103
KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL-MUSLIMÎN FÎ TAFSÎR KALÂM RABB AL-‘ÂLAMÎN KARYA K.H. AHMAD SANUSI Oleh: Muhamad Indra Nazarudin NIM: 101034021875 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M

KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

KAJIAN TAFSIR INDONESIA:

ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL-MUSLIMÎN

FÎ TAFSÎR KALÂM RABB AL-‘ÂLAMÎN

KARYA K.H. AHMAD SANUSI

Oleh:

Muhamad Indra Nazarudin

NIM: 101034021875

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H/2007 M

Page 2: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan
Page 3: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan
Page 4: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

KATA PENGANTAR

Kalimat puji dan syukur sepantasnya penulis panjatkan kepada Allah SWT., yang

memang selalu menjadi milik-Nya, yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran yang

tiada hentinya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skrpsi ini. Satu tahun lebih

penulis bergelut melawan segala rintangan dan cobaan, baik dari segi psikologis, fisik,

teknis, materi bahkan hadangan alam demi menyelesaikan skripsi ini.

Limpahan salawat beserta salam senantiasa tercurah kepada sang uswah al-

hasanah, semulya-mulya ciptaan-Nya, Nabi besar ummat Islam Muhammad SAW.,

seluruh keluarga dan juga para sahabatnya. Tebaran sabda agungnya mampu menggugah

decak kagum seluruh manusia dari Timur hingga Barat.

Selaku hamba yang diperintahkan untuk berinteraksi dengan sesama, penulis

merasa mempunyai kewajiban untuk menguntai kata terima kasih yang tak terhingga

kepada fihak yang telah berperan dan membantu secara tulus dalam proses perampungan

skripsi ini. Tanpa keterlibatan mereka, boleh jadi skripsi ini tidak akan mewujud dalam

nyata dengan mulus sebagaimana terlihat sekarang ini.

Ucapan terima kasih pertama penulis sampaikan sedalam-dalamnya kepada Dr.

M. Amin Nurdin, M.A., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Drs. Bustamin, M.B.A.

dan Rifqi Muhammad Fatkhi, S.Ag., selaku Ketua Jurusan dan sekretaris Tafsir Hadis,

atas semua dedikasi, jasa dan pengabdiannya terhadap kelangsungan dinamika fakultas

dimana saya mengukir jejak studi.

Terima kasih selanjutnya penulis tujukan kepada Drs. H.M. Suryadinata, M.A.,

dan Dra. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., dua pembimbing penulis dalam penulisan skripsi

Page 5: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

ini. Tanpa arahan, kritik, masukan, dan bantuannya baik secara teknis maupun non teknis

keduanya, rasa-rasanya skripsi ini tidak mungkin terselesaikan dengan lancar.

Berikutnya, terima kasih banyak penulis haturkan kepada keluarga besar K.H.

Ahmad Sanusi dan seluruh jajaran yayasan Pondok Pesantren Syams al-‗ulûm yang telah

membantu dan menyediakan fasilitas data maupun informasi tentang objek kajian

penulisan skripsi yang sangat berarti dan penulis butuhkan. Tanpa bantuan dan sokongan

dari mereka, penulis ragu apakah mampu menyelesaikan skripsi ini.

Dalam petualangan studi di Jurusan Tafsir Hadis, penulis telah banyak mendapat

pengalaman berharga, motivasi, dan inspirasi tentang luasnya bahtera mozaik kajian

Islam dari pergaulan yang intens dengan kawan-kawan (TH-A angkatan 2001). Untuk itu,

terima kasihku juga teralamatkan pada Tajuddin, Faisal, Helmi, Syarif, Hasan, dan

semuanya yang sudah menciptakan suasana nan unik serta bersahabat, baik dalam diskusi

kelas maupun diluar itu.

Perantauan penulis selama menjalani Kuliah Kerja Nyata sempat diwarnai

pergulatan hidup yang berharga dan mengajarkan makna kesederhanaan, solidaritas, dan

survive atas kerasnya hidup bersama teman-teman KKN Darmareja. Untuk itu penulis

berikan rasa terima kasih kepada Irfan, Dervi, Via, Ulfah, Nuni, fitri, Andi, Syakur, dan

yang lainnya.

Secara khusus, penulis sampaikan rasa terima kasih setinggi-tinginya kepada

Deni Rahman Septiana dan Ipad Badru atas dorongan dan kesabarannya yang tak kenal

lelah terhadap kelemahan penulis dalam membantu menyelesaikan skripsi ini dan

rumitnya birokrasi penyelesaian studi akhir. Tanpa mereka berdua penulis tidak akan

terlecut untuk menyadari pentingnya sebuah penyelesaian dengan segera terhadap suatu

kegiatan.

Page 6: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Tak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada Jaza Zarkasih dan Sahal

Mubarrok yang telah memberi masukan kepada penulis dan memompa semangat penulis

dengan penuh eleg dan pikaseurieun untuk menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada

sahabat (TH-C angkatan 2000), terima kasih atas suasana pergaulan hangat penuh warna

selama hidup di Pondok Ijo. Untuk itu, penulis serahkan rasa terima kasih kepada Beha,

Weah, Ronald, Basmin, dan lainnya yang tak mungkin penulis sebut semuanya.

Paling akhir tapi yang terpenting, penulis haturkan terima kasih setulus-tulusnya

atas pengorbanan dan dedikasinya selama ini kepada kedua orang tua penulis, Hj. Emma

Malya, ibunda tercinta dan tersabar dimuka bumi, dan ayahhanda H. Zainal M. Burhan,

the goodfather and The strong man. Tanpa jasa-jasa mereka penulis sekarang ini tidak

akan menjadi seorang yang mereka cita-citakan. Rasa-rasanya penulis tidak akan mampu

membalas segala kebaikannya dengan materi. Jazâkum Allah Khairân Katsîrâ.

Walhasil, tanpa mengecilkan kontribusi pihak-pihak yang telah disebut diatas,

karya ini tentunya tidak luput dari beragam kekurangan dan jauh sekali dari sempurna.

Karena itu, segenap masukan dan juga kritikan yang yang datang kemudian penulis

berikan penghargaan setinggi-tingginya.

Pondok Hijau, 25 Mei 2007

Penulis,

Muhamad Indra Nazarudin

Page 7: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6

D. Telaah Kepustakaan ................................................................... 7

E. Metodologi Penelitian ................................................................ 8

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 9

BAB II SKETSA BIOGRAFIS K. H. AHMAD SANUSI

(1888-1950) .................................................................................... 11

A. Latar Belakang Intelektual dan Pemikiran ............................... 11

B. Karir dan Aktivitas ................................................................... 16

C. Karya Tafsir .............................................................................. 26

BAB III TINJAUAN UMUM TAFSIR DI INDONESIA ......................... 31

A. Sejarah Awal Penulisan Tafsir di Indonesia .............................. 31

B. Periodisasi Karya Tafsir di Indonesia ....................................... 35

Page 8: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

C. Aspek Teknis Penulisan Tafsir ................................................. 44

1. Sistematika Penyajian ........................................................ 45

2. Bentuk Penyajian ............................................................... 47

3. Bentuk Penulisan ............................................................... 48

4. Sifat Mufassir ..................................................................... 50

5. Sumber-Sumber Rujukan ................................................... 50

D. Aspek Metodologis Penulisan Tafsir ....................................... 51

1. Metode Tafsir ..................................................................... 51

2. Nuansa Tafsir ..................................................................... 54

3. Pendekatan Tafsir .............................................................. 54

BAB IV ANALISIS TERHADAP TAFSÎR

TAMSYIYYAT AL-MUSLIMÎN..................................................... 55

A. Gambaran Umum Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ................... 55

B. Kontroversi penulisan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ............ 57

C. Aspek Teknis Penulisan Tafsir

Tamsyiyyat al-Muslimîn ........................................................... 61

1. Sistematika Penyajian Tafsir .............................................. 62

2. Bentuk Penyajian Tafsir ...................................................... 64

3. Bentuk Penulisan Tafsir ...................................................... 67

4. Sifat Mufassir ..................................................................... 68

5. Sumber-Sumber Rujukan ................................................... 68

D. Aspek Metodologis Penafsiran

Tamsyiyyat al-Muslimîn ........................................................... 70

1. Metode Tafsir ..................................................................... 70

Page 9: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

2. Nuansa Tafsir ..................................................................... 72

3. Pendekatan Tafsir .............................................................. 73

E. Analisis Penulis ........................................................................... 79

BAB V PENUTUP ............................................................................ 80

A. Kesimpulan ............................................................................... 80

B. Saran-Saran .............................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Biografi Kronologis K.H. Ahmad Sanusi

2. Karya Tulis K.H. Ahmad Sanusi

3. Sistem Transliterasi Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn

4. Contoh Halaman Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimīn

Page 10: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

BAB I

PENDAHULUAN

G. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan proses awal masuknya agama Islam di Nusantara, kitab suci al-

Quran diperkenalkan oleh para penyebar Islam (da‘i), kepada penduduk pribumi

setempat. Bagi para penyebar Islam tersebut, pengenalan awal terhadap al-Quran tentu

merupakan suatu hal sangat penting, karena al-Quran adalah kitab suci agama Islam yang

diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan memahami kandungan al-Quran tidak bisa

ditawar lagi bila seseorang ingin menjadi Muslim yang baik.

Menurut analisis Mahmud Yunus – sebagaimana dikutip Islah Gusmian – tentang

sejarah sistem pendidikan Islam pertama di Indonesia, al-Quran telah diperkenalkan pada

setiap Muslim sejak kecil melalui kegiatan yang dinamai ―pengajian al-Quran‖ di surau-

surau, langgar dan masjid. Yunus mengatakan bahwa, pada waktu itu, pendidikan al-

Quran adalah pendidikan Islam pertama yang diberikan kepada anak-anak didik, sebelum

mereka diperkenalkan dengan praktik-praktik ibadah (fiqh).1 Proses awal pembelajaran

ini dimulai dengan pengenalan dasar-dasar pelajaran al-Quran seperti baca dan tulis huruf

al-Quran hingga hafalan beberapa teks sûrah-sûrah penting dan pendek. Setelah

menamatkan pengajian al-Quran tersebut, para murid kemudian diperkenalkan dengan

pengajian kitab-kitab dari berbagai disiplin ilmu keislaman. Dalam pengajian kitab inilah,

al-Quran diperkenalkan dengan lebih mendalam melalui kitab tafsir al-Quran.

Pembelajaran al-Quran tumbuh berkembang dengan baik dan meyakinkan di

wilayah Sumatra, khususnya Aceh. Dengan merujuk pada naskah-naskah yang ditulis

1 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi

(Jakarta: Teraju, 2003), cet. ke-1, h. 42. Lihat juga Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di

Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1984), h. 24

Page 11: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

ulama Aceh, dapat diketahui bahwa pada abad ke-17 telah muncul upaya penafsiran al-

Quran. Ini terbukti dengan ditemukannya sebuah naskah melayu asal Aceh di Universitas

Cambridge, yaitu tafsir sûrah al-Kahfi,2 walaupun hanya ditulis dengan tekhnik dan

metode penafsiran yang tergolong sederhana.3 Selanjutnya, pada paruh kedua abad ke-17

muncul karya tafsir utuh yakni Tarjumân al-Mustafîd yang ditulis oleh Abdurrauf Sinkel

(1615-1693).4 Ini adalah tafsir utuh pertama yang ditulis secara lengkap 30 juz.

Di kawasan Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat proses pengajaran al-

Qur‘an yang dilakukan melalui lembaga-lembaga tradisional pesantren dan madrasah

semakin menemukan momentumnya. Melalui lembaga-lembaga tersebut kajian tafsir al-

Quran makin diintensifkan. Beberapa tafsir klasik yang sering dijadikan rujukan di

antaranya Tafsîr al-Jalâlain, Tafsîr al-Baidâwi, Tafsîr Ibn Katsîr dan lain-lain.

Dalam berbagai hasil penelitian, telah diuraikan tentang pertumbuhan lembaga

pengajaran Islam beberapa daerah di Indonesia, baik berupa surau, pesantren madrasah,

langgar dan lain-lain.5 Uraian tersebut telah cukup menunjukkan bahwa sejak semula

umat Islam Indonesia memiliki perhatian besar terhadap al-Quran, mulai dari hal

pengajaran tata cara membaca al-Quran yang baik sesuai ilmu tajwīd hingga kajian-kajian

mendalam mengenai kandungan al-Quran (tafsir). Perhatian besar umat Islam Indonesia

terhadap bidang kajian tafsir telah banyak melahirkan sejumlah tokoh mufassir lokal

berikut karya-karya tafsirnya. Sejarah mencatat terhitung sejak proses penulisan tafsir

telah dimulai pada abad ke-17 dengan ditemukannya naskah anonim tafsir sûrah al-Kahfi

2 Michael R. Feener, “Notes Towards the History of Qur’anic Exegesis in Southeast Asia”

Studia Islamika, Vol. 5, No. 3, 1998, h. 47

3 Naskah anonim tafsir sûrah al-Kahfi ini ditulis dengan tinta merah disertai terjemahan

serta komentar dalam tinta hitam. Teknik penulisan dalam naskah ini belum memisahkan ruang

antara teks arab al-Qur’an, Terjemahan dan tafsir. Model ini terus diterapkan hingga abad 19.

Feener, ―Notes Towards‖, Studia Islamika, h.48 4 Gusmian, Khazanah Tafsir, h. 43

5 Misalnya dalam buku Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 42-48

Page 12: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

[18]: 9 yang sekarang menjadi koleksi Cambridge University Library.6 Sekedar menyebut

beberapa tokoh mufassir asli orang Indonesia lainnya adalah ‗Abdu al-Raûf al-Sinkilî,

Syaikh Nawaw Banten (meskipun tafsirnya tidak ditulis di bumi Indonesia), H. Abdul

Karim Amrullah (HAMKA), Mahmud Yunus, A. Hasan dan sederet nama lainnya. Untuk

memudahkan pengkajian tradisi penulisan tafsir di Indonesia para peneliti seperti:

Howard M. Federspiel,7 M. Yunan Yusuf,

8 telah menyusun berbagai periodisasi tafsir

Indonesia.

Dari sederet nama tokoh mufassir Indonesia terselip satu nama yang nyaris

terlewatkan. Dia adalah Ahmad Sanusi, ajengan kelahiran Kampung Cantayan, Cibadak,

Sukabumi pada 18 September 1888. Disebut nyaris terlewatkan, karena memang nama

dan karya tafsirnya, hampir tidak disebut oleh beberapa penelitian tentang perkembangan

tafsir di Indonesia, kecuali singgungan sangat singkat dan nukilan dalam catatan kaki.

Hal ini tentunya, menurut penulis, merupakan sebuah ironi.9 Padahal, tidak

kurang dari tiga hasil karya tafsir al-Quran dan sejumlah tafsir sûrah-sûrah lainnya telah

dihasilkan oleh Ahmad Sanusi.10

Dengan tiga karya agungnya dalam bidang tafsir al-

Quran, yakni: Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, Raudat al-‘Irfân fî

Ma’rifat al-Qur’ân 30 Juz (dua jilid) dan Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb

6 Gusmian, Khazanah Tafsir, h. 54

7 Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia: dari M. Yunus hingga Quraisy

Syihab, terj. Tajul, (Bandung: Mizan, 1994)

8 Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad ke-20”, dalam Jurnal

Ulumul Qur’an, No. 4, Volume III, 1992

9 Beberapa peneliti seperti Howard M. Federspiel dan M. Yunan Yusuf tidak

menyinggung nama K.H. Ahmad Sanusi dan tafsir-tafsirnya. Hal ini juga terlihat dari absennya

nama K.H. Ahmad Sanusi dan karya-karya tafsirnya dalam silabus mata kuliah Perkembangan

Tafsir di Indonesia di Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. 10

Ahmad Sanusi (1888-1950 M) termasuk salah satu ulama di Indonesia Awal abad ke-

20 M yang paling produktif menulis karya. Gunsaikanbu mencatat tidak kurang dari 101 karya

yang ditulisnya dalam berbagai bidang keagamaan. Lihat Gunsaikanbu, Orang Indonesia Yang

Terkemuka di Jawa, (Yogyakarta: UGM Press, 1986), h. 442-443. Menurut penulis, ia juga berhak

menyandang gelar sebagai ulama yang paling produktif dalam menulis karya tafsir.

Page 13: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

al-‘Âlamîn ,11

tidaklah berlebihan jika Ahmad Sanusi dipandang sebagai salah satu ulama

tafsir (mufassir) terpenting yang pernah dimiliki Indonesia.

Dari ketiga karya tafsir Ahmad Sanusi tersebut di atas, tafsir Tamsyiyyat al-

Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn (Selanjutrnya ditulis: Tamsyiyyat al-

Muslimîn) akan menjadi objek kajian penelitian ini. Tafsir tersebut berjudul lengkap dan

bertulisan asli Tamsjijjatoel Moeslimin fie Tafsieri Kalami Rabbil ’Alamien. Tafsir ini

pada mulanya terbit secara berkala satu bulan sekali sejak 1 Oktober 1934, dicetak di

percetakan al-Ittihâd Sukabumi dan beredar di kalangan terbatas di daerah Jakarta,

Bandung, Bengkulu dan Singapura. Beberapa sumber menyebutkan tidak diketahui

berapa jumlah edisi yang pernah terbit. Penulis mencatat tafsir Tamsyiyyat al-Muslimîn

memiliki edisi tahun ke-1 no.1 (1934) hingga tahun ke-5 no. 53 (1939) yang sebagiannya

ada di tangan penulis. Tafsir ini ditulis dengan huruf latin dan bahasa melayu dengan

ejaan Ch. A. van Ophuijsen. Tulisan Arabnya (teks al-Quran) disertai dengan transliterasi

huruf Latin. Saat ini tafsir tersebut sedang mengalami reproduksi untuk diterbitkan

kembali oleh tim yang diketuai oleh Dr. K.H. Dedi Ismatullah, MA., salah seorang cucu

dan penerus Ahmad Sanusi.

Pemilihan objek ini didasari dengan pertimbangan bahwa tafsir tersebut memiliki

beberapa kekhasan, di antaranya: (1) ditinjau dari aspek latar belakang, tafsir ini lahir di

tengah panasnya kontroversi transliterasi (alih aksara) al-Quran ke dalam huruf Latin, (2)

aspek penyebaran, tafsir ini ditulis sebagai edisi bulanan majalah (3) aspek teknis

penulisan dan metodologis penafsiran, dan lain-lain.

11

Nashruddin baidan dalam bukunya, Perkembangan Tafsir al-Quran di Indonesia

(Solo: Tiga Serangkai, 2003) telah salah menyebutkan Tafsir Tamsyiyyat al-Muslimin karya

Ahmad Sanusi dengan menyebutnya dengan Tafsîr asy-Syamsiyah. Setelah ditelisik oleh penulis,

ternyata Baidan mengutip dari buku tafsir Departemen Agama R.I. yang berjudul Al-Qur’an dan

Tafsîrnya, (Yogyakarta: UII, 1995) h. 61 dalam (Mukaddimah).

Page 14: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Berpijak pada beberapa pertimbangan tersebut di atas, penulis merasa tertarik

untuk melakukan penelitian tentang tafsir Tamsyiyyat al-Muslimîn tersebut dalam bentuk

skripsi ini.

H. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penelitian ini akan mengungkap sebuah tafsir karya Ahmad Sanusi yang berjudul

Tamsyiyyat al-Muslimîn. Fokus analisisnya meliputi dua hal pokok saja. Pertama, teknis

penulisan Tafsîr Tamsyiyyah al-Muslimîn. Analisis ini bergerak menelusuri aspek-aspek

―luar‖ yang tampak dalam bangunan penulisan tafsir tersebut. Kedua, metodologi

penafsirannya, analisis terhadap aspek-aspek ―dalam‖ yang berkaitan dengan prinsip-

prinsip metodologi penafsirannya.12

Berdasarkan batasan masalah tersebut di muka, permasalahan yang hendak

dijawab oleh penelitian ini adalah bagaimanakah aspek-aspek teknis dan metodologis

tafsir Tamsyiyyat al-Muslimîn?

I. Tujuan Penelitian

Secara formal, penelitian ini ditulis dalam rangka pemenuhan salah satu syarat

mencapai gelar sarjana teologi Islam (S.Th.I) pada program strata satu (S-1), Jurusan

Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Sedangkan secara non-formal, penelitian ini ditujukan untuk memperkenalkan

lebih jauh dan luas sosok Ahmad Sanusi sebagai seorang tokoh penting tafsir di

Indonesia. Di samping itu, secara khusus, penelitian ini berupaya membedah Tafsîr

12

Sejatinya, model pembahasan penelitian ini diilhami oleh hasil penelitian Islah

Gusmian yang berjudul Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi, (Jakarta:

Teraju, 2003). Istilah ―aspek teknis‖ dan ―aspek metodologis‖ adalah istilah yang penulis adopsi

dari buku tersebut. Kendati demikian, penulis tidak secara ketat mengacu pada buku tersebut.

Tetapi melakukan beberapa penyesuaian guna relevansi dengan objek kajian penulis.

Page 15: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, salah satu, di samping dua

lainnya, karya besar Ahmad Sanusi dalam bidang tafsir al-Qurân, baik dari segi teknis

penulisan maupun segi metodologis penafsiran. Penelitian ini merupakan bagian dari

upaya beberapa penulis untuk memperkenalkan Ahmad Sanusi dan karya-karya tafsirnya

ke pentas publik akademis dalam maupun luar UIN Jakarta, sekaligus melecut kajian

historis khazanah tafsir al-Quran warisan para ulama Nusantara.

Lebih dari itu, penelitian ini sejatinya didorong oleh beban tanggung jawab moral

dan intelektual penulis sendiri sebagai keturunan langsung (cicit) dari Ahmad Sanusi.

Saat ini, warisan intelektual Ahmad Sanusi yang berupa peninggalan karya-karya tulisnya

cenderung terbengkalai dan tidak terawat. Dengan niat tulus dan tekad bulat, penulis

hendak melestarikan warisan tersebut.

J. Telaah Kepustakaan

Walaupun secara pribadi sosok Ahmad Sanusi relatif belum dikenal secara luas di

publik akademis Indonesia, beberapa karya berupa hasil penelitian dan buku utuh yang

membahas tentang beliau telah cukup banyak dihasilkan. Sebut saja, misalnya,

Muhammad Iskandar, dosen Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra UI, dengan bukunya Para

Pengemban Amanah: Pergulatan Pemikiran Kiai dan Ulama di Jawa Barat (1900-1950)

(2001). Buku yang pada mulanya adalah tesis S2-nya pada program sandwich (sisipan)

kerjasama antara Universitas Indonesia dan Vrije Universiteit, Amsterdam, ini secara

umum membahas gejolak pemikiran keislaman kalangan kiai dan ulama di bumi priangan

Jawa Barat antara 1900-1950. Pembahasan tentang pribadi K.H. Ahmad Sanusi, sebagai

salah satu subjek sentral pergulatan tersebut, dan kiprahnya dalam bidang sosial, politik,

agama dan pendidikan, mendapat porsi cukup besar dalam buku ini. Selain buku tersebut,

Iskandar telah menulis sebuah buku kecil mengenai biografi Ahmad Sanusi yang berjudul

Page 16: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Kiyai Haji Ajengan Ahmad Sanusi yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Persatuan Umat

Islam (PUI) pada tahun 1993.

Tiga hasil penelitian tentang Ahmad Sanusi dalam bentuk skripsi dan satu berupa

tesis telah dihasilkan pula. Pertama, skripsi yang ditulis A. Mukhtar Mawardi, Haji

Ahmad Sanusi: Riwayat Hidup dan Perjuangannya (1985). Kedua, skripsi berjudul KH.

Ahmad Sanusi dan Perjuangannya dalam Pengembangan Agama Islam di Sukabumi

Jawa Barat Tahun 1915-1950 M (2001) ditulis oleh Iwan Pratama, dan kedua skripsi ini

berasal dari Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karenanya,

semuanya menekankan pembahasannya pada aspek kesejarahan pribadi Ahmad Sanusi

(deskripsi biografis). Satu lagi, sebuah tesis ditulis oleh A. Saifuddin dengan judul

Perbuatan Manusia dalam Teologi Haji Ahmad Sanusi: Studi mengenai Pemikiran

Teologi Islam Salah Seorang Ulama Indonesia (1993). Sebagaimana tersurat dari

judulnya, tesis tersebut menekankan pembahasannya pada aspek teologis pemikiran

Ahmad Sanusi.

Dari beberapa tebaran pustaka disebut di muka, tampak bahwa upaya-upaya

untuk memperkenalkan sosok Ahmad Sanusi sebagai seorang tokoh intelektual penting

Indonesia awal abad ke-20 ke permukaan publik akademis telah banyak dilakukan.

