1
3 Suara Pembaruan Kamis, 13 April 2017 Utama [JAKARTA] Situasi politik Jakarta menjelang pemilihan gubernur pada 19 April 2017 mendatang menun- jukkan ketegangan. Penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam kampanye telah menciptakan polarisasi yang tajam di tengah masyarakat. Pada saat bersamaan, masyarakat menyaksikan munculnya kembali isu pribumi non-pribumi, Islam/non-Islam, bah- kan tindakan saling mengafirkan sesama muslim yang berbeda pilih- an politik. Sekjen PP Muhammadiyah,Abdul Mu'thi mengingatkan, dalam bebe- rapa hal, demokrasi tidak boleh menjadi malapetaka, tetapi harus menjadi jalan untuk menuju Indonesia yang lebih maju yang didasari nalar yang lebih terbuka. "Kita melihat pentingnya mem- bangun keterbukaan. Pemikiran tiga tokoh muslim Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi'i harus menjadi cermin untuk menginternalisasikan di dalam berbagai segi kehidupan," kata Mu'thi dalam Diskusi publik "Merawat Pemikiran Guru-Guru Bangsa", Rabu (12/4) di Jakarta. Ruang publik demokrasi menja- di rusak karena ukuran seseorang layak atau tidak menjadi gubernur bukan lagi dinilai berdasarkan kapa- bilitas melainkan karena pertimbang- an ras dan agama, yang diikuti dengan tindakan intimidasi kepada warga yang mendukung pasangan calon (pasien) tertentu. Berbagai kasus pun bermuncul- an seperti pemasangan spanduk di masjid-masjid yang berisi penolakan menyalatkan jenazah orang Islam yang diketahui sebagai pendukung salah satu paslon. Beredar pula surat-surat pemecatan para pengurus masjid di sejumlah wilayah DKI karena mereka mendukung pasien tertentu. Bersamaan dengan itu, muncul sejumlah bai'at (janji setia) di mas- jid-masjid oleh mereka yang bersum- pah atas namaAllah untuk mendukung salah satu paslon, sambil menga- cung-acungkan golok. Budayawan M Sobary, menutur- kan, saat ini ada banyak tokoh pintar, tetapi hanya sebatas guru ilmu, bukan guru laku. Padahal, masyarakat Indonesia tidak hanya membutuhkan guru ilmu, tetapi juga sangat mem- butuhkan guru laku seperti yang dimiliki oleh Gus dur, Cak Nur, Buya Syafi'i serta satu lagi Romo Mangun. "Banyak tokoh pintar hanya guru ilmu tetapi bukan guru laku. Ini yang menjadi masalah mengapa banyak tokoh tetapi Indonesia malah sema- kin kehilangan jati dirinya," kata Sobary. Ruang kompetisi Pilkada DKI sejatinya adalah ruang demokrasi di mana rakyat akan memilih pemim- pinnya berdasarkan pertimbangan program kerja masing-masing calon dan visi mereka dalam menata Jakarta menjadi lebih baik. Politisasi masjid dilakukan seca- ra terang-terangan bahkan menjadi program para tim sukses (timses). Masjid yang seharusnya menjadi tempat menyerukan perdamaian kini digunakan untuk menyebarkan per- musuhan dan kebencian. Ada tim sukses yang menyerukan untuk meniru cara-cara partai Islam di Aljazair (Front Islamique du Salute atau FIS) yang menggunakan mas- jid-masjid sebagai tempat kampanye politik. Kelompok-kelompok Islam radikal yang bersatu dalam FIS menggunakan masjid sebagai pusat konsolidasi dan sepakat mengguna- kan Sarana demokrasi untuk meraih kekuasaan demi penegakan daulah Islami (negara Islam). Di Indonesia pun saat ini kelom- pok-kelompok garis keras menggu- nakan demokrasi untuk mencapai tujuan-tujuan mereka, salah satu caranya dengan mendompleng Pilkada. Jika kelompok-kelompok Islam garis keras berkuasa, dimulai dari Jakarta sebagai ibukota negara, dan merambah ke daerah-daerah lain. Kondisi ini sangat berbahaya bagi