Upload
rudy-edwin
View
70
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DAN BIOTEKNOLOGI SERTA PERANANNYA DALAM MENGATASI PERUBAHAN IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN
*dipresentasikan pada Konferensi Nasional Badan Kerjasama Pusat Studi
Lingkungan (BKPSL0 Indonesia ke XX ,14-16 Mei di Pekanbaru, Riau.
Andreas Pramudianto,SH,MSi
Peneliti Hukum Lingkungan Internasional
Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Program
Pascasarjana
Universitas Indonesia (PPSML PPs-UI)
ABSTRAK
Abad mendatang peran bioteknologi (biotechnology) akan terus berkembang
dan meningkat dengan pesat. Selain nanotechnology dan information and
communication technology(ICT) yang merupakan teknologi masa depan (the
future technology),bioteknologi juga merupakan salah satu teknologi yang
akan menjadi andalan dari industri masa depan. Sebagai bagian dari
pemanfaatan atas sumberdaya alam, bioteknologi diharapkan memberikan
keuntungan yang akan diraih terutama dalam menghadapi persoalan-
persoalan yang berkembang saat ini seperti perubahan iklim, ketahanan
pangan dan ketersediaan energi. Namun dibalik potensi yang menjanjikan,
perlu diwaspadai dampak negatif yang timbul. Untuk itu perlu dikembangkan
bioteknologi yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) Studi ini akan mengidentifikasi dan menganalisis peran
bioteknologi terutama dalam rangka adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
dan persoalan ketahanan pangan dengan melihat sudut pandang hukum
lingkungan internasional (international environmental law). Perangkat hukum
dan kelembagaan baik di tingkat nasional, regional maupun internasional
telah berupaya mengantisipasi bioteknologi sebagai teknologi baru dengan
harapan yang lebih baik terutama bagi peradaban umat manusia di masa
mendatang.
Kata kunci : Bioteknologi; perubahan iklim; ketahanan pangan; hukum
lingkungan internasional; pembangunan berkelanjutan.
I. PENDAHULUAN
Pada tanggal 24 Maret 1989, kapal tanker Exxon Valdez kandas dan
menumpahkan minyaknya di Prince William Sound, Alaska, yang
menyebabkan terjadinya pencemaran minyak (oil pollution) yang berdampak
cukup luas. Untuk mengatasi hal ini dimulailah suatu upaya penanggulangan
pencemaran minyak yang menggunakan produk bioteknologi dengan
menerapkan teknologi bioremediasi. Teknologi bioremediasi ini memakai
sejenis mikroba yang mampu menyerap minyak. Selama ini dari hasil
penelitian telah menunjukan bahwa, mikroba ternyata dapat mengurangi
tumpahan minyak jauh lebih cepat jika dibandingkan penanggulangan
tumpahan minyak lainnya. Penelitian terhadap mikroba yang mampu
menyerap minyak ini merupakan salah satu perkem¬bangan dari kemajuan
bioteknologi. (http://www.unep.org)(Murphy:2001)
Dewasa ini, kemajuan bioteknologi sedemikian pesatn¬ya dan diunggulkan
sebagai teknologi yang mampu memecahkan beberapa persoalan persoalan
lingkungan hidup dan pembangunan. Menurut Shiva (1994) penerapan
bioteknologi juga menawarkan banyak keuntungan bagi :
- industri primer seperti pertanian, pertambangan
- industri sekunder seperti kimia obat obatan, pangan
- industri tersier seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, penelitian,
konsultasi.
Karena itu bioteknologi sangat potensial dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan industri suatu negara. Kemajuan yang pesat ini tidak terlepas
dari perkembangan ilmu biologi yang diantaranya rekayasa genetika
(genetic enginering) yang telah menjadi ujung tombak industri bioteknologi.
Kemampuan rekayasa genetika diantaranya adalah memproduksi virus yang
bertindak sebagai insektisida, memproduksi enzim dan antibodi, produksi
bakteri yang dapat menyerap minyak, tanaman yang tahan penyakit, tomat
yang disi¬sipkan serat ikan yang mampu tahan lama dll. Tidak seperti
bioteknologi lama, yang masih menekankan penggunakan teknik fermentasi
dan teknik pemuliaan, biotek¬nologi modern ini jauh lebih berkembang
melalui modifikasi bahan bahan genetik dengan penggunaan hewan
percobaan seperti ikan dan jenis jenis mamalia tertentu untuk direkayasa
secara genetik dengan metode rekombinasi DNA (r-DNA) untuk menemukan
"kehidupan baru" (new life). Dengan rekombinasi DNA salah satunya
diciptakan protein rekombinan yang kemudian dikembangkan insulin,
hormon pertumbuhan dll. Perkembangan selanjutnya dikembangkan antibodi
hingga teknologi kloning yang sering disebut sebagai perkembangan fase
ketiga. (Witarto:2005)
Walaupun demikian selama ini teknologi fermentasi tetap dipakai dalam
bioteknologi baru dengan cara rekayasa genetika mikro-organisme untuk
memproduksi produk produk baru dalam bidang kimia dan biologi seperti
enzim, virus dll. Karena itu bioteknologi kini menjadi pencipta kehidupan
baru dan sangat menjanjikan dengan berbagai keuntungan ekonomis.
Dimulailah era komersialisasi dengan campur tangan banyak perusahaan
multinasional terutama perusahaan biofarmasi sebagai ujung tombak.
Perusahaan Multinasional yang menguasai bioteknologi ini berada di negara
negara maju dan hasil penemuannya dilindungi oleh hak atas kekayaan
intelektual (intelectual property right) seperti hak paten. Tentu saja bagi
perusahaan multinasional yang memiliki dana yang kuat untuk Research and
Development (R&D) menganggap keuntungan bioteknologi sangat besar.
Selain menunjang konsep industri masa depan, (the future industry) juga
menjadikan berbagai bentuk kehidupan baru yang dapat
dikomersialisasikan. Namun demikian timbul juga dampak negatif yang
merugikan seperti dampak negatif dari manipulasi gen gen tertentu,
pencemaran terhadap spesies-spesies asli, pelepasan organisme hasil
rekayasa genetika atau yang dikenal sebagai Genetically Modified Organism
(GMO) dll. Perkembangan bioteknologi yang terkait dengan lingkungan hidup
diatur dalam perangkat hukum internasional baik soft law maupun hard law.
Perangkat soft law yang mengatur bioteknologi diantaranya seperti Deklarasi
Stockholm 1972, Deklarasi Rio 1992 dan Agenda 21. Sedangkan perangkat
hard law seperti Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (UNCBD)
1992 dan Protokolnya yaitu Cartagena Protocol 2000.
Perubahan iklim dan ketahanan pangan merupakan persoalan global yang
dihadapi saat ini. Perangkat hukum internasional telah menyediakan
Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) 1992
yang sudah melakukan lebih dari 15 kali pertemuan para pihak peserta
konvensi (Conferences of the Parties/COP). Dalam beberapa kali pertemuan
dibahas juga masalah pangan. Sementara itu Protokol Kyoto 1997 juga telah
melakukan beberapa kali pertemuan (Meeting of the Parties/MOP) dan akan
berakhir periode komitmennya, sehingga perlu diperbaharui. Kesepakatan
terakhir yang dicapai adalah Copenhagen Accord yang bersifat soft law dan
tidak mengikat secara hukum (non legally binding) yang disetujui pada COP
ke-15 di Kopenhagen, Denmark.
Perubahan iklim ternyata berdampak sangat luas dan nampaknya akan
berkepanjangan. Terlepas dari perdebatan yang terjadi, perubahan iklim
telah nyata dan terlihat dari laporan berbagai pihak yang memiliki otoritas
yang kompeten seperti laporan IPCC (AR-4), Komisi Stern, UNEP dan banyak
laporan negara (art of the state) atau badan internasional lainnya. Pada
intinya laporan-laporan tersebut menyebutkan adanya kecenderungan
peningkatan suhu rata-rata iklim di bumi yang dapat membahayakan
kehidupan di bumi. Salah satu dampak yang paling berpengaruh adalah
ancaman ketersediaan pangan. Selama ini ketersediaan pangan banyak
dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dan distribusi yang tidak merata.
Dengan adanya perubahan iklim, maka peningkatan ancaman ketersediaan
pangan semakin bertambah. Disinilah peran bioteknologi dapat memberikan
kontribusi penting dalam upaya penanganan perubahan iklim dan
peningkatan ketersediaan pangan. Bioteknologi dapat membantu
menurunkan suhu iklim akibat penggunaan CO2. Dengan bioteknologi
ketersediaan pangan dapat ditingkatkan berlipat ganda sehingga ketahanan
pangan dapat terjamin.
Disisi lain yang perlu diperhatikan adalah dalam beberapa tahun mendatang
nampaknya perkembangan bioteknologi meningkat dengan pesat, namun
resiko terhadap lingkun¬gan hidup masih belum diketahui secara pasti
mengingat hal ini masih tergolong baru. Sementara itu, berbagai perangkat
hukum dan kelembagaan yang menangani masalah bioteknologi masih
sangat terbatas. Peraturan hukum internasional serta lembaga internasional
yang khusus mengatur masalah bioteknologi belum memadai dan hukum
nasional di berbagai negara masih menerapkan kebijakan yang berbeda-
beda. Perbedaan ini akibat dari adanya arus informasi yang menyangkut
bidang bioteknologi masih sangat terbatas diterima terutama oleh sebagian
besar negara-negara berkembang.
II. DEFINISI DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI
Genetic Enginering, Recombinant DNA Tecnologies, Molecular Technique,
Gene Manipula¬tion, Transgenetic adalah beberapa istilah populer yang
dipakai dalam bidang bioteknologi modern saat ini. Bioteknologi modern
telah dicoba didefinisikan oleh beberapa ahli dan lembaga internasional. Kim
(1994) mencoba mendefinisi¬kan sebagai industri yang menggunakan
rekombinan DNA dan sel fusion. Selain itu Kantor Bantuan Teknik Konggres
(Office of the Techical Assistance of the US Conggres) menggunakan istilah
bioteknologi yang menunjuk pada teknik-teknik bioprosesing baru.
(Kim:1994)
Dictionary Environment and Development (Crump:1991) mendifinisikan :
"Bioteknologi is the application of biological organisme, systems and
processes to industrial processes."