Tetapi, hampir semua usaha tersebut baru sebatas ulasan historis kehidupan pribadi

Ahmad Sanusi baik sebagai seorang tokoh agama, pendidik, pemikir dan pemikiran

teologisnya. Penelitian-penelitian tersebut belum menukik pada pembahasan tentang

perannya sebagai seorang tokoh tafsir penting di Indonesia, kecuali karya Hasan Husein

Basri. Skripsi ini telah cukup memfokuskan pembahasan pada sosok Ahmad Sanusi

sebagai seorang mufassir dan dua tafsirnya, Tamsyiyyat al-Muslimîn – tafsir yang

menjadi objek penelitian penulis – dan Malja’. Kendati demikian, penelitian ini belum

menyentuh semua sisi KH. Ahmad Sanusi sebagai seorang mufassir dan pembahasannnya

tentang Tamsyiyyat al-Muslimîn terbatas pada sejarah gambaran umum tentang tafsirnya

Page 17: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

– itu pun dilakukannya dengan sangat singkat – tidak mengungkap aspek teknis dan

metodologis pemafsirannya.

K. Metodologi Penelitian

Dalam proses pengumpulan data penelitian ini, penulis menggunakan metode

pengumpulan data kepustakaan (library research). Ada dua jenis data: sekunder dan

primer.13

Data primer adalah data kepustakaan yang berasal dari sumber pertamanya,

yakni Tamsyiyyat al-Muslimîn karya Ahmad Sanusi, di samping dua karya tafsir lainnya,

Tafsîr Maljâ’ al-Tâlibîn dan Raudat al-‘Irfân sebagai bahan pembanding. Sedangkan data

sekunder adalah data-data pendukung berupa karya tulis Ahmad Sanusi lainnya serta

buku-buku dan hasil penelitian seputar perkembangan tafsir di Indonesia seperti: Kajian

al-Qur’an di Indonesia: dari M. Yunus hingga Quraish Shihab karya Federspiel,

Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi tulisan Islah Gusmian,

dan lain-lain.

Data-data terolah kemudian akan dibahas dengan metode deskriptif-analitis,

yakni menjelaskan objek permasalahan secara apa adanya tanpa untuk kemudian

diekplorasi, dianalisis, diinterpretasi, diberi penilaian dan terakhir di tarik kesimpulan.

Untuk teknik penulisan dan teknik alih aksara (transliterasi) Arab-Latin, penulis

berpedoman pada teknik penulisan skripsi dan sistem transliterasi yang dimuat dalam

buku Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2005/2006.14

13

Sumadi Suryadibarata, Metode Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), cet.

ke-16, h. 39 14

Tim Penyusun, Pedoman Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta (Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2005)

Page 18: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

L. Sistematika Penulisan

Setelah mengurai bab I yang berisi gambaran umum penelitian meliputi: latar

belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah kepustakaan,

metodologi penelitian, dan terakhir sistematika penulisan, berikutnya, dalam bab II akan

digambarkan sketsa biografis pribadi Ahmad Sanusi. Isinya meliputi latar belakang

intelektual dan pemikiran, karir dan aktifitas serta karya-karya tafsir yang telah ditulis.

Penjelasan studi biografis tersebut penting disajikan, karena Ahmad Sanusi adalah tokoh

sentral yang dibahas dalam penelitian ini. Penjelasan ini diharapkan, nanti, dapat

membantu penulis menangkap konteks psikologis dan historisnya.

Bab selanjutnya, bab III hendak menyajikan sejarah perkembangan tafsir di

Indonesia serta periodesasinya. Penjelasan dilanjutkan pada tinjauan umum tentang aspek

teknis dan aspek metodologis penulisan karya tafsir.

Sementara itu, pada bab IV, inti utama pembahasan, akan disajikan bedah dan

telaah Tamsyiyyat al-Muslimîn. Analisis kitab akan diarahkan pada dua aspek, yakni

aspek teknis penulisan (eksternal) dan aspek metodologis penafsiran (internal). Tetapi

sebelumnya, akan diuraikan terlebih dahulu historisitas dan latar belakang kemunculan

tafsir Tamsyiyyat al-Muslimîn. Dan yang terakhir, penulis akan memberikan beberapa

catatan analisis kritis sebagai hasil dari analisa pribadi.

Kesimpulan tentang telaah yang penulis lakukan terhadap kitab tafsir Tamsyiyyat

al-Muslimîn akan dijabarkan pada bab V. Kesimpulan ini juga akan menjadi titik pijak

saran ke depan menyangkut penelitian terhadap kajian karya-karya tafsir warisan para

ulama terdahulu.

Setelah bab V, penulis mencantumkan daftar pustaka dan beberapa data

tambahan yang secara tidak langsung menyangkut objek penelitian ini, yakni: biografi

Page 19: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

kronologis, daftar lengkap karya-karyanya dalam berbagai disiplin ilmu serta contoh

halaman dari tafsir Tamsyiyyat al-Muslimîn.

Page 20: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

BAB II

SKETSA BIOGRAFIS K.H. AHMAD SANUSI

D. Latar Belakang Intelektual dan Pemikiran

Kyai Haji Ajengan15

Ahmad Sanusi dilahirkan di Desa Cantayan, Kecamatan

Cibadak, Sukabumi Jawa Barat, pada tanggal 18 september 1888.16

Ayahnya bernama

Abdurrahim bin H. Yasin (w. 1950), seorang pemimpin Pondok Pesantren Cantayan

Sukabumi.

Layaknya anak seorang kyai, ia memperoleh perlakuan-perlakuan cukup

istimewa, baik dari para santri maupun masyarakat di lingkungan pesantren ayahnya.

Kemauannya jarang ditentang, tapi sebaliknya apabila tindakannya ada yang dianggap

keliru serta menyalahi kaidah dan norma agama, maka banyak orang memperingatkan

bahkan mencegahnnya. Bukan saja karena hal itu dianggap berdosa, melainkan juga bisa

15

Istilah ajengan adalah istilah populer di kalangan masyarakat Sunda yang merupakan

sebutan kepada ulama baik karena ketinggian ilmunya maupun prilaku dan akhlaknya yang

menjadi panutan dan diakui sebagai pemimpin umat di lingkungannya. Ahmad Sanusi sendiri tidak

menyebut dirinya sebagai seorang kyai maupun ajeungan dalam semua buku yang ia tulis.

penyebutan gelar tersebut diberikan oleh para pengikutnya, terlebih setelah beliau meninggal

dunia. Istilah ajengan juga sering diterapkan bagi pemimpin sebuah pesantren dan sering

disandarkan kepada nama tempat dimana pesantren itu berdiri, seperti sebutan Ajengan Gunung

Puyuh Kepada Ahmad Sanusi karena mempunyai pesantren yang berada kampung di Gunung

Puyuh. Sedangkan istilah kyai di wilayah Sunda hanya berlaku bagi tokoh agama saja dan tidak

harus disandarkan kepada tempat atau pesantren di mana ia berdomisili. Hal ini sedikit berbeda

dengan pemakaian istilah kyai di wilayah jawa lainnya, yang bisa ditujukan untuk benda-benda

keramat. Lihat Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda, Alam Manusia dan Budaya, (Jakarta: Pustaka

Jaya: 2000) h. 347 16

Ada berbagai pendapat mengenai tahun kelahiran Ahmad Sanusi. Pendapat pertama:

tahun 1881, pendapat ini dikemukakan oleh S. Wanta dalam bukunya K.H. Ahmad Sanusi dan

Perjuangannya, (Jakarta, PBPUI, 1986). Pendapat kedua tahun 1889. Pendapat ini dilontarkan

oleh Muhammad Iskandar berdasarkan keterangan koleksi arsip R.A. Kern. Lihat Mohammad

Iskandar, Kyai Haji Ajeungan Ahmad Sanusi, (Jakarta, Pengurus Besar PUI, 1993). Pendapat

ketiga, tahun 1888. Tahun ini diambil berdasarkan tahun yang tertera pada batu nisan kuburan

K.H. Ahmad Sanusi yang terletak di samping pesantren yang didirikan beliau yaitu Pesantren

Syams al-‗Ulûm. Pendapat terakhir ini adalah pendapat yang terkuat. Lihat A.M. Sipahoetar,

Lukisan Tentang Para Pemimpin, (Semarang: Pustaka Harapan, 1946) dan A. Mukhtar Mawardi,

―Ahmad Sanusi: Riwayat Hidup dan Perjuangannya‖ (Skripsi S1 Fakultas Adab Institut Agama

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1985)

Page 21: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

menjatuhkan nama dan wibawa orang tuanya sebagai seorang kyai. Jadi proses

internalisasi terhadap masalah keagamaan telah terjadi sejak ia masih kecil.17

Sejak usia tujuh tahun sampai lima belas tahun, Ahmad Sanusi menuntut

pengetahuan agama dari ayah kandungnya sendiri. Demikian pula halnya dengan

keterampilan menulis huruf Arab dan Latin. Keterampilan ini dipelajarinya bersama-sama

dengan saudaranya dan juga para santri ayahnya di Pesantren Cantayan. Sehingga hampir

dipastikan selama pendidikan masa mudanya, ia tidak pernah mengenyam pendidikan

umum.18

Pada tahun 1903 atas anjuran ayahnya, ia mulai ―turun gunung‖ untuk berguru

kepada sejumlah ulama di Wilayah Jawa Barat. Secara berurutan Ia belajar kepada K.H.

Muhammad Anwar (Pesantren Salajambe Cisaat), K.H. Muhammad Siddik (Pesantren

Sukamantri Cisaat), K.H. Djenal Arif (Sukaraja), kemudian ke Pesantren Cilaku dan

Ciajag Cianjur, K.H. Sudjai‗ (Pesantren Gudang Tasikmalaya) dan K.H. Syatibi

(Pesantren Gentur).19

Di tiap pesantren yang pernah ia singgahi, Ahmad Sanusi hanya

belajar antara dua bulan hingga satu tahun.20

Tak lama setelah meninggalkan Pesantren Gentur, pada tahun 1909 Ahmad

Sanusi berangkat menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sambil bermukim

memperdalam ilmu agama di sana. Di Mekkah ia berguru langsung kepada beberapa

muftî mazhab Syâfi‗î, seperti: pada Syaikh ‗Alî al-Mâlikî, Syaikh ‗Alî al-Tayyibî, Syaikh

Junaedi, Syaikh Saleh Bafadil dan Sa‗îd Jawani. Di samping itu, ia juga pernah berguru

kepada Syaikh Mahfudz Termas.21

Selain belajar masalah-masalah agama, ia juga mulai

17

Iskandar, Kiyai HajiAhmad Sanusi , h. 3 18

Hasan Basri, ―Laporan Penelitian dan Penulisan K.H. Ahmad Sanusi‖ (Proyek

Penelitian Departemen Agama, 1986), h. 22 19

Sipahoetar, Lukisan Tentang Pemimpin, h. 71 20

Basri, ―Laporan Penelitian dan Penulisan‖, Proyek Penelitian Departemen Agama,

1986, h. 22 21

Dari sekian ulama-ulama asal Indonesia yang pernah menjadi guru Ahmad Sanusi di

Mekkah, yang paling termasyhur adalah Syaikh Mahfuzh Termas, ulama kelahiran Termas, Jawa

Page 22: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

mempelajari buku-buku tentang modernisme Islam dan juga pelajaran umum seperti

fisika.22

Bulan Juli 1915 Ahmad Sanusi kembali ke Pesantren Cantayan dan membantu

pekerjaan ayahnya mengajar para santri. Di sana ia mencoba memperbaharui kurikulum

dengan mulai menerapkan sistem klasikal termasuk teknik mengajar Pesantren Cantayan.

Di samping itu, dengan bekal keilmuan dan pengalaman hasil pergaulannya yang luas

selama di Makkah, ia sering mengadakan diskusi-diskusi keilmuan seputar persoalan-

persoalan yang berkembang pada waktu itu. Kebebasan akademik pun diberikan kepada

murid-muridnya sehingga mereka bebas bertanya dan mengeluarkan pendapat untuk

mendalami agama Islam. Sehingga dalam waktu yang tak begitu lama, Ia mulai disenangi

para santri.23

Pengaruhnya di wilayah Sukabumi lebih terasa ketika pada tahun 1917 ia mulai

menerbitkan sebuah buku yang berjudul al-Lu’lu’ al-Nadîd, sebuah kitab yang

menguraikan persoalan tauhîd dalam bentuk tanya jawab. Ini adalah buku pertama yang

ditulis oleh Ahmad Sanusi ketika ia kembali ke tanah kelahirannya. Setelah buku itu

beredar luas, Ahmad Sanusi mulai dikenal oleh kalangan di wilayah ini yang lebih luas

lagi cakupannya. Akibatnya banyak para santri yang mulai membanjiri pesantren ayahnya

sehingga kapasitas pesantren itu tidak dapat menampung lagi. Kemudian ayahnya

menganjurkan Ahmad Sanusi untuk mendirikan pesantren sendiri di daerah Genteng,

Sukabumi yang kemudian dikenal dengan Pesantren Genteng.24

Timur. Ia adalah salah satu guru besar ahli qirâ‘ah di Masjid al-Harâm dan juga ulama Indonesia

pertama yang mengajarkan kitab shahih al-Bukhârî. Untuk lebih jelas tentang profil syaikh

Mahfuzh, lihat Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi

Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), h. 38-39 22

Basri, Laporan penelitian dan Penulisan‖, Proyek Penelitian Departemen Agama,

1986,

h. 5 23

Iskandar, Kyai Haji Ajeungan Ahmad Sanusi, h. 4 24

Basri, Laporan Penelitian dan Penulisan‖, Proyek Penelitian Departemen Agama,

h.10

Page 23: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Pesantren Genteng bagi Ahmad Sanusi dijadikan tempat untuk merefleksikan dan

memformulasikan ide-ide yang terkandung dalam al-Quran. Maka, tak heran kalau

Ahmad Sanusi menjadikan tafsir sebagai mata pelajaran yang utama di Pesantren

Genteng. Sebelumnya juga di pesantren ayahnya di Cantayan ia memegang spesialisasi

pelajaran tafsir, di mana ia menekankan dalam mengajar tafsir itu agar ajaran-ajaran

Islam di Sukabumi khususnya dan di priangan umumnya dapat terlihat membumi.

Keinginanya itu bukan hanya sebatas teori saja, lebih jauh lagi ia

mengimplementasikannya dalam bentuk aksi.

Misalnya ia berani mengkritisi intitusi-institusi keagamaan yang dibentuk dan

dilegitimasi oleh pemerintah Belanda sebagai lembaga kepenghuluan. Di antara

pemikiran-pemikiaran kritisnya ini adalah: pertama, pendapatnya tentang tidak wajibnya

zakat fitrah dikumpulkan oleh para ‘âmil dari pekauman untuk kemudian disetorkan

kepada na‘ib dan diteruskan ke penghulu kepala di kabupaten.25

Kedua Ahmad Sanusi

berpendapat mengenai makruhnya tradisi selametan ketiga harinya, ketujuh harinya, dan

seterusnya bagi yang telah meninggal yang menurut asumsinya, tradisi itu berasal dari

pengaruh agama Hindu, bukan murni ajaran Islam. Ketiga, pendapatnya tentang tidak

wajibnya mendoakan bupati dalam khutbah jum‘at yang terkenal dengan peristiwa

‘abdaka maulânâ.26

Disamping itu, pemikiran Kritis Ahmad Sanusi lainnya adalah ia berusaha

menafsirkan al-Quran kedalam bahasa selain bahasa Arab, padahal pada waktu itu

penafsiran al-Quran kedalam bahasa selain arab adalah jarang dilakukan, bahkan

25

Pekauman atau menak kaum adalah elit birokrasi keagamaan. Didaerah priengan,

umunya para menak kauum yang bertitel Hoofd penghulu mempunyai hubungan keluarga dengan

bupati dan dekat sekali dengan pemjajah Belanda. Biasanya kelompok pekauman mengurus masjid

raya di tingkat kecamatan atau kabupaten yang saat itu berfungsi sebagai Kantor Urusan Agama

(KUA). Lihat Iskandar, Para pengemban Amanah, h. 49. Untuk melihat lebih jelas kajian tentang

penghulu, lihat, G.F. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950 (Jakarta: UII-

Press, 1985), h. 67-100 26

K.H. Ahmad Sanusi Qowânin al-Dîniyyah (Sukabumi: Sajjid Yahya bin Oestman),

1928, h. 8-9 dan 16

Page 24: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

dianggap menyalahi ajaran Islam. Tetapi peda tanggal 28 Januari 1931 Ahmad Sanusi

berani menerbitkan sebuah buku tafsir pertamanya dalam bahasa Sunda dengan

menggunakan huruf Arab (aksara pegon) yang berjudul Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm

Rabb al-‘Âlamîn, walaupun ia harus berhadapan dengan para ulama setempat yang masih

berpendapat bahwa menafsirkan al-Quran ke bahasa selain Bahasa Arab adalah haram

hukumnya.

Tindakan antagonis yang dilakukan ulama setempat menjadi lebih keras lagi

ketika ia menerbitkan buku tafsir keduanya yang mentransliterasi hurup Arab al-Quran

kedalam bahasa Indonesia dengan judul Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-

‘ÂlamÎn. Bahkan selanjutnya ia dianggap telah menjadi kafir dan dirinya halal untuk

dibunuh. Tetapi keadaan demikian tidak menyurutkan niatnya untuk menerbitkan tafsir

tersebut. Karena ia berkeyakinan tindakannya itu adalah benar demi memajukan

pemikiran dan apresiasi umat Islam terhadap al-Quran sebagai dasar hukum pertama

dalam agama Islam.27

Bila dilihat dari guru-gurunya, baik itu yang menjadi guru ketika ia belajar di

Jawa Barat maupun ketika ia bermukim di Tanah Suci dan juga isi dari buku-buku yang

diterbitkannya dapat diketahui bahwa ia adalah seorang penganut Asy‘âriah atau Ahl al-

Sunnah wa al-Jamâ‘ah dalam bidang teologi,28

dan bermazhab Syafi‗î dalam bidang fiqh.

Aliran inilah yang selanjutnya banyak mempengaruhi jalan pikirannya untuk

mengaplikasikan semua kegiatannya sehari-hari termasuk dalam menulis semua karya

yang ditulisnya

Jika kita lihat kembali ide-ide reformasi yang dikemukakan oleh Ahmad Sanusi,

sebenarnya mempunyai kesamaan dengan yang dikemukakan reformis lainnya yang

27

Iskandar, Para Pengemban Amanah, h. 192-205 28

Untuk melihat lebih jauh pemikiran Ahmad Sanusi dalam bidang teologi, lihat A.

Saipudin, ―Perbuatan Manusia dalamTeologi Haji Ahmad Sanusi:Studi Mengenai Pemikiran

Teologi Islam Seorang Ulama Indonesia‖ (Tesis Megister, Progam Pascasarjana Institut Agama

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1993)

Page 25: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

berdomisili di Jawa Barat, seperti Persatuan Islam (PERSIS) dan Majelis Ahli Sunnah

Cilame (MASC).29

Namun demikian, Ahmad Sanusi mengatakan bahwa pintu ijtihâd

masih terbuka, ia sendiri mengaku tidak berijtihâd dan masih berpegang kepada Imam

yang Empat, sehingga ia pun mendapat serangan dari organisasi diatas. Oleh sebab itu,

Ahmad Sanusi pada waktu itu mendapat lawan dari dua arah. Disatu sisi ia bersebrangan

dengan Islam tradisional yang diwakili oleh fihak pekauman, disisi lain, ia pun membela

Islam tradisional dari gempuran organisasi tajdîd yang mempunyai jargon ―kembali

kepada al-Quran dan Hadis Sahîh‖.

E. Karir dan Aktivitas

Selama bermukim di Makkah, selain belajar dan memperdalam ilmu agama,

Ahmad Sanusi juga mulai berkecimpung dalam dunia politik. Terjunnya di bidang ini

diawali dengan perjumpaannya dengan tokoh Sarekat Islam (SI) di Mekkah yang

bernama ‗Abd al-Mulûk. Setelah memperlihatkan sebagian besar anggaran dasar

organisasi SI, Ahmad Sanusi mengatakan setuju untuk bergabung ke dalam organisasi

tersebut. Sehingga di sana ia mulai bergaul dan bertukar informasi dengan tokoh-tokoh

pergerakan yang ada di sana yang sedikit banyaknya mempengaruhi pola pemikirannya.30

Setelah enam tahun mencari ilmu di kota suci Makkah, akhirmya tahun 1915

Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi. Dia langsung ditawari oleh presiden SI Sukabumi

29

PERSIS didirikan didirikan oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Junus pada tanggal

17 Agustus 1923. setelah masuknya A. Hassan, organisasi ini semakin terkenal dan mulai

melebarkan fahamnya ke beberapa daerah di Indonesia. Untuk lebih detil tentang PERSIS, lihat

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1944 (Jakarta: LP3ES, 1996), cet. ke-8, h.

95-96. Sedangkan MASC, tidak ada yang tahu pasti kapan organisasi ini didirikan. Organisasi

yang salah satunya dianggotai K.H. Yusuf Tojiri ini, dianggap mempunyai faham tajdîd dan yang

paling radikal dibandingkan persis. Untuk lebih detil tentang MASC, lihat Iskandar, Para

Pengemban Amanah, h. 170-175 30

Keterlibatannya dengan politik ini semakin jelas ketika tahun 1914 di Makkah tersebar

surat kaleng yang menyudutkan SI. Akibat tulisan ini, banyak jemaah dari Indonesia menjadi

resah. Ahmad Sanusi sebagai salah satu anggota SI mulai terpanggil. Untuk merespon ini,

kemudian Ahmad Sanusi menulis sebuah buku yang diberi judul Nahrat al-Darhâm yang isinya

membeberkan kebaikan SI. Selain menulis buku, Ahmad Sanusi terlibat juga dalam perdebatan

dengan ulama yang tidak begitu suka dengan SI. Lihat Iskandar, Kiyai Haji Ajeungan , h. 4-5

Page 26: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

untuk menjadi penasihat organisasi tersebut. Ia mengabulkan permintaan tersebut tetapi

disertai dengan beberapa syarat. Ia meminta angota SI lebih meningkatkan diri dalam

masalah keislaman. SI lokal sungguh-sungguh mempraktekan tujuannya membantu

anggotanya dalam meningkatkan kemampuan perniagaan mereka dengan cara memberi

pinjaman modal yang diambil dari uang kontribusi. Tegasnya, ia meminta uang kontribusi

anggota SI tidak semuanya diserahkan ke pimpinan pusat, melainkan separuhnya

disimpan di kas SI setempat sebagai himpunan dan bantuan tadi.31

Namun ia tidak lama duduk sebagai Penasihat SI lokal. Ia mengajukan berhenti

dengan alasan tidak lagi mengerti akan sepak terjang SI. Di samping itu ia juga melihat

apa yang diajukannya sebagai pra-syarat keterlibatannya dengan SI tidak ditepati. Kendati

demikian ia masih sering berhubungan dengan SI lewat para santrinya yang menjadi

anggota organisasi itu. Dalam rapat-rapat terbuka SI pun ia masih sering diundang.

Mungkin karena ada hubungan semacam itulah, maka banyak pihak yang menganggap

Ahmad Sanusi masih menjadi anggota SI. Termasuk yang mempunyai anggapan

demikian adalah para pejabat daerah Priangan Barat. Oleh karena itu, ketika terjadi

peristiwa afdeling B tahun 1919,32

dia termasuk salah seorang kyai yang dianggap terlibat

dalam kasus ini. Malah dia dituduh menyembunyikan Kyai Arda‘i, tokoh utama afdeling

B yang saat itu masih buron. Sehingga ia sempat dikurung selama 7 malam dalam

penjara. Tetapi karena tidak ada bukti kuat, dia dibebaskan kembali.33

Pada tahun 1927 terjadi aksi sabotase pada jaringan kawat telepon di 2 tempat

yang menghubungkan kota Sukabumi-Bandung dan Sukabumi-Bogor. Pihak penguasa

sempat langsung mengalamatkan dalang aksi pengrusakan kepada Ahmad Sanusi.

31

Iskandar, Para Pengemban Amanah, h. 139 32

Kasus afdeling B ini cukup mengguncangkan dan menjatuhkan nama baik SI. Afdeling

ini baru diketahui keberadaannya setelah terjadi proses pembangkangan H. Hasan Cimareme Garut

tahun 1919 yang menolak penjualan padinya kepada pemerintah seperti yang telah ditetapkan.

Mengenai afdeling B ini sampai sekarang masih diperdebatkan. Apakah organisasi ini dibentuk SI

ataukah oleh fihak pemerintah Belanda dalam rangka menjatuhkan nama baik SI 33

Sipahoetar, Lukisan Tentang Pemimpin, h. 73

Page 27: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Asumsi penguasa tersebut adalah kejadian itu terjadi dekat pesantren genteng yang

dipimpinnya.34

Walaupun pemerintah Imperialisme tidak mampu membuktikan semua

tuduhannya itu, keputusan surat penahanan tetap dikeluar juga. Atas pertimbangan yang

diberikan Gubernur Jawa Barat Hanelust; Adviseur Voor Inlandse Zaken; Procereur

Generaal J.K. Onnen; Raad Van Indie, J. Van der Marel; dan Direktur kehakiman, D.