kebhinekaan, berbahaya bagi NKRI, berbahaya bagi Pancasila. Kelompok-kelompok garis keras telah memanfaatkan arena Pilgub DKI Jakarta untuk menyulut senti- men-sentimen tertentu. Kelompok tersebut sangat mema- hami bahwa mereka tidak mungkin berhadapan secara frontal dengan pemerintah. Namun, mereka berpikir bisa menggalang dukungan rakyat dengan menggunakan sentimen agama. Kali ini mereka masuk melalui Pilgub DKI dengan mendukung salah satu paslon sambil mengusung pro- gram Jakarta Bersyariah. Tujuan jangka panjangnya bukan hanya Jakarta tapi Indonesia. Yaitu meng- ubah NKRI menjadi NKRI Bersyariah, dan Negara Pancasila menjadi Daulah Islamiyah (Negara Islam). Berbagai atribut bendera, spanduk, kaos, yang memuat simbol-simbol tersebut tidak ragu-ragu lagi mereka demonstrasi- kan dalam berbagai aksi. Sementara terkait isu radikalisme dan intoleran yang muncul di Jakarta, Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid menjelaskan, momen-momen tertentu biasa dijadikan ajang untuk menyebarkan paham radikal dan intoleran di Indonesia, di antaranya Pilgub DKI yang kebetulan salah satu calonnya berasal dari kaum minoritas. [Y-7] Tolak Diskriminasi SARA dan Politisasi Agama [JAKARTA] Debat Pilgub DKI Jakarta 2017 putaran kedua yang berlangsung Rabu (12/4) malam, berpotensi menyumbang elektabilitas bagi dua pasangan calon (paslon) yang bakal berlaga. Meski demikian, sumbangan dukungan itu dinilai tidak terlalu signifikan, mengingat mayoritas warga Jakarta yang memiliki hak pilih, sejatinya sudah memantapkan pilihan- nya sejak lama. Demikian rangkuman pandangan Direktur Populi Center, Usep S Ahyar, peneliti Indopolling Networking Wempy Hadir, Manager Riset Populi Center Nona Evita, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, Chairman Center for Urban Development Studies (CUDES) Ferdinan Lamak, serta Sekretaris Tim Pemenangan pasangan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, Tubagus Ace Hasan Syadzily, di Jakarta, Kamis (13/4) “Debat terakhir bakal memantapkan pilihan pemilih. Publik pemilih telah men- yaksikan debat-debat pada putaran pertama. Kalau yang belum punya pilihan lebih yakin lagi untuk memilih, tapi ini jumlahnya sedikit” ujar Usep. Dia menuturkan, elekta- bilitas paslon nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama- Djarot Saiful Hidayat (Ahok- Djarot) cenderung meningkat. Sebaliknya, paslon nomor urut tiga Anies Baswedan- Sandiaga Uno (Anies-Sandi) mengalami tren penurunan. “Debat yang digelar di salah satu televisi swasta sebelum debat resmi KPU, juga berpengaruh pada elek- tabilitas masing-masing paslon,” tuturnya. Wempy Hadir juga yakin, debat mempengaruhi elekta- bilitas paslon. “Kedua pasan- gan sudah mengeluarkan potensi terbaik mereka. Namun debat kemarin milik pasangan Ahok-Djarot. Hal ini bisa dilihat bagaimana Djarot menyampaikan pro- gramnya secara jelas dan mudah dipahami. Sedangkan Sandi cenderung tidak fokus pada persoalan,” katanya. Wempy juga menyoroti pertanyaan Djarot soal peny- usunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Alih-alih menjawab, Sandi tidak tahu istilah KUA PPAS. Dia menilai kondisi ini sangat berpengaruh bagi pemilih untuk melihat calon mana yang paling paham dan siap untuk membangun Jakarta. Sementara itu, Nona Evita menilai Anies-Sandi kurang memahami pertanyaan dalam debat terakhir. “Debat kali ini menjadi tidak seperti yang dibayangkan karena paslon 3 kurang memahami pertan- yaan debat, dan juga pema- haman