Upload
dothu
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK DAN
BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK JARAK DENGAN MINYAK TANAH
TOTOK PRASETYO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ” Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Februari 2009 Totok Prasetyo NIM: F161030031
ABSTRACT
TOTOK PRASETYO. Study on Recirculation Dryer of Rough Rice Using Pneumatic Conveyor and blended kerosene and jatropha curcas oil. Supervisors : KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, AND LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Post harvest losses of rice in Indonesia was estimated to reach 20 % in which drying alone accounted for 2.3%. Most farmers in this country use the traditional direct sun drying, although cheap in cost it has the demerit of being dependent on weather conditions, susceptible to damage by rodent and easy being contaminated with dusts and foreign materials which can reduce the quality of products. Any delay in drying due to bad weather conditions will lead to excess in respiration and fungal growth, and sprouting due to re-wetting of products causing great losses in rice quality. The effect of global warming, due to accumulated green house gas (GHG) emissions in our atmosphere has created global climate change and uncertainty in weather conditions. Rainy days may occur during golden harvest making sun drying impossible and consequently drying should be delayed. The use of artificial dryer is facing another problem where fossil fuel as source of hot air generation is becoming scarce and high price.
The aim of this study was to design a recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and blended fuel between kerosene and jatropha curcas oil to generate hot air for drying. This study comprises of five major components. First, is the study about the feasibility of using jatropha curcas oil as an energy source to produce drying air, second, experiments related to the influence of drying time and tempering durations on head rice yield (HRY) under non-flow static grain conditions, third, performance test of the proposed recirculation dryer, fourth computer simulation on recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and lastly, economic benefit of the proposed drying system.
A series of drying test using an average of 450 kg of rough rice, powered by 350 Watt pneumatic conveying system, had indicated that the best drying time every cycle was 11.8 minutes with 48.9 minutes tempering period, resulting in 74.3 % of head rice yield. The resulting HRY was about 7-9 % higher than those obtained using the conventional mechanical dryer. Results of this study had shown that, properly blended jatropha curcas oil and kerosene could be used as to generate the drying air and thereby reduce the quantity of kerosene which has become less available in the rice production area. The drying efficiency of the proposed drying system was between 22.2 % to 31.1 %, the specific energy consumption using non renewable energy was between 3.475- 4.785 MJ/kg water evaporated, fuel consumption at 0.95 to 1.15 (liters/hr) and the average drying rate was 0.9 %/hr. It was also found that a ratio between the durations of drying time and tempering has significant effect on the HRY beside air temperature. The recommended operation procedure using the dryer under study will be to conduct drying every 11.8 minutes/cycle followed by tempering 48.9 minutes. The power required for pneumatic conveying used was 1.028 Wh/kg as compared to 1.35 Wh/kg. The average deviations between computer simulation
and experimental data was between 7-10 % for drying time and 2-3 % in final moisture content of the dried products. Financial analysis had shown that assuming 15 percent of interest rate and 5 years of project lifetime would give positive NPV of Rp 8186391., 31.19 % IRR and 1.82 of net B/C ratio. Key words : recirculation dryer, blended jatropha curcas oil, pneumatic conveyor, tempering, head rice yield.
RINGKASAN
TOTOK PRASETYO Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak. Dibimbing oleh KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20 %, termasuk didalamnya kehilangan pada proses pengeringan yang mencapai 2.3 %. Sebagian besar petanidi Indonesia menggunakan pengeringan matahari langsung, walaupun secara ekonomi murah, tetapi mempunyai kelemahan yaitu tergantung terhadap cuaca, mudah rusak karena binatang mengerat serta mudah terkontaminasi dengan debu dan benda-benda asing lainnya, yang dapat mengurangi kualitas produk. Penundaan pengeringan karena cuaca buruk akan menimbulkan jamur, dan kecambah yang menyebabkan penurunan kualitas produk. Akibat pemanasan global akibat akumulasi emisi gas rumah kaca (GHG) di atmosfir yang menyebabkan perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. Sehingga dapat terjadi saat panen raya turun hujan, sehingga pengeringan langsung tidak mungkin dilakukan, konsekuensinya terjadi penundaan pengeringan. Penggunaan pengering mekanis juga masih menghadapi masalah dengan keterbatasan sumber bahan bakar fosil sebagai pembangkit udara panas, yang semakin langka dan mahal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang bangun pengering gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah untuk pembangkit udara panas pengeringan. Penelitian ini terdiri dari lima komponen utama. Pertama adalah kajian kemungkinan pemanfaatan minyak jarak sebagai sumber energi untuk produksi udara panas, kedua kajian tentang pengaruh waktu pengeringan dan tempering terhadap mutu beras pada kondisi pengering statis, ketiga pengujian unjuk kerja pengering resirkulasi, keempat pembuatan simulasi komputer untuk pengeringan gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dengan bantuan software Visual Basic, dan yang terakhir analisis kelakyakan usaha jasa pengeringan gabah.
Sejumlah seri pengujian pengeringan dengan kapasitas rata-rata 450 kg gabah, dan sistem konveyor pneumatik yang digerakan dengan daya motor 350 Watt, menunjukkan waktu pengeringan setiap siklus 11.8 menit dan waktu tempering 48.9 menit menghasilkan rendemen beras kepala 74.3 %, hasil tersebut 7-9 % lebih tinggi daripada pengeringan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan minyak jarak dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dengan baik. Efisiensi pengeringan antara 22.2 % hingga 31.1 %, dengan konsumsi energi komersial spesifik antara 3.475 – 4.785 MJ/kg air yang diuapkan, konsumsi bahan bakar 0.95-1.15 liter/jam dan laju pengeringan 0.9 %/jam. Juga didapat hasil bahwa ratio waktu pengeringan dan waktu tempering berpengaruh signifikan terhadap rendemen beras kepala, selain temperatur udara pengering. Daya yang digunakan untuk konveyor pneumatik adalah 1.028 Wh/kg lebih rendah dibandingkan daya yang diperlukan untuk bucket elevator
yang memerlukan 1.35 Wh/kg.Penggunaan simulasi komputer dapat membantu memprediksi karakteristik pengeringan, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya dalam pembuatan alat pengering mekanis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan simulasi dengan percobaan adalah 7-10 % untuk memprediksi total waktu pengeringan dan hasil akhir pengeringan, dengan perbedaan antara 2–3 %. Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp 8186391., net B/C sebesar 1.82, dan nilai IRR sebesar 31.19% . Kata kunci : Pengering resirkulasi, campuran minyak jarak, konveyor pneumatik, tempering, rendemen beras kepala.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
KAJIAN PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI
MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK DAN BAHAN
BAKAR CAMPURAN MINYAK JARAK DENGAN MINYAK
TANAH
TOTOK PRASETYO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Dyah Wulandani, STP, M.Si
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Adhi S. Soembagijo, MSME
Dr.Ir.Irzaman, M.Si
Judul Disertasi : Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah
Nama : Totok Prasetyo NIM : F161030031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA Prof. Dr.Ir.I Made K.D, Dipl-Ing Ketua Anggota
Prof.Dr.Ir. Armansyah H.Tambunan,M.Sc Dr.Leopold O Nelwan, STP,M.Si Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan,M.Sc Prof.Dr.Ir.KhairilA.Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 12 Februari 2009 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan
penelitian serta penulisan disertasi dengan judul “Kajian Pengering Gabah Tipe
Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran
Minyak Jarak dengan Minyak Tanah”.
Dalam penyelesaian disertasi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan,
arahan, dan koreksi konstruktif dari komisis pembimbing. Oleh karena itu,
ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesarnya dan setulusnya penulis
sampaikan kepada komisi pembimbing : Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA
(ketua), Prof.Dr.Ir. I Made Kartika Dhiputra , Dipl-Ing, Prof.Dr.Ir.Armansyah H.
Tambunan,M.Sc, dan Dr. Leopold Oscar Nelwan,STP,M.Si (masing-masing
sebagai Anggota), serta kepada Dr. Dyah Wulandani,STP,M.Si sebagai penguji
luar pada ujian tertutup, Dr. Adhi S. Soembagijo,MSME dan Dr.Ir.Irzaman,M.Si
sebagai penguji luar pada ujian terbuka.
Penelitian disertasi ini sebagian besar didanai oleh Hibah Penelitian Tim
Pascasarjana (HPTP) 2004-2006, karenanya penulis menyampaikan banyak
terima kasih kepada Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA selaku ketua tim, Prof.
Dr.Ir.Armansyah H. Tambunan, M.Sc, dan Dr.Ir. A.Harsono Soepardjo yang
telah bersedia menerima penulis bergabung dalam penelitian HPTP. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Yogi S.G,MT, Dr.Ir. M.Saiful,M.Si,
Dr.Ir. Yulianingsih, MT, Ir. Kudrat Sunandar, MT atas kebersamaan dan
kerjasama selama bersama-sama di HPTP.
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:
1. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah
Pascasarjana IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan program Doktor (S3) di IPB. Tak lupa pula staf
pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah
diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
2. Direktur Politeknik Negeri Semarang, Ketua Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Semarang, atas ijin dan kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti program Doktor (S3) di IPB.
3. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS.
4. Ayahanda Drs.H.Soedarsono dan Ibunda Djariah (alm) atas asuhan, didikan
dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi
agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama
menempuh pendidikan di IPB.
5. Istriku tercinta Umining Kadaryati dan anak-anakku tersayang Hertyaning
Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo, atas doa, dorongan dan
kesabaran, pengorbanan dan kebersamaan dalam penantian, serta seluruh
keluarga besar Soedarsono atas segala dorongan semangat dan motivasinya.
6. Rekan-rekan staf pengajar Politeknik Negeri Semarang, atas doa dan
dukungannya.
7. Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Pak Harto, Mas
Firman, Mas Darma, Pak Parma, juga Mbak Via atas segala bantuan dan
kemudahan fasilitas yang diberikan selamapenulis melaksanakan penelitian
di laboratorium.
8. Rekan-rekan di Perwira 6 (mbak Nia, mbak Banun, Pak Cahyo, Mas Marno
dll) atas jalinan persaudaraan dan kerjasama yang sangat baik selama ini,
mas Renato dan mas Zali atas bantuannya.
Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi
ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amiin ya Rabbal A’lamin
Bogor, Januari 2009
Totok Prasetyo
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 27 April
1962 dari Bapak Drs.H. Soedarsono AS dan Ibu Djariah (almarhum),
merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara. Pada tanggal 12 September
2004 penulis menikah dengan Umining Kadaryati dan dikaruniai dua anak yaitu
Herthyaning Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo.
Pada tahun 1982 penulis diterima sebagai mahasiswa D III Politeknik
Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Teknik Mesin dan menyelesaikan
studi pada September 1985, selanjutnya penulis mendapat kesempatan
pendidikan S1 di Hudersfield Polytechnic Inggris pada jurusan Teknik Mesin
dari tahun 1986 dan selesai pada tahun 1989, Pada tahun 1999 penulis mengikuti
pendidikan S2 di Universitas Indonesia pada Jurusan Teknik Mesin, konsentrasi
Konversi Energi, yang di selesaikan pada Februari 2002. Selanjutnya, sejak
Agustus 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program S3 di Program Studi
Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia dalam bentuk beasiswa BPPS.
Penulis adalah staf pengajar pada Program Studi Teknik Konversi Energi
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang mulai tahun 1989 sampai
sekarang.
Karya Ilmiah yang berjudul Unjuk Kerja Penukar Panas Untuk
Pengering, telah dipresentasikan pada International Seminar on Advanced
Agricultural Engineering and Farm Work Operation di Bogor pada tanggal 25-
26 Agustus 2004. Karya ilmiah bersama Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah berjudul
Recirculation Dryer Using hybrid GHE solar dryer telah disajikan pada
International Conference on Renewable Energy for Sustainable Development in
the Asia Pasific Region, di Perth, Australia, 4–7 February 2007. Sebuah artikel
berjudul Pengaruh waktu pengeringan dan tempering terhadap mutu beras pada
pengeringan gabah lapisan tipis telah diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Semesta
Teknika Volume.11.No.1, Mei 2008 (terakreditasi Dirjen Dikti N0 :
26/DIKTI/Kep/2005).
Artikel berjudul Performance Test of Small Diesel Generator by Using
Downdraft Gasification telah diterbitkan pada Proceeding of International
Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation
Volume II (ISBN : 979-96105-2-4). Artikel lain berjudul Simulasi Pengering
Gabah tipe Resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik akan diterbitkan pada
Jurnal Ilmiah Forum Pascasarjana IPB Vol. 32 No. 1, Januari 2009 (in press).
Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
-.
.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 6 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 7 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup dan Outlne disertasi .................................................... 8 2 ANALISIS PEMANFAATAN MINYAK JARAK SEBAGAI BAHAN
BAKAR UNTUK PROSES TERMAL 2.1 Pendahuluan ........................................................................................ 11 2.1.1 Latar Belakang ............................................................................. 11 2.1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 12 2.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 13 2.2.1 Minyak Jarak ................................................................................ 13 2.2.2 Teori Pembakaran ........................................................................ 15 2.2.3 Ikatan polar dan non polar ............................................................ 17 2.2.4 Perkembangan kompor minyak jarak ........................................... 19 2.2.5 Pendekatan disain kompor minyak jarak ..................................... 21 2.3 Bahan dan Metode ............................................................................... 21 2.3.1 Waktu dan Tempat ....................................................................... 21 2.3.2 Bahan ........................................................................................... 22 2.3.3 Alat .............................................................................................. 22 2.3.4 Prosedur Percobaan ..................................................................... 23 2.4 Hasil dan Pembahasan ......................................................................... 24 2.4.1 Pengujian Kekentalan terhadap temperatur ................................ 24 2.4.2 Waktu pemanasan awal ............................................................... 27 2.4.3 Waktu untuk mencapai api biru .................................................. 29 2.4.4 Konsumsi bahan bakar dan waktu yang diperlukan untuk mendidihkan 1 liter air ........................... 30 2.5 Kesimpulan ......................................................................................... 32
3 ANALISISI WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS
3.1 Pendahuluan ........................................................................................ 34 3.1.1 Latar Belakang ............................................................................ 34 3.1.2 Tujuan ......................................................................................... 35
vii
3.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 35 3.2.1 Anatomi Gabah ........................................................................... 35 3.2.2 Karakteristik Fisik Gabah ........................................................... 36 3.2.3 Karakteristik Fisik Beras ............................................................. 38 3.2.4 Sifat Termofisik Bahan ............................................................... 41 3.2.5 Proses Pengeringan ..................................................................... 44 3.3 Bahan dan Metode .............................................................................. 45 3.3.1 Bahan .......................................................................................... 45 3.3.2 Alat .............................................................................................. 45 3.3.3 Analisis Data ............................................................................... 46 3.3.4 Prosedur Percobaan ..................................................................... 47 3.4 Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 48 3.4.1 Temperatur dan waktu pengeringan ............................................ 48 3.5 Kesimpulan dan Saran ........................................................................ 53
4 DISAIN DAN SIMULASI PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK
4.1 Pendahuluan ........................................................................................ 55 4.1.1 Latar Belakang ............................................................................ 55 4.1.2 Tujuan ......................................................................................... 57 4.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 57 4.2.1 Metode Pengeringan ................................................................... 57 4.2.2 Persamaan Pengeringan Teoritis ................................................. 61 4.2.3 Perkembangan Pengering Resirkulasi ......................................... 65 4.2.4 Konveyor Pneumatik ................................................................... 67 4.2.5 Model Matematika ...................................................................... 74 4.2.6 Persamaan Keseimbangan Massa ............................................... 75 4.2.7 Persamaan Keseimbangan Energi ............................................... 75 4.2.8 Persamaan Laju Pindah Panas .................................................... 76 4.2.9 Persamaan Laju Pengeringan ...................................................... 76 4.3 Bahan dan Metode .............................................................................. 79 4.3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................... 79 4.3.2 Bahan dan Alat ............................................................................ 79 4.3.3 Prosedur Percobaan ..................................................................... 81 4.3.4 Kalibrasi Pengukuran Kadar Air ................................................. 83 4.4.4 Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 83 4.4.1 Hasil Disain ................................................................................. 83 4.4.2 Kurva Pengeringan antara Simulasi dan Percobaan ................... 84 4.4.3 Pengaruh Waktu Tempering terhadap beras kepala .................... 88 4.4.4 Distribusi Temperatur Udara Pengering Masuk dan Keluar ....... 88 4.4.5 Perubahan Temperatur Bahan ..................................................... 91 4.4.6 Penurunan Tekanan ..................................................................... 92 4.5 Kesimpulan ......................................................................................... 93
viii
5 ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI
5.1 Pendahuluan ........................................................................................ 95 5.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 96 5.2.1 Kajian Finansial .......................................................................... 97 5.2.2 Analisis Data ............................................................................... 101 5.3 Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 102 5.3.1 Biaya Investasi ............................................................................ 102 5.3.2 Biaya Tetap ................................................................................. 103 5.3.3 Biaya Tidak Tetap ....................................................................... 103 5.3.4 Biaya Pokok Pengeringan ........................................................... 104 5.3.5 Analisis Titik Impas .................................................................... 104 5.3.6 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengeringan Gabah .......... 104 5.3.7 Analisis Sensitivitas .................................................................... 105 5.4 Kesimpulan ......................................................................................... 108
6 PEMBAHASAN UMUM ......................................................................... 110 7 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 113 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kehilangan gabah ..................................................................................... 3 2 Kandungan asam lemak minyak jarak ...................................................... 13 3 Sifat fisik minyak jarak ............................................................................. 15 4 Kekentalan campuran terhadap suhu ........................................................ 25 5 Percobaan dengan menggunakan minyak tanah ....................................... 30 6 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1:1) ....................................... 30 7 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:2) ......................................... 30 8 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:1) ......................................... 30 9 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit ....................................................................................... 35 10 Data gabah yang digunakan dalam percobaan ......................................... 47 11 Data hasil pengeringan gabah Ciherang ................................................... 47 12 Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air .... 48 13 Pengaruh waktu tempering terhadap rendemen beras kepala ................... 48 14 Parameter model pengeringan untuk gabah .............................................. 63 15 Jenis bahan dan konstanta berdasarkan ukuran bahan α ......................... 67 16 Hubungan massa jenis tumpukan dan kecepatan udara pembawa ........... 68 17 Perhitungan penurunan tekanan udara tanpa bahan .................................. 72 18 Sifat termofisik gabah ............................................................................... 78 19 Beras kepala terhadap waktu tempering ................................................... 85 20 Unjuk kerja alat secara umum .................................................................. 90 21 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan bakar ..................................... 103
x
22 Analisis sensitivitas kenaikan upah operator ............................................ 103 23 Analisis sensitivitas penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari ........................................................................ 104 24 Analisis sensitivitas penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) ........ 104
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 10 2 Bagan proses pembuatan minyak jarak ..................................................... 14 3 Struktur penyebaran api laminer ............................................................... 16 4 Ikatan kimia air ......................................................................................... 18 5 Ikatan kimia karbon dioksida .................................................................... 18 6 Skala Paulin............................................................................................... 19 7 Bagian buah jarak pagar ............................................................................ 20 8 Modifikasi pipa saluran minyak ................................................................ 22 9 Kompor tekan yang telah dimodifikasi ..................................................... 23 10 Hubungan kekentalan & temperatur ......................................................... 26 11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008 ..................................................... 26 12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 30 Oktober 2008 ..................................................... 27 13 Proses pemanasan awal .......................................................................... 28 14 Waktu pemanasan awal ............................................................................. 28 15 Proses pencapaian api stabil (Api biru) .................................................... 29 16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru ..................................... 29 17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ............................. 31 18 Konsumsi minyak yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ........... 32 19 Struktur fisik butiran gabah....................................................................... 36 20 Sorpsi Isotermis tipikal ............................................................................. 42
xii
21 Skematik alat percobaan ........................................................................... 46 22 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan
tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 22.92 % basis basah. dengan suhu udara pengering 50 0 C...............51
23 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan
tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 23.13 % basis basah. dengan suhu udara pengering 60 0 C...............52
24 Sistem pengering resirkulasi .................................................................. 56 25 Klasifikasi pengering ................................................................................ 59 26 Deretan pengering resirkulasi ................................................................... 66 27 Ilustrasi pengering cross-flow ................................................................... 74 28 Elemen volume untuk proses pengeringan cross flow .............................. 74 29 Grid finite difference untuk persamaan pengering resirkulasi cross-flow .................................................................................................. 77 30 Titik pengukuran pengering resirkulasi .................................................. 80 31 Mekanisme kerja mesin pengering ........................................................... 82 32 Kalibrasi pengukuran kadar air ................................................................. 83 33 Alat pengering gabah resirkulasi hasil disain ........................................... 84 34 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 23.5 % ...................................................................... 85 35 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 22.3 % ...................................................................... 86 36 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ........ 87 37 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 303 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ......... 87 38 Distribusi temperatur di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ........ 89 39 Distribusi temperatur di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 446.2 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ...... 89
xiii
40 Distribusi temperatur udara pengering secara simulasi ............................ 90 41 Distribusi temperatur udara keluar pengering, secara simulasi dan percobaan…………………………………………………………… 90 42 Grafik temperatur udara keluar pengering, secara simulasi
dan percobaan ...........................................................................................91
43 Simulasi perubahan temperatur bahan terhadap waktu pengeringan siklus pertama ........................................................................................ 92
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Disain dan spesifikasi alat………………………………………………. 120
2 Contoh Simulasi ………………………………………………………. 121
3 Flow Chart Program ……………………………………………………. 122
4 Listing Program simulasi ……………………………............................. 123
5 Analisis biaya Tetap Pengeringan Kapasitas 500 kg …………………… 140
6 Analisis biaya tida tetap pengeringan kapasiatas 500 kg ………………. 141
7 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 500 kg………………… 142
8 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 10 % …………………………………………………143 9 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 12,5 % ……………………………………………….145 10 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 15 % …………………………………………………146 11 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 17,5 % ……………………………………………….147 12 Analisis biaya tetap pengering gabah kapasitas 1000 kg………………...148
13 Analisis biaya tidak tetap, pengering gabah kapasitas 1000 kg……….... 149
14 Analisis biaya tetap, pengering gabah kapasitas 2000 kg ……................ 150
15 Analisis biaya tidak tetap, pengering gabah kapasitas 2000 kg………… 151
16 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 1000 kg……………….. 152
17 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 2000 kg……………….. 153
xv
Daftar Simbol
A luas penampang objek, m2
Ab luas penampang bola, m2
Cd koefisien tarik objek yang jatuh, -
Cpa spesifik panas (panas jenis) udara, kJ/kg oC
Cpl spesifik panas uap air, kJ/kg oC
Cpp spesifik panas bahan, kJ/kg oC
Cpw spesifik panas air, kJ/kg oC
d diameter bola objek , m
db dry basis/basis kering, %
Fb daya apung yang bekerja pada objek, N
Fd daya tarik yang bekerja pada objek, N
g percepatan gravitasi, m/detik2
Ga laju aliran udara, kg/menit-m-2
Gp laju aliran bahan, kg/menit-m-2
H kelembaban mutlak, kg/kg udara kering
hcv koefisien panas volumetrik air, kJ/menit-m3oK
hfg panas laten penguapan, kJ/kg
k konstanta pengeringan, menit-1
L panjang/ jarak, m
Lem Bilangan Lewis, -
Lf Panjang lidah api, m
m massa, kg
M kadar air bahan rata-rata, %wb
M0 kadar air bahan awal, %wb
Me kadar air kesetimbangan, %wb
P daya, Watt
q tekanan dinamik, N/m2
QF Laju aliran volum bahan bakar, m3/menit
Qs debit aliran massa bahan, kg/menit
Qu debit aliran udara, m3/menit
RH kelembaban relatif, %
T temperatur, oC
xvi
Ta temperatur udara, oC
Tp temperatur bahan, oC
u kerapatan campuran massa bahan dan massa udara, kg/kg .
Vt kecepatan terminal, m/s
W massa objek, kg
wb wet basis /basis basah, %
YF Fraksi massa bahan bakar, kg/kg
ν kekentalan kinematis, m2/s
ρ massa jenis fluida, kg/m3
ρb massa jenis bahan, kg/m3
ρo massa jenis objek, kg/m3
µ kekentalan absolut, kg/m s
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia, karena
merupakan makanan pokok dari hampir 90% penduduk. Tingkat konsumsi beras
per kapita penduduk Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 139.15
kg/kapita/tahun (BPS, 2006). Dengan jumlah penduduk 220 juta, maka
kebutuhan beras nasional adalah 30.613 juta ton beras, atau setara dengan 57.5
juta ton gabah kering panen (GKP). Konsumsi beras tersebut jauh lebih tinggi
dibanding konsumsi negara lain, seperti Jepang yang konsumsi beras per
kapitanya hanya 85 kg/kapita/tahun. Produksi padi nasional pada tahun 2006
mencapai 54.45 juta ton gabah kering panen, tahun 2007 meningkat menjadi
57.16 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2008 dihasilkan gabah sebanyak
59.88 juta ton (BPS, 2008).
Peningkatan produksi nasional merupakan salah satu hasil optimasi di
sektor budidaya padi, tetapi belum diikuti dengan optimasi dari sektor pasca
panen, yang juga memiliki kontribusi besar dalam mengamankan produksi beras
nasional. Menurut Komuro (1995) kehilangan hasil panen dan pasca panen
akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20%, dan
kehilangan pada proses pengeringan antara 2.3 hingga 2.6%, yang berarti pada
tahun 2008 terdapat 1.47 juta ton gabah hilang karena pengeringan. Apabila
harga per kg adalah Rp 2400, maka kehilangan tersebut setara dengan Rp 3.53
triliun.
Oleh karena itu dalam meningkatkan produksi padi (gabah), perlu juga
diikuti dengan pengembangan teknologi pasca panen, terutama dalam
menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, dimana mendung
ataupun hujan yang tidak menentu mengakibatkan pengeringan sebagai salah
satu penanganan pasca panen sering tidak dapat dilakukan. Dengan demikian
gabah tidak dapat kering dan akan menimbulkan kerusakan, seperti busuk,
berjamur, tumbuh kecambah, butir kuning. Dalam kondisi demikian usaha
peningkatan produksi padi menjadi kurang berguna.
2
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai
mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan
produk akibat aktifitas biologik dan kimia. Sedangkan menurut Bala (1997)
pengeringan pada dasarnya merupakan proses pengurangan kadar air bahan
dengan menggunakan panas untuk menguapkan air yang berada dalam bahan,
sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat
diperlambat. Panas yang digunakan umumnya adalah dari udara yang
dipanaskan, karena adanya perbedaan tekanan uap antara udara panas dan bahan
akan menjadikan pergerakan kandungan air dari dalam ke permukaan bahan
kemudian menguap dan udara pengering membawanya keluar.
Metoda pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan
secara alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami adalah pengeringan
yang menggunakan energi matahari sebagai sumber panasnya, dimana bahan
yang dikeringkan dihamparkan ditempat terbuka sehingga mendapatkan panas
dari matahari. Selama pengeringan bahan harus diaduk dan dibolak balik
menggunakan alat penggaru agar pengeringan merata, cara ini oleh petani
dianggap paling mudah, praktis serta biaya operasional yang murah, tetapi
memiliki kelemahan-kelemahan seperti membutuhkan banyak tenaga,
kebutuhan lahan yang sangat luas, mudah terkontaminasi kotoran, debu selama
pengeringan sehingga dapat menurunkan mutu produk, tergantung pada cuaca,
apabila terjadi perubahan iklim yang tidak menentu seperti dewasa ini, maka
dapat menggagalkan proses pengeringan, seperti bahan busuk atau berjamur.
Masalah pengeringan padi secara alami di Indonesia adalah sukarnya
untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang merata, karena suhu dan
kelembaban udara yang dipergunakan tidak terkendali, Menurut Djamila (1983)
kelembaban udara dan suhu berpengaruh sekali terhadap hasil pengeringan.
Sehingga apabila didalam pengeringan melalaikan tahap-tahap yang penting
pada cara ini (misalnya harus membolak-balikan gabah) mengakibatkan banyak
gabah retak (pada bagian endosperm) atau sun cracks , atau terbakar tumpukan
(stock burn) dan jika digiling akan menghasilkan banyak beras patah.
Pengeringan secara alami pada bulan-bulan basah sulit untuk mencapai
kadar air gabah 14%, apabila waktu yang diperlukan gabah untuk mencapai
3
tingkat kekeringan tahan simpan (kadar air 14%) sangat lambat maka akan
memungkinkan gabah berkecambah dan gabah kuning, serta dapat menimbulkan
susut kuantitatif yang cukup besar (1-5%) .
Di daerah Jatiluhur menunjukan, keberhasilan pengeringan pada bulan
Juni-Agustus mencapai 80%, sedangkan pada bulan Desember - April
keberhasilan pengeringan secara alami dapat berkurang hingga mencapai 17%,
dengan demikian pada bulan-bulan tersebut pengeringan secara alami hampir
tidak dapat dilakukan (Afif,1988).
Akibat terjadi pemanasan global, menyebabkan tidak menentunya
kondisi cuaca. Akibatnya semakin sering terjadi bahwa pada musim panen raya
cenderung terjadi hujan, sehingga proses pengeringan terpaksa ditunda ,
sedangkan keterlambatan atau penundaan pada pengeringan alami ini dapat
meningkatkan kehilangan gabah (Djojomartono,1990). Besarnya kehilangan
gabah akibat tertundanya pengeringan alami tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kehilangan gabah akibat penundaan pengeringan
Penundaan (hari) Besar kehilangan (%) 1 0 2 2 3 5 4 9 5 15
Sumber : Djojomartono, 1990
Pengering buatan atau pengering mekanis memerlukan bahan bakar
minyak sebagai sumber energi panas serta energi listrik untuk berbagai fungsi,
seperti untuk menggerakan konveyor, kipas dan lainnya. Kebutuhan energi
spesifik pada alat pengering semacam ini berkisar antara 8 hingga 10 MJkg air
yang diuapkan. Fungsi pembangkit energi panas sebenarnya dapat
disubstitusikan dengan sumber energi terbarukan, seperti energi surya,
bioenergi, sedangkan fungsi kipas angin dapat diganti umpamanya dengan
menggunakan kincir angin atau menggunakan pembangkit listrik dari sistem
pembangkit CHP. Hal ini diperlukan karena semakin berkurangnya cadangan
4
minyak bumi dan mahal serta langkanya bahan bakar minyak, terutama di desa-
desa penghasil beras di Indonesia.
Berbagai jenis pengering mekanis telah dikembangkan seperti Batch
dryers, Rotary dryers, Continuous-flow dryers, Fluidized - Bed dryers, Re-
circulating dryers dan sebagainya. Kendala proses pengeringan terutama jenis
batch adalah perbedaan kadar air antara tumpukan bagian bawah dan atas yang
cukup besar, bahkan dapat terjadi overdry sehingga penggunaan energi yang
tidak efisien
Beberapa parameter yang berpengaruh dalam pengeringan adalah
temperatur udara pengering dan kelembaban udara lingkungan, laju aliran udara
pengering, besarnya prosentase kadar air akhir bahan yang diinginkan, energi
pengeringan, efisiensi alat pengering, serta kapasitas pengeringan, sedangkan
pengaruh lainnya adalah berhubungan dengan sifat bahan yaitu: bentuk, ukuran,
ketebalan bahan yang dikeringkan, serta tekanan parsialnya.