Rutgers; Gubernur jenderal memutuskan untuk mengasingkan Ahmad Sanusi ke tanah

tinggi, Batavia Centrum.35

Alasan utama yang dijadikan dasar pengasingan tersebut adalah demi menjaga

ketentraman umum (rust en orde), khususnya didaerah Priangan Barat. Pemikiran Ahmad

Sanusi dinilai dapat mempengaruhi sebagian masyarakat yang nantinya bisa menjadi

ladang yang sangat subur bagi satu faham revolusioner yang anti penjajah. karena kyai itu

sumbernya maka dia perlu disingkirkan agar perkembangan faham tersebut dapat dicegah

sedini mungkin.

Pengasingan di Batavia merupakan awal untuk memasuki babak baru bagi

sejarah Ahmad Sanusi dalam kehidupan tulis menulis. Tinggal dipengasingan membuat ia

tidak bisa lagi dengan para santrinya apalagi mengajar pengetahuan agama Islam. Situasi

ini menjadi kesempatan sekaligus mendorong Ahmad Sanusi untuk menulis dan

menerbitkan buku seperti buku tafsîr, fiqh, tauhîd dan lain-lain. Bahkan dari peristiwa ini

sampai akhir hayatnya,—menurut S. Wanta dalam penelitiannya—lebih dari 404 karya

dalam bidang keagamaan yang telah dihasilkan oleh Ahmad Sanusi.36

Selain itu

34

Iskandar, Kyai Haji Ajeungan, h. 5 35

Iskandar, Kyai Haji Ajeungan, h. 9 36

Wanta, KH Ahmad Sanusi dan Perjuangannya, H. 33

Page 28: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Gunsaikanbu sebagai badan pertahanan negara jepang telah mendokumentasikan karya

tulis Ahmad Sanusi sebanyak 101 buah sewaktu pemerintahannya menjajah indonesia.37

Masuknya faham Tajdīd (pembaharuan) ke Sukabumi sekitar tahun 1920-an telah

membawa keresahan umum di masyarakat. Terjadinya kelompok yang pro dan kontra

antara keduanya menimbulkan kebingungan kaum awam untuk memilih salah satunya.

Agresifitas kaum pembaru (Mujaddid) yang mengobrak- abrik nilai-nilai keagamaan yang

sudah terlebih dahulu mempunyai kemapanan di daerah Jawa Barat itu telah membentuk

masyarakat Sukabumi menjadi kelompok-kelompok yang antara satu dengan yang

lainnya saling mempertahankan fahamnya secara egoistis.38

Keadaan semacam ini tidak lepas dari monitoring Ahmad Sanusi yang pada

waktu itu sedang ada dalam pengasingan di Batavia untuk kemudian melontarkan sebuah

ide agar para tokoh-tokoh Islam di daerah Priangan bersatu dalam satu langkah dan

pemikiran. Gagasan ini disampaikannya kepada para tokoh yang sering menjenguknya ke

tempat pengasingannya untuk selanjutnya dimusyawarahkan bersama para tokoh lainnya

agar keadaan sosial keagamaan di Sukabumi menjadi semakin kondusif.

Setelah para kyai yang berdomisili di Sukabumi tersebut melakukan diskusi dan

saling tukar pikiran, maka diputuskan untuk mendirikan organisasi yang diberi nama al-

Ittihâdiyat al-Islāmiyyah (AII) di Batavia pada bulan November 1931. Pembuatan

anggaran dasar Organisasi tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Ahmad Sanusi Pada

tahapan selanjutnya, AII menyelenggararakan kongres pertamanya pada tanggal 21-22

November untuk menetapkan anggaran dasar organisasi dan mengadakan rapat pemilihan

pimpinan pusat, di mana terpilih sebagai ketuanya adalah Ahmad Sanusi dan A.H.

Wignyadisatra sebagai wakilnya. Secara resmi organisasi ini merupakan organisasi sosial

37

Gunsaikanbu, Orang Indonesia Yang Terkemuka di Jawa (Yogyakarta: UGM Press,

1986), h. 442-443 38

Iskandar, Para pengemban Amanah, h.176

Page 29: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

yang berlandaskan keagamaan. Seperti juga Muhammadiyah dan Persis, atau perserikatan

ulama, AII juga mendirikan dan mengelola sekolah, rumah sakit, yayasan anak yatim

piatu, koperasi toko, dan Bait al-Mâl.39

Disamping itu, AII juga menerbitkan buku-buku pelajaran agama dan majalah

yang berfungsi sebagai jembatan penghubung antara mereka dan masyarakat. Majalah

atau buletin yang mereka terbitkan yaitu: al-Hidayat al-Islâmiyyah, al-Tablîgh al-Islâm,

al-Mīzân, dan al-Dalīl. Melalui media itu antara lain mereka menjawab masalah-masalah

yang disampaikan masyarakat kepada AII, tidak saja masalah praktek keagamaan,

melainkan juga masalah ekonomi dan sosial.40

Sampai dengan tahun 1935, AII mempunyai 24 cabang yang tersebar diseluruh

wilayah Jawa Barat. Namum umumnya cabangnya itu paling banyak terdapat diwilayah

kabupaten Sukabumi dan Cianjur. Pada setiap cabang AII dibangun sebuah madrasah,

atau meningkatkan kualitas madrasah yang sudah ada yang menjadi milik anggota AII.

Pada 1 Agustus tahun 1939, organisasi ini membuka sekolah yang mengajarkan

pengetahuan umum yang berlandaskan Islam dengan kurikulum baru yang lebih

disempurnakan yang diberi nama AII School met den Qoer’an.41

Dari rapat pertama sampai Kongres keempat yang diadakan di Jakarta pada

tanggal 23-26 Desember 1941, Organisasi ini telah mempunyai enam buah majelis, yakni:

Majelis Tarjîh, Majelis Tablîgh dan Propaganda, Majelis Sosial, Majelis ekonomi,

Majelis Ittihâdiyyah Madâris al-Islâmiyyah (IMI), dan Majelis Pers. Selain itu, organisasi

ini juga mendirikan dua anak Organisasi yang bertanggung jawab pada AII yaitu:

39

Iskandar, Para Pengemban Amanah, h. 178 40

Iskandar, Para Pengemban Amanah, h. 177 41

Anwar Shaleh, Sedjarah Perdjoangan Pemuda Persatuan Ummat Islam (PPUI),

(Bandung: Pimpinan Pusat PPUI, 1966), h. 23

Page 30: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

organisasi para wanita yang bernama Zainabiyyah dan organisasi para pemuda yang

diberi nama Barisan Islam Indonesia (BII).42

Meskipun secara resmi AII menyatakan dirinya Organisasi non politik, tetapi

dalam perkembangannya AII menjadi sebuah organisasi yang menjadi sebuah organisasi

sosial yang paling militan di Jawa Barat. Hal ini terlihat dari hubungan yang erat antara

AII dengan Pasundan, Partindo, dan PNI. Banyak para tokoh AII yang menjadi

pemimpin–pemipin Partindo dan Gerindo. Sebaliknya juga banyak para fungsionaris PNI

dan Partindo yang mengajar di sekolah-sekolah AII. Keterlibannya dalam politik terlihat

juga dalam tulisan-tulisan mereka, misalnya: Indonesia Ibu Kita dan Islam dalam Politik

Internasional yang intinya menggugah bangsa Indonesia untuk memperjuangkan nasib

serta tanah kelahirannya, Yang dimuat dalam majalah tengah bulanan Swara Muslim,

yang beredar bulan Juli dan Agustus tahun 1933.

Keterlibatan organisasi AII yang mewarnai dunia politik tersebut lambat laun

membuat khawatir dan curiga fihak Kolonialisme Belanda. Sehingga ada keinginan dari

penguasa setempat agar penahanan Ahmad Sanusi sebagai tokoh utama AII

diperpanjang, supaya tidak mempertajam pengaruh AII kepada masyarakat.

Namun usul itu kemudian berubah, terutama setelah Gobee memberikan

pandangannya terhadap Ahmad Sanusi dalam surat yang ditulisnya tanggal 5 Pebruari

1934. menurutnya kekhawatiran pejabat setempat terhadap Ahmad Sanusi, pada dasarnya

dilandasi oleh rasa sentimen pribadi. Menurut Gobee sebagaimana dikutip Iskandar,

memang tidak dapat disangkal bahwa Ahmad Sanusi cukup pintar dan berintelejensia

tinggi, sehingga membuat ahli tafsir sejawatnya menjadi iri. Ditambah lagi dengan

keberanian dan kepercayaan dirinya yang begitu tinggi telah menggoyahkan kyai

pekauman serta ulama lainnya dimata masyarakat. Bagaimanapun menurut Gobee,

42

Wanta, KH. Ahmad Sanusi dan perjuangannya, h. 44

Page 31: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

membawa kembali Ahmad Sanusi ke daerah Sukabumi harus terlaksana. Sebab dengan

kehadirannya di wilayah itu, justru supaya dia bisa dimintai tanggung jawab atas semua

aktivitas AII.Selanjutnya pemerintah akan mempunyai alasan kuat untuk

mengasingkannya kembali dari daerah itu.43

Kurang lebih tiga bulan kemudian, Procureur Generaal mengirim surat kepada

Gubernur Jendral yang isinya setuju dengan sebagian pemikiran Gobee. Dia setuju

Ahmad Sanusi dikirim kembali ke Sukabumi asalkan tetap dalam status tahanan kota dan

tidak boleh kembali ke pesantrennya di Kampung Genteng. Artinya ketentuan-ketentuan

yang berlaku di Batavia atas tokoh AII itu tetap dipertahankan, hanya tempatnya saja

yang dipindahkan ke kota Sukabumi.dalam hal ini Direktur Kehakiman menyatakan

setuju dengan Procureur Generaal. Persetujuan juga datang dari Raad Van Indie. Atas

dasar surat-surat dan saran itulah akhirnya Gubernur Jenderal mengeluarkan satu

keputusan untuk memindahkan penahanan Ahmad Sanusi ke Sukabumi.44

Bulan Agustus 1934 setelah rumah tahanan Ahmad Sanusi dipindahkan, dia

memboyong kembali keluarganya ke Sukabumi. Karena tidak bisa kembali ke

Pesantennya di Genteng, maka ia memutuskan untuk membeli sebidang tanah di Jalan

Bhayangkara no. 31 Sukabumi. Disana ia mendirikan pesantren yang dinamakan

Pesantren Syams al-‗Ulûm atau yang kemudian hari lebih dikenal dengan Pesantren

Gunung Puyuh, yang dibuka pertama kali untuk umum pada tanggal 20 Desember 1937.

Sistem pendidikan yang dipakai oleh pesantren ini adalah sistem pendidikan

klasikal yang telah disusun kurikulum serta jenjang pendidikannya, mulai dari tingkat

dasar; tingkat menengah; dan tingkat tinggi dengan lama pendidikan yang ditempuh

43

Lihat, Iskandar, Kyai Haji Ajeungan, h. 14-15 44

Iskandar, Kyai Haji Ajeungan, h. 16

Page 32: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

masing-masing sekitar 4 tahun. Dengan demikian maka bentuk dari pesantren ini adalah

sebuah perguruan pendidikan yang bersifat modern.45

Pada tahun 1942, ketika tentara Jepang ketika tentara jepang mendarat di pulau

Jawa, Ahmad Sanusi memanfaatkan kehadiran mereka dalam rangka membersihkan

unsur-unsur penjajah Belanda dari Indonesia. Disamping itu—dengan kedok kerja

sama—tenaga dan keterampilannya bisa dimanfaatkan untuk mendidik pribumi dalam

bidang militer. Kecerdikannya untuk mendekatkan diri kepada para jajaran elit negara

Jepang, dikemudian hari memudahkan Ahmad Sanusi dalam berbagai kegiatan dan

aktivitasnya.

Ini terbukti pada pada Mei 1943 ia diangkat menjadi instruktur sebuah latihan

permanen bagi para kyai (Kaikyo Kyoshi Koshu-co) yang diselenggarakan oleh Jepang

dalam rangka konsolidasi politiknya terhadap Umat Islam Indonesia. Selain itu, salah satu

anggota AII yang diketuai oleh Ahmad Sanusi, yakni R.M. Syamsuddin diangkat menjadi

ketua gerakan Tiga-A (Nipon Pemimpin Asia, Nipon Pelindung Asia dan Nipon Cahaya

Asia) yang bertugas mengorganisir kaum intelektual, kelompok-kelompok Agama,

pejabat pemerintah dan priyayi,46

dan juga anggota AII lainnya, yakni H.M. Basyuni dan

K.H. Abdullah bin Nuh yang juga diangkat sebagai perwira tinggi PETA.47

AII sendiri sebagai organisasi sosial keagamaan pada 27 Juli 1942 pernah

dibubarkan oleh Jepang. Namun dengan kemampun diplomasi yang dimiliki Ahmad

Sanusi, ia dapat bernegosiasi dengan fihak Jepang, pada tanggal 1 Pebruari 1944

organisasi tersebut dihidupkan kembali dengan syarat nama Arab al-Ittihâd al-Islâmiyyah

45

Ahmad Sanoesi, Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn

(Sukabumi: Al-Ittihad, 1937), no. 40, h. 926 46

Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari terbit: Islam Indonesia Pada Masa

Pendudukan Jepang (Bandung: Mizan, 1999), cet. ke-3, h. 321 47

Benda, Bulan Sabit, h. 218

Page 33: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

diganti dengan nama Indonesia, menjadi Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII).48

Dengan diakuinya PUII secara resmi oleh jepang, organisasi ini menjadi anggota

istimewa di dalam Masyumi. Ahmad Sanusi sendiri diangkat menjadi anggota dewan

Majlis Syûrâ Masyumi yang diketuai oleh K.H.Hasyim Asy‗ari.49

Pada bulan Januari 1944 ia diangkat menjadi Syuu Sangi Kai (dewan penasehat

keresidenan Bogor. Tidak lama kemudian, pada bulan Desember 1944 ia diangkat

menjadi Foku Shuchokan (Wakil Residen) Bogor, dimana ia satu-satunya dari kalangan

kyai di Indonesia yang diangkat untuk menduduki jabatan tersebut. Sedangkan wakil

residen yang lain biasanya diambil dari galongan para priyayi yang berpangkat tinggi.50

Kedudukannya yang dekat dengan Jepang telah menjadikannya bisa duduk dalam

keanggotaan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI). Hal ini pula yang menyebabkan Ahmad Sanusi diangkat Menjadi anggota

Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan duduk sebagai anggota Komisi Pembela

Tanah Air.51

Seperti halnya peranan kebanyakan pemimpin lain yang terlibat disana, ia pun

cukup tanggap dalam mengikuti setiap sidang dan mampu menyesuaikan diri dengan para

pemimpin lain yang memiliki ―pendidikan dari barat‖. Seperti misalnya, dalam masalah

bentuk pemerintahan, Ahmad Sanusi mengusulkan konsep bentuk pemerintahan

berbentuk Imâmah atau republik. Ia menolak bentuk negara ini menjadi kerajaan. Karena

asumsinya, raja biasanya bertindak diktator dan berkuasa penuh.52

48

Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional (Jakarta: P.T. Pustaka Utama Grafiti,

1987), h. 23 49

Noer, Partai Islam, h. 100-101 50

Benda, bulan Sabit, h. 218 51

Noer, Partai Islam, h. 33 52

Untuk melihat lebih jauh keterlibatan Ahmad Sanusi dalam sidang BPUPKI, lihat

Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang 1945 (Jakarta: Siguntang, 1971), Cet. 2,

h. 101-182

Page 34: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Ahmad Sanusi wafat di kota Sukabumi senin malam, tanggal 15 Syawwâl 1369

H (1950 M.) dalam usia 63 tahun. Ia dikuburkan di samping pesantren yang didirikannya

yakni, Pesantren Syams al-‗Ulûm Gunung Puyuh.

C. Karya Tafsir

Untuk ukuran kebanyakan seorang kyai pada zamannya, bahkan untuk ukuran

tokoh pada zaman sekarang sekalipun, Ahmad Sanusi adalah kyai yang sangat produktif

melahirkan karya tulis. Hal ini menjadikan Ahmad Sanusi sebagai tokoh yang istimewa.

Multi-peran yang dimainkannya, serta berbagai aktivitas yang dijalaninnya tidak

menghalanginya untuk berkarya membuat karya tulis. Ia adalah sosok ulama-mubalig,

pendidik, aktifis sosial dan pejuang politik yang sangat aktif menulis. Bahkan

keistimewaannya ini jelas terlihat dari jumlah karya tulisannya yang mencapai puluhan,

bahkan ratusan judul yang meliputi berbagai bidang, terutama tentang ilmu-ilmu Islam.

Tentang jumlah karya tulis Ahmad Sanusi, ada banyak pendapat berbeda.

Diantara pendapat-pendapat tersebut dikemukakan A. Mukhtar Mawardi yang berhasil

mencatat dan mengumpulkan karya Ahmad Sanusi berjumlah 75 judul.53

Jumlah yang

lebih banyak dicatat Gunsaikanbu dengan menyebut 102 karangan dalam bahasa Sunda

dan 24 karangan dalam bahasa Indonesia.54

Sedangkan S. Wanta menyebut karya-karya

Ahmad Sanusi berjumlah 480 macam buku.55

penulis sendiri, selama lebih kurang satu

tahun, telah berhasil mengoleksi karya-karyanya hingga skripsi ini ditulis, sebanyak 52

judul.

Karya-karyanya ini dicetak dan diterbitkan oleh banyak percetakan dan penerbit.

Seperti dari pengakuan Ahmad Sanusi sendiri, karangan-karangannya kebanyakan dicetak

53

Lihat dalam lampiran A. Mukhtar Mawardi, Haji Ahmad Sanusi: Riwayat Hidup dan

Perjuangannya (Skripsi Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1985) 54

Gunsaikanbu, orang Indonesia, h. 442-443 55

Wanta, KH Ahmad Sanusi, h. 33-49

Page 35: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

di percetakan Sayyid Yahya bin Usman Tanah, Abang Weltevredan. ada juga yang

dicetak di percetakan Sayyîd ‗Abdullâh bin ‗Utsmân, Petamburan. Disamping kedua

percetakan itu, sebenarnya tidak sedikit karangan-karangan Ahmad Sanusi yang dicetak

di percetakan Harûn bin ‗Alî Ibrâhîm, Pakojan Betawi, percetakan al-Ittihâd baik yang di

Batavia/Jakarta maupun yang di Sukabumi dan percetakan Sayyîd ‗Alî Idrûs. Adapun

Percetakan di Sukabumi yang beralamat di Vogelweg No. 100 Sukabumi (sekarang

menjadi jalan Bhayangkara nomor 33 Sukabumi), merupakan percetakan bagi karya-

karya Ahmad Sanusi yang akan dicetak ulang.

Tetapi dibanding dengan karya-karya lain dalam berbagai bidang keilmuan

tradisional Islam, karya-karya dalam bidang tafsirlah yang menjadikan reputasi hasil

karya tulis Ahmad Sanusi mendapat tempat istimewa dan paling diperhitungkan oleh

masyarakat Indonesia pada umunya.

Karya pertamanya dalam bidang tafsir adalah Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm

Rabb al-‘Âlamîn,56

(Tempat Panyalindungan Para Santri dina Nafsiierkeun al-Quran

[Tempat berlindungnya Para Santri dalam Menafsirkan al-Quran]). Tafsir ini ditulis

dalam bahasa Sunda dengan huruf Arab (aksara pegon). Seperti terlihat dari judulnya—

dalam bahasa Arab yang kemudian diikuti terjemaha dalam bahasa Sunda—Tafsîr Maljâ’

ditujukan khusus bagi masyarakat yang mengerti bahasa Sunda dan lebih khusus lagi bagi

para santri yang berada di pesantren, yang bisa mengerti huruf Arab.

Sedangkan cakupan distribusinya meliputi wilayah sekitar Priangan. Hal ini

bisa dilihat dari berita tentang para pelanggan Tafsîr Maljâ’ yang meninggal dunia—yang

boleh jadi dimaksudkan sebagai informasi tambahan—. Berita ini dimuat dalam lembar

I’lân (pengumuman) pada halaman terakhir tafsir ini. Para pelanggan tersebut umumnya

56

(Batavia: Habib Usman, 1931)

Page 36: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

berasal dari Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Tetapi

ada juga pelanggan yang berasal dari daerah Batavia, Rangkasbitung dan Purwakarta.

Tafsir ini terbit ketika Ahmad Sanusi berada dipengasingan di Batavia. Penulis

tidak mengetahui secara persis kapan Tafsîr Maljâ’ mulai ditulis. Tetapi jika melihat

tanggal, bulan dan tahun dalam edisi no 1, tafsir ini terbit 28 januari 1931. sedangkan

tempat pengumpulan bahan-bahan dilakukan di Tanah Tinggi Senen Welverden ketika ia

berada dalam masa pembuangan di Batavia.

Tafsîr Maljâ’ berbentuk sambungan dari satu nomor atau jilid ke nomor atau jilid

yang lain. Tafsir ini terbit 20 jilid di Batavia dan 8 jilid di Sukabumi dan kemudian

terhenti. Adapun terbitan yang ada pada penulis hanya sampai jilid ke-20. Dari jilid ke-20

itu, sepuluh jilid pertama berjumlah 496 halaman. Terdiri dari; jilid pertama dan kedua

berjumlah masing- masing 56 halaman, sedangkan jilid ke-3 sampai jilid ke-10 masing-

masing berisi 48 halaman. Adapun sepuluh jilid yang kedua berjumlah 484 yang masing-

masing jilid ke-11 sampai ke-20 berisi 48 halaman kecuali jilid ke 10 yang berisi 52

halaman.

Setiap satu jilid paling banyak berisi setengah juz al-Quran. Misalnya, jilid ke-1

dan ke-2 untuk juz I. Tetapi tidak setiap dua jilid Tafsîr Maljâ’ tepat untuk satu juz,

kadang-kadang ada satu ayat atau dua ayat yang masih ditulis pada jilid berikutnya.

Misalnya, untuk juz II al-Quran terdapat pada jilid ke-3, ke-4 dan ditambah empat

halaman pada jilid ke-5. Sebaliknya untuk satu surat tidak tentu menghabiskan 2, 3 atau 4

jilid, melainkan tergantung banyak atau sedikitnya yang diuraikan. Untuk sûrah al-

Fâtihah hanya terbatas pada jilid ke-1 dan menghabiskan kurang lebih sembilan halaman.

Untuk selanjutnya sûrah-sûrah seperti sûrah al-Baqarah terdapat pada jilid ke-1 sampai

akhir jilid ke-5 dan menghabiskan 230 halaman. Untuk sûrah al-‘Imrân terdapat pada

jilid ke-5 sampai akhir jilid ke-8 dan menghabiskan 141 halaman. Sûrah al-Nisâ‘ terdapat

Page 37: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

pada jilid ke-8 dan menghabiskan 124 halaman. Sûrah al-Mâidah terdapat pada jilid ke-

11 sampai pertengahan jilid ke-13 dan menghabiskan 110 halaman.

Dalam setiap sampul depan dituliskan informasi tentang kesalahan-kesalahan

cetakan, judul-judul kitab yang telah dan akan terbit beserta dengan harganya. Pada

halaman pertama jilid ke-1 Tafsîr Maljâ’ ditulis para ahli qirât yang berjumlah tujuh

orang beserta perawi-perawinya. Sebelum menafsirkan suatu sûrah al-Fâtihah, Ahmad

Sanusi terlebih dahulu menjelaskan sebagian ilmu-ilmu al-Quran, jumlah sûrah, ayat,

kata, dan huruf-hurif al-Quran beserta sejarah pengumpulan al-Quran.

Kemudian ketika kembali ke Sukabumi dari masa pembuangannya di Batavia,

Ahmad Sanusi menulis menulis tafsir serupa—meski lebih terlihat bentuk terjemahan al-

Quran—yang berjudul Raudat al-‘Irfân fî Ma‘rifat al-Qur’ân.57

Selanjutnya, Ahmad

Sanusi menerbitkan sebuah karya tafsir lainnya yang berjudul Tamsyiyyat al-Muslimîn fî

Tafsîr Kalâm Rabb al ‘Âlamîn. Tafsir ini ditulis dalam bahasa melayu berajaan lama

dengan huruf Latin dengan pengalih-aksaraan (Transliterasi) Arab-Latin. Tampaknya,

tafsir ini sengaja ditulisnya untuk bisa dibaca oleh masyarakat yang tidak mengerti bahasa

dan tidak mampu membaca huruf Arab.