bagaimana formula- sikan hal-hal teknis sebagai jawaban,” ujarnya. Dia menyoroti Anies yang kerap menggunakan kata-kata “keberpihakan” dan “mer- angkul”. Menurutnya, hal ini sangat disayangkan, karena kehilangan kesempatan untuk lebih mempertajam pro- gram-programnya. “Seharusnya, Anies bisa menggunakan momentum debat sebagai ajang untuk meyakinkan masyarakat Jakarta, dengan mendalami program-program yang selama ini belum dipahami betul oleh masyarakat. Bahkan seharusnya mampu menu- angkan program tersebut ke dalam bahasa teknis, yaitu anggaran,” jelas dia. Hal yang sama, menurut Nona, juga terjadi pada Sandiaga Uno. Dia mengaku heran, seorang cawagub yang akan memegang tongkat kepemimpinan DKI Jakarta tidak tahu tentang KUA- PPAS. Sementara itu, Ferdinan Lamak melihat, debat pada Rabu malam memperjelas kesiapan konsep dan program masing-masing calon jika terpilih. “Khusus di sektor perumahan dan permukiman bagi warga perkotaan, kedua paslon menunjukan dengan jelas, program mana yang aplicable dan mana yang sulit untuk dilakukan, berdasarkan kondisi Jakarta hari ini,” ujarnya. Dia menilai, program perumahan Anies-Sandi semakin tidak jelas. “Masuk putaran kedua, Anies-Sandi menawarkan program peru- mahan, yakni rumah tapak Rp 350 juta di Jakarta dengan DP Rp 0. Nah dalam debat terakhir, Anies-Sandi tidak bisa menegaskan mana yang hendak dibangun, rumah tapak atau rumah susun. Beberapa hari lalu Sandi mengatakan akan meniru Singapura yang mengembangkan rumah susun,” ungkap dia. Siapa Layak Secara terpisah, Tubagus Ace Hasan Syadzily menge- mukakan, dari debat terakhir menunjukkan siapa sesung- guhnya yang layak memimpin Jakarta lima tahun ke depan. “Debat semalam menunjuk- kan Ahok-Djarot tidak hanya mengedepankan apa yang sudah dilakukan dari pro- gram-programnya, tapi lebih dari itu telah mengklarifikasi banyak hal termasuk dugaan- dugaan kampanye negatif terkait dengan reklamasi dan penataan kota,” katanya. Dari debat tersebut, lan- jutnya, warga Jakarta bisa melihat mana calon yang menawarkan program realis- tis dan mana yang menawar- kan program tidak bisa dikerjakan. “Kami sangat optimistis bahwa kami akan lebih unggul dibanding pasan- gan Anies Sandi yang lebih banyak bicara pada tatanan konseptual. Kami lebih ter- lihat membumi, realitis, implementatif dan detail dalam program-program yang ditawarkan kepada masyar- akat Jakarta,” ujar Ace yang juga politisi Partai Golkar ini. Sementara tim sukses pasangan cagub-cawagub DKI Anies Baswedan- Sandiaga Uno merasa senang dengan penampilan pada debat semalam. Anies-Sandi disebut tampil rileks dan dapat men- jelaskan program secara terukur. “Saya rasa cukup puas ya penampilan Anies, itu rileks sekali. Semua pertanyaan dijawab dengan lugas, tuntas, dan jelas,” kata Wakil Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi, M Taufik. Dia mengapresiasi kepada KPU DKI Jakarta yang melaksanakan debat secara profesional dan berimbang. Menurutnya, debat semalam sangat baik dan seru. [R-14/C-6/F-5] INVESTOR DAILY / EMRAL Istri Nurcholish Madjid, Ommy Komariah memberikan kata sambutan dalam acara Diskusi Merawat Pemikiran Guru-Guru Bangsa, Jakarta, Rabu (12/4). Diskusi dihadiri Oleh Yenny Wahid (kedua kiri), M Sobary (kedua kanan), dan Abdul Mu'thi (kanan) membahas pemikiran Dr KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholish Madjid, dan Buya Syafii dan mengingatkan perbedaan sebagai harmoni dan toleransi. Hasil Debat Memantapkan Pilihan Pemilih