Dalam definisi ini berkaitan dengan kemampuan organisme hidup dan mikro
organisme yang menjadi bagian dari industri penghasil barang dan jasa.
Organisme hidup merupakan bahan penting bagi industri seperti makanan,
obat obatan dll. Sedangkan mikroorganisme telah dikenal sejak zaman
dahulu sebagai penghasil industri bir, keju, susu, roti dll. Penggunaan
mikroorganisme pada industri modern adalah untuk menghasilkan antibiotik,
vitamin, vinegar , enzim dll.
Strategie De La Biodiversite (1992) yang dikeluarkan pemerintah Kanada,
mendefinisikan Bioteknologi sebagai :
“Toute application scientifique et technologique l`utilitasion directe ou
indirecte des organismes vivants,en entier ou partie, ou des derives de ceux-
ci, dans leur forme naturelle ou modifiee”.
Dari definisi diatas dinyatakan bahwa bioteknologi merupakan penerapan
secara menyeluruh ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap penggunaan
secara langsung ataupun tidak langsung terhadap seluruh bentuk
kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa betapa luasnya penerapan
bioteknologi karena menggunakan berbagai teknik dan cara untuk
merekayasa seluruh bentuk kehidupan. Hal ini akan berbeda dengan definisi
tradisionil yang masih menekankan pada teknik fermentasi dan pemuliaan.
Sedangkan Hari Hartiko dalam Krishnayanti dan Jhamtani (1995)
mendefinisikan :
“ Bioteknologi adalah teknologi yang memanfaatkan mahluk hidup (agen
hayati) yang telah direkayasa untuk menghasilkan barang dan jasa guna
memenuhi kesejahteraan manusia”
Dalam definisi ini rekayasa genetika terhadap mahluk hidup termasuk
diantaranya rekombinan DNA (r-DNA). Karena itu teknik rekombinasi DNA
merupakan tulang punggung pengembangan bioteknologi baru. Melalui
rekombinan DNA diantaranya dapat dihasilkan insulin manusia, vaksin
hepatitis B, hormon pertumbuhan dalam jumlah besar.
Dr. Pratiwi Sudharmono (1986) mendefinisikan bioteknologi sebagai :
“Suatu upaya pemanfaatan sistem biologi untuk menghasilkan barang dan
jasa bagi kepentingan manusia”.
Melalui pemanfaatan sistem biologi diharapkan menghasilkan berbagai
produk barang dan jasa yang berguna bagi manusia. Bidang biologi yang
digunakan diantaranya mikrobiologi, biologi molekular, biokimia, ilmu
genetika, zoology, dll.
Bioteknologi sebenarnya merupakan kegiatan yang berlangsung sejak jaman
dahulu. Manusia pada jaman purba telah mencoba mengawinkan beberapa
jenis tumbuhan untuk makanan. Tahun 8000 SM telah dilakukan
pengembangbiakan selektif untuk meningkatkan kualitas ternak. Pembuatan
bir sudah dikenal kurang lebih 6000 tahun SM di masa bangsa Somaria dan
Babilon. Penggunaan ragi untuk roti sudah dikembangkan oleh bangsa Mesir
dengan membuat adonan kue asam. Demikian juga dengan penggunaan
cuka, anggur di negara negara Eropa. Sedangkan di beberapa negara Asia
seperti Indonesia tape, tempe, kecap adalah produk bioteknologi lama.
Tahun 4000 SM bangsa Cina telah mengembangkan yoghurt, keju dengan
bakteri asam laktat. Ragi ternyata menjadi komponen penting untuk produk
bioteknologi pada waktu itu. Abad 17 Antony Van Leeuwenhoek telah
menemukan mikroskop dan melihat adanya mikroorganisme untuk
pertamakalinya. Pada tahun 1856 George Mendel melakukan penelitian
rekombinan tumbuhan yang kemudian menghasilkan teori hereditas. Tahun
1857 dan 1876 dari hasil penelitian permulaan Louis Pasteur berhasil
membuktikan kesanggupan mikroorganisme melakukan fermentasi. Dari
hasil penelitian inilah Louis Pasteur berhasil mendapat julukan Bapak
Bioteknologi. (Smith: 1993) Teknologi fermentasi yang merupakan industri
bioteknologi lama, masih tetap digunakan pada saat sekarang ini. Antibiotika
dan vaksin merupakan hasil industri obat yang menggunakan teknologi
fermentasi. Tahun 1919 pertemakalinya istilah bioteknologi digunakan oleh
Karl Ereky dari Hongaria.
Pada tahun 1930 Warren Weaver dan Max Mason telah melakukan
pene¬litian mengenai soal heriditas dan kehidupan sebagai proses kimia,
yang beberapa tahun kemudian ditemukan struktur DNA (Deoxyribo Nucleic
Acid) oleh J.D. Watson dan Francis Chick di tahun 1953. Penemuan ini juga
tak lepas dari model pendekatan breeding programmes (program program
pemuliaan) tanaman dan hewan yang merupakan hasil pekerjaan Charles
Darwin dan George Mendel melalui prin¬sip heriditas dipertengahan abad
19. Walaupun di kemudian hari interbreeding of species (pemuliaan antar
spesies) sudah mulai dikembangkan, namun rahasia kehidupan yang
merupa¬kan ciri suatu mahluk hidup masih belum diketahui sampai
ditemukannya strutur DNA ini. Dari hasil penemuan DNA yang berbentuk
double helical structure dan merupakan molekul kode kehidupan genetik ini
ternyata banyak memberi pengetahuan seluruh rahasia keturun¬an. Dengan
DNA dapat ditentukan karakteristik keturunan suatu generasi tanaman,
hewan atau kehidupan lainnya. Penemuan selanjutnya adalah
mengem¬bangkan pemotongan DNA yang memuat sandi tertentu ke
mahluk hidup lainnya disebut re¬kayasa genetika (genetic enginering).
Inilah yang dikenal dengan nama bioteknologi dengan prinsip baru atau
bioteknologi modern. Bioteknologi baru atau bioteknologi modern memiliki
prinsip yang berbeda dengan bioteknologi lama dimana bioteknologi baru
mampu mengubah perilaku dan kemampuan mahluk hidup sehingga dapat
diperintahkan untuk memproduksi sesuatu yang diperlukan. Keuntungan
hasil rekayasa bioteknologi moderen ini diantaranya adalah memproduksi
bakteri yang mampu menyerap minyak. Bakteri ini bisa digunakan dalam
mengurangi terjadinya pencemaran yang diakibatkan oleh minyak.
Kemudian virus virus yang dapat bertindak sebagai serangga, tanaman
jagung yang tahan penyakit serta tomat yang mampu bertahan hingga
berminggu minggu dll. (Smith:1994)(Shiva:1994)(Krishnayanti &
Jhamtani:1995)
Ternyata hasil penelitian tersebut memerlukan suatu pengujian dilapangan
agar lebih efektif dari sekedar menggunakan cara simulasi laboratorium.
Maka dalam peristiwa uji ke dalam lapangan ini akan dikenal adanya
Genetically Modified Organism (GMO) atau Living Modified Organism (LMO)
yaitu suatu organisme hidup hasil rekayasa genetika yang belum sempurna
tapi sudah di lepas ke alam. Akibat dari uji lapangan ini kita belum
mengetahui dampak apa yang akan timbul terhadap diperkenalkannya
GMO/LMO ke dalam media lingkungan hidup. Namun kemungkinan adanya
resiko terhadap tercemarnya lingkungan hidup serta gangguan terhadap
kesehatan manusia sangat besar. Karena itu proses tersebut merupakan
suatu kegiatan yang akan memiliki potensi berbahaya bagi resiko lingkungan
hidup.
Dengan disetujuinya Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati ( United
Nations Convention on Biological Diversity) yang akhirnya memenuhi syarat
ratifikasi untuk berlaku penuh (enter into force) pada tanggal 29 Desember
1994 maka, berkaitan dengan konsep bioteknologi pasal 2 konvensi ini
(Biodeversity Convention) nampakn¬ya lebih maju dalam mendefinisikan
bioteknologi. Konvensi ini mendefinisikan bioteknologi sbb:
“Biotechnology means any technological application that uses biological
systems, living organism, or derivatives thereof to make or modify products
or processes for specific use”.
(Bioteknologi adalah setiap penerapan teknologi yang menggunakan sistem
sistem hayati, mahluk hidup atau deriv¬ativnya, untuk membuat atau
memodifikasikan produk produk atau proses proses untuk peng¬gunaan
khusus.)
Demikian juga disebutkan dalam alinea terakhir pasal ini dinyatakan bahwa
istilah teknologi menca¬kup juga bioteknologi (technology includes
biotechnology). Konvensi ini semakin memperjelas status hukum
internasional mengenai bioteknologi sebagai suatu teknologi yang
membutuhkan ketrampilan teknik tertentu seperti mulai dari teknik
merekayasa gen hingga mengkombinasi kembali struktur DNA (Recombinant
DNA).
Hal ini dipertegas kembali dengan lahirnya Protokol Kartagena 2000.
Protokol ini mendefinisikan bioteknologi moderen sbb :
"Modern biotechnology" means the application of:
a. In vitro nucleic acid techniques, including recombinant deoxyribonucleic
acid (DNA) and direct injection of nucleic acid into cells or organelles, or
b. Fusion of cells beyond the taxonomic family, that overcome natural
physiological reproductive or recombination barriers and that are not
techniques used in traditional breeding and selection;
“(Bioteknologi moderen” adalah penerapan:
a. Teknik asam nukleat in vitro, termasuk asam deoksiribonukleat (DNA)
rekombinan dan injeksi langsung asam nukleat ke dalam sel-sel atau
organel-organel, atau
b. Fusi sel-sel yang berada di luar keluarga taksonomi,
yang mengatasi hambatan reproduktif fisiologis alam atau rekombinasi dan
yang bukan merupakan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi
tradisional;)
III. PERUBAHAN IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN.
Sebelum menginjak pada definisi perubahan iklim maka perlu diketahui
istilah pemanasan global. Pemanasan global adalah meningkatnya suhu
rata-rata permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi gas
rumah kaca (GRK) di atmosfer. Sedangkan perubahan iklim menurut
Budianto (2000:195) dalam Rajaguguk, E dan Ridwan K (2001) adalah
sebagai peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena
adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra
merah yang dipancarkan oleh bumi.
