Upload
voduong
View
236
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA
GARUT BETINA DENGAN BOBOT POTONG YANG
BERBEDA DI TPH BEBEDAHAN GARUT
BAYU INDRA PRAHASTA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Karkas
dan Non Karkas Domba Garut Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH
Bebedahan Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Bayu Indra Prahasta
NIM D14124009
v
ABSTRAK
BAYU INDRA PRAHASTA. Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Garut
Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH Bebedahan Garut. Dibimbing
oleh MUHAMAD BAIHAQI dan EDIT LESA ADITIA.
Tujuan dari penelitian adalah mengevaluasi karakteristik karkas dan non
karkas domba garut pada bobot potong yang berbeda di TPH Bebedahan Garut,
Jawa Barat. Penelitian menggunakan 111 ekor domba garut betina. Data diambil
secara langsung dan acak setiap pemotongan yang berlangsung selama satu bulan
Ternak dikelompokkan ke dalam bobot potong 10 kg, 20 kg dan 30 kg. Data
dianalisis secara Analysis of Variance (ANOVA). Hasil dari penelitian
menunjukkan perbedaan bobot potong sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi
bobot tubuh kosong dan bobot karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot
potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, persenatse karkas, komponen non
karkas danedible portion karkas dari tiap perlakuan tersebut sangat berbeda nyata
(P<0.01). Domba garut betinayang dipotong pada bobot 30 kg nyata lebih tinggi
persentase karkasnya dibandingkan dengan bobot potong 10 kg dan 20 kg. Rata-
rata persentase karkas pada masing-masing perlakuan adalah berturut-turut adalah
38.97%, 42.37% dan 45.29%. Komponen non karkas domba garut betina yang
dipotong pada bobot potong 30 kg sangat nyata (P<0.01) lebih berat dibanding
bobot 10 kg dan 20 kg. Persentase bagian non karkas yang dapat dimakan (edible
portion) adalah 36%-44% dari bobot tubuh kosong.
Kata kunci : bobot potong, domba garut, karkas, non karkas
ABSTRACT
BAYU INDRA PRAHASTA. Carcass and Non-carcass Charasteristic of Garut
Ewe by Different Live Weight at Slaughter House in Bebedahan Garut.
Supervised by MUHAMAD BAIHAQI and EDIT LESA ADITIA.
The purpose of the research was to evaluate the chracteristics of carcass
and non carcass of ewe garut on different live weigt in TPH Bebedahan Garut.
Research used 111 heads of garut ewe. The sheep grouped into live weights at 10
kg, 20 kg, dan 30 kg. Data were analyzed by analysis of Variance (ANOVA). The
result of the research showed that the differences of live weight were significantly
(P<0.01) influenced on empty body weight and carcass weight. The result showed
that salugh weight, empty body weight, carcasss weight, percentage of carcass,
weight non carcass and edible portion carcass among the each treatment were
significantlt (P<0.01). Garut ewe that the slaughtered at 30 kg was heavier on
carcass percentage compared to 10 kg and 20 kg. The average percentage of
carcass at live weight 10 kg, 20 kg dan 30 kg was slaughtered at 30 kg was
significant (P<0.01) heavier than live weight of 10 kg and 20 kg. The percentage
of edible portion of carcass was of 36%-44% of empty body weight.
Key words : carcass, garut ewe, non carcass and slaugter weight
KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA
GARUT BETINA DENGAN BOBOT POTONG YANG
BERBEDA DI TPH BEBEDAHAN GARUT
BAYU INDRA PRAHASTA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGIPETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penelitian dengan judul “Karakteristik Karkas dan Non Karkas
Domba Garut Betina dengan Bobot Potong yang berbeda di TPH Bebedahan”
berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka melengkapi
salah satu syarat kelulusan sebagai Sarjana Peternakan IPB.
Terima kasih panelis ucapkan kepada bapak Muhamad Baihaqi, SPt MSc
dan Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi dalam menyelesaikan proses penyusunan
skripsi ini, serta bapak Sigid Parabowo selaku dosen penguji pada ujian sidang.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ade dan keluarga selaku
pemilik TPH yang sudah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk
melakukan penelitian. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah
(Rizal Rizaludin, Ibu (Mimin Suminar), Adik (Zsasa Pangestika, Rio Rinaldi, Tita
Pramadani dan Rizky Prameswari) dan seluruh keluarga besar atas doa dan
dukungan yang diberikan.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan khususnya di bidang peternakan.