Disamping karya-karya tafsir tersebut dimuka, ada juga karya Ahmad Sanusi di

bidang tafsir yang hanya membahas satu ayat atau sûrah-sûrah tertentu. seperti Kasyf al-

Zunūn fî Tafsīr Lâ Yamassuhû illâ al-Mutahharûn adalah tafsir terhadap sûrah al-

Wâqi‗ah ayat ke-79.58

Adapun tafsir-tafsir yang membahas sûrah-sûrah tertentu adalah:

(1) Tafrîj al-Qulûb al-Mu’minîn fî Tafsîr Kalimât Sûrah Yâsîn,59

(2) Hidâyah al- Qulûb

57

Ahmad Sanusi, Raudat al-‘Irfân fî Ma‘rifat al-Qur’ân (Batavia: Habib Usman, 1934) 58

Ahmad Sanusi, Kasyf al-Zunūn fî Tafsīr Yamassuhû illâ al-Mutahharûn (Sukabumi: al-

Ittihād, 1938) 59

Ahmad Sanusi, Tafrîj Qulûb al-Mu’minîn fî Tafsîr Kalimât Sûrat Yâsîn (Tanah Abang:

Sayyid Yahya, 1936)

Page 38: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

al-Sibyân fî Fadâ‘il Sûrat al- Tabârak al-Mulk min al-Qur’ân,60

(3) Tanbīh al-Hairân fî

Tafsîr Sûrat al-Dukhân,61

(4) Kanz al-Rahmah wa al-Lutf fî Tafsîr Sûrat al-Kahf,62

(5)

Kasyf al-Sa‘âdah fî Tafsîr Sūrat al- Wâqi‘ah,63

dan (6) Usûl al-Islâm fî Tafsîr Kalâm al-

Mulk al-‘alâm fî Tafsîr Sûrat al-Fâtihah.64

60

Ahmad Sanusi, Hidâyat Qulûb al-Sibyân fî Fadâ‘il Sûrat Tabârak al-Mulk min al-

Qur’ân (Sukabumi: Masduki, 1936) 61

Ahmad Sanusi, Tanbīh al-Hayrân Fî Tafsîr Sûrat al-Dukhân (Tanah Abang: Sayyid

Yahya, t.th) 62

Ahmad Sanusi, Kanz al-Rahmah wa al-Lutf fî Tafsîr Sûrat al-Kahf (Batavia: Habib

Usman, 1932) 63

Ahmad Sanusi, Kasyf al-Sa‘âdah fî Tafsîr Sūrat al- Wâqi‘at (Sukabumi: Masduki,

1936) 64

Ahmad Sanusi, Ushûl al-Islâm fî Tafsîr Kalâm al-Mulk al-‘alâm fî Tafsîr Sûrat al-

Fâtihah (Bogor: Ichtiyar, 1935)

Page 39: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

BAB III

TINJAUAN UMUM TAFSIR DI INDONESIA

Tradisi penulisan tafsir di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak lama

dengan berbagai keragaman baik dari segi teknis penulisan, corak ataupun bahasa yang

dipakai. Keragaman tersebut sedikit demi sedikit berkembang lebih maju searah dengan

perkembangan peradaban Indonesia yang semakin modern. Pada bagian ini penulis

mencoba untuk menguraikan tentang sejarah dan perjalanan penulisan tafsir sekaligus

mengungkap proses dan dinamika penulisan tafsir yang dilakukan oleh Intelektual

muslim di Indonesia.

A. Sejarah Penulisan Tafsir di Indonesia

Sebenarnya sejak abad ke-17 para peneliti telah menemukan bukti tekstual yang

ditemukan pertama kali dalam bidang penafsiran al-Quran di Indonesia, yakni sebuah

manuskrip anonim sûrah al-Kahf.65

Tafsir ini di tulis dengan parsial berdasarkan surah

tertentu dan menggunakan teknik penafsiran yang sangat sederhana. Di dalam sûrah al-

Kahf tersebut, teks al-Qurannya, ditulis dengan tinta merah disertai terjemah serta

komentar yang ditulis dengan tinta hitam dengan menggunakan aksara Arab-Melayu.

Titik-titik beragam sepanjang surat tersebut diselingi ―penambahan- penambahan

anekdotis yang panjang‖ dalam bahasa melayu yang baik. Peter Riddle berpendapat

65

Manuskrip ini dibawa dari Aceh ke Belanda oleh seorang ahli bahasa Arab dari

Belanda, Epernus (w. 1624) pada awal abad 17 M. Sekarang manuskrip ini menjadi koleksi

Cambridge University dengan katalog MS Ii.6.45. Diduga manuskrip ini dibuat antara masa awal

pemerintahan Sultan ‗ala‘ al-Dîn Ri‗ayat Syah Sayyîd al-Mukammil (1537-1604) dimana Mufti

kesultanannya Hamzah al-Fansûri, sampai masa pemerintahan Iskandar Muda (1607-1636 M)

dimana mufti kesultanannya adalah Syam al-Dîn al-Sumatrâni. Lihat, Islah Gusmian, Khazanah

Tafsir Indonesia; dari Heurmeneutika hingga Ideologi (Jakarta: Teraju, 2003) h. 54

Page 40: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

bahwa teks ini pokoknya berdasarkan Tafsir al-Khâzin dalam Mu‘allim al-Tanzîl, namun

juga menggambarkan tafsiran lain juga, termasuk penafsiran al-Baidâwī.66

Upaya penafsiran al-Quran secara utuh baru dilakukan pada paruh abad

berikutnya. Adalah karya tafsir Tarjumân al-Mustafīd karya ‗Abd al-Ra‘ûf al-Sinkîli

(1615-1693) yang muncul sebagai Tafsir perintis di Indonesia.67

Riddle dalam telaahnya

memberikan kesimpulan tentatif dalam tahun penulisannya, yakni tahun 1675 M.68

Sebagai tafsir paling konprehensif paling awal, tidak mengherankan kalau karya ini

beredar luas di wilayah Nusantara. Bahkan edisi cetaknya dapat ditemukan dikalangan

Melayu sampai ke Afrika Selatan. Cetakan paling awal yang kini masih ada, dicetak abad

ke-17 dan awal abad ke-18 M. Yang lebih penting lagi, edisi-edisi tercetaknya tidak

hanya diterbitkan di Singapura, Penang, dan Bombay, tetapi juga di Timur tengah. Di

Istanbul karya ini diterbitkan pada tahun 1884 dan 1906 M oleh Matba‘at al-

‘Usmâniyyah dan kemudian hari diterbitkan juga di Cairo dan Mekkah. Edisi terakhirnya

diterbitkan di Jakarta pada tahun 1981.69

Kenyataan penerbitan demi penerbitan ini

mencerminkan bahwa Tarjumān al-Mustafīd ini adalah sebuah karya yang mempunyai

nilai yang sangat tinggi sehingga keberadaannya bisa diterima oleh kalangan yang sangat

luas. Maka pantas, tafsir tersebut dapat bertahan hingga berabad-abad lamanya.

Dalam keterangan singkat dan sisipan tafsirnya ia sering mengemukakan

pendapatnya yang didukung oleh hadis dan sedikit pendapat pendahulunya. Di sini

66

Michael R. Feener, ―Notes Towards‖, dalam Studia Islamika, Vol. 5, No. 3, 1998, h.

52-53 67

‗Abd al-Ra‘ûf ibn ‗Ali al-Jâwi al-Fansûri al-Sinkîlī adalah seorang melayu dari Fansur,

Singkil (modern: Singkel). Tahun 1642 ia pergi ke Arabia dan mempunyai guru spritual dan

mistis Ahmad al-Qusyasyî dan Ibrâhim al-Kuranî sebagai guru intelektualnya. Setelah pulang ke

Nusantara ia tidak terjebak dalam pertikaian antara faham keagamaan Hamzah al-Fansûri, Syams

al-dîn al-Sumatrâni dengan Nûr al-dîn al-Ranîri sehingga faham keagamaan yang dianutnya dapat

diterima secara luas di nusantara. lihat Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan

Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVII (Bandung: Mizan, 1998), h. 189-191 68

Peter Riddlell, ―Earliest Qur‘anic Exegetical activity in the malay-speaking states‖,

dalam Archipel, 1989, h. 108-109 69

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII (Bandung: Mizan, 1998), cet ke-4, h. 202-203

Page 41: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

mencirikan bahwa penafsirannya yang ditempuh masih bersifat tradisional. Sedangkan

teknis penafsirannya mengikuti prosedur Tafsîr Jalâlain. Ia menafsirkan ayat demi ayat

sesuai dengan susunan mushaf ‘Utsmânî. Penjelasannya singkat dan lugas. Motif

kelugasan kalimat didorong oleh kepentingan tafsir ini yang dikhususkan bagi pemula

dalam memahami Islam.

Pada abad ke-19 M., muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa

Melayu-Jawi, yaitu Kitâb Farâid al-Qur’ân. Tafsir ini tidak diketahui siapa penulisnya

(anonim). Ditulis dalam bentuk yang sederhana, dan tampak lebih sebagai artikel tafsir,

sebab hanya terdiri dari dua halaman dengan hurup kecil dan spasi rangkap. Naskahnya

masuk dalam sebuah buku koleksi beberapa tulisan ulama Aceh yang diedit oleh Ismâ‗il

ibn ‗Abd al-Mutallib al-Âsyî, Jâm‘ al-Jawâmi‘ al-Musannafât: Majmû‘, Kitab Karangan

Beberapa Ulama Aceh. Manuskrip buku ini disimpan di perpustakaan Universitas

Amsterdam dengan kode katalog: Amst.IT.481/92(2) dan diterbitkan di Bulaq, Mesir.70

Pada abad ini juga, kita juga bisa menemukan karya tafsir utuh yang ditulis oleh

ulama asal Indonesia yakni Syaikh Nawawî al-Bantâni (1815-1897).71

Tafsir ini berjudul

lengkap Marah al-Labîd li Kasyf al-Ma’na al-Qur’ân al-Majîd atau lebih dikenal dengan

Tafsīr al-Munîr yang ditulis di kota Makkah oleh Imam Nawawī sebagai jawaban atas

pemintaan dari beberapa kolegannya. Karya tafsir yang ditulis dengan bahasa Arab ini

70

Gusmian, Khazanah Tafsir (Jakarta: Teraju, 2003), h. 54-55 71

Abû ‗Abd al-Mu‘tî Muhammad ibn ‗Umar al-Tanâra al-Bantâni atau lebih dikenal

Nawawī al-Bantâni. Ia dilahirkan dikampung Tanara, Serang, Banten. Ia merupakan keturunan

kesultanan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati Cirebon). Umur 15 tahun

ia pergi ke Makkah dan memperdalam ilmu agama disana, dengan gurunya antara lain Syaikh al-

khâtib al-Sambâsi dan Muhammad al-khâtib al-Hambalî. Kemudian ke Mesir dengan gurunya

antara lain Syekh Yusuf Sumbulawini dan Syaikh Ahmad Nahrawî. Di Mekkah Ia mengajar di

Masjid al- Harâm, Ma‗had Nasr al-Ma‘ârif al-Dîniyyah. Lihat Mamat S. Burhanuddin,

Hermeuneutik al-Qur’ān ala Pesantren: Analisis Terhadap Tafsir Marah Labid Karya K.H.

Nawawi Banten, (Yogyakarta: UII Press, 2006) h. 19-27. Di Mesir para ulama memberikan gelar

kepadanya ―Sayyid ‗Ulama al-Hijāz‖ (pemimpin ulama Hizaz). Lihat Didin Hafiduddin, ―Tinjauan

atas ―Tafsīr al-Munīr‖ Karya Imam Muhammad Nawawi Tanara‖ dalam Warisan Intelektual Islam

Indonesia (Bandung: Mizan 1987), h. 44

Page 42: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

diselesaikan penulisannya pada periode terakhir masa hidupnya tahun 1884 M.72

dan

diterbitkan pertama kali di Mekkah setelah sebelumnya disodorkan dulu kepada ulama-

ulama Mekkah untuk diteliti pada tahun 1887.73

Dalam tafsir ini teks al-Qur‘an, terjemah serta komentarnya menggunakan bahasa

Arab. Metode penafsirannya merupakan gabungan antara rinci dan global. Begitu juga

dengan sumber penafsirannya, gabungan antara riwayat dan pemikiran. Tafsir ini

mempunyai kecenderungan teologis mazhab Ahl al-sunnah wa al-jamâ‘ah. Sedangkan

corak fiqhnya mempunyai kecenderungan Syâfi‘iyyah, walaupun ia juga suka

memaparkan mazhab-mazhab fiqh lainnya. Dalam tafsir ini, banyak pula ditemukan yang

bernuansa sufistik dan tafsir ini pun tak luput dari kisah-kisah Israilliyât.

Pada awal abad ke-20 aktivitas penulisan tafsir semakin meningkat intensitasnya.

Hal ini disebabkan beberapa faktor, pertama pada akhir abad ke-19 M. dan awal abad ke-

20 M., Pemerintah Kolonial Belanda sudah mulai menerapkan politik makro yang dikenal

dengan ―politik etis‖ yang salah satu poinnya adalah memajukan edukasi masyarakat

Indonesia. Sehingga pada saat itu muncul kesadaran terhadap pendidikan yang

mengakibatkan tingkat intelektualitas masyarakat Indonesia mulai meningkat. Kedua

adalah semakin majunya dunia percetakan yang menyebabkan penyampaian informasi

lebih mudah dan cepat didapatkan masyarakat Indonesia. Disamping itu faktor yang lebih

penting lainnya adalah besarnya pengaruh pembaruan Islam yang di pelopori oleh

Muhammad ‗Abduh dengan semboyan ―kembali kepada al-Quran dan hadis sahih‖ di

Indonesia. Akibatnya, kebutuhan Umat Islam akan tafsir al-Qur‘ān semakin diperlukan.

Karya-karya tafsir yang muncul pada abad ini cenderung lebih maju. Diantaranya

adalah tafsîr al-Qur’ân al- karîm yang ditulis pada tahun 1922 oleh mahmud yunus,

Tafsīr al-Furqān (1928 M) karya A. Hassan, Tafsīr Tamsyiyyat al-Muslimīn (1934 M)

72

Burhanuddin, Hermeuneutik al-Qur’ān, h. 40 73

Hafiduddin, ―Tinjauan atas‖. h. 44

Page 43: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

karya Ahmad Sanusi, dan lain-lain. Untuk membahas aspek teknis dan metodologis

karya-karya tafsir pada abad ini, sebelumnya penulis akan menguraikan periodisasi

penulisan tafsir di Indonesia.

B. Periodisasi Karya Tafsir di Indonesia

Sudah banyak sekali para peneliti kajian tafsir Indonesia yang memaparkan

periodesasi penulisan tafsir di Indonesia. Salah Satunya adalah Howard M. Federspiel

dalam bukunya yang berjudul Kajian al-Quran di Indonesia: dari M. Yunus hingga

Quraish Shihab yang melakukan pembagian kemunculan dan perkembangan tafsir al-

Quran di Indonesia dari segi generasi. Ia membagi periodisasi tersebut berdasarkan pada

tahun, dalam tiga generasi. Generasi ke-1, kira-kira dari permulaan abad ke-20 sampai

awal tahun 1960-an, yang ditandai dengan adanya penerjemahan secara terpisah dan

cenderung pada sûrah-sûrah tertentu sebagai objek tafsir. Generasi ke-2, merupakan

penyempurnaan atas generasi pertama yang muncul pada pertengahan 1960-an sampai

tahun 1970-an, yang mempunysi ciri diantaranya terdapat beberapa catatan, catatan kaki,

terjemahan kata perkata, dan kadang-kadang disertai dengan indeks yang sederhana.

Sedangkan generasi ke-3 dimulai antara pertengahan tahun 1970-an, merupakan

penafsiran lengkap dengan uraian yang sangat luas.74

Menurut Gusmian periodisasi yang diberikan oleh Federspiel ini memang

bermanfaat dalam rangka melihat dinamika penulisan tafsir di Indonesia. Namun, dari

segi tahun pemilahannya dinilai agak kacau oleh Gusmian. Misalnya, ketika Federspiel

memasukkan tiga karya tafsir, yaitu: (1) Tafsîr al-Furqân karya A. Hassan (1962); (2)

Tafsîr al-Qurân karya H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs.(1959), dan (3) Tafsîr

74

Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia: dari M. Yunus hingga Quraisy

Syihab, terj. Tajul (Bandung: Mizan, 1994), h. 129

Page 44: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Qur-ân al-Karîm karya H. Mahmud Yunus, sebagai karya tafsir yang representatif untuk

mewakili generasi ke-2. Padahal menurut Gusmian, ketiga tafsir itu muncul pada

pertengahan dan akhir 1950-an, yang dalam kategorisasi yang ia susun masuk dalam

generasi pertama.75

Setelah mengkritisi periodisasi federspiel. Gusmian memaparkan

kategori tafsir al-Quran di Indonesia dengan mengacu pada periodisasi tahun, yaitu: (1)

Periode ke-1, yakni antara awal abad ke-20 hingga tahun 1960; (2) Periode ke-2, tahun

1970-an sampai tahun 1980-an. (3) Periode ke-3, antara 1990-an hingga seterusnya.76

Selanjutnya Nashruddin Baidan dalam bukunya yang berjudul Perkembangan

tafsir al-Quran di Indonesia memaparkan periodisasi yang agak berbeda dengan

Federspiel maupun Gusmian. Baidan membagi periodisasi perkembangan tafsir di

Indonesia dalam empat periode, yaitu: (1) periode klasik, dimulai antara abad ke-8 hingga

abad ke-15 M. (2) periode tengah, yang dimulai antara abad ke-16 sampai abad ke-18, (3)

periode pramodern yang terjadi pada abad ke-19, (4) adalah periode Modern, yang

dimulai abad ke-20 hingga seterusnya. Periode modern ini dibagi lagi oleh Baidan

menjadi tiga bagian yaitu: kurun waktu pertama (1900-1950), kurun waktu ke-2 (1951-

1980), dan terakhir adalah kurun waktu ke-3 (1981-2000).77

Perbedaan periodesasi diatas, bisa terjadi antara lain disebabkan karena terdapat

perbedaan data yang diperoleh oleh para peneliti perkembangan tafsir di Indonesia. Selain

itu perbedaan sudut pandang tentang objek kajian, bisa menjadi salah satu sebab

timbulnya perbedaan pemilahan tahun yang terjadi diantara-tafsir-tafsir diatas.

Sejatinya, penulis disini bukan berada dalam posisi sebagai pengkritik terhadap

periodisasi yang telah dipaparkan diatas. Tetapi disini penulis mencoba melakukan

periodisasi sendiri guna relevansi bagi objek penelitian penulis.

75

Gusmian, Khazanah Tafsir, h. 65 76

Gusmian, Khazanah Tafsir, h. 66-69 77

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2003),

h. 31-109

Page 45: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

1. Periode Klasik (Sebelum Abad ke- 20)

Dari karya-karya tafsir pada periode ini didapati beberapa kecenderungan,

pertama, penafsiran yang dilakukan bergerak dalam model yang sederhana serta tekhnis

penulisan yang tergolong elementer. Dalam naskah Cambridge misalnya, tidak ada

pemisahan ruang antara teks arab al-Quran, terjemah dan tafsirnya. Ketiganya diletakkan

dalam halaman yang sama tanpa pemisahan yang tegas kecuali warna tinta. Manuskrip ini

menulis Sûrah al-Kahf dalam tinta merah diiringi dengan terjemah serta komentar dalam

tinta hitam. Model seperti ini menurut feener memang terus diterapkan didunia melayu

sampai abad ke-19.78

Kecenderungan yang kedua adalah tulisan yang dipakai rata-rata adalah hurup

pegon meski dalam bahasa Melayu, Jawa maupun Sunda.79

Hal ini dimungkinkan terjadi

karena pada akhir abad ke-16 terjadi pembahasa-lokalan Islam di berbagai wilayah

Nusantara. Misalnya hurup ini dipakai dalam tafsir Tarjumān al-Mustafīd serta naskah

Sûrah al-Kahf dan naskah anonim lainnya yakni Kitāb Farāid al-Qur’ân.80

Kecenderungan ketiga yang terjadi pada periode klasik ini adalah terlihat adanya

persinggungan para penafsiran al-Quran dengan sufisme yang kala itu kental mewarnai

keberislaman penduduk Nusantara—utamanya kawasan Melayu / Sumatra dan Jawa—

Walaupun A. John merasa heran dengan sedikitnya tafsir sufistik yang ditemukan, karena

memang awal kegiatan intelektual dikawasan ini masih didomonasi oleh tradisi lisan

78

Feener, :Notes Towards‖, h. 47 79

Aksara pegon adalah teks-teks Jawa, Sunda ataupun Melayu yang ditulis dalam aksara

Arab. Di komunitas muslim yang tersebar dalam masa periode klasik ini, aksara pegon menjadi

aksara yang lebih populer dibanding variasinya, yakni hurup gundil (hurup gundul). Karena

kondisi keilmuan masyarakat muslim pada waktu itu belum begitu tinggi dalam bahasa arab.

Untuk melihat secara lengkap sejarah aksara pegon dalam Jawa dan Sunda, lihat, Ervan

Nurtawab, Khazanah Tafsir Al-Quran Klasik di Nusantara: Tradisi Penulisan Tafsir dan Terjemah

Al-Quran dalam Masyarakat Jawa dan Sunda Hingga Abad Ke-19 M (Jakarta: Skripsi Sarjana

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2003)

80 Gusmian, Khazanah Tafsir, h. 61

Page 46: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

(oral tradition) dalam melakukan transmisi ilmunya kepada orang lain, sehingga

menelusuri diskursus bidang tafsir sulit dilakukan melalui bukti-bukti karya tulis. Faktor

lain yang menghambat penemuan karya tafsir sufistik adalah adanya benturan tasawuf

heterodoks hamzah al-Fansûri dan Syams al-Dîn al-Sumatrâni dengan tasawuf ortodoks

Nurudîn ar-Ranîri yang berujung dengan pembakaran karya-karya tulis. Tetapi, hasil

karya persentuhan tasawuf dengan penafsiran al-Qur‘an dapat dilihat dari fregmen

sufistik Tasdîq al-Ma‘ârif yang tak bertahun.81

Keempat, karya-karya yang ada cukup kaya rincian cerita, tapi cenderung

mencampurkan teks-teks al-Qur‘an dengan bahan-bahan (baca: cerita-cerita) yang tidak

sahih. Karya-karya tersebut menampakkan pengaruh Isrâilliyât yang kental. mungkin

Pengaruh Isrâilliyât tersebut karena tafsir ini diilhami oleh Tafsîr al-Baghawî, Tafsîr al-

Baydawî, dan Tafsîr al-Khâzin yang sama-sama banyak memuat kisah Isrāilliyāt. Bahkan

dalam manuskrip sûrah al-Kahf, disana sini terdapat selingan panjang berupa anekdet-

anekdot yang berasal dari budaya Melayu.

Akan tetapi patut diingat, bahwa gambaran tentang sebelum abad ke-20 bahkan

awal abad 20 – hingga kini masih belum bisa dianggap selesai. Pasalnya, masih banyak

terdapat karya atau manuskrip yang belum diteliti secara seksama seperti halnya

Tarjumān al-Mustafīd atau naskah Cambridge. Seperti naskah anonim Kitāb Farāidl al-

Qur’ān dan yang lainnya.

2. Periode Modern (awal abad 20 Hingga Tahun 1970-an)

Pada periode ini penulisan tafsir di Indonesia dari segi tekhnis penulisan lebih

sedikit maju dan mencapai produktivitas yang mulai tinggi. Hal ini disebabkan beberapa

faktor. Pertama adalah di akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 kebijakan politik

81

A. H. Jons, ―Islam di Dunia Melayu dalam Azyumardi‖ Azra (penterjemah dan

penyunting) Perspektif Islam Asia Tenggara (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), h. 126

Page 47: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

makro yang dilakukan oleh Kolonial Belanda yakni ―politik etis‖ mulai terasa

dampaknya. Kebijakan yang salah satu poinnya adalah memajukan edukasi bangsa

Indonesia ini, mulai memunculkan kesadaran intelektual dari sebagian masyarakat

Indonesia. Sehingga kaum terdidik yang naik ke permukaan baik dari bidang politik

ataupun agama mulai menempati pos-posnya sebagai motor penggerak pemikiran.

Termasuk dalam hal ini banyak mufassîr-mufassîr yang lahir dan mulai menuliskan

karyanya.

Kedua adalah peranan penting dari dunia percetakan di Indonesia yang

memudahkan untuk menulis karya termasuk karya tafsir untuk kemudian disampaikan

kepada masyarakat Indonesia. ketiga dan juga faktor yang paling penting adalah

pengaruh dari pemikiran Muhammad ‗Abduh yang mempunyai semboyan ―kembali

kepada al-Quran‖ membuat kebutuhan untuk menafsirkan al-Quran semakin diperlukan.

Gelombang modernisasi yang sudah mulai menyentuh dalam kehidupan

beragama di kalangan masyarakat Islam di Nusantara ini sangat berjasa dalam

pembentukan kemajuan penulisan dalam bidang tafsir. Ciri perkembangannya pun seiring

dengan ciri perubahan intelektual masyarakat ketika itu. Dari segi teknik lay-out

misalkan, bila dibandingkan teknik lay-out penulisan tafsir pada periode klasik yang

belum memisahkan ruang teks al-Quran, terjemah dan tafsirnya, dimana ketiganya masih

diletakkan dalam halaman yang sama tanpa pemisahan yang tegas kecuali warna tinta,

maka seiring dengan mode, cetakan di awal abad ke-20 mulai dikembangkan tekhnik lain

yang lebih sistematis. Yakni penulisan teks Arab al-Quran agak renggang secara

berurutan untuk membagi ruang bagi penulisan terjemahan atau tafsir disela-sela

garisnya. Dengan kata lain, teknik yang dikembangkan ini adalah membagi setiap

halaman menjadi 2 ruang, yaitu satu teks Arab dan satunya untuk terjemahan.82

Bahkan

untuk tahun-tahun selanjutnya dikembangkan penempatan tafsir atas teks terjemah

82

Feener, ―Notes Toward‖, h. 55-56

Page 48: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

terpisah dalam bentuk catatan kaki atau catatan pinggir. Tafsir yang menggunakan teknik

ini salah satu contohnya adalah tafsir Raudat al-‘Irfân karya Ahmad Sanusi.