Temperatur udara pengering maksimum untuk padi, tipe batch menurut
Bala (1997) adalah sebesar 43oC. Hal ini dikarenakan temperatur yang tinggi
akan mengubah sifat fisik maupun kimia bahan, juga akan menaikan kerusakan
serta mengurangi mutu dan hasil saat pengilingan. Untuk mempercepat
pengeringan, diperlukan temperatur udara pengering yang tinggi, karena
semakin tinggi temperatur udara pengering, akan menyerap kandungan air
bahan lebih banyak, hal ini mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap
satuan massa bahan lebih sedikit daripada untuk pengering dengan temperatur
udara yang lebih rendah.
Penggunaan temperatur udara yang tinggi akan meningkatkan laju
pengeringan sehingga dapat mempercepat waktu pengeringan, tetapi
pengeringan yang cepat dapat mengakibatkan kerusakan bahan. Oleh karena itu
diperlukan suatu rekayasa, dimana pengeringan dapat dipercepat tanpa harus
mengurangi mutu hasil pengeringan tersebut.
Salah satu tipe alat pengering yang dimaksudkan untuk mempercepat
pengeringan tanpa harus mengurang mutu hasil pengeringan adalah alat
pengering resirkulasi, yang dapat menggunakan udara bertemperatur antara 60o
hingga 80oC dengan laju kecepatan aliran udara 0.9 -1.6 m/detik per ton bahan.
5
Oleh karena dalam pengering tipe resirkulasi ini bahan kontak langsung
dengan udara panas, maka diperlukan cara pencegahan terjadinya laju
pengeringan yang terlalu cepat yang akan menimbulkan terjadinya cracking.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan tempering setelah mengalami
pengeringan, agar kadar air bahan setiap butir sama antara bagian pusat dan
permukaannya. Tempering juga merupakan proses relaksasi bahan yang
dikeringkan.
Tempering dilakukan diantara dua tahap pengeringan. Tempering
dimaksudkan untuk menurunkan gradien kadar air antara permukaan dan pusat
bahan serta meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama, 2005). Hal ini
dikarenakan pada proses pengeringan akan terjadi gradient kadar air didalam
bahan, yang menyebabkan tegangan tarik pada permukaan serta tegangan
kompresif pada pusat bahan. Apabila tegangan itu melewati batas akan berakibat
bahan retak saat digiling dan menurunkan kadar beras kepala.
Berbagai penelitian dalam upaya menghasilkan pengering resirkulasi
telah dilakukan dalam rangka mengatasi kelemahan pengeringan langsung serta
upaya untuk menekan biaya investasi, serta operasionalnya. Kachru et al (1986)
telah mengembangkan pengering resirkulasi di India, dengan kapasitas 1.25
ton/batch, dan menggunakan bahan bakar sekam padi sebanyak 20 kg/jam serta
membutuhkan daya listrik untuk bucket elevator 2 HP, alat tersebut seharga $
4000, serta biaya pengeringan $ 4.5/ton.
Thahir.R. et al, (2001) telah merancang mesin pengering resirkulasi
untuk biji kedelai, dengan menggunakan minyak tanah sebagai sumber energi
untuk udara pengering. Performansi alat tersebut menunjukan efisiensi
pengeringan 28.43% dengan konsumsi bahan bakar minyak tanah 5.12 l/jam,
dengan laju penurunan kadar air 0.96%/jam. Alat tersebut menggunakan bucket
conveyor dilengkapi dengan screw conveyor sebagai pengumpan dengan
demikian kebutuhan daya untuk sistem konveyor menjadi besar untuk kapasitas
2 ton total energy listrik yang digunakan 2010 Watt, dan harga alat pada tahun
2001 sebesar Rp 20000000, jasa pengeringan Rp 375000/ton dan umur ekonomi
alat direncanakan 5 tahun.
6
Kamaruddin et al (2007) telah menghasilkan pengering biji-bijian tipe
resirkulasi dengan menggunakan energi surya, dengan tambahan bahan bakar
arang kayu, energi listrik yang digunakan untuk motor getar 0.18 kW serta
untuk blower 0.25 kW. Alat tersebut digunakan untuk mengeringkan gabah
seberat 24 kg dengan kadar air awal 23% bb hingga menjadi 15.8%,
membutuhkan arang kayu 12 kg dan lama pengeringan 7 jam, efisiensi
pengeringan 1.93%.
Alat pengering mekanis menggunakan energi baik untuk memanaskan
udara maupun untuk kebutuhan peralatan lainnya, apabila menggunakan
sumber energi berbasis fosil, maka akan tidak ekonomis karena keterbatasannya
sumber energi fosil dan harga minyak yang cenderung naik, dengan demikian
perlu dikembangkan dan dikaji sumber energi alternatif yang handal dan
ekonomis yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (bioenergi) sebagai bahan
bakar alternatif, maka perlu pula dikaji dan dikembangkan penggunaan sumber
energi terbarukan, khususnya bioenergi sebagai bahan bakar pemanas dalam
pengeringan.
1.2 Perumusan Masalah
Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak
sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20% termasuk didalamnya
adalah proses pengeringan yang mencapai 2.3%. Selama ini sebagian besar
petani menggunakan lamporan untuk proses pengeringan, walaupun murah
tetapi mempunyai masalah yaitu tergantung dengan cuaca, kemungkinan
terkontaminasi dengan benda asing, susut karena tercecer sehingga dapat
menurunkan mutu gabah.
Penggunaan pengering mekanis juga menghadapi masalah apabila
menggunakan bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil sebagai sumber
pembangkit udara panas, yaitu terbatasnya persediaan BBM, harga semakin
mahal dan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara dan pemanasan
7
global. Permasalahan lainnya adalah penggunaan energi listrik yang masih
besar, sehingga pemakaian energi spesifiknya meningkat.
Untuk mengatasi hal tersebut didalam penelitian ini dirancang suatu alat
pengering mekanis tipe resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik yang
menggunakan daya listrik lebih kecil untuk mengangkut jumlah bahan yang
sama, serta lebih sederhana baik dalam konstruksi maupun operasinya, serta
menggunakan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan rancang
bangun suatu alat pengering gabah dalam rangka mengatasi masalah
pengeringan yang mengunakaan udara bertemperatur tinggi untuk mempercepat
proses pengeringan, serta pemanfaatan sumber energi alterrnatif, dalam hal ini
minyak jarak, sebagai bahan bakar pemanas udara pengering, untuk
menghasilkan hasil pengeringan yang baik yaitu mempunyai kadar air seragam,
dan rendemen beras kepala tinggi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dibagi dalam beberapa
tujuan khusus yaitu :
1. Mendapatkan kinerja kompor tekan menggunakan bahan bakar
campuran minyak jarak dengan minyak tanah.
2. Mendapatkan data sistem pengeringan bertahap sebagai dasar
pengeringan resirkulasi.
3. Medapatkan proses pengeringan yang tepat dengan menggunakan
teknik simulasi.
4. Mendapatkan nilai kelayakan usaha jasa pengeringan menggunakan
pengering resirkulasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah alat pengering tipe resirkulasi yang dapat
dimanfaatkan secara langsung oleh kelompok petani atau industri serta,
pemanfaatan energi terbarukan khususnya minyak jarak sebagai sumber panas
8
dalam pengeringan, sehingga diharapkan dapat sebagai pemacu diversifikasi
energi.
1.5 Ruang Lingkup dan Outline disertasi
Penelitian ini mengkaji pengering resirkulasi untuk gabah yang
menggunakan konveyor pneumatik, dengan minyak jarak sebagai sumber energi
termal. Untuk melakukan kajian tersebut didisain pengering resirkulasi.
Terdapat empat tahapan didalam penelitian ini yaitu yang pertama,
kajian terhadap kemungkinan penggunaan bahan bakar minyak jarak sebagai
pengganti minyak tanah yang akan digunakan sebagai pemanas udara
pengering. Didalam kajian tersebut dilakukan analisis yang meliputi
karakteristik minyak jarak, analisis kemungkinan pencampuran minyak jarak
dengan minyak tanah dan pembuatan kompor minyak jarak, pengujian
kinerjanya untuk mengetahui keragaan kompor (lama nyala, warna api
kontinuitas nyala). Pembahasan mengenai pemanfaatan minyak jarak tersebut
dilakukan pada Bab 2, dan hasilnya akan digunakan pada Bab 4.
Bab 3 yang berisikan pembahasan mengenai kajian tahap berikutnya,
yaitu melakukan kajian tentang pengaruh, temperatur,waktu, pengeringan dan
waktu tempering terhadap tingkat rendemen beras kepala setelah gabah hasil
pengeringan digiling. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan data pengaruh
temperatur dan waktu pengeringan serta waktu tempering terhadap rendemen
beras kepala dengan menggunakan alat pengering statis, dan mengasumsikan
pengeringan lapisan tipis, yang digunakan sebagai dasar dalam pengeringan
resirkulasi. Analisis menggunakan prosedur ANOVA dan pengujian dengan
metoda Duncan 5%, menggunakan program SAS versi 8.0. Pola perbandingan
waktu pengeringan dan waktu tempering, digunakan sebagai dasar perencanaan
alat yang dibahas pada Bab 4.
Selanjutnya dalam Bab 4 dibahas tahapan ketiga dari penelitian ini yaitu
melakukan rancangan bangun dan simulasi pengeringan resirkulasi
menggunakan konveyor pneumatik dengan bantuan software Visual Basic,
untuk memberikan gambaran karakteristik pengeringan yang terjadi dalam
pengering resirkulasi. Hasil simulasi kemudian dibandingkan dengan percobaan
9
langsung pada alat pengering yang telah dibuat berdasarkan rancangan dan
perhitungan , untuk menguji kehandalan model simulasi.
Analisis ekonomi menjadi faktor penting untuk mengembangkan usaha
pengeringan. Bab 5 membahas tentang kajian tahap keempat yaitu melakukan
analisis ekonomi protipe yang telah didisain dalam Bab 4, untuk mengetahui
kelayakan usaha pengeringan gabah menggunakan pengering resirkulasi. Data-
data masukan untuk analisis ekonomi ini merupakan data sekunder yang didapat
dari harga-harga bahan yang digunakan dalam penelitian ini, diperhitungkan
pada harga bulan September 2006 hingga Mei 2008. Perhitungan analisis
ekonomi ini dapat digunakan untuk perubahan harga-harga, dengan merubah
data masukan sesuai dengan nilai yang terjadi pada saat adanya perubahan.
Bab 6 membahas secara umum keuntungan dan keterbatasan system
pengering serta prospek pengembangan kedepan.
Kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini sajikan pada Bab 7. Secara
skematis, bagan alir atau tahapan penelitian secara keseluruhan disajikan pada
Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Analisis penggunaan minyak jarak
Analisis pengaruh, temperatur,waktu pengeringan dan waktu tempering
terhadap mutu gabah
Simulasi pengering Gabah tipe resirkulasi
Analisis Biaya pengering gabah tipe resirkulasi
PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEMATIK
DAN BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK
Campuran minyak jarak
dengan minyak tanah
Viskositas Campuran
Perhitungan : RH udara pengering ; Me ; konstanta pengeringan k; waktu
pengeringan dan tempering dalam satu siklus;
Perhitungan Kadar air
tidak
Print : Frequensi sirkulasi; kadar air akhir; lama pengeringanan tempering; total waktu pengeringan; kadar air akhir
ya
Perhitungan NPV, IRR, B/C ratio, BEP,
PBP, Sensitivitas
Analisis menggunakan Anova
Kadar air sudah
14%±0.5?
BAB II
ANALISIS PEMANFAATAN MINYAK JARAK SEBAGAI BAHAN BAKAR UNTUK PROSES TERMAL
2.1 PENDAHULUAN
2.1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan bahan bakar minyak bumi semakin meningkat seiring
dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, dilain pihak hal ini
tidak disertai dengan pembangunan kilang dan eksplorasi sumber minyak yang
baru, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam
negeri dilakukan dengan mengimpor BBM.
Pemerintah telah menyiapkan berbagai peraturan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak bumi yaitu dengan
adanya Kebijakan Energi Nasional (KEN), dimana kebijakan utamanya adalah
intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi serta salah satu kebijakan
pendukung dalam KEN adalah optimalisasi energi mix, dan secara eksplisit juga
ditentukan tentang target pengembangan energi terbarukan dimana ditargetkan
sebesar 5% penggunaan energi terbarukan diluar energi tenaga air skala besar
yang sudah ada. Bahkan telah dibuat payung hukum yaitu diterbitkannya
Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan
pemanfaatan bahan bakar nabati (bioenergi) sebagai bahan bakar alternatif.
Pemerintah Indonesia bersemangat untuk melakukan program efisiensi
dan hemat energi, selain mensosialisasikan pemanfaatan energi terbarukan,
utamanya bioenergi, baik untuk sektor transportasi, industri maupan sektor
rumah tangga.
Penggunaan minyak tanah sebagai sumber energi di Indonesia, pada
tahun 2006 mencapai lebih dari 10 juta kilo liter, dan hanya 5% yang
dikonsumsi oleh industri, sedangkan sisanya untuk kebutuhan memasak bagi
rumah tangga.
12
Sehingga pemerintah akan menerapkan kebijakan tentang pengurangan
penggunaan minyak tanah, dengan target tahun 2010 tidak ada lagi masyarakat
yang mengkonsumsi minyak tanah untuk memasak.
Oleh karena itu sangat penting diperlukan metode alternatif, ataupun
diversifikasi energi terutama untuk menggantikan fungsi minyak tanah, baik
untuk kebutuhan rumah tangga ataupun industri, sebagai solusi masalah tersebut.
Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang
dapat digunakan sebagai sebagai bahan bakar minyak, seperti: Bidaro, Bintaro,
Jagung, Jarak, Karet, Padi (dedak) dan sebagainya. Apabila telah menjadi
minyak nabati, sangat mudah penanganannya serta sangat aman penggunaannya.
Sebagian besar minyak nabati dapat digunakan untuk bahan bakar
kompor baik yang menggunakan sumbu maupun kompor tekan, dan lampu
minyak, dengan memodifikasi peralatan-peralatan tersebut. Terdapat dua
kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama
untuk kompor, yaitu yang pertama menggunakan langsung minyak nabati yang
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan minyak tanah atau
memodifikasi minyak nabati sehingga karakteristiknya berbeda dan disesuaikan
dengan kebutuhan kompor, walaupun harganya akan menjadi kurang lebih sama
dengan minyak tanah.
Adapun kemungkinan kedua, ialah dengan memodifikasi kompor untuk
disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut. Oleh karena itu tujuan
penelitian ini adalah berdasarkan metode yang ke dua, memodifikasi kompor
tanpa harus merubah karakteristik minyak nabati, dalam hal ini minyak jarak
pagar, serta untuk mengkaji kinerja kompor tersebut.
2.1 Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan disain kompor yang dapat digunakan untuk proses
pemanasan dengan menggunakan bahan bakar utama minyak jarak.
2. Mendapatkan data performansi kompor, dengan penggunaan berbagai
tingkat perbandingan minyak jarak dan minyak tanah.
13
2.2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Minyak Jarak
Tanaman jarak menghasilkan biji yang terdiri dari 60 persen berat kernel
(daging biji) dan 40 persen berat kulit. Inti biji (kernel) tanaman jarak
mengandung 33 - 50 persen minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak
jarak dengan cara mekanis ataupun ekstrakasi dengan pelarut seperti heksana.
Minyak jarak pagar merupakan jenis minyak yang memiliki struktur molekul
trigliserida yang mirip dengan minyak sawit, kandungan asam lemak esensial
dalam minyak jarak cukup tinggi.
Produktivitas pohon jarak mencapai 2-2.5 kg biji kering perpohon, dalam
1 hektar lahan pohon dapat menghasilkan 4.4 - 4.9 ton biji kering dalam setahun
dengan pengelolaan yang intensif (Agus. 2008). Bahkan dengan diluncurkannya
varietas baru jarak pagar IP3 dari Puslitbang Perkebunan Badan Litbang
Pertanian, tingkat produksi diharapkan dapat mencapai 8 ton/ha, sementara
setiap ton biji kering akan menghasilkan 200 hingga 300 liter minyak jarak.
Adapun proses pembuatan minyak jarak, hampir sama dengan pembuatan
minyak nabati lainnya.
Dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak jarak tidak lebih
kental. Komponen terbesar minyak jarak adalah tri-gliserida yang mengandung
asam lemak oleat dan linoleat.
Tabel 2 Kandungan asam lemak minyak jarak
Asam lemak Komposisi % berat
Asam oleat 43.2 Asam linoleat 34.3 Asam palmitat 14.2 Asam stearat 6.9
Sumber : Knoe Thig Vegetable Oil Sdn Bdh.2008
Minyak jarak, merupakan minyak tumbuhan (vegetable oil, plant oil)
yang mempunyai karakteristik yang unik karena kandungan asetil atau
hidroksilnya. Minyak jarak diperoleh melalui proses pressing dari biji jarak,
proses untuk mendapatkan minyak jarak secara sekematik ditunjukkan pada
Gambar 2.
14
Gambar 2 Bagan proses pembuatan minyak jarak
Minyak jarak mempunyai nilai kalor pembakaran sebesar 31.15 MJ/L
dan mempunyai sifat fisik yang khas. Minyak jarak bersifat tidak larut dalam air,
mempunyai kekentalan, indeks bias dan spesifik grafiti yang cukup tinggi, serta
larut dalam pelarut hidrokarbon.
Pemanenan tandan buah jarak.
Biji yang telah kering ataupun dikeringkan
Pemasakan atau pemanasan biji. Dapat dilakukan dengan uap air 100˚C.
Daging biji dihancurkan dengan alat ekstruder hingga lumat. Daging biji yang telah hancur siap dikempa (diperas)
Kulit biji
Daging biji dikempa dengan alat kempa hibrolik
Bungkil (ampas). Minyak jarak (Jatropa oil) yang
didapat dari alat kempa bersih dan berwarna kuning emas
15
Tabel 3 Sifat fisik minyak jarak
Sifat fisik Satuan Nilai
Titik Nyala ˚C 236
Densitas pada 15˚C g/cm3 0.9177
Kekentalan pada 30˚C mm2/s 49.15
Residu karbon %(m/m) 0.34
Kandungan abu sufat %(m/m) 0.007
Titik tuang ˚C -2.5
Kadar air ppm 935
Kandungan sulfur ppm < 1
Nilai Acid mg KOH/g 4.75
Nilai Iodine - 96.5
Sumber :Biodiesel Technocrats 2006
2.2.2 Teori Pembakaran
Berdasarkan teori pembakaran kekentalan bahan bakar minyak akan
mempengaruhi nyala api yang terdiri dari: panjang lidah api (flame length Lf) ,
sudut api (angel of flame ) dan panas yang dilepaskan (heat release), serta
kecepatan api (flame speed) (Turn.R.S 1996).
Nyala api hasil pembakaran bahan bakar pada berbagai aplikasi, seperti
kebutuhan rumah tangga atau industri dikenal dengan nyala api laminar, struktur
nyala api laminar ditunjukkan pada Gambar 3.
Bahan bakar yang mengalir sepanjang sumbu menyebar secara radial ke
luar, sementara itu udara sebagai oksidator menyebar secara radial ke arah
dalam. Ketika bahan bakar dan oksidator bertemu dalam keseimbangan
stoichiometric akan membentuk permukaan api (flame surface), permukaan api
ditetapkan sebagai tempat dimana equivalence ratio (Ф ) sama dengan satu.
o
t
l
d
p
b
b
G
Nyal
oksidator, se
tekan, maka
lakosi aksial
Ф (r=
Panja
diameter, tet
panjang lida
FQ =
fL ≈
Untu
bilangan Re
bakar yang n
F 0,375RY =
μRνρRej ee=
Gambar 3 Str
la api pem
eperti pemba
a panjang lid
l dimana:
=0, x=Lf) =
ang api yang
tapi dapat d
ah api Lf terg2
eπRV
stoicF
F
DYQ
,83π
≈
uk bilangan
eynold menj
nilainya adal
1ej [1)
Rx(R − +
R
ruktur penye
mbakaran y
akaran yang
dah api (Lf)
1
g keluar dar
diasumsikan
gantung pada
c
Schmidt,
adi paramet
lah :
22
]4ς −
ebaran api lam
yang kelebi
terjadi di da
) dapat seca
ri nosel terg
dengan beb
a laju aliran
mamome Sc =
ter pengontr
minar (Turn
ihan udara,
alam kompor
ara sederhan
antung pada
berapa penye
volume QF,
ydiffusivit assdiffusi entum
ol, YF adala
n.R.S 1996)
, berarti b
r gas ataupun
na ditentuka
a kecepatan
ederhanaan,
dimana
Dν
yyvit
==
ah fraksi ma
16
berlebihan
n kompor
n dengan
2.1
awal dan
sehingga
2.2
2.3
1 maka
asa bahan
2.4
2.5
17
ρμν = 2.6
Parameter nyala api yang lain adalah sudut api (α) yang menunjukkan
penyebaran api
tan2,97
2.7
Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut di atas dapat diketahui
bahwa, jika kekentalan minyak kinematis persamaan 2.6 semakin
tinggi, maka Rej semakin rendah (persamaan 2.5), berakibat panjang lidah api
semakin panjang, sudut api semakin kecil, kecepatan api rendah dan pelepasan
panasnya kecil. Sebaliknya, apabila kekentalan kinematis rendah, maka panjang
lidah api semakin pendek, sudut api semakin lebar, kecepatan api menjadi tinggi
dan pelepasan panasnya besar.
Dengan demikian penurunan kekentalan minyak jarak diperlukan tidak
hanya karena masalah aliran fluida kental, akan membutuhkan tekanan yang
lebih besar dibandingkan dengan fluida berkekentalan rendah, tetapi juga karena
masalah dalam pembakaran.
2.2.3 Ikatan polar dan non-polar
Ikatan polar merupakan ikatan kovalen yang terdapat pemisahan muatan
antara ujung yang satu dengan ujung yang lain, dengan kata lain salah satu ujung
sedikit positif dan ujung yang lainnya sedikit negatif. Dalam kasus tersebut,
maka molekul dikatakan molekul polar yang berarti mempunyai pole elektrik.
Air (H2O) adalah molekul polar, hal ini dikarenakan pada sisi yang satu positif
dan sisi lainya negatif seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
18
Gambar 4 Ikatan kimia air (sumber Kurtus.R. 2005)
Didalam molekul non-polar, elektro-elektron terdistribusi lebih simetris
dan karena itu tidak ada perbedaan antara sisi yang berlawanan, seperti halnya
karbon dioksida (CO2) ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Ikatan kimia karbon dioksida (sumber Kurtus.R. 2005)
Selain bentuk molekul seperti tersebut di atas, untuk membedakan
kepolaran suatu senyawa adalah dengan menghitung perbedaan
elektronegatifitas atom pembentuk molekul (Electronegativity difference, ED).
Elektronegatifitas merupakan ukuran kecenderungan atom menarik pasangan
elektro ikatan, besarnya kelektronegatifitas ditentukan berdasarkan skala Pauling
(Gambar 6). Perbedaan kelektronegatifitas antara dua atom yang berikatan dapat
19
menyebabkan kepolaran suatu senyawa, pada umumnya semakin besar
perbedaan keelektronegatifitasnya, maka semakin polar senyawa tersebut.
Gambar 6 Skala Pauling (sumber Maelani.J, 2005)
Apabila suatu senyawa dicampurkan dengan senyawa lainnya, maka
senyawa polar akan dapat larut dengan senyawa polar, dan senyawa non-polar
larut terhadap senyawa non-polar. Minyak tanah adalah senyawa hidrokarbon
dengan rumus empiris CnH2n+2 yang mempunyai panjang rantai karbon antara 11
hingga 14 termasuk dalam kelompok alkana, dan kebanyakan senyawa
hidrokarbon adalah senyawa non-polar.
Adapun struktur minyak jarak yang mirip dengan minyak sawit, yakni
struktur molekul tri-gliserida. Kepolarannya terletak pada gugus esternya yang
tersusun atas gugus karbonil atau karboksilnya. Tetapi secara umum molekul
minyak jarak adalah non-polar, karena sifat kepolaran gugus esternya tertutupi
oleh panjangnya rantai karbon asam lemak (panjang rantai 4 hingga 24 atom
karbon), yang membentuk molekul tri-gliserida yang bersifat non-polar. Jadi
secara umum sifatnya sangat didominasi oleh panjang rantai karbon senyawa
total. Dengan demikian minyak jarak dengan minyak tanah keduanya merupakan
senyawa non-polar, sehingga saling larut satu dengan lainnya. Selain itu juga
karena minyak bumi merupakan pelarut yang kuat.
2.2.4 Perkembangan kompor minyak jarak
Pengembangan kompor minyak nabati telah dilakukan oleh
Reksowardojo.I.K. et al.(2008), yang telah mencapai generasi ke lima
20
menunjukkan hasil, untuk mendidihkan air sebanyak 0.6 liter, menggunakan
minyak jarak dibutuhkan waktu 7 menit dengan laju aliran bahan bakar 0.336
liter/jam dibandingkan menggunakan minyak tanah yang membutuhkan waktu 6
menit dengan laju bahan bakar 0.408 liter/jam. Selain itu percobaan dilakukan
dengan menggunakan minyak kelapa sawit, untuk mendidihkan air dalam
jumlah yang sama memerlukan waktu 9 menit dengan laju aliran bahan bakar
0.414 liter/ jam.
Peneliti Deptan, melakukan pengujian minyak jarak digunakan sebagai
bahan bakar kompor sumbu, menunjukkan hasil perambatan dalam sumbu,
minyak jarak hanya 5.6 cm dalam waktu 60 menit, sedangkan menggunakan
minyak tanah dalam waktu 10 menit, perambatan telah mencapai ketinggian 13
cm, sedangkan apabila digunakan untuk lampu sumbu, minyak jarak hanya
mampu menyala selama 3 menit, sedangkan menggunakan minyak tanah
mencapai 263 menit. Pencampuran minyak jarak dengan minyak tanah hingga
1:1 dianjurkan, karena dapat meningkatkan karakteristik pembakaran yang
dicirikan dengan lama api menyala dan warna api.
Penelitian yang dilakukan REDI (Renewable Energies Development
Institute) telah membuat kompor dengan bahan bakar minyak nabati, tetapi
hasilnya belum dapat diketahui (jatropha stove.html). Peneliti dari Universitas
Hohenheim Jerman (Stumpf, 2002), telah menghasilkan disain kompor tekan
dengan bahan bakar minyak nabati hingga generasi ke dua, yang dapat menyala
selama 30 jam tanpa pembersihan.
Penggunaan jarak sebagai bahan bakar juga dapat dilakukan langsung
dari biji tanpa diolah menjadi minyak, ataupun dapat dibuat pasta, seperti yang
telah dilakukan Alfy di Mataram (LombokNews, 2007) .
Gambar 7 Bagian buah jarak pagar
Biji jarak kering
21
2.2.5 Pendekatan disain kompor minyak jarak
Desain kompor minyak jarak ini dengan memodifikasi kompor minyak
tekan yang beredar di pasar lokal, dengan memodifikasi pipa aliran bahan bakar
dari tangki menjadi melingkar yang digunakan sebagai pemanas awal. Pipa ini
menggunakan bahan tembaga dengan diameter 3 mm dan ketebalan 1.5 mm.
Bahan tembaga dipilih, karena mempunyai nilai konduktivitas yang
tinggi sehingga baik untuk menghantarkan panas dan juga sifat tembaga yang
lunak sehingga dapat lebih mudah dibentuk.
Terdapat dua bentuk pipa spiral yang pertama berada pada bagian
keluaran dari tangki dengan panjang pipa 157 cm dibuat melingkar dengan
diameter dalam lingkaran 2.6 cm, dan yang kedua melingkar pada mangkok
burner dengan panjang pipa 80 cm dan diameter rata-rata 6 cm, panjang total
pipa tembaga 300 cm, seperti ditunjukkan pada gambar 8 berikut.
Penurunan kekentalan minyak tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan pemanas awal, dimana pipa saluran bahan bakar dipanaskan pada
suhu tertentu sehingga temperatur minyak meningkat, hal ini ditunjukkan
berdasarkan persamaan pindah panas (Holman.J.P. 1986) sebagai berikut :
πdL TT T
2 mc T T 2.8
2.3 BAHAN DAN METODE
2.3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian untuk analisis viskositas minyak jarak dan campuran minyak
jarak dengan minyak tanah dilakukan di laboratorium pengujian Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB, pembuatan dan pengujian kompor dilakukan
di laboratorium Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Semarang, waktu
penelitian Mei 2007 dan 7 November 2008 untuk pengujian viskositas.
22
2.3.2 Bahan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah,
dan berbagai variasi campuran minyak jarak dengan minyak tanah, penggunaan
minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, dan campuran minyak jarak dengan
minyak tanah sebagai bahan bakar yang dilakukan pengujian.
2.3.3 Alat
Alat yang digunakan adalah kompor tekan yang ada dipasaran dan
dimodifikasi, dengan menambahkan pemanas awal yang terdiri dari, pipa spiral
dan mangkok pemanas awal yang terbuat dari stainless steel yang digunakan
untuk memanaskan pipa bahan bakar, sebelum penyalaan dimulai, sehingga
minyak yang melalui pipa bahan bakar temperaturnya naik, dan kekentalan dapat
diturunkan
Burner digunakan untuk pembakaran bahan bakar sehingga nyala api
akan lebih terarah. Burner tersebut mempunyai nosel sebagai alat pengabut
minyak.
pipa spiral melingkar burner panjang 80 cm
pipa spiral diameter lingkaran 2.6 cm, panjang 157 cm
Gambar 8 Modifikasi pipa saluran minyak
Burner yang digunakan tipe 212 Zeppellin dengan ukuran nosel
berdiameter 0.042 cm, burner ini terbuat dari bahan campuran kuningan dan
perak sehingga dapat memiliki titik lebur yang tinggi sehingga tidak mudah
leleh.
23
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur, seperti
stopwatch, termometer digital, pressure gauge, flow meter dan timbangan digital
kapasitas 2 kg.
Burner
Pressure gauge Pipa Bahan Bakar Pengukuran temperatur pipa
Pemanas awal
Tangki Bahan Bakar Pengukuran laju aliran massa bahan bakar dengan timbangan digital
Gambar 9 Kompor tekan yang dimodifikasi
2.3.4 Prosedur Percobaan
Percobaan diawali dengan pengujian kekentalan minyak jarak terhadap
temperatur, dengan mengunakan metode Ostwold, untuk mengetahui penurunan
nilai kekentalan minyak jarak ketika dipanaskan, hal ini diperlukan agar dalam
percobaan pemanasan awal minyak jarak dapat mencapai kekentalan yang
diharapkan, sehingga aliran bahan bakar menjadi lancar.