Bogor, Desember 2015
Bayu Indra Prahasta
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur 2
Rancangan 3
Analisis data 3
Peubah 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Keadaan Umum 4
Karakteristik Karkas dan Non Karkas 5
Bobot Potong 5
Bobot Tubuh Kosong 5
Bobot Karkas 6
Persentase Karkas 6
Bobot Non Karkas 7
Edible Portion Non Karkas 7
SIMPULAN DAN SARAN 9
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN 11
DAFTAR TABEL
1 Jumlah pemotongan domba berdasarkan umur selama penelitian 4
2 Karakteristik karkas domba garut betina pada bobot potong yang berbeda 5
3 Karakteristik non karkas domba garut betina pada bobot potong yang
berbeda 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji analisis ragam bobot potong 11
2 Hasil uji analisis ragam darah 11
3 Hasil uji analisis ragam kepala 11
4 Hasil uji analisis ragam kulit 11
5 Hasil uji analisis ragam ginjal 11
6 Hasil uji analisis ragam usus kecil 11
7 Hasil uji analisis ragam usus besar 12
8 Hasil uji analisis ragam perut 12
9 Hasil uji analisis ragam isi saluran pencernaan 12
10 Hasil uji analisis ragam lambung 12
11 Hasil uji analisis ragam hati 12
12 Hasil uji analisis ragam kaki 12
13 Hasil uji analisis ragam lemak 12
14 Hasil uji analisis ragam jantung. paru-paru dan trakhea 12
15 Hasil uji analisis ragam bobot karkas 13
16 Hasil uji analisis ragam bobot tubuh kosong 13
17 Hasil uji analisis ragam persentase karkas 13
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba garut merupakan bangsa domba lokal indonesia yang menyebar di
daerah Jawa Barat yaitu Bandung, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, dan
khususnya Garut. Berdasarkan sifat genetiknya, domba garut merupakan domba
hasil persilangan dari domba ekor tipis, domba Ekor Gemuk (Kaapstad) dan
domba Merino yang telah mengalami adaptasi lingkungan dan seleksi bertahun-
tahun di daerah Garut. Domba ini telah dikenal masyarakat luas sebagai domba
aduan karena memliki kerangka tubuh yang besar dan postur tubuh yang kokoh
serta agresifitas yang tinggi. Bobot badan domba garut jantan hidup dapat
mencapai 60-80 kg, sedangkan bobot domba betina hidup mencapai sekitar 30-40
kg (Balai Informasi Pertanian 1990).
Produksi daging domba di Indonesia setiap tahunnya mengalami fluktuasi.
Hal ini disebabkan adanya permintaan pasar yang bervariasi. Berdasarkan data
statistik Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013), produksi
daging domba yang tercatat pada tahun 2013 adalah sebesar 41 487 ton dan
daerah Jawa Barat merupakan daerah dengan produksi daging domba terbanyak di
Indonesia yaitu sebesar 21 867 ton, angka ini mengalami peningkatan sebesar
5.07% dari tahun sebelumnya. Ternak domba yang dipotong juga bervariasi mulai
dari umur, jenis kelamin dan bobot potongnya.
Bervariasinya bobot potong domba yang disembelih maka akan
menghasilkan karakterisitik karkas dan non karkas yang bervariasi pula. Menurut
Soeparno (2005), bobot potong domba yang semakin meningkat akan
menghasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat diharapkan bagian
dari karkas yang berupa daging yang lebih besar. Bobot potong dipengaruhi oleh
umur ternak maka semakin tua umur ternak maka akan semakin besar pula bobot
potongnya (Yurmiati 1991). Selain ituBaihaqi dan Herman (2012) menyatakan
bahwa domba garut yang dipotong pada bobot dewasa mempunyai persentase
karkas hingga 53%-55%.
Pada umumnya domba yang disembelih untuk kebutuhan konsumsi harian
(pedagang sate, akikah, kuliner dan lain-lain) adalah berjenis kelamin betina.
Penelitian Agung (2013) menunjukan bahwa domba yang banyak disembelih
adalah domba betina dan domba yang umurnya masih muda. Domba betina yang
di potong pada penelitian Agung (2013) hampir semuanya betina dengan
persentasenya yaitu 98%. Meskipun demikian, informasi mengenai domba yang
dipotong di lokasi lainnya masih jarang ditemukan khususnya domba-domba yang
disembelih di TPH/RPH. Kondisi saat ini dilapangan menunjukkan bahwa
konsumen daging domba lebih menyukai domba yang masih muda dan bobotnya
belum optimal untuk disembelih. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diteliti
karakteristik karkas dan non karkas domba khususnya domba garut pada suatu
tempat pemotongan hewan.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik karkas dan non
karkas domba garut betina pada bobot potong yang berbeda di Tempat
Pemotongan Hewan (TPH) Bebedahan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup pengukuran karakteristik karkas dan non karkas
domba garut. Perlakuan penelitian yaitu bobot potong domba garut betina
Kelompok I dengan bobot (10 kg -19.9 kg), Kelompok II dengan bobot (20 kg -
29.9 kg) dan Kelompok III(>30 kg).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan mulai tanggal 25 Juni sampai
dengan 25 Agustus 2015. Penelitian dilaksanakan di Tempat Pemotongan Hewan
(TPH) milik bapak Ade yang berada di desa Bebedahan, Kecamatan Wanaraja,
Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Bahan
Penelitian ini menggunakan 111 domba garut betina yang mana masing-
masingyang dipotong di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Bebedahan,
Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Prosedur pemilihan data yaitu dengan
mengambil data yang masuk ke dalam perlakuan penelitian yakni perlakuan bobot
potong kelompok I dengan bobot (10 kg -19.9 kg), Kelompok II dengan bobot (20
kg -29.9 kg) dan Kelompok III dengan bobot (>30 kg).