Pengaruh lain dari gelombang modernisasi ini adalah mulai dilakukannya

terjemahan-terjemahan terhadap al-Quran. sebagai contoh dapat dikemukakan penafsir

yang berani melakukan terobosan ini misalnya Mahmud Yunus. Disebut berani karena ia

menerjemahkan al-Quran kedalam bahasa selain bahasa Arab ditengah-tengah

masyarakat yang menganggapnya haram. Saat itu menerjemahkan dan menafsirkan al-

Qur‘an diluar bahasa Arab belum dapat diterima oleh semua ulama. Karyanya adalah

tafsīr al-Qur’ān al-Karīm (1922) dalam bahasa Indonesia.83

Tokoh lain yang melakukan

hal serupa adalah Ahmad Sanusi yang menerjemahkan al-Qur‘an dalam bahasa Indonesia

dalam karyanya Tamsyiyyat al-Muslimîn dan dengan karyanya Maljâ’ at-Tâlibîn serta

Raudat al-‘Irfân dalam bahasa Sunda.

Selanjutnya ciri dari perkembangan periode modern ini adalah adanya proses

penafsiran yang menggunakan hurup Latin yang menggeser kepopuleran hurup pegon.

Apalagi setelah diintrodusinya aksara Roman oleh Pemerintah Belanda. Proses

Romanisasi atau Latinisasi ini, pada akhirnya menjadi dominan dari pusat hingga daerah,

terutama setelah dihapuskannya ―sistem tanam paksa‖ yang kemudian menerapkan

―politik etis‖. Disamping itu munculnya media massa, terutama koran dan majalah

pribumi, pada dekade 1900-an seperti media massa Medan Prijaji yang terbit pertama

kali 1906 dan al-Islām pada tahun yang terbit 1916 juga mendorong romanisasi lebih

jauh.84

Hal ini juga selanjutnya diikuti oleh karya-karya tafsir. Diantaranya adalah tafsir

al-Furqān(1928) karya A. Hassan dan tafsir Tamsyiyyah al-Muslimīn (1934) karya

Ahmad Sanusi.

83

Burhanuddin, Hermeneutik al-Quran, h.116-117 84

Gusmian, Khazanah Tafsîr, h. 61-62

Page 49: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Namun demikian, aksara pegon sebagai pengungkap dalam karya tafsir tidak

hilang sepenuhnya dan masih bisa dapati sampai setidak-tidaknya dekade 1980-an. Kita

bia menyebut beberapa karya misalnya: tafsir al-Qur’āan al-Karīm (1922) karya

Mahmud Yunus; tafsir al-Burhān (1922), tafsir juz ‗amma karya Hamka; tafsir Malja’ at-

Thālibīn (1931) karya Ahmad Sanusi; dan tafsir al-Ibrīz (1980) karya KH. Mustofa Bisri.

Dalam karya-karya periode modern, juga bisa dilihat kecenderungan penafsiran

pada surah-surah tertentu. Misalkan, Tafsīr al-Qurān al-Karīm, Yaasin (Medan:

Islāmiyah, 1951) karya Adnan Yahya Lubis; Tafsîr Sûrah Yâsîn Dengan keterangan

(bangil : Persis 1951) Karya A. Hasan kedua Literatur Tafsir ini berkonsentrasi pada

Sûrah Yâsîn.

Dari segi aspek teknis lainnya kita juga bisa melihat sudah dimulainya sistem

penulisan yang menyertakan cara baca dalam hurup latin beserta terjemah dan tafsirnya,

seperti Tafsir Tamsyiyyat al-Muslimīn (1934) karya Ahmad Sanusi, Tafsīr Rahmat

(1981), dan Terjemah dan Tafsîr al-Qur’ân: Huruf Arab dan Latin (1978) karya Bachtiar

Surin.

3. Periode Kontemporer (Mulai Tahun 1980-an sampai sekarang)

Di tahun 1980-an, dapat disaksikan sebuah arah kecenderungan baru dalam

bidang tafsir. Yakni satu kecenderungan yang tidak lagi terikat oleh batasan-batasan

literer teks al-Qur‘an, akan tetapi lebih menekankan pada penyelesaian sebuah topik

tertentu yang dikenal dengan metode Tafsîr Maudû‘î.

Bentuk penafsiran tematik ini telah lama dipakai oleh para penulis Islam klasik.

Akan tetapi, baru belakangan ini dikembangkan secara sempurna oleh Fazlurrahmân,

seorang tokoh intelektual dunia Islam kontemporer dalam bukunya Mayor Themes of The

Page 50: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Qur’an.85

Ide pemikirannya banyak diintrodusir di Indonesia oleh Nurcholish Madjid dan

Syafi‗i Ma‗arif sangat banyak mempengaruhi perkembangan intelaktual di Indonesia,

khususnya IAIN.

Sebagai contoh dalam priode ini misalnya Tafsir Ayat-ayat Haji: Telaah Intensif

dari Pelbagai Madzhab, karya Mukhtar Adam. Dalam karyanya ini dibahas satu topik

tentang ibadah haji dengan memakai perpaduan antara metode penafsiran Maudu‘î

dengan metode perbandingan madzhab.86

Tafsir sejenis yang memakai metode yang

hampir serupa adalah Tafsir dan Uraian Perintah-perintah dalam al-Qur’an, yang ditulis

oleh Q.A . Dahlan Saleh.87

Disamping itu dalam priode kontemporer ini, topik-topik yang dibahas dalam

tafsir bertambah melebar. Para penulis tafsir tidak hanya terbatas dari kalangan ahli

agama semata namun dari kalangan ahli komunikasi pun seperti Jalaluddin Rahmat dapat

menulis sebuah karya tafsir yang berjudul Tafsîr bi al-Ma’tsûr: Pesan moral al-Qur’ân.

Awalnya buku ini berasal dari serial artikel republika. Di dalam buku ini Jalaluddin

Rahmat mengadopsi metode Tafsîr bi al-ma’tsur atau menafsirkan ayat al-Qur‘an dengan

ayat al-Qur‘an yang relevan. Namun ia tidak menafsirkan seperti para penafsir

konvensional metode riwayat yang lain yang menjelaskan ayat demi ayat dengan tertib

ayat. Akan tetapi, ia menjelaskan secara tematik.88

Masih dalam dekade yang sama muncul karya Dawam Raharjo berjudul

Ensiklopedi al-Qur’ân. Buku ini ditulis setebal 700 halaman yang semula dimuat secara

berkala dalam jurnal ‗Ulum al-Qur’ân. Di sini Dawam membahas tema-tema besar yang

aktual seperti ‗adil‘, ‗agama‘, ‗ilmu pengetahuan‘ dan sebagainya.

85

Untuk lebih jelasnya lihat Fazlurrahman, Tema Pokok al-Qur’an (Bandung:Pustaka,

1983) 86

Mamat S. Burhanudin, al-Qur’an Ala Pesantren: Analisis Terhadap Tafsir Marâh

Labîd Karya K.H. Nawawi Banten (Yogyakarta: UII Pres, 2006), h. 128 87

Buku ini diterbitkan di Bandung oleh CV Diponogoro, 1976 88

Mamat S. Burhanudin, al-Qur’an Ala Pesantren, h. 128

Page 51: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Karya terakhir dalam generasi ini yang sangat populer adalah karya Quraish

Shihab. Ia sangat dikenal melalui koleksi tulisnnya yang dibukukan yang berjudul

Membumikan al-Qur’an. Buku ini telah banyak memperkenalkan konsep metode

Maudû‘î dengan bahasa Indonesia yang lugas. Disamping itu, penerapan praktis terhadap

metode tematik ini terlihat dalam beberapa karyanya yang lain seperti: Wawasan al-

Qur’an, Tafsir al-Qur’an al-Karim dan lain-lain. Karya-karya Quraish Shihab ini banyak

diakui oleh pemerhati perkembangan tafsir Indonesia sebagai inovator baik dalam segi

metode penafsirannya maupun isinya.89

Jelasnya, dapat dikatakan bahwa dimulai abad ke-20 sampai abad yang akan

datang, tradisi penulisan tafsir di Indonesia, akan terus mengalami perubahan-perubahan

bentuk sesuai dengan perkembangan kualitas sosio histioris masyarakat di kawasan ini.

C. Aspek Teknik Penulisan Tafsir al-Quran

Aspek teknik penulisan Tafsir al-Quran yang dimaksud disini adalah suatu

kerangka teknis yang digunakan penulis tafsir dalam menampilkan sebuah karya tafsir

(aspek luar). Jadi, aspek teknis penulisan ini terkait lebih pada penulisan karya tafsir,

yang bersifat teknis, bukan pada proses penafsiran yang bersifat metodologis.

Aspek teknis penulisan tersebut, meliputi lima bagian penting. Uraian berikut

merupakan penulusuran atas bagian-bagian dalam wilayah teknis penulisan tafsir tersebut

dengan kajian rajutan pada setiap kategori.

1. Sistematika penyajian

Sistematika penyajian adalah rangkaian yang dipakai dalam dalam menyajikan

sebuah tafsir, secara teknis bisa dijadikan dalam sistematika yang beragam. Dalam sisi

89

Shihab, Quraish, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 1992)

Page 52: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

sistematika penyajian ini, dapat dikelompokkan kedalam 2 bagian: (1) sistematika

penyajian runtut, (2) Sistematika penyajian Tematik.

Sistematika penyajian runtut adalah model sistematika penyajian penulisan tafsir

yang rangkaian penyajiannya mengacu pada: (1) urutan surah yang ada dalam model

mushaf standar , dan (2) mengacu pada turunnya wahyu. Model pertama, telah umum

dipakai oleh ulama tafsir. Karya-karya tafsir Timur Tengah klasik, seperti Jalâlayn,

maupun karya tafsir kontemporer, seperti al-Manâr, sistematika penulisannya mengacu

pada model sistematika penyajian runtut berdasarkan urutan sûrah yang ada pada mushaf.

Di Indonesia, model runtut seperti ini ini sudah dipakai sejak masa klasik seperti dalam

karya tafsir Tarjumân al-Mustafîd karya ‗Abd al-Ra‘ûf al-Sinkîlî. Pada masa modern,

sistematika penulisan model runtut, dipakai Tafsîr al-Furqân karya A.Hassan, tafsir al-

Qur’ân al-Karîm karya Mahmud Yunus dan lain sebagainya.

Sedangkan model yang kedua, yakni runtut berdasarkan urutan turunnya wahyu,

tidak banyak ditempuh oleh para ulama tafsir terutama ulama tafsir Indonesia. al-Tafsîr

al-Bayân li al-Qur’ân al-Karîm, karya Bint al-Syâti‘ dan Sûrah al-Rahmân wa Sumar

Qisâr, karya Syawqî Dha‗îf adalah contoh tafsir Timur Tengah yang menggunakan

penyajian tafsir model kedua ini.90

Sedangkan di Indonesia, sistematika model kedua ini

baru dilakukan pada periode kontemporer. Seperti yang dilakukan oleh Quraish Shihab

dalam Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm yang mengkaji 24 sûrah pendek.

Selanjutnya, yang disebut dengan sistematika penyajian tematik adalah suatu

bentuk rangkaian karya tafsir yang struktur paparannya diacukan pada tema tertentu, atau

pada ayat, surat, dan juz tertentu. Tema atau ayat , surat dan juz tertentu ini, ditentukan

sendiri oleh penulis tafsir.91

90

Gusmian, khazanah Tafsîr, h. 122-123 91

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 122-128

Page 53: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Dalam tradisi penulisan tafsir, penyajian tematik ini lebih dikenal dengan istilah

Maudû‘i—di Indonesia dipopulerkan oleh Quraih Shihab—dengan merujuk pada

kerangka-bangun al-Farmâwî.92

Namun, secara konseptual Gusmian menempatkan istilah

―tematik‖ dalam pemaknaan yang berbeda. Jika selama ini, istilah tematik cenderung

dimaknai sebagai metode tafsir, disini lebih dimaknai sebagai teknik penulisan tafsir.

Sebab meskipun penyajian tematik ini mempunyai pengaruh signifikan pada metodologi

tafsir, tetapi pada dasarnya ia tak lebih sebagai teknik penulisan tafsir.

Model ini dipakai oleh Muhammad Mahmud al-Hijâ‗I dalam al-Tafsîr al-Wâdhih

dengan membahas satu sûrah al-Quran dengan menghubungkan maksud antar ayat serta

pengertiannya secara menyeluruh. Selain itu, ‗Abbâs Mahmûd al-‗Aqqad dalam tafsirnya

al-Mar’ah fî al-Qurân yang membahasal dengan cara menghimpun al-Quran yang

mempunyai kesamaan arah dan tema, kemudian dianalisi dan dari sana ditarik

kesimpilan.

Di Indonesia, model tematik ini sudah dikenal sejak masa klasik, meskipun dalam

bentuknya yang masih sederhana, seperti bisa dilihat dalam karya tafsir anonim yang

berjudul Farâ’id al-Qur’ân yang menafsirkan sûrah al-Nisâ‘ ayat 11 dan 12 yang

berbicara tentang hukum waris.93

Pada masa modern, sistematika penyajian tematik ini,

meskipun sangat sederhana dan tidak memenuhi standar untuk ukuran sekarang, juga

muncul, yaitu: zedeleer uit den Qor’an (etika al-Quran), karya syaikh Ahmad Soekarti

(Groningen, Den Haag, Batavia: J.B. Wolters‘, 1932), dengan menggunakan bahasa

Belanda, Rangkaian Tjerita dalam al-Qur’an, karya Bey Arifin (Bandung: Pelajar,

1963.94

92

Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1992), h.111-117 93

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h 56 94

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h 57

Page 54: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Pada sisi lain, berkembang pula model sistematika penyajian tafsir yang

berkonsentrasi pada sûrah-sûrah tertentu. Misalnya, untuk sûrah al-Fâtihah, lahir Ushûl

al-Islâm fî Tafsîr Kalâm al-Mulk al-‘alâm fî Tafsîr Sûrat al-Fâtihah (Bogor: ichtiyar,

1935) karya Ahmad Sanusi dan Tafsîr al-Qur’ân Karîm, Sûrah al-Fâtihah, (Jakarta:

Widjaja, 1955) karya Muhammad Nur Idris. Khusus sûrah Yâsîn, misalnya, Tafrîj Qulûb

al-Mu’minîn fî Tafsîr Kalimât Sûrat Yâsîn (Tanah Abang: Sayyid Yahya, 1936), karya

Ahmad Sanusi dan Tafsîr Sûrah Yasien dengan Keterangan (Bangil: Persis, 1959).

2. Bentuk Penyajian Tafsir

Bentuk penyajian tafsir yang dimaksud disini adalah suatu bentuk uraian dalam

penyajian tafsir yang ditempuh Mufassir dalam menafsirkan al-Qur‘an. Dalam bentuk

penyajian ini ada dua bagian: (1) Bentuk penyajian global, dan (2) bentuk penyajian rinci,

yang masing-masingnya mempunyai ciri-ciri tersendiri.

Bagian pertama dari bentuk penyajian tafsir adalah bentuk global. Yang

dimaksud dengan bentuk penyajian global adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian

karya tafsir dimana penjelasan yang dilakukan cukup singkat dan global. Biasanya,

bentuk ini lebih menitikberatkan kepada inti dan maksud dari ayat-ayat al-Quran yang

dikaji. Bentuk penyajian global ini, dalam batas tertentu bermanfaat bagi pembaca

muslim yang tidak punya kesempatan waktu banyak belajar al-Quran. Dalam penulisan

tafsir, bentuk penyajian global ini dikenal dengan nama ijmâlî yang dipopulerkan oleh al-

Farmâwî dalam bukunya yang berjudul al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû‗î. Tetapi disini,

Gusmian tidak mengkategorikannya sebagai metode tafsir, tetapi lebih kepada bentuk

penyajian tafsir. Salah satu tafsir di Indonesia yang menggunakan penyajian global adalah

Tafsîr al-Qur’ân karya Mahmud Aziz.95

95

Baidan, Perkembangan Tafsîr, h. 88

Page 55: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Sedangkan bagian kedua dari bentuk penyajian tafsir adalah penyajian rinci.

Yang dimaksud dengan penyajian rinci adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian karya

tafsir dimana penjelasannya dilakukan secara detail, mendalam dan konfrehensif. Terma

terma kunci disetiap ayat dianalisis untuk menemukan makna yang tepat dan sesuai

dalam suatu konteks ayat. Setelah itu, penafsir menarik kesimpulan dari ayat yang

ditafsirkan, yang sebelumnya ditelisik aspek asbâb al-Nuzûl dengan kerangka analisis

yang beragam.96

Salah satu contohnya adalah Tafsir al-Qur’ân al-Karîm karya Mahmud

yunus.

3. Bentuk Penulisan

Yang dimaksud dengan bentuk penulisan tafsir adalah mekanisme penulisan yang

menyangkut aturan teknis dalam penyusunan keredaksian sebuah litelatur tafsir. Aturan

yang dimaksud adalah adalah tata cara mengutp sumber, penulisan catatan kaki,

penyebutan buku-buku yang dijadikan rujukan, serta hal-hal lain yang menyangkut

konstruksi keredaksionalan. Dalam kaitan ini, ada 2 hal pokok: (1)Bentuk penulisan

ilmiah, dan (2) bentuk penulisan non ilmiah.97

Bagian pertama dari bentuk penulisan tafsir adalah bentuk penulisan ilmiah.

Yang dimaksud dengam penulisan ilmiah adalah suatu penulisan tafsir yang sangat ketat

dalam memperlakukan mekanisme penyusunan redaksionalnya. Dalam bentuk ini,

kalimat maupun pengertian yang didapat dari beberapa literalatur lain diberi catatan kaki

ataupun catatan perut untuk menunjukkan pada pembaca sumber asli pengertian yang

dirujuk tersebut. judul, buku, tempat, tahun, penerbit, serta nomor halaman buku menjadi

penting untuk dituturkan dalam bentuk penulisan ilmiah ini.98

Bentuk ini kebanyakan

96

Gusmian, Khazanah Tafsir, h. 148-152 97

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 172 98

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 172

Page 56: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

didominasi oleh karya tafsir yang ditulis untuk kepentingan akademik seperti Tafsîr

Kebencian, Jiwa dalam al-Qur’ân, dan lain-lain

Bagian kedua dari bentuk penulisan tafsir adalah penulisan nonilmiah. Yang

dimaksud dengan istilah nonilmiah adalah bentuk penulisan tafsir yang tidak

menggunakan kaidah kaidah penulisan ilmiah yang mensyaratkan adanya adanya:

footnote, endnote, maupun catatan perut, dalam menjelaskan literalatur yang dirujuk.

Meskipun tidak menggunakan bentuk penulisan ilmiah, bukan berarti sebuah karya tafsir

lalu diklaim, dari segi isi tidak ilmiah. Kategori ilmiah dalam pengertian ini tidak ada

kaitannya dengan isi. Kategori ini hanya digunakan hanya digunakan dalam konteks

memetakan bentuk penulisan, bukan isi sebuah buku tafsir. Salah satu contoh tafsir dalam

bentuk penulisan ini adalah Tafsîr Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân karya Ahmad

Sanusi.99

4. Sifat Mufassir

Dalam menyusun sebuah karya tafsir, seseorang bisa melakukannya secara

individual, kolektif—dua orang atau lebih—atau bahkan dengan membentuk tim atau

panitia khusus secara resmi. Model inilah yang dimaksud dengan sifat mufassir. Dalam

konteks sifat mufassir ini, karya tafsir Indonesia terbagi menjadi dua macam: (1)

Individual dan (2) kolektif atau tim.100

99

Lihat Ahmad Sanusi, Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân, Sukabumi: (Yayasan Asrama

Pesantren Gunung Puyuh, t.th.)

100 Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 176-177

Page 57: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Istilah mufassir individual digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu karya

tafsir lahir dan ditulis oleh satu orang. Misalnya, Tafsîr Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm

Rabb al-‘Âlamîn karya Ahmad Sanusi.101

Sedangkan yang dimaksud dengan mufassir kolektif adalah untuk menunjukkan

bahwa karya tafsir disusun oleh lebih dari satu orang. Sifat kolektif ini, terbagi menjadi

dua bagian: (1) kolektif resmi, dan (2) kolektif tidak resmi. Yang pertama adalah

kolektivitas yang dibentuk secara resmi oleh lembaga tertentu dalam bentuk tim atau

panitia khusus, dalam rangka menulis tafsir.

Adapun bentuk kolektif yang kedua tidak bersifat forma, dan dalam kolektivitas

itu hanya terdiri dari dua orang penyusun.

5. Sumber-Sumber Rujukan

Sumber rujukan adalah literatur tafsir yang digunakan sebagai sumber rujukan

oleh penafsir, baik dari segi bahasa, generasi. Literatur tafsir tersebut bisa berupa karya

tafsir berbahasa arab, literatur bahasa arab yang jadi acuan, literatur bahasa Inggris,

literatur bahasa Indonesia atau karya-karya lain yang berhubungan.102

D. Aspek Metodologis Penulisan

Yang dimaksud dengan aspek metodologis penulisan adalah konstruksi ―dalam‖

yang berkaitan dengan prinsip metodologis yang digunakan dalam proses penafsiran.

Dalam aspek metodologis ini, arah kajian bergerak pada tiga wilayah: (1) metode tafsir,

(2) nuansa penafsiran, dan (3) pendekatan tafsir.

101

Lihat Ahmad Sanusi, Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, (Jakarta: Habib

Usman, 1931)

102 Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 186-188

Page 58: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

1. Metode Tafsir

Metode tafsir yang dimaksud disini adalah suatu perangkat dan tata kerja yang

digunakan dalam proses penafsiran al-Quran. Dalam hal ini, metode penafsiran terbagi

tiga, yaitu: (1) metode tafsir riwayah, (2) metode tafsir pemikiran, dan (3) metode tafsir

interteks.

Bentuk pertama dari metode penafsiran adalah metode tafsir riwayah (ma‘sur).

Dalam tradisi al-Qur‘an klasik, riwayat merupakan sumber penting dalam memahami teks

al-Qur‘an. Sebab Nabi Muhammad SAW. diyakini sebagai penafsir pertama terhadap al-

Qur‘an. Dalam konteks inilah, muncul istilah ―metode tafsir riwayat‖ ( bi al-ma’tsur)‖

pengertian metode riwayat., dalam sejarah al-Qur‘an klasik, merupakan suatu proses

penafsiran al-Qur‘an yang menggunakan data riwayat dari Nabi Saw. dan atau sahabat,

menafsirkan ayat al-Qur‘an dengan hadis, dengan riwayat sahabat ataupun kisah

israiliyyat. Sebagai variabel penting dalam proses penafsiran al-Qur‘an. Model metode

tafsir ini adalah menjelaskan suatu ayat sebagaimana dijelaskan oleh Nabi dan atau

sahabat. Ini dapat ditemukan dalam beberapa literatur klasik maupun salaf. Misalnya

tafsir karya al-Thabari, Ibnu Katsir dan yang lainnya.103

Metode tafsir riwayah disini adalah bisa diartikan sebagai metode penafsiran

yang data materialnya mengacu pada hasil penafsiran Muhammad SAW. yang ditarik dari

riwayat pernyataan nabi atau dalam bentuk asbâb al-Nuzûl sebagai data otoritatif.