Selain itu dilakukan pencampuran antara minyak jarak dengan minyak
tanah kemudian juga dilakukan pengujian kekentalannya, serta mengetahui
keadaan homoginitas campuran. Perbandingan campuran minyak jarak dengan
minyak tanah dalam pengujian ini ditentukan antara 3:1 ; 1:1 dan 1:3.
Terdapat empat parameter yang diukur dalam percobaan ini yaitu : waktu
yang diperlukan sebagai pemanasan awal (yang diperlukan untuk menguapkan
bahan bakar), waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru, waktu yang
diperlukan untuk mendidihkan air dan konsumsi bahan bakar, sebagai dasar
jumlah air yang dididihkan adalah 1 liter. Dengan menggunakan empat macam
24
bahan bakar, yaitu minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, campuran minyak
jarak dengan minyak tanah dengan perbandingan 3:1 ; 1:1 dan 1: 3.
Pemanasan awal dilakukan dengan membakar alkohol yang didenaturasi
dengan terusi CuSO4 sebanyak 10 ml pada mangkok pemanas, hingga
temperatur pipa mencapai ± 280 oC, pengambilan data dimulai dengan mencatat
waktu yang dibutuhkan, kemudian, membuka katup saluran bahan bakar dan
dilanjutkan penyalaan kompor sehingga terbentuk nyala api merah.
Bukaan katup saluran bahan bakar diperbesar akan terjadi perubahan
warna nyala api dari merah menjadi biru (stabil), data waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai warna biru diperlukan untuk mengetahui keragaan minyak.
Untuk membandingkan dengan menggunakan minyak tanah digunakan metode
Water Boiling Test (WBT) yaitu dengan mendidihkan air dalam bejana dengan
menggunakan air sejumlah 1 liter, dan mencatat perubahan temperatur air
terhadap waktunya. Data yang diperlukan adalah temperatur awal air, perubahan
temperatur air, laju aliran bahan bakar, dan waktu yang diperlukan dalam
perubahan temperatur tersebut, hingga air mendidih. Setiap percobaan dilakukan
empat kali ulangan.
2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
2.4.1 Pengujian Kekentalan terhadap Temperatur
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode Ostwold (AOAO,
974.07 ed 16 tahun 1999) yang dilakukan di Laboratorium Pengujian
Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, didapat hasil yang ditunjukkan
pada Tabel 4. Dengan kondisi sampel hasil campuran homogen, hal ini juga
ditunjukkan dengan gambar campuran yang setelah didiamkan selama satu
minggu, kondisi sampel tetap tercampur baik.
25
Tabel 4 Kekentalan campuran terhadap suhu
No
Suhu (oC)
Kekentalan Minyak Tanah (Centipoice)
Kekentalan Minyak Jarak (Centipoice)
Kekentalan Campuran Minyak Jarak : Minyak Tanah
(Centipoice) 1:1 3:1 1:3
1 30 2.2 45 10.06 17 3.46 2 35 39 9.18 15.9 3.38 3 40 30.5 9.15 12.9 3.37 4 45 25 8.91 12 3.32 5 50 22 7.66 10.5 3.32 6 55 19 7.49 9 3.29 7 60 15 7.45 7.5 3.21
Hasil tersebut di atas dapat digambarkan dengan grafik seperti
ditunjukkan pada Gambar 10 berikut. Nampak bahwa grafik untuk kekentalan
minyak jarak terhadap temperatur menurun membentuk garis dengan persamaan
= 9967T-1.56 2.11
dengan koefisien diterminan (R2) = 0.99
Sedangkan kekentalan campuran minyak jarak dengan minyak tanah 1:1
menurun secara linier berdasarkan persamaan
= -0.088T+12,59 2.12
R2= 0.937
Untuk kekentalan campuran antara minyak jarak dengan minyak tanah
menjadi 1:3 berdasarkan persamaan
=-0.006T+3.639 2.13
dengan R2= 0.93, untuk kekentalan campuran minyak jarak : minyak
tanah 3:1 maka persamaan kekentalannya menjadi
= 958.4T-1.16 2.14
dengan R2=0.965
26
Gambar 10 Hubungan kekentalan & temperatur
Gambar 11 dan 12 menunjukkan kesetabilan campuran yang diamati
secara visual, dengan membiarkan campuran berada dalam keadaan diam selama
6 hari, dan tidak terjadi pemisahan campuran.
Gambar 11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008
Minyak tanah Minyak jarak
Campuran Minyak jarak : minyak tanah Minyak jarak
Campuran Minyak jarak : minyak tanah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
25 35 45 55 65 75
keke
ntal
an (μ
) c
p
temperatur (T) C
minyak jarak
campuran mj:mt 3:1
campuran mj:mt 1:1
campuran mj:mt 1:3
minyak tanah
27
Gambar 12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran,diambil pada tanggal 30 Oktober 2008
2.4.2 Waktu Pemanasan Awal
Pemanasan awal dimaksudkan untuk menaikan temperatur bahan bakar
yang digunakan agar kekentalannya dapat turun, setelah dinyalakan yang keluar
dari nosel menjadi uap bahan bakar. Berdasarkan persamaan 2.5, apabila
kekentalan turun, maka bilangan Reynold (Rej) naik, kenaikan bilangan Reynold
mengakibatkan fraksi massa bahan bakar (YF) naik (persamaan 2.4), sehingga
panjang lidah api turun (persamaan 2.3), kecepatan api menjadi tinggi.
Berdasarkan persamaan 2.8, dengan diameter (d) pipa 0.4 cm, panjang
157 cm, ketika temperatur pipa dipanaskan hingga mencapai (Tw) 280 oC,
dengan temperatur minyak masuk pipa diasumsikan konstan Tb1 = 30 oC, laju
aliran minyak = 0.06 x10-3 kg/detik, dan koefisien konveksi (h) didapat dari
persamaan
2.13
1,86 , 2.14
Didapat hasil temperatur minyak keluar pipa Tb2 menjadi 90 oC, Peningkatan
temperatur minyak akan menurunkan angka kekentalan minyak tersebut.
Gambar 13 menunjukkan saat pembakaran menggunakan alkohol sebagai
pemanasan awal.Waktu pemanasan awal campuran minyak jarak dengan minyak
tanah 3:1 adalah 190 detik, lebih lama dibandingkan waktu pemanasan
campuran yang lainnya, semakin banyak kandungan minyak jarak dalam
Minyak tanah Minyak jarakCampuran Minyak jarak : minyak tanah
28
campuran semakin lama waktu pemanasan awalnya, hal ini dikarenakan untuk
mencapai kekentalan yang mendekati kekentalan minyak tanah, campuran yang
mengandung minyak jarak lebih banyak, membutuhkan temperatur lebih tinggi.
Waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk campuran 1:1 adalah 85 detik, lama
waktu pemanasan untuk berbagai variasi campuran ditunjukkan oleh Gambar
14.
Gambar 13 Pemanasan awal
Gambar 14 Waktu pemanasan awal
020406080
100120140160180200
Campuran 1:1 Campuran 3:2 Campuran 3:1
waktu (d
etik)
Variasi Campuran minyak jarak : minyak tanah
29
2.4.3 Waktu Untuk Mencapai Api Biru
Apabila bahan bakar telah mencapai temperatur uapnya, warna nyala api
akan berubah dari merah menjadi kebiruan (stabil) seperti ditunjukkan pada
Gambar 15, sedangkan Gambar 16 menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan
oleh minyak tanah jauh lebih cepat dibandingkan dengan campuran minyak
jarak dengan minyak tanah. Hal ini disebabkan oleh karena minyak tanah
memiliki nilai kekentalan yang rendah. Semakin tinggi nilai kekentalannya
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai api biru.
Gambar 15 Api biru
Gambar 16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru
0
50
100
150
200
250
300
350
Minyak tanah
Campuran 1:1
Campuran 3:2
Campuran 3:1
Waktu (d
etik)
Jenis Minyak
30
2.4.4 Konsumsi Bahan Bakar dan Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan Air 1 liter
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan berbagai variasi
campuran dan digunakan memasak air sebanyak 1 liter, distribusi waktu dan
temperaturnya seperti terlihat pada Tabel 5, 6, 7 dan 8 untuk campuran minyak
jarak dan minyak tanah. Waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur 99 oC dari temperatur awal 27 oC, menggunakan minyak tanah selama 5 menit 1
detik, sedangkan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah
dengan perbandingan 1:1 dibutuhkan waktu 7 menit 3 detik, atau 2 menit lebih
lama daripada menggunakan minyak tanah.
Tabel 5 Percobaan dengan menggunakan minyak tanah
Percobaan
Suhu air awal
Suhu air akhir
Waktu Jml bh bk ml
Nilai kalor
1 27 99 99 99 99
301 detik 19.24 41 MJ/l 2 27 303 detik 19.46
3 27 302 detik 19.36 4 27 300 detik 19.17 Rata-rata 301 detik 19.41
Tabel 6 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1: 1)
Percobaan
Suhu air awal
Suhu air akhir
Waktu Jml bh bk ml
Nilai kalor
1 27 99 99 99 99
441 detik 13.23 36.075 MJ/l 2 27 439 detik 13.17
3 27 435 detik 13.05 4 27 436 detik 13.08 Rata-rata 438 detik 13.14
Tabel 7 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:2)
Percobaan
Suhu air awal
Suhu air akhir
Waktu Jml bahan bakar ml
Nilai kalor
1 27 99 99 99 99
519 detik 13.41 35.09 MJ/l 2 27 515 detik 13.30
3 27 517 detik 13.36 4 27 516 detik 13.33
Rata-rata 517 detik 13.35
31
Tabel 8 Percobaan minyak jarak : minyak tanah 3 : 1
Percobaan
Suhu air awal
Suhu air akhir
Waktu Jumlah bh bakar ml
Nilai kalor
1 27 99 545 detik 14.85 33.613 MJ/l 2 27 99 551 detik 14.85
3 27 99 551 detik 14.95 4 27 99 555 detik 14.87
Rata-rata 550 detik 14.88
Gambar 17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter
Kebutuhan energi untuk mencapai temperatur air dari 27 oC menjadi 99 oC sebanyak 1 liter dengan menggunakan minyak tanah ternyata lebih besar
yaitu 795.81 kJ, tetapi waktu yang lebih cepat, dibandingkan dengan
menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah, untuk perbandingan
campuran 1:1, kebutuhan energinya 474.03 kJ, perbandingan 3:2 sebesar 468.45
kJ dan untuk perbandingan 3:1 sebesar 500.16 kJ. Kebutuhan energi yang besar
dengan mengunakan minyak tanah dikarenakan, menggunakan kompor tekan
yang telah dimodifikasi menggunakan pipa spiral yang dipanaskan,
menyebabkan kekentalan minyak tanah yang semakin turun, sehingga laju aliran
minyak tanah menjadi lebih banyak.
0
100
200
300
400
500
600
Minyak tanah
Campuran 1:1
Campuran 3:2
Campuran 3:1
Waktu untuk
men
didihkan
air
1liter (d
etik)
Jenis minyak
m
p
m
y
p
t
t
p
t
a
p
2
Gambar 1
Berd
minyak jara
pencampura
menggunaka
yang sama d
pengamatan
tanah pada p
terjadi mas
penyemprota
terputus-putu
adanya peng
periodik nos
2.5 KES
1. Kom
baka
baka
awal
8 Konsumsi
dasarkan data
ak dapat dig
an dengan
an pemanas
dibandingka
secara visu
perbandinga
alah, tetapi
an bahan b
us dan meny
ggumpalan k
sel perlu dibe
SIMPULAN
mpor yang d
r utama mi
rnya dimod
untuk menu
i minyak yan
a-data perco
gunakan untu
minyak
awal. Perlu
an menggun
ual, penggun
an 1:1, hingg
i pada men
bakar keluar
yebabkan ny
karbon. Pem
ersikan
N
dapat diguna
inyak jarak
difikasi, den
urunkan keke
ng diperluka
obaan terseb
uk bahan ba
tanah, sert
u waktu leb
akan minya
naan campur
ga 75 menit
nit ke 90
r nosel, dim
yala api tida
mecahan masa
akan untuk
adalah kom
ngan dibuat
entalan miny
an untuk men
ut di atas da
akar kompo
ta modifik
bih lama un
ak tanah. Sed
ran minyak j
pertama set
muncul s
mana penye
ak stabil, ha
alah tersebu
proses pem
mpor tekan
sepiral aga
yak.
ndidihkan air
apat diketah
or dengan m
kasi kompo
ntuk mendid
dangkan ber
jarak dengan
telah penyal
suatu masa
emprotan te
l ini disebab
ut adalah unt
manas denga
yang salura
ar terjadi pe
32
r 1 liter
hui bahwa
melakukan
or tekan
dihkan air
rdasarkan
n minyak
laan tidak
lah pada
erganggu,
bkan oleh
tuk secara
an bahan
an bahan
emanasan
33
2. Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air menggunakan minyak
tanah adalah 5 menit 1 detik, dengan laju konsumsi bahan bakar 0.064
ml/detik, tanpa pembersihan nosel; sedangkan menggunakan campuran
minyak jarak dengan minyak tanah 1:1, selama 7 menit 3 detik, dan laju
konsumsi bahan bakar 0.031 ml/detik, dengan pembersihan nosel setiap
75 menit sekali ; untuk perbandingan 3:1, waktu yang dibutuhkan untuk
mendidihkan air adalah 9 menit 10 detik, dengan laju aliran bahan bakar
0.027 ml/detik, dengan pembersihan nosel setiap 30 menit sekali.
BAB III
ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH
LAPISAN TIPIS
3.1 PENDAHULUAN
3.1.1 Latar Belakang
Bagi masyarakat Indonesia, beras menjadi komoditas yang sangat penting
tidak saja dilihat dari sisi produsen tetapi juga dari sisi konsumen. Sebelum menjadi
beras, padi (gabah) yang baru dipanen harus melalui beberapa proses pasca panen,
yaitu: perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan
pengemasan. Setiap proses pascapanen ini tentunya menggunakan alat atau mesin
baik yang masih mengandalkan tenaga manusia maupun yang telah menggunakan
rekayasa teknologi.
Pada umumnya hasil panen berbentuk gabah kering panen (GKP) dengan
kadar air antara 20% - 27% basis basah (bb). Apabila gabah masih mengandung
banyak kadar air terjadi respirasi aktif dan kandungan gizi akan terbawa keluar
yang menyebabkan kerusakan padi. Kadar air akan mempercepat berkembang
biaknya serangga berbahaya dan mikroorganisme, yang juga dapat menurunkan
mutu beras. Kadar air yang tinggi juga akan meningkatkan laju terbentuknya
kecambah, serta akan muncul jamur yang dapat menyebabkan racun. Oleh karena
itu sangat diperlukan pengurangan kadar air untuk mencegah terjadinya kerusakan
padi, hal tersebut yang menjadi dasar diperlukannya pengeringan gabah.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kualitas gabah, kadar
air yang disyaratkan adalah 14% bb agar gabah dapat disimpan selama 6 bulan,
demikian pula untuk keperluan proses penggilingan gabah menjadi beras, agar
menghasilkan mutu dan rendemen beras yang baik diperlukan gabah dalam keadaan
kering giling (GKG) dengan kadar air antara 13% - 15 % bb.
35
Pengeringan akan menyebabkan gradien kadar air didalam bahan, yang
menimbulkan tegangan tarik pada permukaan dan tegangan tekan pada bagian
dalam bahan. Apabila tegangan melampaui kekuatan bahan, maka bahan akan retak.
Pembentukan keretakan yang disebabkan oleh gradient kadar air (Sarker, Kunze,
Stouboulis. 1996) akan menjadi patah ketika gabah digiling, sehingga menurunkan
rendemen beras kepala.
Periode tempering memungkinkan difusi kadar air dari bagian dalam ke
permukaan bagian luar gabah, sehingga mengurangi gradient kadar air dan
meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama 1987).
3.1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh temperatur
dan waktu pengeringan dengan waktu tempering terhadap mutu beras yang ditandai
dengan rendemen beras kepala.
3.2 TINJAUAN PUSTAKA
3.2.1 Anatomi Gabah
Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman biji-
bijian yang berasal dari benua Asia. Padi merupakan bahan baku dari beras, dimana
beras merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi
fisiologis, psikologis, sosial, maupun antropologis.
Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi :
Regnum : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : poaceae Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa L.
Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi untuk menjadi beras,
karakteristik fisik gabah sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi
sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran gabah menjadi beras putih. Butiran
36
gabah, yang memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling (GKG), masih
memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan,
sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut
dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan
yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih.
Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan
pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan sesedikit
mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran
beras
3.2.2 Karakteristik Fisik Gabah
Setelah dilepaskan dari malai pada kegiatan perontokan, butiran padi
terlepas satu dengan lainnya dan disebut dengan gabah. Butiran-butiran gabah
memiliki bentuk oval memanjang, berwarna kuning kecoklatan dan memiliki
tekstur kasar, secara garis besar, bagian-bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3
bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan
glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan
luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron, sedangkan lapisan yang paling
dalam disebut endosperm, Gambar 19 menunjukkan struktur fisik butiran gabah.
Gambar 19 Struktur fisik butiran gabah.
37
Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam,tergantung
varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki
bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi jenis indica memiliki bentuk
butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis
indica. Berdasarkan sub-tipe gabah dapat diklasifikasikan berdasarkan perbandingan
panjang terhadap lebar beras pecah kulitnya. Ada tiga sub-tipe gabah dengan kriteria
tersebut, seprti di tunjukan dalam Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit (Ruiten.1981 dalam Thahir.R.1986)
Sub tipe Perbandingan panjang : lebar
1. Ramping
2. Gemuk
3. Bundar
>3.0
>2.0 <3.0
<2.0
Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 6-
7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein terdapat di
dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin
B2 terdapat dalam lapisan bekatul.
Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian
gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di
dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan % dari berat basah
(wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah
bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah, semakin banyak benda asing
atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian
gabah makin menurun.
Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang
dihasilkan, kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen
giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah
yang digiling, sedangkan beras sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala
38
dan beras patah besar. Disamping dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling
juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam
proses penggilingan.
Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Oleh
sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG).
Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang
lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen, yang
biasanya disebut gabah kering panen (GKP), biasanya memiliki kadar air antara 20-
27%.
Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti
butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah,
seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam,
tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya,
termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah
terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.
3.2.3 Karakteristik Fisik Beras
3.2.3.1 Beras Pecah Kulit
Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Pada
struktur butiran gabah beras PK terdiri dari endosperm, lapisan aleuron, testa, dan
pericarp atau secara ringkas berupa endosperm dan lapisan bekatul. Beras PK
sangat jarang langsung dikonsumsi karena rasanya yang kurang enak akibat masih
adanya lapisan bekatul. Dengan demikian beras PK pada umumnya diolah lebih
lanjut menjadi beras sosoh.
3.2.3.2 Beras Sosoh
Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah
terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap.
Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras PK serta memiliki warna
yang menarik.
39
Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran yaitu beras kepala, beras
patah, dan beras menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk
nasi. Menir memiliki bentuk yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi
karena ukurannya yang kecil.
3.2.3.3 Beras patah
Pada proses penggilingan, beras patah tidak dikehendaki. Yang dikehendaki
adalah sebanyak mungkin beras kepala. Beras kepala adalah beras baik sehat
maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian
dari panjang rata-rata butir beras utuh. Terjadinya beras patah, disamping
ditentukan oleh kinerja mesin penggiling, juga ditentukan oleh kualitas gabah
sebelum digiling baik pada proses panen yang belum cukup umur ataupun pada
proses pengeringan yang tidak baik . Dengan penanganan yang kurang tepat gabah
dapat menjadi mudah patah atau retak, bahkan telah patah sebelum digiling.
Berbagai literatur menyebutkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan
beras patah hasil pengilingan, yaitu gabah dipanen belum cukup masak, jenis padi,
serta metode pengeringan, akibat dari gradien kadar air selama pengeringan juga
dapat mengakibatkan keretakan.
Banazzi et al (1994) melakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas
beras dengan kondisi pengeringan yang menunjukkan bahwa kualitas beras turun
secara cepat dengan naiknya temperatur pengeringan yang disertai kenaikkan laju
pengeringan, sehingga berakibat terjadinya thermal shock (kejutan termal) pada
butiran.
Ekstrom et al. (1996) yang melakukan pengujian pada biji jagung,
menunjukkan bahwa tegangan retak tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan
temperatur didalam butiran, tetapi juga oleh karena tegangan gradien kadar air atau
gabungan tegangan kadar air dan tegangan termal.
Arora et al. (1973) melakukan penelitian tentang pengaruh temperatur udara
pengering terhadap sifat termal dan mekanis gabah selama pengeringan tipe bak
dengan udara panas. Hasilnya, apabila perbedaan temperatur antara udara pengering
40
dengan bahan lebih dari 43 oC, akan berakibat retak pada bahan, dan menyarankan
akan lebih baik apabila pengeringan dilakukan dengan temperatur udara pengering
di bawah temperatur transisi (53 oC), sehingga tahanan termal butiran terhadap
perbedaan temperatur dapat diminimalkan. Hal ini dikarenakan pada temperatur dan
kadar air di bawah garis transisi gelas, bahan dalam keadaan glassy, yang
mempunyai sifat, koefisien ekspansi rendah, volume spesifik dan difusivitas juga
rendah.
Ketika temperatur bahan telah melewati garis transisi gelas, keadaan bahan
berubah dari glassy menjadi rubbery. Sifat bahan di atas garis transisi gelas, di
daerah rubbery adalah koefisien ekspansi yang tinggi, demikian pula volume
spesifik dan difusivitasnya juga tinggi (Cnossen.A.G., Siebenmorgen.T.J 2000).
Laju pengeringan juga menjadi faktor penyebab keretakan (Kunze,O.R.,
1991), pengeringan yang cepat sangat merusak kualitas beras (Ban.T, 1971), karena
adanya gradien kadar air dalam butiran. Nagato et al (dalam Kunze.,1991) dalam
penelitiannya mengamati bahwa terbentuknya keretakan gabah dalam pengeringan
adalah konsekuensi dari terjadinya penyusutan yang tidak sama dalam edosperm
akibat dehidrasi yang tidak merata pada biji.
Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat
dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara.
Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam
jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah berkerut dan
berkembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan
serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.
Sarker, Kunze dan Strouboulis (1996) menyatakan bahwa formasi keretakan
disebabkan oleh karena gradien kadar air selama pengeringan, keretakan gabah
akan mengakibatkan patah selama penggilingan, dan penurunan rendemen beras
kepala.
41
3.2.4 Sifat Termofisik Bahan Bahan pertanian umumnya merupakan bahan yang mudah rusak (perisable
food) sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang lebih baik untuk dapat
memperpanjang masa simpan bahan.
Proses pengolahan pascapanen untuk memperpanjang masa simpan bahan
pertanian dengan cara pengeringan, umumnya berkaitan dengan masalah
perpindahan panas. Untuk menganalisis masalah-masalah pindah panas, diperlukan
pengetahuan tentang sifat termofisik bahan tersebut.
Adapun sifat termofisik bahan yang diperlukan dalam analisis proses
perpindahan panas dalam menguapkan air bahan bahan, antara lain :
a. Konduktivitas panas
b. Massa jenis
c. Kadar air
d. Kadar air keseimbangan
e. Difusivitas panas.
f. Panas jenis
Nilai besaran sifat-sifat termofisik bahan bahan dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti komposisi kimia dan jenis bahan. Dengan diketahuinya nilai sifat
termofisik bahan, laju perubahan suhu bahan, sehingga dapat ditentukan waktu
optimum yang dibutuhkan dalam sistem pengeringan bahan.
3.2.4.1Kadar Air Keseimbangan (Me)
Dalam proses pengeringan mempelajari kadar air keseimbangan penting,
karena kadar air keseimbangan merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai
saat pengeringan suatu bahan.Kadar air suatu bahan padat basah yang berada dalam
keseimbangan dengan udara pada temperatur dan kelembaban tertentu disebut
sebagai kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content).
Kadar air kesimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik, yang besarnya
dipengaruhi oleh jenis bahan, cara pengolahan, dan suhu serta kelembaban.
42
Suatu teraan kadar air keseimbangan pada suhu tertentu terhadap kelembaban
disebut sebagai isotermis sorpsi.
Isotermis yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang
kelembabannya meningkat dikenal dengan isotermis adsorpsi. Sedangkan, isotermis
yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya
menurun dikenal dengan isotermis desorpsi. Dalam hal ini, jelas bahwa isotermis
desorpsi merupakan perhatian utama pada proses pengeringan, karena kadar air
padatan menurun secara progresif. Bentuk umum sorpsi isotermis tipikal
ditunjukkan seperti pada Gambar 20.
Gambar 20 Sorpsi Isotermis tipikal
Bentuk kurva isotermis sorpsi tersebut terbagi dalam 3 wilayah secara tegas,
A, B dan C, yang merupakan pertanda mekanisme pengikatan air yang berada pada
tempat-tempat terpisah pada matrik padatan. Pada wilayah A, air terikat kuat pada
tempat tersebut dan tidak dapat digunakan untuk reaksi.
Kad
ar A
ir
0 20 40 60 80
Kelembaban nisbi (%)
B A
C
Desorpsi
Adsorpsi
43
Pada tempat ini, terutama terdapat adsorpsi lapis tunggal uap air dan tidak
tampak perbedaan tegas antara isotermis adsorpsi dan desorpsi. Pada wilayah B, air
terikat lebih longgar. Penurunan tekanan uap air hingga di bawah tekanan
keseimbangan uap air pada suhu yang sama adalah karena air tersebut terkurung
dalam kapiler yang lebih kecil.
Air dalam wilayah C bahkan terikat lebih longgor dalam kapiler yang lebih
besar. Air ini dapat digunakan untuk reaksi dan sebagai pelarut.
Pada proses penguapan air dari suatu bahan tipis yang dikeringkan dengan
aliran udara panas , dimana besarnya nilai kadar air keseimbangan dapat ditentukan
berdasarkan model persamaan pengeringan lapis tipis dari Henderson dan Perry
(1976).
)exp( tkMeMoMeM
−=−− α 3.1
3.2.4.2 Konstanta Pengeringan
Konstanta pengeringan (k) adalah merupakan fungsi dari difusivitas massa
dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam pemecahan persamaan
difusi. Beberapa peneliti menemukan konstanta pengeringan dipengaruhi oleh suhu,
aliran udara, kelembaban dan ukuran partikel yang dikeringkan.
4 3.2
Disamping itu juga dilaporkan bahwa adanya hasil penelitian yang
bertentangan mengenai ada tidaknya pengaruh RH dan kecepatan udara pengering
terhadap konstanta pengeringan. Tetapi sebagian besar peneliti menganggap bahwa
konstanta pengeringan tidak dipengaruhi oleh kadar air (Chang dan Chung, 1983 di
dalam Thahir, 1986).
Pada umumnya banyak peneliti melaporkan bahwa difusivitas massa
dipengaruhi oleh suhu mengikuti persamaan Arrhenius (Henderson dan Pabis, 1961
di dalam Brooker et al, 1974), yang dirumuskan sebagai berikut :
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧=
TCExpCDv
21 3.3
44
3.2.5 Proses Pengeringan
Pengeringan adalah suatu proses pengurangan kadar air bahan dengan cara
penguapan hingga mencapai kadar air yang diinginkan, untuk bahan pertanian
pengeringan dimaksudkan untuk memperlambat proses kerusakan bahan, dengan
cara mengeluarkan kadar air bahan hingga kadar air tertentu dimana jamur, enzim
dan serangga yang bersifat merusak bahan menjadi tidak aktif (Henderson dan
Perry 1976). Di dalam proses pengeringan terjadi perpindahan panas dari udara
pengering ke bahan dan perpindahan massa (uap) dari bahan secara simultan (Hall
1979). Dalam sistem pengeringan bahan, proses pelepasan air melalui pemberian
panas harus dapat berdifusi ke dalam padatan dengan cara konduksi. Uap air harus
bergerak ke permukaan bahan sebelum dipindahkan keluar oleh udara sebagai
media pengeringan. Analisa dalam sistem pengeringan ini mencakup mekanisme
perpindahan didalam bahan yaitu difusi panas dan massa (Brooker, et al. 1974).
Menurut Brooker et al (1974), proses pengeringan dapat dianggap sebagai
proses adiabatik, sehingga dalam proses penguapan air yang dikandung gabah
hanya diambilkan dari panas udara pengering saja, tanpa diperhitungkan
perpindahan panas konduksi ataupun radiasi dari lingkungannya.
Proses yang terjadi dalam pengeringan adalah proses perpindahan panas dari
udara panas untuk menguapkan air, adapun air yang diuapkan adalah air bebas dan
air terikat. Air bebas yang berada dalam permukaan bahan yang pertama mengalami
penguapan dengan laju penguapan sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada
permukaan bahan dengan tekanan uap udara pengering.
Apabila konsentrasi air pada permukaan cukup besar, maka akan terjadi laju
penguapan yang konstan, dimana dalam periode tersebut penguapan hanya
ditentukan oleh kondisi perpindahan panas dan perpindahan masa yang berada
dipermukaan luar bahan yang dikeringkan. Pada periode tersebut dikenal dengan
periode laju pengeringan konstan, untuk bahan biji-bijian seperti gabah,air terikat
mempunyai porsi yang lebih besar daripada air bebasnya, sehingga pada periode ini
terjadi sangat singkat, sehingga dapat diabaikan (Henderson dan Perry 1976).
45
Ketika air pada permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air yang terikat
dan uap dari bagian dalam bahan ke permukaan secara difusi (Steffe dan Singh.
1979, Aldis dan Foster 1980). Migrasi air dan uap tersebut terjadi disebabkan oleh
adanya perbedaan konsentrasi atau tekanan uap antara bagian dalam dan bagian luar
bahan.
Laju penguapan pada periode ini sebanding dengan perbedaan tekanan uap
antara bagian permukaan bahan dengan bagian dalam bahan. Karena terjadi
penguapan tekanan uap di dalam bahan semakin turun, sehingga perbedaan tekanan
uap juga turun, laju penguapan turun. Periode tersebut dikenal dengan periode laju
pengeringan menurun.
3.3 BAHAN DAN METODE
3.3.1 Bahan Varietas gabah yang digunakan adalah Ciherang , termasuk gabah langsing
(BBKP-JT 2005 ), perbandingan panjang dengan lebar > 3.0, yang dipanen pada
tanggal 23 Juli dan 24 Juli 2007, dan pengeringan dilakukan 3 jam setelah panen.
Bersamaan dengan proses pengeringan dilakukan pengujian kadar air dengan
menggunakan oven konveksi kurang lebih 10 gram gabah sebanyak 10 sampel
dengan temperatur 105 selama 24 jam (Seo,1995), kadar air awal bahan seperti
ditunjukan pada tabel 15.
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering yang dibuat dengan
ukuran rak 55 cm x 55 cm, untuk bahan sebanyak 800 gram (Gambar 20), sehingga
terjadi ketebalan tumpukan 2 hingga 3 butir gabah, yang dapat dikategorikan
sebagai lapisan tipis (ASAE, 2001).
