahap penetesan cairan, larutan dipercepat dengan kecepatan yang
relatif tinggi. Kecepatan yang digunakan substrat ini akan mengakibatkan
terjadinya gaya sentrifugal dan turbulensi cairan sehingga larutan tersebar
merata di atas substrat. Kecepatan yang digunakan antara 1500-6000 rpm
dan tergantung sifat cairan terhadap substrat yang digunakan. Waktu yang
digunakan kira-kira 10 menit.
c. Tahap pengeringan (drying)
Pada tahap ini tebentuk lapisan tipis murni dengan suatu ketebalan tertentu.
Tingkat ketebalan lapisan yang terbentuk tergantung pada tingkat kelembaban
tingkat substrat. Adanya kelembaban yang kecil menyebabkan ketebalan
lapisan murni yang terbentuk akan menjadi semakin besar.
2.9. Piknometer
Piknometer merupakan metode pengukuran massa jenis yang lebih teliti
daripada metode yang lain, karena faktor pengaruh udara dan suhu sangat
berpengaruh terhadap pengukuran piknometer. Piknometer digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
menentukan kerapatan benda padat homogen yang tidak larut dalam cairan.
Piknometer juga dapat mengukur benda padat berbutir seperti pasir, tepung,
bubuk, dan sebagainya. Pertama, mengukur berat piknometer bersama dengan
obyek, dari pengukuran berat piknometer dan obyek maka dapat mencari volume
dari obyek dengan persamaan (Gallova, 1999): = 3 0 2 1 (2.16)
Keterangan :
2 = massa pikno + larutan 0 = massa pikno 1 = massa pikno + obyek 3 = massa pikno + larutan + obyek
Massa jenis atau kerapatan zat merupakan karakteristik mendasar yang
dimiliki zat. Massa jenis suatu zat merupakan perbandingan massa dan volume
zat, sehingga nilai massa jenis dapat diukur melalui pengukuran massa dan
volumenya, besar massa jenis obyek ditentukan dengan rumus (Gallova, 1999):
= (2.17)
2.10. Scanning Tunneling Microscopy (STM)
Prinsip kerja sistem STM (Scanning Tunneling Microscopy) adalah
menggunakan prinsip arus tunel yang ditimbulkan oleh dua buah elektroda yang
saling berdekatan, dalam hal ini adalah permukaan sampel terukur dan ujung
jarum pengukur yang bergerak diatas permukaan sampel selama pengukuran,
seperti terlihat pada gambar 2.6. Bila ada dua buah bahan konduktor yang
didekatkan satu sama lain pada orde angstrom, maka awan elektron dari kedua
bahan konduktor tersebut akan saling bergabung dan bila kedua konduktor ke
konduktor lain, arus yang ditimbulkan tersebut merupakan arus tunel. Arus tunel
yang timbul diantara permukaan sampel dan jarum ukur, dikarenakan oleh
terjadinya proses emisi medan listrik. Dengan tegangan bias sebesar 10 volt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
proses emisi medan listrik dapat terjadi, jika jarak antara permukaan sampel dan
jarum ukur sangat dekat sekitar 100 A0.
Gambar 2.6. Skema komponen penyusun STM (Muller, 2010)
Pengaturan jarum ukur menggunakan elektrik yang berupa tegangan bias
yang berfungsi untuk merubah posisi piezoelektrik yang merupakan dudukan bagi
jarum ukur STM. Pengaturan posisi jarum ukur STM dengan elektrik dibagi
dalam dua tahap yaitu pertama jarum ukur akan bergerak cepat mendekati
permukaan sampel sampai jarak tertentu, tahap kedua jarum ukur akan bergerak
secara perlahan-lahan sampai jarum ukur pada posisi sistem STM sudah dapat
untuk mengukur permukaan sampel. Dengan demikian piezeoelektrik akan
bergerak dengan perubahan yang dapat diatur sesuai dengan kondisi yang
diinginkan (Arjadi, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Material Jurusan Fisika dan
Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Penelitian dimulai dari bulan September 2011 sampai April 2012.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Isolasi Dye Klorofil Spirulina sp
a. Ekstraksi
- Tabung erlenmeyer PYREX 250 ml berfungsi
menampung sampel hasil ekstraksi 1 buah.
- Neraca digital merk METTLER TOLEDO,
digunakan untuk menimbang
bahan-bahan yang akan diekstrak 1 buah.
- Vortex stirrer, digunakan 1 buah.
untuk mengaduk larutan dalam gelas bekker
- Gelas ukur 10 ml 1 buah.
- Gelas ukur 50 ml 1 buah.
- Corong untuk mempermudah menuangkan 1 buah
larutan pada wadah
- Pipet plastik untuk mengambil larutan 3 buah.
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Kromatografi
- Set kolom kromatografi, digunakan untuk
memisahkan klorofil Spirulina sp dari pigmen
fotosintesis yang ikut larut pada proses ekstraksi 1 set.
- Botol kaca 2 ml, digunakan untuk menampung larutan
hasil kromatografi pemisahan fraksi 12 buah.