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi formulir penilaian karkas dan non
karkas, alat tulis, timbangan, baskom, alat hitung (kalkulator), wearpack, sepatu
bot dan kamera.
Prosedur
Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan survey tempat dan
perizinan kepada pemilik TPH di Bebedahan, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten
Garut, Jawa Barat. Tahap selanjutnya melakukan pengumpulan data dengan cara
observasi langsung ke lapangan. Pengambilan data dilakukan setiap kali proses
pemotongan domba dilakukan.
Sebelum domba dipotong dilakukan penimbangan awal untuk memperoleh
bobot potong. Bobot potong yang didapat adalah bobot potong domba tanpa
3
dilakukan pemuasaan terlebih dahulu. Selanjutnya proses pemotongan yang
dilakukan di TPH tersebut dengan cara memotong bagian atas leher dekat rahang
bawah, dimana pembuluh darah (Vena jungularis dan Arteri carotis), trachea dan
oeshopagus terpotong dengan sempurna. Darah kemudian ditampung dengan
baskom agar didapatkan bobotnya. Setelah domba benar-benar mati, domba
kemudian digantung pada kaki belakang. Bagian kaki depan dipotong pada
persendian carpo-metacarpal. Setelah itu domba dikuliti dan ditimbang sebagai
bobot kulit. Selanjutnya bagian kepala dipotong pada persendian occipito atlantis
dan ditimbang sebagai bobot kepala. Kemudian isi rongga perut dan rongga dada
(saluran pencernaan, hati, jantung, ginjal, limpa, paru-paru dan lemak)
dikeluarkan, kemudian ditimbang dan dicatat bobot setiap organ tersebut. Kaki
bagian belakang dipotong pada persendian carpo-metatarsal dan digabungkan
dengan kaki bagian depan untuk ditimbang sebagai bobot kaki. Karkas yang telah
dipisahkan kemudian ditimbang menggunakan timbangan gantung digital. Setelah
itu dilakukan pemisahan antara tulang dan daging.
Rancangan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan perlakuan bobot potong, yaitu bobot potong 10 kg, 20 kg
dan 30 kg. Model matematis menurut Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut:
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan dari perlakuan ke
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh bobot potong ke
εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke
i =Perlakuan ke-i
j = Ulangan ke-j
Analisis Data
Data diolah dengan program minitab 16 secara anova untuk mengetahui
beda nyata atau tidak dari perlakuan yang digunakan. Apabila hasil data yang
diolah menunjukan beda nyata maka akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji
Duncan.
Peubah
Peubah yang diamati antara lain :
1. Bobot potong : yaitu bobot yang didapat sebelum pemotongan.
2. Bobot tubuh kosong : yaitu bobot potong setelah dikurangi bobot isi
saluran pencernaan yang didapat dari bobot jeroan hijau dikurangi bobot
jeroan hijau kosong.
3. Bobot karkas : yaitu bobot setelah dikurangi bobot kepala, kulit, darah,
kaki, organ dalam, saluran pencernaan, paru-paru, lemak ommental dan
jaringan lainnya.
4. Persentase karkas:
4
5. Bobot non karkas : Bobot yang didapat dengan memisahkan bagian
kepala, kulit, darah, kaki, organ dalam (jantung, ginjal, hati, limpa),
saluran pencernaan, (perut, usus kecil, usus besar), paru-paru dan lemak
omental yang kemudian masing-masing bagian ditimbang bobotnya dan
dijumlahkan.
6. Edible portion non karkas : bagian dari non karkas ternak yang dapat
dimakan meliputi kepala, kaki, hati, jantung, limpa, paru-paru, perut, usus
kecil, usus besar dan lemak omental.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Tempat pemotongan hewan (TPH) berlokasi di Desa Bebedahan,
Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut dan merupakan TPH milik pribadi.
Fasilitas yang dimiliki TPH yaitu kandang penampungan dengan kapasitas 30-40
ekor domba, tempat pemotongan, tempat penyimpanan daging dengan sumber air
dari PDAM. Sumber ternak untuk pemotongan di TPH Bebedahan yaitu dari
peternak (bandar) yang berasal dari daerah sekitar Kecamatan Wanaraja,
Kecamatan Sukawening dan Kecamatan Sucinaraja. Pembelian ternak dilakukan
setiap hari disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Proses pemotongan
dilakukan pada malam hari yaitu pada pukul 19:00 WIB-selesai, dan karkas serta
daging yang dihasilkan disimpan terlebih dahulu di ruang penyimpanandengan
menggunakan es batu yang kemudian dibawa untuk dijual di Pasar Wanaraja.