Kamis, 13 April 2017 Utama Hasil Debat Memantapkan · PDF filetelah memanfaatkan arena Pilgub DKI Jakarta untuk menyulut senti-men-sentimen tertentu. Kelompok tersebut sangat mema-hami

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kamis, 13 April 2017 Utama Hasil Debat Memantapkan · PDF filetelah memanfaatkan arena Pilgub DKI Jakarta untuk menyulut senti-men-sentimen tertentu. Kelompok tersebut sangat mema-hami

3Sua ra Pem ba ru an Kamis, 13 April 2017 Utama

[JAKARTA] Situasi politik Jakarta menjelang pemilihan gubernur pada 19 April 2017 mendatang menun-jukkan ketegangan. Penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam kampanye telah menciptakan polarisasi yang tajam di tengah masyarakat. Pada saat bersamaan, masyarakat menyaksikan munculnya kembali isu pribumi non-pribumi, Islam/non-Islam, bah-kan tindakan saling mengafirkan sesama muslim yang berbeda pilih-an politik.

Sekjen PP Muhammadiyah, Abdul Mu'thi mengingatkan, dalam bebe-rapa hal, demokrasi tidak boleh menjadi malapetaka, tetapi harus menjadi jalan untuk menuju Indonesia yang lebih maju yang didasari nalar yang lebih terbuka.

"Kita melihat pentingnya mem-bangun keterbukaan. Pemikiran tiga tokoh muslim Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi'i harus menjadi cermin untuk menginternalisasikan di dalam berbagai segi kehidupan," kata Mu'thi dalam Diskusi publik "Merawat Pemikiran Guru-Guru Bangsa", Rabu (12/4) di Jakarta.

Ruang publik demokrasi menja-di rusak karena ukuran seseorang layak atau tidak menjadi gubernur bukan lagi dinilai berdasarkan kapa-bilitas melainkan karena pertimbang-an ras dan agama, yang diikuti dengan tindakan intimidasi kepada warga yang mendukung pasangan calon (pasien) tertentu.

Berbagai kasus pun bermuncul-an seperti pemasangan spanduk di masjid-masjid yang berisi penolakan menyalatkan jenazah orang Islam yang diketahui sebagai pendukung salah satu paslon. Beredar pula

surat-surat pemecatan para pengurus masjid di sejumlah wilayah DKI karena mereka mendukung pasien tertentu.

Bersamaan dengan itu, muncul sejumlah bai'at (janji setia) di mas-jid-masjid oleh mereka yang bersum-pah atas nama Allah untuk mendukung salah satu paslon, sambil menga-cung-acungkan golok.

Budayawan M Sobary, menutur-kan, saat ini ada banyak tokoh pintar, tetapi hanya sebatas guru ilmu, bukan guru laku. Padahal, masyarakat Indonesia tidak hanya membutuhkan guru ilmu, tetapi juga sangat mem-butuhkan guru laku seperti yang dimiliki oleh Gus dur, Cak Nur, Buya

Syafi'i serta satu lagi Romo Mangun."Banyak tokoh pintar hanya guru

ilmu tetapi bukan guru laku. Ini yang menjadi masalah mengapa banyak tokoh tetapi Indonesia malah sema-kin kehilangan jati dirinya," kata Sobary.

Ruang kompetisi Pilkada DKI sejatinya adalah ruang demokrasi di mana rakyat akan memilih pemim-pinnya berdasarkan pertimbangan program kerja masing-masing calon dan visi mereka dalam menata Jakarta menjadi lebih baik.

Politisasi masjid dilakukan seca-ra terang-terangan bahkan menjadi program para tim sukses (timses). Masjid yang seharusnya menjadi

tempat menyerukan perdamaian kini digunakan untuk menyebarkan per-musuhan dan kebencian.

Ada tim sukses yang menyerukan untuk meniru cara-cara partai Islam di Aljazair (Front Islamique du Salute atau FIS) yang menggunakan mas-jid-masjid sebagai tempat kampanye politik.

Kelompok-kelompok Islam radikal yang bersatu dalam FIS menggunakan masjid sebagai pusat konsolidasi dan sepakat mengguna-kan Sarana demokrasi untuk meraih kekuasaan demi penegakan daulah Islami (negara Islam).

Di Indonesia pun saat ini kelom-pok-kelompok garis keras menggu-

nakan demokrasi untuk mencapai tujuan-tujuan mereka, salah satu caranya dengan mendompleng Pilkada.