- Gelas Beker untuk menampung sisa larutan 1 buah
2. Alat Pembuatan Lapisan Tipis Klorofil
a. Spin coater merk CHEMAT TECHNOLOGY
Spin coater KW-4A, sebagai alat penumbuhan lapisan tipis 1 buah.
b. Kaca preparat, sebagai substrat 1 buah.
c. Pipet tetes plastik untuk meneteskan larutan diatas substrat 3 buah.
d. Hot Plate merk IKA(R) C.MAG, sebagai alat untuk
melakukan hidrolisis 1 buah.
3. Morfologi dan Ketebalan Lapisan Tipis
a. Scaning Tunneling Microscopy (STM) merk Easy Scan
Nano Surf Microscopy, sebagai uji morfologi permukaan 1 buah
b. Piknometer 10 ml, untuk mencari massa jenis suatu bahan 1 buah
c. Neraca digital merk METTLER TOLEDO, untuk
menimbang bubuk spirulina 1 buah
4. Fenomena Current Drift
a. Set alat ELKAHFI I-V meter, berfungsi untuk mengukur arus yang
melalui lapisan tipis klorofil pada saat pengukuran konduktivitas.
b. Printed Circuit Board (PCB) sebagai substrat ber-elektroda Cu tempat
menumbuhkan lapisan tipis klorofil. Dimensi panjang dan lebar satu
sampel keseluruhan adalah 15,00×103 m dan 10,00×103 m, jarak antar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
celahnya 0,25×103 m dengan tebal PCB 0,08×103 m dan tebal
elektrodanya 35 m, seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Substrat PCB (Printed Circuit Board ) dengan konfigurasi jarak
antar elektroda 250 m.
c. Termometer digital merk Key® HI 98517 sebagai alat untuk mengukur
suhu, dengan range (jangkauan) dari suhu -40oC sampai suhu 550oC,
dengan resolusi 1oC.
d. Set tabung tempat sampel. Tabung rancangan sendiri ini terdiri dari wadah
tempat air es, gelas beker sebagai tempat ruang sampel, dan busa gabus
sebagai penutup, seperti pada Gambar 3.2.
e. Kabel penghubung secukupnya.
Gambar 3.2. Skema pengukuran I-V meter terhadap perubahan suhu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3.2.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Isolasi Dye Klorofil Spirulina sp
- Bubuk Spirulina sp, sebagai bahan ekstrak 100 gr.
- Aseton, sebagai pelarut pigmen klorofil 1 liter.
- Kertas saring Whatman no.42
untuk menyaring larutan ekstrak secukupnya.
- Alumunium foil, untuk melindungi larutan
dan lapisan tipis dari kontak langsung dengan
cahaya matahari secukupnya.
- Tissue, sebagai bahan pembersih secukupnya.
- N-Heksan,
sebagai pelarut pada proses kromatografi Secukupnya.
- Silica gel untuk proses kromatografi 30 gr.
b. Penumbuhan Lapisan Tipis
- Larutan hasil kromatografi, sebagai bahan
yang akan diteteskan di atas substrat secukupnya
- Kaca preparat dan PCB, sebagai substrat
dalam pembuatan lapisan tipis secukupnya
c. Morfologi dan Ketebalan Lapisan Tipis
- Subtrat PCB yang terlapisi klorofil secukupnya
- Bubuk spirulina secukupnya
- Larutan klorofil secukupnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3.3. Tahapan Prosedur Penelitian
Secara umum bagan prosedur penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Bagan prosedur penelitian
3.3.1. Persiapan Alat dan Bahan
Tahap persiapan secara umum meliputi persiapan dan pembersihan semua
alat dan bahan yang nantinya akan digunakan untuk melakukan ekstraksi klorofil,
kromatografi, uji absorbansi, deposisi lapisan tipis dan kajian fenomena current
drift. Alat dan bahan tersebut dibersihkan dengan menggunakan aseton dan
ultrasonic cleaner.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Proses persiapan selanjutnya meliput kegiatan pengadaan alat dan bahan
yang dibutuhkan. Bubuk Spirulina sp pesan di BBPBAP Jepara. Pengadaan PCB
dilakukan dengan memesan ke Spectra Bandung, sedangkan pembuatan desain
PCB dengan cara mendesain skema elektroda menggunakan software Corel Draw
X3 Portable. Peralatan lain yang tidak disebutkan sudah tersedia di Lab. Material
Jurusan Fisika FMIPA UNS dan Lab Kimia jurusan Kimia FMIPA UNS.
3.3.2. Isolasi Dye Klorofil
3.3.2.1. Ekstrakasi
Tahap awal penelitian yang dilakukan yaitu proses ekstrasi bubuk sprirulina.
Bubuk spirulina terlebih dahulu ditimbang seberat 50 gr, kemudian melarutkan bubuk
spirulina sp yang sudah ditimbang dengan aseton ke dalam tabung erlenmeyer
dengan perbandingan 5 ml aseton : 1 gr bubuk spirulina sp. Setelah dicampur, larutan
ekstrak diaduk dengan menggunakan vortex stirrer pada kecepatan 200 rpm selama
30 menit hingga semua bubuk spirulina sp larut. Larutan ekstrak yang sudah terlarut
siap disaring dengan kertas saring whatman agar sisa bubuk spirulina sp tertinggal.