Terdapat perbedaan cara pemotongan domba yang dilakukan di TPH Bebedahan
yaitu adanya pemisahan antara daging dan tulang, hal ini dikarenakan adanya
permintaan dari konsumen.Domba yang dipotong di TPH ini seluruhnya adalah
betina dengan umur potong yang dominan yaitu dibawah satu tahun (I0). Hal ini
disebabkan harga domba betina muda lebih murah dibandingkan domba jantan
pada umur yang sama (Tabel 1).
Tabel 1Jumlah pemotongan domba berdasarkan umur selama penelitian
Umur Domba Jumlah domba
(ekor)
Jenis Kelamin
Jantan Betina
I0 54 - 54
I1 23 - 23
I2 17 - 17
I3 4 - 4
I4 13 - 13
Total 111 - 111
.
Tempat pemotongan sebenarnya tidak sesuai dengan persyaratan untuk
memotong ternak menurut SNI, akan tetapi kondisi bangunan dan tempat
pemotongan terjaga dengan baik dan sumber air di TPH didapat dari PDAM.
Fasilitas dan sarana penunjang untuk pemotongan masih tergolong tradisional.
5
Sanitasi di TPH tersebut cukup baik dan selalu dibersihkan setiap harinya, akan
tetapi personal hygiene dari pekerja TPH masih kurang diperhatikan, hal ini dapat
dilihat dari para pekerja yang tidak memakai perlengkapan standar pemotongan
untuk personal.
Karakteristik Karkas dan Non Karkas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot potong berpengaruh
sangat nyata (P<0.01) terhadap karakteristik karkas dan non karkas domba garut
betina. Rataan nilai karakteristik karkas dan non karkas domba garut betina yang
dipotong pada bobot potong yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2 Karakteristik karkas domba garut betina pada bobot potong yang berbeda
Peubah Bobot Potong (kg)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Jumlah domba (ekor) 43 47 21
Bobot Potong (kg) 15.32±2.68 C 23.63±2.39 B 32.48±2.99 A
Bobot Karkas (kg) 5.99±1.31 C 10.04±1.45 B 14.77±2.32 A
Bobot Tubuh Kosong
(kg) 12.21±2.18 C 19.44±2.09 B 27.53±3.14 A
Persentase Karkas (%) 38.97±3.89 C 42.37±3.35 B 45.29±3.78 A Ket : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda adalah berbeda
nyata pada taraf uji 5% (a, b) dan berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (A, B)
Bobot Potong
Bobot potong merupakan bobot hidup ternak domba sesaat sebelum
dilakukan pemotongan yang nantinya dipotong sampai berbentuk karkas. Bobot
potong akan mempengaruhi bobot karkas dan persentase karkas yang dihasilkan.
Hasil analisis menunjukan bahwa kelompok bobot potong III sangat nyata
(P<0.01) memiliki rataan bobot potong tertinggi dibandingkan kelompok bobot
potong I dan II (Tabel 2.). Rataan bobot potong kelompok I, II dan III berturut-
turut sebesar 15.32±2.68 kg, 23.63±2.39 kg dan 32.48 ± 2.99 kg.
Menurut Soeparno (2005), bobot potong yang semakin meningkat akan
mengahasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat diharapkan
bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Selanjutnya, Yurmiati
(1991) menambahkan bahwa bobot potong dipengaruhi juga oleh umur ternak,
semakin bertambah umur ternak maka semakin besar pula bobot potongnya. Seain
itu, sistem pemeliharaan di masyarakat juga dapat mempengaruhi bobot potong
optimal domba yang dihasilkan.Domba yang dipotong di TPH Bebedahan dengan
bobot diatas 30kg berumur mulai dari I2-I4 dengan sumber asal ternak yang
berbeda.
Bobot Tubuh Kosong
Bobot tubuh kosong merupakan bobot potong yang telah dikurangi dengan
bobot isi saluran pencernaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot tubuh
kosong dari masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0.01). Rataan
bobot tubuh kosong yang didapat dalam penelitian ini berturut-turut adalah
12.21±2.18 kg, 19.44±2.09 kg dan 27.53±3.14 kg (Tabel 2).
6
Bobot tubuh kosong mengalami penurunan yang cukup tinggi dari bobot
potong yaitu rata-rata 15-20%, hal ini dikarenakan tidak adanya pemuasaan pada
domba yang akan disembelih. Hasil penelitian ini sesuai dengan Meiaro (2008)
yang menyatakan bahwa bobot potong pada domba lokal memiliki korelasi positif
dengan bobot tubuh kosong, bobot potong yang semakin tinggi, maka bobot tubuh
kosong juga akan semakin tinggi.