Sedangkan IPCC (2001) menyatakan bahwa climate change refers to a
statistically significant variation in either the mean state of the climate or in
its variability, persisting for an extended period (typically decades or longer).
Selain itu diperjelas juga bahwa climate change may be due to natural
internal processes or external forcings , or to persistent anthropogenic
changes in the composition of the atmosphere or in land use.
Kementerian Lingkungan Hidup (2001:1) mendefinisikan perubahan iklim
adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan
distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sector
kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi
dalam kurun waktu yang panjang.
LAPAN (2002;1) mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata
salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Sedangkan
istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan
wilayah Bumi secara keseluruhan.
Definisi yang umumnya diterima adalah berdasarkan pasal 1 Konvensi
Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim yang menyatakan :
“Climate change means a change of climate which is attributed directly or
inderictly to human activities that alters the composition of the global
atmosphere and which is in addition to natural climate variability observed
over comparable time periods.”
Atau diterjemahkan :
“Perubahan iklim ialah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau
tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan
komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan
variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan.”
Perubahan iklim dalam skala global dan waktu yang panjang akan
mempunyai implikasi terhadap lingkungan hidup. Aktivitas manusia yang
berdampak pada perubahan iklim juga akan berpengaruh besar untuk
mengganggu keseimbangan sistem alam. Hal yang nyata adalah gaya hidup
(life style) sebagian besar penduduk bumi yang menyumbang peningkatan
gas rumah kaca di atmosfer yang mengakibatkan pemanasan global (global
warming).
Menurut LAPAN (2002:1) para peneliti internasional telah mengingatkan
bahwa dunia mulai memanas. Sejumlah data terakhir menunjukkan bahwa
suhu permukaan bumi telah memanas sejak 150 tahun terakhir. Peningkatan
suhu tersebut tidak konstan akan tetapi siklus pemanasan dan pendinginan
agak konsisten dalam beberapa dekade. Bukti-bukti telah ditunjukan dengan
adanya kenaikan muka air laut, pergeseran zona iklim dan berkurangnya
glasier Pegunungan Alpen.
Dengan terjadinya perubahan iklim ternyata telah menimbulkan dampak
pada berbagai hal seperti : (KLH:1997)
a. Dampak pada vegetasi alamiah
Secara singkat dalam skenario yang dikemukakan oleh IPCC terutama
skenario emisi tanpa mitigasi (pencegahan) maka akan terjadi kondisi
penguningan pada daun di hutan tropis dan padang rumput tropis di tahun
2080-an khususnya di Afrika dan Amerika Latin. (IPCC:2001)
b. Dampak pada sumber air
Dalam skenario IPCC tanpa mitigasi maka di tahun 2080 akan terjadi
penurunan cadangan air besar-besaran di Australia, India, Afrika bagian
selatandan Eropa serta Timur Tengah..
c. Dampak pada cadangan pangan
Dalam skenario IPCC tanpa mitigasi maka di tahun 2080 akan terjadi
penurunan produksi padi-padian di Afrika, Timur Tengah dan India.
d. Dampak pada kenaikan paras laut.
Tanpa mitigasi maka di tahun 2080 paras laut akan naik sekitar 40 cm
sehingga menimbulkan banjir yang merugikan. 60 % kenaikan ini akan
terjadi di Asia Tenggara seperti Vietnam, Philipina dan Indonesia.
e. Dampak pada kesehatan manusia
Tanpa mitigasi sekitar tahun 2080 diperkirakan 290 juta penduduk dunia
akan mengalami resiko terjangkit malaria falciparum. Kenaikan ini akan
terjadi di Cina dan Asia Tengah.
Untuk menangani perubahan iklim, maka diperlukan upaya mitigasi dan
adaptasi yang mengarah pada stabilisasi CO2 sehingga diharapkan alam
akan mampu menyesuaikan diri terhadap proses perubahan iklim global.
Dengan demikian penurunan emisi menjadi faktor kunci akan keberhasilan
dalam menjaga kestabilan iklim bumi.
Salah satu dampak perubahan iklim adalah mempengaruhi ketersediaan
pangan. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan akan mengalami
gangguan seperti penurunan produksi, peningkatan hama penyakit, dll.
Ketersediaan pangan menjadi bertambah terancam jika tanaman pangan
dikonversi menjadi energi. Tanaman singkong, ubi, jagung banyak digunakan
untuk pengembangan energi alternatif seperti biofuel, bioetanol dll. Laporan
FAO tahun 2009 telah menunjukan adanya penurunan produksi hasil sereal.
Hal ini disebabkan adanya cuaca yang kurang baik seperti musim kering
yang lebih panjang. (http://www.fao.org/news/story). Sementara itu lebih dari
1 milyar penduduk mengalami kelaparan terutama di benua Afrika. Karena
itu dalam KTT Pangan Dunia (World Summit Food) tahun 2009 di Roma Itali,
FAO mengusulkan penghapusan kelaparan di tahun 2025. Sedangkan
Millenium Development Goal (MDG) telah mentargetkan untuk memerangi
kemisikinan dan kelaparan paling lambat dicapai tahun 2020. FAO (1997)
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi di mana semua rumah
tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh
pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan di mana rumah tangga tidak
beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Sedangkan Undang-
Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan pangan
sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dengan melihat definisi diatas
maka paling tidak ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai
kondisi ketahanan pangan yaitu: (PPK-LIPI : 2004)
a. kecukupan ketersediaan pangan;
b. stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau
dari tahun ke tahun.
c. aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
d. kualitas/keamanan pangan
Dengan melihat definisi dan komponen diatas, bioteknologi diharapkan akan
memainkan peran penting dalam ketersediaan pangan, kualitas dan
kemanan pangan serta ketahanan terhadap musim yang juga dapat
dipengaruhi adanya perubahan iklim.
IV. KEUNTUNGAN DAN RESIKO PENERAPAN BIOTEKNOLOGI
Pengembangan bioteknologi akan banyak menguntungkan manusia jika
dimanfaatkan secara tepat. Keuntungan yang nyata adalah berkaitan
dengan upaya penin¬gkatan produksi serta mutu yang dihasilkan.
Bioteknologi dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan umat manusia. Dalam beberapa bidang seper¬ti pertanian,
kesehatan dan lingkungan hidup, bioteknologi banyak digunakan. Dalam
bidang pertanian, program pemuliaan tanaman yang sudah lama dikenal
khususnya untuk jenis jenis tanaman tertentu, akan dapat dikembangkan
dan ditingkatkan. Hasil pemuliaan bertujuan diantaranya mendapatkan
keunggulan tertentu seperti tahan terhadap penyakit, memiliki buah yang
baik, mampu menyesuaikan/beradaptasi pada perubahan iklim dll. Teorinya
masing masing sel individu memiliki potensi untuk dapat dimasuki semua
tipe sel yang diberikan suatu organisme. Tomat, tembakau, kentang, padi,
kelapa merupakan komoditi penting bagi industri bioteknologi. Dalam upaya
mengontrol hama penyakit beberapa jenis bakteri, atau jamur tertentu yang
dikembangkan melalui bioteknologi ternyata dapat bertindak sebagai
pemusnah bagi insektisida yang mengganggu tanaman. Selain itu banyak
bakteri juga memperoduksi bahan kimia anti jamur. Dalam pengembangan
produksi mikroherbisida merk dagang Collego, Casst dan Devine yang
banyak dipakai di bagian selatan Amerika Serikat merupakan hasil dari
industri berskala besar dalam pengembangan mikroherbisida melalui
bioteknologi. (Mannion 1992). Penemuan padi yang toleran dari kekeringan
merupakan pengembangan dari pemanfaatan bioteknologi.
(http://www.indonesiabch.org) Di bidang Kesehatan, dengan ditemukannya
obat obatan hasil bioteknologi, berbagai penyakit diupayakan memiliki
pengobatannya. Penemuan berbagai jenis enzim sebagai bahan dasar obat
obatan sangat menguntungkan dunia kedokteran.
Dibidang lingkungan hidup, masalah perubahan iklim perlu ditangani dengan
cara mitigasi dan adaptasi. Upaya mitigasi diantaranya adalah mengurangi
emisi gas rumah kaca seperti pengurangan emisi sulfurheksaflorida,
hidroklouroflorokarbon, nitrooksida, metan dan karbondioksida. Salah
satunya adalah dalam rangka pengurangan emisi karbondioksida melalui
penerapan model Carbon Capture and Storage. Dalam model ini
dimanfaatkan mikrorganisme hasil bioteknologi yang mampu menangkap
dan menyerap karbondioksida. (http://rtm.amazon.com.) Pencemaran
minyak juga mulai dapat diatasi walaupun tidak menyeluruh. Mikroba hasil
bioteknologi yang mampu menyerap minyak ternyata sangat membantu
dalam kasus terjadinya pencemaran minyak. Selain itu berbagai metode
bioremediasi menjadi alat untuk mengurangi pencemaran karena mampu
menjadi bahan biologis yang ramah terhadap lingkungan (environmental
friendly). Manfaat bioteknologi yang disebutkan diatas merupakan sebagian
kecil dari contoh yang ada. Masih banyak manfaat lainnya serta
keuntungannya dengan penggunaan bioteknologi.
Dalam perkembangannya, bioteknologi juga memiliki resiko yang cukup
tinggi. Ketidak jelasan serta belum mampunya ilmu pengetahuan untuk
mengetahui dan mengatasi resiko yang terja¬di, menyebabkan bioteknologi
dapat menimbulkan dampak yang berbahaya. Resiko timbulnya industri
bioteknologi umumnya terjadi pada kesehatan manusia dan lingkungan
hidup. Karena itu prinsip-prinsip dalam hukum internasional mengenai
pembangunan berkelanjutan (international law of sustainable development)
yang diantaranya adalah prinsip kehati-hatian, prinsip pencegahan, prinsip
pertukaran informasi nampaknya harus diterapkan dalam perkembangan
bioteknologi modern.