Di Indonesia penggunaan metode riwayah secara sempurna baru dilakukan pada

periode kontemporer. Salah satu contoh tafsir yang menggunakan metode ini adalah

jalaluddin Rakhmat dalam Tafsîr bi al-Ma’sur. Buku tafsir ini dari judulnya telah

mengklaim diri sebagai Tafsîr bi al-Ma’tsur. Dari metode yang digunakan, secara umum

103

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 197

Page 59: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

karya ini menggunakan data riwayat sebagai variabel penting dalam menguraikan maksud

ayat.104

Bentuk kedua dari metode penafsiran adalah metode tafsir pemikiran. metode

tafsir pemikiran. Al-Qattan mencatat bahwa sejak berakhirnya masa salaf, sekitar abad

ke-3 H, dimana peradaban umat Islam semakin berkembang, telah dibarengi juga oleh

lahirnya berbagai madzhab di kalangan umat Islam. Masing-masing madzhab itu

berusaha meyakinkan pengikutnya dengan memberikan penjelasan dari ayat-ayat al-

Qur‘an. Terks al-Qur‘an kemuidian ditafsirkan dalam kerangka corak kepentingan dan

ideologinya tersebut. Dalam konteks inilah, sejarah tafsir mencatat adanya perkembangan

berbagai corak tafsir. Misalnya muncul tafsir al-Razi dengan corak filsafatnya, al-

Kasysyaf dengan corak teologi Mu‘tazilahnya, tafsir al-Manar dengan corak

sosiologisnya dan seterusnya.105

Namun dalam konteks pengertian metode tafsir pemikiran yang dimaksud di sini

bukan seperti yang diuraikan oleh al-Qattan di atas. Metode tafsir pemikiran di sini,

didefinisikan sebagai suatu penafsiran al-Qur‘an yang didasarkan pada kesadaran bahwa

al-Qur‘an, dalam konteks bahasa, sepenuhnya tidak lepas dari wilayah budaya dan sejarah

disamping bahasa itu sendiri. Dalam metode tafsir pemikiran, penafsir beruasaha

menjelaskan pengertian dan maksud dari suatu ayat berdasarkan hasil sari proses

intelektualisasi dengan langkah epistimologis yang mempunyai pijakan pada teks dengan

konteks-konteksnya.106

Ketiga, metode tafsir interteks. Dalam sebuah teks selalu ada teks-teks lain. Oleh

karena itu, setiap tek secara niscaya merupakan sebuah interteks. Dalam literatur tafsit

Indonesia pun mengalami hal demikian. Dalam proses penafsiran yang dilakukan oleh

104

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 198 105

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 201-201 106

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 202

Page 60: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

penafsir dalam berbagai karyanya, hampir tidak bisa melepaskan kaitan dengan karya lain

yang lebih dulu. 107

Proses interteks ini bisa tampil dalam dua bentuk. Pertama, teks-teks lain yang

ada di dalam teks tersebut diposisikan sebagai panutan dalam teks tafsir, sehingga

tafsirnya sebagai penguat. Kedua, teks-teks di dalam teks tersebut diposisikan sebagai

teks pembanding atau bahkan sebagai obyek krtik untuk memberikan suatu pembacaan

baru, yang menurutnya lebih sesuai dengan dasar dan prinsip epistimologis yang bisa

dipertanggungjawabkan.108

2. Nuansa Tafsir

Yang dimaksud dengan nuansa tafsir adalah ruang dominan sebagai sudut

pandang dari suatu karya tafsir. Misalnya nuansa kebahasaan, teologi, sosial,

kemasyarakatan, fiqh, psikologis dan lain-lain. Nuansa tafsir dapat disebut juga dengan

corak tafsir. Karena dari corak yang dominan inilah sebuah karya tafsir yang satu dapat

dibedakan dengan karya tafsir lain.

3. Pendekatan Tafsir

Pendekatan tafsir di sini dimaknai sebagai titik pijak keberangkatan dari proses

tafsir. Itu sebabnya, dengan pendekatan tafsir yang sama bisa saja melahirkan corak tafsir

yang berbeda-beda. Ada dua pendekatan yang dimaksud yaitu yang berorentasi pada teks

dalam dirinya (pendekatan tekstual) dan berorentasi pada konteks pembaca (penafsir)

yang dikenal dengan pendekatan kontekstual.109

107

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 228 108

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 228 109

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 247-248

Page 61: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Contoh tafsir yang memakai pendekatan tekstual adalah Tafsîr al-Misbâh karya

Quraish Shihab. Sedangkan contoh tafsir dengan pendekatan kontekstual adalah tafsîr

ayat-ayat politik karya Syu‗bah Asa.

Page 62: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

BAB IV

ANALISIS TERHADAP KARYA TAFSIR TAMSYIYYAT AL-MUSLIMÎN

A. Gambaran Umum Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn

Tafsir yang bernama lengkap Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsīr kalām Rabb

al-‘Alamīn ini adalah karya tafsir yang ditulis oleh Ahmad Sanusi sewaktu dia menjalani

tahanan kota di Sukabumi. Dalam tafsir ini tulisan ayat al-Qur‘annya memakai bahasa

Arab dan dibawahnya dicantumkan alat bantu cara baca dengan tekhnik penuliasan

transliterasi Arab-Latin. Terjemah serta uraian global tentang tentang tafsirnya ditulis

dengan hurup Latin dan berbahasa melayu dengan menggunakan ejaan Van Ophusyen.

Berbeda dengan karya tafsir pada umumnya, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ini

adalah sebuah karya tulis yang memuat tentang tafsir tetapi memakai format seperti

majalah atau buletin yang terbit secara berkala. Hal ini dalam abad itu mungkin sebuah

terobosan baru yakni, sebuah kitab tafsir memakai format sebuah majalah.

Terbitan perdananya dikeluarkan pada 1 oktober 1934 yaitu setelah 2 bulan status

tahanan Ahmad Sanusi dipindahkan dari Batavia ke Sukabumi. Untuk terbitan pertama

tafsir tersebut dicetak di percetakan Masduki dan hanya beredar di wilayah kota

sukabumi saja. Pada penerbitan nomor dua bualan November 1934, percetakannya

dipindahkan ke percetakan al-Ittihâd. Sejak diambil alih oleh percetakan tersebut, Tafsîr

Tamsyiyyat al-Muslimîn dapat beredar luas di wilayah Bandung, Sukabumi sampai ke

Jakarta. Pada terbitan yang ke 9 peredaran tafsir ini sudah mencapai ke daerah Sumatra

Selatan dan mempunyai agen tetap di kota Bengkulu.

Beberapa sumber menyebutkan tidak diketahui berapa jumlah edisi yang pernah

terbit. Penulis mencatat Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn memiliki edisi tahun ke-1 no.1

Page 63: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

(1934) hingga tahun ke-5 no.53 (1939). Sedangkan yang ada di tangan penulis hanya

sampai jilid ke-25 sehingga antara jilid ke-26 sampai jilid ke-53 penulis sampai saat ini

belum menemukannya. Dari ke-25 jilid yang dipunyai penulis, tiap jilidnya berjumlah 31

halaman kecuali jilid ke-1 yang berjumlah 34 halaman, jilid ke-2 berjumlah 32 halaman,

jilid ke-3 berjumlah 33 halaman dan jilid ke-4 berjumlah 28 delapan halaman.

Di dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terdapat secara berurutan;

nomor terbit, judul kitab, pengarang, harga langganan, alamat pengarang, agen-agen

Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, pengumuman, dan penerbit. Baru terbit empat nomor

telah ada permintaan dari pelanggan agar Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn diterbitkan satu

bulan dua kali, tetapi dari pihak penerbit keberatan karena alat percetakannya tidak

memadai. Dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor enam, tertulis

pengumuman bagi para pelanggan agar mengirimkan uang langganannya dan menjadi

pelanggan baru. Dalam cover depan bagian dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor

sepuluh dicantukan surat dari Wedana Batavia yang mengusulkan agar Tafsir Tamsyiyyat

terbit sebulan empat kali dan dinaikkan harganya. Dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat

al-Muslimîn nomor sebelas, tertera pemberitahuan mengenai; agen-agen yang masih

punya tunggakan uang langganan, hanya enam pelanggan yang setuju Tafsîr Tamsyiyyat

al-Muslimîn terbit satu bulan empat kali. Dalam cover depan bagian luar Tafsîr

Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor tiga belas diberitahukan bahwa yang setuju Tafsîr

Tamsyiyyat al-Muslimîn terbit satu bulan empat kali telah mencapai enam belas agen.

Dalam setiap Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn secara umum—dan ada pula nomor-

nomor yang tidak ada—dalam cover belakang bagian luarnya ditulis sebuah peringatan-

peringatan; pertama, meminta agar setiap kesalahan dalam redaksi dan struktur bahasanya

dapat dikritisi. Ke-2, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah tafsir yang memuat hadis-

hadis, kisah-kisah dan madzha-madzhab baik fiqh maupun theologi. Ke-3, meminta

Page 64: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

supaya Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terus diterbitkan dan ditingkatkan. Ke-4,

ketentuan-ketenyuan bagi para pelanggan.

B. Kontroversi Penulisan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn

Terbitnya Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn pada awal abad ke-20 tidak lepas dari

pro kontra dari pihak ―kelompok tradisional‖.110

Hal ini terjadi karena tafsir tersebut

berbahasa melayu dan berhuruf latin serta tafsir ringkasnya yang didobel tulisan al-Quran

nya dengan huruf Latin. Bagi masyarakat priangan, penerjemahan dan penafsiran al-

Quran apalagi transliterasi al-Quran ke dalam tulisan latin merupakan hal yang baru

untuk masa tahun 30-an. Sikap reaktif yang ditujukan oleh pihak kelompok tradisional

terutama dari kyai-kyai yang berdomisili di Priangan terhadap Tafsîr Tamsyiyyat al-

Muslimîn dapat digambarkan sebagai berikut:

110

Istilah ‗tradisi‘ dan ‗modern‘ pertama kali diperkenalkan oleh Deliar Noer ketika

menjelaskan perkembangan-perkembangan dan sifat gerakan modern di Indonesia. Bagi Noer

bahwa yang disebut kaum tradisi adalah kyai yang ada di pedesaan dan bertempat tinggal di

pesantren atau surau, dalam praktek keagamannya berfaham taklid dan menolak berijtihad. Dan

dalam masalah politik, kaum tradisi pada umumnya tidak ikut serta walaupun mereka anti

penjajahan dan banyak juga dan mereka yang menjabat birokrasi keagamaan yang dibuat oleh

penjajah. Lihat Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1940 (Jakarta: LP3S,

1980). Kajian Noer yang cenderung berat sebelah—karena terlalu dilihat dalam perspektif modern

orientid—dikritisi oleh Zamakhsari Dhofier dengan cara melakukan penelitian langsung ke

lapangan, ke beberapa pesantren yang ada di JawaTengah dan Jawa Timur, ia menganggap bahwa

Noer tidak melihat realitas keadaan yang sebenarnya di pesantren. Dengan bantuan antrofologi,

Dhofier berhasil mendekonstuksi konsepsi Noer. Lihat Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren:

Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3S, 1982). Namun studi Zamakhsari bukan

tanpa kritikan, misalnya Mohammad Iskandar menganggap bahwa gambaran Kyai dan pesantre

yang digambarkan oleh Dhofier tidak selalu cocok dengan yang ada di Priangan. Misalnya definisi

Kyai yang cenderung dilihat secara antrofologis yakni keterikatannya terhadap pesantren. Lihat

Mohammad Iskandar, Para Pengemban Amanah:Pergulatan Pemikiran Para Kyai dan Ulama di

Jawa Barat, 1950 (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2001), h. 3-63. Adapun yang dimaksud ‗kelompok

tradisional‘ khusus di Sukabumi, Bogor dan Cianjur (pada masa itu) adalah kelompok yang

mempertahankan pola madzhab dan menolak ijtihad dalam masalah ibadah dan cenderung tidak

memperaktekan pembaharuan-pembaharuan dalam kegiatan praktis dan pro pemerintah Belanda.

Kelompok ini berpusat di Gentur Cianjur. Kelompok ini berbeda dengan kelompok yang berpusat

di Cantayan Sukabumi yang dipimpin oleh Ahmad Sanusi. Walaupun kelompok ini berpola

madzhab dalam masalah ibadah seperti kelompok tradisional juga, tapi kelompok ini mengadopsi

pembaharuan-pembahruan dalam kegiatan yang bersifat praktis seperti sistem pendidikan klasikal,

pembentukan organisasi dan termasuk penerjemahan dan penafsiran al-Qur’an, untuk mengetahui

pola kehidupan sosial keagamaan di Sukabumi pada waktu Ahmad Sanusi hidup. Lihat A.

Mukhtar Mawardi, H. Ahmad Sanusi:Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Skripsi Sl Fakultas

Adab, Universitas Islam Negeri Jakarta, 1985):

Page 65: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

―Tina lantaran eta tafsir meunang perhatian ti jalma-jalma di unggal-unggal

tempat. Tayohna eta sawareh Kyai Cicurug reunjeung Bogor beuki tambah-tambah

ngambekna reujeung karisihna, celaan-celaan reujeung hinaan-hinaan reujeung

ngadolah-ngadolahkeun malah nepika ngufur-ngufurkeun ka Ajengan H. Ahmad Sanusi

dina saban-saban pangdiukan-pangdiukanana sahengga ka di pasar-pasar sarta ku

Ajengan H. Ahmad Sanusi Heunteu dikuping sagala omongan eta ajengan ajengan…”.111

Walaupun sikap reaktif kelompok tradisional oleh Ahmad Sanusi, tetapi para

pengikut dan murid-muridnya terpanggil untuk merespon sikap kyai-kyai itu dengan

mengusulkan agar Ahmad Sanusi menolak perkataan-perkataan mereka. Karena celaan-

celaan dan hinaan itu kepadanya tidak berhenti juga, maka Ahmad Sanusi menerima

usulan dari pengikutnya dengan memerintahkan kepada para anggota majlis al-Ittihâd di

Sukabumi dan Bogor supaya mengadakan musyawarah tentang menulis al-Quran dengan

huruf Latin. 112

Dalam musyawarah itu—diadakan di majlis al-Ittihad Sukabumi sebanyak dua

kali dan di majlis al-Ittihad Bogor sebanyak tiga kali—diundang kyai-kyai yang

mempersoalkan masalah tersebut. Tetapi dalam beberapa musyawarah yang beberapa

kali dilakukan tersebut tidak seorang pun dari pihak yang kontra datang, kecuali ketika

musyawarah yang diadakan di Bogor. Adapun yang datang adalah H. Usman Perak. Pada

waktu itu dari pihak yang pro terhadap Ahmad Sanusi dan yang paling banyak

berkomentar adalah Kyai Damanhuri.113

111

Terjemahnya :oleh karena tafsir tersebut mendapat perhatian dari orang-orang di

setiap tempat. Akibatnya sebagian kyai-kyai CiCurug dan Bogor semakin tambah kemarahannya

dan kehawatirannya, celaan-celaan, hinaan hinaan dan bahkan sampai mengkafirkan Ahmad

Sanusi di setiap tempat sampai di pasar-pasar. Tetapi oleh Ahmad Sanusi tidak didengarkan

perkataan kyai-kyai tersebut. Lihat Lajnah Ta’lif wa al-Nasr AII, Mindzarat al-Islâm wa al Îmân

(Sukabumi: al-Ittihad, 1935), h. 1

112 Lihat K.H. Ahmad Sanusi, ‗Ilan Pemberian Tahu dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-

Muslimîn, no.1, oktober 1934 (Sukabumi: al-Ittihad,1935) 113

Mohammad Iskandar, Para Pengemban Amanah; Pergulatan pemikiran Kiai dan

Ulama di Jawa Barat 1900-1950 (Yogyakarta: Matabangsa, 2001), Cet. 1, h. 198-199

Page 66: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Namun setelah diadakan musyawarah di atas, kenyataannya, tetap saja masih

terjadi celaan-celaan terhadap diri Ahmad Sanusi. Namun dengan nada keras dan

sindiran, Ahmad Sanusi menyebut celaan-celaan tersebut sebagai ―gonggongan-

gonggongan anjing‖.

Sikap reaktif atas terbitnya Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn tidak terbatas pada

perdebatan oral saja, melainkan sudah pada perseteruan media cetak. Salah satu

contohnya adalah terbitnya sebuah buku yang kontra terhadap Ahmad Sanusi yang ditulis

oleh H Mansur yang berjudul Tasfiyat al-Afkâr.Terbitnya buku itu mendapat reaksi dan

jawaban dari Ahmad Sanusi sendiri dengan menerbitkan buku yang berjudul Tahzîr al-

Afkâr.114

Di samping dari kelompok tradisional, reaksi terhadap Tafsîr Tamsyiyyat al-

Muslimîn juga datang dari pihak ‗pekauman‘.115

Reaksinya pun tidak kalah sengitnya,

misalnya pada 4 Oktober tahun 1936 diadakan diskusi yang dilaksanakan di Cipelang

Sukabumi. Dalam diskusi itu dibentuk sebuah badan netral yang bernama Comite

Permoesjawaratan Menoelis Qoeran. Dalam diskusi tersebut, tidak hanya dihadiri oleh

pihak pekauman yang mewakili pihak yang mengharamkan dan mengkafirkan orang yang

menulis al-Quran dengan huruf latin. Di samping itu, hadir pula kelompok yang kontra

terhadap Ahmad Sanusi lainnya seperti pengurus sekolah Ahmadiyah Sukabumi, Umar

Sanusi (Pengurus al-Rabitah al-Alawiyah), Sayyid Yahya bin Utsman, Sayyid Ali bin

Yahya, Sayyid Ali bin Sahab (ketiganya dari Batavia), Tubagus Arsyad (Rangkasbitung,

Banten), Sayyid Alawi bin Tohir, Sayyid M. Sodik al-Jufri, Wirasanjaya (Surat Kabar al-

Mu‘min) dan H. Fachrurraji (Surat Kabar al-Mukhtar). Kemudian komite tersebut

mengajukan surat permohonan kepada pihak pemerintah—yang waktu itu Indonesia

114

Lajnah Ta’lif, Mindzarat al-Islâm, h. 4-9 115

Disebut juga menak kaum adalah elit birokrasi keagamaan di daerah Priangan,

umumnya para Menak Kaum yang bertitel Hoofd penghulu yang mempunyai hubungan

kekerabatan dengan bupati. Biasanya kelompok pekauman mengurus mesjid raya di tingkat

kecamatan dan kabupaten yang saat itu berfungsi sebagai KUA. Lihat Mohammad Iskandar, Para

pengemban Amanah, h. 49

Page 67: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

masih dikuasai Belanda—agar Ahmad Sanusi dalam status tahanannya diberi izin untuk

menghadiri diskusi yang diadakan itu.116

Menurut koran ‖Perbitjangan‖ seperti yang dikutup oleh Muhammad Iskandar,

diskusi itu menghasilkan keputusan yang dikeluarkan oleh komite yang menyatakan

bahwa transliterasi itu hukumnya boleh.117

Selanjutnya diskusi-diskusi lainnya sering

diadakan, tetapi selalu diakhiri oleh keributan. Seperti misalnya perdebatan yang terjadi

di al-Azhâr School Sukabumi pada tanggal 2 november 1936. perdebatan berakhir dengan

kerusuhan dan terpaksa dibubarkan oleh polisi.118

Peristiwa perdebatan dan polemik antara Ahmad sanusi dengan kelompok tradisi

dan pihak ulama pekauaman di pihak lain, seperti yang telah dijelaskan di pembahasan

bab II, merupakan kelanjutan di polemik sebelumnya yang menyangkut masalah agama.

Motif-motif pro-kontra dan perbedaan tentang masalah agama—menurut Gobee seperti

yang dikutip oleh muhammad Iskandar—merupakan pertarungan antara ide antara di

antara pemuka agama dalam merebut ―hegemoni‖ sosial politik di wilayah tersebut.119

Walaupun fihak yang kontra terhadap penulisan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimīn

terus bertambah, Ahmad Sanusi tetap menulis tafsir tersebut sampai dia meninngal dunia.

D. Aspek Teknis Penulisan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimīn

Aspek teknik penulisan Tafsir al-Quran yang dimaksud disini adalah suatu

kerangka teknis yang digunakan penulis tafsir dalam menampilkan sebuah karya tafsir

116

Mohammad Iskandar, Para pengemban amanah, h. 202 117

Mohammad Iskandar, Para pengemban amanah, h. 191-205 118

Mohammad Iskandar, Para pengemban amanah, h. 204-205 119

Mohammad Iskandar, Kiyai Haji Ajengan Ahmad Sanusi (Jakarta: Pengurus besar

Persatuan Ummat Islam (PUI), 1993), h. 19

Page 68: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

(aspek luar). Jadi, aspek teknis penulisan ini terkait lebih pada penulisan karya tafsir,

yang bersifat teknis, bukan pada proses penafsiran yang bersifat metodologis.120

Aspek teknis penulisan tersebut, meliputi lima bagian penting. Uraian berikut

merupakan penulusuran atas bagian-bagian dalam wilayah teknis penulisan tafsir tersebut

dengan kajian rajutan pada setiap kategori.

6. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian adalah rangkaian yang dipakai dalam dalam menyajikan

sebuah tafsir, secara teknis bisa dijadikan dalam sistematika yang beragam. Dalam sisi

sistematika penyajian ini, dapat dikelompokkan kedalam 2 bagian: (1) sistematika

penyajian runtut, (2) Sistematika penyajian Tematik. Sistematika penyajian runtut adalah

model sistematika penyajian penulisan tafsir yang rangkaian penyajiannya mengacu pada:

(1) urutan surah yang ada dalam model mushaf standar , dan (2) mengacu pada turunnya

wahyu.

Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn disetiap awal sûrah, diurai dengan detail masalah

yang berkaitan dengan surat yang dikaji. Misalnya tentang jumlah ayat, tempat turunnya

ayat, tema-tema yang menjadi pokok kajian dalam sûrah, nama-nama lain dari surat

tersebut, dan seterusnya.

Salah satu contoh pada kasus sûrah al-Fâtihah. Disini Tafsîr Tamsyiyyat

menguraikan nama-nama lain dari surat yang telah diperkenalkan oleh Nabi Muhammad

SAW, seperti: Umm al-Qurân, Al-Sab‘ul al-Matsânî’ dan lain sebagainya.121

120

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia; dari Heurmeneutika hingga Ideologi

(Jakarta: Teraju, 2003), Cet. ke-1, h.122

121

Ahmad Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn (Sukabumi: Al-

Ittihâd, 1934), no. 1,Oktober 1934, h. 13

Page 69: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Kemudian setelah memberi penjelasan tentang hal-hal yang terkait dengan surat,

Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ini memulai kajiannya dengan masuk pada ayat demi ayat

dalam setiap surat. Setiap kata atau kalimat dalam suatu ayat yang dipenggal, teks

arabnya ditulis lalu mencantumkan terjemahannya disamping teks Arab ayat tersebut. Di

bawah redaksi ayat dan teks terjemahnya, diberikan eksplorasi secara luas atas ayat-ayat

yang dikaji tersebut.

Selanjutnya ia menjelaskan ayat pertama sûrah al-fâtihah, lapadz بسم اهلل الرحمن

apakah termasuk ayat pertama sûrah al-Fâtihah atau bukan. Ahmad Sanusi , الرحيم

menjelaskannya dengan mengutif pendapat para ahli dalam seperti Imam Syafii‘, Imam

Hanbalî dan sebagian sahabat dan Tâbi‘în seperti sepert Ibnu ‗Abbâs, Ibnu ‗Umar, Abû

Hurairah dan lain sebagainya dan juga beberapa kutipan hadist yang berpendapat bahwa

lapadz diatas, merupakan bagian atau satu ayat dari sûrah-sûrah dalam al-Quran termasuk

dalam Sûrah al-Fâtihah selain dari Sûrah al-Taubah. Kemudian ia mengemukakan

pendapat kedua dari Imam Hanafî, Imam Mâlik, dan Aizâ‗î yang berpendapat bahwa

lapadz diatas bukan bagian (ayat) dari Sûrah al-Fâtihah, juga bukan dari sûrah-sûrah

lainnya, melainkan satu ayat dari Sûrah al-Naml.122

Disini bisa dilihat bahwa Ahmad sanusi tidak membenarkan salah satu dari

pendapat diatas. Dia sengaja memaparkan perbedaan tersebut agar pembaca dapat

memilih pendapat yang memang dianggap benar oleh pembaca dan dijadikan bahan

renungan serta tambahan wawasan bagi para pembacanya. Contoh lain adalah ketika ia

menjelaskan tentang pembukaan sûrah, seperti dalam Sûrah al-Baqarah ayat 1:

اــ

122

Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 1, Oktober 1934, h. 19-20.

Page 70: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

mengenai ayat pertama ini para ahli tafsir terbagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1)

kelompok pertama berpendapat bahwa اــ itu hakikatnya merupakan ilmu yang

terbungkus dan rahasia yang terhalang, yang tiada yang mengetahui selain Allah SWT,

dan (2) maka mereka menetapkan bahwa اــ itu diketahui maksudnya, pendapat inipun

terbagi lagi: pertama, dari para kelompok mutakallimîn, Imam Sibaweh, dan Imam Kholîl

yang berpendapat bahwa huruf itu sebagai nama sûrah, kedua, (tanpa menyebut sumber)

bahwa huruf itu adalah setengah dari nama Allah. Ketiga, kelompok ini berpendapat

bahwa setiap hurufnya merupakan isyarah dari nama-nama Allah; alifnya bermakna

ahad, awwal, Akhir, azallî, ‘Abadî, dan lain-lain. Lamnya merupakan isyarah dari Latîf,

dan mimnya, merupakan isyarah dari mâlik, mâjid, dan mannân.123

Dengan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa Sistematika penyajian tafsir

yang ditempuh oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsir Tamsyiyyat adalah runtut berdasarkan

tertib susunan surat yang ada dalam Mushaf Utmani atau Tartîb al-Mushaf, bukan

berdasarkan atas turunnya wahyu atau Tartîb al-Nuzuli.

2. Bentuk penyajian

Bentuk penyajian tafsir yang dimaksud disini adalah suatu bentuk uraian dalam

penyajian tafsir yang ditempuh Mufassir dalam menafsirkan al-Qur‘an. Dalam bentuk

penyajian ini ada dua bagian: (1) Bentuk penyajian global, dan (2) bentuk penyajian rinci,

yang masing-masingnya mempunyai ciri-ciri tersendiri.