Menyimpan hasil ekstraksi klorofil spirulina sp dalam botol yang tertutup rapat dan
dilapisi aluminium foil agar tidak terjadi kontak dengan cahaya matahari dan
disimpan ditempat yang tertutup.
3.3.2.2. Kromatografi
Setelah melakukan ekstrasi bubuk spirulina sp tahap selanjutnya yaitu
kromatografi, seperti pada Gambar 3.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 3.4. Proses kromatografi larutan klorofil hasil ekstraksi
Sebelum proses kromatografi, larutan ekstrasi klorofil terlebih dahulu
dievaporasi dengan tujuan untuk menguapkan larutan aseton dari campuran larutan
klorofil. Beberapa persiapan kromotografi, antara lain yaitu memasang kolom
kromotografi dengan statif dan pastikan keadaan kolom dengan statif tegak lurus
agar larutan mengalir dengan lancar. Silica gel dituangkan ke dalam kolom
kromatografi, kemudian diikuti dengan memasukan N-Heksan berulang-ulang
hingga campuran silica gel dan N-Heksan terlihat rapat. Larutan klorofil beserta N-
Heksan kemudian dituangkan ke dalam kolom kromatografi hingga setinggi tiga
perempat tinggi kolom dan terlihat pemisahan warna saat melewati silica gel.
Kemudian menutup kolom dan menyambungkan tutup kolom dengan selang pompa
udara untuk memperlancar larutan mengalir hingga menetes. Dari proses
kromatografi akan dihasilkan 3 fraksi warna yang berbeda. Sehingga masing-
masing fraksi warna ditampung dalam wadah yang nantinya ditandai dengan kode
yang berbeda untuk mengetahui perbedaan hasil isolasi dye klorofil spirullina sp.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3.3.3. Karakteristik Absorbansi Klorofil Larutan Spirulina Sp
Klorofil hasil kromatografi dalam bentuk larutan kemudian diuji
absorbansinya dengan menggunakan UV-Visible Spectrophotometer Perkin Elmer
Lambda 25. Dalam uji absorbansi ada 2 pengujian yaitu pengujian untuk fraksi
larutan klorofil hasil kromatografi dan uji absorbansi lapisan tipis hasil dari
penumbuhan spin coating pada subtrat kaca preparat, hal ini untuk membandingkan
nilai absorbansi larutan klorofil dengan lapisan klorofil pada panjang gelombang
yang sama.
Sebelum pengujian absorbansi terlebih dahulu melakukan baseline bertujuan
untuk kalibrasi, baseline untuk uji absorbansi larutan menggunakan sampel
pembanding yaitu N-Heksan dan untuk uji absorbansi lapisan klorofil dengan
subtrat kaca preparat. Pengaturan panjang gelombang diatur pada panjang
gelombang 350 nm-800 nm. Dari uji absorbansi larutan klorofil dan lapisan tipis
klorofil nantinya akan diperoleh data berupa grafik hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang.
Gambar 3.5. Set UV-Visible Spectrophotometer Perkin Elmer Lambda 25
Langkah langkah dalam melakukan uji absorbansi menggunakan UV-
Visible Spectrophotometer Perkin Elmer Lambda 25 (seperti pada Gambar 3.5)
adalah sebagai berikut :
1. Menyalakan CPU.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2. Menyalakan layar monitor.
3. Menyalakan UV-Vis spectrophotometer
UV-Vis spectrophotometer). Kemudian menunggu sampai ± 15 menit,
tujuannya adalah untuk pemanasan alat.
4. UV lambda 25
5.
a.
- Start wavelenght : 800 nm ( max cahaya tampak)
- End wavelenght : 350 nm
- Data interval : 1 nm
-
-
-
- Method info : ketik nama metode
b.
- Ordinate mode : A
- Scan speed : 240 nm
-
-
c.
-
- Number of sample : 5 (tergantung jumlah sampel yang akan diuji)
6. ai berwarna hijau, dan kemudian
7.
8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
9. Ambil terlebih dahulu pelarut pada cuvet 2, kemudian masukkan sampel 1
10. Masukkan sampel sampai 5 kali (tergantung jumlah sampel yang akan
diuji).
11.
3.3.4. Simulasi Data Lapisan Tipis
Ketebalan lapisan tipis selama waktu deposisi t pada proses spin coating,
diekspresikan dengan menggunakan persamaan 2.15. Dari persamaan 2.15, ketebalan
lapisan tipis dapat dievaluasi terkait dengan variabel-variabel deposisi spin coating
seperti massa jenis, kecepatan putar, waktu putar dan lama waktu putar. Berikut
beberapa hasil simulasi ketergantungan ketebalan lapisan tipis klorofil pepaya
(Rozak, 2008) terhadap beberapa variabel beb
gr/ml, = 66,76 kg/s.m, saat penumbuhan lapisan dengan spin coating menggunakan
waktu putar 20 s, ketebalan awal 16,7 µm dan banyak tetes sebanyak 2 tetes.
Gambar 3.6. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan perubahan massa jenis.