3.3.2 Alat
Percobaan menggunakan alat pengering statis yang dirancang menggunakan
bahan bakar pemanas biomassa, seperti ditunjukan pada Gambar 21, alat ukur yang
d
h
3
d
d
d
digunakan,
higrometer.
3.3.3 Anal
Data
dilanjutkan
dengan taraf
dan Minitab
A/D
T1 ,
Micro
Saluran umasuk
Plat Pema
oven konve
lisis Data
a hasil peng
dengan uji
f nyata 5%.
versi 14.0
G
T4 , RH4
T3 , RH3
, RH1
ocontroler
T2 , RH2
udara
anas
eksi, Kett m
gamatan dia
Duncan's M
. Analisis di
Gambar 21 S
moisture met
analisis deng
Multiple Rang
ilakukan me
Skematik Al
Rak 1
Rak 2
X
ter, stop wa
gan menggu
ge Test untu
enggunakan
lat pengering
100
50
660
atch, thermo
unakan pros
uk variable:
program SA
g
660
100
46
ocouple unit
sedur Anova
Y1 dan Y2
AS versi 8.0
1000
Ukura
6
t,
a
2
0
an dalam mm
47
3.3.4 Prosedur percobaan Temperatur udara pengering yang digunakan adalah 50 oC, RH 26 % dengan
Kadar air kesetimbangan (Me) 6.69% (basis kering) dan 60 oC, RH 17% dengan Me
4.6%, Udara panas didapat dari pemanasan plat pemanas dengan menggunakan
bahan bakar biomas, oleh karena kontrol temperatur dilakukan secara manual
akurasi temperaturnya 2oC, Ketika ruang pengering mencapai temperatur
ekuilibrium, rak dengan bahan percobaan dimasukkan, lama pengeringan tahap
pertama adalah 30 menit, dan 20 menit sehingga didapat pengurangan kadar air
antara 4 hingga 8%.
Setelah pengeringan tahap pertama selesai dilanjutkan dengan tempering
pada temperatur lingkungan dan dengan variasi waktu tempering. Selesai proses
tempering bahan percobaan dimasukkan ke ruang pengering lagi untuk selanjutnya
dilakukan proses pengeringan tahap kedua, pada pengeringan tahap ke dua
pengurangan kadar air yang terjadi antar 2 hingga 5%, hingga kadar air mencapai
antara 14 hingga 15% bb, setelah pengeringan tahap ke dua bahan percobaan
kembali mengalami proses tempering dengan temperatur lingkungan , variasi waktu
tempering yang digunakan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh
Siebenmorgen and Schluterman (2005).
Seratus gram gabah diambil dari setiap percobaan untuk mengetahui
mutunya dengan menentukan prosentasi rendemen beras kepala, dengan cara
manual, dikupas kulitnya sehingga menghasilkan beras pecah kulit, kemudian
dipisahkan antara beras kepala dan beras patah, hasilnya ditimbang untuk
menentukan rendemen beras kepala, dimana rendemen beras kepala dihitung
berdasarkan prosentase masa beras kepala dari berat beras sampel (beras pecah
kulit).
Selain dengan cara manual juga digunakan paddy husker untuk
mendapatkan beras pecah kulit untuk kemudian dengan cara yang sama didapat
rendemen beras kepala. Proses penelitian dilakukan dua kali ulangan untuk setiap
perlakuan temperatur, dengan variasi waktu pengeringan dan waktu tempering,
dengan demikian diperoleh 16 data pengukuran.
48
3.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.4.1 Temperatur dan waktu pengeringan
Nilai konstanta pengeringan k berbanding lurus dengan temperatur udara
pengering, sehingga semakin tinggi temperatur udara pengering semakin besar nilai
k, yang mengakibatkan pengeringan lebih cepat. Dengan demikian untuk
temperatur udara yang tinggi membutuhkan waktu yang singkat untuk pengurangan
kadar air yang sama, seperti ditunjukan pada Tabel 11 berikut :
Tabel 10 Data gabah yang digunakan dalam percobaan
Tabel 11 Data hasil pengeringan gabah Ciherang
T udara pengering (oC)
RH (%)
Lama pengeringan I (menit)
Lama tempering I (menit)
Kadar air (%) setelah pengeringan I
Lama pengeringan II (menit)
Lama tempering II (menit)
Kadar air (%) setelah pengeringan II
Rendemen beras kepala (RBK) (%)
50 26 30 60 18.41 35 60 14.66 64.6 30 60 18.14 30 60 14.69 65.2 20 60 18.74 30 60 15.42 68.11 20 60 18.63 30 60 15.22 67.21 60 17 20 60 18.02 20 80 14.82 64.77 20 60 17.99 20 80 14.39 64.64 30 60 17.63 20 80 14.63 50.33 30 60 16.52 20 80 13.53 32.58 50 27 30 10 18.22 35 60 13.97 62.6 30 10 18.24 30 60 14.44 63.3 20 10 18.82 20 60 15.22 64.82 20 10 18.64 30 60 14.94 64.51 60 16 20 10 18.10 20 80 14.5 62.5 20 10 18.02 30 80 14.22 62.2 30 10 16.62 20 80 13.37 49.57 30 10 15.52 20 80 12.23 32.37
Varietas gabah Tgl Panen Kadar air (KA) awal Standar deviasi KA
Ciherang 23 Juli 2007 22.92 % bb ± 0.5
Ciherang 24 Juli 2007 23.12 % bb ± 0.4
49
Tabel 12 Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air yang
dicapai dengan kadar air awal 22.92%.
Suhu oC Waktu Pengeringan C (20 menit) D (30 menit)
50 (A) 18.69a 18.30a
60 (B) 18.04a 16.57b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata.
Hasil analisis varian menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P≤0.05) antara
perlakuan suhu, waktu pengeringan dan interaksinya. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan 5% menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan suhu dan
waktu pengeringan, tetapi pada interaksi menunjukkan bahwa perlakuan AC, AD,
dan BD tidak berbeda nyata (P≤0.05), sedangkan perlakuan AC, AD, dan BC
berbeda nyata lebih kecil (P≤0.05) dari perlakuan BD (tabel 12).
Tabel 13 Pengaruh waktu tempering terhadap Rendemen Beras Kepala(RBK)
Waktu tempering
(menit)
RBK ketika kadar air pengeringan pertama > 18%
Mean
RBK ketika kadar air pengeringan pertama <18%
Mean 60 65.76 % a 41.46 % a
10 63.32 % b 40.97 % a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, pada kolom yang sama tidak berbeda nyata.
50
Berdasarkan data Tabel 13, nampak bahwa waktu tempering berpengaruh
signifikan terhadap rendemen beras kepala, apabila kadar air pada pengeringan
pertama mencapai lebih besar dari 18%, waktu tempering menunjukkan perbedaan
nyata (a dan b) terhadap rendemen beras kepala, yang berarti waktu tempering
mempengaruhi rendemen beras kepala, sedangkan ketika kadar air pada
pengeringan pertama telah di bawah 18%, maka waktu tempering menunjukkan
tidak berbeda nyata , dengan demikian waktu tempering menjadi tidak berpengaruh
terhadap rendemen beras kepala.
Hasil terbaik berdasarkan analisis tersebut adalah ketika pengeringan
menggunakan temperatur udara pengering 50 °C dengan waktu pengeringan
pertama 20 menit dan waktu tempering 60 menit, waktu pengeringan kedua 30
menit dengan rendemen beras kepala rata-rata 68.11%. Tetapi pada kondisi tersebut
dengan total pengeringan 50 menit, kadar air akhir gabah 15.32% bb.
Gambar 22 menunjukkan data rendemen beras kepala dari gabah varietas
Ciherang hasil panen pada tanggal 23 Juli dengan kadar air awal rata-rata 22.92%
bb yang diplot dengan variasi lama pengeringan dan tempering, temperatur udara
pengering 50 oC, RH 26%, ketika kadar air setelah pengeringan pertama 18.41% bb,
dengan lama pengeringan pertama 30 menit dan lama tempering 60 menit, dan
kadar air setelah pengeringan ke dua sebesar 14.66%, lama pengeringan kedua 35
menit dengan total waktu pengeringan 65 menit, nilai rendemen beras kepala 63.6
%.
51
Gambar 22 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 22.92% basis basah dengan
suhu udara pengering 50 o C.
Penurunan kadar air saat pengeringan pertama sangat mempengaruhi
besarnya nilai prosentase rendemen beras kepala, dimana kadar air setelah
pengeringan pertama di atas 18% menunjukkan secara rata-rata kondisi bahan
masih dalam keadaan rubbery (Siebenmorgen and Schluterman, 2005) sehingga
masih dalam batas aman dari kerusakan bahan, hal ini menunjukkan bahwa kadar
air setelah pengeringan pertama di atas 18%, tidak berpengaruh banyak terhadap
keretakan bahan, sehingga mempunyai nilai rendemen beras kepala di atas 60%.
Sedangkan pada Gambar 23 ditunjukan hasil percobaan dengan
menggunakan temperatur udara 60 oC, RH 17%, pada saat lama pengeringan
pertama 20 menit, didapat nilai kadar air bahan sebesar 18.02% bb, sedangkan
setelah pengeringan ke dua kadar airnya adalah 14.82% dengan total waktu
pengeringan 40 menit dan total waktu tempering 140 menit, besarnya rendemen
beras kepala 62.77%, tetapi ketika lama pengeringan 30 menit, dan kadar air
setelah pengeringan pertama 17.63%, nilai rendemen beras kepala nya turun
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
10
20
30
40
50
60
70
Percobaan I Percobaan II Percobaan III
(%)
Meint
Lama pengeringan I (menit) Lama tempering I (menit)Lama pengeringan II (menit) Lama tempering II (menit)Kadar air (%) setelah pengeringan I Kadar air (%) setelah pengeringan IIRendemen beras kepala (%)
52
menjadi 50.33%, bahkan ketika kadar air setelah pengeringan pertama mencapai
16.52%, nilai rendemen beras kepala turun drastis menjadi hanya 32.58%.
Gambar 23 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 23.5% basis basah. Dengan
suhu udara pengering 60 oC
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, berdasarkan percobaan pada
saat akhir pengeringan pertama kadar air bahan telah mencapai di bawah 18%,
dengan temperatur udara pengering 60 oC dalam waktu 30 menit, kemungkinan
terjadinya penyusutan yang tidak sama didalam endosperm, akibat dehidrasi yang
tidak merata pada biji, atau besar kemungkinan terjadinya perbedaan kadar air pada
permukaan bahan dan kadar air di dalam inti bahan.
Keadaan tersebut di atas menimbulkan stress pada bahan, hal ini akan
meningkatkan kerusakan bahan, oleh karena perbedaan kadar air dipermukaan
bahan dan pada pusat bahan yang tinggi. Penurunan kadar air hingga di bawah 18%
akan menyebabkan banyaknya keretakan pada bahan yang berakibat penurunan
nilai rendemen beras kepala dan lama tempering akan menjadi tidak berpengaruh
0
10
20
30
40
50
60
70
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Percobaan I Percobaan II Percobaan III
(%)
Men
it
Lama pengeringan I (menit) Lama tempering I (menit)Lama pengeringan II (menit) Lama tempering II (menit)Kadar air (%) setelah pengeringan I Kadar air (%) setelah pengeringan IIRendemen beras kepala (%)
53
terhadap penurunan rendemen beras kepala. Semakin besar penurunan kadar air saat
pengeringan pertama, akan semakin besar penurunan rendemen beras kepala nya.
Berdasarkan analisis menunjukkan pilihan yang terbaik adalah skenario
pengeringan dengan temperatur udara 50 oC, waktu pengeringan pertama 20 menit,
waktu tempering pertama 60 menit, waktu pengeringan kedua 30 menit dan waktu
tempering kedua 30 menit, tetapi kadar air akhirnya hanya mencapai 15.82%.
Sedangkan berdasarkan skenario dengan temperatur udara 60 oC, waktu
pengeringan pertama 20 menit, waktu tempering 60 menit, kemudian waktu
pengeringan kedua 20 menit dan dilanjutkan tempering 80 menit, dengan kadar air
akhir 14.1% bb serta rendemen beras kepala rata-rata 63.21%. Berdasarkan data
tersebut, maka direkomendasikan pengeringan menggunakan skenario pengeringan
dengan temperatur udara 60 oC, dengan waktu pengeringan pertama 20 menit,
tempering 60 menit, kemudian waktu pengeringan kedua 20 menit dan tempering
80 menit. Hal ini dikarenakan, kadar air yang dapat dicapai adalah 14.1%
memenuhi kadar air yang disyaratkan.
3.5 KESIMPULAN
1. Terdapat batasan pengurangan kadar air saat periode pengeringan pertama,
yang dapat mempengaruhi rendemen beras kepala. Pengurangan kadar air
tersebut dipengaruhi oleh waktu pengeringan, dan temperatur udara
pengering. Untuk penggunaan udara pengering bertemperatur tinggi dapat
dilakukan dengan waktu pengeringan yang lebih singkat, sehingga
pengurangan kadar air lebih rendah, hal ini dimaksudkan agar dapat
mengurangi tingkat stress bahan, sehingga penurunan rendemen beras
kepala dapat dihindari. Batasan penurunan kadar air saat periode
pengeringan pertama agar tidak menggurang nilai rendemen beras kepala
adalah kadar air mencapai > 18% bb.
54
2. Waktu tempering, sangat berpengaruh terhadap rendemen beras kepala, pada
saat pengeringan pertama ketika kadar airnya mencapai di atas 18% bb.
3. Skenario temperatur udara pengering 60 °C, waktu pengeringan 20 menit
dan waktu tempering 60 menit. Perbandingan waktu pengeringan : waktu
tempering 1:3 hingga 1:4, menunjukkan rendemen beras kepala yang
terbesar yaitu rata-rata 64.69%, dengan hasil kadar air akhir 14.1 % bb.
BAB IV DISAIN DAN SIMULASI PENGERING GABAH TIPE
RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK
4.1 PENDAHULUAN
4.1.1 Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang penting di Indonesia,
karena buah atau biji padi yang dikenal dengan beras adalah bahan pangan pokok
masyarakat Indonesia. Pola konsumsi beras secara perlahan tetapi pasti mengalami
peningkatan sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan, pendidikan dan
mudahnya akses informasi, peningkatan kebutuhan beras di dalam negeri mencapai
1.6% per tahun (Mulyo Sidik 2006). Adapun produksi gabah tahun 2008 diprediksi
sebesar 59.877 juta ton gabah kering panen (GKP) (BPS 2008) setara dengan 37.63
juta ton beras
Salah satu aspek penting dalam pengembangan sistem agribisnis padi adalah
penanganan pasca panen, hal tersebut terkait dengan massalah kehilangan hasil
yang terjadi pada kegiatan panen, pasca panen baik berupa kehilangan bobot
(kuantitatif) maupun berupa penurunan mutu dan kerusakan fisik (kualitatif) yang
cukup tinggi. Kehilangan hasil pada proses pengeringan secara dijemur di Indonesia
antara 2.3 hingga 2.6% (Komuro 1995) dan berdasarkan Badan Pusat Statistik
(BPS) 2006, kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan
penanganan pasca panen mencapai 20%, dimana kehilangan saat pemanenan 9.5%,
perontokan 4.8%, pengeringan 2.1%, penggilingan 2.2%, penyimpanan 1.6%, dan
pengangkutan 0.2%. Angka ini jika dikonversikan terhadap produksi padi nasional
pada tahun 2008 yang mencapai 59.877 juta ton setara lebih dari Rp 20 triliun, dan
terdapat 1.47 juta ton gabah hilang karena penjemuran atau setara dengan Rp 3.53
triliun, dengan harga gabah Rp 2400,-/kg.
Untuk mengatasi kehilangan pada proses pengeringan tersebut serta dalam
rangka menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, dimana mendung
ataupun hujan yang tidak menentu mengakibatkan pengeringan dengan dijemur
56
sering tidak dapat dilakukan, bahkan penelitian Afif (1988) menunjukkan bahwa
pengeringan pada bulan Desember-April di daerah Jatiluhur tingkat
keberhasilannya hanya 17%, oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan
pengeringan diperlukan pengering mekanis.
Pengeringan mekanis komersial yang menggunakan udara panas dari
pembakaran bahan bakar dengan memanfaatkan alat penukar panas, pada umumnya
menggunakan tipe fixed batch dryer (box dryer, inclined bed dryer, flat bed),
Continous- flow dan recirculating batch. Penggunaan tipe fixed batch mempunyai
keunggulan sederhana, murah dan mudah, tetapi mempunyai kelemahan gradien
kadar air antara bagian bawah dan atas dapat mencapai 3-4% (IRRI 2003), serta
apabila menggunakan udara pengering bertemperatur tinggi mungkin terjadi over
drying dibagian bawah.
Untuk tipe resirkulasi yang juga dikenal dengan intermittent drying atau
pengeringan bertahap secara umum terdapat dua bagian yaitu bagian tempering dan
bagian pengeringan (Gambar 24), bahan bersirkulasi melalui bagian-bagian tersebut
sehingga proses pengeringan dan tempering terjadi bergantian, umumnya
menggunakan bucket conveyor untuk meresirkulasikan bahan yang dikeringkan.
Gambar 24 Skema sistem pengering resirkulasi
Aliran bahan Aliran udara panas
Ruang Tempering
Ruang pengering
Produk
Blower Aliran Bahan
57
Proses resirkulasi dimaksudkan juga untuk mencegah terjadinya over-drying
seperti pada proses pengering lainnya, dimana setelah proses pengeringan bahan
dinaikkan lagi ke ruang tempering untuk menyamakan kondisi kadar airnya dan
turun ke bagian pengeringan, bersirkulasi hingga kadar air tercapai sesuai yang
dikehendaki, serta dalam sistem pengeringan tersebut dapat menggunakan udara
pengering bertemperatur tinggi, sehingga menaikkan laju pengeringan, dan
mempercepat proses pengeringan tanpa menurunkan kualitasnya. Pengering
resirkulasi tidak memerlukan lahan yang luas, dapat diletakkan di gudang, serta
memungkinkan beroperasi secara otomatis.
Metode simulasi digunakan dengan membuat konstruksi model matematika
untuk menduga karakteristik pengeringan dengan menggunakan komputer dan
program Visual Basic. Sedangkan untuk menguji kehandalan model simulasi, maka
hasil simulasi perlu divalidasi sengan percoabaan langsung. Penggunaan metode
simulasi akan dapat menghemat waktu dan biaya pembuatan serta percobaan alat
sesungguhnya.
4.1.2 Tujuan
Tujuan khusus penelitian ini adalah membuat simulasi dan menguji kinerja
pengering tipe resirkulasi dengan menggunakan konveyor pneumatik dan pemanas
berbahan bakar campuran minyak tanah dan minyak jarak.
4.2 TINJAUAN PUSTAKA
4.2.1 Metode Pengeringan
Metode pengeringan pada prinsipnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengeringan secara alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami adalah
pengeringan yang menggunakan energi matahari sebagai sumber panasnya, dimana
bahan yang dikeringkan dihamparkan ditempat terbuka sehingga mendapatkan
panas dari matahari, adapun pengeringan buatan menggunakan ruang pengering
58
yang dirancang khusus untuk bahan yang akan dikeringkan, serta sumber panasnya
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan.
Dalam sistem pengeringan buatan terdapat beberapa komponen yang
berfungsi untuk mengeringkan bahan hingga kadar air tertentu, adapun komponen-
komponen tersebut adalah, peralatan untuk mengalirkan udara, ruangan untuk
bahan yang dikeringkan dan sumber panas, pada pengering buatan sumber panas
dapat menggunakan berbagai sumber energi baik yang berbasis fosil maupun energi
terbarukan sebagai energi alternatif. Sehingga dengan metode ini parameter
pengering seperti temperatur ruang pengering, laju aliran udara pengering, waktu
pengeringan, dan sebagainya dapat dikendalikan dengan baik, serta tingkat
kebersihan bahan dapat dijamin.
Pengeringan mekanis komersial yang menggunakan udara panas dari
pembakaran bahan bakar dengan memanfaatkan alat penukar panas, pada umumnya
menggunakan tipe fixed batch dryer (box dryer, inclined bed dryer, flat bed),
Continous- flow dan Recirculating batch (Gambar 25).
Pengering tipe fixed bed batch biasanya berbentuk bak persegi panjang
dengan ruang plenum dibawah (flat bed dryer, box dryer, inclined bed dryer), jenis
yang paling umum digunakan adalah tipe bak datar (flat bed) hal ini dikarenakan,
biaya investasi murah, mudah dioperasikan, tanpa tenaga ahli, disainnya sangat
sederhana, dimana bahan diletakkan di atas plat berlubang, dan udara panas
ditiupkan dari bagian bawah. Untuk mengalirkan udara panas digunakan fan aliran
axial yang sederhana, dan sebagai pemanas udara digunakan kompor minyak tanah
ataupun tungku biomasa.
59
Gambar 25 Klasifikasi pengering (IRRI.2003)
Kapasitas pengering tipe fixed bed, bervariasi dari satu hingga sepuluh ton,
secara umum lantainya berbentuk datar dengan tinggi tumpukan umumnya 40
cm,menggunakan udara panas dengan temperatur antara 40 – 45oC, kecepatan
aliran udara 0.15-0.25 m/s serta memerlukan daya kipas antara 1.5–2.5 kW/ton
gabah
Penggunaan tipe fixed batch mempunyai keunggulan sederhana, murah dan
mudah, tetapi mempunyai kelemahan gradien kadar air antara bagian bawah dan
atas dapat mencapai 3-4% (IRRI.2003), berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk pengering tipe bak datar (flat bed) gradien kadar air yang
diperbolehkan adalah ± 1.5% , kelemahan lainnya adalah, ketika menggunakan
udara pengering bertemperatur tinggi mungkin terjadi over drying atau over heating
dibagian bawah.
Walaupun tidak terlalu umum digunakan terutama dinegara-negaraAsia
Tenggara pengering aliran kontinyu (Continuous Flow Dryer) sering dijumpai pada
penggilingan padi yang besar, karena dapat mengeringkan gabah dalam jumlah
besar. Pengering tipe aliran kontinyu, biasanya terdiri dari kolom pengering
campuran atau bukan campuran dengan sistem aliran udara yang berbeda-beda
terhadap aliran bahan yang dikeringkan.
Fixed bed batch dryer Re‐circulating batch dryer Continous flow dryer
Aliran Udara
Aliran Bahan
60
Jenis aliran udara tersebut adalah, pengering aliran menyilang yang
merupakan jenis paling sederhana, dimana bahan mengalir kebawah diantara pelat
berlubang, sementara udara pengering mengalir horizontal melalui bahan. Ketika
aliran udara searah dengan aliran bahan yang dikeringkan, maka jenis aliran
tersebut dinamakan aliran searah, keuntungan jenis aliran ini adalah memungkinkan
udara yang bertemperatur tinggi kontak dengan bahan yang mempunyai kadar air
yang tinggi pula. Pengeringan terjadi cepat dibagian atas dan berkurang pada bagian
bawahnya.
Pengering aliran berlawanan, adalah ketika aliran udara pengering bergerak
ke atas dan aliran bahan bergerak turun, system ini sangat efisien, oleh karena udara
pengering secara terus menerus menyerap kadar air bahan pada saat keluar ruang
pengering. Adapun jenis aliran yang lain adalah aliran campuran yang dapat
menghasilkan kualitas paling baik, hal ini disebabkan adanya efek campuran yang
terus menerus, saluran udara masuk dan keluar dapat diletakkan pada pola yang
bergantian, sehingga aliran udara pada pengering dapat terjadi secara searah
ataupun berlawanan arah.
Pengering tipe resirkulasi (Recirculating batch) terdiri dari ruang pengering
yang ditengahnya terdapat ruang plenum, alat untuk transportasi bahan dari bawah
ke atas, dapat berupa bucket conveyor, screw conveyor ataupun konveyor
pneumatik, dan dibagian atas adalah ruang tempering,
Dalam menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, pengeringan
secara tradisional sering tidak dapat dilakukan, dikarenakan cuaca yang tidak
menentu, panen mungkin terjadi saat hujan ataupun berawan, dengan demikian
gabah tidak dapat dikeringkan dan akan menimbulkan kerusakan, seperti busuk,
berjamur, tumbuh kecambah, butir kuning, sehingga dalam kondisi demikian usaha
peningkatan bahansi gabah menjadi kurang berguna, oleh karena itu diperlukan alat
pengering mekanis.
Alat pengering mekanis digunakan selain dapat mempercepat proses
pengeringan juga dapat menggurangi bercampurnya debu ataupun kotoran lainnya
serta dapat lebih terkendali. Didalam pengering mekanis penggunaan udara
61
bertemperatur tinggi dapat dilakukan, semakin tinggi temperatur udara pengering,
akan menyerap kandungan air bahan lebih banyak, sehingga mempercepat
pengeringan dan hal ini mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap satuan
massa bahan lebih sedikit daripada untuk pengering dengan temperatur udara yang
lebih rendah.
Banaszek dan Siebenmorgan (1990) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa laju adsorpsi kadar air tergantung pada temperatur dan kelembaban relatif
udara pengering, selain kadar air awal bahan.
Penggunaan udara bertemperatur tinggi dalam pengeringan dapat
mengakibatkan terjadinya laju pengeringan yang terlalu cepat, dan mengakibatkan
stress didalam bahan, serta menciptakan perbedaan kadar air antara pusat dan
permukaan bahan, pada akhirnya mengakibatkan keretakan didalam bahan.
Keretakan didalam bahan yang terjadi setelah pengeringan akan menjadi beras
patah ketika digiling, banyaknya beras patah akan menentukan mutu beras, karena
mutu beras ditandai dengan prosentase jumlah beras kepala atau rendemen beras
kepala.
4.2.2 Persamaan pengeringan teoritis
Dalam sistem pengering, kandungan air dalam bahan yang akan dikeringkan
sangat menentukan proses pengeringan. Terjadinya perpindahan massa didalam
bahan saat pengeringan disebabkan oleh adanya perbedaan kadar air.
Hukum Fick II telah banyak digunakan oleh para peneliti dengan asumsi
yang digunakan adalah, perpidahan massa didalam bahan saat pengeringan
disebabkan oleh perbedaan kadar air didalam bahan dan udara pengering.
Model persamaan matematik yang digunakan untuk proses perpindahan air
dalam bahan, adalah :
DMt
M 2∇=∂∂ 4.1
62
Penyelesaian model persamaan 4.1, telah ditemukan oleh Crank (1956) di
dalam Young dan Whitaker (1971) dengan benda berbentuk plat tak terbatas,
silinder tak terbatas, bentuk bola dan silinder terbatas. Bentuk persamaan-
persamaan yang dihasilkan adalah seperti berikut :
a). Plat datar tak terbatas
])12(exp[)12(
18 2
022 tkn
nMeMoMeM
n
+−+
=−− ∑
∞
=π 4.2
b). Silinder tak terbatas
]/exp[1 222
022 πα
αtka
aMeMoMeM
n n
−=−− ∑
∞
=
4.3
c). Bola terbatas
]exp[16 2
122 tkn
nMeMoMeM
n−=
−− ∑
∞
=π 4.4
d). Silinder terbatas
[ ] x}/{exp48 222
0222 πα
απtka
aMeMoMeM
n n
−=−− ∑
∞
=
4.5
Persamaan di atas hanya valid untuk material bahan yang homogen. Young
dan Whitaker (1971) menyarankan bahwa asumsi tersebut tidak valid untuk
material bahan pertanian yang komposit (tidak seragam). Material bahan yang
komposit, mungkin akan berbeda kadar air keseimbangan dan difusivitas massanya.
Young dan Whitaker (1971) menyarankan penggunaan persamaan pindah
massa air dalam material bahan dalam bentuk perbedaan kadar uap air didalam
pori-pori bahan sebagai daya dorong perpindahan massa air.Henry menggambarkan
bahwa penyelesaian persamaan matematisnya akan melibatkan pindah panas dan
massa secara simultan. Beberapa peneliti telah menggunakan model dengan
melibatkan pindah panas dan massa secara simultan dengan metode pemecahan
63
numerik. Pada permasalahan ini perubahan temperatur dan kadar air dipengaruhi
oleh difusivitas massa sedangkan perubahan kadar air dipengaruhi oleh
konduktivitas panas.
Laju pindah panas dan massa dalam material bahan dinyatakan dalam
bilangan Lewis, yaitu perbandingan difusivitas panas dan difusivitas massa. Young
telah memodifikasi persamaan bilangan Lewis seperti persamaan berikut :
}{)1(
})1({τ
β
fgm hMCwCsdsfD
dsffkLe++−
−+= 4.6
sedangkan TCM τβα −+= 4.7
Apabila bilangan Lewis yang dimodifikasi nilainya sama atau lebih besar
dari 60, maka hanya pindah massa saja yang perlu dibahas dalam proses
pengeringan, karena tidak ditemukan perbedaan temperatur dalam material bahan
dengan temperatur lingkungan. Jika nilai bilangan Lewis lebih rendah dari 60,
maka kurva penurunan kadar air dipengaruhi oleh sebaran temperatur didalam
material bahan secara nyata. Young menyimpulkan, bahwa dari data yang ada,
maka kebanyakan bahan pertanian memiliki nilai bilangan Lewis lebih besar dari
60.
Laju pengeringan untuk pengering biji-bijian termasuk gabah, menurut
Bala.(1997), dapat dianalogikan dengan laju perubahan temperatur berdasarkan
hukum Newton untuk pendinginan, dapat dituliskan :
)( eMMkdt
dM−−=
4.8
Persamaan 4.8 dapat ditulis sebagai
4.9
64
Hasil integralnya adalah
)(
0
0ttk
e
e eMMMM −−=
−−
4.10
dan akhinya dapat dituliskan seperti pada persamaan 3.1
kt
e
e eMMMM −=
−−
α0 4.11
untuk 0kte−=α
Dimana, konstanta α adalah faktor bentuk tergantung bentuk geometri bahan yang
dikeringkan. Untuk bentuk :
Lempeng : α = 8 π-2 = 0.81057
Bola : α = (8 π-2)-3 = 0.53253
Silinder : α = 6 π-2 = 0.60793
Secara umum beberapa peneliti (Simmonds et al. 1953. O’Callaghan 1954. Boyee
1966) dalam Bala (1997), menganjurkan persamaan untuk biji-bijian seperti
gandum, gabah, jagung sebagai berikut.
kt
e
e eMMMM −=
−−
0 4.12
Berdasarkan persamaan kadar air kesetimbangan Me untuk gabah yang
diasumsikan sebagai bentuk silinder tak terbatas, Thahir R (1986)
menyederhanakan persamaan kadar air keseimbangan sebagai fungsi dari selisih
temperatur bola kering dan temperatur bola basah ΔT, dan bentuk persamaannya
berdasarkan Thahir.R (1986)
Me = (18.61977 exp(-0.059853ΔT) 4.13
Dan nilai konstanta pengeringan k yang merupakan karakteristik bahan
dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap temperatur udara
panas berdasarkan Thahir R (1986) adalah :
k = exp (6.8274 – 4431.98/T) 4.14
65
Tabel 14 Parameter model pengeringan untuk gabah
T(oC) RH (%) Me (% db) k (min-1)
50 27.3 6.616 0.0085
60 16.9 4.616 0.0129
4.2.3 Perkembangan pengering resirkulasi
Ridwan Thahir et al. (2001) membuat pengering sirkulasi untuk biji kedelai,
dimana alat tersebut berkapasitas 2 ton dengan menggunakan minyak tanah sebagai
sumber panas, serta menggunakan bucket konveyor untuk mesirkulasi bahan,
dengan daya motor sebesar 746 watt, dan hasil pengujian menunjukkan konsumsi
minyak tanah sebesar 5.12 liter/jam dengan efisiensi pengeringan 28.43% serta
laju penurunan kadar air 0.96%/jam, dan tingkat kerusakan biji pecah 1.13%, serta
lama proses pengeringan adalah 5 jam. Kamaruddin (2007) telah menghasilkan
pengering biji-bijian tipe resirkulasi dengan menggunakan energi surya, dan
tambahan bahan bakar arang kayu, energi listrik yang digunakan untuk motor getar
0.18 kW serta untuk blower 0.25 kW. Alat tersebut digunakan untuk mengeringkan
gabah seberat 24 kg dengan kadar air awal 23% bb hingga menjadi 15.8%,
membutuhkan arang kayu 12 kg dan lama pengeringan 7 jam, efisiensi pengeringan
1.93%.