Jika kelompok-kelompok Islam garis keras berkuasa, dimulai dari Jakarta sebagai ibukota negara, dan merambah ke daerah-daerah lain. Kondisi ini sangat berbahaya bagi kebhinekaan, berbahaya bagi NKRI, berbahaya bagi Pancasila.

Kelompok-kelompok garis keras telah memanfaatkan arena Pilgub DKI Jakarta untuk menyulut senti-men-sentimen tertentu.

Kelompok tersebut sangat mema-hami bahwa mereka tidak mungkin berhadapan secara frontal dengan pemerintah. Namun, mereka berpikir bisa menggalang dukungan rakyat dengan menggunakan sentimen agama.

Kali ini mereka masuk melalui Pilgub DKI dengan mendukung salah satu paslon sambil mengusung pro-gram Jakarta Bersyariah. Tujuan jangka panjangnya bukan hanya Jakarta tapi Indonesia. Yaitu meng-ubah NKRI menjadi NKRI Bersyariah, dan Negara Pancasila menjadi Daulah Islamiyah (Negara Islam). Berbagai atribut bendera, spanduk, kaos, yang memuat simbol-simbol tersebut tidak ragu-ragu lagi mereka demonstrasi-kan dalam berbagai aksi.

Sementara terkait isu radikalisme dan intoleran yang muncul di Jakarta, Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid menjelaskan, momen-momen tertentu biasa dijadikan ajang untuk menyebarkan paham radikal dan intoleran di Indonesia, di antaranya Pilgub DKI yang kebetulan salah satu calonnya berasal dari kaum minoritas. [Y-7]

Tolak Diskriminasi SARA dan Politisasi Agama

[JAKARTA] Debat Pilgub DKI Jakarta 2017 putaran kedua yang berlangsung Rabu (12/4) malam, berpotensi menyumbang elektabilitas bagi dua pasangan calon (paslon) yang bakal berlaga. Meski demikian, sumbangan dukungan itu dinilai tidak terlalu signifikan, mengingat mayoritas warga Jakarta yang memiliki hak pilih, sejatinya sudah memantapkan pilihan-nya sejak lama.

Demikian rangkuman pandangan Direktur Populi Center, Usep S Ahyar, peneliti Indopolling Networking Wempy Hadir, Manager Riset Populi Center Nona Evita, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, Chairman Center for Urban Development Studies (CUDES) Ferdinan Lamak, s e r t a S e k r e t a r i s Ti m Pemenangan pasangan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, Tubagus Ace Hasan Syadzily, di Jakarta, Kamis (13/4)

“Debat terakhir bakal memantapkan pilihan pemilih. Publik pemilih telah men-

yaksikan debat-debat pada putaran pertama. Kalau yang belum punya pilihan lebih yakin lagi untuk memilih, tapi ini jumlahnya sedikit” ujar Usep.

Dia menuturkan, elekta-bilitas paslon nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) cenderung meningkat. Sebaliknya, paslon nomor urut tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) mengalami tren penurunan.

“Debat yang digelar di salah satu televisi swasta sebelum debat resmi KPU, juga berpengaruh pada elek-tabilitas masing-masing paslon,” tuturnya.

Wempy Hadir juga yakin, debat mempengaruhi elekta-bilitas paslon. “Kedua pasan-gan sudah mengeluarkan potensi terbaik mereka. Namun debat kemarin milik pasangan Ahok-Djarot. Hal ini bisa dilihat bagaimana Djarot menyampaikan pro-gramnya secara jelas dan mudah dipahami. Sedangkan Sandi cenderung tidak fokus pada persoalan,” katanya.

Wempy juga menyoroti

pertanyaan Djarot soal peny-usunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Alih-alih menjawab, Sandi tidak tahu istilah KUA PPAS. Dia menilai kondisi ini sangat berpengaruh bagi pemilih untuk melihat calon mana yang paling paham dan siap untuk membangun Jakarta.

Sementara itu, Nona Evita menilai Anies-Sandi kurang memahami pertanyaan dalam debat terakhir. “Debat kali ini menjadi tidak seperti yang dibayangkan karena paslon 3 kurang memahami pertan-yaan debat, dan juga pema-haman bagaimana formula-sikan hal-hal teknis sebagai jawaban,” ujarnya.