0
50
100
150
200
250
300
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
h (n
m)
(rpm)
massa jenis 1,692 gr/ml
massa jenis 0,846 gr/ml
massa jenis 0,423 gr/ml
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Teramati dengan jelas pada Gambar 3.6. dari grafik simulasi ketebalan
menunjukan bahwa ketebalan menurun secara eksponensial dengan kenaikan pada
kecepatan putar 1.000 rpm sampai 3.000 rpm, pada kecepatan putar 3.000 rpm
sampai 5.000 rpm ketebalannya cenderung konstans. Grafik ini juga menegaskan
bahwa ketebalan sensitif terhadap perubahan massa jenis bahan yang dideposisikan.
Artinya perubahan massa jenis sangat menentukan perbedaan ketebalan akhir lapisan
tipis yang diperoleh. Semakin besar massa jenis larutan yang akan dideposisi maka
ketebalan lapisan tipis akan lebih tipis.
Gambar 3.7. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan variasi luas penampang.
Perhitungan dilakukan dengan waktu putar t sebesar 20 detik, jumlah tetesan
larutan sebanyak 2 tetes, massa jenis 0,846 gr/ml dan vikositas 66,76 kg/s.m.
Simulasi ketebalan lapisan dengan evaluasi perubahan luas penampang, dimana pada
luas penampang subtrat bertujuan untuk mencari nilai ketebalan awal saat ditetesi
larutan, penetuan ketebalan awal dengan persamaan,
A (1x1) cmA (2x2)cmA(3x3)cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dengan ketentuan diasumsikan bahwa larutan menyebar merata di atas
permukaan subtrat dan tidak keluar. Teramati dengan jelas pada Gambar 3.7. bahwa
luas permukaan tidak berpengaruh terhadap ketebalan lapisan tipis yang diperoleh.
Artinya luasan permukaan substrat tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai
ketebalan suatu lapisan tipis hasil deposisi spin coating.
Gambar 3.8. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan perubahan jumlah tetes
Simulasi ketebalan terhadap perubahan jumlah tetes, seperti halnya hasil
simulasi ketebalan dengan perubahan luas penampang. Perubahan jumlah tetes juga
bertujuan untuk mencari ketebalan awal saat ditumbuhkan dengan larutan klorofil
Gambar 3.8 memperlihatkan grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar
dengan variasi jumlah tetes. Nilai ketebalan dengan jumlah tetes hampir tidak ada
perubahan nilai ketebalan, sehingga jumlah tetesan larutan tidak berpengaruh
terhadap perubahan nilai ketebalan suatu lapisan tipis dengan metode spin coating.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Gambar 3.9. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan perubahan vikositas.
Gambar 3.9. memperlihatkan ketebalan lapisan tipis sebagai fungsi
kecepatan putar dengan modifikasi viskositas. Simulasi numerik ini dilakukan pada
luas penampang 1 cm × 2 cm, jumlah tetes 2 tetes, massa jenis 0,846 gr/ml dan lama
waktu deposisi 20 detik. Hasil ini menegaskan viskositas merupakan salah satu
variabel yang sangat mempengaruhi ketebalan lapisan tipis hasil deposisi spin
coating. Hasil simulasi numerik yang diperoleh ini menjadi dasar guna penumbuhan
lapisan tipis spirulina sp pada tahapan eksperimen berikutnya.
3.3.5. Penumbuhan Lapisan Tipis
Pada proses deposisi lapisan tipis larutan klorofil menggunakan metode spin
coating pada subtrat PCB dengan menggunakan alat spin coater merk Chemat
Technology KW-4A (seperti pada gambar 3.10).
0
50
100
150
200
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
h(n
m)
(rpm)
vikositas 267.04
vikositas 133.52
vikositas 66,76
vikositas 33.38
kg/s.m
kg/s.m kg/s.m
kg/s.m
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 3.10. Spin coater Chemat Technology KW-4A
Tujuan penumbuhan lapisan tipis klorofil dalam penelitian ini ada 3 yaitu
untuk mencari ketebalan lapisan tipis klorofil spirulina sp, untuk pengamatan
fenomena transport, dan untuk uji morfologi permukaan lapisan klorofil.
Langkah langkah dalam penumbuhan lapisan tipis dengan metode spin
coating terlihat seperti Gambar 3.11. Langkah pertama menyalakan vacuum dan
spinner dengan cara menghubungkan kabel kontak dengan sumber tegangan dan
menekan tombol On. Sebelum melakukan spin pada subtar PCB sebaiknya
mengatur kecepatan dan lama waktu putar pada panel spin coater, kecepatan putar
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 2.500 rpm sampai 5.000 rpm melanjutkan
penelitian sebelumnya. Waktu putar yang digunakan yaitu 20 detik dari hasil
optimasi percobaan. Meletakkan subtrat PCB di atas piringan (holder) spin coater,
kemudian meneteskan larutan klorofil diatas PCB sebanyak 2 tetes. Setelah
diteteskan, kemudian memutar spin coater dengan menekan tombol "vakum" lalu
spin kemudian PCB yang terdeposisi tersebut
dipanaskan pada pemanas (hot plate) sebesar 500C selama 1 menit dan kemudian
setelah dipanaskan PCB didinginkan. Melakukan spin kembali sampai 7 lapis, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
melakukan penumbuhan lapisan tipis dengan variasi kecepatan putar 2.500 rpm,
3.000 rpm, 3.500 rpm, 4.000 rpm, 4.500 rpm, dan 5.000 rpm
Gambar 3.11. Proses penumbuhan lapisan tipis dengan metode spin coating
3.3.6. Ketebalan Lapisan Tipis Klorofil
Dalam Pengambilan data ada 2 tahap yaitu penentuan massa jenis klorofil dan
penentuan massa lapisan klorofil. Penentuan massa jenis klorofil menggunakan alat
pikno meter dan neraca digital. Penentuan massa lapisan klorofil menggunakan alat
spin coater dan neraca digital, massa yang ditentukan dari 1 lapis sampai 8 lapis.