International Rice Research Institute (IRRI) menunjukkan pengering yang
digunakan oleh pengusaha penggilingan padi kapasitas besar, pengering tipe
resirkulasi tersebut nampak pada Gambar 26.
66
Gambar 26. Deretan pengering resirkulasi (IRRI.2003)
Pengering menggunakan bucket elevator, dilengkapi screw konveyor dengan
menggunakan bahan bakar minyak.
Thakur A.K dan A.K.Gupta (2006), dalam penelitiannya menghasilkan
kesimpulan bahwa tempering dapat meningkatkan rendemen beras kepala hingga 8
% lebih tinggi dibandingkan pengeringan kontinyu, dan pengurangan konsumsi
energi hingga 44%, dengan menggunakan temperatur udara pengering 60 oC selama
20 menit dan waktu tempering 30 menit, 60 menit dan 120 menit.
Hung Jung Shei dan Yi LuenChen (2002), membuat simulasi dengan
menggunakan model Partial Differential Equation, menggunakan bahasa Fortran
untuk pengeringan bertahap (intermittent) berdasarkan hasil penelitian laboratorium
menggunakan pengeringan resirkulasi kapasitas 50 kg, dengan temperatur udara
pengering 35oC hingga 60oC, merekomendasikan perbandingan waktu pengeringan
dan waktu tempering antara 1/1 hingga 1/9 dan laju pengeringan kurang dari 1.5
%/jam, untuk mendapatkan hasil tingkat keretakan bahan yang baik. Hasil simulasi
67
menunjukkan waktu tempering tidak berpengaruh terhadap laju pengeringan,
adapun total waktu pengeringan antara simulasi dengan percobaan mempunyai
tingkat kesalahan kurang dari 5%.
Nishiyama (2006), membuat model sederhana untuk menganalisa
karakteristik pengeringan bertahap, menggunakan model pengering bola untuk
pengering lapisan tipis, dengan hasil tingkat ketelitian pendugaan kadar air kurang
dari 0.47% bk.
Model matematika sangat efektif untuk menggambarkan karakteristik
pengeringan gabah (Giner, Bruce, Mortimore. 1998) menggunakan hukum Fick
untuk difusi model pengeringan lapisan tipis gabah. Cao, Nishiyama, Koide (2004)
menyatakan, adalah sulit untuk mensimulasi proses pengeringan bertahap yang
didalamnya termasuk perioda pengeringan dan tempering menggunakan analisis
teoritis. Adapun Yang et al. (2002) melakukan analisis teoritis pengeringan gabah
diikuti dengan proses tempering, didalam penelitian tersebut model bola digunakan,
oleh kerena sederhana dan dapat diaplikasikan untuk perhitungan pada proses
pengeringan ataupun pada proses tempering.
4.2.4 Konveyor Pneumatik
Konveyor pneumatik merupakan salah satu jenis konveyor yang telah
banyak digunakan. Konveyor ini menggunakan prinsip perbedaan tekanan udara
dan pengangkutan bahan melalui udara yang dihembuskan atau dihisap dalam suatu
saluran tertutup. Keuntungan konveyor ini adalah dapat meminimalisasi kehilangan
produk untuk pengangkutan (product losses) (Spivakosky 1982). Analisis konveyor
pneumatik skala laboratorium perlu dilakukan untuk mendapatkan sistem
transportasi bahan pertanian seperti gabah, gandum, kedelai dan lain sebagainya,
untuk pengolahan pasca panen yang lebih ideal.
68
Konveyor pneumatik merupakan konveyor yang dapat digunakan untuk
mengangkut biji-bijian. Konveyor ini memiliki kemampuan membersihkan sendiri
(self cleaning), dan memiliki instalasi yang lebih fleksibel dibandingkan jenis
konveyor yang lain dengan tingkat kerusakan akibat pengangkutan yang hampir
sama dengan konveyor ulir. Konveyor ini sesuai untuk pengangkutan dalam jumlah
besar.
Konveyor pneumatik merupakan transportasi bahan dengan metode suspensi
fluida secara horisontal maupun vertikal dengan jarak mulai dari beberapa kaki
hingga ratusan kaki (feet) (Perry 1984). Konveyor ini tergolong jenis konveyor
pengangkut bahan dalam bentuk curah. Konveyor pneumatik sering dipakai di
banyak industri, pertanian, konstruksi bangunan dan transportasi cairan kimia.
Menurut Spivakosky (1982) konveyor pneumatik akan dirancang
berdasarkan kapasitas yang dibutuhkan berupa debit aliran bahan yang diangkut
(Qs) dan massa jenis tumpukan bahan (γ). Parameter penting dalam perhitungan
konveyor pneumatik yaitu debit udara pembawa bahan(Vair), tekanan udara (P) dan
diameter pipa dalam (dp) beserta jumlah panjang jarak konveyor pneumatik (Leq),
kerapatan campuran bahan dan udara (u), dan kecepatan aliran udara.
Perhitungan konveyor pneumatik dilakukan dengan menentukan debit
aliran bahan. Debit aliran bahan tersebut menunjukkan massa bahan yang harus
dialirkan per satuan waktu. Debit bahan ini biasanya telah diketahui dan
disesuaikan dengan kapasitas sistem sebelum maupun sesudahnya sesuai dengan
yang dikehendaki. Debit bahan suatu sistem konveyor dapat diketahui dengan
analisa atau percobaan dengan mengukur berat bahan yang lewat serta waktu
pengangkutan. Hasilnya dimasukkan ke dalam persamaan berikut :
4.15
Jumlah panjang jarak konveyor pneumatik adalah jumlah total jarak yang
harus ditempuh bahan dari pemasukan konveyor hingga keluarannya Jumlah
panjang dapat dihitung dengan persamaan :
4.16
69
Menurut Perry (1966) belokan 90o menimbulkan hambatan sebesar 40K
dari diameter, dengan K sebagai konstanta hambatan sebesar 1.5.
Massa jenis tumpukan produk (Bulk Density) biasanya telah diketahui atau
dapat dilakukan dengan percobaan. Massa jenis tumpukan adalah massa bahan per
satuan volume tumpukan.
Perhitungan dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :
4.17
Parameter kecepatan udara pembawa (Vudara) dapat diperoleh dengan dua
cara yaitu melalui tabel maupun perhitungan. Kecepatan udara pembawa yang
dibutuhkan dapat dihitung secara matematis dengan persamaan sebagai berikut :
. 2 4.18
di mana α sebagai konstanta ukuran bahan, meningkat sesuai dengan besar ukuran
bahan (Tabel 15) , serta B sebagai konstanta bernilai antara ( 2 hingga 5 x 10-5)
sesuai tingkat kadar air bahan. Atau kecepatan udara pembawa juga dapat secara
pendekatan dengan menggunakan tabel 16.
Tabel 15. Jenis Bahan dan Konstanta Berdasarkan Ukuran Bahan α
Bahan Ukuran maksimum bahan α
bubuk 1-1000 micron 10-16
Butiran 1-10 mm 17-20
Gumpalan kecil 10-20 mm 17-22
Gumpalan menengah 40-80 mm 22-25
Sumber : (Spivakosky,1982)
70
Tabel 16 Hubungan Massa Jenis Tumpukan dan Kecepatan Udara Pembawa
No. Massa Jenis Tumpukan/
Bulk Density
Kecepatan Udara Pembawa/
Gas Velocity
lb/ft3 kg/m3 ft/min m/min
1 10 160 2900 884
2 15 240 3590 1094
3 20 320 4120 1256
4 25 400 4600 1402
5 30 480 5050 1539
6 35 560 5500 1676
7 40 640 5840 1780
8 45 720 6175 1882
9 50 800 6500 1981
10 55 880 6800 2072
11 60 960 7150 2179
12 65 1040 7450 2270
13 70 1120 7700 2347
14 75 1200 8000 2438
15 80 1280 8250 2515
16 85 1360 8500 2591
17 90 1440 8700 2652
18 95 1520 9000 2743
19 100 1600 9200 2804
20 105 1680 9450 2880
Sumber : (Perry, 1984)
Menurut Hosokawa (1960) debit udara konveyor pneumatik yang membawa
suatu bahan dapat diperhitungkan dengan persamaan:
1000
60 13,9
4.19
71
1
4.20
dan k sebagai konstanta memiliki nilai 0.3 -1.2 (untuk jarak vertikal) dan 0.2 – 0.4 (untuk jarak horisontal).
Kerapatan campuran udara dan bahan (u) dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
3,6 . 4.21
4.2.4.1 Penurunan Tekanan
Fluida yang bergerak akan mengalami penurunan tekanan. Perbedaan
tekanan inilah yang disebut sebagai penurunan tekanan. Penurunan tekanan tersebut
terjadi karena adanya hambatan yang sangat berhubungan dengan gaya gesekan.
Gaya gesek tersebut bisa terjadi antara fluida dan pipa maupun gesekan dalam
bahan fluida itu sendiri.
Konveyor pneumatik terdiri dari pipa-pipa tertutup dengan aliran fluida di
dalamnya. Perbedaan tekanan antar titik input dan titik output bahan yang akan
dihitung sebagai tekanan yang dibutuhkan oleh fluida dalam konveyor pneumatik.
Fluida yang digunakan dalam pipa konveyor pneumatik adalah udara. Udara
pembawa inilah yang akan membawa bahan seperti gabah dari satu titik masukan
(input) hingga titik keluaran (output). Pengukuran penurunan tekanan pipa
konveyor pneumatik dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Darcy Weisbach
(Ippen 1958) yaitu :
gC
dLtotfP
2
2
=Δγ
4.22
2
2C
gLtot
dPfγΔ
= 4.23
Faktor gesek (f) akan bergantung pada ukuran pipa, percepatan aliran fluid,
sifat kekentalan dan kekasaran bagian dalam pipa. Kekasaran relatif merupakan
72
perbandingan ukuran ketidak sempurnaan permukaan ε terhadap garis tengah
sebelah dalam pipa.
Pengukuran penurunan tekanan (pressure drop) pada konveyor pneumatik
dapat menggunakan alat pengukur tekanan udara seperti manometer. Manometer
merupakan alat pengukur tekanan udara yang paling sederhana dan dipakai secara
luas. Salah satu tipe yang paling banyak digunakan adalah Manometer tabung U.
Tekanan didapatkan dari perbedaan tinggi kolom cairan dalam tabung U seiring
dengan masuknya udara yang mendesak cairan dalam tabung.
Tabel 17 Perhitungan penurunan tekanan udara tanpa bahan
No Q/A
(m3/s m2)
Penurunan tekanan ∆P, Pa/m
Hitung Ukur
1 16.63 85.10 95 2 20.4 126.21 141 3 28 232.578 259 4 28.2 235.98 264 5 28.8 246.2 275 6 31 280.92 314
Adapun daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan perbedaan tekanan
adalah hasil kali antara fluida yang mengalir per detik (ρfgQ) dengan H.
4.24 PHQP Δ=
Dimana H = Ltot (persamaan 4.16), m Q = Laju aliran udara, m3/det
4.2.4.2 Kecepatan terminal (terminal velocity)
Suatu objek yang jatuh mengalami dua gaya, yaitu gaya gravitasi dan gaya tarik yang besar, penjumlahan kedua gaya tersebut menghasilkan persamaan :
F = mg-qACd 4.25
Kecepatan terminal dicapai ketika F = 0, sehingga
73
mg - qACd = 0 = mg - ACd
dengan demikian nilai kecepatan Vt sebagai bentuk kecepatan terminal tanpa
melibatkan efek daya apung (buoyancy) adalah
4.26
Apabila efek daya apung (buoyancy effects) diperhitungkan, suatu objek
yang jatuh melewati suatu fluida karena beratnya sendiri dapat mencapai kecepatan
terminal, jika gaya netto yang bekerja pada objek sama dengan nol. Ketika
kecepatan terminal telah dicapai, maka berat objek telah diseimbangkan oleh daya
apung ke atas dan daya tarik, sehingga
W = Fb + Fd 4.27
W = π/6 d3ρog 4.28
Fb = π/6 d3ρg 4.29
Fd = Cd ρ V2Ab 4.30
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.28 - 4.30) kedalam persamaan 4.27,
didapat kecepatan terminal Vt sebagai berikut
43 4.31
74
4.2.5 Model Matematika
Pengeringan adalah proses termophisik dan termokimia yang berhubungan
dengan perpindahan panas dan perpindahan massa di dalam suatu material padat. Di
dalam proses pengeringan udara digunakan untuk menghantar panas ke bahan
sehingga terjadi penguapan kadar air serta membawa uap air keluar dari massa
bahan. Udara panas mengalir melintang terhadap aliran bahan yang dikeringkan,
sehingga aliran panasnya dikenal dengan aliran melintang (cross flow), ilustrasi
pengering cross-flow ditunjukkan pada Gambar 27.
Berdasarkan elemen volume (dx dy) setiap satuan panjang pada setiap arah
lokasi didalam pergerakan bahan yang ditunjukkan oleh gambar 28.
Gambar 27 Ilustrasi pengering cross-flow
Tp, M , Gp
x
y
∆y Ta , H , Ga
y + Δy
Gabar 28 Elemen volume untuk proses pengeringan cross flow
Terdapat empat variabel (Bala, 1997), yaitu Ta,Tp, H dan M, sehingga
diperlukan empat persamaan untuk menyelesaikannya, yaitu tiga persamaan
Aliran bahan Tai Ta(i+1)
Aliran udara panas
Tp1
Aliran bahan
75
diferinsial parsial (persamaan 4.38, 4.42, 4.46 ), dan satu persamaan untuk lapisan
tipis ( persamaan 4.47) yang digunakan dalam kajian model simulasi ini.
4.2.6 Persamaan Keseimbangan massa :
perubahan kadar air dalam udara = perubahan kadar air bahan
dalam satuan waktu, aliran kadar air dalam udara masuk suatu elemen adalah :
Ga H(x) dy 4.32
dan keluar elemen:
Ga H(x+dx)dy 4.33
demikian pula dalam satuan waktu aliran kadar air bahan masuk elemen:
GpM(y)dx 4.34
dan keluar elemen:
GpM(y+dy)dx 4.35
Keseimbangan massa nya adalah :
[GaH(x+dx)- GaH(x)]dy = [GpM(y)-GpM(y+dy)]dx 4.36
Menggunakan deret Taylor dan menghilangkan semua bentuk dx2,dy2dan
yang lebih tinggi, maka didapat :
dy
dMGdxdHG pa −= 4.37
dy
dMGG
dxdH
a
p−= 4.38
4.2.7 Persamaan Keseimbangan Energi
Perubahan entalpi udara = pindah panas konvektif bahan dan yang diberikan
oleh udara dalam menguapkan kadar air.
dalam satuan waktu panas yang mengalir ke dalam elemen adalah :
Ga[(Cpa+CpwH(x))Ta(x)+hfgH(x)]dy 4.39
dan yang mengalir keluar elemen :
Ga[(Cpa+CpwH(x+dx))Ta(x+dx)+hfgH(x+dx)]dy 4.40
76
Sehingga dari persamaan 4.39 dan 4.40, dapat dituliskan menjadi :
Ga[(Cpa+CpwH(x+dx))Ta(x+dx)+hfgH(x+dx)]dy- Ga[(Cpa+CpwH(x))Ta(x)+hfgH(x)]dy
= -hcv (Ta-Tp)dxdy + GaCpw
4.41
4.42
4.2.8 Persamaan Laju Pindah Panas
Laju pindah panas antara udara dan bahan = Perubahan panas sensibel bahan + delta entalpi
dalam satuan waktu, panas yang mengalir kedalam elemen oleh karena pergerakan bahan adalah:
Gp (Cpp+M(y)Cpl)Tp(y)dx 4.43
dan yang mengalir keluar adalah :
Gp (Cpp+M(y+dy)Cpl)Tp(y+dy)dx 4.44
Perubahan tersebut mengakibatkan panas konveksi dari udara hcv (Ta-Tp)dxdy dan
panas desorpsi yang ditambahkan ke bahan (hfg+CpwTp)Ga( H/ x)dxdy,sehingga
dapat dituliskan menjadi :
Gp (Cpp+M(y+dy)Cpl)Tp(y+dy)dx- Gp (Cpp+M(y)Cpl)Tp(y)dx =
- hcv (Ta-Tp)dxdy - (hfg+CpwTp)Ga( H/ x)dxdy 4.45
/ 4.46
4.2.9 Persamaan Laju Pengeringan
dM/dt = menggunakan persamaan pengeringan lapisan tipis, persamaan
dasar perubahan kadar air bahan dari kadar air awal M0 ke kadar air akhir M untuk
model pengeringan lapisan tipis, berdasarkan Thahir (1986) :
kt
e
e eMMMM −=
−−
0 4.47
77
)( eMMkdt
dM−−=
4.49
Me = 17.7700 exp (-0.0516.ΔT)/100 4.49 dan
k = exp (6.8274 – 4431.98/T) menit-1 4.50 Dalam penelitian ini dilakukan simulasi pengeringan untuk alat pengering
tipe resirkulasi, yang secara diagramatis ditunjukkan pada gambar 25.
Dari persamaan tersebut di atas terdapat 4 hal yang tidak diketahui yaitu
kadar air M ; kelembaban absolut udara pengering H ; temperatur udara pengering
Ta dan temperatur bahan Tp, untuk menyelesaikan persamaan-persamaan tersebut di
atas digunakan teknik finite difference, seperti ditunjukkan pada Gambar 29.
Dengan demikian didapat persamaan-persamaan sebagai berikut :
Ta(i+1,j)=Ta(i,j)+Δx (i,j)
Tp(i,j+1)=Tap(i,j)+Δy (i,j)
H(i+1,j)=H(I,j)+Δx (i,j)
Δx Tp (i+1,j) (i,j)
Δy Ta
(i+1,j+1) (i,j+1)
y
x
Gambar 29 Grid finite difference untuk persamaan pengering resirkulasi cross-flow
4.51
78
dTpdy
hcv Ta Tp Ga hfg Cpw Cpl Tp dH/dxGp Cpp CplM
4.52
dydM
GG
dxdH
a
p−=
4.53
dydt
dtdM
dydM
−= 4.54
Parameter-parameter yang digunakan dalam simulasi sebagai masukan
adalah kadar air awal (M0), temperatur gabah awal (Tp0), temperatur udara
pengering (Ta), laju udara pengering, kelembaban mutlak udara (H) yang diukur
langsung dengan percobaan dilapangan, kelembaban relatif udara pengering (RH),
serta beberapa parameter yang berhubungan dengan sifat udara dan gabah yang
digunakan yaitu:
Tabel 18. Parameter yang digunakan dalam simulasi
Parameter Nilai
Panas jenis gabah Cpp
Koefisien pindah panas konveksi hcv
Panas jenis air Cpw
Panas jenis uap air Cpv
Panas jenis udara Cpa
Panas laten penguapan hfg
2046 J/kg K
3.9178(737.33Ga)0.49 untuk Ga<0.678 kg/m2dt
2.0611(737.33Ga)0.59untuk Ga>0.678 kg/m2dt
4187 J/kg K
1850 J/kg K
1008 J/kg K
∆hfg /∆hfgw = 1.298
Untuk nilai-nilai k, Tp dan Ta diasumsikan konstan setiap awal proses
pengeringan dalam pengering resirkulasi, hal ini dikarenakan setelah pengeringan
terjadi tempering, dimana temperatur bahan berangsur-angsur kembali mendekati
temperatur awalnya, karena tidak terjadi pemanasan selama proses tempering
berlangsung, dan selama proses tempering diasumsikan tidak terjadi perpindahan
massa pada permukaan bahan, perhitungan untuk proses tempering seperti
perhitungan proses pengeringan, tetapi diasumsikan nilai k sama dengan 0.
79
Sedangkan untuk verifikasi model dilakukan dengan menggunakan
pengering resirkulasi yang telah dibuat, alat pengering tersebut dirancang dengan
kapasitas 1 ton per proses, terdiri dari dua bagian yang dapat dioperasikan sendiri-
sendiri, sehingga setiap bagian mempunyai kapasitas 500 kg per proses. Dasar
penentuan kapasitas alat adalah hasil pengamatan dilapang yang menunjukkan
bahwa rata-rata setiap unit usaha penggilingan padi didaerah Bogor memiliki lahan
untuk pengeringan 15 x 15 m2 dengan kapasitas pengeringan 1.0 ton hingga 2.5 ton
gabah.
Parameter yang diamati adalah perubahan kadar air bahan, temperatur udara
keluar ruang pengering, kelembaban udara masuk dan keluar ruang pengering,
waktu yang dibutuhkan selama proses pengeringan hingga rata-rata kadar airnya
mencapai 12% -14% basis basah , pengujian kadar air bahan dilakukan pada saat
sebelum masuk ruang pengering dan setelah keluar ruang pengering. Suatu
program komputer yang ditulis dalam Visual basic (Versi 6.0, Microsoft
Corporation) digunakan untuk simulasi model pengeringan resirkulasi gabah
(lampiran 3).
4.3 BAHAN DAN METODE
4.3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian untuk analisa sifat termofisik bahan, pembuatan alat uji (alat
pengering resirkulasi) dan pengamatan hasil pengeringan dilakukan di
Laboratorium Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Waktu penelitian dimulai bulan April 2007 sampai Juli 2008.
4.3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah gabah varietas Ciherang ,
yang didapat dari kelompok petani didaerah Bogor yang dipanen pada tanggal 18,
21 dan 23 Mei 2008, dan telah diuji sifat thermofisiknya seperti ditunjukkan pada
tabel 18.
80
Peralatan yang digunakan adalah , pengering resirkulasi hasil perancangan,
timbangan digital, anemomaster, sensor temperatur, sensor temperatur dan
RH(SHT11), microkontroler 8051, komputer, termometer air raksa, gelas ukur,
stop watch, Kett Mouisture tester, mesin penampi, Satake Rice Machine (Satake
Engineering Co., Ltd., Japan), oven.
Gambar 30 Titik pengukuran pengering resirkulasi
6
5
1
2
3
4
Keterangan :
1 Lubang pengukur tekanan dengan U tube 2 Lubang pengukur kecepatan dan temperatur udara pengering 3 Micro controller 4 Cross flow heat exchanger 5 Blower udara pengering 6 Blower udara pembawa Titik pengambilan sampel Titik pengukuran temperatur Titik pengukuran temperatur dan RH
81
Kadar air kesetimbangan Me dan konstanta pengeringan k dihitung
berdasarkan persamaan 4.49 dan 4.50 (Thahir, 1986), sedangkan panas laten
penguapan air dalam bahan Δhfg/Δhfgw = 1.298
4.3.3 Prosedur Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan alat pengering resirkulasi ,
pengering terdiri dari: alat penukar panas dengan daya blower 0.25 HP; sistem
konveyor pneumatik dengan daya motor 0.5 HP; bangunan ruang pengering dan
tempering; kompor bertekanan dengan pompa listrik dan dilekengkapi dengan
seperangkat akuisis data. Titik-titik pengukuran ditunjukkan pada Gambar 30.
Temperatur udara pengering dijaga pada temperatur 60oC, dengan mengatur bukaan
katup saluran bahan bakar.
Prosedur percobaan adalah sebagai berikut :
Gabah yang baru dipanen dibersihkan dari sisa-sisa jerami dan kotoran
lainnya dengan menggunakan mesin penampi, kemudian ditimbang sebanyak 450
kg gabah kering panen dimasukan ke dalam alat pengering resirkulasi, kompor
dinyalakan, setelah tiga menit untuk memanaskan pipa saluran bahan bakar, agar
viskositas bahan bakar turun, kemudian blower udara pengering dihidupkan
sehingga laju udara pengering adalah 0.16 m3/detik. Ketika temperatur udara
pengering telah stabil pada 60oC, blower sistem konveyor pneumatik dihidupkan,
kemudian katup aliran gabah dibuka pada ukuran tertentu sehingga didapat laju
aliran gabah 6 kg/menit.
82
Gambar 31 Mekanisme Kerja Mesin Pengering
Pengambilan sampel untuk pengujian kadar air dilakukan setiap jam sekali,
dari bagian atas ruang pengering dan bagian bawah ruang pengering. Pengujian
kadar air dilakukan baik dengan metode oven maupun menggunakan Kett
Mouisture tester. Proses pengering berakhir ketika hasil pengujian kadar air dari
sampel bagian atas ruang pengering dan dari bagian bawah ruang pengering sama
dengan 14% ± 0.5% basis basah.
4.3.4 Kalibrasi pengukuran kadar air
Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan metode oven
(Metode pengukuran langsung), dengan temeperatur pengeringan 105oC, dengan
waktu pengeringan 5 jam dan berat sampel 5 g , metode ini merupakan adopsi
berdasarkan Food Agency (Seo, 1995), dan menggunakan Kett Mouisture tester
83
(metode pengukuran tidak langsung), hasil pengukuran tersebut dibandingkan dan
hasilnya ditampilkan pada gambar 32.
Gambar 32 Kalibrasi pengukuran kadar air
4.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.4.1 Hasil disain
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada bab 2 dan bab 3, dimana
kompor tekan digunakan sebagai sumber panas, untuk kebutuhan udara pengering,
dan perbandingan waktu pengeringan dengan waktu tempering antara 1: 3 hingga 1:
4, yang juga sesuai dengan recomendasi dari Ban (1971), maka didapat disain
dimensi ruang pengering 140 x 700 x 1200 mm3, serta dimensi ruang tempering 400
x 1000 x 1200 mm3 dan ruang hooper setelah ruang pengering dengan ukuran rata-
rata 400 x 400 x 650. Dengan demikian perbandingan volume antara ruang
pengering dan total ruang tempering mencapai 1:4.
Adapun berdasarkan persamaan 4.17, dengan asumsi diameter gabah 3 mm,
Cd = 0.98, maka didapat kecepatan terminal 4.16 m/detik, sedangkan kecepatan
udara pembawa berdasarkan persamaan 4.4, dapat dihitung dengan hasil 23.67
m/detik atau menggunakan tabel 15 hasilnya 28.8 m/detik.
Perhitungan penurunan tekanan dihitung berdasarkan persamaan 4.8, dengan
menggunkan pipa PVC, dianggap permukaan halus, sehingga kekasaran relatif
y = 1,021x + 0,033R² = 0,997
05
1015202530
0 10 20 30
Kad
ar a
ir O
ven
% b
b
Kett Grain moisture tester % bb
84
adalah 0.005 mm, menggunakan diagram Moody (Perry 1966), didapat nilai
penurunan tekanan 1125 Pa. Berdasarkan data tersebut di atas, maka digunakan
blower udara pembawa dengan spesifikasi tipe CZR1-80, dengan daya listrik 370
Watt, penurunan tekanan 1400 Pa, kapasitas 630 m3/jam, Gambar 33 menunjukkan
alat pengering hasil disain.
Gambar 33 Alat pengering gabah resirkulasi hasil disain
4.4.2 Kurva Pengeringan antara simulasi dan percobaan
Dengan mengunakan model pengeringan resirkulasi, kadar air bahan dapat
dihitung menggunakan nilai-nilai parameter (Me, k, Ta, dan RH), dengan
diasumsikan pengering sebagai pengeringan lapisan tipis, aliran udara pengering
cross-flow untuk pengeringan gabah.
Gambar 34, menunjukkan kurva penurunan kadar air selama proses
pengeringan baik berdasarkan hasil simulasi maupun hasil pengukuran, dengan
bahan yang dikeringkan 450 kg, kadar air awal 23.5% (bb), berdasarkan simulasi
85
menunjukkan, lama pengeringan 11.8 menit dan tempering 48.9 menit setiap siklus
dan terdapat 9 kali siklus untuk mencapai kadar air akhir 14.13%(bb),dengan waktu
pengeringan total adalah 545.5 menit, sedangkan berdasarkan percobaan waktu
pengeringan total selama 600 menit dan kadar air akhir 14.2%(bb), dengan
perbedaan antara simulasi dengan percobaan adalah sebesar 0.07% (bb) untuk
memprediksi kadar air akhir adalah, sedangkan untuk memprediksi waktu
pengeringan hasil simulasi 54.5 menit lebih cepat.
Gambar 34 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi
untuk kadar air awal 23.5% bb
Gambar 35, dengan jumlah bahan yang dikeringkan 410 kg, kadar awal
bahan 22.3% (bb), berdasarkan simulasi diperlukan waktu pengeringan 11.8 menit,
tempering 44 menit, untuk setiap siklusnya, untuk mencapai kadar air akhir 14.1%
(bb) diperlukan 9 kali siklus, sehingga total waktu pengeringan yang dibutuhkan
adalah 502 menit, adapun berdasarkan percobaan, total waktu pengeringan yang
diperlukan untuk mencapai kadar air akhir 14.39% adalah 540 menit, dengan
demikian terdapat perbedaan antara hasil simulasi dengan percobaan, dimana hasil
pecobaan menunjukkan kadar air lebih besar 0.29% (bb) dan 38 menit lebih lama.
0
5
10
15
20
25
0 200 400 600 800
Kada
r air (%
bb)
Waktu total pengeringan (menit)
pengukuran
simulasi
86
Gambar 35 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar
air awal 22.3%
Kurva hasil percobaan tidak menggambarkan adanya proses tempering oleh
karena didalam percobaan proses pengeringan terjadi sirkulasi terus menerus, serta
pengukuran dilakukan setiap jam pada titik sebelum dan setelah ruang pengering
saja. Waktu tempering didalam percobaan didapat berdasarkan waktu yang
diperlukan bahan untuk mencapai ruang pengering, pada proses pengeringan
berikutnya.
Gambar 36 dan 37 menunjukkan distribusi kadar air di dalam ruang
pengering berdasarkan simulasi. Penurunan kadar air terjadi secara diagonal, karena
semakin ke bawah gabah mengalami pengeringan lebih lama, dan temperatur udara
panas semakin berkurang ke arah saluran udara ke luar.