Bentuk penyajian yang ditempuh oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsîr Tamsyiyyat

al-Muslimîn adalah bentuk penyajian global. Yang dimaksud dengan bentuk penyajian

global adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian karya tafsir dimana penjelasan yang

123

Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 1, Oktober 1934, h. 25-28

Page 71: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

dilakukan cukup singkat dan global, yang biasanya bentuk ini lebih menitik beratkan

kepada inti dan maksud ayat ayat yang dikaji. Bentuk ini bisa diidentifikasi melalui

model analisis tafsir yang digunakan, yang hanya menampilkan bagian terjemah, sesekali

asbâb al-Nuzûl, dan perumusan pokok-pokok kandungan dari ayat-ayat yang dikaji.

Misalnya, ketika Ahmad Sanusi menafsirkan Sûrah al-Baqarah ayat 26.

ا فؼ ءا ب از ب فؤ ل ب ف ب ثؼضخ ف خال ال غتحى أ ضشة ا إ

ث خال ض زا ث برا أساد ا وفشا فم ب از أ سث احك أ

إال افبعم ث ب ض وخشا ذي ث وخشا

―Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau

syang lebih besar daripadanya, adapun orang-orang yang beriman, maka mereka

mengetahui bahwa perumpamaan itu adalah benar tuhan mereka, tetapi mereka yang kâfir

mengatakan: ―apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?‖ . Dengan

perumpamaan itulah banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu

(pula) banyak orang yang diberi petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali

orang-orang yang fâsiq‖

Asbâb al-Nuzûl ayat ini adalah di zaman Nabi, orang-orang musyrik dan Yahudi,

tatkala diturunkannya Sûrah al-Nahl (tawon), Sûrah al-‗Ankabût (laba-laba), dan juga

Sûrah al-Naml (semut), maka mereka berkata: ―buat apa Tuhan menceritakan sagala

perkara-perkara yang rendah itu?‖. Maka diturunkanlah ayat ini.124

Karena dalam pandangan akal binatang yang kecil itu nyata, aneh dan ajaib.

Misalnya seumpama nyamuk, tengoe dan agas, yang semuanya itu hampir tidak terlihat

oleh mata kita kerena ukurannya yang memang sangat kecil. Padahal hakikatnya semua

binatang kecil juga mempunyai gigi, mulut, tenggorokan, berurat, bertulang dan berusus.

Maka menurut ilmu pengetahuan dan pemeriksaan, tidak akan ada alat yang bisa

membuat yang seperti itu, bahkan walaupun dikumpulkan seluruh manusia sedunia untuk

membuat yang seperti itu, tentu mereka tidak akan berdaya. Maka perumpamaan yang

124

Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 4, Januari 1935, h. 99-101

Page 72: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

demikian itu sungguh nyata, menunjukkan kekuasaan yang luar biasa, yaitu kekuasaan

Tuhan.125

Kemudian Ahmad sanusi menggarisbawahi kata (Yastahyî) asal katanya malu,

tetapi makna itu mustahil buat Allah, karena malu itu terbitnya daripada takut dicela.

Maka ia mengambil maknanya dengan (‗aqibah) malu, yaitu berpaling atau

meninggalkan. Selanjutnya ketika ia menjelaskan kata (idlâl) yang mempunyai makna

menyesatkan atau bid‘ah, ia terlihat memasukkan wacana keindonesiannya. Ia

mengatakan bahwa tidak semua perkara yang tidak dilakukan pada zaman Nabi adalah

bid‘ah. Sambil mengutip sebuah hadis, ia mengemukakan bahwa bid‘ah itu tidak

semuanya menyesatkan. Ada juga bid‘ah yang baik.126

Dalam suatu karya tafsir jarang ditemukan memiliki metode penafsiran. Dengan

menggunakan tehnik atau bentuk penafsiran yang tunggal. Suatu tafsir tidak selamanya

dalam menafsirkan bentuk global atau terperinci saja. Suatu tafsir dapat disebut

mempunyai bentuk penyajian global tetapi terkadang ia juga termasuk ke dalam bentuk

penyajian rinci, sebab seringkali ketika ia menjelaskan suatu ayat, ia menafsirkan ayat itu

dengan sangat detail dan jelas. Tetapi terkadang dalam menjelaskan ayat lain ia juga

hanya memakai bentuk penyajian yang global.127

Begitu pula dengan tafsir Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, Ahmad Sanusi

terlihat menggunakan bentuk penyajian rinci ketika menafsirkan (Q.S 2:183) sampai

menghabiskan dua puluh dua halaman penuh. 128

Sementara ia menjelaskan ayat lainnya

hanya menjelaskan secara singkat saja. Hanya saja frekuensinya lebih banyak

menggunakan penyajian global daripada bentuk penyajian rinci.

125

Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 4, Januari 1935, h.101 126

Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 4, Januari 1935, h.102-104 127

Lihat Mamat S. Burhanuddin, Hermeuneutik al-Qur’an ala Pesantren: Analisis

Terhadap Tafsir Marah Labid Karya K.H. Nawawi Banten (Yogyakarta: UII Press, 2006), h.49

128 Ahmad Sanusi, TafsirTamsiyyah al-muslmîn, no. 16, Januari 1936, h. 509-531

Page 73: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

3. Bentuk penulisan

Yang dimaksud dengan bentuk penulisan sebuah karya tafsir di sini adalah

mekanisme penulisan yang menyangkut aturan tekhnis dalam penyusunan keredaksian

sebuah literatur tafsir. Aturan yang dimaksud adalah tatacara mengutip sumber seperti,

penulisan catatan kaki, penyebutan catatan kaki, penyebutan buku-buku yang dijadikan

rujukan serta hal-hal lain yang menyangkut konstruksi keredaksionalan. Dalam kaitan

ini, ada 2 hal pokok: (1)Bentuk penulisan ilmiah, dan (2) bentuk penulisan non ilmiah.129

Dalam bentuk penulisan yang terdapat dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn,

aturan di atas tidak terlihat. Walaupun di beberapa tempat Ahmad Sanusi menyebutkan

sumber rujukannya, tetapi ia tidak memenpatkannya dalam bentuk catatan kaki, catatan

perut, dan lain sebagainya seperti halnya tatacara penulisan ilmiah. Hal ini disebabkan,

pertama, pada waktu tafsir ini ditulis sekitar tahun 1930-an, tata cara penulisan ilmiah

belum sepopuler tahun-tahun sesudahnya terutama periode kontemporer. Kedua, motivasi

semula penulisan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah untuk dikonsumsi masyarakat

Indonesia, yang waktu itu pendidikannya masih rata-rata dibawah bangsa lain terutama

tentang cara tulis menulis, dan bukan untuk kepantingan akademisi yang mengharuskan

memakai tata cara penulisan ilmiah. Dengan kata lain Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ini

bisa dikatakan mempunyai bentuk penulisan tafsir yang disebut bentuk penulisan non

ilmiah.

4. Sifat Mufasir

Dalam menyusun sebuah karya tafsir, seorang pengarang bisa melakukannya

secara individual, kolektif dua orang atau lebih dan bahkan penyusun tafsir tersebut bisa

membentuk tim atau panitia khusus secara resmi.

129

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 172

Page 74: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Adapun Ahmad Sanusi ketika menulis Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ini hanya

seorang diri baik dari awal sampai akhir atau dengan kata lain Ahmad Sanusi dalam

menulis tafsir mempunyai sifat individual.

5. Sumber-sumber rujukan

Sumber rujukan adalah literatur tafsir yang digunakan sebagai sumber rujukan

oleh penafsir, baik dari segi bahasa, generasi. Literatur tafsir tersebut bisa berupa karya

tafsir berbahasa arab, literatur bahasa arab yang jadi acuan, literatur bahasa Inggris,

literatur bahasa Indonesia atau karya-karya lain yang berhubungan.130

literalatur tafsir yang digunakan oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-

Muslimîn hampir seluruhnya didominasi oleh referensi klasik Timur Tengah. Ini bisa

dilihat ketika dia menjelaskan sebuah kisah dalam Sûrah al-Baqarah ayat 102:

بسد……… بسد ثجبث ى آأضي ػى ا …….

Dalam menjelaskan kisah tentang Hârût dan Marût, Ahmad Sanusi mengutif

penjelasannya dari beberapa tafsir klasik. Diantaranya Tafsîr Mafâtih al-Ghaib karya

Fakhruddin al-Razî, Tafsîr Rûh al-Ma‘anî karya al-Alûsi, Tafsir Lubâb al-ta’wîl karya al-

Khâzin, Tafsir Ma’alim al-Tanzîl karya husain ibn Mas‗ud al-Bagawî, Tafsîr Ibn Katsîr

karya Ibn Katsîr dan lain sebagainya.131

Walaupun di beberapa tempat ia memakai

referensi tafsir modern, seperti Tafsîr al-Jawâhir karya Tantowi Jauhari, ketika

menyimpulkan semua kisah-kisah dalam Sûrah al-Baqarah bahwa serita itu tidaklah nyata

dan umat Islam diperintahkan untuk mengambil hikmah dari cerita tersebut.132

130

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 186-188 131

Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 9, Juni 1935, h. 297-304 132

Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, no.16, Januari 1936, h. 487-489

Page 75: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Berikut adalah daftar tafsir-tafsir yang dijadikan sumber rujukan dalam Tafsîr

Tamsyiyyat al-Muslimîn:

a. Tafsir Ma’alim al-Tanzîl karya husain ibn Mas‗ud al-Bagawi

b. Tafsîr Ibn Katsir karya Ibn Katsir

c. Tafsîr Tanwîr al-Miqbâs karya Fairuzabadi

d. Tafsîr Mafâtih al-Ghaib karya Fachruddin al-Razy

e. Tafsir Madârik al-Tanzîl karya al-Nasafi

f. Tafsir Lubâb al-ta’wîl karya al-Khâzin

g. Tafsîr Rûh al-Ma‘anî karya al-Alûsi

h. Tafsîr al-Jawâhir karya Tantowi Jauhari

Dominasi literatur tafsir klasik Timur Tengah ini tidak hanya terjadi pada

penulisan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn. Federspiel dalam penelitiannya

mengungkapkan bahwa, ketergantungan terhadap referensi dari dunia Arab ini telah

mewabah dalam literalatur tafsir di Indonesia semenjak sebelum dan pada masa awal

abad ke-20.133

D. Aspek Metodologis Penulisan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn

Yang dimaksud dengan aspek metodologis penulisan adalah konstruksi ―dalam‖

yang berkaitan dengan prinsip metodologis yang digunakan dalam proses penafsiran.

Dalam aspek metodologis ini, arah kajian bergerak pada tiga wilayah: (1) metode

penafsiran, (2) nuansa penafsiran, dan (3) pendekatan tafsir.

133

Howard M.Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia: dari M. Yunus hingga Quraisy

Syihab, terj. Tajul (Bandung: Mizan, 1994), h. 280-28

Page 76: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

1. Metode Penafsiran

Metode tafsir yang dimaksud disini adalah suatu perangkat dan tata kerja yang

digunakan dalam proses penafsiran al-Quran. Dalam hal ini, metode penafsiran terbagi

tiga, yaitu: (1) metode tafsir riwayat, (2) metode tafsir pemikiran, dan (3) metode tafsir

interteks.

Metode penafsiran yang ditempuh oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsîr Tamsyiyyat

al-Muslimîn adalah metode tafsir tafsir riwayat. Hal ini karena dalam metode

penafsirannya, Ahmad Sanusi banyak sekali menjadikan riwayat Nabi maupun sahabat

yang dijadikan sebagai sumber penafsiran dalam menafsirkan ayat al-Quran. Walaupun

dibeberapa tempat ia memakai metode pemikiran seperti ketika ia menafsirkan Sûrah al-

Taubah ayat 60:

ف اشلبة ؤفخ لث ا ب ػ اؼب غبو ا فمشاء ب اظذلبد إ

حى اهلل ػ اهلل فشضخ اغج اث اهلل ف عج اغبس

―Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk

hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan

orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan, yang diwajibkan

Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.‖

Ayat ini menerangkan tentang orang-orang yang berhak menerima zakat.

Menurut Ahmad Sanusi mustahiq menurut ayat ini adalah: pertama, fakir, yaitu orang

yang penghasilannya hanya bisa memenuhi setengah atau kurang dari kebutuhannya

sehari-hari. Kedua, miskin, yaitu orang yang penghasilannya hanya bisa menutupi lebih

sedikit dari setengah dari keperluannya sehari-hari. Ketiga, ‘âmilîn, yaitu orang yang

ditunjuk oleh ulama setempat sebagai pengumpul dan pembagi zakat kepada para

mustahiqnya. Hak sebagai ‘âmilîn ini bisa gugur apabila, (1) para wajib zakat itu

Page 77: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

membagikannya sendiri tanpa melalui ‘âmilîn, (2), dengan mengutif kitab jika ternyata

para ‘âmilîn tersubut adalah arang yang mampu dari segi materi. Keempat, golongan

mu’allaf , yaitu orang yang lemah imannya, dengan ukuran jika dia dibujuk untuk pindah

kepada agama lain, maka kemungkinan besar ia akan menjadi (murtad). Oleh karena itu,

zakat tersebut harus diberikan kepadanya sebagai penguat imannya.

Kelima, budak, yaitu semua budak (orang yang dibeli) yang sudah perjanjian

dengan tuannya buat menebus kebudakannya dengan cara mencicil. Keenam, golongan

ghârimîn, yaitu orang yang berhutang akibat menyelesaikan perselisihan dua pihak yang

muslim. walaupun orang itu mampu, tetap berhak menerima zakat. Ketujuh, golongan

sabîl Allah, yaitu orang yang berperang dijalan Allah. Kedelapan, ibn al-sabîl, yaitu

orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan sedang berkunjung ketempat pengumpulan

zakat, sementara orang tersebut tidak mempunyai uang tidak mempunyai biaya untuk

kembali ketempat asalnya.134

7. Nuansa tafsir

Yang dimaksud dengan nuansa tafsir adalah ruang dominan sebagai sudut

pandang dari suatu karya tafsir. Misalnya nuansa kebahasaan, teologi, sosial,

kemasyarakatan, fiqh, psikologis dan lain-lain. Nuansa tafsir dapat disebut juga dengan

corak tafsir. Karena dari corak yang dominan inilah sebuah karya tafsir yang satu dapat

dibedakan dengan karya tafsir lain.

Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ini bisa dikatakan sebagai tafsir yang memiliki

nuansa/corak fiqhi. Walaupun dalam cover belakang dari setiap edisi yang dikeluarkan

oleh penerbitnya, tetapi banyak masalah-masalah mengenai fiqh yang diprioritaskan

untuk dibahas lebih mendetail. Sehingga dominasi nuansa fiqh sangat kental dan terasa

134

Ahmad Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 2, November 1934, h. 54

Page 78: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

dalam Tafsîr Tamsyiyyat. Hal ini bisa terlihat ketika Ahmad Sanusi menjelaskan Sûrah al-

Baqarah ayat 3:

…… ب ب سصل فم

―……..dan menafkahkan sebahagian rezeki kepada mereka.‖

Dalam menjelaskan penggalan ayat diatas, Ahmad Sanusi menggaris bawahi kata

فم yang ditafsirkan olehnya sebagai zakat. Selanjutnya ia menjelaskan segala aspek

zakat beserta hukum-hukumnya seperti: definisi zakat, macam-macam benda yang wajib

dikeluarkan zakatnya, macam-macam zakat, tempat mengeluarkan zakat, mustahiq zakat,

rahasia dibalik zakat, keutamaan zakat dan lain sebagainya, yang pembahasannya

menghabiskan sebelas halaman.135

Contoh lainnya adalah ketika Ahmad sanusi menafsirkan Sûrah al-Baqarah ayat

183, yang membicarakan tentang puasa. Ia membahas segala aspek tentang puasa tersebut

mencapai dua puluh dua halaman,136

dan juga ketika menjelaskan Sûrah al-baqarah ayat

196-198, yang berbicara mengenai ketentuan haji dan umrah, ia membahasnya sampai

menghabiskan empat puluh tujuh halaman.

Dari gambaran diatas, kita bisa menilai bahwa Ahmad Sanusi cenderung tertarik

menjelaskannya lebih detil dan memberikan porsi yang lebih banyak terhadap ayat-ayat

al-Quran yang berbicara mengenai persoalan hukum.sengga penulis berasumsi bahwa

nuansa tafsir yang dominan mewarnai Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah nuansa fiqh.

135

Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, no.2, November 1934, h.. 47-58 136

Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, no. 16-17, Januari-Pebruari 1936, h. 509-531

Page 79: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

8. Pendekatan Tafsir

Pendekatan tafsir di sini dimaknai sebagai titik pijak keberangkatan dari proses

tafsir. Itu sebabnya, dengan pendekatan tafsir yang sama bisa saja melahirkan corak tafsir

yang berbeda-beda. Ada dua pendekatan yang dimaksud yaitu yang berorentasi pada teks

dalam dirinya (pendekatan tekstual) dan berorentasi pada konteks pembaca (penafsir)

yang dikenal dengan pendekatan kontekstual.137

Pendekatan yang dilakukan oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-

Muslimîn adalah pendekatan kontekstual. Ini bisa terlihat ketika ia menafsirkan surat al-

Taubah ayat 60 yang berhubungan dengan masalah mustahiq zakat.138

Menurut Ahmad

Sanusi, mustahiq zakat yang ada di pulau Jawa pada masa itu hanya lima golongan di

antaranya: fakir, miskin, ,muallap, gharîm dan Ibnu Sabil. Sedangkan dalam surat al-

Taubah tadi yang berhak menerima zakat ada tujuh golongan sisanya al-riqâb (budak)

dan amil. Yang dua golongan terakhir ini tidak layak menerima zakat karena perbudakan

hanya berlaku pada zaman Nabi. Adapun alasan amil tidak berhak menerima zakat

karena pada masa Ahmad Sanusi amil zakat diurus oleh para pihak ‗pekauman‘ yang

notabene orang mempunyai jabatan dan berasal dari keturunan ningrat yang sangat

mampu dari segi materi.Contoh lainnya adalah ketika menafsirkan Sûrah al-Baqarah ayat

29:

ؼب ب ف األسع ر ازي خك ى ………….

―Dialah Allah yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu…….‖

Menurutnya, bahwa segala sesuatu yang ada di bumi semuanya untuk umat

manusia umumnya dan khususnya umat Islam dalam rangka melaksanakan perintah

Allah, akan tetapi orang-orang Islam tersebut menyia-nyiakan pemberian tersebut.

137

Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 247-248 138

Ahmad Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat, no.2, 1934, h. 55

Page 80: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Kemudian, ia mengkritik sikap umat Islam—terutama guru-guru agama—yang tidak

berusaha untuk mencari ilmu pengetahuan yang akibatnya umat Islam terjerumus ke

dalam jurang kemelaratan dan kehinaan, padahal Allah menyuruh hambanya untuk

mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat.139

Kemudian dengan nada keras ia berkata

bahwa:

―Goeroe-goeroe dan santri-santri jang lantjoeng, jang mendjadi penipoe

agana itoe, berpoera-poera zoehoed, sobar, qana‘ah, dengan mentjeritakan

saoempama hadist-hadist itoe, padahal hakekatnja soepaja mereka itoe tiada

mendapat maloe daripada kemalesannja, dan soepaja dianggap tapa dari pada

mendjadi banjak kepadanya sidekah orang-orang. Inilah goeroe-goeroe yang

meroeksakkan ‗alam Islam….‖.

Lebih lanjut ia berkata yang khusus ditujukan kepada guru-guru tarekat:

―Teroetama daripada goeroe-goeroetarekat, jang bodo itoelah jang

meroeksakkan agama Islam, dan ‗alam Islam dan oemmat Islam. Maka berhati-

hatilah kaoem Islam di dalam mengambil ‗ilmoe agama Islam, djanganlah

mengambil ‗ilmu itoe, daripada goeroe Islam jang tiada benar kelakoennj. Atau

seoempama boenglon tobi‘atnja, lebih-lebih wajib berhati-hati didalam

mengambil tarekat, maka lebih dahoeloe wadjib diketahoei bagaimana keadaan

goeroe-goeroe itoe, ia tabahhoer dengan ‗ilmu sjara‘, seoempama Tafsier, Hadits,

Faqieh dan perabot-perabotnja, dan bagaimana tobi‘at goeroe itoe, gemar daripada

pengasih orang atau daripada sidkah-sidkahnja. Maka apabila terdapat goeroe itoe

memang bodo atau seorang jang ingin oleh-oleh atau sidkah dari pada anak

muridnja, maka djaganlah mengambil tarekat daripadanja, kerna itoelah soeatu

ratjun didalam agama Islam‖.140

Tetapi ia bukan mengkritik sistem tarekatnya, bahkan ia menempatkan

ilmu tarekat di atas syari‘ah. Baginya antara tarekat dan syari‘at seperti mahkota

dan pakaian, jika seorang memakai mahkota tanpa pakaian, tentu orang itu tidak

139

Ahmad Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat, no. 4, Januari 1935, h.105 140

Ahmad Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat, no. 4, Januari 1935, h. 114

Page 81: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

disebut raja melainkan orang gila. Dengan mengutip ayat al-Qur‘an, hadist dan

pendapat ulama, Ahmad Sanusi meredefinisi arti-arti seperti zuhud, qana‘ah,

sabar, tawakkal, fakir dan miskin. Menurutnya zuhud itu bukanlang membuang

dunia sama sekali, tetapi maksudnya adalah dunia itu jangan terus berada dalam

hati atau menjadi penghalang dalam kekhusuan beribadah.

―dan adapun artinya kona‘ah, maka wadjib ridlo akan segala pendapetan

pentjahariannja, dan djangan moering-moering atau keloe-kesah atau menjantel

hati akan harta benda orang, boekan sekali-kali berarti wadjib memboeang doenia

atau harta benda,… dan adapoen artinja sobar, maka berkata Imam Djoenaedi al-

Bagdadi…artinya: ‗jaitoe menahan napsoe, atas perkara jang tiada disoekainja,

dengan menghilangkan kaloe-kesah dan kedjengkelan dan boekan artinja sobar

itoe melemahkan diri atau memboeang doenia‖.

Setelah mendefinisikan kembali arti-arti di atas, Ahmad Sanusi mengusulkan

agar umat Islam cukup dan sempurna kehidupan dunianya, ia berkata:

―jang mandjadi oesoel didalam ketjoekoepan dan kasampoernaan kehidoepan itoe

tiga perkara: (1) ‗Zaro‘ah‘, jaitoe perkara pertanian, karena pertanian itoe jang mendjadi

dasarnja kehidoepan, kerna sebagian besar daripada makanan, itoe perhasilan pertanian,

maka sekalian bangsa jang tiada menjampernakan akan pertaniannja, tentoe

kahidoepannja koerang tjoekoep, (2) ‗tidjaroh‘, jaitoe perdagangan, kerna berdagang itoe

jang mendatangkan segala kekajaan, saperti jang telah terseboet di dalam

hadist:‖Bahwasanja dagang itoe, jang mendatangkan 90 pCt. Rizki dan kekajaan, maka

tiap-tiap bangsa jang kurang madjoe dan koerang loeas perdagannja, nistjaja tiada

sampoerna kekajaannja atau tiada bisa djadi kaja, (3) ‗sona‘at, jaitoe segala pekerjaan

tangan daripada segala pabriek-pabriek (masin-masin), karena sona‘at itoe chadamnja

segala peroesahaan dan pergaoelan hidoep, bilamana suatu bangsa koeat dan tegoeh dan

sona‘atnja, nistjaja tinggi dan moelia daradjat kahidoepannja, oleh karena sona‘a menjadi

chadamnja segala peroesahaan dan pergaoelan hidoep, makaj djoendjoengan kita nabi

Moehammad memoedji dan menggemarkan akan sona‘at itoe‖.141

Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa ahmad sanusi menafsirkan ayat

dengan menarik maksud ayat ke dalam konteks pembaca (penafsir) dimana ia hidup dan

141

Ahmad Sanusi, Tafsîr Tamsyiyyat, no. 4, Januari 1935, h. 119

Page 82: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

berada, dengan pengalaman budaya,sejarah dan sosialnya sendiri. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pendekatan tafsir yang digunakan dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-

Muslimîn ini adalah pendekatan tafsir kontekstual.

Pembahasan tentang aspek teknis dan aspek metodologis tafsir yang dipaparkan

diatas untuk lebih mudahnya penulis merangkumnya dalam sebuah tabel yang

dibandingkan dengan dua karya tafsir Ahmad Sanusi lainnya seperti sederhana dibawah

ini:

Aspek Teknis penulisan

Tamsyiyyat al-

Muslimîn

Raudat al-

‘Irfân

Maljâ’ al-

Tâlibîn

1.Sistematika

Penyajian

Tafsir

1.Berdasarkan Urutan

Mushaf

x x x

2.Berdasarkan Urutan

Turunnya Wahyu

3.Tematik

2.Bentuk

Penyajian

Tafsir

1.Rinci

2.Global

X x x

3.Bentuk

Penulisan

Tafsir

1.Ilmiah

2.Nonilmiah

X x x

4.Sifat

Mufassîr

1.Individual

X x x

2.Kolektif

5.Sumber

Rujukan

1.Buku Tafsir

X x x

2.Buku Bukan Tafsir

Page 83: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Aspek Metodologis

1.Metode

Tafsir

1.Metode Tafsir

Riwayat

X

2.Metode Tafsir

Pemikiran

X x x

3.Metode Tafsir

Interteks

2.Nuansa

Tafsir

1.Fiqh

X x

2.Theologi

x

3.Pendekatan

Tafsir

1.Tekstual

x x

2.Kontekstual

X

Bila dilihat dari tabel di atas, dari ketiga tafsir yang ditulis oleh Ahmad Sanusi baik

dari segi aspek teknis maupun metodologisnya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Perbedaan-perbedaan yang ada tersebut, pertama, dari segi bahasa. Bahasa yang dipakai

dalam Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimīn adalah bahasa melayu dengan huruf latin,

sedangkan dalam Tafsîr Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn dan Tafsîr

Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân bahasa yang dipakai adalah bahasa sunda dengan

menggunakan huruf Arab (pegon ).