Bobot Karkas
Karkas adalah bagian terpenting dari ternak potong, karena produksi daging
dan nilai ekonomis ternak sangat ditentukan oleh produksi dan komposisi
karkasnya. Karkas domba adalah bagian dari tubuh domba yang disembelih secara
halal sesuai dengan CAC/GL 2-1997, telah dikuliti, dikeluarkan isi perutnya,
dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi,
ambing, ekor dan lemak yang berlebih (Badan Standarisasi Nasional 2008). Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa domba garut betina yang dipotong pada
kisaran bobot 30kg sangat nyata memiliki bobot karkas yang paling tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya (P<0.01).
Rataan bobot karkas domba garut betina hasil penelitian ini berturut-turut
adalah 5.99±1.31 kg, 10.04±1.45 kg dan 14.77±2.32 kg (Tabel 3). Hasil ini
sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005), bahwa bobot potong yang semakin
meningkat akan mengahasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat
diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot potong yang semakin tinggi akan
meningkatkan bobot karkas yang dihasilkan. Hal ini disebabkan seiring
peningkatan bobot potong, maka terjadi perubahan pada komposisi jaringan
karkas yaitu terjadi perubahan pada ukuran dan massa otot serta penimbunan
jaringan lemak (Galvani et al. 2008; Aksoy dan Ulutas 2015)
Persentase Karkas
Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dan bobot hidup
saat dipotong dikalikan dengan 100% (Aberle et al.2001). Hasil analisis pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase karkas domba berbeda sangat nyata
(P<0.01). Ternak yang termasuk kedalam Kelompok III dengan bobot potong >30
kg nyata lebih tinggi dibandingkan bobot potong 10 kg dan 20 kg. Persentase
karkas domba pada penelitian ini berturut-turut adalah 38.97±3.89%,
42.37±3.35% dan 45.29±3.78% dari bobot potong 10 kg, 20 kg dan 30 kg.
Kisaran persentase karkas ini sesuai dengan pernyataan Johnston (1983) bahwa
persentase karkas domba berkisar 45%-50%. Menurut Colomerrocker et al.
(1992), domba jantan mengandung lebih banyak daging dibandingkan dengan
domba betina.Soeparno (1994) menambahkan bahwa terdapat perbedaan laju
pertumbuhan pada umur yang sama antara ternak jantan dan ternak betina, laju
pertumbuhan ternak jantan lebih cepat dibandingkan dengan ternak. Hasil bobot
daging yang lebih rendah pada ternak muda disebabkan karena ukuran tubuh
ternak muda belum maksimal, masih mengalami pertumbuhan yaitu terjadi
pembelahan sel-sel sampai bobot tubuh tertentu yang selanjutnya mengalami
diferensiasi pada umur tertentu (dewasa kelamin) yang dikenal dengan
perkembangan.
7
Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah komponen non karkas
seperti kulit dan kepala. Menurut Tobing et al. (2004) bahwa bagian kepala
merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan yang besar pada tahap awal
kehidupan, tetapi mengalami penurunan pertumbuhan pada akhir kehidupan.
Bobot dan persentase karkas domba Garut dapat dilihat pada Tabel 3.
Bobot Non Karkas
Komponen non karkas domba merupakan bagian tubuh domba yang tidak
termasuk karkas antara lain darah, kulit, kepala, keempat kaki bagian bawah mulai
dari carpus dan tarsus, isi ruang dada (jantung, paru-paru dan hati) dan isi perut
yaitu organ pencernaan kecuali ginjal dan organ reproduksi (Lawrie 2003).
Berdasarkan hasil analisis ragam, semua variabel komponen non karkas yang
diujikan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01). Hasil ini menunjukkan
bawa komponen non karkas berkembang sejalan dengan penambahan bobot
potongnya. Seluruh komponen bobot non karkas pada perlakuan bobot 30 kg lebih
tinggi daripada perlakuan yang lain. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan
Wandito (2011) menambahkan bahwa kapasitas saluran pencernaan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan.Selain itu, konsumsi nutrisi
yang tinggi akan meningkatkan bobot hati, rumen, retikulum, omasum, usus
halus, usus besar dan total alat pencernaan (Soeparno 2005).