Hasil simulasi mendekati hasil percobaan baik untuk penurunan kadar air
maupun waktu yang diperlukan untuk pengeringan, perbedaan yang terjadi adalah
total waktu pengeringan hasil simulasi lebih cepat antara 38 menit hingga 54.5
menit, serta kadar air akhir hasil pengeringan berdasarkan simulasi lebih rendah
daripada hasil percobaan, hal ini disebabkan oleh adanya cara pengukuran yang
dilakukan selama percobaan dalam interval 1 jam sekali.
0
5
10
15
20
25
0 100 200 300 400 500 600
Kada
r air (%
bb)
Waktu total pengeringan (menit)
pengukuran
simulasi
Gambpada
Gambpada
bar 36 Distriba waktu peng
bar 37 Distriba waktu peng
busi kadar ageringan 11.8
busi kadar ageringan 303
air di dalam r8 menit, den
air di dalam r3 menit, den
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
34
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
34
ruang pengerngan kadar a
ruang pengerngan kadar ai
22
22
21
21
0
3
6
9
2
5
8
1
4
ring hasil simir awal 23.5%
ring hasil simir awal 23.5%
2,5‐23
2‐22,5
1,5‐22
1‐21,5
20,5‐21
20‐20,5
19,5‐20
19‐19,5
18,5‐19
18‐18,5
17,5‐18
17‐17,5
16,5‐17
16‐16,5
15,5‐16
15‐15,5
87
mulasi % bb
mulasi % bb
7
88
4.4.3 Pengaruh waktu tempering terhadap beras kepala
Pengaruh waktu tempering terhadap mutu gabah yang ditandai dengan
besarnya nilai Beras kepala, seperti ditunjukkan pada tabel 20. Nampak walaupun
kecil terdapat perbedaan, semakin lama waktu tempering semakin besar nilai beras
kepala nya. Hal ini menunjukkan perlunya waktu tempering agar kadar air bahan
antara pusat bahan dan permukaan merata dan mengurangi adanya tegangan panas
(thermal stress) secara terus menerus yang dapat menyebabkan keretakan (Bonazzi
et al. 1994).
Tabel 20 Beras kepala terhadap waktu tempering
Lama Tempering 40 menit 50 menit
Rendemen Beras kepala 72.69 % 74.3 %
4.4.4 Distribusi temperatur udara pengering masuk dan keluar
Temperatur udara pengering masuk ruang pengering relatif konstan sebesar
rata-rata 59.52oC dan RH 17.33%, entalpi rata-rata adalah 135.71(kJ/kg), sedangkan
temperatur udara keluar rata-rata 42.29oC dan RH rata-rata 53.57%, entalpi rata-rata
135.58 (kJ/kg), dengan demikian entalpi udara pengering masuk dengan entalpi
udara pengering keluar hampir sama, hal ini menunjukkan proses pengeringan
terjadi secara entalpi konstan, dan dianggap proses adiabatik, karena tidak ada
panas yang megalir selain dari udara pengering itu sendiri. Distribusi temperatur
udara pengering di dalam ruang pengering bervariasi terhadap jaraknya, Gambar 38
menunjukkan distribusi temperatur pada menit ke 11.8 menit. Adapun Gambar 39
adalah keadaan distribusi temperatur udara pengering setelah menit ke 446.24
menit, ketika akhir proses pengeringan.
Berdasarkan Gambar 40 temperatur udara keluar pengering secara rata-rata
semakin meningkat, sepanjang waktu pengeringan, hal tersebut menandakan kadar
air bahan semakin berkurang, sehingga energi yang diperlukan untuk menguapkan
air dalam bahan semakin kecil.
Gambar 38peng
Gambar 39penge
8 Distribusi tgering pada m
9 Distribusi tering pada m
temperatur umenit ke 11.8
temperatur umenit ke 446
udara penger8 menit, untu
udara penger.2 menit, un
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
34
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
34
ring secara suk kadar air
ring secara sntuk kadar ai
59‐60 557‐58 555‐56 5453‐54 551‐52 549‐50 447‐48 445‐46 4443‐44 441‐42 439‐40 337‐38 335‐36
59‐60
57‐58
55‐56
53‐54
51‐52
49‐50
47‐48
45‐46
43‐44
41‐42
39‐40
37‐38
simulasi di d
gabah 23.5
simulasi di dr gabah 23.5
8‐596‐574‐552‐530‐518‐496‐474‐452‐430‐418‐396‐37
58‐59
56‐57
54‐55
52‐53
50‐51
48‐49
46‐47
44‐45
42‐43
40‐41
38‐39
36‐37
89
dalam ruang % bb
dalam ruang 5% bb
9
90
Gambar 40 Distribusi temperatur udara pengering pengukuran pada percobaan
dengan kadar air gabah 23.5% bb.
Gambar 40 menunjukkan perbandingan distribusi temperatur udara keluar
pengering berdasarkan simulasi dan percobaan, nampak bahwa hasil simulasi tidak
jauh berbeda dengan hasil pengukuran dalam percobaan dengan koefisien
diterminasi (R2) = 0.95, sehingga simulasi dapat digunakan untuk memprediksi nilai
temperatur keluar pengering dengan sangat baik.
Gambar 41 Distribusi temperatur udara keluar pengering, secara simulasi dan
percobaan
0
10
20
30
40
50
60
70
0 200 400 600 800
tempe
ratur (°C)
Waktu (menit)
suhu udara masuk
suhu udara keluar
0
10
20
30
40
50
60
0 200 400 600 800
Tempe
ratur ( C)
Waktu (menit)
simulasi
percobaan
91
Gambar 42 Grafik temperatur udara keluar pengering, secara simulasi dan
percobaan
4.4.5 Perubahan Temperatur Bahan
Temperatur bahan rata-rata di dalam ruang pengering meningkat secara
linier terhadap waktu pengeringan, berdasarkan hasil simulasi peningkatan
temperatur bahan tersebut berdasarkan persamaan y = 0.896x + 30.06, dimana y
adalah temperatur bahan dan x merupakan waktu pengeringan.
Gambar 43 menunjukkan perubahan temperatur bahan terhadap waktu
pengeringan, dimana pada akhir satu proses pengeringan temperatur bahan adalah
39.9oC, ini berarti masih berada dibawah garis temperatur transisi gelas. Dengan
demikian akan mengurangi terjadinya keretakan bahan. Apabila bahan dikeringkan
selama 20 menit, berdasarkan hasil simulasi, temperatur bahan mencapai 47.95oC,
sehingga berada pada daerah transisi gelas, hal ini akan berakibat terjadinya
perbedaan sifat antara bagian permukaan bahan yang berada dalam daerah glassy
dan pada bagian pusat bahan masih dalam daerah rubbery. Keadaan tersebut akan
menimbulkan stress pada bahan, sehingga akan meningkatkan kerusakan bahan.
Tcoba = 0,935Tsim + 0,867R² = 0,975
32
37
42
47
32 37 42 47
Tempe
rtur percoba
an °C
Temperatur simulasi °C
Linear (antara simulasi vs percobaan)
92
Gambar 43 Simulasi perubahan temperatur bahan terhadap waktu pengeringan
siklus pertama
4.4.6 Penurunan Tekanan
Hasil pengukuran menunjukkan, penurunan tekanan dari lubang keluaran
blower arah horisontal ditambah belokan adalah 686.7 Pa (7 cm kolom air) dan
pada arah vertikal sepanjang 2 meter pengukuran adalah 294.3 Pa (3 cm kolom air)
sehingga total penurunan tekanan adalah 980 Pa (10 cm kolom air). Berdasarkan
persamaan 4.23, maka didapat nilai f = 0.068. Sedangkan daya listrik yang
dibutuhkan berdasarkan persamaan 4.24, didapat hasil daya P = 217.78 watt.
Spesifikasi blower yang digunakan mempunyai kapasitas 24 m3/menit
dengan diameter pipa PVC 76 cm, kecepatan udara pembawa adalah 46 m/detik dan
penurunan tekanan hingga 1400 Pascal, daya 0.5 Hp (370 watt), dengan demikian
pemilihan blower dalam disain memadai karena, penurunan tekanan yang terjadi
masih berada dibawah kapasitas blower yang digunakan.
Terdapat aliran yang tidak lancar selama proses pengeringan berlangsung
yang kemungkinan disebabkan oleh adanya bridging, sehingga mengurangi
kapasitas alat.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 5 10 15
Tempe
ratur b
ahan
(°C)
Waktu pengeringan (menit)
93
Tabel 21 Unjuk kerja alat secara umum
Parameter Satuan Percobaan I Percobaan II Percobaan III Massa gabah awal kg 450 410 410 Kadar Air awal % bb 23.5 22.3 22.8 KadarAir Akhir % bb 13.95 14.15 14.20 Temp Udara lingkungan oC 31 31 31 RH udara lingkungan % 80 80 80 Temp Udara pengering rata-rata oC 59.5 59.5 60 RH udara Pengering % 19 20 18 Laju udara pengering m3/dt 0.16 0.16 0.16 Daya blower udara pengering Watt 125 125 125 Temp Udara pengering keluar rata-rata
oC 43 42 43
Laju Udara Pembawa m3/dt 0.23 0.23 0.23 Daya blower udara pembawa Watt 370 370 370 Total waktu pengeringan jam 10 9 9 Konsumsi bahan bakar liter/jam 0.95 1.15 1.20 Effisiensi pengeringan % 31.1 22.2 22.6 Rendemen beras kepala (thd beras pecah kulit)
% 74.3 72.69 72
Konsumsi Energi Spesifik (non renewable energy)
MJ/kg uap air
3.475 4.786 4.131
Konsumsi Energi Spesifik (total) MJ/kg uap air
6.499 8.980 8.625
4.5 KESIMPULAN
1. Simulasi komputer yang dibuat dapat digunakan untuk memprediksi total
waktu pengeringan dengan perbedaan antara 7-10%, dan perbedaan kadar
air akhir antara 2 – 3%.
2. Waktu pengeringan berdasarkan simulasi, tiap sirkulasi yang diperlukan
11.8 menit dan waktu tempering 48.9 menit (perbandingan waktu
pengeringan dan waktu tempering 1:4), dengan kadar air awal bahan 23.5%,
untuk mencapai kadar air rata-rata 14.2% dibutuhkan 9 kali sirkulasi dengan
total waktu pengeringan 545.5 menit.
94
3. Penggunaan temperatur udara pengering 60 oC menghasikan rendemen beras
kepala 72-74.3%, adapun pengeringan kovensional menghasilkan rendemen
beras kepala 64.77%, pada pengeringan cuaca cerah.
4. Konsumsi energi spesifik (non renewable energy) antara 3.475 MJ/kg uap
air hingga 4.786 MJ/kg uap air, dengan menggunakan campuran minyak
jarak dan minyak tanah 1:1, didapat konsumsi energi spesifik total antara
6.499 MJ/kg uap air hingga 8.98 MJ/kg uap air dan Efisiensi pengeringan
antara 22.20 – 31.10%. Konsumsi Energi listrik menggunakan konveyor
pneumatik 1.028 Wh/kg produk.
BAB V
ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN
PENGERING RESIRKULASI
5.1 PENDAHULUAN
Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam
perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan manfaat dengan memanfaatkan sumberdaya
yang ada. Kegiatan seperti ini disebut suatu proyek (Pramudya dan Dewi, 1992). Adapun tujuan
dari adanya proyek adalah untuk mendapatkan keuntungan, dimana keuntungan tersebut
didapatkan dari adanya selisih biaya yang diterima dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Untuk mengetahui besarnya biaya yang diterima dan biaya-biaya yang dikeluarkan, maka
dilakukan analisis biaya. Biaya-biaya suatu proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya
eksploitasi. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan, sedangkan
biaya eksploitasi dikeluarkan selama proyek tersebut dijalankan.
Secara tradisional petani petani dan unit usaha pengilingan mengeringkan gabah dengan
menggunakan metoda lamporan (pengeringan langsung menggunakan energi matahari), sehingga
membutuhkan lahan yang luas, dengan tebal tumpukan antara 1- 2.5 cm, diperlukan luas lahan
lamporan antara 80-115 m2 untuk setiap ton gabah. Dengan cara tersebut petani tidak
memperhitungkan biaya pengeringgan, dan biasanya dikeringkan dipinggir jalan atau dititipkan
ke penggilingan padi untuk dikeringkan dengan biaya Rp 50.000 per ton, tetapi dengan metoda
lamporan, mutu hasil pengeringan tidak dapat ditentukan, oleh karena sangat tergantung cuaca
dan keadaan sekelilingnya.
Usaha penggilingan pada umumnya mempunyai lahan untuk pengering lamporan yang
terbatas, sehingga ketika banyak petani menitipkan gabahnya untuk dikeringkan tidak mampu
melakukannya, akibatnya banyak gabah yang mengalami penundaan pengeringan dan akan
menurunkan mutu hasil penggilingan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk itu penting
bagi pengusaha penggilingan atau kelompok tani merubah cara pengeringan dari secara
tradisional menjadi menggunakan pengering mekanis, yang dapat meningkatkan mutu
pengeringan juga dapat meningkatkan hasil dari penggilingan.
96
Penggunaan pengering mekanis tersebut, tentunya diharapkan penambah biaya yang tidak
terlampau tinggi, sehingga dibutuhkan pengering mekanis dengan harga terjangkau dan
mempunyai unjuk kerja yang baik. Untuk itu , maka pengering gabah tipe resirkulasi dengan
menggunakan konveyor pneumatik dan energi minyak jarak dapat menjadi pilihan utama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari usaha pengeringan gabah
dengan menggunakan pengering tipe resirkulasi yang diteliti, dan diharapkan hasil dari analisis
ini dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani atau pengusaha penggilingan gabah.
5.2 TINJAUAN PUSTAKA
Produksi gabah nasional yang mencapai 59.877 juta ton pada tahun 2008 (BPS 2008)
sebagian besar berasal dari lahan petani, kemudian petani menjual ke pedagang penebas, ke
KUD atau pengusaha penggilingan padi. Petani biasanya menjual gabah dalam keadaan gabah
kering panen(GKP) atau gabah kering giling (GKG), apabila dalam keadaan GKP, maka
pedagang penebas, KUD ataupun pengusaha penggilingan yang mengeringkan untuk menjadi
GKG.
Produksi gabah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, dengan luas lahan sawah
1155 ha adalah 17134.54 ton gabah kering panen per tahun dalam 3 kali masa tanam. Proses
pengeringan gabah yang dilakukan di daerah tersebut masih dengan cara tradisional, yaitu
dijemur di atas lantai jemur (lamporan). Lamporan ini biasanya terintegrasi dengan unit
penggilingan padi. Adapun jumlah penggilingan padi yang terdapat di Kecamatan Cibungbulang
mencapai 28 unit penggilingan yang tersebar di berbagai desa.
Apabila dirata-rata dalam setiap musim dihasilkan 5711.513 ton per musim, sehingga
diperlukan lamporan untuk setiap unit penggilingan kurang lebih 400 m2, dengan asumsi hasil
setiap musim disebar secara rata di 28 unit penggilingan dan dilakukan dalam 45 hari.
Luas lahan yang cukup besar tersebut tidak tersedia di setiap unit penggilingan, mereka
pada umumnya hanya memiliki lahan lamporan ± 225 m2, sehingga petani sering mengeringkan
dipinggir jalan desa atau di pekarangan rumah.
97
5.2.1 Kajian Finansial
Kajian finansial diawali dengan analisis biaya (biaya tetap dan biaya variabel), penentuan
harga pokok dan harga jual. Untuk mengetahui batasan pengambilan keputusan kelayakan suatu
proyek, digunakan berbagai indeks yang disebut kriteria investasi.
Analisis biaya adalah kegiatan yang meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi dan
pengendalian, yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Penggolongan biaya
menurut perubahannya terhadap volume produk terdiri dari biaya tetap, variabel dan semi
variable (Simangunsong 1991).
Menurut De Garmo et al (1984), biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya
tetap/konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan intensitas atau aktivitas volume kegiatan sampai
dengan tingkat usaha tertentu. Komponen dalam biaya ini adalah biaya penyusutan, bunga modal
investasi, pajak, biaya sewa gudang dan bangunan, gaji pegawai tetap serta dana sosial.
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sebanding dengan
perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya variable meliputi biaya pemeliharaan, biaya bahan
bakar, biaya bahan baku/penolong, upah karyawan harian serta jaminan karyawan. Biaya semi
variabel adalah biaya variabel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti beban kerja
peralatan dan umur peralatan. Karena penghitungan biaya semi variabel cukup rumit, maka
umumnya komponen biaya ini dikelompokkan ke dalam biaya variabel (De Garmo et al. 1984).
Dalam menentukan harga pokok, Simangunsong (1991) menyatakan bahwa perhitungan
harga pokok berdasarkan obyek biaya dapat dibedakan menjadi:
(1) Metode Full Costing/Absorbation Costing/ Metode konvensional, yaitu metode
yang memperhitungkan semua biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel)
sebagai unsur harga pokok.
(2) Metode Direct Costing/Variable Costing, yaitu metode yang hanya
memperhitungkan biaya variabel dan tidak menyertakan biaya tetap dalam
penentuan harga pokok produksi.
Dengan menggunakan metode tersebut akan diperoleh harga pokok yang
selanjutnya ditambah dengan prosentase laba yang diinginkan (mark up) sehingga
menghasilkan harga jual (target price).
98
Biaya tetap yang diperhitungkan meliputi biaya penyusutan dan bunga modal. Biaya
penyusutan meliputi biaya penyusutan lamporan dan peralatan pendukungnya, seperti garpu
perata dan tampah. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan
persamaan sebagai berikut:
5.1 L
SPD −=
dimana: D = Biaya penyusutan (Rp / tahun)
P = Harga awal (Rp)
S = Harga Akhir (Rp)
L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)
Bunga modal dari investasi pada mesin pengering diperhitungkan sebagai biaya, karena
uang yang dipergunakan untuk membeli alat atau mesin tidak bisa dipergunakan untuk usaha
lain. Bunga modal diperhitungkan sendiri, karena pada perhitungan biaya penyusutan belum
memperhitungkan bunga modal.
Perhitungan bunga modal diperhitungkan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
NNPiI
2)1( +×
= . 5.2
dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun)
P= Nilai awal mesin (Rp)
i = Tingkat bunga modal (% / tahun)
N = Umur ekonomis (tahun)
Biaya tidak tetap meliputi biaya pemakaian bahan bakar, biaya pemakaian listrik, biaya
buruh/operator dan biaya pemeliharaan. Biaya ini akan dikeluarkan jika mesin dioperasikan.
Makin lama dioperasikan maka makin banyak biaya yang dikeluarkan. Biaya bahan bakar adalah
biaya sumber tenaga, seperti minyak tanah. Biaya buruh/operator diperhitungkan sebagai biaya
99
tidak tetap karena buruh/operator digaji menurut jam kerjanya. Menurut Waries (2006) gaji
operator diperhitungkan sebagai biaya tidak tetap apabila operator digaji berdasarkan jam
kerjanya. Lanjutnya, apabila operator digaji sebagai pegawai tetap, maka gajinya termasuk ke
dalam biaya tetap. Biaya pemeliharaan meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah
tenaga kerja mekanik untuk perbaikan khusus, pengecatan, pembersihan, pencucian dan
perbaikan-perbaikan karena faktor tak terduga. Biaya tidak tetap ini dihitung dalam satuan
Rp/jam.
Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu
mesin. Biaya ini merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap, dan dinyatakan
dalam satuan Rp/jam. Biaya total dihitung dengan persamaan (Pramudya dan Dewi. 1992) :
5.3 BTTx
BTB +=
kMx =
dimana: B = Biaya total (Rp/jam)
BT = Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam)
x = Jam kerja per tahun (jam/tahun)
M = Perkiraan gabah yang dikeringkan (kg/tahun)
k = Kapasitas kerja mesin (kg/jam)
Menurut Manullang (1980), biaya pokok produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat
dipergunakan. Pada pengeringan gabah, biaya pokok adalah biaya yang dikeluarkan untuk
mengeringkan satu kilogram gabah (GKP). Biaya pokok dinyatakan dalam satuan Rp/kg. Biaya
pokok dihitung dengan persamaan (Pramudya dan Dewi 1992):
kBBp =
dimana: B = Biaya total (Rp/jam)
k = Kapasitas kerja mesin (kg/jam)
100
Adapun kriteria Investasi yang merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui
kelayakan proyek yang akan dilaksanakan. Penghitungan kriteria investasi yang didasarkan pada
konsep nilai uang meliputi Net Present Value(NPV), Internal Rate of Return(IRR), Net Benefit
Cost Ratio(Net BC ratio) dan analisis kepekaan(sensitivitas). Sedangkan kriteria investasi yang
didasarkan pada konsep nilai waktu meliputi Break Even Point (BEP) dan Pay Back Period.
Net Present Value (NPV), yaitu selisih harga sekarang dari penerimaan terhadap
pengeluaran pada tingkat suku bunga tertentu. NPV sangat dipengaruhi oleh nilai dari
pengeluaran dan penerimaan, atau salah satu dari unsur tersebut, dengan menggunakan kriteria
NPV, maka proyek dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar atau sama dengan nol. Rumus
perhitungan NPV adalah:
( )5.4
11∑= +
−=
n
tti
CtBtNPV
B = penerimaan total n = umur ekonomis t = tahun ke-
C = biaya total i = tingkat suku bunga
Internal Rate of Return (IRR), yaitu tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai
sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh biaya investasi proyek (Djamin 1984). Nilai IRR
merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol (Pramudya dan Dewi
1992). Dalam persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ) 5.5 '""'
'' iiNPVNPV
NPViIRR −−
+=
NPV’ = NPV pada suku bunga i’ (bernilai positif)
NPV” = NPV pada suku bunga i” (bernilai negatif)
Proyek dinyatakan layak bila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga (i) yang berlaku
saat itu.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), merupakan perbandingan antara present value total dari
benefit bersih terhadap present value total dari biaya bersih (Kadariah et al. 1988).
101
( )
( )
5.6
1
1/
1
1
∑
∑
=
=
+−+−
= n
tt
n
tt
iBtCtiCtBt
CNetB
Apabila Net B/C >1 proyek dianggap layak, dan bila Net B/C <1 maka proyek dinyatakan tidak
layak.
Break Even Point (BEP) adalah salah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang
menyebabkan besarnya hasil penjualan sama dengan biaya total (Kadariah et al. 1988), atau
dalam hal ini keuntungan sama dengan nol.
5.7 )(VH
FCunitQ−
=
Pay Back Period (PBP), menunjukkan waktu sebuah gagasan usaha dapat
mengembalikan seluruh modal yang ditanam. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba
bersih ditambah penyusutan (Kadariah et al., 1988). Dengan demikian PBP menggambarkan
panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu usaha dapat diperoleh
kembali.
5.8 1 tahunperiodikpenerimaanawalInvestasiPBP +=
Analisis kepekaan/sensitivitas yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh
beberapa faktor terhadap hasil analisis investasi yang dilakukan. Dalam melakukan analisis
kepekaan, perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang
terjadi atau mungkin terjadi, dengan melakukan trial and error.
5.2.2 Analisis Data
Analisis biaya pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi ditujukan
untuk kelompok petani dan atau pengusaha penggilingan padi
Kajian finansial diawali dengan anlisis biaya (biaya tetap dan biaya variabel), penentuan
harga pokok dan harga jual. Biaya proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya eksploitasi.
Analisis biaya investasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar nilai investasi suatu
usaha, dalam hal ini biaya investasi adalah harga pengadaan alat pengering resirkulasi yang
102
didapat dari hasil optimasi biaya pada bagian disertasi ini, sedangkan penentuan harga pokok
dapat dianalisis dengan menggunakan analisis biaya produksi, sehingga dapat diperoleh biaya
per satuan produk keluaran, semakin rendah biaya produksi semakin tinggi keuntungan yang
didapat.
Untuk memudahkan analisis kelayakan usaha pengeringan gabah secara mekanis ini
diperlukan beberapa asumsi yaitu:
Investasi awal, harga-harga faktor produksi dan biaya pengeringan berdasarkan harga
yang berlaku selama penelitian berlangsung, Umur ekonomis
untuk unit pengering mekanis adalah 5 tahun, Nilai akhir untuk unit pengering adalah 10% dari
investasi awal. Pendapatan dan pengeluaran dianggap tetap sepanjang umur ekonomis alat.
Tingkat suku bunga (discount rate) adalah tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk
mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah
15% yang didekati dari tingkat suku bunga Bank Indonesia ketika penelitian berlangsung. Hari
kerja unit pengering mekanis selama 240 hari/tahun.Tidak ada pajak yang dikenakan dalam
perhitungan.
5.3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis ekonomi untuk pengeringan gabah secara mekanis ini dilakukan dengan
menggunakan data harian jumlah gabah yang dijemur pada pengeringan gabah secara tradisional.
Dari data harian diperoleh rata-rata gabah yang dijemur per hari sebesar 2050 kg GKP atau
sebesar 369 ton GKP per tahun pada salah satu unit usaha penggilingan
5.3.1 Biaya Investasi
Dalam pengembangan usaha pengeringan gabah secara mekanis, komponen yang
termasuk biaya investasi adalah pengadaan mesin pengering. Besarnya dana yang dibutuhkan
untuk membeli mesin pengering sebesar Rp 10 juta dan semuanya adalah modal sendiri atau
modal bersama anggota kelompok tani.
103
5.3.2 Biaya Tetap
Biaya tetap yang diperhitungkan dalam pengembangan usaha pengeringan gabah ini
adalah biaya penyusutan mesin dan bunga modal. Perhitungan biaya penyusutan mesin dilakukan
dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai sisa untuk mesin ditetapkan 10% dari harga awal.
Biaya penyusutan dari hasil perhitungan diperoleh sebesar Rp 1.800.000 per tahun. Bunga modal
diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang dipergunakan untuk membeli mesin tidak bisa
dipergunakan untuk usaha lain (Pramudya dan Dewi 1992). Besarnya suku bunga yang
dipergunakan adalah 15%. Besarnya bunga modal ini adalah Rp 900.000 per tahun. Dari hasil
perhitungan diperoleh total biaya tetap sebesar Rp 2.700.000,-. Rincian biaya tetap disajikan
pada Lampiran 4.
5.3.3 Biaya Tidak Tetap
Yang termasuk biaya tetap adalah biaya operasional mesin, biaya operator dan biaya
pemeliharaan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar dan kecilnya tergantung pada produk
yang dihasilkan dan pemakaian alat atau mesin produksi.
Biaya operasional mesin meliputi biaya listrik dan minyak tanah. Tarif listrik yang
digunakan dalam perhitungan adalah tarif listrik untuk rumah tangga sebesar Rp 675/kWh
berdasarkan TDL (Tarif Dasar Listrik) pada bulan Mei 2008. Konsumsi listrik mesin pengering
adalah 0.01 kWh/kg. Biaya pemakaian listrik diperoleh dari hasil perkalian antara konsumsi
listrik mesin pengering (kWh/kg), jumlah gabah yang dikeringkan per jamnya dan tarif listrik.
Konsumsi bahan bakar adalah 1.1 liter per jam. Ini didapat dari rata-rata konsumsi bahan bakar
pada unjuk kerja mesin. Biaya pemakaian bahan bakar diperoleh dengan mengalikan konsumsi
bahan bakar dengan harga bahan bakar. Harga bahan bakar khususnya minyak tanah ini berbeda-
beda di setiap tempat. Harga minyak tanah yang berlaku di pasaran sebesar Rp 6.000 per liter
dan harga minyak jarak dipasaran saat ini juga Rp 6.000 per liter.
Jumlah tenaga operator yang dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin pengering
sebanyak satu orang. Operator dibayar dengan upah yang sama dengan upah pada penjemuran
gabah, yaitu sebesar Rp 20.000 per orang setiap hari kerja. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan
yang dikeluarkan sebesar Rp 350 per jam. Dari hasil perhitungan diperoleh total biaya tidak tetap
sebesar Rp 10.937 per jam atau Rp 22.290.000 per tahun. Rincian biaya tidak tetap disajikan
pada Lampiran 5.
104
5.3.4 Biaya Pokok Pengeringan
Biaya pokok pengeringan (Rp/kg) dapat dianalisis dari komponen biaya tetap (Rp/th) dan
tidak tetap (Rp/jam), kapasitas pengeringan (kg/jam), dan hari kerja rata-rata per tahun (jam/th).
Dari hasil perhitungan diperoleh biaya pokok untuk pengeringan gabah tipe resirkulasi denga
menggunakan konveyor pneumatik sebesar Rp 241 per kg GKP.
Semakin besar jumlah jam kerja dalam satu tahun maka biaya pokok per unit produk akan
semakin rendah, sehingga untuk mendapatkan keuntungan maksimal, biaya pokok harus
diusahakan serendah mungkin (Pramudya dan Dewi 1992). Hal tersebut dapat dilakukan dengan
meningkatkan volume gabah yang akan dikeringkan atau meningkatkan waktu kerja lebih besar
dari hari kerja rata-rata. Agar hal ini bisa tercapai maka pengusaha jasa pengeringan gabah harus
memaksimalkan kerja mesin ketika musim hujan berlangsung dan ketika terjadi kelebihan
produksi gabah sehingga penjemuran gabah secara tradisional tidak bisa dilakukan.
5.3.5 Analisis Titik Impas
Analisis titik impas perlu diketahui untuk mengetahui hari pengoperasian mesin
pengering gabah setiap tahun agar usaha jasa pengeringan gabah tidak mengalami kerugian.
Komponen analisis titik impas adalah biaya tetap (Rp/th), biaya tidak tetap (Rp/jam), dan upah
pengeringan. Upah pengeringan yang dikenakan Rp 250 per kg atau dalam bentuk natura (GKG)
sebesar 0.074 kg. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh volume gabah masuk pada titik
impas untuk usaha pengeringan gabah tersebut adalah sebesar 86.400 kg GKP per tahun dan
1728 jam kerja per tahun.
Dari data yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa usaha jasa pengeringan
gabah tersebut harus mengeringkan gabah dengan jumlah gabah yang dikeringkan minimal pada
titik impas agar tidak mengalami kerugian.
5.3.6 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengeringan Gabah
Perhitungan analisis finansial dilakukan dengan tiga macam analisis yaitu:
1. Net Present Value (NPV)
105
2. Internal Rate of Return (IRR)
3. B/C
Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan pada
analisis biaya, upah untuk pengeringan, jam kerja per tahun dan jumlah gabah yang dikeringkan
per tahun pada tingkat bunga 15%. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8.186
.391,- , IRR sebesar 31.19% dan B/C sebesar 1.82.
Dari hasil perhitungan untuk kelayakan finansial yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa usaha pengeringan gabah secara mekanis dari segi finansial adalah layak dengan rata-rata
jumlah gabah 500 kg GKP per hari atau sebesar 86.400 kg GKP per tahun. Ini terlihat dari semua
nilai NPV yang lebih besar dari 0 (nol), nilai IRR yang lebih besar dari discount rate yang
berlaku (15%), dan B/C yang lebih besar dari 1 (satu).