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mencari ketebalan lapisan klorofil yang
terbentuk pada permukaan substrat PCB.
Proses penentuan massa lapisan terlebih dahulu substrat PCB tanpa lapisan
ditimbang. Kemudian menumbuhan larutan klorofil diatas subtrat PCB dengan alat
spin coater, setelah terjadi proses pelapisan dengan menggunakan spin coater,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
substrat PCB ditimbang kembali sehingga diketahui massa substrat PCB sesudah
proses pelapisan. Setelah diketahui massa dari lapisan klorofil, kemudian
menghitung nilai massa jenis dari klorofil dengan menggunakan piknometer (seperti
pada Gambar 3.12).
Gambar. 3.12. Piknometer
Dalam pengukuran massa jenis klorofil spirulina sp dengan menggunakan
piknometer dilakukan 4 tahap pengukuran, yaitu :
1. Mengukur massa pikno kosong ( 0)
2. Mengukur massa pikno + aseton ( 3)
3. Mengukur massa pikno + sampel bubuk spirulina ( 1)
4. Mengukur massa pikno + sampel bubuk spirulina + aseton ( 2)
Menghitung nilai massa jenis klorofil dengan menggunakan persamaan = 3 0 2 1 (3.1)
Keterangan : 3 = massa pikno + aseton
0 = massa pikno
1 = massa pikno + sampel
2 = massa pikno + aseton + sampel = 0,7899 gr/ml (Handayani, 2006)
= (3.2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Menghitung nilai ketebalan dengan menggunakan persamaan 3.3 dengan
massa jenis adalah 1,85 gr/ml. Sehingga untuk menghitung ketebalan lapisan tipis
klorofil yang terbentuk dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut
(Lowenheim,1978) : = (3.3)
Dimana, = tebal lapisan yang terbentuk (cm)
A = luas penampang sampel (m2) = massa jenis lapisan tipis (gr/cm2) = massa lapisan yang terbentuk (gr)
3.3.7. Pengamatan Fenomena Transport
Setelah tahapan penumbuhan lapisan tipis, dilakukan pengamatan fenomena
transport pembawa muatan untuk pengukuran energi gap dengan menggunakan alat
Elkahfi I-V meter, skema pengamatan fenomena transport seperti pada Gambar 3.13.
Pengukuran energi gap berdasarkan karakteristik I-V dengan metode empat titik atau
four point probe yang sudah dimodifikasi. Pengukuran karakteristik I-V dilakukan
pada suhu dibawah suhu kamar (276 K) hingga mendekati suhu kamar (298 K) dan
mengatur tegangan sebesar 0,8 volt. Pengukuran karakteristik I-V tiap kenaikan suhu 10 kemudian mengamati nilai arus pada tegangan 0,8 volt. Dari pengamatan
fenomena transport akan diperoleh grafik hubungan arus terhadap suhu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Gambar. 3.13. Set alat fenomena current drift.
3.3.8. Analisis Celah Energi
Besarnya celah energi (Eg) dapat ditentukan dari grafik hubungan ln R
dengan 1/T untuk daerah di bawah suhu kamar yang dibatasi dari suhu 276 K
sampai suhu 298 K. Grafik hubungan ln R dengan 1/T didapat dari turunan
persamaan konduktivitas (Omar, 1974).
= 0 2 (3.4)
1 = 10 2 (3.5)
1~ 10 2 (3.6)
= 0 2 1 + (3.7)
= 2 1 + 0 (3.8)
Dari persamaan di atas, nilai celah energi lapisan tipis klorofil dapat
diperoleh. Dengan R adalah resistivitas, Eg adalah celah energi, kB adalah konstanta
Boltzman, dan T adalah suhu dalam Kelvin. Dari grafik hubungan ln R vs 1/T dapat
ditentukan nilai gradien kurva untuk masing masing variasi sampel dengan analisis
persamaan regresi linier. Metode yang dipakai dengan menggunakan persamaan
regresi linier adalah y = mx + c, dengan y adalah nilai dari ln R, m adalah gradien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
grafik, x adalah nilai dari 1/T, dan c adalah konstanta. Berdasarkan persamaan
tersebut dan data grafik hubungan ln R vs 1/T dapat disimpulkan bahwa nilai gradien
pada kurva adalah Eg/2kB. Sehingga nilai celah energi sampel lapisan tipis klorofil
dapat dihitung persamaan:
= 2 (3.9)
= 2 . (3.10)
3.3.9. Mikrostruktur Lapisan Klorofil
Pengambilan data morfologi permukaan lapisan klorofil diperoleh dari
pengujian sampel dengan menggunakan alat Scanning Tunneling Microscopy (STM)
yang berada di laboratorium pusat (seperti pada Gambar 3.14).