Dia menyoroti Anies yang kerap menggunakan kata-kata “keberpihakan” dan “mer-angkul”. Menurutnya, hal ini sangat disayangkan, karena kehilangan kesempatan untuk lebih mempertajam pro-gram-programnya.

“Seharusnya, Anies bisa menggunakan momentum debat sebagai ajang untuk meyakinkan masyarakat

Jakarta, dengan mendalami program-program yang selama ini belum dipahami betul oleh m a s y a r a k a t . B a h k a n seharusnya mampu menu-angkan program tersebut ke dalam bahasa teknis, yaitu anggaran,” jelas dia.

Hal yang sama, menurut Nona, juga terjadi pada Sandiaga Uno. Dia mengaku heran, seorang cawagub yang akan memegang tongkat kepemimpinan DKI Jakarta tidak tahu tentang KUA-PPAS.

Sementara itu, Ferdinan Lamak melihat, debat pada Rabu malam memperjelas kesiapan konsep dan program masing-masing calon jika terpilih. “Khusus di sektor perumahan dan permukiman bagi warga perkotaan, kedua paslon menunjukan dengan jelas, program mana yang aplicable dan mana yang sulit untuk dilakukan, berdasarkan kondisi Jakarta hari ini,” ujarnya.

Dia menilai, program perumahan Anies-Sandi semakin tidak jelas. “Masuk putaran kedua, Anies-Sandi menawarkan program peru-

mahan, yakni rumah tapak Rp 350 juta di Jakarta dengan DP Rp 0. Nah dalam debat terakhir, Anies-Sandi tidak bisa menegaskan mana yang hendak dibangun, rumah tapak atau rumah susun. Beberapa hari lalu Sandi mengatakan akan meniru Singapura yang mengembangkan rumah susun,” ungkap dia.

Siapa LayakSecara terpisah, Tubagus

Ace Hasan Syadzily menge-mukakan, dari debat terakhir menunjukkan siapa sesung-guhnya yang layak memimpin Jakarta lima tahun ke depan. “Debat semalam menunjuk-kan Ahok-Djarot tidak hanya mengedepankan apa yang sudah dilakukan dari pro-gram-programnya, tapi lebih dari itu telah mengklarifikasi banyak hal termasuk dugaan-dugaan kampanye negatif terkait dengan reklamasi dan penataan kota,” katanya.

Dari debat tersebut, lan-jutnya, warga Jakarta bisa melihat mana calon yang menawarkan program realis-tis dan mana yang menawar-kan program tidak bisa

dikerjakan. “Kami sangat optimistis bahwa kami akan lebih unggul dibanding pasan-gan Anies Sandi yang lebih banyak bicara pada tatanan konseptual. Kami lebih ter-lihat membumi, realitis, implementatif dan detail dalam program-program yang ditawarkan kepada masyar-akat Jakarta,” ujar Ace yang juga politisi Partai Golkar ini.

Sementara tim sukses pasangan cagub-cawagub DKI Anies Baswedan-Sandiaga Uno merasa senang dengan penampilan pada debat semalam. Anies-Sandi disebut tampil rileks dan dapat men-jelaskan program secara terukur.

“Saya rasa cukup puas ya penampilan Anies, itu rileks sekali. Semua pertanyaan dijawab dengan lugas, tuntas, dan jelas,” kata Wakil Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi, M Taufik.

Dia mengapresiasi kepada KPU DKI Jakarta yang melaksanakan debat secara profesional dan berimbang. Menurutnya, debat semalam sangat baik dan seru.[R-14/C-6/F-5]

Investor DaIly / emral

Istri Nurcholish Madjid, ommy Komariah memberikan kata sambutan dalam acara Diskusi merawat Pemikiran Guru-Guru Bangsa, Jakarta, rabu (12/4). Diskusi dihadiri oleh yenny Wahid (kedua kiri), m sobary (kedua kanan), dan abdul mu'thi (kanan) membahas pemikiran Dr KH abdurrahman Wahid (Gus Dur), nurcholish madjid, dan Buya syafii dan mengingatkan perbedaan sebagai harmoni dan toleransi.

Hasil Debat Memantapkan Pilihan Pemilih