5.3.7 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas pada usaha pengeringan gabah ini dilakukan untuk mempelajari
kemungkinan bila terjadi perubahan pada salah satu komponen biaya. Sebelum dilakukan
analisis sensitivitas, perlu ditentukan terlebih dulu variabel kritis yang mungkin akan mengalami
perubahan karena pengaruh dari keadaan sosial, politik dan ekonomi saat itu dan dapat
mengakibatkan perubahan biaya dan kelayakan pada usaha. Analisis sensitivitas dilakukan
terhadap kenaikan harga bahan bakar (minyak tanah) sebesar 10% , 12.5% , 15% dan 17,5%.
Selain itu, dilakukan analisis sensitivitas untuk kenaikan upah operator sebesar 30% , 40%, dan
50%. Analisis lainnya adalah terhadap penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per
hari sebesar 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35% serta terhadap penurunan harga Gabah Kering
Giling (GKG) sebesar 5%, 7.5%, dan 10%.
Untuk analisis sensitivitas terhadap kenaikan tarif listrik tidak dilakukan, karena tidak
begitu berpengaruh terhadap hasil kelayakan. Hasil perhitungan dari analisis sensitivitas
disajikan pada tabel berikut ini.
106
Tabel 21 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan bakar
Kenaikan Harga (%) NPV (Rp) B/C IRR (%)
10
12,5
15
17,5
2876578
1549124
221671
-1105782
1.29
1.15
1.02
0.89
27.78
19.99
17.98
9.01
Dari Tabel 21 terlihat bahwa kenaikan harga bahan bakar hingga mencapai 17.5% dari
sekarang (harga sekarang Rp 6.000 per liter) akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa
pengeringan. Hal ini terlihat dari nilai NPV sebesar - Rp 1.105.782 ; B/C sebesar 0.89 dan IRR
9.01, menjadi tidak karena dengan nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang kurang dari 1,
dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga.
Tabel 21 Analisis sensitivitas kenaikan upah operator
Kenaikan Upah
(%) NPV (Rp) B/C IRR (%)
30
40
50
3.359.288
2.118.991
141.219
1.34
1.21
1.1
38.36
34.23
22.37
Dari Tabel 22 terlihat kenaikan upah operator hingga mencapai 50% dari sekarang (upah
operator sekarang Rp 20.000 per orang per hari) tidak akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa
pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp 141.219 B/C sebesar 1.1, dan IRR sebesar
22.37%. Nilai NPV yang lebih dari nol, nilai B/C yang lebih dari 1, dan nilai IRR yang lebih dari
suku bunga menunjukkan saat kenaikan upah operator mencapai 50% maka usaha jasa
pengeringan dengan rata-rata jumlah gabah yang masuk 500 kg per hari masih layak.
Dari Tabel 23 terlihat penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari
sebesar 35% akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV
sebesar Rp -1.571.084., B/C sebesar 0.89 dan IRR sebesar 11.08%. Nilai NPV yang kurang dari
nol, nilai B/C yang kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga menunjukkan saat
107
penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari mencapai 35% maka usaha jasa
pengeringan menjadi tidak layak.
Tabel 23 Analisis sensitivitas penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari
Penurunan Rata-rata Jumlah Gabah
per Hari (%) NPV (Rp) B/C IRR (%)
20
25
30
35
3.830.883 2.030.226
229.569
-1.571.084
1.25
1.13
1.01
0.89
24.47
2.06
15.63
11.08
Penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) dapat juga mempengaruhi jumlah
penerimaan dari usaha jasa pengeringan tersebut. Upah pengeringan pada pengeringan ini selain
dapat dibayar dengan menggunakan uang, dapat juga dibayar dengan menggunakan gabah
(GKG) sebesar 0.074 kg. Nilai ini merupakan konversi dari upah pengeringan sebesar Rp 250
per kg (harga gabah yang dipakai sebesar Rp 2.840 per kg GKG, harga ini berdasarkan pada
harga pembelian GKG di tingkat Bulog menurut Inpres No.1 Maret 2008).
Tabel 24 Analisis sensitivitas penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG)
Penurunan Harga GKG (%) NPV (Rp) B/C IRR (%)
5
7.5
10
4.906.740
1.230.680
-1.832.700
1.33
1.08
0.88
27.11
18.19
10.35
Dari Tabel 24 terlihat penurunan harga gabah kering giling (GKG) mencapai 10% akan
mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp -1.832
700, B/C sebesar 0.88 dan IRR sebesar 10.35%. Nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang
kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga menunjukkan saat penurunan harga
gabah kering giling (GKG) mencapai 10% maka usaha jasa pengeringan menjadi tidak layak.
108
Perhitungan biaya dengan skenerio kapasitas pengering 500 kg ; 1000 kg dan 2000 kg
ditampilkan pada Lampiran 4, 11 dan 13
5.4 KESIMPULAN
1) Mengingat harga alat dan mesin pertanian, khususnya mesin pengering gabah, secara
umum tidak terjangkau oleh daya beli petani, sedangkan alat dan mesin pertanian
sangat diperlukan untuk membantu usaha tani dalam peningkatan produksi dan mutu.
Bagi petani yang diperlukan adalah ketersediaan jasa alat dan mesin pertanian
tersebut, bukan kepemilikan alat dan mesin. Jasa itu disediakan secara komersial,
oleh karena itu pengadaan alat dan mesin tersebut harus dilaksanakan dalam konteks
yang layak secara teknis dan ekonomi bagi pengusaha jasa bersangkutan.
Peningkatan usaha jasa pelayanan pengeringan akan merangsang pengembangan
penggunaan mesin pengering.
2) Usaha jasa pengeringan gabah ini biasanya terintegrasi dengan unit penggilingan
padi, sehingga pengembangan usaha jasa pengeringan gabah melalui pengusaha
penggilingan padi, petani ataupun kelompok tani yang mengelola usaha penggilingan
padi mempunyai prospek yang cukup baik. Biaya investasi untuk pengering gabah
kapasitas 500 kg adalah Rp 10 juta, - ; kapasitas 1000 kg adalah Rp 15 juta,- dan
kapasitas 2000 kg adalah Rp 30 juta,-. Berdasarkan hasil analisis biaya , Hasil
analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering
resirkulasi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp 8.186.391,-. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tingkat suku bunga 15 % nilai NPV masih
menunjukkan positif sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 15 %
investasi usaha pengeringan layak untuk dilakukan. Hasil analisis menunjukkan
bahwa nilai net B/C sebesar 1.82 dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi usaha
pengeringan gabah layak untuk dilaksanakan. Hasil analisisi menunjukkan bahwa
nilai IRR sebesar 31.19% yang berarti bahwa bila dibandingkan dengan tingkat suku
bunga bank sebesar 15% investasi usaha pengeringan gabah masih menguntungkan.
109
3) Analisis titik impas (BEP) perlu diketahui untuk mengetahui hari pengoperasian
mesin pengering gabah setiap tahun agar usaha jasa pengeringan gabah tidak
mengalami kerugian. Upah pengeringan yang dikenakan Rp 250 per kg atau dalam
bentuk natura (GKG) sebesar 0.074 kg. Dari perhitungan yang dilakukan,
menunjukkan kapasitas volume gabah masuk yang harus diusahakan adalah sebesar
86.4 ton GKP per tahun dan 1728 jam kerja per tahun. Dari hasil perhitungan PBP,
usaha ini menunjukkan waktu pengembalian modal investasi pada tahu ke dua, yang
berarti investasi yang dikeluarkan akan kembali pada tahun ke dua.
4) Dengan kenaikan harga bahan bakar hingga 15% dan kenaikan upah pekerja naik
15% usaha tersebut masih layak, jika kenaikan hanya terjadi pada upah pekerja,
kenaikan hingga 50% juga masih layak untuk usaha jasa pengeringan dengan
menggunakan pengering resirkulasi tersebut.
BAB VI
PEMBAHASAN UMUM
Sumber energi yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran minyak jarak
(sebagai salah satu energi terbarukan) dengan minyak tanah, berdasarkan hasil pengujian
menunjukkan bahwa penggunaan minyak jarak dicampur dengan minyak tanah dapat digunakan
dengana baik, pencampuran homogen karena keduanya senyawa non-polar, serta minyak tanah
sebagai pelarut yang kuat.
Perbandingkan nilai kalor minyak jarak dengan minyak tanah tidak terlalu berbeda, tetapi
kekentalan minyak jarak sangat tinggi dibandingkan kekentalan minyak tanah, faktor kekentalan
akan mempengaruhi panjang lidah api, sudut api dan pelepasan panas, makin kental bahan bakar
tersebut makin panjang lidah api dan makin kecil sudut api serta pelepasan panas kecil.
Untuk menurunkan tingkat kekentalan minyak jarak, maka dicampur dengan minyak
tanah dan dilakukan pemanasan, penggunaan campuran hingga perbandingan antara minyak
jarak dengan minyak tanah hingga 3:1, dan dipanaskan hingga temperatur 60 oC memberikan
hasil tingkat kekentalan 7.5 cp. Adapun minyak jarak dengan pemanasan temperatur 90 oC
mempunyai tingkat kekentalan 8.03 cp, Dengan demikian kedepan dapat dimungkinkan
menggunakan minyak jarak 100%, sebagai bahan bakar untuk memanaskan udara pengering.
Perlakuan antara temperatur dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air,
berdasarkan analisis varian terdapat perbedaan nyata, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
temperatur dan waktu pengeringan sangat mempengaruhi penurunan kadar air bahan. Laju
pengeringan berbanding lurus terhadap temperatur dan waktu pengeringan.
Untuk pengeringan bertahap, proses pengeringan pertama memegang peranan penting,
ketika pengeringan pertama berhenti pada tingkat kadar air di atas 18% bb, maka peningkatan
rendemen beras kepala dapat ditingkatkan dengan proses tempering, tetapi ketika melewati kadar
air 18% bb, bahan mendekati garis transisi gelas sehingga tempering tidak dapat meningkatkan
rendemen beras kepala. Hal ini disebabkan pada bagian permukaan bahan berada dalam daerah
glassy sedangkan pada bagian pusat berada dalam daerah rubbery yang akan menimbulkan
stress pada bahan. Perbedaan keadaan tersebut mengakibatkan perbedaan sifat antar bagian, yang
dapat menimbulkan keretakan bahan.
111
Berdasarkan hasil percobaan diketahui untuk temperatur udara pengering 60 oC dengan
waktu pengeringan 30 menit, kadar air menjadi 17.63% mengakibatkan rendamen beras kepala
hasil pengeringan hanya 50%, perlakuan tempering tidak dapat memperbaiki besarnya rendamen,
hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fendly.J.W.,Siebenmorgen.T.J(2002), yang
menyatakan apabila terlalu lama pengeringan dengan temperatur di atas temperatur transisi
gelasnya, sehingga permukaan bahan berada dalam daerah glassy, sedangkan pusat bahan berada
dalam daerah rubbery. Kondisi demikian akan mengakibatkan keretakan pada bahan dan
akibatnya terjadi penurunan rendemen beras kepala,
Penggunaan simulasi komputer untuk menduga karakteristik pengeringan suatu alat
pengering dapat menghemat biaya dan waktu pembuatan serta percobaan alat. Dengan
menggunakan program Visual Basic 6.0 dan mengasumsikan pengeringan sebagai pengering
lapisan tipis dengan aliran udara pengering cross – flow. Model matematika berdasarkan
persamaan Bala, dengan persamaan diferensial parsial serta persamaan lapisan tipis digunakan
untuk menduga temperatur udara pengering, temperatur bahan dan kenaikan kelembaban
mutlaknya.
Penyelesaian persamaan-persamaan menggunakan teknik finite difference. Hasil simulasi
yang diverifikasi dengan menggunakan alat pengering resirkulasi dengan menggunakan
konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak jarak yang dirancang bangun
menunjukkan ketepatan pendugaan karakteristik pengeringan, dengan perbedaan antara simulasi
dengan percobaan anatar 2 - 3% untuk penurunan kadar air dan 7 hingga 14% untuk waktu
pengeringan, pada alat pengering, keseragaman kadar air rata-rata 14% ± 0.5%, merupakan
salah satu keunggulan tipe resirkulasi ini.
Udara keluar ruang pengering masih memiliki temperatur rata-rata 45 oC dan RH 50%,
sehingga untuk kedepan dapat digunakan pula sebagai inlet udara pembawa dan dapat menjadi
pengeringan fluidized .
Analisis finansial untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha jasa pengeringan
menggunakan pengering tipe resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dengan bahan bakar
campuran minyak jarak telah dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C), serta analisis sensitivitas yang
dilakukan untuk mempelajari kemungkinan bila terjadi perubahan harga salah satu atau beberapa
komponen biaya. Komponen biaya tidak tetap yang paling besar adalah biaya bahan bakar yang
112
mencapai 71% dari biaya tidak tetap, dengan demikian apabila bahan bakar dapat diganti 100%
menggunakan minyak jarak, akan dicapai harga pengeringan yang lebih murah.
Perubahan harga tersebut dapat terjadi oleh karena pengaruh keadaan sosial, politik
ataupun keadaan ekonomi saat itu dan dapat mengakibatkan kelayakan suatu usaha. Data harga-
harga komponen diperhitungkan pada harga saat penelitian dilakukan sebagai dasar perhitungan,
sehingga perubahan harga pada saat yang akan datang dihitung kenaikan terhadap harga tersebut.
Perhitungan biaya dengan beberapa skenario kapasitas alat pengering juga dilakukkan untuk
memberikan gambaran kapasitas usaha jasa pengeringan, dengan perhitungan untuk kapasitas
pengeringan dari 500 kg, 1000 kg dan 2000 kg per proses. Berdasarkan analisis finasial tersebut
nampak bahwa usaha pengeringan layak diusahakan, walaupun terjadi kenaikan harga bahan
bakar, dan upah tenaga kerja hingga 15%.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Minyak jarak (Jatropha Oil) dapat digunakan sebagai substitusi minyak
tanah sebagai sumber panas udara pengering, minyak jarak termasuk
senyawa non-polar, demikian pula minyak tanah, sehingga dapat
bercampur secara homogen. Campuran minyak jarak dengan minyak
tanah yang memberikan unjuk kerja terbaik adalah 1:1.
2. Berdasarkan percobaan menggunakan pengeringan statik didapat
perbandingan waktu pengeringan dengan waktu tempering 1: 3 hingga
1: 4 menunjukan hasil rendemen beras kepala 64.69%, dengan
menggunakan udara pengering bertemperatur 60 oC RH 17%.
3. Telah berhasil dibuat rancang bangun pengering resirkulasi dengan
menggunakan konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak
jarak dengan minyak tanah.
4. Untuk menghasilkan rendemen beras kepala yang tinggi, waktu
pengeringan tiap sirkulasi adalah 11.8 menit dengan waktu tempering
48.9 menit (perbandingan waktu pengering dengan waktu tempering 1:
4.1), bila kadar air awal 23.5% bb, untuk massa bahan 450 kg,
diperlukan 9 kali sirkulasi untuk mencapai kadar air 14.2% dan
menghasilkan nilai rendemen beras kepala 74.3% .
5. Program simulasi komputer yang dibuat dapat digunakan untuk
memprediksi total waktu pengeringan dengan perbedaan antara 7-10%,
hasil simulasi lebih cepat daripada hasil percobaan, dengan perbedaan
kadar air akhir antara 2 – 3%.
6. Konsumsi energi spesifik antara 3.475 MJ/kg uap air hingga 4.786
MJ/kg uap air, jika diperhitungkan untuk energi non terbarukan,
konsumsi energi spesifik total antara 6.499 MJ/kg uap air hingga 8.98
MJ/kg uap air dan Efisiensi pengeringan antara 22.22 – 31.10%.
Konsumsi Energi listrik menggunakan konveyor pnematik 1.028 Wh/kg
114
7. Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan
pengering resirkulasi menunjukan bahwa nilai NPV positif sebesar Rp
8186391,-. IRR 31.19% dan net B/C 1.82, investasi usaha pengeringan
layak untuk dilakukan.
SARAN
1. Pengoperasian pengering yang terbaik dengan menggunakan campuran
minyak jarak dengan minyak tanah 1:1, dengan melakukan
pembersihan nosel setiap satu jam sekali.
2. Perlu diperhatikan phenomena bridging, sehingga aliran bahan sedikit
terhambat.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2003.Paddy Drying. Agricultural Engineering Unit. Institute Rice
Research Institute (IRRI). [Deptan] Departemen Pertanian RI, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian. Keputusan Bersama No:01/SKB/BPPHP/TP.830/2003; KEP-07/UP/01/2003.
Afif.K.1988. Peluang Berhasilnya Pengeringan Padi dan Palawija di Daerah
Jatiluhur. Skripsi.Jurusan Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Agribisnis Pangan. (http://www.bbkpjateng.go.id) . Diakses tanggal 10 Peb
2006.
Agus.W. 2008. Harga Keekonomian Jarak Pagar. Infotek Jarak Pagar. Vol 3, No 6. Balitbang Pertanian.
Arora V.K., Henderson,S.M, Burkhardt T.H. 1973. Rice drying cracking versus thermal and mechanical properties. Transactions of the ASAE;320-327.
ASAE Standards. 1999. 46th ed. Thin layer drying of grains and corps. St.
Joseph, Mich. ASAE. Bala, B.K. 1997. Drying and Storage of Cereal Grains. Mohan Ptrimlani for
Oxford & IBH Publishining Co. Pvt Ltd. New Delhi. Ban, T. 1971.Rice cracking in high rate drying, Japan Agricultural Research
Quarterly, 62(2),113-116. Banaszek,M.M.,Siebenmorgan, T.J. 1990. Moisture adsorption rates of rough
rice, Transaction of ASAE, 33(4);1257-1262 Biodiesel Technocrats.2006. (http://www.boidieseltechnocrats.com). Diakses
tanggal 15 Agustus 2008 Biro Pusat Statistik. 2006. Sensus Pertanian. Biro Pusat Statistik, Jakarta Biro Pusat Statistik. 2008. Produksi Padi Indonesia, Jakarta. Bonazzi. C et al .1994. Experimental Study On The Quality Of Rough Rice
Related to Drying Conditions. Drying’94 . V. Rudolph & R.B.Key E. 1994 ; 1031-1036.
Brooker, D.B., F.W. Bakker-Arkema, and C.W. Hall. 1992. Drying and Storage
of Grains and Oilseeds., Van Nostrand Reinhold Publisher New York.
116
Cao,W.,Nishiyama,Y., Koide, S. (2004). Simulation of intermittent drying of Maitake mushroom by simplified model. Biosystems Engineering, 87(3), 59-65.
Cnossen, A.G., T.J. Siebenmorgen. 2000. The glass transition temperature
concept in rice drying and tempering; effect on milling quality. Trans. ASAE Vol. 43(6): 1661-1667.
Cnossen, A.G., T.J. Siebenmorgen, and W. Yang. 2002. The glass transition
temperature concept in rice drying and tempering; effect on drying rate. Trans. ASAE Vol. 45(3): 759-766.
Component of Kerosene JIS Grade 1.
(http://www.chofu.co.jp/english/ib/s2.htm). Diakses 18 Okober 2007. Daxesoft Ltd.2005. Head loss Theory .(http://www.pipeflow.co.uk). Diakses
tanggal 18 Oktober 2007. De Garmo, E.P. W.G. Sullivan dan J.R. Canada. 1984. Engineering Economy
The 7th Edition. Macmillan Publishing Comp., New York.
Djamila, S. 1983. Masalah Susut Panen, Penggabahan, Pengeringan dan Penggilingan Padi IR 36. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia, Jakarta. Djojomartono, M. 1990. Expansion of The Existing Simulation Model of Paddy
Operations by KUD’s. Final Report of R1-Drying Consultancy on Behalf of The ASEAN Food Handling Bureau, Kualalumpur. Department of Agricultural Engineering. IPB. Bogor.
Ekstrom,G.A., Liljedah, J.B., Peart, R.M. 1966. Thermal expansion and tensile
properties of corn kernel and theirrelationship to cracking during drying. Transactionof the ASAE, 9(4);556-561
Fendley, J.W., and T.J. Siebenmorgen. 2002. Effect of drying and tempering
rice using a continuous drying procedure. AAES Research Series 504 : 382-389.
Giner, S.A., Bruce, D.M., Mortimore, S. (1998). Two-dimensional simulation
model of steady-state mixed-flow grain drying. Part 1: The model. Journal of Agricultural Engineering Research, 71(1),37-50.
Henderson, S.M. and Perry, L.R. 1976. Agricultural Process Engineering.
University of California, USA.
117
Holman.J.P. 1986.Perpindahan Kalor. Jasjfi.E,Alih bahasa;Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Heat Transfer
Hosokawa, et al. 1980. Nosan Kikai Gaku. Bunko, Do.Japan. Agricultural
Processing Machinaries. Ippen, T.Arthur.1958. Mechanics of Liquids on Mechanical Engineers’
Handbook.Kogakusha Company, Tokyo, Jepang. [IRRI] International Rice Research Institute. 2004. Training Manual Paddy
Drying. Iynkaran, K., Tandy, David J. 1993. Basic Thermodynamic Applications and
Pollution Control. Simon & Schuster (Asia) Pte Ltd, Singapore. Kadariah, L., Karlina dan C. gray. 1988. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas
Ekonomi, UI, Jakarta. Kamaruddin Abdullah. 2007. Pengering Surya ERK tipe Resirkulasi. Unsada.
Jakarta Komuro H, Hosokawa A, editor. 1995. Rice Post-Harvest Technology, The
Food Agency,Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries, Japan. Knoe Thig Vegetable Oil Sdn Bdh. 2008. Jatropha Oil.
(http://www.alibaba.com). Diakses tanggal 10 Oktober 2008. Kubota, K. 1995. Dryer. Rice Post-Harvest Technologi. The Food Agency,
Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries, Japan. Kunze, O.R. 1991. Moisture adsorption in cereal grain technology- A review
with emphasis rice. Applied Engineering in Agriculture, 7(6),717-723. Kurtus.R. 2005. Polar and Non-Polar Molecules. (http://www.school-for-
champions.com). Diakses tanggal 10 Oktober 2008 LombokNews. 2007. Pasta dan kompor jarak pengganti minyak tanah.
(http://www.SumbawaNews.com). Diakses tanggal 30 Oktober 2007 Maelani. J, 2005. Ikatan Kovalen Polar dan Non Polar. Pustekkom, Universitas
Muhamadiyah Yokyakarta. Manullang, 1980. Dalam Adhipratiwy, R.N.S. 2001. Analisis Biaya Produksi
pada Usahatani Bunga Krisan Pot. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
118
Nishiyama. Y,.Wei Cao.,Baoming Li. 2006. Grain Intermittent Drying Characteristics Analyzed by a Simplified Model. Journal of Food Engineering 76 (2006); 272-279. Elsevier.
Perry, Robert H.,et al.1984. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 6th Ed.
MGraw-Hill, New York,USA; 7 -20. Pramudya, B. dan N. Dewi 1992. Ekonomi Teknik. Institut Pertanian Bogor,
Bogor. Reksowardojo.I.K., A.Surachman., Tri Sigit., Ibrahim., T.P.Brodjonegoro, 2008.
The Experience of Developed a Plant Oil-based cooking stove. Workshop on Renewable Energy Technology Applications to Support E3i Vilage. 22-24 July 2008, Jakarta.
Seluruh Konsumsi Minyak Tanah Sudah Beralih ke Elpiji Pada Tahun 2010
(http:// www.Radio Republik Indonesia.com). Diakses tanggal 10 Juli 2006
Seo.Y, Hosokawa A, editor. 1995. Moistur and Drying. Rice Post-Harvest
Technology, The Food Agency,Menitistry of Agriculture,Forestry and Fisheries, Japan.
Shei.H.J., Yi Luen Chen. 2002. Computer Simulation On Intermittent Drying Of
Rough Rice. Drying Technology;20(3);615-636. Siebenmorgen, T.J., and D.A. Schluterman. 2005. Relating rough rice drying
and tempering duration to Rendamen beras kepala Reduction. AAES Research Series 540 : 404-412.
Simangunsong, M.P. 1991. Akuntansi Biaya. Karya Utama, Jakarta Spivakovsky, A.1982. PAHCПOPTИPУЮЩИE MAШИЬI. Terjemahan. Don
Danemanis. Conveyors and Related Equipment. Peace Publishers, Moscow, Rusia.
Srinivasa Rao. P, Satish Bal, T.K. Goswami. 2007. Modelling and optimization
of drying variables in thin layer drying of parboiled paddy. Journal of Food Engineering 2007; 78: 480-487.
Steffe, J.F., Singh, R.P.(1980). Theoritical and Practical aspects of rough rice
tempering. Transactions of the ASAE, 23(3), 775-782. Steffe, J.F., Singh, R.P., Bakshi, A.S. (1979). Influence of tempering time and
cooling on rice milling yields and moisture removal. Transactions of the ASAE, 22(5), 1214-1218.
119
Stumpf, E., W.Mứhlbauer. 2002. Plant oil as cooking fuel: Development of a household cooking stove for tropical and sub-tropical countries, Inst. For Egr.Eng. In the Tropics and sub-tropics. Hohenheim Univ. Stuugart, Germany.
Sumangat.D, Wisnu Broto, Niken Harimurti. 2008. Teknologi Pengolahan
Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L) dan Bungkilnya Sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah.Prosiding
Thahir.R, Dedy A.Nasution, Joko Pitoyo, Anna Nurhasanah. 2001. Alat
Pengering Sirkulasi Untuk Biji kedelai. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Alat dan alat pertanian Untuk asgribisnis. Jakarta, 10-11 Juli 2001. Jakarta: Balitbang Pertanian Deptan.hlm 187-197.
Thahir.R. 1986. Analisis Pengeringan Gabah Berdasarkan Model Silindris
[disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Thakur.A.K., Gupta. A.K. 2006. Two Stage Drying of High Moisture Paddy
with Intervening Rest Period. Energy Conversion &Management.47(2006);3069-3083. Elsevier.
Turns, Stephen R. 1996. An Introduction to Combustion; consepts and
applications. McGraw-Hill Book Co. Singapore. Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta Yang, W., Jia, C., Siebenmorgan, T.J., Howell,T.A., Cnossen, A.G. (2002).
Intra-kernel moisture responss of rice to drying and tempering treatments by finite element simulation. Transactions of the ASAE, 45(4), 1037-1044.