Persentase komponen non karkas didapat dari bobot komponen masing-
masing non karkas dibandingkan dengan bobot tubuh kosong. Berdasarkan hasil
analisis ragam pada Tabel 3, seluruh bobot komponen non karkas menunjukkan
hasil berbeda sangat nyata (P<0.01). Persentase komponen non karkas seperti
darah, hati dan usus besar menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Sedangkan Isi
saluran pencernaan, kepala, kulit, kaki, ginjal, perut, usus kecil, lambung,
jantung+trachea+paru-paru dan lemak ommental menunjukkan berbeda sangat
nyata (P<0.01). Persentase dari lemak ommental pada bobot potong 30 kg
menunjukkan nyata lebih tinggi dari bobot potong yang lainnya. Hal ini terjadi
karena domba garut betina pada bobot potong diatas 20 kg menunjukkan bahwa
domba telah mengalami masa dewasa tubuh sehingga pertumbuhan domba pada
bagian otot melambat dan menuju perlemakan. (Parakkasi 1990) menyatakan
bahwa menjelang bobot badan dewasa, proporsi urat daging dalam pertumbuhan
bobot badan akan menurun dan pertambahan bobot komponen tulang akan
berhenti, sedangkan proporsi lemak dalam pertambahan bobot tinggi dan semakin
cepat. Perlemakan mula-mula terjadi disekitar organ-organ internal, kemudian
lemak disimpan pada jaringan ikat sekitar urat daging dibawah kulit dan terakhir
lemak disimpan diantara urat daging (Forrest et al. 1975).
Edible Portion Non Karkas
Bagian-bagian tubuh yang dapat dimakan (edible portion) merupakan
produk yang sangat diharapkan dalam suatu usah ternak potong. Soedarmoyo
(1982) menyatakan bahwa edible portion adalah bagian yang dapat dimakan dari
seekor ternak, baik berasal dari karkas maupun non karkas. Bagian tersebut
meliputi daging, kepala, kaki, karkas kecuali tulang dan organ-organ viscera
(Soeparno 1994). Edible portion non karkas terdiri dari lidah, hati, paru-paru,
pankreas, ginjal, limpha, otak, jantung dan saluran pencernaan (Romans et al.
1994). Faktor-faktor seperti pertumbuhan, nutrisi, umur dan bobot badan
8
berpengaruh terhadap komposisi fisik tubuh ternak, termasuk bagian tubuh yang
dapat dimakan (Soeparno 1994).
Tabel 3 Karakteristik non karkas domba garut betina pada bobot potong yang
berbeda
Peubah Bobot Botong (kg)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Jumlah sampel (ekor) ekor 43 47 21
Inedible portion kg 3.71±0.89C 5.09±0.88B 6.14±0.94A
% 30.71±6.7A 26.39±4.89B 22.67±4.86C
Darah kg 0.60±0.14C 0.90±0.15B 1.19±0.22A
% 4.95±0.94a 4.65±0.65ab 4.36±0.85b
Isi saluran
Pencernaan kg 3.10;0.84C
% 25.76±6.5A 21.74±4.79B 18.30±4.37C
Edible portion non
karkas
kg 5.42±0.89C 7.99±0.81B 10.04±0.56A
% 44.74±4.01A 41.25±3.51B 36.81±3.72C
Kepala kg 1.04±0.22C 1.51±0.21B 1.96±0.24A
% 8.57±1.46A 7.78±1.03B 7.21±1.18B
Kulit kg 1.33±0.32C 2.05±0.43B 2.38±0.3A
% 10.98±2.15A 10.56±2.21A 8.74±1.40B
Kaki kg 1.09±0.2C 1.60±0.2B 1.91±0.13A
% 9.03±1.22A 8.29±1.1B 7.01±0.84C
Hati kg 0.26±0.07C 0.39±0.13B 0.47±0.08A
% 2.17±0.52a 2.00±0.6ab 1.71±0.28b
Ginjal kg 0.13±0.05C 0.20±0.06B 0.30±0.09A
% 1.06±0.33 1.07±0.29 1.13±0.40
Perut kg 0.49±0.13C 0.68±0.11B 0.89±0.05A
% 4.04±1.03A 3.53±0.56B 3.27±0.32B
Usus kecil kg 0.32±0.08C 0.39±0.06B 0.44±0.08A
% 2.58±0.47A 2.03±0.37B 1.59±0.27C
Usus besar kg 0.19±0.06C 0.27±0.08B 0.47±0.09A
% 1.49±0.38ab 1.38±0.39b 1.73±0.33a
Lambung kg 0.12±0.04C 0.16±0.03B 0.21±0.02A
% 1.00±0.23A 0.84±0.15B 0.79±0.11B
Jantung+trachea+paru-
paru kg 0.35±0.08C 0.51±0.06B 0.66±0.07A
% 2.89±0.51A 2.65±0.3B 2.42±0.31B
Lemak ommental kg 0.19±0.13C 0.51±0.32B 1.39±1.04A
% 1.55±0.39C 2.64±0.44B 5.05±0.43A Ket : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda adalah berbeda
nyata pada taraf uji 5% (a, b) dan berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (A, B).