Kedua, dari segi paparan penjelasan yang diberikan. Dalam Tafsîr Tamsyiyyat

al-Muslimīn, pertama-tama diberikan pendahuluan, kemudian menjelaskan nama sûrah,

menafsirkan penggalan kata dalam satu ayat, mencantumkan asbâb al-Nuzûl (jika ada),

dan memberikan penjelesan umum seputar kajian ayat. Sedangkan dalam Tafsîr Maljâ’

al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, pendahuluan diberikan penjelasan yang lebih

luas, seperti, nama-nama al-Quran, jumlah sûrah dalam al-Quran, jumlah ayat dalam al-

Page 84: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Quran, jumlah kata, jumlah kalimat, jumlah huruf, dan sejarah pengumpulan al-Quran.

Kemudian setelah itu menafsirkan penggalan kata dalam satu ayat, mencantumkan asbâb

al-Nuzûl (jika ada), dan memberikan penjelesan umum seputar kajian ayat, dan yang

terakhir dijelaskan tentang perbedaan qira’ah. Adapun dalam Tafsîr Raudat al-‘Irfân fî

Ma’rifat al-Qur’ân tidak diberikan pendahuluan seperti halnya dua tafsir lainnya. Dalam

menjelaskan ayat, tafsir ini menggunakan metode catatan kaki disamping kiri dan kanan

ayat al-Quran. Tafsir ini bisa dikatakan lebih mendekati terjemah al-Quran dalam bahasa

Indonesia.

Selanjutnya, perbedaan yang ketiga adalah dari segi nuansa tafsir. Bila

tafsir Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimīn dan Tafsîr Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân

lebih cenderung bernunsa fiqh, maka tafsir Tafsîr Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb

al-‘Âlamîn lebih cenderung kepada nuansa theologi. Hal ini dikarenakan tafsir ini ketika

akan membahas ayat tentang teologi, maka Ahmad sanusi memberikan penjelasan yang

lebih luas dan mendetail. Perbedaan yang keempat adalah, Dari segi pendekatan tafsir.

Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimīn dalam pendekatannya lebih terlihat cenderung

kontekstual. Sedangkan Tafsîr Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn dan

Tafsîr Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân lebih cenderung tekstual.

E. Analisis Penulis

Yang dimaksud dengan analisis disini adalah penjelasan kelebihan dan

kekurangan dari Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn karya Ahmad Sanusi. Adapun

kelebihannya adalah, pertama, tafsir ini salah satu pelopor dalam penulisan tafsir yang

memakai bahasa Melayu/Indonesia khususnya didaerah Jawa Barat. Kedua, penulisan

tafsir ini dalam pembahasannya menyertakan transliterasi al-Quran (mendobel huruf

Arabnya dengan cara baca latin) yang memudahkan bagi pembacanya yang tidak bisa

Page 85: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

membaca huruf Arab. Ketiga, tafsir ini diterbitkan dengan memakai format yang berbeda

dari tafsir konvensional lainnya, yakni seperti format sebuah majalah yang dikeluarkan

dalam satuan edisi (satu bulan sekali). Hal ini pada masa itu, merupakan terobosan baru

bagi penulisan karya tafsir di Indonesia.

Adapun kekurangan tafsir ini adalah, pertama, tafsir ini dalam tampilannya tidak

mencantumkan nomor urut ayat. Hal ini bisa membuat kesulitan bagi para pembacanya

untuk menentukan nomor urut ayat yang sedang dibahas. Kedua, tafsir ini—dengan

format majalahnya—disamping mempunyai kelebihan, juga mempunyai kekurangan.

Dengan bentuk yang diterbitkan tiap edisi satu bulan sekali ini, bisa mengakibatkan tafsir

ini mudah dilupakan oleh para pembacanya karena sifatnya yang terpisah-pisah, tidak

seperti layaknya tafsir konvensional lainnya. Adapun kekurangan yang ketiga, adalah

tafsir ini tidak selesai penulisannya secara keseluruhan (30 Juz).

Page 86: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab yang telah dipaparkan dalam bab-bab yang lalu telah

dijelaskan bahwa sebuah tafsir terdiri dari aspek teknis penafsiran serta aspek

metodologis penafsiran. Penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Aspek teknis Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah bisa dijabarkan sebagai berikut:

pertama, sistematika penyajian Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah runtut sesuai

dengan urutan tertib ayat dan sûrah seperti dalam Mushaf ‘Usmâni. Kedua, bentuk

penyajian yang digunakan adalah rinci walaupun dalam tempat lain terkadang global.

Ketiga, bentuk penulisan yang dipakai oleh tafsir ini adalah non ilmiah, yakni tidak

seperti skripsi atau tesis yang ditulis untuk keperluan akademik. Keempat, Tafsîr

Tamsyiyyat al-Muslimîn ini mempunyai sifat individual atau ditulis oleh satu orang

penulis, dan yang terakhir, Kelima, tafsir ini memakai sumber-sumber rujukan buku

tafsir klasik sepert Tafsir Ma’alim al-Tanzîl karya Husain ibn Mas‗ûd al-Bagawi,

Tafsîr Ibn Katsir karya Ibn Katsîr, Tafsîr Mafâtih al-Ghaib karya Fachruddin al-

Razy, Tafsir Lubâb al-ta’wîl karya al-Khâzin, dan Tafsîr Rûh alMa‘ani karya al-

Alûsi.

2. Sedangkan aspek Metodologis Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah, Pertama, Tafsir

ini memakai metode penafsiran riwayat. Kedua, Tafsir Tamsyiyyat ini memiliki

nuansa atau corak fiqh, karena pembahasan dalam tafsir tersebut banyak

menitikberatkan terhadap masalah fiqh. Ketiga, pendekatan tafsir yang dipakai dalam

tafsir ini adalah metode pendekatan kontekstual.

Page 87: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

B. Saran-Saran

Penelitian terhadap karya tafsir di Indonesia sampai sejauh ini dirasakan masih

sangat minin dan bisa dikatakan kurang lengkap. Di samping itu para peneliti tradisi

penafsiran di Indonesia banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti dari ―Barat‖ dibanding

orang asli Indonesia sendiri sebagai pewaris tradisi. Padahal khazanah tafsir yang telah

dirintis sejak beberapa abad lalu tersebut, sangat kaya dan terlalu berharga untuk

dilupakan begitu saja, karena bagaimanapun tradisi penulisan tafsir merupakan salah satu

bagian penting dari sebuah peradaban negara Indonesia. Oleh karena itu, penelitian

selanjutnya yang lebih konprehensif terhadap karya tafsir Indonesia, penulis sarankan

agar lebih diperhatikan lagi, karena masih banyaknya wilayah kajian tafsir di Indonesia

yang belum tersentuh oleh para peneliti, seperti karya tafsir Ahmad Sanusi ini.

Page 88: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII, Bandung: Mizan, 1998, cet ke-IV

Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2000, Cet. ke-II

_____, Perkembangan Tafsir di Indonesia, Solo: Tiga Serangkai, 2003, cet. ke-1.

Basri, Hasan, Laporan penelitian dan Penulisan KH. Ahmad Sanusi, Proyek penelitian

Departemen Agama, 1986

Benda, Harry J., Bulan Sabit dan Matahari terbit: Islam Indonesia Pada Masa

Pendudukan Jepang, Jakarta: PT. Pustaka Jaya, 1985

Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di

Indonesia, Bandung: Mizan, 1999, Cet-3

Burhanuddin, Mamat S., Hermeuneutik al-Qur’an ala Pesantren: Analisis Terhadap

Tafsir Marah Labid Karya K.H. Nawawi Banten, Yogyakarta: UII Press, 2006

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Jawa Barat, Jakarta:

Debdikbud, 1984

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren; Study Tentang Pandangan Hidup Kyai,

Jakarta: LP3ES, 1982

al-Dzahabî, Muhammad Hussain, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Beirût: Markaz al-Tsabît

al-‗Arabî, 1989

Page 89: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Federspiel, Howard M., Kajian al-Quran di Indonesia: dari M. Yunus hingga Quraisy

Syihab, terj. Tajul, Bandung: Mizan, 1994

Feener, R., Michael, Notes Towards the History of Qur’anic Exegesis in Southeast Asia,

Studia Islamika, Vol. 5, No. 3, 1998

Gunsaikanbu, Orang Indonesia Yang Terkemuka di Jawa, Yogyakarta: UGM Press, 1986

Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia; dari Heurmeneutika hingga Ideologi,

Jakarta: Teraju, 2003, Cet. I

Horikosyi, Hiroko, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1987, Cet. Ke-1

Iskandar, Mohammad, Kiyai Haji Ajengan Ahmad Sanusi, Jakarta: Pengurus besar

Persatuan Ummat Islam (PUI), 1993

_____, Para Pengemban Amanah; Pergulatan pemikiran Kiai dan Ulama di Jawa Barat

1900-1950, Yogyakarta: Matabangsa, 2001, Cet. 1

Lajnah Ta’lîf wa al-Nasr AII, Mindzarat al-Islâm wa al Îmân, Sukabumi: al-Ittihâd, 1935

Mawardi, A. Mukhtar, Haji Ahmad Sanusi: Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Jakarta:

Skripsi Sarjana Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah, 1985

Noer Deliar, Gerakan Modern dalam Islam 1900-1942, Jakarta: LP3S, 1996, Cet. Ke-8

_____, Partai Islam di Pentas Nasional, Jakarta: P.T. Pustaka Utama Grafiti, 1987

Page 90: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Nurtawab, Ervan, Khazanah Tafsir Al-Quran Klasik di Nusantara: Tradisi Penulisan

Tafsir dan Terjemah Al-Quran dalam Masyarakat Jawa dan Sunda Hingga Abad

Ke-19 M, Jakarta: Skripsi Sarjana Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah, 2003

Pijper, G. F., Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam Di Indonesia 1900-1950, Jakarta:

UI-Press, 1985

Riddlell, Peter, Earliest Qur’anic Exegetical activity in the malay-speaking states,

Archipel, 1989

Rosidi, Ajip, Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya, Jakarta: PT. Pustaka Jaya,

2000

Sanusi, Ahmad, Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, Sukabumi: Al-

Ittihad, 1934

_____, Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân, Sukabumi: Yayasan Asrama Pesantren

Gunung Puyuh, t.th.

_____, Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, Jakarta: Habib Usman, 1931

_____, Qowânin al-Dîniyyah Sukabumi: Sayyid Yahya bin ‗Ustman, 1928

_____, Kasyf al-Zunūn fî Tafsīr Yamassuhû illâ al-Mutahharûn, Sukabumi: al-

Ittihad, 1938

_____, Tafrîj Qulûb al-Mu’minîn fî Tafsîr Kalimâh Sûrah Yâsîn, Tanah Abang: Sayyid

Yahya, 1936

_____, Hidâyat al-Qulûb al-Sibyân fî Fadâ‘il Sûrat Tabârak al-Mulk min al-

Qur’ân, Sukabumi: Masduki, 1936

_____, Tanbīh al-Hayrân fî Tafsîr Sûrah al-Dukhân, Tanah Abang: Sayyid

Yahya, tt

Page 91: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

_____, Kanz al-Rahmah wa al-Lutf fî Tafsîr Sûrah al-Kahf , Batavia: Habib

Usman, 1932

_____, Kasyf al-Sa‘âdah fî Tafsîr Sūrah al- Wâqi‘ah ,Sukabumi: Masduki, 1936

_____, Ushûl al-Islâm fî Tafsîr Kalâm al-Mulk al-‘alâm fî Tafsîr Sûrat al-

Fâtihah, Bogor: Ichtiyar, 1935

Shaleh, Anwar, Sedjarah Perdjuangan Pemuda Persatuan Ummat Islam, Bandung:

Pimpinan Pusat PPUI, 1966

Shihab, Quraish, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 1992

Sipahoetar, A.M., Lukisan Tentang Pemimpin, Semarang: Pustaka Harapan, 1946, cet.

Ke-III

Steenbrink, Karel A., Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19, Jakarta:

Bulan Bintang, 1984, Cet. Ke-1

Suryadibarata, Sumardi, Metode Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003,

cet. ke-16, h. 39

Departemen Agama R.I., al-Qur’ān dan Tafsirnya, Yogyakarta: UII, 1995

Wanta, S., KH. Ahmad Sanusi dan Perjuangannya, Jakarta: PBPUI, 1986

Yamin, Muhammad Naskah Persiapan Undang-Undang 1945, Jakarta: Siguntang, 1971,

cet. ke-2

Yusuf, Yunan, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad ke-20, Jurnal Ulumul

Qur’ān, No. 4, Volume III, 1992

Page 92: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Lampiran 1

Biografi Kronologis Ahmad Sanusi (1888-1950)

1888

Lahir di Desa Cantayan Cibadak Sukabumi 18 September 1888.

1909

Menikah dengan Siti Juwariah.

Pergi menunaikan ibadah Haji yang kemudian menetap selama 6 tahun

sambil memperdalam ilmu Agama.

1914

Masuk jadi anggota Sarekat Islam (SI) di Mekkah.

Menulis buku pertamanya di Mekkah dengan judul Nahrah ad-Darhām.

1915

Kembali ke Indonesia.

Menjadi penasehat organisasi (adviseur) Sarekat Islam (SI) Sukabumi. Tetapi

pada tahun yang sama ia menyatakan keluar dari organisasi tersebut.

1917

Menerbitkan buku pertamanya di Indonesia tentang tauhid yang berjudul al-

Lu’lu’ an-Nadīd.

1919

Dipenjara oleh Pemerintah Belanda karena dituduh terlibat dengan peristiwa

SI merah. Tapi karena tidak cukup bukti maka ia hanya ditahan selama 7

hari.

1922

Mendirikan Pesantren Genteng.

1927

Page 93: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Dipenjara selama 11 tahun oleh Belanda dengan tuduhan mendalangi

peristiwa sabotase pengrusakan jaringan telepon yang menghubungkan

Bandung-Sukabumi-Bogor.

1928

Diasingkan oleh Kolonialisme Belanda ke Batavia.

1931

Menerbitkan jilid pertama Tafsir berformat Buletin atau majalah berbahasa

Sunda (aksara pegon) berjudul Malja‘ at-Tālibīn pada 28 Januari 1931.

Menerbitkan Jurnal pertamanya bernama al-Hidayatul Islamiyyah pada 20

maret 1931.

Mendirikan organisasi Al-Ittihadiyyatul Islamiyyah (AII) pada November

1931 di Jakarta yang duduk sebagai pembuat anggaran dasar sekaligus ketua.

Kongres pertama AII diadakan pada tanggal 21-22 November 1931.

1933

Menerbitkan juz pertama tafsir berbahasa Sunda (aksara pegon) Roudhatul

‘Irfān.

1934

Di kembalikan Ke Sukabumi oleh Pemerintah Belanda dengan status tahanan

kota.

Mendirikan Pesantren Syamsul Ulum.

Menerbitkan jilid pertama tafsir dengan format buletin atau majalah

berbahasa Indonesia yang disertai dengan cara baca Arab-Latin, yang

berjudul Tamsiyyāt al-Muslimīn pada 1 Oktober1934.

1936

Menghadiri debat terbuka dengan permasalahan boleh tidaknya penulisan

hurup al-Qur‘ān dengan hurup latin yang diselenggarakan oleh Komite

Permusyawarahan menulis hurup al-Qur‘ān dengan hurup Latin pada tanggal

4 Desember 1936 di Sukabumi.

1937

Menjadi salah satu dewan redaksi majalah berbahasa Sunda al-Mukhtar.

Mendirikan BII (Barisan Islam Indonesia) sebagai lembaga dibawah naungan

organisasi AII.

1938

Page 94: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Membentuk organisasi GUPPI (Gerakan Urusan Pendidikan Pesantren

Islam), dengan maksud mempersatukan usaha-usaha dalam membina

pesantren di wilayah Jawa Barat.

Membentuk organisasi SUPI (Serikat Usaha Persatuan Islam), dengan

maksud untuk mempersatukan dan membina Pengusaha-pengusaha umat

Islam dan menghimpun modal baik dari pedagang kecil ataupun besar untuk

dijadikan modal usaha bersama.

1939

Status tahanan Ahmad Sanusi diakhiri oleh kolonialisme Belanda pada 20

Pebruari 1939.

Mendirikan AII School met den Qoran pada 1 Agustus 1939.

1943

Ahmad Sanusi diangkat oleh pemerintahan jepang untuk menjadi salah

seorang pada badan latihan bagi Kyai dan Ulama(Kaikyo Kyosi Koshu-co).

1944

Jepang Menghidupkan lagi organisasi AII dengan Syarat diganti namanya

menjadi Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) dengan Ahmad Sanusi

sebagai ketuanya pada 1 Pebruari 1944.

Diangkat menjadi anggota Dewan Syuro Masyumi pada 25 Mei 1944.

Diangkat menjadi Dewan penasehat Keresidenan Bogor (Syuu Sangi Kai).

Diangkat menjadi Wakil Residen Bogor (Foku Shuchokan).

1945

Diangkat menjadi salah satu anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI).

Duduk dalam Komisi Pembela Tanah Air.

menjadi salah satu anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

1948

Karena agresi militer belanda ia mengungsi bersama tokoh nasional yang

lainnya ke kota Yogyakarta.

1950

Meninggal Dunia di Sukabumi dalam usia 63 tahun.

Page 95: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Karya Tulis Ahmad Sanusi (1888-1950) 142

Dalam BidangTafsir

سضخ اؼشفب ف ؼشفخ امشأ

زبء اغبج

تشخ اغ ف تفغش وال سة اؼب

أطي اإلعال ف وال اه اؼال ف تفغش عسح افبتحخ

وض اشحخ اغف ف تفغش عسح اىف

ذاخ لة اظجب ف فضبئ عسح تجبسن اه امشأ

تفشذ لة اؤ ف تفغشوبد عسح ظ

وشف اغؼبدح ف تفغش عسح االؼخ

وشف اظ ف تفغشال غ إال اغش

تج اشا ف تفغش عسح اذخب

تشخ اذا ف تفغش امشأ

تفغش عسح افك

تفغش عسح ابط

طالس اؼشفب

142

Daftar karya-karya tulis ini didapatkan berdasarkan adaptasi dari hasil pencarian

langsung penulis terhadap tulisan-tulisan KH. Ahmad Sanusi dan mengutip dari buku, jurnal-

jurnal dan skripsi serta tesis yang membahas tentang beliau, diantaranya adalah Gunsaikanbu,

Orang-Orang Indonesia yang terkemuka di Jawa, (Yogyakarta: UGM Press 1986), Mohammad

Iskandar, Para Pengemban Amanah; Pergulatan pemikiran Kiai dan Ulama di Jawa Barat 1900-

1950, (Yogyakarta: Matabangsa, 2001), al-Hidayat al-Islamiyyat, (Batavia: Habib Usman 1931), at-

Tabligh al-Islām ( Sukabumi: al-Ittihād 1938-1942), Mukhtar A.Mawardi, Haji Ahmad Sanusi:

Riwayat Hidup dan Perjuangannya, (Jakarta: Skripsi Sarjana Fakultas Adab UIN Syarif

Hidayatullah, 1985), Iwan Pratama KH. Ahmad Sanusi dan Perjuangannya dalam pengembangan

Agama Islam di Sukabumi dan Jawa Barat tahun 1915-1950 (Jakarta: Skripsi Sarjana Fakultas

Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidatullah), dan A. Saifudin Perbuatan Manusia dalam

teologi Haji Ahmad Sanusi: Studi Mengenai Pemikiran Teologi Islam salah seorang Ulama

Indonesia (Jakarta: Tesis Pasca Sarjana UIN Syarif Hidatullah)

Page 96: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Dalam bidang Tauhid

اؤؤ اضذ

تحذ اغ ػمبئذ اؤ

اظخ ابحخ غشق افشاق اجتذػخ

عشك اغؼبدح ف افشاق اإلعالخ

فضبئ اىغت اإلختبس ف اضا افا اػبػ اخذاس

حخ اؼم افىش ف ثب أ اغخ ازبػخ

زغ افائذ تشرخ لاػذ اؼمبئذ

تش اظال ف فشق اإلعال

فتبس ازخ ف ثب أ اغخ ازبػخ

افذ ف ثب ػ اتحذ

اؼد ف احذد

ثحش اذاد ف تشرخ اب اذ

فتبس اذاد ف وفخ تذسظ ظ اضثذ

تشرخ عع

تشرخ رحشح اتحذ

تشرخ اشعبخ امذعخ

اغت األع ف األعبء احغ

اشػدخ

Dalam Bidang Hadis

ذاخ اجبسي ف ثب تفغش اجخبسي

تشثخ اإلعال ف احبدج األحىب

Page 97: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Dalam bidang Fiqh

ازشح اشضخ ف حتظش افشع اشبفؼخ

تشـمك األب ف اشدع ػ اغغب

رب إعال"تحزش اؼا فتشبد"

س امـ ف ح زت اؼ اتـجئ اجتذػ

افحبد ف دفغ اخالح

لا اذخ اذبخ ف أس اضوبح افغشح

اشػدخ ف تضك ازات امغسخ

تزوشح اغبج ف عــخ اتمـ

اتج ابش ف اخبظ ازبس

شـشس اغفخ"اذاخ إعالخ"

امبػ ا ف تؼك احى

عالس اجبع ف اضشة ػ تضاك اجبع

ششاد األخ ف خظبئض ازؼخ

تشر فم األوجش اشفؼ

تشرخ فم األوجش احف

تحزش أفىبس

حخ اغال

األدخ اشبفؼخ ف ثب طالح احبرخ اإلعتخبسح تفشذ اىشثخ

ظجبس افالس ػ زػخ األدػخ

غغ األاس ف فضخ األعتغفبس

فتبس اشحخ

عشاد األفىبس

غبغ األاس

اىاوت اذسخ

أدخ اشفخ

Page 98: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

د اغبئش

عشاد اؤ

اإلشبسح

Ilmu Bahasa

دسط احخ ف وفخ تذسظ ازشخ

ػمد ازب, رغ ازاغ, ثحبح أفخ: ازػخ افذح

ػ غك"ثششس ع اسق : غخ اغال"

ػ غك"اىخ اجخ ف لظذح إث حز"

ػ ثب"وفبخ اجخ ف ثب غبئ عشلذي"

اذسط اظشفخ

ششس ظ مي

ششس ت اجبء األعبط

ششس ظ ػشع" تش اشثبد"

وشف امبة ف ششس ظ لاػذ اإلػشاة

ػ تزذ"تزب اغب"

Tentang Sejarah/Biografi

عشاد ابد ف االعشاء اؼشاد

ذاخ األروبء ف تشرخ األروبء

اتشخ اإلعالخ ف بلت األئخ

فخش األجبة ف بلت لغت األلغبة

ز اغذاس

Page 99: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Lain-lain

فتبس داس اغال

اؼمد افبخشح

تشثخ اإلعال

األلاي افذح

تشرخ احىب

Page 100: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

Lampiran 3

Transliterasi Arab-Latin Tafsir Tamsiyyah al-Muslimīn

I. Konsonan

Page 101: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

tidak dilambangkan = ا

b = ة

t = د

ts = ث

dj = د

h = س

ch = خ

d = د

dz = ر

r = س

z = ص

s = ط

sj = ػ

sh = ص

dl = ع

th = ط

dh = ػ

‗… = ع

g = ؽ

f = ف

q = ق

k = ن

l = ي

= m

= n

= w

= ‗h

‘… = ء

y = ي

Page 102: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

II. Vokal Pendek

—— = a

kecuali tanda (——) untuk hurup arab ( خ ), ( س ), ( ط ), ( ع ), ( ص ), ( ػ ), ) ,( ق ) ,( ؽ

ditransliterasikan kedalam hurup latin dengan O, contoh طشا ط dibaca sirôtho

—— = i

—— = oe

IV. Vokal Panjang

à = ا

ie = ي

= òe

III. Diftong

= aw

ai = ي

kecuali untuk hurup ( خ ), ( س ), ( ط ), ( ع ), ( ص ), ( ػ ), ( ق ), ( ؽ ) translitersinya

dibaca oi.

V. Syaddah

—— = rangkap huruf

VI. Pembauran Kata Sandang

Page 103: KAJIAN TAFSIR INDONESIA: ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAMSYIYYAT AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5569/1/MUHAMMAD... · diimani sebagai pedoman hidup. Keharusan

-al = ا...

-asj = اش…

-wal = ا...

-wasj = اش…