Gambar.3.14. Set Alat STM
Prosedur langkah kerja alat STM untuk pengujian lapisan tipis klorofil hasil
deposisi spin coating sebagai berikut :
1. Memotong subtrat PCB menjadi ukuran kecil yang dapat ditempelkan
pada holder.
2. Menumbuhkan larutan klorofil di atas subtrat PCB yang sudah terpotong.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3. Menjepit subtrat PCB yang terlapisi klorofil menggunakan lempeng seng.
Penjepitan ini bertujuan untuk lapisan tipis klorofil terkoneksi dengan
holder.
4. Membuka software easyscan di dekstop pada layar komputer. Tunggu
mikroskop terhubung dengan komputer, yang ditandai dengan menyalanya
lampu merah pada mikroskop.
5. Meletakkan lapisan PCB yang sudah terlapisi pada holder sampai warna
lampu merah pada mikroskop berubah menjadi hijau.
3.3.10. Analisa dan Kesimpulan
Setelah mendapatkan data berupa grafik nilai absorbansi dan grafik I vs T
dari sampel lapisan tipis klorofil, kemudian dilakukan analisis tren grafik yang
terbentuk dengan mengacu pada jurnal-jurnal internasional yang medukung.
Setelah proses analisis selesai, kemudian bisa ditarik kesimpulan yang sesuai
dengan tujuan dari penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Paling tidak terdapat tiga hal pokok yang didiskusikan pada pembahasan ini.
Pertama adalah hasil kajian ketebalan lapisan tipis klorofil spirlina sp dari hasil
penumbuhan lapisan tipis dengan spin coating. Kajian ini penting untuk memberi
gambaran secara teoritis ketergantungan parameter penumbuhan spin coating
terhadap ketebalan lapisan tipis yang dihasilkan. Kedua berkenaan dengan hasil
preparasi sediaan spirulina sp. Klarifikasi sediaan spirulina sp alam sebagai bahan
dasar lapis tipis. Ketiga adalah diskusi hasil pengamatan energi gap lapisan tipis
spirulina sp untuk variasi kecepatan putar( ).
4.1. Hasil Ketebalan Lapisan Tipis Klorofil
Pada penelitian ini, ketebalan lapisan tipis yang dihasilkan akan dihitung
secara kasar dengan metode grafitimeter yaitu perhitungan ketebalan berdasarkan
berat massa terdeposit pada substrat. Metode ini terlebih dahulu dimulai dengan
perhitungan massa jenis spirulina sp. Prosedur penentuan massa jenis ini akan
dilakukan dengan alat piknometer. Pengukuran volume klorofil spirulina sp sesuai
dengan rumus persamaan 3.1. Dari hasil pengukuran volume tersebut selanjutnya
digunakan untuk menentukan massa jenis klorofil spirulina sp dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
= (4.1)
Dari hasil pengukuran dengan piknometer didapatkan nilai massa jenis
klorofil spirulina sebesar 1,85 gr/ml, dari nilai massa jenis tersebut dapat diketahui
nilai ketebalan lapisan tipis dari konversi rumus :
Dari konversi rumus : = . (4.2)
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
= . . (4.3) = . (4.4)
Gambar 4.1. Grafik ketebalan lapisan tipis spirulina sp terhadap jumlah lapis.
Gambar 4.1 menunjukkan ketebalan lapisan tipis sebagai fungsi jumlah lapis
yang difabrikasi dengan kecepatan putar ( ) spin coating3.500 rpm di atas substrat
PCB. Dari grafik ketebalan lapisan larutan klorofil yang ditumbuhkan pada subtrat
PCB. Teramati dengan jelas nilai ketebalan lapisan larutan klorofil sebanding dengan
bertambahnya jumlah lapis yang dideposisikan, sehingga semakin banyak jumlah
lapis yang dideposisikan maka nilai ketebalan suatu lapisan mengalami
kenaikan.Ekstrapolasi data eksperimen memperlihatkan bahwa saat N = 0, titik
potong terhadap sumbu y tidak menunjukkan nilai 0. Sehingga kurva tersebut
memerlukan koreksi sebelum digunakan sebagai kurva standar penentuan ketebalan
lapisan tipis. Teramati pula dari kurva bahwa kurva standar setelah dikoreksi
ditunjukkan dengan kurva garis lurus melalui titik nol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
4.2. Hasil Preparasi Larutan Klorofil
Pada tahapan ini, terdapat dua prosedur penting dalam penyiapan larutan
klorofil untuk digunakan sebagai bahan dasar lapisan tipis organik spirulinasp.
Tahapan ini merupkan hasil optimum yang diperoleh pada penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya (Torig, 2011; Suryono, 2011). Dua prosedur tersebut
adalah ekstraksi dan dilanjutkan kromatografi. Ekstraksi adalah proses pemisahan
komponen yang diinginkan dari zat penyusun lain dalam suatu campuran berdasarkan
pada perbedaan kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan.
Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah aseton, karena sifatnya yang
inert dan mempunyai titik didih rendah. Sehingga aseton tidak ikut bereaksi dan
mudah dihilangkan dengan teknik pemanasan sederhana, dalam penelitian ini dengan
proses evaporasi pada tekanan atmosfer.