Di bidang Pertanian, peningkatan produksi pestisida sering tidak disadari
akan menimbulkan bahaya yang berkepan¬jangan. Pestisida hasil industri
bioteknologi yang dibuat untuk tujuan melawan hama penyakit pada
tanaman ternyata menimbulkan dampak negatif yaitu dapat meningkatkan
racun pada tanaman dan membuat kebal hama penyakit. Selain itu
bioteknologi juga menciptakan jenis jenis unggul yang kemudian dipakai
secara monokultur. Akibatnya jika timbul hama, maka dengan cepat dapat
mematikan jutaan tanaman. Hal ini tentu saja mengancam ketersediaan
pangan dan keanekaragaman hayati (biodeversity). Masuknya spesies
spesies tanaman baru baik yang melalui hasil pemuliaan di dalam negeri
maupun produk pertanian yang berasal dari kegiatan ekspor-impor dapat
menghancurkan tanaman asli. (Shiva :1994). Beberapa jenis tanaman
produk pertanian transgenik seperti jagung, tomat, kentang yang tidak
memenuhi persyaratan sudah dilarang di Uni Eropa maupun Amerika
Selatan.
Di bidang Kesehatan, berbagai obat obatan hasil rekayasa genetika dapat
juga menimbulkan kekebalan pada penyakit tertentu. GMO/LMO yang dicoba
di luar laboratorium juga akan membahayakan kesehatan manusia, hewan
serta tumbuhan, jika yang tersebar berupa virus yang masih baru. Ketidak
mampuan manusia untuk memprediksi hasil yang didapat dari GMO/LMO
adalah merupakan masalah yang dihadapi pada saat ini.
Di bidang lingkungan hidup, terhadap suatu produk hasil bioteknologi yang
dilepas ke alam kemudian menimbulkan mutasi gen terhadap jenis-jenis
spesies asli maka akan menimbulkan dampak negatif bagi sistem ekologi.
Sebagai contoh adalah dilepaskannya jenis ikan mas, lele, trout dan salmon
yang telah direkayasa dengan sejumlah gen manusia, sapi dan tikus akan
menimbulkan bahaya pencemaran bagi spesies asli. (Krishnayanti &
Jhamtani:1995). Spesies asli yang sebenarnya merupakan bahan pangan
yang cocok dengan kondisi daerah tersebut akan terancam dan dapat
menghilang. Akibatnya diperlukan penyesuaian atau adaptasi terhadap
perubahan pola pangan yang kadang-kadang memerlukan proses yang lama
serta dana yang tidak kecil.
Dengan demikian selain keuntungan yang akan diperoleh akan muncul juga
resiko yang harus ditanggung dengan adanya produk bioteknologi.
Keuntungan maupun resiko tersebut harus dapat dikelola dengan
memberikan batasan yang salah satunya melalui uji yang ketat terhadap
produk transgenik ataupun produk lainnya yang berasal dari pemanfaatan
bioteknologi. Karena itu diperlukan perangkat hukum baik di tingkat
internasional, regional maupun nasional yang dapat mengendalikan dan
mengawasi dinamika perkembangan bioteknologi sebagai teknologi baru.
V. ASPEK HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL UMUM DAN GLOBAL
Hingga saat ini telah diadakan beberapa kali konferensi yang sangat penting
mengenai lingkungan hidup yaitu di Stockhom (1972), Nairobi (1982), Rio De
Janerio (1992), New York (1997) dan Johanesburg (2002). Beberapa dari
pertemuan tersebut telah menghasilkan dokumen-dokumen penting baik
yang bersifat hard law (legally binding) maupun soft law (non legally
binding). Hasil dari Konferensi Lingkungan Hidup Manusia (United Nations
Conference on Human Environment/UNCHE) yang diadakan di Stockholm,
Swedia salah satunya menghasilkan Deklarasi Stockholm 1972. Prinsip 4
Deklarasi Stockhlom (Stockhlom Declaration on Human Environment 1972)
menyatakan :
“Manusia bertanggung jawab untuk menyelamatkan dan mengelola secara
bijaksana warisan margasatwa dan habitatnya yang kini terancam oleh
kombinasi faktor-faktor yang bertentangan.”
Prinsip yang tercantum dalam Deklarasi diatas, ternyata telah menyebutkan
adanya ancaman dari penyalahgunaan bentuk teknologi baru yaitu
bioteknologi. Hanya saja deklarasi ini tidak menyebutkan secara tegas,
namun pernyataan “kombinasi faktor-faktor yang bertentangan” telah
menunjukkan adanya perhatian terhadap perkembangan bioteknologi yang
diantaranya teknologi rekombinan DNA (r-DNA), rekayasa genetik (genetic
enginering), manupulasi gen (gene manupulation) yang disalahgunakan
pemanfaatannya. Kasus yang paling nyata dalam perkembangan
bioteknologi fase ketiga adalah lahirnya domba Dolly yang menerapkan
teknologi kloning. Bahkan akhir-akhir ini peneliti Korea berhasil mengkloning
sejenis anjing yang rencananya akan dikomersialisasikan. Sedangkan dalam
rangka adaptasi perubahan iklim, maka beberapa ahli menciptakan hewan
pangan seperti sapi yang tahan dan mampu menyesuiakan /beradaptasi
dengan perubahan iklim. Dengan demikian paling tidak prinsip 4 Deklarasi
Stockholm ini telah memberikan pedoman bagi pembentukan norma dan
peraturan yang berkaitan dengan dimanika perkembangan bioteknologi.
KTT Bumi tahun 1992 di Rio De Janerio, Barzil telah sepakat menghasilkan
dokumen-dokumen seperti Deklarasi Rio, United Nations Convention on
Biological Diversity (UNCBD), United Nations Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC), Agenda 21 dan Prinsip-prinsip Kehautanan.
Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati 1992 (United Nations
Convention on Biological Diversity/UNCBD) telah mencantumkan ketentuan
mengenai bioteknologi sebagai antisipasi penerapan teknologi baru. Pasal 2
Konvensi ini mendefinisikan bioteknologi sebagai upaya penerapan teknologi
yang menggunakan sistem sistem hayati, mahluk hidup atau derivativnya,
untuk membuat atau memodifikasikan produk produk atau proses proses
untuk penggunaan khusus. Pasal 16 Konvensi ini juga menegaskan
pentingnya akses dan alih teknologi di bidang bioteknologi. Pasal ini
menyatakan :
“Para Pihak menyadari bahwa ke dalam teknologi termasuk juga bioteknologi
dan keduanya akses dan alih teknologi antara-negara para pihak adalah
unsur penting untuk mencapai tujuan dari Konvensi ini.......”
Mengenai masalah hak milik intelektual di bidang bioteknologi Pasal 16 (2)
menyatakan :
“.............Dalam kasus teknologi yang harus mendapatkan paten dan hak
milik intelektual lainnya, akses dan alih teknologi harus memberikan
perlindungan pada hak tersebut.........”
Perlindungan ini nampaknya juga harus saling menguntungkan seperti
dinyatakan dalam Pasal 16 (5) :
“The Contracting Parties, recognizing that patents and other intellectual
property rights may have an influence on the implementation of this
convention, shall cooperate in this regard subject to national legislation and
international law in oreder to ensure that such rights are supportive of and
do not run counter its objectives.”
(“Negara-negara penandatangan dengan menyadari bahwa paten dan hak
milik intelektual akan memberikan pengaruh pada pelaksanaan dari
konvensi ini , akan bekerjasama atas dasar hukum nasional dan hukum
internasional agar dapat menjamin hak-hak tersebut atas dasar saling
menguntungkan dan tidak berlawanan dari tujuan konvensi ini”).
Ternyata perkembangan bioteknologi begitu pesat dan semakin kompleks.
Karena itu dibutuhkan beberapa ketentuan untuk persoalan baru seperti
keselamatan hayati (biosafety) yang belum dirinci dalam konvensi ini.
Beberapa pihak peserta konvensi mulai mengu¬sulkan adanya suatu
protokol berdasarkan pasal 19 Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992. Pasal
19 (3) menyatakan :
"The Parties shall consider the need for and modalities of a protocol setting
out appropriate procedures including inparticular, advance informed
agreement, in the field of the safe trans¬fer, handling and use of any living
modified organisme resulting from biotechnology that may have adverse
effect on the conservation and sutainable use of biological diversity".
(Para pihak wajib mempertimbangkan kebutuhan akan protokol dan model
modelnya yang menentukan prosedur yang sesuai, mencakup khususnya
persetujuan yang diinformasikan lebih dahulu di bidang pengalihan,
penanganan dan pemanfataan secara aman terhadap organisme
termodifikasi hasil bioteknologi, yang mungkin mempunyai akibat merugikan
terhadap konser¬vasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati)
Usulan protokol ini dinamakan Biosafety Protokol atau Protokol Keamanan
Hayati yang sejak Pertemuan Para Pihak I (COP I) di Nassau, Bahama sudah
dibahas dan masih menjadi bahan perdebatan pada COP II di Jakarta,
November 1995 dan COP III di Buenos Aries, Argentina. Hingga akhirnya
pada COP ke-V tahun 2000 yang diadakan di Nairobi, Kenya Protokol ini
diadopsi dengan nama Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on
Biological Diversity. Tujuan dari protokol ini tercantum dalam pasal 1 yang
menyatakan :
“In accordance with the precautionary approach contained in Principle 15 of
the Rio Declaration on Environment and Development, the objective of this
Protocol is to contribute to ensuring an adequate level of protection in the
field of the safe transfer, handling and use of living modified organisms
resulting from modern biotechnology that may have adverse effects on the
conservation and sustainable use of biological diversity, taking also into
account risks to human health, and specifically focusing on transboundary
movements.”
“(Sesuai dengan pendekatan kehati-hatian yang tercantum dalam Prinsip
15Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan, tujuan dari
Protokol ini adalah untuk memberikan kontribusi dalam menjamin tingkat
perlindungan yang memadai di bidang pemindahan, perlakuan, dan
pemanfaatan yang aman dari organisme hasil modifikasi yang berasal dari
bioteknologi moderen yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap
konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, dengan
mempertimbangkan pula risiko terhadap kesehatan manusia, dan secara
khusus menitikberatkan pada perpindahan lintas batas.)”