Inedible portion adalah bagian tubuh ternak yang tidak dapat dimakan atau
dikonsumsi. Umumnya di Indonesia semua komponen tubuh domba termasuk
9
dalam edible portion kecuali darah dan isi saluran pencernaan. Hasil analisis
ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa total edible portion dari komponen non
karkas domba garut betina pada masing-masing perlakuan berturut-turut adalah
44.74%, 41.25% dan 36.81%. Bagian dari inedible portionpada masing-masing
perlakuan berturut-turut adalah 30.71%, 26.39% dan 22.67%. Hasil persentase
tersebut didapat setelah dibandingkan dengan bobot tubuh kosongnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Domba Garut yang dipotong di TPH Bebedahan pada umumnya berjenis
kelamin betina dan berumur muda, sehingga menghasilkan karkas dan bagian non
karkas yang berbeda. Komponen karkas dan non karkas domba garut betina
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan bobot potong. Domba garut
betina yang dipotong pada bobot diatas 30kg menghasilkan bobot dan persentase
karkas tertinggi.
Saran
Pemotongan ternak domba sebaiknya tidak dilakukan pada domba garut
betina muda, hal ini untuk menjaga populasi betina produktif. Penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan mengevaluasi edible portion dari komponen
non karkas seperti kepala dan kaki. Pemotongan ternak akan lebih baik dilakukan
pada bobot potong 30 kg.
DAFTAR PUSTAKA
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID) : Ditjennak keswan.
Aberle EDJ, C Forrest, Gerrard DE, Mills EW. 2001. Principles of MeatScience.
Ed ke-4. Kendall/Hunt publishing Company, Lowa (US).
Aksoy Y, Ulutas Z. 2015. Effect of different slaughter weights on slaughter and
carcass traits of male karayaka lambs reared under intensive produstion
system. Turkish Journal of Agriculture. Turkish(TR).
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2008. Mutu Karksa dan Daging
Kambing/Domba. Standar Nasional Indonesia. 3925:2008, Jakarta (ID).
Baihaqi M, Herman R. 2012. Carcass and Non-carcass Components of Priangan
and Javanese Fat-tailed Rams Slaughtered at Mature Live Weight.Med. Pet.
35: 196-200.http://dx.doi.org/10.5398/medpet.2012.35.3.196. Balai Informasi Pertanian. 1990. Pengusahaan Ternak Kambing dan Domba di
Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta (ID).
Berg RT, Butterfield RM. 1976. New Concepts of Cattle Growth.Sydney (AU);
Sydney University Press.
10
Colomer-Rocker F, Kirton AH, Mercer GJKand Duganzich DM. 1992. Carcass
composition of New Zealand Saanen goats slaughtered at different weights.
Small Ruminant Res. 7: 161 –173.
Fahmi MS. 2013. Pengaruh bangsa domba dengan bobot potong yang berbeda
terhadap karakteristik karkas dan non karkas domba lokal [skripsi]. Bogor
(ID). Institut Pertanian Bogor.
Forrest JC, Aberle ED, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 1975. Principles of
Meat Science. San Fransisco (US): W. H Freeman Company.
Galvani DB, Pires CC, Wommer TP, Oliveura F, Bolzan AMS, Francois P. 2008.
Carcass traits of feedlot crosbreed lambs slaughtered at different live
weights. Journal Ciencia Rural. Santa Maria.
Ginanjar S. 2013. Komposisi jaringan pada potongan karkas domba garut dan
ekor tipis umur enam bulan dengan ransum berbasisIndigoera sp[skripsi].
Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Hasnudi. 2005. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta
penampilan domba Sungei Putih dan lokal Sumatera yang menggunakan
pakan limbah kelapa sawit. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bogor (ID). http://www.damandiri.or. id/detail.php?id=255. (23 Mei 2006).
Herman R. 2004. Komposisi dan distribusi otot karkas domba priangan jantan
dewasa. J Indon Trop Anim Agric.
Johnston RG. 1983. Introdustion to Sheep Farming. London (GB). Granada
Pubhlishing.
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.
Terjemahan dari: Meat Science.
Nico MI. 2013. Karakteristik karkas dan non karkas dombalokal betina yang
berbeda bangsa di tph maleber bogor. [skripsi] Institut Pertanian Bogor.
Bogor (ID).
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Bogor. (ID). Fakultas
Peternakan IPB.
Putra IA. 2012. Produksi karkas dan non karkas domba priangan pada fase
penggemukkan dengan penambahan ekstrak pasak bumi (Eurycoma
longifolia, Jaack) dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian
Bogor.
Romans JR, Costello WJ, Carlson CW, Greaser ML, Jones KW. 1994.The Meat
We Eat. 13th Ed. Interstate Publishers Inc. Danviile. Illinois (US).
Soedarmoyo B. 1982. Pengaruh jenis kelamin terhadap pertumbuhan-
pertumbuhan bagian-bagian badan dan karkas kambing [Tesis] . Fakultas
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada
University Pr.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Sumantri B, penerjemah, Jakarta(ID): Gramedia Pustaka.