Gambar 4.2. Larutan hasil ekstraksi bubuk spirilina sp
Larutan yang didapat dari hasil ekstraksi (seperti pada gambar 4.2) kemudian
dikromatografi, yaitu metode pemisahan dan pemurnian kandungan klorofil/hijau
daun (dye) yang bertujuan untuk mendapatkan fraksi warna larutan klorofil spirulina
yang berbeda-beda. Metode kromatografi ini adalah pemisahan campuran komponen-
komponen unsur melalui dua fase tahapan proses yaitu fase diam dengan
menggunakan silica gel dan fase bergerakdengan menggunakan N-Heksan. Dari hasil
kromatografi didapat tiga fraksi warna yang berbeda yang ditunjukan pada Gambar
4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 4.3. Tiga fraksi warna larutan klorofil hasil kromatografi
4.3. Hasil Uji AbsorbansiLarutanKlorofil
Absorbansi merupakan kuantitas yang menyatakan kemampuan bahan dalam
menyerap (mengabsorbsi) cahaya. Senyawa organik mampu mengabsorbsi cahaya
sebab senyawa organik mengandung elektron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Salah satu senyawa organik tersebut adalah klorofil. Pada
pengukuran absorbansi larutan klorofil, spektrum absorbansi diukur pada rentang
panjang gelombang 400 nm 800 nm yang merupakan spektrum sinar tampak.
Gambar 4.4. (a) Grafik serapan larutan klorofil untuk 3 fraksi warna hasil kromatografi dan (b). Perbandingan grafik serapan fase larutan dan lapisan
tipis klorofil spirulina sp hasil spin coating dengan substrat kaca.
500 600 7000
1
2
3 Sp1Sp2Sp3
Panjang Gelombang (nm)
(a)
500 600 7000
1
2
3
0.015
0.02
0.025
Panjang Gelombang (nm)
larutan chlorofil lapisan tipis
(b) ,
,
,
Sp 1 Sp 2 Sp 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Hasil spektrum serapan/absorbansi larutan klorofil spirulina sp dalam bentuk
larutan maupun lapisan tipis ditunjukkan pada Gambar 4.4. Gambar 4.4a.
memperlihatkan perbedaan kurva serapan larutan untuk tiga fraksi warna yang
berbeda dalam proses kromatografi yaitu Sp1, Sp2 dan Sp3 berturut-turut adalah warna
hijau tua hingga hijau muda. Perbedaan tingkat serapan menunjukkan perbedaan
kandungan klorofil pada masing-masing larutan (Sumaryanti, 2010; Fiscia, 2010).
Pada ketiga fraksi warna terlihat bahwa serapan larutan klorofil spirulina Sp terletak
pada tipikal panjang gelombang yang sama yaitu = 669 nm. Proses penumbuhan
lapisan tipis menggunakan Sp2 karena pada Sp2 pada rentang panjang gelombang
450 650 nm zat pengotor pada serapannya lebih kecil dibandingkan Sp3, dan serapan
Sp2lebih tinggi dibandingkan dengan Sp1. Sehingga dalam proses penumbuhan
lapisan tipis menggunakan Sp2.
Pada Gambar 4.4b. memperlihatkan perbandingan serapan larutan klorofil dan
lapisan tipis yang ditumbuhkan di atas substrat kaca. Teramati dengan jelas bahwa
tipikal serapan maksimum larutan dan lapisan tipis klorofil spirulina Sp terletak pada
panjang gelombang serapan yang sama yaitu = 669 nm. Tingkat serapan antara
larutan klorofil dan lapisan klorofil juga berbeda yaitu serapan pada larutan klorofil
lebih tinggi dibandingkan lapisan klorofil karena pada larutan klorofil lebih pekat
dibandingkan dengan lapisan klorofil. Hasil ini menegaskan bahwa bahan yang
terdeposit menjadi lapisan tipis adalah sama dengan bahan yang terlarut dalam fase
larutan sebelumnya, yaitu klorofil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
4.4. Energi Gap
Gambar 4.5 Grafik hubungan arus I sebagai fungsi suhu T pengukuran lapisan tipis spirulina sp hasil deposisi spin coating
Pada Gambar 4.5 dalam pengamatan fenomena transport eksitasi pembawa
muatan yang dilihat sebagai fungsi arus. Terlihat dengan jelas bahwa pembawa
muatannya semakin besar seiring dengan kenaikan suhu pengukuran. Pada grafik
terlihat bahwa dengan perbedaan sampel yaitu sampel dengan = 3000 rpm dan =
4500 rpm terlihat bahwa pada kecepatan putar 3000 rpm pembawa muatan yang
tereksitasi dari HOMO ke LUMO saat dipengaruhi suhu lebih besar dibandingkan
dengan kecepatan putar 4500 rpm. Pebedaan jumlah pembawa muatan disinyalir
akibat perubahaan morfologi permukaan dari perbedaan kecepatan putar tersebut,
untuk mengetahui perbedaan morfologi tersebut melakukan uji morfologi dengan
STM. Perbedaan jumlah pembawa muatan juga dipengaruhi oleh lebar celah yang
dilewati pembawa muatan dari HOMO ke LUMO yang nantinya untuk mengetahui
energi gap dari perbedaan kecepatan putar tersebut.