Protokol ini berisi berbagai ketentuan seperti Persetujuan pemberitahuan
terlebih dahulu (Advance Informed Agreement), prosedur pemanfaatan
GMO/LMO secara langsung, kajian resiko, manajemen resiko, perpindahan
lintas batas tidak sengaja dan tindakan darurat, penanganan, pengangkutan,
pengemasan dan pemanfaatan, Balai Kliring Keamanan Hayati,
pengembangan kapasitas dan kewajiban para pihak.
Dengan demikian maka protokol ini mengatur secara ketat produk
organisme hasil rekayasa genetika atau Genetic Modified Organism (GMO)
atau juga disebut Living Modified Organism (LMO) terutama dalam hal
perpindahan lintas batas negara. Ekspor impor pada produk-produk
bioteknologi hasil rekayasa genetika harus memenuhi berbagai persyaratan
secara baik teknis, administratif maupun hukum.
Salah satu dokumen lainnya hasil KTT Bumi 1992 yaitu Agenda 21,
bioteknologi juga telah terprogram terutama dalam Bagian 2 Bab 16.
Program bioteknologi ini meliputi 5 bidang program yaitu :
1. Meningkatkan ketersediaan pangan dan bahan mentah yang dapat
diperbaharui.
2. Meningkatkan kesehatan manusia.
3. Meningkatkan perlindungan lingkungan.
4. Meningkatkan keamanan dan mengembangkan mekanisme kerjasama
internasional.
5. Mengembangkan mekanisme yang memungkinkan untuk
mengembangkan dan menerapkan bioteknologi yang berwawasan
lingkungan.
Kelima program ini sangat berkaitan erat dengan bab-bab lainnya seperti :
Bab 14 :
Pertanian : Mengembangkan pertanian secara berkelanjutan dan
pembangunan desa
Bab 15 :
Keanekaragaman Sumberdaya Hayati : Pelestarian keanekaragaman hayati
Bab 19:
Bahan Kimia Beracun : Pengelolaan lingkungan bahan kimia beracun yang
berwawasan lingkungan, termasuk mencegah lalu lintas internasional yang
ilegal dari produk berbahaya dan beracun.
VI. ASPEK HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL KHUSUS DAN REGIONAL
Dalam beberapa peraturan regional yang masih bersifat soft law negara
negara maju yang tergabung dalam OECD tahun 1986 pernah mengeluarkan
guideline yang dinamakan OECD. Recombinant DNA Safety Consideration
Safety Considerations for Industrial,Agricultural and Environmental
Application of Organisms Derived by Recombinant DNA Techniques. Tahun
1992 dikeluarkan juga Safety¬ Considerations for Biotechnology yang
diantaranya berisi penilaian keamanan pangan terhadap test Genetic
Modified Organism (GMO). Selain itu dikenal juga adanya Good Development
Principles (GDP). Ketentuan semuanya ini hanya berlaku untuk negara
negara anggota OECD. Uni Eropa (European Union) juga mengeluarkan
ketentuan hukum yang merupakan petunjuk khusus bagi industri
bioteknologi dan batasan batasan penerapannya dalam lingkup regional
Eropa yaitu melalui Council Directive No 90/219 yang berisi pengaturan GMO
dan Council Directive No. 90/220 tahun 1990 berisi mengenai pengaturan
GMO yang berhubungan dengan penggunaan mikroba mikroba dalam sistem
tertutup. Tahun 1992 dikeluarkan lagi Council Decesion No. 92/146 tahun
1992 mengenai pengaturan atas pemberitahuan dan pengabsahan
pelepasan secara sengaja suatu GMO untuk tujuan penelitian dan komersial.
Sejauh ini peraturan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa masih dapat¬
dikatakan merupakan kerangka hukum yang memadai dan terharmonisasi
dalam lingkup hukum internasional re¬gional. Namun khusus mengenai
penggunaan terhadap hewan hewan untuk percobaan Uni Eropa lebih maju
dengan telah ditandatanganinya European Convention for the Prorection of
Vertebrat Animals Used for Experimental and Other Scientific Purpose tahun
1986 di kota Strasbourg (Perancis). Konvensi Eropa ini berkaitan erat dengan
produk soft law yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa yaitu Directive 86/609
on the Protection of Animal used experimental and other Scientific Purpose.
Selain ini juga banyak persoalan persoalan baru diatur oleh peraturan ini
seperti masalah hak patent, GMO serta bioteknologi untuk tujuan tujuan
komersial. Pada tahun 1988 diusulkan kembali suatu draft directive
mengenai paten terhadap mahluk hidup yang setelah 7 tahun menjadi
perdebatan sengit. Akhirnya pada tanggal 1 Maret 1995 Parlemen Eropa
menolak draft directive ini dengan perbandingan suara 240 menolak, 188
menyetujui dan 23 abstain. Penolakan atas draf ini menunjukan kebijakan
negara-negara Eropa yang menentang adanya konsep tentang pematenan
bentuk-bentuk kehidupan. Paten terhadap mikroorganisme telah diakui
dalam Perjanjian Budapest atau yang dikenal dengan nama Budapest Treaty
on the International Recognition of the Deposit of Microorganism for the
Purpose of Patent Procedure tanggal 28 Aprl 1971. Sedangkan mengenai
dampak dari kegiatan yang mempengaruhi lingkungan hidup, negara-negara
seperti Cyprus, Yunani, Finlandia, Liechtenstein, Italy, Luxembourg dan
Belanda telah menandatangani International Convention on Civil Liability for
Damage Resulting from Activities Dangerous to Environment, dimana salah
satu ketentuannya mengatur mengenai GMO.
PBB melalui United Nations Industrial and Development Organization
(UNIDO) juga telah menyusun petunjuk dan kode tingkah laku internasional
yaitu International Biosafety Guidelines and Code of Conduct for the Rellease
of Gennetically Engginering Microorganisme and Plant. Lembaga yang tak
kalah pentingnya adalah FAO yang telah mengeluarkan International
Convention Transgenetic and Plant, International Undertaking on Plant
Genetic Resources (1983), Code of Conduct for Plant Germplasm Collecting
and Transfer (1993), yang diadopsi Resolusi FAO No. 8/93, November 1993.
Pada sekitar tahun 1980-an FAO membentuk Comission on Plant Genetic
Resources. Badan PBB seperti United Nations Education and Scientific
Cooperation Organization (UNESCO) bekerjasama dengan United Nations
Environmental Programme (UNEP) telah mendirikan Microbiological Research
Centres (MIRCENs) yang tersebar di beberapa tempat seperti Bangkok,
Senegal, Nairobi dll. World Data Center for Microorganisme (WDC) dibentuk
di Riken, Jepang yang bertujuan untuk mengumpulkan data berbagai koleksi
mikrorganisme. Pada tahun 1984 UNIDO mendirikan International Center for
Genetic Enginering and Biotechnology (ICGEB) di New Delhi (India) dan
Trieste (Italy).
Lembaga internasional lain yang aktif berhubungan dengan masalah
bioteknologi antara lain Board for Plant Genetic Resources (IBPGR) yang
dibentuk tahun 1974 dan merupakan kepanjangan Consultatiteve Group on
International Agriculture Research (CGIAR)., International Plant Genetic
Resources Institute (IPGRI), International Agricultural Research Center
(IARC), International Rice Reserach Institute (IRRI), The Human Genome
Organization (HUGO) dan masih banyak lagi. Ada beberapa Non Government
Organization (NGO) yang aktif di bidang bioteknologi seperti : GRAIN
(Genetic Resources Action International), RAFI (Rural Advacement
Foundation International),The Third World Network, CAB (Coallition Againsts
Biopiracy), Crucible Club, dll. Jaringan Kerja telah dibentuk oleh berbagai
NGO diantaranya International Baby Food Action Network, Pecticide Action
Network, Health Action International,Seeds Action Network, International
Network on the Social Impact of Biotechnology, Geneetisches Netzwerk,
Committee for Responsible Genetic dan masih banyak lagi. Sementara itu
lembaga profesi internasional telah mengajukan beberapa usulan yang
berbentuk soft law seperti :
1. Botany 2000 Herbarium Curation yang mengeluarkan Code of Ethics for
Foreign Collectors of Biological Sample (1990)
2. The American Society of Pharmacognosy mengeluarkan Proffesional Ethics
in Economic Botany : A Preliminary Draft of Guidelines (1992).
3. ASOMPS (Asian Symposium on Medical Plant, Spices and Other Natural
Product) telah menyetujui Manila Declaration concerning Ethical Utilization of
Biological Resources, Code of Ethic for Foreign Biological Sample Collectors
and Contract Guidelines (1992) dan Melaka Accord (1994).
4. Environmental Law Center of IUCN- Board of Cartagena Accord-Peruvian
Environmental Law Association telah menghasilkan Acces to Genetic
Resources of the Andean Pact.
5. International Organization of Consumers Unions (IOCU) telah menyetujui
suatu deklarasi yang berisi peran bioteknologi yang berorientasi
kemasyarakatan yang dikenal dengan Bogeve Declaration 1987.
Sementara itu mengenai masalah hak milik intelektual (Intelectual Property
Right) yang telah menjadi perdebatan sengit di FAO, WIPO, GATT maupun
badan-badan internasional serta dalam setiap pertemuan mengenai hak
paten atas sumber daya genetik, World Intelectual Property Organization
(WIPO) telah membentuk Komite Ahli tentang Penemuan Bioteknologi dan
Hak Cipta Industri. Pada pertemuannya di tahun 1986 menghasilkan suatu
dokumen yang menyatakan bahwa undang-undang nasional tertentu yang
tidak memberikan perlindungan hak paten pada tanaman, hewan serta
proses-proses hayati sudah merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan.
Karena itu semua penemuan bioteknologi layak untuk mendapatkan
perlindungan paten. (Hobelink:1987) Tentu saja dokumen ini menjadi bahan
perdebatan di WIPO.
The Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual Property (TRIPS)
yang merupakan salah satu hasil dari Deklarasi Marakash 1994 dalam
kerangka World Trade Organization (WTO), menjadi arena perdebatan
hangat karena mengatur hak paten atas bentuk-bentuk kehidupan. Juga
dalam the Union for the Protection of New Varietes of Plant (UPOV) tahun
1991 mengatur berbagai hal menyangkut paten atas beberapa benih
tanaman. Sementara itu beberapa usulan produk hukum dari NGO maupun
badan PBB antara lain (Kate:1995) :
a. Comunity International Property Rights telah mengajukan International
Property Right Legislation yang berhubungan dengan penyediaan sumber-
sumber genetik dan pengaturan hak para pemulia dan hak petani.
b. Third World Network telah mengajukan Model Draft Community Intelectual
Rights Act yang mengatur mengenai kriteria-kriteria baru mengenai klaim
atas hak paten, hubungannya dengan nilai dan praktek budaya penduduk
asli (Indegenous People) , Registry of Innovation yang mengijinkan
masayarakat untuk mendaftarkan ide-idenya, perolehan akses serta
perlindungan patennya dll.
c. UNESCO International /WIPO pada tahun 1985 mengajukan Model
Provisions for National Laws on Protection of Expressions of Folkore Against
Illicit Exploitation and Other Prejudicial Action dimana diatur mengenai
perlindungan atas akses genetik tradisional.
d. dll
Masih banyak peran yang dimainkan berbagai badan internasional, NGO-
NGO serta lembaga-lembaga lainnya dalam pengembangan bioteknologi
yang aman dan berwawasan lingkungan seperti yang diamanatkan dalam
Agenda 21 Bagian 2 Bab 16 yaitu pengelolaan bioteknologi yang
berwawasan lingkungan (Environmentally Sound Management of
Biotechnology).
VII. ASPEK HUKUM NASIONAL INDONESIA
Indonesia kaya akan sumberdaya alam baik yang hayati maupun non hayati.
Kekayaan sumberdaya alam ini yang salah satunya berupa plasma nuftah
menjadi bahan penting untuk pengembangan di bidang bioteknologi. Di
Indonesia perangkat hukum di bidang bioteknologi selama ini masih tersebar
dan bersifat sektoral. Status pengaturan bidang bioteknologi mulai nampak
jelas dengan diratifikasinya Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati
(United Nations Convention on Biological Diversity/UNCBD) melalui Undang
undang No. 5 tahun 1994. Dalam pertimbangan persetujuan pengesahan
konvensi bagian Penjelasan Umum sub Bab Manfaat Konvensi Butir 6 yang
menyatakan :
"bahwa salah satu manfaat pengesahan konvensi ini adalah pengembangan
dan penanganan bioteknologi agar Indonesia tidak dijadikan ajang uji coba
pelepasan GMO oleh negara negara lain."
Kalimat ini akan menjadi lebih penting mengingat ketentuan ini telah
menegaskan bahwa pemerintah Indonesia berupaya mengembangkan
bioteknologi yang aman dan melarang adanya uji coba GMO yang dilakukan
pihak lain.
Pasal-pasal dalam Undang-undang No. 5 tahun 1994 yang secara tegas
mengatur masalah bioteknologi ialah Pasal 2, Pasal 8 (g), Pasal 16 dan Pasal
19. Ketentuan ini umumnya menyangkut berbagai masalah seperti definisi,
GMO, akses dan alih teknologi, kerjasama internasional dan perlunya
pengaturan lebih lanjut melalui suatu protokol. Tindak lanjut dari Undang-
undang ini adalah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological
Diversity. Dalam bagian pertimbangan dinyatakan sbb :
Mengingat pula Keputusan II/5 Tanggal 17 November 1995 dari Konferensi
para Pihak untuk mengembangkan Protokol Tentang Keamanan Hayati, yang
secara khusus menitikberatkan pada perpindahan lintas batas dari
organisme hasil modifikasi sebagai hasil bioteknologi moderen yang dapat
mengakibatkan kerugian terhadap konservasi dan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman hayati, menetapkan untuk dipertimbangkan,
terutama, prosedur yang layak berdasarkan persetujuan yang telah
diberitahukan terlebih dahulu,
Protokol ini menegaskan keberadaannya sebagai tindak lanjut dari Konvensi
Kenaekaragaman hayati 1992. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah
pengembangan prosedur perpindahan lintas batas dari produk bioteknologi
hasil rekayasa genetika. Protokol ini juga menegaskan tindak lanjut dari
kesepakatan KTT Bumi 1992 terutama Deklarasi Rio 1992 melalui prinsip-
prinsipnya, yang ditegaskan sbb :
Mengukuhkan kembali pendekatan kehati-hatian yang tercantum dalam
Prinsip 15 Deklarasi Rio Tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Protokol ini juga lahir unttuk mengantisipasi kemajuan bioteknologi serta
mendorong tingkat kesadaran masyarakat atas kerugian dan resiko dari
pengembangan bioteknologi modern. Hal ini ditegaskan sbb :
Menyadari pesatnya kemajuan bioteknologi moderen dan meningkatnya
kepedulian masyarakat atas potensi yang dapat mengakibatkan kerugian
terhadap keanekaragaman hayati, dengan mempertimbangkan pula risiko
terhadap kesehatan manusia,
Selain itu juga diakui perkembangan bioteknologi selain memiliki resiko, juga
potensi yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan. Hal ini ditegaskan
sbb :
Mengakui bahwa bioteknologi memiliki potensi yang besar bagi
kesejahteraan umat manusia jika dikembangkan dan dimanfaatkan dengan
tindakan keamanan yang memadai bagi lingkungan hidup dan kesehatan
manusia.
Sedangkan peraturan lainnya yang berupa Undang-undang atau Peraturan
Pelaksana (PP) secara tidak langsung mengatur beberapa aspek di bidang
bioteknologi. Dalam UU no 12 tahun 1992 tentang sistem Budidaya
Pertanian Pasal 16 yang menyatakan :
"Pemerintah melarang pengadaan, peredaran dan penanaman benih
tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budidaya tanaman,
sumberdaya alam lainnya dan/lingkungan hidup."
Pasal ini dapat diterapkan pada jenis tanaman tertentu hasil rekayasa
genetika yang merugikan. Tanaman hasil rekayasa genetika ini akan dapat
mengakibatkan rusaknya atau tercemarnya spesies tanaman asli sehingga
sepatutnya dilarang untuk diedarkan. Selain itu resiko dari tanaman hasil
rekayasa genetika yang belum diketahui harus dicegah sedini mungkin demi
perlindungan atas sumberdaya dan lingkungan hidup Indonesia.
Dalam hal ini berkaitan dengan dampak penting terhadap lingkungan
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL Pasal 3 ayat (1)
butir d, f, g. menyatakan :
"Usaha atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup meliputi :
a..........
b..........
c..........
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan serta lingkungan sosial budaya
e..........
f. Introduksi jenis tumbuh tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati."
Kegiatan terhadap bioteknologi seperti pelepasan GMO/LMO akan
mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya. Dalam hal masyarakat
tradisionil yang memiliki model bioteknologi tradisional seperti pembuatan
jamu, obat-obatan tardisional maka pendirian suatu industri bioteknologi
modern tidak boleh merugikan masyarakat tersebut dengan
mengkomersialisasikan model-model bioteknologi lama melalui cara
mematenkan produk-produk tersebut. Dalam penjelasan PP ini Pasal 3 (1)
bagian f menyatakan :
“Introduksi suatu jenis tumbuh-tumbuhan baru atau jasad renik (mikro-
organisme) yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru terhadap tanaman,
introduksi suatu jenis hewan baru dapat mempengaruhi kehidupan hewan
yang telah ada”.
Pelepasan mahluk hidup hasil rekayasa genetika jika tidak terkendali akan
dapat mencemari spesies asli bahkan dapat menimbulkan kepunahan jika
spesies tersebut memiliki jumlah yang terbatas. Juga suatu hasil penelitian
yang memperkenalkan jenis hewan atau tumbuhan baru hasil rekayasa
genetika haruslah diwaspadai karena akan menimbulkan dampak penting
bagi kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Demikian juga halnya
dengan pembuatan bahan hayati dan non hayati melalui proses bioteknologi
dapat menimbulkan dampak penting bagi kehidupan masyarakat. Kasus
yang terkait perkembangan bioteknologi dan lingkungan hidup di Indonesia
yang pernah menyita perhatian publik adalah kasus penanaman kapas
transgenik yang gagal panen di Sulawesi Selatan yang bibitnya berasal dari
PT Monsanto.
Berkaitan dengan memperkenalkan jenis baru hasil teknologi, Undang-
undang No. 17 Tahun 1985 mengenai Ratifikasi Konvensi Hukum Laut 1982
Bab XII tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut, Bagian I
Ketentuan Umum Pasal 196 tentang Penggunaan Teknologi-teknologi atau
memasukkan jenis-jenis asing atau jenis baru ,menyatakan :
“ Negara-negara harus mengambil tindakan segala tindakan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut
sebagai akibat penggunaan teknologi-teknologi yang ada dibawah yurisdiksi
atau pengawasan mereka, atau memasukkan dengan sengaja atau tidak
jenis-jenis asing atau jenis baru ke dalam bagian tertentu lingkungan laut,
hingga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan penting dan merugikan
pada lingkungan laut “.
Bioteknologi dikategorikan sebagai teknologi jenis baru dapat
mengakibatkan timbulnya pencemaran di laut melalui masuknya jenis-jenis
spesies baru hasil rekayasa genetika. Dalam prakteknya hal ini dapat terjadi
seperti upaya yang dilakukan baru-baru ini terhadap jenis ikan salmon yang
direkayasa dengan sejumlah gen manusia, sapi dan tikus. Jika ikan salmon
hasil rekayasa genetika dilepas ke lautan maka akan menimbulkan
perubahan penting dan merugikan lingkungan laut yaitu dapat mencemari
jenis-jenis ikan alami.
Mengenai masalah hak paten terhadap penemuan di bidang bioteknologi
telah diatur Undang-undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten pada Pasal 7
menyatakan :
“Paten tidak dapat diberikan untuk invensi tentang:
a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan
yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan,
kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.”
Dari pasal diatas secara tegas dinyatakan bahwa penemuan atas semua
mahluk hidup tidak dapat dipatenkan. Demikian juga halnya dengan
penemuan-penemuan atas proses biologis untuk memproduksi tanaman
atau hewan tidak diberikan paten dengan alasan bahwa jenis-jenis tersebut
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Dalam masalah pangan diatur oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1997
tentang Pangan. Dalam Undang-undang ini dikenal adanya istilah rekayasa
genetika pangan. Dalam salah satu ketentuannya yaitu passel 1 menyatakan
:
“Rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan
pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain
yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu
menghasilkan produk pangan yang lebih unggul.”