Tobing MM, Lestari CMS, Dartosukarno S. 2004. Proporsi karkas dan non karkas
domba lokal jantan menggunakan pakan rumput Gajah dengan berbagai
level ampas tahu. J Indon Trop Anim Agric. Buku 2. hlm. 90 – 97.
11
Wandito DS. 2011. Performa dan morfometrik domba ekor gemuk dengan
pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang
berbeda. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Yurmiati H. 1991. Pengaruh pakan, umur potong, dan jenis kelamin terhadap
bobot hidup, kerkas dan sifat dasar kulit kelinci “Rex” [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji analisis ragam bobot potong
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 4351.1 2175.5 315.01 <.0001
Galat 108 745.9 6.9
Total 110 5097.0
Lampiran 2 Hasil uji analisis ragam darah
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 5.1990 2.5995 97.34 <.0001
Galat 108 2.8841 0.0267
Total 110 8.0831 /
Lampiran 3 Hasil uji analisis ragam kepala
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 12.8806 6.4403 131.28 <.0001
Galat 108 5.2982 0.0491
Total 110 18.1789
Lampiran 4 Hasil uji analisis ragam kulit
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 19.2436 9.6218 72.06 <.0001
Galat 108 14.4200 0.1335
Total 110 33.6636
Lampiran 5 Hasil uji analisis ragam ginjal
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 0.45100 0.22550 52.42 <.0001
Galat 108 0.46459 0.00430
Total 110
Lampiran 6 Hasil uji analisis ragam usus kecil
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 0.24242 0.12121 23.49 <.0001
Galat 108 0.55733 0.00516
Total 110 0.79976
12
Lampiran 7 Hasil uji analisis ragam usus besar
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 1.18759 0.59379 97.72 <.0001
Galat 108 0.65629 0.00608
Total 110 1.84387
Lampiran 8 Hasil uji analisis ragam perut
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 2.4195 1.2097 99.01 <.0001
Galat 108 1.3196 0.0122
Total 110 3.7391
Lampiran 9 Hasil uji analisis ragam isi saluran pencernaan
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 54.187 27.094 38.24 <.0001
Galat 108 76.529 0.709
Total 110 130.716
Lampiran 10 Hasil uji analisis ragam lambung
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 0.122425 0.061212 60.40 <.0001
Galat 108 0.109452 0.001013
Total 110 0.231877
Lampiran 11 Hasil uji analisis ragam hati
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 0.70700 0.35350 34.28 <.0001
Galat 108 1.11376 0.01031
Total 110 1.82076
Lampiran 12 Hasil uji analisis ragam kaki
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 10.9828 5.4914 150.69 <.0001
Galat 108 3.9358 0.0364
Total 110 14.9186
Lampiran 13 Hasil uji analisis ragam lemak
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 20.574 10.287 40.76 <.0001
Galat 108 27.256 0.252
Total 110 47.831
Lampiran 14 Hasil uji analisis ragam jantung. paru-paru dan trakhea
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 1.45006 0.72503 159.07 <.0001
Galat 108 0.49227 0.00456
Total 110 1.94233
13
Lampiran 15 Hasil uji analisis ragam bobot karkas
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 1120.93 560.46 219.64 <.0001
Galat 108 275.59 2.55
Total 110 1396.52
Lampiran 16 Hasil uji analisis ragam bobot tubuh kosong
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 3442.8 1721.4 311.80 <.0001
Galat 108 596.2 5.5
Total 110 4039.0
Lampiran 17 Hasil uji analisis ragam persentase karkas
Sumber Keragaman DB JK KT F P
Bobot Potong 2 611.96 305.98 22.97 <.0001
Galat 108 1438.77 13.32
Total 110 2050.73
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Desember 1990 di Garut. Penulis
merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Rizal Rizaludin dan Mimim
Suminar. Pendidikan formal penulis di mulai dari Tk Sejahtera pada tahun 1995
hingga tahun 1997. Penulis melanjutkan ke SDN Wanaraja II tahun 1997 hingga
tahun 2003. Pendidikan selanjutnya di SMPN 1 Garut dari tahun 2006 hingga
tahun 2009 kemudian melanjutkan ke sekolah menengah atas SMAN 11 Garut.
Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Diploma
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) padaJurusan Teknologi dan
Manajemen Ternak. Setelah lulus dari program Diploma, pada tahun 2012 penulis
melanjutkan lagi ke program S1 (Alih Jenis) di Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menempuh masa studi di IPB, penulis tidak begitu aktif dalam
kegiatan organisasi kampus, namun penulis selalu ikut berpartisipasi dalam
kegiatan Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) sebagai atlet baik ketika di diploma
maupun alihjenis. Penulis juga pernah mengikuti Kejuaraan Nasional Futsal
Fakultas Peternakan Se-Indonesia yakni pada tahun 2013 dan 2014.