Pada grafik hubungan arus terhadap suhu diatas dapat dicari nilai energi gap,
dari persamaan hukum ohm yaitu V = I.R, dimana telah didapatkan data V dan I
280 290 3000
100
200
300
400
Suhu, T (K)
3000 rpm 4500 rpm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
sehingga didapatkan nilai R. dari nilai R tersebut sehingga bisa kita plot ke grafik
hubungan ln R sebagai fungsi 1/T untuk mencari nilai energi gap dari persamaan 4.5.
Gambar 4.6.Grafik hubungan ln R terhadap 1/T, dengan variasi kecepatan putar
Dari data pengukuran arus I terhadap suhu T, maka dapat disusun menjadi
kurva linier antara Rln sebagai fungsi T1 yang terlihat pada Gambar 4.6. menurut
persamaan
CRTk
ER
B
g0ln
12
ln (4.5)
Gradien persamaan di atas adalah B
g
k
Em
2sehingga, nilai energi gap Eg
lapisan tipis klorofil dapat diperoleh untuk mengetahui lebar celah antara HOMO dan
LUMO. Dengan memodifikasi kecepatan putar spin coating maka diperoleh
ketergantungan energi gap sebagai fungsi kecepatan putar seperti di tampilkan pada
Gambar 4.7.
3.3 3.4 3.5 3.6 3.714
15
16
17
18
1/T (K-1), , , , ,
= 3.000 rpm = 4.500 rpm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gambar 4.7. Nilai Eg sebagai fungsi kecepatan putar untuk lapisan tipis spirulina sp dengan 5 lapis.
Gambar 4.7. menunjukkan ketergantungan enegi gap Eg lapisan tipis klorofil
terhadap kecepatan putar deposisi spin coating. Teramati dengan jelas bahwa energi
gap Eg pada kecepatan putar 2.500 rpm sampai 4.000 rpm meningkat secara dratis
dengan lebar celah yang lebih kecil dari kecepatan putar diatas 4000 rpm dimana
menunjukkan tren konstan pada Eg= 1,41 eV, hal ini dikatakan bahwa pembawa
muatan yang tereksitasi dari HOMO ke LUMO perpindahannya lebih cepat karena
memiliki labar celah yang relatif kecil dibandingkan dengan kecepatan putar diatas
4000 rpm. Perubahan Eg ini disinyalir akibat perubahan struktur lapisan tipis yang
terbentuk. Ketika kecepatan putar masih rendah, lapisan tipis kontinu terbentuk.
Sedangkan, struktur lapisan tipis berubah menjadi diskrit dengan kenaikan kecepatan
putar. Untuk menegaskan hasil ini dilakukan pengamatan perubahan struktur
permukaan lapisan tipis dengan Scanning Tunneling Microscopy (STM).
2000 3000 4000 50000
0.5
1
1.5
Kecepatan putar (rpm)
,
,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
4.5. Morfologi Permukaan Lapisan Tipis Spirulina Sp
Gambar 4.8.Modifikasi morfologi permukaan lapisan tipis klorofil spirulinasp hasil STM dengan 5 lapis untuk jangkauan scan 450 nm × 450 nm untuk kecepatan putar (a) 3000 rpm, (b) 3500 rpm, (c) 4000 rpm, serta
(d) 5000 rpm.
Teramati dengan jelas pada Gambar 4.8 bahwa morfologi permukaan lapisan
tipis spirulina sp berubah dengan kenaikan kecepatan putar saat deposisi. Ketika
= 3000 rpm, morfologi permukaan lapisan tipis kontinu terbentuk. Dan kemudian
berangsur-angsur berubah menjadi lapisan tipis diskrit dengan kenaikan kecepatan
putar deposisi seperti yang terlihat pada Gambar 4.8(b-d). Hasil ini menegaskan
bahwa modifikasi struktur permukaan lapisan tipis akan mempengaruhi energi gap Eg
lapisan tipis spirulina sp.
(a) (b)
(c) (d)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 46
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah berhasil difabrikasi lapisan tipis klorofilSpirulina sp di atas kaca
preparat dan PCB berpola, guna pengamatan fenomena transport.
2. Hasil pengamatan fenomena transport dengan pengaruh suhu memperlihatkan
bahwa energi
gapEgmeningkatdenganbertambahnyakecepatanputar dankemudianmenunju
kkantrenkonstanpadaEg= 1,41 eVuntuknilai 4.000 rpm.
3. Hasilpengamatanmorfologipermukaandengan STM
terlihatbahwamorfologipermukaanlapisan tipis
spirulinaspberubahdengankenaikankecepatanputar . Ketika = 3000 rpm,
morfologipermukaanlapisan tipis kontinuterbentukdankemudianberangsur-
angsurberubahmenjadilapisan tipis
diskritdengankenaikankecepatanputardeposisi
5.2. Saran
Penelitian lebih lanjut disarankan dalam penentuan energi gap, pengamatan
fenomena transport pembawa muatan sebaiknya menggunakan variasi kecepatan
putar kurang dari 3.500 rpm.