Dalam upaya memproduksi pangan yang menggunakan proses rekayasa
genetika, maka diharuskan memeriksa keamanan pangan (food safety)
sebelum diedarkan yang syarat pengujiannya ditetapkan oleh pemerintah.
Hal ini tercantum di dalam passal 13 yang menyatakan : “
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku,
bahan tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau
proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib
terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia
sebelum diedarkan.
(2) Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan
atau proses produksi pangan, serta menetapkan persyaratan bagi pengujian
pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika.”
Berkaitan dengan kemanan pangan terutama terkait dengan produk
rekayasa genetika diatur secara khusus melalui Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika. Pasal
1 menegaskan :
“1. Keamanan hayati produk rekayasa genetik adalah keamanan lingkungan,
keamanan pangan dan/atau keamanan pakan produk rekayasa genetik.
2. Keamanan pangan produk rekayasa genetik adalah kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, akibat proses produksi,
penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pangan produk
rekayasa genetik.”
Sedangkan tujuan dikeluarkannya PP ini tercantum dalam Pasal 2 yang
menyatakan :
“(1) Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk mewujudkan keamanan
lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG serta
pemanfaatannya di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, industri,
lingkungan, dan kesehatan nonfarmasi.
(2) Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk meningkatkan hasil guna dan
daya guna PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan
dan pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen, kepastian
hukum dan kepastian dalam melakukan usaha.
Prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional juga ditrerapkan dalam PP ini
yang dicantumkan dalam Pasal 3 :
“Pengaturan yang diterapkan dalam Peraturan Pemerintah ini menggunakan
pendekatan kehati-hatian dalam rangka mewujudkan keamanan lingkungan,
keamanan pangan dan/atau pakan dengan didasarkan pada metode ilmiah
yang sahih serta mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya,
dan estetika”.
Untuk ruang lingkup yang diatur dalam PP ini tercantum dalam Pasal 4 :
“ Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini mencakup pengaturan mengenai:
a. jenis dan persyaratan PRG;
b. penelitian dan pengembangan PRG;
c. pemasukan PRG dari luar negeri;”
Berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup dan hubungannya dengan
bioteknologi khususnya sumberdaya genetika, Undang-undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab IX Pasal
63 menugaskan pada pemerintah untuk :
“menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber daya alam
hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan
keamanan hayati produk rekayasa genetik;”
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bioteknologi
diantaranya Keputusan Menteri Pertanian Nomor 856/Kpts/HK.330/9/1997
tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian hasil
Rekayasa Genetika. Dalam SK Menteri ini diatur mengenai berbagai hal
seperti definisi produk bioteknologi pertanian, keamananhayati, bioteknologi,
genom, DNA, hewan, tanaman dan jasad renik transgenetik. Selain itu
terdapat ketentuan mengenai jenis-jenis produk bioteknologi, syarat dan tata
cara pemanfaatan, hak dan kewajiban, pemantauan dan pelaporan serta
ketentuan peralihan dan penutup. Terdapat daftar formulir yang
dicantumkan dalam lampiran SK Menteri ini seperti formulir Surat
Permohonan Pemanfaatan Produk Bioteknologi Pertanian hasil Rekayasa
Genetika, formulir penilaian Permohonan Pemanfaatan Produk Bioteknologi
Pertanian hasil Rekayasa Genetika dan beberapa formulir lainnya. SK Menteri
ini telah memiliki perangkat kelembagaan yaitu Komisi Keamanan Hayati
dan Tim Teknis Keamanan Hayati. Keputusan ini kemudian dicabut pada
tahun 1999 melalui Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri
Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan
dan Holtikultura dengan Nomor : 998.1/Kpts/OT.210/9/99;
790.a/Kpts-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/1999;
015A/NmenegPHOR/09/1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan
Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika. Ruang lingkup Keputusan
Bersama ini mencakup pengaturan jenis-jenis, syarat-syarat,tatacara, hak
dan kewajiban, pemantauan, pengawasan dan pelaporan keamanan hayati
dan keamanan pangan pemanfaatan Produk pertanian hasil rekayasa
genetik (PPHRG).
Perangkat kelembagaan di bidang bioteknologi secara nasional telah
dikembangkan sejak adanya Panitia Nasional Pengembangan Bioteknologi
yang dibentuk kurang lebih 20 tahun yang lalu. Pada tahun 1989 dibentuk
lembaga yang resmi menangani bioteknologi di beberapa instansi yang
dikenal dengan nama Pusat Keunggulan Pengembangan Bioteknologi.
Beberapa instansi yang ditunjuk oleh Panitia Nasional Pengembangan
Bioteknologi untuk menjadi Pusat Keunggulan Pengembangan Bioteknologi
adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, Lembaga Biologi Molekular Eijkman
UI dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Beberapa universitas seperti IPB, ITB dan UGM
melalui Pusat Antar Universitas (PAU) juga mengembangkan Bioteknologi
melalui bidang kajian tertentu. Pusat Pengkajian Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong telah mendirikan Pusat Pengkajian dan
Penerapan Bioteknologi Industri dan Pertanian. Bidang kajian yang digarap
pusat ini merupakan yang terlengkap di Indonesia. Selain mengkaji bidang
pertanian, industri juga bidang-bidang lainnya seperti bidang kesehatan,
kedokteran.
Kini yang perlu menjadi perhatian untuk pengembangan bioteknologi di
Indonesia adalah bagaimana mengatasi persoalan-persoalan yang mendasar
dan berjangka panjang seperti adanya dampak perubahan iklim,
ketersediaan pangan dan energi serta meningkatkan perekonomian negara
dan rakyat Indonesia. Dengan teknologi baru seperti bioteknologi,
diharapkan dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia yang
berupa sumberdaya genetik dan plasma nuftah. Sebagai negara yang
termasuk megabiodeversity, maka peluang pengembangan bioteknologi
akan sangat besar dan diharapkan memiliki prospek yang cerah di masa
depan.
VIII. PELUANG DAN HAMBATAN PENERAPAN BIOTEKNOLOGI.
Dalam penerapan bioteknologi terdapat peluang dan hambatan dalam upaya
mengatasi perubahan iklim dan ketahanan pangan. Mengenai peluang yang
dapat dimanfaatkan dari pengembangan bioteknologi ini adalah dengan
melihat aspek teknis maupun perangkat hukum lingkungan internasional.
Adapun peluang teknis dapat dilakukan dengan :
a. Pengembangan peta genom untuk tanaman dan hewan.
b. Pengembangan tanaman dan hewan sebagai pangan yang tahan dan
mampu beradaptasi dari perubahan iklim.
c. Pengembangan bioteknologi yang lebih efektif dalam upaya penyerapan
gas-gas rumah kaca (GRK) melalui tanaman.
d. Pengembangan mikroorganisme hasil rekayasa genetika yang mampu
menyerap GRK.
e. Pengembangan tanaman-tanaman melalui rekayasa genetika agar
tercapai produktivitas yang tinggi.
f. Mengatasi dampak yang muncul dari kegiatan pertanian, peternakan yang
terpengaruh akibat perubahan iklim dengan memanfaatkan bioteknologi.
g. Pengembangan bioteknologi yang didasarkan pada sumberdaya laut
seperti upaya peningkatan penyerapan GRK di laut.
h. Peningkatan peran lahan dan tanah sebagai bahan penyerap GRK melalui
proses bioteknologi.
i. Peningkatan percepatan pertumbuhan tanaman yang mampu menyerap
GRK melalui proses bioteknologi.
j. dll
Sedangkan peluang dari aspek hukum lingkungan internasional dalam
pengembangan bioteknologi diantaranya :
a. Beberapa Perjanjian internasional telah memberikan peluang dalam
menerapkan bioteknologi seperti UNCBD, Protokol Cartagena, UNFCCC dll.
Pada dasarnya etentuan-ketentuan dalam perjanjian internasional tersebut
telah meletakan hak dan kewajiban pada negara-negara atau badan-badan
internasional untuk mengembangkan kehidupan dan peradaban manusia
agar menjadi lebih baik.
b. Dalam prinsip-prinsip hukum telah digunakan dalam menerapkan
bioteknologi. Beberapa peluang telah diberikan misalnya melalui prinsip
kerjasama internasional, prinsip pertukaran informasi, prinsip pembagian
keuntungan (benefit sharing) dll.
c. Selama ini kebiasaan internasional terkait dengan pengembangan
bioteknologi sudah berlangsung cukup lama. Peluang pengembangan
bioteknologi melalui kebiasaan internasional juga sudah dilakukan dengan
melakukan pertukaran sampel melalui syarat-syarat yang disepakati antar
negara atau badan internasional.
d. Perkembangan soft law seperti declaration, guidelines, action plan dll
banyak memberikan pengaruh besar bagi perkembangan bioteknologi.
