Upload
hoangtram
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan
hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat
Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,
bumbu masak, buah meja, minuman, dan sebagai bahan baku industri misalnya
dibuat saus, bahan pewarna makanan, dan kosmetik. Tomat juga sebagai sumber
gizi. Nilai gizi setiap 100 gram buah tomat masak mengandung 20 kalori, 1 g
protein, 0,3 g lemak, 4,2 g karbohidrat, 1500 SI (satuan internasional) vitamin A,
0,06 mg vitamin B, 40 mg vitamin C, 5 mg kalsium, 26 mg fosfor, 0,5 mg besi,
dan 94 g air (Cahyono, 2008).
Tomat dapat meningkatkan pendapatan dibandingkan komoditas sayuran
lainnya. Pollage melaporkan hasil analisa usahatani yang dilakukan di Sulawesi
Selatan pada tahun 1990, dari lima komoditas sayuran utama yang diusahakan,
tomat menduduki urutan kedua dalam dalam hal besarnya pendapatan bersih.
Tercatat bahwa pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha tani kubis, tomat,
kentang, dan bawang merah berturut-turut 1,93; 1,75; 1,58; 1,10 dan 0,90 juta
rupiah permusim tanam (Duriat, 1997).
Di Indonesia, kebutuhan pasar sayuran terutama buah tomat dari tahun ke
tahun meningkat. Hal ini tercermin dari angka produksi tomat, berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2012) produksi
tomat berturut-turut adalah 635.474 ton pada tahun 2007, 725.973 ton pada tahun
2008, 853.061 ton pada tahun 2009, kemudian meningkat lagi pada tahun 2010
KAJIAN SEROLOGI DAN MOLEKULER CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMATRESTI FAJARFIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
menjadi 891.616 ton, dan pada tahun 2011 mencapai 950.385 ton. Peningkatan
angka produksi tersebut menggambarkan bahwa peluang bisnis tomat masih
terbuka lebar karena persediaannya dari tahun ke tahun sebenarnya mencukupi.
Selain konsumsi dalam negeri yang cukup besar, tomat juga merupakan
salah satu komoditas ekspor sebagai sayuran segar maupun sayuran olahan.
Berdasarkan data ekspor dan impor tahun 2011 (Direktorat Jenderal Hortikultura,
2013) bahwa ekspor tomat sebagai sayuran segar sebesar 578 ton dan 18 ton
untuk impor, tetapi tomat sebagai sayuran olahan sangat rendah, yaitu 13 ton
untuk ekspor dan 8.651 ton untuk impor. Data tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia masih tergantung pada impor dari luar negeri, terutama tomat untuk
bahan industri dan dalam bentuk sudah menjadi barang olahan.
Kendala yang sering dihadapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
maupun luar negeri yaitu ketidaksesuaian antara kualitas yang diperlukan dengan
kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu, menurut Jaya (1997) kurang
tersedianya tomat varietas unggul yang mempunyai produksi tinggi, buah
berkualitas baik, dan tahan terhadap hama dan penyakit. Penyakit yang
menginfeksi tanaman tomat antara lain penyakit busuk daun disebabkan
Phytophthora infestans, layu fusarium disebabkan Fusarium oxysporum f.sp.
lycopersici, busuk lunak disebabkan bakteri Erwinia carotovora pv. carotovora,
layu bakteri disebabkan Ralstoniasolanacearum, mosaik tembakau disebabkan
tobacco mosaic virus (TMV), mosaik ketimun disebabkan cucumber mosaic
tembakau (CMV; Semangun, 1991) dan Begomovirus (Sudiono et al., 2004).
KAJIAN SEROLOGI DAN MOLEKULER CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMATRESTI FAJARFIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Selama 20 tahun terakhir ini muncul penyakit kuning pada tanaman tomat
sebagai “New emerging diseases” akibat pemanasan global (Hanssen, 2010) yang
disebabkan Tomato infectious chlorosis virus (TICV; Duffus et al., 1996) dan
Tomato chlorosis virus (ToCV; Wisler et al., 1998b) anggota dari Genus
Crinivirus yang ditularkan whiteflies (Wintermantel, 2004). Gejala kedua infeksi
virus tersebut sulit dibedakan pada tanaman tomat dan hampir sama dengan gejala
karena kekurangan unsur hara sehingga pada tahun 1998 dan terutama tahun 1999
terjadi outbreak yang parah, menyebabkan epidemik dan kejadian penyakit lebih
dari 30% di Provinsi Malaga dan Almeria, Spanyol bagian selatan. Setelah
diidentifikasi, penyakit kuning tersebut disebabkan oleh ToCV yang telah
menyebabkan epidemik pada tanaman tomat di Eropa (Navas-Castillo et al.,
2000).