120
Lampiran 1 Disain alat dan spesifikasi
SPESIFIKASI ALAT Tipe : Pengering Resirkulasi menggunakan Unjuk Kerja : konveyor pneumatik Waktu loading : 30 menit Dimensi : Tinggi total 3400 mm Waktu unloading : 40 menit Lebar total 1200 mm Laju pengeringan : 0.9%/jam Panjang total 2200 mm Blower : Tipe : Centrifugal, back wards curved Putaran : 2800 rpm Daya : 370 Watt Tegangan listrik : 220 Volt Ukuran : 80 mm Tekanan statik : 1400 Pa Kapasitas : 990 m3/jam Pemanas : Tipe : Kompor tekan Laju pembakaran : 0.75 – 3.0 liter/jam Bahan bakar : Campuran minyak jarak dengan minyak tanah
121
Lampiran 2 Print out Simulasi
122
Lampiran 3 Diagram alir program simulasi
inisiasi_variabel
hitung RH udara pengering, udara lingkungan,kelembaban mutlak
hitung nilai pada kondisi awal sirkulasi
hitung t,Me,Mi,k, deltat,tbesar,M, Mi-M0, dtperdy, dM/dt, dM/dy
Mencapai akhir Siklus kadar air 14 % ± 0.5 %
konstanta pengeringan, deltat, Me, M, Ta, Tp
Tampil grafik
Selesai
mulai
tidak
ya
123
Lampiran 4 Listing Program
Dim ta(100, 100) As Double '1 siklus 35 * 14
Dim tp(100, 100) As Double '1 siklus 35 nilai
Dim dtaperdx(100, 100) As Double '1 siklus 35
Dim dtpperdy(100) As Double '1 siklus 1 nilai
Dim tarata(100, 100) As Double
Dim tprata(100, 100) As Double
Dim mbaris(100, 100) As Double
Dim m(100) As Double
Dim Graph(20, 20) As Variant
Dim volpengering, laju, rho, volhoper
Dim massa1, tpeng, massagabah, massa2
Dim thoper, massatemp, voltempering, tinggitumpukan
Dim massatot, ttemp, massatiaptinggi, totalwaktu1siklus
Dim totalwaktutempering, totalpengeringan1, totalpengeringan2
Dim temperaturdb, temperaturwb, kadarairawal
Dim rh, rh1, kelembabanAbsolut As Single
Public Npengeringan, idex, mlanjut, n
Dim ca, cv, hfg, ga, ha, gp, ta_awal, tp_awal, cw, cpw, cpl, hcv, cpg, cpa
Dim deltax, deltay, jumta, jumtp, Meq, dtperdy
Dim dmperdt(100) As Double
Dim dhperdx(100) As Double
124
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Dim dmperdy(100) As Double
Dim perubahanWaktu(100) As Double
Dim h(100) As Double
Sub inisiasi_variabel()
ca = 1.005
cv = 0.6906
hfg = 1750 '2825 '1750 '2200
Text32.Text = hfg
ga = 33 '13.97 '33 '20
ha = 175.058 * (ga ^ (0.6906))
hcv = 206 '650 '1058 '650 '206.8042553 '1058.43
Text33.Text = hcv
cpw = 1.89 '4.18 '1.89
cpl = 4.18 '1.89 '4.18
cpg = 1.62 '1.82
cpa = 1.005
gp = 0.2 '0.1 '108 '0.15
ta_awal = 60
tp_awal = 30
h(0) = 0.018 '0.032
125
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
deltax = 0.01
deltay = 0.02
'cw = 4.18
pp = 600
cp = 2.5
ta(0, 0) = 60
tp(0, 0) = 30
dtperdy = 33.65
End Sub
Private Sub form_load()
inisiasi_variabel
Text1.Text = "0.1176"
'Text3.Text = ""
'Text4.Text = ""
Text5.Text = "0.112"
'Text7.Text = ""
Text11.Text = "0.6336"
'Text22.Text = ""
'Text13.Text = ""
'Text21.Text = ""
Graph(1, 1) = ""
MSChart1.ChartData = Graph
126
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
MSChart1.SeriesType = VtChSeriesTypeXY
End Sub
Private Sub Command1_Click()
On Error Resume Next
If n = 0 Then kk = 40
kk = n * 3
For a = 3 To kk + 1
For b = 1 To kk + 1
ss1.Cells(a, b) = ""
Next b, a
ss1.Cells(23, 3) = "ta rata"
ss1.Cells(23, 5) = "dhperdx"
ss1.Cells(23, 7) = "tp siklus 1"
ss1.Cells(23, 9) = "h"
For ii = 0 To 20
ss1.Cells(24 + ii, 3) = ""
ss1.Cells(24 + ii, 5) = ""
ss1.Cells(24 + ii, 9) = ""
Next ii
hfg = Val(Text32.Text)
hcv = Val(Text33.Text)
volpengering = Val(Text1.Text)
127
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
laju = Val(Text3.Text)
rho = Val(Text4.Text)
volhoper = Val(Text5.Text)
massagabah = Val(Text7.Text)
voltempering = Val(Text11.Text)
temperaturdb = Val(Text13.Text)
temperaturwb = Val(Text21.Text)
kadarairawal = Val(Text22.Text)
temperaturdb1 = Val(Text26.Text)
temperaturwb1 = Val(Text25.Text)
kecepatanudara = Val(Text27.Text)
kecepatanudara1 = Val(Text30.Text)
massa1 = volpengering * rho
tpeng = massa1 / laju
massa2 = volhoper * rho
thoper = massa2 / laju
massatemp = massagabah - massa1 - massa2
massatot = voltempering * rho
massatiaptinggi = 0.0048 * rho
tinggitumpukan = massatemp / massatiaptinggi
tinggitumpukan = Round(tinggitumpukan, 2) 'Mid(Str(tinggitumpukan), 1, 6)
ttemp = tinggitumpukan / massatiaptinggi
128
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
totalwaktu1siklus = tpeng + thoper + ttemp
totalwaktutempering = thoper + ttemp
totalwaktutempering = Round(totalwaktutempering, 2) ' Mid(Str(totalwaktutempering), 1, 6)
'--------temperatur udara pengering
X1 = (temperaturdb * 1.8 + 32) - 705.398
X2 = (temperaturwb * 1.8 + 32) - 705.398
vaporpressure = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X1 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X1 + -4.6203229E-09 * X1 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X1) * ((temperaturdb * 1.8 + 32) + 459.688))))
vapordwt = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X2 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X2 + -4.6203229E-09 * X2 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X2) * ((temperaturwb * 1.8 + 32) + 459.688))))
pw = vapordwt - ((101.325 - vapordwt) * (temperaturdb - temperaturwb) / (1555.56 - (0.722 * temperaturwb)))
rh = (pw / vaporpressure) * 100
rh = Round(rh, 2) 'Val(Mid(Str(rh), 1, 6))
volume = (((22 / 7) / 4) * (0.08 ^ 2)) * kecepatanudara * 60
volume = Round(volume, 2) 'Mid(Str(volume), 1, 6)
volumepembawa = (((22 / 7) / 4) * (0.08 ^ 2)) * kecepatanudara1 * 60
volumepembawa = Round(volumepembawa, 2) 'Mid(Str(volumepembawa), 1, 6)
kelembabanAbsolut = 0.622 * pw / (101.325 - pw)
129
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Text31.Text = kelembabanAbsolut 'Str(kelembabanAbsolut)
'--------temperatur udara lingkungan
X1 = (temperaturdb1 * 1.8 + 32) - 705.398
X2 = (temperaturwb1 * 1.8 + 32) - 705.398
vaporpressure = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X1 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X1 + -4.6203229E-09 * X1 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X1) * ((temperaturdb1 * 1.8 + 32) + 459.688))))
vapordwt = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X2 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X2 + -4.6203229E-09 * X2 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X2) * ((temperaturwb1 * 1.8 + 32) + 459.688))))
pw = vapordwt - ((101.325 - vapordwt) * (temperaturdb1 - temperaturwb1) / (1555.56 - (0.722 * temperaturwb1)))
rh1 = (pw / vaporpressure) * 100
rh1 = Round(rh1, 2) ' Mid(Str(rh1), 1, 6)
Text2.Text = massa1 'Str(massa1)
Text6.Text = tpeng 'Str(tpeng)
Text8.Text = massa2 'Str(massa2)
Text9.Text = thoper 'Str(thoper)
Text10.Text = massatemp 'Str(massatemp)
Text12.Text = tinggitumpukan 'Str(tinggitumpukan)
'Text13.Text = Str(massatot)
Text14.Text = Round(ttemp, 2) 'Mid(Str(ttemp), 1, 6))
Text15.Text = massatiaptinggi 'Str(massatiaptinggi)
Text16.Text = Round(totalwaktu1siklus, 2) 'Mid(Str(totalwaktu1siklus), 1, 6))
130
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Text17.Text = totalwaktutempering
Text23.Text = rh 'Str(rh)
Text24.Text = rh1
Text28.Text = volume
Text29.Text = volumepembawa
' basis (initial condition)--------------------------
idex = 3
deltat = (temperaturdb - temperaturwb)
tbesar = temperaturdb
m(0) = kadarairawal
mo = m(0)
n = 0
perubahanWaktu(0) = 0
ss1.Cells(idex, 2) = n
ss1.Cells(idex, 3) = 0
ss1.Cells(idex, 4) = m(0)
ss1.Cells(idex, 5) = 17.77 * Exp((-0.0516) * deltat)
ss1.Cells(idex, 6) = mo
ss1.Cells(idex, 7) = Exp(8.02 - (4359.5 / (273 + tbesar)))
ss1.Cells(idex, 8) = deltat
ss1.Cells(idex, 9) = tbesar
131
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
'ss1.Cells(idex, 10) = ss1.Cells(idex, 7) * (ss1.Cells(idex, 6) - ss1.Cells(idex, 5)) * ss1.Cells(idex, 3)
'ss1.Cells(idex, 12) = dtperdy
'ss1.Cells(idex, 13) = (ss1.Cells(idex, 4) - ss1.Cells(idex, 5)) * ss1.Cells(idex, 7)
'ss1.Cells(idex, 11) = ss1.Cells(idex, 12) * ss1.Cells(idex, 13)
dhperdx(0) = 0.00372 'ss1.Cells(idex, 11) * (gp / ga)
'penghitungan per sirkulasi-----------------
mlanjut = 24
While mlanjut > 14.5 '14
n = n + 1
ss1.Cells(idex + n, 2) = n 'no
ss1.Cells(idex + n, 3) = ss1.Cells(idex + n - 1, 3) + tpeng 't
ss1.Cells(idex + n, 5) = 17.77 * Exp((-0.0516) * deltat) 'Me
ss1.Cells(idex + n, 6) = ss1.Cells(idex + n - 1, 4) 'M0
ss1.Cells(idex + n, 7) = Exp(8.02 - (4359.5 / (273 + tbesar))) 'k
ss1.Cells(idex + n, 8) = deltat
'ss1.Cells(idex + n, 9) = tbesar
perubahanWaktu(n) = ss1.Cells(idex + n, 3) - ss1.Cells(idex + n - 1, 3)
'ss1.Cells(idex + n, 11) = perubahanWaktu(n)
ss1.Cells(idex + n, 4) = ss1.Cells(idex + n, 5) + (ss1.Cells(idex + n, 6) - ss1.Cells(idex + n, 5)) * Exp(-(ss1.Cells(idex + n, 7)) * (perubahanWaktu(n))) 'M
'ss1.Cells(idex + n, 10) = -1 * ss1.Cells(idex + n, 7) * (ss1.Cells(idex + n, 6) - ss1.Cells(idex, 5)) * tpeng 'M1-M0
132
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
mlanjut = ss1.Cells(idex + n, 4)
m(n) = mlanjut
'ss1.Cells(idex + n, 12) = dtperdy
'ss1.Cells(idex + n, 13) = (ss1.Cells(idex + n, 4) - ss1.Cells(idex + n, 5)) * ss1.Cells(idex + n, 7) 'dM/dT
'ss1.Cells(idex + n, 11) = ss1.Cells(idex + n, 12) * ss1.Cells(idex + n, 13) 'dM/dy
Wend
'hitung dhperdx
For ii = 1 To n
dhperdx(ii) = 0.003722 'ss1.Cells(idex + ii, 11) * (gp / ga)
h(ii) = h(ii - 1) + deltax * dhperdx(ii - 1)
tp(ii, 0) = tp(0, 0)
Next ii
'hitung dtpperdy, tp, dtaperdx
For ii = 0 To n
dtpperdy(ii) = -1 * ((hcv * (ta(0, 0) - tp(0, 0))) - (ga * (hfg + (cpw - cpl)) * tp(0, 0) * dhperdx(ii))) / (gp * (cpg + cpl * m(ii)))
ss1.Cells(24 + ii, 5) = dhperdx(ii)
'ss1.Cells(24 + ii, 5) = dhperdx(ii)
For j = 1 To 35 '70 Step (deltay * 100)
tp(ii, j) = tp(ii, j - 1) + (deltay * dtpperdy(ii))
dtaperdx(ii, j) = (-1 * (hcv + ga * cpw * dhperdx(ii)) * (ta(0, 0) - tp(ii, j))) / (ga * (cpa + (cpw * h(ii))))
133
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Next j
ss1.Cells(24 + ii, 9) = h(ii)
Next ii
'menampilkan tp
For j = 1 To 35
ss1.Cells(24 + j - 1, 7) = tp(0, j)
'ss1.Cells(24 + j - 1, 8) = tp(8, j)
Next j
'initial ta= 60
For j = 0 To 35 '70 Step (deltay * 100)
ta(0, j) = ta(0, 0)
Next j
waktuUbah = 0
For ii = 1 To n + 1
For j = 1 To 35
waktuUbah = waktuUbah + (perubahanWaktu(ii)) / (35)
mbaris(ii, j) = ss1.Cells(idex + ii, 5) + (ss1.Cells(idex + ii - 1, 4) - ss1.Cells(idex + ii, 5)) * Exp(-ss1.Cells(idex + ii, 7) * (perubahanWaktu(ii - 1)) / (35)) 'waktuUbah)
Next j
'ss1.Cells(24 + ii, 10) = mbaris(ii, 35)
Next ii
'hitung ta, moisture, deltat, k, me
134
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
totalsiklusmoisture = 0
totalmoisture = 0
waktuSaatDibaris = 0
For ii = 1 To n
Dim ai(100) As Double
ai(0) = 0
jumta = 0
totalsikluskonstantapengeringan = 0
totalsiklusperubahant = 0
totalsiklusmoistureequl = 0
totalsiklusmoisture = 0
totalsiklusTa = 0
'totalmoisture = 0
deltaWaktuPertitik = (ss1.Cells(idex + ii, 3) - ss1.Cells(idex + ii - 1, 3)) / 35
moisture = m(ii - 1)
For j = 1 To 35 '70 Step (deltay * 100)
totalkonstantapengeringan = 0
totalperubahant = 0
totalmoistureequl = 0
totalmoisture = 0
totalTa = 0
135
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
'waktuSaatDibaris = waktuSaatDibaris + deltaWaktuPertitik + ss1.Cells(idex + ii - 1, 3)
For i = 1 To 14 'Step (deltax * 100)
ta(i, j) = ta(i - 1, j) + deltax * dtaperdx(ii, j)
'ta(i, j) = ta(i - 1, j) + deltax * (-5.58 - 0.01 * ta(i - 1, j)) 'dtaperdx(ii, j)
'ss1.Cells(60 + j, i) = ta(i - 1, j)
waktuSaatDibaris = waktuSaatDibaris + (perubahanWaktu(ii)) / (35 * 14)
konstantaPengeringan = Exp(8.02 - (4359.5 / (273 + ta(i, j))))
perubahant = ta(i, j) - (32 - 0.05 * j)
MoistureEqul = 17.77 * Exp((-0.0516) * perubahant)
moisture = MoistureEqul + (mbaris(ii, j) - MoistureEqul) * Exp(-konstantaPengeringan * waktuSaatDibaris)
'For ao = 1 To 35
'moisture = MoistureEqul + (m(ii) - MoistureEqul) * Exp(-konstantaPengeringan * (waktuSaatDibaris * 60) / (35 * 14))
'Next ao
ss1.Cells(60, 1) = "Ta siklus 1"
ss1.Cells(180, 1) = "Moisture siklus 1"
ss1.Cells(300, 1) = "konstantaPengeringan siklus 1"
If ii = 1 Then
ss1.Cells(60 + j, i) = ta(i, j)
ss1.Cells(180 + j, i) = moisture
ss1.Cells(300 + j, i) = konstantaPengeringan
136
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
End If
ss1.Cells(100, 1) = "Ta siklus " & n \ 2
ss1.Cells(220, 1) = "Moisture siklus 2" '& n \ 2
ss1.Cells(340, 1) = "konstantaPengeringan siklus " & n \ 2
If ii = n \ 2 Then
ss1.Cells(100 + j, i) = ta(i, j)
ss1.Cells(340 + j, i) = konstantaPengeringan
End If
If ii = 2 Then
ss1.Cells(220 + j, i) = moisture
End If
ss1.Cells(140, 1) = "Ta siklus " & n
ss1.Cells(260, 1) = "Moisture siklus 3" '& n
ss1.Cells(380, 1) = "konstantaPengeringan siklus " & n
If ii = n Then
ss1.Cells(140 + j, i) = ta(i, j)
ss1.Cells(380 + j, i) = konstantaPengeringan
End If
If ii = 3 Then
ss1.Cells(260 + j, i) = moisture
End If
totalTa = totalTa + ta(i, j)
137
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
totalkonstantapengeringan = totalkonstantapengeringan + konstantaPengeringan
totalperubahant = totalperubahant + perubahant
totalmoistureequl = totalmoistureequl + MoistureEqul
totalmoisture = totalmoisture + moisture
Next i
totalsiklusTa = totalsiklusTa + totalTa
totalsikluskonstantapengeringan = totalsikluskonstantapengeringan + totalkonstantapengeringan
totalsiklusperubahant = totalsiklusperubahant + totalperubahant
totalsiklusmoistureequl = totalsiklusmoistureequl + totalmoistureequl
totalsiklusmoisture = totalsiklusmoisture + totalmoisture
'ss1.Cells(24 + j, 16) = tp(ii, j)
'jumta = jumta + ta(14, j)
Next j
ai(ii) = (ta(14, 1) + ta(14, 35)) / 2
ss1.Cells(24 + ii, 3) = ai(ii)
'If ii <> 0 Then
ss1.Cells(idex + ii, 7) = totalsikluskonstantapengeringan / (35 * 14)
ss1.Cells(idex + ii, 8) = totalsiklusperubahant / (35 * 14)
ss1.Cells(idex + ii, 5) = totalsiklusmoistureequl / (35 * 14)
'ss1.Cells(idex + ii, 4) = totalsiklusmoisture / (35 * 14)
138
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
ss1.Cells(idex + ii, 9) = totalsiklusTa / (35 * 14) 'ai(ii)
ss1.Cells(idex + ii, 14) = ss1.Cells(idex + ii, 4) - ss1.Cells(idex + ii - 1, 4)
'ss1.Cells(idex + ii, 9) = moisture
'End If
Next ii
Text18.Text = Round(n * totalwaktu1siklus, 2) ' Mid(Str(n * totalwaktu1siklus), 1, 6)
Text19.Text = Round((n * totalwaktu1siklus) / 60, 2) ' Mid(Str((n * totalwaktu1siklus) / 60), 1, 6)
Text20.Text = n 'Str(n)
ss1.Cells(idex, 12) = ss1.Cells(idex, 3)
ss1.Cells(idex, 13) = ss1.Cells(idex, 4)
Graph(0, 1) = Str(ss1.Cells(idex, 12))
u = 1
For mm = 2 To n * 2 Step 2
ss1.Cells(idex + mm - 1, 12) = ss1.Cells(idex + mm - 2, 12) + tpeng
ss1.Cells(idex + mm, 12) = ss1.Cells(idex + mm - 1, 12) + totalwaktutempering
ss1.Cells(idex + mm - 1, 13) = ss1.Cells(idex + u, 4)
ss1.Cells(idex + mm, 13) = ss1.Cells(idex + mm - 1, 13)
u = u + 1
Next mm
tampil_grafik
'MSChart1.SeriesType = VtChSeriesTyp-0.00750675994dXY
139
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
End Sub
Sub tampil_grafik()
'Dim graph1(20, 10) As Variant
'For u = 0 To n * 2
'graph1(u, 2) = ss1.Cells(idex + u, 13)
'graph1(u, 1) = Str(ss1.Cells(idex + u, 12))
'Next u
'MSChart1.ChartData = graph1
ReDim graph1(0 To 20, 0 To 20)
For u = 0 To n * 2
graph1(u, 2) = ss1.Cells(idex + u, 13)
graph1(u, 1) = Str(ss1.Cells(idex + u, 12))
Next u
'For nilai = 0 To Int(l) + 2
'graph1(nilai, 1) = Str(nilai)
'Next nilai
MSChart1.ChartData = graph1
End Sub
140
Lampiran 5 Analisisi biaya tetap pengering kapasitas 500 kg
SPESIFIKASI SATUAN NILAI
INVESTASI
PENGERING Rp 10 000 000
JUMLAH P Rp 10 000 000
SUKU BUNGA i%
NILAI SISA 0.1
BIAYA TETAP
PENYUSUTAN (P-0.1P)/n Rp/tahun 1 800 000
BUNGA MODAL P*i*(n+1)/2n 900 000
JUMLAH BT 2 700 000
141
Lampiran 6. Analisis Biaya Tidak Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 500 kg/ proses
SPESIFIKASI SATUAN NILAI
Kapasitas K kg/jam 50Konsumsi bahan bakar B liter/jam 1.1Hari kerja rata2 per tahun H hari/tahun 240
Jam kerja rata2 per hari J jam/hari 10Jam kerja rata2 per tahun JT jam/tahun 2400
Biaya tidak tetap
Bahan bakar J*B*Rp 6000/liter Rp/tahun 15840000
Listrik 0.01 Kwh/kg*Rp 675,-
/Kwh* Jumlah Gabah per hari/J
Rp/tahun 810000
Operator Rp 20.000,-/J Rp/tahun 4800000
Pemeliharaan JT*Rp 350,-/jam Rp/jam 840000
Jumlah Biaya Tidak Tetap BTT Rp/tahun
22290000 Biaya tetap BT Rp/tahun 2700000
Biaya total (BT/(J*H)) + BTT Rp/jam Rp/jam 12063
Biaya pokok Rp/kg 241Ongkos jasa O Rp/kg 250Titik impas BT/((K*O)-BTT) jam/tahun 1728 kg/tahun 86400
142
Lampiran 12 Analisis Biaya Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 1000 kg
SPESIFIKASI SATUAN NILAI
INVESTASI
PENGERING Rp 15 000 000
JUMLAH P Rp 15 000 000
SUKU BUNGA i%
NILAI SISA 0.1
BIAYA TETAP
PENYUSUTAN (P-0.1P)/n Rp/tahun 2 700 000
BUNGA MODAL P*i*(n+1)/2n 1 350 000
JUMLAH BT 4 050 000
143
Lampiran 13 Analisis Biaya Tidak Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 1000 kg/ proses
SPESIFIKASI SATUAN NILAI
Kapasitas K kg/jam 100Konsumsi bahan bakar B liter/jam 2.2Hari kerja rata2 per tahun H hari/tahun 240
Jam kerja rata2 per hari J jam/hari 10Jam kerja rata2 per tahun JT jam/tahun 2400
Biaya tidak tetap
Bahan bakar J*B*Rp 6000/liter Rp/tahun 31680000
Listrik 0.01 Kwh/kg*Rp 675,-
/Kwh* Jumlah Gabah per hari/J
Rp/tahun 3240000
Operator Rp 20.000,-/J Rp/tahun 4800000
Pemeliharaan JT*Rp 350,-/jam Rp/jam 840000
Jumlah Biaya Tidak Tetap BTT Rp/tahun
40560000 Biaya tetap BT Rp/tahun 4050000
Biaya total (BT/(J*H)) + BTT Rp/jam Rp/jam 21213
Biaya pokok Rp/kg 212Ongkos jasa O Rp/kg 250Titik impas BT/((K*O)-BTT) jam/tahun 740 kg/tahun 73973
144
Lampiran 14 Analisis Biaya Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 2000 kg
SPESIFIKASI SATUAN NILAI
INVESTASI
PENGERING Rp 30 000 000
JUMLAH P Rp 30 000 000
SUKU BUNGA i%
NILAI SISA 0.1
BIAYA TETAP
PENYUSUTAN (P-0.1P)/n Rp/tahun 5 400 000
BUNGA MODAL P*i*(n+1)/2n 2 700 000
JUMLAH BT 8 100 000
145
Lampiran 15 Analisis Biaya Tidak Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 2000 kg/ proses
SPESIFIKASI SATUAN NILAI
Kapasitas K kg/jam 200Konsumsi bahan bakar B liter/jam 4.4Hari kerja rata2 per tahun H hari/tahun 240
Jam kerja rata2 per hari J jam/hari 10Jam kerja rata2 per tahun JT jam/tahun 2400
Biaya tidak tetap
Bahan bakar J*B*Rp 6000/liter Rp/tahun 63360000
Listrik 0.01 Kwh/kg*Rp 675,-
/Kwh* Jumlah Gabah per hari/J
Rp/tahun 12960000
Operator Rp 20.000,-/J Rp/tahun 4800000
Pemeliharaan JT*Rp 350,-/jam Rp/jam 840000
Jumlah Biaya Tidak Tetap BTT Rp/tahun
81960000 Biaya tetap BT Rp/tahun 8100000
Biaya total (BT/(J*H)) + BTT Rp/jam Rp/jam 40075
Biaya pokok Rp/kg 200Ongkos jasa O Rp/kg 250Titik impas BT/((K*O)-BTT) jam/tahun 610
kg/tahun 121805
146
Lampiran 19 Kalibrasi Suhu dan RH sensor SHT 11
146 Lampiran 7 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15%
PV
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0 10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000
(10,000,000)
1 2,700,000 22,290,000 24,990,000 30,000,000 5,010,000 0.8696 4,356,521.74 2 2,700,000 22,290,000 24,990,000 30,000,000 5,010,000 0.7561 3,788,279.77 3 2,700,000 22,290,000 24,990,000 30,000,000 5,010,000 0.6575 3,294,156.32 4 2,700,000 22,290,000 24,990,000 30,000,000 5,010,000 0.5718 2,864,483.76 5 2,700,000 22,290,000 24,990,000 32,800,000 7,810,000 0.4972 3,882,950.30
NPV 8,186,391.9
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis Harga akhir (sisa)
Hari kerja 240hari
Pengering Rp 1,800,000
Rp 10,000,000 4 Rp 2,800,000 Mekanis IRR (%)
31.19
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya tetap Biaya tak tetap Total (B)
0 10,000,000 Rp - Rp - Rp 10,000,000 Rp -
Rp(10,000,000) 1.0000 0.00
1 2,700,000 22,290,000 Rp 24,990,000 30,000,000 Rp 5,010,000 0.8696 26086956.52 2 2,700,000 22,290,000 Rp 24,990,000 30,000,000 Rp 5,010,000 0.7561 22684310.02 3 2,700,000 22,290,000 Rp 24,990,000 30,000,000 Rp 5,010,000 0.6575 19725486.97 4 2,700,000 22,290,000 Rp 24,990,000 30,000,000 Rp 5,010,000 0.5718 17152597.37 5 2,700,000 22,290,000 Rp 24,990,000 32,800,000 Rp 7,810,000 0.4972 16307396.92
101,956,748 NPV(B-C)+ 18186391.90 NPV(B-C)- -10000000.00 Net B/C 1.82 Gross B/C 1.09
147 Lampiran 8 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 10%
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15%
PV Akumulasi (T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C) PV
0
10,000,000 - - 10,000,000 -
(10,000,000) 1.0000
(10,000,000.00)
(10,000,000.00)1 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.8696 2,979,130.43 (7,020,869.57)2 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.7561 2,590,548.20 (4,430,321.36)3 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.6575 2,252,650.61 (2,177,670.75)4 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.5718 1,958,826.62 (218,844.13)5 2,700,000 23,874,000 26,574,000 32,800,000 6,226,000 0.4972 3,095,422.35 2,876,578.22
NPV 2,876,578.22 Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
Pengering Rp 1,800,000
Rp10,000,000 4 Rp 2,800,000 Mekanis
IRR (%) 27.78
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB PVC
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B)
0 10,000,000 - - 10,000,000 -
(10,000,000) 1.0000 0.00 10000000
1 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.8696 26086956.52 23107826.09 2 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.7561 22684310.02 20093761.81 3 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.6575 19725486.97 17472836.36 4 2,700,000 23,874,000 26,574,000 30,000,000 3,426,000 0.5718 17152597.37 15193770.75 5 2,700,000 23,874,000 26,574,000 32,800,000 6,226,000 0.4972 16307396.92 13211974.56
101,956,747.80 99,080,169.57
NPV(B-C)+ 12876578.22 NPV(B-C)- -10000000.00 Net B/C 1.29 Gross B/C 1.03
148 Lampiran 9 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 12,5%
Biaya Penerimaan B-C DF 15%
PV Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000 (10,000,000.00)
2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.8696 2,634,782.61 2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.7561 2,291,115.31 2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.6575 1,992,274.18 2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.5718 1,732,412.33 2,700,000 24,270,000 26,970,000 32,800,000 5,830,000 0.4972 2,898,540.37
NPV 1,549,124.81
Penyusutan Harga awal Umur ekonomis Harga akhir (sisa)
Rp 1,800,000.00 Rp 10,000,000.00 4 Rp 2,800,000.00
IRR (%)19.99
Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB
Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B)
10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000 0.00 2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.8696 26086956.52 2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.7561 22684310.02 2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.6575 19725486.97 2,700,000 24,270,000 26,970,000 30,000,000 3,030,000 0.5718 17152597.37 2,700,000 24,270,000 26,970,000 32,800,000 5,830,000 0.4972 16307396.92
101,956,747.80 NPV(B-C)+ 11549124.81 NPV(B-C)- -10000000.00 Net B/C 1.15 Gross B/C 1.02
149 Lampiran 10 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 15%
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15%
PV (T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0
10,000,000 - - 10,000,000 -
(10,000,000) 1.0000
(10,000,000)1 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.8696 2,290,434.78 2 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.7561 1,991,682.42 3 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.6575 1,731,897.76 4 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.5718 1,505,998.05 5 2,700,000 24,666,000 27,366,000 32,800,000 5,434,000 0.4972 2,701,658.38
NPV 221,671.39
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
Pengering Rp 1,800,000 Rp 10,000,000 4 Rp 2,800,000 Mekanis
IRR (%) 17.98
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B)
0
10,000,000 - - 10,000,000 -
(10,000,000) 1.0000 0.00 1 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.8696 26086956.52 2 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.7561 22684310.023 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.6575 19725486.97 4 2,700,000 24,666,000 27,366,000 30,000,000 2,634,000 0.5718 17152597.37 5 2,700,000 24,666,000 27,366,000 32,800,000 5,434,000 0.4972 16307396.92
101,956,747.8 NPV(B-C)+ 10221671.39 NPV(B-C)- -10000000. Net B/C 1.02 Gross B/C 1.00
150 Lampiran 11 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 17.5%
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15%
PV (T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0 10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000
(10,000,000.00)
1 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.8696 1,946,086.96 2 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.7561 1,692,249.53 3 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.6575 1,471,521.33 4 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.5718 1,279,583.76 5 2,700,000 25,062,000 27,762,000 32,800,000 5,038,000 0.4972 2,504,776.39
NPV (1,105,782.03)
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
Pengering Rp 1,800,000 Rp 10,000,000 4 Rp 2,800,000 Mekanis IRR (%)
9.01
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B)
0 10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000 0.00
1 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.8696 26086956.52 2 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.7561 22684310.02 3 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.6575 19725486.974 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.5718 17152597.37 5 2,700,000 25,062,000 27,762,000 32,800,000 5,038,000 0.4972 16307396.92
101,956,747.80 NPV(B-C)+ 8894217.97 NPV(B-C)- -10000000.00 Net B/C 0.89 Gross B/C 0.99
151 Lampiran 16 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 1000 kg
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15%
PV (T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0 Rp 15,000,000 Rp - Rp - Rp 15,000,000 Rp - Rp (15,000,000) 1.0000 (15,000,000)
1 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.8696 15,556,521.74 2 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.7561 13,527,410.21 3 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.6575 11,762,965.40 4 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.5718 10,228,665.56 5 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 66,700,000 Rp 22,090,000 0.4972 10,982,634.08
NPV 47,058,196.99 payback period terjadi pada tahun ke-2
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis Harga akhir (sisa)
Pengering Rp 2,700,000 Rp 15,000,000 Rp 4 Rp 4,200,000 Mekanis IRR (%) 77.21
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B)
0 Rp 15,000,000 Rp - Rp - Rp 15,000,000 Rp - Rp (15,000,000) 1.0000 0.00
1 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.8696 54347826.09 2 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.7561 47258979.21 3 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.6575 41094764.53 4 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.5718 35734577.85 5 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 66,700,000 Rp 22,090,000 0.4972 33161688.24
211,597,835.91 NPV(B-C)+ 62058196.99 NPV(B-C)- -15000000.00 Net B/C 4.14 Gross B/C 1.29
152 Lampiran 17 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 2000 kg
Tahun Biaya Penerimaan
B-C DF 15% PV
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0 30,000,000 - - 30,000,000 -
(30,000,000) 1.0000 (30,000,000)
1 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.8696 26,034,782.61 2 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.7561 22,638,941.40 3 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.6575 19,686,036.00 4 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.5718 17,118,292.17 5 8,100,000 81,960,000 90,060,000 128,400,000 38,340,000 0.4972 19,061,756.03
NPV 4,539,808.21 Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis Harga akhir (sisa)
Pengering Rp 5,400,000 Rp 30,000,000 4 Rp 8,400,000 Mekanis
IRR (%) 63.01
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B)
0 30,000,000 Rp - Rp - Rp 30,000,000 Rp - Rp (30,000,000) 1.0000 0.00
1 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,550 0.8696 104347826.12 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,550 0.7561 90737240.083 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,550 0.6575 78901947.894 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,550 0.5718 68610389.475 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 128,400,000 Rp 45,394,550 0.4972 63837492.81
406,434,896.34 NPV(B-C)+ 128187753.96 NPV(B-C)- -30000000.00 Net B/C 4.27 Gross B/C 1.32
153 Lampiran 18Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 12.5%,Upah 15%
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15%
PV
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0 10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000 (10,000,000.00) 1 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.8696 2,373,913.04 2 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.7561 2,064,272.21 3 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.6575 1,795,019.31 4 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.5718 1,560,886.36 5 2,700,000 24,990,000 27,270,000 32,800,000 5,530,000 0.4972 2,749,387.35
NPV 543,478.28
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis Harga akhir (sisa)
Hari kerja 240hari
Pengering Rp 1,800,000
Rp 10,000,000 4 Rp 2,800,000 Mekanis IRR (%)
30.34
Tahun Biaya Penerimaan B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya tetap Biaya tak tetap Total (B)
0 10,000,000 - - 10,000,000 Rp - (10,000,000.00) 1.0000 0.00
1 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000.00 0.8696 26086956.52 2 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2 ,730,000.00 0.7561 22684310.02 3 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000.00 0.6575 19725486.97 4 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000.00 0.5718 17152597.37 5 2,700,000 24,990,000 27,270,000 32,800,000 5,530,000.00 0.4972 16307396.92
101,956,748 101,956,747.80 101,413,269.52 NPV(B-C)+ 10543478.28NPV(B-C)- -10000000.00Net B/C 1.054347828