Bahkan sebagaian besar ketentuan mengenai bioteknologi masih berbentuk
soft law.
e. Isu-isu lintas bidang (cross cutting issues) telah berkembang menjadi
norma/kaedah yang banyak diterima oleh negara-negara atau badan-badan
internasional seperti koordinasi berbagai bidang perjanjian internasional
melalui Multilateral Environmental Agreements (MEAs).
f. dll
Sedangkan hambatan yanga akan dialami dari aspek teknis diantaranya :
a. Kebijakan teknis bioteknologi dan biosafety belum terharmonisasi.
b. Isu-isu lintas bidang (cross cutting issues) masih belum banyak dipahami
dan dikaji lebih mendalam.
c. Bioteknologi masih merupakan bidang baru dan banyak yang belum
mengetahui dan menguasai.
d. Mekanisme, prosedur dan tata cara di bidang bioteknologi yang terkait
dengan perubahan iklim dan pangan serta bidang lainnya yang masih belum
berkembang.
e. Infrastruktur dan sumberdaya manusia masih sangat terbatas.
f. Pendanaan belum disediakan secara memadai.
g. Riset bioteknologi masih banyak yang belum dapat diaplikasikan dan
sebatas publikasi.
h. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan semua pihak masih sangat
rendah.
i. dll
Sedangkan hambatan yang dialami dari aspek hukum diantaranya :
a. Perangkat hukum internasional di bidang bioteknologi masih berkembang
namun belum memiliki kepastian (uncertanty) dikarenakan secara teknis
sebagian masih menjadi perdebatan.
b. Perangkat hukum nasional yang terkait bioteknologi, perubahan iklim dan
ketahanan pangan juga belum berkembang dan masih terbatas pada
penanganan bidang-bidang tertentu.
c. Peraturan perundang-undangan yang ada belum banyak yang mengatur
secara detail terutama masih bioteknologi.
d. Peraturan perundang-undangan masih banyak bersifat sektoral, belum
banyak yang menyentuh kegiatan lintas bidang (cross cutting)
e. Pengetahuan hukum tentang bioteknologi, perubahan iklim dan ketahanan
pangan masih terbatas dan belum meluas.
f. Kesadaran hukum masyarakat mengenai bidang-bidang baru seperti
bioteknologi masih belum berkembang.
g. Aparat hukum dan penegakan hukum masih sangat terbatas dalam
memahami teknologi baru seperti bioteknologi.
h. Pendanaan penelitian hukum terkait bidang-bidang baru seperti
bioteknologi masih sangat rendah.
i. dll
IX. PENUTUP
Perubahan iklim dan ketahanan pangan ternyata saling terkait dengan
perkembangan bioteknologi. Bioteknologi sebagai teknologi baru diharapkan
dapat mengatasi berbagai persoalan yang muncul seperti perubahan iklim
dan ketahanan pangan. Perangkat hukum dan kelembagaan akan menjadi
penting terutama dalam hal memberikan panduan serta pedoman terutama
dalam hal adanya peluang pemanfaatan dan batasan yang sesuai dengan
norma internasional.
Di Indonesia, bioteknologi sebagai salah satu bidang yang harus mendapat
perhatian khusus untuk dikembangkan, dan diharapkan mampu menjadi
teknologi andalan mengingat kekayaan Indonesia akan sumberdaya alam
baik berupa sumber daya genetik maupun plasma nuftah serta bentuk-
bentuk kehidupan lainnya. Dalam era ini kebutuhan akan bioteknologi
khususnya yang menyangkut adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan
upaya penyediaan pangan akan semakin penting di masa mendatang.
Kekayaan sumberdaya alam baik yang berupa mikroorganisme hingga
tanaman serta hewan yang dimiliki Indonesia diharapkan dapat bermanfaat
secara maksimal dengan melalui penerapan bioteknologi. Namun perlu
diperhatikan bahwa bahan baku yang ada harus dimanfaatkan dengan
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development principles)
Bagi Indonesia, untuk mengembangkan bioteknologi yang aman dan
terjamin kesinambungannya, selain bahan baku, dana, sumberdaya
manusia, kemampuan teknis, masih ada beberapa faktor pendukung lainnya
yang perlu diperhatikan. Diantaranya adalah perangkat hukum dan
kelembagaan yang akan semakin penting dalam rangka meningkatkan peran
bioteknologi yang mampu menghadapi kondisi dan situasi global yang
berkembang. Apalagi dalam masa era dimana ancaman perubahan iklim
berserta dampaknya, bioteknologi harus mampu memberikan solusi yang
tepat dan bermanfaat. Bioteknologi dengan segala produk yang dihasilkan,
paling tidak harus memiliki kriteria yang diantaranya berkualitas baik, aman
terhadap kesehatan atau ramah lingkungan (environmental friendly ) serta
terjamin legalitasnya yaitu hak kepemilikan intelektual (intelectual property
right). Selain itu masih banyak kriteria lainnya yang terkadang di masing-
masing negara memiliki kebijakan tersendiri.
Dalam menghadapi berbagai produk bioteknologi yang akan memenuhi
pasar dalam negeri, Indonesia harus mempersiapkan peraturan yang jelas
dan tegas. Selain itu proses alih teknologi dan pengawasan ketat terhadap
peran perusahaan multinasional yang bergerak dibidang bioteknologi, juga
harus diperlakukan dengan hati-hati sehingga tidak berakibat larinya
investasi perusahaan multinasional tsb.
Sebenarnya masih banyak hal yang belum dibahas dalam tulisan ini, seperti
pelibatan dan peran serta masyarakat, tanggungjawab negara, pelabelan,
analisis resiko, kasus-kasus yang diajukan ke pengadilan dll. Walaupun
demikian tulisan ini paling tidak dapat menggambarkan peran bioteknologi
yang tidak terlepas dari tuntutan perkembangan dan dinamika yang terjadi
dalam bidang lingkungan hidup. Hanya yang menjadi kenyataan adalah
selama ini perkembangan bioteknologi sebagaian besar masih sebatas
penelitian dan kapan hal itu menjadi realita ?
BAHAN BACAAN
I. Buku/artikel/paper
Crump, Andy. 1991. Dictionary of Environmental and Development : Peoples,
Places, Ideas and Organizations, Earthscan Publication Ltd-WWF, London: 35
Francioni, Francesco & Tullio Scovazzi. 1991. International Responsibility for
Environmental Harm, Graham & Trotman/ Martinus Nijhoff, London.
Goldberg, Terri. 1991. Berkesperimen Dengan Peraturan Undang-undang
Bioteknologi diterjemahkan dalam Ecological Studies Project (ESP)
Publication No. 6 Tahun 1991.
Gray, Andrew.1993. Dampak KonservasiKeragaman Hayati Terhadap
Penduduk Asli dalam Shiva, Vandana. 1993.Keragaman Hayati :Perspektif
Sosial dan Ekologi, Konphalindo : 84.
Hobbelink, Henk. 1987. New Hope or False Promise ? Biotechnology and
Third World Agriculture. Diterjemahkan : Suryobroto, Bambang. 1988.
Bioteknologi dan Pertanian Dunia Ketiga :Harapan Baru atau Janji Palsu ?,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Jhamtani, Hira (ed). 1993. Perspektif Sosial dan Ekologi Keragaman Hayati,
Konphalindo, Jakarta.
Kate, Kerry ten. 1995. Biopiracy or Green Petroleum ? Expectations & Best
Parctice in Bioprespecting, ODA, London : 21
Krishnayanti, Ika N & Hira Jhamtani. 1995. Bioteknologi dan Keselamatan
Hayati : Mengantisipasi Dampak Bioteknologi Modern Terhadap Kehidupan
Manusia dan Etika, Konphalindo, Jakarta : 2
Kim, Judy. J. 1993. Out of the Lab and Into the Field : Harmonization of
Deliberate Release Regulations for Genetically Modified Organisms dalam
Fordham International Law Journal, Vol. 16 1992/1993 No. 4: 1164
McGarithy. TO.1991. International Regulation of Deliberate Release
Biotechnologies, Texas International Law Journal, Texas.
Mannion, A.M. & S.R. Bowlby. 1992 Environmental Issues in the 1990s, John
Wiley & Sons Ltd, London. Hal 150.
Murphy, Sean. 2001. Biotecnology and International Law, George Washington
University, Washington.
Scalise, David G & Daniel Nugent. 1993. Patenting Living Matter in The
European Community: Diriment of the Draft Directive dalam Fordham
International Law Journal, Vol.16 1992/1993 No. 4. Hal 1006-1009
Shiva, Vandana. 1994. Dari Bio Imperilaisme ke Bio Demokrasi, PT Gramedia
Pustaka Utama-Konphalindo, Jakarta.
____________. 1994. Gerakan Lingkungan Dunia Ketiga Perlu Mewaspadai
GATT dalam Seminar Prospek Perekonomian dan Lingkungan Negara Dunia
Ketiga Dalam Kerangka Tata Ekonomi Dunia Baru, Konphalindo- PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta., Hal 9.
____________. 1994 Hati-hati memilih Alih Teknologi Negara Maju dalam Berita
Dunia Ketiga Edisi X Agustus 1994.
Smith, John E. 1993. Prinsip Bioteknologi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Sudharmono, Pratiwi. Pidato Dies Natalis Universitas Indonesia.
Sumantri, Bambang. 1988. Hari Depan Kita Bersama, PT Gramedia, Jakarta:
200.
Tolba, Mustafa K et al (eds). 1992. The World Environment 1972-1992 : Two
Decades of Challenges, UNEP-Chapman & Hall, London.
___________.1987. Research Report: The Social Impact of Biotechnology :
European Found For Improvement of Living and Working Conditions,
Loughlinstown House, Shaukill, Dublin.
Witarto, Arief B. 2005. Bioteknologi sebuah gelombang ekonomi baru, Bisnis
Indonesia, 14 Juni 2005.
dll
II. Dokuemen/Report/Laporan/Lain-lain
PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah
Tangga. Seri Penelitian PPK-LIPI No. 56/2004. Jakarta: Puslit kependudukan _
LIPI.
WIPO Dokumen Biot/CE/II/2” Industrial Property Protection of
Biotechnological Invetions, Jenewa 1985 dalam Hobbelink, Henk: 58.
________________2009. Kumpulan peraturan Perundang-undangan, Jakarta,
Tidak diterbitkan.
Crucible Newsletter Vol 1. No. 1 October 1995
Bulletin on Biological Diversity, Secretariat of The Convention on Biological
Diversity. October 1995.
Dept of State.2000. U.S. Dep’t of State Fact Sheet on U.S.-EU Biotechnology
Cooperation Agreement (May 31, 2000), Washington.
OECD. 2000. OECD Consultation with Non-Governmental Organisations on
Biotechnology and Other Aspects of Food Safety, OECD Doc.
C(2000)86/ADD4 (May 12, 2000).
_____________2008. Report the International Expert Group on Biotechnology :
Inovation and Intelectual Property, The Inovation Partnership, Montreal.
International Law Association. 2008. Report International Law on
Biotechnology in Rio De Janerio. ILA.
http://www.ila-hq.org/
http://www.lipi.go.id/index
http://rtm.amazon.com
http://www.wikipedia.com/
http://www.indonesiabch.org/
http://www.fao.org/
http://www.un.org
http://www.unep.org
http://www.uncbd.int/
http://www.iucn.org/
http://www/unfccc.int/
http://www.ipcc.org
http://www.sekneg.go.id/
http://www.ssrn.com/abstract
dll
Diposkan oleh ANDREAS PRAMUDIANTO,SH,MSidi 00:33