Gejala TICV hampir 100% memengaruhi pertanaman tomat di California
(Duffus et al., 1996) dan telah menyebabkan kehilangan hasil mencapai 2 juta
USD (Wisler et al., 1998b). Penyakit kuning juga telah menyebar dan
menimbulkan kerugian yang sangat besar di beberapa negara penghasil tomat
termasuk Indonesia. Di Indonesia, intensitas penyakit kuning yang disebabkan
TICV pada tanaman tomat mencapai 30-80% di Kabupaten Magelang (Pakis dan
Ngablak) dan Karanganyar (Tawangmangu; Hartono & Wijonarko, 2007).
Beberapa daerah di Indonesia yang sudah terserang kedua virus pada tanaman
tomat, yaitu Cianjur, Bogor, dan Garut (Fitriasari, 2010).
Di Indonesia TICV dan ToCV termasuk virus baru (Hartono & Wijonarko,
2007) dan selama ini untuk mengetahui tanaman tomat yang terinfeksi virus
KAJIAN SEROLOGI DAN MOLEKULER CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMATRESTI FAJARFIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
masih mendasarkan pada pengamatan gejala visual, padahal identifikasi
berdasarkan gejala saja tidak cukup untuk menentukan virus penyebab penyakit,
karena satu bentuk gejala dapat disebabkan oleh beberapa macam virus, dua atau
tiga macam virus sering menginfeksi satu tanaman, multiplikasi virus pada
tanaman yang rentan tidak selalu menunjukkan gejala yang tampak, dan tidak
adaptif (tidak cocok) untuk diagnosis pre-simtomatik (Somowiyarjo, 1989).
Kemajuan di bidang teknologi telah menghasilkan berbagai teknik yang
didasarkan pada analisis asam nukleat virus dan serologi yang dapat digunakan
untuk mendeteksi dan mengidentifikasi Crinivirus dari tanaman yang berbeda dan
tempat yang berbeda. Sebagai contoh deteksi Crinivirus menggunakan teknik RT-
PCR dapat mengetahui karakterisasi biologi molekuler TICV pada tanaman tomat
di Indonesia (Hartono & Wijonarko, 2007) dan mengetahui sekuen nukleotida
komplit sehingga dapat menentukan genom ToCV (Wintermantel et al., 2005).
Multipleks RT-PCR dapat mengetahui adanya kedua virus TICV dan ToCV di
Yunani (Dovas et al., 2002) dan dot blot hibridisasi dengan menggunakan
digoxigenin spesifik ToCV-probe DNA dapat mendeteksi ToCV di Portugal
(Louro et al., 2000). Jacquemond et al. (2009) juga melaporkan deteksi serologi
dengan ELISA menggunakan antibodi poliklonal berhasil mendeteksi ToCV dan
TICV.
Metode deteksi Crinivirus belum banyak dikaji di Indonesia. Oleh karena
itu, deteksi dan identifikasi Crinivirus melalui kajian serologi dan molekuler
untuk mendapatkan perangkat deteksi yang spesifik, akurat, cepat, dan mudah
sangat penting dilakukan dalam mendapatkan informasi yang akurat untuk
KAJIAN SEROLOGI DAN MOLEKULER CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMATRESTI FAJARFIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
mencegah penyebaran penyakit dan agar pengendalian virus dilakukan dengan
tepat.
B. Tujuan Penelitian
1. Melakukan deteksi secara serologi dan molekuler keberadaan ToCV dan
TICV pada tanaman tomat.
2. Mengetahui metode deteksi ToCV dan TICV yang spesifik, akurat, cepat,
dan mudah.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang penyakit
yang disebabkan Crinivirus pada tomat dengan metode deteksi yang spesifik,
akurat, cepat, dan mudah sebagai dasar untuk menentukan pengendalian yang
efektif dan efisien.
KAJIAN SEROLOGI DAN MOLEKULER CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMATRESTI FAJARFIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/